infestasi pinjal dan infeksi dipylidium caninum pada ... · (pinjal manusia) dan . xenopsylla...

27
INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA KUCING LIAR DI KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA AULIA SYIFAK BASHOFI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: vuongthuy

Post on 19-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA

KUCING LIAR DI KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DRAMAGA

AULIA SYIFAK BASHOFI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada
Page 3: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infestasi Pinjal dan

Infeksi Dipylidium caninum pada Kucing Liar di Kampus Institut Pertanian Bogor

adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Aulia Syifak Bashofi

NIM B04090106

Page 4: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

ABSTRAK

AULIA SYIFAK BASHOFI. Infestasi Pinjal dan Infeksi Dipylidium caninum

pada Kucing Liar Di Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga. Dibimbing oleh

SUSI SOVIANA dan YUSUF RIDWAN.

Penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi infestasi pinjal dan infeksi

Dipylidium caninum pada kucing liar di Institut Pertanian Bogor Dramaga. Total

30 kucing dikumpulkan dari beberapa tempat yang sering ditemukan di IPB

Dramaga. Kucing liar dikumpulkan secara purposif yang menunjukan pruritus

dan alopecia. Seluruh tubuh kucing dibedaki dengan bedak gamexan, setelah itu

pinjal dikoleksi secara manual dan diperiksa secara mikroskopis. D. caninum

diperiksa dari 30 sampel feses kucing liar menggunakan metode McMaster,

metode pengapungan, dan melihat keberadaan proglotid. Identifikasi pinjal

dilakukan di laboratorium Entomologi, sementara feses diperiksa di laboratorium

Helmintologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Hasil

identifikasi menunjukan hanya satu spesies pinjal yaitu Ctenocephalides felis,

sementara D. caninum tidak ditemukan. Dua puluh satu kucing (70%) dari 30

terinfestasi pinjal dengan rata- rata kepadatan pinjal per kucing yaitu 3.8±1.9.

Kata kunci: Ctenocephalides felis, Dipylidium caninum, Prevalensi, kucing liar.

ABSTRACT

AULIA SYIFAK BASHOFI. Flea Infestation and Dipylidium caninum infection

on Stray Cat in Bogor Agricultural University Campus Dramaga. Supervised by

SUSI SOVIANA and YUSUF RIDWAN.

This study was conducted to investigate flea infestation and Dipylidium

caninum infection on stray cat in Bogor Agricultural University Dramaga. The

totals of 30 stray cats were collected from various places which found commonly

in Bogor Agricultural University Dramaga. The stray cats were collected

purposifelly which showed pruritus and alopecia. The whole body of cat

powdered by gamexan powder, after that the fleas were collected by manual and

examined microscopically. The D. caninum were examined from 30 fecal samples

of stray cats used McMaster methode, flotation methode and observed by

existence of proglotids. Fleas identification were conducted in Laboratory

Entomology, while fecals were examined in Laboratory Helminthology, Faculty of

Veterinary Medicine Bogor Agricultural University. The identification showed

that was only one spesies of flea namely Ctenocephalides felis, while D. caninum

were not found. Twenty one (70%) from thirty cats were infestated by the flea with

density average of fleas per cat was 3.8±1.9.

Keywords: Ctenocephalides felis, Dipylidium caninum, Prevalence, Stray cat.

Page 5: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA

KUCING LIAR DI KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DRAMAGA

AULIA SYIFAK BASHOFI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada
Page 7: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

Judul Skripsi : Infestasi Pinjal dan Infeksi Dipylidium caninum pada Kucing Liar

Di Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga.

Nama : Aulia Syifak Bashofi

NIM : B04090106

Disetujui oleh

Dr drh Susi Soviana, MSi

Pembimbing I

Dr drh Yusuf Ridwan, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Tanggal Lulus:

Page 8: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian

dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai Januari 2013 dengan judul

Infestasi Pinjal dan Infeksi Dipylidium caninum pada Kucing Liar di Kampus

Institut Pertanian Bogor Dramaga.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr drh Susi Soviana,

MSi dan Bapak Dr drh Yusuf Ridwan, MSi selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi saran positif kepada penulis

selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada drh Chaerul Basri, M.Epid selaku dosen pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Penulis juga

mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Eman, dan Bapak Heri yang

telah banyak membantu dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang

sebesar-besarnya disampaikan kepada Ayah (Shofi’i), Ibu (Siti Rohma), Kakak,

Adik, dan seluruh keluarga tercinta serta teman-teman, atas segala do’a dan kasih

sayangnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

Aulia Syifak Bashofi

Page 9: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karakteristik Kucing 2

Pinjal 2

Dipylidium caninum 5

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Lokasi Penelitian 6

Rancangan Studi 6

Prosedur Penelitian 6

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Jenis Pinjal yang Ditemukan 9

Prevalensi dan Derajat Infestasi Pinjal 11

Prevalensi Dipylidium caninum 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 17

Page 10: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan jumlah pinjal jantan dan betina 9 2 Hubungan derajat infestasi, gejala klinis, dan jenis kelamin inang 11

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi pinjal 3

2 Telur D. caninum dan Proglotid pada feses 5

3 Morfologi kepala pinjal Ctenocephalides felis, tibia bagian tungkai

belakang, aedeagus pada pinjal jantan ,dan kantung spermateka pada

pinjal betina. 10

Page 11: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

1

PENDAHULUAN

Kucing yang hidup liar sering dijumpai di sekitar lingkungan manusia di

antaranya tempat makan, pemukiman, dan tempat pembuangan sampah termasuk

di lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kucing yang berkeliaran di kampus

IPB Dramaga sering dijumpai dalam kondisi kurus dan kotor. Kondisi kucing

yang hidup secara bebas sekaligus kotor memudahkan berbagai jenis penyakit di

antaranya Flea Allergic Dermatitis (FAD) dan Dipylidiasis berkembang di

lingkungan kampus IPB Dramaga.

