isi

Upload: ciptadi-iqbal

Post on 12-Jul-2015

55 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A.

Sejarah Konsep Skizofrenia Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai skizofrenia,

untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai "demence precoce" atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler, seorang dokter berkebangsaan Belgia pada tahun 1860. Konsep yang lebih jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin, seorang psikiatri Jerman pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengan istilah "dementia praecox". Istilah dementia praecox berasal dari bahasa Latin "dementis" dan "precocius", mengacu pada situasi dimana seseorang mengalami kehilangan atau kerusakan kemampuan-kemampuan mentalnya sejak dini. Menurut Kraepelin, "dementia praecox" merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh. Dementia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang "dementia precox" ini meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.1 Eugen Bleuler, seorang psikiater Swiss, memperkenalkan istilah skizofrenia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani schitos artinya terbelah, terpecah, dan phren artinya pikiran. Secara harafiah, skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola perilaku,

1

yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya.1 Bleuler meyakini bahwa skizofrenia dapat dikenali berdasarkan empat ciri atau gejala primer yang dikenal dengan istilah empat A:1,2,31. Asosiasi. Hubungan antara pikiran-pikiran menjadi terganggu seperti

gangguan pikiran atau asosiasi longgar (ide saling terangkai dengan sedikit atau tanpa hubungan antara hal tersebut dan tampaknya pembicara tidak menyadari ketiadaan hubungan tersebut). Pembicaraan orang tersebut bagi orang lain tampak seperti ngelantur dan membingungkan. 2. Afek. Afek atau respon emosional, menjadi datar atau tidak sesuai. Individu mungkin menunjukkan hilangnya respon terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan atau tertawa terbahak-bahak setelah mendengar anggota keluarga atau teman meninggal dunia. 3. Ambivalensi. Orang yang menderita skizofrenia memiliki perasaan ambivalen atau konflik terhadap orang lain, seperti mencintai dan membenci mereka pada saat yang sama. 4. Autisme. Merupakan istilah yang menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak terikat oleh prinsip-prinsip logika.

Teori lain mengenai Skizofrenia yang dikemukakan Kurt Schneider meyakini bahwa kriteria dari Bleuler (empat A) terlalu samar untuk tujuan diagnosis dan kriteria itu gagal untuk membedakan secara adekuat antara

2

skizofrenia dengan gangguan lainnya. Kontribusi Schnider yang paling penting adalah membedakan ciri-ciri skizofrenia yang diyakininya sebagai inti untuk diagnosis yang disebut gejala tingkat pertama (first-rank symptoms) dan gejala tingkat kedua (second-rank symptom) yang diyakininya tidak hanya ditemukan pada skizofrenia, namun juga pada gangguan psikosis lain dan pada beberapa gangguan non-psikosis, seperti gangguan kepribadian.2,3 PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) menempatkan skizofrenia pada kode F20. Skizofrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional. Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang non organis sifatnya, hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan mal adjustment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan dunia luar, bahkan sering terputus sama sekali dengan realitas hidup; lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial. Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan atau mengancam keselamatan orang lain dan dirinya sendiri, yang secara hukum disebut gila.1 Skizofrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik (psikotik) yang menjadi beban utama pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda sampai sekarang. Mengapa menjadi beban? Karena cirri pokok keruntuhan fungsi peran dan pekerjaan, sehingga penderita menjadi tidak produktif dan harus ditanggung hidupnya selamanya oleh sanak keluarga, masyarakat, atau pemerintah.1

3

B.

