isolasi dan identifikasi v. parahaemolyticus patogenik ... · 3 abstract yusma yennie. isolation...

103
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA UDANG TAMBAK YUSMA YENNIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: hoanglien

Post on 21-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA

UDANG TAMBAK  

 

 

 

 

 

 

 

 

YUSMA YENNIE

 

 

 

 

 

 

 

 

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 2: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

2  

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada Udang Tambak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Yusma Yennie

NIM F251080201

Page 3: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

3  

  

ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the direction of RATIH DEWANTI-HARIYADI and ACHMAD POERNOMO. Vibrio parahaemolyticus (Vp) is a halophilic bacterium found in brackish water and is the leading cause of gastroenteritis due to seafood consumption. In Indonesia presence of this pathogen in seafood has caused several export rejection. This research aimed to identify presence of pathogenic Vibrio parahaemolyticus from shrimp cultured in traditional and intensive ponds. Bacterial isolation was carried out using FDA BAM (2004), phenotypic characterization was done using API 20E biochemical test kit and genetic characterization was conducted with Polymerase Chain Reaction (PCR) using a pair of specific primer for each virulent factor gene (tdh and trh genes). Biochemical identification with API 20E biochemical test showed that 16/32(50%) and 6/32 (18.8%) shrimp samples from traditional and intensive ponds contained Vibrio parahaemolyticus, respectively. Eighty one percent (13/16) of Vibrio parahaemolyticus isolated from traditional pond and 50% (3/6) of those obtained from intensive pond were pathogenic due to their possesion of tdh gene. When gen encoding trh was used as the basis for classification, 15/16 (93.8%) and 4/6 ( 66.7%) of Vibrio parahaemolyticus obtained from traditional and intensive ponds, respectively, were pathogenic . Out of the 22 Vibrio parahaemolyticus isolates, 16 (72.7%) were pathogenic based on the possesion of gene encoding for tdh and 19 (86.4%) can be classified as pathogen based on the trh gene. Overall, pathogenic Vibrio parahaemolyticus was found at a frequency of 13-15/32 (43%) of the shrimp samples from traditional pond while 3-4/32 (11%) was found in shrimps from intensive pond, respectively. Keywords: Vibrio parahaemolyticus, shrimp culture, tdh gene, trh gene

Page 4: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

4  

RINGKASAN YUSMA YENNIE. Isolasi dan Identifikasi Vibrio parahaemolyticus Patogenik pada Udang Tambak. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan ACHMAD POERNOMO. Vibrio parahaemolyticus merupakan flora normal di lingkungan perairan payau dan salah satu spesies Vibrio spp yang bersifat patogen terhadap komoditas udang maupun pada manusia. Vibrio parahaemolyticus merupakan bakteri Gram negatif, bersifat halofilik dan dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia melalui konsumsi pangan hasil perikanan. Udang merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang menduduki peringkat pertama dalam pangsa ekspor produk perikanan Indonesia serta merupakan salah satu komoditas unggulan revitalisasi KKP selain tuna dan rumput laut sejak 2005. Berbagai permasalahan yang terkait dengan ekspor udang mengakibatkan ditolaknya produk udang ke luar negeri dan hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi unit-unit pengolahan udang. Salah satu penyebab penolakan ekspor udang karena kandungan mikroba patogen seperti Salmonella, Vibrio cholerae dan Vibrio parahemolyticus. Kasus penolakan ekspor udang karena kontaminasi V. parahemolyticus pernah dilaporkan yaitu pada tahun 2005 dan 2007, sebanyak 26 ton udang beku dan 4.8 ton produk sushi ebi dari Indonesia ditolak di Uni Eropa. Kasus terakhir, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, tahun 2009 dan 2010 sebanyak 27 ton dan 13 ton ekspor ikan Indonesia ditolak oleh Cina karena terkontaminasi V. parahemolyticus. Dalam perdagangan internasional, beberapa negara seperti Uni Eropa, USA, dan Jepang menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan terkait dengan V. parahaemolyticus pada produk perikanan termasuk udang baik beku maupun olahan. Indonesia juga di dalam SNI mensyaratkan V. parahaemolyticus sebagai parameter mutu pada produk perikanan. Kasus penyakit bawaan pangan (foodborne diseases) karena V. parahaemolyticus patogenik telah banyak dilaporkan dalam berbagai kasus KLB. Di Indonesia ditemukan sebesar 3.7% (19/514 pasien) dengan gastroenteristis akut dan diketahui positif V. parahaemolyticus sepanjang tahun 1974 (Bonang et al. 1974). Selain itu ditemukan juga V. parahaemolyticus patogenik sebesar 7.3% dari sampel klinis pasien diare beberapa rumah sakit dalam kurun waktu 1995-2001 (Tjaniadi et al. 2003). Sementara itu di Jepang, dalam kurun waktu 1996-1998 terjadi 20-30% kasus KLB dan pada tahun 1998 dilaporkan kasus ini melebihi jumlah kasus yang disebabkan oleh Salmonella (IDSC, 1999 dalam US-FDA, 2005). Kemampuan V. parahaemolyticus menyebabkan penyakit pada manusia umumnya dihubungkan dengan kemapuannya memproduksi hemolisis. Berdasarkan kemampuannya tersebut dikenal 3 jenis hemolisin pada V. parahaemolyticus yaitu thermolabile hemolysin (TLH), thermostable direct hemolysin (TDH) dan thermostable direct hemolysin-related hemolysin (TRH). Thermolabile hemolysin (TLH) adalah protein yang memiliki aktivitas phospholipase A2/lysophospholipase akan tetapi peranan hemolisin ini terkait

Page 5: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

5  

  

dengan kemampuannya menyebabkan penyakit tidak diketahui secara pasti. Sementara itu TDH dan TRH diduga merupakan faktor virulen pada V. parahaemolyticus yang dikaitkan sebagai penyebab penyakit pada manusia. Thermostable direct hemolysin (TDH) dikenal sebagai faktor virulen karena aktivitas β hemolisisnya yang dapat melisis membran sel darah merah sehingga mengakibatkan gastroenteritis. Keberadaan TDH ditandai dengan adanya zona bening pada koloni Vibrio parahaemolyticus yang ditumbuhkan pada media agar Wagatsuma dan dikenal dengan istilah Fenomena Kanagawa (KP+). Thermostable direct hemolysin-related hemolysin (TRH) disebut sebagai faktor virulen lain dari V. parahaemolyticus, dimana keberadaannya dikaitkan dengan hasil Fenomena Kanagawa negatif (KP-) tetapi dapat menyebabkan gastroenteritis. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada awalnya dilakukan berdasarkan reaksi biokimiawi akan tetapi metode ini memiliki kelemahan diantaranya waktu analisis yang panjang, akurasi dan sensitivitas yang rendah serta belum tersedianya metode analisis untuk mengidentifikasi faktor virulen TRH. Berlandaskan alasan tersebut, dikembangkan metode analisis untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik. Salah satu metode analisis yang adalah metode analisis berdasarkan pendekatan molekuler yaitu teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui frekuensi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang di tambak tradisional dan intensif yaitu dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi V. parahaemolyticus berdasarkan sifat-sifat biokimiawinya serta mengidentifikasi faktor virulen V. parahaemolyticus berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh pada komoditas udang tambak tersebut. Isolasi bakteri dilakukan dengan mengacu pada metode BAM-FDA (2004), konfirmasi V. parahaemolyticus berdasarkan reaksi biokimiawi menggunakan API 20E biochemical test kit, danidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik dilakukan berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh menggunakan sepasang primer spesifik dari dua gen tersebut dengan teknik PCR Isolasi V. parahaemolyticus pada sampel udang di tambak tradisional dan intensif berturut-turut menunjukkan hasil sebesar 32 dan 28 isolat (n=32). Sementara itu konfirmasi V. parahaemolyticus menggunakan API 20E biochemical test kit menunjukkan hasil sebanyak 16/32 (50%) dan 6/32 (18.8%) sampel udang di tambak tradisional dan intensif positif sebagai V. parahaemolyticus. Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi isolasi V. parahaemolyticus sampel udang di tambak tradisional lebih tinggi dibandingkan tambak intensif. Jika dibedakan berdasarkan lokasi pengambilan sampel pada tambak tradisional, frekuensi isolasi V. parahaemolyticus berkisar antara 30-69%. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh pada sampel udang tambak tradisional dan intensif berturut-turut menunjukkan hasil sebesar 13/16 isolat dan 3/6 isolat positif gen tdh. Amplifikasi berdasarkan gen penyandi trh pada sampel udang di tambak tradisional dan intensif diperoleh hasil sebanyak 15/16 isolat dan 4/6 isolat adalah positif gen trh. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa V. parahaemolyticus dari sampel udang tambak tradisional dan intensif ternyata berifat patogen sebesar 43% dan 11%.

Page 6: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

6  

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang baik di tambak tradisional maupun intensif. Hal ini diduga terkait dengan penerapan cara berbudidaya yang baik (Good Aquaculture Practices) yang belum optimal terutama di tambak tradisional. Kata kunci: Vibrio parahaemolyticus, udang tambak, gen tdh, gen trh

Page 7: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

7  

  

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 8: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

8  

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA

UDANG TAMBAK             

YUSMA YENNIE

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 9: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

9  

  

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Page 10: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

10  

Judul Tesis : Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik

pada Udang Tambak

Nama : Yusma Yennie

NRP : F251080201

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Achmad Poernomo

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr.Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2011 Tanggal Lulus:

Page 11: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

11  

  

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

ridho-Nya, karya ilmiah sebagai hasil tugas akhir dapat diselesaikan. Penulis

mengangkat tema keamanan pangan dengan judul penelitian Isolasi dan Identifikasi

V. parahaemolyticus patogenik pada Udang Tambak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan Dr. Achmad Poernomo, M.AppSc selaku

pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, saran, dan semangat

selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dan

masukan yang diberikan sebagai bentuk lain dari pembimbingan menuju

kesempurnaan karya ilmiah ini.

3. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan-

Balitbang KP-KKP, yang telah mendanai penelitian ini.

4. Rekan-rekan di Kelti Keamanan Pangan, Lab. Mikrobiologi (Ayu dan Radest)

dan Lab. Bioteknologi (Gintung dan mbak Dewi) BBRP2B atas bantuan, dan

dorongan semangat selama penelitian.

5. Teman-teman lingkup BBRP2B (Ema, Ida, Devi, Diah, Yanti) dan teman-teman

IPN 2008, atas persahabatan dan dorongan semangatnya selama penelitian dan

penulisan karya ilmiah ini.

6. Suami dan anak-anak tercinta, abah, ibu, dan seluruh keluarga besar atas doa,

kasih sayang, toleransi, pengertian, dorongan semangat, dan bantuannya.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Agustus 2011

Yusma Yennie

Page 12: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

12  

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 Pebruari 1974 dari Ayah

Ahmad Yusmadi Yusuf dan Ibu Ainal Mardiah yang merupakan anak ketiga dari

lima bersaudara.

Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan S-1 pada Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan Institut Pertanian Bogor. Penulis melanjutkan studi ke

program pasca sarjana pada tahun 2008 di program studi ilmu pangan Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui program beasiswa

Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1999 dan

ditempatkan di UPT-LPPMHP, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera

Utara. Tahun 2001 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Balai

Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan-

Balitbang KP-KKP dan bergabung dengan kelompok peneliti bidang keamanan

pangan dan lingkungan Kelautan dan Perikanan. Peneliti telah melakukan

beberapa penelitian di bidang keamanan pangan antara lain identifikasi logam

berat pada produk perikanan, identifikasi residu bahan berbahaya pada produk

perikanan baik segar dan olahan, dan saat ini sedang melakukan penelitian dengan

topik identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang vaname

di unit pengolahan udang, pengumpul, dan retail.

Page 13: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

13  

  

DAFTAR ISI  

Halaman

DAFTAR TABEL.................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii

PENDAHULUAN

Latar Belakang .................................................................................................1

Perumusan Masalah .........................................................................................6

Tujuan Penelitian ............................................................................................6

Hipotesis ..........................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Vibrio parahaemolyticus ............................................................8

Faktor Lingkungan yang Mempengarui Keberadaan Vibrio parahaemolyticus ..........................................................................................10

Penyakit Bawaan Pangan (food borne diseases) oleh Vibrio parahaemolyticus ..........................................................................................11

Faktor Virulen Vibrio parahaemolyticus ......................................................16

Identifikasi Vibrio parahaemolyticus Patogenik ...........................................19

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................23

Bahan dan Alat...............................................................................................23

Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................24

Survei Lapang ................................................................................................25

Pengambilan dan Preparasi Sampel Udang Tambak .....................................26

Isolasi Vibrio parahaemolyticus dari Udang Tambak ...................................26

Identifikasi Vibrio parahaemolyticus pada Udang Tambak ..........................27

Uji biokimia pendahuluan (Presumtif)...........................................................27

1. Pewarnaan Gram.......................................................................................27

2. Uji motilitas ..............................................................................................27

3. Uji oksidase...............................................................................................28

4. Pertumbuhan pada Triple Sugar Iron Agar .............................................28

Page 14: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

14  

Uji biokimia lanjutan (Konfirmasi) ...................................................................... 28

Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik dari Isolat yang berasal

dari Udang Tambak ....................................................................................... 29

1. Isolasi DNA genom bakteri ...................................................................... 29

2. Amplifikasi gen tdh dan trh...................................................................... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei Lapang ............................................................................................... 33

Isolasi V. parahaemolyticus dari Udang Tambak ......................................... 38

Identifikasi V. parahaemolyticus pada Udang Tambak .............................. 40

Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik dari Isolat yang Berasal dari Udang Tambak ...................................................................................... 51

1. Isolasi DNA genom bakteri ...................................................................... 52

2. Amplifikasi Gen tdh dan trh V. parahaemolyticus ................................... 52

Rekomendasi untuk Perbaikan Usaha Budidaya Udang .............................. 59

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 62

Simpulan........................................................................................................ 62

Saran .............................................................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64

LAMPIRAN ........................................................................................................ 75

Page 15: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

15  

  

DAFTAR TABEL  

 

Halaman

1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama (2005-2009)...................................................................................................... 1

2. Impor produk perikanan yang terkontaminasi V. parahaemolyticus di Taiwan.......................................................................................................... 2

3. Persyaratan V. parahaemolyticus pada produk perikanan di berbagai negara ............................................................................................................... 3

4. Hubungan antara antigen tipe O dan K pada V. parahaemolyticus ................. 9

5. KasusKLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Asia................................ 13

6. KasusKLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Eropa dan Amerika........ 14

7. Primer oligonukleotida yang digunakan untuk deteksi gen tdh dan trh ...................................................................................................... 24

8. Hasil analisis presumtif V. parahaemolyticus dari udang vaname yang diambil dari 3 lokasi survei .................................................................. 34

9. Data pengamatan dan pengukuran parameter lingkungan di tambak tradisional dan intensif ................................................................................... 35

10. Hasil isolasi V. parahaemolyticus pada sampel udang tambak ..................... 39

11. Identifikasi V. parahaemolyticus presumtif pada sampel udang tambak tradisional di Kecamatan Cantigi ...................................................... 41

12. Identifikasi V. parahaemolyticus presumtif pada sampel udang tambak intensif di Kecamatan Patrol ............................................................. 42

13. Hasil uji reaksi biokimiawi dari isolat-isolat V. parahaemolyticus presumtif sampel udang tambak dengan API 20E ....................................... 44

14. Hasil identifikasi dan tingkat kemiripan isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak tradisional dengan API 20E ................................... 45

15. Hasil identifikasi Vp pada sampel udang berdasarkan lokasi di tambak tradisional...................................................................................... 46

16. Hasil identifikasi dan tingkat kemiripan isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak intensif dengan API 20E ....................................... 48

17. Distribusi gen penyadi tdh dan trh pada isolat V. parahaemolyticus dari sampel udang di tambak tradisional dan intensif.................................... 56

Page 16: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

16  

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sel Vibrio parahaemolyticus menggunakan scanning electron micrograph (SEM)............................................................................. 8

2. Diagram alir pelaksanaan penelitian ............................................................. 25

3. Tambak udang sistim tradisional.................................................................... 36

4. Tambak udang sistim intensif......................................................................... 37

5. V. parahaemolyticus pada TCBS ................................................................... 39

6. Sel bakteri V. parahaemolyticus yang diamati dengan mikroskop perbesaran 1000X........................................................................................... 43

7. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh bakteri V. parahaemolyticus di tambak tradisional pada gel agarosa2% (TBE1X). M: marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2: kontrol negatif, (a) dan (b) : 16 isolat V. parahaemolyticus sampel udang (lajur 3-10) ................................................. 53

8. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh bakteri V. parahaemolyticus di tambak intensif pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2 : kontrol negatif, lajur 3-8 : isolat V. parahaemolyticus sampel udang.................................................................................................. 54

9. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi trh bakteri V. parahaemolyticus di tambak tradisional pada gel agarosa2% (TBE1X). M: marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2: kontrol negatif, (a) dan (b) : 16 isolat V. parahaemolyticus sampel udang (lajur 3-10) ................................................. 54

10. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi trh bakteri V. parahaemolyticus di tambak intensif pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2 : kontrol negatif, lajur 3-8 : isolat V. parahaemolyticus sampel udang.................................................................................................. 55

Page 17: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

17  

  

DAFTAR LAMPIRAN  

Halaman

1. Hasil isolasi V. parahaemolyticus dari udang tambak tradisional ................. 76

2. Hasil isolasi V. parahaemolyticus dari udang tambak intensif ...................... 77

3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahemolyticus dengan API 20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM ....................................................... 78

4. Kemurnian dan konsentrasi DNA genom V. parahaemolyticus .................... 86

Page 18: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

18  

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang merupakan salah satu komoditas unggulan program revitalisasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selain tuna dan rumput laut sejak

tahun 2005. Disamping itu udang menempati urutan ke-5 terbesar dalam deretan

ekspor non-migas dan memberikan kontribusi sebesar 50% dari total nilai ekspor

perikanan Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data Statistik

dan Informasi, KKP (2009), tentang volume ekspor hasil perikanan menurut

komoditas utama tahun 2005-2009, terlihat udang menduduki urutan pertama

(Tabel 1).

Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama (2005-2009)

Tahun Kenaikan Rata-Rata (% ) Rincian 2005 2006 2007 2008 2009 2005-2009 2008-2009

Volume (Ton) 857.922 926.477 854.329 911.674 796.700 -1.42 -12.61

Udang 153.906 169.329 157.545 170.583 165.000 2.02 -3.27

Tuna, cakalang, tongkol

91.631 91.822 121.316 130.056 95.000 3.14 -26.95

Ikan lainnya 428.395 439.540 393.679 424.401 381.600 -1.83 -10.09

Kepiting 18.593 17.905 21.510 20.713 17.300 -0.94 -16.48

Lainnya 165.397 153.881 160.279 165.921 137.800 -4.06 -16.95 Pusat Data Statistik dan Informasi, KKP (2009)

Ekspor komoditas udang Indonesia mengalami masalah beberapa tahun

ini. Permasalahan ekspor udang Indonesia mengakibatkan volume dan nilai

ekspor menurun dan beberapa permasalahan yang dihadapi terkait dengan standar

mutu dan sanitasi. Permasalahan yang terkait dengan sanitasi pada komoditas

udang umumnya karena adanya kontaminasi bakteri patogen seperti Salmonella,

Page 19: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

19  

  

Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio cholera (DKP, 2003). Pada tahun 2005

sebanyak 26 ton ekspor udang Indonesia ditolak Uni Eropa karena kontaminasi V.

parahaemolyticus, sedangkan pada tahun 2007 ekspor produk sushi ebi sebanyak

4.8 ton ditolak oleh Uni Eropa karena alasan yang sama (Ditjen P2HP-KKP,

2010). Kasus terakhir, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan,

pada tahun 2009 dan 2010 sebanyak 27 ton dan 13 ton ekspor ikan Indonesia

ditolak oleh Cina karena terkontaminasi V. parahemolyticus. Wong et al. (1999)

melaporkan bahwa produk perikanan yang diekspor ke Taiwan dari beberapa

negara di Asia termasuk Indonesia pernah terdeteksi mengandung V.

parahaemolyticus (Tabel 2) walaupun pada seluruh sampel tidak ditemukan V.

parahaemolyticus patogenik yang diidentifikasi dengan metode PCR.

Tabel 2. Impor produk perikanan yang terkontaminasi V. parahaemolyticus di Taiwan

Negara asal Jenis produk Jumlah sampel

Jumlah sampel positif % Vp

Kepiting 126 41 32.5

Lobster 59 26 44.1

Bekicot 95 20 21.1 Vietnam

Ikan 106 47 44.3 Hongkong Kepiting 114 81 71.1 Thailand Kepiting 32 26 81.3

Udang 62 47 75.8 Indonesia Ikan 92 27 29.3

Jumlah 686 315 45.9 Wong et al. (1999)

Dalam perdagangan internasional, beberapa negara seperti Uni Eropa,

USA, dan Jepang menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan terkait

dengan V. parahaemolyticus pada produk perikanan termasuk udang baik beku

maupun olahan. Indonesia juga di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)

mensyaratkan V. parahaemolyticus sebagai parameter mutu pada produk

perikanan. Tabel 3 menunjukkan peraturan dari beberapa negara pengimpor

Page 20: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

20  

untuk persyaratan mutu dan keamanan pangan produk udang serta persyaratan

udang beku berdasarkan SNI 01-2705.1-2006.

