inosssssss kuuu

58
TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT OLEH : KELOMPOK 8 ANDI RIDHAYANTI ADILLAH (PO.71.3.251.11.1.004) DEWI YULIANINGSIH (PO.71.3.251.11.1.014) IRNAYANTI (PO.71.3.251.11.1.024) REZKY AMALIA (PO.71.3.251.11.1.039) SUCI FEBRIANI (PO.71.3.251.11.1.044) JURUSAN FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

Upload: st-hajar

Post on 24-Oct-2015

61 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: inosssssss kuuu

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

OLEH :

KELOMPOK 8

ANDI RIDHAYANTI ADILLAH (PO.71.3.251.11.1.004)

DEWI YULIANINGSIH (PO.71.3.251.11.1.014)

IRNAYANTI (PO.71.3.251.11.1.024)

REZKY AMALIA (PO.71.3.251.11.1.039)

SUCI FEBRIANI (PO.71.3.251.11.1.044)

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2013

Page 2: inosssssss kuuu

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirobbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit

sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam

atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,

sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “INFEKSI

NOKOSOMIAL”.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai

pihak, karena itu kelompok kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya

kepada semua pihak yang telah memberi dukungannya. Meskipun penulis berharap

isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang

kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Makassar, 9 September 2013

Penulis

Page 3: inosssssss kuuu

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………..

DAFTAR ISI …………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………..

A. Latar Belakang ………………………………………..

B. Rumusan Masalah …………………………………….

C. Tujuan ………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………

BAB III PENUTUP ………………………………………………..

A. Kesimpulan …………………………………………...

B. Saran ………………………………………………….

Page 4: inosssssss kuuu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu tempat dimana banyak orang yang ingin

mendapatkan perawatan yang baik dan ingin mendapatkan kesembuhan.

Terkadang penyakit yang semula hanya ada satu penyebab penyakit justru

dirumah sakit tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain

dikarenakan infeksi yang didapatkan dirumah sakit atau bisa disebut infeksi

nosokomial (Darmadi, 2008, hal 2).

Salah satu parameter pelayanan kesehatan yang baik di rumah sakit adalah

terkendalinya infeksi nosokomial. Tingginya angka infeksi nosokomial menjadi

masalah yang penting disuatu rumah sakit karena dari infeksi nosokomial

tersebut, kondisi pasien menjadi semakin buruk, jika kondisi pasien menjadi

buruk maka lama perawatan pasien akan semakin panjang, hal tersebut akan

sangat merugikan pasien dan keluarga, karena semakin lama pasien dirawat maka

akan bertambah biaya rawat dan keadaan pasien akan menjadi lebih buruk karena

kondisi pasien buruk karena infeksi nosokomial (Setiyawati,2008).

Infeksi luka operasi (ILO) tetap menjadi penyebab utama penundaan

kepulangan pasien dari rumah sakit dan menghabiskan banyak sumber daya

kesehatan. Di Amerika Serikat diperkirakan bahwa biaya langsung dari

penambahan waktu perawatan di rumah sakit akibat infeksi luka setahunnya

melebihi 1,5 miliyar US$ (Wenzel, 1992, dalam Gruendemann dan Fernsebner,

2005, hlm.305).

Page 5: inosssssss kuuu

Pencegahan infeksi terutama pada pasien bedah sangat diperlukan salah

satu upaya pencegahannya adalah pemutusan transmisinya penerapan tekhnik dan

prosedur yang benar dari petugas merupakan perilaku yang paling penting dalam

upaya pencegahan infeksi. Kejadian infeksi luka operasi sangat erat kaitannya

dengan praktek keperawatan professional yang menerapkan Universal

Precautions yaitu suatu bentuk tindakan perawatan dalam upaya melakukan

antisipasi untuk pencegahan masuknya kuman kepada klien yang sakit (Potter dan

Perry 1995. Setiyawati, 2006).

Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi nosokomial

adalah multifaktorial atau banyak faktor yang mempengaruhiny. Menurut

Darmadi, (2008, hlm 16) adanya sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam

terjadinya infeksi nosokomial yang menggambarkan faktor – faktor yang datang

dari luar (extrinsik factor) yaitu petugas pelayanan medis, peralatan medis,

lingkungan, makanan dan minuman, penderita lain dan penggunjung. Selain

faktor ekstrinsik (setiyawati, 2008) faktor ketidakpatuhan dari perawat yaitu

perawat yang melakukan perawatan luka post operasi ditunjukkan dengan belum

menggunakan prosedur dengan benar, misalnnya melakukan perawatan luka post

operasi dengan 1 set medikasi digunakan untuk pasien secara bersama – sama

(banyak pasien), perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan

medikasi, perawat tidak melakukan teknik steril seperti tidak memakai sarung

tangan steril saat medikasi.

Sebelum faktor tersebut ada faktor lain yang dapat mempengaruhi

terjadinya infeksi nosokomial, faktor tersebut adalalh faktor intrinsik yang

meliputi umur, jenis kelamin dan faktor lain faktor keperawatan yang meliputi

lamanya hari perawatan, menurunya standar perawatan dan padatnya penderita,

kondisi umum, risiko terapi, adanya penyakit lain serta faktor mikroba patogen

juga memberi kontribusi terhadap terjadinya infeksi nosokomial di suatu rumah

sakit (Darmadi, 2008, hlm 20).

Page 6: inosssssss kuuu

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan infeksi ?

2. Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial?

C. Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami infeksi nosokomial yang terjadi di Rumah

Sakit

Page 7: inosssssss kuuu

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen,

yang bersifat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga

faktor yang saling berinteraksi yaitu :

1. Faktor penyebab penyakit, yang sering disebut agen

2. Faktor manusia yang sering disebut pejamu (host)

3. Faktor lingkungan

Tanda – tanda peradangan / infeksi antara lain :

Rubor (merah)

Calor (panas)

Tumor (bengkak)

Dolor (nyeri)

Fungsi laesa terganggu

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya

penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk

merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai

infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.