Biografi Kurt Schneider Kurt Schneider (7 Januari 1887-27 Oktober 1967) adalah seorang psikiater

Jerman yang dikenal sebagian besar dalam tulisannya yang banyak membahas mengenai diagnosis dan pemahaman skizofrenia.2,3

Gambar 1. Kurt Schneider

Schneider lahir di Crailsheim, Kerajaan Wrttemberg, dan belajar kedokteran di Berlin dan Tbingen. Ia dilatih untuk dinas militer dalam Perang Dunia I dan kemudian memperoleh kualifikasi pascasarjana dalam psikiatri. Pada tahun 1931 ia menjadi direktur Psychiatric Research Institute di Munich, yang sebelumnya didirikan oleh Emil Kraepelin. Ketidaksukaannya terhadap

perkembangan of psychiatric eugenics yang dilakukan oleh Partai Nazi, Scheneider meninggalkan institute tersebut dan mengabdi sebagai dokter selama Perang Dunia ke II. Setelah perang tersebut, rezim anti-Nazi ditunjuk untuk membangun kembali institusi medical Jerman dan Schneider diberikan jabatan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Heidelberg. Scheneider pensiun pada tahun 1955. Schenider menaruh perhatiannya pada perbaikan metode

4

diagnosis dalam psikiatri. Seperti Karl Jaspers, ia mencoba membuat diagnosis berdasarkan bentuk kelainan, daripada tanda dan gejala dari kelainan tersebut.2,3

5

BAB II ISI

A.

Kriteria Skizofrenia Menurut Kurt Schneider Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo yang artinya retak atau

pecah (split), dan frenia yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Hawari, 2003 ).1 Skizofrenia merupakan kumpulan gejala klinis yang bervariasi namun sangat menggangu, psikopatologi yang melibatkan kognitif, emosi, persepsi, dan aspek lain dari tingkah laku. Manifestasi yang terlihat sangat bervariasi pada tiap pasien, tetapi efek penyakit tersebut selalu berat dan biasanya berlangsung lama. Gangguan biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun dan bias berlangsung seumur hidup serta merusak semua tingkatan sosial manusia. Baik pasien maupun keluarganya sering mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan bahkan dikucilkan dari masyarakat dikarenakan ketidaktahuan tentang penyakit secara luas. Walaupun skizofrenia dianggap sebagai suatu penyakit yang berdiri sendiri, tetapi masih memungkinkan adanya keterlibatan berbagai gangguan dengan penyebab yang bervariasi, dan itu termasuk penderita dengan tampilan klinis penyakit, respon terapi dan tentu saja berbagai penyakit yang mendasarinya.4,5 Schenider menaruh perhatiannya pada perbaikan metode diagnosis dalam psikiatri. Schneider menyumbang gambaran gejala tingkat pertama atau firstrank symptoms dengan menekankan ketidak spesifik dari skizofrenia juga tidak

6

kaku untuk digunakan tetapi sangat membantu dalam membuat diagnosis. Dia menekankan pada pasien yang tidak menunjukkan first-rank symptoms, gangguan dapat ditegakkan secara khusus berdasarkan second-rank symptoms dan tampilan klinis khas. Klinisi sering mengabaikan peringatan dan terkadang tidak melihat first-rank symptoms selama pemeriksaan dengan hanya melihat bahwa seseorang tersebut tidak pernah diketahui menderita skizofrenia.4 Kurt Schneider menambahkan keterangan terhadap pengalaman yang tidak normal yang membentuk "first-rank symptoms". Dia mempertimbangkan gejala utama tersebut sebagai patognomonis dari skizofrenia, dimana tidak memiliki keterikatan dengan keadaan lain ataupun penyebab organik. Pengalaman tidak normal lainnya dapat dimasukkan ke dalam diagnosis yang disebut "second-rank symptoms. Sebuah diagnosis skizofrenia juga dapat ditentukan ketika hanya gejala dari second-rank yang terlihat. Ada atau tidak adanya gejala utama atau tambahan tidak akan membawa perubahan teori atau prognosis yang signifikan.4,5 Gejala Tingkat Pertama (Schneiderian First-Rank Symptoms) Kurt Schneider lebih memusatkan perhatian untuk membedakan antara skizofrenia dari bentuk-bentuk psikosis lainnya, dengan daftar gejala psikotik yang khas terutama skizofrenia. Ini telah menjadi dikenal sebagai Schneiderian First-Rank Symptoms atau simply, gejala tingkat pertama.

