intuisi sebagai pendorong kelahiran seni - isi dps

13
1

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

1

Page 2: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

2

RUPA

JURNAL ILMIAH SENI RUPA

VOLUME 8 NO. 1 SEPTEMBER 2009

JURUSAN SENI RUPA MURNI

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2011

Page 3: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

3

RUPA

JURNAL ILMIAH SENI RUPA

VOLUME 8 NO. 1 SEPTEMBER 2009

Pelindung

Prof. Dr. I Wayan Rai S, MA.

Penanggungjawab

Dra. Ni Made Rinu, M.Si.

Ketua Penyunting

Drs. I Wayan Kondra, M.Si

Sekretaris Penyunting

I Wayan Setem, M.Sn

Penyunting Pelaksana

Drs. I Ketut Karyana

Drs. I Made Ruta

Penyunting Ali

Prof. Drs. Anak Agung Rai Kalam

Drs. I Ketut Murdana, M.Sn.

Produksi dan Distribusi Dra. Ni Made Purnami Utami, M.Erg.

ISSN 1412-9256

Page 4: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

4

DAFTAR ISI

1. Bentuk Komodifikasi Tubuh Perempuan Khususnya di Kover Majalah

Playboy

Komang Arba Wirawan ...................................................................... 1

2. Industri Seni Berbasis Warna Lokal: Persefektip Seni Lukis, Mengintip

Peluang Pasar Global

I Wayan Mudana ................................................................................. 23

3. Transfonnasi Nilai-Nilai Tradisi Bali dalam Penciptaan Seni Lukis

Kontemporer

Ni Made Purnami Utami ...................................................................... 40

4. Hofker Pelukis Realis Pengagum Eksotisme Bali

I Wayan Kondra ................................................................................... 50

5. Seni Lukis Tradisional Wayang Kamasan: Sebuah Potensi Daerah Sebagai

Kebudayaan Nasional

Cok Gd. Raka Swendra ........................................................................ 66

6. Seni Rupa Pra-Sejarah Sampai Klasik di Indonesia dalam Konteks,

Perubahan Kebudayaan

A.A. Ngr. Gede Surya Buana .............................................................. 77

7. Permainan Elektronik (Game) sebagai Alternativ Media Pembelajaran

Arya Pageh Wibawa ............................................................................. 91

8. Peranan Esensial Karakteristik Sampul Buku

Ni Ketut Rini Astuti .............................................................................. 112

9. Otak Kanan dan Kecerdasan Intuisi (Resensi Buku)

I Wayan Setem ..................................................................................... 118

Page 5: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

5

OTAK KANAN DAN KECERDASAN INTUISI

(RESENSI BUKU)

I Wayan Setem1

Judul Tulisan : Misteri Otak Kanan Manusia

Penulis : Daniel H. Pink.

Alih bahasa : Rusli

Penerbit : Think Yogyakarta.

Cetakan : Maret 2008.

Tebal : 336 halaman.

Kelengkapan : Catatan-catatan, Ucapan Terima Kasih, Tentang Penulis.

KRITIK POLA BERPIKIR REDUKTIF DAN ANALITIS

Terbitnya buku Misteri Otak Kanan Manusia tulisan Daniel H. Pink untuk

menelaah pergeseran bentuk pemikiran reduktif dan sangat analitis menuju cara

berpikir yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik bahkan menselaraskan

kerja otak kanan dan kiri. Buku setebal 336 halaman ini lebih tepat menempati posisi

sebagai karya pemikiran orisinil yang sangat mendalam tentang eksplorasi kerja otak

dengan berbagai ilustrasi tentang cara kita berpikir untuk mengarungi hidup dengan

cara lebih baik, lebih berarti serta produktif. Buku ini juga menjadi penting karena

telah meruntuhkan bentuk pemikiran dan pendekatan hidup yang bersifat reduktif

selama satu abad mendominasi masyarakat Barat.