Infeksi nosokomial/INOS/HAI adalah suatu infeksi yang diperoleh

atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan

gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi

itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit

(Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002).

Jenis Infeksi yang paling sering terjadi :

• Infeksi saluran kemih

Page 8: inosssssss kuuu

• Infeksi saluran napas

• Infeksi luka

• Infeksi kulit dan jaringan lunak

• Septikemia (sering berhubungan dengan akses vaskular)

Persentase Infeksi Nosokomial

Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi

nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah :

Rumah Sakit Presentase

R.S. Hasan Sadikin Bandung 9,9%

R.S. Pirngadi Medan 13,92%

R.S. Karyadi Semarang 7,3%

R.S. Soetomo Surabaya 5,32%

RSCM 5,4%

Epidemiologi

Infeksi Presentase

Infeksi Saluran Kemih (ISK) ± 50%

Infeksi Luka Operasi (ILO) ± 25 %

Infeksi Saluran Nafas ± 12,5 %

Bakterimia ± 6,25 %

dan lain-lain ± 6,25 %

Page 9: inosssssss kuuu

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian

terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena

penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Sekitar 8,7% dari

55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia

Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial, dengan

Asia Tenggara sebanyak10,0%.

Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi

nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin

Bandung 9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92% (1987), R.S.

Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo Surabaya 5,32%

(1988) dan RSCM 5,4% (1989).

Batasan infeksi nosokomial

Batasan infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh penderita,

ketika penderita dalam proses asuhan keperawatan di Rumah Sakit.

Suatu infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan sebagai infeksi

nosokomial apabila memenuhi beberapa criteria/batasan tertentu

diantaranya:

1. Pada waktu penderita mulai di rawat di Rumah Sakit tidak didapatkan

tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat di Rumah Sakit, tidak sedang dalam

masa inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda infeksi klinik tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah

3×24 jam sejak mulai perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

Page 10: inosssssss kuuu

5. Bila saat mulai dirawat di Rumah Sakit sudah ada tanda-tanda infeksi,

dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di Rumah

Sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan

sebagai infeksi nosokomial (Siregar 2004)

Factor-faktor penyebab infeksi nosokomial

Terjadinya infeksi nosokomial dipengaruhi oleh :

• Banyaknya pasien yang dirawat dapat menjadi sumber infeksi bagi

lingkungan, dan pasien lainnya.

• Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi dengan

pasien lainnya.

• Kontak langsung antara petugas Rumah Sakit yang tercemar kuman

dengan pasien.

• Penggunaan alat/peralatan medis yang tercemar oleh kuman.

• Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya.

• Tempat atau ruangan dimana penderita dirawat

• Tempat dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar

operasi.

• Makanan dan minuman yang disajikan

• Lingkungan Rumah Sakit secara Umum.

Page 11: inosssssss kuuu

Bakteri penyebab Infeksi Nosokomial

40%

11%

10%

9%Enterobacte-riaceae

S. aureus

Enterococcus

P. aeruginosa

Page 12: inosssssss kuuu

Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial

34%

32%

17%

10%7%

S. aureus, Staphylococci koagulase negatif, En-terococci

E. coli, P. aeruginosa, En-terobacter spp., & K. pneumonia

C. difficile

Fungi (kebanyakan C. Albicans)

Bakteri Gram negatif lain (Acinetobacter, Citrobac-ter,Haemophilus)

Jenis-jenis penyakit infeksi nosokomial

• Infeksi silang (cross infection)

• Infeksi lingkungan (environmental infection)

• Infeksi diri sendiri (self infection)

Page 13: inosssssss kuuu

Transmisi

Kegiatan yang paling beresiko :

• Suntikan/ambil darah

• Tindakan bedah

• Tindakan kedokteran gigi

• Persalinan

• Cara membersihkan bekas darah/cairan lain

• Tutup jarum suntik kembali

• Salah letak jarum atau pisau/alat tajam

• Menyentuh pasien tanpa cuci tangan

a. Tahap I

Mikroba patogen bergerak menuju ke penjamu dengan mekanisme

penyebaran (made of transmission) terdiri dari :

1. Penularan langsung

melalui dropet nuclei yang berasal dari penular, kemungkinan

lain berupa darah saat transfusi darah.

2. Penularan tidak langsung

Page 14: inosssssss kuuu

Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba pathogen

melalui benda-benda mati (fomite) seperti peralatan medis

(instrument), bahan-bahan/material medis, atau peralatan

makan/minum untuk penderita.

Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba pathogen

dengan perantara seperti lalat. Luka terbuka (Open wound),

jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangrene adalah kasus-

kasus yang rentan dihinggapi lalat.

Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba pathogen

melalui makanan dan minuman yang disajikan oleh penderita.

Mikroba pathogen dapat ikut menyertainyasehingga

menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal baik ringan

maupun berat.

Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran

penyakit infeksi melalui air kecil sekali, mengingat

tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku

mutu.

Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media

perantara ini cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang

relative tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan

pencahayaanny. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk

dengan jumlah pendeita yang cukup banyak.

b. Tahap II

Upaya berikutnya dari mikroba patogen untuk menginvasi ke

jaringan pasien dengan mencari akses masuk untuk masing-masing

penyakit (port d’entrée) seperti adanya kerusakan jaringan/lesi kulit

atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae,

dan lain-lain.

Page 15: inosssssss kuuu

1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit.

Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau

jarum suntik. Mikroba pathogen yang dimaksud antara lain

virus Hepatitis B (VHB)

2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa

saluran urogenital karena tindakan invasif. Seperti : tindakan

kateterisasi (sistoskopi), pemeriksaan dan tindakan ginekologi

(curettage), pertolongan persalinan per-caginam patologis,

baik dengan bantuan instrument medis, maupun tanpa

bantuan instrument medis.

