inflamasi usu 2013
DESCRIPTION
ggjgghTRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L)
Carica papaya L adalah tanaman yang berasal dari Amerika. Pusat
penyebaran tanaman pepaya diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan
Nikaragua. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari
daratan rendah sampai daratan tinggi, yaitu sampai ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut (Kalie, 2008). Hampir di setiap daerah, pepaya memiliki nama
yang berbeda diantaranya: petek (Aceh), mbertik (Karo), tela (Batak), panancane
(Minangkabau), betik (Palembang), punti kayu (Lampung), gedang (Jawa Barat
dan Bali), kates (Jawa tengah, Jawa Timur, Madura), tapaya (Ternate), kuat
(Timor), asawa (Irian Jaya) (Suprapti, 2005).
2.1.1. Morfologi Pepaya (Carica papaya L)
Pepaya merupakan tanaman berbatang tegak dan basah. Semua bagian tanaman
pepaya bergetah putih yang mengandung papain. Pada ruas batang terdapat mata
yang mampu tumbuh menjadi tunas cabang baru.
a. Daun dan batang pepaya
Daun pepaya bercangap (berlekuk) menjari dengan tangkai daun yang panjang
dan berlubang. Bentuk daun menyerupai telapak tangan manusia (Agromedia,
2008). Batangnya berongga karena intinya berupa sel gabus. Berbatang lunak
berair. Bekas kedudukan tangkai daun meninggalkan tanda seperti ruas.
b. Bunga
Universitas Sumatera Utara
8
Bunga pepaya keluar dari ketiak daun, tunggal atau dalam rangkain. Bunganya
ada yang berkelamin tunggal (betina/putik atau jantan/benang sari) dan
berkelamin sempurna (hermaprodit) yang mempunyai putik dan benangsari yang
fertil. Dengan demikian ada pohon betina, pohon jantan, dan pohon sempurna
sesuai dengan bunga yang dimilikinya. Pepaya tergolong penyerbuk silang dengan
perantara angin. Bunga berwarna putih dan berbentuk terompet kecil. Mahkota
bunga berwarna kekuningan.
c. Buah
Buah pepaya bergetah. Getahnya semakin hilang pada saat mendekati tua
(matang). Buah yang masak berwarna kuning kemerahan. Buah pepaya berbiji
banyak dalam rongga buah yang lebar. Biji-biji tersebut ada yang berwarna hitam
(fertil) dan ada yang berwarna putih (abortus, tidak tumbuh). Rongga dalam buah
berbentuk bintang jika penampang buahnya dipotong melintang.
d. Akar
Pepaya mempunyai akar tunggang dan akar samping yang lunak dan agak
dangkal. Akar pepaya tumbuh panjang, cenderung mendatar. Jumlahnya tidak
banyak dan lemah (Sunarjono, 2008).
2.1.2 . Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L)
Carica papaya Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Universitas Sumatera Utara
9
Ordo : Caricales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica papaya L
2.1.3. Sifat dan Khasiat Pepaya (Carica papaya L)
Buah pepaya rasanya manis dan bersifat netral. Buah pepaya berkhasiat
sebagai pengobatan konstipasi, diare kronis, demam, luka serta alergi. Buah
matang dapat memacu enzim pencernaan, peluruh empedu, penguat lambung dan
antiscorbut. Buah mengkal sebagai pencahar ringan, peluruh kencing,
memperlancar ASI. (Adi, 2006).
Akar tumbuhan pepaya berguna sebagai peluruh kencing (diuretik), obat
cacing, penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji pepaya dapat dipakai untuk
obat cacing dan peluruh haid.
Daun pepaya dapat menambah nafsu makan, meluruhkan haid,
menghilangkan rasa sakit, memudahkan pengeluaran feses (mencegah konstipasi),
anti ambein. Daun pepaya berkhasiat pula sebagai antidiabetes, mencegah anemia,
dan antikanker. Daun pepaya yang masih muda dan agak tua kaya kalsium, sangat
baik untuk pengobatan rematik (encok dan penyakit tulang lainnya). Karpein pada
pepaya merupakan sejenis alkaloid yang dapat mengurangi gangguan jantung, anti
amuba, sebagai peluruh kencing. Getah pepaya (dari buah, daun, maupun batang)
mengandung papain yang bersifat proteolitik (merombak protein) (Adi, 2007;
Sunarjono, 2008).