Tegasnya dalam hal ini, misteri kecerdasan manusia jauh lebih besar dari

sekedar IQ. Manusia memiliki kecerdasan multi yang dirumuskan dengan istilah

multiple intelligences, meliputi kecerdasan logis-matematis, linguistik-verbal, visual-

spasial, musikal, kinesthetik, emosional (intrapersonal dan interpersonal), naturalis,

intuisi, moral, eksistensial, spiritual dan lain-lain.

Kecerdasan sebagai potensi otak manusia yang telah dijabarkan,

mencerminkan bahwa intuisi bagian dari kecerdasan manusia. Paul Maclean

mengemukakan bahwa, otak manusia terdiri dari tiga bagian dasar yang disebut “otak

trione” (three in one), yaitu batang (otak reptil), sistim limbik (otak mamalia) dan

neokorteks (Porter dan Hernacki, 2003: 26).

1 I Wayan Setem adalah Dosen Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni

Indonesia Denpasar.

Page 6: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

6

Sumber: Quantum Learning

…otak reptil adalah komponen terendah dari kecerdasan manusia kemudian

disekeliling otak reptil terdapat sistim limbik yang sangat kompleks dan luas, atau

otak mamalia. Sistim limbik adalah panel kontrol utama yang menggunakan informasi

dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh dan yang tidak begitu sering, indra

peraba dan penciuman sebagai input-nya. Kemudian informasi tersebut didistribusikan

kebagian pemikir di dalam otak yakni neokorteks. Dalam neokortekslah semua

kecerdasan yang lebih tinggi berada, seperti linguistik, matematika, visual /

spasial, kinestetik / perasa, musik dan antar pribadi (Porter dan Hernacki, 2003: 28).

Dari tiga bagian dasar otak manusia, juga dibagi menjadi belahan kanan dan

belahan kiri, yang lebih dikenal dengan “otak kanan dan otak kiri”.

Sumber: Quantum Learning

Proses berpikir otak kiri bersifat logis, linier, dan rasional. Cara berpikirnya se-

suai dengan tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi, audito-

Page 7: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

7

rial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Dan cara berpikir otak

kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan

cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non verbal, seperti perasaan dan emosi,

kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau

orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, kepekaan warna,

kreativitas, dan visualisasi.

Pada tahun 1970-an, Hershey Food Corp. menjalankan serangkaian iklan

televisi yang menggelikan dimana secara sembrono memuat pelajaran penting dalam

pemikiran otak kanan. Dalam iklan ini, seorang berjalan-jalan dalam mimpi sembari

mengunyah sebatang coklat. Yang lainnya sama-sama tidak sadar, berjalan-jalan

sembari makan selai kacang. Kedua orang itu bertengkar. Ending dari cerita itu

menegaskan ”kunci sukses adalah mengambil resiko untuk untuk memikirkan pikiran-

pikiran yang tidak konvensional dengan bisosiatif”. Mereka mempunyai makna intuitif

dari apa yang disebut ”Teori Inovasi Reese’s Peanut Butter Cup”: terkadang gagasan-

gagasan yang paling berpengaruh muncul dari penggabungan dua gagasan walaupun

sepertinya mustail untuk digabungkan.

Kemampuan untuk menempa jenis-jenis hubungan kreatif dan brilian ini adalah

tugas dari belahan kanan otak kita. Neurosaintis kognitif di Universitas Drexel dan

Northwestern telah menemukan bahwa kilatan-kilatan pandangan yang mendahului

momen-momen ”Aha!” disertai oleh ledakan besar dari aktifitas yang netral dibelahan

otak sebelah kanan. Bagaimanapun juga, ketika kita menyelesaikan masalah dalam

cara otak kiri yang lebih metodis, ”pusat eurika” ini tetap diam. Kemampuan kita

untuk mengaktifkan kapasitas belahan otak kanan ini menjadi lebih penting ketika kita

bertransisi dari era informasi dalam bisnis sekarang ini.

