isi lapkas luka bakar

45
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma termal menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma daan menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. 1 Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar juga bisa timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik atau bahan kimia. 2 Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Berdasarkan luas daerah yang terbakar, Wallace membagi bagian tubuh dengan kelipatan dari 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace. Bagian tubuh tersebut termasuklah kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan depan 18%, badan belakang 18%, tungkai 36% dan genitalia/perineum 1%. 2,3 Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian 5-6 ribu kematian

Upload: ferian94

Post on 19-Jul-2016

120 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tentang luka bakar

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Trauma termal menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Menguasai

prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma daan menerapkan tindakan

sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang

dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma

inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan.1

Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber

panas kepada tubuh. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya

tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Panas dapat dipindahkan

lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar juga bisa timbul akibat kulit terpajan

ke suhu tinggi, syok listrik atau bahan kimia.2

Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia.

Berdasarkan luas daerah yang terbakar, Wallace membagi bagian tubuh dengan kelipatan

dari 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace. Bagian tubuh tersebut

termasuklah kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan depan 18%, badan belakang 18%,

tungkai 36% dan genitalia/perineum 1%.2,3

Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan

jumlah kematian 5-6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan

tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan 107 kasus

luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr.

Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar dengan 26,41% pasien

meninggal dalam rawatan.4

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Luka bakar adalah luka yang timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik,

atau bahan kimia. Menurut R. Sjamsuhidajat dan Win de Jong, luka bakar adalah luka yang

terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dan

matahari, listrik, maupun bahan kimia.1

Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api baik langsung maupun tidak

langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar

karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi

pada kecelakaan rumah tangga.5

2.2. Epidemiologi

Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan

jumlah kematian 5-6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan

tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan 107 kasus

luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr.

Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26,41%.3

2.3. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.

Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Kulit dan mukosa

saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ

visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan

agen penyebab (burning agent). 6

Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis

penyebab ;

1. Luka bakar karena api

2. Luka bakar karena bahan kimia

3. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

4. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.

5. Luka bakar karena air panas, tungku panas, udara panas

3

6. Luka bakar karena ledakan bom.

2.4. Patofisiologi

Pengertian akan patofisiologi luka bakar sangat penting untuk penanganan yang

efektif. Sebagai tambahan, penyebab yang berbeda menyebabkan pola luka yang berbeda,

yang akan membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Demikian, sangatlah penting untuk

mengerti bagaimana sebuah luka bakar diakibatkan dan respon fisiologis apa yang akan

diakibatkannya.

Reaksi tubuh terhadap luka bakar menghasilkan respon lokal dan sistemik.

1. Respon Lokal

Jackson (1947) mendeskripsikan tiga zona luka bakar.7

Zona koagulasi – zona ini muncul pada daerah kerusakan maksimum. Pada zona ini

terdapat kerusakan jaringan yang irreversibel yang diakibatkan oleh koagulasi dari protein

konstituen.

Zona stasis – zona stasis ditandai oleh penurunan perfusi jaringan. Jaringan pada zona

ini masih potensial untuk diselamatkan. Tujuan utama resusitasi luka bakar adalah untuk

meningkatkan perfusi jaringan ke jaringan ini dan mencegah kerusakan lain menjadi

ireversibel. Faktor pemberat lainnya, seperti hipotensi berkepanjangan, infeksi, atau edema,

dapat mengubah zona ini menjadi area kerusakan jaringan yang ireversibel.

Zona hyperameia, pada zona paling luar ini, perfusi jaringan meningkat. Jaringan di

sini akan sembuh secara sendirinya kecuali ada sepsis berat atau hipoperfusi berkepanjangan.

Ketiga zona luka bakar ini berbentuk tiga dimensi, dan kerusakan jaringan pada zona

stasis akan mengakibatkan luka semakin dalam dan semakin luas.

4

Gambar . Zona luka bakar Jackson dan efek dari resusitasi yang adekuat dan

inadekuat.

2. Respon sistemik

Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya pada lokasi luka akan memiliki efek

sistemik apabila luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh.7

Perubahan kardiovaskular. Permeabilitas kapiler meningkat, mengakibatkan hilangnya

protein dan cairan intravaskular ke dalam kompartemen interstisial. Vasokonstriksi perifer

dan sphlanchnic akan timbul. Kontraktilitas miokardium akan menurun, kemungkinan

diakibatkan oleh tumor necrosis faktor alfa. Perubahan ini , bersama dengan kehilangan

cairan dari luka bakar, akan mengakibatkan hipotensi sistemik dan mengakibatkan

hipoperfusi organ.8

Perubahan respiratorik. Mediator inflamasi mengakibatkan bronkokonstriksi, dan

pada luka bakar berat, sindrom distress pernafasan akut dapat timbul.

Perubahan metabolik. Basal Metabolic Rate meningkat hingga tiga kali angka normal.

Hal ini, bersama dengan hipoperfusi splanchnic, memerlukan pemberian nutrisi awal secara

enteral untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas usus.

Perubahan imunologis. Tidak ada penurunan regulasi dari respon imun spesifik yang

terjadi, yang berefek pada kedua sistem yang dimediasi oleh sel, maupun humoral pathway.

5

2.5. Klasifikasi

2.5.1. Derajat Luka Bakar

Angka survival pasien berkaitan dengan faktor-faktor berikut ini : ukuran/kedalaman

luka, usia, ada tidaknya luka inhalasi, dan faktor komorbid pasien. Kedalaman luka bakar

umumnya dibagi dalam derajat.

Klasifikasi dari derajat luka bakar yang banyak digunakan di dunia medis adalah jenis

"Superficial Thickness", "Partial Thickness" dan "Full Thickness" dimana pembagian

tersebut didasarkan pada kedalaman luka bakar. Pengklasifikasian luka ini digunakan untuk

panduan pengobatan dan memprediksi prognosis. Kedalaman kerusakan jaringan akibat

luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak

dengan tubuh penderita.9

6

Karakteristik Klinis derajat luka bakar

7

Derajat Karakteristik

Derajat 1 - kerusakan epitel kecil dari epidermis ada.

