interaksi sosial di dalam kelompok nelayan desa...
TRANSCRIPT
INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA
MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG
(Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok
Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
SKRIPSI
Oleh:
IKE MONIKA PUTRI ANATASIA
110569201032
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
i
INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA MALANG
RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG
(Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan
Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Sosiologi
SKRIPSI
Oleh:
IKE MONIKA PUTRI ANATASIA
110569201032
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA : Ike Monika Putri Anatasia
NIM : 110569201032
JUDUL : Interaksi Sosial Di dalam Kelompok Nelayan Desa Malang
Rapat Kecamatan Gunung Kijang (Studi Tentang Konflik dan
Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di
Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
Masyarakat dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau seluruh skripsi ini hasil karya orang lain, saya
bersedia menerima sanksi atas pembuatan tersebut.
Tanjungpinang, 7 Agustus 2016
Yang Mengatakan
Ike Monika Putri Anatasia
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wb
Alhamdulillah segala puji syukur atas kehadirat rahmat dan karunia Allah
S.W.T yang telah diberikan kepada penulis sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tidak lupa salam penulis berikan kepada Rasulullah S.A.W beserta
para sahabat dan keluarganya. Akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Interaksi Sosial Di dalam Kelompok Nelayan Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang (Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi
Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)”.
Skrips ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
Halangan rintangan dan doa serta berbagai usaha maksimal telah dilakukan
peneliti untuk menyelesaikan dan memberikan sebuah karya yang terbaik. Namun
peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Skripsi ini memerlukan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Drs. Son Haji, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji yang telah memberikan waktu serta
ilmu nya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Nanik Rahmawati , M. Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
3. Ibu Marisa Elsara, M. Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
4. Ibu Suryaningsih, M. Si dan Ibu Emmy Solina, M. Si selaku Dosen
Pembimbing I dan Pembimbing II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang
turut membantu, memberikan masukkan, kritikan serta bimbingan dalam
penyusunan Skripsi ini.
vi
5. Seluruh Dosen dan Staff tata usaha serta karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
6. Kepala Dinas Kecamatan Gunung Kijang Kelurahan Desa Malang Rapat
Kabupaten Bintan beserta jajarannya yang telah membantu dalam proses
penyusunan Skripsi ini.
7. Ayah (Mazra.H.) dan Ibu (Susi.E.), yang telah memberikan kasih sayang,
semangat, doa, cinta dan dukungan dalam segi material dan moril.
8. Teman seperjuangan angkatan 2011, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
khusunya jurusan Sosiologi Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Sesungguhnya penulis menyadari bahwasahnya skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan dari
berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga
kelak skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta dapat menjadi
referensi untuk peneliti berikutnya.
Tanjungpinang, Agustus 2016
Penulis
Ike Monika Putri Anatasia
vii
ABSTRAK
Interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat nelayan berupa interaksi
dalam pembentukkan kelompok. Terhitung dari tanggal 1 januari 2016 kelompok
yang terbentuk berjumlah 3 kelompok. Interaksi yang terjalin sebenarnya tidak
hanya pada awal pembentukkan kelompok, namun interaksi yang terjalin terlihat
juga pada saat anggotanya mempertahankan kelompoknya. Jika kelompok
tersebut memiliki hubungan yang solid, maka setiap anggotanya akan menjaga
hubungan baik di dalam kelompok sehingga mereka sulit untuk keluar dari
kelompoknya. Hal tersebut di karenakan, mereka merasa tidak enak untuk
meninggalkan kelompok lamanya, tidak hanya itu saja akan tetapi mereka sudah
merasa nyaman dengan kelompoknya sekarang. Walaupun sebenarnya tidak ada
larangan untuk anggotanya keluar/masuk kedalam kelompok lain.
Di pilihnya penelitian ini karena peneliti ingin mengidentifikasi interaksi
sosial yang terjadi antar individu di dalam kelompok nelayan dan
mengidentifikasi konflik dan kerjasama di dalam kelompok nelayan Tujuan dari
penelitian ini ialah untuk mengetahui identifikasi interaksi yang terjadi di dalam
masyarakat nelayan dan mengidentifikasi kerjasama dan konflik di dalam
kelompok nelayan. Sistem Jenis penelitian yang di gunakan adalah deskriptif.
Dengan menggunakan metode kualitatif. Di gunakan metode ini di karenakan
dalam perolehan data, penulis menggunakan observasi dan wawancara dalam
perolehan data. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori interaksi
sosial dan bentuk-bentuk interaksi yang meliputi kerjasama dan konflik.
Hal yang di analisis pada penelitian ini berupa interaksi yang terjalin pada
masyarakat nelayan yang di tekankan pada kerjasama dan konflik. Kerjasama
yang di lihat berupa kerjasama dalam pekerjaan. Kerjasama dalam pekerjaan ialah
kerjasama yang terljalin sehingga memunculkan rasa kepercayaan di dalam diri
individu didalam kelompok. Sehingga ketika tiba pada pembagian hasil dari
sebuah pekerjaan, maka individu yang melakukan kerjasama sudah tidak ada rasa
curiga atas pembagian hasil tersebut. Dan mereka merasa bahwa tidak ada pihak
yang di rugikan karena segala sesuatu sudah ada rincian atau pembagian.
Kemudian konflik yang terdapat pada penelitian ini adalah konflik yang timbul
dari kecemburuan sosial dari pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak ini merasa
bahwa bantuan dari PEMKAB tidak merata. Sehingga menimbulkan konflik di
dalam kelompok. Namun konflik yang terjadi masih bisa di selesaikan dengan
cara mediasi.
Kata Kunci : Interaksi Sosial, Kerjasama, Konflik dan Masyarakat Nelayan
viii
ABSTRACT
Social interactions that occur in fishing communities in the form of
interaction in the formation of the group. Commencing from January 1, 2016
formed group consists of 3 groups. Actual interaction that exists not only at the
beginning of the formation of the group, but the interaction that exists visible also
when its members maintain the group. If the group has a solid relationship, then
each member will maintain good relations within the group so they are difficult to
get out of the group. It is in because they felt bad for leaving his old group, not
only that but they are comfortable with the group now. Although in fact there are
no restrictions for members exit / entry into another group.
In voting this study because researchers wanted to identify the social
interaction that occurs between individuals within a group of fishermen and
identify conflicts and cooperation in the fishing groups The purpose of this study
was to determine the identification of interactions that take place within the
fishing communities and identify cooperation and conflicts within the group
fishermen. System Kind research used is descriptive. By using qualitative
methods. In use this method because of the acquisition of the data, the authors
used observations and interviews in the acquisition of data. The theory used in this
research is the theory of social interaction and the forms of interaction that
includes cooperation and conflict.
Things in the analysis in this study of interaction that exists in fishing
communities who emphasized on cooperation and conflict. Cooperation is seen in
the form of cooperation in the work. Cooperation in work is cooperation terljalin
so bring a sense of confidence within the individual within the group. So when it
comes to the sharing of a job, then the individuals who conduct cooperation there
is no suspicion on the distribution of the results. And they feel that no one is
disadvantaged because everything is already no details or division. Then the
conflict contained in this research is the conflict that arises from jealousy of the
parties in conflict. These parties feel that the help from the district government
uneven. So that creates a conflict within the group. But conflict can still be
resolved by way of mediation.
Keywords: Social Interaction, Cooperation, Conflict and Society Fishermen
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii
LEMBAR TIM PENGUJI................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACK ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 13
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 13
D. Konsep Operasional ..................................................................................... 14
E. Metode Penelitian ........................................................................................ 15
F. Teknik Analisa Data..................................................................................... 19
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Masyarakat Nelayan ....................................................................... 21
B. Interaksi Sosial ............................................................................................. 25
C. Konsep Konflik ............................................................................................ 28
x
D. Kerjasama .................................................................................................... 31
E. Konflik Nelayan ........................................................................................... 33
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Sosial-Ekonomi .............................................................................. 36
B. Masyarakat Nelayan Setelah Mendapatkan Bantuan ................................... 37
C. Potensi Kelautan dan Perikanan ................................................................... 39
D. Tauke ............................................................................................................ 39
E. Bentuk Bantuan PEMKAB kepada Kelompok Nelayan ............................. 41
F. Hubungan Nelayan dengan Pengelola Pelabuhan ........................................ 42
BAB IV INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA
MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG (Studi Tentang
Konflik dan Kerjasama yang terjadi Di dalam Kelompok Nelayan Di
Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
A. Karakteristik Data Informan ........................................................................ 44
B. Interaksi Sosial ............................................................................................. 46
a. Kerjasama ............................................................................................. 50
a) Kelompok Nelayan ........................................................................ 55
b) Jumlah Kelompok Nelayan ............................................................ 59
c) Proses Terbentuknya Kelompok Nelayan ...................................... 63
d) Syarat Untuk Memperoleh Bantuan PEMKAB ............................. 68
e) Pemecahan Kelompok Nelayan yang di anggap sah di dalam
kelompok ....................................................................................... 72
f) Kepemilikan Alat Tangkap ............................................................ 75
xi
b. Konflik .................................................................................................. 78
a) Konflik Alat Tangkap .................................................................... 82
b) Penyelesaian Konflik ..................................................................... 87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 92
B. Saran ....................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Penggolongan Nelayan Berdasarkan Karakteristik Usahanya ......... 24
TABEL 2 Jumlah Kelompok Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa
Malang Rapat ................................................................................... 38
TABEL 3 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur ...................................... 44
TABEL 4 Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan ............................. 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu
musyarak, yang artinya sebuah masyarakat merupakan suatu jaringan hubungan-
hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat juga dapat diartikan sebagai sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya,
istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur. Untuk membentuk hubungan antar
entitas-entitas tersebut di butuhkan interaksi. Interaksi itu sendiri dapat diartikan
sebagai suatu pondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan
norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat.
Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku , interaksi sosial itu sendiri
dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai–nilai yang ada dapat
dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing–masing,
maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang kita
harapkan. Di dalam kehidupan sehari – hari tentunya manusia tidak dapat lepas
dari hubungan antara satu dengan yang lainya, ia akan selalu perlu untuk mencari
individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran
2
. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa syarat untuk melakukan interaksi adalah
adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi. Interaksi yang terjalin pada
masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat juga bermula dari adanya kontak sosial
dan komunikasi. Interaksi yang terjalin adalah interaksi pada pembentukan sebuah
kelompok. Pembentukan kelompok yang di maksud ialah di dalam masyarakat
nelayan memiliki beberapa jumlah kelompok nelayan. Hanya saja kelompok yang
terbentuk baru berupa kelompok kecil saja.
Pembentukan kelompok nelayan dalam skala kecil ini terbentuk karena
mereka saling kenal, ada hubungan pertemanan, hubungan kerja dan memiliki
tujuan yang sama, sehingga mereka dapat membentuk kelompok-kelompok
nelayan kecil . Akan tetapi, interaksi yang muncul ternyata tidak hanya pada
kelompok dalam skala kecil ini saja, akan tetapi dari hubungan dengan skala kecil
ini, juga dapat membentuk kelompok dalam skala besar. Perubahan kelompok dari
skala kecil menjadi skala besar ini tentu memiliki nilai dan aturan yang berbeda.
Hal tersebut di karenakan, sistem pengelolaan pun yang berbeda. Sistem
pengelolaan yang di maksud berupa aturan-aturan yang terbentuk dan di sepakati
secara bersama. Aturan yang ada pada kelompok dalam skala kecil biasanya
aturan dalam hal bagi hasil. Namun berbeda dengan aturan yang di timbulkan
dalam kelompok skala besar.
Aturan yang di buat dalam kelompok skala besar adalah aturan berupa,
pemilihan ketua kelompok yang didalamnya terdapat kriteria-kriteria dan
pemilihan tersebut sudah di sepakati dan di setujui oleh para anggota, pemilihan
sekretaris dan penentuan bendahara kelompok. Interaksi yang terjalin pada
3
kelompok dalam skala kecil dan besar pun berbeda. Perbedaan tersebut dapat di
lihat dari hasil yang mereka peroleh. Interaksi yang terjalin di dalam kelompok
kecil hanya terjalin antara individu dengan individu didalam kelompok saja dan
biasanya hanya terdiri atas 2 s/d 4 orang saja, namun interaksi yang terjalin pada
kelompok besar ialah interaksi yang terjadi antara individu individu sesama
anggota, nelayan dengan ketua kelompok, nelayan dengan sekretaris, nelayan
dengan bendahara dan nelayan di dalam kelompok dengan pengelola pelabuhan.
Interaksi yang terjalin pun lebih luas di bandingkan interaksi yang terjadi pada
kelompok dalam skala kecil.
Kemudian di dalam interaksi ada faktor pendorong terjadinya sebuah
interaksi di dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut meliputi: faktor imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati. Pertama, faktor imitasi memiliki segi positif
yaitu mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
berlaku. Namun, faktor imitasi ini, juga memiliki segi negatifnya berupa peniruan
sebuah tindakan, yang mengarah kepada tindakan-tindakan penyimpangan.
Kedua, faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan
atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian di terima oleh pihak
lain. Sebenarnya, faktor imitasi dan sugesti ini hampir sama, hanya saja faktor
sugesti terjadi ketika seseorang sedang mengalami emosi nyang menghambat
seseorang tersebut untuk berfikiran secara rasional. Ketiga, faktor identifikasi
merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi ini bersifat lebih
mendalam dibandingkan imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk
4
atas dasar proses identifikasi ini. Proses identifikasi ini, dapat berlangsung dengan
sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan di sengaja karena seringkali
seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu didalam proses kehidupannya.
Keempat, faktor simpati merupakan suatu proses dimana, seseorang merasa
tertarik pada pihak lain.
Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting
walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak
lain dan untuk bekerja sama dengannya. Kemudian, di dalam interaksi sosial tidak
hanya terdapat syarat utama terjadinya sebuah interaksi dan tidak hanya terdapat
faktor pendorong terjadinya sebuah interaksi, namun didalam interaksi juga
terdapat bentuk-bentuk terjadinya sebuah interaksi, yang meliputi : bentuk
asosiatif dan bentuk diasosiatif. Bentuk asosiatif meliputi : kerjasama
(cooperation) dan akomodasi (accomodation). Sedangkan bentuk diasosiatif
meliputi : Persaingan (competition) dan kontravensi (contravention).
(Soekanto,2007:54-88)
Bentuk asosiatif pada kerjasama yang muncul pada masyarakat nelayan
Desa Malang Rapat adalah pembentukan kelompok. Dimana dengan kerjasama di
dalam kelompok memiliki tujuan untuk membentuk kerjasama agar
mempermudah mereka untuk memperoleh hasil laut yang lebih banyak, mudah
dalam meminjam alat tangkapan serta untuk memperkuat modal. Dengan adanya
kelompok ini juga, sedikit banyaknya membantu para nelayan yang kurang
memiliki perlengkapan untuk melaut.. Karena kelompok yang terbentuk bukan
semuanya memiliki alat tangkap yang lengkap, namun kelompok yang terbentuk
5
sebenarnya memiliki alat tangkap yang terbatas. Kelompok-kelompok yang di
bentuk ini, tidak hanya berdasarkan dari garis kekeluargaan saja namun
kelompok-kelompok yang di bentuk ini adalah berdasarkan tujuan yang sama,
seperti persamaan nasib, persamaan memiliki keterbatasan alat tangkap, dan
persamaan akan keterbatasan akses untuk perolehan alat tangkapan.
Namun, dengan penggolongan kelompok nelayan tersebut, terdapat
perbedaan kelompok nelayan yang membedakan mereka ke dalam alat tangkapan.
Alat tangkapan kelompok beragam seperti : nelayan jaring dan nelayan bubu.
Kelompok nelayan jaring alat tangkapan mereka meliputi : jaring yang terbuat
dari nilon sedangkan nelayan bubu alat tangkapan mereka menggunakan bubu.
Walaupun individu-individu bergabung di sebuah kelompok, namun ternyata
kelompok-kelompok tersebut banyak. Kalaupun ada kelompok yang sejenis,
namun kelompok tersebut masih di bedakan lagi ke dalam alat tangkapan dan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok-kelompok lain.
Kemudian fenomena lain yang muncul di dalam masyarakat nelayan Desa
Malang Rapat adalah kerjasama yang muncul tidak hanya karena pertemanan atau
hubungan persaudaraan, malahan kerjasama yang terjalin lebih luas yaitu
kerjasama dengan nelayan luar. Banyak nelayan luar yang menjadi investor bagi
nelayan lokal. Hanya saja kerjasama tersebut terjalin antara investor dengan tauke,
kemudian tauke dengan nelayan. Kemudian nelayan-nelayan kecil ini lah yang
kemudian melakukan kerjasama dengan modal yang di berikan oleh investor
melalui tauke. Pada penjelasan sebelumnya sudah di katakan bahwa kelompok
nelayan bermula dari kelompok-kelompok kecil kemudian dari kelompok kecil ini
6
membentuk kelompok dalam skala besar. Dari kelompok-kelompok yang sudah
terbentuk di dalam masyarakat nelayan, maka pemerintah melalui perangkat desa
melakukan observasi ke lapangan, untuk mendata kelompok-kelompok nelayan
mana saja yang belum mempunyai alat tangkap yang layak untuk melaut dan
nelayan mana saja yang masih menggantungkan hidupnya dengan para tauke.
Hal ini di lakukan karena Pemerintah ingin mencanangkan untuk
memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat pesisir, termasuk kepada
masyarakat nelayan Desa Malang Rapat. Bantuan yang di berikan pemerintah
dengan syarat masyarakat harus berada di dalam kelompok nelayan yang aktif,
kemudian nelayan harus terdata dalam perangkat desa sebagai kelompok nelayan
yang memiliki alat tangkap yang kurang lengkap, dan nelayan yang belum
memiliki alat tangkapan yang lengkap harus bergabung kedalam kelompok besar.
Kemudian mereka harus melaporkan nama-nama anggota kelompok mereka ke
pengelola pelabuhan. Tujuan pemerintah dalam memberikan bantuan ini guna
untuk mempermudah masyarakat dalam melaut, mempererat hubungan kerjasama
yang sudah terbangun di masing-masing individu didalam sebuah kelompok serta
membantu masyarakat dalam mengatasi perekonomian mereka.
Karena bantuan dari Pemerintah diberikan kepada kelompok-kelompok
nelayan, maka para nelayan yang belum tergabung di dalam kelompok,
membentuk kelompok mereka sendiri dengan tujuan untuk mendapatkan bantuan
dari pemerintah juga. Tetapi bantuan yang diharapkan oleh kelompok nelayan di
anggap tidak merata. Anggapan kelompok nelayan ini dibuktikan dengan masih
banyaknya kelompok-kelompok nelayan yang belum memiliki perlengkapan
7
melaut yang lengkap. Hal ini menyebabkan adanya kecemburuan sosial antar
sesama kelompok nelayan yang berujung pada terjadinya konflik. Kecemburuan
tersebut sebenarnya muncul karena kelompok nelayan yang tidak mendapatkan
bantuan sebenarnya mereka sangat membutuhkan bantuan tersebut. Karena alat
tangkap yang kelompok ini miliki tidak baik dan tidak layak untuk melaut. Tapi
karena mereka tidak mendapatkan bantuan tersebut,mereka tetap saja melaut
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.
Dengan adanya konflik tersebut kelompok nelayan yang tidak mendapatkan
bantuan memisahkan diri dari kelompok yang mendapatkan bantuan dengan
berpindah wilayah tangkapan atau wilayah melaut ke wilayah yang lain. Karena
jika mereka tidak memisahkan diri, maka pendapatan mereka tidak akan sesuai
dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dilihat dari alat tangkap saja
mereka sudah kalah. Kekecewaan kelompok-kelompok yang termarjinalisasi
tersebut diungkapkan dengan cara mengasingkan diri. Kinseng, 2014:36-37
didalam nelayan dan permasalahan bahwa penyebab konflik nelayan disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu : perlengkapan melaut yang terbatas, kurangnya modal
yang menyebabkan nelayan terlilit hutang oleh tauke sebagai pemilik modal,
perebutan lokasi penangkapan ikan antara nelayan kecil dan buruh dengan
nelayan kapitalis, kondisi alam yang tidak menentu membuat nelayan kecil selalu
berada pada masa-masa paceklik, dan kemiskinan yang bersifat vertical yang
selalu turun-temurun. Hal tersebut yang memicu terjadinya konflik nelayan yang
ada di seluruh Indonesia. Sehingga membuat kelompok nelayan selalu berada
8
pada kemiskinan. Dari kemiskinan tersebut lah yang membuat konflik sangat
mudah masuk kedalam kelompok nelayan..
Fenomena yang terlihat pada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat ialah
kerjasama dan konflik. Kerjasama yang terlihat ialah kerjasama di dalam
pembentukan kelompok dan pekerjaan. Tidak hanya itu saja, akan tetapi
kerjasama yang muncul ialah kerjasama dalam perolehan hasil tangkapan melaut.