FAD merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan pinjal (ordo

Siphonaptera) dengan gejala klinis pruritus dan papula di kulit (Lane et al. 2008).

Menurut Hadi dan Soviana (2010) beberapa pinjal utama yang menimbulkan

masalah di Indonesia adalah Pulex irritans, Ctenocephalides felis,

Ctenocephalides canis, dan Xenopsylla cheopis. Pinjal selain menyebabkan

gangguan pada kucing juga mengganggu manusia. Chin et al. (2010) melaporkan

enam mahasiswa laki-laki di Kuala Lumpur terinfestasi C. felis dengan gejala

klinis berupa pruritus dan maculopapular. Selain dapat menyebabkan gangguan

secara langsung, pinjal juga berperan sebagai inang antara cacing pita Dipyllidium

caninum (Gupta et al. 2008).

Infeksi D. caninum pada inang definitif dikenal sebagai penyakit

Dipylidiasis. Hal tersebut dapat terjadi karena inang definitif menelan inang antara

yang mengandung larva D. caninum (Bowman et al.2002). Dipylidiasis termasuk

dalam metazoonosis yaitu penyakit zoonosa yang ditransmisikan dari invertebrata

ke vertebrata (Lane et al. 2008). Adam et al. (2012) melaporkan kejadian

Dipylidisis pada laki-laki karena tidak sengaja menelan pinjal mengandung larva

D. caninum yang berada pada anjing dan kucing disekitarnya. Dipylidiasis pada

kucing biasanya tidak menunjukkan gejala klinis, namun proglotid dapat

ditemukan pada fesesnya (BARK 2010).

Penelitian tentang infestasi pinjal dan infeksi D. caninum pada kucing liar

jarang dilakukan di Indonesia. Laporan mengenai prevalensi dan penyebaran

parasit dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan tindakan

penanggulangan dan pengendalian penyakit parasitik. Mengingat potensi pinjal

dan cacing D. caninum sebagai agen zoonotik, maka perlu dilakukan penelitian

untuk mengetahui keberadaanya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis pinjal dan

mengetahui keberadaan cacing D. caninum pada kucing liar di lingkungan kampus

IPB Dramaga.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keragaman jenis

ektoparasit khususnya pinjal yang menyebabkan FAD dan perannya sebagai inang

antara D. caninum pada kucing liar di lingkungan kampus IPB Dramaga, sehingga

Page 12: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

2

dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengendalian yang tepat. Penelitian ini

juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat di lingkungan

kampus IPB Dramaga tentang bahaya penyakit zoonosa yang dapat ditularkan

kucing.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Kucing

Kucing merupakan satwa karnivora yang telah didomestikasi dan menjadi

salah satu hewan kesayangan manusia. Klasifikasi kucing menurut Linnaeus

(1758) dalam Ereshefsky (2000) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Carnivora

Famili : Felidae

Genus : Felis

Spesies : Felis domestica

Hubungan kucing dan manusia bersifat saling menguntungkan (simbiosis)

yaitu kucing mendapatkan ketersediaan makanan, sedangkan manusia

memperoleh pengendali rodensial dan teman (Meadows dan Flint 2006). Kucing

juga berperan sebagai inang penyebar penyakit. Menurut Blaszkowska et al.

(2013) kucing liar merupakan salah satu sumber utama pencemaran telur parasit

zoonotik di lingkungan.

Pinjal

Klasifikasi

Pinjal merupakan ektoparasit yang hidup di permukaan tubuh inang

(Sucipto 2011). Menurut Hadi dan Soviana (2006) pinjal bersifat semi obligat

karena sebagian hidupnya berada di tubuh inang. Pinjal termasuk ke dalam filum

Arthropoda, kelas Insecta, dan ordo Siphonaptera. Di Indonesia famili yang ada

antara lain Pulicidae, Ishcnopyllidae, Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae,

Ceratophyllide, dan Leptosyllidae. Hanya dua famili yang penting dalam dunia

kedokteran hewan yaitu Ceratophyllidae dan Pulicidae (Wall dan Shearer 2001).

Ceratophyllidae merupakan famili besar yang terdiri atas 80 spesies parasit

burung dan 420 lebih parasit hewan pengerat (Taylor et al. 2007). Famili

Pulicidae memiliki beberapa genus penting karena perannya dapat menimbulkan

masalah di Indonesia yaitu Ctenocephalides (pinjal kucing dan anjing),

Echinophaga (pinjal ayam), Pulex (pinjal manusia) dan Xenopsylla (pinjal tikus)

(Hadi dan Soviana 2010).

Page 13: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

3

Morfologi

Bentuk morfologi pinjal dewasa berbeda dibandingkan dengan bentuk

serangga lainnya yaitu pipih bilateral. Bentuk tubuh dewasa memiliki panjang satu

sampai enam milimeter dan biasanya ukuran betina lebih besar dibandingkan

jantan (Wall dan Shearer 2001). Seperti serangga pada umumnya, tubuh pinjal

terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Kepala pinjal memiliki lekuk yang berfungsi menyimpan antena bersegmen

(Levine 1990). Menurut Hadi dan Soviana (2010) terdapat tiga segmen antena

pada lekuk. Pinjal memiliki mata sederhana di depan antena. Bagian ventral

anterior kepala memiliki bagian yang dikenal sebagai gena. Gena memiliki duri

berjajajar seperti sisir yang dinamakan sisir gena (genal ctenidium). Bagian

ventral kepala juga memiliki sepasang lobus maxillary yang luas dikenal sebagai

stipes, dilengkapi dengan bantalan palps maxillary yang panjang. Mulut pinjal

memiliki struktur berlapis, yang terdiri atas sepasang laciniae beralur halus,

berfungsi untuk menusuk kulit inang. Mulut pinjal juga dilengkapi dengan

epiharynx labrum yang berfungsi menusuk ke kapiler darah inang, sehingga darah

mengalir ke saluran pencernaan pinjal (Wall dan Shearer 2001).

Toraks memiliki tiga segmen yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks.