- Kemerahan, nyeri, dan rasa sakit.

- Blistering tidak terjadi.

- Penyembuhan terjadi setelah beberapa hari tanpa bekas luka.

- Karena penghalang epidermal tetap utuh, respon metabolik dan risiko

infeksi yang minimal.

- Penyebab paling umum dari luka bakar tingkat pertama adalah sunburns.

8

Derajat 2 Terbagi 2, yaitu ketebalan superfisial parsial dan ketebalan mendalam parsial.

a. Ketebalan superficial parsial (superficial partial-thickness):

- melibatkan epidermis dan dangkal (papillary) dermis, sering

mengakibatkan berdinding tipis, berisi cairan lepuh.

- Luka-luka bakar tampak merah muda, lembab, dan lembut ketika

disentuh oleh tangan bersarung.

- Mereka sembuh dalam sekitar 2-3 minggu, biasanya tanpa bekas luka,

dengan hasil dari tunas epitel dari unit pilosebasea dan kelenjar keringat

yang berada di dermis papiler dan retikuler.

b. Ketebalan mendalam parsial (Deep partial-thickness):

- meluas ke dermis reticular.

- Warna kulit biasanya campuran merah putih dan pucat, dan pengisian

kapiler lambat.

- Melepuh yang berdinding tebal dan sering pecah.

Derajat 3 - Luka bakar tingkat tiga penuh-ketebalan luka bakar yang merusak baik

epidermis dan dermis. Jaringan kapiler dermis benar-benar hancur.

- Warna kulit menjadi putih atau kasar dengan underlying kapal

bergumpal dan anestesi. Kecuali luka bakar tingkat tiga cukup kecil

untuk sembuh dengan kontraksi (<1 cm), pencangkokan kulit selalu

diperlukan untuk melapisi daerah luka.

- Contoh penyebab luka bakar tingkat 3 adalah Immersion luka bakar, luka

bakar api, dan kimia dan tegangan tinggi cedera listrik.

9

Derajat 4 - menyebabkan penghancuran kulit dan jaringan subkutan, dengan

keterlibatan fasia yang mendasarinya, otot, tulang, atau struktur lainnya.

Cedera ini memerlukan debridement yang luas dan rekonstruksi

kompleks jaringan khusus dan selalu mengakibatkan cacat

berkepanjangan.

2.5.2. Luas Luka Bakar

Dikarenakan formula resusitasi berdasarkan berat badan dan persentasi luas

permukaan tubuh total, pasien harus ditimbang dan diperkirakan derajat luka bakarnya.

Untuk mengukur luas permukaan tubuh yang terbakar menggunakan “rule of nine”, dimana

setiap regio anatomi yang spesifik menggambarkan 9-18% dari luas permukaan tubuh. Area

dari telapak tangan dan jari-jari tangan digambarkan 1% dari luas permukaan tubuh

seseorang.10

Bayi dan anak-anak memiliki distribusi luas permukaan tubuh yang berbeda dengan

dewasa, dimana kepala yang lebih besar dan ekstermitas yang lebih pendek. Ketika

memperkirakan luas permukaan tubuh untuk anak usia dibawah 10 tahun menggunakan

diagram Lund and Browder.10

10

11

2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Semua luka bakar didiagnosa berdasarkan temuan pemeriksaan fisik dan juga

pemeriksaan laboratorium.11

12

Gejala Klinis yang didapatkan pada pasien luka bakar antara lain :

1. Keracunan Karbon Monoksida (CO) : Ditandai dengan kekurangan oksigen dalam

darah, lemas binggung, mual, muntah, koma bahkan meninggal

2. Distress pernafasan : Ditandai dengan sesak, dan ketidakmampuan menangani sekresi

3. Cedera Pulmonal : Ditandai dengan pernafasan cepat atau sulit, krakles, stridor, dan

batuk

4. Gangguan hematologik : Tanda yang ditemukan adalah kenaikan hematokrit,

penurunan SDP, leukosit meningkat, penurunan trombosit

5. Gangguan elektrolit : Tanda yang ditemukan adalah penurunan kalium, kenaikan

natrium dan klorida, serta kenaikan BUN

6. Gangguan ginjal : Tanda yang ditemukan adalah peningkatan keluaran urine dan

mioglobinuria

7. Gangguan metabolik : Tanda yang ditemukan adalah hipermetabolisme dan kehilangan

berat badan

Khusus untuk luka bakar dengan trauma inhalasi adalah terdapat gejala seperti

sesaknapas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap (jelaga). Kecurigaan

adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3 atau lebih dari keadaan

berikut : 11

1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar

2. Sputum tercampur arang

3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran.

5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan adanya

6. Wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi mukosa)

7. Gejala distress napas/takipnea

8. Sesak atau tidak ada suara.

Pada pasien luka bakar juga dilakukan pemeriksaan penunjang: 4

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

13

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

Pemeriksaan tambahan khusus untuk luka bakar inhalasi merupakan: 4

1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)

Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45% (berat), bahkan setelah 3 jam dari kejadian,

kadar COHb pada batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam

kejadian menunjukkan adanya bukti kuat terjadi trauma inhalasi.

2. Gas Darah

PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%, FiO2 = 0,5)

mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi

dapat meningkat pada fase lanjut.

3. Foto Toraks

biasanya normal pada fase awal

4. Bronkoskopi Fiberoptik

Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik – bintik pendarahan dan

ulserasi

5. Tes Fungsi paru

2.7. Penatalaksanaan

2.7.1. Penanganan Prehospital

Perhatian utama di lokasi kecelakaan adalah menghentikan proses pembakaran.

