indeks terapi
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPITanggal Praktikum : 9 Maret 2009
Kelompok : 1 (Selasa Siang)
Disusun Oleh :
Nisa Nurliana 140510060001
Carolina Deviana 140510060003
Ika Kartikawati 140510060005
Irani Salvatiara 140510060007
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2009
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk
memperoleh DE50 dan DL50.
2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi- implikasinya.
II. PRINSIP
- Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat
yang diberikan juga ditingkatkan.
- Semakin besar indeks terapi obat semakin besar luas terapeutiknya.
III. TEORI
3.1 Indeks Terapi
Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksis
(dosis toksis, TD) dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (dosis letal,
LD). Dosis terapeutis adalah takaran dimana obat menghasilkan efek yang
diinginkan.
Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, di dalam laboratorium
farmakologi dilakukan penelitian menggunakan binatang percobaan. Yang
ditentukan adalah khusus ED50 dan LD50, yaitu dosis yang masing-masing
memberikan efek atau yang mematikan 50% dari jumlah binatang.
Indeks terapi merupakan perbandingan antara kedua dosis itu, yang
merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks terapi, semakin
aman penggunaan obat tersebut. Tetapi hendaknya diperhatikan bahwa indeks
terapi ini tidak begitu saja dapat dikorelasikan terhadap manusia, seperti semua
hasil percobaan dengan binatang, karena adanya perbedaan metabolisme.
Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak
keamanan ( cafety margin ). Seperti indeks terapi, luas terapi berguna pula sebagai
indikasi untuk keamanan obat, terutama untuk obat yang digunakan secara kronis.
Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis terapi dan
dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya
dilampaui, misalnya antikoagulansia kumarin, fenitoin, teofilin, litiumkarbonat dan
tolbutamid.
Indeks terapi dapat dihitung dengan cara:
Indeks terapi = DL50
DE50
Gambar : Kurva-kurva yang menggambarkan kerja terapeutik dan dosis letal dari suatu obat.
3.2 Pengujian Pada Hewan Coba
Suatu senyawa yang baru ditemukan ( hasil isolasi maupun sintesis ) terlebih
dulu diuji dengan serangkaian uji farmakologik pada organ terpisah maupun pada
hewan ( uji praklinik ). Bila ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin
bermanfaat, maka senyawa yang lolos penyaringan ini akan diteliti lebih lanjut.
Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan
waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik dan
efek toksisnya pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga
pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan
metabolitnya dalam cairan biologik. Semuanya ini diperlukan untuk memperkirakan
dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia.
Studi toksikologi pada hewan umumnya dilakukan dalam 3 tahap, masing-
masing pada 2-3 spesies hewan coba.
Penelitian toksisitas akut bertujuan mencari besarnya dosis tunggal yang
membunuh 50% dari sekelompok hewan coba ( LD50 ). Pada tahap ini sekaligus
diamati gejala toksis dan perubahan patologik organ pada hewan yang
bersangkutan.
Penelitian toksisitas jangka panjang, bertujuan meneliti efek toksis pada
hewan coba setelah pemberian obat ini secara teratur dalam jangka panjang dan
dengan cara pemberian seperti pada pasien nantinya. Lama pemberian bergantung
pada lama pemakaian nantinya pada penderita.
Lama Pemberian Obat Pada Penelitian Toksisitas
Lama pemakaian pada manusia Lama pemberian pada hewan
Dosis tunggal atau beberapa dosis Minimal 2 minggu
Sampai dengan 4 minggu 13-26 minggu
Lebih dari 4 minggu Minimal 26 minggu ( termasuk studi
karsinogenisitas )
Penelitian toksisitas khusus meliputi penelitian terhadap sistem reproduksi
termasuk teratogenisitas, uji karsinogenisitas dan mutagenisitas, serta uji
ketergantungan.
Walaupun uji farmakologik-toksikologik pada hewan ini memberikan data
yang berharga, ramalan tepat mengenai efeknya pada manusia belum dapat dibuat
karena spesies yang berbeda tentu berbeda pula jalur dan kecepatan
metabolismenya, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor, anatomi atau
fisiologinya. Satu-satunya jalan untuk memastikan efek obat pada manusia, baik
efek terapi maupun efek non terapi, ialah memberikannya pada manusia pada uji
klinik.
