interpersonal problem papper
DESCRIPTION
Health PsychologyTRANSCRIPT
INTERPERSONAL PROBLEM
PENDAHULUAN
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan mampu memenuhi
kebutuhannya tanpa bantuan dari orang lain. Dalam lingkungan sosial, antara
individu satu dengan individu lainnya dituntut untuk berinteraksi. Interaksi antar
individu dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan.
Namun, tidak jarang ada orang yang sulit dalam melakukan hubungan
interpersonal. Kegagalan dalam menjalin suatu hubungan memang memberikan
konsekuensi yang sangat besar. Contohnya, seorang anak yang memiliki
pengalaman buruk dalam membentuk sebuah kelompok, akan bermasalah pada
saat remajanya. Sama kasusnya pada kebanyakan pasien rumah sakit jiwa adalah
mereka yang bermasalah dalam hal kemampuan bersosialisasi. Yang penting
disini adalah sangat susah menemukan kunci kesuksesan dalam interaksi sosial.
Hymel dan Asher dalam penelitiannya menemukan bahwa 11% anak-anak tidak
memiliki teman. Fakta ini memberikan petunjuk bahwa sekitar 7-16% dari pasien
dengan penyakit psikologis adalah mereka yang kekurangan dalam hal sosialisasi.
DEFENISI INTERPERSONAL PROBLEM
Interpersonal menjelaskan tentang bagaimana individu membangun
hubungan sosial dengan orang lain di sekitarnya. Masalah adalah segala hal yang
bertentangan atau yang menimbulkan kesulitan pada individu dalam melakukan
aktivitas.
Menururt Horowitz, Rosenberg, & Bartholomew yang dikutip dalam
(Locke, 2005) mendefinisikan Interpersonal problem merupakan kesulitan yang
dialami seorang individu dalam berinteraksi dengan orang lain, dan menjadi salah
satu alasan umum mengapa seseorang mencari psikoterapi.
Mc. Fall (1982) mendefinisikan kemampuan bersosial adalah penilaian
secara umum pendapat seseorang pada kriteria tertentu, bahwa perilaku seseorang
cukup dilihat pada apa yang diberikannya pada tugas sosialnya. Jadi, kemampuan
sosial terlihat dari ketergantungan konsekuensi atau hasil yang diperoleh dari
interaksi sosial seseorang sebagai penentuan dari reaksi orang lain. Kemampuan
sosial tidak cukup hanya pada apa yang seseorang lakukan, sebagaimana perilaku
itu dinilai oleh orang lain. Ketidakmampuan bersosial adalah cerminan sebuah
kegagalan dalam mencapai hasil yang memuaskan atau pendapat baik dari
interaksi sosial.
SEBAB SEBAB TERJADI MASALAH INTERPERSONAL
Cavell (1990) memberikan tiga model komponen hirarki dari kompetensi
sosial. Hirarki yang paling atas adalah social adjustment, didefinisikan secara luas
untuk individu yang sekarang ini mencapai tingkat sosialisasi dengan
perkembangan yang cukup tepat dan sukses. Sebagai indikatornya meliputi sosial,
emosi, keluarga dan segala hal yang berhubungan dengan aspek kehidupan
(seperti kebutuhan seks, kompetisi, penampilan fisik, kemampuan atletis,
akademik dan keterampilan kerja). Tingkat kedua model hirarki dari kompetensi
sosial adalah social performance, dan didefinisikan sebagai persetujuan pada
respon indivdu yang relevan, utamanya pada situasi-situasi dengan kriteria yang
cocok. Performance adalah apa yang seseorang lakukan, termasuk mengenai
evaluai respon yaitu pendapat sosial yang tepat untuk tugas sosial yang cukup
spesifik. Contohnya berhadapan dengan sebuah masalah, memulai pembicaraan
dengan orang yang tidak dikenal, atau mengatakan “tidak” pada permintaan yang
tidak masuka akal. Hirarki terakhir dari kompetensi sosial adalah social skills,
dideskripsikan sebagai rangkaian dari keterampilan fisik dan fikiran dalam
memproses sesuatu yang sulit dalam menentukan bagaimana perilaku seseorang
pada sebuah situasi sosial khusus.
Kesulitan yang sering ditemukan adalah membedakan level ketika
melakukan asesmen dan juga sulit untuk membayangkan seorang klinis memiliki
waktu yang cukup untuk memperkirakan jumlah tugas sosial yang banyak dan
yang sering dilakukan oleh remaja.
ASESMEN UNTUK MASALAH INTERPERSONAL
LEVEL CONTENT WHAT IS ASSESSED
Level 1Long-term Social
Outcomes
Aspek kualitatif dan kuantitatif dalam hubungan
perkawinan, keluarga, pekerjaan, dan pertemanan sebagai
juri pada diri sendiri dan orang lain.
Level 2Short-term Social
Outcomes
Memiliki pengaruh yang kuat dari interaksi sosial sebagai
hakim bagi diri sendiri dan orang lain atau hasil yang
objektif (keterampilan sosial), pengukuran objektif dari
kesuksesan (memperileh pekerjaan), atau perasaan
objektif (berada dalam keadaan yang tidak
menyenangkan).
Level 3Overt Social
Behaviour
Penggunaan keterampilan mikro maupun makro dalam
melakukan sesuatu. Frekuensi, intensitas, durasi dari
respon yang spesifik kemudian keseringan
mencampurkan keterampilan kecil (kontak mata, ekspresi
wajah) dengan keterampilan besar (menolak permintaan
yang tidak masuk akal).
Level 4
Social-cognitive
Skills and
Processed
Persepsi sosial, pengetahuan sosial, pemecahan masalah
sosial, monitoring sosial tentang perilaku maladaptif atau
pemikiran yang tidak rasional, sikap dan kepercayaan.
Level 1. Long-term Social Outcomes
Penambahan pada long-term memberi pengaruh kuat pada hubungan
interpersonal, penyesuaian sosial pada level ini mungkin juga dapat menaksir pada
masa dimana terjadi konsekuensi psikologis pada individu. Jadi permasalahan
psikologis seperti kecemasan maupun depresi mungkin juga dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu hal yang masuk akal menjadi konsekuensi
jangka panjang dari perilaku sosial individu. Penaksiran dalam level ini
mempertanyakan, “Apakah ada masalah dalam penyesuaian sosial?” dan jika
memang ada, “Yang mana bermasalah?” jika permasalahannya telah
diidentifikasi, kemudian penting untuk diproses ke level selanjutnya dalam
asesment, agar lebih dapat ditentukan yang menjadi permasalahan karena interaksi
sosial atau bukan karenah pengaruh faktor sosial.