Karna jika para nelayan melakukan kerjasama, maka akan mendapatkan hasil
yang lebih maksimal dibandingkan sesuatu yang di kerjakan secara individual.
Awal mereka melakukan kerjasama adalah karena mereka sudah sama-sama
saling mengenal, walaupun mereka tidak satu ras, tidak ada hubungan darah
bahkan memilik rumah pun yang tidak berdekatan. Tetapi tidak ada larangan
untuk mereka melakukan kerjasama tersebut. Selagi kerjasama yang ingin di
bentuk sudah mempunyai kesepakatan di antara kedua belah pihak. Akan tetapi
kerjasama yang di bentuk tidak hanya karena mereka saling mengenal, akan tetapi
ada juga kerjasama yang terjalin karena hubungan darah atau saudara. Karena
siapapun berhak untuk melakukan kerjasama selagi kerjasama yang di buat tidak
menguntung salah satu pihak saja.
Kemudian kerjasama dalam pekerjaan ialah kerjasama yang terljalin
sehingga memunculkan rasa kepercayaan di dalam diri individu didalam
kelompok. Sehingga ketika tiba pada pembagian hasil dari sebuah pekerjaan,
maka individu yang melakukan kerjasama sudah tidak ada rasa curiga atas
pembagian hasil tersebut. Dan mereka merasa bahwa tidak ada pihak yang di
rugikan karena segala sesuatu sudah ada rincian atau pembagian. Dimana
9
pembagian tersebut sudah di sepakati bersama. Selain kepercayaan yang tumbuh
di dalam kerjasama, juga muncul modal sosial di dalam kelompok nelayan. Modal
sosial yang muncul di lihat dari peminjaman alat tangkapan. Jika ada nelayan
yang meminjam alat tangkapan kepada tauke atau bekerja kepada tauke, maka jika
ia mendapatkan hasil tangkapannya maka ia harus menjual hasil tangkapan
tersebut kepada tauke itu. Walaupun harga yang di tentukan tauke lebih murah di
bandingkan harga yang di berikan oleh tauke di tempat lain. Namun karena modal
sosial sudah terbangun pada kerjasama tersebut, maka nelayan tidak merasa
bahwa ia di rugikan.
Masyarakat pesisir mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Dan
dalam konteks ini, masyarakat pesisir di tekankan kepada kelompok-kelompok
nelayan, yang terbentuk di dalam masyarakat pesisir. Di wilayah pesisir, sebagian
besar masyarakatnya hidup dari mengelola sumber daya pesisir dan laut, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari perspektif mata
pencariannya, masyarakat pesisir tersusun dari kelompok-kelompok masyarakat
yang beragam seperti nelayan, petambak, pedagang ikan, pemilik toko, serta
pelaku industri kecil dan pengolahan hasil laut. Fenomena pada masyarakat
nelayan Desa Malang Rapat memiliki aturan-aturan di dalam masyarakat. Aturan
yang di maksud ialah siapapun yang ingin bergabung menjadi nelayan Desa
Malang Rapat di perbolehkan dan tidak ada larangan, hanya saja mereka harus
melaporkan diri kepada pengelola pelabuhan, dengan menyerahkan foto copy
KTP.
10
Hal tersebut dilakukan agar semua nelayan saling mengenal dan saling
melakukan interaksi tanpa harus memandang dari mana ia berasal. Sikap seperti
itu dilakukan karena mereka menganut system kekeluargaan. Jadi siapapun yang
sedang kesusahan maka mereka akan segera membantu. Dan tidak hanya itu saja,
nelayan lokal dengan nelayan luar pun bisa melakukan kerjasama dengan cara
penanaman modal. Sehingga dari proses interakksi semacam ini, banyak nelayan
luar yang menanamkan modal mereka kepada nelayan lokal. Hal tersebut akhirnya
menumbuhkan kerjasama antara nelayan lokal dengan nelayan luar. Seperti yang
di katakan oleh Linton (Harsojo,1984:126) bahwa masyarakat adalah sekelompok
orang yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama sehingga mereka dapat
mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan
sosial dengan batas-batas tertentu.
Kemudian Satria (2009a,2015:85) mengatakan bahwa konflik didalam
masyarakat nelayan ada 7 kategori,yaitu : konflik kelas, konflik kepemilikann
sumber daya, konflik pengelolaan sumber daya, konflik cara produksi atau alat
tangkap, konflik lingkungan, konflik usaha, konflik primordial. Dari penjelasan di
atas maka konflik yang ada di desa Malang Rapat termasuk kedalam konflik pada
cara produksi atau alat tangkap. Hal tersebut dikarenakan, akibat bantuan yang
tidak merata, membuat kesenjangan atau perbedaan didalam kelompok nelayan
khususnya perbedaan cara produksi atau alat tangkap. Konflik cara produksi atau
alat tangkap dapat diartikan sebagai konflik yang terjadi akibat perbedaan alat
tangkap, baik sesama alat tangkap tradisional maupun alat tangkap tradisional dan
modern yang merugikan salah satu pihak.
11
Dampak dari konflik tersebut membuat kerjasama di dalam kelompok
menjadi goyah bahkan sebagian anggota pecah dan bergabung keanggota
lain,yang dianggap memiliki perlengkapan melaut yang lebih baik. Dimana di
dalam interaksi sosial, konflik/persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses
sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia)
dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang
telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasa ( Soejono
Soekanto,2007:83).
Pernyataan ini juga di perkuat oleh pendapat Abdulsyani:2002 bahwa di
dalam interaksi sosial melahirkan kerjasama dan persaingan, yang kerjasama
tersebut dapat diartikan sebagai suatu bentuk interaksi sosial dimana tujuan
anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang
lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seorang individu hanya
dapat mencapai tujuan bila individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu
lain juga mencapai tujuannya. Namun bila tujuan tersebut tidak tercapai, maka
akan memunculkan yang namanya persaingan/konflik di dalam kelompok. Di
dalam kerjasama juga terdapat bentuk-bentuk kerjasama, yang meliputi :
kerjasama spontan (spontaneous cooperation) merupakan kerjasama yang serta-
merta, kerjasama langsung (directed cooperation) merupakan hasil dari perintah
atasan atau penguasa, kerjasama kontrak (contractual cooperation) merupakan
kerjasama atas dasar tertentu dan kerjasama tradisional (traditional cooperation)
12
merupakan bentuk kerjasama sebagai bagian atau unsur dari system sosial
(Soekanto,2007:67).
Dari bantuan yang di berikan oleh pemerintah, membuat pendapatan serta
hasil laut para nelayan lebih banyak sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup
para nelayan. Bukan hanya itu saja, bahkan pendapatan perekonomian mereka pun
sedikit membaik. Karena dengan perlengkapan melaut yang dianggap baik bagi
pemerintah, membantu para nelayan untuk melaut dengan jangka waktu yang
lebih lama. Dari lamanya waktu yang melaut inilah, yang membuat hasil
tangkapan lebih banyak. Kelompok-kelompok yang sering mendapatkan bantuan
dari pemerintah adalah kelompok nelayan jaring.
Di pilihnya kelompok ini karena nelayan ini memiliki tempat berkumpul
sebelum pergi melaut. Tempat berkumpulnya para nelayan ini di pelabuhan
Tanjung Keling, tempat ini tidak hanya digunakan sebagai tempat berkumpul saja,
tetapi pelabuhan ini di gunakan untuk tempat menaruh sampan-sampan mereka,
tempat untuk membuat alat tangkap, tempat untuk menyimpan perlengkapan
melaut dan sebagai tempat untuk para produsen (tauke-tauke besar dari
Tanjungpinang) mengambil ikan. Kemudian bantuan alat tangkap yang paling
membatu para kelompok nelayan adalah box fiber (tempat untuk menyimpan ikan
lebih lama).Karena dianggap box fiber ini sangat memudahkan para nelayan untuk
melaut lebih lama. Tanpa adanya box fiber, maka ikan-ikan para nelayan tidak
akan tahan lebih lama. Bantuan lain yang di butuhkan para nelayan dan sudah di
terima selain box fiber adalah berupa : olari, kelong apung dan boat
13
Pada intinya, berdasarkan bantuan yang diberikan Pemerintah diharapkan
untuk bisa membentuk kerjasama serta untuk mensejahterakan kelompok nelayan
desa Malang Rapat (khususnya kelompok nelayan di Pelabuhan Dusimas
Kamp.Tanjung Keling). Namun, pada kenyataannya bantuan yang diberikan
kurang merata sehingga menyebabkan konflik didalam kelompok atau antar
individu didalam kelompok nelayan yang merusak adanya kerjasama tersebut.
Berdasarkan pernyataan ini, peneliti ingin mengkaji mengenai Interaksi Sosial Di
dalam Kelompok Nelayan Desa Malang Rapat Kec.Gunung Kijang (Studi Kasus
Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok Nelayan Di Pelabuhan
Dusimas Kamp.Tanjung Keling).
B. Perumusan Masalah
a) Bagaimana interaksi yang terjadi antar individu di dalam kelompok
nelayan?
b) Bagaiman konflik dan kerjasama yang terjadi di dalam kelompok
nelayan?
C. Tujuan/Kegunaan
a) Mengidentifikasi interaksi sosial yang terjadi antar individu di dalam
kelompok nelayan
b) Mengidentifikasi konflik dan kerjasama di dalam kelompok nelayan
14
D. Konsep Operasional
Nelayan merupakan orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan
dilaut. Definisi ini mudah di buat untuk konteks nelayan didalam masyarakat
tradisional. Di dalam masyarakat nelayan yang tradisional, biasanya memiliki
kelompok-kelompok nelayan, dimana dengan adanya kelompok-kelompok
nelayan ini memudahkan para individu didalam kelompok untuk memperkuat
modal dan dalam peminjaman alat tangkapan melaut di dalam kelompok nelayan.
Namun, sebelum membentuk sebuah kelompok di awali oleh hubungan interaksi
yang baik terlebih dahulu di masing-masing individu, sehingga jika membentuk
sebuah kelompok akan mencapai sebuah tujuan yang di awali dengan sebuah
kesepakatan.
Dimana interaksi sosial berarti hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-
kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia.
Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu. Pada penelitian
ini, penulis berfokus pada interaksi sosial yang di dalamnya terdapat kerjasama
dan konflik. Karena di anggap, hal yang yang paling menonjol di kelompok
nelayan yang terdapat di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa Malang
Rapat tersebut hanya kerjasama dan konflik saja. Sehingga penulis berfokuskan
pada hubungan interaksi yang di lihat berdasarkan kerjama dan konflik. Karena
akan memudahkan penulis dalam mencari data di lapangan. Adapun pengertian
kerjasama dan konflik ini, yaitu :
15
a) Kerjasama
Kerjasama merupakan : usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara
saling membantu. Kerjasama yang dilihat pada kelompok nelayan adalah
kerjasama yang terbangun di masing-masing individu didalam kelompok. Dimana
dengan adanya kerjasama didalam sebuah kelompok, memberikan kemudahan
kepada individu didalam kelompok. Kemudahan yang dirasakan berupa :
peminjaman alat tangkap dan tentang kepemilikan modal.
b) Konflik
Konflik merupakan : proses dimana orang/kelompok berusaha memperoleh
sesuatu (imbalan tertentu) dengan cara melemahkan atau menghilangkan pesaing
atau kompetitor lain.
E. Metode Penelitian, terdiri atas :
a) Jenis penelitian
Jenis penelitian dalam Penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif itu
sendiri dapat di artikan sebagai situasi, kegiatan, atau peristiwa maupun
fenomena tertentu, baik menyangkut manusianya maupun hubungannya
dengan manusia lainnya. (Yusuf, 2014:331) . Adapun hal-hal yang di
deskriptifkan yaitu : tentang fenomena masyarakat nelayan di Desa Malang
Rapat di lihat berdasarkan interaksi sosial yang terjadi di antara individu di
dalam sebuah kelompok, yang di dalamnya terdapat konflik dan kerjasama.
16
b) Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan Desa Malang Rapat sebagai
lokasi penelitian karena berawal dari isu-isu masyarakat sekitar Desa
Malang Rapat yang berasumsi bahwa adanya konflik yang terjadi akibat
perebutan hak milik alat tangkap pribadi. Selain itu mayoritas masyarakat
nya berprofesi sebagai nelayan. Sehingga peneliti memilih lokasi ini sebagai
lokasi penelitian. Karena peneliti tertarik akan konflik tentang perebutan alat
tangkap nelayan. Oleh karena itu peneliti akan melakukan observasi ke
lapangan guna mencari data tentang permasalahan tersebut.
c) Jenis data
Jenis data yang di gunakan untuk menjawab permasalahan dilakukan
penelitian ini adalah : Primer dan sekunder . Data primer itu sendiri dapat di
artikan sebagai sumber data yang di peroleh langsung dari sumber asli (tidak
melalui media perantara). Sedangkan data sekunder itu sendiri dapat di
artikan sebagai sumber data penelitian yang di peroleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (di peroleh dan di catat oleh orang lain).
(Yusuf, 2014:350)
a. Data Primer : data atau informasi yang penulis peroleh langsung
dari responden yakni kelompok nelayan di desa Malang Rapat.
Data yang di peroleh berupa hubungan interaksi mencakup
kerjasama dan konflik baik antar nelayan maupun antar kelompok
nelayan.
17
b. Data Sekunder : data atau informasi yang penulis peroleh dari
catatan kelurahan. Data tersebut berupa : profil Desa Malang Rapat
dan karakteristik masyarakat Desa Malang Rapat. Data yang di
peroleh berupa bentuk-bentuk kelompok nelayan yang ada di desa
Malang Rapat dan bantuan-bantuan apa saja yang di peroleh oleh
masyarakat nelayan di desa Malang Rapat
d) Populasi dan Sampel
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel
tetapi menggunakan istilah informan penelitian. Dan dalam penelitian ini,
peneliti hanya berfokuskan pada kelompok nelayan jaring yang jumlah
kelompok nelayan jaring di Desa Malang Rapat ada beberapa kelompok
nelayan. Kelompok nelayan terhitung dari tanggal 1 januari 2016 adalah
berjumlah 3 kelompok nelayan, yang meliputi 2 kelompok nelayan jaring
dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Peneliti menggunakan 10
informan,yang terdiri atas : 1 orang nelayan yang berperan sebagai
pengelola pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.Keling Desa malang Rapat, 3 orang
tauke yang tergabung ke dalam kelompok nelayan, dan 6 orang nelayan
yang menjadi anggota dari kelompok nelayan. Dan ke 10 informan ini di
ambil dari 2 kelompok nelayan jaring. Di ambilnya 10 informan ini karena
10 informan ini di anggap mampu untuk memberikan data yang di butuhkan
oleh penulis dan dari data yang di berikan oleh informan ini, kemudian
ydapat mempermudah penulis dalam pengolahan data.
e) Teknik dan Alat Pengumpulan Data
18
a. Observasi
Hal yang di observasi berupa interaksi sosial yang terjadi di antara
individu-individu di dalam kelompok nelayan, yang interaksi tersebut
hanya berfokuskan pada hubungan kerjasama dan konflik yang terjalin
di dalam kelompok nelayan, yang meliputi : rutinitas kegiatan yang
terjadi didalam kelompok, bentuk-bentuk kerjasama, alat tangkap yang
di gunakan, dampak terbentuknya kerjasama, penyebab timbunya
konflik, dampak konflik bagi individu didalam sebuah kelompok, dan
cara penyelesaiannya.
b. Wawancara
Wawancara yang di lakukan peneliti terhadap responden adalah
wawancara yang berguna untuk mendapatkan informasi-informasi
berupa hubungan kerjasama yang terjalin dan bentuk konflik apa saja
yang ada didalam kelompok-kelompok nelayan. Dari hal tersebut yang
kemudian di gunakan untuk memperkuat observasi yang dilakukan.
Wawancara itu sendiri merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. (Yusuf, 2014:372).
Wawancara yang digunakan untuk memperoleh data di lapangan
dengan berpedoman kepada pedoman wawancara.
Hal yang di wawancarai berupa : hubungan kerjasama yang terjalin
antara individu-individu didalam kelompok, bentuk-bentuk kerjasama,
dampak dari kerjasama, pemicu timbulnya konflik, dampak timbulnya
konflik didalam individu, dan cara mengatasi konflik, dengan
19
menggunakan informan sebagai sumber mendapatkan konflik dan
jumlah informan sebanyak : 10 orang
c. Dokumentasi
Berupa hasil gambar dari penelitian yang di lakukan, baik itu foto
antara responden dengan peneliti maupun hasil foto dari bentuk
hubungan yang terjalin di dalam kelompok nelayan. (Yusuf, 2014:391).
Hasil foto yang di peroleh dapat dijadikan sebagai pendukung yang
berkaitan dengan proses interaksi yang terjalin didalam masyarakat
Desa Malang Rapat. Selain itu data dokumentasi juga bisa didapat dari
data tertulis berupa catatan-catatan dari sumber yang diperoleh.
F. Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data , penulis menggunakan metode kualitatif yaitu
metode ini menggambarkan segala bentuk data dan fakta mengenai objek
penelitian. Dimana penelitian menggunakan metode kualitatif dapat dilakukan
dengan menggunakan rancangan yang terstruktur, formal, dan spesifik, serta
mempunyai rancangan operasional yang mendetail. Kemudian didalam metode
kualitatif ini terdapat rancangan pembatasan masalah, perumusan masalah,
kegunaan penelitian, studi kepustakaan, jenis instrument, populasi dan sampel,
serta teknik analisis yang digunakan dengan jelas dan benar. (Yusuf,2014:58)
Data yang di kualitatifkan yaitu interaksi soaial yang terjadi di antara individu-
individu di dalam kelompok nelayan, yang hanya berfokuskan pada konflik dan
kerjasama yang muncul didalam kelompok maupun antar individu didalam
20
kelompok nelayan, yang dilihat berdasarkan : rutinitas kegiatan yang terjadi
didalam kelompok, bentuk-bentuk kerjasama, alat tangkap yang di gunakan,
dampak terbentuknya kerjasama, penyebab timbunya konflik, dampak konflik
bagi individu didalam sebuah kelompok, dan cara penyelesaiannya.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Masyarakat Nelayan
Secara sosiologis, karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan
masyarakat pada umumnya,seperti masyarakat agraris. Masyarakat agraris yang
biasanya adalah tani memiliki sumber daya yang lebih terkontrol, berbeda dengan
masyarakat nelayan. Sumber daya masyarakat nelayan tidak bisa di pantikan,
semua tergantung dengan alam dan cuaca alam dan resiko yang dihadapi oleh
masyarakat nelayan lebih besar dibandingkan dengan resiko yang dihadapi oleh
masyarakat agraris (Satria,2015:7). Di dalam masyarakat ada juga yang disebut
dengan masyarakat pesisir, yang artinya adalah masyarakat yang tinggal dan
hidup di wilayah pesisiran. Wilayah pesisiran ini merupakan wilayah transisi yang
menandai tempat perpindahan antara wilayah daratan dan laut atau sebaliknya
(Dahuri dkk. 2001: 5)
Posisi sosial masyarakat nelayan dalam masyarakat biasanya berada pada
posisi rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan juga diakibatkan keterasingannya
nelayan. Karena masyarakat nelayan tidak punya akses untuk melakukan interaksi
ke luar dari komunitasnya sendiri. Goodwin:1990,Satria,21-23:2010 mengatakan
bahwa ciri-ciri nelayan kecil (small scale fisher) adalah ketidak mampuan untuk
mempengaruhi kebijakan public,akibatnya nelayan terus dalam posisi dependen
dan marjinal.hal tersebut yang membuat masyarakat nelayan rentan akan
kemiskinan.
22
Imron:2003 mengatakan bahwa nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,baik dengan cara
melakukan penangkapan ataupun budi daya.Secara geografis, masyarakat yang
hidup,tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi
antara wilayah darat dan laut (Kusnadi,2009). Nelayan juga dapat diartikan
sebagai orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para
nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Kemudian
di dalam masyarakat pesisir, juga ada yang namanya kelompok-kelompok
masyarakat pesisir atau komunitas nelayan. Komunitas nelayan itu sendiri dapat
diartikan sebagai kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal
didesa-desa atau pesisir. (Sastrawidjaya,2002)
Kemudian nelayan itu sendiri didefinisikan sebagai orang yang melakukan
kegiatan penangkapan ikan di laut. Definisi ini mudah di buat untuk konteks
masyarakat tradisional. Menurut Undang-undang No.45 Tahun2009 Tentang
Revisi Undang-Undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan,Pasal 1, angka 10
mendefenisikan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan.(Satria, 2015:26). Imron,2003 mengatakan bahwa nelayan
adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada
hasil laut,baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka
pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang
dekat dengan lokasi kegiatannya. Secara geografis, masyarakat yang
hidup,tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi
antara wilayah darat dan laut (Kusnadi,2009). Nelayan adalah orang yang hidup
23
dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di
daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang
yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa atau pesisir
(Sastrawidjaya,2002)
Masyarakat nelayan tidak hanya berdiri sendiri, namun nelayan memiliki
kelompok nelayan yang dapat mendukung system kerja yang ia lakukan. Dan
biasanya kelompok sosial nelayan ini muncul guna untuk membantu dan
meringankan kerjaan secara bersama. Kelompok sosial nelayan ini sendiri ada
karena mereka memiliki nasib yang sama sehingga tujuan hidup mereka pun
sama. Fungsi dari kelompok nelayan itu sendiri yaitu: Untuk memperkuat modal,
meningkatkan kinerja individu, dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi
masalah-masalah secara bersama.