Tabel 3. Persyaratan V. parahaemolyticus pada produk perikanan di berbagai negara

Negara Jenis pangan Persyaratan Referensi

Uni Eropa Krustasea, moluska, dan kerang olahan

MPN ≤100 cfu/g ISO 8914

USA

Produk perikanan siap saji

MPN >104/g (KP + / -)

FDA –Compliance Programme Guidance

Manual 7303.844

Jepang Produk perikanan untuk konsumsi mentah

MPN < 100/g Food Sanitation & Quarantine Law

Article 11 Indonesia Udang beku APM <3/g atau KP + *

(* jika diperlukan) SNI 01-2705.1-2006

Ababouch et al. (2005); Badan Standardisasi Nasional (2006)

Vibrio spp. merupakan flora normal pada lingkungan perairan payau

seperti pantai atau muara sungai serta umum terdapat selama kegiatan budidaya

udang (Vandenberghe et al. 2003). Keberadaan Vibrio spp. terutama berkaitan

dengan bahan organik dan fluktuasi oksigen terlarut pada lahan budidaya. Selain

itu dalam kondisi normal peningkatan suhu akan menimbulkan keragaman spesies

Vibrio (Barbieri et al. 1999; Pfeffer et al. 2003). Beberapa spesies patogen Vibrio

seperti V. harveyi dan V. parahaemolyticus merupakan bakteri yang menginfeksi

udang (Jiravanichpaisal dan Miyazaki, 1995; Lavilla-Pitogo, 1995; Lightner,

1993) dan umumnya disebut dengan patogen oportunistik yang dapat

menyebabkan penyakit pada udang (Goarant et al. 1999). Infeksi V.

parahaemolyticus pada udang terjadi pada fase juvenil sampai dewasa. Penyakit

pada udang ini disebut dengan red disease syndrome yaitu berubahnya warna

tubuh udang menjadi merah dan mengakibatkan kematian. Kematian udang

karena penyakit ini berkisar 1-20% (Alapide-Tendencia dan Dureza, 1997)

Sistim pemeliharaan udang di tambak umumnya dibedakan atas sistim

tradisional dan intensif. Kedua sistim tambak ini memiliki beberapa perbedaan

antara lain sumber air, pengelolaan kualitas air, padat tebar benur udang,

konstruksi lahan tambak, sistim pengairan, dan jenis pakan. Tambak tradisional

Page 21: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

21  

  

umumnya tidak menerapkan manajemen pengelolaan kualitas air tambak, dimana

sumber air untuk pemeliharaan umumnya berasal dari aliran sungai yang berada

di sekitar tambak. Hal ini memberi peluang besarnya kandungan kontaminan dari

sumber air seperti logam berat dan bakteri patogen yang dapat menyebabkan

tingkat kematian pada udang cukup tinggi. Selain itu tambak tradisional tidak

dilengkapi oleh sistim aerasi yang berfungsi mengatur ketersediaan oksigen

(Komarawidjaja dan Garno, 2003).

Disamping merupakan patogen pada udang, beberapa spesies Vibrio juga

bersifat patogen pada manusia. Lebih dari 12 spesies Vibrio diketahui terkait

dengan penyakit pada manusia, dan spesies V. cholerae dan V. parahaemolyticus

merupakan patogen yang dominan penyebab penyakit pada manusia (Kaysner dan

DePaola, 2004). V. cholerae merupakan spesies patogen Vibrio yang memiliki

lebih dari 200 serotipe, akan tetapi hanya serotipe O1 dan O139 yang bersifat

patogen dan menyebabkan penyakit pada manusia. Sementara itu serotipe lainnya

disebut dengan non O1/O139 dan jarang menginfeksi manusia (Kaper et al. 1995;

Anderson et al. 2004). V. cholerae memproduksi enterotoksin kolera yang

menyebabkan penyakit kolera pada manusia. Penyakit kolera ditularkan melalui

jalur fekal-oral, melalui air yang terkontaminasi saat pencucian bahan pangan

ataupun bahan pangan yang terkontaminasi feses manusia yang biasa digunakan

untuk pupuk (Dobosh et al. 1995; Kaysner, 2000; Popovic et al. 1993). Galur O1

umumnya diisolasi dari sampel klinis sedangkan galur non O1/O139 diisolasi dari

lingkungan perairan dan produk perikanan.

Spesies Vibrio lain yang patogen terhadap manusia adalah V.

parahaemolyicus, merupakan bakteri Gram negatif yang umumnya terdeteksi

pada air, sedimen, plankton, produk perikanan (krustasea, ikan dan moluska). Hal

ini karena bahan-bahan tersebut memiliki kondisi optimum bagi pertumbuhan

bakteri ini seperti ketersediaan nutrien, kandungan garam, pH dan Aw.

Di Indonesia, penelitian keberadaan V. parahaemolyticus pada produk

perikanan termasuk udang masih jarang dilakukan. Dewanti-Hariyadi et al.

(2002) melaporkan bahwa V. parahaemolyticus yang diisolasi dari sampel udang

yang berasal dari tambak di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pasar grosir dan unit

pengolahan berturut-turut sebesar 21.8%, 3.1%, 11.1%, dan 70%. Namun

Page 22: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

22  

demikian tidak diketahui apakah V. parahaemolyticus pada sampel udang tersebut

bersifat patogenik. Penelitian lain juga melaporkan bahwa ditemukan V.

parahaemolyticus pada seluruh sampel kerang mentah dan olahan (n=47) yang

berasal dari perairan dan pasar lokal di Padang-Sumatera Barat, dimana 36% dari

isolat tersebut merupakan V. parahaemolyticus patogenik yang diidentifikasi

berdasarkan gen penyandi tdh (thermostable direct hemolysin)

(Marlina et al. 2007).

Jika dikaitkan dengan kesehatan masyarakat, V. parahaemolyticus juga

pernah diisolasi dari sampel klinis pasien diare di beberapa rumah sakit di

Indonesia dan diketahui sebesar 7.3% (n=2812) merupakan V. parahaemolyticus

dengan Fenomena Kanagawa (KP) positif (Tjaniadi et al. 2003). Persentase ini

lebih kecil dibandingkan dengan kejadian keracunan oleh Salmonella akan tetapi

lebih tinggi dari persentase kejadian yang disebabkan oleh Enterohemorrhagic

E. coli (EHEC).

Untuk mengetahui bahwa V. parahaemolyticus bersifat patogenik,

umumnya dilakukan pengujian Kanagawa yakni dengan mengamati pembentukan

daerah bening pada agar Wagatsuma yang menandakan adanya hemolisin. V.

parahaemolyticus yang menghasilkan Kanagawa positif (KP+) adalah galur yang

menghasilkan faktor virulen thermostable direct hemolysin (TDH) yang disebut

dengan gen tdh. Meskipun demikian tidak semua V. parahaemolyticus patogenik

ditandai dengan hasil uji Kanagawa positif. Hal ini ditemukan pada pasien

penderita diare yang tidak menunjukkan hasil KP+. Faktor virulen ini kemudian

dikenal dengan thermostable direct hemolysin related hemolysin (TRH) dan

disebut gen trh. Analisis berdasarkan reaksi biokimiawi ini ternyata memiliki

beberapa kelemahan sehingga dikembangkan metode analisis untuk

mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik menggunakan pendekatan

molekuler seperti metode polymerase chain reaction (PCR). Metode ini

merupakan metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu

sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode PCR banyak

dikembangkan untuk pengujian mikrobiologi karena memiliki keunggulan

diantaranya sensitifitas tinggi, ketepatan hasil uji tinggi, waktu pengujian relatif

cepat dan dapat digunakan untuk pengujian komponen yang jumlahnya sangat

Page 23: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

23  

  

sedikit (Yuwono, 2006). Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik

menggunakan metode PCR dilakukan dengan cara mengamplifikasi sekuen

nukleotida berdasarkan keberadaan gen penyandi tdh dan trh.

Perumusan Masalah

Salah satu permasalahan penolakan ekspor udang Indonesia adalah

kontaminasi bakteri patogen diantaranya Vibrio parahaemolyticus.

V. parahaemolyticus merupakan patogen oportunistik terhadap udang dan juga

merupakan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Akan tetapi

ketersediaan data keberadaan V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas

udang tambak masih sangat terbatas.

Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik komoditas udang tambak di

Indonesia masih jarang dilakukan. Metode identifikasi V. parahaemolyticus

patogenik dengan metode konvensional berdasarkan reaksi biokimia telah banyak

dilakukan akan tetapi memiliki kelemahan seperti waktu analisis yang lama,

ketepatan hasil uji dan sensitifitas yang rendah. Selain itu metode konvensional

tidak dapat mengidentifikasi keberadaan TRH pada sampel.

Metode PCR merupakan salah satu pengembangan metode identifkasi V.

parahaemolyticus patogenik dengan pendekatan molekular yang telah banyak

dikembangkan karena dapat menghasilkan akurasi dan ketepatan hasil uji yang

lebih tinggi. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada udang tambak

dengan metode PCR diharapkan dapat memperoleh hasil uji yang akurat.

 

Tujuan penelitian 

Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi frekuensi isolasi V.

parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang tambak tradisional dan

intensif. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Mengisolasi dan mengidentifikasi V. parahaemolyticus secara biokimiawi

pada komoditas udang yang berasal dari tambak tradisional dan intensif serta

manganalisis faktor yang berkontribusi terhadap keberadaan bakteri ini.

b. Mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang

tambak berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh.

Page 24: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

24  

Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

a. V. parahaemolyticus berpotensi ditemukan pada komoditsas udang tambak

baik tambak tradisional maupun intensif, dengan frekuensi isolasi yang lebih

tinggi terdapat pada tambak tradisional.

b. V. parahaemolyticus patogenik pada sampel lingkungan dan produk

perikanan umumnya berkisar 1-2%.

Page 25: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

25  

  

c. TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Vibrio parahaemolyticus

Vibrio parahaemolyticus adalah salah satu spesies bakteri dari famili

Vibrionaceae yang merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang (curved

atau straight ), anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, pleomorfik, bersifat

motil dengan single polar flagellum. Bakteri ini merupakan bakteri halofilik

(tumbuh optimum pada media yang berkadar garam 3%), tidak memfermentasi

sukrosa dan laktosa, dapat tumbuh pada suhu 10-44oC (optimum suhu 37oC),

dimana waktu generasi bakteri pada fase eksponensial adalah 9-13 menit di

kondisi optimum pertumbuhannya. Sementara itu kisaran pH dan Aw

pertumbuhannya berturut-turut adalah 4.8 – 11 (optimum 7.8 – 8.6) dan 0.94 –

0.99 (optimum 0.981) (Baumann dan Schubert, 1984; Jay et al. 2005;

Lake et al. 2003). Beberapa karakter Vibrio parahaemolyticus yang

membedakannya dengan spesies Vibrio lainnya diantaranya tidak memfermentasi

sukrosa seperti Vibrio cholerae dan Vibrio alginolyticus. Selain itu pada media

padat bakteri ini tumbuh dengan menggunakan lateral flagella serta sifatnya yang

halofilik dengan kisaran garam 0.5-8%, sedangkan bakteri Vibrio cholerae

mampu tumbuh pada media tanpa garam (Holt dan Krieg, 1984).

Gambar 1. Sel V. parahaemolyticus menggunakan scanning electron micrograph (SEM), bar = 1µm

(http://en.wikipedia.org/wiki/Vibrio_parahaemolyticus)

 

Page 26: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

26  

Berdasarkan antigennya, Vibrio parahaemolyticus terdiri atas kelompok

antigen yaitu : tipe H (flagellar), tipe O (somatic) dan tipe K (capsular). Antigen

tipe H merupakan antigen paling umum untuk seluruh galur Vibrio

parahaemolyticus, sedangkan antigen tipe O bersifat thermolabile dan antigen

tipe K bersifat thermostable. Saat ini, terdapat 12 grup antigen O dan lebih dari

70 antigen K yang telah menghasilkan 76 serotipe (Tabel 4), dimana 5 dari

antigen K dengan 2 antigen O membentuk serotipe O:K, yang kemudian

digunakan untuk investigasi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Vibrio

parahaemolyticus (Kaysner dan DePaola, 2004). Skema antigen ini pertama kali

dipublikasikan oleh Sakazaki et al. (1963), selanjutnya beberapa serotipe

ditambahkan oleh Komite Serotipe Vibrio parahaemolyticus Jepang dimana

antigen K : 2, 14, 16, 29, 35 dan 62 bukan merupakan hasil dari Komite. Antigen

K : 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 19 bisa ditemukan lebih dari satu antigen O.

Tabel 4. Hubungan antara antigen tipe O dan K pada V. parahaemolyticus

Antigen O Antigen K 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1,25,26,32,38,41,56,58,64,69 3,28 4,5,6,7,27,30,31,33,37,43,45,48,54,57,58,59,65 4,8,9,10,11,12,13,34,42,49,53,55,63,67 5,15,17,30,47,60,61,68 6,18,46 7,19 8,20,21,22,39,70 9,23,44 19,24,52,66,71 36,40,50,51,61 52

Kaysner dan De Paola (2004)

Vibrio parahaemolyticus merupakan flora normal di lingkungan

perairan payau seperti pantai, muara sungai atau tambak yang tersebar di seluruh

dunia. Keberadaan bakteri ini umumnya lebih sering ditemui pada wilayah

beriklim sedang dan tropis atau pada musim panas di negara-negara empat musim.

V. parahaemolyticus umumnya terdeteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan,

krustasea, kekerangan dan moluska. Produk perikanan memberikan semua

kondisi yang dibutuhkan oleh V. parahaemolyticus untuk tumbuh dan

Page 27: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

27  

  

berkembang biak seperti keberadaan garam, kandungan nutrien, pH dan Aw

yang optimum dan faktor lainnya sehingga bakteri ini sering disebut flora normal

pada produk perikanan.

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan V. parahaemolyticus

Bakteri patogen yang terkait dengan produk perikanan secara umum

dikelompokkan atas 3 yaitu : bakteri yang merupakan flora normal perairan laut

(Vibrio spp., Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum dan Aeromonas

hydrophila), bakteri yang berasal dari kontaminasi feses (Salmonella spp., E. coli

patogenik, Shigella spp., Campylobacter spp., dan Yersinia enterocolitica), dan

bakteri yang berasal dari kontaminasi selama pengolahan (Bacillus cereus,

Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, dan Clostridium perfringens).

V. parahaemolyticus merupakan flora normal yang hidup di perairan payau dan

sebagian jenisnya bersifat patogen pada produk perikanan seperti udang, ikan,

kepiting, tiram, kerang, dan jenis cephalopoda. (Feldhusen, 2000; Liston, 1990;

Liu dan Chen, 2004; Su dan Liu, 2007).

Keberadaan V. parahaemolyticus di lingkungan perairan dan produk

perikanan dipengaruhi oleh musim, lokasi, polutan, jenis sampel dan metode

analisis (Cook et al. 2002; DePaola et al. 1990; DePaola et al. 2000; Kaneko dan

Colwell, 1973; Kaysner et al. 1990; Watkins dan Cabelli, 1985) . Suhu perairan

merupakan faktor penting yang mengontrol tingkat V. parahaemolyticus pada

lingkungan, dimana terjadi peningkatan jumlah V. parahaemolyticus pada kisaran

suhu 10-30°C (De Paola et al. 1990; Kaneko dan Colwell, 1973; Watkins dan

Cabelli, 1985). Penelitian menunjukkan V. parahaemolyticus jarang ditemukan

saat suhu perairan di bawah 10°C akan tetapi keberadaannya akan meningkat

sejalan dengan meningkatnya suhu perairan. Studi ekologi lainnya menyebutkan

bahwa V. parahaemolyticus dapat bertahan hidup pada biota perairan (plankton,

kekerangan, kustasea, ikan) dan sedimen selama musim dingin dan akan terlepas

ke perairan saat suhu meningkat pada awal musim panas (Kaneko dan Colwell,

1973). DePaola et al. (1990) melaporkan, hasil survei 9 pantai di USA dalam

kurun waktu 1984-1985 menunjukkan densitas V. parahaemolyticus yang cukup

rendah di perairan (4 koloni/ml) ketika terjadi penurunan suhu di bawah 16°C.

Page 28: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

28  

Namun demikian, densitas bakteri ini meningkat menjadi 103 koloni/ml saat suhu

perairan mencapai 25°C. Pada budidaya tiram di Oregon juga menunjukkan

adanya korelasi positif antara jumlah V. parahaemolyticus dengan peningkatan

suhu dan pupolasi tertinggi terjadi pada musim panas (Duan dan Su, 2005).

Sementara itu keberadaan V. parahaemolyticus di produk perikanan

diketahui lebih banyak teridentifikasi pada saat terjadi peningkatan suhu

lingkungan. Keysner dan DePaola (2000) melaporkan jumlah V.

parahaemolyticus pada tiram yang dipanen pada musim semi dan panas lebih

banyak dibandingkan musim dingin yaitu di atas 103cfu/g dan dapat berkembang

biak dengan cepat pada tiram yang terpapar suhu tinggi. Hasil penelitian Gooch

et al. (2002) menunjukkan bahwa populasi V. parahaemolyticus pada tiram

meningkat 50-790 kali lipat dari jumlah awal selama 24 jam setelah panen jika

disimpan pada suhu 26°C. Sementara itu, hasil survei sampel tiram yang diambil

dari restoran dan seluruh pasar produk hasil perikanan tingkat eceran sampai

grosir di USA selama Juni 1998 - Juli 1999 menyimpulkan bahwa V.

parahaemolyticus memiliki kepadatan tertinggi (> 103MPN/g) pada musim panas

(Cook et al. 2002).

V. parahaemolyticus dapat dideteksi pada rentang salinitas yang cukup

besar (5-35 ppt) dengan salinitas optimal berkisar 22 ppt (DePaola et al. 1990).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat korelasi yang tidak langsung

antara polusi fekal dengan keberadaan V. parahaemolyticus karena diduga

merupakan biostimulasi dari mikrofauna yang berasosiasi dengan V.

parahaemolyticus (Watkins dan Cabelli, 1985). Selain itu V. parahaemolyticus

diduga terkait erat dengan keberadaan zooplankton terutama copepoda yang

dikaitkan dengan aktivitas dan afititas kitinase dari kitin (Fratamico et al. 2005;

Kaneko dan Colwell, 1973; Watkins dan Cabelli, 1985).

Penyakit Bawaan Pangan (foodborne diseases) oleh Vibrio parahaemolyticus

Keberadaan V. parahaemolyticus patogenik pada produk perikanan dapat

menyebabkan penyakit pada manusia melalui konsumsi pangan (foodborne

diseases) terutama melalui pangan mentah atau yang tidak dimasak sempurna.

Keberadaan V. parahaemolyticus dapat disebabkan oleh kontaminasi silang antar

Page 29: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

29  

  

pangan olahan dan mentah atau melalui pencucian pangan dengan air yang

mengandung V. parahaemolyticus. Penyakit karena V. parahaemolyticus adalah

gastroenteristis seperti diare (98%), kejang bagian perut (82%), mual (71%),

muntah (52%), dan demam (27%) dengan masa inkubasi 4-96 jam dengan rata-

rata 15 jam (Barker dan Gangarosa, 1974; Levine et al. 1993) . Sebagian kecil

kasus, bakteri ini menyebabkan kerusakan (luka) pada mukosa usus sehingga

terdapat darah pada feses penderita bahkan dapat menyebabkan septisemia.

Penyakit bawaan pangan oleh V. parahaemolyticus umumnya lebih sering

terjadi di negara beriklim tropis karena merupakan kondisi optimum pertumbuhan

bakteri ini. Awalnya kasus V. parahaemolyticus terjadi secara sporadis akan

tetapi menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan menjadi kasus kejadian luar

biasa (KLB). Kasus infeksi karena V. parahaemolyticus melalui konsumsi pangan

pertama sekali terjadi di Osaka-Jepang pada tahun 1951 akibat mengkonsumsi

ikan sardine mentah. Kasus ini memakan korban sebanyak 272 orang menderita

sakit dan 20 orang meninggal (Daniels et al. 2000). Tahun 1998 kasus infeksi

karena V. parahaemolyticus meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 1997

dan melebihi jumlah kasus yang disebabkan oleh Salmonella. Pada kurun waktu

1996-1998 terjadi 20-30% kasus KLB (IDSC, 1999 dalam US-FDA, 2005).

Negara Asia lainnya adalah Taiwan, sebanyak 57% (42/74 kasus KLB) adalah

yang disebabkan oleh V. parahaemolyticus seperti yang dilaporkan Kementerian

Kesehatan Taiwan tahun 1994. Kurun waktu 1986-1995 sebanyak 35% (197/555

kasus) merupakan kasus yang disebabkan oleh V. parahaemolyticus (Pan et al.

1996; Pan et al.1997). Sementara itu terjadi 5 kasus KLB di di Thailand, dimana

7-93 orang terinfeksi setelah mengkonsumsi kepiting dan ikan makarel olahan

pada tahun 1971. Pada November 1970-Juni 1973, sebanyak 7930 sampel klinis

penderita diare teridentifikasi V. parahaemolyticus (Phayakvichien et al. 1990).

Di Vietnam, kasus KLB terdeteksi sebanyak 548 kasus pada tahun 1997-1999,

dimana 90% terjadi pada usia di atas 5 tahun. Dalam kasus ini sebanyak 77%

menderita muntah, diare (53%), dan diare berdarah (6%) (Tuyet et al. 2002).

Indonesia sendiri pernah terjadi kasus sebesar 3.7% (19/514 pasien) dengan

gastroenteristis akut dan diketahui positif V. parahaemolyticus sepanjang tahun

Page 30: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

30  

1974 (Bonang et al. 1974). Kasus KLB karena infeksi V. parahaemolyticus yang

terjadi di negara-negara di Asia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kasus KLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Asia

No Negara Insiden V. parahaemolyticus Referensi 1 Jepang - Kasus I tahun 1951 (272 orang

sakit; 20 orang meningal - 20-30% kasus KLB (1996-1998)

Daniels et al. (2000) US-FDA (2005)

2 Taiwan - 57% (42/72 kasus KLB) terjadi pada tahun 1994 - Tahun 1986-1995 sebesar 35% (197/ 555 kasus) adalah kasus Vp

Pan et al.(1996) Pan et al.(1997)

3 Thailand - Terjadi 5 kasus KLB karena konsumsi kepiting dan makarel pada tahun 1971 - Tahun 1970-1973 terdapat Vp pada 7390 sampel klinis pasien diare

Phayakvichien et al. (1990)

4 Vietnam - Tahun 1997-1999, terjadi 548 kasus Tuyet et al. (2002) 5 Indonesia - Tahun 1974 ditemukan 3.7% (19/154

pasien) dengan gastroenteris akut karena Vp

Bonang et al. (1974)

Kasus KLB V. parahaemolyticus juga dilaporkan terjadi di negara Eropa

dan Amerika (Tabel 6) walaupun lebih jarang dibandingkan negara-negara di

Asia. Robert-Pillot et al. (2004) menyebutkan bahwa kasus KLB serius pernah

terjadi di Perancis pada tahun 1997 karena mengkonsumsi udang yang diimpor

dari Asia dan memakan korban 44 orang. Amerika Serikat melaporkan terjadi 40

kasus KLB yaitu sepanjang 1973 – 1998 di 15 negara bagian dan wilayah Guam

dengan 1064 penderita dan median tingkat serangan 56% (3 - 100%) dimana

sebagian besar kasus terjadi di bulan Juli. Penyebabnya adalah tiram dan kerang

mentah (38% kasus) atau yang tidak dimasak sempurna. Pada periode ini, 30%

KLB terjadi pada 1997 – 1998 dan tiga diantaranya cukup besar yaitu Juli–

Agustus 1997, keracunan disebabkan oleh konsumsi tiram mentah dari Puget

Sound, Washington selanjutnya dua kasus KLB gastroenteritis karena V.

parahaemolyticus terjadi pada Mei–Juni 1998 akibat mengkonsumsi tiram mentah

yang berasal dari Galveston Bay, Texas dan di akhir Juli 1998, KLB V.

parahaemolyitcus terkait dengan konsumsi tiram dan kerang mentah yang berasal

dari Teluk Oyster, Long Island, New York (Daniels et al, 2000).

