isi 25
DESCRIPTION
JTRANSCRIPT
Scenario
“BENGKAK DISELLURUH TUBUH”
M, anak laki laki usia 8 tahun dibawa ibunya ke puskesma dengan keluhan bengkak pada
kaki, tangan, wajah. Awalnya bengkak pada wajah sejak 2 bulan yang lalu, keluhan berikutnya
bengkak mulai dirasa pada kaki dan buah zakarnya. Ibunya juga mengatakan bahwa kencing
anaknya hanya sedikit dan keruh. Sebelumnya, os sering batuk sejak 5 bulan lalu tanpa disertai
darah, tidak berat, sembuh bila berobat ke dikter dan tidak pernah mendapat pengobatan yang
lama, tidak ada riwayat memakai obat obatan secara rutin, tidak ada riwayat alergi, tidak pernah
timbul bercak kemerahan pada kedua pipi dan tidak pernah sakit kuning. Dari pemeriksaan fisik
dijumpai TD 110/70 mmHg, oedema pada kelopak mata dan skrotum. Pada hasil pemeriksaan
darah dijumpai albumin 1,5 mg/dl, cholesterol total 300 mg/dl, pemeriksaan urin dijumpai
proteinuria (+3), leukosit (-), ureum 100 mg/dl, creatinin 3,2 mg/dl.
Step 1
Ureum : hasil metabolism protein
Proteinuria : protein serum yang berlebihan dalam urine
Step 2
1. Mengapa bengkak terjadi di pagi hari dan ketika siang makin berkurang ?
2. Mengapa oedema hanya di kelopak mata dan skrotum ?
3. Mengapa terjadi proteinuria?
4. Apa penyebab oedema?
5. Mengapa urinnya sedikit dan keruh ?
6. Berapa nilai normal protein?
7. Apakah ada hub penyakit os terdahulu dengan keluhan sekarang?
1
Step 3
1. Karena mengikuti gaya gravitasi yaitu ketika pagi hari aktivitas terbanyak adalah tidur
sedangkan saat siang hari kebanyakan duduk dan berdiri sehingga di siang hari bengkak
pun berkurang.
2. Karena disanan merupaka intra sel yang memiliki rongga kosong jadi ronnga kosong
itulah yang akhirnya diisi oleh cairan tsb
3. Terjadinya proteinuria berkaitan dengan penurunan albumin yang disebabkan oleh
kebocoran gromelorus dalam proses filtrasi sehingga banyaknya albumin yang keluar
dari tubuh dan terjadinya proteinuria
4. Oedeme disebabkan oleh penurun albumin dalam darah membuat cairan cairan tersebut
merembes ke intrasel dan terjadinya oedema
5. Kerusakan glomerolus ansa henle pemekatan urine dan juga proses kompensasi
tubuh karena terjadinya retensi cairan sehingga urin menjadi keruh dan sedikit
6. 150 mg/hari
7. Tidak ada
2
STEP 4
3
Glomerolus Bocor
Ansa Henle
Pemekatan urine meningkat
Peningkatan permeabilitas kapiler
hipoalbuminproteinuria
Oedema
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN)
ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan
lipiduria.
Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi pada SN berat yang disertai
kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi
terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,
hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormone tiroid sering
dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang
berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat
sembuh sendiri dan menunjukkan respone yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi sebagian
lain dapat berkembang menjadi kronik.
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium
dan kalium di dalam darah atau produksi urin.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau
terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih
sering dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure
= ARF) dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi
4
penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan
ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea
nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi
ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi
parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Pada penderita gagal ginjal kronik,
kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85 %.
1.2 Tujuan Pembahasan
Mengetahui definisi dan klasifikasi dari sindroma nefrotik dan gagal jantung
Mengetahui patofisiologi dari sindroma nefrotik dan gagal jantung
Mengetahui penyebab dari sindroma nefrotik dan gagal jantung
Mengetahui penatalaksanaanya
1.3 Metode dan Teknik
Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering
digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami
menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber
data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh
informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang
didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang
akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah
ini.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SINDROMA NEFROTIK
A. DEFINISI SINDROMA NEFROTIK
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria,
hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor
yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala
edema, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Berdasarkan pengertian diatas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa sindroma nefrotik
adalah merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema.
B. ETIOLOGI
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Menurut Ngastiyah (2005),
umumnya etiologi dibagi menjadi :
Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
6
Gejala : Edema pada masa neonates
Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
- Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan plasmodium malariae,
memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau
tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah
infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari) atau parasit
lainnya.
- Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
- Glumerulonefritis akut atau kronik,
- Trombosis vena renalis.
- Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
- Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
- Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat imunoglublin G
(IgG) pada dinding kapiler glomerulus.
- Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
7
Glomerulonefritis proliferative
- Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial
dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang
menyebabkan kapiler tersumbat.
- Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
- Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular
dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis
buruk.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),
dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia
dan ekstermitas bawah.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
Pucat
Hematuri
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
8
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )
D. PATOFISIOLOGI
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang
terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom
nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi
filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin.