Pembakaran dan pakaian yang membara harus dipadamkan. Kemudian seperti dengan semua

pasien trauma, perhatian utama selama penilaian awal adalah pemeliharaan fungsi

kardiopulmonari.Patensi jalan nafas dan kecukupan ventilasi harus dijaga dan pemberian

oksigen tambahan yang diperlukan. Jika tidak adanya trauma mekanik yang terkait atau

kebutuhan untuk resusitasi kardiopulmonari, penempatan kanula intravena tidak diperlukan

jika transportasi ke fasilitas pengobatan dapat dicapai dalam waktu kurang dari 45 menit.12

Penerapan es atau air dingin membasahi akan menghilangkan rasa sakit pada daerah

luka bakar derajat dua. Jika terapi dingin dimulai dalam waktu 10 menit dari pembakaran,

kandungan jaringan panas juga berkurang, dan kedalaman kecederaan termal dapat

berkurang. Jika terapi dingin digunakan, perawatan harus diambil perhatian untuk

menghindari hipotermia. Air dingin atau es hanya boleh digunakan pada pasien dengan luka

bakar kurang dari 10% dari permukaan tubuh dan pada waktu hanya untuk memproduksi

analgesia. Setelah es atau air dingin rendam dialihkan, pasien harus ditutup dengan kain

14

lembaran bersih dan selimut untuk melestarikan panas tubuh dan meminimalkan kontaminasi

luka bakar selama transportasi ke rumah sakit.12

Pada pemeriksaan yang akan dilakukan penderita diwajibkan memakai sarung tangan

yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula

mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal

bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine. Mekanisme trauma perlu diketahui

karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan

adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya

terjadi, serta ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.12

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan.

Luka bakar ditentukan luas luka bakar dengan menggunakan Rule of Nine. Kemudian

kedalaman luka bakar ditentukan dengan derajat kedalaman luka bakar.6

2.7.2. Penanangan Intrahospital

Penanganan awal pada pasien luka bakar

Perawatan ada luka bakar dimulai dari tempat kejadian. Pasien harus dipisahkan dari

sumber kebakaran.Pemeriksaan awal fisik pada pasien yang terbakar harus focus pada

penilaian jalan nafas, evaluasi status hemodinamik, menentukan luas bagian yang terbakar

dan menilai dalamnya luka. Penilaian langsung dari jalan nafas selalu menjadi prioritas

utama. Terdapat penilaian dan penilaian sekunder pada pasien luka bakar, yaitu8 :

Penilaian Primer9

A. Penanganan Airway dengan kontrol cervical

Menstabilisasi leher untuk kecurigaan fraktur cervical

Penting untuk mempertahankan jalan nafas yang paten. Menginspeksi jalan nafas

apakah ada benda asing ataupun edema. Jika pasien tidak dapat merespon kepada

perintah verbal, buka jalan nafasnya dengan chin lift dan jaw thrust.

Menjaga pergerakan cervical agar kepala tidak hiperfleksi dan hiperekstensi

Memberi Guedel jika terdapat hambatah jalan nafas. Pertimbangkan mengenai

intubasi segera.

B.Breathing dan ventilasi

Memberikan oksigen 100%

Melihat pergerakan dada dan memastikan ekspansi dada adekuat.

Mempalpasi apakah adasnya krepitasi ataupun fraktur rusuk

Mengauskultasi suara pernafasan

15

Memberikan ventilasi dari nasal ataupun sungkup ataupun intubasi bila perlu

Monitor laju pernafasan, perhatikan apabila laju <10 atau >20 per menit.

Memasangkan pulse oximeter

Mempertimbangkan adanya keracunan karbon monoksida.

C.Sirkulasi (Circulation)dengan kontrol perdarahan

Menginspeksi apakah ada perdarahan dan hentikan dengan tekanan langsung

Monitor dan mencatat denyut nadi perifer, kuat/lemah dan iramanya

Melakukan capillary blanching test ,normalnya kembali dalam 2 detik.

Monitor sirkulasi perifer apakah ada luka bakar sirkumferensial. Pertama-tama

mengangkat tungkai untuk mengurangi edema dan membantu aliran darah.

D.Disability : Status Neurologis

Memeriksa derajat kesadaran:

A - Alert

V – Response to vocal stimuli

P – Responds to Painful stimuli

U – Unresponsive

Memeriksa respon pupil terhadap cahaya untuk reaksi dan ukuran

Memperhatikan apakah ada penurunan kesadaran – hypoxaemia, intoksikasi CO,

syok, alkohol, obat-obatan dan pengaruh analgesik.

E.Exposure dengan kontrol lingkungan

Melepas semua pakaian dan perhiasan

Menjaga agar pasien tetap hangat

Hipotermia dapat memberikan efek yang buruk terhadap pasien. Penting untuk

menjaga agar pasien tetap hangan , terutama ketika penanganan pertama pada periode

pendinginan.

Log roll pasien, melepas lapisan yang basah dan menilai bagian posterior tubuh

apakah terdapat luka bakar ataupun cedera lainnya.

F. Resusitasi Cairan (Fluid Resuscitation)

Resusitasi cairan diperlukan oleh pasien yang mempunyai luka bakar >10% untuk

anak anak dan >15% untuk dewasa

Estimasi daerah yang terkena luka bakar mengunakan rumus Rule of Nines.

Menginsersi 2 buah IV line pada daerah yang tidak terkena luka bakar

Menentukan berat badan pasien

16

Memberikan resusitasi cairan dengan rumus Modified Parkland Formula dan

menyesuaikannya dengan urine output.

Jika urine output 0,5 mL/kg/jam naikkan cairan IV 1/3 dari total cairan . Jika urine

output > 1mL/kg/jam pada orang dewasa atau >2ml/kg/jam pada anak-anak, kurangi

cairan IV 1/3 dari total cairan .