Level 2. Short-term Social Outcomes
Pada level ini proses asesment memperbolehkan esessor untuk mengidentifikasi
secara lebih spesifik tugas yang mana hal yang menyulitkan klien. Beberapa
contoh tugas sosial adalah pemecahan dari sebuah konflik, memulai pembicaraan
dengan orang asing, membuat respon yang tegas untuk permintaan yang tidak
masuk akal dari orang lain, memberikan protes serta bertanya untuk meminta
bantuan. Faktor ini mungkin akan mendiskusikan lebih lanjut, tetapi akan dengan
secara singkat memberikan karakteristik dari individu. Contohnya ketegasan fisik
dan seks. Karakteristik dari seseorang membuat evaluasi dan memperlebar jarak
antara variabel non sosial dan kontekstual.
Level 3. Overt Social Behaviour
Asesmen terhadap perilaku sosial yang secara jelas dan terang-terangan
mempertimbangkan kejadian atau yang bukan kejadian berdasarkan frekuensi,
durasi, dan intensitas dari perilaku yang spesifik. Selengkapnya pada posisi ini
adalah asumsi bahwa kita dapat mengidentifikasi yang mana perilaku yang
merupakan keterampilan sosial yang berdasarkan fakta-fakta situasi sosial dan
yang mana yang bukan. Pada kenyataannya kita tidak memiliki fakta-fakta untuk
membenarkan seperti pendapat, dan apa yang diperoleh melalui asesmen, dan
training dari keterampilan sosial berdasarkan pada intuisi personal dan cerita-
cerita semata.
Level 4. Sosial-cognitive Skills and Processes
Dalam asesmen perilaku sosial yang secara nyata dapat dilihat, terdapat dua aspek
terpisah dalam level ini. Yang pertama adalah kemampuan untuk berprilaku
secara luas berdasarkan keterampilan sosial-kogniitif yang ditentukan berdasarkan
apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Aspek yang lain yaitu hubungan
fikiran, perilaku, dan kepercayaan dalam memutuskan bagaimana kita bersikap.
Cara yang lain dalam melihat perilaku seseorang dengan jelas adalah menentukan
seberapa besar kognitifnya berproses. Argyle dan kendon (1967) menegaskan
bahwa hal yang terpenting dalam proses kognitif adalah bagaimana
ketidakmampuan seseorang dalam berprilaku berdasarkan keterampilannya dalam
bersosial. Ini berbicara tentang bagaimana seseorang memasukkan nformasi yang
benar dari dunia luar. Individu harus kemudian memproses informasi tersebut dan
membawanya dengan tepat kepada syaraf yang akan merespon untuk membentuk
sebuah perilaku. Berbicara mengenai keterampilan sosial, berikut merupakan hal
yang termasuk dalam keterampialan sosial setiap individu:
1. Persepsi Sosial
Meliputi penerimaan informasi dari orang lain dan lingkungan yang
relevant untuk berinteraksi, perhatian kepada aspek yang relevan dari
informasi yang diterima, pengetahuan kepada aturan sosial, pengetahuan
kepada bermacam-macam respon yang signifikan atau memiliki maksud
tertentu, menginterpretasi secara benar informasi yang diterima, dan yang
terakhir kemampuan untuk penggambaran sosial.
2. Keterampilan Memecahkan Masalah Sosial.
Meliputi pengindentifikasian situasi masalah yang ada dan alami,
menentukan hasil dari suatu tujuan, menyiapkan ide lain yang masuk akal
sebagai alternatif respon, memprediksi konsekuensi dari suatu perbuatan,
menyeleksi respon yang paling disukai untuk memperoleh konsekuensi
yang diinginkan, mencari hal yang sering dilakukan untuk respon yang
hampir sama, memperlihatkan respon-respon baru agar menjadi sebuah
kebiasaan, merencanakan dan merangkaikan setiap respon untuk
memberikan tindakan yang tepat.
3. Pemantauan Diri.
Meliputi pengobservasian dan penerimaan secara benar, hasil dari tindakan
kita dan respon dari orang lain, mengatur respon yang tepat dan menamai
dengan teliti perilaku kita.
4. Fikiran, Sikap dan Kepercayaan.
Fikiran, sikap dan kepercayaan kita dipertimbangkan berhubungan jelas
sebagai cara kita menginterpretasi situasi sosial serta mencari solusi untuk
masalah sosial kita. Banyak sekali peristiwa seseorang yang dirasa mampu
memberikan solusi yang tepat dalam beberapa permasalahan sosial namun
tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap fikiran, sikap maupun
kepercayaan untuk berperilaku. Contohnya, fikiran negatif dan perilaku
maladaptif atau kepercayaan yang salah menghalangi fikiran untuk dapat
menyeleksi perilaku atau respon yang tepat untuk sebuah permasalahan
atau selama melakukan tugas evaluasi yang berhubungan dengan orang
lain.
Proses yang hampir sama yang menghalangi keterampilan sosial-kognitif
ditemukan pada banyak kasus kecemasan sosial pada orang-orang yang
memiliki pengalaman pada situasi menakutkan yang mana mereka menjadi
subjek evaluasi dari orang lain. Kasus ini dalam sebuah ilustrasi dengan
seorang wanita tua berumur 46 tahun yang mendatangi sebuah klinik
dengan cerita yang panjang pada banyak situasi sosialnya. Selama
dilakukan asesmen, diidentifikasi banyak fikiran maupun perilaku
maladaptif yang terjadi. Ketika dilakukan test pemecahan masalah sosial,
dia dapat dengan mudah menyelesaikan testnya namun jika masuk dalam
kehidupan nyata, dia sendiri tidak percaya bisa melakukannya. Hal ini
sesuai dengan penegasan Rathjen (1980) mengenai yang terpenting dalam
keadaan buruk adalah adanya kepercayaan yang tidak masuk akal dan
penyimpangan dalam proses berfikir yang kemudian menjadi bagaimana
kita merespon sosial kita.