3. Inhalasi. Patogen masuk melalui rongga hidung menuju

saluran napas. Partikel infeksiosa yang menular berada di

udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung dapat terjadi

melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila terdapat

individu yang mengalami infeksi saluran napas melakukan

ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak

langsung juga dapat terjadi apabila udara dalamn ruangan

terkontaminasi. Contoh :virus Influenza dan M.tuberculosis

4. Ingesti. Melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi

pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman

yang terkontaminasi. Contoh : salmonella, shigella, vibrio.

c. Tahap III

Setelah memperoleh akses masuk, mikroba pathogen segera

melakukan invasi dan mencari jaringan yang sesui (cocok).

Selanjutnya melakukan multiplikasi/berkembang biak disertai dengan

tindakan destruktif terhadap jaringan, walapupun ada upaya perlawan

dari pejamu. Sehingga terjadilah reaksi infesi yang mengakibatkan

perubahan morfologis dan gangguan fisiologis/fungsi jaringan.

Page 16: inosssssss kuuu

Segitiga epidemiologi/Trias penyebab penyakit

Pejamu

Pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi sebagai akibat dari

penyakitnya atau pengobatannya, contohnya pasien dengan leukimia atau

yg mengonsumsi kemoterapi sitotoksik. Usia dan imobilitas dapat

menjadi predisposisi infeksi; iskemia dapat membuat jaringan menjadi

lebih rentan terhadap invasi bakteri. Dalam riwayat perjalanan penyakit,

Pejamu

Lingkungan Agen

Page 17: inosssssss kuuu

pejamu yang peka (susceptable host) akan berinteraksi dengan mikroba

patogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap :

1. Tahap Rentan

2. Tahap Inkubasi

3. Tahap Klinis

4. Tahap Akhir Penyakit

Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka akan berinteraksi

dengan mikroba patogen yang secara alamiah akan melalui 4 tahap :

1. Tahap rentan

Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka

atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena

penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/ kebiasaaan hidup, sosial

ekonomi, dan lain- lain. Faktor – faktor predisposisi tersebut

mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen)

untuk berinteraksi dengan pejamu.

2. Tahap inkubasi

Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen melalui bereaksi,

namun tanda, dan gejala penyakit belum tampak. Saat mulai masuknya

mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda, dan

gejala penyakit disebut masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit

berbeda dengan penyakit lainnya, ada yang hanya beberapa jam, dan ada

pula yang bertahun – tahun.

Masa inkubasi beberapa penyakit

N

O Penyakit Masa Inkubasi

1 Botulisme 12-36 jam

2 Kolera 3-6 jam

Page 18: inosssssss kuuu

3 Konjungtivitis 1-3 jam

4 Difteri 2-5 jam

5 Disentri amoeba 2-4 minggu

6 Disentri basiler 1-7 jam

7 Demam berdarah dengue 4-5 hari

8 Gonorhe 2-5 hari

9 Hepatitis infektiosa 2-6 minggu

10 Herpes zoster 1-2 minggu

11 Influenza 1-3 hari

12 Keracunan makanan tersangka salmonella 6-12 jam

13 Limfogranuloma venereum 2-5 minggu

14 Morbili/campak 10-14 hari

15 Morbus Hansen/Lepra 3-5 tahun

16 Parotitis epidemika 12-25 hari

17 Poliomielitis 7-12 hari

18 Pertusis/batuk rejan 7-20 hari

19 sifilis 10-90 hari

20 Tetanus ± 7 hari

21 Tuberkulosis 4-12 hari

22 Tifus abdominalis 1-2 minggu

23 Varicella 2-3 minggu

24 Variola 7-15 hari

3. Tahap klinis

Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan

tanda, dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya penyakit akan

berjalan secara bertahap. Pada tahap awal tanda, dan gejala penyakit

masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari,

dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah

Page 19: inosssssss kuuu

parah, baik secara objektif maupun subjektif. Pada tahap ini penderita

sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari.

4. Tahap Akhir Penyakit

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan

penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif:

a. Sembuh sempurna

Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi

sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala.

b. Sembuh dengan cacat

Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat

dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.

c. Pembawa (carrier)

Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan

menghilangnya tanda, dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen

penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai sumber

penularan.

d. Kronis

Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda, dan gejala yang tetap

atau tidak berubah.

e. Meninggal dunia

Akhir perjalan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi organ.

Lingkungan

Potensi terjadinya transmisi organisme dari orang-ke-orang di dalam

rumah sakit sangatlah besar.

1. Penyediaan Makanan

Makanan biasanya disiapkan secara terpusat di dapur rumah

sakit: pasien memiliki risiko infeksi yang ditularkan melalui makanan

Page 20: inosssssss kuuu

(food-borne) jika standar higienisnya buruk. Organisme yang resisten

terhadapa antibiotik dapat ditransmisikan melalui rute ini.

2. Suplai Udara

Berbagai patogen, contohnya tuberkulosis yang resisten terhadap

banyak obat atau virus pernapasan dapat ditransmisikan melalui suplai

udara di ruangan terbuka dan sistem pendingin udara.

3. Fomit

Benda yang inanimate dapat terkontaminasi organisme dan

bertindak sebagai media (fomite) bagi transmisi.

4. Suplai Air

Suplai air di rumah sakit merupakan sistem yang kompleks;

sistem ini menyediakan air untuk tempat cuci tangan dan pancuran,

pemanas pusat, dan pendingin udara. Selain itu, uap panas bertekanan

tinggi dibutuhkan untuk autoklaf. Legionella spp. dapat berkoloni pada

area pipa yang sudah tidak dipakai lagi. Sistem menara pendingin

merupakan sumber infeksi tersendiri, memungkinkan terjadinya

transmisi melalui sistem pendingin udara. Untuk mengurangi risiko ini,

penyediaan air panas harus dipertahankan pada suhu di atas 45° C dan

penyediaan air dingin dipertahankan pada suhu di bawah 20°C.