7

Kriteria Kurt Schneider untuk Skizofrenia 1. Gejala tingkat pertama a. b. c. d. Pikiran yang dapat didengar Mendengan suara perdebatan atau diskusi Mendengar suara komentar Pengalaman somatik pasif

e. Pikiran atau pengalaman yang mempengaruhi pikiran untuk menarik diri. Dalam psikiatri, pikiran untuk menarik diri adalah khayalan pikiranpikiran yang telah "dibawa keluar" dari pikiran pasien. Pasien mungkin mengalami istirahat dalam arus pikiran mereka percaya bahwa pikiran yang hilang telah ditarik dari pikiran mereka oleh beberapa agen di luar. Khayalan ini adalah salah satu gejala tingkat pertama skizofrenia Schneider. f. Penyiaran pikiran. Dalam psikiatri, penyiaran pikiran adalah khayalan yang satu ini mampu "memasukkan" pikiran ke pikiran individu lain, atau bahwa orang lain dapat melihat mereka (telepati); misalnya bahwa salah satu pikiran yang sedang dikirim dari satu pikiran dan disiarkan kepada semua orang. Ini adalah salah satu peringkat erdasarkpertama gejala skizofrenia. g. h. Pengalaman Persepsi delusional lain yang mempengaruhi kehendak dan membuat

rangsangan (penyisipan pikiran). Dalam psikiatri, penyisipan pikiran adalah khayalan pikiran-pikiran yang sedang dimasukkan ke dalam satu

8

pikiran oleh orang lain. Ini merupakan gejala psikosis yang terjadi pada kebanyakan gangguan mental dan kondisi lain. Penyisipan pikir an bersama siaran, pikiran untuk menarik diri, serta gejala tingkat pertama lainnya adalah gejala utama. Secara ringkas gejala tingkat pertama dapat disingkat menjadi ABCD: Auditory hallucinations, Broadcasting of thought, Controlled thought (delusions of control), Delusional perception 1. Thought echo, thought insertion atau withdrawal, dan thought broadcasting.a. Thought echo isi pikiran dirinya selalu berulang atau bergema dalam

kepalanyab. thought insertion atau withdrawal isi pikiran asing dari luar masuk ke

dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)c. thoughtbroadcasting isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya2. Delusions of control, influence, or passivity, delusional perception. a. Delusions of control waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan teertentu dari luarb. Delusions of influence waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

kekuatan tertentu dari luarc. Delusions of passivity waham tentang dirinya tidak berdaya terhadap

suatu kekuatan tertentu dari luard. delusional perception pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

9

bermakna secara khas bagi dirinya 3. Halusinasi auditorik a. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien b. Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara) c. Jenis suara halusinasi yang berasal dari salah satu bagian tubuh

2. Gejala tingkat kedua Kelainan persepsi yang lain Delusional lainnya Kebingungan Perubahan mood depresi dan euphoria Miskinnya perasaan dan emosi Beberapa lainnya Dalam pandangan Schneider apabila pada gejala tingkat pertama muncul dan tidak disebabkan oleh faktor organik, maka diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan. Halusinasi dan waham adalah gejala tingkat pertama yang utama. Gangguan mood dan kekacauan pikiran dianggap sebagai gejala tingkat kedua. Meskipun peringkat Schneider untuk perilaku yang terganggu membantu membedakan skizofrenia dari gangguan orang yang mengalami gangguan lain, terutama gangguan bipolar. Meskipun gejala tingkat pertama secara jelas diasosiasikan dengan skizofrenia, gejala ini tidak unik pada gangguan tersebut.