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi
tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan.
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan
air yang direabsorbsi akan memperberat edema
9
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau
dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg / dL
dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik.
Pemeriksaan dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
Protein urin > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
Urinalisa cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin meningkat (normal : 285 mOsmol)
Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)
b. Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml).
Hal ini disebut sebagaihipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5
gram/100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang
terjadi ditubuh ginjal.
Peningkatan katabolisme in merupakan factor tambahanterjadinya hipoalbuminemia selai
n dari proteinuria (albuminuria).
10
Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100 ml,
dan syokhipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100 ml. (Betz, 2002)
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.
Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau
pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli. (Betz, 2002)
F. PENATALAKSANAAAN
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam
minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
c. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan.
Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
d. Dengan antibiotik bila ada infeksi.
e. Diuretikum
f. Kortikosteroid
11
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara
pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan
badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat
respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
g. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung,
diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindroma nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan pengawasan dan
pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema yang berat
(anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman
dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.
Pasien sindroma nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur, karena dengan keadaan
edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama
edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang,
karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema
hebat).
12
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadi penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya,
tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan.
Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut
pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan
masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik diberikan
diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta
rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa makanan
biasa atau lunak. (Ngastiyah, 2005)
Pasien dengan sindroma nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh yang mengakibatkan
mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksistreptococcus dapat terjadi. Untuk
mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian
pasien harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu
yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan
bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindroma nefrotik. Pasien sendiri perlu juga
diterangkan aktivitas apa yang perlu dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu
diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada
keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak
terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu
yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali). (Ngastiyah, 2005)
G. KOMPLIKASI
13
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf, .2002)
2.2 GAGAL GINJAL
14
A. DEFINISI
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan
membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan cairan serta
elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah. Ginjal juga memproduksi bentuk
aktif dari vitamin D yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan sehingga
membuat tulang menjadi kuat. Selain itu ginjal memproduksi hormon eritropoietin yang
merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah, serta renin yang berfungsi
mengatur volume darah dan tekanan darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya
secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan
mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-
zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta cairan
akan melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah, protein dan zat-zat yang berukuran
besar akan tetap tertahan di dalam darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian
ginjal yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses di dalam tubulus ginjal.
Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam filtrat akan diserap lagi dan
akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat. Hasil akhir dari
proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka
dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri . Penyakit gagal ginjal lebih sering
dialami mereka yang berusia dewasa , terlebih pada kaum lanjut usia .
Secara umum, gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang
menyerang traktus urinarius.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure
= ARF) dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi
penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan
ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea
15
nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi
ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end
stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju
penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR) yang dapat dilihat pada
tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2.
Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi
1 Lebih dari 90 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih normal
atau sedikit meningkat
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease)
B. ETIOLOGI
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang didedrita oleh
tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun
beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
Menderita penyakit kanker (cancer)
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri
(polycystic kidney disease)
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak
penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis. Adapun
penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat
ditangani antara lain adalah ; Kehilangan carian banyak yang mendadak ( muntaber, perdarahan,
16
luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis,
Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis.
Menurut Brunner & Suddarth (2002),menyatakan tiga kategori utama penyebab gagal
ginjal akut antara lain:
a. Prarenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume misalnya karena kekurangan
cairan mendadak (dehidrasi) seperti pada pasien muntaber yang berat atau kehilangan
darah yang banyak (Lumenta & Nefro, 2004 :65), vasodilatasi (sepsi dan anafilaksis),
gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, syok kardiogenik).
b. Intrarenal
Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal.
Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya
hemoglobin dan mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal/ iskemia
atau keduanya, transfusi terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID).
c. Pasca renal
Yang termasuk kondisi penyebab pascarenal antara lain : Obstruksi traktus urinarius,
batu, tumor, BPH, striktur uretra dan bekuan darah. (Brunner & Suddarth, 2002: 1444).
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau
terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih
sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. (Brunner & Suddarth, 2002: 1443).
Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan
17
fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak tidak dapat lagi
memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang mengandung zat-zat yang sudah tidak
diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh
C. PATOFISIOLOGI
A. Gagal ginjal akut dibagi dua tingkatan.
- Fase mula
- Fase maintenance.
Fase mula
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya aliran darah ginjal,
terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal
mungkin sama dengan agen neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada keadaan
normal yaitu sistem saraf simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal dan faktor
faktor natriuretik atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal maka akan diikuti
menurunnya filtrasi glomerulus.
Fase maintenance
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan akumulasi dari
debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran
darah kembali normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal
ginjal dan keadaan ini cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator
aliran darah ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi
merupakan penyebab umum oliguri perioperative. Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem renin - angiotensin. Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah
ginjal dan menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal.
b. Gagal Ginjal Kronik
18
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron
yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga
jumlah nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah
penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan
menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka
gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi
retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut
bila salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan
sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi
vasokonstriksi dan hipertensi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari, dan usia pasien.