Page 31: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

31  

  

Kasus KLB V. parahaemolyitcus di New York, Oregon dan Washington,

kembali terjadi pada 20 Mei – 31 Juli 2006 setelah mengkonsumsi tiram dan

remis mentah dan olahan di restoran. Tiram dan remis berasal dari daerah pantai

Washington dan British Columbia-Canada yang didistribusikan secara nasional ke

pasar ikan dan restoran. Luasnya daerah pemasaran berdampak pada meluasnya

daerah sebaran penyakit. Pada tahun 2006, 122 kasus berasal dari 17 sumber

produk hasil perikanan yang sama dan berimplikasi pada penutupan perusahaan

pemanenan tiram yang merupakan pemasok utama tiram penyebab KLB (Balter et

al, 2006). Selain itu kasus KLB juga dilaporkan di Chile pada November 1997-

April 1998, dimana kasus ini terkait dengan konsumsi kerang. Hal ini diduga

adanya pengaruh El Nino selain suhu perairan yang kemungkinan dapat

membantu blooming bakteri. Spanyol juga menghadapi kasus KLB karena V.

parahaemolyticus antara Agustus-September 1999, dimana 64 orang menderita

sakit setelah mengkonsumsi tiram mentah yang berasal dari pasar lokal (Cordova

et al. 2002; Lozano-Leon et al. 2003).

Tabel 6. Kasus KLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Eropa dan Amerika

No Negara Insiden V. parahaemolyticus Referensi 1 Perancis - Tahun 1997 karena konsumsi udang

yang diimpor dari Asia Robert-Pillot et al. (2004)

2 Amerika Serikat

- Tahun 1973 – 1998, 40 kasus KLB di 15 negara bagian dan wilayah Guam dengan 1064 penderita - Mei-Juli 2006, terjadi kasusKLB setelah mengkonsumsi tiram dan remis mentah dan olahan

Daniels et al. (2000) Balter et al. (2006)

3 Chile - November 1997-April 1998, terjadi kasus KLB terkait dengan konsumsi kerang

Cordova et al. (2002)

4 Spanyol - Bulan Agustus-September 1999, sebanyak 64 orang terinfeksi Vp

Lozano-Leon et al. (2003)

Penyakit bawaan pangan karena V. parahaemolyitcus sangat terkait

dengan cara mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Kasus V. parahaemolyitcus

yang terjadi di Taiwan disebabkan oleh kebiasaan masyarakatnya mengkonsumsi

produk perikanan dalam kondisi mentah. Kondisi yang sama tampaknya juga

Page 32: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

32  

terjadi di beberapa negara Asia lainnya yang mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi produk perikanan dalam kondisi mentah seperti Jepang, Cina,

Vietnam, dan Thailand. Selain itu infeksi karena V. parahaemolyitcus juga terjadi

setelah mengkonsumsi produk perikanan olahan. Hal ini terutama disebabkan

oleh pemasakan yang tidak sempurna sehingga tidak membunuh semua V.

parahaemolyitcus yang ada, atau proses penanganan yang buruk seperti kondisi

higiene dan sanitasi tidak terjaga, penyimpanan produk pada suhu ruang selama

beberapa jam sebelum diolah/dikonsumsi, atau terjadinya kontaminasi silang

antara produk yang telah dimasak dengan produk mentah. Di Thailand, tingkat

kontaminasi V. parahaemolyticus pada produk perikanan sebesar 77.5% pada

kurun waktu 1971-1972. Penelitian lain menyebutkan terdapat 27% dan 49%

produk perikanan beku dan mentah mengandung V. parahaemolyticus. Sementara

itu sebanyak 78% seafood mentah di Bangkok pada Mei-Oktober 1994

terkontaminasi V. parahaemolyticus, dimana kontaminasi tertinggi terdapat pada

remis (100%), kerang (96%), udang (68%) dan kepiting bakau (51%). Produk

udang beku yang siap diekspor juga ditemukan V. parahaemolyticus sebesar 64%

pada Mei 1995-Juli 1996. Sampel udang beku di unit pengolahan di Propinsi

Chachoengsao-Thailand juga terkontaminasi V. parahaemolyticus sebesar 80%

(April-Mei 1999) (Limuthaitip, 1995; Kowcachaporn, 1997; Phayakvichien et al.

1990; Phumiprapat, 1992; Pungchitton, 1999 dalam Jaesawang, 2005).

Infeksi V. parahaemolyticus pada manusia terkait dengan galur patogenik

dari bakteri ini. Galur bakteri penyebab gastroenteritis pada manusia pertama kali

diisolasi dari sampel klinis penderita kasus KLB di Calcutta-India tahun

1994-1996 yaitu V. parahaemolyticus O3:K6 (Okuda et al. 1997). V.

parahaemolyticus O3:K6 ini bersifat pandemik di negara Asia Tenggara akan

tetapi bukan merupakan galur yang sama dengan galur O3:K6 yang masuk

melalui turis-turis Asia (international travellers) yang terjadi pada tahun 1982-

1993 (Chiou et al. 2000; Okuda et al. 1997; Vuddhakul et al. 2000). Galur

O3:K6 juga teridentifikasi di USA pada tahun 1998 dan menyebabkan kasus KLB

(416 orang) setelah mengkonsumsi tiram mentah (Daniels et al. 2000). Selain itu

galur ini pada produk yang sama juga menyebabkan kasus KLB di Connecticut,

New Jersey, dan New York (CDC, 1999). Galur patogen lainnya yang dominan

Page 33: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

33  

  

dan menyebabkan peningkatan KLB di dunia adalah O4:K68 dan O1:K

untypeable (KUT), dimana galur ini dilaporkan terkait dekat dengan galur O3:K6

(Martinez-Urtaza et al. 2004).

Faktor Virulen Vibrio parahaemolyticus

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa V. parahaemolyticus

patogenik umumnya diisolasi dari 90% sampel klinis dan hanya sekitar 1-2% dari

lingkungan maupun produk perikanan (Kelly dan Dan Stroh, 1988; Miyamoto et

al. 1969; Sakazaki et al. 1968). V. parahaemolyticus patogenik umumnya

dihubungkan dengan kemampuan bakteri ini memproduksi hemolisis.

Berdasarkan kemampuannya memproduksi hemolisis , terdapat 3 jenis hemolisis

yang dihasilkan oleh V. parahaemolyticus yaitu thermolabile hemolysin (TLH),

thermostable direct hemolysin (TDH), dan TDH related hemolysin (TRH).

Thermolabile hemolysin (TLH) adalah protein dengan berat molekul

berturut-turut 47.5 dan 45.3kDa yang memiliki aktivitas phospholipase/lyso

phospholipase . Hemolisis ini terdapat pada semua galur V. parahaemolyticus

akan tetapi peranannya dalam patogenesis tidak diketahui secara pasti (Bhunia,

2008). Gen penyandi tlh banyak digunakan untuk mengidentifikasi V.

parahaemolyticus pada sampel dengan menggunakan metode berbasis molekuler.

Infeksi oleh V. parahaemolyticus penyebab gastroenteritis pada manusia

terkait dengan keberadaan thermostable direct hemolysin (TDH). Kejadian ini

dikenal dengan istilah fenomena Kanagawa (KP) dan disebut sebagai faktor

virulen. Fenomena Kanagawa (KP+) merupakan aktivitas β hemolisis pada media

agar Wagatsuma (mengandung sel darah merah manusia) yang ditandai dengan

pembentukan zona bening di sekitar koloni pada media agar setelah diinkubasi

pada suhu 37°C selama 18-24 jam (Joseph et al. 1982; Miyamoto et al. 1969;

Sakazaki et al. 1968). Keberadaan KP+ terkait dengan produksi TDH yang dapat

menyebabkan lisis pada membran sel darah merah melalui pembentukan pori

sehingga beberapa ion masuk ke dalam sel dan terjadi pembengkakan sel yang

mengakibatkan kematian sel karena ketidakseimbangan ion (Bhunia, 2008).

Mekanisme hemolisis yang disebabkan oleh TDH diawali dengan tahap

pengikatan membran sel darah merah, selanjutnya terbentuk pori trans membran

Page 34: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

34  

yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan pada membran sel (Honda et al.

1992). Thermostable direct hemolysin (TDH) bersifat stabil terhadap panas

(100°C; 10 menit) dan aktivitas hemolitiknya tidak dapat ditingkatkan dengan

penambahan lesitin. Hal ini yang menunjukkan bahwa TDH memiliki aktivitas

langsung terhadap sel darah merah (Nishibuchi dan Kaper, 1995). Aktivitas TDH

menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel sehingga memicu

sekresi ion klorida melalui sel intestinal.

Thermostable direct hemolysin (TDH) merupakan protein (terdiri dari 165

asam amino) yang tidak memiliki lipida dan karbohidrat dengan berat molekul 42

kDa. Thermostable direct hemolysin (TDH) terdiri dari 2 sub unit identik yang

masing-masing memiliki berat molekul 21 kDa (Honda dan Iida, 1993; Miyamoto

et al. 1980; Takeda et al. 1978 dalam Levin, 2009). Gen penyandi TDH pertama

kali dikloning oleh Kaper et al. (1984) yang disebut tdh1, kemudian ditemukan

gen tdh2 oleh Hida dan Yamamoto (1990). Nishibuchi dan Kaper (1990)

melaporkan bahwa semua KP+ pada sampel klinis galur V. parahaemolyticus

umumnya mengandung gen tdh1 dan tdh2 dan jika galur V. parahaemolyticus

menunjukkan aktivitas hemolisin yang rendah pada agar Wagatsuma maka diduga

hanya memiliki 1 gen tdh. Thermostable direct hemolysin (TDH) disebut sebagai

faktor virulen pertama V. parahaemolyticus dan digunakan untuk mengidentifikasi

galur patogenik V. parahaemolyticus (Cook et al. 2002; Okuda et al. 1997).

V. parahaemolyticus patogenik umumnya terkait erat dengan KP+, akan

tetapi Honda et al. (1987 dan 1988) melaporkan bahwa ditemukan V.

parahaemolytic patogenik pada sampel klinis pasien KLB di Maldives pada

tahun1985 yang ditandai dengan Fenomena Kanagawa negatif (KP-). Galur ini

diketahui tidak memproduksi TDH tetapi memproduksi TDH-related hemolysin

(TRH) yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Shirai et al. (1990)

menyatakan bahwa 52 galur dari sampel klinis 8 pasien diare hanya memproduksi

TRH sehingga disebut juga sebagai gen patogen V. parahaemolyticus. Gen trh

umumnya dikaitkan dengan V. parahaemolyticus yang menunjukkan hasil urease

yang positif sehingga sering dijadikan indikator untuk identifikasi V.

parahaemolyticus patogenik walaupun tidak mutlak (Suthienkul et al. 1995;

Kaufman et al. 2002). Sekuen gen trh diketahui memiliki kemiripan dengan gen

Page 35: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

35  

  

tdh sebesar 68%. Gen trh diketahui lebih labil terhadap panas karena inaktivasi

gen trh dapat dilakukan pada suhu 65°C selama 15 menit.

Selain kemampuan memproduksi hemolisin, aktivitas urease diduga terkait

dengan V. parahaemolyticus patogenik. Umumnya V. parahaemolyticus tidak

memproduksi urease (Okuda et al. 1997; Osawa et al. 1996). Kelly dan Stroh

(1989) melaporkan bahwa isolasi dari sampel klinis pasien gastroenteritis di

Canada menunjukkan semua sampel memberikan hasil urease positif (Uh+) dan

hasil Kanagawa negatif. Produksi urease oleh V. parahaemolyticus pada

umumnya dikaitkan dengan keberadaan faktor virulen TRH sehingga diduga dapat

digunakan untuk identifikasi V. parahaemolytic patogenik yang memproduksi gen

trh ( Osawa et al. 1996). Aktivitas urease dan TRH dilaporkan saling terkait

karena adanya hubungan secara genetis antara gen urease (ureC) dan gen trh pada

kromosom dari galur V. parahaemolyticus patogenik (Iida et al. 1997; Park et al.

2000). Namun demikian, gen urease tidak berpengaruh terhadap regulasi ekspresi

gen tdh dan trh (Nakaguchi, 2003).

Genom V. parahaemolyticus O3:K6 diketahui memiliki dua gen sistim

sekresi tipe III (TTSS) yaitu TTSS1 dan TTSS2 yan terdapat pada kromoson I dan

II. TTSS merupakan factor virulen penyebab diare yang dimiliki oleh bakteri

seperti Shigella, Salmonella, dan enteropathogenic E. coli (EPEC). Secara umum

mekanisme sistim sekresi tipe III (TTSS) ini terlibat dalam perpindahan protein

efektor bakteri menuju sitoplasma sel inang dari bakteri tersebut (Makino et al.

2003). Hal ini diduga juga merupakan faktor virulen yang terdapat pada V.

parahaemolyticus.

Salah satu faktor virulen yang dimiliki bakteri Gram negatif termasuk V.

parahaemolyticus adalah kemampuan menempel pada sel epitel inangnya. V.

parahaemolyticus diketahui dapat memproduksi sel yang berasosiasi dengan

hemaaglutinin (HA) pada saat menempel di mukosa usus (Yamamoto dan Yokota,

1989). Hemaaglutinin merupakan glikoprotein antigenik yang berperan dalam

proses terikatnya virus pada sel yang terinfeksi sehingga menyebabkan sel darah

merah menggumpal. Selain itu pili dari V. parahaemolyticus diduga memiliki

peranan dalam hal menempelnya reseptor epitel usus (Nakasone dan Iwanaga,

1990).

Page 36: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

36  

Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik

Metode untuk identifikasi V. parahaemolyticus patogenik telah banyak

dikembangkan. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik dapat dilakukan

dengan metode Kanagawa (KP+) yaitu dengan melihat aktivitas β hemolisis yang

ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri yang

ditumbuhkan pada media agar Wagatsuma. Metode ini memiliki kelemahan

antara lain waktu preparasi dan analisis yang panjang, interpretasi hasil analisis

yang kurang akurat, sensivitas rendah, dan belum tersedianya media analisis untuk

mengidentifikasi faktor virulen TRH. Kendala - kendala metode konvensional

untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik tersebut mendorong

pengembangan metode identifikasi dengan hasil yang lebih akurat, sensitifitas

tinggi dan tepat serta waktu analisis yang pendek.

Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik berbasis pendekatan molekuler

seperti polymerase chain reaction (PCR) telah banyak dilakukan. Metode PCR

telah banyak dikembangkan untuk pengujian-pengujian mikrobiologi karena

memiliki beberapa keunggulan diantaranya tingkat akurasi dan sensitifitas tinggi,

ketepatan hasil uji tinggi, waktu pengujian relatif cepat dan dapat digunakan untuk

pengujian komponen yang jumlahnya sangat sedikit.

Metode PCR adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara

eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini

pertama kali dikembangkan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985 dan memiliki

tingkat sensitifitas tinggi sehingga dapat digunakan untuk melipatgandakan satu

molekul DNA dan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Proses PCR memiliki 4

komponen utama yaitu cetakan DNA (DNA template), merupakan fragmen DNA

yang akan dilipatgandakan; oligonukleatida primer yaitu sekuen oligonukletida

pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai

DNA; deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP, dCTP,

dGTP, dTTP; dan enzim DNA polimerase merupakan enzim yang melakukan

katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Enzim yang digunakan adalah Taq DNA

polimerase karena enzim ini tahan terhadap suhu tinggi yang diperlukan untuk

tahap pemisahan rantai cetakan DNA (denaturasi) sehingga tidak dibutuhkan

penambahan enzim pada tiap siklus PCR (Yuwono, 2006). Selain itu komponen

Page 37: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

37  

  

lain yang berperan pada proses PCR adalah senyawa buffer yang berperan dalam

proses penempelan primer (annealing) dimana di dalam senyawa buffer

terkandung 10-50 mM Tris-HCl (pH 8.3-8.8), KCl, MgCl2, dan komponen lain

seperti gelatin dan deterjen non ionik seperti Tween 20 untuk mempertahankan

kestabilan enzim Taq DNA polimerase.

Metode PCR didasarkan atas 3 tahapan untuk reaksi sintesis DNA

(pelipatgandaan fragmen DNA). Tahapan-tahapan pada proses PCR dimulai dari :

a. Denaturasi; merupakan tahap awal PCR yang bertujuan untuk memisahkan

rantai DNA yang berantai ganda menjadi rantai tunggal karena pembuatan

copy DNA oleh enzim Taq DNA polimerase membutuhkan DNA berantai

tunggal. Denaturasi dilakukan pada suhu 94°C selama 1-2 menit.

b. Annealing (penempelan); merupakan tahap penempelan primer pada cetakan

DNA yang telah berantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hidrogen

dengan cetakan DNA pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen

primer. Annealing dilakukan pada suhu 55°C selama 1-2 menit. Suhu 55°C

yang digunakan pada tahap annealing memiliki spesifitas reaksi amplifikasi

yang lebih tinggi akan tetapi efisiensinya menurun. Amplifikasi lebih efisien

pada suhu 37 °C tetapi umumnya terjadi penempelan primer di tempat yang

salah. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang

memiliki sekuan identik dengan salah satu rantai cetakan DNA pada ujung

5’fosfat dan oligonukleotida yang identik dengan sekuen pada ujung 3’OH

pada rantai cetakan DNA lain.

c. Ekstensi; merupakan tahap pembentukan polimerisasi rantai DNA yang baru

berdasarkan informasi yang ada pada cetakan DNA. Setelah terbentuk

polimerisasi, rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen

dengan cetakan DNA. Tahap ekstensi dilakukan pada suhu 72°C yang

merupakan suhu optimum aktivitas Taq DNA polimerase selama 1-2 menit.

DNA rantai ganda yang terbentuk antara rantai cetakan DNA dengan rantai

DNA hasil polimerasi selanjutnya didenaturasi kembali pada suhu 94°C untuk

memperoleh rantai DNA tunggal yang baru dan berfungsi sebagai cetakan

reaksi polimerasi selanjutnya.

Page 38: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

38  

Reaksi polimerasi ini diulangi kembali sebanyak 25-30 siklus dan pada

akhir siklus akan diperoleh molekul DNA rantai ganda hasil polimerasi dalam

jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah cetakan DNA yang

digunakan. Selanjutnya DNA hasil polimerasi di elektroforesis pada gel agarose

dan divisualisasikan (Sambrook et al. 1989).

Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik menggunakan metode PCR

dilakukan dengan cara mengamplifikasi gen tdh dan trh V. parahaemolyticus.

Amplifikasi gen tdh dan trh dilakukan menggunakan sepasang primer spesifik

dari masing-masing gen penyandi tersebut. Salah satu sekuen nukleotida dan

protokol PCR yang digunakan untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus

patogenik adalah hasil penelitian dari Tada et al. (1992) yaitu untuk target gen tdh

amplifikasi dilakukan pada ukuran amplikon 251 bp dan untuk gen trh pada

ukuran amplikon 250 bp.

Sekuen nukleotida baik gen tdh maupun gen trh bakteri V.

parahaemolyticus secara keseluruhan adalah 570 bp. Beberapa hasil penelitian

melaporkan bahwa sekuen nukleotida gen tdh V. parahaemolyticus memiliki

keragaman yang relatif sedikit (kurang dari 33%) sedangkan gen trh memiliki

sekuen yang lebih bervariasi (gen trh1 dan trh2). Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Tada et al. (1992) menggunakan beberapa kombinasi pasangan primer untuk

gen tdh dan trh serta optimasi protokol PCR terutama untuk penentuan suhu

annealing (penempelan primer), diketahui bahwa pasangan primer untuk

identifikasi gen tdh dan trh V. parahaemolyticus pada ukuran amplikon 251 bp

dan 250 bp memberikan hasil dengan spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi.

Spesifisitas primer dikonfirmasi dengan analisis Southern blot hybridization

menggunakan probe gen tdh dan trh. Sedangkan sensitifitas metode PCR

dikofirmasi dengan menggunakan DNA genom V. parahaemolyticus WP1 dan

AQ4037 yang merupakan galur V. parahaemolyticus penghasil gen tdh dan trh.

Amplifikasi sekuen nukleotida untuk mengidentifikasi gen tdh dan trh

bakteri V. parahaemolyticus dengan target gen tdh dan trh pada ukuran amplikon

yang berbeda juga telah dilakukan. Bej et al. (1999) melaporkan identifikasi V.

parahaemolyticus dapat dilakukan dengan metode multiplex PCR dimana sekuen

primer gen tdh (L-tdh dan R-tdh) dan trh (L-trh dan R-trh) menggunakan

Page 39: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

39  

  

pasangan primer pada ukuran amplikon masing-masing 269 bp (Nishibuchi dan

Kaper, 1985) dan 500bp (Honda dan Iida, 1993; Honda et al. 1991). Sementara

itu, penelitian Rosec et al. (2009) menyebutkan bahwa untuk identifikasi V.

parahaemolyticus patogenik berdasarkan gen tdh menggunakan sekuen primer

VP21 dan VP22 pada ukuran amplikon 400 bp dan gen trh dengan pasangan

primer S1 dan S2 pada ukuran amplikon 460 bp.