Aktivitas medis

AKSES INTRAVENA

Ini merupakan sumber bakteremia yang paling sering yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Risiko infeksi dari alat

intrafena apapun meningkat seiring dengan lamanya alat tersebut

dipasang. Gangguan integritas kulit menyediakan jalan masuk bagi invasi

organisme kulit seperti Staphylococcus aureus, S. epidermidis, dan

Corynebacterium jeikeium.

Page 21: inosssssss kuuu

Tanda-tanda inflamasi pada tempat penyuntikan dapat menjadi

bukti pertama adanya infeksi. Infeksi yang disebabkan oleh kanula dapat

diperumit oleh septikemia, endokarditis, dan infeksi metastatik (misalnya

osteomielitis).Teknik aseptik saat pemasangan akan mengurangi risiko

sepsis.

Demikian juga dengan pemilihan alat, contohnya menggunakan

yang tidak memiliki sisi port dan ruang yang tidak terpakai (dead space).

Menjaga balutan tetap dalam kondisi baik dan memastikan higiene staf

yang baik saat bekerja dengan alat tersebut juga sama pentingnya.

Tempat kanula harus diperiksa secara berkala dan hal ini terutama

penting pada pasien yang tidak sadar. Jalur perifer harus dipasang ulang

setiap 48 jam; jalur sentral dan selang harus diganti jika terbukti ada

infeksi.

KATETER URIN

Kateter urin yang dipasang di dalam (indwelling urinary catheter)

merupakan rute bagi infeksi asendens ke dalam kandung kemih. Risiko

dapat diminimalkan dengan teknik aseptik saat kateter dipasang dan

ditangani.

PEMBEDAHAN

Pasien bedah seringkali memiliki masalah kesehatan lain yang

seringkali tidak berhubungan dengan keluhan akibat pembedahan yang

dijalaninya (misalnya asma atau diabetes melitus), dan hal-hal ini dapat

menjadi predisposisi terhadap infeksi.

Pembedahan bersifat traumatik dan mengandung risiko infeksi,

contohnya terutama infeksi luka. Selain itu, potensi komplikasi mungkin

berasal dari prosedur itu sendiri, seperti iskemia pascaoperasi, yang

berkontribusi terhadap risiko lebih lanjut. Lama dan kompleksitas

operasi memengaruhi risiko infeksi, demikian pula halnya dengan

Page 22: inosssssss kuuu

keterampilan ahli bedah: semakin sedikit kerusakan jaringan yang

muncul pada saat operasi, semakin rendah pula risiko infeksinya

Rantai penularan infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah bagian

berikut) yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui

tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu, masuk ke

tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di Rumah Sakit

rentan terhadap infeksi (termasuk ODHA yang mempunyai system

kekebalan yang lemah). Mereka dapat tertular dan jatuh sakit

“tambahan” selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien

tersebut dan menemukan rantau penularan lagi.

Ada 4 macam penyakit infeksi nosokomial yaitu :

1. Surgical Site Infection (Infeksi Luka Operasi/ILO)

2. Ventilator Asosiated Pneumonia (Pneumonia Ventilator)

3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

4. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)/ phlebitis

(Depkes RI, 2001)

Page 23: inosssssss kuuu

1. Surgical Site Infection (Infeksi Luka Operasi/ILO)

Epidemiologi

Sebanyak 30 – 50 % penggunaan antibiotik di RS diberikan untuk

tujuan profilaksis bedah. Di USA insidensi ILO diramalkan 7,5% dan

menambah biaya perawatan lebih dari 10 milyar dolar pada setiap

tahunnya. Di indonesia insiden ILO pada bedah bersih sekitar 3-12

%, sedangkan bedah kotor ± 50%.

FAKTOR RESIKO LUKA OPERASI

Luka operasi

Luka operasi merupakan terapi yang direncanakan, seperti incisi bedah,

needle introduction dan lain-lain lagi serta dikendalikan dengan asepsis

bedah.

Faktor Resiko Luka Operasi

Intrinsik

Umur, jenis kelamin, status gizi, penyakit

penyerta, berat badan

Ekstrinsik Persiapan pra bedah, persiapan intra bedah,

pembersihan n desinfeksi lingkungan sterilisasi alat

bedah, perlngkapan bedah, prawatan insisi psca bedah, kategori

operasi, klasifiksi pasien bdsrkn ASA, jenis

operasi,

Page 24: inosssssss kuuu

Infeksi luka operasi adalah infeksi yang terjadi pada tempat/daerah insisi

akibat suatu tindakan pembedahan, diklasifikasikan menjadi :

a. Infeksi luka operasi Inisisional superfisial

Infeksi pd tempat atau daerah Insisisuperfisial (kulit dan Subcutan),

terjadi dalam 30 hari pasca bedah. Karakteristik:

1. Adanya pus yg keluar dari luka operasi atau drain yang yang dipasang

diatas fasia.

2. Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka yang ditutup primer.

3. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.

4. Luka sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan,

kecuali jika hasil biakan negatif

b. Infeksi luka operasi Profunda/deepinsisional

1. Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi

dalam pemeriksaan langsung (waktu pembedahan ulang) dengan

pemeriksaan histopatologis atau radiologis.

2. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.

c. Infeksi luka operasi organ/rongga

Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada implant,

infeksi terjadi dalam 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implant.

Paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :

1. Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka ke dalam

organ/rongga

2. Ditemukan organisme melalui aseptik kultur dari organ/rongga

3. Ditemukan abses atau tanda infeksi lain yang mengenai organ atau

rongga waktu pemeriksaan langsung pd pembedahan ulang atau dng

pemeriksaan ulang atau dng pemeriksaan histopatologis/radiologis.

