intisari the story of stuff
TRANSCRIPT
Intisari The Story of Stuff
Mengungkap Fakta di balik Produksi dan Konsumsi
Oleh: Tita Novitasari
Film ini bercerita tentang barang produksi (stuff), dari mana asal mereka, bagaimana mereka
dibuat, hingga bagaimana barang ini bisa sampai ke konsumen. Bukan hanya tentang barang
yang dibahas, film ini juga sedikit menyinggung tentang gaya hidup orang Amerika.
Film yang cukup mencengangkan dan komprehensif. Film ini mengulas tuntas semua faktor
(termasuk faktor cateris paribus) yang berhubungan dengan proses produksi, ketidak mampuan
(kebobrokan/keengganan) suatu industri dalam menciptakan produk yang ramah lingkungan, dan
konsumerisme penduduk, khususnya Amerika.
Dari film ini kita bisa tahu bahwa untuk memproduksi suatu barang kita butuh mengekstraksi
bahannya dari alam. Tidak ada satupun produk yang bahannya tidak kita dapatkan dari alam.
Akibatnya, alam menjadi korban. Bumi yang jumlahnya hanya satu, kita kuras segala yang ada
di dalamnya (barang tambang –katakanlah logam-) dan yang ada di atasnya (pohon, ikan, dan
sebagainya) tanpa henti dan tanpa kenal ampun. Sebuah fakta diungkapkan bahwa Amerika telah
menghabiskan sebagian besar sumber daya yang ada di Amazon dan di tempat lainnya (di luar
Amerika) untuk keperluan industri dan konsumen. Jika semua penduduk bumi hidup seperti
orang Amerika maka kita akan membutuhkan 5 bumi.
Ada beberapa tahapan yang dibutuhkan oleh sebuah industri dalam memproduksi barang hingga
sampai ke konsumen, yakni ekstraksi, produksi, dan distribusi. Bagi industri, tujuan akhir dari
diproduksinya suatu barang adalah dikonsumsi. Setelah tujuan akhir ini tercapai, industri tidak
mau tahu apa yang terjadi setelahnya. Padahal apa yang terjadi setelah barang dikonsumsi adalah
disposal (pembuangan). Disposal merupakan bagian akhir dari kegiatan ini yang memiliki efek
yang sangat buruk bagi bumi.
Di awali dengan proses ekstraksi, film ini mengungkap banyak fakta tentang apa yang telah
ditimbulkan oleh proses ekstraksi ini. Di antaranya ialah fakta bahwa 80% hutan yang ada di
bumi telah hilang atau hanya 20% yang tersisa saat ini, untuk Amazon sendiri, Amerika sudah
kehilangan 2000 pohon per menitnya1, dan 40% air tidak bisa dikonsumsi, bahkan bukan hanya
air tapi juga 40% sungai yang tidak memiliki ikan, unswimmable (tidak untuk berenang) apalagi
diminum airnya. Beralih pada proses produksi, proses ini menyebabkan bumi keracunan. Limbah
yang dibuang oleh pabrik meracuni baik udara ataupun air. Tidak hanya itu, orang yang bekerja
di dalamnya pun pasti menghirup racun setiap harinya meskipun dalam jumlah sedikit.
Kemudian, proses yang ketiga ialah distribusi merupakan proses yang paling ditunggu oleh
industri. Sebab proses ini menghubungkan mereka dengan ladang labanya yakni konsumen.
Industri akan melakukan apa saja untuk membuat barangnya laku di pasar. Kebanyakan dari
mereka cenderung memangkas harga barang menjadi sangat murah. Pembuat film sempat
bercerita mengenai momen di mana ia berbelanja radio. Harga radio yang ia beli terbilang sangat
murah dan tidak wajar jika dipasang pada sebuah radio yang mestinya berharga mahal. Ia pun
bertanya/berpikir, mengapa harga radio ini bisa murah? Ternyata ada yang disebut external cost
yang menunjang agar radio tersebut bisa dijual dengan murah. Salah satu contoh, industri akan
memangkas upah serta tidak memberi asuransi para pekerja.
Dalam proses konsumsi, pembuat film mengkritik keras pola hidup masyarakat yang konsumtif
atau senang berbelanja. Dinyatakan bahwa hidup penduduk bumi sesungguhnya didedikasikan
untuk konsumsi. Mereka berkerja banting tulang demi mengonsumsi barang industri, banyak
yang depresi karena kurang terpenuhinya kebutuhan konsumsi, bahkan ada yang depresi karena
tidak mampu membeli barang yang sedang “hits” atau barang yang super baru dan modern.
Film ini memperlihatkan bagaimana manusia menjalankan aktivitas seharinya-harinya
(lifecycle), yang diawali dengan bekerja seharian, pulang ke rumah, istirahat di atas sofa,
menyalakan TV, melihat sekian puluh iklan, kemudian menghabiskan uang untuk membeli
barang yang ada di iklan. Albuquerque journal mengungkapkan bahwa pemuda yang berumur
produktif rata-rata melihat atau menyaksikan sekitar 3.000 iklan per hari di TV, internet, baliho,
dan majalah. Akibatnya, orang menjadi semakin konsumtif. Lebih jauh lagi dan lebih buruk lagi,
orang semakin banyak menghasilkan sampah per hari, meracuni bumi dengan tumpukan sampah
yang dihasilkan, bahkan sampai mensintesis racun baru dari sampah itu. Fakta yang mendukung
1 Data pada tahun 1995 menyatakan bahwa deforestasi dilakukan di hutan Amazon dengan luas yang mencapai 5
ribu hektar per tahun
film ini, dinyatakan bahwa Amerika Serikat menghasilkan sebanyak 2,04 kg sampah per hari dan
terhitung sebanyak 245,7 juta ton sampah telah diproduksi di tahun 2005. Fakta lainnya
diungkapkan bahwa racun yang diberi nama dioxin telah tersintesis dari tumpukan sampah ini.
Sebelum menonton film ini, saya sering bertanya ke mana sampah-sampah manusia dibuang? In
fact that sampah dibuang ke udara dengan cara dibakar dan ke tanah dengan cara di kubur, serta
yang ilegal ialah dibuang ke air dengan cara dilemparkan ke sungai, dan banyak pula sampah
yang dibiarkan menumpuk begitu saja.
Ironisnya, proses disposal ialah akhir dari perjalanan stuff atau barang. Padahal mestinya, proses
ini tidak menjadi akhir dari stuff. Secepatnya, kita mesti memikirkan apa yang harus kita lakukan
pada tumpukan sampah yang kita hasilkan? Sebab hanya dengan mendaur ulang sampah-sampah
tersebut saja tidak cukup.
Film dokumenter ini termasuk film yang mengkritik keras sistem kapitalis. Namun sayang sekali,
saya tidak memperoleh fakta kuat yang bisa mendukung film ini. Glen Beck mengkritik dengan
menyatakan bahwa tidak ada satupun fakta yang benar yang disuguhkan oleh film. Tapi, meski
demikian saya menjadikan film ini sebagai motivasi untuk tidak konsumtif lagi dan untuk lebih
peduli terhadap lingkungan dan sampah.
Film yang sangat komprehensif dan kritis. I learned about how to comprehensive in persuading
my idea and how to critical to people’s idea.