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia Daun Pepaya (Carica papaya L)
Sejumlah mineral yang terkandung di dalam pepaya diantaranya kalium,
magnesium, dan antioksidan seperti karoten, vitamin C dan flavonoid, enzim
renin, alkalin pepaya, dan karpein serta enzim papain (Adi, 2006).
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok fenol terbesar yang ditemukan
di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta
kuning yang ditemukan pada tumbuh-tumbuhan (Lenny, 2006).
Flavonoid termasuk metabolit sekunder tumbuhan yang merupakan golongan
terbesar senyawa fenol alam. Kebanyakan tumbuhan obat mengandung flavonoid
yang telah banyak diketahui menunjukkan beberapa jenis bioaktivitas, di
antaranya adalah anti alergi, antiinflamasi, anti mikroba, anti kanker, anti virus,
anti mutagen, anti trombosis, serta sebagai vasodilator. Selain itu, flavonoid juga
merupakan antioksidan yang memberikan perlindungan terhadap agen oksidatif
dan radikal bebas (Patil et al., 2004).
Senyawa polifenol dan flavonoid dilaporkan mampu menghambat enzim
siklooksigenase serta telah terbukti memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas
(Ebadi, 2001).
Sebagai antiinflamasi, banyak flavonoid menunjukkan penghambatan
terhadap siklooksigenase dan lipoksigenase yang sepertinya berhubungan dengan
aktivitas antioksidan dari flavonoid dan dapat menimbulkan pengaruh lebih luas
karena pembentukan asam arakidonat dan metabolit proinflamasi (prostaglandin,
leukotrien, dan tromboksan) ikut terhambat pula (Miller, 2001).
Menurut Simon and Kerry (2000), senyawa flavonoid, steroid dan tanin
dalam bentuk bebas dan kompleks tanin-protein berkhasiat sebagai anti inflamasi.
Universitas Sumatera Utara
11
Kandungan kimia pepaya meliputi:
a. Daun: enzim papain, alkaloid, pseudo-carpaina, glikosid, karposid dan saponin,
sakarosa, dekstrosa, dan levulosa.
b. Buah: beta karoten, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin
papain, fitokinase.
c. Biji: glucoside cacirin dan karpein.
d. Getah: papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase
(Dalimartha, 2008).
2.2. Inflamasi
Inflamasi didefenisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau
cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun didapat.
Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti
infeksi dan cedera jaringan.Inflamasi dapat berupa inflamasi lokal, sistemik, akut
dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis (Baratawidjaja, 2010).
Petanda respons inflamasi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu tanda
makroseluler, mikroseluler dan biomolekuler. Tanda makroseluler berupa
kemerahan (rubor), bengkak (tumor), panas (calor) dan sakit (dolor) dan
kehilangan fungsi alat yang terkena (functio laesa). Sesudah beberapa menit
terjadinya cedera jaringan, ditemukan vasodilatasi yang menghasilkan
peningkatan volume darah di tempat.Volume darah yang meningkat di jaringan
dapat menimbulkan perdarahan.Dalam beberapa jam sel leukosit menempel pada
sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke
rongga jaringan yang disebut ekstravasasi. Tanda biomelekuler dari terjadinya
Universitas Sumatera Utara
12
suatu inflamasi berupa peningkatan berbagai factor plasma seperti
immunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik,
interleukin, tumor necrosis factor, dan berbagai molekul lainnya.
Inflamasi akut pada umumnya berlangsung dengan awitan yang cepat dan
berlangsung sebentar. Inflamasi akut disertai dengan reaksi sistemik yang disebut
dengan respon fase akut. Pada respon fase akut terjadi perubahan cepat dalam
kadar beberapa protein dalam darah. Inflamasi akut merupakan respon khas
imunitas nonspesifik.
Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti neutrophil, sel mast, basophil,
eosinophil dan makrfage jaringan berperan dalam inflamasi.Sel-sel tersebut
diproduksi dan disimpan sementara sebagai persediaan, masa hidup tidak lama
dan jumlah yang diperlukan pada daerah inflamasi dipertahankan oleh influks sel-
sel baru.
Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi akut, bermigrasi ke
jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut
diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang.Orang dewasa
normal memproduksi lebih dari 1010
neutrofil perhari tetapi pada inflamasi dapat
meningkat sampai 10 kali lipat. Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi
dapat meningkat dengan segera dari 5000 µl sampai 30000 µl. Peningkatan
tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum
tulang dan persediaan marginal intravaskular.
Pada penelitian ini karena keterbatasan dana yang ada, maka hanya akan
meneliti dari sisi mikroseluler saja, yaitu berupa jumah leukosit dan hitung jenis
leukosit.
Universitas Sumatera Utara
13
Mekanisme terjadinya inflamasi
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap
suatu rangsang atau cedera. Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua
fase:
a. Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang
mendasar untuk reaksi inflamasi akut.Perubahan ini meliputi perubahan aliran
darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi
dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang
disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi
merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh
darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya
sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel
darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan
benda-benda asing.
b. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel
darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah
yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan
terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit
Cara kerja AINS sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis
prostaglandin, dimana kedua jenis cyclooxygenase diblokir. AINS yang ideal
diharapkan hanya menghambat COX II (peradangan) dan tidak COX I
Universitas Sumatera Utara
14
(perlindungan mukosa lambung), juga menghambat lipooxygenase (pembentukan
leukotrien).
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum
proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function
laesa. Selama proses inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan
secara lokal antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5-HT), faktor kemotatik,
bradikinin, leukotrien, dan PG (Baratawidjaja, 2010).
Gambar 2.1. Skema proses terjadinya inflamasi akut
Universitas Sumatera Utara
15
Gambar 2.2. Skema terjadinya inflamasi (Biocarta, 2013)
Mediator inflamasi
Gejala inflamasi akut ditandai dengan penglepasan berbagai macam
mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini disertai
aktivasi komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan sel-sel inflamasi
masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas,
neutrofilia dan protein fase akut..
Inflamasi akut berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi seperti
IL-1, IL-6, dan IL-8. Sitokinin merangsang hati untuk membentuk sejumlah
protein yang disebut protein fase akut yang terdiri atas a1-antitripsin, komplemen
(C3 dan C4), CRP, fibrinogen, dan haptoglobin.
Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan
migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan
Universitas Sumatera Utara
16
(inflamasi) diantaranya adalah histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin.
Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyaknya
mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler. Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasidilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan
berperan meningkatkan potensi prostaglandin.
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator
inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya
terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada
dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan
oleh suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2
diaktivasi untuk mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat.
Sebagai penyebab inflamasi, prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi
kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan
secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien. Prostaglandin mampu
menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat pada
terjadinya nyeri, inflamasi dan demam.
2.3. Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit;
monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis:
leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat
dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.
Universitas Sumatera Utara
17
Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit
tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). (Guyton, 2006)
Leukosit dan turunannya berperan sebagai (1) menahan invasi oleh
patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya bakteri dan virus) melalui
proses fagositosis; (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang
muncul di dalam tubuh; dan (3) berfungsi sebagai ”petugas pembersih” yang
membersihkan ”sampah” tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel
yang mati atau cedera. Yang terakhir penting dalam penyembuhan luka dan
perbaikan jaringan . Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama
menggunakan strategi ”cari dan serang” yaitu sel-sel tersebut pergi ke tempat
invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di
dalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan atau
penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan. (Sherwood, 2007)
Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai
absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit atau
beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal dirangsang,
baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis.
2.4. Hitung Jenis Leukosit
Leukosit tidak memiliki hemoglobin (berbeda dengan eritrosit), sehingga
tidak berwarna (putih) kecuali jika diwarnai secara khusus agar dapat terlihat di
bawah mikroskop. Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi
identik, dan jumlahnya konstan, tetapi leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi
dan jumlah. Terdapat lima jenis leukosit yang bersirkulasi yaitu neutrofil,
Universitas Sumatera Utara
18
eosinofil, basofil, monosit dan limfosit dan masing-masing dengan struktur serta
fungsi yang khas. Mereka semua berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit.
