imunisasi

Upload: sarah-habibah

Post on 06-Mar-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

imunisasi

TRANSCRIPT

Imunisasi adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi angka kematian anak di Indonesia. Dengan imunsasi anak akan memiliki kekebalan tubuh dan memiliki resiko yang lebih rendah untuk tertular penyakit. Walaupun pemerintah telah mewajibkan imunisasi lengkap untuk seluruh anak Indonesia sejak lama, masih saja ada pro dan kontra mengenai program imunisasi ini sampai saat ini. Mengenai masalah ini penulis menemukan sebuah berita dari solopos.com yang ditulis pada tanggal 13 Desember 2013 yang berjudul Dinilai haram, 100-an Keluarga Menolak Imunisasi. Pada berita tersebut dijelaskan bahwa pada bulan November 2013 saat Pelaksanaan program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) di Kabupaten Sukoharjo terdapat sekitar 120 keluarga yang menolak program imunisasi. Dan sebagian besar alasan orang tua yang menolak karena faktor hukum agama atau keraguan mengenai kehalalan vaksin. Para orang tua tersebut menduga ada kandungan zat yang dilarang agama dalam vaksin imunisasi untuk anak. Menurut Permenkes No.42 tahun 2013, imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Sedangkan vaksin menurut Permenkes No. 42 tahun 2013 adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tetapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. Di Indonesia, imunisasi dikelompokkan menjadi wajib dan pilihan berdasarkan penyelenggaraanya. Imunisasi wajib menurut Permenkes No.42 tahun 2013 memiliki pengertian imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Sedangkan imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib sendiri terdiri atas imunisasi rutin, tambahan dan khusus. Imunisasi rutin adalah imunisasi yang dilaksanakan secara terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi ini terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 tahun dengan jenis imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin), DPT-HB (Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B), Hepatitis B, polio, dan campak. Sedangkan untuk imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan dan imunisasi ini diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (Batita) yang diberikan DPT-HB dan campak; anak usia sekolah dasar yang diberikan DT, campak, dan Td (Tetanus diphteria); dan wanita usia subur yang diberikan imunisasi TT (Tetanus Toxoid). (Permenkes No.42 tahun 2013)Imunisasi tambahan adalah imunisasi yang diberikan pada kelompok usia tertentu yang paling beresiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Contoh imunisasi tambahan adalah PCV (Pneumococcus), Influenza, MMR (Measles, Mumps, Rubella), Tifoid, dan HPV (Humanpapilloma Virus). Sedangkan imunisasi khusus adalah imunisasi yang diberikan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Sebagai contoh calon jemaah haji/umroh yang diberikan imunisasi meningtis sebelum berangkat, bisa juga imunisasi yang diberikan pada orang yang akan bepergian ke suatu daerah yang endemis penyakit tertentu atau kondisi KLB seperti rabies (imunisasi Anti Rabies/VAR). (Permenkes No.42 tahun 2013)Penulis sangat prihatin mengenai masih tingginya angka keluarga yang menolak untuk diimunisasi karena faktor hukum agama. Menurut Ismail dkk (2014), vaksin yang masih menggunakan tripsin babi dalam pembuatannya salah satunya adalah vaksin IPV (Inactivated Poliomyelitis Vaccine) yang diberikan secara parenteral. Namun dalam penggunaanya, enzim tripsin babi ini hanya digunakan sebagai katalisator atau pemecah protein menjadi peptida atau asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Kuman tersebut setelah dibiakkan kemudian dilakukan fermentasi dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin. Lalu dilakukan proses purifikasi yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk vaksin. Dan pada hasil kahir produk vaksin sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung babi. Bahkan antigen vaksin ini sama seklai tidak bersinggungan dengan tripsin babi baik secara langsung maupun tidak. MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa tahun 2002 terhadap vaksin IPV yang menggunakan tripsin babi sebagai katalisatornya. Fatwa ini dibuat dengan pertimbangan karena belum ada jenis vaksin lain yang suci dan halal. Selain itu