indeks pembangunan manusia (ipm) 2012 / human development index (hdi) 2012
DESCRIPTION
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2012 / Human Development Index (HDI) 2012 is a comparative measure of life expectancy, literacy, education and standard of living in 2012 published by Statistics Lhokseumawe working with the Regional Development Planning Agency City Government Lhokseumawe.HDI is used to classify whether a city is a city forward, growing town or city retarded and also to measure the impact of economic policies on quality of human life in Lhokseumawe.TRANSCRIPT
PENGHITUNGAN DAN ANALISIS INDEKS PEMBANGUNANMANUSIA KOTA LHOKSEUMAWE 2012
Katalog BPS : 4102002.1174
Ukuran Buku : 21 cm x 29 cm
Jumlah Halaman : 80 + vii halaman
Naskah :
Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Gambar Kulit :
Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik
Diterbitkan Oleh :
Badan Pusat Statistik bekerjasama denganBadan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
SAMBUTAN
Kota Lhokseumawe sebagai daerah yang sedang berkembang
memerlukan suatu data dan indikator dalam rangka menunjang proses
perencanaan pembangunan termasuk pembangunan manusia. Salah
satu indikator keberhasilan pembangunan manusia adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
Penyusunan buku “Penghitungan dan Analisis Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun 2012” dapat
memberikan gambaran tentang indikator keberhasilan pembangunan
manusia di Kota Lhokseumawe, seperti angka harapan hidup, angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta tingkat daya beli
masyarakat. Hasilnya diharapkan sebagai bahan acuan dalam
perencanaan pembangunan manusia Kota Lhokseumawe di masa
mendatang.
Akhirnya, semoga buku “Penghitungan dan Analisis Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun 2012” dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, umumnya
kepada masyarakat luas. Kepada semua pihak yang telah
berpastisipasi dalam penyusunan buku ini, saya ucapkan terima kasih.
Lhokseumawe, November 2013
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Lhokseumawe
Kepala,
Ir. Azwar, M.Si
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan
rahmat serta hidayah-Nya, hingga tersusun buku “Penghitungan dan
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun
2012” oleh BPS Kota Lhokseumawe berkerjasama dengan BAPPEDA
Kota Lhokseumawe. Publikasi ini dapat digunakan untuk mengukur
kinerja pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe.
Berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan kualitas
manusia telah ditempuh oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Data
yang tersaji pada buku ini kami jadikan sebagai alat pemantauan
terhadap perkembangan pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe
serta dapat digunakan sebagai bahan akuntabilitas publik yang
mengevaluasi kinerja pemerintah.
Kepada tim penyusun, kami ucapkan terima kasih atas daya dan
upaya dalam penyusunan buku ini. Akhirnya saran dan kritik sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan buku ini di masa
mendatang.
Lhokseumawe, November 2013
Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe
Kepala,
Mughlisuddin, SE
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan
rahmat serta hidayah-Nya, hingga tersusun buku “Penghitungan dan
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun
2012” oleh BPS Kota Lhokseumawe berkerjasama dengan BAPPEDA
Kota Lhokseumawe. Publikasi ini dapat digunakan untuk mengukur
kinerja pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe.
Berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan kualitas
manusia telah ditempuh oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Data
yang tersaji pada buku ini kami jadikan sebagai alat pemantauan
terhadap perkembangan pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe
serta dapat digunakan sebagai bahan akuntabilitas publik yang
mengevaluasi kinerja pemerintah.
Kepada tim penyusun, kami ucapkan terima kasih atas daya dan
upaya dalam penyusunan buku ini. Akhirnya saran dan kritik sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan buku ini di masa
mendatang.
Lhokseumawe, November 2013
Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe
Kepala,
Mughlisuddin, SE
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan
rahmat serta hidayah-Nya, hingga tersusun buku “Penghitungan dan
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun
2012” oleh BPS Kota Lhokseumawe berkerjasama dengan BAPPEDA
Kota Lhokseumawe. Publikasi ini dapat digunakan untuk mengukur
kinerja pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe.
Berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan kualitas
manusia telah ditempuh oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Data
yang tersaji pada buku ini kami jadikan sebagai alat pemantauan
terhadap perkembangan pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe
serta dapat digunakan sebagai bahan akuntabilitas publik yang
mengevaluasi kinerja pemerintah.
Kepada tim penyusun, kami ucapkan terima kasih atas daya dan
upaya dalam penyusunan buku ini. Akhirnya saran dan kritik sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan buku ini di masa
mendatang.
Lhokseumawe, November 2013
Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe
Kepala,
Mughlisuddin, SE
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTARSAMBUTAN
iii
DAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL vDAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN 21.1 Latar Belakang1.2 Tujuan1.3 Manfaat1.4 Ruang Lingkup
2788
BAB II METODOLOGI 92.1 Metode Pengumpulan Data2.2 Metode Pengolahan Data2.3 Metode Analisis dan Penghitungan IPM
2.3.1 Rumus Umum IPM2.3.2 Angka Harapan Hidup2.3.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah2.3.4 Purchasing Power Parity (PPP)2.3.5 Perubahan IPM
2.4 Metode Penyajian
91112121417192324
BAB III GAMBARAN UMUM 283.1 Kondisi Geografis3.2 Kondisi Pemerintahan3.3 Kondisi Demografi3.4 Kondisi Ketenagakerjaan3.5 Kondisi Perekonomian
3.5.1 Struktur Ekonomi3.5.2 Pertumbuhan Ekonomi
28293236393946
BAB IV INDIKATOR KESEHATAN 51
BAB V INDIKATOR PENDIDIKAN 545.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat5.2 Angka Melek Huruf5.3 Rata-rata Lama Sekolah
555657
BAB VI INDIKATOR DAYA BELI 606.1 Pengeluaran Konsumsi Per Kapita6.2 Daya Beli Penduduk
6063
iv
Halaman
BAB VII PERKEMBANGAN IPM 677.1 Indeks Pembangunan Manusia7.2 Shortfall IPM
6771
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 758.1 Kesimpulan8.2 Implikasi Kebijakan
8.2.1 Identifikasi Permasalahan Pembangunan8.2.2 Strategi dan Sasaran Pembangunan Manusia
75767678
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Ekstrim Komponen Indeks Pembangunan Manusia(IPM) yang Digunakan dalam Penghitungan 13
Tabel 2.2 Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untukMenghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 19
Tabel 2.3 Klasifikasi IPM 24
Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota Lhokseumawe per Kecamatan 29
Tabel 3.2 Nama Gampong Berdasarkan Kecamatan dan Kemukimandi Kota Lhokseumawe 30
Tabel 3.3 Jumlah dan Tingkat Kepadatan Pendudukdi Kota Lhokseumawe Tahun 2012 32
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Produktifdi Kota Lhokseumawe Tahun 2012 33
Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang BekerjaBerdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di KotaLhokseumawe Tahun 2012 37
Tabel 3.6 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota LhokseumaweAtas Dasar Harga BerlakuMenurut Sektor, 2009-2012 Dengan Migas (persen) 40
Tabel 3.7 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota LhokseumaweAtas Dasar Harga BerlakuMenurut Sektor, 2009-2012 Tanpa Migas (persen) 44
Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Dalam PDRB KotaLhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor,2009-2012 Dengan dan Tanpa Migas (persen) 48
Tabel 6.1 Pendapatan Per Kapita Kota Lhokseumawe Tahun 2008-2012 (Rp) 62
vi
Tabel 7.1
Tabel 7.2
Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Lhokseumawe Tahun2012
Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Lhokseumawe Tahun2012
69
70
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2012 35
Gambar 3.2 Peranan PDRB Dengan Migas Kota LhokseumaweTahun 2012 43
Gambar 3.3 Peranan PDRB Tanpa Migas Kota Lhokseumawe Tahun2012 46
Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun2007 - 2012 52
Gambar 5.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke AtasMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan danJenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2012 56
Gambar 5.2 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2007 -2012 57
Gambar 5.3 Rata-rata Lama Sekolah di Kota Lhokseumawe Tahun2007 - 2012 58
Gambar 6.1 Pengeluaran Per Kapita Sebulan Kota Lhokseumawedan Provinsi Aceh Tahun 2011-2012 61
Gambar 6.2 Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan KotaLhokseumawe, 2007-2012 (Rp 000) 64
Gambar 6.3 Indeks Daya Beli Kota Lhokseumawe Tahun 2007-2012 65
Gambar 7.1 Perkembangan IPM Kota Lhokseumawe dan BeberapaKabupaten/Kota Lainnya di Aceh Tahun 2007 - 2012 67
Gambar 7.2 Perkembangan Reduksi Shortfall IPM KotaLhokseumawe Tahun 2007 - 2012 72
BAB I
PENDAHULUAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan manusia (human development)
merupakan suatu paradigma yang menempatkan manusia
sebagai titik sentral sehingga setiap upaya pembangunan
mempunyai ciri dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam
kerangka ini maka pembangunan daerah ditujukan untuk
meningkatkan partisipasi penduduk dalam semua proses
pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah
melakukan upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai
sumber daya baik dari aspek fisik (kesehatan), intelektualitas
(pendidikan), kesejahteraan ekonomi (daya beli) maupun
moralitas (iman dan takwa). Hal ini sesuai dengan tujuan
pembangunan yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu
“memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa” yang secara implisit juga mengandung
makna pemberdayaan manusia.
Dalam perspektif United Nations Development
Programme (UNDP), pembangunan manusia (human
development) dirumuskan sebagai “perluasan pilihan” bagi
penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat dilihat
sebagai proses upaya ke arah perluasan pilihan dan
sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut
(UNDP, 1990). Pada saat yang sama pembangunan manusia
I
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
3
dapat dilihat juga sebagai pembangunan (formation)
kemampuan manusia melalui perbaikan taraf kesehatan,
pengetahuan dan ketrampilan; sekaligus sebagai
pemanfaatan (utilization) kemampuan/ketrampilan mereka
tersebut.
Konsep pembangunan di atas jauh lebih luas
pengertiannya dibandingkan konsep pembangunan ekonomi
yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth),
kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat
(social welfare), atau pembangunan sumber daya manusia
(human resource development). Karena konsep pembangunan
UNDP mengandung empat unsur, yaitu : produktivitas
(productivity), pemerataan (equity), kesinambungan
(sustainability), dan pemberdayaan (empowerment).
Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi
pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini
UNDP melihat pembangunan manusia sebagai semacam
“model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk,
dan oleh penduduk.
a. tentang penduduk; berupa investasi di bidang
pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial
lainnya;
b. untuk penduduk; berupa penciptaan peluang
kerja melalui perluasan (pertumbuhan) ekonomi
dalam negeri; dan
c. oleh penduduk; berupa upaya pemberdayaan
(empowerment) penduduk dalam menentukan
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
4
harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam
proses politik dan pembangunan.
Untuk melihat sejauh mana capaian pembangunan
manusia di suatu daerah, maka kehidupan masyarakat perlu
dipantau perkembangannya. Pemantauan bertujuan untuk
mengevaluasi kemajuan hasil pembangunan. Selain itu juga
sebagai kerangka akuntabilitas publik untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah daerah sebagai penyelenggara
pemerintahan di tingkat kabupaten/kota.
Bidang kehidupan yang perlu dipantau meliputi seluruh
aspek kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan
individu dalam hal kelangsungan hidup secara individu
(kebutuhan dasar, kesehatan dan KB), tumbuh kembang
(pendidikan, gizi), partisipasi (ketenaga-kerjaan, politik),
perlindungan (kesejahteraan sosial, hukum dan ketertiban),
maupun yang berkaitan dengan wilayah seperti
kependudukan, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi.