JENIS JENIS TREATMENT UNTUK INTERPERSONAL PROBLEM
PENGANTAR
Ada banyak alasan untuk menjelaskan mengapa terkadang seseorang mengalami
kesulitan selama berinteraksi dengan orang lain. Tidak heran jika kemudian,
berbagai metode dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi sosial, masing-
masing telah dirancang untuk mengatasi faktor kasual yang berbeda Sebagai
contoh, teknik untuk meningkatkan kompetensi sosial ini termasuk pelatihan
keterampilan sosial (Social Skills Training), metode pengurangan kecemasan,
restrukturisasi dan modifikasi kognitif, pelatihan persepsi sosial dan kemampuan
social dalam memecahkan masalah. metode pelatihan Sosial-keterampilan
dirancang untuk mencapai respon perilaku yang diperlukan untuk hasil yang
sukses dalam situasi sosial, dengan individu yang menunjukkan kurangnya
keterampilan di daerah tertentu. Kecemasan metode manajemen yang relevan
dengan orang-orang yang mungkin memiliki keterampilan yang diperlukan tetapi
yang baik terhalangi menggunakan keterampilan mereka atau siapa. menghindari
sosial tertentu situasi akibat kecemasan. metode restrukturisasi kognitif, di sisi
lain, dirancang untuk mengurangi pikiran negatif atau maladaptif dan sikap yang
dapat menyebabkan seseorang untuk berperilaku dalam cara yang menyebabkan
kesulitan interpersonal. pelatihan persepsi sosial merupakan bentuk lain dari
intervensi yang mungkin penting bagi orang yang sesuai perilaku sosial yang
berupa kesalahan dalam persepsi atau interpretasi isyarat-isyarat sosial orang lain.
Namun, banyak penelitian menyelidiki pengobatan ketidakmampuan sosial telah
gagal untuk menilai masing-masing untuk memastikan bahwa masalah
diasumsikan , seperti keterampilan social, defisit kognisi atau maladaptif,
sebenarnya merupakan Pemeriksaan studi terbaru yang menegaskan bahwa
praktek ini terus berlanjut dan bahwa individu terus dirujuk ke SST atau program
lain berdasarkan beberapa kategori diagnostik seperti skizofrenia atau depresi,
bukan berdasarkan masalah ditunjukkan dalam keterampilan sosial. Masalah ini,
membuat sulit untuk mengevaluasi hasil dari banyak kelompok-desain dari studi
penelitian. Data Kelompok cenderung menutupi perbedaan individu dalam respon
terhadap pengobatan, menyembunyikan fakta bahwa banyak klien gagal untuk
meningkatkan hal tersebut.
Beberapa program mencoba untuk mengatasi kekurangan penilaian individu dan
intervensi pribadi yang disesuaikan dengan memasukkan berbagai teknik terapi
dalam pendekatan. Pendekatan tersebut sering melibatkan desensitisasi berbagai
komponen, seperti pelatihan kemampuan motorik dasar dan kompleks sosial,
latihan relaksasi, keterampilan persepsi, pemecahan masalah sosial. upaya ini
masih dapat dikritik, namun, atas dasar tidak efisiennya penggunaan terapis dan
waktu klien pendekatan didasarkan pada asumsi bahwa beberapa konten akan
berlaku untuk beberapa klien untuk beberapa waktu.
METODE DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI INTERPERSONAL
Bagian berikut ini menguraikan pendekatan yang paling banyak digunakan untuk
peningkatan kompetensi sosial.
OVERT-BEHAVIORAL SOCIAL SKILLS TRAINING
SST dikembangkan sebagai suatu teknik yang spesifik, overt behavioral dalam
keterampilan sosial untuk orang kekurangan tanggapan. Metode pengajaran Mirip
dengan mereka yang terlibat dalam keterampilan motorik pelatihan lainnya,
seperti bermain tenis, sehingga digunakan, termasuk instruksi dan diskusi,
pemodelan, perilaku latihan, umpan balik, penguatan dan pekerjaan rumah.
Kebanyakan pendekatan saat ini untuk pelatihan keterampilan sosial
menggabungkan pelatihan mikro-keterampilan, seperti kontak mata, suara volume
yang sesuai atau postur, bersama dengan keterampilan makro lebih rumit, seperti
memberikan pujian , mengajukan keluhan, atau menolak permintaan yang tidak
masuk akal. Ada teks praktis yang banyak tersedia garis besar isi potensi program
SST. Meskipun beberapa dari sekarang bukan tanggal, teks oleh Becker dkk,
semua mempertahankan nilai mereka untuk terapis yang mengembangkan
program SST.
KOMPONEN PELATIHAN
Metode karakteristik digunakan dalam program SST meliputi instruksi, pelatihan,
diskusi, pemodelan (live atau direkam), latihan, permainan peran, umpan balik
(verbal atau rekaman video), penguatan sosial dan tugas berbasis rumah.
INSTRUKSI, COACHING, DAN DISKUSI
Kebanyakan program melibatkan tingkat tertentu pada bentuk seperti memberikan
instruksi, pelatihan verbal klien dan mendorong kesadaran klien keterampilan
target melalui diskusi. Memang, tampaknya bahwa untuk beberapa klien, hanya
membahas situasi masalah dan cara berurusan dengan mereka mungkin cukup
untuk menghasilkan peningkatan yang nyata dalam kompetensi sosial.
PEMODELAN
Modeling mengacu pada demonstrasi penggunaan keterampilan tertentu atau
perilaku oleh individu lain, sementara diamati oleh peserta pelatihan. Berbagai
jenis model telah digunakan, termasuk demonstrasi terapis, rekaman video atau
pemodelan rekaman, atau pemodelan langsung oleh orang lain dalam kelompok.
Pemodelan bila digunakan sendiri dapat menghasilkan beberapa perbaikan dalam
perilaku sasaran .Daya tahan dan transfer manfaat luar situasi pelatihan,
bagaimanapun, adalah dipertanyakan, dan pemodelan umumnya digunakan
sebagai bagian dari paket SST secara keseluruhan. Sebagian besar penulis,.
setelah pekerjaan dari Bandura, telah menekankan kebutuhan untuk menggunakan
model usia yang sama, jenis kelamin dan status kepada klien untuk menghasilkan
pembelajaran maksimal. Hal ini juga telah menyarankan bahwa yang
menunjukkan bahwa kinerja model mengarah ke positif daripada konsekuensi
negatif meningkatkan kemungkinan imitasi. .
