isi 25

40
Scenario BENGKAK DISELLURUH TUBUHM, anak laki laki usia 8 tahun dibawa ibunya ke puskesma dengan keluhan bengkak pada kaki, tangan, wajah. Awalnya bengkak pada wajah sejak 2 bulan yang lalu, keluhan berikutnya bengkak mulai dirasa pada kaki dan buah zakarnya. Ibunya juga mengatakan bahwa kencing anaknya hanya sedikit dan keruh. Sebelumnya, os sering batuk sejak 5 bulan lalu tanpa disertai darah, tidak berat, sembuh bila berobat ke dikter dan tidak pernah mendapat pengobatan yang lama, tidak ada riwayat memakai obat obatan secara rutin, tidak ada riwayat alergi, tidak pernah timbul bercak kemerahan pada kedua pipi dan tidak pernah sakit kuning. Dari pemeriksaan fisik dijumpai TD 110/70 mmHg, oedema pada kelopak mata dan skrotum. Pada hasil pemeriksaan darah dijumpai albumin 1,5 mg/dl, cholesterol total 300 mg/dl, pemeriksaan urin dijumpai proteinuria (+3), leukosit (-), ureum 100 mg/dl, creatinin 3,2 mg/dl. Step 1 Ureum : hasil metabolism protein Proteinuria : protein serum yang berlebihan dalam urine 1

Upload: wenty-arbeii

Post on 21-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

J

TRANSCRIPT

Scenario

“BENGKAK DISELLURUH TUBUH”

M, anak laki laki usia 8 tahun dibawa ibunya ke puskesma dengan keluhan bengkak pada

kaki, tangan, wajah. Awalnya bengkak pada wajah sejak 2 bulan yang lalu, keluhan berikutnya

bengkak mulai dirasa pada kaki dan buah zakarnya. Ibunya juga mengatakan bahwa kencing

anaknya hanya sedikit dan keruh. Sebelumnya, os sering batuk sejak 5 bulan lalu tanpa disertai

darah, tidak berat, sembuh bila berobat ke dikter dan tidak pernah mendapat pengobatan yang

lama, tidak ada riwayat memakai obat obatan secara rutin, tidak ada riwayat alergi, tidak pernah

timbul bercak kemerahan pada kedua pipi dan tidak pernah sakit kuning. Dari pemeriksaan fisik

dijumpai TD 110/70 mmHg, oedema pada kelopak mata dan skrotum. Pada hasil pemeriksaan

darah dijumpai albumin 1,5 mg/dl, cholesterol total 300 mg/dl, pemeriksaan urin dijumpai

proteinuria (+3), leukosit (-), ureum 100 mg/dl, creatinin 3,2 mg/dl.

Step 1

Ureum : hasil metabolism protein

Proteinuria : protein serum yang berlebihan dalam urine

Step 2

1. Mengapa bengkak terjadi di pagi hari dan ketika siang makin berkurang ?

2. Mengapa oedema hanya di kelopak mata dan skrotum ?

3. Mengapa terjadi proteinuria?

4. Apa penyebab oedema?

5. Mengapa urinnya sedikit dan keruh ?

6. Berapa nilai normal protein?

7. Apakah ada hub penyakit os terdahulu dengan keluhan sekarang?

1

Step 3

1. Karena mengikuti gaya gravitasi yaitu ketika pagi hari aktivitas terbanyak adalah tidur

sedangkan saat siang hari kebanyakan duduk dan berdiri sehingga di siang hari bengkak

pun berkurang.

2. Karena disanan merupaka intra sel yang memiliki rongga kosong jadi ronnga kosong

itulah yang akhirnya diisi oleh cairan tsb

3. Terjadinya proteinuria berkaitan dengan penurunan albumin yang disebabkan oleh

kebocoran gromelorus dalam proses filtrasi sehingga banyaknya albumin yang keluar

dari tubuh dan terjadinya proteinuria

4. Oedeme disebabkan oleh penurun albumin dalam darah membuat cairan cairan tersebut

merembes ke intrasel dan terjadinya oedema

5. Kerusakan glomerolus ansa henle pemekatan urine dan juga proses kompensasi

tubuh karena terjadinya retensi cairan sehingga urin menjadi keruh dan sedikit

6. 150 mg/hari

7. Tidak ada

2

STEP 4

3

Glomerolus Bocor

Ansa Henle

Pemekatan urine meningkat

Peningkatan permeabilitas kapiler

hipoalbuminproteinuria

Oedema

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN)

ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan

lipiduria.

Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala

ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi pada SN berat yang disertai

kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi

terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.

Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,

hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormone tiroid sering

dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang

berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat

sembuh sendiri dan menunjukkan respone yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi sebagian

lain dapat berkembang menjadi kronik.