Berbagai indikator dapat digunakan untuk memantau
kemajuan pembangunan di suatu daerah, baik indikator
ekonomi maupun indikator sosial. Dalam konteks
masyarakat sebagai obyek pembangunan, maka diperlukan
suatu indikator untuk mengukur perkembangan
kehidupan/tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Untuk melihat tingkat kesejahteraan dari segi ekonomi
secara umum, indikator yang tepat digunakan adalah PDRB.
Untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan sosial dalam
arti lebih sempit, dapat menggunakan indikator IMH (Indeks
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
5
Mutu Hidup), karena indikator IMH hanya
mempertimbangkan variabel-variabel sosial saja. Sedangkan
untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan sosial dan
ekonomi secara luas, dapat menggunakan indikator IPM
(Indeks Pembangunan Manusia), karena IPM
mempertimbangkan variabel-variabel sosial dan ekonomi.
UNDP sejak tahun 1990 menggunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja
(performence) suatu negara atau daerah dalam bidang
pembangunan manusia. Pada tahun 2010 UNDP merubah
metodologi dan direvisi pada tahun 2011. Negara India mulai
mengaplikasikan metode ini tahun 2011. Namun untuk
penyusunan buku IPM Kota Lhokseumawe Tahun 2011 ini
Kami belum menggunakan metode penghitungan terbaru.
Adapun keunggulan IPM metode baru ini yaitu
menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat
membedakan dengan baik. PNB menggantikan PDB
dikarenakan lebih menggambarkan pendapatan masyarakat.
Angka melek huruf tidak digunakan lagi karena tidak dapat
membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik,
karena angka melek huruf sebagian daerah sudah tinggi.
Namun ada implikasi dari perubahan metodologi ini,
yaitu level IPM menjadi lebih rendah akibat dari perubahan
indikator dan metode agregasi. Natinya jika IPM ini berubah
signifikan tentu berdampak pada capaian pemda setempat.
Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi yang baik agar
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
6
pihak-pihak terkait dapat memahami perubahan yang terjadi
itu diakibatkan perubahan metode penghitungan.
Konsep pembangunan manusia memiliki dimensi yang
sangat luas. Menurut UNDP upaya ke arah “perluasan
pilihan” hanya mungkin dapat direalisasikan jika penduduk
paling tidak memiliki : peluang berumur panjang dan sehat,
pengetahuan ketrampilan yang memadai, dan peluang untuk
merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan
yang produktif (misalnya dapat bekerja dan memperoleh
“uang” sehingga memiliki daya beli). Dengan kata lain,
tingkat pemenuhan ketiga unsur tersebut minimal sudah
dapat merefleksikan tingkat keberhasilan pembangunan
manusia suatu negara/daerah.
Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di
atas, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan
pada 3 (tiga) indikator, yaitu : Angka Harapan Hidup (life
expectancy at age o : eo), Angka melek huruf penduduk
dewasa (adult literacy rate : Lit), Rata-rata lama sekolah
(mean years of schooling : MYS), serta Purchasing Power
Parity (merupakan ukuran pendapatan yang sudah
disesuaikan dengan paritas daya beli). Indikator pertama
mengukur “umur panjang dan sehat”, dua indikator
berikutnya mengukur “pengetahuan dan ketrampilan”,
sedangkan indikator terakhir mengukur kemampuan dalam
mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga
indikator inilah yang digunakan sebagai komponen dalam
penyusunan IPM/HDI.
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
7
Pengukuran tingkat pemenuhan ketiga indikator di atas
dilakukan dengan sistem pengukuran yang dipakai oleh
UNDP dalam menyusun IPM global. Hal ini didorong harapan
agar indeks yang dihasilkan terbanding secara nasional
maupun internasional.
Bagi daerah-daerah yang relatif baru seperti Kota
Lhokseumawe, kegiatan penyusunan IPM memiliki peran
sangat strategis dalam perencanaan pembangunan regional
khususnya pembangunan manusia. Dalam evaluasi
pembangunan manusia, IPM ini dapat diamati
perkembangannya setiap periode sehingga dapat diketahui
seberapa besar percepatan pembangunan manusia antar
periode. Di sisi lain, secara cross section IPM juga dapat
digunakan sebagai indikator pembanding antar wilayah
untuk melihat posisi relatif pembangunan manusia suatu
wilayah terhadap wilayah lain.
1.2 Tujuan Kegiatan perhitungan dan analisis Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe bertujuan untuk
melihat kondisi pembangunan manusia dan diharapkan
mampu digunakan sebagai pembanding kinerja
pembangunan manusia antar waktu dan antar daerah.
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
8
1.3 Manfaat Beberapa manfaat penting yang dapat diperoleh dari
perhitungan dan analisis Indeks Pembangunan Manusia
Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut :
1. sebagai bahan Laporan Pembangunan Manusia
(Human Development Report) di Kota Lhokseumawe,
2. sebagai alat bantu pemerintah dalam rangka
melakukan perencanaan dan evaluasi
pembangunan daerah,
3. sebagai bahan akuntabilitas publik terhadap kinerja
pemerintah daerah khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
4. sebagai basis data dan data acuan bagi pihak lain
yang berkepentingan.
1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup bahasan dalam penyusunan publikasi
ini adalah wilayah administratif Kota Lhokseumawe.
BAB II
METODOLOGI
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
9
METODOLOGI
2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode penghitungan IPM yang dilakukan pada buk ini
masih menggunakan metode yang lama. Informasi yang
dicakup dalam kegiatan penyusunan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Kota Lhokseumawe adalah data sekunder
yang diperoleh dari lembaga, institusi maupun instansi
pemerintah yang relevan. Data-data tersebut secara garis
besar adalah sebagai berikut :
1. Indiktor Kesehatan, yang meliputi angka harapan
hidup dan IMR, dengan data dasar adalah jumlah
wanita usia subur 15-49 tahun (wus), status
perkawinan wus, jumlah anak lahir hidup maupun
anak lahir mati dari wus, dan life table model
western dari UN (United Nations).
2. Indikator Pendidikan, yang meliputi rata-rata lama
sekolah (mean years school) dan angka melek huruf
(literacy rate), dengan data pokok jumlah penduduk
yang bersekolah, pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, dan kemampuan baca tulis penduduk.
3. Indikator Daya Beli, yang meliputi indeks kemahalan
dan paritas daya beli yang menggunakan data
pokok:
II
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
10
a. Pengeluaran konsumsi makanan maupun non
makanan oleh penduduk
b. Harga 27 paket komoditi dasar di Kota
Lhokseumawe dan di Kota Banda Aceh sebagai
pembanding.
Penggunaan harga-harga komoditi di Kota Banda
Aceh sebagai angka pembanding dimaksudkan
agar dapat terlihat kewajaran harga-harga dari 27
komoditi tersebut, mengingat Kota Banda Aceh
sebagai pusat perekonomian di wilayah Propinsi
Aceh.
Tingkat daya beli penduduk menggambarkan
kondisi relatif daya beli antar wilayah dan antar
waktu. Sehubungan dengan hal tersebut daya beli
penduduk ini harus disesuaikan dengan
komponen lain seperti indeks harga dan indeks
kemahalan melalui formula atkinson. Angka daya
beli yang dihasilkan tidak dapat diinterpretasikan
berdasarkan angka nominalnya, melainkan harus
diinterpretasikan secara riil dengan
membandingkan antar wilayah dan antar waktu.
Harga 27 paket komoditi yang dimaksud di sini
adalah komoditi terpilih untuk menghitung paritas
daya beli.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
11
2.2 Metode Pengolahan Data
Setelah tahap pengumpulan data selesai, tahap
berikutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan cara manual dan dengan
bantuan komputer atau software.
- Tahap pertama pengolahan data, metode yang
digunakan adalah secara manual (pra komputer).
Pengolahan data secara manual ini terdiri atas tahap
pemeriksaan (verification) dan penyuntingan-
pengkodean (editing coding).
- Tahap kedua, setelah tahap manual selesai,
pengolahan data dilanjutkan dengan bantuan
komputer. Pada tahap ini dilakukan perekaman data
(entry data) dengan menggunakan paket program
SPSS (Statistical Program for Social Science),
pengecekan hasil entry (validasi), dan proses
tabulasi untuk mempermudah analisis.
Secara rinci tahapan dalam pengolahan data dalam
kegiatan ini adalah:
1. Pengelompokan data (data batching)
2. Pemeriksaan data hasil lapangan (verifikasi)
3. Perekaman data (entry)
4. Pengecekan konsistensi data (validasi)
5. Tabulasi
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
12
2.3 Metode Analisis dan Penghitungan IPM
Analisis yang dilakukan dalam penyusunan Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe menggunakan
metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis
deskriptif ditujukan untuk memperoleh gambaran atau
deskripsi dari angka IPM dan berbagai indikator turunannya.
Berbagai data yang ada melalui analisis kuantitatif berupa
perhitungan-perhitunagn tertentu sangat diperlukan untuk
pembentukan indikator kesehatan, indikator pendidikan,
dan indikator daya beli sebgai pembentuk angka IPM.
2.3.1 Rumus Umum IPM
Seperti dikemukakan sebelumnya komponen IPM terdiri
dari angka harapan hidup (eo), angka melek huruf (Lit), rata-
rata lama sekolah (MYS), dan Purchasing Power Parity (PPP).
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung
indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan
1 (keadaan terbaik). Lebih kanjut komponen angka melek
huruf dan rata-rata lama sekolah digabung menjadi satu
sebagai indikator pendidikan dengan perbandingan 2:1.
Dalam laporan ini indeks tersebut dinyatakan dalam ratusan
(dikalikan 100) untuk mempermudah penafsiran. Teknik
penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti
rumus sebagai berikut:
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
13
Xi – Xi min Indeks Xi = Xi maks – Xi min di mana:
Xi = Indikator ke-i (i=1,2,3)
Xi maks = Nilai maksimum Xi
Xi min = Nilai minimum Xi
Ketiga indeks yang dihitung ini (X1,X2,X3) adalah:
1. Indeks Harapan Hidup (Indeks X1)
2. Indeks Pendidikan (Indeks X2)
3. Indeks Daya Beli (Indeks X3)
Dengan nilai maksimum dan minimum sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai Ekstrim Komponen IPM
Komponen IPM (Xi) Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Angka Harapan Hidup (e0) 85 25
Angka Melek Huruf (Lit) 100 0
Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 15 0
Daya Beli (Real Per Capita Expenditure/Real PPP Adjusted) (Rp 000) 792.720 360.000
Nilai maksimum dan minimum untuk komponen angka
harapan hidup, angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah adalah sama seperti yang digunakan UNDP dalam
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
14
menyusun IPM global tahun 1994, kecuali untuk nilai real
PPP adj telah disesuaikan dengan keadaan negara Indonesia.
Setelah ketiga angka indeks tersebut dihasilkan, maka
dapat dihitung IPM secara global:
X1 + X2 + X3 3 ;
di mana :
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pengetahuan (2/3 Indeks Melek Huruf
+ 1/3 Indeks Lama Sekolah)
X3 = Indeks Standar Hidup Layak
2.3.2 Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup pada waktu lahir (e0), yaitu rata-
rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang
yang dilahirkan pada suatu waktu tertentu dengan asumsi
pola mortalitas untuk setiap kelompok umur pada masa
yang akan datang tetap.