Penilaian Sekunder8

1. Telah menyelesaikan penilaian primer dan penilaian awal trauma

2. Melakukan evaluasi head to toe

3. Memeriksa apakah ada trauma lain selain luka bakar yang terlihat

4. Memakai papan ataupun penyangga sebelum memindahkan pasien

5. Memeriksa sejarah medis terdahulu, obat-obatan, alergi dan mekanisme

cedera

6. Menetapkan akses intravena melalui kateter kateter perifer sebanyak 2 dan

memberikan cairan intravena

7. Melindungi luka dari lingkungan dengan aplikasi dressing bersih (clean

dressing)

8. Menentukan perlunya transportasi. Menghubungi fasilitas penerima untuk

instruksi selanjutnya.

Resusitasi Cairan                              

Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat

harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Tujuan utama dari

resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa

17

menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka

dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari

pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada

jaringan yang terbakar dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling sering dilakukan adalah

dengan Ringer Laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Urin output yang adekuat

adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.13

Formula Parkland

Dalam 24 jam pertama diberikan cairan Ringer Laktat  4ml/kgBB/% luka bakar.

Contohnya pria dengan  berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 % membutuhkan cairan : (25)

X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam pertama

§  ½ jumlah cairan à4000 ml diberikan dalam 8 jam

§  ½ jumlah cairan sisanya à 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Formula Evans :

NaCl 0,9 % : 1 X BB X % Luka bakar

Koloid : 1 X BB X % Luka bakar

Dextrosa 5%: 2000 ml (untuk penggantian Insensible Water Loss)

Dalam 8 jam pertama, jumlah cairan yang diberikan sebesar setengah dari kebutuhan total.

Dalam 16 jam kedua, diberikan sisa kebutuhan total. Dalam 24 jam kedua diberikan :

NaCl 0,9 % : 1 X BB X % Luka bakar

Koloid : 1 X BB X % Luka bakar

Dextrosa 5%: 2000 ml (untuk penggantian Insensible Water Loss)

Cara menghitung tetesan cairan dengan rumus :

G : P : (Q X 3)

G : Jumlah tetes per menit

P : Jumlah cairan dalam cc

Q : Jam yang diperkirakan

IWL = (Insensible water loss) adalah kehilangan setiap hari yang tidak kita sadari.

Kehilangan air dengan cara ini berlangsung lewat keringat dan pernapasan. Rata-rataIWL

pada orang dewasa 2000 cc/hari. Pada pemberian cairan yang tepat, akan dicapai produksi

urin 50 cc/jam. Pada anak-anak, pemberian Dekstrosa 5% sebagai pengganti IWL

18

berdasarkan berat badannya. Untuk berat badan <10 kg penggantian IWL sebesar 100

ml/kgBB, berat badan 10-20 kg: 50 ml/kgBB, dan berat badan >20 kg: 25 ml/kgBB.1

Formula Brooke

Dalam 24 jam petama diberikan :

Koloid : 0,5 X BB X % Luka bakar

RL : 1,5 X BB X % Luka bakar

Dextrosa 5 % : 2000 ml

Dalam 24 jam kedua diberikan :

Koloid : 0,25 X BB X% Luka bakar

RL : 0,75 X BB X Luka bakar

Dextrosa 5% : 2000 ml

Formula Baxter

Dalam 24 jam pertama berikan :

RL : 4 X BB X % Luka bakar

Setengah dari jumlah kebutuhan cairan total diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Dalam 24 jam kedua diberikan :

RL : 4 X BB X % Luka bakar

Kebutuhan total cairan pada hari kedua sama dengan hari pertama, hanya cara pemberiannya

berbeda. Pada hari kedua cairan diberikan sedemikian rupa, sehingga produksi urin sekitar

50-100 ml/jam.Jumlah cairan dan elektrolit yang diberikan dalam 48 jam pertama (24 jam I +

24 jam II) tidak banyak berbeda antara formula satu dengan lainnya. Miliekivalen

Natriumrata-rata normal sekitar 0,5-0,6 mEq/kgBB/%luka bakar.

Nutrisi

Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan Formula Curreri, adalah 25

kkal x BB + 40 kkal x % luka bakar/hari.

Formula Harris Benedict7:

19

Untuk pasien dengan multipel faktor stress, kebutuhan kalori adalah sebesar BEE dikalikan

dengan faktor stress:

- Laki-laki : BEE (kkal) = 66.5 + 13.7 (Berat badan dalam kg) + 5 (tinggi

badan dalam cm) – 6.8 (Usia dalam tahun)

- Perempuan : BEE (kkal) = 655 + 9.6 (Berat badan dalam kg) + 1.75 (tinggi

badan dalam cm) – 4.7 (Usia dalam tahun)

Stressor:

- Aktivitas : terbaring di tempat tidur = 1.2

dapat bergerak dari tempat tidur = 1.3

- Faktor luka : operasi minor = 1.2 trauma skeletal = 1.3

operasi besar = 1.4 sepsis = 1.6

- faktor luka bakar: < 20% TBSA = 1.2 20-25% TBSA = 1.6

25-30% TBSA = 1.7 30-35% TBSA = 1.8

35-40% TBSA = 1.9 40-100% TBSA = 1.9 - 2

Trauma inhalasi = 1.5

*BEE : basal energy expenditure

Pemenuhan nutrisi tinggi kalori tinggi protein sangat penting untuk mencegah

pemecahan protein tubuh, lambatnya penyembuhan luka, penekanan imunitas maupun

peningkatan komplikasi infeksi. bishop. Pemberian dominasi karbohidrat dan protein

(karbohidrat 82%, protein 15%, lemak 3%) lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan

protein otot terutama pada kasus luka bakar berat anak daripada formula fat-based. Sintesis

protein otot akan terangsang dan degradasi protein otot akan turun dengan diet tinggi

karbohidrat7.