Dan, tentu saja kita menggunakan kedua belah otak kita bahkan untuk tugas-

tugas yang paling sederhana sekalipun. Namun perbedaan-perbedaan yang pasti antara

kedua belahan otak tersebut menghasilkan suatu kiasan yang kuat untuk menafsirkan

masa sekarang dan menentukan masa depan. Dewasa ini keterampilan-keterampilan

penentu era sebelumnya—kemampuan ”otak kiri” yang memperkuat era informasi—

sangat penting namun tidak lagi memadai. Dan kemampuan-kemampuan yang pernah

kita remehkan atau anggap kurang penting kapasitas-kapasitas otak kanan semakin

akan menentukan siapa akan berkembang dan siapa akan menggelepar. Bagi para

individu, keluarga, organisasi, keberhasilan profesi dan kepuasan pribadi sekarang

membutuhkan satu pikiran yang sepenuhnya baru (p. 14).

Dua belahan otak manusia tidaklah bekerja seperti saklar on-off—satu bergerak

turun segera setelah yang lainnya dihidupkan. ”Kita bisa saja mengatakan bahwa

wilayah-wilayah otak tertentu lebih aktif dari yang lainnya ketika ia menjalankan

fungsi-fungsi tertentu,” tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa fungsi-fungsi tersebut

hanya terbatas pada wilayah-wilayah tertentu saja. Neurosaintis seakan dua belahan

otak tersebut mengambil pendekatan yang sangat berbeda dalam menuntun tindakan

kita, memahami dunia, dan bereaksi terhadap pelbagai kejadian (p. 32-40).

Secara singkat dapat dijabarkan perbedaan otak kiri dan kanan manusia yakni:

1) Otak kiri mengontrol bagian tubuh sebelah kanan;dan sebaliknya.

Page 8: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

8

Otak manusia itu kontralateral yaitu, masing-masing belahan otak mengontrol

belahan tubuh lainnya yang bersebelahan. Itulah mengapa struke pada bagian kanan

otak seorang akan membuat sulit orang itu untuk menggerakkan bagian kiri tubuhnya

dan stroke pada bagian kiri akan merusak berfungsinya tubuh pada bagian kanan.

Kontralateralisasi bereaksi, tidak hanya ketika menulis atau menendang, tetapi

juga ketika kita menggerakkan kepala dan mata kita. Dalam sistem bahasa Barat,

membaca dan menulis meliputi pengalihan dari kiri ke kanan, dan karenanya latihlah

belahan otak sebelah kiri. Bahasa tertulis, yang ditemukan oleh orang-orang Yunani

sekitar tahun 550 SM, telah membantu memperkuat dominasi belahan otak sebelah

kiri (setidaknya di Barat) dan menciptakan apa yang disebut oleh pengikut para ahli

sejarah Yunani-Romawi kuno dari Harvbard, Eric Havelock sebagai ”pikiran alpa-

betis”, oleh karena itu tidaklah mengejutkan jika belahan otak kiri mendominasi

permainan.

2) Otak kiri bersifat berurutan: otak kanan bersifat simultan.

Pikiran dimensi lain tentang pikiran alpabetis; ia memproses suara dan simbol

secara berurutan. Ketika membaca kalimat yang mulai dengan kata ”ketika” pindah ke

kata ”anda” dan menemukan makna setiap huruf, setiap suku kata, setiap kata yang

sedang berlangsung. Ini juga merupakan suatu kemampuan belahan otak sebelah kiri

anda lebih unggul. Dalam kata-kata berurutan yang terdapat dalam buku teks tentang

neurosains:

Belahan kiri pada khususnya bagus dalam mengenali peristiwa-peristiwa

serial—peristiwa-peristiwa yang unsur-unsurnya terjadi secara berurutan—dan

mengontrol urutan-urutan prilaku. Belahan kiri juga dilibatkan dalam mengontrol

perilaku-perilaku serial. Fungsi-fungsi serial yang dilakukan oleh belahan kiri

mencakup aktivitas-aktivitas verbal, seperti berbicara, memahami perkataan orang

lain, membaca dan menulis.

