isbd individu tradisi madura yang perlu dilestarikan fmipa uny
TRANSCRIPT
Nama : Ismi FawaidNIM : 13307144003Kelas : KIMIA E
Tradisi Masyarakat Madura pada Umumnya dan Pamekasan
Khususnya yang Perlu Dilestarikan
1. Latar Belakang
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah utara Jawa Timur. Pulau
Madura ini besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil dari pulau Bali), dengan
penduduk sebanyak 4 juta jiwa. Madura dibagi menjadi 4 kabupaten, Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Meski kebanyakan wilayah yang termasuk kawasan Madura adalah
kepulauan, namun Madura tetap memiliki kebudayaan tersendiri. Budaya Madura
berbeda dengan budaya Jawa. Kebudayaan Madura yang bersumber dari kraton,
sedikit banyak terpengaruh oleh kebudayaan kraton Jawa. Baik dalam bidang seni,
tari, macopat, bahasa, ataupun gending-gending gamelan. Namun hal ini bukan
berarti Madura tidak memiliki akar budaya sendiri.
Perbedaan yang cukup mencolok dapat terlihat dalam kehidupan keseharian,
sifat orang Madura yang lebih egaliter dan terbuka, berbeda dengan sifat orang Jawa
yang mempunyai sifat “ewuh pakewuh“. Dalam hal mencari rezeki pun, orang-orang
Madura sejak masa lalu sudah berani merantau ke luar pulau. Hal ini terbukti dengan
banyaknya orang Madura yang tersebar hampir di seluruh penjuru Negeri bahkan
sampai-sampai di luar negeri pun ada.
Masyarakat Madura dikenal juga memiliki budaya yang khas, unik,
stereotipikal, dan stigmatik. Istilah khas disini menunjukkan bahwa entitas etnik
Madura memiliki kekhususan-kultural yang tidak serupa dengan etnografi komunitas
etnik lain. Kekhususan-kultural ini antara lain tampak pada ketaatan, ketundukan,
dan kepasrahan mereka kepada empat figur utama dalam kehidupan yaitu Buppa,
Babu, Guruh, ban Ratoh (Ayah, Ibu, Guru dan Pemimpin Pemerintahan).
Selain itu pula Madura masih memiliki beberapa nilai budaya yang perlu
untuk dilestarikan dan dikembangkan. Diantaranya adalah ungkapan-ungkapan
seperti: “Manossa coma dharma“, ungkapan ini menunjukkan keyakinan akan
kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. “Abhantal ombha’ asapo’ angen, abhantal
syahadad asapo’ iman“, menunjukkan akan berjalin kelindannya budaya Madura
dengan nilai-nilai Islam. ” Bango’ jhuba’a e ada’ etembang jhuba’ a e budi “, lebih
baik jelek di depan daripada jelek di belakang. “Asel ta’ adhina asal“, mengingatkan
kita untuk tidak lupa diri ketika menjadi orang yang sukses dan selalu ingat akan asal
mula keberadaan diri. “Lakonna lakone, kennengngana kennengnge” sama halnya
dengan ungkapan “The right man in the right place“. “Pae’ jha’ dhuli palowa, manes
jha’ dhuli kalodu“, nasehat agar kita tidak terburu-buru mengambil keputusan hanya
berdasarkan fenomena. Kita harus mendalami akar permasalahan, baru diadakan
analisis untuk kemudian menetapkan kebijakan. “Karkar colpe’“, bisa dikembangkan
untuk menumbuhkan sikap bekerja keras dan cerdas, apabila kita ingin menuai hasil
yang ingin dinikmati.
Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam
dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh
materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup
bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas
asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa.
Kita sebagai orang asli Madura harus mengenal budaya Madura yang masih
hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berbagai macam
kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan
kita akan kesenian daerah.
Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan.
Kekayaan budaya yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik
dari pengaruh animisme, Hinduisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur
tersebut sangat dominan mewamai kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya
berbagai kesenian yang benafaskan religius, terutama bernuansa Islami temyata lebih
menonjol.
Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di
Madura menunjukkan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia.
Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai
religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda
sebagai penerus warisan bangsa.