Page 40: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

40  

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Survei dan pengambilan sampel dilakukan di tambak udang tradisional

dan intensif yang berlokasi di pantai utara Jawa Barat. Pengujian V.

parahaemolyticus patogenik pada sampel udang tambak dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Riset

Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slipi, Jakarta

Pusat. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus 2010 hingga Maret 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang vaname

(Litopenaeus vannamei) yang berasal dari tambak tradisional dan insentif.

Sebagai kontrol positif digunakan isolat V. parahaemolyticus penghasil TDH dan

TRH yang merupakan koleksi Fakultas Farmasi Universitas Andalas-Padang yang

berasal dari Kyoto University. Media untuk isolasi dan konfirmasi V.

parahaemolyticus presumtif adalah media cair tryptic soy broth (TSB), alkaline

saline pepton water (ASPW), media agar thiosulfate citrate bile salt sucrose

(TCBS), tryptic soy agar (TSA), motility test medium (MTM), triple sugar iron

(TSI), dan media untuk pewarnaan gram. Seluruh media, kecuali untuk pewarnaan

gram dan TCBS ditambahkan NaCl sampai 3%. Media untuk konfirmasi V.

parahaemolyticus menggunakan API 20E biochemical test kit. Bahan- bahan

untuk isolasi DNA antara lain media cair tryptic soy broth (TSB) +2.5%NaCl, TE

buffer, Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Cetyiltrimethyl Ammonium Bromide

(CTAB), Natrium Chloride (NaCl), proteinase-K, sodium asetat, RNase, fenol,

kloroform, isoamil alkohol, isopropanol, etanol 70%. Bahan- bahan untuk

elektroforesis DNA meliputi bufer TBE, agarosa, dan sybr safe gold. Bahan-

bahan yang digunakan untuk amplifikasi gen tdh dan trh antara lain Go Taq

Green Master Mix (Promega) yang terdiri dari Go Taq DNA polymerase, bufer

Page 41: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

41  

  

PCR, 3mM MgCl2, dan dNTP (masing-masing 0.4 mM dATP, dCTP, dGTP, dan

dTTP), DNA/RNA free water, cetakan DNA, standard DNA ladder 100bp, dan

primer oligonukleotida untuk gen tdh dan trh yang masing-masing memiliki

ukuran amplikon 251 bp dan 250bp (Tada et al. 1992). Urutan basa primer untuk

gen tdh dan trh dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Primer oligonukleotida yang digunakan untuk deteksi gen tdh dan trh

Target DNA Ukuran amplikon Urutan basa (5’-3’)

GGT ACT AAA TGG CTG ACA TC (forward) Gen tdh 251bp CCA CTA CCA CTC TCA TAT GC (reverse)

GGC TCA AAA TGG TTA AGC G (forward) Gen trh 250bp CAT TTC CGC TCT CAT ATG C (reverse)

Tada et al. (1992)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peti berinsulasi,

termometer, botol plastik steril, plastik steril, mikroeppendorf 1.5 ml, 200µl,

erlenmeyer 250 ml, 125 ml, timbangan digital, stomacher, vorteks, tabung reaksi

bertutup, jarum ose, cawan petri, botol pengencer, refrigerator, refrigerator

-20oC, sentrifius, inkubator 37°C, autoklaf, laminar air flow, mikropipet beserta

tip ukuran 10, 100, 200, dan 1000µl, DNA/RNA/protein analyser, PCR system

thermal cycler (Gene AMP PCR 9700), perangkat elektroforesa (Model B1A; owl

separation system), gel documentation (EC 250-90; EC apparatus coorporation),

dan UV transillumination (UVT 20 M; Herolab, BDA Digital Biometra).

Perangkat lunak (software) yang digunakan adalah apiwebTM (Biomeireux) untuk

menganalisis hasil uji biokimia dengan API 20E biochemical test kit.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi (1) survei

lapang lokasi tambak tradisional dan intensif, (2) pengambilan sampel udang dari

tambak tradisional dan intensif hasil survei, (3) isolasi V. parahaemolyticus dari

sampel udang, (4) karakterisasi sifat fenotipik berdasarkan identifikasi isolat

secara biokimiawi, (5) identifikasi V. Parahaemolyticus patogenik dari isolat V.

Page 42: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

42  

parahaemolyticus berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh. Tahapan

kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Survei Lapang

Survei lapang dilakukan untuk untuk menentukan lokasi tambak udang

yang berpotensi mengandung V. parahaemolyticus baik di tambak tradisional dan

intensif. Pengumpulan data dan informasi pada survei lapang meliputi :

a. Pengumpulan informasi lokasi dan jumlah tambak udang (tradisional dan

intensif) yang masih beroperasi.

b. Pengumpulan informasi waktu panen tambak udang sebagai penentuan

pengambilan sampel udang.

c. Pengumpulan informasi yang terkait dengan kondisi lingkungan tambak

seperti salinitas, pH, suhu, luas areal tambak, waktu panen, dan data dukung

lainnya .

Page 43: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

43  

  

Pengambilan dan Preparasi Sampel Udang Tambak

Pemilihan tambak udang yang akan diambil sampelnya pada setiap daerah

dilakukan secara acak (random). Jenis tambak yang akan diambil sampelnya

adalah tambak dengan sistim tradisional dan intensif hasil survei lapang. Kriteria

tambak yang akan diambil sampelnya adalah tambak siap panen dengan berat

udang per ekor di atas 20g dengan masa budidaya di atas 2.5 bulan. Jumlah

tambak disesuaikan dengan jumlah tambak yang siap panen dan tata letaknya

dimana antara tambak tradisional dan intensif yang akan diambil sampelnya

berjumlah sama. Setiap tambak akan diambil sampel udang sebanyak 500g dari

beberapa titik yang cukup mewakili keberadaan udang dalam tambak.

Pengambilan sampel udang pada setiap tambak dilakukan 2 kali yang merupakan

ulangan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis

dengan plastik steril. Sampel lalu ditempatkan pada peti berinsulasi (cool box)

yang berisi es curah dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.

Isolasi Vibrio parahaemolyticus dari Udang Tambak

Isolasi V. parahaemolyticus dilakukan berdasarkan metode

Bacteriological Analytical Manual (BAM)-FDA (Kaysner dan DePaola, 2004).

Tahap awal isolasi adalah tahap pengkayaan (enrichment) yaitu sebanyak 25g

sampel udang (jika ukuran udang kecil, ambil seluruh bagian udang, jika ukuran

udang besar ambil bagian daging termasuk insang dan usus) dimasukkan ke dalam

225ml ASPW kemudian dilakukan homogenisasi menggunakan stomacher pada

kecepatan 260 rpm selama 1 menit. Selanjutnya homogenat diinkubasikan pada

suhu 37±2°C selama 18-24 jam. Sebanyak 1 loopful homogenat dari media ASPW

digoreskan ke media agar selektif TCBS dan diinkubasi pada suhu 37±2°C selama

24 jam. Koloni V. parahaemolyticus ditandai dengan ciri-ciri : koloni berbentuk

bulat, diameter 2-3mm, koloni berwarna hijau atau hijau kebiruan pada bagian

tengah serta tidak memfermentasi sukrosa. Sebanyak 2-3 koloni suspect

digoreskan pada media agar miring TSA+2.5%NaCl dan diinkubasi pada suhu

Page 44: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

44  

37± 2°C selama 24 jam. Kultur yang tumbuh selanjutnya dijadikan sebagai

inokula untuk pengujian biokimia pada tahap konfirmasi koloni tipikal.

Identifikasi V. parahaemolyticus pada Udang Tambak

Identifikasi V.parahaemolyticus dilakukan berdasarkan karakterisasi sifat

fenotipik isolat secara biokimiawi. Identifikasi ini diawali dengan uji biokimia

pendahuluan merupakan uji presumtif V. parahaemolyticus. Pengujian ini

meliputi pewarnaan gram, uji motilitas, uji oksidase, dan pertumbuhan pada media

agar triple sugar iron (TSI). Hasil uji biokimia pendahuluan selanjutnya

dilakukan uji biokimia lanjutan dengan API 20E biochemical test kit.

Uji biokimia pendahuluan (Presumtif)

1. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram merupakan uji awal untuk identifikasi bakteri. Tahapan

ini diawali dengan fiksasi inokulum V. parahaemolyticus yang berasal dari

TSA+2.5%NaCl. Preparat yang sudah kering kemudian ditambahkan pewarna

crystal violet-ammonium oxalat dan dilakukan pencucian pada air mengalir serrta

dikeringkan. Preparat ditambahkan iodin selama 1 menit dan dilakukan

pencucian. Tahap berikutnya adalah dekolorisasi dengan penambahan etanol 95%

pada preparat untuk menghilangkan warna biru hilang (± 30 detik). Tahap akhir

preparat diberikan safranin, pencucian dan dilakukan pengamatan di bawah

mikroskop. V. parahaemolyticus merupakan gram negatif yang ditandai dengan

warna merah muda, berbentuk batang (curve atau straight), dan membentuk

koloni sel tunggal.

2. Uji moltilitas

Uji motilitas V. parahaemolyticus dilakukan dengan cara inokulum dari

TSA+2.5%NaCl diinokulasikan ke dalam media motility test medium (MTM)

dengan kedalaman 2/3 dari ketinggian media MTM dan diinkubasikan pada suhu

37±2°C selama 18-24 jam. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya

pertumbuhan bakteri yang berdifusi secara sirkular dari garis tusukan.

Page 45: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

45  

  

Uji oksidase Uji oksidase dilakukan dengan cara sebanyak 1ose inokulum dari

TSA+2.5%NaCl diinokulasikan ke cawan petri yang mengandung media

TSA+2.5%NaCl dan diinkubasi pada suhu 37±2°C selama 18-24 jam.

Selanjutnya koloni diberikan 2-3 tetes pereaksi oksidase dan dilakukan

pengamatan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua pada

koloni.

3. Pertumbuhan pada media agar triple sugar iron (TSI)

Koloni dari media TSA+2.5%NaCl diinokulasikan pada media agar triple

sugar iron (TSI) dengan cara digoreskan pada agar miring dan ditusukkan pada

agar tegak kemudian diinkubasikan pada suhu 37±2°C selama 18-24 jam.

Pertumbuhan V. parahaemolyticus akan menghasilkan warna merah (alkalin) pada

agar miring dan asam (warna kuning) pada agar tegak serta tidak menghasilkan

gas dan H2S.

Uji biokimia lanjutan (Konfirmasi)

Koloni yang menunjukkan karakter biokimia sesuai dengan uji biokimia

pendahuluan (presumtif), selanjutnya dilakukan uji biokimia lanjutan dengan API

20E biochemical test kit. Pengujian ini dilakukan berdasarkan pengamatan

terhadap produksi metabolisme isolat pada media uji yang ditandai dengan

perubahan warna. Hasil pengamatan kemudian dibaca menggunakan tabel

pembacaan (reading table) dan identifikasi bakteri berdasarkan Analytical Profile

Index (API) atau menggunakan identification software.

Konfirmasi V. parahaemolyticus dengan API 20E biochemical test kit

diawali dengan tahap preparasi suspensi isolat yaitu dengan cara homogenisasi

isolat dari media TSA+2.5% NaCl yang telah diinkubasi pada 37± 2°C; 24 jam ke

dalam larutan NaCl 0.85%. Selanjutnya suspensi isolat diinokulasikan ke dalam

masing-masing sumur media uji yang berisi reagen-reagen dalam bentuk kering.

Inokulasi suspensi isolat pada masing-masing media uji dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut :

Page 46: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

46  

• Suspensi isolat diinokulasikan penuh ke dalam microtube media uji

ONPG, TDA, IND dan gula-gula pereduksi.

• Suspensi isolat diinokulasikan di bawah garis tes microtube pada media uji

LDC, ODC, ADH, H2S, dan URE dan ditambahkan mineral oil.

• Suspensi isolat diinokulasikan penuh ke dalam microtube dan sumur pada

media uji CIT, VP, dan GEL.

Media uji selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37 ± 2°C selama 18-24

jam. Hasil metabolisme ditandai dengan adanya perubahan warna pada masing-

masing media uji, dimana untuk media uji indol, VP dan TDA masing-masing

dilakukan penambahan reagen yaitu :

• Untuk pengujian indol ditambahkan 1 tetes reagen kovac’s dan pembacaan

dilakukan beberapa menit setelah penambahan reagen.

• Untuk pengujian VP ditambahkan masing-masing 1 tetes reagen barritt’s

A dan B dan pembacaan dilakukan maksimal 10 menit setelah

penambahan reagen.

• Untuk pengujian TDA ditambahkan 1 tetes reagen FeCl3.

Seluruh hasil reaksi metabolisme kemudian dilakukan pembacaan untuk

penentuan reaksi positif dan negatif. Hasil reaksi dikelompokkan pada tiap 3

reaksi dengan nilai pada tiap reaksi positif adalah 1, 2, dan 4 sehingga dihasilkan

7 digit angka dan selanjutnya dilakukan pembacaan pada Analytical Profile Index

(API) atau menggunakan identification software. Hasil uji biochemical test kit

dicatat dan dilanjutkan dengan identifikasi V. parahaemolyticus patogenik

berdasarkan gen penyandi tdh dan trh menggunakan metode PCR

Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik dari Isolat yang Berasal dari Udang Tambak

1. Isolasi DNA genom bakteri (Ausubel et al. 1987; Brown, 1992)

Isolat V. parahaemolyticus dari TSA+2.5%NaCl diinokulasikan ke dalam

5ml TSB+2.5%NaCl dan diinkubasikan di dalam shaker waterbath dengan

kecepatan 130 rpm pada suhu 37±2°C; 18-24 jam. Kultur sel dari

TSB+2.5%NaCl selanjutnya dilakukan isolasi DNA genom. Sebanyak 3ml sel

Page 47: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

47  

  

bakteri yang kompeten (OD600 = 0.4-0.5) dilakukan sentrifugasi pada kecepatan

13500 rpm selama 5 menit. Pelet yang diperoleh kemudian diresuspensikan

dengan 250µl bufer TE menggunakan vorteks. Selanjutnya ditambahkan 50µl

SDS 10% dan dihomogenisasi perlahan-lahan dengan cara membalikkan tabung

beberapa kali sampai suspensi terlihat jernih. Sejumlah 3µl proteinase-K

(20mg/ml) ditambahkan dan diinkubasi pada 37°C selama 1 jam. Setelah 1 jam,

ditambahkan 10µl RNase, 80µl CTAB/NaCl (10% CTAB dalam 0.7 M NaCl),

dan 100µl NaCl 5M, kemudian diinkubasi pada 65°C selama 10-20 menit.

Campuran fenol : kloroform : isoamilalkohol (25:24:1) ditambahkan ke dalam

volume campuran dengan rasio 1:1 dan dihomogenisasi menggunakan vorteks

selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 13500 rpm selama 10

menit untuk memisahkan fase campuran. Fase cairan (top layer) dipindahkan ke

tabung mikroeppendorf 1.5 ml yang baru, lalu ditambahkan dengan kloroform

dengan volume yang sama. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan

tabung beberapa kali, kemudian disentrifugasi kembali pada 13500 rpm selama 10

menit hingga diperoleh kembali fase terpisah. Fase cairan (top layer) dipindahkan

kembali ke tabung mikroeppendorf 1.5 ml yang baru. Selanjutnya ditambahkan

0.1 volume sodium asetat 3M dan 0.6 volume isopropanol dan dilakukan

pencampuran dengan membolak-balikkan tabung beberapa kali. Tabung

diinkubasi pada -20°C selama 1 jam atau pada -80°C selama 15 menit, selanjutnya

presipitasi DNA dilakukan dengan sentrifugasi pada 13500 rpm selama 10 menit.

Supernatan hasil sentrifugasi dibuang, kemudian ditambahkan 500µl etanol (70%)

dan tabung dibolak-balikkan beberapa kali. Setelah itu dilakukan sentrifugasi

kembali pada 13500 rpm selama 10 menit. Pelet DNA dikeringkan dengan

meletakkannya dalam kondisi tabung terbuka pada laminar air flow selama 15

menit, kemudian diresuspensi dalam 100µl TE atau akuades steril. Untuk

penyimpanan jangka panjang, larutan DNA disimpan pada suhu -20°C.

Verifikasi DNA genom bakteri dilakukan dengan elektroforesis

menggunakan gel agarosa 2% (TBE1X) pada 100V selama 45 menit. DNA

merupakan molekul bermuatan negatif sehingga bila diletakkan di medan listrik

maka DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan

pergerakan DNA tergantung pada ukuran molekul DNA, kerapatan gel dan arus

Page 48: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

48  

listrik yang diberikan untuk memigrasikan molekul DNA. Sebelum dilakukan

elektroforesis, suspensi DNA dicampur dengan penyangga muatan berwarna

(loading dye) yang berfungsi untuk menambah densitas sehingga DNA berada di

bagian bawah sumur. Pewarna (loading dye) ditambahkan untuk memudahkan

peletakan sampel DNA ke dalam sumur. Loading dye juga berfungsi agar DNA

dapat bergerak ke arah anoda dengan laju yang diperkirakan sehingga dapat

sebagai tanda migrasi DNA (Brown, 1992).

Visualisasi DNA dilakukan dengan pewarnaan DNA pada gel agarosa

yang ditambahkan pewarna sybr safe gold. Gel hasil elektroforesis direndam

dalam larutan sybr safe gold selama 30 menit dan selanjutnya gel diamati di

bawah sinar ultraviolet dengan menggunakan UV transillumination. Sybr safe

gold dapat berinteraksi diantara pasangan basa pada DNA dan menangkap sinar

ultraviolet sehingga pendaran dari ultraviolet dapat terlihat. Pita DNA dapat

dilihat karena gel disinari oleh sinar ultraviolet pada UV transiluminator (Brown,

1992).

DNA genom selanjutnya diukur tingkat kemurniannya dan dikuantifikasi

untuk mengetahui konsentrasi mengunakan DNA/RNA/protein Analyser. Tingkat

kemurnian DNA dihitung berdasarkan rasio absorbansi yang diukur pada panjang

gelombang 260nm dan 280nm dimana tingkat kemurnian DNA dianggap cukup

baik jika memiliki rentang nilai rasio 1.8-2.0. Konsentrasi DNA genom dihitung

berdasarkan rumus : [DNA] = OD 260 X 50 X FP; dimana FP adalah faktor

pengenceran (Ausubel et al. 1987).

2. Amplifikasi gen tdh dan trh (Tada et al. 1992)

Untuk mengamplifikasi gen tdh dan trh V. parahaemolyticus digunakan

primer nukleotida spesifik dengan ukuran amplikon 251bp untuk gen tdh dan

250bp untuk gen trh (Tada et al. 1992). Amplifikasi dengan PCR dilakukan

menggunakan 25 µl campuran reaktan yang masing-masing mengandung masing-

masing 1µl primer forward dan reverse (200nM), 12.5 µl Go Taq Green Master

Mix yang terdiri dari yang terdiri dari Go Taq DNA polymerase, bufer PCR, 3

mMMgCl2, dan dNTP (masing-masing 0.4 mM dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP),

DNA/RNA free water, dan cetakan DNA yang merupakan hasil isolasi DNA.

Page 49: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

49  

  

Volume cetakan DNA bervariasi tergantung pada konsentrasi DNA yang

diperoleh.

Protokol PCR yang digunakan adalah pre-PCR (94°C, 5 menit), denaturasi

(94°C, 1 menit), penempelan primer (55°C, 1 menit), ekstensi atau pemanjangan

primer (72°C, 1 menit) dan post-PCR (72°C, 7 menit) dengan siklus sebanyak 35

kali. Sebanyak 6-7µl hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 2% (w/v),

dengan menggunakan bufer TBE1X pada 100V selama 45 menit. Seluruh

pengujian ini menggunakan kontrol positif yaitu ATCC43996 untuk gen penyandi

tdh dan AQ4037 untuk gen penyandi trh. Selain kontrol positif digunakan juga

kontrol negatif yaitu campuran reaktan tanpa penambahan cetakan DNA sampel.

Penggunaan kontrol negatif dalam analisis identifikasi V. parahaemolyticus

patogenik bertujuan untuk melihat ada tidaknya kontaminasi pada produk PCR.

Selain tanpa penambahan cetakan DNA, kontrol negatif juga dapat berupa

campuran reaktan ditambah dengan cetakan DNA V. parahaemolyticus yang

bukan penhasil gen tdh dan trh.

Page 50: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

50  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei Lapang

Survei lapang merupakan tahap awal penelitian yang bertujuan untuk

mengumpulkan data dan informasi terkait dengan potensi tambak udang di

sepanjang pantai utara Jawa Barat sehingga dapat dipilih sebagai lokasi yang

mewakili pengambilan sampel udang. Lokasi yang dipilih pada survei lapang

adalah Kabupaten Karawang, Cirebon, Indramayu karena memiliki usaha

budidaya tambak udang yang cukup besar baik sistim tradisional maupun intensif.

Jenis udang yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah udang vaname

(Litopenaeus vannamei) karena sedang banyak dibudidayakan. Sampel udang

yang diambil pada survei lapang dilakukan analisis presumtif V. parahaemolyticus

dan hasil analisis ini selanjutnya dijadikan sebagai dasar penentuan lokasi

pengambilan sampel udang pada penelitian utama.

Berdasarkan analisis presumtif V. parahaemolyticus pada sampel udang

vaname dari ketiga lokasi, menunjukkan hasil sebagai berikut (Tabel 8):

a. Lokasi Cirebon, ditemukan V. parahaemolyticus positif pada sampel

udang di tambak tradisional. Sampel udang di tambak intensif tidak

diperoleh karena udang baru ditebar sehingga ukuran udang belum cukup

untuk di ambil sebagai sampel.

b. Lokasi Indramayu, ditemukan V. parahaemolyticus pada sampel udang di

tambak semi intensif. Pengambilan sampel di tambak tradisional tidak

dilakukan karena udang baru ditebar.

c. Lokasi Karawang, ditemukan V. parahaemolyticus pada sampel udang

baik di tambak tradisional (polikultur) maupun tambak intensif. Jumlah

tambak yang beroperasi di lokasi in baik tradisional maupun intensif

sangat terbatas.