Sebaliknya, belahan kanan tidak bergerak dalam pembentukan file tunggal A-B-

C-D-E. Bakat khususnya adalah kemampuan untuk menafsirkan sesuatu secara

simultan. Sisi otak kita ini ”mengkhususkan pada melihat benda-benda sekaligus:

melihat semua bagian dari bentuk geometris dan memahami bentuknya, atau melihat

pada semua unsur dari sebuah situasi dan memahami apa artinya”. Ini membuat

belahan kanan pada khususnya berguna dalam menafsirkan wajah-wajah dan

memberikan kepada manusia suatu kedudukan yang relatif lebih baik daripada

komputer.

3) Otak kiri mengkhususkan pada teks; otak kanan pada konteks.

Anggaplah bahwa pada suatu malam anda dan istri anda sedang menyiapkan

jamuan untuk malam. Anggap pula dipertengahan persiapan tersebut, istri anda sadar

bahwa anda lupa membeli bahan yang paling penting untuk makan malam tersebut.

Anggap juga istri anda mengambil kunci mobil, memonyongkan bibirnya, dan melihat

kepada anda, dan berdesis, ”saya akan pergi ke toko.” Hampir semua orang dengan

otak yang utuh akan memahami dua hal tentang kata-kata yang baru saja

Page 9: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

9

diucapkannya. Pertama istri anda sedang menuju Safeway. Ke dua, istri anda marah.

Belahan otak kiri anda memahami bagian pertamanya—yaitu, ia menguraikan suara-

suara dan sintaksis dari kata-kata istri anda dan sampai pada makna dan harfiahnya.

Namun belahan otak kanan memahami aspek ke dua dari pertukaran ini—bahwa kata-

kata yang biasanya netral ”saya akan pergi ke toko” tidaklah netral sama sekali.

Pandangan mata dan desisan suara menandai bahwa isteri anda sedang marah.

Orang-orang yang memiliki kerusakan pada suatu belahan otak tidak dapat

mencapai kesimpulan ganda ini. Seorang dengan kerusakan pada belahan otak

kanannya, dan hanya belahan kiri yang berfungsi, akan mendengar komentar-

komentar tersebut dan memahami bahwa isteri tersebut sedang menuju ke suatu

toko—namun lupa pada kemarahan dan kejengkelan yang menstimulasi perjalananya.

Seorang dengan kerusakan pada belahan otak sebelah kirinya, dan hanya belahan

kanan yang berfungsi, akan sampai pada pemahaman bahwa isteri tersebut sedang

jengkel—namun mungkin tidak tahu kemana isteri tersebut pergi.

Secara sederhana, belahan otak kiri memperhatikan pada apa yang dikatakan;

belahan sebelah kanan memfokuskan pada bagaimana ia dikatakan—isyarat-isyarat

non-verbal yang seringkali emosional yang disampaikan melalui pandangan, ekspresi

wajah, dan intonasi.

Tetapi, perbedaan antara kanan dan kiri mencakup lebih dari pada hanya

sekedar perbedaan verbal dan nonverbal. Perbedaan teks/konteks, yang pada mulanya

dikemukakan oleh Robert Ornstein, berlaku lebih luas lagi. Misalnya, bahasa-bahasa

tulisan tertentu sangat bergantung kepada konteks. Bahasa-bahasa seperti bahasa Arab

dan Yunani seringkali di tulis dalam bentuk konsonan, yang berarti pembaca mesti

memahami apa huruf vokalnya dengan konsep-konsep dan gagasan-gagasan

mengitarinya. Dalam bahasa-bahasa tersebut, jika anda membaca padanan kata dari

”stmp n th bg,” anda akan mengisinya dengan huruf-huruf vokal yang berbeda

tergantung pada apakah frase tersebut muncul pada buku pedoman pengontrol hama

(”stomp on the bug”, injaklah hama) atau pada cerita pendek tentang sebuah

perjalanan menuju kantor pos (”stamp in the bag”, perangko di dalam tas). Tidak

seperti bahasa Inggris, bahasa-bahasa mengharuskan pembaca untuk menyediakan

huruf-huruf vokal dengan memahami konteks biasanya di tulis dari kanan ke kiri.