Ditjen Perikanan (2002) mengklarifikasikan nelayan berdasarkan waktu
yang digunakan dalam melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan,
yaitu:
a) Nelayan/Petani ikan penuh, yaitu nelayan/petani ikan yang seluruh waktu
kerjaanya di gunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/
pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air
b) Nelayan/Petani ikan sambilan utama, yaitu nelayan/ petani ikan yang
sebagian besar waktu kerjaanya digunakan untuk melakukan pekerjaan
operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
Selain melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan, nelayan kategori
ini bisa jadi mempunyai pekerjaan lain
24
c) Nelayan/Petani ikan sambilan tambahan, yaitu nelayan/petani ikan yang
sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan
penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air
Nelayan memiliki keragaman status nelayan menjadi 2 bentuk, yaitu :
nelayan dengan skala besar dan nelayan dengan skala kecil. Perbedaan keragaman
nelayan ini berdasarkan respons untuk mengantisipasi tinggi nya resiko
ketidakpastian terhadap kapasitas teknologi, orientasi pasar dan karakteristik
hubungan produksi. Dibawah ini ada penggolongan nelayan berdasarkan
karakteristik usahanya yang di rangkum dalam tabel 1.2
Tabel 1 Penggolongan Nelayan Berdasarkan Karakteristik Usahanya
N
NO. Jenis
Orientasi Ekonomi
dan Pasar
Tingkat
Teknologi Hubungan Produksi
1. Usaha
Tradisional
Subsistensi rumah
tangga
Rendah Tidak hierarki, status
terdiri dari pemilik
dan ABK yang
homogeny
2. Usaha Post-
Tradisional
Subsistensim
surplus,rumah
tangga,pasar domestic
Rendah Tidak hierarki,status
terdiri dari pemilik
dan ABK yang
Homogen
3. Usaha
Komersia
Surplus,pasar
domestic,ekspor
Menengah Hierarki, status terdiri
dari pemilik,
manajemen, ABK
yang heterogen
4. Usaha
Industrial
Surplus,ekspor Tinggi Hierarki, status terdiri
daripemilik,
manajemen,ABK yang
heterogen
Sumber : satria (2001) di dalam buku Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir ,
Arif Satria 2015:31
25
B. Interaksi Sosial
Interaksi merupakan : hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-kelompok
manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua
orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu. Mereka saling menegur,
berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Dari pernyataan
tersebut, jelas bahwa syarat untuk melakukan interaksi adalah: adanya kontak
sosial (social-contact) dan komunikasi. Dimana kontak sosial daalam bahasa latin
yaitu : con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya
menyentuh. Jadi kontak sosial dapat diartikan sebagai bersama-sama menyentuh.
(Soekanto,2007:59). Sedangkan komunikasi merupakan pembicaraan, gerak-
gerah badaniah atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin di sampaikan oleh
orang tersebut. (Soekanto,2007:60). Kemudian di dalam interkasi ada faktor
pendorong terjadinya sebuah interaksi di dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut
meliputi:
a) Faktor imitasi memiliki segi positif yaitu mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, faktor imitasi
ini, juga memiliki segi negatifnya berupa berupa peniruan sebuah tindakan,
yang mengarah kepada tindakan-tindakan penyimpangan.
b) faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau
sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian di terima oleh pihak
lain. Sebenarnya, faktor imitasi dan sugesti ini hampir sama, hanya saja
26
faktor sugesti terjadi ketika seseorang sedang mengalami emosi nyang
menghambat seseorang tersebut untuk berfikiran secara rasional.
c) Faktor identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak
lain. Identifikasi ini bersifat lebih mendalam dibandingkan imitasi, karena
kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi ini.
Proses identifikasi ini, dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak
sadar), maupun dengan di sengaja karena seringkali seseorang memerlukan
tipe-tipe ideal tertentu didalam proses kehidupannya.
d) faktor simpati merupakan suatu proses dimana, seseorang merasa tertarik
pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang
sangat penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan
untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. (Soekanto:
2007:55-58)
Didalam interaksi juga terdapat bentuk-bentuk terjadinya sebuah interaksi,
yang meliputi :
a) Bentuk Asosiatif, meliputi :
a. kerjasama (cooperation),merupakan : bentuk interaksi sosial yang
pokok. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersaman mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap
diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut;
kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya
27
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.
(Soekanto,2007: 66)
b. akomodasi (accommodation), akomodasi dapat di artikan 2 arti yaitu :
untuk menunjukkan suatu keadaan dan untuk menunjukkan pada suatu
proses. Akomodasi menunjukkan pada suatu keadaan berarti adanya
suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan
norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam
masyarakat. Sedangkan akomodasi yang menunjukkan pada suatu
proses yaitu : menunjukkan pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai
kestabilan. (Soekanto,2007:68)
b) Bentuk Diasosiatif meliputi :
a. Persaingan (competition, merupakan suatu proses sosial, dimana
individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa
tertentu menjadi pusat perhatian umumm (baik perseorangan maupun
kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan
mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan. (Soekanto,2007:83)
b. Kontravensi (contravention, merupakan suatu bentuk proses yang di
tandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang
28
atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang di sembunyikan,
kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Atau
perasaan tersebut dapat pulla berkembang terhadap kemungkinan,
kegunaan, kaharusan atau penilaian terhadap suatu usul, buah fikian,
kepercayaan, doktrin, atau rencana yang di kemukakan orang
perorangan atau kelompok manusia lain. (Soekanto,2007:87-88)
C. Konsep Konflik
Konflik merupakan unsur terpanting di dalam kehidupan manusia. George
simmel;1918 mengatakan bahwa konflik memiliki fungsi yang positif. Kemudian
di dalam konsep ini, manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu
makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik
sukarela maupun terpaksa. Konflik bisa muncul di dalam masyarakat pada skala
yang berbeda, seperti : konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik antar
kelompok (intergroup conflict), konflik kelompok dengan Negara (vertical
conflict), konflik antar Negara (interstate conflict)
a) Pengertian Konflik
Manusia merupakan makhluk konfliktis (homo conflictus) yaitu
makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan dan persaingan
baik sukarela maupun terpaksa. Poerwadarminta, mengatakan bahwa
konflik merupakan pertentangan atau percecokkan. Pertentangan sendiri
bisa muncul kedalam bentuk pertetangan ide maupun fisik antara dua belah
pihak bersebrangan.(Susan, 8:2010)
29
Di dalam interaksi yang terbangun di dalam masyarakat akan
terbentuk sebuah relasi didalamnya. Dimana relasi yang terbangun di dalam
masyarakat di pengaruhi karena memiliki kepentingan, adanya penguasaan,
menimbulkan permusuhan dan akan terjadi penindasan. Dari hal tersebut
akan memicu timbulnya konflik. Secara umum orientasi konflik terkait
dengan 3 sentral dan berkaitan dengan asumsi-asumsi, yaitu :
a. Setiap orang memiliki sejumlah keinginan mendasar,sesuatu yang
mereka inginkan dan berusaha untuk mendapatkannya karena tidak
diperoleh dalam sistem masyarakat yang banyak berlaku bagi semua.
Teori konflik tidak selalu eksplisit tertuju kepada manusia,akan tetapi
tertuju pada hasil relasi didalamnya.
b. Keseluruhan perspektif konflik, menekankan pada kekuasaan sebagai
inti dari relasi sosial. Teori konflik selalu menunjukkan pada kekuasaan
tidak hanya sebagai pembagi kesenjangan dan ketidakadilan,banyak
yang menjadi sumber konflik, tetapi juga pemaksa yang paling utama.
Analisis ini menunjukkan perhatian terhadap distribusi sumber daya
yang diberikan oleh seseorang dengan banyak atau sedikit kekuasaan.
c. Aspek pembeda dari teori konflik adalah nilai dan ide sebagai senjata
yang digunakan oleh kelompok yang berbeda untuk memajukan diri
merekalebih dari sebagai pemaknaan untuk mendefinisikan identitas
dan tujuan keseluruhan masyarakat (Muryanti,2013:4)
30
b) Pengelola Konflik
Tiap skala konflik, memiliki latar belakang dan arah perkembangan
yang berbeda. Masyarakat manusia di dunia, pada dasarnya memiliki
sejarah konflik dalam skala antar perorangan sampai antar Negara. Konflik
yang bisa di kelola secara arif dan bijaksana akan dapat di selesaikan tanpa
menghadirkan kekerasan. Namun, jika konflik tidak dapat di kelola dengan
baik, aka akan menimbulkan : perang dan pembantaian. (Susan,2009:xxiii-
xxiv). Adapun pengelolaan konfik sebagai berikut :
a) Wacana Conflict Management
Wacana conflict management merupakan pencegahan bentuk
kekerasan dari konflik baik langsung maupun tidak langsung. Stein
(Susan,2009:122-123) menyatakan bahwa “conflict management” bertujuan
sebuah moderasi atau memberadabkan efek-efek konflik tanpa menangani
akar konflik dan sebab-sebabnya. Management konflik ini, juga
menjelaskan bahwa konflik tidak perlu di selesaikan tetapi konflik perlu di
pelajari bagaimana cara mengelola berbagai konflik agar dapat mengurangi
kekerasan.
b) Conflict Governance
Conflict governance (tata kelola konflik) merupakan dinamika
hubungan antara berbagai actor dan lembaga dalam tata kelola unsur-unsur
konflik dalam suatu ruang politik inklusif (inclusive political arena) yang di
tandai oleh aktifitas memersuasi, memusyawarahkan, dan
mengimplementasikan kebijakan perdamaian yang telah tercapai.
31
D. Kerjasama
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang terjadi antara
individu-individu, individu-kelompok, maupun kelompok-kelompok. Di dalam
interaksi sosial terdapat bentuk-bentuk interaksi. Salah satu bentuk interaksi sosial
yang ada adalah : kerjasama. Dimana kerjasama itu sendiri dapat diartikan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara saling membantu. Kerja sama
timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran atas adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang
penting dalam kerja sama yang berguna. Kerjasama timbul apabila orang
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan
pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian
terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut;
kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya
organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.
(Soekanto,2007:66)
Dalam teori-teori akan dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang
biasa diberi nama kerjasama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut
dibedakan menjadi 4, yaitu :
a) kerjasama spontan (spontaneous cooperation), merupakan kerjasama yang
serta-merta
32
b) kerjasama langsung (directed cooperation), merupakan hasil dari perintah
atasan atau penguasa
c) kerjasama kontrak (contractual cooperation), merupakan kerjasama atas
dasar tertentu
d) kerjasama tradisional (traditional cooperation), merupakan bentuk
kerjasama sebagai bagian atau unsur dari system sosial (Soekanto,2007:67)
Selain bentuk-bentuk kerjasama diatas, bentuk kerjasama juga di golongkan
kedalam 5 golongan, yaitu:
a) kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong
b) bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-
barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih
c) kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan
d) koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan
yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih
tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu
dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai
satuatau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif
33
e) joint venture, yaitu kerjasama dalam penguasaan proyek-proyek tertentu,
misalnya pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman,
perhotelan, dan seterusnya . (Soekanto,2007: 68)
E. Konflik Nelayan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinseng,2014:43 bahwa dari
berbagai kasus konflik nelayan tidak ada yang bersifat terbuka. Karena sampai
saat ini, belum ada konflik nelayan yang terjadi secara brutal terjadi antara kelas
buruh dan kelas pemilik. Hal itu di sebabkan karena modal sosial yang terjalin
antara buruh nelayan dan kelas pemilik terjalin cukup baik. Walaupun sebenarnya
timbul ketidakpuasan didalam diri buruh nelayan. Berdasarkan basis terbentuknya
kelompok nelayan yang berkonflik (conflict group), Kinseng,35-36:2014
membagi konflik antar-sesama nelayan menjadi 3 kategori, yaitu:
a) Konflik Kelas
b) Konflik Identitas
c) Konflik Alat Tangkap
Konflik kelas adalah konflik yang terjadi antara kelompok nelayan yang
berbeda, misalnya antara buruh dengan pemilik maupun antara kelas nelayan kecil
dengan nelayan besar-kapitalis. Sedangkan Konflik identitas adalah konflik yang
terjadi antara kelompok nelayan berbasis identitas primordial seperti etnik da
nasal daerah atau yang sering di kenal dengan istilah local versus pendatang.
Selain itu, agama bisa juga dijadikan sebagai basis terbentuknya kelompok
konflik primordial ini. Dan Konflik alat tangkap adalah : konflik yang terjadi
34
antara kelompok nelayan yang berbasis alat tangkap yang berbeda, tetapi berada
pada “tingkat” yang kurang lebih setara, seperti antara perenge dengan dongol di
Balikpapan, yang sama-sama merupakan “nelayan kecil”.
Selain itu, satria,dkk mengelompokkan konflik nelayan menjadi 3 tipe
kelompok, yaitu :
a) Konflik kelas
b) Konflik Orientasi
c) Konflik Agrarian
Konflik kelas merupakan konflik yang terjadi antara kelas sosial nelayan
akibat dominasi usaha bermodal dan usaha tradisional, seperti konflik antar
nelayan tradisional dan nelayan’trawl’. Kemudian Konflik orientasi merupakan
konflik yang terjadi antar nelayan yang memiliki orientasi yang berbeda dalam
pemanfaatan sumber daya, yaitu antara nelayan yang memiliki orientasi jangka
panjang dengan nelayan yang berorientasi jangka pendek. Dan Konflik agrarian
merupakan konflik yang terjadi akibat perebutan fishing ground; bisa terjadi baik
antar kelas maupun intra-kelas dan antar nelayan dengan non-nelayan
(kinseng,2014:34)
Kemudian, Charles juga membagi “konflik perikanan” menjadi 4 tipe, yaitu
:
a) Fishery jurisdiction,
b) Management mechanisms
c) Interball allocation
d) External allocation
35
Fishery jurisdiction, menyangkut masalah siapa yang “memiliki” sumber
daya perikanan, siapa yang mengontrol akses kepada sumber daya tersebut,
seperti apa bentuk pengelolaan yang optimal, dan apa peranan yang mestinya
dimainkan oleh pemerintah. Sedangkan management mechanisms, menyangkut
isu-isu jangka pendek, khususnya konflik antara nelayan dan pemerintah
menyangkut tingkat produksi, proses konsultasi, dan penegakkan hokum.
Kemudian internal allocation, menyangkut konflik yang muncul di dalam suatu
system perikanan, antara kelompok-kelompok pengguna dan alat tangkap yang
berbeda, maupun antar nelayan, pengolah dan “pemain” lainnya. Dan external
allocation, mencakup konflik-konflik antara “pemain” di sector perikanan secara
internal dengan pihak luar, seperti armada nelayan asing, pertanian, industry non-
perikanan seperti pariwisata dan kehutanan.
Dalam tipologi Charles ini, tidak ada khusus di sebut tipe konflik kelas;
kemungkinan konflik kelas ini termasuk kedalam tipe konflik yang ketiga, yakni
External allocation. (kinseng,2014:33-3)
36
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan Desa Malang Rapat
Masyarakat Desa Malang Rapat mayoritas masyarakatnya bermata
pencaharian sebagai nelayan. Banyaknya jumlah nelayan di sana di karenakan
jarak tempat tinggal mereka dekat dengan bibir pantai sehingga tidak heran jika
banyak masyarakatnya yang bergantungkan hidupnya pada laut. Kondisi sosial di
sana baik di karenakan mereka menganut sistem kekerabatan. Jika ada masyarakat
yang sedang mengalami kesusahan maka masyarakat lain akan saling membantu
tanpa ada unsur paksaan. Tidak hanya itu saja, kondisi sosial di dalam kelompok
nelayan pun terlihat ketika mereka mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Ketika
ada kelompok lain yang anggotanya keluar masuk ke kelompok lain guna
mendapatkan bantuan lain, hal tersebut di perbolehkan karena pada kesepakatan
awal tidak ada larangan untuk keluar masuk dalam kelompok. Akan tetapi ada
kelompok dimana para anggotanya sudah solid sehingga sulit untuk para
anggotanya keluar. Hal tersebut di karenakan, mereka sudah merasa nyaman
berada pada kelompoknya dan mereka beranggapan bahwa interaksi yang sudah
terjalin pun cukup lama sehingga membuat para anggota merasa tidak enak ketika
mereka keluar masuk ke kelompok lain. Karena kerjasama yang sudah terjalin di
dalam kelompoknya sudah cukup baik.
Selain itu, modal sosial yang terbangun pun sudah cukup untuk membantu
perekonomian mereka. Tidak hanya itu saja, para anggota kelompok ini juga
37
merasa bahwa tanpa keluar masuk ke kelompok lain pun mereka masih dapat
untuk memperoleh bantuan walaupun tidak setiap proposal yang mereka ajukan
langsung di setujui oleh PEMKAB. namun, hal semacam ini tidak mendasari
untuk mereka keluar dari kelompok awal mereka. Namun pada dasarnya tidak ada
larangan akan tidak boleh ny anggota untuk keluar atau membentuk kelompok
lain. Akan tetapi tergantung bagaimana solidaritas yang terbentuk di dalam
kelompok mereka masing-masing. Jika solidaritas mereka kuat maka tidak
mungkin ada anggotanya yang keluar hanya untuk memperoleh bantuan. Akan
tetapi jika ada anggota kelompoknya yang tidak merasa puas di dalam
kelompoknya sendiri, maka di perbolehkan anggota tersebut keluar dari
kelompoknya dengan cara musyawarah/rapat kelompok.
B. Masyarakat Nelayan Desa Malang Rapat Setelah Mendapatkan
Bantuan
Masyarakat nelayan Desa Malang Rapat bisa di kategorikan sebagai nelayan
yang berkehidupan cukup dan layak. Hal tersebut terbukti dari bentu rumah yang
mereka miliki. Rata-rata masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di pelabuhan
Dusimas Kampung Tg.keling ini, memiliki rumah yang layak huni, seperti rumah
beton dan rumah ½ beton. Pendapatan mereka perbulan, jika di lihat dari
pendapatan bersih atau pendapatan yang di hitung berdasarkan nota, maka
pendapatan mereka perbulan minimal bisa mencapai hingga 5 juta/bulan.
Sehingga tidak heran, jika nelayannya memiliki hidup yang layak.
38
Nelayan yang berada di pelabuhan Dusimas kampong Tg.keling ini nelayan
seperti : kelompok nelayan jaring, sampan, pancing dan boat. Sistem kerja mereka
biasanya berkelompok. Terdiri atas 2 orang atau lebih. Hitungan pendapatan
mereka menggunakan hitungan 27 atau 25, maksudnya ialah mereka melaut
dengan jarak tempuh 25-27 hari dan sisanya mereka pergunakan untuk beristirahat
di rumah. Hitungan tersebut berupa setoran ikan kepada penadah local. Hitungan
tersebut biasanya menggunakan nota. Harga hitungan di tentukan oleh penadah.
Ketika ikan sudah terkumpul kepada penadah, maka penadah local tersebut, akan
mengirim ikan-ikan dari hasil tangkapan nelayan di pelabuhan Dusimas Kampung
Tg.keling ke tauke-tauke besar yang ada di sekitar Tg.pinang. Terhitung dari
tanggal 1 januari 2016, di Pelabuhan Dusimas Kampung Tg.keling terdapat 3
kelompok nelayan, yang meliputi : 2 kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok
nelayan kelong apung. Adapun nama-nama kelompok tersebut di sebutkan di
dalam susunan di bawah ini :
Tabel 2 Jumlah Kelompok Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa
Malang Rapat
NO. Nama Kelompok Jumlah Anggota Jenis Bantuan
1
1. Kuda laut 16 orang 16 unit box fiber
2
2. Bahari 10 orang 10 unit radio/olari
3
3. Gemilang 4 orang Kelong apung
Jumlah 30 orang
Sumber : catatan dari pengelola Pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.Keling
39
C. Potensi Kelautan Dan Perikanan Desa Malang Rapat
Desa Malang Rapat merupakan daerah pesisir yang kaya akan hasil
perikanannya, baik itu daerah pesisirnya sendiri maupun lautannya. Kawasan
pesisir pantai merupakan kawasan konserpasi padang lamun, sebagaimana di
ketahui bahwa lamun merupakan tempat berkembang biaknya biota laut, jadi tidak
salah kalau banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor
perikanan ini. Alat tangkap nelayan yang sering digunakan masih bersifat
tradisional yaitu berupa pancing, jaring maupun kelong. Banyak para pengusaha
dari luar melakukan investasi di daerah ini terutama yang memerlukan modal
besar seperti kelong dan pompong. Sebagain besar sarana dan prasarana yang
dipakai masyarakat merupakan milik pengusaha. Kendala yang paling utama yang
dihadapi para nelayan yaitu kepemilikan sarana dan prasaran tangkap sehingga
para masyarakat hanya sebagai pekerja bukan sebagai pelaku, sebanyak mana
hasil yang didapat tidak akan berpengaruh banyak bagi nelayan karena hasil
tersebut sebagian besar didapat oleh pengusaha baik itu lokal maupun luar.