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan

pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium

dan kalium di dalam darah atau produksi urin.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau

terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih

sering dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure

= ARF) dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi

4

penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan

ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea

nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi

ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi

parah.  Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Pada penderita gagal ginjal kronik,

kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85 %.

1.2 Tujuan Pembahasan

Mengetahui definisi dan klasifikasi dari sindroma nefrotik dan gagal jantung

Mengetahui patofisiologi dari sindroma nefrotik dan gagal jantung

Mengetahui penyebab dari sindroma nefrotik dan gagal jantung

Mengetahui penatalaksanaanya

1.3 Metode dan Teknik

Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering

digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami

menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber

data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh

informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang

didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang

akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah

ini.

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SINDROMA NEFROTIK

A. DEFINISI SINDROMA NEFROTIK

Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya

injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria,

hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.

Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,

hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor

yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala

edema, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, kadang-kadang terdapat hematuria,

hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.

Berdasarkan pengertian diatas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa sindroma nefrotik

adalah merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia,

hiperlipidemia, dan edema.

B. ETIOLOGI

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai

suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Menurut Ngastiyah (2005),

umumnya etiologi dibagi menjadi :

Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap

semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan

pertama kehidupannya.

6

Gejala : Edema pada masa neonates

Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

- Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan plasmodium malariae,

memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau

tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah

infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari) atau parasit

lainnya.

- Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

- Glumerulonefritis akut atau kronik,

- Trombosis vena renalis.

- Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.

- Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif

hipokomplementemik. 

Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan

histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa

dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :

- Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.

Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat imunoglublin G

(IgG) pada dinding kapiler glomerulus.

- Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

7

Glomerulonefritis proliferative

- Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial

dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang

menyebabkan kapiler tersumbat.

- Dengan penebalan batang lobular.

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

- Dengan bulan sabit ( crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular

dan viseral. Prognosis buruk.

Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di

mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.

Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis

buruk.

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari

bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),

dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia

dan ekstermitas bawah.

Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa

Pucat

Hematuri

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat

dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

8

Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya

terjadi.

Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )

D. PATOFISIOLOGI

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria

sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh

karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang

terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom

nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi

filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya

diekskresikan dalam urin.

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari

albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar

albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi

tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang

memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena

hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan

pergeseran cairan.

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun

dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume

intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan

system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan

mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan

aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan

hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini

mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan

air yang direabsorbsi akan memperberat edema

9

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan

mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan

lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis

protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena

penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Urin

Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik.

Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau

dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg / dL 

dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik.

Pemeriksaan dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.

Protein urin   > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari

Urinalisa  cast hialin dan granular, hematuria

Dipstick urin  positif untuk protein dan darah

Berat jenis urin  meningkat (normal : 285 mOsmol)

Darah

Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

a.         Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)

b.        Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml). 

Hal ini disebut sebagaihipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5

gram/100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang

terjadi ditubuh ginjal. 

Peningkatan katabolisme in merupakan factor tambahanterjadinya hipoalbuminemia selai

n dari proteinuria (albuminuria). 

10

Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100 ml,

dan syokhipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100 ml. (Betz, 2002)

Pemeriksaan Diagnostik

Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.

USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.

Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau

pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli. (Betz, 2002)

F. PENATALAKSANAAAN

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau

menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan

mengatasi komplikasinya, yaitu:

a.         Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1

gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan

yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

b.        Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam

minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.

c.         Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,

biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan.

Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan

diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan

intravaskuler berat.

d.        Dengan antibiotik bila ada infeksi.

e.         Diuretikum

f.          Kortikosteroid

11

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara

pengobatan sebagai berikut :

1)        Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan

badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

2)        Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40

mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat

respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

3)        Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg

sampai akhirnya dihentikan.

g.        Lain-lain

Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung,

diberikan digitalis. (Behrman, 2000)

2.      Penatalaksanaan Keperawatan

Pasien sindroma nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan pengawasan dan

pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema yang berat

(anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa  aman

dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.

Pasien sindroma nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur, karena dengan keadaan

edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama

edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.

a.         Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan

menyebabkan sesak nafas.

b.        Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang,

karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema

hebat).

12

c.         Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah

pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan

menjadi penyebab kematian pasien).

Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya,

tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan.

Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut

pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan

masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik diberikan

diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta

rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa makanan

biasa atau lunak. (Ngastiyah, 2005)

Pasien dengan sindroma nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh yang mengakibatkan

mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksistreptococcus dapat terjadi. Untuk

mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian

pasien harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu

yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan

bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindroma nefrotik. Pasien sendiri perlu juga

diterangkan aktivitas apa yang perlu dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu

diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada

keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak

terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu

yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali). (Ngastiyah, 2005)

G. KOMPLIKASI

13

1.         Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia.