4) Otak kiri menganalisa rincian-rincian; otak kanan mensintesiskan.

Pada tahun 1951, Isaiah Berlin menulis sebuah esai tentang War and Peace

(Perang dan Perdamaian) dan memberikannya judul sampingan: Leo Tolstoy’s

Historical Skepticism (Skeptisisme Historis Leo Tolstoy). Penerbit Berlin sangat suka

esai tersebut namun ia tidak suka dengan judulnya, maka ia mengubah judul tersebut

menjadi sesuatu yang lebih menarik: The Hedgehog and the Fox (Landak dan Rubah),

mengikuti pepatah Yunani Kuno, “rubah mengetahui banyak hal; landak mengetahui

satu hal yang besar. “Esai yang diberi judul ulang tersebut membantu membuat Berlin

menjadi terkenal. Dan konsep tersebut memberikan sebuah cara berguna untuk

menjelaskan perbedaan keempat antara dua sisi otak kita. Sisi kiri adalah seekor

rubah; sisi kanan adalah seekor landak. Secara umum, belahan kiri ikut serta dalam

Page 10: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

10

analisa informasi, sebaliknya belahan kanan dikhususkan untuk perpaduan untuk

memahami sesuatu secara utuh.

B. OTAK KANAN MANUSIA DAN ENAM KECERDASAN

Untuk lebih menyakinkan hubungan belahan otak kanan dengan kecerdasan

intuisi, pada bagian Dua, terdapat enam kecerdasan yang sangat diperlukan dalam

aktivitas berkesenian. Enam kecerdasan tersebut akan semakin menjadi dasar

ketergantungan bagi setiap kesuksesan profesi dan kepuasan pribadi. Keenam

kecerdasan itu adalah desain, cerita, simponi, empati, permainan, dan makna.

Tidak hanya fungsi tetapi juga DESAIN. Tidaklah lagi memadai untuk

menciptakan sebuah produk, jasa, pengalaman, atau gaya hidup yang semata-mata

fungsional. Saat ini adalah saat yang secara ekonomi penting dan berharga secara

personal untuk menciptakan sesuatu yang juga indah, sedikit fantastis, dan menarik

secara emosional.

Tidak hanya argumen namun juga CERITA. Ketika hidup kita penuh dengan

informasi dan data, mengumpulkan argumen yang efektif tidaklah memadai.

Seseorang entah dimana pun pasti menemukan suatu yang berbeda untuk membantah

maksud anda. Esensi dari persuasi, komunikasi, dan pemahaman diri telah menjadi

suatu kemampuan juga untuk menciptakan suatu kisah yang menarik.

Tidak hanya fokus tetapi juga SIMPONI. Banyak dari era-era industri dan

informasi membutuhkan fokus dan spesialisasi. Namun ketika pekerjaan kerah-putih

dialihkan ke Asia dan direduksi ke dalam soft ware, ada sebuah peng-hargaan terhadap

kecerdasan yang menggabungkan bagian-bagian, atau apa yang disebut simponi. Apa

yang menjadi permintaan terbesar saat ini bukanlah analisa namun sintesa—melihat

keseluruhan perspektif, melintasi batasan-batasan, dan dapat mengkombinasikan

bagian-bagian terpisah ke dalam satu kesatuan baru yang mengesankan.

Tidak hanya logika tetapi juga EMPATI. Kapasitas untuk pemikiran yang logis

adalah salah satu hal yang membuat kita menjadi manusia. Namun dalam sebuah

dunia yang penuh dengan informasi yang menyebar dan alat-alat analitis yang maju,

logika sendiri tidaklah bisa.

Tidak hanya keseriusan namun juga PERMAINAN. Bukti yang cukup

menunjukkan kepada kesehatan yang besar dan keuntungan-keuntungan profesional

dari ketawa, bersikap tenang, permainan, dan humor. Tentu saja, ada saatnya untuk

serius. Namun begitu banyak keseriusan mungkin tidak baik juga untuk karir anda dan

buruk bagi kesejahteraan anda. Dalam era konseptual, dalam pekerjaan dan kehidupan,

kita semua perlu bermain.