Page 51: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

51  

  

Tabel 8. Hasil analisis presumtif V. parahaemolyticus dari udang vaname yang diambil dari 3 lokasi survei

Hasil analisis presumtif Vp No Lokasi Tradisional Intensif

1 Cirebon + tidak diambil sampel 2 Indramayu tidak diambil sampel +

3 Karawang + (polikurtur dengan bandeng) +

Berdasarkan hasil analisis presumtif V. parahaemolyticus dari sampel

udang di atas dan hasil wawancara dengan petani tambak maupun penyuluh Dinas

Kelautan dan Perikanan setempat seputar produksi, jumlah tambak udang yang

masih aktif, dan perkiraan waktu panen, dari ketiga lokasi, dapat disimpulkan

bahwa udang di seluruh lokasi mungkin mengandung V. parahaemolyticus.

Namun demikian dari ketiga lokasi, Kabupaten Indramayu memiliki usaha

budidaya tambak terbesar dan terluas sehingga dianggap mewakili dan dipilih

menjadi lokasi pengambilan sampel udang baik untuk sistim tradisional maupun

intensif.

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah yang memiliki usaha

budidaya tambak udang cukup besar di daerah Jawa Barat baik tradisional dan

intensif. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Kabupaten Indramayu, sampai dengan Desember 2010 total produksi budidaya

udang vaname adalah18.000 ton atau berkisar Rp 500 milyar. Usaha budidaya

udang vaname ini sedang digalakkan oleh Kabupaten Indramayu baik secara

tradisional maupun intensif.

Pengambilan sampel udang segar dilakukan di tambak tradisional dan

intensif. Udang yang diambil sebagai sampel adalah udang siap panen dengan

umur pemeliharaan berkisar di atas 2.5 bulan. Berdasarkan ukuran udang, pada

tambak tradisional berkisar 90-80 ekor/kg dan 80-70 ekor/kg pada tambak

intensif. Periode pengambilan sampel disesuaikan dengan waktu panen tambak

yang diperoleh berdasarkan informasi penyuluh Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Indramayu yang ditempatkan di kecamatan. Pengambilan sampel

udang dilakukan pada bulan Agustus dan Nopember dimana untuk tambak

Page 52: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

52  

tradisional berlokasi di Kecamatan Cantigi yang berasal dari 4 desa yaitu

Cangkring (5 petak tambak), Cantigi Kulon (2 petak tambak), Cantigi Wetan

(1 petak tambak) dan Lamaran Tarung (8 petak tambak). Sementara itu untuk

tambak intensif, seluruh sampel berasal dari satu areal budidaya tambak yang

berlokasi di Kecamatan Patrol. Sampel udang berasal dari 16 petak tambak baik

di tambak tradisional maupun intensif dan selama pengambilan sampel dilakukan

pengumpulan data dan pengamatan terhadap lingkungan tambak (Tabel 9).

Pengambilan sampel udang sangat dipengaruhi waktu panen sehingga

tidak dapat dilakukan serentak pada tambak tradisional maupun intensif. Tambak

dengan sistim tradisional pengambilan sampel tidak dapat dilakukan pada satu

petani tambak karena umumnya jumlah tambak udang tidak banyak sehingga

harus diambil dari beberapa lokasi dalam satu kecamatan. Umumnya luas areal

tambak tradisional tidak seragam dan luas. Tambak tradisional tidak dilengkapi

kincir air sebagai sistim aerasi dan sumber air tambak diambil langsung dari

sungai yang bersifat payau dan selama pemeliharaan udang sampai panen tidak

ada pergantian air (Gambar 3).

Tabel 9. Data pengamatan dan pengukuran parameter lingkungan di tambak tradisional dan intensif di Kabupaten Indramayu

Parameter Tambak Tradisional Tambak Intensif

Suhu (°C) 30-31 30-31

Salinitas (ppt) 10-15 26-30

pH 7-8 7.5-8

Sistim aerasi - 6 kincir/petak

Padat tebar (ekor/ m2) 8-10 90-120

Luas petak tambak (m2) 5000-10.0000 600 m2

Salinitas air tambak tradisional berada pada kisaran 10-15ppt dan suhu air

berkisar 30-31°C pada saat pengambilan sampel. Berdasarkan pengukuran

salinitas terlihat ada perbedaan salinitas antara tambak tradisional dan intensif.

Umumnya petani tambak tradisional tidak melakukan pengukuran terhadap

salinitas air tambak. Rendahnya salinitas di tambak tradisional diduga karena

Page 53: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

53  

  

pada saat pengambilan sampel udang curah hujan cukup tinggi sehingga terjadi

penurunan salinitas di tambak tradisional. Hal ini berbeda kondisinya dengan

tambak intensif dimana selalu dilakukan pengontrolan terhadap parameter

lingkungan tambak seperti suhu, salinitas, pH, dan unsur hara.

Sementara itu, dalam hal padat tebar benih udang umumnya petani tambak

tradisional tidak berani menebar benih udang dalam jumlah besar dengan tujuan

menghindari resiko kerugian yang besar jika selama pemeliharaan tambak terjadi

kematian udang sebelum masa panen. Hal ini juga terkait dengan besarnya modal

yang dimiliki oleh petani tambak tradisional. Sedangkan pada tambak intensif,

padat tebar umumnya mengacu pada pedoman Good Aquaculture Practises

(GAP) yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan tambak selama pemeliharaan.

Gambar 3. Tambak udang sistim tradisional

Beberapa petani tambak memberikan pakan alami pada udang sementara

sebagian petani tambak mengkombinasikan pakan alami dengan pakan komersil.

Pakan alami dibuat dengan cara mengeringkan ikan-ikan rucah dan selanjutnya

digiling dan dibentuk seperti pelet. Hasil pengamatan di tambak tradisional

ditempatkan ganggang atau ikan seperti bandeng serta kerang-kerangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani tambak penempatan ganggang dan

ikan bertujuan untuk membersihkan tambak dari pengotor dan sisa-sisa pakan.

Ikan dan kerang yang berada di dalam tambak sebagian memang sengaja

Page 54: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

54  

ditambahkan dan sebagian memang sudah ada sebelum tambak ditanami udang.

Keberadaan biota-biota tersebut di tambak diduga masuk pada saat air sungai

dialirkan ke dalam petak tambak. Tambak tradisional tidak menerapkan sistim

penggantian air selama pemeliharaan udang sehingga kandungan bahan organik

maupun anorganik yang merupakan sisa pakan, feses udang, nutrien alami tambak

dan biota perairan seperti fitoplankton dan zooplankton serta cemaran lainnya

menumpuk pada dasar tambak.

Hasil pengamatan di lapangan selama pengambilan sampel di tambak

intensif setiap petakan ditempatkan kincir air sebanyak 6 kincir air yang berputar

secara kontiniu (Gambar 4). Lokasi tambak berada tepat di sebelah pantai dan

sumber air berasal dari air tanah yang dicampur dengan air laut. Air laut diambil

langsung dari laut dengan cara mengalirkannya melalui pipa yang dipasang sejauh

sekitar 2km dari pantai. Sebelum masuk ke tambak, air laut ditampung di bak

penampungan dan disaring terlebih dahulu dengan penyaring ukuran besar (kain

kasa) dan ukuran kecil (planktonet). Bak penampung ditempatkan ikan nila dan

bandeng yang bertujuan untuk membantu membersihkan air dari pengotor.

Salinitas dan pH air tambak diukur setiap hari sedangkan unsur hara diukur setiap

minggu untuk menjaga kualitas air tambak. Tambak intensif dilengkapi dengan

sistim aliran pembuangan air.

Gambar 4. Tambak udang sistim intensif

Page 55: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

55  

  

Isolasi V. parahaemolyticus dari Udang Tambak

Isolasi V parahaemolyticus diawali dengan tahap pengayaan menggunakan

media alkaline saline peptone water (ASPW) yaitu media cair alkaline

peptone water (APW)+2.5%NaCl. ASPW merupakan media pengayaan V.

parahaemolyticus karena memiliki nutrien, kandungan garam dan pH yang

optimum bagi pertumbuhan bakteri tersebut. ASPW adalah media yang terdiri

dari pepton yang berfungsi untuk mensuplai nitrogen, asam amino esensial untuk

pertumbuhan bakteri. Sementara itu garam (NaCl) digunakan sebagai suplai

elektrolit esensial untuk sistim transportasi dan keseimbangan osmosis serta

berguna bagi pertumbuhan V. parahaemolyticus. ASPW merupakan media

dengan pH yang bersifat basa yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lain selain Vibrio.

Pada tahap pengayaan diperoleh hasil bahwa seluruh sampel (masing-

masing tambak berjumlah 32 sampel) baik tambak tradisional maupun intesif

menunjukkan pertumbuhan pada media tersebut yang ditandai dengan tingkat

kekeruhan pada media ASPW. Selanjutnya pada tahap isolasi V.

parahaemolyticus, digunakan media agar selektif thiosulfate citrate bile salt

sucrose (TCBS). Media agar TCBS merupakan media selektif dan diferensial

untuk isolasi dan kultivasi bakteri Vibrio seperti V. cholerae dan

V. parahaemolyticus dimana media ini terdiri dari garam empedu yang berfungsi

untuk menghambat pertumbuhan bakteri non target, natrium klorida (NaCl)

merupakan media optimal bagi pertumbuhan bakteri halofilik, sodium tiosulfat

yang merupakan sumber sulfur dan ferric citrate digunakan untuk mendeteksi

produksi H2S. Media agar TCBS merupakan media selektif yang dapat

membedakan Vibrio spp. ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok Vibrio spp yang

memfermentasi sukrosa ditandai dengan koloni berwarna kuning dan kelompok

yang tidak memfermentasi sukrosa ditandai dengan koloni berwarna hijau.

Isolat–isolat yang dinyatakan sebagai V. parahaemolyticus memiliki ciri-ciri

koloni tipikal V. parahaemolyticus pada media agar TCBS yaitu koloni bulat

berwarna hijau atau hijau kebiruan pada pusat koloni dengan diameter 2-3mm dan

tidak memfermentasi sukrosa (Gambar 5). Hasil isolasi V. parahaemolyticus pada

Page 56: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

56  

sampel udang tambak tradisional menunjukkan adanya pertumbuhan V.

parahaemolyticus pada semua sampel.

Pertumbuhan koloni tipikal V. parahaemolyticus pada sampel udang

tambak intensif di media TCBS diperoleh hasil sebanyak 28 sampel (n=32),

sedangkan 4 sampel menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan adanya

pertumbuhan koloni yang berbeda dengan ciri-ciri V. parahaemolyticus seperti

adanya pertumbuhan koloni berwarna kuning dan kemampuan koloni tersebut

memfermentasi sukrosa, terlihat dari perubahan warna hijau menjadi kuning pada

media TCBS. Sampel-sampel dengan hasil negatif pada TCBS tidak dilakukan

pengujian lebih lanjut. Hasil pertumbuhan V. parahaemolyticus presumtif pada

media pengayaan (ASPW) dan media selektif (TCBS) pada sampel udang tambak

tradisional dan intensif dapat dilihat pada Tabel 10 (Lampiran 1dan 2).

Gambar 5. V. parahaemolyticus pada TCBS

Tabel 10. Hasil isolasi V. parahaemolyticus pada sampel udang tambak

Jumlah sampel positif pada tahap isolasi Jenis tambak

Jumlah sampel ASPW TCBS

Tradisional 32 32 32

Intensif 32 32 28

Page 57: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

57  

  

Identifikasi V. parahaemolyticus pada Udang Tambak

Identifikasi V. parahaemolyticus pada udang tambak dilakukan dengan

melihat karakter sifat fenotipik bakteri tersebut melalui pengamatan hasil reaksi

biokimiawi. Pengamatan sifat fenotipik V. parahaemolyticus terbagi atas dua

pengujian yaitu pengujian biokimia pendahuluan yang meliputi pewarnaan gram,

uji motilitas, oksidase, dan pertumbuhan di media agar TSI. Pengujian biokimia

pendahuluan ini merupakan identifikasi presumtif V. parahaemolyticus. Isolat V.

parahaemolyticus positif dari media TCBS kemudian ditumbuhkan pada media

agar miring TSA+2.5% NaCl pada suhu 37°C selama 18-24 jam yang selanjutnya

digunakan untuk pengujian biokimia pendahuluan. Hasil identifikasi presumtif

V. parahaemolyticus sampel udang tambak tradisional dan intensif disajikan pada

Tabel 11 dan 12.

Pengujian motilitas V. parahaemolyticus ditandai dengan adanya difusi

melingkar di sepanjang pertumbuhan bakteri pada media agar MTM dan hasil

yang positif menunjukkan adanya V. parahaemolyticus pada sampel. Pengujian

V. parahaemolyticus pada media agar TSI ditandai dengan adanya pertumbuhan

koloni dan perubahan warna pada media agar yaitu warna merah pada agar miring

(bersifat alkalin) dan warna kuning pada agar tegak (bersifat asam) dan tidak

memproduksi H2S atau gas. Sementara itu hasil uji oksidase positif

V. parahaemolyticus, ditandai dengan perubahan warna koloni menjadi ungu yang

disebabkan oleh adanya presipitasi pereaksi oksidase oleh koloni karena bakteri

ini bersifat oksidasi positif.

Pengujian biokimia pendahuluan menggunakan 3 parameter uji akan

dikatakan positif jika semua parameter uji menunjukkan hasil positif dan

dikatakan negatif jika salah satu parameter uji menunjukkan hasil negatif.

Identifikasi presumtif V. parahaemolyticus pada sampel udang di tambak

tradisional menunjukkan hasil sebanyak 23 isolat (n=32) positif, sedangkan

9 isolat memberikan hasil negatif. Identifikasi presumtif V. parahaemolyticus

pada sampel udang tambak intensif menunjukkan sebanyak 18 isolat (n=28) dan

10 isolat negatif. Berdasarkan hasil identifikasi presumtif V. parahaemolyticus,

diketahui frekuensi isolasi sampel udang di tambak tradisional lebih tinggi

Page 58: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

58  

dibandingkan sampel udang di tambak intensif dengan persentase berturut-turut

sebesar 71.9%, dan 43.8% (n=32).

Tabel 11. Identifikasi V. parahaemolyticus presumtif pada sampel udang tambak tradisional di Kecamatan Cantigi

Uji biokimia pendahuluan No Tambak Sampel

ke- Kode

sampel MTM TSI Oksidase Jumlah isolat Vp presumtif

Tr A1 + + + 1 Tr A2 + + + Tr B1 + + + 2 Tr B2 + + + Tr C1 + + - 3 Tr C2 + + + Tr D1 + + - 4 Tr D2 + + - Tr E1 + + +

1 Cangkring

5 Tr E2 + + +

7

Tr F1 + + - 2 Cantigi Kulon 6 Tr F2 + + +

1

Tr G1 + + + 7 Tr G2 + + + Tr H1 + + -

3 Cantigi Wetan

8 Tr H2 + + +

3

Tr I1 + + + 9 Tr I2 + + - Tr J1 + + + 10 Tr J2 + + - Tr K1 + + + 11 Tr K2 + + + Tr L1 + + + 12 Tr L2 + + - Tr M1 + + + 13 Tr M2 + + + Tr N1 + + - 14 Tr N2 + + + Tr O1 + + + 15 Tr O2 + + + Tr P1 + + +

4  Lamaran Tarung

16 Tr P2 + + +

12

Total V. parahaemolyticus presumtif 23 (71.9%) (+) : hasil uji positif dan (-) : hasil uji negatif : Vp presumtif negatif (jika salah satu hasil uji biokimia pendahuluan negatif)

Page 59: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

59  

  

Tabel 12. Identifikasi V. parahaemolyticus presumtif pada sampel udang tambak intensif di Kecamatan Patrol

Uji biokimia pendahuluan Sampel ke- Kode Sampel

MTM TSI Oksidase Int A1 - - - 1 Int A2 + + + Int B1 + + + 2 Int B2 + + + Int C1 + + + 3 Int C2 + + + Int D1 + + + 4 Int D2 - - - Int E1 5 Int E2 Int F1 + + + 6 Int F2 Int G1 - - - 7 Int G2 + + + Int H1 + + + 8 Int H2 - - - Int I1 + + + 9 Int I1 + + + Int J1 + + + 10 Int J2 - - - Int K1 + - + 11 Int K2 - + + Int L1 + + + 12 Int L2 + + - Int M1 13 Int M2 + + + Int N1 + + + 14 Int N2 + + + Int O1 + + + 15 Int O2 + + + Int P1 - + - 16 Int P2 - + +

Total V. parahaemolyticus presumtif 18 (43.8%) (+) : hasil uji positif; (-) : hasil uji negatif : tidak dilakukan pengujian lebih lanjut : Vp presumtif negatif ( jika salah satu hasil uji biokimia pendahuluan negatif )

Page 60: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

60  

Hasil pewarnaan Gram dan pengamatan morfologi menggunakan

mikroskop perbesaran 1000X menunjukkan bahwa V. parahaemolyticus memiliki

sel-sel berwarna merah muda yang merupakan ciri bakteri Gram negatif,

berbentuk batang dan membentuk sel tunggal (Gambar 6). Isolat yang diduga

sebagai bakteri V. parahaemolyticus pada uji biokimia pendahuluan selanjutnya

dilakukan pengujian biokimia lanjutan dengan menggunakan perangkat API 20E

biochemical test kit.

Gambar 6. Sel bakteri V. parahaemolyticus yang diamati dengan mikroskop perbesaran 1000X

API 20E biochemical test merupakan perangkat identifikasi bakteri Gram

negatif melalui pengamatan terhadap produksi metabolisme yang ditandai dengan

perubahan warna pada media uji. Konfirmasi isolat V. parahaemolyticus

menggunakan API 20E20E biochemical test kit dilakukan dengan cara melihat

reaksi biokimiawi yang terdiri dari 20 parameter uji. Hasil uji reaksi biokimiawi

tersebut selanjutnya dianalisis dengan program apiwebTM untuk mengidentifikasi

spesies dan mengetahui tingkat kemiripan (Lampiran 3). Untuk melihat

persentase kemiripan hasil uji dengan bakteri V. parahaemolyticus, dalam analisis

data ditambahkan data hasil uji oksidasi dengan hasil positif karena V.

parahaemolyticus bersifat oksidasi positif. Konfirmasi dari isolat-isolat V.

parahaemolyticus presumtif berdasarkan sifat-sifat biokimiawi terhadap beberapa

parameter uji memberikan hasil reaksi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 13.

Page 61: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

61  

  

Tabel 13. Hasil uji reaksi biokimiawi dari isolat-isolat V. parahaemolyticus presumtif sampel udang tambak dengan API 20E

Reaksi biokimiawi Uji V p1 Tr A12 Int C13 Β-galactosidase (ONPG) Arginine dihydrolase Lysine decarboxylase Ornithine decarboxylase Penggunaan Citrate Produksi H2S Urease Tryptophane DeAminase Indole production Voges Proskauer (produksi acetoin) Gelatinase FERMENTASI : - Glucose - Mannitol - Inositol - Sorbitol - Rhamnose - Saccharose - Melibiose - Amygladin - Arabinose Oksidase

- - + + - - - - + -

+

+ + - - - - - - + +

- - + + - - - + + -

+

+ + - - - - - - + +

- - + + - - - + + -

+

+ + - - - - - - + +

1 Reaksi biokimiawi yang positif V. parahaemolyticus dengan API 20E 2 dan 3 Reaksi biokimiawi yang positif V. parahaemolyticus pada sampel udang tambak tradisional dan intensif

Konfirmasi berdasarkan hasil uji biokimiawi pada sampel udang tambak

tradisional menunjukkan bahwa sebanyak 16 isolat (n=32) teridentifikasi sebagai

V. parahaemolyticus dengan tingkat kemiripan (%ID) berada pada kisaran 92.8-

99.9% (Tabel 14). Jika dibedakan berdasarkan lokasi pengambilan sampel udang

di tambak tradisional maka diperoleh hasil V. parahaemolyticus positif berkisar

30-69% (Tabel 15). Identifikasi V. parahaemolyticus pada sampel udang tambak

intensif diperoleh hasil sebanyak 6 isolat (n=32) terkonfirmasi sebagai V.

parahaemolyticus dengan persentase tingkat kemiripan berkisar 99.6-99.9%

(Tabel 16). Berdasarkan konfirmasi V. parahaemolyticus dengan API 20E

biochemical test kit menunjukkan bahwa udang tambak tradisional memiliki

frekuensi isolasi lebih tinggi dibandingkan tambak intensif.

Page 62: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

62  

Tabel 14. Hasil identifikasi dan tingkat kemiripan isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak tradisional dengan API20E

No Lokasi tambak Kode sampel Konfirmasi dengan API 20E (%ID)

Tr A1 + (99.9) Tr A2 - Tr B1 - Tr B2 + (99.8) Tr C1 Tr C2 + (99.9) Tr D1 Tr D2 Tr E1 -

1 Cangkring

Tr E2 - 2 Cantigi Kulon Tr F1 Tr F2 + (92.8)

Tr G1 + (99.9) Tr G2 - Tr H1

3 Cantigi Wetan

Tr H2 - Tr I1 + (99.6) Tr I2 Tr J1 + (92.8) Tr J2 Tr K1 + (92.8) Tr K2 + (99.9) Tr L1 + (99.9) Tr L2 Tr M1 + (99.9) Tr M2 - Tr N1 Tr N2 + (99.9) Tr O1 + (92.8) Tr O2 + (99.9) Tr P1 + (99.9)

4 Lamaran Tarung

Tr P2 + (99.9) Total V. parahaemolyticus 16 isolat (n=32; 50%)

(+) : hasil uji positif dan (-) : hasil uji negatif : tidak dilakukan pengujian lebih lanjut

V. parahaemolyticus merupakan bakteri yang secara alami terdapat di

perairan laut, pantai, muara sungai maupun budidaya tambak. Keberadaan

V. parahaemolyticus pada lingkungan perairan laut yang umumnya diisolasi dari

Page 63: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

63  

  

air laut, sedimen, maupun berbagai jenis produk perikanan, telah banyak

ditemukan seperti di Indonsia, Jepang, Korea, Thailand, India, bahkan negara-

negara Eropa dan Amerika. V. parahaemolyticus merupakan salah satu jenis

Vibrio yang mendapat perhatian pada usaha budidaya udang karena bersifat

patogen pada komoditas udang tersebut. Penggunaan air laut pada lahan tambak

udang memberikan peluang besar bagi bakteri ini ada pada komoditas udang

tambak. Selain patogen pada udang, V. parahaemolyticus bersifat patogen pada

manusia karena dapat menyebabkan penyakit melalui konsumsi pangan. Kasus

keracunan pangan ini telah banyak terjadi di Jepang, Taiwan, Cina, Vietnam,

Thailand, India bahkan negara- negara di Amerika dan Eropa.