3.3. Obat-obat Yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat (SSP)
Obat-obat yang bekerja pada SSP mempunyai peranan yang semakin
penting dalam dunia medis. Obat-obat ini mempengaruhi aktivitas SSP secara
spesifik, atau secara umum, dan dapat menimbulkan efek fisiologis dan psikologik
yang spesifik. Obat SSP secara selektif dapat menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri atau demam, menghilangkan gangguan gerakan anggota tubuh yang
berhubungan dengan penyakit neurologis, atau mengontrol keadaan mood seperti
depresi, gelisah. Disamping itu obat ini dapat mrnyebabkan tidur atau terjaga,
mengurangi nafsu makan, atau mencegah muntah. Selain untuk tujuan pengobatan
obat itu juga bisa untuk kesenangan, semangat dll. Obat yang paling banyak
digunakan adalah golongan stimulan dan penenang. Akan tetapi penggunaan
berlebih dan terus-menerus dapat menyebabkan ketergantungan fisik maupun psikis
dan kemungkinan efek toksik yang mrembahayakan kehidupan.
Kerja Obat SSP
Obat yang bekerja pada SSP dapat bersifat nonspesifik, spesifik berarti
bahwa obat tersebut bekerja spesifik pada sel target. Non spesifik berarti bahwa
obat tersebut bekerja pada beberapa sel dengan mekanisme yang berbeda. Obat-obat
yang mekanisme kerjanya bersifat non-spesifik dikelompokkan berdasarkan
efeknya yang bersifat depresi atau stimulan, sedangkan obat yang bekerja secara
spesifik dikelompokkan lebih jelas berdasarkan kegunaan terapeutiknya.
Obat-obat yang secara umum ( non spesifik ) pada SSP terdiri atas :
1. Depresan SSP umum
Obat ini mendepresi semua bagian SSP yang menyebabkan penurunan jumlah
neurotransmitter yang dibebaskan oleh impuls saraf, dan menyebabkan depresi
umum terhadap respon pascasinaptik.
2. Stimulan SSP umum
Obat ini dapat menyebabkan eksitasi kuat pada SSP dan stimulan lemah seperti
golongan metilxantin. Stimulasi dapat terjadi oleh salah satu dari dua
mekanisme umum, yaitu blokade inhibisi atau eksitasi langsung pada neuron.
3. Obat yang secara selektif mempengaruhi fungsi SSP
Golongan obat ini dapat menimbulkan depresi atau aksitasi. Dalam beberapa
contoh suatu obat dapat menimbullkan kedua efek secara simultan pada sistem
yang berbeda.
Obat Golongan Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturat telah banyak digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman.
1. KIMIA
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam
barbiturat (2,4,6-trioksoheksahidropirimidin ) merupakan hasil reaksi
kondensasi antara urea dengan asam malonat.
Asam barbiturat sendiri tidak menyebabkan depresi SSP, efek hipnotik
dan sedatif serta efek lainnya ditimbulkan bila pada posisi 5 ada gugusan alkil
atau aril.
2. FARMAKODINAMIK
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai
dengan kematian. Efek antiansietas berbiturat berhubungan dengan tingkat
sedasi yang dihasilkan.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Pemberian dosis barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat
meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya ( raba,
vibrasi dan sebagainya ) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam
keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan
sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi ( kegelisahan dan derilium ). Hal
ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.
3. TOLERANSI
Toleransi terhadap barbiturat dapat terjadi secara farmakodinamik
maupun farmakokinetik. Toleransi farmakodinamik lebih berperan dalam
penurunan efek dan berlangsung lebih lama dari pada toleransi farmakokinetik.
Toleransi terhadap efek sedasi dan hipnosis terjadi lebih segera dan lebih kuat
daripada efek antikonvulsinya. Penderita yang toleran terhadap barbiturat juga
toleran terhadap senyawa yang mendepresi SSP, seperti alkohol. Bahkan dapat
juga terjadi toleransi silang terhadap senyawa dengan efek farmakologi yang
berbeda seperti opioid dan fensiklidin.
4. MEKANISME KERJA PADA SSP
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat, tidak
sama kuatnya. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada
eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik.