Tidak hanya akumulasi namun juga MAKNA. Kita hidup dalam sebuah dunia

yang berisi kelimpahan materi yang menarik. Itu telah membebaskan ratusan juga

orang dari perjuangan sehari-hari dan membebaskan kita untuk tujuan trasedensi dan

pemenuhan spiritual.

C. OTAK KANAN MANUSIA DAN KECERDASAN INTUISI

Page 11: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

11

Manusia yang dikaruniai kemampuan cipta, rasa dan karsa merupakan

kecerdasan manusia untuk melakukan segala aktivitas kehidupan dalam memenuhi

kebutuhan jasmaniah maupun batiniah. Hal tersebut dilakukan tiada lain bertujuan

untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaannya dengan harapan untuk

mencapai kehidupan yang lebih sempurna. Aktivitas tersebut merupakan dinamika

kemampuan otak manusia dalam mengembangkan kebudayaannya dengan

menginterpretasi dan memproyeksikan nilai-nilai sebagai refleksi pengalaman batin

menyangkut berbagai fenomena sosial, budaya, agama, politik serta lingkungan alam

sekitarnya.

Kemudian secara psikologis, manusia memiliki kecerdasan intuisi yang

merupakan aktivitas otak kanan manusia. Cara berpikirnya sesuai dengan keinginan

untuk mengetahui sesuatu yang bersifat nonverbal, seperti perasaan dan emosi.

Kecerdasan intuisi tersebut merupakan suatu kepekaan dibawah sadar, lebih bersifat

spontan untuk menangkap sesuatu di luar kemampuan rasio. Maka intuisi sebagai

bagian dari kecerdasan tertinggi otak manusia, lebih bersifat kreatif dan mampu

melakukan loncatan-loncatan dalam mengintepretasi dan mengkaji setiap gejala

artistik secara spontan.

Kepekaan intuisi seseorang terbangun apabila ada sentuhan dan rangsangan baik

eksternal maupun internal, maka segala memori yang tersimpan dalam otak manusia

terbuka kembali dan secara spontanitas membangkitkan imaji-imaji yang

memprovokasi kesadaran emosi dan kreativitas manusia untuk mewujudkannya secara

visual. Maka aktivitas intuisi merupakan suatu daya yang mendorong lahirnya suatu

cipta seni yang lebih bersifat murni.

Menurut Lorens Bagus: Nama intuisi timbul dari indera penglihatan manusia (Bahasa Latin intueor=

saya melihat). Namun, indera-indera lain juga mempunyai intuisi dengan cara

mereka sendiri. Dalam arti penuh, hanya persepsi langsung dapat dicirikan

sebagai intuisi. Sebab persepsi langsung sendiri turut menyajikan eksistensi

individu dalam penampakan-penampakan inderawi. Dalam arti luas imajinasi

disebut intuitif sejauh tersusun dari unsur-unsur intuitif, murni inderawi,

seraya sekaligus berabstraksi dari eksistensi hal-hal partikular yang disajikan

(Bagus, 2002: 264).

Dari pengertian tersebut dapat dipahami, bahwa intuisi sebagai suatu kemampu-

an (daya) untuk mengenal, memahami suatu pengetahuan secara langsung sebagai

bawaan dari getaran naluriah tanpa menggunakan rasio. Getaran rasa intuitif adalah

suatu getaran jiwa yang bersemayam dalam otak kanan. Intuisi sebagai kata benda

adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan

atau dipelajari yaitu berupa bisikan hati dan gerak hati.

Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa dinalar

terlebih dahulu. Begitu seorang anak berhadapan dengan sesuatu hal, ia mendapatkan

gagasan / gambaran dan langsung digunakan. Maka intuisi merupakan imajinasi atau

sensasi langsung tanpa dipikir terlebih dahulu (Suparno, 2001: 62).