4. Dokter yang menangani menyatakan infeksi organ/rongga

Page 25: inosssssss kuuu

d. Infeksi nosokomial Pneumonia

Adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru dan

terjadi setelah 48 jam masa perawatan di Rumah Sakit (Depkes, 2001).

Seorang pasien dikatakan pneumonia bila ditemukan satu diantara

criteria berikut :

1. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau ditetapkannya

pekak (dullness) pada perkusi.

2. Foto toraks menunjukkan adanya infiltrate, konsolidasi kavitasi, efusi

pleura baru atau progresif.

Cara pencegahannya infeksi luka operasi

• Harus melakukan pemeriksaan terhadap pasien operasi sebelum pasien

masuk/dirawat di rumah sakit (perbaikan gizi).

• Sebelum operasi, pasien dilakukan dengan benar sesuai dengan

prosedur, misalnya pasien harus puasa

• desinfeksi daerah operasi dan lain-lain.

• SOP (standard operating procedure) yaitu dengan perhatikan

waktu/lama operasi. Pasca operasi harus diperhatikan perawatan alat-alat

bantu yang terpasang sesudah operasi seperti kateter, infus dll.

Antibiotic profilaksis

• Antibiotik yg diberikan kpd penderita yg menjalani sblm adanya infeksi,

tujuan untk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan pembedahan.

• Antibiotik untk memperlama fase “Golden Period” yaitu fasepertahanan

tubuh terhdp infeksi.

Page 26: inosssssss kuuu

Tujuan :

Mereduksi timbulnya infeksi yang terjadi, meminimalkan efek antibiotik

pada flora normal bakteri pasien, menurunkan mortalitas dan morbiditas

pasca operasi, mengurangi lama waktu pasien harus menjalani rawat inap,

meminimalkan perubahan – perubahan pada sistem pertahanan tubuh.

2.Ventilator Asosiated Pneumonia (Pneumonia Ventilator)

Adalah infeksi saluran nafas bawah yang mengenai Parenkim paru dan

terjadi setelah 48 jam masa Perawatan di rumah sakit (Depkes, 2001).

Contoh prosedur dan tindakan medis yg bersentuhan dengan jaringan lunak

saluran pernapasan adalah :

1. Tindakan anastesi umum menggunakan pipa endotrakeal, pipa

orofaringeal atau pipa nasofaringeal

2. Tindakan laringoskopi atau bronkoskopi

3. Tindakan invasif yg lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi

4. Pemasangan ventilator

Bakteri penyebab pneumonia:

• Pseudomonas aeroginusa

• Bakteri Coliform

• Streptococcus beta-hemolyticus

• Klebsiella pneumonia

• Neisseria

• Catarrhalis

• Staphylococcus aureus

Page 27: inosssssss kuuu

Gejala:

1. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau didapatkannya pekak

(dullness) pd perkusi, dan salah satu diantara keadaan berikut :

a. timbulnya sputum purulen yg sebenarnya tdk ada, atau terjadinya

perubahan sifat sputum.

b. isolasi kuman positif pd biakan darah

c. isolasi kuman patogen positif dari aspirasu trakea, sikatan/ cuci

bronkus atau biopsi.

2. Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi,

efusi pleura baru atau progresif.

a. Titer igM atau igG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali

pemeriksaan

b. Terdapat tanda – tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi.

3. Untuk pasien < 12 bln selain tanda di atas didapatkan 2 diantara

keadaan berikut: apnea, bradikardi, whizzing.

3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) : infeksi yang sering terjadi, 40% dari

seluruh inos dan dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi

sesudah instrumentasi. Bakteri masuk ke dlm kandung kemih

melalui : batang kateter melalui meatus uretra eksternus, lumen

kateter, persambungan kateter dng pipa penyalur urine, refluks urine

dr kantong penampung urine. ISK merupakan infeksi y timbul setelah

tindakan invasif/operatif pd saluran genito urinarius di RS antara

lain: kateterisasi, sistoskopi, endoskopi, tindakan operatif pd vagina.

Page 28: inosssssss kuuu

Pencegahan ISK :

1. Pemasangan kateter dng memerhatikan syarat dasar kateter

2. Kateter menetap sedapat mungkin tdk dipakai dan hanya digunakan atas

dasar indikasi yg jelas.

3. Aliran urin dlm kateter harus bebas hambatan

4. Penggantian kateter 2-3 kali bila keteter harus dipasang lama .

5. Urin harus dibiakkan (identifikasi) terlbh dahulu sblm kateterisasi.

6. Berikan antibiotik sblm kateter dicabut untk kasus asimptomatik

4. Infeksi aliran darah primer (IADP)/phlebitis

Infeksi yg terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus di RS,

dan timbul setelah 3x24 jam dirawat di RS. Ditandai dengan : panas,

pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, rubor), dng atau tanpa nanah

(pus), pd daerah bekas tusukan jarum infuse.

Contoh-contoh kasus infeksi nosokomial:

1. Febris Puerperalis (Demam nifas) : infeksi yang muncul pasca

persalinan pervaginam. Sekitar 7-8% akan mngalami kesulitan atau

distosia yang terjadi karena tidak proporsionalnya antara dorongan

dari uterus. Untuk menyelesaikan persalinan distosia diperlukan

ISKISK Simpomatik

ISK Asimptomatik Prnh memakai kateter 7 hr sblm biakan,

Page 29: inosssssss kuuu

adanya tindakan invasif . Trauma yang terjadi berupa laserasi,

robekan, serta pendarahan yang dapat menimbulkan infeksi.

Bakteri : Staphylococcus haemolyticus, Streptococcus aureus,

Escherichia coli.