Kardiovaskuler :
Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)
- Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
- Edema periorbital
- Gagal jantung kongestif
- Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
- Pembesaran vena leher
- Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh
toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang
timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi
- Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastatic.
19
Dermatologi/integument :
- Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit
- Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom
- Kulit kering, bersisik
- Ekimosis akibat gangguan hematologis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
- Butiran uremic/urea frost (suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi
akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir).
Pulmoner :
- Krekels
- Sputum kental dan liat
- Napas dangkal
- Pernapasan kussmaul
Gastrointestinal :
- Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di
mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain adalah timbulnya
stomatitis dan parotitis
- Ulserasi dan perdarahan pada mulut
- Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di dalam usus,
terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metil
guanidine, serta sembabnya mukosa usus
- Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
- Konstipasi dan diare
- Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
20
Neurologi :
- Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan konsentrasi,
tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
- Konfusi
- Disorientasi
- Kelemahan pada tungkai
- Rasa panas pada telapak kaki
- Perubahan perilaku
- Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.
Endokrin :
- Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada
gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan klirens
metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan berkurang
- Gangguan metabolisme lemak
- Gangguan metabolisme vitamin D
Sistem lain :
- Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan
kalsifikasi metastatic
- Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolism
- Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :
Diet tinggi kalori dan rendah protein
21
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea
dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan
dari kalium dan garam.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis
ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p
(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain
mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan
dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi
keluaran sekitar 500 ml).
Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi
dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia,
dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-
obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti
inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya
terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan
dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
22
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan
oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga
obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin,
kortikosteroid dan sitostatik.
Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
F. KOMPLIKASI
Gagal Ginjal Akut
Edema Paru-Paru
Edema paru-paru terjadi akibat terjadinya penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa yang
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena ginjal tidak
dapat mensekresi urine dan garam dalam jumlah cukup. Sering kali edema paru-paru
menyebabkan kematian.
Hiperkalemia
Komplikasi kedua adalah hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi).yaitu suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/l darah. Perlu diketahui konsentrasi kalium
yang tinggi justru berbahaya daripada kondisi sebaliknya ( konsentrasi kalium rendah ).
Konsentrasi kalium darah yang lebih tinggi dari 5,5 mEq/l dapat mempengaruhi system konduksi
listrik jantung. Apabila hal ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan
jantungpun BERHENTI BERDENYUT.
Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi . Pertama, hiperkalemia, yang
diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic. Kedua, perikardistis efusi
23
pericardial dan temponade jantung.Ketiga, hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan
natrium, serta mal fungsi system rennin angioaldosteron. Keempat, anemia yang disebabkan oleh
penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, an pendarahan gastrointestinal akibat
iritasi. Kelima, penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia atau
hipoprotein, hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, edema, hiperkoagulabilitas, lipiduria.
24
Proteinuria masif yang keluar lebih dari 3,5 gram setiap hari/ 173 m luas permukaan tubuh dan
hipoalbumineia (kurang dari 3,5 gr/dl)
Penyebab sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan
dengan kelainan primer dengan sebab tidak diketahui. Sindrom nefrotik sekunder akibat penyakit
infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multi sistem, alergi, penyakit herediter, toksin,
trombosis vena renalis, obesitas masif. Penyebab umumnya adalah kelainan glomerulus akibat
dari benigna, glomenuonefritis, glomerosklerosis, nefropati IgA, penyakit minimal. Kelainan
sekunder akibat herediter, autoimun,infeksi, obat (anti inflamasi non steroid, heroin, emas.
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan
membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan cairan serta
elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya
secara normal.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure
= ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi
penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan
ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea
nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi
ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end
stage renal disease).
3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan
mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :
1. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikut
2. Pembahasan yang lebih mendalam
3. Pembahasan secara tepat dan benar
25
Beberapa poin di atas merupakan saran kami berikan, apabila ada yang ingin
melanjutkan penelitian terhadap makalah ini .
Demikianlah makalah ini disusun serta besar harapan nanti makalah ini dapat berguna
bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa fakultas kedokteran UISU dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami terima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
kami.
DAFTAR PUSTAKA
- Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
- FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta
- Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
- Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
- Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan pertama 2000. EGC,
Jakarta.
- McQuaid, K. R, Alimentary Tract in Current Medical Diagnosis & Treatment, 44th ed.
2005. Mc Graw-Hill companies.
26
- Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
- Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
- Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta
- Price. S, Wilson. L. M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1.
Cetakan 1. 1995. EGC, Jakarta
BIODATA PENULIS
Ketua : Mahdalena 7112080051
Sekretaris : Wenty Arbayeni 7112080222
Anggota : Solihatun Nur Fatimah 7112080155
Nurfenti 7112080281
Faisal Aryadi Nasution 7112080128
Desilawati 7112080144
27