Variabel e0 diharapkan mencerminkan “lama hidup”
sekaligus “hidup sehat” suatu masyarakat. Meskipun
sebenarnya angka morbiditas/kesakitan akan lebih valid
dalam mengukur ‘hidup sehat’, akan tetapi hanya sedikit
negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya,
maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan
perbandingan.
IPM =
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
15
Penghitungan angka harapan hidup Kota Lhokseumawe
dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel kematian (life
tables) dan software Mortpak-Lite. Angka harapan hidup
dihitung dengan metode tidak langsung yaitu : Brass variant
Trussel dan bantuan Life Tables model Western. Data dasar
yang digunakan untuk penghitungan metode tidak langsung
adalah “rata-rata anak lahir hidup” dan “rata-rata anak
masih hidup” dari wanita per kelompok umur. Oleh karena
itu, metode penghitungan tersebut memerlukan data-data
sebagai berikut :
1. Jumlah wanita per kelompok usia (15-19, 20-24, 25-
29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49)
2. Anak Lahir Hidup (ALH) dari wanita per kelompok
usia (15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-
49)
3. Anak Masih Hidup (AMH) dari wanita per kelompok
usia (15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-
49)
Melalui metode ini secara tidak langsung juga
menghasilkan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-
IMR). IMR merupakan suatu indikator kesehatan dan
kesejahteraan rakyat yang sangat penting. IMR didefinisikan
sebagai banyaknya atau tingkat kematian bayi sebelum
mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada suatu
daerah dalam waktu tertentu.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
16
IMR dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Jika angka IMR < 40 (Hard Rock), berarti tingkat
kesehatan dan kesejahteraan ibu yang melahirkan
baik, namun pada level ini sangat sulit diupayakan
penurunan angka IMR-nya.
2. Jika angka IMR antara 40-70 (Intermediate Rock),
berarti tingkat kesehatan dan kesejahteraan ibu
yang melahirkan sedang (agak baik), namun pada
level ini agak sulit diupayakan penurunan angka
IMR-nya.
3. Jika angka IMR > 70 (Soft Rock), berarti tingkat
kesehatan dan kesejahteraan ibu yang melahirkan
buruk, namun pada level ini cukup mudah
diupayakan penurunan angka IMR-nya.
Adapun tahapan yang dilakukan untuk memperoleh
Angka Harapan Hidup adalah sebagai berikut:
1. Cari jumlah wanita per kelompok usia; 15-19, 20-
24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49 (Wi)
2. Cari jumlah anak lahir hidup dari wanita per
kelompok usia; 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39,
40-44, 45-49 (ALHi)
3. Cari jumlah anak masih hidup dari wanita per
kelompok usia; 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39,
40-44, 45-49 (AMHi)
4. Cari Pi = ALHi/∑Wi (i = kelompok umur)
5. Cari Si = AMHi/∑Wi (i = kelompok umur)
6. Cari Di = 1- (Si/Pi) (i = kelompok umur)
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
17
7. Cari xQ0 = Di x Ki (Ki untuk setiap kelompok umur
diperoleh dari table Trussel)
8. Cari IMR dari xQ0 untuk kelompok umur 20-24, 25-
29, 30-34 dengan bantuan Life Tables model
Western
9. Cari rata-rata ketiga IMR tersebut (=IMR)
10. Cari level dari IMR dengan bantuan Life Tables
model Western
11. Dari level yang diperoleh maka akan diperoleh pula
e0.
2.3.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Untuk mengukur dimensi pengetahuan BPS
menggunakan kombinasi angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah penduduk dewasa (15 tahun ke atas). Kedua
indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat
pengetahuan dan ketrampilan penduduk.
Angka melek huruf didefinisikan sebagai kemampuan
membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Angka
ini diolah dari variabel kemampuan baca tulis dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor. Pentingnya angka
melek huruf (Lit) sebagai komponen IPM tidak banyak
diperdebatkan. Permasalahannya hanya sebatas kepekaan
Lit sebagai ukuran dimensi pengetahuan karena dinilai
angkanya sudah cukup tinggi di semua wilayah Indonesia.
Dampak kelemahan tersebut berkurang dengan
dimasukkannya variabel rata-rata lama sekolah (MYS) dalam
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
18
penghitungan indeks pendidikan (IP) yang menurut UNDP
dihitung dengan cara sebagai berikut:
IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS
Rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan
dua variabel dasar dalam kuesioner Kor-Susenas, yaitu kelas
tertinggi yang pernah/sedang diduduki dan pendidikan
tertinggi yang ditamatkan. Penghitungan MYS dilakukan
dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama
adalah memberikan bobot variabel “pendidikan tertinggi yang
ditamatkan” kemudian langkah selanjutnya menghitung
rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya.
Secara sederhana prosedur penghitungan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
10
fi * LSi i=1
MYS = 10 fi i=1
di mana:
MYS = rata-rata lama sekolah
fi = frekuensi penduduk untuk jenjang
pendidikan i
Si = skor untuk masing-masing jenjang
pendidikan i
LSi = 0 (bila tidak/belum pernah sekolah)
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
19
LSi = Si (bila tamat)
LSi = Si + kelas yang diduduki-1 (bila masih
bersekolah dan pernah tamat)
LSi = kelas yang diduduki-1 (bila jenjang yang
diduduki SD/SR)
i = jenjang pendidikan (1,2,3,....,11) Tabel 2.2 Jenjang Pendidikan dan Skor Yang Digunakan Untuk
Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Jenjang Pendidikan Skor
(1) (2)
1. Tidak/belum pernah sekolah
2. SD/MI/sederajat
3. SLTP/MTs/sederajat/Kejuruan
4. SMU/MA/sederajat
5. SM Kejuruan
6. Diploma I
7. Diploma II
8. Diploma III/Sarjana Muda
9. Diploma IV/S1
10. S2
11. S3
0
6
9
12
12
13
14
15
16
18
21
2.3.4 Purchasing Power Parity (PPP) Dengan dimasukkannya variabel PPP sebagai ukuran
paritas daya beli, IPM secara konseptual jelas lebih lengkap
dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia daripada
IMH atau PQLI. Karena IMH yang tinggi hanya merefleksikan
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
20
kondisi masyarakat yang memiliki peluang hidup panjang
(dan sehat) serta tingkat pendidikan (dan ketrampilan) yang
memadai. Menurut UNDP kondisi tersebut belum
memberikan gambaran yang ideal karena belum
memasukkan aspek peluang kerja/berusaha yang memadai
sehingga memperoleh sejumlah “uang” yang memiliki daya
beli (purchasing power). Pemenuhan kebutuhan seperti itulah
yang dicoba diukur dengan PPP.
Komponen standar hidup layak dihitung dengan rata-
rata konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dengan
metode Atkinson. UNDP dalam menyusun IPM global,
menggunakan PDB per kapita untuk mengukur standar
hidup layak. Untuk kepentingan penghitungan IPM
Kabupaten/Kota, BPS tidak menggunakan pendapatan per
kapita. Alasannya pendapatan per kapita hanya mengukur
produksi suatu wilayah sehingga tidak mencerminkan daya
beli riil masyarakat yang merupakan fokus perhatian IPM.
Sebagai penggantinya BPS menggunakan indikator dasar
rata-rata pengeluaran per kapita.
Data pengeluaran per kapita dihitung dari data Susenas
Kor yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga
menjamin keterbandingan antar waktu dan antar wilayah di
Indonesia. Dalam tahapan penyesuaian ini dihitung juga
indeks kemahalan dengan tujuan menstandarkan nilai “beli
atau manfaat” rupiah di seluruh Indonesia dan didiscount
dengan formula Atkinson. Ilustrasinya adalah bahwa
kenaikan Rp 50.000,- bagi kabupaten/kota yang memiliki
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
21
pengeluaran per kapita Rp 100.000,- akan memiliki nilai
“beli” atau nilai “manfaat” yang berbeda dengan kenaikan
yang sama bagi kabupaten/kota yang memiliki pengeluaran
per kapita Rp 500.000,-
Secara garis besar, proses penyesuaian untuk
menghitung angka indeks daya beli adalah sebagai berikut :
1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari
Susenas Kor (=A)
A = Pengeluaran seluruh penduduk untuk barang dan jasa
Jumlah seluruh penduduk
2. Menyesuaikan nilai A (mark-up) dengan data Susenas
Modul sekitar 20 persen (=B). Penyesuaian ini
diperlukan karena data pengeluaran hasil survei,
dalam hal ini data konsumsi Susenas Kor, cenderung
under estimate.
B = 1,2 x A
3. Mendeflasikan nilai B dengan IHK/Indeks Harga
Konsumsen (=C). Bagi daerah yang tidak memiliki
data inflasi, IHK bias didekati dengan IHK ibukota
propinsi (jika dekat) atau inflasi PDRB.
C = B IHK
4. Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit) yang
disebut dengan indeks kemahalan. Indeks
kemahalan (PPP/unit) dimaksudkan untuk
menstandarkan nilai rupiah di semua wilayah
Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan standar
baku penghitungan IPM secara nasional digunakan
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
22
harga-harga pada wilayah Jakarta Selatan sebagai
pembanding. Penghitungan PPP/unit dilakukan
sesuai rumus :
E(i,j) j
PPP/Unit = p(9,j) q(i,j)
j
di mana :
E(i,j) = Total pengeluaran untuk komoditi j di kab/kota
p(9,j) = Harga komoditi j di Jakarta Selatan q(i,j) = Total komoditi j (unit) yang di konsumsi
di kab/kota
5. Membagi nilai C dengan PPP/unit (=D)
6. Menyesuaikan (mendiscount) nilai D dengan formula
Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai
marginal utility dari D (riil/PPPadj) (=D*). Rumus
Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-
rata konsumsi riil secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
D(i)* = D(i) jika D(i) Z
= Z+2(D(i) –Z)(1/2) jika Z<D(i)2Z
= Z+2(Z)(1/2) +3(D(i)-2Z)1/3 jika 2Z<D(i)3Z
= Z+2(Z)(1/2)+3(Z)(1/3)+4(D(i)-2Z)(1/4) jika 3Z<D(i)4Z dimana:
D(i) = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan
dengan PPP/unit (hasil tahapan 6)
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
23
Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu
yang digunakan sebagai batas kecukupan
(biasanya menggunakan garis kemiskinan) yang
dalam laporan ini Z ditetapkan sebesar
Rp 1.500,- per kapita sehari atau Rp 547.500,-
per kapita setahun
2.3.5 Perubahan IPM Pencapaian pembangunan manusia dapat dilihat dari
dua segi, yaitu :
1. Kecepatan Perubahan IPM (shortfall)
Kecepatan perubahan IPM dalam suatu periode
dapat dilihat dari angka shortfall. Angka tersebut
mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara
“jarak yang sudah ditempuh” dengan yang “harus
ditempuh” untuk mencapai kondisi yang ideal
(IPM=100). Semakin tinggi angka shortfall, semakin
cepat kenaikan IPM. Secara formulasi reduksi
sortfall (r) adalah:
IPM t1 – IPM t0 R = x100
IPM ref – IPM t0
di mana :
IPM t0 = IPM tahun dasar
IPM t1 = IPM tahun terakhir
IPM ref = IPM acuan atau ideal yang dalam hal
ini sama dengan 100
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
24
2. Meningkatnya status pembangunan manusia
berdasarkan klasifikasi berikut :
Tabel 2.3 Klasifikasi IPM
Nilai IPM Status Pembangunan Manusia
< 50 50 IPM < 66 66 IPM < 80 80
Rendah Menengah bawah Menengah atas Tinggi
2.4 Metode Penyajian
Penyajian data merupakan salah satu hal yang sangat
penting dalam penyusunan publikasi atau buku. Hal ini
berkaitan dengan kemudahan para pengguna atau
konsumen publikasi IPM Kota Lhokseumawe. Penyajian data
dalam penyusunan IPM ini akan berbentuk tulisan, grafik,
dan tabel. Penyajian isi materi akan disajikan secara
terstruktur dengan rincian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian pertama ini akan dijelaskan tentang
latar belakang, maksud, tujuan, dan ruang
lingkup dari penghitungan dan analisis IPM Kota
Lhokseumawe.