Komposisi Makronutrien

Karbohidrat

Anjuran pemberian karbohidrat adalah 60-65% kalori total atau tidak melebihi 4-

5mg/kgBB/menit.

                       Protein

Kebutuhan protein meningkat pada pasien luka bakar, yaitu sekitar 1.5 gr/kgBB /hari,

dapat mendekati 2.5g/kgBB/hari. Pada anak-anak dengan TBSA > 10%, 20-23% kebutuhan

kalori direkomendasikan berasal dari protein, atau sekitar 2.5 – 4 gr protein per hari.

Pemberian diet tinggi protein tidak akan mencegah terjadinya katabolisme protein tubuh dan

20

kehilangan protein akibat luka bakar itu sendiri, namun akan berperan pada anabolisme dan

proses penyembuhan luka.8

                      Lemak

Pemberian lemak berkontribusi untuk meminimalkan katabolisme protein endogen

dengan jalan memenuhi kebutuhan energi. Asam lemak omega-3 khususnya asam

ekosapentanoat (EPA) yang dapat diperoleh dari minyak ikan merupakan precursor dari

ekosanoid prostaglandin seri 3 (PGE-3) dan leukotrien seri 5. Keduannya berefek

antiinflamasi dan meningkatkan sistem imunitas tubuh, demikian pula PGE-3 berperan

sebagai vasodilator. Omega-3 akan berkompetisi dan menginhibisi pembentukan PGE-1 dan

PGE-2 dari asam linoleat, sehingga omega-3 ini sangat dianjurkan pada pasien luka bakar.

Penelitian menunjukan dalam usaha untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, maka

pemberian asam lemak omega-6 dan omega-3 dalam perbandingan yang ideal adalah 2-3 : 1

dan akan berefek mengurangi kondisi imunosupresan pasca luka bakar. Pemberian lemak

pasca trauma sebesar 15-20% dari total kalori.13

Suplemen Mikronutrien

Mikronutrien diperlukan sebagai koenzim dan kofaktor untuk reaksi fisiologis dalam

sel, metabolisme makronutrien dan energi. Dengan meningkatnya kebutuhan energi dan

protein, kehilangan melalui luka, perubahan metabolisme, absorpsi, eskresi, dan utilisasi

maka kebutuhan mikronutrien ini perlu ditingkatkan.13 

Vitamin berpotensi untuk sintesis protein, penyembuhan luka, meningkatkan fungsi

imunitas dan anti oksidan. Pada penderita luka bakar dalam kondisi sakit berat dan

hipermetabolisme, maka kebutuhan vitamin ini meningkat.

Tabel. Suplementasi mikronutrien pada luka bakar8

Nutrisi Hanya

selang

makan

Kombinasi selang

makan dengan diet

Hanya diet,

luka bakar

luas

Hanya diet,

luka bakar

kecil

Vitamin C 500 mg/hari 1000 mg/hari 1000 mg/hari Tidak ada

Zink 220 mg/hari 220 mg/hari

selama 14 hari

220 mg/hari

selama 14 hari

Tidak ada

21

Multivitamin

dan mineral

1 tablet

kunyah/hari

1 tablet

kunyah/hari

1 tablet

kunyah/hari

1 tablet

kunyah/ hari

Vitamin A Tidak ada Tidak ada jika

selang makan >1

liter / hari

10,00 IU PO

setiap 2 hari

Tidak ada

Vitamin D Tidak ada 400 IU/hari 400 IU bid 400 IU/hari

Arginin Tidak ada Tidak ada 2 paket/hari Tidak ada

Glutamin 10 gr, 3

kali/hari

10 gr, 3 kali/hari 10 gr, 3

kali/hari,

sesuai

toleransi

Tidak ada

Pada keadaan yang optimal dalam hal pemberian terapi nutrisi yang paling bagus bila

dicapai dalam 24 jam awal setelah luka bakar. Penelitian pada manusia, nutrisi enteral

menunjukkan deliver caloric requirements (REE) yang cukup, serta mengurangi kebutuhan

respon hipermetabolik, dan mengurangi sirkulasi dari level katekolamin, kortisol, dan

glucagon. Nutrisi enteral juga menjaga integritas mukosa, motilitas, dan perfusi darah pada

usus, yang mana mencegah hipoperfusi atau ileus karena keterlambatan dari resusitasi atau

reperfusi. Pasien dengan luka bakar berat dapat diberi nutrisi dengan enteral tuben secepatnya

6 jam setelah luka bakar yang tidak tergantung dengan fungsi dari gastroduodenum.8

Perawatan Luka Bakar

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan

perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari

semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.

Setelah luka dibersihkan dan dilakukan debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini

memiliki beberapa fungsi yaitu dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan

epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar

tertutup untuk mencegah evaporasi agar pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka

diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya

rasa sakit

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.

22

Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier

pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep

antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi

NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.

Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama

luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan

dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup

luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)) atau Allograft

(homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).

Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok

kulit (early exicision and grafting ) 4,5

Antimikroba

Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit sehingga

memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman sudah

mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke dalam jaringan yang

lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik

yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal atau

sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam.

Contoh antibiotik yang sering dipakai :

Salep : Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine, Bacitracin

(biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B, Nystatin, Mupirocin, Mebo.12

Analgetik

Pasien akan mengalami nyeri terutama saat ganti balut, prosedur operasi, atau saat

terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan terapi farmakologi dan non

farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari golongan opioid dan NSAID.

Preparat anestesi seperti ketamin, N2O (nitrous oxide) digunakan pada prosedur yang

dirasakan sangat sakit seperti saat ganti balut. Dapat juga digunakan obat psikotropik sepeti

anxiolitik, tranquilizer, dan anti depresan. Penggunaan benzodiazepin dbersama opioid dapat

menyebabkan ketergantungan dan mengurangi efek dari opioid. 5

23

2.8. Penatalaksanaan Pembedahan

Setiap luka bakar dengan kedalaman sampai dengan dermis memerlukan tindakan

pembedahan. Setiap luka bakar dengan kedalaman yg tidak dapat ditentukan harus di nilai kembali

setelah 48 jam. Hal ini karenan luka bakar yang awalnya tampak superfisial dapat menjadi lebih

dalam seiring dengan waktu.