2. Rumusan Masalah
Kebudayaan dan tradisi suatu wilayah sewaktu-waktu tidak akan dilakukan
oleh orang-orang yang berada didaerah tersebut dengan alasan tertentu. Rumusan
masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah:
A. Seperti apakah tradisi Madura?
B. Tradisi Madura yang perlu dilestarikan?
3. Pembahasan
Madura dikenal dengan beragam dari tradisi, dari ujung barat ‘Kabupaten
Bangkalan’ sampai ujung timur ‘Kabupaten Sumenep’. Dari setiap kabupaten yang
ada di Madura, tradisi di setiap kabupaten berbeda. Akan tetapi jika dilihat dari sudut
pandang Kebudayaan, Madura adalah suatu kesatuan yang beragam akan
kebudayaan, sebab terdahulu Madura adalah bekas dari suatu kerajaan yang masih
kental akan budaya dan tradisi. Pamekasan merupakan salah satu kabupaten yang
terletak di Pulau Madura, juga dikenal sebagai Ibu Kota Madura, sedangkan
Sumenep sebelah timurnya Kabupaten Pamekasan. Tradisi di Kabupaten Pamekasan
dan Sumenep sangat banyak, salah satunya adalah “Mamapar Gigi” dan “Ngekak
Sanggher”.
Pengertian ‘Mamapar Gigi’ itu sendiri adalah “Mapar” dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai “melakukan suatu pekerjaan untuk merapikan dan
meluruskan”. Jadi, mapar gigi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk merapikan
dan meluruskan bentuk susunan gigi dengan seperangkat alat khusus. Tradisi ini
sangat erat kaitannya dengan daur hidup (lingkaran hidup) individu, khususnya bagi
seorang perempuan yang ingin melangsungkan pernikahan.
Upacara mapar gigi biasanya dilaksanakan ketika seorang gadis akan
melangsungkan Pernikahan. Tujuannya, agar bentuk gigi sang gadis terlihat lebih
rapi dan menarik. Selain itu, mapar gigi juga mengandung makna membuang segala
macam sangkal pada diri sang gadis sebelum memasuki kehidupan yang baru.
Peralatan dan perlengkapan yang disediakan oleh pihak keluarga calon mempelai
perempuan adalah: beraneka macam jajanan pasar yang nantinya akan digunakan
sebagai suguhan bagi para tamu dan rampatan (sesajen), kelapa gading, telur ayam,
air kumkuman seribu kembang, nasi kuning, dan dhamar kambang (lampu minyak
kelapa). Terakhir, peralatan yang disediakan oleh ahli papar gigi berupa: batu asah,
pisau yang menyerupai kikir, dan batu pengganjal.
Sedangkan pengertian pengertian Upacara Adat Ngekak Sangger adalah salah
satu adat budaya dari desa "Leggung" Sumenep Sampai saat ini upacara adat ini
masih dilestarikan oleh masyarakat desa Legung kecamatan Batang-Batang setiap
ada hajatan pernikahan, akan tetapi keberadaan di masyarakat Pamekasan upacara
adat Ngekak Sangger bisa dikatakan tidak ada lagi, mungkin ada yang melakukan
adat tradisi tersebut dibagian daerah pedalaman atau pedesaan.
Untuk upacara adat Ngekak Sangger terdapat beberapa tahapan, tahap
mencari jodoh, nyabak jajan atau lamaran, kemudian upacara penganten adat Ngekak
Sangger. Pada tahapan yang dominan dilakukan oleh masyarakat Jawa adalah
tahapan satu dan dua, sedangkan pada tahapan yang ketiga mungkin dilakukan dan
berbeda nama. Pada tahapan yang ketiga pelaksanaan pernikahan adat Ngekak
Sangger, pengantin pria mendatangi pengantin wanita. Di serambi depan rumah akan
terdapat satu buah Sangger yang untaiannya lepas satu persatu. Dalam upacara adat
ini penganten pria dituntut harus mengikat atau merangkai kembali
untaian Sangger seperti semula, disinilah puncak proses dari upacara adat penganten
tersebut dilaksanakan. Setelah acara tersebut, penganten pria akan bebenah dengan
memakai hiasan penganten lengkap untuk bersiapa-siap menjemput penganten
wanita pada acara penganten ngarak dengan berkeliling kampung di desanya sebagai
tanda memberitahukan kepada masyarakat bahwa mereka resmi menempuh hidup
baru dalam rumah tangga.