Latihan perilaku/role-play
Setelah peserta pelatihan telah mengamati kinerja model, SST biasanya
mendorong praktek keterampilan. Target ini dapat mengambil bentuk dari latihan
sederhana dari perilaku sasaran atau dapat dimasukkan ke dalam bermain peran..
Praktek keterampilan dapat dilakukan terang-terangan atau imajinasi Kedua
teknik telah terbukti menyebabkan jangka pendek perbaikan dalam keterampilan
sosial dan tampaknya ada sedikit perbedaan dalam efektifitas. Penambahan
pemodelan, bagaimanapun, tampaknya meningkatkan kemanjuran praktek baik
terang-terangan dan rahasia.
KRITIK DAN PENGUATAN
Umpan balik kepada klien tentang kecukupan kinerja mereka adalah fitur utama
dari SST. Ini mungkin mengambil bentuk komentar oleh terapis dan / atau
anggota kelompok tentang mana perilaku yang benar dan kinerja yang
membutuhkan perubahan, atau mungkin melibatkan pemutaran audio atau
direkam Efektivitas umpan balik sebagai metode pengajaran, seperti yang
ditunjukkan oleh penelitian hasil, telah. telah dicampur tapi umumnya muncul
bahwa umpan balik menambah efektivitas komponen pelatihan lainnya. Para
penulis ini juga menunjukkan bahwa subjek faktor, seperti tingkat kecemasan
tinggi atau keterampilan parah defisit, dapat berinteraksi dengan penggunaan
prosedur umpan balik, menunjukkan perlunya kehati-hatian dari pihak terapis.
Metode Penguatan juga penting dalam membentuk peningkatan sasaran terhadap
pendekatan yang berurutan untuk tujuan akhir. Sebagian besar penulis telah
menekankan nilai penguatan sosial yang tepat, seperti pujian dan persetujuan dari
anggota terapis dan kelompok.. Bentuk lain dari penguatan yang mungkin
digunakan dalam program SST termasuk kontinjensi keuangan, bukti dan
penguatan diri. Riset, bagaimanapun, menunjukkan bahwa meskipun penguatan
mungkin merupakan tambahan penting untuk pelatihan, itu tidak cukup untuk
menghasilkan perbaikan yang menyolok dalam repertoar perilaku baru. Hanya
memperkuat peningkatan frekuensi interaksi dapat menyebabkan kuantitas
meningkat, tetapi belum tentu meningkatkan kualitas, interaksi.
HOMEWORK ASSIGNMENTS
Kebanyakan program SST telah melibatkan pengaturan pekerjaan rumah di mana
peserta pelatihan diminta untuk mempraktekkan keterampilan yang dipelajari
dalam sesi ini. Para latihan keterampilan baru dalam situasi kehidupan nyata
selain pengaturan pelatihan disarankan untuk memfasilitasi carry over dari
perbaikan kinerja ke pengaturan alam.
Practical concerns
Ada banyak pertanyaan yang mungkin ditanyakan tentang cara terbaik untuk
melakukan program SST Isu-isu termasuk apakah itu lebih baik untuk
menggunakan kelompok dibandingkan sesi terapi individu, jumlah, durasi dan
frekuensi sesi, jumlah terapis, dan terbuka dibandingkan dekat. kelompok. Teks-
teks praktis disebutkan sebelumnya membahas topik ini secara detail, meskipun
tampaknya ada sedikit bukti untuk memungkinkan kesimpulan yang bisa ditarik
tentang bentuk yang paling cocok SST untuk kelompok klien yang berbeda. Ada
telah ditandai variasi dalam jumlah pelatihan yang diberikan kepada klien, mulai
dari seratus sesi, dengan jarak dan durasi berbagai sesi. Lokasi intervensi juga
bervariasi, mulai dari klinik atau rumah sakit pengaturan untuk perguruan tinggi
atau program tempat kerja.
Kebutuhan untuk program untuk pemeliharaan dan generalisasi dari peningkatan
keterampilan dari pengaturan pelatihan untuk lingkungan alam dan situasi
interpersonal yang baru, berulang kali menekankan. Metode seperti meningkatkan
jumlah pelatih, memperkenalkan pengunjung ke grup, pemilihan perilaku target
yang valid , dan mengatur untuk pemodelan, mendorong dan penguatan
keterampilan sasaran di luar sesi semuanya telah diusulkan sebagai cara untuk
mendorong pengalihan perolehan keterampilan dari klinik ke kehidupan nyata
interaksi sesi Booster. juga telah ditemukan untuk menjadi sarana yang berharga
untuk meningkatkan daya tahan os SST keuntungan setelah akhir pengobatan.
HASIL STUDI
Dalam rangka untuk menarik kesimpulan tentang efektivitas pelatihan yang jelas-
perilaku keterampilan sosial, penting untuk memastikan bahwa studi penelitian
dianggap tidak termasuk metode lain untuk meningkatkan kompetensi sosial.
Banyak program intervensi cukup tepat mencakup berbagai metode, seperti
relaksasi pelatihan, pengajaran keterampilan persepsi sosial, masalah interpersonal
yang memecahkan pelatihan keterampilan dan restrukturisasi kognitif, dimana
sesuai dengan kebutuhan klien. Studi terakhir dalam bagian ini, bagaimanapun,
telah dipilih sebagai yang dibatasi untuk penggunaan yang jelas-perilaku SST.
Sayangnya, ada kelemahan metodologis dalam studi banyak hasil yang paling.
Sebagai contoh, reliabilitas dan validitas dari banyak hasilnya mengukur
digunakan adalah dipertanyakan dan studi sering mengandalkan laporan diri
langkah-langkah perubahan daripada kriteria objektif, sehingga meningkatkan
kemungkinan Bias Jika metode observasi digunakan, seperti coding atau rating
perilaku tertentu selama permainan peran interaksi atau pengaturan naturalistik,
akurasi rekaman sering terbatas. Selain itu, penggunaan permainan peran dalam
penilaian adalah validitas dipertanyakan,. mengingat bahwa menjadi perilaku
yang diperoleh mungkin tidak mewakili tanggapan dalam lingkungan alam.