Esensi dalam pembedahan luka bakar adalah kontrol. Yang pertama dan terpenting adalah

anestesis harus mengkontrol pasien dengan baik. IV line dengan bor besar harus terpasang dan

tekanan darah pasien harus di monitor secara adekuat. Jika eksisi besar akan dilakukan, maka arterial

line (untuk monitor tekanan darah) dan tekanan vena sentral harus dimonitor dengan baik. Seorang

anestesis juga harus mengkontrol kesimbangan asam basa, waktu pembekuan darah, dan level Hb

pasien. Suhu tubuh pasien yang tidak boleh jatuh dibawah 360C.

Untuk kebanyakan eksisi luka bakar, injeksi subkutan dari adrenaline yang di encerkan 1:1

000 000 atau 1:500 000 penting untuk mengkontrol kehilangan darah.14

Jaringan eskar adalah jaringan mati akibat luka bakar pada dermis yang mengering dan

menciut.15 Luka bakar dengan kedalaman kulit seluruhnya terbakar dapat dengan eskar yang rigid

yang dapat menjadi efek torniket dengan pembentukan edema, yang menyebabkan aliran balik dari

vena dan aliran arterial terganggu. Hasil akhirnya adalah sindrom kompartemen yang paling sering

pada ekstremitas, tetapi sindrom kompartemen di abdominal dan toraks juga dapat terjadi. Tanda-

tanda dari sindrom kompartemen adalah parestesia, nyeri, penurunan capillary refill, hilangnya denyut

nadi di distal, dan lain-lain. Pada sindrom kompartemen abdominal gejalanya dapat berupa;

penurunan urine output, peningkatan tekanan ventilasi, dan hipotensi. Pada sindrom kompartemen

toraks dapat ditandai dengan hipoventilasi, peningkatan tekanan pada jalan nafas, dan

hipotensi.Eskarotomi jarang dilakukan dalam 8 jam pertama setalah luka bakar terjadi dan tidak

dilakukan kecuali diindikasikan karean sekuel estetik yang jelek. Jika diindikasikan biasanya

eskarotomi dilakukan di samping tempat tidur dengan electorcautery. Perfusi yang inadekuat setelah

dilakukan eskarotomi yang baik mengindikasikan untuk dilakukan fasiotomi; tetapi prosedur ini

bukan untuk dilakukan secara rutin untuk membebaskan jaringan eskar.16

Strategi eksisi awal dan skin graft pada pasien luka bakar meningkatkan angka keselamatan

pada perawatan luka bakar. Tidak hanya menurunkan angka mortalitas, tetapi eksisi awal juga

mengurangi pembedahan rekonstruksi, menurunkan lamanya dirawat dirumah sakit, dan mengurangi

biaya pelayanan. Setelah dilakukan resusitasi dan pasien dengan hemodinamik stabil, pasien harus

dipikirkan untuk dilakukan eksisi dari luka bakar. Eksisi dari luka bakar dan penutupan luka harus

dimulai dalam beberapa hari setelah kejadian, dan pada luka bakar yang luas, eksisi secara serial dapat

dilakukan seiring dengan kondisi pasien jika memungkinkan. Eksisi dilakukan dengan pemotongan

24

tangensial secara berulang menggunakan pisau Watson atau Goulian sampai jaringan yang tidak

terbakar yang tersisa. Kerugian dari eksisi tangensial adalah kehilangan darah yang banyak, walaupun

hal ini dapat diatasi dengan teknik seperti instilasi solusi epinefrin dibawah luka bakar. Torniket

pneumatik berguna untuk luka bakar di ekstremitas. Eksisi sampai ke jaringan lemak dan fasia

diperlukan jika luka bakar tersebut dalam.16

Eksisi dan graft dapat dilakukan setelah hemodinamik stabil biasanya pada hari ke 2-4. Eksisi

dilakukan lapis demi lapis hingga tercapai kulit yang viable. Sebelum dilakukan graft harus dilakukan

debridement luka yang baik, infeksi diatasi, dan keadaan nutrisi yang baik.15

Managemen post operasi pada pasien dengan luka bakar adalah evaluasi keseimbangan cairan

dan level dari hemoglobin. Perawatan luka tertutup harus sering diganti balutan untuk mencegah

infeksi. Fisioterapi dan bidai penting untuk menjaga jangkauan pergerakkan pasien untuk mengurangi

terjadinya kontraktur. Gerakan pasien harus dipantau oleh fisioterapis, biasanya pada sendi yang

terkena luka bakar, dan biasanya dimulai setelah kurang lebih 5 hari.14

1. Escharotomy

Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan luka bakar yang melingkar, berupa

penyayatan atau insisi pada eschar luka bakar. Luka bakar yang melingkar pada

tungkai akan timbul eschar yang melingkar. Secara signifikan akan ditemukan

sianosis pada daerah yang tidak terbakar distal dari luka bakar, adanya nyeri yang

terus menerus serta terjadi penurunan atau tidak teraba denyut nadi secara progresif.

Dilakukan insisi eschar untuk limb saving pada daerah mid medial atau mid lateral

atau insisi kedua sisi bila perlu.17

Indikasi :

- Distribusi luka bakar (eschar yang melingkar)

- Inelastic burn skin18

2. Escharectomy

Tindakan escharectomy berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik

(eschar) sampai didapatkan permukaan yang berdarah biasanya dilakukan dengan

menggunakan scalpel. Prosedur tindakan ini mirip dengan teknik pengambilan donor

skin grafting. Eksisi lapis demi lapis sampai didapatkan bintik-bintik perdarahan

merupakan tanda telah mencapai jaringan yang vital.