Beberapa genus pinjal memiliki sebaris duri yang kuat di bagian belakang

protoraks yang dinamakan sisir pronotal (pronotal ctenidium) (Wall danShearer

2001). Keberadaan Ctenidium berguna dalam mengidentifikasi jenis pinjal. Pada

segmen terakhir, metatoraks berkembang sangat baik untuk menunjang tungkai

belakang sebagai pendorong saat melompat (Levine 1990).

Abdomen pinjal terbagi menjadi sepuluh segmen. Pinjal betina mempunyai

organ yang disebut spermateka, berfungsi menyimpan sperma, dan berbentuk

seperti kantung terletak di antara segmen enam sampai delapan (Hadi dan Soviana

2010). Di lokasi yang sama pada pinjal jantan terdapat organ yang disebut

aedeagus atau penis berkhitin berbentuk seperti per melingkar. Bagian dorsal pada

segmen terakhir abdomen dijumpai lempeng Sensilium atau Pygidium dengan

ditumbuhi rambut sensoris yang fungsinya belum diketahui (Wall dan

Shearer2001).

Gambar 1 Morfologi pinjal (Wall dan Shearer 2001)

Page 14: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

4

Siklus Hidup

Pinjal mengalami metamorfosis sempurna (holometabolous) yaitu telur,

larva, pupa dan dewasa. Pada kondisi ideal seluruh tahapan siklus tersebut bisa

dicapai dalam waktu dua sampai tiga minggu (Hadi dan Soviana 2010). Menurut

Wall dan Shearer (2001) siklus dapat berkisar enam sampai 12 bulan. Panjang

waktu siklus hidup tergantung pada kondisi lingkungan, khususnya suhu dan

kelembaban saat tahap larva dan pupa (Urquhart et al. 1996)

Levine (1990) menyatakan pinjal betina bertelur tiga sampai 18 butir telur

setiap harinya. Pinjal betina biasanya bertelur di tubuh inang kemudian telur

tersebut akan jatuh. Pada kondisi ideal larva akan muncul setelah dua sampai 6

hari (Wall dan Shearer 2001).

Larva pinjal akan memakan sisa protein organik seperti rambut, bulu, dan

kotoran pinjal dewasa. Larva hidup sesuai dengan tempat peristirahatan sehari-

hari inang definitifnya seperti sarang, tempat persembuyian di lantai, reruntuhan

gudang, padang-padang rumput dan tempat sampah (Levine 1990). Larva akan

mengalami dua sampai tiga kali pergantian kulit instar menjadi pupa yang

terbungkus kokon setelah 10 sampai 21 hari (Hadi dan Soviana 2010). Tahap

pupa sangat bergantung pada suhu lingkungan, meskipun sedikit bergantung pada

kelembaban yang tinggi dibandingkan tahap sebelumnya. Setelah muncul kutikula

pada kokon, pinjal dewasa biasanya tetap di dalam kokon sampai mendapat

rangsangan suhu atau rangsangan lain yang disebabkan oleh inang. Pinjal yang

sudah mendapatkan inang akan mengisap darah inang sebelum melakukan

perkawinan (Wall dan Shearer 2001).

Berbagai Jenis Pinjal pada Kucing

Kucing umumnya terinfeksi C. canis dan C. felis (Levine 1990). Pada

kucing juga dapat ditemukan Spilopsyllus cuniculi, Echidnophaga gallinacea,

Pulex irritans dan Ceratophyllus spp. (Wall dan Shearer 2001). C. felis (pinjal

kucing) merupakan parasit umum karnivora. C. felis memiliki bagian depan

kepala miring dan memanjang yang merupakan ciri khas dari pinjal kucing. C.

canis (pinjal anjing) secara morfologi mirip seperti dengan C. felis, walaupun

demikian tidak dapat mengadakan perkawinan karena keduanya merupakan

spesies yang berbeda. C. canis mempunyai bentuk dahi yang lebih tinggi

dibandingkan C. felis. Spilopsyllus cuniculi merupakan pinjal yang biasanya

dijumpai pada kelinci. S. cuniculi memiliki tempat predileksi di dalam telinga

(Taylor et al. 2007). Echidnophaga gallinacea merupakan pinjal yang biasanya

dijumpai pada unggas. E. gallinacea bersifat menggali ke dalam kulit terutama

bagian kepala inang sehingga sulit untuk dihilangkan (Smit 1957). Pulex irritans

merupakan pinjal yang biasanya dijumpai pada manusia. Ceratophyllus spp.

merupakan famili Ceratophyllidae yang sebagian besar tersebar di daerah

holacrtic. Beberapa spesies Ceratophyllus spp. yang memiliki peran penting

dalam dunia kedokteran hewan yaitu Ceratophyllus niger dan Ceratophyllus

gallinae.

Permasalahan Akibat Infestasi Pinjal

Secara langsung pinjal dapat menggigit inangnya. Efek gigitan pinjal

bergantung dari kepekaan korbannya. Ektoparasit ini mengisap darah inangnya,

sehingga dalam jumlah banyak dapat menyebabkan anemia. Bersamaan dengan

Page 15: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

5

mengisap darah, pinjal juga menyuntikkan saliva sehingga mengiritasi inangnya.

Reaksi hipersensitif tersebut dikenal sebagai FAD (Noli 2009). Dermatitis dapat

diperparah dengan infeksi sekunder yang berlanjut menjadi alopecia (kebotakan)

(Sucipto 2011). Selain gangguan langsung, pinjal juga berperan secara tidak

langsung dalam penularan beberapa penyakit berbahaya bagi manusia dan hewan.

Beberapa pinjal berperan sebagai inang antara D. caninum, selain itu juga sebagai

vektor virus dan bakteri (Wall dan Shearer 2001).

Dipylidium caninum

Dipylidium caninum merupakan anggota kelas Cestoda, ordo

Cyclophylidea, famili Dipylididae, genus Dipylidium (Ballweber 2001). Cacing

D. caninum diketahui membutuhkan pinjal sebagai inang antara dalam siklus

hidupnya (Wall dan Shearer 2001). Telur cacing D. caninum keluar bersama feses

inang vertebrata, selanjutnya termakan oleh larva pinjal bersama sisa-sisa organik.