Namun lain keterbatasan metodologis berkaitan dengan kegagalan banyak
penelitian untuk memastikan bahwa keterampilan yang dilatih pada awalnya
kurang dalam orang-orang yang dilatih. jangka panjang tindak lanjut langkah-
langkah sering kurang, atau periode follow-up adalah durasi cukup Demikian
pula, penilaian generalisasi dari perubahan perilaku dari situasi pelatihan untuk
kehidupan nyata pengaturan sering tidak dipertimbangkan.. Semua keterbatasan
ini menggabungkan untuk membuat sulit untuk menentukan tingkat yang perilaku
SST benar-benar efektif dalam menghasilkan perbaikan dalam perilaku tertentu,
dan apakah perubahan yang tahan lama dan terjadi dalam situasi kehidupan nyata
Dari kepentingan yang lebih besar adalah. apakah perubahan dalam memimpin
perilaku untuk peningkatan kompetensi sosial, seperti pengembangan dari
persahabatan dan hubungan interpersonal yang baik.
Ada banyak literatur untuk mengkonfirmasi bahwa individu dapat diajarkan untuk
meningkatkan penggunaan berbagai perilaku tertentu seperti kontak mata, postur
tubuh atau ekspresi wajah. Penggunaan keterampilan ini umumnya dinilai dari
permainan peran situasi dalam pengaturan klinis, tetapi perbaikan telah ditemukan
untuk generalisasi pada situasi alam dan dipertahankan lembur Sosial pelatihan
keterampilan juga telah ditemukan untuk menghasilkan perubahan yang
bermanfaat dalam kualitas kinerja atau keterampilan lebih rumit, seperti
memberikan pujian, mengungkapkan kritik atau mulai percakapan dengan yang
lain. orang. Perbaikan ini tidak terjadi pada kelompok tidak terlatih atau perhatian-
plasebo kelompok kontrol dan ditemukan untuk mentransfer luar situasi pelatihan,
walaupun tidak serta dalam pengaturan terapi Jika penilaian diri kualitas fungsi
sosial diperiksa,. seperti peringkat ketegasan, maka hasilnya juga
menggembirakan. Sayangnya, efek dari SST pada indeks global yang lebih dari
fungsi sosial, dilengkapi dengan orang lain, biasanya tidak begitu positif dan
terbuka menunjukkan bahwa perilaku-perubahan tidak selalu terkait dengan
peningkatan bersamaan di lebih umum ukuran kompetensi sosial.
Singkatnya, tampaknya metode SST dapat efektif pada menghasilkan perbaikan
kinerja perilaku terbuka khusus baik pada tingkat keterampilan dasar dan
kompleks keterbatasan metodologis dalam studi og desain banyak membatasi
kesimpulan yang dapat ditarik,. Tapi ada tidak muncul untuk ada beberapa bukti
yang menunjukkan bahwa pemeliharaan dan generalisasi keterampilan perbaikan
dengan situasi alami tidak terjadi. dilaporkan sendiri perbaikan dalam menanggapi
sosial juga ditemukan. Apakah perbaikan kinerja perilaku akan dipertahankan jika
jangka waktu yang memadai dari tindak lanjut digunakan, dengan ketat penilaian
pengaturan naturalistik, masih harus ditentukan sejauh mana peningkatan kinerja
keahlian khusus mempengaruhi sejauh mana individu adalah hakim yang
kompeten secara sosial oleh orang lain juga tidak jelas., dan bukti yang ada di
daerah ini tidak begitu menggembirakan.
PELATIHAN KETRAMPILAN PERSEPSI SOSIAL
Persepsi sosial adalah kemampuan untuk menerima dan menerjemahkan isyarat-
isyarat sosial secara akurat untuk menginterpretasikan perasaan dan maksud orang
lain dan kemampuan untuk membedakan norma-norma tertentu dan operasi
konvensi dalam interaksi sosial tertentu. Sebagian besar penelitian dalam adalah
persepsi sosial, namun, telah difokuskan pada informasi yang disampaikan dari
ekspresi wajah, postur, sikap dan nada suara Banyak penulis telah menekankan
pentingnya persepsi sosial-keterampilan dan pelatihan keterampilan seperti sering
termasuk dalam program pelatihan keterampilan interpersonal. Sertakan
komponen terapi yang mengajarkan. klien: (1) untuk mengenali isyarat dinamis
berbagai seperti yang disajikan, (2) untuk memahami norma-norma sosial, (3)
untuk membayangkan dan melakukan beberapa tanggapan untuk isyarat ini
dinamis, dan (4) untuk memantau isyarat mereka sendiri yang dinamis dan
memodifikasi mereka untuk meningkatkan komunikasi Program ini memberikan
garis besar yang sangat baik dari cara orang dapat diajarkan untuk
memperhatikan, dan menafsirkan makna., isyarat-isyarat sosial orang lain. situasi
khusus yang diambil dalam rangka o mengajarkan keterampilan ini. Misalnya ,
salah satu daerah sasaran berkaitan dengan pemantauan percakapan dan isyarat
dari orang lain selama percakapan untuk mengidentifikasi ketika seseorang adalah
tentang untuk menyelesaikan pesan dan menyerahkan kepada pendengar yang kini
diharapkan untuk berbicara. Metode yang digunakan untuk mengajarkan
keterampilan ini mencakup langsung petunjuk dan penjelasan tentang jenis isyarat
yang sinyal apa yang penulis sebut sebagai 'lantai pergeseran', demonstrasi
bagaimana isyarat ini digunakan untuk sinyal pergeseran lantai, diskusi dan
demonstrasi tanggapan yang tepat untuk isyarat ini, praktek dalam pengamatan
isyarat dan penggunaan tanggapan yang tepat, umpan balik dan pekerjaan rumah
tugas. Dengan demikian, metode yang digunakan dalam terang-terangan-perilaku
SST dapat digunakan sama-sama tepat untuk mengajarkan keterampilan sosial
kognitif-persepsi sosial.
Meskipun pelatihan keterampilan persepsi sosial-jelas masuk akal banyak,
sebenarnya ada sedikit bukti untuk menentukan apakah pelatihan tersebut adalah
benar-benar efektif dan apakah dimasukkannya komponen terapi menambah
kemanjuran terbuka-perilaku SST. Salah satu dari beberapa studi untuk
memeriksa daerah ini dilaporkan oleh Bulmer (1972) Teknik pemodelan instruksi
dan umpan balik yang dilaporkan efektif dalam meningkatkan sosial-persepsi
keterampilan dengan sarjana pendidikan konselor mahasiswa.. Jelas pelatihan
sosial-persepsi keterampilan adalah daerah terbuka lebar untuk penelitian dan
keberadaan beberapa teknik untuk menilai persepsi sosial-harus membuat studi
evaluatif relatif lebih mudah untuk melakukan.