D. Tauke
Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling, terdapat 2 tauke, yaitu tauke
lokal dan tauke besar.
a) Tauke lokal
Tauke lokal merupakan tauke yang berasal dari masyarakat nelayan Desa
Malang Rapat dan memiliki modal yang besar. Tugas dari tauke ini berupa
menampung ikan dari hasil nelayan lokal dan nelayan pendatang. Sistem
40
pemasaran dari tauke ini ialah para nelayan menyetor hasil tangkapan ikan mereka
ke tauke lokal dan akan di hitung menggunakan nota. Harga yang di berikan
tergantung kebijakan dari tauke lokal yang sesuai dengan harga pasaran. Hal
semacam ini di lakukan tauke lokal agar para nelayan tidak terlalu rugi. Karena
jika harga yang di berikan oleh tauke lokal sangat rendah dari harga pasaran,
maka akan membuat para nelayan rugi besar.
Adanya pembagian tauke semacam ini, memudahkan nelayan lokal untuk
menjual hasil tangkapan ikannya. Karena jika tauke lokal ini tidak tersedia, maka
akan mempersulit para nelayan lokal untuk menjual hasil tangkapannya ke tauke
besar yang ada di Tanjungpinang. Kesulitan para nelayan yang akan di hadapi jika
tauke lokal tidak tersedia ialah berupa akses yang cukup jauh untuk menempuh
jarak penjualan ikan.Dan para nelayan akan rugi di bagian transportasi untuk
menuju ke tauke besar yang ada di Tanjungpinang. Kemudian, hasil ikan yang di
tampung oleh tauke lokal ini, kemudian akan di angkut dengan menggunakan
pick-up dan di bawa ke tauke Tanjungpinang.
b) Tauke Besar
Tauke besar adalah tauke yang ada di Tanjungpinang, dengan memiliki
modal yang lebih banyak di bandingkan tauke lokal. Dan tauke besar ini biasanya
memiliki boat-boat dan alat tangkap yang mendukung untuk nelayan lokal melaut
dan bekerja dengannya. Tauke ini, juga memiliki relasi yang sangat baik kepada
para tauke-tauke lokal, dengan tujuan agar para tauke lokal menjual semua ikan-
ikannya kepada dirinya. Tauke besar ini memiliki tugas berupa menampung hasil
ikan yang di kirimkan tauke lokal kepadanya. Tauke besar ini terdapat di daerah
41
Tanjungpinang. Dan tauke besar ini yang kemudian akan memasarkan ikan-ikan
tersebut ke sejumlah tempat yang ada di Tanjungpinang. Pemasaran ikan tersebut
biasanya di pasarkan ke sejumlah pasar tradisional, seperti agen-agen penjual ikan
di wilayah Tanjungpinang, pasar Bincen dan pasar Tanjungpinang. Dengan
adanya 2 tugas tauke ini, maka memudahkan para nelayan untuk menjual hasil
tangkapannya tanpa harus pergi jauh-jauh untuk menjual hasil tangkapannya. Dan
harga jual ke tauke pun, tidak terlalu jauh dengan harga normal di pasaran.
Dari penjelasan tentang tugas tauke di atas, maka tampak jelas bahwa
interkasi yang terjadi di antara tauke dan para nelayannya berjalan sangat baik. Itu
di buktikan dari system pembagian tugas kerja antara tauke lokal dan tauke besar.
Pembagian tugas tersebut semata-mata bukan untuk kepentingan sendiri, namun
pembagian tugas tauke tersebut juga demi kepentingan nelayan tanpa harus
merugikan nelayan lokal tersebut.
E. Bentuk Bantuan PEMKAB kepada Kelompok Nelayan
PEMKAB memberikan kesempatan untuk seluruh masyarakat di Desa
Malang Rapat untuk mengajukan bantuan ke PEMKAB lewat proposal. Dimana
proposal tersebut berisikan tentang bantuan yang di butuhkan oleh masyarakat
nelayan. Dengan catatan, masyarakat nelayan harus bergabung ke dalam
kelompok nelayan. Bergabungnya masyarakat nelayan ke dalam kelompok
nelayan, memudahkan PEMKAB untuk memberikan bantuan kepada mereka.
Kemudian kelompok nelayan di berikan kesempatan untuk mengajukan proposal
dengan batas waktu 3 tahun sekali dan bantuan yang di ajukan bisa bermacam-
42
macam tergatung dari kebutuhan. Tetapi, tidak semua kelompok yang mengajukan
proposal bisa langsung di penuhi oleh PEMKAB, karena bantuan yang di berikan
juga bertahap. Jadi, proposal yang di ajukan bisa di katakan nasib-nasipan untuk
mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Jenis bantuan yang baru di dapatkan oleh
kelompok nelayan dari pengajuan proposal adalah : boat, box fiber, olari dan
kelong apung.
Bantuan di berikan langsung kepada pengelola pelabuhan Dusimas
Kamp.Tanjung Keling, pemberian bantuan ini di harapkan bisa bermanfaat bagi
nelayan untuk kebutuhan melautnya. Namun, bantuan yang di berikian oleh
PEMKAB ini tidak boleh di jual belikan dalam kondisi apapun. Maka jika
ketahuan ada nelayan yang menjual bantuan yang di berikan oleh PEMKAB,
maka nama nelayan tersebut akan di ceklis oleh pengawas lapangan, kemudian di
laporkan ke kantor dan akan di pastikan proposal yang akan di ajukan akan di
kembalikan dan tidak akan di hiraukan. Hal tersebut di lakukan oleh PEMKAB,
agar bantuan yang di berikan tersebut, bisa di jaga dan di gunakan sesuai dengan
kebutuhannya.
F. Hubungan Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling Desa
Malang Rapat dengan Pengelola Pelabuhan
Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling, terdapat 2 tauke. Ada tauke
lokal yang tugasnya menampung hasil dari nelayan lokal dan nelayan pendatang.
Dan tauke besar, terdapat di daerah Tanjungpinang yang tugasnya menampung
dari seluruh hasil tangkapan nelayan dari tauke lokal. Ciri khas dari nelayan
43
pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling ini adalah masalah pengelolaan
pelabuhan di sana. Sistem pengelolaan di sana, bahwa siapapun yang masuk ke
Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling untuk menangkap ikan, maka akan di
kenakan iuran bulanan. Tidak hanya itu saja, bahkan mereka para pendatang harus
melapor dan menyerahkan foto copy KTP. Dimana hal tersebut akan berguna
ketika, terjadi sesuatu kepada para nelayan. Iuran bulanan tersebut bervariasi.
Tauke-tauke lokal pun, juga ikut serta dalam pembayaran iuran. Iuran yang
terkumpul tersebut, akan di bacakan pada rapat tahunan. Dimana rapat tahunan
tersebut akan di hadiri oleh pengelola pelabuhan, para nelayan dan masyarakat
yang terlibat langsung di pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling tersebut.
Iuran yang terkumpul, biasanya di gunakan untuk keperluan bahan bakar nelayan,
jika nelayan tersebut kehabisan bahan bakar di tengah laut. iuran ini, juga sangat
membantu para nelayan dalam hal-hal kesulitan di laut. Dari sistem pengelolaan
seperti ini, yang mempermudah pengelola untuk mendata, para nelayannya yang
berada pada tahap bawah. Tahap bawah yang di maksud ialah, nelayan yang tidak
mempunyai erlengkapan melaut dan masih bergantung kepada tauke lokal.
Masyarakat yang biasanya membayar iuran perbulan ialah : tauke lokal yang
memiliki boat, tauke luar yang memiliki boat yang bersandar di Pelabuhan
Dusimas Kamp.Tanjung Keling, nelayan, dan masyarakat yang membawa pick
up/motor untuk mengirim ikan. Iuran di tentukan sesuai dengan kesepakatan di
dalam rapat. Sehingga iuran tersebut di setujui oleh semua pihak yang terkait di
dalam Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling.
44
BAB IV
INTERAKSI SOSIAL DI DALAM KELOMPOK NELAYAN DESA
MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG
(Studi Tentang Konflik dan Kerjasama yang terjadi Didalam kelompok
Nelayan Di Pelabuhan Dusimas Kamp.Tanjung Keling)
A. Karakteristik Data Informan
Berikut ini akan di sajikan terlebih dahulu karakteristik informan
berdasarkan: umur dan pendidikan.
a) Karakteristik Informan Berdasarkan Umur
Karakteristik informan berdasarkan umur, maka dapat dilihat
berdasarkan tabel di bawah ini :
Tabel 3
Karakteristik Informan Berdasarkan Umur
NO. Umur Jumlah Presentase (%)
1 . 30-35 2 orang 20
2. 36-41 2 orang 20
3. 42-46 4 orang 40
4. 47-55 2 orang 20
Jumlah 10 orang 100%
(Sumber data : hasil pengolahan wawancara tahun 2016)
45
Berdasarkan data di atas tentang karakteristik informan berdasarkan umur,
nelayan yang berumur 30-35 tahun ada 2 orang, nelayan yang berumur 36-
41tahun ada 4 orang, nelayan yang berumur 42-46 tahun ada 2 orang, nelayan
yang berumur 47-51 tahun ada 4 orang. Maka dapat di simpulkan bahwa informan
rata-rata berusia di atas 30 tahun. Nelayan yang paling banyak berusia 36-41
tahun dengan jumlah 2 orang. Dalam artian bahwa nelayan di Desa Malang Rapat
sudah lama berpengalaman sebagai seorang nelayan. Sehingga ketika peneliti
menanyakan data kepada informan, maka informan akan menjawab berdasarkan
pengalamannya. Dan data yang di berikan informan kepada peneliti dapat di
pertanggung jawabkan.
b) Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan
Karakteristik informan berdasarkan pendidikan, maka dapat di lihat
berdasarkan tabel di bawah ini :
Tabel 1.4
Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. SD/Sederajat 6 orang 60
2. SMP/Sederajat 4 orang 40
3. SMA/Sederajat - -
4. Tidak sekolah - -
Jumlah 10 orang 100%
(Sumber data : hasil pengolahan wawancara tahun 2016)
Berdasarkan data di atas, jumlah informan yang tamatan SD berjumlah 6
orang, informan yang tamatan SMP berjumlah 4 orang, jumlah informan tamatan
46
SMA adalah 0 dan jumlah informan yang tidak bersekolah adalah 0. Melihat
karakteristik informan berdasarkan pendidikan maka dapat di ketahui bahwa
responden yang di jadikan peneliti sebagai informan adalah orang-orang yang di
anggap baik dalam berkomunikasi, dan mampu menjawab segala pertanyaan yang
di ajukan oleh peneliti. Karena jumlah informan terbanyak adalah informan
dengan lulusan SD/sederajat dan SMP/sederajat.
B. Interaksi Sosial
Interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-kelompok
manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua
orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu. Mereka saling menegur,
berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Berdasarkan
hasil temuan di lapangan bahwa interaksi yang ada pada masyarakat nelayan Desa
Malang Rapat sudah terjadi, hal tersebut di buktikan dengan adanya pertemuan
antara dua orang atau orang perorangan dengan kelompok manusia. Dari interaksi
tersebut menimbulkan pengaruh positif maupun negatif tergantung dari
bagaimana masyarakat tersebut dalam menjalin interaksi kepada orang lain. Jika
interaksi yang terjadi baik maka akan memberikan dampak positif bagi yang
berinteraksi, namun jika interaksi yang terjalin tidak baik maka akan memberikan
dampak negative bagi yang melakukan interaksi. Berikut kutipan wawancara oleh
Rio Ardiyanto 30 tahun :
47
“Hubungan yang ade dekat sini tu bagus lah, cume namanye manusie
kadang-kadang ade juge lah yang punye perangai yang agak tak bagos. Tapi kan
tak semue orang dekat sini ni punye perangai macam tu. Ade juge lah yang punye
perangai bagus” (wawancara tanggal 8 februari 2016)
Pernyataan Informan Rio Ardiyanto, di dukung oleh pernyataan M.ali ( 35
tahun) yang menyatakan bahwa :
“Kami dekat sini ni dah macam saudare, kalau ade ape-ape nelayan sini
bantu kami. Macam kemaren boat kami habes minyak dekat laot sane, teros orang
yang ade dekat pelabuhan langsong jemput kami same ngantar bahan bakar buat
boat kami. Malah kami tak ade bayar. Tu gratis soalnye uangnye di ambel dari
uang iuran bulanan kami. Sedap lah jadi nelayan sini soalnye nelayannye tu
kompak” (wawancara tanggal 10 Februari 2016)
Pernyataan Informan M.ali tidak sama dengan pernyataan Herman
(44 tahun) yang menyatakan :
“Nampak sekilas nelayan dekat sini ni baek-baek ye dek. Tapi sebetolnye
tak macam gitu juge dek. Sebetolnye ade juge yang tak baek. Tapi baek buruknye
orang tu tergantung dari perangai-perangai orang tu sendiri juge lah dek.
Kemaren pas kami ade rapat tahunan di rumah saye, ade je nelayan yang tak
sejalan pemikirannye same saye. Tapi sebetolnye tak salah, cume care die
nyampaikan ke saye aje yang tak sedap dek. Die nuduh saye pakai duet iuran
padahal saye tak macam gitu dek. Die tu padahal kenal same saye, tapi tak
sangke die malah nuduh saye macam tu. Mungkin die tak faham dengan
penjelasan saye pas rapat tu dek” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Informan Herman tidak sama dengan pernyataan Abdul khadir
(44 tahun) yang menyatakan :
“Nelayan dekat sini ni kompak lah dek, kalau ade ape-ape cepat lah gerak
nye. Tak payah di suroh juge lah. Dah macam keluarge sendiri. Tiap hari kami
ketemu teros. Tak cume jempe dekat pelabuhan sini aje lah dek. Kadang-kadang
kalau angen kencang pas kami tak kelaot, kami ngumpul dekat rumah siape gitu
lah buat ngumpol-ngumpol bahas macam-macam lah untuk ke laot nanti”
(wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir di dukung oleh pernyataan Samat (34 tahun)
yang menyatakan :
“Nelayan di sini tu banyak dek, tapi Alhamdulillah kompak-kompak lah.
Padahal nelayan yang terdaftar di pelabuhan ni bukan nelayan dari Desa Malang
Rapat aje dek. Tapia de juge nelayan luar yang ambek ikan dekat sini. Macam
nelayan pinang. Tapi kan nelayan yang dah masok dekat sini tu harus terdaftar.
Jadi kalau ade ape-ape semue orang dekat sini tu tau. Walaupon die orang luar,
48
tapi kalau dia terdaftar, kan enak. Pokoknye semue yang ade dekat sini tu kami
kenal dek” ( wawancara tanggal 11 februari 2016)
Pernyataan Samat tidak sama dengan pernyataan Marwan (55 tahun) yang
menyatakan :
“Nelayan dekat sini tu dek sebetolnye sifat nye ni same je dengan nelayan
di luar sane, Ade rase tak puas, iri hati, cemburu, macam-macam lah dek. Kite
tengok die baek, padahal ternyate baek dekat depan je, belakang kite rupenye tak
baek. Semue tu tergantung orangnye juge lah. Cume nelayan sini tu tak ade yang
bekoar-koar sampai dengar orang. Kalau tak suke pakai diam aje tapi kalau dah
tak tahan tu kadang-kadang kelahi juge. Cume kan tak sampai parah-parah kali
lah dek. Tetap pengelola pelabuhan yang nyelesaikan kalau ade masalah”
(wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan di dukung oleh Zakaria (54 tahun) yang menyatakan :
“Semue orang tu nak dekat mane aje same aje, pasti ade masalah. Adek
beradek aje ade masalah. Apalagi cume kenal gitu aje. Cume kalau ade masalah
pun pandai lah nak nyelesaikan. Paleng masalah dekat sini tu cume iri hati aje
same punye orang. Macam si A tu punye sampan, si B tak punye, biasenye si B tu
tak suke. Macam tu lah dek. Tapi wajar aje lah kalau dalam begaol ni ade sikap
macam tu. Bohong pula lah orang begaol tapi baek-baek aje dek” (wawancara
tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria tidak sama dengan pernyataan Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
“Hubungan yang ade dalam masyarakat nelayan sini tu bagus, bagosnye
hubungan dekat sini karne kami dah same-same kenal. Rate-rate kami orang
melayu semue, jadi tau lah macam mane nak besikap same jage perasaan orang
bia tak tersinggong gitu lah. Mungken karne tu lah kami dekat sini tu baek-baek
aje.” (wawancara tanggal 30 April 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh pernyataan Ruslan (46 tahun) yang
menyatakan :
“Nelayan dekat sini tu ramai, semuenye bukan datang dari Malang rapat
aje, tapi ade nelayan dari Tg.keling, pulau pucong, pinang. Tapi semue yang ade
dekat sini kami anggap same je. Yang penteng tau bawa diri aje same taka de
buat masalah aje. Kami pun saleng kenal, taka de lah nelayan sini yang tak kenal
dek. Makanye kami ni kalau ade ape-ape kompak dek” (wawancara tanggal 28
april 2016)
49
Pernyataan Ruslan memiliki perbedaan dengan pendapat Razam (51 tahun)
yang menyatakan :
“Kami ni dah macam saudare semue dek, cume kan kalau masalah
kerjaan tak bise macam gitu juge. Kalau misalnye dalam keje tak sesuai ye marah
juge lah. Soalnye keje ye keje, tak ade pandang saudare atau kawan lagi lah dek.
Walaupon dah lame kenal. Salah tetap salah lah. Tak peduli die suke atau tak.
Namanye salah mau macam mane lagi” (kutipan wawancara Razam 51 tahun,
(wawancara tanggal 10 april 2016)
Dari kutipan wawancara di atas, jelas bahwa ada pernyataan yang sama
dan ada pernyataan yang tidak sama terkait dengan hubungan interaksi yang
terjadi di dalam masyarakat nelayan. Itu di buktikan dengan adanya 5 pernyataan
yang sama dan 5 pernyataan yang tidak sama. Selain itu didalam pernyataan juga
menyatakan bahwa interaksi yang terjalin di dalam kelompok maupun di luar
kelompok berjalan sangat baik. Mereka menganut sistem kekerabatan.
Menganggap bahwa mereka adalah satu keluarga, ketika ada seorang nelayan
sedang mengalami kesulitan, maka para nelayan lain segera membantu tanpa
mengharapkan pamrih/balasan. Tidak hanya itu saja, bahkan tanpa di sadari
mereka melahirkan hubungan kerjasama.Ketika mereka melakukan interaksi,
mereka tidak hanya melakukan interaksi dengan sesama mereka, akan tetapi
mereka juga open dengan nelayan luar. Bukti nya saja, nelayan lokal mengenal
adanya nelayan luar yang menangkap ikan di wilayah tangkapan mereka tanpa
adanya masalah. Itu I sebabkan karena nelayan luar mengikuti aturan-aturan dari
pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.keling Desa Malang Rapat. Namun tak semua
interaksi yang terjalin berdampak positif atau baik . Interaksi yang baik akan
menimbulkan dampak yang baik bagi pihak-pihak yang sedang berinteraksi,
namun jika interaksi yang terjalin kurang baik maka akan menimbulkan dampak
50
yang tidak baik pula bagi pihak yang sedang melakukan interaksi. Selain itu,
pernyataan di atas juga menyebutkan bahwa di dalam masyarakat nelayan
memiliki permasalahan yang timbul dari sikap iri hati, kecemburuan dsb, akan
tetapi kutipan wawancara di atas menyatakan bahwa permasalahan timbul di
karenakan masalah kerjaan. Walaupun kerjasama sudah terjalin akan tetapi tidak
selamanya kerjasama melahirkan pengaruh positif akan tetapi kerjasama bisa
berujung pada konflik.
Kemudian, di dalam interaksi terdapat bentuk-bentuk terjadinya sebuah
interaksi, yang meliputi : bentuk asosiatif dan bentuk diasosiatif. Bentuk asosiatif
meliputi : kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accomodation). Sedangkan
bentuk diasosiatif meliputi : Persaingan (competition) dan kontravensi
(contravention). (Soekanto,2007:54-88). Dari hasil temuan di lapangan, interaksi
sosial yang terjadi di antara individu di dalam kelompok nelayan adalah :
kerjasama dan konflik/persaingan. Berikut penjelasannya :
a. Kerjasama
Interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antar kelompok-
kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok
manusia. Di dalam interaksi terdapat bentuk-bentuk interaksi, salah satunya
ialah Kerjasama. Kerjasama itu sendiri merupakan usaha untuk mencapai
tujuan tertentu dengan cara saling membantu. Kerja sama timbul apabila
orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang
sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
51
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-
kepentingan tersebut, kesadaran atas adanya kepentingan-kepentingan yang
sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam
kerja sama yang berguna. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri
sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan
adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi
merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.
