imunisasi dasar
DESCRIPTION
KIATRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Imunisasi dan Imunisasi Dasar
Imunisasi merupakan upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan pada
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi dilakukan
dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau sebagiannya, yang telah diolah, berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan
kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
infeksi tertentu.6
Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi
wajib dan imunisasi pilihan. Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi pilihan
merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya
dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib
terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin
merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal.
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Pada bab ini akan dibahas
lebih lanjut mengenai imunisasi dasar.6
Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Permenkes RI No.
42 tahun 2003 tentang penyelenggaraan imunisasi, diberikan pada bayi sebelum berusia 1
(satu) tahun. Jenis imunisasi dasar terdiri atas Bacillus Calmette Guerin (BCG), Diphtheria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-
Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Hepatitis B pada bayi baru lahir, Polio, dan
Campak.()
2.2 Tujuan Imunisasi Dasar
Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai
cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah.
Adapun tujuan program imunisasi dimaksud bertujuan sebagai berikut:6
2.2.1 Tujuan Umum
Yakni untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain Difteri, Tetanus,
Pertusis, Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.
2.2.2 Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa
Kelurahan pada tahun 2010.
b. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di
Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada
tahun 2008.
c. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan kasus
TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.
d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun
pada tahun 2006.
2.3 Manfaat Imunisasi Dasar
Manfaat imunisasi dasar diantaranya sebagai berikut: 6
a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
menular yang sering berjangkit.
b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan
jika anak sakit.
c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
2.4 Sasaran Imunisasi Dasar
Sasaran program imunisasi dasar adalah mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk
mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis-B, dan Hib.
2.5 Imunisasi Dasar di Indonesia
Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pemerintah, bertanggung jawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi,
kelompok umur serta tata cara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program
imunisasi dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta
dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Di Indonesia pelayanan imunisasi
dasar/imunisasi rutin dapat diperoleh pada:
a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu,
Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin.
b. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada
saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi
Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
c. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik
swasta atau rumah sakit swasta.
2.6 Dasar Hukum Penyelenggaraan Program Imunisasi
a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.
f. Keputusan Menkes No. 1626/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).
2.7 Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi
a. Vaksin BCG (Bacillius Calmette Guerin)
Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang
lebih luas, Departemen Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur
antara 0-12 bulan. Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup
namun telah dilemahkan. Penyimpanan sebaiknya di lemari es dengan suhu 2-8ºC.
Dosis yang diberikan 0,05 ml. Kemasan vaksin berupa ampul dengan bahan
pelarut 4 ml (NaCl Fisiologis). Masa kadaluarsa satu tahun setelah tanggal
pengeluaran (dapat dilihat pada label). Reaksi imunisasi biasanya tidak terjadi
demam. Efek samping vaksin jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya sembuh sendiri
walaupun lambat. Tidak ada kontraindikasi, kecuali pada anak yang menderita
TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun.
b. Hepatitis B
Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya
pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui
transmisi maternal dari ibu pada bayinya. Imunisasi aktif dilakukan dengan
suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan
antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda
tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu
hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin
dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
Reaksi imunisasi yang dapat terjadi yaitu yeri pada tempat suntikan, yang
mungkin disertai rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
Dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian. Selama 10 tahun belum
dilaporkan ada efek samping yang berarti. Kontraindikasi bila terdapat anak yang
sakit berat.
c. DPT (Diphteria, Pertusis, Tetanus)
Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum
umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Di Indonesia ada 3 jenis kemasan
yaitu kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri tetanus) dan
kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah
dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin
tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam
bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah
toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian
dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan
diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari
kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.