Telur akan berkembang mencapai stadium larva sebagai cysticercoid di rongga

tubuh pinjal. Ketika inang vertebrata (kucing) melakukan kegiatan grooming

biasanya akan menelan pinjal yang berada ditubuhnya. Akhirnya, cysticercoid

berkembang dalam tubuh inang vertebrata menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa

berpredileksi di usus halus dan dalam jumlah besar akan menyebabkan gangguan.

Infeksi berat pada hewan muda umumnya muncul gejala klinis yang tidak spesifik

seperti konstipasi dan diare (Bowman et al. 2002). Manusia juga bisa terinfeksi D.

caninum dan menimbulkan gejala klinis berupa sakit perut, mual, dan muntah

(Adam et al. 2012).

Tubuh cacing D.caninum terdiri atas kepala, leher dan strobila (Ballweber

2001). Kepala cacing pita dilengkapi bothridia, bothria, atau scolex yang

berfungsi untuk menempel pada dinding usus. Scolex dilengkapi dengan empat

sucker (otot pengisap). Bagian anterior scolex terdapat organ disebut rostellum

yang dilengkapi kait. Cacing D. caninum memiliki ciri khas berbentuk segmen

yang dikenal sebagai proglotid, terdiri atas organ reproduksi baik jantan maupun

betina dan berisi telur (Bowman et al. 2002). Kumpulan beberapa proglotid yang

memanjang dikenal sebagai strobila. Kapsul telur cacing D. caninum

mengandung beberapa embrio yang akan dikeluarkan dari inang definitif ketika

proglotid masih saling melekat (Gambar 2a), namun kumpulan beberapa kapsul

telur juga dapat dikeluarkan dalam bentuk proglotid (Gambar 2b).

Gambar 2 Telur D. caninum (2a) dan Proglotid pada feses (2b) (ESCCAP

2010)

a b

Page 16: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

6

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2012 sampai Januari 2013.

Sampel kucing diambil di kampus IPB Dramaga. Pemeriksaan pinjal dilakukan di

Laboratorium Entomologi dan pemeriksaan sampel feses di laboratorium

Helmintologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Lokasi Penelitian

Lokasi dilakukannya penelitian ini berada di kampus IPB Dramaga.

Kawasan kampus IPB Dramaga memiliki luas 297 Ha. Letak geografis antara 6°

30’-6° 45’ LS,dan 106° 45’ BT. Ketinggian tempat antara 145-400 m dpl

(tergolong dataran rendah). Suhu rata-rata/ tahun 25-33 °C, kelembaban nisbi rata-

rata 80-86% dan lama penyinaran matahari 58.9%. Berdasarkan kasifikasi

Schmidt dan Ferguson lingkungan IPB termasuk ke dalam kawasan beriklim

tropis basah dengan curah hujan yang tinggi (Yusmur 2003).

Rancangan Studi

Lokasi pengambilan kucing dipilih secara purposif berdasarkan

pertimbangan bahwa lokasi tersebut sering ditemukan kucing di lingkungan

kampus IPB Dramaga. Lokasi yang dipilih diantaranya: asrama, perumahan

dosen, kantin yellow corner, kantin blue corner, kantin red corner, tempat

pembuangan sampah Graha Widya Wisuda (GWW), tempat pembuangan sampah

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dan tempat pembuangan sampah asrama.

Penelitian ini menggunakan sampel kucing yang diambil dari 30 kucing dengan

gejala klinis (Alopecia dan pruritus). Kucing yang ditangkap kemudian dilakukan

observasi untuk melihat adanya infestasi pinjal. Koleksi pinjal dilakukan secara

manual. Keberadaan telur D. caninum dalam feses dideteksi dengan melihat

langsung proglotid dan menggunakan metode McMaster (modifikasi metode

pengapungan).

Prosedur Penelitian

Menentukan ukuran sampel kucing

Penarikan sampel mengacu pada prevalensi Dipylidiasis pada kucing liar di

Kuala Lumpur sebesar 11.6% (Zain dan Sahimin 2010), dengan koefisien

kepercayaan yang diambil 90%. Penarikan sampel dihitung menggunakan rumus

Sudjana (2006):

Page 17: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

7

n > π 1 − π Z

1

b

2

keterangan :

n = sampel yang dibutuhkan

= prevalensi kejadian yang pernah dilaporkan

Z 1/2 γ= koefisien kepercayaan

b = tingkat kesalahan

perhitungan :

n > 0.116 0.884 1.280.1 2

n > 16.8

sampel paling sedikit terdiri atas 17 kucing.

Penangkapan kucing

Kucing ditangkap secara manual dan dibawa menggunakan keranjang.

Kucing dikandangkan dan diberi pakan sampai kucing melakukan defekasi.

Selama menunggu kucing defekasi dilakukan pengambilan pinjal. Sebelum

dilepaskan kembali, kucing diberi tanda menggunakan pewarna rambut dengan

kandungan henna (lawsonia inermis) pada bagian kepalanya untuk menghindari

pengambilan sampel berulang.

Koleksi feses dan pinjal kucing

Feses kucing dikumpulkan dalam kantong plastik dan dipisahkan

berdasarkan individu kucing. Kantong plastik diberi keterangan berupa nomer

kucing dan tempat penangkapan. Feses disimpan dalam kotak berisi es. Koleksi

pinjal dilakukan dengan terlebih dahulu menaburi seluruh tubuh kucing dengan

gamexan untuk membunuh pinjal. Pengambilan pinjal dilakukan secara manual

menggunakan sisir pada seluruh tubuh kucing. Pinjal yang berjatuhan

dikumpulkan ke dalam vial berisi akohol 70%, dipisahkan berdasarkan individu

kucing dan diberi keterangan.