Tabel 15. Hasil identifikasi Vp pada sampel udang berdasarkan lokasi di tambak tradisional

Lokasi tambak Jumlah sampel

Jumlah isolat positif dengan API 20E

% Vp terkonfirmasi secara biokimia

Cangkring 10 3 30 Cantigi Kulon 2 1 50 Cantigi Wetan 4 1 25

Lamaran Tarung 16 11 69

Keberadaan V. parahaemolyticus pada suatu lingkungan perairan termasuk

tambak sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan perairan, dimana pada

saat kondisi lingkungan mendukung maka akan meningkatkan pertumbuhan V.

parahaemolyticus . Tambak udang merupakan lingkungan perairan payau yang

bersifat cukup kompleks sehingga dapat menyebabkan stres pada biota di

dalamnya dibandingkan dengan lingkungan estuaria atau lingkungan perairan

lainnya (Direkbusararam et al. 1998). Hal ini terutama disebabkan oleh

kandungan bahan-bahan organik yang tinggi dan fluktuasi oksigen terlarut yang

dapat memberikan dampak terhadap komposisi komunitas bakteri alami perairan

seperti Vibrio spp. Peningkatan suhu perairan akan memberikan dampak terhadap

jumlah dan jenis Vibrio spp (Barbieri et al. 1999; Pfeffer et al. 2003).

Peningkatan salinitas perairan juga akan memberikan peluang besar terhadap

pertumbuhan Vibrio spp termasuk V. parahaemolyticus karena merupakan bakteri

halofilik (William dan LaRock, 1985).

Page 64: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

64  

Air merupakan faktor utama dalam usaha budidaya tambak udang.

Budidaya tambak udang membutuhkan air payau , dimana sumber air tersebut

merupakan kombibasi air asin dan air tawar. Air laut sebagai salah satu sumber

air di tambak merupakan habitat alami bakteri V. parahaemolyticus. Faktor-faktor

lingkungan seperti suhu, salinitas, kekeruhan, nutrien perairan, dan konsentrasi

oksigen terlarut memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap

keberadaan V. parahaemolyticus. Akan tetapi besarnya jumlah V.

parahaemolyticus di lingkungan maupun pada produk perikanan cukup bervariasi

tergantung pada musim, lokasi, jenis sampel, maupun metode analisis yang

digunakan untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus pada sampel (Cook et al.

2002; DePaola et al. 1990; Parveen et al. 2008). Suhu air merupakan faktor

utama yang memiliki korelasi positif terhadap keberadaan V. parahaemolyticus di

lingkungan perairan.

Parveen et al. (2008) menyatakan bahwa perairan di wilayah yang

beriklim sedang dan tropis memberikan efek cukup signifikan terhadap

kelimpahan V. parahaemolyticus dibandingkan pada wilayah yang memiliki

empat musim. Pada musim dingin umumnya jumlah V. parahaemolyticus

menurun bahkan tidak ditemukan, hal ini diduga selama musim dingin V.

parahaemolyticus bertahan hidup dengan cara menempel dan berproliferasi pada

zooplankton yang terdapat di sedimen. Setelah suhu perairan meningkat, V.

parahaemolyticus lepas dari zooplankton dan berada di dalam air sehingga

jumlahnya meningkat dan mudah dideteksi.

Saat pengambilan sampel udang baik di tambak tradisional maupun

intensif, suhu air tambak terukur pada kisaran 30-31°C. Suhu perairan ini

merupakan faktor yang dapat membantu pertumbuhan V. parahaemolyticus

karena merupakan suhu optimum pertumbuhan bakteri tersebut. Penelitian lain

juga menyebutkan bahwa ada korelasi positif antara suhu dengan peningkatan

frekuensi isolasi V. parahaemolyticus pada produk perikanan di perairan pantai

dan areal budidaya pada musim panas dibandingkan musim dingin (Cook et al.

2002; DePaola et al. 2003; Duan dan Su, 2005).

Page 65: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

65  

  

Tabel 16. Hasil identifikasi dan tingkat kemiripan isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak intensif di Kecamatan Patrol dengan API 20E

Lokasi tambak Kode Sampel Konfirmasi dengan API 20E (%ID)

Int A2 - Int A2 Int B1 + (99.8) Int B2 + (99.8) Int C1 + (99.9) Int C2 + (99.9) Int D1 - Int D2 Int E1 Int E2 Int F1 - Int F2 Int G1 Int G2 + (99.8) Int H1 - Int H2 Int I1 - Int I2 - Int J1 - Int J2 Int K1 Int K2 Int L1 - Int L2 Int M1 Int M2 - Int N1 - Int N2 - Int O1 + (99.6) Int O2 - Int P1

Patrol

Int P2 Total V. parahaemolyticus 6 isolat (n=32; 18.8%)

(+) : hasil uji positif dan (-) : hasil uji negatif : tidak dilakukan pengujian lebih lanjut

Page 66: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

66  

Selain suhu, salinitas juga merupakan faktor yang berperan terhadap

keberadaan V. parahaemolyticus. Martinez-Utrazaa et al. (2008) melaporkan

bahwa salinitas perairan dengan kisaran tertentu kemungkinan merupakan habitat

yang optimum bagi pertumbuhan V. parahaemolyticus. Tambak tradisional pada

saat dilakukan pengambilan sampel menunjukkan kisaran salinitas 10-15ppt

sementara itu tambak intensif menunjukkan salinitas air tambak berada pada

kisaran 26-30ppt. Faktor lain yang diduga memberikan pengaruh terhadap

keberadaan V. parahaemolyticus antara lain konsentrasi oksigen terlarut,

kekeruhan (turbidity), biota yang hidup di perairan tersebut seperti fitoplankton

dan zooplankton. Oksigen terlarut dan kekeruhan diduga memiliki korelasi positif

terhadap peningkatan jumlah V. parahaemolyticus. Peningkatan kekeruhan

berkorelasi positif dengan peningkatan total V. parahaemolyticus, hal ini

kemungkinan disebabkan oleh kandungan nutrien tanah dan cemaran yang

terdapat dalam air sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan V. parahaemolyticus

(Parveen et al. 2008; Watkins dan Cabelli, 1985).

Penggunaan air di tambak tradisional umumnya langsung berasal dari

aliran sungai yang berada di sekitar areal tambak. Air yang digunakan biasanya

tidak mengalami perlakuan seperti penampungan, penyaringan maupun

pembersihan sehingga belum memenuhi persyaratan kualitas air tambak dan

dapat berdampak pada pertumbuhan udang. Selama pemeliharaan sampai waktu

panen, air tambak tidak pernah diganti atau bersifat statis dan tambak tidak

dilengkapi dengan sistim aerasi. Parameter lingkungan perairan seperti suhu,

salinitas, pH, dan unsur hara tidak pernah dilakukan pengukuran secara akurat.

Kondisi ini yang juga mendukung potensi tingginya jumlah V. parahaemolyticus

pada udang di tambak tradisional dibandingkan tambak intensif.

Hal ini bertolak belakang dengan kondisi di tambak intensif, yang

umumnya telah menerapkan cara berbudidaya yang baik terutama dalam

pengelolaan kualitas air tambak. Air yang digunakan selama pemeliharaan udang

di tambak intensif berasal dari air laut yang diambil dengan cara mengalirkan air

melalui pipa sepanjang 2km dari daratan. Air laut selanjutnya ditempatkan pada

bak penampungan (reservoir) dimana selama di bak penampungan dilakukan

Page 67: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

67  

  

penyaringan air yang terdiri atas 2 tahap penyaringan pertama dengan kain kasa

dan penyaringan kedua dengan planktonet. Penyaringan di bak penampungan

bertujuan untuk mereduksi pengotor dan cemaran di dalam air. Perlakuan

penyaringan terhadap air yang akan digunakan untuk pemeliharaan udang tambak

diduga dapat mereduksi kelimpahan mikroorganisme. V. parahaemolyticus pada

umumnya menempel pada biota perairan terutama zooplankton dan dikaitkan

dengan aktivitas kitinolitik. Bakteri ini umumnya menempel pada bagian

permukaan kulit (kitin) zooplaknton sehingga penyaringan air menggunakan

planktonet diduga dapat mereduksi jumlah V. parahaemolyticus.

Penelitian tentang keberadaan V. parahaemolyticus baik pada lingkungan

maupun produk perikanan di Indonesia telah dilakukan akan tetapi masih sedikit

sekali. Zulkifli et al. (2009) melaporkan persentase V. parahaemolyticus pada

sampel kerang yang berasal dari perairan di Padang-Sumatera Barat sebesar 50%

(n=50). Hal ini kemungkinan karena iklim tropis dengan kisaran suhu 25-35°C

merupakan suhu yang mendukung pertumbuhan V. parahaemolyticus. Sebagian

besar wilayah dengan iklim tropis khususnya Asia Tenggara diketahui berpotensi

terhadap keberadaan V. parahaemolyticus dengan persentase sekitar 20-70%

(Wong et al. 1999; Ronald dan Santos, 2001). Marlina et al. (2007) menyebutkan

bahwa seluruh sampel kerang (n=47) yang diambil dari perairan dan pasar lokal di

Padang Sumatera Barat diketahui positif V. parahaemolyticus. Sementara itu

hasil penelitian Dewanti-Hariyadi et al. (2002) menunjukkan bahwa udang yang

diambil dari tambak di Jawa Barat dan Jawa Tengah mengandung V.

parahaemolyticus sebesar 21.8 dan 3.1%, sedangkan sampel udang beku dari

pasar grosir positif V. parahaemolyticus sebesar 11.1%, bahkan pada produk

udang beku selama proses pembekuan sebesar 70%.

Penelitian keberadaan V. parahaemolyticus pada produk perikanan juga

telah banyak dilakukan oleh negara-negara di luar Indonesia. Wong et al. (1999)

menyebutkan bahwa ditemukan 45.9% (n=686) V. parahaemolyticus pada produk

perikanan (kepiting, lobster, udang, siput, dan ikan) yang diimpor dari Vietnam,

Hong Kong, Thailand, dan Indonesia, dimana sebesar 75.8% (n=62) dan 29.3%

(n=92) pada sampel udang dan ikan yang berasal dari Indonesia positif V.

parahaemolyticus. Sementara itu, udang yang berasal dari budidaya tambak di

Page 68: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

68  

Malaysia menunjukkan bahwa 81.7% (n=60) mengandung V. parahaemolyticus

(Chilek, 2006). Sebanyak 43.6% (n=39) dari sampel seafood mentah (cumi-cumi,

udang, ikan, dan kekerangan), 6.3% (n=16) sampel produk olahan (bakso udang)

di Thailand juga diketahui positif V. parahaemolyticus (Chitov et al. 2009).

Sampel udang, kepiting, moluska, dan ikan yang diambil dari tempat pendaratan

ikan, pasar, dan estuari di India diketahui mengandung V. parahaemolyticus

sebesar 61.6% (n=86), selain itu sampel udang yang berasal dari tambak di India

baik dari wilayah barat maupun timur diketahui positif V. parahaemolyticus

berturut-turut 12.2% dan 2.8% (n=30) (Dileep et al. 2003; Gopal et al. 2005).

Kontaminasi V. parahaemolyticus pada produk udang beku yang akan diekspor

juga ditemukan di Thailand sebesar 64% (n=111), selanjutnya pada unit

pengolahan di Chaccheongsao selama April-Mei 1999, kontaminasi yang terjadi

sebesar 79.6% (n=103) (Kowcachaporn, 1997; Pungchitton, 1999 di dalam

Jaesawang, 2005). Tingginya peluang terjadinya V. parahaemolyticus pada

produk perikanan menuntut perhatian khusus karena dapat berdampak terhadap

kesehatan jika produk perikanan tersebut terkontaminasi dengan V.

parahaemolyticus patogenik. V. parahaemolyticus merupakan salah satu spesies

Vibrio yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui konsumsi pangan

terutama pangan mentah atau yang tidak dimasak secara sempurna. Namun

demikian tidak semua galur V. parahaemolyticus bersifat patogen. Untuk itu perlu

dilakukan identifikasi terhadap V. parahaemolyticus patogenik pada produk-

produk perikanan.

Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik dari Isolat yang Berasal dari Udang Tambak

V. parahaemolyticus merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat

menyebabkan penyakit pada biota perairan seperti krustasea dan kekerangan.

Selain itu bakteri ini juga menginfeksi manusia melalui konsumsi pangan.

Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik dapat dilakukan dengan metode

konvensional yaitu pengamatan berdasarkan sifat biokimiawi melalui pengujian

Kanagawa menggunakan media agar Wagatsuma (Wagatsuma blood agar), akan

tetapi metode ini memiliki banyak kendala antara lain waktu pengujian yang

Page 69: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

69  

  

panjang, sensitifitas dan akurasi yang rendah karena tidak semua galur V.

parahaemolyticus patogenik dapat dideteksi terutama galur yang berada pada fase

viable but nonculturuble (VNC) serta belum tersedianya metode analisis faktor

virulen thermostable direct hemolysin related hemolysin (TRH). Oleh karena itu,

pengembangan metode analisis telah banyak dilakukan, salah satunya dengan

pendekatan molekuler yaitu melalui metode PCR dimana metode ini memberikan

hasil yang akurat dan spesifik dengan tingkat sensitifitas tinggi, waktu analisis

lebih singkat dan dapat dilakukan pada sampel yang jumlahnya sangat sedikit.

1. Isolasi DNA genom bakteri

Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik menggunakan metode PCR

diawali dengan melakukan ekstraksi/isolasi DNA genom bakteri. Isolasi DNA

genom dilakukan pada isolat V. parahaemolyticus yang positif di sampel udang

tambak tradisional dan intensif. Isolasi DNA genom bertujuan untuk

mendapatkan DNA murni yang bebas dari materi-materi yang dapat menurunkan

sensitifitas dan menghambat tahap amplifikasi DNA.

Visualisasi hasil isolasi DNA genom sampel yang dielektroforesis pada

2% gel agarosa menunjukkan bahwa terdapat DNA pada seluruh isolat

V. parahaemolyticus . Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kemurnian DNA

diketahui sebagian besar DNA telah masuk dalam rentang nilai rasio kemurnian

yang cukup baik yaitu 1.8-2.0. Beberapa DNA isolat berada diluar rentang

tersebut yang kemungkinan disebabkan oleh adanya kontaminasi darri fenol atau

protein lainnya. Sementara itu konsentrasi DNA isolat berada pada kisaran

0.05-3.7µg/µL (Lampiran 3).

2. Amplifikasi Gen tdh dan trh V. parahaemolyticus

Amplifikasi dan protokol PCR dengan target gen tdh dan trh pada

penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Tada et al. (1992). Tada et al. (1992)

melaporkan bahwa dalam menentukan primer spesifik untuk mengidentifikasi gen

tdh dilakukan berdasarkan hasil terbaik dari 6 kombinasi pasangan primer yang

menyandikan gen tdh2. Gen tdh2 adalah salah satu dari 2 sub unit identik gen tdh

Page 70: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

70  

yang dimiliki oleh galur V. parahaemolyticus patogenik dimana gen ini berperan

dalam produksi ekstraseluler toksin TDH sehingga dipilih sebagai gen untuk

mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik penghasil toksin TDH. Pasangan

primer yang paling spesifik berdasarkan hasil penelitian Tada et al. (1992) untuk

gen tdh adalah pasangan primer yang terletak pada region antara 256-506 dengan

ukuran amplikon 251bp. Sedangkan untuk gen trh dipilih 6 kombinasi pasangan

primer yang mewakili gen trh1 dan trh2. Hasil penelitian menyebutkan bahwa

pasangan primer spesifik untuk mengidentifikasi toksin TRH adalah primer yang

terletak pada region antara 256-505 dengan ukuran amplikon 250bp. Berdasarkan

hal tersebut di atas, penelitian ini menggunakan pasangan primer tersebut untuk

mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada sampel udang tambak.

Hasil amplifikasi DNA sampel dengan target gen penyandi tdh pada

sampel udang di tambak tradisional dan intensif selanjutnya dielektroforesis pada

gel agarosa 2% pada TBE1X dan divisualisasikan dengan Gel Doc illuminator

yang dapat dilihat pada Gambar 7 (a dan b) untuk tambak tradisional dan Gambar

8 untuk tambak intensif. Hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh

pada isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak tradisional dan intensif

berturut-turut menunjukkan sebanyak 13/16 isolat (81.3%) dan 3/6 isolat (50%)

positif gen tdh. Hal ini terlihat dari adanya ukuran hasil amplifikasi DNA sampel

yang sama dengan kontrol positif V. parahaemolyticus yang mengandung gen

penyandi tdh (ATCC43996) pada ukuran amplikon 251bp.

(a) (b)

Gambar 7. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh bakteri V. parahaemolyticus di tambak tradisional pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (ATCC43996), 2: kontrol negatif, (a) dan (b) : 16 isolat V. parahaemolyticus sampel udang (lajur 3-10).

Page 71: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

71  

  

Gambar 8. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh bakteri V. parahaemolyticus di tambak intensif pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (ATCC43996), 2 : kontrol negatif, lajur 3-8 : isolat V. parahaemolyticus sampel udang.

Sementara itu berdasarkan target gen penyandi trh, hasil amplifikasi DNA

dari isolat V. parahaemolyticus pada sampel udang di tambak tradisional maupun

intensif berturut-turut sebesar 15/16 isolat (93.8%) dan 4/6 isolat (66.7%) positif

gen trh. Hasil amplifikasi DNA yang dielektroforesis dengan gel agarosa 2%

(TBE1X) pada 100V selama 45 menit dan divisualisasikan melalui Gel Doc

illuminator disajikan pada Gambar 9 (a dan b) untuk tambak tradisional dan

Gambar 10 untuk tambak intensif. Isolat V. parahaemolyticus yang dikatakan

positif gen trh dilihat berdasarkan ukuran amplikon hasil amplifikasi DNA sampel

yang sama dengan ukuran amplikon DNA kontrol positif (AQ4037) pada 250 bp.

(a) (b)

Gambar 9. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi trh bakteri V. parahaemolyticus di tambak tradisional pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2: kontrol negatif, (a) dan (b) : 16 isolat V. parahaemolyticus sampel udang (lajur 3-10).

Page 72: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

72  

Gambar 10. Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi trh bakteri V. parahaemolyticus di tambak intensif pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2 : kontrol negatif, lajur 3-8 : isolat V. parahaemolyticus sampel udang.

Berdasarkan pengelompokan gen penyandi tdh dan trh pada isolat V.

parahaemolyticus dari sampel udang baik di tambak tradisional dan intensif,

beberapa isolat diketahui hanya memiliki salah satu gen patogen ( tdh atau trh

saja), akan tetapi ada beberapa isolat yang memiliki kedua gen patogen tersebut

seperti yang tersaji pada Tabel 17. Hasil identifikasi V. parahaemolyticus

patogenik berdasarkan gen penyandi tdh dan trh menunjukkan bahwa sebesar

14/22 isolat (63.6%) sampel udang baik di tambak tradisional maupun intensif

memiliki kedua gen V. parahaemolyticus patogenik (tdh dan trh). Sementara itu

V. parahaemolyticus yang hanya memiliki gen tdh (tdh+;trh-) atau trh (tdh-;trh+)

saja berturut-turut sebesar 2/22 isolat (9.1%) dan 5/22 isolat (22.7%). Jika

dibedakan berdasarkan jenis tambak diketahui bahwa seluruh isolat di tambak

tradisional merupakan V. parahaemolyticus patogenik baik yang memiliki kedua

toksin (TDH dan TRH) maupun hanya salah satunya (TDH atau TRH saja).

Sedangkan isolat V. parahaemolyticus yang berasal dari tambak intensif diketahui

ada satu isolat yang bukan merupakan V. parahaemolyticus patogenik yaitu isolat

Int C1 (Tabel 17).

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat V.

parahaemolyticus patogenik pada udang tambak baik yang berasal dari tambak

tradisional maupun intensif. Hasil penelitian lain yang memberikan informasi

tentang adanya V. parahaemolyticus patogenik pada produk perikanan seperti

yang dilaporkan oleh Bej et al. (1999) dimana sebesar 23.3%, 46.7%, dan 68.4%

V. parahaemolyticus yang diisolasi dari produk perikanan, lingkungan, dan

tambak tiram merupakan V. parahaemolyticus dengan gen tdh dan trh. Sementara

Page 73: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

73  

  

itu sebesar 9.3% dan 5.2% dari sampel produk perikanan dan tambak tiram adalah

V. parahaemolyticus penghasil gen tdh saja dan tidak ada dari sampel tersebut

yang merupakan V. parahaemolyticus penghasil gen trh saja. Secara keseluruhan

berdasarkan hasil penelitian ini, V. parahaemolyticus yang diisolasi dari sampel

udang baik di tambak tradisional dan intensif menunjukkan bahwa sebesar 43%

dan 11% (n=32) merupakan V. parahaemolyticus yang bersifat patogen.

Tabel 17. Distribusi gen penyadi tdh dan trh pada isolat Vp dari sampel udang di tambak tradisional dan intensif.

Kode Isolat gen tdh gen trh Tambak tradisional :

TrA1 TrB2 TrC2 TrF2 TrG1 TrI1 TrJ1 TrK1 TrK2 TrL1 TrM1 TrN2 TrO1 TrO2 TrP1 TrP2

+ + - - + + - + + + + + + + + +

- + + + + + + + + + + + + + + +

Total tdh+; trh+ Total tdh+; trh- Total tdh-; trh+ Total tdh-; trh-

12/16 (75%) 1/16 (6.25%) 3/16 (18.75%

0/16 (0%) Tambak intensif :

IntB1 IntB2 IntC1 IntC2 IntG2 IntO1

+ - - + - +

+ + - - + +

Total tdh+; trh+ Total tdh+; trh- Total tdh-; trh+ Total tdh-; trh-

2/6 (33.3%) 1/6 (16.7%) 2/6 (33.3%) 1/6 (16.7%)

(+) : hasil uji positif dan (-) : hasil uji negatif

Page 74: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

74  

Keberadaan V. parahaemolyticus patogenik pada awalnya dilaporkan

hanya berkisar 1-2% pada sampel-sampel lingkungan dan produk perikanan

(Kelly dan Stroh, 1988; Miyamoto et al. 1969; Sakazaki et al. 1968). Hal ini

kemungkinan karena keberadaan galur V. parahaemolyticus patogenik lebih

rendah dibandingkan galur yang non patogenik atau galur patogenik lebih sensitif

pada kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga cepat sekali berubah ke dalam

bentuk viable but nonculturable (VNC) dan menjadi sulit untuk diisolasi

(Hackney dan Dicharry, 1988; Jannasch, 1967; Pace dan Chai,1989; Roszak dan

Colwell,1987).