5. FARMAKOKINETIK
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna. Hubungan antara
lama kerja dan waktu peruh eliminasi cukup rumit. Antara lain karena
enansiomer barbiturat yang optik aktif memiliki potensi dan kecepatan
biotransformasi yang berbeda pula. Di samping itu penetapan kadar barbiturat
dalam darah yang baku tidak dapat membedakan diantara enansiomernya.
Eliminasi obat lebih cepat berlangsung pada yang berusia dewasa muda
daripada yang tua dan anak-anak. Waktu paruh meningkat selama kehamilan
dan pada penyakit hati kronik, terutama sirosis. Penggunaan berulang, terutama
fenobarbital, mempersingkat waktu paruh akibat induksi enzim mikrosomal.
Jadi semua barbiturat akan diakumulasi selama pemberian ulang kecuali bila
dilakukan pengaturan dosis yang cermat. Selain itu menetapkannya obat dalam
plasma sepanjang hari mempermudah terjadinya toleransi dan penyalahgunaan.
Fenobarbital (Phenobrabitalum)
Sinonim : Luminal
Rumus Empirik : C12H12N2O3
Berat Molekul : 232,24
Fenobarbital mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C12H12N2O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau, rasa agak
pahit.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%)P,
dalam eter P, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam
larutan alkali karbonat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan : Hipnotikum, sedativum
Penggunaan
Dosis maksimum : Sekali 300 mg, sehari 600 mg
Fenobarbital merupakan obat hipnotik-sedatif golongan barbiturat.
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat
(2,4,6-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara
urea dengan asam malonat.
Asam barbiturat sendiri tidak menyebabkan depresi SSP, efek hipnotik
dan sedatif serta efek lainnya ditimbulkan bila pada posisi 5 ada gugusan alkil
atau aril.
Gugus karbonil pada posisi 2 bersifat asam lemah, karena dapat
bertautomerisasi; bentuk laktam (keto) berada dalam keseimbangan dengan
bentuk laktim (enol). Bentuk laktim bereaksi dengan alkali membentuk garam
yang larut dalam air.
Penggantian unsur O pada atom C di posisi 2 dengan unsur S, yang
umumnya disebut sebagai tiobarbiturat, menaikkan kelarutan lemak senyawa
tersebut. Secara umum, perubahan struktur yang menaikkan kelarutan dalam
lemak, akan menurunkan mula kerja dan lama kerja obat, meningkatkan
metabolisme pengrusakan dan ikatan terhadap protein, serta sering kali
meningkatkan efek hipnotik
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Alat suntik 1 ml
2. Botol vial kecil
3. Kasa
4. Timbangan hewan
5. Wadah plastik besar
Bahan :
Fenobarbital.
Hewan percobaan :
2 Mencit jantan, bobot badan 16,8g dan 25g
V. PROSEDUR
1. Mencit dibagi 5 kelompok dan masing-masing terdiri dari 2 ekor.
2. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenali.
3. Obat diberikan secara intraperitonial kepada setiap mencit dan setiap kelompok
diberikan dosis yang meningkat. Dosis yang diberikan adalah sebagai berikut:
Kelompok Dosis (mg/kg BB)
I
II
III
IV
V
VI
50
75
100
125
150
NaCl fisiologik
4. Jumlah mencit yang kehilangan righting reflex pada setiap kelompok diamati
dan dicatat, kemudian dinyatakan angka ini dalam persentase serta dicatat pula
jumlah mencit yang mati pada setiap kelompok.
5. Grafik dosis-respon digambarkan, dengan cara:
Pada kertas grafik log pada ordinat persentase hewan yang memberikan
efek (hilang righting reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan.
Grafik dosis-respon digambarkan menurut pemikiran paling
representative untuk fenomena yang diamati dengan memperhatikan sebesar
titik-titik pengamatan.
DE50 dan DL50 ditentukan dengan menurunkan dari grafik yang
diperoleh.