Luas peran pengambilan, sosial-persepsi-mengambil keterampilan dan
keterampilan empati telah sering dimasukkan di bawah topik persepsi
interpersonal. Sekali lagi, penekanan utama penelitian telah di pentingnya,
keberadaan dan penggunaan keterampilan tersebut bukan pada mereka perangkat
tambahan.
Mengingat kurangnya penelitian evaluatif di bidang pelatihan keterampilan sosial-
persepsi, kesimpulan dapat ditarik beberapa Akan tampak bahwa perkembangan
lebih lanjut sangat dibutuhkan. Mengingat dampak yang sangat besar yang defisit
dalam persepsi sosial-keterampilan tersebut terhadap kompetensi sosial.
SOCIAL-PROBLEM-SOLVING SKILLS TRAINING (SPSST)
Kemampuan Sosial dalam memecahkan masalah memungkinkan seorang individu
untuk mengidentifikasi keberadaan sebuah situasi masalah, untuk
mengidentifikasi berbagai tanggapan alternatif, untuk memprediksi kemungkinan
hasil dari setiap alternatif, kemudian pilih jawaban yang paling cenderung
mengarah pada hasil yang sukses.
Terbatasnya jumlah studi yang telah meneliti efektivitas sosial-pemecahan
masalah pelatihan keterampilan (spsst) telah menghasilkan hasil yang
menggembirakan. Twentyman (1978) melaporkan beberapa perbaikan tegas
menanggapi pelatihan berikut pemecahan masalah Penelitian ini dibandingkan
prosedur yang melibatkan pemodelan., pembinaan dan latihan laporan diri positif
dengan SPSST dan pendekatan SST standar. Semua kelompok lebih tinggi dari
kelompok kontrol tanpa perlakuan pada langkah-langkah perilaku pernyataan
tetapi perbedaan muncul antara prosedur Nezu (1986) dibandingkan SPSST
dengan problem-focused. terapi dan kontrol tunggu-daftar dalam pengobatan
depresi. SPSST menghasilkan penurunan yang signifikan pada tingkat depresi
yang dikaitkan dengan perbaikan dalam kemampuan memecahkan masalah.
Manfaatnya dipertahankan pada enam bulan follow-up dan tidak jelas dalam dua
kondisi perbandingan, menunjukkan SPSST yang berharga dalam pengobatan
depresi.
Bellack (1989) terakhir hasil studi yang berkaitan dengan SPSST dengan
skizofrenia. Para penulis mencatat masalah metodologis, seperti ukuran sampel
yang kecil, kurangnya ukuran hasil yang memadai dan dimasukkannya komponen
terapi tambahan yang membuatnya sulit untuk menarik kesimpulan perusahaan
apapun tentang nilai SPSST dengan pasien skizofrenia. SPSST juga telah
digunakan dengan orang dewasa secara intelektual cacat. Sebuah studi yang
dilaporkan oleh Bramston dan Spence (1985) menemukan bahwa SPSST
menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam generasi solusi alternatif dengan
orang dewasa cukup intelektual cacat, tetapi efek ini singkat -hidup dan tidak
mengarah pada peningkatan peringkat global kompetensi sosial yang dibuat oleh
staf. Yang menarik, prosedur yang jelas-perilaku SST tidak menghasilkan
peningkatan yang sama dalam generasi solusi alternatif tapi menghasilkan
perbaikan dalam penggunaan keterampilan sosial tertentu, sebuah efek yang tidak
diproduksi oleh SPSST demikian,. dengan orang dewasa cukup intelektual cacat,
kognitif SPSST menghasilkan manfaat yang terbatas pada perubahan kognitif,
sedangkan terbuka-perilaku menghasilkan manfaat SST yang terbatas pada
perilaku terbuka.
Sekali lagi harus menunjukkan bahwa, seperti halnya dengan mayoritas penelitian
SST, subjek dipilih untuk SPSST belum umum telah dipilih atas dasar defisit
dalam keterampilan yang akan diajarkan, yaitu sosial-pemecahan masalah defisit
keterampilan. Manfaat SPSST mungkin jauh lebih ditandai jika diterapkan pada
klien dengan miskin kemampuan memecahkan masalah, bukan untuk klien untuk
siapa defisit tersebut hanya diasumsikan ada.
Affect control: PENGURANGAN KECEMASAN DAN KEMARAHAN
PENGURANGAN KECEMASAN
Pentingnya kecemasan sosial dalam pengembangan dan pemeliharaan tidak
mampu sosial ini sangat ditekankan dalam bab sebelumnya Untuk beberapa klien,
penggunaan keterampilan sosial mereka dapat dihambat oleh tingginya tingkat
kecemasan atau. Mereka dapat menghindari situasi sosial tertentu, sehingga
menghasilkan interpersonal yang kesulitan. Dalam hal demikian, penting bahwa
terapi berfokus pada metode pengurangan kecemasan pengajaran Metode yang
paling banyak digunakan pengurangan kecemasan meliputi pelatihan relaksasi dan
desensitisasi sistematis.. Dalam prosedur ini surat, terapis mengidentifikasi hirarki
situasi takut dan mendorong klien untuk mengekspos dia untuk situasi ini
dikhawatirkan saat melakukan respon yang tidak sesuai dengan kecemasan
Program eksposur adalah bertahap, dengan klien belajar untuk mengatasi situasi
menakutkan setidaknya pertama dan sistematis bekerja sampai hirarki. Sekarang
ada bukti yang cukup. yang sistematis desensitisasi dan paparan metode jenis ini
bisa efektif dengan klien yang mengalami masalah dengan fobia sosial,
kecemasan sosial dan rasa malu ekstrim Paparan juga tampaknya efektif dengan
klien fobia sosial yang awalnya menunjukkan defisit keterampilan sosial-selain
fobia sosial. Namun., karena kesulitan dalam mengatur kontak yang terlalu lama
dan karena pengaruh kognitif pada ketakutan sosial, terapi kognitif sering
diperlukan untuk melengkapi perawatan ini.