Penyimpanan sebaiknya di lemari es dengan suhu 2-8ºC. Dosis vaksin 0,5 ml, tiga
kali suntikan, interval minimal 4 minggu. Kemasan vaksin berupa vial 5 ml. Masa
kadaluarsa dua tahun setelah tanggal pengeluaran. Reaksi imunisasi bisa berupa
demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Efek
samping dapat terjadi gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam,
kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang
lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur
pertusisnya. Kontraindikasi vaksin ini bila terdapat anak yang sakit parah, anak
yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita
batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan. Batuk, pilek,
demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotraindikasi yang mutlak,
disesuaikan dengan pertimbangan dokter.
d. Hemophillus Influenza tipe B (Hib)
Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida konyugasi dalam bentuk liquid, yang dapat
diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan vaksin DPaT (tetravalent) atau
DpaT/HB (pentavalent) atau DpaT/HB/IPV (heksavalent). Vaksin tidak boleh
diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayi tersebut belum dapat
membentuk antibody. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan
sebanyak 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan. Dosis ulangan umumnya diberikan 1
tahun setelah suntikan terakhir.
e. Polio
Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program pengembangan
imunisasi (PPI) sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi.
f. Campak
Rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9
bulan. Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan
untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal.
Penyimpanan sebaiknya di freezer dengan suhu -20º C. Kemasan berupa vial
berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml (aquadest).
Masa kadaluarsa selama 2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada
label). Biasanya tidak terdapat reaksi imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan
dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah
penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan. Efek samping sangat
jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-
12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan
tapi angka kejadiannya sangat rendah. Kontraindikasi bila terdapat sakit parah,
penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan
kekebalan, penyakit keganasan.
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar
Umur
Catatan:
a. Bayi yang lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
b. Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib
2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.
Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan
vaksin tunggal adalah BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan vaksin
kombinasi adalah DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio
suntik). Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan
proteksinya memuaskan, misalnya:
- Vaksin BCG bersama cacar
- Vaksin BCG bersama polio
- Vaksin BCG bersama Hepatitis B
- Vaksin DPT bersama BCG
- Vaksin DPT bersama polio
Umur Jenis0 bulan Hepatitis B01 bulan BCG, Polio 12 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 23 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 34 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 49 bulan Campak
- Vaksin DPT bersama hepatitis B
- Vaksin DPT bersama polio dan campak
- Vaksin campak bersama polio
2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Imunisasi Dasar Pada Bayi
Keberhasilan pemberian imunisasi dasar kepada bayi memerlukan kerja sama dan
dukungan dari semua pihak terutama kesadaran ibu-ibu yang mempunyai bayi untuk
membawa bayinya ke pelayanan imunisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
imunisasi dasar pada bayi yaitu:7
a. Tingkat pengetahuan
Seorang ibu akan membawa bayinya untuk diimunisasi bila seorang ibu
mengerti apa manfaat imunisasi tersebut bagi bayinya, pemahaman dan
pengetahuan seorang ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar terhadap bayi
akan memberikan pengaruh terhadap imunisasi bayinya.
b. Jumlah anak
Keluarga yang memiliki hanya satu orang anak biasanya akan mampu
memberikan perhatian penuh kepada anaknya, segala kebutuhan baik fisik
maupun mental mereka berikan secara baik. Akan tetapi perhatian kepada anak
akan terbagi bila lahir anak yang berikutnya, perhatian ibu akan terbagi sejumlah
anak yang dilahirkannya. Hal ini sering kali mengakibatkan pemberian imunisasi
tidak sama untuk semua anaknya.
c. Jenis efek samping imunisasi
Pemberian imunisasi mempunyai beberapa efek samping yang berbeda
untuk setiap jenis imunisasi, sering kali ibu bayi tidak percaya bahwa
reaksi yang timbul setelah bayi diimunisasi hanya sebagai pertanda reaksi
vaksin dalam tubuh bayi. Jika tingkat pengetahuan ibu rendah akan
menyebabkan ketakutan pada ibu untuk membawa bayinya imunisasi
d. Penilaian pelayanan imunisasi
Dalam hal ini pelayanan kesehatan pemberian imunisasi pada bayi sangat
penting, karena apabila pelayanan yang diberikan kurang memuaskan maka si
ibu merasa enggan membawa bayinya untuk imunisasi.
e. Jarak pelayanan
Jarak antara pelayanan kesehatan dengan rumah ibu biasanya menjadi
pertimbangan untuk membawa bayinya imunisasi. Apabila jaraknya jauh dari
rumah, transportasi yang sulit maka ibu merasa enggan membawa bayinya
imunisasi ke tempat pelayanan imunisasi.
f. Penghasilan
Penghasilan adalah upah yang didapat oleh seseorang setelah dia melakukan
pekerjaan yang sesuai standar atau minimum rata-rata yang telah ditetapkan.