Kerjasama yang muncul di dalam masyarakat nelayan Desa Malang
Rapat adalah interaksi berupa pembentukkan kelompok. Dimana kelompok
tersebut bertujuan untuk mendapatkan bantuan berupa peralatan melaut
dengan cara mengajukan proposal. Tidak ada batasan untuk siapa saja
membentuk kelompok nelayan. Siapapun boleh membentuk kelompok,
dengan syarat, bahwa setiap kelompok harus memiliki tujuan dan manfaat
bagi setiap anggota nya. Tidak hanya itu, di dalam kelompok nelayan harus
terdiri atas, ketua kelompok, bendahara, sekretaris dan anggota kelompok.
Kemudian kelompok yang terbentuk harus melaporkan kelompok mereka
kepada pengelola pelabuhan.
Berikut kutipan wawancara Rio Ardiyanto (30 Tahun) :
“Kejesame yang ade ni sebetolnye berawal dari tak punye
modal/kurangnye alat tangkap kelaot. Karne tak mau keje same tauke, jadi
nelayan same nelayan ni bekompol lah jadi satu. Patungan buat modal, pas
dapat ikan dan setor ke tauke, duetnye baru di bagi due. Macam bagi hasel
gitu lah. Krne dah lame macam tu, akhirnye kejesame pun jadi lame. Karne
52
dah same-same enak, tak ade yang rugi, habies tu pun betah juge”
(wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto memiliki perbedaan dengan pendapat
Marwan (55tahun) yang menyatakan :
“Kejesame yang ade dekat sini tu sebetolnye bukan karne nak dapat
bantuan aje, tapi kejesame tu di bentok untok mempermudah keje aje. Yang
ade modal, gabong lah same yang punye modal. Cume kejesame sekarang
ni kan lebeh tertata lagi. Lebeh jelas lah. Gitu aje si dek” (wawancara
tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan tidak sama dengan pernyataan M.ali ( 35 tahun)
yang menyatakan :
“Kejesame tu biasenye berawal dari kenal, teros pecaye, jujor.Kalau
dah macam tu betah teros sedap nak kejesame. Kejesame pun bukan cume
same-same nelayan aje, tapi nelayan same tauke pun bise. Tauke kaseh
pinjam alat tangkap die ke nelayan, teros nelayan tu pakai. Cara gantinye
ye nelayan tu harus jual hasil tangkapannye ke tauke itu. Cume harga nye
bede lah. Misalnye di tauke laen harga ikan sekilonye 12ribu, kalau die jual
dengan tauke die, harga ikan sekilonye jadi 8ribu. Soalnye kan nelayan ni
pakai alat laot tauke tu. Jadi ade timbal balek gitu lah” (kutipan
wawancara M.ali 35 tahun, (wawancara tanggal 10 februari 2016)
Pernyataan M.ali di dukung oleh pernyataan Abdul khadir (44 tahun)
yang menyatakan :
“Awalnye kejesame ni ade karna kami saling kenal teros kawan
kumpol. Tapi kejesame ni bukan terbentok karne kami saudare, tapi keje
same ni muncul karne kami punye tujuan yang same dan same-same punye
kebutuhan. Kejesame ni pun muncul dengan sendirinye, tak ade paksaan.
Yang penting yang nak kejesame, same-same mau” (kutipan wawancara
abdul khadir 44 tahun, (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir sama dengan pendapat Herman (44 tahun)
yang menyatakan :
53
“Kejesame dari adanye kelompok besa ni lebeh nampak dari
kejesame pas kelompok kecik kemaren. Tapi kelompok kecik tu bukan tak
bagos, bagos lah cume sistem die yang tak jelas dek. Kelompok besa macam
ni system nye jelas, untuk dapat bantuan, bantuan tu di pakai same-same,
tujuannye untuk dapat hasel laot yang lebih banyak dan mempengaruhi
pendapatan mereke. Lagi pula modal mereke pun jadi baek, dari yang tak
ade alat laot, jadi ade dek. Dari yang dapat ikan siket, jadi lebeh agak
ningkat. Dari yang jarang ke laot, sekarang jadi rajen ke laot soalnye dah
punye perlengkapan melaot, jadi tak payah bergantong hidop same tauke
lagi” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Herman di dukung oleh pendapat Samat (34 tahun) yang
menyatakan :
“Kerjesame yang ade dekat sini antar nelayan sebetolnye dah terjalin
lame sebelom adenye kelompok besar macam sekarang. Dulu kelompok dah
ade dekat sini, cume kelompok kecik aje itu pun cume untok pegi ke laot aje.
Bede lah same sekarang, kelompok sekarang ni kan ade untok dapat
bantuan dek” (wawancara tanggal 11 Februari 2016)
Pernyataan Samat memiliki perbedaan dengan pendapat Ruslan (46
tahun) yang menyatakan :
“Kejesame yang ade dekat sini tu dulu cume kejesame macam pinjam
modal gitu lah dek, habes kalau tak macam tu kasian yang tak punye modal
lah. Yang die tak keje. Make dari tu banyak nelayan yang maseh keje same
tauke ujungnye. Saye kan tauke, anak buah saye tu ye nelayan-nelayan yang
nak keje tapi tak punye alat tangkap. Jadi saye kasih pinjam teros orang tu
baya ke saye ye pakai setoran ikan” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan tidak sama dengan pendapat Zakaria (54 tahun)
yang menyatakan :
“Dulu kelompok yang ade dekat sini tu dek belom terdaftar dekat
PEMKAB sane, cume sekarang kelompok yang ade ni dah terdaftar dekat
PEMKAB sane. Nanti orang PEMKAB nengok kelapangan dek, buat nengok
nelayan mane aje yang haros dapat bantuan. Kelompok ni sebetolnye dah
lame ade, cume gitu lah dek, cume buat keje aje ujung-ujungnye ngumpol-
ngumpol aje. Tapi kan sekarang bede dek, sekarang ade yang namenye
rapat gitu lah” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
54
Pendapat Zakaria di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan bahwa :
“Kejesame semenjak ade kelompok ni bede lah same kemaren, kalau
kemaren tu cume ala kadar aje dek. Cume sekarang tu kan lebeh tertata gitu
lah. Keje same pun tak cume dekat dalam kelompok aje. Di lua kelompok
pun tetap ade lah keje same yang muncol. Macam pinjam alat tangkap gitu,
teros banyak lagi lah. Susah juge nak cakap” (wawancara tanggal 30 april
2016)
Pernyataan Udiono sama dengan pendapat Razam (51 tahun) yang
menyatakan :
“Kejesame tu bermule karne kami sering ketemu, dah kenal lame,
kawan lame juge, kawan ngopi juge lah. Teros dah nyaman aje, dah same
tau, jadi kalau nak ape-ape senang. Kejesame pun yang kami buat ni pun
same-same enak lah. Tak ade yang rugi. Name pun kawan, tak mungkin lah
nak untung sendiri aje” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Temuan di lapangan tampak jelas, bahwa pendapat mengenai
hubungan kerjasama yang terbangun di antara individu di dalam sebuah
kelompok memiliki pendapat yang berbeda, diantaranya ialah 2 orang
menyatakan bahwa kelompok nelayan ini memiliki hubungan kerjasama
hanya pada kerjaan. Namun 8 orang menyatakan bahwa kelompok nelayan
ini membentuk kerjasama untuk mendapatkan bantuan dari PEMKAB.
Tidak hanya itu saja, ada pendapat yang menyatakan bahwa kerjasama yang
muncul di masyarakat nelayan ialah kerjasama yang terbangun karena
memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, kemudian adanya rasa percaya,
sikap jujur dan dari kerjasama tersebut tidak ada pihak-pihak yang merasa di
rugikan. Karena kerjasama yang ada sudah di sepakati bersama. Terkadang
kerjasama yang di buat bukan karena mereka saudara atau karna tetangga,
55
akan tetapi kerjasama yang ingin di bangun, harus memiliki dasar kenyaman
atau saling tahu dan kerjasama tersebut juga tidak di batasi, maksudnya
kerjasama tidak hanya terjadi oleh nelayan sesame nelayan saja, akan tetapi
kerjasama juga bisa terjalin antara nelayan dan tauke. Hal tersebut sesuai
dengan hasil wawancara di atas oleh informan bahwa dengan adanya
pembentukkan kelompok maka membuat hubungan kerjasama antar
individu di dalam kelompok semakin baik karena mereka memiliki tujuan
yang sama, namun ketika tujuan mereka sudah tercapai, mereka tetap
menjaga hubungan baik di dalam kelompok. Dimana pembentukkan
kelompok tersebut berguna dalam hal pengajuan proposal demi
mendapatkan bantuan dari PEMKAB. Namun, pembentukkan kelompok
tersebut, harus di laporkan terlebih dahulu kepada pengelola pelabuhan, hal
tersebut berguna sebagai pendataan jika pengawas dari PEMKAB turun
untuk mengecek bantuan yang di berikan tepat sasaran sesuai dengan
proposal yang di ajukan.
a) Kelompok Nelayan
Kelompok merupakan penggabungan antara individu-individu yang
terdiri atas 3 orang atau lebih. Kelompok di bentuk untuk mempermudah
seseorang dalam pencapaian sebuah tujuan. Selain itu, kelompok di bentuk
untuk mempermudah seseorang agar suara mereka atau pendapat mereka
lebih di dengar atau di hargai. Di dalam masyarakat nelayan Desa Malang
Rapat terdapat kelompok-kelompok nelayan. Namun, kelompok nelayan
yang ada, bukan hanya terdiri atas para nelayan saja, akan tetapi tauke pun
56
di perbolehkan untuk bergabung ke dalam sebuah kelompok. Dengan
catatan, para tauke ini harus menjadi ketua di dalam anggotanya dan ketika
mendapatkan bantuan, maka bantuan yang di peroleh harus bersifat
kelompok bukan individual/pribadi. Karena pemerintah memberikan
bantuan tersebut untuk kepentingan bersama/kelompok. Kemudian
kelompok nelayan ini, tidak hanya terdiri atas anggota-anggotanya saja,
melainkan di dalam kelompok nelayan ini juga terdiri atas ketua kelompok,
bendahara kelompok, sekretaris kelompok kemudian anggota kelompok.
Namun, dari kedudukan semacam itu di dalam sebuah kelompok memiliki
tugas yang berbeda tetapi memiliki tanggung jawab yang sama.
Berikut kutipan wawancara Marwan (55 Tahun) :
“Dulu kelompok nelayan di sini tu berupe nelayan kecil yang biasenye
jumlahnye 2-3 orang. Sistemnye tu pun bagi hasel gitu. Tapi sistem macam
tu kan tak ngerubah hidop kami. Jadi kami di suroh bentok kelompok besa,
yang nantinya kelompok-kelompok besa macam ni akan di bantu dalam
bentuk barang, barangnye tu pon ye alat tangkap gitu, macam boat, box
fiber, olari, kelong apong” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan tidak sama dengan pernyataan Zakaria (54 tahun)
yang menyatakan bahwa :
“Kelompok yang ade dekat sini bukan cume kelompok-kelompok gitu
aje. Tapi kelompok yang ade dekat sini punye ketentuan. Ketentuannye
setiap kelompok harus punye name kelompok, punye ketue, punye sekretaris,
punye bendahare same punye anggota. Tak cume itu aje, tapi kelompok
yang ade, harus punye tujuan. Teros di laporkan ke pengelola pelabuhan.
Biar orang pengelola tu lapor ke PEMKAB” (wawancara tanggal 3 Maret
2016)
Pernyataan Zakaria di dukung oleh pendapat M.ali (35 tahun) yang
menyatakan bahwa :
57
“Kelompok yang ade dekat sini awalnye karne pak herman (pengelola
pelabuhan). Pak herman yang suroh kami bentok kelompok soalnye pak
herman kasian same kami, masih banyak yang tak punye alat tangkap gitu
lah. Jadi pak herman suruh kami bentok kelompok dan suroh kami ngajukan
proposal ke PEMKAB” (wawancara tanggal 7 Maret 2016)
Pernyataan M.Ali sama dengan pendapat Rio Ardiyanto ( 30 tahun)
yang menyatakan :
“Kelompok yang ade di sini, semuenye same. Same-same untok dapat
bantuan. Cume mungkin tujuan dari proposal tu aje yang tak same. Di
dalam kelompok kan juge ade ketue, bendahara, sekretaris. Nah, ketue tu
harus bise ngatur kami-kami, misalnye ade rapat ketue harus adil dan mau
nerime pendapat kami gitu lah. Tapi tak semuenye harus ketue yang
ngejekan, kami pun bantu juge lah. Kan kelompomtu di bentok untu
kepentingan same-same juge” (wawancara tanggal 11 maret 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto berbeda dengan pendapat Razam (51 tahun)
yang menyatakan :
“Kelompok yang kami bentok ni bukan cume untuk dapat bantuan aje,
tapi kami melaut pun kami same-same. Cume tak ramai-ramai gitu juge.
Kami satu kelompok 10 orang, trus saye ke laut nye cume betige aje. Yang
laen pun gitu juge. Soalnye bantuan yang di kasih same PEMKAB tu kan tak
untuk maseng-maseng, tapi untuk same-same” (wawancara tanggal, 10
April 2016)
Pernyataan Razam di dukung oleh pernyataan Samat (34 tahun) yang
menyatakan :
“Sebelom ade kelompok besa macam ni kan kami memang dah ade
kelompok kecik, cume kelompok kecik ni kan tak terdaftar, jadi di lua
kelompok pun kami maseh same-same. Kelaot same-same, cume ye tak 1
kelompok tu juge lah, ramai sangat. Paleng bedue atau betige-tige gitu aje”
(wawancara tanggal 31 maret 2016)
Pernyataan Samat sama dengan pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
58
“Awalnye kelompok ni kan di bentok untok dapat bantuan aje, tapi
karne kami dah biase kelompok-kelompok kecik ye, jadi nak besa atau pun
kecik kelompoknye, tetap aje kalau ade ape-ape kami same-same. Jadi
kelompok tun di bentok bukan cume untok dapat bantuan aje dek” (
wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono tidak sama dengan pendapat Abdul Khadir (44
tahun) yang menyatakan :
“Ketue kelompok yang ade di dalam kelompok, biasenya pakai sistem
musyawarah gitu lah. Bukan asal tunjuk-tunjuk aje. Tapi kalau di kelompok
tu ade tauke, biasenye tauke tu lah yang jadi ketue kelompok. Soalnye kan
tauke lebeh tau masalah kelompok-kelompok. Kalau nelayan biase mane
begitu faham, dek. Name kelompok ye kelompok tu sendiri lah yang buat.
Suke-suke kelompok tu lah nak pakai ape buat name kelompok die”
(wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir tidak sama dengan pendapat Herman (44
tahun) yang menyatakan :
“Sebetolnye kelompok yang ade ni awalnye cume untok dapat bantuan
dari PEMKAB aje, tapi lame-lame kelompok ni banyak kasih manfaat lah
buat kami. Salah satunye aje, kerjaan jadi lebih ringan karne di kejekan
same-same” (wawancara tanggal 10 April 2016)
Dari hasil wawancara di atas, menyatakan bahwa ada pendapat yang
sedikit berbeda, yang meliputi 4 responden menyatakan bahwa kelompok
nelayan ini ada untuk memperoleh bantuan dan kelompok ini memberikan
manfaat bagi setiap anggotanya. Namun 6 orang responden mengatakan
bahwa di dalam kelompok nelayan memiliki sistem dan aturan, dimana
aturan tersebut meliputi setiap kelompok harus memiliki ketua, bendahara,
sekretaris dan anggota. Kemudian jika di dalam kelompok terdiri atas tauke
maka tauke tersebut yang akan menjadi ketua di dalam kelompok.
59
b) Jumlah Kelompok Nelayan
Di Desa Malang Rapat, terutama di Pelabuhan Dusimas Kampung
Tg.Keling, terhitung dari tanggal 1 januari 2016, di Pelabuhan Dusimas
Kampung Tg.keling terdapat 3 kelompok nelayan, yang meliputi : 2
kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Dua
kelompok nelayan jaring meliputi kelompok nelayan Kuda Laut dan
kelompok nelayan Bahari. Kelompok nelayan Kuda Laut terdiri atas 10
orang, yang meliputi 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara
dan 7 orang anggota. Dan kelompok nelayan Bahari terdiri atas 16 orang,
yang meliputi 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 13
orang anggota. Kemudian ada 1 kelompok nelayan kelong apung.
Kelompok nelayan kelong apung bernama kelompok nelayan Gemilang,
yang terdiri atas 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 3
orang anggota. Jumlah dari masing-masing kelompok tidak di batasin.
Tergantung dari kebijakan kelompok itu sendiri, ingin mengrekrut berapa
jumlah anggotanya. Kemudian dari kelompok-kelompok besar tersebut,
mereka memecahkan diri ke kelompok-kelompok kecil, yang beranggotakan
2-5 orang. Pemecahan anggota kelompok semacam ini bukan berarti mereka
keluar dari kelompok besar tersebut, akan tetapi pemecahan kelompok
semacam ini hanya untuk keperluan melaut saja dengan menggunakan
bantuan yang d berikan oleh PEMKAB
Seperti kutipan wawancara yang di katakan oleh Herman (44 tahun)
yang menyatakan bahwa :
60
“Kelompok nelayan dekat sini terhitung dari tanggal 1 januari 2016
ade 3 kelompok besa. Ade Kude laot, bahari dan gemilang. Kuda Laut ade
10 orang, bahari ade 16 orang, yang meliputi 1 orang ketua, 1 orang
sekretaris, 1 orang bendahara dan 13 orang anggota. Same gemilang ade 6
orang”(wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Herman di dukung oleh pendapat Samat (34 tahun) yang
menyatakan :
“Setau saye kelompok dekat sini tu untok tahun ni cume 3 kelompok aje
dek yang akan ngajukan proposal. Tak tau lah kalau naek ke PEMKAB
kelak ade berape kelompok. Soalnye daerah laen kan punye kelompok-
kelompok juge dek” (wawancara tanggal 11 februari 2016)
Pernyataan samat memiliki perbedaan dengan pendapat Ruslan (46
tahun) yang menyatakan :
“Kelompok nelayan dekat sini tu sebetolnye banyak. Cume tiap tahun
die berubah. Berubah dalam artian, tujuannye, same anggotenye. Misalkan
tahun ni proposal kelompok die gol, tahun depan die tak boleh ngajukan
proposal lagi. Kelompok itu fakum selama 3 tahun. Soalnye ketentuan dari
pusatnye, setiap kelompok boleh mengajukan proposal untuk mendapatkan
bantuan dengan catatan die harus ngajukan minimal 3 tahun sekali”
(wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan memiliki perbedaan dengan pendapat M.ali (35
tahun) yang menyatakan :
“Kelompok nelayan yang ade di sini tu setau saye cume 3 dek, 2
kelompok nelayan jareng same 1 lagi kelompok nelayan kelong apung gitu
lah. Saye pun kurang tau dek” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.ali sama dengan pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
61
“Kelompok yang ade di sini tu kalau tak salah lah dari rapat kemaren
cume 3. Tak banyak lah dek. Tiap tahun kan kelak ganti-ganti juge”
(wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh Abdul Khadir (44 tahun) yang
menyatakan :
“Kelompok di sini untuk tahun ni cume 3 kelompok aje, 2 kelomponye
nelayan biase same 1 kelompok yang ngajukan kelong apung” (wawancara
tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir sama dengan pendapat Marwan (55 tahun)
yang menyatakan :
“Kelompok nelayan yang ade dekat sini tu ade 3 kelompok dek.
Kelompok nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Mereke
melaot masih pakai alat laot yang sederhane, macam jareng, bubu same
jale. Ade juge yang pakai boat/sampan tapi yang makai pun cume beberape
orang aje. Paleng tauke yang punye. Maseh banyak juge nelayan sini yang
keje same tauke. Makanye kami ni buat kelompok untok dapat perlengkapan
melaot yang agak baek, biar gampang untok pegi ke laot “ (wawancara
Tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan memiliki kesamaan dengan Razam (51 tahun)
yang menyatakan :
“Kelompok di sini tu sebetolnye banyak dek, tapi pas rapat kemaren
untok tahun ni baru 3 kelompok aje dek yang dah pasti ngajukan proposal
ke PEMKAB kelak. Tak tau lah bakal nambah atau ngurang” (wawancara
tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam memiliki perbedaan dengan pernyataan Rio
Ardiyanto (30 tahun) yang menyatakan :
“Kelompok nelayan sini masih tergolong nelayan tradisional lah. Alat
tangkap pun masih terbatas gitu lah dek. Masih menjage ekosistem laot gitu.