2.         Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang

menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.

3.          Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi

peninggian fibrinogen plasma.

4.         Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf, .2002)

2.2 GAGAL GINJAL

14

A. DEFINISI

Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan

membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan cairan serta

elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah. Ginjal juga memproduksi bentuk

aktif dari vitamin D yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan sehingga

membuat tulang menjadi kuat. Selain itu ginjal memproduksi hormon eritropoietin yang

merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah, serta renin yang berfungsi

mengatur volume darah dan tekanan darah.

Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya

secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan

mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-

zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta cairan

akan melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah, protein dan zat-zat yang berukuran

besar akan tetap tertahan di dalam darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian

ginjal yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses di dalam tubulus ginjal.

Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam filtrat akan diserap lagi dan

akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat. Hasil akhir dari

proses ini adalah urin (air seni).

Gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka

dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri . Penyakit gagal ginjal lebih sering

dialami mereka yang berusia dewasa , terlebih pada kaum lanjut usia .

Secara umum, gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang

menyerang traktus urinarius.

Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure

= ARF) dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi

penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan

ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea

15

nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi

ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus

selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end

stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju

penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR) yang dapat dilihat pada

tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2.

Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi

1 Lebih dari 90 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih normal

atau sedikit meningkat

2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun

3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang

4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat

5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease)

B. ETIOLOGI

Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang didedrita oleh

tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun

beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :

Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)

Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)

Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)

Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik

Menderita penyakit kanker (cancer)

Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri

(polycystic kidney disease)

Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak

penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis. Adapun

penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat

ditangani antara lain adalah ; Kehilangan carian banyak yang mendadak ( muntaber, perdarahan,

16

luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis,

Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis.

Menurut Brunner & Suddarth (2002),menyatakan tiga kategori utama penyebab gagal

ginjal akut antara lain:

a. Prarenal (hipoperfusi ginjal)

Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume misalnya karena kekurangan

cairan mendadak (dehidrasi) seperti pada pasien muntaber yang berat atau kehilangan

darah yang banyak (Lumenta & Nefro, 2004 :65), vasodilatasi (sepsi dan anafilaksis),

gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, syok kardiogenik).

b. Intrarenal

Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal.

Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya

hemoglobin dan mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal/ iskemia

atau keduanya, transfusi terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid

(NSAID).

c. Pasca renal

Yang termasuk kondisi penyebab pascarenal antara lain : Obstruksi traktus urinarius,

batu, tumor, BPH, striktur uretra dan bekuan darah. (Brunner & Suddarth, 2002: 1444).

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan

pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti

sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau

terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih

sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari

berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. (Brunner & Suddarth, 2002: 1443).

Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan

17

fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak tidak dapat lagi

memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang mengandung zat-zat yang sudah tidak

diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh

C. PATOFISIOLOGI

A. Gagal ginjal akut dibagi dua tingkatan.

- Fase mula

- Fase maintenance.

Fase mula

Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya aliran darah ginjal,

terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal

mungkin sama dengan agen neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada keadaan

normal yaitu sistem saraf simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal dan faktor

faktor natriuretik atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal maka akan diikuti

menurunnya filtrasi glomerulus.

Fase maintenance

Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan akumulasi dari

debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran

darah kembali normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal

ginjal dan keadaan ini cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator

aliran darah ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi

merupakan penyebab umum oliguri perioperative. Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf

simpatis dan sistem renin - angiotensin. Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah

ginjal dan menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal.

b.       Gagal Ginjal Kronik

18

Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron

yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga

jumlah nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah

penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan

menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka

gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.

Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi

retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut

bila salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan

sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi

vasokonstriksi dan hipertensi.

D. MANIFESTASI KLINIS

Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi

lain yang mendasari, dan usia pasien.

Kardiovaskuler  :

Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari

aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)

- Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)

- Edema periorbital

- Gagal jantung kongestif

- Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)

- Pembesaran vena leher

- Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh

toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang

timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi

- Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi

metastatic.

19

Dermatologi/integument :

- Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan

pengendapan kalsium di pori-pori kulit

- Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan

urokrom

- Kulit kering, bersisik

- Ekimosis akibat gangguan hematologis

- Kuku tipis dan rapuh

- Rambut tipis dan kasar

- Butiran uremic/urea frost (suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi

akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir).

Pulmoner :

- Krekels

- Sputum kental dan liat

- Napas dangkal

- Pernapasan kussmaul

Gastrointestinal :

- Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di

mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain adalah timbulnya

stomatitis dan parotitis

- Ulserasi dan perdarahan pada mulut

- Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di dalam usus,

terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metil

guanidine, serta sembabnya mukosa usus

- Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui

- Konstipasi dan diare

- Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)

20

Neurologi :

- Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan konsentrasi,

tremor, asteriksis, mioklonus, kejang

- Konfusi

- Disorientasi

- Kelemahan pada tungkai

- Rasa panas pada telapak kaki

- Perubahan perilaku

- Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.