BAB II METODOLOGI
Bagian ke dua ini menjelaskan berbagai metode
atau teknik yang digunakan dalam pengumpulan
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
25
data, pengolahan data, berbagai formulasi
penghitungan indikator, dan metode analisis.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bagian ke tiga ini menjelaskan secara ringkas
mengenai kondisi wilayah Kota Lhokseumawe,
seperti kondisi geografis, musim, pemerintahan,
kependudukan, perekonomian, dan sosial
budaya.
BAB IV INDIKATOR KESEHATAN
Bagian ke empat ini merupakan bagian awal dari
substansi publikasi IPM. Dalam bagian ini akan
dijelaskan secara rinci mengenai kondisi
kesehatan penduduk berdasarkan relevansinya
dengan penghitungan IPM, seperti kematian bayi
dan angka harapan hidup.
BAB V INDIKATOR PENDIDIKAN
Bagian ini akan menjelaskan secara rinci
mengenai kondisi pendidikan masyarakat
berdasarkan relevansinya dengan penghitungan
IPM, seperti tingkat pendidikan penduduk, rata-
rata lama sekolah, dan angka melek huruf.
BAB VI INDIKATOR DAYA BELI
Bagian ini merupakan bagian terakhir dari
substansi publikasi IPM. Di bagian ini akan
dijelaskan kondisi daya beli masyarakat
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
26
berdasarkan relevansinya dengan penghitungan
IPM, seperti variabel pengeluaran konsumsi
penduduk dan daya beli penduduk.
BAB VII PERKEMBANGAN IPM
Bagian ke tujuh ini merupakan bagian pokok
karena di dalamnya akan dijelaskan mengenai
kondisi pembangunan manusia di Kota
Lhokseumawe yang ditunjukkan oleh indikator
IPM beserta kecepatan perubahan pembangunan
manusia (shortfall).
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Bagian penutup ini berisi tentang kesimpulan
hasil berbagai penghitungan indikator beserta
model implikasi kebijakan yang akan
direkomendasikan kepada Pemerintah Kota
Lhokseumawe.
BAB III
GAMBARAN UMUM
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
28
GAMBARAN UMUM
Kota Lhokseumawe merupakan salah satu daerah
otonom baru dalam Provinsi Aceh. Kota Lhokseumawe
pemekaran dari kabupaten induknya yaitu Kabupaten Aceh
Utara yang dibentuk dengan Undang-undang No. 2 Tahun
2001 tanggal 21 Juni 2001.
3.1 Kondisi Geografis
Kota Lhokseumawe adalah salah satu kota setingkat
kabupaten yang berada di wilayah timur Provinsi Aceh.
Terletak pada posisi astronomis 04o54’ – 05o18’ Lintang Utara
dan 96o20’ – 97o21’ Bujur Timur.
Kota Lhokseumawe secara administratif memiliki batas
sebagai berikut :
Curah hujan di Kota Lhokseumawe rata-rata berkisar
20 – 283 mm pada tahun 2011 setara dengan suhu udara
antara 23 oC - 34 oC. Wilayah Kota Lhokseumawe berada pada
ketinggian antara 2 – 24 meter dpl (di atas permukaan laut).
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Selatan : Kecamatan Kuta Makmur (Aceh
Utara)
Sebelah Barat : Kecamatan Dewantara (Aceh Utara)
Sebelah Timur : Kecamatan Syamtalira Bayu (Aceh
Utara)
III
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
29
Luas wilayah Kota Lhokseumawe berdasarkan undang-
undang No. 2 Tahun 2001 seluas 181,06 Km² atau 18.106
Ha yang meliputi 3 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan
Banda Sakti, Kecamatan Blang Mangat, dan Kecamatan
Muara Dua. Pada tahun 2006 terjadi pemekaran wilayah
Kecamatan Muara Dua menjadi kecamatan Muara Dua dan
Kecamatan Muara Satu. Rincian luas wilayah kecamatan
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota Lhokseumawe per Kecamatan
No. Kecamatan Luas Wilayah
Km² Ha
1. Blang Mangat 56,12 5.612
2. Muara Dua 57,80 5.780
3. Muara Satu 55,90 5.590
4. Banda Sakti 11,24 1.124
Jumlah 181,06 18.106
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe
3.2 Kondisi Pemerintahan
Sejak tahun 2006, secara administrasi Kota
Lhokseumawe terdiri dari:
- 4 ( empat ) kecamatan
- 9 ( sembilan ) kemukiman
- 68 ( enam puluh delapan ) gampong
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
30
Tabel 3.2 Nama Gampong Berdasarkan Kecamatan dan Kemukiman di Kota Lhokseumawe
No. Urut
I BANDA SAKTI I. Mukim Lhokseumawe Selatan 1 Kuta Blang
2 Kota Lhokseumawe3 Mon Geudong4 Keude Aceh5 Simpang Empat6 Pusong Lhokseumawe7 Lancang Garam 8 Pusong Baru9 Kampung Jawa Baru
II. Mukim Lhokseumawe Utara 10 Kp Jawa Lama11 Hagu Teungoh12 Uteun Bayi13 Ujong Blang14 Hagu Selatan15 Tumpok Teungoh16 Hagu Barat Laut17 Ulee Jalan18 Banda Masen
II MUARA DUA
I. Mukim Kandang 1 Alue Awe2 Blang Crum3 Cut Mamplam4 Meunasah Mee5 Cot Girek Kandang6 Meunasah Manyang7 Meunasah Blang
II. Mukim Cunda 8 Keude Cunda9 Meunasah Uteunkot Cunda10 Lhokmon Puteh11 Meunasah Mesjid12 Meunasah Panggoi13 Meunasah Paya Bili14 Meunasah Alue15 Paya Peunteuet16 Blang Poh Roh17 Paloh Batee
Nama Gampong Nama Kecamatan dan Mukim
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
31
No. Urut
III MUARA SATU
I. Mukim Paloh Timur 1 Cot Trieng2 Paloh Punti3 Padang Sakti4 Meuria Paloh5 Meunasah Dayah6 Blang Panyang
II. Mukim Paloh Barat 7 Ujong Pacu8 Blang Pulo9 Blang Naleung Mameh
10 Batuphat Timur11 Batuphat Barat
IV BLANG MANGAT
I. Mukim Meuraksa 1 Kuala2 Blang Cut3 Mesjid Meuraksa4 Jambo Timu5 Tunong6 Blang Teueu7 Teungoh
II. Mukim Peunteuet 8 Baloy9 Blang Peunteuet
10 Kumbang Peunteuet11 Mesjid Peunteuet12 Ulee Blang Mane13 Keude Peunteuet14 Mane Kareung15 Asan Kareung
III. Mukim Mangat Makmu 16 Rayeuk Kareung 17 Alue Lim
18 Blang Buloh19 Blang Weu Panjou20 Jeulikat21 Blang Weu Baroh22 Seuneubok
Nama DesaNama Kecamatan dan Mukim
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe
3.3 Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun
2011 mencapai 175.082 jiwa dengan komposisi penduduk
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
32
laki-laki sebanyak 87.392 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 87.690 jiwa. Jika dibandingkan dengan luas
wilayah Kota Lhokseumawe yang seluas 181,06 km2, maka
kepadatan penduduk di kota ini mencapai 967 jiwa per km2.
Dari empat kecamatan yang ada di Kota
Lhokseumawe, Kecamatan Banda Sakti adalah kecamatan
dengan penduduk terbanyak, mencapai 75.226 jiwa.
Kecamatan Blang Mangat merupakan kecamatan dengan
jumlah penduduk paling sedikit yaitu 22.186 jiwa.
Tabel 3.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe
Kecamatan Banda Sakti memiliki tingkat kepadatan
tertinggi mencapai 6.693 jiwa per km2. Adapun Kecamatan
Blang Mangat adalah wilayah yang memiliki tingkat
kepadatan terendah yaitu 395 jiwa per km2.
Penduduk (jiwa)
Luas Wilayah ( Km2 )
Kepadatan (jiwa/km2)
(2) (3) (4)
1 22.186 56,12 395
2 Muara Dua 45.221 57,80 782
3 Muara Satu 32.449 55,90 580
4 Banda Sakti 75.226 11,24 6693
175.082 181,06 967
Kecamatan
(1)
Blang Mangat
Jumlah
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
33
Komposisi penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun
2011 untuk kelompok usia 0-14 tahun sebesar 32,1 persen.
Kelompok usia 15-64 tahun 65,29 persen dan kelompok usia
65 tahun ke atas 2,61 persen. Rasio beban tanggungan
(dependency ratio) sebesar 53,18 yang berarti sebanyak ± 53
penduduk usia non produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun
ke atas) di Kota Lhokseumawe di tanggung oleh 100
penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Tingginya
angka tersebut dapat menyebabkan pembangunan manusia
di Kota Lhokseumawe terhambat. Hal ini dikarenakan
sebagian pendapatan yang diperoleh golongan penduduk
usia produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk usia non produktif.
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Usia Produktif di Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : Badan Pusat Statistik
Laki-laki Perempuan(1) (2) (3) (4)
0 - 14 tahun 28.983 27.227 56.210
15 - 64 tahun 56.510 57.792 114.302
65 + tahun 1.899 2.671 4.570
Jumlah 87.392 87.690 175.082
Angka Ketergantungan 54,65 51,73 53,17
Kelompok UsiaJenis Kelamin
L+P
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
34
Perubahan demografis yang selalu mendapat
perhatian dalam analisis kependudukan adalah perubahan
struktur umur. Perubahan struktur umur ini umumnya
akibat dari menurunnya tingkat fertilitas dan mortalitas.
Proporsi penduduk yang berumur muda akan mengalami
penurunan, sedangkan proporsi penduduk yang berumur
tua akan mengalami peningkatan. Keadaan struktur umur
penduduk akan tampak jelas dengan menggunakan piramida
penduduk.
Piramida penduduk menggambarkan perkembangan
penduduk pada setiap kelompok umur yang berbeda. Bentuk
piramida penduduk dipengaruhi oleh tingkat kelahiran,
tingkat kelangsungan hidup setiap kelompok umur, dan oleh
perpindahan penduduk. Penduduk dengan tingkat kelahiran
tinggi biasanya ditandai dengan bentuk piramida penduduk
yang alasnya besar dan berangsur mengecil hingga puncak
piramida. Tingkat kelahiran rendah ditandai oleh bentuk
piramida dengan alas tidak begitu besar dan tidak langsung
mengecil hingga puncaknya. Adapun tingkat kelangsungan
hidup dan tingkat perpindahan penduduk pada setiap
kelompok umur akan mempengaruhi fluktuasi pada
piramida.
Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa
penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2011 dapat digolongkan
penduduk muda. Artinya, lebih banyak jumlah penduduk
kelompok usia muda.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
35
Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Batang piramida untuk kelompok umur 0-4 tahun dan
5-9 tahun masih relatif panjang dari kelompok umur lainnya,
kecuali kelompok umur 15-19 tahun. Hal ini berarti fertilitas
di kota ini masih cukup tinggi. Apabila dibandingkan dengan
batang piramida kelompok umur 10-14 yang hampir sama,
maka dapat ditafsirkan paling tidak dalam 15 tahun terakhir
tidak terjadi penurunan kelahiran yang berarti. Bahkan
untuk penduduk berjenis kelamin perempuan selama 25
tahun terakhir tidak terjadi penurunan kelahiran yang
berarti karena panjang batang piramida yang hampir sejajar.