Biar ikan same laot pun bise kami jage. Kalau pakai alat modern, kami
62
bukan jage laot, yang ade kami ngerusak laot dek” (wawancara tanggal 14
februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh pendapat zakaria ( 54 tahun)
yang menyatakan :
“Nelayan yang ade dekat sini tu bise di bilang nelayan tradisional.
Tradisional dalam artian alat tangkap yang terbatas dan masih banyak juge
nelayan yang belom punye perlengkapan melaot yang lengkap. Disini juge
ade aturan kalau nelayan sini tak boleh pakai bom ikan. Soalnye nanti laot
rusak, kalau dah rusak, nelayan sini juge bakal kene imbasnye”
(wawancara tanggal 4 maret 2016)
Dari hasil wawancara di atas, membuktikan bahwa pernyataan informan
terkait jumlah kelompok ada yang memiliki perbedaan, 8 informan
mengatakan bahwa nelayan Desa Malang Rapat terdapat 3 kelompok
nelayan besar. Tiga kelompok nelayan besar tersebut meliputi 2 kelompok
nelayan jaring dan 1 kelompok nelayan kelong apung. Kemudian 2
informan mengatakan bahwa dari jumlah kelompok nelayan Desa Malang
Rapat ini jika di lihat dari alat tangkap maka bisa di kategorikan sebagai
nelayan yang tradisional. Itu di buktikan dengan adanya jumlah kelompok
nelayan. Adanya kelompok nelayan dengan 3 kelompok besar ini tujuannya
untuk mengajukan proposal dan mendapatkan bantuan dari PEMKAB.
Pengajuan proposal ini di dasari karena para anggota nelayan memiliki
keterbatasan dalam hal alat tangkap. Alat tangkapnya pun masih tradisional,
seperti jaring, bubu dan jala. Tidak ada di jumpai nelayan Desa malang
Rapat yang menggunakan kapal-kapal besar dengan perlengkapan yang
modern, bom ikan, ranjau ikan bahkan setrum listrik untuk ikan. Karena
nelayan Desa Malang Rapat masih banyak menggunakan alat tradisional,
63
hal tersebut yang mendorong para nelayan untuk membentuk sebuah
kelompok. Namun pembentukkan kelompok ini, tidak hanya untuk
mempermudah dalam memperoleh bantuan dari PEMKAB saja, tetapi
pembentukkan kelompok ini berguna dalam pemupukkan modal.
Pemupukan modal disini dalam artian ketika seorang individu tidak
memiliki modal tapi ingin melaut, maka individu ini akan bergabung ke
individu lain untuk perolehan modal dan akhir nya akan membentuk sebuah
kerjasama. Dari pemupukan modal ini yang pada akhirnya akan
memunculkan ketergantungan. Dan dari ketergantungan ini yang pada
akhirnya memunculkan sebuah kepentingan yang ketika kepentingan
tersebut akan di wujudkan, maka akan membentuk sebuah kelompok.
c) Proses Terbentuknya Kelompok Nelayan
Pembentukkan kelompok bermula dari penggabungan individu-individu
yang merasa bahwa dirinya memiliki perlengkapan melaut yang kurang dan
memiliki modal. Karena keterbatasan modal yang menjadi faktor pendorong
keterbatasan terhadap alat tangkapan. Maka hal ini yang menyebabkan
nelayan Malang Rapat tergolong kedalam nelayan tradisional. Karena
dengan keterbatasan alat tangkapan, maka para nelayan hanya menggunakan
perlengkapan melaut seadanya. Namun, pengelola pelabuhan
memberitahukan bahwa para nelayan bisa mendapatkan perlengkapan
melaut tanpa harus mengeluarkan modal. Tetapi dengan cara, para nelayan
harus bergabung ke dalam sebuah kelompok dan kelompok nelayan yang
terbentuk, tidak hanya beranggotakan oleh nelayan-nelayan kecil saja,
64
namun ada juga kelompok nelayan yang beranggotakan oleh tauke. Tetapi
tauke ini akan menjadi ketua kelompok di dalam kelompoknya. Tauke boleh
bergabung ke dalam kelompok, dengan maksud untuk memperoleh bantuan
berupa perlengkapan melaut yang ia belum ada. Namun ketika bantuan
sudah di terima, bantuan tersebut tidak bersifat pribadi namun bantuan yang
di peroleh harus tetap di gunakan secara bersama-sama. Karena tujuan di
berikannya bantuan adalah untuk mempererat hubungan kerjasama yang
sudah ada dan mempermudah nelayan dalam pergi ke laut.
Pembentukkan kelompok nelayan bermula atas dasar memiliki
kepentingan yang sama dan berdasarkan kebutuhan yang di butuhkan oleh
individu-individu yang bergabung kedalam sebuah kelompok nelayan.
Tujuan terbentuknya kelompok-kelompok nelayan di desa Malang Rapat ini
sebenarnya untuk memperoleh bantuan dari PEMKAB. Dimana bantuan ini
tidak bisa di ajukan secara individu, namun harus di ajukan dalam bentuk
kelompok. Sehingga individu-individu ini bergabung dan membentuk
sebuah kelompok nelayan. Dimana kelompok yang terbentuk ini, memiliki
tujuan yang sama. Namun, kelompok-kelompok yang sudah terbentuk ini
sebenarnya memiliki perbedaan. Perbedaan kelompok-kelompok yang
terbentuk ini di bedakan berdasarkan kepentingan mereka. Kepentingan
yang di maksud berupa jenis bantuan yang ingin di peroleh.
Berikut petikkan wawancara informan Nelayan Herman (44 tahun)
yang menyatakan bahwa :
“Awalnye pembentukkan kelompok ni bermula karne saye kasian
tengok nelayan sini yang maseh banyak tak punye perlengkapan melaot
65
yang sesuai. Makanye saye ngajak nelayan-nelayan dekat pelabuhan sini
untok bentok kelompok teros cobe ngajukan ke PEMKAB, awalnye proposal
kami di tolak, tapi lame-lame proposal kami goal” (wawancara tanggal 12
april 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan Samat (34 tahun) yang
menyatakan :
“Jumlah kelompok kecil dekat sini tu banyak, cume kelompok besa nye
ade 3. Tapi semue kelompok dekat sini tu tak same ye. Bukan tak boleh
same, tapi memang harus bede lah. Kalau same nanti, macam mane orang
PEMKAB tu nak data kami” (wawancara tanggal 11 februari 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat Ruslan (46 tahun) yang
menyatakan :
“Kelompok disini tu kalau di tengok dari jenisnye same semue dek,
cume yang buat bede tu dari tujuan same aturan kelompoknye aje lah kalau
saye tengok. Kalau tujuan kami same semue, kelak macam mane isi roposal
kami. Yang ade orang atas sane malas nak bace proposal kami, gare-gare
modelnye same semue” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan memiliki kesamaan dengan Zakaria (54 tahun) yang
menyatakan :
“Semue kelompok ye harus bede lah, mane ade kelompok yang same.
Setiap kelompok tu kan harus punye ciri khas nye dek. Itu point juge loh dek
yang di tengok dari orang atas yang datang survey ke lapangan langsung”
(wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria berbeda dengan pendapat Abdul Khadir (44 tahun)
yang menyatakan :
“Awalnye kelompok ni ade karne ide dari pak herman (pengelola
pelabuhan Dusimas Kamp.Tg.keling), die bilang die kasian tengok kami.
Nelayan sini banyak yang hidup enak teros punye perlengkapan laot yang
bagos tu semue karne pak herman tu lah” (wawancara tanggal 28 februari
2016)
66
Pernyataan Abdul Khadir sama dengan pendapat Rio Ardiyanto (30
tahun) yang menyatakan :
“Kelompok ni ade karne inisiatif dari pak herman, die kasih tau ke
kami kalau kami yang tak punye alat tangkap ni sebetolnye bise punye,
dengan care ngajukan proposal/mintak ke pemerintah sane. Cume ade
carenye lah kalau nak dapat. Nah, pak herman tu lah yang ngajarin kami
dek. Makanye kami bise sampai sekarang ni dek” (wawancara tanggal 14
februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh pendapat Razam (51 tahun)
yang menyatakan :
“Awalnye kelompok dekat sini tu di bentok oleh pengelola sini, tapi
sebenanye sebelom tu kami dah ade kelompok-kelompok sendiri untok
kelaot. Cume kelompok yang sekarang ni kan bede. Bentok kelompok
sekarang ni kan untuk dapat bantuan. Kalau kemaren tu kan untok pegi laot
je”(wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam berbeda dengan pendapat M.ali ( 35 tahun) yang
menyatakan :
“Kelompok yang ade dekat sini tu tak same, misalnye kelompok kude
laut. Kelompok kude laut ni tak same dengan kelompok bahari. Kelompok
kude laut ni ade karne dia nak dapat bantuan box fiber. Teros kelompok
bahari ni ade karne die nak dapat olari. Jadi kelompok-kelompok ni bede
karne tujuan mereke yang tak same.”(wawancara tanggal 10 Februari
2016)
Pernyataan M.Ali di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang
menyatakan :
“Di sini ade 3 kelompok besar nelayan, tapi dari tige kelompok ni tak
ade yang same. Bukan berarti tak boleh same. Tapi kelompok ni takot kalau
seandainye mereke same, nanti pas mereke ngajukan proposal, malah
persaingannye berat. Makanye mereke tak mau same. Bedenye mereke
dengan yang laen tu di tengok dari tujuan mereke. Misalnye mereke
butohkan tu olari, berarti kelompok laen nanti ngajukan box fiber”
(wawancara Tanggal 23 Februari2016)
67
Kemudian pernyataan M.ali dan Marwan berbeda dengan pendapat
udiono (46 tahun) yang menyatakan :
“Pengelola pelabuhan tak membatasi siape aje yang boleh bentok
kelompok. Kami para tauke pun di perbolehkan juge untuk bergabung ke
dalam sebuah kelompok yang ade. Cume kalau kelompok kami dapat
bantuan, tak oleh bantuan tersebut jadi milek pribadi . macam saye, saye
kan tauke. Teros saye ni jadi ketue dalam kelompok saye. Teros anggote
kelompok saye ni adalah nelayan-nelayan yang keje same saye tapi ade juge
nelayan yang tak keje same saye. Pas kelompok kami dapat bantuan,
bantuan tu ye kami pakai same-same. Tak ade bantuan tu jadi milik pribadi
kami macam box fiber, olari same kelong apung. Teros kami ni bentok
kelompok ni bukan asal bentok-bentok aje, tapi kelompok ni kami bentok
harus punye tujuan biar jelas” (wawancara tanggal 27 Februari 2016)
Dari kutipan wawancara di atas, proses terbentuknya kelompok nelayan
ini memiliki pendapat yang berbeda, 5 orang informan menyatakan bahwa
kelompok nelayan ada bermula dari rasa simpati pengelola pelabuhan
Dusimas Kamp.Tg.Keling melihat masih banyak nelayan yang belum
mempunyai perlengkapan melaut yang memadai. Namun, tidak hanya itu
sebenarnya nelayan sudah mempunyai kelompok-kelompok kecil, hanya
saja kelompok kecil tersebut ada hanya untuk pergi kelaut/ hanya untuk
urusan pekerjaan saja. Akan tetapi dengan pembentukkan kelompok besar
semacam ini, nama para nelayan jelas sudah terdaftar di Pemerintahan
Bintan. Itu memudahkan mereka untuk memberikan bantuan kepada para
nelayan. Bantuan yang di berikan berupa perlengkapan melaut.
Namun 5 informan juga berpendapat bahwa di dalam kelompok-
kelompok nelayan ini tidaklah sama. Dimana perbedaan setiap kelompok di
pengaruhi oleh tujuan dan kepentingan untuk mendapatkan bantuan yang
berbeda. Namun perbedaan masing-masing kelompok ini hanya di
68
pengaruhi oleh jenis bantuan yang akan di ajukan. Hal tersebut di lakukan
untuk memperkecil persaingan, karena yang mengajukan proposal bukan
hanya nelayan dari Desa Malang Rapat saja, akan tetapi yang mengajukan
proposal dari seluruh desa nelayan Se Bintan. Apabila di satu desa memiliki
kelompok nelayan yang sama, maka akan sulit untuk mereka mendapatkan
bantuan dari PEMKAB.
d) Syarat Untuk Memperoleh Bantuan PEMKAB
Untuk mendapatkan bantuan dari PEMKAB, para nelayan harus
terlebih dahulu membentuk sebuah kelompok. Dimana dengan adanya
kelompok, maka akan mempermudah PEMKAB untuk memberikan bantuan
kepada nelayan. Pembentukkan kelompok nelayan ini berguna dalam
pengajuan proposal untuk mendapatkan bantuan alat tangkap. Dimana
bantuan dari PEMKAB melalui proposal ini bisa di ajukan 3 tahun sekali.
Dengan jenis bantuan yang berbeda. Dengan catatan, bantuan yang di
berikan oleh PEMKAB melalui pengurus pelabuhan tidak boleh di perjual-
belikan demi kepentingan pribadi, kelompok atau hal lainnya. Karena
bantuan yang di berikan PEMKAB, bukan untuk di perjual-belikan,
melainkan untuk memenuhi kebutuhan dari para kelompok-kelompok
nelayan.
Berikut petikkan wawancara informan nelayan Herman (44 tahun) yang
menyatakan bahwa :
“Saye yang awalnye membuat kelompok-kelompok nelayan ni, dimane
kelompok nelayan ni banyak yang tak punye alat tangkap. Banyak juge
nelayan lokal yang masih kerje dengan tauke. Jadi, saye ni selaku pengelola
pelabuhan ni mintak para nelayan untuk membentok sebuah kelompok.
69
Kemudian saye suruh mereke ngajukan proposal untok mendapatkan
bantuan dari pemerintah. Tapi, bantuan yang di beri pemerintah tak boleh
di jual. Karne setiap beberape bulan sekali aka nada petugas yang datang
ke saye buat ngecek kelompok mane saje yang bantuannye masih ade. Jike
ketahuan ada bantuan yang di kasih lalu di jual make nelayann tersebut
tidak akan mendapatkan bantuan lagi dari PEMKAB “(Wawancara tanggal,
8 Februari 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan Rio Ardiyanto (30
tahun) yang menyatakan :
“Untok dapat bantuan dari PEMKAB tu sebetolnye tak senang, susah.
Ade aturan maen die. Kite salah buat proposal/ susunan die salah, proposal
kite di tolak die. Yang ade proposal kite sie-sie” (wawancara tanggal 8
februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh Ruslan (46 tahun) yang
menyatakan:
“Nak dapat bantuan dari atas tu bukan senang dek, susah nye minta
ampun. Kelompok kami nak berape kali ngajukan baru jebol. Itu pon kene
bantu sama pak herman. Kalau tak karne pak herman, mane bisa jebol
proposal kami. Nak buat proposal pun kite haros tau dek susunannye
macam mane, salah susunanye, berarti proposal kite salah” (wawancara
tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan memiliki perbedaan dengan pendapat Abdul Khadir
yang menyatakan :
“Syarat awal nak dapat bantuan ye kite harus buat kelompok kite dulu,
teros kita harus laporkan name-name anggote kelompok kite ke pengelola
pelabuhan bia pengelola lapor ke atas. Habes tu kite ngajukan kan bantuan
ape yang kite nak lewat proposal. Habes tu tumggu aje lah, kite dapat atau
tak” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir di dukung oleh pendapat M.ali (35 tahun)
yang menyatakan:
70
“Syarat nak dapat bantuan tu kite kene buat kelompok, di dalam
kelompok tu harus ade ketue, sekretaris, bendahara same anggota. Lepas tu
kite buat lah nama kelompok kite tu ape. Tapi kelompok kite bebas nak
berape orang” (wawancara tanggal 10 februari 2016)
Pernyataan M.ali memiliki kesamaan dengan pendapat Samat (55
tahun), yang menyatakan :
“Syarat nak dapat bantuan tu tak payah dek, tapi buat proposal yang
betol same langsung jebol tu je yang susah. Banyak kelompok yang tak
dapat bantuan cume karne proposalnye salah. Padahal mereke dah ngikot
syara. Yang katenye harus punye kelompok lah, daftar lah, apa lah. Tapi
tetap juge tak jebol” (wawancara tanggal 31 maret 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
“Awalnye kite haros punye kelompok dulu, teros kite haros tau lah
ngape kite punye kelompok ni, ape yang nak di ajukan. Karne pecume punye
kelompok tapi tak jelas kelompok ni buat ape. Itu same aje bohong dek”
(wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang
menyatakan :
“Syarat awal nak dapat bantuan tu sebetolnye kite haros punye
kelompok, di dalam kelompok tu harus ade ketue, sekretaris, bendahara dan
anggota. Anggota yang gabong tu harus betol-betol nelayan yang tak punye
perlengkapan melaot dulu. Teros kalau dah dapat bantuan, bantuan tu
bukan hak/milek pribadi tapi bantuan tu untuk kepentingan bersama. Karna
barang tu kan di dapat dari bantuan bukan beli sendiri” (wawancara
tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Razam (51 tahun) yang
menyatakan :
71
“Syarat awalnye ya kite harus punye kelompok. Tapi jumlah
anggotanya kan tak di batasin. Bebas. Habes tu kite ngajukan proposal lah.
Dapat bantuan atau tak ye tergantung dari proposal kite lah. Kan yang nilai
proposal kite tu orang atas” (wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54
tahun) yang menyatakan :
“Syarat nye tu kita haros punye kelompok soalnye bantuan yang di
kasih PEMKAB tu bukan untok sendiri tapi untok same-same. Makanye
syarat awalnye kite haros punye kelompok” (wawancara tanggal 4 maret
2016)
Dari hasil wawancara di atas, jelas bahwa ternyata di dalam syarat
untuk memperoleh bantuan, terdapat perbedaan pendapat d antaranya 8
orang menyatakan bahwa syarat awal untuk memperoleh bantuan dari
PEMKAB ialah nelayan harus terlebih dahulu bergabung kesebuah
kelompok, dimana kelompok tersebut harus terdiri dari ketua kelompok,
bendahara kelompok, sekretaris kelompok dan anggota kelompok. Selain
itu, para kelompok nelayan ini harus melaporkan kelompok mereka kepada
pengelola pelabuhan, agar pengelola bisa mencatat nama-nama kelompok
beserta anggotanya. Hal tersebut di lakukan agar ketika pihak PEMKAB
mensurvey kelapangan untuk mendata, maka pihak pengelola memiliki data
yang jelas tentang jumlah kelompok dan anggotanya. Kemudian 2 orang
lainnya menyebutkan bahwa walaupun dirinya sudah masuk dan bergabung
kedalam sebuah kelompok, tetapi untuk mendapatkan bantuan bukanlah hal
yang mudah. Untuk mendapatkan bantuan tersebut, tergantung dari nasib.
72
e) Pemecahan Kelompok Nelayan yang Di Anggap Sah dalam Sebuah
Kelompok
Seorang individu yang sudah tergabung kedalam sebuah kelompok,
ketika tujuannya sudah terpenuhi, maka ketika seorang individu ingin keluar
dan bergabung kepada kelompok baru, itu di perbolehkan tergantung dari
kesepakatan yang telah terjadi didalam sebuah kelompok nya. Dengan cara,
anggota yang ingin memisahkan diri dari anggota nya harus melaporkan diri
kepada ketua kelompok dan harus di rapatkan agar mendapatkan
kesepakatan dari anggota lain yang sudah bergabung di dalam kelompok
yang sudah terbentuk. Memisahnya salah satu anggota kelompok, biasanya
ingin mengajukan proposal dengan kebutuhan perlengkapan melaut yang
kurang atau tidak ada. Dan biasanya anggota ini, memisahkan diri dari
kelompok awalnya lalu bergabung ke kelompok yang di anggap sama-sama
memiliki kebutuhan yang sama. Keluarnya sebuah anggota kelompok, lalu
bergabung dengan kelompok lain merupakan hal yang sah karena sudah
mendapatkan kesepakatan dari kelompok awalnya. Sehingga tidak terjadi
kesalahfahaman di masing-masing anggota kelompok. Karena keanggotaan
sebuah kelompok tidak bersifat permanen. Sehingga keluarnya seorang
individu dari kelompoknya dianggap sah selagi tidak merugikan anggota
yang lain.
Berikut kutipan wawancara oleh informan Razam (51 tahun) :
“Tak ade larangan untok anggote yang nak keluar/masuk ke dalam
kelompok laen. Tapi bukan asal keluar-keluar ajegitu aje, yang nak keluar
harus bicare dulu same ketue biar di rapatkan. Lagi pun semue tu ade
73
prosedor die dan semue yang dah gabong haros ngikot prosedur yang ade”
(Wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang
menyatakan bahwa :
“Kalau ade anggota yang nak kelua, kelua aje tak ape-ape lah. Cume
kalau nak kelua harus tetap lapor ke ketue kelompok lah. Tak boleh
langsong kelua-kelua gitu je “ (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54
tahun) yang menyatakan :
“Boleh-boleh aje kalau nak kelua dari kelompok. Nape pula tak boleh.