Pemeriksaan feses

Pemeriksaan keberadaan cacing D. caninum dengan melihat langsung

keberadaan proglotid pada feses dan pemeriksaan feses di laboratorium dengan

metode McMaster (Taylor et al. 2007). Metode McMaster digunakan untuk

melihat keberadaan telur sekaligus menghitung jumlah telur. Prinsip kerja dari

metode ini merupakan modifikasi metode pengapungan. Sampel feses ditimbang

seberat dua gram menggunakan alat timbang digital, selanjutnya dimasukkan ke

dalam gelas plastik. Sampel feses ditambahkan larutan gula-garam jenuh dengan

berat jenis 1.28 sebanyak 58 mL kemudian dihomogenkan, dan disaring

menggunakan saringan teh sebanyak tiga kali. Larutan dimasukkan kedalam

kamar hitung McMaster dan ditunggu lima menit supaya telur mengapung. Kamar

hitung McMaster diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 kali.

Jumlah telur tiap gram per tinja (TTGT) diperoleh dengan rumus Soulsby (1982)

sebagai berikut :

Page 18: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

8

TTGT= Jumlah telur cacing dalam kamar hitung

Berat feses (gram) x

Volume total sampel (mL)

Volume Kamar hitung (mL)

Apabila pada pemeriksaan menggunakan metode McMaster dinyatakan nol,

maka dilanjutkan dengan metode pengapungan untuk memastikan tidak ada telur.

Sampel feses yang telah ditambahkan larutan gula-garam jenuh pada metode

McMaster dituang ke dalam tabung reaksi sampai penuh dan terbentuk miniskus

pada puncaknya. Cover glass diletakkan pada ujung tabung reaksi dan dibiarkan

selama 10 menit. Cover glass diambil dan diletakkan pada object glass kemudian

diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali.

Identifikasi pinjal

Preservasi pinjal sebagai sediaan preparat kaca menggunakan metode

Ashadi dan Partosoejono (1992) dalam Hadi dan Soviana (2010). Pinjal yang

telah diperoleh dimasukan ke dalam KOH 10% pada suhu kamar selama empat

sampai lima hari untuk menipiskan lapisan khitin. Penipisan khitin juga dapat

dipercepat dengan pemanasan. Khitin pinjal yang telah tipis dicuci menggunakan

air tiga sampai empat kali. Bagian abdomen pinjal yang menggembung dapat

ditusuk dengan jarum halus supaya cairan dalam abdomennya keluar. Pengeringan

pinjal dilakukan dengan dehidratasi ke dalam alkohol dengan konsentrasi

bertingkat yaitu 70%, 85% dan 95% masing-masing 10 menit. Pinjal

terdehidratasi direndam dalam minyak cengkeh selama 15 sampai 30 menit untuk

clearing. Pinjal yang telah jernih direndam dalam xylol dua sampai tiga kali

supaya tidak kaku.

Pinjal yang telah diproses diletakkan di atas object glass yang sebelumnya

telah diberi satu sampai dua tetes Canada balsam sebagai mounting. Object glass

ditutup dengan cover glass selanjutnya dikeringkan dalam slide warmer dengan

suhu 37 sampai 40 °C selama empat sampai lima hari. Identifikasi pinjal

dilakukan di bawah mikroskop dengan kunci identifikasi Wall dan Shearer (2001).

Analisis Data

Analisis data infestasi pinjal dan infeksi D. caninum dilakukan secara

deskriptif dari hasil identifikasi. Data infestasi pinjal yang diperoleh setiap kucing

dikategorikan berdasarkan tingkat keparahan yang terbagi atas: (I) ringan, dengan

jumlah 1 sampai 5 pinjal, (II) sedang, dengan jumlah 6 sampai 20 pinjal, (III)

parah, dengan jumlah lebih dari 20 pinjal (Genchi 2000). Analisis statistik untuk

mengetahui hubungan jenis kelamin kucing terhadap derajat infestasi pinjal

menggunakan uji chi-square. Pengujian statistik tersebut menggunakan software

SPSS 17.0.

Page 19: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Pinjal yang Ditemukan

Pengamatan di bawah mikroskop dengan kunci identifikasi Wall dan

Shearer (2001) menunjukan bentuk anatomi C. felis yaitu memiliki sisir pronotal

dan sisir gena. Sisir gena terdiri atas delapan atau sembilan duri yang tersusun

secara horisontal (Gambar 3a). Bagian depan kepala memiliki bentuk miring dan

memanjang (Gambar 3a). Tibia bagian tungkai belakang memiliki enam bantalan

seta (Gambar 3b). Smit (1957) melaporkan pada duri pertama pada sisir gena

ukurannya lebih pendek dibandingkan duri kedua. Organ yang membedakan

pinjal betina yaitu terdapat spermateka untuk menyimpan sperma sementara,

berbentuk seperti kantung terletak di antara segmen enam sampai delapan bagian

abdomen (Gambar 3d). Pinjal jantan pada segmen yang sama memiliki organ

dinamakan aedeagus atau penis berkhitin berbentuk seperti per melingkar, ditunjukan pada Gambar 3c (Hadi dan Soviana 2010).

Kucing umumnya terinfestasi C. canis dan C. felis (Levine 1990), namun

menurut Wall dan Shearer (2001) pada kucing juga dapat ditemukan pinjal spesies

lain di antaranya Spilopsyllus cuniculi, Echidnophaga gallinacea, Pulex irritans

dan Ceratophyllus spp. Hasil identifikasi semua jenis pinjal yang menginfestasi

kucing liar kampus IPB Dramaga adalah C. felis. Hal ini sama dengan Susanti

(2001) bahwa pinjal yang menginfestasi kucing di Bogor merupakan C. felis. Wall

dan Shearer (2001) menyatakan jenis pinjal C. felis merupakan jenis pinjal yang

paling umum ditemukan pada karnivora di seluruh dunia. Salpeta (2011)

melaporkan bahwa di Australia 98.8% pinjal yang ditemukan pada anjing dan

kucing adalah C. felis.