Page 12: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

12

Ada sebuah metode yang digunakan untuk membedakan intuisi sejati, dengan

intuisi yang lebih rendah derajatnya: yang membedakan fakta spiritual dengan fakta

mekanis, pasif, dan alamiah. Setiap intuisi atau representasi sejati adalah juga sebuah

ekspresi. Yang tidak bisa mewujudkan dirinya dalam bentuk ekspresi bukanlah suatu

intuisi atau representasi, tetapi sebuah sensasi / perasaan dan hanya sebuah fakta

alamiah saja. Jiwa hanya mengeluarkan kata hati (intuisi) ketika membuat,

membentuk, dan mengekspresikan.

Dari pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa, intuisi adalah suatu bisikan

hati yang hanya dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi. Intuisi merupakan

representasi sejati yang menggetarkan jiwa yang memberi imaji dan fantasi ketika

seniman menciptakan karya seni. Intuisi di luar kesadaran membangkitkan memori

imaji-imaji dari hasil kontemplasi, pengalaman batin terdalam dari seorang seniman,

akibat bersinggungan dengan lingkungan yang melingkupinya. Ketika ada rangsangan

secara internal maupun eksternal, secara spontan membangkitkan imaji-imaji dan

membangun kesadaran emosi yang mendorong lahirnya karya seni.

Pengetahuan yang bersifat intuitif adalah pengetahuan yang sifatnya ekspresif,

yang terpisah dan bersifat mandiri dalam hal fungsi intelektual; yang tidak melakukan

pembedaan-pembedaan empiris, tidak membedakan antara realitas dan bukan realitas,

tidak terpisah ruang dan waktu. Intuisi atau representasi dibedakan dari bentuk yang

dirasakan dan dialami, dari sensasi yang muncul, atau dari pandangan psikis.

Dari uraian tersebut dikatakan bahwa, seni adalah visi atau intuisi. Seniman

yang menghasilkan imaji atau fantasi, dan ketika orang menikmati seni akan

memperhatikan hal-hal yang ingin ditunjukkan oleh seorang seniman, mengamati

celah-celah yang dibukanya dan mereproduksi image itu pada dirinya.

Intuisi merupakan representasi sejati yang mampu menghadirkan imaji dan

fantasi pada jiwa seorang seniman, yang hanya dapat diwujudkan dalam bentuk

ekspresi. Pengetahuan intuisi sebagai pengetahuan mandiri dalam hal fungsi

intelektual muncul tanpa melalui analisa terlebih dahulu, merupakan gejala estetik

yang lebih bersifat emosional dan spontan.

Aktivitas otak kanan manusia, dengan cara berpikir yang bersifat non verbal,

yaitu berkenaan dengan perasaan yang memotivasi munculnya kreativitas. Kreativitas

adalah keterampilan, artinya siapa saja yang berniat untuk menjadi kreatif dan ia mau

melakukan latihan-latihan yang benar, maka ia mempunyai peluang untuk menjadi

kreatif. Kreativitas bukan hanya sekedar bakat yang dimiliki oleh orang-orang

tertentu, atau monopoli para seniman saja. Dilihat dari potensi otak yang dimiliki,

semua manusia mempunyai potensi untuk menjadi kreatif asal memiliki kemauan

dengan mengoptimalkan potensi otak, terbuka menerima stimulasi internal maupun

eksternal serta terjaminnya kebebasan dari intervensi / tekanan terhadap kecerdasan

intuisinya. Dengan demikian akan memberi wahana bagi intuisi untuk berkelana ke

dalam ruang terdalam dari imajinasi yang membangkitkan getaran estetik serta

merangsang emosi untuk diekspresikan ke dalam karya seni.

DAFTAR RUJUKAN

Page 13: Intuisi Sebagai Pendorong Kelahiran Seni - ISI DPS

13

Porter, Bobbi dan Mike Hernacki, 2003, Quantum Learning, terjemahan Alwiyah

Abdurrahman, Bandung: Kaifa.

Bagus, Lorens, 2002, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia.

Suparno, Paul, 2001, Teori Perkembangan Kognitif, Yogyakarta: Kanisius.