Tidak jelas, karena itu, apakah desensitisasi SST atau sistematis adalah
pengobatan yang paling cocok untuk klien fobia sosial yang mengalami defisit
dalam keterampilan sosial. Wlazlo melaporkan kedua pendekatan untuk sama-
sama efektif setelah pengobatan, di tiga bulan tindak lanjut dan pada dua tahun
tindak lanjut, bahkan untuk fobia sosial dengan sosial-keterampilan defisit Pasien
sosial cemas yang tidak memiliki defisit keterampilan sosial itu sama baiknya
dengan desensitisasi SST dan sistematis.. Sangat menarik untuk menemukan
bahwa SST menghasilkan penurunan kecemasan sosial pada orang yang
melakukan tidak memiliki defisit sosial keterampilan Efek ini mungkin dapat
dijelaskan oleh lingkungan 'aman' yang dihasilkan selama kelompok SST, di mana
tugas-tugas sosial takut bisa dicoba dan dipraktekkan tanpa takut ditertawakan
atau hasil negatif.. Tugas pekerjaan rumah juga memberikan kesempatan
pemaparan terhadap situasi sebelumnya dihindari dan pendekatan SST karena itu
mungkin menghasilkan pengalaman desensitizing, sehingga menghasilkan
pengurangan rasa takut.
Menariknya, fitur karakteristik fobia sosial dan kecemasan sosial tampaknya
bukan hanya takut situasi sosial tetapi takut dikritisi dan dievaluasi secara negatif
oleh orang lain. Hal ini mengakibatkan pengembangan metode restrukturisasi
kognitif dirancang untuk mengatasi dan pikiran yang diusulkan untuk mengarah
pada respon emosional dari rasa takut dan kecemasan dalam situasi pemicu.
Daerah ini dibahas lebih rinci di bawah.
KONTROL KEMARAHAN
Ketidakmampuan untuk mengatur diri emosi kemarahan telah disarankan untuk
memperhitungkan beberapa kasus sosial tidak tepat menanggapi interaksi stres
atau provokatif, dalam rangka meningkatkan kontrol atas kemarahan, kemarahan
Novaco menekankan kebutuhan untuk fokus pada kognitif, somatik-afektif dan
respon perilaku. Hal ini telah menyebabkan pengembangan program yang luas
untuk kontrol kemarahan, menggabungkan berbagai modifikasi kognitif-prosedur,
relaksasi dan terbuka-perilaku metode SST. Biasanya, klien diajarkan untuk
mengidentifikasi situasi yang cenderung memicu respon kemarahan dan untuk
melihat reaksi psikologis yang menunjukkan tahap awal kemarahan. Setelah
langkah ini telah dicapai, klien dilatih untuk 'berhenti' daripada bereaksi ketika
mereka mengamati situasi pemicu dan tanggapan psikologis Mereka kemudian
dilatih untuk bersantai dan menggunakan masalah interpersonal. strategi
pemecahan sebagai garis besar di atas dalam rangka untuk memilih respon sosial
yang tepat Self-talk strategi dapat digunakan untuk mengajarkan orang untuk
melakukan langkah pemecahan masalah yang diperlukan.. Sosial-keterampilan
metode pelatihan kemudian digunakan untuk mengajarkan klien cara melakukan
tepat tanggapan secara kompeten. Pada tingkat kognitif, terapi bertujuan untuk
memperbaiki penilaian yang salah, atribusi dan harapan, dan untuk menantang diri
negatif pernyataan, seperti dijelaskan dalam bagian berikutnya. Novaco telah
melaporkan beberapa penelitian di mana klien diajarkan kognitif, somatik dan
perilaku-mengatasi keterampilan yang mereka kemudian berlatih dalam situasi
provokatif. Bukti untuk mendukung manfaat dari jenis pendekatan manajemen
kemarahan telah dihasilkan oleh peneliti lain, menunjukkan nilai kognitif-perilaku
pendekatan dengan klien yang kesulitan interpersonal yang berhubungan dengan
masalah dari marah kontrol kemarahan.
MENGURANGI kognisi maladaptif
Tiga jenis metode intervensi kognitif sudah disebut, pelatihan sosial-persepsi,
sosial-kemampuan memecahkan masalah, dan penggunaan diri bicara strategi.
Penulis lain telah diuraikan penggunaan pemantauan diri, evaluasi diri dan self-
penguatan teknik untuk meningkatkan kompetensi sosial dengan klien beberapa.
Kebutuhan untuk mengubah kognisi negatif dan maladaptif, namun juga
mendapat perhatian dalam rangka program peningkatan sosial.
Penelitian kecil yang tersedia sampai saat ini difokuskan terutama pada fobia
sosial dan heteroseksual-sosial kecemasan Beberapa penelitian telah menunjukkan
manfaat dari metode restrukturisasi kognitif dalam pengobatan fobia sosial..
Misalnya, Mattick melaporkan restrukturisasi kognitif lebih efektif daripada
paparan tentang langkah-langkah penghindaran fobia, keyakinan negatif evaluasi
diri dan tidak rasional. Kanter et al laporan efektivitas kognitif rasional-
restrukturisasi prosedur dalam mengurangi kecemasan dan meningkatkan
kemampuan untuk mendekati dan menangani secara efektif dengan berbagai
heteroseksual-sosial situasi Kaca dkk juga. melaporkan hasil positif menggunakan
prosedur swa-pernyataan kognitif dengan laki-laki secara sosial cemas. Prosedur
ini melibatkan semi-otomatis, program rekaman di mana situasi heteroseksual
digambarkan dan model ditunjukkan di mana pikiran negatif digantikan dengan
yang positif Klien kemudian diminta untuk. melatih diri positif pernyataan keras,
di mana mereka menerima umpan balik dan pelatihan Peningkatan signifikan
dalam langkah-langkah perilaku yang ditemukan setelah intervensi dalam
frekuensi panggilan telepon untuk tanggal dan kesan dibuat atas perempuan
selama panggilan telepon.. hasil serupa ditemukan, bagaimanapun, dengan
prosedur SST yang lebih tradisional motor, meskipun ada beberapa bukti
generalisasi yang lebih besar dari perubahan perilaku dengan prosedur kognitif.
keunggulan Tidak ditemukan dengan prosedur kognitif-perilaku gabungan dan al
perawatan lebih tinggi dari kelompok kontrol tanpa pengobatan.
Penggunaan kognitif-restrukturisasi metode seperti orang-orang dari Beck (1976)
atau Ellis (1958), bila diterapkan untuk masalah kompetensi sosial, karena itu
akan tampak menggembirakan dari beberapa studi yang tersedia sampai saat ini.