10

Kelebihan menggunakan gejala tingkat pertama untuk diagnosis skizofrenia sampai saat ini masih dipertanyakan, meskipun cara diagnosis skizofrenia menurt Kurt Schneider dapat digunakan oleh profesional kesehatan mental dalam menentukan apakah suatu individu mengalami gangguan psikosis atau tidak, metode ini tidak mutlak digunakan dalam penentuan suatu diagnosis karena maih banyak kriteria menurut beberapa ahli lainnya yang dapat digunakan. Terdapatnya satu saja first-rank symptom telah cukup untuk

mempertimbangkan diagnosis. Prevalensi dari first-rank symptoms telah diinvestigasi dalam berbagai penelitian. Frekuensi dari first-rank symptom

pada pasien bervariasi pada tiap antar penelitian, rentang dari 28% hingga 72%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka first-rank symptoms bukan merupakan patognomis dari skizofrenia, tetapi hal tersebut mungkin mengalami depresi atau episode manik pada sebagian besar pasien. Diagnosis psikiatri oleh kurt Schneider berdasarkan gambaran klinis. Schneider membedakan antara abnormalitas fisik dengan penyakit. Penyakit terbagi kedalam psikosis dengan tampilan etiologi organik, siklofrenia dan skizofrenia. membedakan Berdasarkan antara deskripsi fenomena psikopatologi, dan abnormal Schneider ekspresi.

abnormal

pengalaman

Pengalaman yang abnormal mengarah pada gangguan persepsi, sensasi, perasaan, impuls, serta kemauan. Ekspresi abnormal menunjukkan gangguan perhatian dalam berbahasa, menulis, mimik dan pergerakan. Bagi Schneider, diagnosis skizofrenia harus berdasarkan keutamaan pengalaman abnormal, dengan sejumlah

11

keterangan pengalaman spesifik yang ditentukan sebagai first-rank symptoms, dengan mempertimbangkan patognomis dari penyakit. Gambaran first-rank symptoms oleh Schneider mungkin berhubungan dengan gejala pada pasien dengan epilepsy parsial kompleks dan mungkin menggambarkan tampilan kerusakan pada lobus temporal seperti pada pasien skizofrenia. Standar diagnosis skizofrenia yang paling banyak digunakan adalah metode diagnosis yang berasal dari American Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, versi DSM-IV-TR, dan World Health Organization's International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, ICD-10. Kriteria ICD-10 digunakan oleh negara-negara Eropa, sedangkan kriteria DSM banyak dipakai di Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia. Kriteria ICD-10 lebih menekankan pada first rank symptons yang dibuat oleh Schneider.7

B.

Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR/ICD-10 untuk Skizofrenia8

12

Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Skizofrenia A. Karakteristik gejala : 2 atau lebih dari gejala berikut dan keadaan signifikan selama periode 1 bulan (atau jika pengobatan berhasil) 1. 2. 3. 4. 5. Delusi Halusinasi Disorganisasi perkataan (inkoherence) Disorganisasi yang jelas atau tingkah laku katatonik Symptom negatif, seperti affective flattening, alogia, dan avolisi

Hanya satu kriteria A yang dibutuhkan jika delusi aneh atau halusinasi yang terdiri dari suara atau pikiran orang yang berkomentar, atau 2 atau lebih suara percakapan orang. B. Disfungsi sosial/ pekerjaan (fungsi pekerjaan, hubungan intrapersonal, dan mengurus diri sendiri) C. Durasi (sifat kronik lebih dari 6 bulan) D. Schizoaffective dan gangguan mood E. Ekslusi kondisi medik umum Klasifikasi longitudinal Gejala episodik dengan residual interepisode Berkelanjutan dengan symptom negatif yang jelas Single episode remisi parsial; juga bisa dengan symptom negatif yang jelas Single episode remisi penuh Pola lainnya atau tidak terspesifikasi American Psychiatric Assosiation. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.

Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Subtipe Skizofrenia13

Tipe Paranoid (DSM code 295.3/ICD code F20.0)1.