Endokrin :

- Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada

gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan klirens

metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang. Keadaan ini

dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan berkurang

- Gangguan metabolisme lemak

- Gangguan metabolisme vitamin D

Sistem lain :

- Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan

kalsifikasi metastatic

- Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolism

- Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

E. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis

selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :

Diet tinggi kalori dan rendah protein

21

Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea

dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan

dari kalium dan garam.

Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.

Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis

ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p

(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain

mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan

dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi

keluaran sekitar 500 ml).

Kontrol hipertensi

Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi

dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung

tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.

Kontrol ketidaksemibangan elektrolit

Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia,

dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-

obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti

inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan

kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.

Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya

terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan

dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.

Deteksi dini dan terapi infeksi

Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.

Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.

22

Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan

oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga

obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin,

kortikosteroid dan sitostatik.

Deteksi dan terapi komplikasi

Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer,

hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,

kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.

F. KOMPLIKASI

Gagal Ginjal Akut

Edema Paru-Paru

Edema paru-paru terjadi akibat terjadinya penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa yang

berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena ginjal tidak

dapat mensekresi urine dan garam dalam jumlah cukup. Sering kali edema paru-paru

menyebabkan kematian.

Hiperkalemia

Komplikasi kedua adalah hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi).yaitu suatu keadaan

dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/l darah. Perlu diketahui konsentrasi kalium

yang tinggi justru berbahaya daripada kondisi sebaliknya ( konsentrasi kalium rendah ).

Konsentrasi kalium darah yang lebih tinggi dari 5,5 mEq/l dapat mempengaruhi system konduksi

listrik jantung. Apabila hal ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan

jantungpun BERHENTI BERDENYUT.

Komplikasi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi . Pertama, hiperkalemia, yang

diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic. Kedua, perikardistis efusi

23

pericardial dan temponade jantung.Ketiga, hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan

natrium, serta mal fungsi system rennin angioaldosteron. Keempat, anemia yang disebabkan oleh

penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, an pendarahan gastrointestinal akibat

iritasi. Kelima, penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang

rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia atau

hipoprotein, hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, edema, hiperkoagulabilitas, lipiduria.

24

Proteinuria masif yang keluar lebih dari 3,5 gram setiap hari/ 173 m luas permukaan tubuh dan

hipoalbumineia (kurang dari 3,5 gr/dl)

Penyebab sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan

dengan kelainan primer dengan sebab tidak diketahui. Sindrom nefrotik sekunder akibat penyakit

infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multi sistem, alergi, penyakit herediter, toksin,

trombosis vena renalis, obesitas masif. Penyebab umumnya adalah kelainan glomerulus akibat

dari benigna, glomenuonefritis, glomerosklerosis, nefropati IgA, penyakit minimal. Kelainan

sekunder akibat herediter, autoimun,infeksi, obat (anti inflamasi non steroid, heroin, emas.

Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan

membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan cairan serta

elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.

Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya

secara normal.

Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure

= ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi

penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan

ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea

nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi

ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus

selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end

stage renal disease).

3.2 Saran

Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan

mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :

1. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikut

2. Pembahasan yang lebih mendalam

3. Pembahasan secara tepat dan benar

25

Beberapa poin di atas merupakan saran kami berikan, apabila ada yang ingin

melanjutkan penelitian terhadap makalah ini .

Demikianlah makalah ini disusun serta besar harapan nanti makalah ini dapat berguna

bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa fakultas kedokteran UISU dalam menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami terima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah

kami.

DAFTAR PUSTAKA

- Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

- FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

- Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

- Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

- Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan pertama 2000. EGC,

Jakarta.

- McQuaid, K. R, Alimentary Tract in Current Medical Diagnosis & Treatment, 44th ed.

2005. Mc Graw-Hill companies.

26

- Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

- Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

- Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

- Price. S, Wilson. L. M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1.

Cetakan 1. 1995. EGC, Jakarta

BIODATA PENULIS

Ketua : Mahdalena 7112080051

Sekretaris : Wenty Arbayeni 7112080222

Anggota : Solihatun Nur Fatimah 7112080155

Nurfenti 7112080281

Faisal Aryadi Nasution 7112080128

Desilawati 7112080144

27

Ema Ssilawati 7112080011

Triana Purwoningsih 7112080344

Irmayani Br. Damanik 7112080111

Cory Cintia Alkalili 7112080196

Citra Anisa Manik 7112080355

Melizza Armelia Zardi 7112080071

28