Dengan angka harapan hidup sebesar 71,17 dan
dengan membandingkan piramida penduduk, dapat dilihat
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
36
bahwa penduduk yang berumur 70 tahun ke atas adalah
penduduk perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa
penduduk perempuan memiliki harapan hidup yang lebih
panjang dari penduduk laki-laki di Kota Lhokseumawe.
3.4 Kondisi Ketenagakerjaan
Peningkatan jumlah penduduk di Kota Lhokseumawe
berakibat pada meningkatnya jumlah penduduk usia kerja
(tenaga kerja). Dengan demikian jumlah penduduk yang
memasuki angkatan kerja juga akan meningkat. Seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk yang akan memasuki
pasar kerja, maka penciptaan dan perluasan lapangan kerja
produktif diupayakan dapat terlaksana secara mantap
seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Dalam rangka memperluas lapangan kerja produktif
dan mengurangi pengangguran, Pemerintah Kota
Lhokseumawe harus mengupayakan berbagai kegiatan
melalui beberapa program di bidang ketenagakerjaan.
Program-program tersebut diharapkan dapat memperluas
lapangan kerja maupun meningkatkan kualitas pekerja.
Namun, upaya-upaya tersebut harus dilakukan
berkesinambungan karena pertumbuhan tenaga kerja baru
yang memasuki pasar kerja ke depan akan semakin tinggi.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
37
Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sektor Klasifikasi Daerah Jumlah Pedesaan Perkotaan (1) (2) (3) (4)
Pertanian
Manufaktur
9.113
797
4.795
1.702
13.908
2.499
Jasa
7.119 44.879 51.998
Jumlah 17.029 51.376 68.405
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang
bekerja di Kota Lhokseumawe tahun 2011 adalah sebesar
68.405 jiwa. Dari sejumlah itu penduduk perkotaan yang
bekerja mempunyai persentase sebesar 75,1 persen, sisanya
adalah penduduk pedesaan. Terjadi peningkatan jumlah
penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dari
tahun 2010 yaitu sebesar 9.927 jiwa atau sebesar 16,98
persen.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota
Lhokseumawe pada tahun 2011 adalah 62,07. TPAK
merupakan rasio antara angkatan kerja dengan jumlah
penduduk usia kerja. Angka ini juga dapat menggambarkan
jumlah penduduk yang masuk dalam dunia kerja. Angka
TPAK sebesar 62,07 dapat diartikan diantara 100 orang
penduduk usia kerja terdapat 62 orang yang bekerja atau
mencari pekerjaan. TPAK penduduk pedesaan di Kota
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
38
Lhokseumawe lebih besar daripada penduduk perkotaan. Hal
ini menunjukkan keadaan bahwa penduduk pedesaan lebih
banyak yang bekerja dan aktif mencari pekerjaan dibanding
penduduk perkotaan.
Indikator ketenagakerjaan yang tak kalah penting
untuk diamati adalah tingkat pengangguran terbuka.
Pengangguran terbuka didefinisikan sebagai orang yang
sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan
usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan,
termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi
belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk
orang yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga,
sehingga hanya orang yang temasuk angkatan kerja saja
yang merupakan pengangguran terbuka.
Angka TPT Kota Lhokseumawe untuk wilayah
perkotaan adalah 7,34 sedangkan angka TPT untuk wilayah
pedesaan lebih tinggi yaitu sebesar 8,49. Penggangguran
terbuka sebagian besar adalah pencari kerja, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar angkatan kerja di
pedesaan masih membutuhkan lapangan kerja untuk
mereka.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
39
3.5 Kondisi Perekonomian
3.5.1 Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian menunjukkan besarnya
kontribusi masing-masing sektor ekonomi di suatu daerah.
Dengan mengamati struktur perekonomian akan tampak
seberapa besar kekuatan ekonomi suatu negara atau
daerah. Indikator makro semacam ini sangat penting bagi
pengambilan keputusan untuk menentukan arah dan
sasaran kebijakan pembangunan di masa yang akan datang.
Pola kegiatan ekonomi Kota Lhokseumawe sejak
tahun 2008 dapat dikatakan sama. Kontribusi terbesar
selalu disumbangkan oleh sektor sekunder. Walaupun
mengalami penurunan di tiap tahunnya, kontribusi sektor
sekunder selalu lebih dari 50 persen. Sektor yang
mempunyai peningkatan berarti tiap tahun adalah sektor
tersier. Sektor primer mempunyai kontribusi terkecil dalam
perekonomian Kota Lhokseumawe.
Apabila dilihat dari sektor-sektor pembentuk sektor
sekunder, maka diketahui bahwa selama periode 2008
hingga 2011 sektor industri pengolahan mempunyai peranan
paling besar, bahkan sangat mendominasi dalam struktur
ekonomi Kota Lhokseumawe secara keseluruhan. Kendati
demikian, kontribusinya dalam kurun waktu tersebut
cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata
penurunan 5,8 persen tiap tahunnya. Kontribusi tahun 2008
mencapai 62,0 persen dan terus menurun menjadi 46,6
persen pada tahun 2011.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
40
Tabel 3.6 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2008-2011 Dengan Migas (persen)
Sektor 2008 2009 2010*) 2011**)
(1) (2) (3) (4) (5) Primer 4,58 4,77 4,91 5,13 1. Pertanian 4,43 4,61 4, 74 4,95 2. Pertambangan & Penggalian 0,15 0,16 0,17 0,18 Sekunder 67,14 62,49 57,76 54,89 3. Industri Pengolahan 62,00 55,84 49,92 46,6 4. Listrik & Air Minum 0,06 0,07 0,09 0,10 5. Bangunan/Konstruksi 5,08 6,58 7,75 8,19 Tersier 28,29 32,75 37,32 39.98 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 20,30 23,45 26,77 28,88 7. Pengangkutan & Komunikasi 4,27 5,09 6,09 6,43 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,98 1,26 1,48 1,61
9. Jasa-jasa 2,74 2,95 2,98 3,06
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara
Industri pengolahan menjadi leading sector
perekonomian wilayah Lhokseumawe karena pengaruh
beberapa industri besar terutama industri pengolahan migas
yakni PT Arun. Meskipun mengalami penurunan peranan
dalam perekonomian dikarenakan produksi migas yang
menurun, sektor industri pengolahan migas masih menjadi
primadona dalam perekonomian Kota Lhokseumawe.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
41
Sementara itu sektor bangunan/konstruksi memberikan
kontribusi sebesar 8,19 persen pada tahun 2011. Sektor ini
cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2008 sejalan
dengan maraknya pembangunan properti seperti perumahan
dan pertokoan di wilayah kota ini.
Sektor sekunder mengalami penurunan sejalan
dengan berkurangnya peranan sektor industri pengolahan
dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Dua sektor lainnya
yakni sektor konstruksi dan sektor listrik, air, dan gas,
masing-masing mengalami kenaikan selama empat tahun
terakhir. Meskipun demikian kenaikan tersebut tidak
signifikan menaikkan share sektor sekunder karena
dominasi sektor industri pengolahan yang cukup besar.
Secara keseluruhan, kontribusi terbesar kedua pada
perekonomian Lhokseumawe selama empat tahun terakhir
diberikan oleh sektor tersier terutama sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Sektor ini mengalami kenaikan dari share
sebesar 20,30 persen pada tahun 2008 menjadi 28,88 persen
pada tahun 2011. Sektor yang mempunyai sumbangan
terbesar kedua terhadap sektor tersier adalah sektor
perhubungan dan komunikasi. Sektor ini mengalami
kenaikan rata-rata satu persen selama empat tahun terakhir.
Sektor pendukung sektor tersier rata-rata semua
mengalami kenaikan share selama empat tahun terakhir. Hal
ini menyebabkan sektor tersier juga terdukung kenaikannya.
Sektor jasa-jasa mengalami kenaikan meskipun cenderung
stabil selama empat tahun, sedangkan sektor keuangan,
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
42
persewaan, dan jasa perusahaan mempunyai kontribusi
sebesar 0,98 – 1,61 persen.
Sektor pertanian mempunyai andil yang cenderung
stabil dalam perekonomian Kota Lhokseumawe dengan
besaran 4,43 – 4,95 persen. Pada tahun 2011 peranan sektor
pertanian adalah sebesar 4,95 persen; terbesar kelima dalam
perekonomian Kota Lhokseumawe. Konversi lahan pertanian
yang terjadi sebagai konsekuensi dari wilayah yang berstatus
kota memerlukan perhatian lebih. Konversi lahan yang
terjadi harus diusahakan ke sektor-sektor produktif agar
perekonomian tetap stabil, bahkan meningkat.
Berbeda dengan sektor pertanian, kontribusi sektor
pertambangan dan penggalian sebagai bagian dari sektor
primer sangat kecil dan juga cenderung stabil. Kontribusi
yang diberikan terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe
hanya sebesar 0,16 persen pada tahun 2008 dan empat
tahun kemudian, yaitu tahun 2011 menunjukkan besaran
yang mengalami hanya sedikit kenaikan menjadi 0,18
persen.
Berdasarkan struktur perekonomian yang terbentuk
sepanjang periode 2008 hingga 2011, masih mengukuhkan
Kota Lhokseumawe sebagai kota indutri migas terbesar di
Aceh, dengan kontribusi kelompok sektor sekunder
mencapai lebih dari 50 persen terhadap perekonomian Kota
Lhokseumawe sendiri. Kontribusi yang telah diberikan oleh
masing-masing kelompok sektor tentunya harus lebih
dioptimalkan, meskipun nantinya optimalisasi kontribusi ini
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
43
tentunya akan sangat tergantung pada kinerja ekonomi
masing-masing sektor di tahun-tahun yang akan datang.
Gambar 3.2 Peranan PDRB Dengan Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Sementara itu jika sektor migas dikeluarkan dari
peranannya terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe,
akan terlihat bahwa PDRB tahun 2011 didominasi oleh
kelompok tersier. Share sebesar 72,81 persen diberikan oleh
sektor tersier. Besaran share sektor tersier terhadap
perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa migas, sangat
mendominasi karena jauh diatas 50 persen.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
44
Tabel 3.7 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2008-2011 Tanpa Migas (persen)
Sektor 2008 2009 2010*) 2011**)
(1) (2) (3) (4) (5) Primer 11,69 10,52 9,53 9,34 1. Pertanian 11,32 10,17 9,20 9,02 2. Pertambangan & Penggalian 0,37 0,34 0,33 0,32 Sekunder 16,01 17,27 17,97 17,85 3. Industri Pengolahan 2,88 2,61 2,74 2,75 4. Listrik & Air Minum 0,14 0,15 0,17 0,19 5. Bangunan/Konstruksi 12,98 14,51 15,06 14,91 Tersier 72,30 72,21 72,50 72,81 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 51,88 51,71 52,00 52,60 7. Pengangkutan & Komunikasi 10,92 11,23 11,84 11,71 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
2,51 2,78 2,88 2,93
9. Jasa-jasa 6,99 6,50 5,79 5,57
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan
kontribusi terbesar dari total PDRB tanpa migas dan
merupakan leading sector dari sektor tersier. Sektor ini terus
meningkat dari tahun ke tahun, walaupun kenaikannya
cenderung stabil. Sektor pengangkutan & komunikasi serta
sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga
semakin meningkat dalam kurun waktu 2008-2011 dengan
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
45
peningkatan yang relatif kecil. Sektor jasa-jasa mengalami
penurunan share selama kurun waktu empat tahun, dari
6,99 persen pada 2008 menjadi 5,57 persen pada 2011.
Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar
peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe.
Pada tahun 2011 kelompok primer ini memberikan
kontribusi sebesar 9,34 persen. Namun, kontribusi yang
diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya
saja pada tahun 2008 kontribusi kelompok ini mencapai
angka 11,69 persen dan menjadi 9,34 persen pada tahun
2011. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah
sektor pertanian dimana pada tahun 2011 memberikan
kontribusi sebesar 9,02 persen. Sementara itu peranan
sektor pertambangan dan penggalian menyumbang tidak
lebih dari setengah persen sejak periode 2008-2011.
Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok
sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor
listrik dan air bersih serta sektor konstruksi. Kelompok
sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang
memberikan kontribusi sebesar 14,91 persen pada tahun
2011. Sektor konstruksi juga menunjukkan kecenderungan
meningkat peranannya setiap tahun, hanya terjadi sedikit
penurunan pada tahun 2011.
Sementara itu sektor industri pengolahan
memberikan kontribusi sebesar 2,75 persen pada tahun
2011. Sedangkan sektor listrik dan air bersih kontribusinya
masih sangat kecil baru mencapai 0,18 persen terhadap
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
46
pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2011. Sektor
ini juga merupakan sektor yang paling kecil kontribusinya
terhadap nilai PDRB.
Gambar 3.3 Peranan PDRB Tanpa Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
3.5.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah
satu ukuran kinerja pembangunan daerah khususnya di
bidang perekonomian. Pertumbuhan ekonomi ini dapat
dilihat dari laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan,
yaitu dengan menghilangkan faktor perubahan harga (inflasi)
dan menggunakan faktor pengali harga konstan (at constant
price inflation factor) sehingga diperoleh gambaran
peningkatan produksi secara makro.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
47
Sesuai dengan panduan dari “The System of National
Accounts 1993 (SNA)”, pembagian nilai pertumbuhan
ekonomi untuk negara Indonesia dibagi ke dalam dua
bagian, yaitu pertumbuhan PDRB Dengan Migas dan Tanpa
Migas. Nilai pertumbuhan PDRB Kota Lhokseumawe dengan
dan tanpa migas adalah tidak sama karena kegiatan sub
sektor pertambangan dan industri pengolahan migas
terdapat di kota ini, bahkan menjadi leading sector.
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri, terutama
industri minyak dan gas. Selama kurun waktu 2008 hingga
2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan
yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan
sektor industri pengolahan di Kota Lhokseumawe yang
didominasi industri gas alam cair oleh PT Arun, NGL. Namun
pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi sedikit meningkat
dengan seiring semakin baiknya pertumbuhan sektor tersier
terutama pada sektor perdagangan. Ekonomi tumbuh
sebesar 2,18 persen pada tahun 2011.
Tanpa faktor minyak dan gas, sektor listrik dan air
minum adalah sektor dengan pertumbuhan terbesar. Sektor
jasa-jasa cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2009
menuju tahun 2011, sedangkan sektor industri pengolahan
migas tetap tumbuh minus, hanya saja semakin kecil
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ini menunjukkan
bahwa penurunan produksi Gas Alam pada tahun 2011
tidak begitu drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
48
Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2008-2011 Dengan dan Tanpa Migas (persen)
Sektor 2008 2009 2010*) 2011**)
(1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian 1,23 1,54 2, 22 3,65 2. Pertambangan & Penggalian 2,81 3,29 5,26 4,48 3a. Industri Pengolahan (12,56) (15,08) (17,19) (1,31) 3b. Industri Pengolahan 4,05 2,35 2,29 4,38 4. Listrik & Air Minum 7,13 10,76 12,26 14,09 5. Bangunan/Konstruksi 6,64 4,29 4,41 3,91 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,41 7,94 8,07 6,54 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,96 4,58 5,02 4,59 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
5,43 5,51 8,75 6,96
9. Jasa-jasa 3,05 3,51 2,85 2,76
PDRB Dengan Migas (5,69) (6,57) (6,45) 2,18 PDRB Tanpa Migas 6,38 5,66 5,93 5,31
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tanpa
memasukkan unsur minyak dan gas tahun 2011 sebesar
5,31 persen yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas
dasar harga konstan tahun 2000. Secara sektoral di tahun
2011 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan
positif dan pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut
dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar 14,09
persen; sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan
sebesar 6,96 persen; sektor perdagangan, hotel, dan restoran
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
49
6,54 persen; pertambangan dan penggalian 4,48 persen;
pengangkutan dan komunikasi 4,59 persen; konstruksi 3,91
persen; industri pengolahan 4,38 persen; pertanian 3,65
persen; serta sektor jasa-jasa secara mengejutkan tumbuh
terkecil yaitu sekitar 2,76 persen.
BAB IV
INDIKATOR KESEHATAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
51
INDIKATOR KESEHATAN
Kondisi kesehatan penduduk merupakan salah satu
modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Hal ini
dikarenakan aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap
kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku
pembangunan. Kondisi kesehatan penduduk dapat ditinjau
dari dua sisi, yaitu sisi derajat kesehatan dan dari sisi status
kesehatan. Derajat kesehatan penduduk dapat diukur
melalui angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR)
dan Angka Harapan Hidup (Life Expectancy at Birth). Dua
ukuran ini merupakan indikator penting dalam
penghitungan IPM.
Angka harapan hidup memberikan banyak arti dalam
kaitannya dengan berbagai faktor kehidupan masyarakat.
Angka harapan hidup atau yang dikenal dengan istilah Life
Expectancy at Birth merupakan rata-rata peluang hidup
penduduk. Dari angka harapan hidup tersebut tercermin
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya kualitas
kesehatan penduduk di suatu wilayah.
Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi,
maka angka harapan hidup penduduk di Kota Lhokseumawe
pun mengalami peningkatan. Secara perlahan peluang hidup
penduduk di Kota Lhokseumawe menunjukkan perbaikan
pada tahun 2011. Angka harapan hidup penduduk kota ini
pada tahun 2011 mencapai 71,17 tahun, sedikit lebih baik
IV
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
52
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 70,81 tahun.
Hal ini berarti pada tahun tersebut penduduk Kota
Lhokseumawe memiliki harapan hidup sekitar 71 tahun.
Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 – 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
BAB V
INDIKATOR
PENDIDIKAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
54
INDIKATOR PENDIDIKAN
Pada era globalisasi saat ini keberhasilan suatu bangsa
di ajang internasional tidak lagi hanya ditentukan oleh
keunggulan komparatif, seperti kekayaan sumber daya alam
yang dimiliki. Akan tetapi, akan lebih ditentukan oleh
keunggulan kompetitif yang dalam hal ini berkaitan dengan
kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
sumberdaya manusia bertitik tolak pada upaya
pembangunan bidang pendidikan. Oleh karena itu,
pendidikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi instrumen
yang sangat penting. Melalui pendidikan diharapkan akan
terbentuk SDM berkualitas dan berdaya guna bagi
pembangunan.
Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari
investasi di bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan
merupakan salah satu cara memerangi kemiskinan,
mengurangi ketimpangan pendapatan, dan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Adapun bagi masyarakat,
pendidikan yang semakin baik merupakan modal dalam
memperebutkan kesempatan kerja sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan mereka.
Untuk mengetahui perkembangan pembangunan
pendidikan di Kota Lhokseumawe akan dijelaskan mengenai
kondisi pendidikan penduduk melalui pendekatan indikator
turunan dari IPM.
V
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
55
5.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat
digambarkan dari tingkat pendidikan penduduk. Komposisi
penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan
memberikan gambaran tentang kualitas sumberdaya
manusia. Kebutuhan akan tenaga kerja berpendidikan tinggi
dirasakan sangat penting bagi kepentingan pembangunan.
Hal ini berkaitan dengan daya saing SDM antar daerah
dalam menghadapi era kompetisi global di masa mendatang.
Penduduk Kota Lhokseumawe yang berumur 10 tahun
ke atas pada tahun 2011 yang berijazah (pendidikan tertinggi
yang ditamatkan) SMA sederajat sebesar 33,65 persen;
berijazah SMP sederajat sebanyak 20,36 persen; SD
sederajat sebanyak 22,03 persen; dan perguruan tinggi
sebanyak 9,39 persen. Sementara itu persentase penduduk
berumur 10 tahun ke atas yang belum/tidak tamat SD
adalah 14,56 persen.
Berdasarkan fakta bahwa sebagaian besar penduduk
berpendidikan SMA sederajat, maka pembangunan sumber
daya manusia di bidang pendidikan di Kota Lhokseumawe
dapat dikatakan telah berlangsung dengan baik karena
sebagian besar penduduk telah melampaui Program Wajib
Belajar 9 Tahun. Hal ini berkaitan dengan daya saing dengan
sumber daya manusia daerah lain dalam menghadapi era
kompetisi global di masa mendatang. Dengan kualifikasi
penduduk di bidang pendidikan yang cukup, diharapkan
Kota Lhokseumawe mampu menghadapi persaingan
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
56
tersebut. Penduduk yang berpendidikan akan menambah
peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Gambar 5.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
5.2 Angka Melek Huruf
Pada tingkat makro ukuran yang sangat mendasar dari
pendidikan adalah kemampuan baca tulis penduduk.
Minimal penduduk harus mempunyai kemampuan membaca
dan menulis agar dapat menerima informasi secara tertulis,
dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan, dan
dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara wajar.
Dengan kata lain, kemampuan baca tulis merupakan
keterampilan minimum yang dibutuhkan penduduk untuk
dapat menuju hidup sejahtera. Dalam penghitungan IPM,
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
57
kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis dilihat
dari angka melek huruf (Literacy Rate) penduduk umur 15
tahun ke atas.
Pada tahun 2011 angka melek huruf penduduk Kota
Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas mencapai 99,64
persen. Dengan kata lain, sebesar 0,36 persen penduduk
umur 15 tahun ke atas di kota ini belum atau tidak dapat
membaca dan menulis. Namun, dapat dimaklumi karena
pada umumnya penduduk yang belum atau tidak membaca
dan menulis tersebut terkonsentrasi pada penduduk
kelompok umur tua.
Gambar 5.2 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2007 - 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
5.3 Rata-rata Lama Sekolah
Ukuran lain dari pendidikan adalah rata-rata lama
sekolah (Mean Years School). Secara umum indikator ini
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
58
menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh
penduduk dewasa (15 tahun ke atas). Semakin tinggi angka
rata-rata lama sekolah penduduk, berarti semakin baik
tingkat pendidikan tersebut.
Gambar 5.3 Rata-rata Lama Sekolah di Kota Lhokseumawe Tahun 2007 - 2011
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
Pada tahun 2011 rata-rata lama sekolah penduduk
umur 15 tahun ke atas di Kota Lhokseumawe mencapai
10,04 tahun. Artinya, mayoritas penduduk dewasa di kota ini
pernah mengenyam pendidikan formal hingga 10 tahun.
Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Kota
Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas telah mengenyam
pendidikan sampai kelas 1 SMA. Program wajib belajar
sembilan tahun yang dicanangkan oleh pemerintah dapat
dikatakan telah terwujud.