Taka de larangan juge lah buat tak bole kelua. Kalau misalnye die nak
dapat bantuan yang laen teros kelompok laen tu nak ngajukan juge, die
boleh aje masok ke kelompok itu. Cume masalahnye, kelompok mau atau tak
terime die” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria memiliki perbedaan dengan Herman (44 tahun)
yang menyatakan bahwa :
“Sebetolnye tak payah lah nak kelua-kelua dari kelompok tu. Buat ape
juge. Kan kelompok ni di bangon same-same teros ade tujuanye juge. Masak
cume gare-gare masalah kecik nak kelua-kelua. Cume kelompok ni kan tak
bersifat permanen, tiap tahun boleh aje di ubah anggotanye, boleh kelua
teros boleh juge gabong same kelompok laen. Cume kalau nak macam tu
kite ngomong baek-baek juge lah, bukan asal kelua-kelua aje” (wawancara
tanggal 12 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan Ruslan (46 tahun) yang
menyatakan :
“Kelompok ni kan di bentok karne punye tujuan. Kalau tujuan tu dah
tercapai, semue anggote ye bebas lah nak buat ape. Kalau nak kelua, kelua
aje lah. Tak jadi masalah” (wawancara tanggal 28 april 2016)
74
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
“Tak ade larangan lah dek buat kelua dari kelompok tu, cume kalau
nak kelua tu yang bilang baek-baek. Teros di rapatkan juge lah dek. Bia
semue anggota tau, kalau ade anggotanye yang nak kelua” (wawancara
tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono di dukung oleh pendapat Rio Ardiyanto (30 tahun)
yang menyatakan :
“Boleh aje lah dek kalau nak kelua dari kelompok tu, tak masalah juge
lah. Soalnye pas bentok kelompok kemaren, taka de pula aturan larangan
untok tak boleh kelua dari kelompok. Cume tak tau lah kalau kelompok laen.
Kalau kelompok kami tak pula” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto memilii kesamaan dengan pendapat Abdul
Khadir (44 tahun) yang menyatakan :
“Untok kelua masok boleh aje lah, kalau die nak kelua, kelua aje lah
tak ape-ape. Cume kan di rapatkan juge, die haros kasih tau ngape die nak
kelua. Bukan diam-diam gitu” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir, memiliki kesamaan dengan pendapat M.ali
(35 tahun) yang menyatakan :
“Boleh-boleh aje lah dek kalau nak kelua, tak jadi masalah pun”
(wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.Ali di dukung oleh pendapat Samat (34 tahun) yang
menyatakan :
“Tak masalah lah kalau nak kelua dari kelompok. Cume kan harus
lapor ke ketue juge. Bia senang di rapatkan nanti” (wawancara tanggal 15
februari 2016)
75
Dari hasil wawancara di atas, ada 1 pendapat yang berbeda bahwa tak
seharusnya anggota dari sebuah kelompok keluar dan bergabung kedalam
kelompok lain. Karena kelompok sebelumnya di bentuk karena memiliki
tujuan dan setelah tujuan tersebut tercapai tak seharusnya anggota tersebut
keluar dari kelompok awalnya. Namun ada juga yang berkata lain, 9 orang
informan mengatakan hal sebaliknya bahwa sebenarnya tidak ada larangan
keras untuk para anggota nya keluar/masuk dalam sebuah kelompok. Hanya
saja, setiap anggota harus tau dan faham akan aturan-aturan yang ada di
dalam sebuah kelompok sebelum individu bergabung ke dalam sebuah
kelompok. Selain itu, keluar/masuknya individu di sebuah kelompok harus
memiliki alasan yang jelas dan alasan tersebut harus di bahas di sebuah
rapat. Dimana rapat tersebut akan di pimpin oleh ketua kelompok. Rapat
semacam ini di lakukan, agar semua anggota yang ada di dalam sebuah
kelompok tau kalau ada anggota nya yang keluar dengan sebuah alasan yang
dapat di terima oleh semua anggota kelompok.
f) Kepemilikkan Alat Tangkap
Kepemilikkan alat tangkap dari bantuan yang di berikan oleh PEMKAB
melalui pengelola pelabuhan melewati proposal, biasanya kepemilikan
tersebut bersifat individu atau terdiri dari kelompok-kelompok kecil dari
kelompok induknya. Seperti jenis bantuan box fiber. Bantuan box fiber
tersebut di dapat oleh kelompok nelayan Kuda Laut. Kelompok nelayan
Kuda Laut mengajukan proposal kepada PEMKAB berupa 16 unit Box
76
fiber. Dimana Box Fiber tersebut akan di bagikan ke 16 anggota di dalam
kelompok tersebut.
Berikut petikan wawancara informan nelayan Samat (34 tahun) yang
menyatakan bahwa :
“Kelompok saye baru mendapatkan 16 box fiber dari PEMKAB,
anggota saye ade 16 orang jadi masing-masing dapat 1 buah box fiber. Tapi
tak semue bantuan yang di kasih tu dapat satu-satu. Ni karne kelompok
kami ni lagi beruntong aje, Soalnye ade juge kelompok laen tak dapat
bantuan satu-satu macam kami ni” (Wawancara tanggal,3 maret 2016)
Pernyataan Samat memiliki perbedaan dengan pendapat M.ali (35
tahun) yang menyatakan :
“Kepemilikkan alat tangkap tu tetap lah untok kelompok, cume kan di
pakai same-same. Tak masalah lah. Cume haros di jage aje” (wawancara
tanggal 15 februari 2016)
Pendapat M.ali di dukung oleh pendapat Herman (44 tahun) yang
menyatakan:
“Kelompok saye ngajukan kelong apung ke PEMKAB, anggote kami 6
orang tapi kami cume nerime 1 aje kelong apungnye. Karne cume dapat
satu, ye kami pakai same-same. Gantian gitu lah, kalau tak pun haselnye
kami bagi-bagi gitu”(wawancara tanggal 12 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki kesamaan dengan Rio Ardiyanto (30
tahun) yang menyatakan :
“Semue bantuan yang di kasih tu ye untok same-same, macam dapat
bantuan olari same boat, ye semue anggote boleh lah pakai barang tu same-
same” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto di dukung oleh pendapat Abdul Khadir (44
tahun) yang menyatakan :
77
“Masalah kepemilikan alat tangkap ye tanggung jawab kelompok lah,
kan ngajukan kemaren pakai name kelompok, jadi ye untok kelompok juge
lah. Same-same saleng jage lah” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir memiliki perbedaan dengan Ruslan (46
tahun) yang menyatakan :
“Kami kan satu kelompok ade 16 orang, teros kami ngajukan proposal
untuk mintak 16 unit Box fiber. Habes tu proposal kami jebol. Pas dapat tu
ye kami bagikan 1 orang 1 unit. Habes tu ye itu jadi tanggung jawab die lah
masalah barang tu. Dah tak ade urusan lagi” (wawancara tanggal 28 april
2016)
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pendapat Zakaria (54 tahun) yang
menyatakan :
“Kelompok kami kemaren dapat bantuan 16 box fiber. Jumlah anggota
kelompok kami ade 16 orang. Jadi kami dapat satu sorang lah bantuan tu.
Tapi kelompok laen tak macam tu juge. Tu rejeki kelompok kami je”
(wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan zakaria memiliki kesamaan dengan pendapat Razam (51
tahun) yang menyatakan :
“Kepemilikan alat tangkap kelompok kami ni sifatnye maseng-maseng.
Soalnye kami dapat satu orang satu barang” (wawancara tanggal 10 april
2016)
Namun pernyataan Razam memiliki perbedaan dengan pendapat
Marwan (55 tahun) yang menyatakan :
“Semue bantuan yang di kasih pemerintah tu ye tanggung jawab same-
same, mane ade maseng-maseng. Kan yang ngajukan kelompok bukan
maseng-maseng” (wawancara tanggal 23 februari 2016)
78
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
“Kalau masalah kepemilikan alat tangkap, setau saye ye itu tanggung
jawab same-same lah dek. Soalnye kan semue anggote punye tujuan same
dekat dalam proposal. Jadi ye kalau dapat bantuan ye harus di jage same-
same lah” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Dari hasil wawancara di atas, ada perbedaan pendapat. Ada 4
informan yang mengatakan bahwa kepemilikan alat tangkap menjadi
tanggung jawab pribadi soalnya bantuan yang di terima untuk individu.
Namun 6 orang informan mengatakan hal sebaiknya bahwa bantuan yang di
berikan besifat kongsi/bagi dan bersifat kelompok tidak individual.
Sehingga semua anggota berhak untuk menggunakan bantuan tersebut.
Namun bantuan yang di berikan harus di jaga dan tidak di perjual/belikan.
b. Konflik
Konflik merupakan pertentangan atau percecokkan. Pertentangan sendiri
bisa muncul kedalam bentuk pertetangan ide maupun fisik antara dua belah pihak
bersebrangan (Susan,8:2010). Konflik bisa muncul di dalam masyarakat pada
skala yang berbeda, seperti : konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik
antar kelompok ( intergroup conflict), konflik kelompok dengan Negara (vertical
conflict), konflik antar Negara (interstate conflict). Tiap skala konflik, memiliki
latar belakang dan arah perkembangan yang berbeda. Masyarakat di dunia, pada
dasarnya memiliki sejarah konflik dalam skala antar perorangan sampai antar
Negara. Konflik yang bisa di kelola secara arif dan bijaksana akan dapat di
selesaikan tanpa menghadirkan kekerasan. Namun, jika konflik tidak dapat di
79
kelola dengan baik, maka akan menimbulkan perang dan pembantaian.
(Susan,2009:xxiii-xxiv).
Di dalam konflik juga ada beberapa bentuk persaingan/konflik di dalam
masyarakat, yang meliputi : konflik ekonomi, konflik kebudayaan, konflik
kedudukan dan peranan serta konflik Ras. Namun pada temuan di lapangan,
bahwa di dalam masyarakat nelayan memiliki konflik. Hanya saja, konflik yang
muncul pada masyarakat nelayan Desa Malang Rapat adalah konflik yang tidak
berujung pada pembantaian/kekerasan dan konflik tersebut masih bisa di
selesaikan. Tetapi pada temuan di lapangan konflik yang terlihat yaitu berupa
konflik tentang kepemilikan alat tangkap dan konflik tersebut termasuk ke dalam
konflik ekonomi. Dimana konflik muncul karena keterbatasan persediaan yang di
miliki oleh individu sehingga memunculkan kecemburuan sosial di dalam diri
setiap individu maupun kelompok (Soekanto,83:2007). Berikut Kutipan
wawancara oleh Herman (44 tahun):
“Setiap tempat pasti ade masalah lah. Cume masalah yang muncolkan
macam-macam juge. Macam masalah dekat sini, sebetolnye masalah tu tak besa,
cume orangnye je yang suke membesa-besakan masalah. Masalah dekat sini tu ye
cume berebot alat tangkap gitu. Yang satu dapat alat tangkap dari PEMKAB, yang
satunye tak dapat. Jadi yang tak dapat ni iri. Karne iri tu lah ujungnye jadi
masalah. Tak sedap hati, gitu aje lah” (wawancara tanggal 15 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki perbedaan dengan pendapat Samat (34 tahun)
yang menyatakan :
80
“Setau saye tak ade masalah ape-ape lah dek dekat sini tu, semue baek-baek
aje, lagi pon semue dah macam saudare jadi ngape pula nak kelahi-kelahi”
(wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat M.ali (35 tahun) yang
menyatakan:
“Masalah ape pula lah, tak ade masalah ape-ape lah. Kalaupun ade paleng
iri aje lantaran kelompok orang tu asek nak dapat bantuan aje, tapi kelompok kite
tak penah dapat ape-ape. Macam pileh kaseh gitu”(wawancara tanggal 15 februari
2016)
Pernyataan M.ali memiliki perbedaan dengan Rio Ardiyanto (30 tahun)
yang menyatakan :
“Setau saye, kemaren ade lah masalah siket. Soal nelayan yang lapor same
pak herman, die ngerase kalau die tu ngape lah tak penah dapat bantuan, tapi
yang laen dapat. Cume masalah tu kan dah di jelaskan same pak herman juge
kemaren. Dah selesai juge lah kalau tak salah. Saye pun tak faham
dek”(wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio Ardiyanto berbeda dengan pendapat Abdul Khadir (44
tahun) yang menyatakan :
“Masalah serase saye tak ade lah dek. Nak masalah ape juge lah. Same-
same nelayan juge lah. Ape juge nak yang nak di permasalahkan” (wawancara
tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir memiliki perbedan dengan pendapat Udiono (46
tahun) yang menyatakan :
“Masalah ape ye dek, tapi kemaren ade lah. Soal alat tangkap gitu lah. Ade
nelayan yang iri same nelayan laen. Lantaran nelayan tu punye banyak bantuan
dari PEMKAB, yang satu ni cume punye satu. Semue tu cume tergantong naseb
ajelah dek. Mungkin rejeki orang tu dapat bantuan teros. Payah gek kalau dah
macam tu” (wawancara tanggal 30 april 2016)
81
Pernyataan Udiono tidak sama dengan pendapat Razam (51 tahun) yang
menyatakan :
“Ade lah dek, setiap tempat tu pasti ade masalah lah. Cume masalah dekat
sini tu kan tak besa-besa kali. Masih bise di selesaikan lah. Masalahnye pun cume
iri gitu ajelah. Iri pasal bantuan tu juge lah dek” (wawancara tanggal 10 april
2016)
Pernyataan Razam memiliki perbedaan dengan pendapat Ruslan (46 tahun)
yang menyatakan :
“Masalah dekat sini tu ade kemaren, pasal bantuan gitu. Ade yang iri gitu
lah lantaran proposal die tak jebol-jebol” (wawancara tanggal 28 april 2016)
Pernyataaan Ruslan di dukung oleh Marwan (55 tahun) yang menyatakan :
“Ade kemaren masalah dengan nelayan same nelayan gitu lah. Pasal
bantuan lah. Saye pun kurang tau macam mane ceritenye dek” (wawancara
tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54
tahun) yang menyatakan :
“Setau saye kemaren sempat ade masalah lah, sesame nelayan gitu pasal iri
soal penerimaan bantuan gitu. Cume masalah tu sekarang dah selesai lah.”
(wawancara tanggal 4 maret 2016)
Dari hasil wawancara ternyata terdapat perbedaan pernyataan. Ada 4
informan yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat Desa Malang Rapat tidak
terdapat konflik. Namun lain hal dengan 6 orang informan yang menyatakan
bahwa di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat terdapat konflik. Hanya
saja konflik tersebut tidak berkepanjangan hingga berujung pada
kekerasan/pembantaian atau bahkan merugikan pihak lain. Namun konflik yang
82
jelas tampak di lapangan adalah konflik tentang kepemilikan alat tangkap. Dimana
ada pihak-pihak yang merasa bahwa bantuan yang di berikan oleh PEMKAB tidak
merata, sehingga ada kelompok-kelompok yang masih belum menerima bantuan
tersebut. Padahal sebenarnya, PEMKAB sudah selektif memberikan bantuan
kepada para nelayannya, itu di karenakan sebelum PEMKAB memberikan
bantuan langsung ke kelompok nelayan, PEMKAB melakukan survey kelapangan
untuk melihat nelayan mana saja yang pantas mendapatkan bantuan dan nelayan
mana yang bisa dan mampu menjaga bentuk bantuan yang sudah di berikan.
Adapun konflik tersebut meliputi :
a) Konflik Alat Tangkap
Konflik alat tangkap adalah : konflik yang terjadi antara kelompok
nelayan yang berbasis alat tangkap yang berbeda, tetapi berada pada
“tingkat” yang kurang lebih setara, seperti antara perenge dengan dongol di
Balikpapan, yang sama-sama merupakan “nelayan kecil”.
Pada temuan di lapangan bahwa konflik yang terjadi di antara
masyarakat nelayan baik yang individu maupun kelompok adalah konflik
tentang kepemilikan alat tangkap. Kepemilikan alat tangkap di dalam
sebuah kelompok pada temuan ini merupakan faktor utama timbulnya
sebuah konflik di dalam maupun di luar kelompok nelayan. Karena di
anggap kepemilikkan alat tangkapan ini adalah barang berharga dan
merupakan kebutuhan untuk melaut. Jenis alat tangkapan yang menjadi
pemicu konflik berupa kelong apung dan boat/sampan. Kecemburuan sosial
ini di sebabkan karena nelayan merupakan masyarakat yang rentan akan
83
kemiskinan, itu di buktikan dari konflik yang tampak kepermukaan. Bahwa
hanya karena kepemilikkan sebuah perlengkapan melaut menjadi faktor
utama penyebab konflik. Tetapi ketika nelayan tidak tergolong kedalam
mayarakat yang rentan akan kemiskinan, maka tidak akan timbul
kecemburuan sosial yang berujung pada konflik. Karena nelayan mampu
untuk memperoleh perlengkapan melaut tersebut.
Kepemilikan alat tangkap yang di miliki oleh nelayan lokal khususnya
kelompok nelayan, adalah alat tangkap yang di peroleh dari bantuan yang di
berikan oleh pemerintah melalui proposal. Dimana setiap kelompok di
perbolehkan untuk mengajukan bantuan lagi setelah 3 tahun dari tahun
pengajuan proposal. Tetapi ketika kelompok-kelompok nelayan mengajukan
proposal, tidak semua kelompok yang langsung memperoleh bantuan dari
pemerintah. Namun, ketika ada kelompok nelayan yang mendapatkan
bantuan kemudian ada bentuk bantuan yang di berikan oleh pemerintah ini
yang sebagian di jual oleh para nelayan. Dengan alasan untuk memenuhi
kebutuhan, untuk biaya istrinya melahirkan, dsb. Namun, ketika hal ini di
ketahui oleh pihak pengelola Pelabuhan Dusimas, maka hal ini di
sembunyikan dari petugas PEMKAB ketika melakukan survey ke lapangan.
Hal ini di tutupi, lantaran pihak pengelola merasa iba kepada nelayan yang
menjual perlengkapan melautnya. Rasa iba ini yang terkadang di
manfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga hal
ini terkadang menjadi kebiasaan.Sehingga tak heran, kalau ada beberapa
nelayan yang menjual alat tangkapan mereka untuk kepentingan-
84
kepentingan pribadi. Namun, ada pula beberapa nelayan yang ketahuan oleh
petugas survey, sehingga nama mereka di catat dan di laporkan ke kantor.
Sehingga, tidak heran kalau ketika ia bergabung ke sebuah kelompok dan
namanya tercantum maka proposal mereka tidak di hiraukan oleh
PEMKAB. Dari hal ini lah, yang terkadang memicu timbulnya konflik di
dalam kelompok maupun di antara individu-individu. Timbulnya konflik ini
biasanya di mulai dari rasa cemburu seorang individu kepada individu yang
lain. Karena, individu yang cemburu, merasa bahwa pembagian yang
PEMKAB berikan tidak merata. Padahal, hal tersebut di karenakan, pihak
yang cemburu tidak pernah menjaga bantuan yang di berikan oleh
PEMKAB.
Seperti kutipan wawancara yang di katakan oleh informan Herman
(44tahun) :
“Sebenarnye, nelayan sini baik-baik. Cume namanya manusie, kadang-
kadang suke iri dengan punye orang. Contohnye macam si A punye sampan
1 di dapat dari PEMKAB, truss si B juge punye sampan 1 di dapat dari
PEMKAB di tahun yang same. Terus, sampan si A ni di jual untuk biaye
istrinye melahirkan terus orang survei dari PEMKAB tau. Tapi sampan si B
masih ade dan tak di jual die. Terus, 3 tahun kedepannye, si A sama si B
ngajukan proposal di kelompok yang bede. Tapi yang dapat sampan cume si
B, lantaran si B menjage sampannye dan sampan si B jadi 2. Karene si A
tau sampan si B ada 2 make si A pun cemburu terus nganggap kalau
PEMKAB tak adel” (wawancara tanggal, 10 aprili 2016)
Pernyataan herman di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
“Masalah ape ye dek, tapi kemaren ade lah. Soal alat tangkap gitu lah.
Ade nelayan yang iri same nelayan laen. Lantaran nelayan tu punye banyak
bantuan dari PEMKAB, yang satu ni cume punye satu. Semue tu cume
85
tergantong naseb ajelah dek. Mungkin rejeki orang tu dapat bantuan teros.
Payah gek kalau dah macam tu” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Kemudian pernyataan Udiono sama dengan Razam (51 tahun) yang
menyatakan :
“Ade lah dek, setiap tempat tu pasti ade masalah lah. Cume masalah
dekat sini tu kan tak besa-besa kali. Masih bise di selesaikan lah.