Upah atau gaji bisa diberikan dalam bentuk apapun namun lebih jelas
menggunakan nominal nilai angka mata uang yang diterima seseorang setiap
minggu ataupun bulanan. Kesejahteraan seorang anak dipengaruhi oleh keadaan
sosial orangtuanya. Menurut BAPPENAS status ekonomi keluarga yaitu
berkorelasi negatif, dimana angka kematian anak pada keluarga berada/kaya lebih
rendah jika dibandingkan dengan angka pada rumah tangga miskin. Sekitar
35% kematian anak dan balita mempunyai latar belakang yang berkaitan
dengan kejadian gizi buruk atau gizi kurang.
g. Usia ibu
Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung
untuk memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk
pemberian imunisasi. Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling
aman seorang ibu untuk melahirkan anak adalah antara 20 sampai 30 tahun. Ibu
yang berusia <30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap
dibandingkan dengan ibu yang berusia >30 tahun.
2.9 Pengelolaan Vaksin
Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam penyimpanan maupun saat
transportasi ke tempat lain, supaya tetap memiliki potensi yang baik (imunogenisitas tinggi).
Perlu diketahui, bahwa vaksin adalah produk biologis yang sentitif terhadap perubahan suhu.
Ada vaksin yang sensitif terhadap panas misalnya vaksin polio, campak dan BCG. Ada
vaksin yang sensitif terhadap pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TT dan DT.
Namun secara umum, semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio,
campak dan BCG akan lebih mudah rusak pada paparan panas bila dibanding vaksin hepatitis
B, DPT, DT dan TT. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat penyimpanan
vaksin. Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk diperhatikan. Faktor yang
dapat merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu dan kelembaban
2.10 Pengelolaan Peralatan Vaksin dan Rantai Vaksin di Puskesmas
Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan
vaksin sesuai dengan prosedur utk menjaga vaksin pada suhu yang ditetapkan, meliputi :
a. Lemari Es
Setiap Puskesmas mempunyai 1 lemari es sesuai standar program.
Gambar 3. Lemari Es
b. Vaccine carrier
Merupakan alat untuk membawa vaksin dari kota ke puskesmas, dapat
mempertahankan suhu 2°C s/d 8°C relatif lama. Vaccine carrier dilengkapi
dengan 4 buah cool pack @ 0.1 liter.
Gambar 4. Vaccine carrier
c. Kotak Dingin (Cool pack)
Merupakan wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang
kemudian didinginkan pada lemari es selama 24 jam
Gambar 5. Kotak Dingin (Cool pack)
d. Thermos
Digunakan untuk membawa vaksin ke tempat pelayanan imunisasi. Setiap
thermos dilengkapi cool pack minimal 4 buah @ 0.1 L. Dapat mempertahankan
suhu kurang dari 10 jam, sehingga cocok digunakan untuk daerah yang
transportasinya lancar.
Gambar 6. Thermos
e. Cold Box
Cold box ditingkat Puskesmas digunakan apabila keadaan darurat seperti listrik
padam untuk waktu cukup lama.
Gambar 7. Cold Box
f. Freeze Tag/freeze watch
Untuk memantau suhu dari kota ke Puskesmas pada waktu membawa vaksin serta
dari puskesmas ke tempat pelayanan dalam upaya peningkatan kualitas rantai
vaksin.
Gambar 8. Freeze Tag/freeze watch