Pinjal yang ditemukan terdiri atas C. felis betina 46.3% dan C. felis jantan

53.8% dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah pinjal jantan dan betina tidak terlalu

berbeda jauh. Hal yang sama dinyatakan oleh Krasnov et al. (2008) bahwa secara

umum jumlah pinjal jantan dewasa dan betina dewasa tidak berbeda secara

signifikan dari seluruh populasi pinjal yang ada pada inang. Hal tersebut

disebabkan secara umum pinjal dewasa tidak aktif mencari inang namun lebih

untuk menunggu inang yang mendekat. Pinjal memiliki kesempatan yang sama

ketika menginfestasi inang. Pinjal akan tetap diam sampai ada getaran, sinyal

suhu, atau kelembaban yang berubah sehingga memicu pinjal untuk melompat

menuju inang (Wall dan Shearer 2001).

Tabel 1 Perbandingan jumlah pinjal jantan dan betina

Jenis kelamin pinjal Jumlah Persentase (%) Rata-rata pinjal per ekor kucing

terinfestasi

Betina 37 46.3 2.1±1.9

Jantan 43 53.8 1.8±1.1

Total 80 100 3.8±1.9

Page 20: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

10

Gambar 3 Morfologi kepala pinjal C.felis (3a), tibia bagian tungkai belakang

(3b), aedeagus pada pinjal jantan dan kantung spermateka pada

pinjal betina (3d)

Prevalensi dan Derajat Infestasi Pinjal

Jumlah infestasi pinjal pada 21 dari 30 ekor kucing liar kampus IPB

Dramaga diperoleh 80 ekor pinjal. Prevalensi pinjal sebesar 70% dengan jumlah

rata-rata pinjal per kucing adalah 3.8±1.9 ekor pinjal. Prevalensi C. felis sangat

tinggi dan tidak ditemukan pinjal spesies lainnya. Tingginya prevalensi C. felis

pada kucing liar juga dilaporkan oleh Zain dan Sahimin (2010) di Kuala Lumpur

sebesar 55% dan Germinal et al. (2013) di Meksiko sebesar 53%. Tingginya

prevalensi ini bisa disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung bagi

perkembangan pinjal. Menurut Taylor et al. (2007), pinjal mampu bertahan dan

b

a

100 µm

c

d

Page 21: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

11

berkembang pada suhu 13 sampai 35 °C dengan kelembaban nisbi 50 sampai

92%. Derajat infestasi pinjal dapat dilihat pada Tabel 2, bahwa sebagian besar

derajat infestasi adalah ringan (53.3%), kemudian diikuti kucing tidak terinfestasi

(30.0%) dan sisanya infestasi sedang (16.6%). Prevalensi pinjal sangat tinggi,

akan tetapi derajat infestasinya sebagian besar ringan. Hal tersebut diduga akibat

faktor generasi pinjal sebelumnya terutama jumlah pinjal betinanya yang lebih

sedikit dibandingkan dengan pinjal jantan. Selain peran pinjal betina dalam

menghasilkan telur, pinjal betina juga berperan dalam memberi makan larva pinjal

dengan fesesnya. Hsu et al. (2002) melaporkan tingkat keberhasilan larva pinjal

mencapai dewasa, lima kali lebih besar apabila larva memakan feses pinjal betina

dan telur yang tidak menetas dibandingkan dengan feses jantan saja.

Pada Tabel 2 terlihat 30.0% kucing tidak ditemukan pinjal menunjukan

adanya gejala klinis. Hal tersebut diduga gejala klinis bukan disebabkan pinjal

namun penyebab lain. Noli (2009) menyatakan bahwa dermatitis akibat alergi

juga bisa disebabkan oleh alergi makanan dan dermatitis atopik. Infeksi sekunder

yang terlihat umumnya kerontokan rambut (alopecia) sehingga secara

makroskopis gejala klinis yang terlihat sulit untuk dibedakan dengan gejala klinis

akibat penyebab lain. Genchi (2000) melaporkan kucing dengan infestasi pinjal

sedang dan ringan memiliki gejala klinis alopecia dengan pruritus, sedangkan

kucing tanpa terinfestasi tidak menunjukan gejala klinis.

Perbedaan jenis kelamin inang juga dapat mempengaruhi derajat infestasi

pinjal yaitu hewan jantan akan lebih rentan terinfestasi dibandingkan betina

(Krasnov et al. 2008; Morand et al. 2004). Hal tersebut diakibatkan perbedaan

pergerakan dan kemampuan bertahan yang berbeda dari masing-masing inang.

Perbandingan kucing jantan dan kucing betina dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan derajat infestasi ringan, kucing jantan (62.5%) lebih tinggi

dibandingkan kucing betina (37.5%). Infestasi sedang juga didapatkan kucing

jantan lebih tinggi (60.0%) dibandingkan kucing betina (40.0%). Setelah

dilakukan perhitungan statistik menggunakan uji chi-square antara jumlah kucing

jantan dan betina pada derajat infestasi tidak berbeda nyata (p>0.05). Artinya,

tidak ada hubungan antara derajat infestasi pinjal dengan jenis kelamin kucing.

Hal tersebut diduga akibat pergerakan kucing jantan dan betina yang sama pada

saat mencari makanan. Kucing memiliki tingkah laku hidup secara soliter dan

menyebar ketika makanan sedikit (RED 2003).