BAB VI
INDIKATOR DAYA
BELI
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
60
INDIKATOR DAYA BELI
Daya beli masyarakat merupakan variabel yang
mencerminkan kemampuan masyarakat dalam membeli
barang-barang dan jasa. Tingkat daya beli masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pendapatan,
pengeluaran konsumsi, indeks harga konsumen, dan indeks
kemahalan. Oleh karena itu, pendapatan yang tinggi tidak
menjamin daya beli masyarakat yang tinggi pula. Faktor
inflasi merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
seberapa riil nilai uang yang dimilki masyarakat. Artinya,
seberapa mampu masyarakat belanja dengan uang yang
dipegangnya.
Jika dilihat kemampuan membeli barang dan jasa
(daya beli) antar wilayah, maka daya beli itu sendiri
merupakan sesuatu yang relatif. Artinya, pertanyaan
“Apakah daya beli masyarakat suatu wilayah lebih baik dari
daya beli masyarakat di wilayah lain”, maka faktor relatif-nya
daya beli tersebut melatarbelakangi penghitungan indeks
kemahalan.
6.1 Pengeluaran Konsumsi Per Kapita
Pengeluaran konsumsi merupakan variabel yang
memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, pengeluaran
VI
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
61
konsumsi per kapita adalah variabel yang cukup penting
sebagai alat pemantau perkembangan standar hidup
penduduk di suatu wilayah. Sebagai contoh, penentuan
jumlah penduduk miskin di suatu wilayah ditentukan
berdasarkan pengeluaran konsumsi per kapita penduduk.
Selain itu, pengeluaran konsumsi per kapita ini juga
merupakan perkiraan pendapatan per kapita penduduk
suatu wilayah. Bagi penduduk dengan pendapatan
menengah ke bawah penggunaan uang untuk pengeluaran
konsumsi merupakan pengeluaran terbesar di banding
pengeluaran non konsumsi.
Tabel 6.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kota Lhokseumawe dan Propinsi Aceh Tahun 2010-2011 (Rp)
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Nilai pengeluaran konsumsi masyarakat diperoleh dari
kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Dari
tabel terlihat bahwa pengeluaran rata-rata per bulan
Tahun Wilayah
Rata-rata pengeluaran
makanan sebulan
Rata-rata pengeluaran
bukan makanan sebulan
Pengeluaran per kapita
Persentase Rata-rata
pengeluaran makanan sebulan
Persentase Rata-rata
pengeluaran bukan
makanan sebulan
2010 Kota Lhokseumawe 319.287
268.423 587.710 54,33 45,67 Provinsi Aceh 327.839 208.780 536.620 61,09 38,91
2011 Kota Lhokseumawe 345.893 284.984 630.877 54,82 45,17 Provinsi Aceh 329.832 227.097 556.929 59,22 40,77
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
62
masyarakat untuk makanan persentasenya lebih besar
daripada pengeluaran bukan makanan. Nilai pengeluaran
per kapita per bulan masyarakat Kota Lhokseumawe lebih
tinggi daripada rata-rata pengeluaran untuk Provinsi Aceh.
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
salah satunya dapat menggunakan indikator pendapatan per
kapita. Indikator ini didapatkan dari besaran nilai PDRB per
kapita. Pendapaten per kapita merupakan nilai perkiraan
pendapatan per jumlah penduduk selama satu tahun.
Perkembangan pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe
atas dasar harga berlaku tahun 2008-2011 dengan atau
tanpa migas dapat dilihat pada tabel 6.2.
Tabel 6.2 Pendapatan Per Kapita Kota Lhokseumawe
Tahun 2008-2011 (Rp)
Tahun ADHB ADHK 2000
Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas (1) (2) (3) (4) (5)
2008 62.281.175,84 24.370.659,77 28.174.858,22 11.957.043,19
2009 61.303.014,79 27.798.726,29 25.799.053,18 12.382.035,84
2010 62.109.299,97 31.978.315,17 23.697.901,82 12.878.843,73
2011 62.335.661,23 34.233.708,95 23.675.479,55 13.263.279,21
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Untuk melihat seberapa besar tingkat pertumbuhan
per kapita secara riil akibat peningkatan output adalah
dengan memperhatikan perkembangan pendapatan per
kapita atas dasar harga konstan. Atas dasar harga konstan
tahun 2000, pendapatan per kapita penduduk Kota
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
63
Lhokseumawe selama kurun waktu 2008 sampai 2011 tanpa
migas meningkat 10,92 persen. Tahun 2008 pendapatan per
kapita tersebut sebesar Rp 11.957.043,19 dan meningkat
menjadi Rp 13.263.279,21 pada tahun 2011. Jadi, secara
rata-rata hanya mengalami peningkatan 2,73 persen per
tahun.
Pengaruh sektor migas terhadap pendapatan
penduduk cukup besar. Kendati demikian pengaruh sektor
ini memberikan dampak penurunan terhadap pendapatan
per kapita penduduk karena produktivitas ataupun output
dari sektor ini mengalami penurunan tiap tahunnya. Baik
berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan,
pendapatan per kapita dengan memasukkan nilai sektor
migas akan mengalami penurunan.
Pendapatan per kapita penduduk Kota Lhokseumawe
atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 tanpa sektor
migas adalah sebesar Rp 34.233.708,95. Nilai ini mengalami
peningkatan sebesar 40,47 persen dari tahun 2008. Dengan
demikian nilai pertumbuhan pendapatan per tahunnya
adalah sebesar sekitar 10,12 persen.
6.2 Daya Beli Penduduk
Berdasarkan data pengeluaran per kapita penduduk,
maka dapat dilihat bagaimana tingkat daya beli penduduk di
Kota Lhokseumawe. Tingkat daya beli penduduk ini
menggambarkan kondisi relatif daya beli antar wilayah dan
antar waktu. Pada penghitungan IPM, daya beli penduduk
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
64
disesuaikan dengan komponen lain, seperti indeks harga dan
indeks kemahalan melalui formula Atkinson. Oleh karena
itu, angka daya beli yang dihasilkan tidak dapat
diinterpretasikan berdasarkan angka nominal, melainkan
harus diinterpretasikan secara riil dengan membandingkan
antar wilayah dan antar waktu. Angka daya beli ini dibaca
sebagai nilai pada kondisi tahun 2000.
Gambar 6.1 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Kota Lhokseumawe Tahun 2007–2011 (Rp 000)
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
Perkembangan daya beli masyarakat Kota
Lhokseumawe berangsur menunjukkan peningkatan. Setelah
ditimbang dengan indeks harga konsumen, indeks
kemahalan, dan disesuaikan dengan formula Atkinson, maka
daya beli penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2011
mencapai Rp 638.45,-. Artinya, karena daya beli telah
ditimbang dengan faktor indeks harga (tahun dasar 2000),
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
65
maka kemampuan penduduk membeli barang dan jasa
selama satu tahun tersebut setara dengan nilai uang sebesar
Rp 638.45,- di tahun 2000.
Nilai indeks daya beli Kota Lhokseumawe tahun 2010
adalah sebesar 63,34. Indeks ini mengalami kenaikan setiap
tahun, dari tahun 2006 sebesar 60,43; tahun 2007 sebesar
62,00; tahun 2008 sebesar 62,57; dan tahun 2009 sebesar
63,34.
Gambar 6.2 Indeks Daya Beli Kota Lhokseumawe Tahun 2007–2011
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
BAB VII
PERKEMBANGAN IPM
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
67
PERKEMBANGAN IPM
7.1 Indeks Pembangunan Manusia
Berdasarkan empat variabel yaitu angka harapan
hidup, tingkat melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya
beli masyarakat diperoleh indeks harapan hidup, indeks
pengetahuan, dan indeks standar hidup layak. Dari ketiga
indeks ini dihasilkan indeks pembangunan manusia (IPM)
Kota Lhokseumawe.
Gambar 7.1 Perkembangan IPM Kota Lhokseumawe dan Beberapa Kabupaten/Kota Lainnya di Aceh Tahun 2007 - 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
VII
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
68
Apabila dibandingkan antar kabupaten/kota di Aceh,
kondisi pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe berada
di peringkat kedua di bawah Kota Banda Aceh. Jika
dibandingkan dengan IPM rata-rata Aceh, IPM Kota
Lhokseumawe berada di atas rata-rata pembangunan
manusia di Aceh. Kondisi ini disebabkan pembangunan
manusia di seluruh aspek, bidang kesehatan yang
dicerminkan oleh angka harapan hidup, bidang pendidikan
yang dicerminkan oleh rata-rata lama sekolah dan angka
melek huruf, serta bidang ekonomi yang dicerminkan oleh
daya beli masyarakat, berada di atas rata-rata Aceh.
Nilai IPM Kota Lhokseumawe berselisih tipis dengan
Kota Sabang yang menempati peringkat ketiga di Aceh.
Peringkat berikutnya yaitu Kota Langsa kemudian
Kabupaten Aceh Tengah. Sementara kabupaten induk Aceh
Utara menduduki peringkat ke delapan se-Aceh. Propinsi
Aceh sendiri menempati peringkat ke-16 IPM secara
nasional.
Pada tahun 2011 angka IPM Kota Lhokseumawe
mencapai 76,68. Selama kurun waktu 2007 sampai 2011
angka IPM kota ini menunjukkan peningkatan yang cukup
berarti. Selain itu, selama lima tahun terakhir status
pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe masuk dalam
kategori menengah atas. Hal ini ditunjukkan dari angka IPM
yang selalu berada di atas angka 66.
Pada tahun 2011 indeks pendidikan (pengetahuan)
sebesar 88,74 diatas indeks harapan hidup sebesar 76,95
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
69
dan indeks daya beli (standar hidup layak) sebesar 64,35.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil pencapaian pembangunan
manusia di bidang pendidikan relatif lebih baik jika
dibandingkan dengan bidang kesehatan dan ekonomi.
Tingginya nilai indeks pendidikan ini sangat dipengaruhi
oleh keberadaan berbagai perguruan tinggi, meningkatnya
jumlah sarana pendidikan, dan berkurangnya angka putus
sekolah.
Lhokseumawe merupakan kota terbesar kedua di
Propinsi Aceh dimana keadaan fasilitas penunjang
pembangunan manusia seperti pendidikan dan kesehatan
telah cukup memadai. Table 7.1 dan 7.2 menunjukkan
banyaknya sarana pendidikan (sekolah) dan sarana
kesehatan pada tahun 2011 di Kota Lhokseumawe, baik
negeri maupun swasta.
Tabel 7.1 Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
1 Blang Mangat 13 7 2 2
2 Muara Dua 19 8 7 5
3 Muara Satu 10 8 6 0
4 Banda Sakti 29 12 12 3
(1) (2) (3) (4) (5)
Jumlah 71 35 27 10
KecamatanJenjang Pendidikan Umum
SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA Akademi/ PT
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
70
Jumlah sarana pendidikan yang memadai
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
meneruskan pendidikan sampai ke jenjang yang diinginkan,
tidak hanya sampai pada level pendidikan dasar dan
menengah namun juga sampai ke level perguruan tinggi.
Lokasi akademi atau perguruan tinggi yang berada di
kawasan Kota Lhokseumawe menambah iklim pendidikan
menjadi lebih maju karena akses terhadap sarana
pendidikan menjadi semakin mudah. Selain itu kemajuan
sector pendidikan dapat meningkatkan indeks pendidikan
melalui persentase melek huruf dan rata-rata lamanya
bersekolah.