2. Infeksi Saluran Cerna

Gejala : Adanya nyeri perut secara mendadak, kadang-kadang disertai

nyeri kpala, nausea dan muntah – muntah yang diikuti dengan diare,

dapat disertai/tanpa demam.

Bakteri : Salmonella, Vibrio cholerae, Escherichia colli, Staphylococcus

aureus (toksiknya), Clostridium perfringens, Clostridium botulinum.

3. Hepatitis Virus Akut

disebabkan oleh hepatitis virus A (HVA), hepatitis B (HVB) atau

hepatitis virus non-A non-B (HVNANB). Untuk menetapkan diagnosis

hepatitis virus akut nosokomial digunakan batasan klinik, laboratorik dan

waktu :

a. manifekstasi klinik

b. gambaran laboratorik yang spesifik

c. apabila manifestasi klinik muncul 2 minggu rawat inap yang merupakn

masa inkubasi terpendek dari salah satu hepatitis virus.

Cara penularan :

a. peroral = melalui makanan/minuman untuk virus hepatitis A

b. parental = melalui kulit, untuk hepatitis B sedangkan virus hepatitis

NANB melalui suntik, biopsi, infus/transfusi, hemodialisis, pembedahan.

4. Bakteremia dan Septikemia

Bakteremia : Infeksi sistemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau

produknya dari suatu fokus infeksi ke dalam darah.

Page 30: inosssssss kuuu

Septikemia : keadaan gawat, yang harus segara ditangani,Bila terlambat

ada kecenderungan mengarah ke keadaan

Syok (syok septik), dng angka kematian (50-90%).

*Pemicu : tindakan medis invasif (kateter intravaskular, nutrisi

parenteral, hemodialisis)

Dampak pengendalian, dan pencegahan infeksi nosokomial

Dampak infeksi nosokomial

Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat

menyebabkan cacat permanen.

Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS

yang tinggi.

Meningkatkan biaya kesehatan

Morbiditas dan mortalitas semakin tinggi

Adanya tuntutan secara hukum

Penurunan citra Rumah Sakit.

Pengendalian infeksi nosokomial

• Setiap rumah sakit harus memiliki prosedur untuk menjamin bahwa tidak

ada transmisi infeksi di dalam lingkungannya. Bersama-sama, hal ini

membentuk kebijakan pengendalian infeksi yang, jika ingin berhasil,

harus didukung oleh semua staf rumah sakit. Tim pengendalian infeksi

terdiri dari konsultan mikrobiologi atau spesialis penyakit infeksi, dan

perawat spesialis, yang mengembangkan kebijakan tersebut .

Keterlibatan direksi rumah sakit pada tingkat tertinggi bersifat esensial

untuk mencapai keberhasilan.

• Tim tersebut akan mengatur surveilans dengan lebih ketat terhadap

organisme tertentu, misalnya Staphylococcus aureus yang resisten

Page 31: inosssssss kuuu

terhadap metisilin (methicillin-resistant Staphylococcus aureus, MRSA).

Tim ini juga berperan dalam semua perencanaan rumah sakit, baik secara

fisik (misalnya perubahan bangunan) maupun secara fungsional

(misalnya pelayanan klinis baru).

Beberapa upaya pengendalian infeksi di Rumah Sakit

Praktek klinis yang baik

• Individu yang terinfeksi harus dipisahkan dari yang tidak terinfeksi.

Sumbernya, baik individu yang terinfeksi maupun pembawa (carrier),

harus diidentifikasi melalui langkah skrining yang tepat, misalnya

surveilans rutin pada spesimen dari pasien dan staf rumah sakit.

• Pasien yang terinfeksi harus diisolasi (isolasi sumber) dan dilakukan

tindakan untuk memutuskan rantai transmisi.

• Pasien yang secara khusus rentan thd infeksi memerlukan isolasi

perlindungan. Isolasi seringkali sulit dipertahankan jika staf rumah sakit

tidak melakukan langkah-langkah yang telah disepakati. Ini dapat terjadi

jika langkah yang sederhana seperti mencuci tangan diabaikan sebagai

akibat dari tekanan pekerjaan.

Isolasi luka dan enterik

Pasien dirawat di ruang terpisah yang memiliki tempat cuci tangan dan

fasilitas toilet tersendiri. Celemek plastik dan sarung tangan sekali pakai

Praktek klinis yang

baikIsolasi luka dan enterikIsolasi

pernapasanIsolasi ketat

Isolasi perlindunga

nTyping

Sterilisasi

Page 32: inosssssss kuuu

digunakan selama menangani pasien atau melakukan tindakan klinis dan

prosedur higiene. Sarung tangan dan celemek (apron) kemudian dibuang

dan tangan dicuci menggunakan sabun cair dan dikeringkan dgn handuk

sekali pakai. Penggunaan disinfektan yg tepat membantu mengurangi

kontaminasi lingkungan (misalnay penggunaan agen yg mengandung

klorin untuk Clostridium difficile.

Isolasi pernapasan

• Selain tindakan pencegahan yang telah disebutkan, staf rumah sakit harus

mengenakan masker wajah saat berada di ruangan. Jika pasien dikirim ke

bagian lain di dalam rumah sakit, pasien tersebut harus mengenakan

masker wajah.

• Metode isolasi pernapasan yang lebih ketat diperlukan untuk

mengendalikan transmisi dari organisme yang berhubungan dengan

tuberkulosis yang resisten terhadap banyak obat (mulitidrug-resistant

tuberculosis, MDRTB) dan severe acute respiratory syndrome (SARS).

Hal ini memerlukan penggunaan ruangan bertekanan negatif dan masker

yang efektif (dust mist mask atau respirator pribadi). Tindakan

pencegahan yang demikian bersifat esensial , terutama selama prosedur

yang memungkinkan terbentuk aerosol (misalnya bilas bronkoalveolar).