Tabel 2 Hubungan derajat infestasi, gejala klinis, dan jenis kelamin inang

Derajat

Infestasi

Gejala

klinis

Total kucing Kucing

jantan

Kucing

betina Uji chi-square

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pearson

chi-

square

Nilai-

p

Tidak

terinfestasi + 9 30.0 4 44.4 5 55.6

0.792 0.673 Ringan + 16 53.3 10 62.5 6 37.5

Sedang + 5 16.7 3 60.0 2 40.0 Gejala klinis +/- = terdapat/ tidak ada gejala klinis, % = persentase

Page 22: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

12

Prevalensi D. caninum

C. felis diketahui berperan sebagai inang antara dari D. caninum (Wall dan

Shearer 2001). Infeksi D. caninum tersebar di seluruh dunia dan umum terjadi

pada kucing (Taylor et al. 2007). Prevalensi cacing D. caninum pada kucing di

setiap wilayah berbeda-beda. Prevalensi cacing D. caninum pada penelitian ini

menunjukan hasil nol. Hasil ini berbeda dengan penelitian kucing liar di Meksiko

bahwa terjadi prevalensi D. caninum 36% yang berkorelasi dengan prevalensi C.

felis 53% (Germinal et al. 2013). Hal yang berbeda juga dilaporkan Zain dan

Sahimin (2010) di Kuala Lumpur terjadi prevalensi D. caninum 11.6% yang

berkorelasi dengan prevalensi C. felis 55%.

Tingkat prevalensi cacing D. caninum seperti penyakit pada umumnya,

dipengaruhi oleh lingkungan, agen, dan inang. Pada penelitian ini kondisi

lingkungan IPB memiliki suhu rata-rata/ tahun 25-33 °C (Yusmur 2003). Suhu

tersebut mendukung keberadaan cacing D. caninum seperti halnya negara

Meksiko dan Malaysia yang beriklim tropis. Telur cacing pita secara umum

mampu bertahan di lingkungan panas antara suhu 50 sampai 70 °C dan akan

hancur ketika suhu lebih dari 70 °C atau 100 °C (Gajadhar 2006). Eckert dan

Deplazes (2004) melaporkan bahwa telur cacing pita pada suhu 5 sampai 35 °C

mampu bertahan 161 sampai 28 hari. Pugh (1987) melaporkan bahwa telur cacing

D. caninum akan berkembang menjadi cysticercoid di tubuh pinjal pada suhu 30

sampai 32 °C. Kucing akan terinfeksi ketika menelan pinjal yang mengandung

larva D. caninum.

Kucing dengan infestasi pinjal yang tinggi umumnya merasa terganggu dan

mencoba untuk menghilangkan pinjal dengan cara menggaruk atau menjilat

sumber gangguan. Hinkle et al. (1998) melaporkan kucing mampu

menghilangkan 17.6% pinjal pada infestasi pinjal yang tinggi setiap harinya ketika

grooming. Derajat infestasi pinjal pada penelitian ini tergolong ringan sehingga

diduga tidak menimbulkan gangguan pada kucing. Oleh karena itu, peluang

kucing untuk menelan pinjal dan terinfeksi cacing D. caninum sangat kecil. Selain

grooming, prevalensi pinjal yang mengandung cysticercoid juga diduga sangat

kecil sehingga infeksi D. caninum tidak terjadi. Hinaidy (1991) melaporkan dari

9134 pinjal C. felis pada kucing hanya 2.3% positif terinfeksi cysticercoid D.

caninum.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tiga puluh ekor kucing liar kampus IPB Dramaga Bogor terinfestasi jenis

pinjal Ctenocepalides felis. Prevalensi infestasi pinjal 70% dengan derajat

infestasi sebagian besar ringan. Perbandingan prevalensi kejadian pada kucing

betina dan kucing jantan seimbang. Perbandingan C. felis betina dan C. felis

jantan yang menginfestasi kucing seimbang. Prevalensi D. caninum diperoleh 0%.

Page 23: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

13

Saran

Perlunya pendalaman penelitian dengan melakukan bedah pinjal untuk

mengetahui prevalensi cysticercoid dalam tubuh pinjal.

DAFTAR PUSTAKA

Adam AA, Saeed OM, Ibrahim HM, Malik HYE, Ahmed ME. 2012. D. caninum

infection in a 41 year old sudanese man in Nyala, Suda: the first reported

case in Sudan in 2006. Neel Med J. 6(2):37-42.

[BARK] Banfield Applied Research & Knowledge Team. 2010. Flea Literature

Review. Tillamok (US): Banfield Pet Hospital.

Ballweber LR. 2001. Veterinary Parasitologi. United States of America (US):

Butterworth–Heinemann.

Blaszkowska J, Wojcik A, Kurnatowski P, Szwabe K. 2013. Geohelminth egg

contamination of children’s play areas in the city of Lodz (Poland). VetPar.

192:228-223. doi:10.1016/j.vetpar.2012.09.033.

Bowman DD, Hendrix HM, Lindsay DS, Barr SC. 2002. Feline Clinical

Parasitology. Ed k-1. Iowa (US): Iowa State Univ Pr.

Chin HC, Ahmad NW, Lim LH, Jeffery J, Hadi AA, Othman H, Omar B. 2010.

Infestation with the cat flea, Ctenocephalides felis felis (Siphonaptera:

Pulicidae) among students in Kuala Lumpur, Malaysia. Southeast Asian J

Trop Med. 41(6):1331-1334.

Eckert J, Deplazes P. 2004. Biological, epidemiological, and clinical aspects of

Echinococcosis, a zoonosis of increasing concern. Clin Microbiol Rev.

17(1):107. doi: 10.1128/CMR.17.1.107-135.2004.

[ESCCAP] European Scientific Counsel Companion Animal Parasites. 2010.

Worm Control in Dog and Cats. Ed k-1. Worcestershire (UK): ESCCAP.

Ereshefsky M. 2000. The Poverty of the Linnaean Hierarchy: A Phylosopycal

Study of Biological Taxonomy. Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr.

Gajadhar AA, Scandrett WB, Forbes LB. 2006. Overview of food and water borne

zoonotic parasites at the farm level. Rev Sci Tech Off Int Epiz. 25(2):595-

606.

Genchi C, Traldi G, Bianciardi P. 2000. Efficacy of imidacloprid on dogs and cats

with natural infestations of fleas, with special emphasis on flea

hypersensitivity. Vet Ther. 1(2):71-80.

Germinal JC, Roberto IG, Andrea M.O, Feliciano M, Juan M, Gabriela AT. 2013.