Indikasi escharectomy adalah luka bakar dalam yang diperkirakan tidak

sembuh dalam 3 minggu. Permukaan luka bakar berwarna putih, merah, coklat atau

25

hitam dan tidak ada capillary refill maupun sensibilitas. Pada pasien yang sadar

dilakukan tindakan anestesi umum agar memungkinkan prosedur diselesaikan secara

memadai.17

3. Skin Grafting

Secara umum skin grafting termasuk salah satu tindakan transplantasi yaitu

pemindahan suatu organ ke tempat lain yang membutuhkannya. Skin grafting adalah

tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke

tempat lain supaya hidup di tempat yang baru tersebut, yang dibutuhkan suplai darah

baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut. Bagian kulit yang

diangkat pada tindakan ini adalah epidermis beserta sebagian atau seluruh lapisan

dermis tergantung pada ketebalan kulit yang dibutuhkan. Skin grafting bertujuan

untuk menutup luka.

Skin grafting terbagi dua :

1. Split thickness skin grafting, graft ini mengandung epidermis dan sebagian

dermis. Daerah donor diharapkan dapat sembuh sendiri / epitelialisasi.

2. Full thickness skin grafting, graft meliputi epidermis dan seluruh ketebalan

dermis. Daerah donor perlu dilakukan penutupan.17

Pada kasus luka bakar jenis skin grafting yang digunakan adalah split

thickness karena umumnya area yang perlu ditutup relatif luas dan kondisi

vaskularisasi bed luka tidak begitu baik akibat trauma panas. Split thickness skin

grafting dapat merupakan tindakan yang definitif sebagai penutup defek yang

permanen atau hanya sebagai tindakan yang sementara sambil menunggu tindakan

definitif. Pada luka bakar Split thickness skin grafting merupakan tindakan definitif

sebagai penutup luka yang luas. Luka bakar yang luas ada batasan dalam melakukan

eksisi tangensial membuang eschar yaitu kurang lebih sekitar 20%, untuk itu

diperlukan skin grafting untuk menutup defek sekitar 20%.19

2.9. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan luka bakar antara lain adalah: 6

1. Sindroma Kebocoran Kapiler

Respon sistemik luka bakar yang luas ditandai dengan adanya inisiasi kebocoran

kapiler yang membutuhkan resusitasi cairan untuk stabilisasi hemodinamik. Kerusakan

26

kapiler yang luas yang disebabkan oleh luka bakar mengakibatkan ekstravasasi plasma ke

jaringan yang mengalami luka bakar, dengan akibat hipovolemia, hipertensi abdominal, dan

sindroma kompartemen ekstremitas. Sindroma kebocoran kapiler yang dapat diakibatkan oleh

luka bakar yang berat, mengakibatkan syok hipovolemik, terkait dengan perubahan kadar

plasma dari intravascular ke ruang ekstravaskular. Hal ini ditandai dengan trias hipotensi,

hemokonsentrasi, dan hipoalbuminemia. Penyebab hal ini adalah kebocoran cairan dan

makromolekul (hingga ukuran 900 kDa) ke jaringan akibat dari respon inflamasi yang

mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan tekanan osmotik pada

jaringan yang mengalami luka bakar. Hal ini ditambah dengan koagulasi protein akibat luka

bakar dapat mengakibatkan hipoalbuminemia yang berat dan hiponatremia.

2. Sepsis

Definisi terbaru untuk sepsis dan infeksi memiliki kriteria yang rutin ditemukan pada

pasien dengan luka bakar yang luas bahkan tanpa infeksi maupun sepsis (demam, takikardi,

takipnea, leukositosis). Para ahli baru-baru ini mengembangkan definisi standard untuk sepsis

dan diagnosa terkait infeksi pada pasien dengan luka bakar. Pasien dengan luka bakar yang

luas, memiliki temperatur baseline yang di reset ke 38,5oC, dan takikardi serta takipnea dapat

menetap selama berbulan-bulan. Pajanan berulang terhadap mediator inflamasi, dapat

berakibat pada perubahan signifikan pada jumlah leukosit, yang mengakibatkan angka

leukositosis merupakan indikator yang lemah bagi diagnosa sepsis. Gunakan petunjuk lain

sebagai tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti peningkatan kebutuhan cairan, penurunan

platelet counts lebih dari 3 hari setelah luka bakar, perubahan status neurologis, perburukan

status pulmoner, dan terganggunya fungsi renal. Istilah systemic inflammatory response

syndrome tidak dapat diaplikasikan pada pasien karena pasien dengan luka bakar masif ada

dalam kondisi stimulasi sistem inflamasi kronis. Infeksi apapun pada pasien harus

dipertimbangkan apakah berasal dari kateter vena sentral sampai dibuktikan kemungkinan

lainya. Kateter sentral harus diubah ke lokasi yang baru setiap tiga hari untuk meminimisasi

infeksi saluran darah. Meskipun antibiotik sistemik sebagai profilaksis tidak disarankan pada

luka akibat pajanan suhu, terapi antimikroba topikal terbukti efektif. Terapi antibiotik

sistemik harus sesuai dengan kultur dan diberikan untuk jangka waktu sependek mungkin.