Isolasi ketat

Bentuk isolasi ini dirancang untuk mencegah transmisi infeksi seperti

demam berdarah akibat virus. Unit isolasi yg tertutup mencegah

transmisi organisme secara aerosol melalui sistem udara yg tertutup dan

bertekanan negatif, disertai dgn prosedur dekontaminasi yg ketat.

Page 33: inosssssss kuuu

Isolasi perlindungan

Isolasi perlindungan diperlukan pada pasien yang memiliki kerentanan

tinggi terhadap infeksi, seperti pada pasien neutropenia.

Perlindungannya meliputi isolasi ruang khusus, penyediaan udara

terfiltrasi , dan langkah-langkah untuk mengendalikan risiko adanya

organisme dalam makanan, seperti organisme Gram-negatif yang

resisten pada sayuran atau Listeria pada kayu lunak.

Sterilisasi dan disinfeksi

Sterilisasi

• Sterilisasi menginaktivasi semua organisme infeksius dan diperoleh

melalui proses dengan autoklaf atau iradiasi.

• Dalam autoklaf, benda-benda seperti instrumen bedah dipanaskan

dengan uap air bertekanan yg sangat panas untuk menginaktivasi bahan

infeksius apapun yg mengontaminasi.

• Instrumen yg lunak dapat disterilisasi dengan tekanan dan suhu yg

rendah pada alat autoklaf khusus yg mengalirkan uap air yg disertai

formaldehid.

• Bahan yg mudah rusak seperti kanula plastik, syring (alat suntik), atau

alat prostetik disterilisasi menggunakan radiasi g selama produksi

komersial

• Aldehid (glutaraldehid dan formaldehid) dapat mensterilisasi instrumen

jika instrumen tersebut telah lebih dahulu dibersihkan secara adekuat

dan peralatannya direndam dalam waktu yang cukup.

• Senyawa seperti seperti klorin dioksida mulai menggantikan

glutaraldehid untuk mengurangi toksisitas terhadap manusia sebagai

operator.

Disinfeksi

Page 34: inosssssss kuuu

• Ini merupakan proses untuk mengurangi jumlah partikel infeksius .

Mencuci tangan dengan sabun atau detergen merupakan komponen

penting dalam disinfeksi.

• Disinfektan adalah bahan kimia yang membunuh atau menghambat

mikroba. Zat ini digunakan pada keadaan dimana tidak mungkin

diperoleh kondisi yang steril (misalnya persiapan kulit sebelum

pembedahan), atau setelah tumpahnya cairan biologis (urin, darah, atau

feses) pada permukaan inanimate.

• Senyawa hipoklorit seperti (natrium hipoklorit, pemutih) yg merupakan

senyawa yg paling aktif untuk mengatasi virus juga berguna mengatasi

tumpahan cairan biologis, tetapi bersifat korosif terhadap logam.

• Senyawa halogen seperti iodin bersifat aktif melawan bakteri, termasuk

organisme yang membentuk spora, tetapi kerjanya relatif lambat.

Senyawa ini digunakan pada disinfeksi kulit.

• Disinfektan fenol sangat aktif melawan bakteri dan digunakan untuk

mendisinfeksi permukaan yang terkontaminasi di rumah sakit dan

laboratorium bakteriologi.

• Alkohol (70%) bekerja dengan cepat melawan bakteri, jamur, dan virus,

dan berguna dalam mendisinfeksi kulit praoperasi

• Klorheksidin aktif melawan bakteri, terutama stafilokokus; zat ini juga

digunakan untuk disinfeksi kulit.

Pencegahan terjadinya infeksi nosokomial

• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dng cara mencuci

tangan, penggunaan sarung tangan, tindakan septik, aseptik, sterilisasi,

desinfektan.

• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan

• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi

yang cukup, dan vaksinasi.

Page 35: inosssssss kuuu

• Membatasi infeksi, mengontrol penyebarannya.

• Mencegahan penularan dari lingkungan rumah sakit

• Mengecek dengan menginspeksi

Pencegahan infeksi di ruangan/bangsal perawatan

Ruangan atau bangsal merupakan tempat dimana asuhan keperawatan

dilakukan. Disini ditempatkan sejumlah tempat tidur untuk penderita, serta

sejumlah peralatan medis dan non medis lainnya. Walaupun Inos dapat terjadi

di semua tempat pelayanan. Namun frekuensi dan intensitas lebih banyak

terjadi di ruangan/bangsal .

Idealnya Rumah sakit dengan jumlah tmpt tidur terbatas (120-150 buah)

mempunyai tempat Perawatan sebagai berikut :

a. Kamar perawatan dengan 1-4 buah tempat tidur

1.lbh banyak bersifat privasi

Page 36: inosssssss kuuu

2. untk perawatan kasus tidak berisiko

b. Ruangan/bangsal perawatan

1. Bangsal Perawatan umum : gender, quantity

2. Bangsal Perawatan Anak

3. Bangsal perawatan Intensif : observasi, pemisah, ICCU, NICU

4. Bangsal Perawatan isolasi : sifat penyakit

Ruang perawatan isolasi

Dalam ruang isolasi penderita dirawat dengan pertimbangan :

a. Karena sifat penyakit : mudah menular (TB terbuka, hepatitis

akut), dapat mengganggu penderita lain (kanker stadium akhir,

diabetes)

b. Karena kerentanan fisiknya (HIV/AIDS,Luka bakar, leukimia)

c. Memerlukan perlakuan khusus (tetanus)

d. Mencegah transmisi mikroba patogen melalui gigitan nyamuk

Sterilisasi dan aplikasinya di Rumah Sakit

Sterilisasi sebagai kegiatan khusus atau tersendiri di rumah sakit yang

mengelola peralatan medis yang siap pakai. Unit ini disebut Central Sterile

Supply Departement (CSSD) atau Instalasi Sterilisasi Sentral (ISS).