Masalahnye pun cume iri gitu ajelah. Iri pasal bantuan tu juge lah dek”
(wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Razam di dukung oleh pendapat Ruslan (46 tahun) yang
menyatakan :
“Masalah dekat sini tu ade kemaren, pasal bantuan gitu. Ade yang iri
gitu lah lantaran proposal die tak jebol-jebol” (wawancara tanggal 28 april
2016)
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pendapat Marwan (55 tahun) yang
menyatakan :
“Ade kemaren masalah dengan nelayan same nelayan gitu lah. Pasal
bantuan lah. Saye pun kurang tau macam mane ceritenye dek” (wawancara
tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Zakaria (54 tahun) yang
menyatakan :
“Setau saye kemaren sempat ade masalah lah, sesame nelayan gitu
pasal iri soal penerimaan bantuan gitu. Cume masalah tu sekarang dah
selesai lah.” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria memiliki perbedaan pendapat dengan Samat (34
tahun) yang menyatakan :
86
“Setau saye tak ade masalah ape-ape lah dek dekat sini tu, semue baek-
baek aje, lagi pon semue dah macam saudare jadi ngape pula nak kelahi-
kelahi” (wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan Samat di dukung oleh pendapat Abdul Khadir (44 tahun)
yang menyatakan :
“Masalah serase saye tak ade lah dek. Nak masalah ape juge lah.
Same-same nelayan juge lah. Ape juge nak yang nak di permasalahkan”
(wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir memiliki perbedaan pendapat dengan M.Ali
(35 tahun) yang menyatakan :
“Masalah ape pula lah, tak ade masalah ape-ape lah. Kalaupun ade
paleng iri aje lantaran kelompok orang tu asek nak dapat bantuan aje, tapi
kelompok kite tak penah dapat ape-ape. Macam pileh kaseh
gitu”(wawancara tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan M.Ali di dukung oleh pendapat Rio Ardiyanto (30 tahun)
yang menyatakan :
“Setau saye, kemaren ade lah masalah siket. Soal nelayan yang lapor
same pak herman, die ngerase kalau die tu ngape lah tak penah dapat
bantuan, tapi yang laen dapat. Cume masalah tu kan dah di jelaskan same
pak herman juge kemaren. Dah selesai juge lah kalau tak salah. Saye pun
tak faham dek”(wawancara tanggal 14 februari 2016)
Dari hasil wawancara di atas, ternyata ada 3 informan yang tidak
mengetahui konflik tentang kepemilikan alat tangkap yang terjadi di
masyarakat nelayan. Namun akan tetapi 7 orang informan mengatakan
bahwa konflik yang terjadi pada individu nelayan adalah konflik yang
terjadi karena kecemburuan pada kepemilikan alat tangkapan. Namun
kecemburuan tersebut muncul akibat kesalahfahaman, pihak yang merasa
87
itu masalah hanya belum menyadari bahwa proposal yang ia ajukan belum
di cairkan oleh PEMKAB lantaran itu semua adalah kesalahan dari dirinya.
Kesalahan yang di maksud ialah ia tidak mampu menjaga bantuan yang
sudah di terima. Padahal bantuan yang di berikan tersebut bukan bantuan
untuk kepentingan pribadinya melainkan bantuan tersebut di berikan untuk
kepentingan kelompok. Dari konflik yang muncul pada kasus masyarakat
nelayan Desa Malang Rapat adalah konflik nelayan yang di katakan oleh
Kinseng,35-36:2014 bahwa konflik antar-sesama kelompok di kategorikan
kedalam 3 hal, yaitu: konflik kelas, konflik identitas dan konflik alat
tangkap. Selain itu di dalam penelitian yang dilakukan oleh Kinseng,
2014:43 bahwa dari berbagai kasus konflik nelayan tidak ada yang bersifat
terbuka. Karena sampai saat ini, belum ada konflik nelayan yang bersifat
terbuka. Karena sampai saat ini, belum ada konflik nelayan yang terjadi
secara brutal. Hal ini di sebabkan karena modal sosial yang terjalin antar
buruh nelayan dan kelas pemilik terjalin cukup baik. Sama halnya pada
temuan di lapangan bahwa konflik yang terjadi di dalam masyarakat nelayan
adalah konflik yang bersifat tertutup. Bahwa konflik yang terjadi di dalam
masyarakat adalah konflik yang bisa di selesaikan. Sehingga konflik yang
terjadi pun tidak ada menggunakan kekerasan hingga memunculkan
penganiayaan dan pembantaian.
b) Penyelesaian Konflik
Di dalam hubungan interaksi yang terjadi di dalam masyarakat, tentu
tidak selamanya melahirkan kerjasama, namun di dalam interaksi sosial
88
yang terjadi didalam masyarakat juga bisa melahirkan konflik. Hubungan
interaksi yang baik tentu akan melahirkan kerjasama, namun interaksi yang
terjalin tidak baik, maka akan melahirkan konflik di dalam masyarakat. Di
dalam interkasi ada 2 bentuk interaksi yaitu : asosiatif dan di asosiatif.
Asosiatif meliputi : kerjasama dan akomodasi. Kemudian di dalam bentuk
interaksi di asosiatif meliputi : persaingan dan kontravensi. Namun yang
sering terjadi dan sering terlihat di dalam masyarakat adalah
konflik/persaingan. Namun di balik konflik/persaingan yang muncul, tentu
memiliki penyelesaiannya. Penyelesaian yang memberikan dampak positif
bagi pihak yang berkonflik atau malah penyelesaian konflik yang berujung
pada pembantaian atau kekerasan. Di dalam masyarakat nelayan Desa
Malang Rapat, tentu memiliki konflik, hanya saja konflik yang terjadi tidak
muncul ke permukaan masyarakat. Konflik yang terjadi di antara individu
didalam kelompok adalah konflik tentang kepemilikan alat tangkapan.
Biasanya penanganan konflik yang terjadi di antara individu di dalam
kelompok melibatkan pengelola Pelabuhan Dusimas. Karena jika tidak di
selesaikan oleh pengelola di sana, maka konflik akan berkelanjutan. Konflik
di selesaikan oleh pengelola, lantaran pengelola tau sebab akibat dari
konflik yang terjadi di antara individu di dalam sebuah kelompok. Pihak
yang berkonflik akan di panggil ke rumah pengelola, untuk di selesaikan
biduk permasalahannya. Agar konflik ini cepat selesaikan dan tidak ada
pihak yang di rugikan. Sikap pengelola pelabuhan ini cukup baik, lantaran ia
menggunakan sistem management konflik “Conflict governance (tata kelola
89
konflik)”. Yang dapat diartikan sebagai dinamika hubungan antara berbagai
aktor dan lembaga dalam tata kelola unsur-unsur konflik dalam suatu ruang
politik inklusif (inclusive political arena) yang di tandai oleh aktifitas
memersuasi, memusyawarahkan, dan mengimplementasikan kebijakan
perdamaian yang telah tercapai.
Berikut kutipan wawancara di katakan oleh Bapak Zakaria (54 Tahun) :
“Pengelola disini tu bagus dek, soalnye kalau ada masalah sikit je
cepat di selesaikan same pengelola dekat sini. Jadi kalau ada masalah di
antare kami, tak jadi panjang. Lagi pun jadi same-same enak, kite pun yang
punye masalah jadi tau salah kite dekat mane. Jadi kalau ade masalah dekat
sini tu taka de lah sampai mukol-mukol gitu dek. Lagi pun malu juge dek
kalau ade masalah sampai kan mukol-mukol gitu. Makanye kalau ade
masalah kami langsong bilang ke pengelola dekat sini, biar masalah kami
ni cepat selesai gitu lah dek” (wawancara tanggal, 4 Maret 2016)
Pernyataan Zakaria di dukung oleh pendapat Herman (44 tahun) yang
menyatakan :
“Disini biasenye kalau ad masalah, di selesaikan dengan care
musyawarah. Orang yang punye masalah kite panggil, kite dudukan. Kite
tanye ape masalahnye. Kalau dah tau kan senang nak di selesaikan”
(wawancara tanggal 10 april 2016)
Pernyataan Herman memiliki kesamaan dengan Rio Ardiyanto (30
tahun) yang menyatakan :
“Disini biasenye kalau ade masalah kite langsong selesaikan ke
pengelola pelabuhan. Kalau di pendam lame-lame takot nanti maken lame
selesai nye dek. Semue masalah yang ade dekat sini biasenye pak herman
yang selesaikan” (wawancara tanggal 14 februari 2016)
Pernyataan Rio ARdiyanto di dukung oleh pendapat Ruslan (46 tahun)
yang menyatakan :
90
“Pengelola disini tu bise di katekan bagos lah, kalau ade masalah
cepat tanggap, tak di bia berlarot-larot gitu lah. Ade masalah, yang buat
masalah di panggel. Jadi masalah pun tak panjang-panjang” (wawancara
tanggal 28 april 2016)
Pernyataan Ruslan di dukung oleh pernyataan Samat (34 tahun) yang
menyatakan :
“Care ngola masalah dekat sini tu biasenye ade orang ketige dek.
Orang ketige tu pun pengelola dekat sini. Kalau tak ade orang ketige
macam tu, saye rase masalah dekat sini tak bakal selesai-selesai. Mungken
orang-orang dekat sini pun tak terator macam sekarang” (wawancara
tanggal 15 februari 2016)
Pernyataan Samat memiliki kesamaan dengan pendapat Zakaria (54
tahun) yang menyatakan :
“Nelayan sini tu kalau saye bilang bagus, kalau ade masalah masih nak
denga cakap orang. Nyatenye je pas ade masalah, di panggel sama
pengelola sini, orang tu pasti datang, pasti nak denga masukkan. Ujung-
ujungnye kelak baek sendiri” (wawancara tanggal 4 maret 2016)
Pernyataan Zakaria di dukung oleh pendapat Udiono (46 tahun) yang
menyatakan :
“Pengelola disini bagus betol lah kalau saye bilang, cepat geraknye,
kalau denga ade masalah, cepat die gerak buat nyelesaikan. Tak payah di
suroh-suroh lagi dek” (wawancara tanggal 30 april 2016)
Pernyataan Udiono memiliki kesamaan dengan pendapat Marwan (55
tahun), yang menyatakan :
“Pengelola di sini bagos dek, misalkan ade masalah kan dekat sini.
Nanti pengelola pelabuhan tu pandai aje. Ade aje care die tu buat nak
nyelesaikan. Kelak ujong-ujonye tak ade masalah” (wawancara tanggal 23
februari 2016)
91
Pernyataan Marwan di dukung oleh pendapat Abdul Khadir (44 tahun)
yang menyatakan :
“Kalau ade masalah dekat sini, biasenye tu tanggung jawab pengelola
pelabuhan lah dek. Kami tak tau” “ (wawancara tanggal 23 februari 2016)
Pernyataan Abdul Khadir di dukung oleh Razam (51 tahun) yang
menyatakan :
“Pengelola pelabuhan sini saye bilang bagos lah. Soalnye keje die
cepat. Tak payah kene suroh, ligat, pandai juge lah” (wawancara tanggal 10
april 2016)
Dari hasil wawancara di atas, 10 orang informan mengatakan bahwa
sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pihak Pelabuhan Dusimas
Kamp.Tanjung Keling sangat baik sehingga ketika terjadi konflik, maka
akan di lakukan musyawarah melalui mediasi sehingga memperoleh
mufakat. Selain itu, cara musyawarah yang di ambil ini juga sangat efektif
untuk menyelesaikan masalah. Karna tidak ada pihak-pihak yang di rugikan.
Itu yang menyebabkan nelayan di Desa Malang Rapat menjadi daerah yang
terdapat konflik namun konflik yang mereka hadapi tidak berujung pada
kekerasan/pembantaian dan konflik yang tidak merugikan pihak lain.
92
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada temuan di lapangan jika melihat bentuk-bentuk interaksi, bentuk yang
paling menonjol ialah kerjasama dan konflik. Kerjasama yang terlihat ialah
kerjasama di dalam pembentukkan kelompok dan pekerjaan. Kerjasama dalam
pekerjaan ialah kerjasama yang terljalin sehingga memunculkan rasa kepercayaan
di dalam diri individu didalam kelompok. Sehingga ketika tiba pada pembagian
hasil dari sebuah pekerjaan, maka individu yang melakukan kerjasama sudah tidak
ada rasa curiga atas pembagian hasil tersebut. Dan mereka merasa bahwa tidak
ada pihak yang di rugikan karena segala sesuatu sudah ada rincian atau
pembagian. Dimana pembagian tersebut sudah di sepakati bersama. Selain
kepercayaan yang tumbuh di dalam kerjasama, juga muncul modal sosial di dalam
kelompok nelayan. Modal sosial yang muncul di lihat dari peminjaman alat
tangkapan. Jika ada nelayan yang meminjam alat tangkapan kepada tauke atau
bekerja kepada tauke, maka jika ia mendapatkan hasil tangkapannya maka ia
harus menjual hasil tangkapan tersebut kepada tauke itu. Walaupun harga yang di
tentukan tauke lebih murah di bandingkan harga yang di berikan oleh tauke di
tempat lain. Namun karena modal sosial sudah terbangun pada kerjasama tersebut,
maka nelayan tidak merasa bahwa ia di rugikan.
93
B. SARAN
Dari penelitian ini, saran yang akan di berikan berupa :
Tidak selamanya masyarakat yang melakukan interaksi yang baik selalu
melahirkan kerjasama, akan tetapi masyarakat yang melakukan
interaksi pun ada yang melahirkan konflik. Karena selagi ada kehidupan
maka konflik juga akan selalu ada. Oleh karena itu, masyarakat harus
mampu mengontrol permasalahan yang ada. Dan jika terdapat konflik
di dalam hubungan interaksi, maka konflik tersebut jangan di hindari
akan tetapi konflik tersebut harus di hadapi. Karena setiap konflik pasti
mempunyai penyelesaian. Hanya saja mau menyelesaikan dengan cara
negative atau dengan cara positif
Di dalam masyarakat nelayan Desa Malang Rapat terdapat kelompok-
kelompok di dalamnya. Dimana di salah satu kelompok ada anggotanya
yang memiliki rasa kecemburuan sosial. Hendaknya sebelum berasumsi
bahwa PEMKAB memberikan bantuan yang tidak merata, sebaiknya
setiap anggota harus mengetahui kenapa kelompok lain mampu
mendapatkan bantuan. Sehingga dapat meredam rasa iri, jika tau apa
alasanya kenapa proposal kelompoknya tidak pernah di goal kan oleh
PEMKAB.
Daftar Pustaka
Sumber Buku :
Abdulsyani, 2002, Sosiologi Skematika,Teori,dan Terapan, Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Basrowi, 2005, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalisa Indonesia.
Dahuri, dkk, 2003, Akar Kemiskinan Nelayan, Jakarta: LKIS
Harjoso, 1984, Pengantar Antropologi, Bandung: Bina Cipta
Imron, 2003, Pengembangan Ekonomi Nelayan dan Sistem Sosial Budaya,
Jakarta: PT Gramedia.
Kinseng, Rilus A, 2014, Konflik Nelayan,Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Muri,Yusuf, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian
Gabungan, Jakarta: PT. Fajar Interpranata Mandiri.
Muryanti, dkk, 2013, Teori Konflik & Konflik Agraria Di Pedesaan,Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Susan, Novri, 2010, Pengantar Sosiologi Konflik, Jakarta: Kencana.
Sastrawidjaya, 2002, Nelayan dan Kemiskinan, Jakarta: Pradnya Paramita.
Satria, Arif, 2015, Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Soekanto, Soerjono, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sumber Skripsi :
Junaida, 2012, Interaksi Sosial (Studi Kerukunan Umat Beragama masyarakat Di
Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota), Tanjungpinang:
Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Suriyanti, 2013, Peran dan Fungsi Istri Nelayan Di kampung Keter Laut
Kelurahan Tembeling Tanjung Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan, Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Aleksander, 2012, Nelayan Di Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten
Bintan, Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Sumber Internet :
(Https://id.m.wikipedia.org/wiki/masyarakat)
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 Kelurahan Desa malang Rapat Gambar 2 Pelabuhan Dusimas
Gambar 3 Pengelola Pelabuhan Gambar 4 Bentuk Bantuan PEMKAB
Gambar 5 Bentuk Bantuan PEMKAB Gambar 6 Bentuk Bantuan
Pedoman Wawancara
A. Karakteristik Responden
Nama :
Alamat :
Tempat/tgl lahir :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
No.Hp/Tlp :
B. Daftar Pertanyaan
a) Interaksi Sosial
a. Bagaimana interaksi yang terjalin antar individu di dalam
kelompok nelayan?
b. Bagaimana cara individu menjaga hubungan interaksi yang baik di
masing-masing individu didalam kelompok nelayan?
c. Interaksi seperti apa saja yang sering terjadi di antara individu di
dalam kelompok nelayan?
d. Apakah interaksi yang terjadi di antara individu di dalam sebuah
kelompok nelayan selalu baik? Mengapa demikian?
e. Apakah ada interaksi yang terjalin di antara individu di dalam
kelompok nelayan memicu timbulnya konflik?
f. Apakah dari interaksi yang baik, memicu terbentuknya sebuah
kelompok di antara individu-individu?
g. Apakah interaksi yang baik, selalu membentuk kerjasama?
h. Apakah di desa Malang Rapat nelayannya tergantung pada Tauke?
i. Bagaimana tugas Tauke dan sistem kerja pada Tauke?
b) Konflik
a. Asal mula terjadinya konflik
b. Apakah di dalam masyarakat nelayan terdapat konflik?
c. Bagaimana konflik bis terjadi?Mengapa demikian?
d. Apa pemicu utama terjadinya konflik?
c) Konflik masyarakat nelayan
a. Bagaimana bentuk konflik nelayan?
b. Apakah konflik yang terjadi pada maasyarakat nelayan
memberikan dampak negative bagi kerjasama yang terjadi didalam
kelompok? Mengapa demikian?
c. Bagaimana dampak yang di rasakan oleh individu-individu didalam
kelompok nelayan pasca terjadinya konflik didalam kelompok
nelayan mereka?
d. Berapa lama konflik tersebut terjadi?
d) Dampak konflik
a. Apakah dampak setelah konflik memberikan pengaruh negative?
b. Dampak seperti apa yang di timbulkan oleh konflik itu sendiri?
c. Kerjasama
e) Bentuk kerjasama
a. Bentuk-bentuk kerjasama apa saja yang terjalin didalam kelompok
nelayan?
b. Bagaimana asal mula kerjasama bisa terjalin dengan baik dan
cukup lama didalam kelompok? Mengapa demikian?
c. Penentuan ketua kelompok dan pembentukkan kelompok nelayan?
Mengapa demikian?
d. Kelompok yang sering mendapatkan bantuan dari pemerintah?
Mengapa demikian?
e. Bentuk-bentuk bantuan yang sering di berikan?
f. Bantuan yang paling di harapkan kelompok nelayan? Mengapa
demikian?
g. Bagaimana nilai-nilai dan norma-norma yang di bentuk sebelum
kelompok nelayan tersebut didirikan?
f) Modal sosial didalam kerjasama
a. Bagaimana hubungan modal sosial yang terbangun dari kerjasama
yang sudah terjalin?
b. Mengapa nama kelompok nelayan di Desa Malang Rapat
menggunakan nama ketua kelompok?
c. Apakah kelompok yang ada, hanya beranggotakan nelayan kecil
saja ?
d. Bagaimana kepercayaan yang terbangun didalam kelompok
nelayan mengenai : peminjaman alat tangkap, jangka waktu
peminjaman dan pemakaian modal?
g) Dampak kerjasama
a. Bagaimana dampak yang dirasakan oleh individu-individu didalam
kelompok nelayan, setelah bergabung kedalam kelompok nelayan?
Mengapa demikian?
b. Bagaimana pendapatan para individu-individu didalam kelompok
nelayan setelah bergabung di dalamsebuah kelompok nelayan?
Mengapa demikian?
c. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan oleh individu-individu
di dalam kelompok, dalam hasil penjualan ikan?
d. Bagaimana cara masing-masing individu dalam mempertahankan
kerjasama yang sudah terbentuk didalam kelompok nelayan?
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ike Monika Putri Anatasia lahir di Dabo
Singkep, pada tanggal 31 Maret 1993. Putri dari
pasangan Bapak Mazra Husen dan Ibu Susi Ediana. Ike
Monika Putri Anatasia merupakan anak pertama dari 4
orang bersaudara. Tahapan-tahapan jenjang pendidikan
yang di tempuh oleh penulis berawal dari memasuki
jenjang Sekolah Dasar pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 di SDN 002
Dabo Singkep dan meneruskan pendidikan Sekolah Dasar ke SDN 013 dari tahu
2001 sampai tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke
Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2005 sampai tahun 2008 di SMPN 002
Dabo Singkep. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama, penulis
melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas pada tahun 2008 sampai
tahun 2011 di SMAN 002 Dabo Singkep.
Pada tahun 2011 penulis di terima di Perguruan Tinggi Negeri
Tanjungpinang yaitu Universitas Maritim Raja Ali Haji pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Program Studi Sosiologi S1 dengan nomor induk mahasiswa
110569201032. Pada tahun 2016 tepatnya pada bulan Januari sampai April 2016,
penulis melakukan penelitian guna menyusun skripsi melengkapi salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar S1. Pada tanggal 09 Agustus 2016 penulis berhasil
mengikuti siding skripsi dan dinyatakan lulus dengan Nilai B.