Metode tersebut sudah merupakan bagian integral dari banyak parut pengobatan
untuk fobia sosial.
SOSIAL ENHANCEMENT APPROACHES WITH SPECIFIC DISORDERS
Sekarang kita akan melihat penerapan metode yang diuraikan di atas dengan
kelompok klien tertentu. Sebuah tinjauan studi un daerah ini mengungkapkan
bahwa penulis biasanya menggunakan tiga barang sosial-pelatihan ketrampilan
(SST) untuk menutupi berbagai pendekatan umumnya melibatkan beberapa atau
semua metode di atas. Pelatihan keterampilan sosial-istilah itu akan digunakan
dalam komponen yang digunakan dengan cara yang 'payung' di review berikut,
mengklarifikasi mana mungkin komponen yang digunakan dalam studi yang
berbeda. pendekatan pelatihan Sosial-keterampilan dari berbagai jenis memiliki
telah diterapkan pada hampir semua kelompok klien yang mungkin dan untuk
berbagai keterampilan sasaran Hal ini tidak mungkin untuk membahas semua
daerah ini di sini,. demikian hanya kelompok klien tertentu akan disebutkan.
CACAT INTELEKTUAL
Ada banyak studi yang mengevaluasi manfaat SST terhadap cacat intelektual
orang dewasa. Jenis pelatihan dan target yang digunakan untuk intervensi
bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan defisit kognitif. Pelatihan keterampilan
interpersonal merupakan hal yang penting dalam pendidikan kebnayakan orang-
orang cacat intelektual.
SCHIZOPHRENIA
Pendekatan psikologi yang digunakan dalam pembahasan ini adalah
pendekatan Psikososial. Sullivan dalam Kaplan dan Sadock (2003)
mengemukakan teori psikodinamika skizofrenia berdasarkan perjalanan-
perjalanan klinik, di mana pusat dari psikopatologinya adalah gangguan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Lingkungan, terutama
keluarga memegang peran penting dalam proses terjadinya skizofrenia.
Pernyataan ini juga berlaku sebaliknya, lingkungan, terutama keluarga memegang
peran penting dalam proses penyembuhan skizofrenia. Sebab, dikatakan oleh
Sullivan bahwa skizofrenia merupakan hasil dari kumpulan pengalaman-
pengalaman traumatis dalam hubungannya dengan lingkungan selama masa
perkembangan individu (Akbar, 2008).
Titik berat penelitian-penelitian tentang dukungan sosial keluarga dan
gangguan psikotik terutama skizofrenia adalah pada efek yang menghapuskan
hubungan traumatik sendiri seperti pernyataan emosi, rasa kebersamaan yang
semu, mencari kambing hitam dan keterikatan ganda. Aspek-aspek dukungan
sosial keluarga terdiri dari empat aspek yaitu aspek informatif, aspek emosional
dan aspek penilaian atau penghargaan serta aspek instrumental, sebagaimana yang
dikatakan oleh House dan Kahn (1995) tersebut di atas di titik beratkan pada besar
dan padatnya jaringan kerja sosial, misalnya hubungan dengan keluarga dan sifat-
sifat hubungan sebelumnya (Akbar,2008).
DEPRESI
Gangguan Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan
afek disforik (kehilangan kegembiraan/gairah). Depresi juga dapat dikatakan
sebagai kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat
sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, dan tidak
dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan
dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Sebagaimana sebagian besar dari kita
kadang-kadang mengalami kecemasan, demikian juga kita mengalami kesedihan
pada suatu masa pada hidup kita meskipun mungkin tidak dengan kadar atau
frekuensi yang cukup untuk menegakkan diagnosis depresi. Depresi sering kali
berhubungan dengan berbagai masalah psikologis lain, seperti serangan panik,
penyalahgunaan zat, disfungsi seksual dan gangguan kepribadian.
Diagnosis dari gangguan depressive mayor (major depsessive disorder)
(juga disebut depresi mayor) didasarkan pada munculnya satu atau lebih episode
depresi mayor tanpa adanya riwayat episode manik (manic) atau hipomanik
(hypomanic). Dalam episode depresi mayor, orang tersebut mengalami salah satu
diantara mood depresi (merasa sedih, putus asa, atau “terpuruk”) atau kehilangan
minat/rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas unutk periode waktu
paling sedikit 2 minggu (APA, 2000). Gangguan depresi mayor merupakan
gangguan yang parah dan ditandai oleh perubahan yang relatif tiba-tiba dari
kondisi seseorang yang sebelumnya. Bentuk yang lebih ringan dari depresi
tampaknya disebabkan oleh suatu perkembangan kronis yang sering kali bermula
pada masa kanak-kanak atau masa remaja (Klein dkk., 2000a, 2000b).
SOCIAL PHOBIA
Phobia sosial yang mendasar adalah ketakutan berlebihan terhadap evaluasi
negatif dari orang lain. Orang-orang dengan phobia sosial takut untuk melakukan
atau mengatakan sesuatu yang memalukan atau yang membuat dirinya merasa
hina (Nevid, Rathus, & Greene: 2005, 170). Pengidap phobia sosial ini merasa
takut dan cemas ketika ia berbicara didepan umum. Ia takut akan tanggapan atau
evaluasi yang akan dia terima.
Penyebab gangguan ini dapat ditinjau dari segi teori Behavior di mana phobia
sosial dapat terjadi karena adanya perilaku yang tidak tepat atau kurangnya
keterampilan sosial. Menurut pandangan ini, individu tidak pernah belajar
bagaimana berperilaku agar ia merasa nyaman dengan orang lain, atau orang
tersebut berulang kali melakukan kecerobohan, kikuk dan secara sosial tidak
kompeten, serta sering dikritik oleh rekan-rekan sosial. Dukungan terhadap model
ini berasal dari berbagai penemuan yang menunjukkan bahwa orang-orang yang
memiliki kecemasan sosial memang memiliki skor rendah dalam tngkat
keterampilan sosial (Twentyman & McFall dalam Davison, Neale & Kring: 2010,
190) dan bahwa mereka tidak mampu memberikan respons pada waktu serta
tempat yang tepat dalam interaksi sosial, misalnya mengatakan “terima kasih”
pada waktu yang tepat (Fischetti, Curran, & Wessberg dalam Davison, Neale &
Kring: 2010, 190).