Tabel 7.2 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2011
Praktek Dokter
Puskesmas
Pustu PuslingPosyan
du
Polin des &Poskes
des
Toko Obat
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Blang Mangat 0 2 7 2 29 12 4
2 Muara Dua 10 1 4 1 24 8 4
3 Muara Satu 0 1 2 1 15 10 5
4 Banda Sakti 26 2 8 2 32 4 12
36 6 21 6 100 34 25
No Kecamatan
Sarana Kesehatan Dasar
(2)
Jumlah
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
71
Meskipun letak Rumah Sakit Umum Daerah yang
agak jauh dari pusat kota, tidak menjadi penyebab
masyarakat yang bertempat tinggal di pusat kota kesulitan
mendapatkan pelayanan kesehatan. Terdapat praktek dokter
dan rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum. Dengan adanya sarana kesehatan yang
mencukupi juga dapat menekan angka kematian bayi dan
kematian maternal. Secara tidak langsung hal ini dapat
meningkatkan angka harapan hidup bagi masyarakat Kota
Lhokseumawe.
7.2 Shortfall IPM
Angka shortfall diilustrasikan sebagai rasio
pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh
terhadap jarak yang harus ditempuh untuk mencapai
kondisi ideal (IPM=100). Jadi, semakin besar nilai shortfall,
maka semakin cepat waktu yang akan ditempuh untuk
menuju kondisi pembangunan manusia yang diharapkan.
Nilai shortfall ini sangat erat kaitannya dengan evaluasi
percepatan pembangunan manusia di suatu daerah.
Berdasarkan angka IPM yang disajikan pada gambar 7.2
diketahui bahwa nilai shortfall (r) tahun 2011 sebesar 2,44.
Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2010
sebesar 2,28. Hal ini berarti pada tahun 2011 terjadi
percepatan dalam pencapaian kondisi ideal dibanding tahun
sebelumnya.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
72
Gambar 7.2 Perkembangan Reduksi Shortfall IPM Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Untuk mencapai kondisi IPM ideal bukan merupakan
hal yang mudah. Berbagai faktor harus diperhatikan oleh
pihak pemerintah baik pusat maupun daerah. Pertama,
masalah kesehatan, akses ke sarana kesehatan dan fasilitas
kesehatan, seperti puskesmas, bidan desa, dan tenaga
kesehatan yang lain harus cukup. Selain itu, program
imunisasi bayi dan penyuluhan bagi masyarakat maupun
ibu hamil dan menyusui harus terus digalakkan.
Kedua, masalah pendidikan, jumlah dan daya
tampung sekolah, kualitas sekolah, kualitas pengajar, rasio
murid guru yang ideal serta akses ke sarana pendidikan baik
tingkat SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi sudah
harus ada dan memadai. Hal ini dikarenakan sebagai salah
satu syarat kondisi ideal pembangunan manusia adalah
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
73
pendidikan yang ditamatkan tiap penduduk minimal
setingkat sarjana muda (MYS=15).
Selain aspek kesehatan dan pendidikan, hal penting
lainnya adalah masalah perekonomian penduduk. Tingkat
perekonomian masyarakat yang berhasil tidak cukup hanya
diukur dari tingginya PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), namun harus lebih
menyentuh ke masyarakat, yaitu dengan tingginya daya beli.
Diharapkan dengan pendapatan per kapita yang tinggi
disertai inflasi yang rendah dan relatif stabil akan
meningkatkan daya beli masyarakat.
Pada dasarnya dalam pembangunan manusia tidak
hanya pihak pemerintah saja yang berperan. Masyarakat
dituntut berpartisipasi aktif, sedangkan pihak pemerintah
hanya sebagai fasilitator. Dengan kata lain, masyarakat
tidak hanya sebagai obyek pembangunan, tetapi sekaligus
sebagai subyek pembangunan.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
dan pendidikan dapat membantu meningkatkan
pembangunan manusia. Dengan kesehatan yang terjamin
dan pendidikan yang tinggi masyarakat dapat dengan lancar
beraktivitas menggali potensi-potensi yang ada dengan
bekerja atau menciptakan lapangan kerja sendiri. Hal ini
berdampak pada tingginya pendapatan yang diperoleh.
Pendapatan yang tinggi tentu akan mendongkrak daya beli
masyarakat sehingga perekonomian dapat berjalan stabil.
BAB VIII
KESIMPULAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
75
KESIMPULAN
DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Angka harapan hidup di Kota Lhokseumawe
mencapai 71,17 tahun yang berarti rata-rata usia
hidup setiap penduduk Kota Lhokseumawe
mencapai usia 71 tahun.
2. Angka melek huruf di Kota Lhokseumawe sebesar
99,64 menunjukkan masih ada 0,36 persen
penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum bisa
baca tulis.
3. Rata-rata lama sekolah penduduk di Kota
Lhokseumawe sebesar 10,04 menunjukkan rata-
rata lama sekolah penduduk kota ini sekitar 10
tahun atau setara dengan kelas 1 SMA. Hal ini
menunjukkan program wajib belajar 9 tahun sudah
terwujud.
4. Daya beli penduduk tahun 2010 yang
direpresentasikan dari angka rata-rata pengeluaran
riil per kapita di Kota Lhokseumawe mencapai Rp
638.450,-.
VIII
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
76
5. IPM Kota Lhokseumawe pada tahun 2011 mencapai
76,68; berarti tingkat pencapaian pembangunan
manusia di Kota Lhokseumawe sudah di atas rata
rata tingkat pencapaian pembangunan manusia di
Propinsi Aceh (72,16).
6. Shortfall IPM di Kota Lhokseumawe pada tahun
2011 sebesar 2,44 menunjukkan tingkat
percepatan pembangunan manusia di Kota
Lhokseumawe termasuk tinggi dibandingkan
beberapa kabupaten/kota lain di Propinsi Aceh.
8.2 Implikasi Kebijakan 8.2.1 Identifikasi Permasalahan Pembangunan
Permasalahan-permasalahan pokok pembangunan
manusia yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab
rendahnya indikator IPM antara lain meliputi :
1. Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi,
2. Rendahnya pendapatan per kapita,
3. Semakin bertambahnya angka pengangguran,
4. Masih rendahnya kualitas sumber daya manusia
dari sisi kesehatan dan pendidikan, serta
5. Adanya kenaikan beberapa harga barang-barang
kebutuhan pokok yang dirasakan berat oleh
masyarakat sehingga mengurangi tingkat daya beli.
Permasalahan dan tantangan pembangunan manusia
yang dihadapi ini akan menentukan agenda, sasaran, serta
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
77
program pembangunan manusia yang juga harus bersifat
lintas sektoral dan lintas koordinasi. Permasalahan-
permasalahn ini harus dicari penyelesaiannya secara tepat
sasaran dan berangsur. Rendahnya pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan per kapita mengakibatkan rendah serta
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang dapat
menimbulkan berbagai masalah sosial yang mendasar.
Kesejahteraan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kemampuan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan
secara adil dan merata.
Luasnya cakupan pembangunan manusia, maka
peningkatan IPM sebagai manifestasi pembangunan manusia
dapat ditafsirkan sebagai keberhasilan dalam meningkatkan
kemampuan dalam mempeluas pilihan-pilihan (enlarging the
choices of people). Untuk meningkatkan IPM, tidak hanya
semata tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Agar
pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pembangunan
manusia, maka petumbuhan ekonomi harus disertai dengan
syarat cukup, yaitu pemerataan pembangunan.
Pemerataan pembangunan diperlukan untuk
menjamin semua penduduk dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan. Diketahui beberapa faktor penting dari hasil
pembangunan yang sangat efektif bagi pembangunan
manusia adalah pendidikan dan kesehatan. Dua faktor
penting ini merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu
dimiliki agar mampu meningkatkan potensinya.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
78
Umumnya semakin tinggi kapabilitas dasar yang
dimiliki suatu daerah, semakin tinggi peluang untuk
meningkatkan potensi wilayah tersebut. Ada dua hal pokok
yang harus diperhatikan untuk mempercepat pembangunan
manusia, yaitu (1) distribusi pendapatan yang merata dan (2)
alokasi belanja publik yang memadai untuk pendidikan dan
kesehatan.
8.2.2 Strategi dan Sasaran Pembangunan Manusia
Berdasarkan nilai masing-masing indikator IPM dan
beberapa identifikasi penyebabnya seperti telah diuraikan
pada bab-bab sebelumnya, maka Pemerintah Kota
Lhokseumawe diharap dapat membuat implikasi kebijakan
yang tepat sasaran. Implikasi kebijakan yang dapat dibuat
untuk perencanaan pembangunan adalah dititikberatkan
kepada peningkatan atau pemberdayaan perekonomian
rakyat dan tentunya dengan tidak mengesampingkan
pembangunan di bidang kesehatan dan pendidikan.
Diharapkan dengan sedikit lebih memacu pembangunan di
bidang ekonomi, terutama yang lebih menyentuh
peningkatan daya beli masyarakat, maka nantinya
pencapaian ideal pembangunan manusia dapat tercapai
secara bersamaan dengan pembangunan di bidang
kesehatan dan pendidikan. Karena jika tidak, pembangunan
manusia di bidang ekonomi akan tertinggal jauh dengan
pencapaian pembangunan di bidang ksehatan dan
pendidikan.
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
79
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa rendahnya
pembangunan manusia yang dicerminkan oleh rendahnya
taraf kesehatan dan pendidikan disebabkan oleh
keterbatasan perekonomian penduduk atau daya beli
penduduk yang rendah. Untuk memiliki pendidikan yang
tinggi dan memiliki drajat kesehatan yang baik diperlukan
biaya yang besar. Hal ini akan sulit terealisasi jika daya beli
penduduk masih rendah. Jika daya beli penduduk tinggi,
maka pendidikan dan kesehatan penduduk dapat erjamin
secara mandiri oleh penduduk itu sendiri. Sementara untuk
meningkatkan daya beli, penduduk harus memiliki
kesehatan yang terjamin dan pendidikan yang memadai.
Sebagai konsekuensi logis, penduduk dapat beraktivitas
dengan lancar dalam rangka menggali potensi-potensi yang
ada sehingga akan memiliki tingkat pendapatan yang tinggi.
Pendapatan yang tinggi tentu turut mendongkrak
daya beli masyarakat sehingga perekonomian dapat berjalan
stabil. Oleh karena itu, permasalahan ketiga indikator IPM
ini saling berkaitan dan tidak dapat dibuat kebijakan secara
parsial, tetapi harus simultan.
Salah satu strategi yang cukup tepat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan dan taraf pendidikan
masyarakat di daerah yang memiliki penduduk dengan daya
beli rendah adalah melalui program pendidikan dan
kesehatan gratis (bebas biaya). Hal ini memang cukup berat
bagi pemerintah karena membutuhkan anggaran yang besar,
terlebih sarana dan prasarana juga harus dilengkapi. Saat
Penghitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2011
80
ini beberapa daerah kabupaten/kota di Indonesia sudah
melaksanakan program tersebut. Artinya, program tersebut
bukan merupakan hal yang mustahil untuk dilaksanakan.
Pada jangka pendek mungkin hanya terjadi sedikit
pergeseran positif pada beberapa indikator kesehatan dan
pendidikan, namun paling tidak dapat mendongkrak tingkat
daya beli penduduk. Hal ini dikarenakan pendapatan yang
seharusnya dikelarkan untuk akses pendidikan dan
kesehatan dapat berfungsi untuk jenis pengeluaran lain.
Dalam jangka panjang akan tampak hasil yang diharapkan,
yaitu tersedianya manusia Kota Lhokseumawe yang
berkualitas, memiliki pendidikan yang memadai dan
kesehatan yang terjamin. Hal tersebut pada akhirnya dapat
menjadi modal dasar pembangunan yang baik dalam rangka
memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pendapatan.