Keasyikan dengan satu atau lebih delusi atau sering mengalamai halusinasi auditory

2.

Tidak adanya gejala berikut yang jelas: disorganisasi perkataan, tingkah laku disorganisasi atau katatonik, atu affect yang datar

atau tidak cocok. Tipe disorganisasi (DSM code 295.1/ICD code F20.1) 1. Gejala berikut yang jelas: 1. 2.3.

Disorganisasi perkataan Disorganisasi tingkah laku Afek yang datar dan tidak cocok

2.

Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik Tipe Katatonik (DSM code 295.2/ICD code F20.2) 1. 2. 3. 4. Immobilitas motorik yang terlihat dari adanya katalepsi dan stupor Aktivitas motor berlebihan (tidak dipengaruhi stimuli eksternal) Extreme negativism (postur yang kaku) atau mutism Postur gerakan yang aneh, pergerakan stereotipi, mannerisme yang jelas 5. Echolalia atau echopraxia

Tipe Undifferentiated (DSM code 295.9/ICD code F20.3) Tipe skizofrenia dengan symptom pada kriteria A yang jelas, tetapi kriteria ini tidak sesuai dengan tipe paranoid, disorganisasi, atau tipe katatonik. Tipe Residual (DSM code 295.6/ICD code F20.5) 1. Tidak adanya delusi yang jelas, halusinasi, disorganisasi

14

perkataan, dan disorganisasi tingkah laku atau katatonik.2.

Adanya symptom negatif atau 2 atau lebih gejala kriteria A untuk skizofrenia.(kepercayaan aneh, pengalaman persepsi yang tidak

biasa). American Psychiatric Assosiation. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. ICD-10 membagi subtipe Skizofrenia tambahan menjadi 2, yaitu:

Post-schizophrenic depression: suatu episode depresi yang muncul akibat setelah timbulnya skizofrenia dimana beberapa gejala skizofrenia masih terlihat (ICD code F20.4).

Simple skizofrenia: perkembangan yang berlanjut dari gejala negatif yang menonjol tanpa adanya riwayat psikosis (ICD code F20.6).

BAB III KESIMPULAN

Kontribusi Schnider yang paling penting adalah membedakan ciri-ciri skizofrenia yang diyakininya sebagai inti untuk diagnosis yang disebut gejala

15

tingkat pertama (first-rank symptoms) dan gejala tingkat kedua (second-rank symptom) yang diyakininya tidak hanya ditemukan pada skizofrenia, namun juga pada gangguan psikosis lain dan pada beberapa gangguan non-psikosis, seperti gangguan kepribadian. Terdapatnya satu saja first-rank symptom telah cukup untuk

mempertimbangkan diagnosis. Prevalensi dari first-rank symptoms telah diinvestigasi dalam berbagai penelitian. Frekuensi dari first-rank symptom

pada pasien bervariasi pada tiap antar penelitian, rentang dari 28% hingga 72%.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sutatminingsih R. Schizophrenia. Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital library, 2002. Schneider, Kurt (1920). "Zeitschrift fr die gesante". Neurol Psychiatr 59: 28186.16

2.

3. 4.

Schneider, K. Clinical Psychopathology. New York: Grune and Stratton. 1959. Kaplan & Saddocks. Synopsis of psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

5. 6. 7.

Maj M, Sartorius N. Schizofrenia. 2nd ed. Wiley, 2002. Bertelsen A. Skizofrenia and related disorders: experience with current diagnostic systems. Psychopathology. 2002 Mar-Jun;35(2-3):89-93 Jakobsen KD; Frederiksen JN, Hansen T, Jansson LB, Parnas J, Werge T (2005). "Reliability of clinical ICD-10 schizophrenia diagnoses". Nordic Journal of Psychiatry 59 (3): 20912.

8.

American Psychiatric Association (2000). "Schizophrenia". Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-IV. Washington, DC: American Psychiatric Publishing, Inc.

17