Kelima jenis leukosit tersebut dibagi ke dalam dua kategori utama,
bergantung pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula di sitoplasma
sewaktu dilihat di bawah mikroskop. Neutrofil, eosinofil, dan basofil
dikategorikan sebagai granulosit (sel yang banyak mengandung granula) atau
polimorfonukleus (banyak bentuk nukleus). Nukleus sel-sel ini tersegmentasi
menjadi beberapa lobus dengan beragam bentuk, dan sitoplasma mereka
mengandung banyak granula terbungkus membran.
Sel leukosit utama yang terlibat dalam mekanisme inflamasi iakut adalah
neutrofil. Neutrofil kadang disebut “Soldier of the Body” karena merupakan sel
pertama yang dikerahkan ke tempat inflamasi. Eutrofil merupakan sebagian besar
dari leukosit dalam sirkulasi darah. Neutrofil biasanya hanya berada dalam
sirkulasi kurang 7-10 jam sebelum bermigraai ke jaringan. Butir-butir azurofilik
primer (lisosom) mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase, dan
neuromidase (lisozim), sedang butir-butir sekunder atau spesifik
mengandunglaktoferin dan lisozim. Neutrofil mempuyai reseptor untuk Ig G dan
komplemen. Neutrofil yang bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan
terrinfeksi dengan cepat dilengkapi denga berbagai reseptor seperti TLR2 (Toll
like receptor), TLR4.
Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-
masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel
maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/ μl). Hitung jenis
leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari netrofil
Universitas Sumatera Utara
19
segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga
bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan
lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung jenis
leukosit, didapatkan eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah
leukosit / μl perlu dikoreksi.
2.5 Obat-obat Anti-Inflamasi
Obat-obat inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan
atau merangsang peradangan. Obat anti-inflamasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
Steroida dan NSAID
Obat Anti- Inflamasi golongan Steroida
Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali
dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan.
Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis
mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit
sendi (Katzung, 2009).
Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan yang disebabkan
karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta
penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal
glukokortikoid bekerja singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang
menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan (Katzung, 2009).
Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk
merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja
enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan
Universitas Sumatera Utara
20
asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrin (LT),
prostasiklin dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase
dan lipooksigenase, sedangkan NSAID (Non-Steroid Antiinflammatory Drugs)
hanya memblok jalur siklooksigenase (Katzung, 2009).
Efek glukokortikoid pada arthritis rheumatoid bersifat segera. Contoh
senyawa yang termasuk golongan ini adalah hidrokortison, prednisolon,
betametason, triamsinolon dan sebagainya (Katzung, 2009).
Obat Anti-Inflamasi golongan Non Steroid
Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur
kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat
farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma (pukulan,
benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada memar akibat olah
raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini
mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tjay, 2002). Obat-obat anti-inflamasi
non steroid (AINS) terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim
siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase (Mycek, 2001).
Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok
obat yang secara kimia tidak sama, berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan
antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim
siklooksigenase. Aspirin adalah prototipe dari kelompok ini yang paling umum
digunakan (Mycek, 2001).
Aktivitas antiinflamasi obat AINS mempunyai mekanisme kerja yang sama
dengan aspirin terutama bekerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin.
Universitas Sumatera Utara
21
Tidak seperti aspirin, obat-obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang
reversibel. Selektivitas terhadap COX I dan COX II, bervariasi dan tak lengkap.
Misalnya aspirin, indometasin, piroksikam dan sulindak dianggap lebih efektif
menghambat COX I, metabolit aktif nabumeton sedikit lebih selektif terhadap
COX II. Dari obat AINS yang tersedia, indomethacin dan diklofenak dapat
mengurangi sintesis baik prostaglandin maupun leukotrin (Katzung, 2009). Obat-
obat antiinflamasi non steroid adalah ibuproven, indomethacin, ketorolak,
naporekson dan sebagainya.
Indomethacin
Indomethacin merupakan derivat indol asam asetat. Obat ini sudah dikenal
sejak 1963 untuk pengobatan arthritis remathoid dan sejenisnya. Indomethacin
memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding
dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indomethacin memiliki efek analgesik
perifer maupun sentral. In vitro indomethacin menghambat enzim
siklooksigenase.