Prevalence of fleas and gastrointestinal parasites in free roaming cats in

Central Mexico. PLoS ONE. 8(4): e60744.doi:10.1371/journal.pone.-

0060744.

Gupta N, Gupta DK, Shalaby S. 2008. Parasitic zoonotic infections in Egypt and

India: an overview. JOPD. 32(1): 1-9.

Hadi UK, Soviana S. 2006. Hama Pemukiman Indonesia Pengenalan, Biologi dan

Pengendalian. Sigit SH, Hadi UK, editor. Bogor (ID): IPB Pr.

Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi, dan

Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr

Page 24: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

14

Hinaidy HK. 1991. A contribution on the biology of Dipylidium caninum. J

Vedmed. 38(1):329-336. doi:10.1111/j.1439-0450.1991.tb00879.x

Hinkle NC, Koehler PG, Patterson RS. 1998. Host grooming efficiency for

regulation of cat flea (Siphanaptera: Pulicidae) populations. J Med Entomol.

35(3): 266-269.

Hsu MH, Hsu YC, Wu WJ. 2002. Compsumption of flea faeces and eggs by

larvae of the cat flea, Ctenocephalides felis. Medvet Entomol. 16:445-447.

Krasnov BR, Shenbrot GI, Khokhlova IS, Hawlena H. Degen A. 2008. Sex ratio

in flea infrapopulations: number of fleas, host gender and host age do not

have an effect. Cambridge J. 135:1133–1141. doi:10.1017/S003118-

2008004551.

Lane DR, Guthrie S, Griffith S. 2008. Dictionary of Veterinary Nursing. Ed k-3.

London (GB): Butterworth–Heinemann.

Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. AsHadi G, penerjemah; Wardiarto,

editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari Parasitologi Veteriner.

Meadows G, Flint E. 2006. Buku Pegangan Bagi Pemilik Kucing. Sindoro A,

penerjemah; Saputra L, editor. Tanggerang (ID): Karisma Pr. Terjemahan

dari The Cat Owner’s Handbook.

Morand S, Gouy J, Stanko M, Miklisova D. 2004. Is sex biased ectoparasitism

related to sexual size dimorphism in small mammals of Central Europe.

Parasitology J. 129:505-510. doi:10.1017/S0031182004005840

Noli C. 2009. Flea allergy in cats clinical signs and diagnosis. EJCAP. 19:248-

253.

Pugh RE. 1987. Effects on the development of Dipylidium caninum and on the

host reaction to this parasite in the adult flea (Ctenocephatides felis felis).

Parasitology Research. 73(2): 171-177. doi: 10.1007/BF00536475

[RED] Redaksi Ensiklopedi Indonesia. 2003. Ensiklopedia Indonesia Buku

Petunjuk Anatomi. Jakarta (ID): Ikrar Mandiri Abadi Pr.

Salpeta J, King J, McDonell D, Malik R, Homer D, Hannan P, Emery D. 2011.

The cat flea (Ctenocephalides felis) is the dominant flea on domestic dogs

and cats in Australian veterinary practices. EBSCO. 180:3-4.

Smit FGAM. 1957, c2012. Handbooks for the Identification of British Insects.

London (GB): Royal Entomology Soc London.

Soulsby EJL. 1982. Helmint, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal.

Ed k-7. London (GB): Balliare tindal.

Sucipto CD. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta (ID): Penerbit Gosyen.

Sudjana. 2006. Metoda Statistika. Ed k-6. Bandung (ID): Tarsito Bandung Pr.

Susanti DM. 2001. Infestasi Pinjal C. felis (Siphonaptera:Pulicidae) pada Kucing

di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2007. Veterinary Parasitology. Ed k-3. Australia

(AU): Blackwell scientific.

Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jennings FW. 1996. Veterinary

Parasitology. Ed k-2. Australia (AU): Blackwell scientific.

Wall R, Shearer D. 2001. Veterinary Ectoparasites: Biology, Pathology and

Control. Ed k-2. Lowa (US): Iowa State Univ Pr.

Yusmur A. 2003. Basis data spasial agroklimatologi, studi kasus Kabupaten

Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Page 25: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

15

Zain SN, Sahimin N. 2010. Comparative study of the macroparasite communities

of stray cats from four urban cities in Peninsular Malaysia. Vetpar. doi:

10.1016/j.vetpar.2013.03.30.

Page 26: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis hubungan derajat infestasi pinjal dan jenis kelamin

kucing

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Derajat infestasi * jenis kelamin 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Derajat Infestasi * jenis kelamin Crosstabulation

jenis kelamin

Total kucing jantan kucing betina

Derajat

Infestasi

tidak terinfestasi Count 4 5 9

% within Derajat Infestasi 44.4% 55.6% 100.0%

Ringan Count 10 6 16

% within Derajat infestasi 62.5% 37.5% 100.0%

Sedang Count 3 2 5

% within Derajat Infestasi 60.0% 40.0% 100.0%

Total Count 17 13 30

% within Derajat Infestasi 56.7% 43.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square .792a 2 .673

Likelihood Ratio .788 2 .674

Linear-by-Linear Association .469 1 .493

N of Valid Cases 30

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 2.17.

Page 27: INFESTASI PINJAL DAN INFEKSI Dipylidium caninum PADA ... · (pinjal manusia) dan . Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi dan Soviana 2010). 3 . Morfologi . ... Di lokasi yang sama pada

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Malang pada tanggal 27 Agustus 1991 sebagai anak kedua

dari tiga bersaudara pasangan Shofi’i dan Siti Rohma. Penulis menyelesaikan

sekolah dasar di SD Negeri 01 Blayu Wajak Malang dan lulus Tahun 2003.

Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 01 Wajak Malang dan lulus

Tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Gondanglegi Malang

dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di UKM UKF tahun

2009/2011 sebagai anggota divisi eksitu, IMAKAHI sebagai anggota divisi

kominfo tahun 2010/2011, HIMPRO ruminansia sebagai divisi kominfo tahun

2010/2011 dan sebagai wakil ketua umum tahun 2011/2012.