2.10. Indikasi Rawat Inap

1. Luka bakar grade II:

a. Dewasa > 20%

27

b. Anak > 15%

2. Luka bakar grade III

3. Luka bakar pada pasien yang menghidap sakit jantung, otak dll.

4. Luka bakar mengenai daerah yang penting seperti muka, leher, genitalia,

ekstremitas

5. Luka bakar listrik

6. Luka bakar kimia

7. luka bakar yang disertai luka inhalasi

8. Luka bakar yang “circumferential” pada dada dan juga ekstremitas.20

28

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Winda Fatiah Darman

Umur : 26 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Kemenyan 4 No. 1 Perumnas

Status : Menikah

Pekerjaan : IRT

Tanggal Masuk : 10 Mei 2014

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama : luka bakar

Telaah : Hal ini dialami oleh pasien 1 jam yang lalu sebelum

pasien masuk Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Luka bakar terjadi

karena pasien yang mencoba melakukan tindakan bunuh diri dengan membakar sprei

tempat tidurnya setelah terjadi pertengkaran dengan suaminya. Daerah yang terkena

adalah beberapa bagian badan, perut, kedua tangan, kedua kaki, dan punggung. Pasien

dalam keadaan hamil dengan usia kehamilan 8 minggu. Riwayat mules-mules tidak

dijumpai. Riwayat keluar air dari kemaluan tidak dijumpai. Riwayat keluar darah dari

kemaluan juga tidak dijumpai.

HPHT : 16/2/2014

Riwayat Penyakit Terdahulu : -

Riwayat Pemakaian Obat : -

3.3. Pemeriksaan Fisik

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Pols : 90 x/i

29

Pernafasan : 20 x/i

Suhu : 37.0°C

Kepala

Mata : Conjungtiva Palpebra Inferior Pucat (-/-),

Ikterik (-/-)

Telinga/ Hidung/ Mulut : dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (–)

Thoraks

Inspeksi : Simetris

Palpasi : SF kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Sp: Vesikuler ; St: (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik Normal

Genital: perempuan, dalam batas normal

Ekstremitas

Superior : flame burn 8% grade IIA-III

Inferior : flame burn 36% grade IIA-III

Diagnosis : Flame Burn grade IIB-III 50% + G1P0A0 8 minggu

Penatalaksanaan : - IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/8jam

- Inj. Ranitidine 50 mg/12jam

30

3.4. Follow Up

Tgl 10-13 Mei 2014

S: Nyeri luka bakar (+)

O:

A: Flame burn grade IIb-III 54%

P: - Det MB

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam

- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

- Rencana Debridement

Laboratorium (10 Mei 2014)

Hemoglobin : 15,5 g%

Eritrosit : 5,17 x 106/mm3

Hematokrit : 43,6 %

Leukosit : 36,42/mm3

Trombosit : 324/mm3

KGD Ad Random : 169,5 mg/dl

Ureum/ kreatinin : 14,1 / 0,79

Na/ K/ Cl : 132/ 4,0/ 105

Albumin : 2,9

PT : 19,9 (14)

APTT : 29,6 (32)

Trombin time : 13,5 (13,5)

31

BAB 4

KESIMPULAN

Luka bakar merupakan kondisi kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa segera

dan membutuhkan penanganan kegawatdaruratan dengan prinsip manajemen airway,

breathing, circulation, disability, dan exposure sama seperti kegawatdaruratan lainnya.

Penanganan luka bakar tergantung pada luas dan derajat luka bakar yang diderita oleh

pasien dan penanganannya membutuhkan pemahaman dari berbagai disiplin ilmu medis

untuk mencapai hasil yang optimal.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W., editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005; hal. 73-5

2. Sukasah C.L. Luka Bakar, Departemen Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2009. pg 21 – 24

3. Kartohatmodjo S., dalam Luka Bakar (Combustio); pg 16 – 18

4. Bongard. F.S, Sue. D.Y, Vintch. J.R.E. in Current Diagnosis & Treatment: Critical

Care 3rd Edition. 2008. McGraw-Hill:Lange.

5. Hettiaratchy.S, Dziewulski. ABC OF BURNS. BMJ 2004; 329: 504-6.

6. Edlich.R.F, in Thermal Burns. 2010. Accessed from :www.emedicine.medscape.com/

article/1278244.

7. David S. Perdanakusuma. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University

Press.

8. Barret, PJ. Initial Management and Resucitation. Principle and Practice of Burn

Surgery. New York : Marcel Dekker; 2005

9. Connolly,S. Emergency Assessment and Management of Severe Burn. Clinical

Practice Guidelines : Burn Patient Management. New South Wales : Agency for

Clinical Innovation; 2011

10. Hall J.B., Schmidt G.A., Wood L.D.H., in Principles of Critical Care. In : Burns:

Resucitation Phase (0 to 36 hours). 3rd edition. pg 1457-1466.

11. American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma Life

Support Seventh Edition.Indonesia: IkabiBarret-Nerin, JP & Herndon, DN. Principles

and Practise of Burn Surgery. New York: Marcel Dekker, 2005.

12. Igneri, P & Gratton, J. FAHC Burn Care Manual. Fletcher Allen Halth Care &The

University of Vermont. 2008

13. Prelack, K., Dylewski, M., & Sheridan, RL. Review: Practical Guidelines for

Nutritional Management of Burn Injury and Recovery. Burns 33 (2007) 14. Tyler, M., Ghosh, S. Burns. Dalam: Bailey & Love’s Short Practice of Surgery 26th Ed. Taylor &

Francis Group, LLC.2013. Hal: 385.

33

15. Sudjatmiko, G., Luka Bakar. Dalam: Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi Edisi Kedua.

Yayasan Khazanah Kebajikan.2010. Hal: 107.

16. Brunicardi, F. C., Andersen, D. K., Et al. Burns. Dalam: Schwartz’s Principles of Surgery Ninth

Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.2010. Bab 8.

17. Pal, N., 2013. Emergency Escharotomy. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/80583-overview#a03 [Accessed : 14 Mei 2014]

18. New Zealand National Burn Service. 2013. Available from : http://www.nationalburnservice.co.nz/pdf/escharotomy-guidelines.pdf [Accessed : 14 Mei 2014]

19. Grande, Donald, J., 2013. Skin Grafting. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1129479-overview#a03 [Accessed 14 Mei 2014]

20. Management of Burns and Scalds in Primary care, June 2007 Edition, ACC, New Zealand