Dua tradisi tersebut sejak dahulu dilakukan akan tetapi pada saat ini mulai
berkurang, salah satu kemungkinan tradisi tersebut tidak dilakukan disebabkan oleh
berbagai alasan, salah satu menurut pendapat masyarakat Pamekasan yang diperoleh
dari hasil wawancara kepada Bapak Kholis yang merupakan tetuah di Desa Kaduara
Barat tentang tidak digunakannya lagi tradisi ‘Mamapar Gigi’ sebagai berikut “Bisa
jadi tradisi tidak digunakan pada masa kini adalah zaman dahulu berbeda dengan saat
ini, masyarakat dahulu lebih mementingkan tradisi, sebab dengan tradisi yang ada di
daerah tradisi itu berasal, masyarakat dapat mengetahui bagaimana asal-muasal
tradisi itu dilakukan sejak dari nenek moyang terdahulu, berbeda dengan zaman saat
ini, meskipun ada yang melakukan tradisi ‘Mamapar Gigi’ itupun tidak sedikit, juga
penggunaan alat yang dahulu juga berbeda dengan saat ini, dahulu masih sangat
sederhana dengan menggunakan alat kikir untuk meratakan gigi, kecanggihan
teknologi pada zaman sekarang memang semakin berkembang, bahkan untuk
meratakan gigi yang semula dengan alat kikir bisa lebih efisien dengan alat yang
dibantu dengan mesin. Hasil dan Kualitas gigi yang sudah dipapar juga berbeda
dengan hasil yang lebih cepat.”
Adat tradisi yang ada di Pamekasan dan Sumenep secara umum hampir sama,
dan salah satu faktor adat tradisi tersebut tidak dilakukan disebabkan oleh zaman
yang tidak sesuai, perkembangan teknologi yang sangat pesat seperti pada tradisi
mamapar gigi, alat yang digunakan bukan lagi alat kikir, sekarang sudah ada alat
yang dibantu oeh mesin dan hasinya lebih cepat dan lebih bagus, dan pada tradisi
ngekak sangger yang awalnya menggunakan rotan untuk mengikat sangger yang satu
dengan yang lainnya, dan pada saat ini tidak digunakan lagi sebab sudah ada paku
untuk melekatkan sangger, digunakannya paku menurut Ibu Sulah lebih efisien,
praktis dan lebih cepat. Akan tetapi penggunaan paku itu hasil dari melekatkan
sangger tidak seawet dari rotan. Faktor berikutnya dari generasi selanjutya,
maksudnya adalah generasi saat ini hanya saja mengetahui bahwa dahulu terdapat
tradisi tersebut, dan hanya sekedar tahu itu saja dan tidak dilakukan lagi.
Kemungkinan terbesar pada zaman anak cucu kita kelak, tradisi tersebut sudah tidak
ada lagi dan sudah mulai punah.
4. Penutup dan Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Madura kaya akan
budaya, salah satu budaya yang terkenal adalah Karapan Sapi, dari segi kulineria
atau makanan khas Madura yakni Sate, dan dari segi kerajinan adalah Batik Tulis
Madura. Batik tulis madura mempunyai motif yang berbeda dengan daerah lain,
batik tulis madura bermotif ke natural atau alam. Dari segi pewarnaan juga beda,
batik madura mempunyai warna yang mencolok, seperti warna merah, jingga.
Sebagai generasi muda atau putra dan putri daerah, merupakan kewajiban
kitalah yang seharusnya mempelajari budaya dan tradisi yang ada di Madura pada
umumnya dan di daerah sendiri. Budaya dan tradisi yang ada merupakan warisan
nenek moyang yang harus kita jaga dan jangan sampai hilang.
Daftar Pustaka
http://fariddikiperdana.blogspot.com/2013/02/kebudayaan-madura.html diakses pada
tanggal 26 Februari 2014 pukul 16.39
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pamekasan diakses pada tanggal 20 Februari 2014
pukul 12.18
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sumenep diakses pada tanggal 20 Februari 2014
pukul 13.03
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1260/suku-madura diakses pada tanggal 2 Maret
2014 pukul 09.05
Mien Ahmad Rifai. 2007. “Manusia Madura”. Pilar Media. Yogyakarta.
Van Dijk, K., de Jonge, H. & Touwen-Bouwsma, E., Introduction, di dalam: van Dijk et
al. (penyunting). 1995, hlm. 1-6. Across Madura Strait: the dynamics of an
insular society, Leiden: KITLV Press.