Pemusatan kegiatan sterilisasi ini mempunyai keuntungan, yaitu:

Page 37: inosssssss kuuu

1. Efisiensi dalam penggunaan sarana dan peralatan, sehingga mampu

menghemat biaya

2. Efesiensi tenaga paramedis.

3 Adanya standardisasi prosedur kerja dan adanya jaminan mutu hasil

sterilisasi.

Garis besar terjadinya CSSD/ISS:

• Dekontaminasi : peralatan medis yang terkontaminasi didisinfeksi terlebih

dahulu untuk memilimalisasi jenis dan jumlah mikroba patogen

• Pembersihan : peralatan medis dibersihkan untuk menghilangkan materi

organik yg menempel

• Pengemasan : mengemas scara rapi peralatan medis disertai pemasangan label

dan siap untuk disterilkan

• Proses sterilisasi : peralatan medis yang telah dibungkus selanjutnya

menjalani sterilisasi

• Penyimpanan : disimpan dan dijaga kualitas sterilisasinya

• Pendistribusian : peralatan medis yang siap dipakai selanjutnya

didistribusikan ke unit – unit yang memerlukan.

Unit CSSD/ISS dalam Rumah Sakit

• Kegiatan sterilisasi dan keberadaan unit CSSD/ISS mutlak adanya terutama

bagi Rumah sakit besar.

• Diharapkan mutu kualitas sterilisasi lebih menjamin serta siap memenuhi

permintaan semua unit kerja di rumah sakit.

Page 38: inosssssss kuuu

• Pengawasan terhadap kualitas sterilisasi alat.

Peran farmasis dan petugas kesehatan lainnya

• Diagnosis bakteriologik

• Diagnosis bakteriologik yang tepat adalah sangat penting untuk menentukan

antibiotika yang tepat .

• Menentukan dosis yang tepat agar tidak terjadi resistensi.

• Monitoring Efek Samping Obat

• Tim PPIRS perlu mengetahui kuman infeksi nosokomial berasal dari mana

sumbernya

Page 39: inosssssss kuuu

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saat ini dunia kedokteran dihadapkan pada kenyataan bahwa penyebaran dan penularan penyakit infeksi tidak hanya terjadi ditengah masyarakat luas, namun ternyata kondisi tersebut dapat terjadi di tengah komunitas penderita yang sedang menjalani asuhan keperawatan di rumah sakit. Infeksi yang diperoleh seorang yang dirawat di Rumah Sakit ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial (INOS)

Dalam batasan dan definisinya, sebuah infeksi dapat menyetakan sebagai infeksi nosokomial apabila memenuhi persyaratan antara lain :

1. Persyaratan tempat infeksi terjadi (Rumah Sakit) 2. Persyaratan waktu ,yaitu kurang waktu penderita menjalani asuhan

keperawatan 3. Persyaratan orang, yang tidak lain adalah yang sedang menajalani asuhan

keperawatan 4. Persyaratan agen penyebab, berasal dari berbagai sumber dirumah sakit.

Selama dalam asuhan keperawatan, penderita tidak selalu menetap diruangan/bangsal/kamar perawatan, tetapi tidak jarang harus bergerak dari satu unit kerja dirumah sakit ke unit kerja lainnya yang merupakan satu rangkaian kegiatan dalam upaya menekankan diagnosis serta terapi sini tampak jelas. Bahwa terjadinya infasi mikroba patogen dapat berasal dari unit kerja diuar ruangan/bangsal/kamar perawatan. Dengan demikian ini tugas dan tanggung jawab mengeliminasi mikroba patogen menjadi tanggung jawab semua unit kerja.

Munculnya infeksi nosokomial ini sangat merugikan penderita antara lain hari rawat menjalani lebih panjang serta akibat subjektifnya adalah penderitaan fisik dan psikis akan bertambah berat, dan hal ini dapat meningkatkan mobilitas dan mortalitas, serta beban biaya akan meningkatkan. Identik dengan permasalahan yang dihadapi oleh penderita, pihak rumah sakit juga dihapkan pada persoalan yang lebih luas yang berkaitan dengan menajemen pelayanan medis secara keseluruhan. Dari sini dapat dinilai beberapa efektifnya penerapan kewaspadaan standar disetiap unit kerja yang merupakan salah satu parameter penilaian mutu pelayanan (quality assurance).

Page 40: inosssssss kuuu

Untuk mengantisipasi munculnya infeksi nosokomial, semua petugas di semua unit kerja harus menyadari dan ikut berperan aktif dalam upaya “mengamankan” penderita dari infasi mikroba patogen dengan cara menerapkan kewaspadaan standar sebaik – baiknya.

Persoalan infeksi nosokomial terkait dengan permasalahan tidak aman atau terlindunginya perderita oleh infasi mikroba patogen, hal ini dapat dinilai sebagai “kecerobahan” pihak rumah sakit sehingga merugikan penderita sebagai konsumen kesehatan. Oleh karenanya pihak manajemen harus benar – benar menangani hal ini secara bijak, jangan sampai persoalannya berkembang atau menjurus ke aspek hukum.

Dengan demikian manajemen asuhan keperawatan professional yang berada diruangan/bangsal/kamar perawatan merupakan ujung tombak pengendalian infeksi sekaligus sebagai tangan pertama yang mendata penyakit infeksi nosokomial

Page 41: inosssssss kuuu

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Siti. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Infeksi

Nosokomial Luka Operasi di Ruang Bedah RSUP Fatmawati. Jakarta: Universitas

Pembangunan Nasional Veteran.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:

Salemba Medika

Septiari, Betty Bea. 2012. Infeksi Nosokomial. Yogyakarta: Nuha Medika

Gillespie, Stephen dan Kathleen Bamford. 2007. At a Glance: MIKROBIOLOGI MEDIS DAN INFEKSI. Jakarta: Erlangga.