Obat ini merupakan penghambat sintesis prostaglandin terkuat dan diabsorpsi
dengan baik setelah pemberian oral dan sebagian besar terikat dengan protein
plasma (Katzung, 2009).
Indomethacin dipilih sebagai kontrol positif sebagai obat antiinflamasi
untuk dibandingkan efeknya terhadap ekstrak metanol dan n-heksan dari daun
pepaya. Hal ini disebabkan karena indomethacin telah mempunyai profil
farmakologi yang lengkap, dan telah sering digunakan sebagai standar dalam
penelitian-penelitian untuk menguji efek antiinflamasi suatu zat.
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.3. Struktur Molekul Indomethacin
Absorbsi dari usus baik dan cepat, secara rektal sangat tergantung dari basis
suppositoria yang digunakan.Kira-kira 92-99% Indomethacin terikat protein
plasma. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam. Ekskresi berlangsung separuh
sebagai glukoronida dengan kemih, separuh dengan tinja.
Efek-efek samping indomethacin tergantung dosis, antara lain gangguan
lambung dan usus, perdarahan akut (juga pada perdarahan rektal), dan efek
ulcerogen, begitu pula efek-efek terhadap susunan saraf pusat dengan nyeri
kepala, pusing, tremor, dan depresi.
2.6. Karagenan
Karagenan merupakan sulfat polisakarida bermolekul besar sebagai induktor
inflamasi yang bekerja dengan cara Lipopolysaccharide (LPS)-induced
Macrophage Activation.
Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya inflamasi antara
lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin
sulfat, lamda karagenan 1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak
kaki tikus.
Pemilihan karagenan sebagai penginduksi radang dipilih karena memiliki
beberapa keuntungan yaitu: tidak meninggalkan bekas, dapat digunakan dalam
pengujian antiinflamasi pada keadaaan akut, tidak menimbulkan kerusakan
Universitas Sumatera Utara
23
jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi
dibanding senyawa iritan lainnya.
Karagenan memiliki beberapa tipe, yaitu lambda (λ) karagenan, iota (i) karagenan
dan kappa (k) karagenan. Lambda (λ) karagenin dibandingkan dengan jenis
karagenin yang lain, menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik
dan tidak keras .
Winter,1983 pertama sekali memakai karagenan sebagai zat penginduksi
radang untuk pengujian antiinflamasi, dimana karagenan bekerja menurut prinsip
‘log dose-response’, sehingga dapat dilakukan uji antiinflamasi dengan
menggunakan sedikit sampel dan dalam waktu beberapa jam saja.
Urutan peristiwa pada inflamasi akibat karagenan pada kaki (cakar) tikus
adalah sebagai berikut: karagenan yang merupakan suatu lipopolisakarida akan
menyebabkan teraktivasinya makrofag, selanjutnya mediator yang pertama-tama
dilepaskan yaitu yaitu histamin dan serotonin, diikuti oleh fase kedua, yaitu
pelepasan kinin yang mempertahankan peningkatan kepermeabelan pembuluh
darah. Hal kemidian diikuti oleh fase ketiga, yaitu pelepasan prostaglandin yang
bersamaan dengan migrasi leukosit ke lokasi radang. Zat antiradang nonsteroid
menekan migrasi ini. Pengaktifan dan pelepasan semua mediator yang telah
disebutkan di atas, tergantung pada sistem komplemen yang utuh. (Hamor,
G.H.1996, Zheng et al., 2012)
Karagenan diketahui menginduksi inflamasi berdasarkan rheumatological
models, secara molecular karagenan menginduksi produksi Interleukin 8 yang
berfungsi mengaktifkan Natural killer (NK) yang meningkatkan pelepasan Tumor
Universitas Sumatera Utara
24
Necrosis Factor -alpha (TNF-α), yang selanjutnya akan menarik neutrofil ke
tempat cedera. (Borthakur, 2006)
Karagenan akan meningkatkan akumulasi leukosit yang akan
meningkatkan kadar leukosit dan proses ini dihambat oleh Indomethacin. (Zheng
et al., 2012)
Universitas Sumatera Utara