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa V. parahaemolyticus

patogenik pada sampel udang tambak memiliki persentase yang cukup tinggi.

Hasil ini cukup kontras dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan akan tetapi

ada beberapa hasil penelitian juga melaporkan keberadaan V. parahaemolyticus

patogenik memiliki peresentase cukup tinggi. Marlina et al. (2007) melaporkan

bahwa sebesar 36% (n=47 isolat Vp) pada sampel kerang yang berasal dari

perairan dan pasar lokal di Padang-Sumatera Barat teridentifikasi gen tdh.

Penelitian Sujeewa et al. (2009) melaporkan bahwa 15% dan 7% isolat yang

berasal dari sampel udang segar, udang beku dan air tambak di Malaysia berturut-

turut positif gen tdh dan trh. Sementara itu Mohammad et al. (2005)

menyatakan bahwa sebesar 8% dan 11% sampel udang beku dan udang segar

teridentifikasi V. parahaemolyticus patogenik. Peningkatan sampel produk

perikanan yang mengandung V. parahaemolyticus patogenik (gen tdh) juga

dilaporkan oleh DePaola et al. (2003a) yaitu sebesar 12.8% pada sampel tiram,

selanjutnya Hara-Kudo et al. (2003) melaporkan bahwa sekitar 10% (n=329)

isolat dari sampel produk perikanan perairan dan pasar di Jepang mengandung gen

tdh . Pinto et al (2008) menyatakan sebesar 33% sampel kekerangan yang berasal

dari perairan pantai Italia dideteksi positif gen tdh, bahkan hasil penelitian

DePaola et al. (2003b) pada sampel makanan dan lingkungan selama kurun waktu

1977-2001 menunjukkan lebih dari 90% isolat positif gen tdh dan trh.

Identifikasi keberadaan bakteri V. parahaemolyticus pada sampel

lingkungan dan produk perikanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah pemilihahan metode analisis yang digunakan (Parveen et al. 2008). Selain

Page 75: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

75  

  

itu tahap isolasi bakteri yang merupakan tahap awal identifikasi bakteri diduga

memberikan persentase yang lebih tinggi terutama yang berasal dari sampel

lingkungan dan produk perikanan. Pada penelitian ini, identifikasi V.

parahaemolyticus diawali dengan tahap isolasi dimana sampel udang tambak

diinkubasi pada media ASPW yang merupakan media pengayaan. Teknik ini

merupakan salah satu teknik yang dapat memberikan persentasi kebaradaan

V. parahaemolyticus lebih tinggi karena diduga tahap pengayaan merupakan tahap

pemulihan (recovery) terutama bakteri-bakteri dalam kondisi sakit. Raghunath et

al. (2009) melaporkan bahwa pada umumnya galur V. parahaemolyticus

patogenik jarang ditemukan pada sampel lingkungan dan produk perikanan, hal

ini disebabkan oleh galur patogen lebih sensitif pada lingkungan perairan yang

tidak kondusif sehingga galur ini dapat berubah menjadi viable but nonculturable

(VNC). Fase viable but nonculturable (VNC) merupakan fase dorman bakteri

dimana pada fase ini bakteri tidak dapat bermultiplikasi tetapi masih dapat

melakukan aktivitas metabolisme. Fase ini terjadi umumnya disebabkan oleh

kondisi lingkungan perairan yang tidak kondusif seperti fluktuasi suhu, salinitas,

pH yang cukup tinggi, kandungan nutrien perairan yang tidak mendukung

sehingga memberikan pengaruh terhadap populasi mikroorganisme di perairan

tersebut termasuk V. parahaemolyticus. Kondisi ini dapat menyebabkan sulitnya

mengisolasi V. parahaemolyticus patogenik dari lingkungan dan produk

perikanan. Untuk mengatasi hal tersebut, tahap pengayaan merupakan salah satu

altenatif pengembangan metode analisis yang dapat dilakukan sehingga

persentase frekuensi isolasi V. parahaemolyticus patogenik dapat meningkat.

Hasil penelitian Raghunath et al. (2009) melaporkan bahwa identifikasi V.

parahaemolyticus patogenik yang dikayakan terlebih dahulu dengan media cair

APW(alkaline peptone water) dan ST (sodium taurocholate) memberikan

frekuensi isolasi yang lebih tinggi. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik

berdasarkan gen penyandi tdh dan trh pada sampel kekerangan, ikan, udang di

perairan pantai dan tambak udang di India memberikan hasil berturut-turut

sebesar 32.8% dan 41.4% untuk gen trh dan 13.8% dan 20.7% untuk gen tdh.

Page 76: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

76  

Pada awalnya identifikasi V. parahaemolyticus patogenik dilakukan

berdasarkan reaksi biokimiawi yang dikenal dengan Fenomena Kanagawa (KP+).

Metode ini terutama dapat mengidentifikasi faktor virulen TDH yang ditandai

dengan KP+, akan tetapi faktor virulen TRH tidak dapat diidentifikasi dengan

metode analisis ini, dimana diketahui hasil KP- ternyata memberikan hasil yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Selain itu beberapa kendala yang

dialami teknik konvensional adalah waktu analisis yang panjang dan interpretasi

hasil yang tidak cukup akurat dan sensitifitas teknik analisis ini masih cukup

rendah, terutama pada isolat bakteri yang berada pada fase VNC (viable but non

culturable).

Teknik identifikasi V. parahaemolyticus patogenik kemudian berkembang

karena masih terbatasnya hasil anlisis yang berdasarkan metode biokimiawi.

Salah satu pengembangan teknik identifikasi adalah metode analisis berbasis

pendekatan molekuler antara lain dengan teknik PCR. Beberapa hasil penelitian

dengan teknik PCR menunjukkan hasil yang cukup signifikan dalam hal

identifikasi V. parahaemolyticus patogenik. Zimmermann et al. (2007)

melaporkan hasil deteksi V. parahaemolyticus patogenik (gen tdh dan/atau trh)

dengan teknik real time PCR pada sampel tiram di perairan Mississippi dan

Alabama berturut-turut sebesar 56% dan 44%. Sementara itu Parveen et al.

(2008) menyatakan bahwa 20% dan 40% isolat dari sampel tiram yang diambil

perairan di Amerika Serikat teridentifikasi positif gen tdh dan

Rekomendasi untuk Perbaikan Usaha Budidaya Udang

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa di atas maka perlu disusun

rekomendasi yang bertujuan untuk perbaikan usaha budidaya udang. Hasil

pengamatan dan analisis terhadap tingginya persentase keberadaan bakteri

patogen pada udang tambak baik tambak tradisional maupun intensif merupakan

cerminan masih rendahnya kesadaran petambak udang dalam penerapan cara

berbudidaya yang baik (Good Aquaculture Practice/GAP) terutama pada tambak

tradisional. V. parahaemolyticus merupakan bakteri alami yang hidup di air

Page 77: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

77  

  

payau, sehingga kemungkinan keberadaannya pada tambak udang cukup tinggi

karena penggunaan air payau selama pemeliharaan udang.

Tambak udang tradisional yang dijadikan sebagai tempat pengambilan

sampel, berdasarkan pengamatan di lapangan jauh dari praktek penerapan GAP.

Hal ini dapat dilihat dari tidak tersedianya tempat penampungan air sementara

sebelum dialirkan ke areal tambak sehingga air langsung masuk ke tambak tanpa

ada perlakuan untuk memenuhi persyaratan kualitas air. Hal ini menyebabkan

potensi keberadaan bakteri cukup besar termasuk V. parahaemolyticus. Selain itu

petambak juga jarang memperhatikan pengelolaan kualitas air, dimana ada

beberapa parameter penting seperti salinitas, pH, oksigen terlarut, kekeruhan yang

harus selalu terukur secara periodik kareana berdampak terhadap kualitas dan

kuantitas udang yang dihasilkan. Penerapan sistim aerasi pada lahan tambak

merupakan hal penting, dimana umumnya luas areal tambak tradisional berkisar

5000-10.000 m2 dan idealnya tambak tersebut ditempatkan aerator sekitar empat

unit. Tambak tradisional memiliki sistim yang statis dimana tidak ada penggantian

air tambak sampai waktu panen. Pemberian pakan alami selama periode

pemeliharaan udang memberikan peluang kontaminasi bakteri yang cukup besar.

Hasil pengamatan dan wawancara dengan petambak tradisional bahwa para

petambak membuat sendiri pakan udang dengan cara menghaluskan campuran

ikan-ikan rucah yang kemudian dijemur dan dibentuk seperti pelet. Kualitas ikan

yang rendah, kondisi sanitasi lingkungan dan higiene personal dalam pembuatan

pakan udang menjadi hal penting untuk menghasilkan kualitas pakan udang

yang baik.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan analisis identifikasi V.

parahaemolyticus jika dikaitkan dengan manajemen budidaya udang di tambak

udang tradisional dapat dilihat persentase frekuansi isolasi V. parahaemolyticus

dan deteksi patogenik bakteri tersebut lebih besar dibandingkan dengan tambak

intensif. Sehingga beberapa hal yang perlu direkomendasikan untuk perbaikan

usaha budidaya tambak udang sistim tradisional antara lain :

a. Penerapan manajemen kualitas air dengan memperhatikan parameter-

parameter kualitas air yang dipersyaratkan.

Page 78: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

78  

b. Tersedianya sarana kolam penampungan air sebelum air dialirkan ke tambak

yang bertujuan untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan yang

berasaldari air sumber seperti bakteri.

c. Penerapan sistim aerasi dan penggantian air tambak secara berkala selama

pemeliharaan sehingga cemaran seperti feses udang, sisa pakan dan juga biota

pengganggu dapat diminimalisir.

d. Pemberian pakan yang terjaga kualitasnya baik dari segi nutrisi maupun

sanitasi. Penggunaan pakan yang dibuat sendiri dapat dilakukan melalui

kontrol yang baik dari segi kualitas nutrisi maupun pembuatan pakan.

Sementara itu tambak intensif sudah cukup baik dalam penerapan cara

berbudidaya yang baik (GAP) namun peluang keberadaan V. parahaemolyticus

tetap ada karena bakteri ini merupakan flora normal di lingkungan perairan payau.

Hal ini perlu diantisipasi mengingat pada umumnya udang hasil budidaya tambak

intensif banyak diekspor ke luar negeri dimana V. parahaemolyticus merupakan

salah satu persyarata terhadap mutu udang dari negara pengimpor.

Page 79: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

79  

  

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Udang merupakan komoditas unggulan yang rentan terkontaminasi V.

parahaemolyticus patogenik. Identifikasi V. parahaemolyticus yang dilakukan

terhadap sampel udang di tambak tradisional dan intensif berturut-turut

menunjukkan hasil 50% dan 18.8% (n=32) positif V. parahaemolyticus.

Berdasarkan lokasi pengambilan sampel udang di tambak tradisional, besarnya

frekuensi V. parahaemolyticus berkisar 30-69%. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa frekuensi isolasi V. parahaemolyticus pada sampel udang di

tambak tradisional lebih tinggi dibandingkan tambak intensif.

Air merupakan faktor utama dalam usaha budidaya tambak, dimana

penggunaan air laut diduga merupakan sumber keberadaan bakteri V.

parahaemolyticus. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi keberadaan V.

parahaemolyticus terkait dengan sumber air antara lain suhu, salinitas, kekeruhan,

dan biota yang ada di lingkungan perairan tersebut. Perbedaan persentase V.

parahaemolyticus di tambak tradisional dan intensif diduga berkaitan dengan

penerapan pengelolaan kualitas air pada masing-masing tambak yang dapat

mempengaruhi keberadaan V. parahaemolyticus.

Galur V. parahaemolyticus tidak seluruhnya bersifat patogen. Konfirmasi

secara genetika galur V. parahaemolyticus patogenik berdasarkan gen penyandi

tdh dan trh pada sampel udang di tambak tradisional dan intensif berturut-turut

menunjukkan hasil sebesar 13/16 (81.3%) dan 3/6 (50%) adalah patogen

berdasarkan gen tdh, sedangkan 15/16 isolat (93.8%) dan 4/4 isolat (66.7%)

merupakan patogen berdasarkan gen trh. Sementara itu berdasarkan gen penyandi

tdh dan trh diketahui sebesar 14/22 isolat (63.6%) sampel udang baik di tambak

tradisional maupun intensif memiliki kedua gen tersebut (tdh+; trh+), sedangkan

sebanyak 2/22 isolat (9.1%) dan 5/22 isolat (22.7%) diketahui hanya memiliki

gen tdh (tdh+;trh-) atau trh (tdh-;trh) saja.

Page 80: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

80  

Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 43%

dan 11% (n=32) merupakan V. parahaemolyticus yang bersifat patogen. Hasil

penelitian ini melaporkan bahwa ditemukan V. parahaemolyticus patogenik pada

sampel udang baik di tambak tradisional maupun intensif. Hal ini diduga karena

budidaya tambak udang di Indonesia masih belum menerapkan cara berbudidaya

yang baik (Good Aquaculture Practises) secara optimal terutama dalam hal

penerapan manajemen kualitas air terutama untuk tambak tradisional.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi V.

parahaemolyticus patogenik pada produk perikanan berdasarkan karakterisasi

genotipik yang mengunakan primer spesifik gen penyandi V.

parahaemolyticus seperti gen tlh atau ToxR serta gen penyandi faktor

virulennya.  

2. Penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan V. parahaemolyticus patogenik

pada komoditas udang di rantai pengumpul maupun unit pengolahan sehingga

diperoleh data dan informasi yang lengkap untuk menyusun kajian resiko

keamanan pangan terhadap komoditas udang.  

3. Penyusunan rekomendasi tentang penerapan cara berbudidaya yang baik

(Good Aquaculture Practises) pada usaha budidaya tambak udang sehingga

diharapkan dapat mereduksi kontaminasi bakteri patogen yang dapat

menyebabkan kematian pada komoditas udang dan terkait dengan keamanan

pangan pada manusia.  

Page 81: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

81  

  

DAFTAR PUSTAKA

Ababouch L, Gandini G, Ryder J. 2005. Causes of Detentions and Rejections in International Fish Trade. FAO Fisheries Technical Paper 473. Food and Agriculture Organization of United Nations.

Alapide-Tendencia EV, Dureza LA. 1997. Isolation of Vibrio spp. from Penaeus

monodon ( Fabricius) with red disease syndrome. Aquaculture 154: 107-l 14.

Anderson MLA et al. Non-01 Vibrio cholerae septicemia: case report,

discussion of literature, and relevance to bioterorism. Diagn. Microbiol Infect Dis 49 (4): 295-297.

Ausubel FM et al. 1987. Current Protocols in Molecular Biology. New York-

Wiley. Balter S et al. 2006. Vibrio parahaemolyticus infections associated with

consumption of raw shellfish - three states, 2006. http://www.cdc.gov/epo/dphsi/phs/infdis.htm. Diakses 15 April 2010.

Barbieri E et al. 1999. Occurrence, diversity, and pathogenicity of halofilic

Vibrio spp. and non-O1 Vibrio cholerae from estuarine waters along the Italian Adriatic Coast. Appl. Environ. Microbiol 65: 2748– 2753.

Barker WH, Gangarosa EJ. 1974. Food poisoning due to Vibrio

parahaemolyticus. Ann. Rev. Med. 25:75-81. Baumann P, Schubert RHW. 1984. Family II. Vibrionaceae. Di dalam Krieg

NR, Holt JG. (Eds.), Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Williams & Wilkins Co., Baltimore, 516–550.

Badan Standardidasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNA 01-

2705.1-2006) : Udang Beku-Bagian 1: Spesifikasi. Badan Standardidasi Nasional.

Bej AK et al. 1999. Detection of total and hemolysin-producing Vibrio

parahaemolyticus in shellfish using multiplex PCR amplification of tl, tdh, and trh. Journal of Microbiology Methods 36: 215–225.

Bonang G, Lintong M, Santoso US. 1974. The isolation and suspectibility to various antimicrobial agents of Vibrio parahaemolyticus from acute gastroenteritis cases and from seafood in Jakarta. Didalam: Fujino T,

Page 82: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

82  

Sakaguchi G, Sakazaki R, dan Takeda Y, eds. International Symposium on Vibrio parahaemolyticus. Tokyo; Saikon 27-31.

Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogens: Mechanism and

Pathogenesis. Food Science Text Series. Springer.

Brown TA. 1992. Genetics: Molecular Approach, Second Edition. Chapman dan Hall, London.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 1999. Outbreak of Vibrio

parahaemolyticus infection associated with eating raw oysters and clams harvested from Long Island Sound—Connecticut, New Jersey and New York, 1998. Morb. Mortal. Wkly. Rep. 48: 48–51.

Chilek TZT. 2006. Prevalence and molecular characteristic of Vibrio

parahaemolyticus isolated from cultured tiger prawns (Penaeus monodon) from Malacca [thesis]. University Putra Malaysia.

Chiou C-S, Hsu S-Y, Chiu S-I, Wang T-K, Chao C-S. 2000. Vibrio

parahaemolyticus serovar O3:K6 as cause of unusually high incidence of food-borne disease outbreaks in Taiwan from 1996 to 1999. J of Clinical Microbiol 38 (12): 4621–4625.

Chitov T, Wongdao S, Thatum W, Puprae T, Sisuwan P. 2009. Occurrence of

potentially pathogenic Vibrio species in raw, processed, and ready to eat seafood and seafood products. Maejo Int. J. Sci. Technol 3(01): 88-98.

Cook DW et al. 2002. Vibrio vulnificus and Vibrio parahaemolyticus in U.S. retail shell oysters: A national survey from June 1998 to July 1999.

J. Food Prot 65: 79-87. Cordova JL, Astorga J, Silva W, Riquelme C. 2002. Characterization by PCR of

Vibrio parahaemolyticus isolates collected during the 1997-1998 Chileanoutbreak. Biol Res. 35: 443-440.

Daniels NA et al. 2000. Vibrio parahaemolyticus infections in the United States,

1973–1998. Journal of Infectious Diseases 81:1661–1666. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Laporan Sidang Global Shrimp Outlook 2003. Mexico, 3-6 November 2003.

DePaola A, Hopkin LH, Peeler JT, Wentz B, McPhearson RM. 1990. Incidence of Vibrio parahaemolyticus in US Coastal Waters and Oysters. Appl. Environ. Microbiol 56: 2299–2302.

DePaola A, Kaysner CA, Bowers JC, Cook DW. 2000. Environmental

investigations of Vibrio parahaemolyticus in oysters following outbreaks

Page 83: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

83  

  

in Washington, Texas, and New York (1997 and 1998). Appl. Environ. Microbiol. 66:4649–4654.

DePaola A, Nordstrom JL, Bowers JC, Wells JG, Cook DW. 2003a. Seasonal

Abundance of Total and Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Alabama Oysters. Appl. Environ. Microbiol 69 (3): 1521-1526.

DePaola A et al. 2003b. Molecular, serological, and virulence characteristics of

Vibrio parahaemolyticus isolated from environmental, food, and clinical sources in North America and Asia. Appl. Environ. Microbiol 69: 3999–4005.

Dewanti-Hariyadi R, Suliantari, Nuraida L, Fardiaz S. 2002. Determination of contamination profiles of human bacterial pathogens in shrimp obtained from Java, Indonesia. Di dalam Determination of Human Pathogen Profiles in Food by Quality Assured Microbial Assays. Proceedings of a Final Research Coordination Meeting held in Mexico City, Mexico, 22– 26 July 2002. Mexico: IAEA-Tecdoc-1431. Dileep V et al. 2003. Application of polymerase chain reaction for detection of

Vibrio parahaemolyticus associated with tropical seafoods and coastal environment. Letters in Applied Microbiology 36: 423–427.

Direkbusaram S, Yoshimizu M, Ezura Y, Ruangpan L, Danayadol Y. 1998.

Vibrio spp., the dominant flora in shrimp hatchery against some fish pathogenic viruses. Short Communication. Journal of Marine Biotechnology 6:266-267.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan-KKP. 2010. Rekapitulasi penolakan kasus RAS 2005-2009. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dobosh D, Gomez-Zavaglia A, Kuljich A. 1995. The role of food in cholera transmission. Medicina 55:28-32. Duan J, Su Y-C. 2005. Occurrence of Vibrio parahaemolyticus in two Oregon oyster-growing Bays. J. Food Sci. 70: 58–63. Feldhusen F. 2000. The role of seafood in bacterial foodborne diseases. Microbes and Infection 2 (13): 1651–1660. Fratamico PM, Bhunia AK, Smith JL. 2005. A Vibrio Species Foodborne

Pathogens Microbiology an Molecular Biology. Goarant C, Merien F, Berthe F, Mermoud I, Perolat P. 1999. Arbitrarily primed

PCR to type Vibrio spp. pathogenic for shrimp. Appl. Environ. Microbiol 65:1145–1151.

Page 84: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

84  

Gooch JA, DePaola A, Bowers J, Marshall DL. 2002. Growth and survival of Vibrio parahaemolyticus in postharvest American oysters. J. Food Prot 65: 970–974.

Gopal S et al. 2005. The occurrence of Vibrio species in tropical shrimp culture

environments; implications for food safety. Int. J. Food Microbiol 102: 151-159.

Hackney CR, Dicharry A. 1988. Seafood-borne bacterial pathogens of marine

origin. Food Technology 42: 104–109. Hara-Kudo Y et al. 2003. Prevalence of Pandemic Thermostable Direct

Hemolysin-Producing Vibrio parahaemolyticus O3:K6 in Seafood and the Coastal Environment in Japan. Appl. Environ. Microbiol 69 (7): 3883–3891.

Hida T, Yamamoto K. 1990. Cloning and expression of two genes encoding

highly homologous hemolysins from a Kanagawa-phenomenon-positive Vibrio parahaemolyticus T4750 strain. Gene 93:9–15.