Pembuatan larutan injeksi :
1. Berat tablet fenobarbital 50 mg
2. Dosis fenobarbital 30mg/kg bb
3. Berat mencit rata-rata 20 gram
4. Dosis penyuntikan 125 mg/kg bb = 2,5mg/20g bb
5. Sekali penyuntikan IP maksimal 0,5ml maka dlam setiap ml
harus ada 5 mg/ml
6. Dibuat 20 ml maka fenobarbital yang disuntik : 5 mg/ml x 20 ml
= 100 gram
7. Tablet yang dihiung 30/150 = 100/x
X = 500 mg
VI. PERHITUNGAN
Kadar Dosis 50 mg/kg bb.
1. Berat Mencit 1 = 16 gram
Volume Injeksi :
2. Berat Mencit 2 = 25,2 gram
Volume Injeksi :
Kadar Dosis 75 mg/kg bb.
3. Berat Mencit 3 = 29,7 gram
Volume Injeksi :
4. Berat Mencit 4 = 28,65 gram
Volume Injeksi :
Kadar Dosis 100 mg/kg bb.
5. Berat Mencit 5 = 27,5 gram
Volume Injeksi :
6. Berat Mencit 6 = 29,6 gram
Volume Injeksi :
Kadar Dosis 125 mg/kg bb.
7. Berat Mencit 7 = 29 gram
Volume Injeksi :
8. Berat Mencit 8 = 27 gram
Volume Injeksi :
Kadar Dosis 150 mg/kg bb.
9. Berat Mencit 9 = 22 gram
Volume Injeksi :
10. Berat Mencit 10 = 34 gram
Volume Injeksi :
NaCl Fisiologis
11. Berat Mencit 11 = 24 gram
Volume Injeksi :
12. Berat Mencit 12 = 29,5 gram
Volume Injeksi :
Perhitungan Indeks Terapi
Indeks terapi = LD50
ED50
Harga indeks terapi tidak dapat dihitung karena % efektivitas yang
menentukan nilai LE50 tidak ada (nol) dan % kematian yang menentukan nilai
LD50 tidak ada (nol), artinya tidak terdapat kematian pada mencit setelah diberikan
suntikan fenobarbital dan didiamkan selama 24 jam.
VII. PEMBAHASAN DAN GRAFIK
Grafik : terlampir
Tujuan dari adanya dosis adalah untuk mencapai efek terapeutik yang cepat
dan tepat. Dosis yang terlalu tinggi atau terlalu sering diberikan dapat menimbulkan
efek toksik, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat menghasilkan efek yang
diinginkan (efek terapeutik ). Untuk itulah maka dalam pemberian obat diperlukan
perhitungan dosis yang tepat. Dosis obat yang harus diberikan pada pasien untuk
menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak factor, antara lain :
usia, bobot badan, kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya penyakit dan
keadaan pasien. Pada percobaan ini digunakan fenobarbital untuk mengetahui dosis
efektif dan dosis lethal dengan dosis 50 mg/kg BB. Untuk membuat larutan
fenobarbital yang akan diinjeksikan pada mencit, dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
Berat mencit rata- rata = 20 gram
Dosis = mg/kg BB
= X mg 20/1000 mg
X = 50 x 20/1000
= 1 mg
Artinya bahwa dalam satu kali suntikan 1ml mengandung fenobarbital
sebanyak 1 mg.
Dari kurva yang terlampir dapat dilihat bahwa tidak terdapat indeks terapi
karena % efektivitas yang menentukan nilai LE50 tidak ada (nol) dan % kematian
yang menentukan nilai LD50 tidak ada (nol), artinya tidak terdapat kematian pada
mencit setelah diberikan suntikan fenobarbital dan didiamkan selama 24 jam. Hal
ini mungkin disebabkan karena kesalahan dalam penyuntikan, penakaran dosis,
ketidakseragaman bobot mencit, keadaan mencit, atau keadaan obat yang mungkin
telah kadaluwarsa sehingga sudah tidak mempunyai efek terapeutik.
VIII.KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa obat fenobarbital dengan dosis
50 mg/kg BB tidak memberikan Efektif Dosis (ED50 ), Lethal Dosis (LD50),
Indeks Terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Farmakologi
Dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Gaya Baru.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta :
Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Farmakope Indonesia IV. Jakarta :
Depkes RI.
Tan & Raharja. 1978. Obat-obat Penting Khasiat dan Penggunaannya. Edisi Ketiga.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.