Honda S et al. 1987. Gastroenteritis due to Kanagawa negative Vibrio

parahaemolyticus. Lanceti. 331–332. Honda T, Ni Y, Miwatani T. 1988. Purification and characterization of a

hemolysin produced by a clinical isolates of Kanagawa phenomenon-negative Vibrio parahaemolyticus and related to the thermostable direct hemolysin. Infect. Immun. 56: 961–965.

Honda T, Abad-Lapuebla MA, Ni Y, Yamamoto K, Miwatani T. 1991.

Characterization of a new thermostable direct haemolysin produced by a Kanagawa-phenomenon negative clinical isolate of Vibrio parahaemolyticus. J. Gen. Microbiol 137: 253–259.

Honda S, Matsumoto S, Miwatani T, Honda T. 1992. A survey of urease-positive

Vibrio parahaemolyticus strains isolated from traveller’s diarrhea, sea water and imported frozen sea foods. Eur. J. Epidemiol. 8:861–864.

Honda T, Iida T. 1993. The pathogenicity of Vibrio parahaemolyticus and the role

of the thermostable direct haemolysin and related haemolysins. Rev Med Microbiol 4: 106–113.

Holt JG, Krieg NR. 1984. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology

Volume 1. Williams and Wilkins. Baltimore/London. Iida T et al. 1997. Evidence for genetic linkage between the ure and trh genes in

Vibrio parahaemolyticus. J Med Microbiol 46: 639-645.

Page 85: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

85  

  

Jaesawang D. 2005. Detection of Vibrio parahaemolyticus hemolysin genes in frozen shrimps using multiplex polymerase chain reaction [thesis]. Major in Infectious Diseases, Faculty of Graduate Studies, Mahidol University.

Jannasch HW. 1967. Growth of marine bacteria at limiting concentrations of

organic carbon in seawater. Limnology and Oceanography 12: 264–271. Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Foodborne Gastroenteritis caused by

Vibrio, Yersinia, and Camplylobacter Species, Chapter 28. Modern Food Micribiology 7th eds. Food Science Text Series.

Jiravanichpaisal P, Miyazaki T. 1995. Comparative histopathology of vibriosis in black tiger shrimp, Penaeus monodon. Didalam: Shariff M, Subasinghe RP, Arthur JR (Eds.). Diseases in Asian Aquaculture II. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines, 123– 130. Joseph SW, Colwell RR, Kaper JB. 1982. Vibrio parahaemolyticus and related

halophilic Vibrios . CRC Critical Reviews in Microbiology 10: 77-124. Kaneko T, Colwell RR. 1973. Ecology of Vibrio parahaemolyticus in Chesapeake Bay. J. Bacteriol 113: 24–32. Kaper JB, Campen RK, Seidler RJ, Baldini MM, Falkow S. 1984. Cloning of the

thermostabledirect or Kanagawa phenomenon-associated hemolysin of Vibrio parahaemolyticus. Infect Immun 45:290–2.

Kaper JB, Morris Jr. JG, Levine MM. 1995. Cholera. Clin. Microbiol. Rev. 8:48-86. Karunasagar I, Nayak BB, Karunasagar I. 1997. Rapid detection of Vibrio

parahaemolyticus from fish by polymerase chain reaction (PCR). Di dalam: Flegel, T.W., MacRae, I.H. (Eds.), Diseases in Asian Aquaculture III. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, 119– 122.

Kaufman GE, Myers ML, Pass CL, Bej AK, Kaysner CA. 2002. Molecular

analysis of Vibrio parahaemolyticus isolated from human patients and shellfish during US Pacific north-west outbreaks. Letters in Applied Microbiology 34: 155-161.

Kaysner CA, Abeyta Jr C, Stott RF, Lilja JL, Wekell MM. 1990. Incidence of

urea-hydrolyzing Vibrio parahaemolyticus in Willapa Bay, Washington. Appl. Environ. Microbiol. 56:904–907.

Kaysner CA. 2000. Vibrio species. Di dalam The Microbilogical Safety and

Quality of Food (Vol. II). Lund., B.M., T.C. Baird-Parker dan G.W. Gould (Ed). Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, MD, 336-1362.

Page 86: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

86  

Kaysner CA, DePaola A. 2000. Outbreaks of Vibrio parahaemolyticus gastroenteritis from raw oyster consumption: Assessing the risk of consumption and genetic methods for detection of pathogenic strains. J. Shellfish Res. 19: 657.

Kaysner CA, DePaola A. 2004. Bacteriological Analytical Manual Chapter 9. Vibrio. Bacteriological Analytical Manual, 8thed. 2001. U.S. Food and Drug Administration. Arlington, VA: Association of Official Analytical Chemists. Kelly MT, Stroh EMD. 1988. Temporal Relationship of Vibrio parahaemolyticus

in patients and the environment. J. Clin. Microbiol. 26 (9): 1754-1756. Kelly MT, Stroh EMD. 1989. Urease-positive, Kanagawa-negative Vibrio parahaemolyticus from patients and the environment in the Pacific Northwest. J. Clin. Microbiol. 27:2820–2822. Komarawidjaja W, Garno YS. 2003. Pengaruh pemanfaatan teknologi bioremediasi terhadap perbaikan kualitas air budidaya. Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, I: 412 – 417. Lake R, Hudson A, Cressey P. 2003. Risk Profile: Vibrio parahaemolyticus in Seafood. Institute of Environmental Science & Research Limited Christchurch Science Centre. Lavilla-Pitogo CR. 1995. Bacterial diseases of penaeid shrimps: An Asian view. Di dalam Shariff M, Subasinghe RP, Arthur JR (Eds.). Diseases in Asian Aquaculture II. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines, 107– 121. Levin RE. 2009. Rapid Detection and Characterization of Foodborne Pathogens

by Molecular Techniques. CRC Press. Levine, W. C., P. M. Griffin, Gulf Coast Vibrio Work Group. 1993. Vibrio

infections on the Gulf Coast: results of first year of regional surveillance. J. Infect.Dis. 167:479-483.

Lightner DV. 1993. Diseases of cultured penaeid shrimps. Di dalam Mc Vey JP (Eds.). CRC Handbook of Mariculture, 2nd ed., CRC Press, Boca Raton, 393– 486. Liston J. 1990. Microbial hazards of seafood consumption. Food Technol. 44: 56–62. Liu C.H, Chen JC. 2004. Effect of ammonia on the immune response of white

shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish Shellfish Immunol 16: 321–334.

Page 87: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

87  

  

Lozano-Leon A, Torres J, Osorio CR, Martinez-Urtaza J. 2003. Identification of tdh-positive Vibrio parahaemolyticus from an outbreak associated with raw oyster consumption in Spain. FEMS Microbiology Letters. 226: 281-284.

Makino K et al. 2003. Genome sequence of Vibrio parahaemolyticus: A

pathogenic mechanism distinct from that of V. cholerae. Lancet 361: 743-749.

Marlina et al. 2007. Detection of tdh and trh genes in Vibrio parahaemolyticus

isolated from Corbicula moltkiana prime in West Sumatera, Indonesia. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 38 (2): 349-355.

Martinez-Urtaza J et al. 2004. Characterization of pathogenic Vibrio parahaemolyticus isolates from clinical sources in Spain and comparison ith Asian and North American pandemic isolates. Journal of Clinical Microbiology 42 (10): 4672–4678.

Martinez-Urtaza J et al. 2008. Environmental determinants of the occurrence and distribution of Vibrio parahaemolyticus in the rias of Galicia,Spain. Appl. Environ. Microbiol. 74:265–274.

Miyamoto Y et al. 1969. In vitro hemolytic characteristic of Vibrio

parahaemolyticus: Its close correlation with human pathogenicity. J Bacteriol 100: 1147-1149.

Miyamoto Y et al. 1980. Simplified purification and biophysicochemical

characteristics of Kanagawa-associated hemolysin of Vibrio parahaemolyticus. Infect. Immun 23: 567-576.

Mohammad AR, Hashim JK, Gunasalam J, Radu S. 2005. Microbiological risk

assessment: Risk Assessment of Vibrio parahaemolyticus in Black Tiger Prawn (Penaeus monodon). Technical report, Ministry of Health Malaysia.

Nakaguchi Y, Okuda J, Iida T, Nishibuchi M. 2003. The urease gene cluster of

Vibrio parahaemolyticus does not influence the expression of the thermostable direct hemolysin gene or the TDH-related hemolysin gene. Microbiol Immuno. 47: 233-239.

Nakasone N, Iwanaga M. 1990. Pili of a Vibrio parahaemolyticus strain as a

possible colonization factor. Infect Immn 58: 61-69. Nishibuchi M, Kaper JB. 1985. Nucleotide sequence of the thermostable direct

hemolysin gene of Vibrio parahaemolyticus. J. Bacteriol 162: 558–564.

Page 88: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

88  

Nishibuchi M, Kaper JB. 1990. Duplication and variation of thermostable direct haemolysin (tdh) gene in Vibrio parahaemolyticus. Mol. Microbiol 4:87–99.

Nishibuchi M, Kaper JB. 1995. Minireview. Thermostable direct hemolysin gene

of Vibrio parahaemolyticus: a virulence gene acquired by a marine bacterium. Infect. Immun 63: 2093–2099.

Okuda J, Ishibashi M, Abbott SL, Janda JM, Nishibuchi M. 1997. Analysis of the

thermostable direct hemolysin (tdh) gene and the tdh-related hemolysin (trh) genes in urease-positive strains of Vibrio parahaemolyticus isolated on the west coast of the United States. J Clin Microbiol 35: 1965-1971.

Okuda J et al. 1997. Emergence of a unique O3:K6 clone of Vibrio

parahaemolyticus in Calcutta, India, and isolation of strains from the same clonal group from Southeast Asian travelers arriving in Japan. J. Clin. Microbiol. 35: 3150–3155.

Osawa R, Okitsu T, Morozumi H, Yamai S. 1996. Occurrence of urease-positive

Vibrio parahaemolyticus in Kanagawa, Japan, with specific reference to presence of thermostable direct hemolysin (TDH) and the TDH-related hemolysin genes. Appl Environ Microbiol 62: 725-727.

Pace J, Chai T. 1989. Comparison of Vibrio parahaemolyticus grown in

estuarine water and rich medium. Appl. Environ. Microbiol 55: 1877–1887.

Pan et al. 1996. Foodborne disease outbreaks in Taiwan, 1994. J. Formos Med

Assoc 5: 417-420. Pan TM, Wang TK, Lee CL, Chien SW, Hong CB. 1997. Foodborne disease

outbreaks due to bacteria in Taiwan, 1986 to 1995. J. Clin Microbiol 35: 1260-1262.

Park KS et al. 2000. Genetic characterization of DNA region containing the trh

and ure genes of Vibrio parahaemolyticus. Infect Immun 68: 5742-5748. Parveen S et al. 2008. Seasonal distribution of total and pathogenic Vibrio

parahaemolyticus in Chesapeake Bay oysters and waters. Int. J. Food Microbiol 128: 354-361.

Pfeffer CS, Hite FM, Oliver JD. 2003. Ecology of Vibrio vulnificus in

estuarine waters of Eastern North Carolina. Appl. Environ. Microbiol 69:3526–3531.

Phayakvichien S, Chumgasamanukool L, Supawatana K, Ramrisi S. 1990. Study

on enumeration of Vibrio parahaemolyticus in frozen seafood products by MPN method. Food 1: 18-34.

Page 89: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

89  

  

Pinto AD, Ciccarese G, Corato RD, Novello L, Terio V. 2008. Detection of

pathogenic Vibrio parahaemolyticus in southern Italian shellfish. Food Control 19: 1037–1041.

Popovic T, Olsvik O, Blake PA, Wachsmuth K. 1993. Cholera in the Americas: Foodborne aspects. J. Food Protect 56:811-821. Pusat Data, Statistik, dan Informasi-Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009.

Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Raghunath P, Karunasagar I, Karunasagar I. 2009. Improved isolation and

detection of pathogenic Vibrio parahaemolyticus from seafood using a new enrichment broth: Short Communication. Int. J. Food Microbiol 129: 200–203.

Robert-Pillot A, Guenole A, Lesne J, Delesmont R, Fournier JM, Quilici ML.

2004. Occurrence of the tdh and trh genes in Vibrio parahaemolyticus isolates from waters and raw shellfish collected in two French Coastal areas and from seafood imported into France. Int. J. Food Microbiol 91: 319–325.

Ronald GL, Santos G. 2001. Guide to foodborne pathogens. Di dalam Ronald GL

and Santos, G. (Eds), p. 228 – 234. New York: John Wiley and Sons, Inc. Rosec JP, Simon M, Causse V, Boudjemaa M. 2009. Detection of total and

pathogenic Vibrio parahaemolyticus in shellfish: Comparison of PCR protocols using pR72H or toxR targets with a culture method. Int. J. Food Microbiol 129: 136–145

Roszak DB, Colwell RR. 1987. Survival strategies in the natural environment.

Microbiology and Molecular Biology Reviews 51: 365–379. Sakazaki R, Iwanami S, Fukumi H. 1963. Studies on the enteropathogenic,

facultatively halophilic bacteria, Vibrio parahaemolyticus. I. Morphological, cultural and biochemical properties and its taxonomic position. Jpn. J. Med. Sci. Biol. 16:161-188.

Sakazaki R et al. 1968. Studies on the enteropathogenic, facultatively halophilic

bacteria, Vibrio parahaemolyticus III. Enteropathogenicity. Japan. J Med Sci Biol 21: 325–331.

Sambrook J, Fritsch, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning. A Laboratory

Manual. 2nd eds. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Shirai H et al. 1990. Molecular epidemiologic evidence for association of

thermostable direct hemolysin (TDH) and TDH-related hemolysin of

Page 90: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

90  

Vibrio parahaemolyticus with gastroenteritis. Infect. Immun 58: 3568–3573.

Su YC, Liu C. 2007. Vibrio parahaemolyticus: A concern of seafood safety. Food Microbiology 24: 549–558. Sujeewa AKW, Norrakiah AS, Laina M. 2009. Prevalence of toxic genes of

Vibrio parahaemolyticus in shrimps (Penaeus monodon) and culture environment. Int. Food Research Journal 16: 89-95.

Suthienkul O et al. 1995. Urease production correlates with possession of the trh

gene in Vibrio parahaemolyticus strains isolated in Thailand. J. Infect. Dis. 172:1405–1408.

Tada J et al. 1992. Detection of the thermostable direct hemolysin gene (tdh) and

the thermostable direct hemolysin-related hemolysin gene (trh) of Vibrio parahaemolyticus by polymerase chain reaction. Mol. Cell. Probes, 6:477–487.

Tjaniadi P et al. 2003. Antimicrobial resistance of bacterial pathogens associated

with diarrheal patient in Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg 68 (6): 666–670.

Tuyet DT et al. 2002. Clinical, epidemiological, and socioeconomic analysis of

an outbreak of Vibrio parahaemolyticus in Khanh Hoa Province, Vitenam. J. Infect. Dis. 186:1615-1620.

US Food and Drug Administration (FDA), 1998. Bacteriological Analytical

Manual Online. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-toc.html, Diakses Maret 2010.

US Food and Drug Administration (FDA), 2005. Quantitative risk assessment on the public health impact of pathogenic Vibrio parahaemolyticus in raw oysters. http://www.cfsan. fda.gov/~dms/vpra-toc.htmlS, Diakses Maret 2010. Vandenberghe J, Thompson FL, Gomez-Gill B, Swings J. 2003. Phenotypic diversity amongst Vibrio isolates from marine aquaculture systems. Aquaculture 219:9-20. Vuddhakul V et al. 2000. Isolation of a Pandemic O3:K6 Clone of a Vibrio

parahaemolyticus strain from environmental and clinical sources in Thailand. Appl Environ Microbiol 66: 2685–2689.

Watkins WD, Cabelli VJ. 1985. Effect of fecal pollutionon Vibrio

parahaemolyticus densities in an estuarine environment. Appl Environ. Microbiol 49: 1307-1313.

Page 91: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

91  

  

Williams L, LaRock P. 1985. Temporal Occurrence of Vibrio Species and Aeromonas hydrophila in Estuarine Sediments. Appl. Environ. Microbiol 50:1490–1495.

Wong HC, Shieh WR, Lee YS. 1993. Toxigenic characterization of Vibrios

isolated from foods available in Taiwan. Journal of Food Protection 56: 980-982.

Wong HC, Chen MC, Liu SH, Liu DP. 1999. Incidence of highly genetically

diversified Vibrio parahaemolyticus in seafood imported from Asian countries. Int. J. Food Microbiol 52: 181–188.

Yamamoto T, Yokota T. 1989. Adherence targets of Vibrio parahaemolyticus in human small intestines. Infect Immu 57: 2410-2419. Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction: Panduan eksperimen PCR untuk memecahkan masalah biologi terkini. Penerbit ANDI-Yogyakarta. Zimmerman AM et al. 2007. Variability of total and pathogenic Vibrio

parahaemolyticus densities in northern Gulf of Mexico water and oysters. Appl. Environ. Microbiol 73:7589–7596.

Zulkifli Y et al. 2009. Identification of Vibrio parahaemolyticus isolates by PCR

targeted to the toxR gene and detection of virulence genes. International Food Research Journal 16: 289-296 (2009)

Page 92: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

92  

LAMPIRAN

Page 93: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

93  

  

Lampiran 1. Hasil isolasi V. parahaemolyticus dari udang tambak tradisional

Pertumbuhan pada media pengkayaan dan isolasi No Tambak Sampel

ke- Kode sampelASPW TCBS

Tr A1 + + 1 Tr A2 + + Tr B1 + + 2 Tr B2 + + Tr C1 + + 3 Tr C2 + + Tr D1 + + 4 Tr D2 + + Tr E1 + +

1 Cangkring

5 Tr E2 + + Tr F1 + + 2 Cantigi

Kulon 6 Tr F2 + + Tr G1 + + 7 Tr G2 + + Tr H1 + + 3 Cantigi

Wetan 8 Tr H2 + +

Tr I1 + + 9 Tr I2 + + Tr J1 + + 10 Tr J2 + + Tr K1 + + 11 Tr K2 + + Tr L1 + + 12 Tr L2 + + Tr M1 + + 13 Tr M2 + + Tr N1 + + 14 Tr N2 + + Tr O1 + + 15 Tr O2 + + Tr P1 + +

4 Lamaran Tarung

16 Tr P2 + +

Page 94: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

94  

Lampiran 2. Hasil isolasi V. parahaemolyticus dari udang tambak intensif

Pertumbuhan pada media pengkayaan dan isolasi Tambak Sampel

ke- Kode Sampel ASPW TCBS

Int A1 + + 1

Int A2 + + Int B1 + +

2 Int B2 + + Int C1 + +

3 Int C2 + + Int D1 + + 4 Int D2 + + Int E1 + -

5 Int E2 + - Int F1 + +

6 Int F2 + - Int G1 + +

7 Int G2 + + Int H1 + +

8 Int H2 + + Int I1 + +

9 Int I2 + +

10 Int J1 + + Int J2 + +

11 Int K1 + + Int K2 + +

12 Int L1 + + Int L2 + +

13 Int M1 + - Int M2 + +

14 Int N1 + + Int N2 + +

15 Int O1 + + Int O2 + +

16 Int P1 + +

Patrol

Int P2 + +

Page 95: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

95  

  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API

20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM

Tambak tradisional

1. Isolat Tr A1

2. Isolat Tr B2

3. Isolat Tr C2

Page 96: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

96  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API

20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Tr F2

Isolat Tr G1

Isolat Tr I1

Page 97: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

97  

  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API 20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Tr J1

Isolat Tr K1

Isolat Tr K2

Page 98: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

98  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API

20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Tr L1

Isolat Tr M1

Isolat Tr N2

Page 99: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

99  

  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API

20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Tr O1

Isolat Tr O2

Isolat Tr P1

Page 100: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

100  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API

20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Tr P2

Tambak intensif

Isolat Int B1

Isolat Int B2

Page 101: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

101  

  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API 20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Int C1

Isolat Int C2

Isolat Int G2(-2)

Page 102: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

102  

Lampiran 3. Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahaemolyticus dengan API 20E yang dianalisis menggunakan apiwebTM (lanjutan)

Isolat Int O1

Page 103: Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik ... · 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the

103  

  

Lampiran 4. Kemurnian dan konsentrasi DNA genom V. parahaemolyticus

Kode sampel OD 260 OD 280 Kemurniana [DNA]µg/µLb Tambak tradisional Tr A1 0.0330 0.0254 1.2992 0.2475 Tr B2 0.1057 0.0546 1.9359 0.7928 Tr C2 0.0835 0.0420 1.9881 0.6263 Tr F2 0.1339 0.0673 1.9896 1.0043 Tr G1 0.0325 0.0176 1.8466 0.2438 Tr I1 0.1001 0.0515 1.9437 0.7508 Tr J1 0.3201 0.1550 2.0652 2.4008 Tr K1 0.1080 0.0541 1.9963 0.8100 Tr K2 0.2043 0.1112 1.8372 1.5323 Tr L1 0.0461 0.0273 1.6886 0.3458 Tr M1 0.1222 0.0632 1.9335 0.9165 Tr N2 0.0475 0.0261 1.8199 0.3563 Tr O1 0.0851 0.0431 1.9745 0.6383 Tr O2 0.0082 0.0088 0.9318 0.0615 Tr P1 0.0060 0.0060 1.0000 0.0450 Tr P2 0.0100 0.0088 1.1364 0.0750 Tambak intensif Int B1 0.1171 0.0623 1.8796 0.8783 Int B2 0.0823 0.0431 1.9095 0.6173 Int C1 0.0156 0.0114 1.3684 0.1170 Int C2 0.0825 0.0464 1.7780 0.6188 C2(-3) 0.0483 0.0298 1.6208 0.3623 Int G2(-2) 0.0748 0.0465 1.6086 0.5610 Int O1 0.4971 0.2588 1.9208 3.7283 Kontrol positif TDH (ATCC 43996) 0.0527 0.0311 1.6945 0.3953 TRH (AQ4307) 0.0214 0.0132 1.6212 0.1605 a Kemurnian DNA dihitung berdasarkan rasio OD 260/OD 280 b Konsentrasi DNA dihitung berdasarkan rumus : [DNA] = OD 260 X 50 X FP FP : faktor pengenceran : 100X