vaksin memang sangat dibutuhkan untuk mencegah penyakit. MUI juga mempertimbangkan walaupun dalam proses pembuatan vaksin menggunakan enzim tripsin babi namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi. Selain itu mengingat dari beberapa hadist dan firman Allah, MUI lalu menetapkan bahwa imunisasi atau penggunan vaksin diperbolehkan. Salah satu firman Allah yang digunakan sebagai dalam fatwa tersebut berbunyi Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak mengingikannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah [2]: 173). Disebutkan pula dalam keputusan MUI hadist Nabi SAW yang berbunyi Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat pula obatnya kecuali satu penyakit yaitu tua (HR. Abu Daud dari Usamah bin Syarik). Dan terdapat pula hadist lain yang berbunyi Sekelompok orang dari suku Ukl atau Urainah datang dan tidak cocok dengan udara Madinah (sehingga mereka jatuh sakit); maka Nabi SAW memerintahkan agar ereka diberi unta perah dan (agar mereka) meminum air kecing dan susu dari unta tersebut... (HR. Al-Bukhari dari Anas bin Malik) MUI memang tidak mengeluarkan fatwa untuk semua jenis vaksin, namun fatwa IPV tersebut dapat dipakai untuk vaksin lain yang setipe atau menggunakan tripsin babi sebagai katalisatornya dengan alasan dan pertimbangan yang sama. Selain dari fatwa mengenai IPV, MUI juga telah mengeluarkan fatwa No. 06 tahun 2010 mengenai vaksin meningitis bagi jamaah haji atau umrah. Dalam fatwa ini ditetapkan bahwa vaksin Mencevax ACW135Y yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Beecham Pharmaceutical-Belgium hukumnya haram, sedangkan vaksin Menveo Meningococcal yang memiliki nama produksi Menveo Meningococcal Group A, C, W135 dan Y Conyugate Vaccine yang diproduksi oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan vaksin Meningococcal dengan nama produksi Meningococcal Vaccine yang diproduksi oleh Zheijiang Tanyuan Bio Pharmaceutical Co. Ltd hukumnya halal. Dan vaksin yang diperbolehkan untuk digunakan hanyalah vaksin meningitis yang halal. Dan fatwa ini memperbaiki fatwa MUI No. 5 tahun 2009 yang sudah tidak berlaku lagi karena sudah terdapat vaksin yang halal. Fatwa No.5 tahun 2009 tersebut menyatakan bahwa bagi orang yang melaksanakan haji wajib atau umrah wajib boleh menggunakan vaksin meningitis haram karena al-hajah (kebutuhan mendesak). Selain MUI, juga terdapat fatwa lain mengenai vaksin salah satunya adalah fatwa dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Fatwa ini menyatakab bahwa vaksin yang memanfaatkan enzim tripsin babi hukumnya adalah mubah atau boleh sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim tersebut. Tetapi sehubungan dengan hal tersebut sangat dianjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari barang-barang yang hukum asalnya adalah haram. Terdapat juga fatwa Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Indonesia tahun 2010 yang menyatakan bahwa vaksin meningitis adalah suci dan boleh dipergunakan karena berasal dari unsur yang suci. Meskipun pernah bersinggungan dengan najis (enzim babi), namun karena telah melewati proses penyucian yang sah menurut aturan Islam maka kembali menjadi suci. Saat ini Indonesai tidak hanya tinggal diam menunggu adanya vaksin halal yang dapat mengganti vaksin mubah dengan pertimbangan saja. Dijelaskan oleh IDAI (2013) bahwa Indonesia telah memiliki perusahaan yang memproduksi vaksin yaitu PT. Bio Farma Bandung yang telah berpengalaman selama 120 tahun. Bio Farma telah berhasil memproduksi vaksin-vaksin untuk dalam negeri maupun dieksport ke sekitar 120 negara lain. Sampai saat ini Bio Farma telah mengembangkan beberapa vaksin seperti polio, campak, Hepatitis B, BCG, DPT, dan Flubio. Perusahaan ini berani menjamin bahwa produk vaksin yang mereka hasilkan adalah halal dan sama sekali tidak menggunakan unsur babi atau enzim tripsin babi. Jadi kesimpulan menurut penulis adalah penggunaan vaksin yang mengandung unsur babi atau enzim tripsin babi diperbolehkan atau hukumnya mubah berdasarkan fatwa-fatwa ulama. Namun ini hanya berlaku sepanjang vaksin halal atau yang tidak mengandung hal yang haram (tripsin babi) masih belum ditemukan. Sehingga pihak yang berwenang atau berkompeten harus terus melakukan penelitian untuk membuat vaksin yang halal tersebut. Hal ini agar tidak ada lagi keraguan dalam penggunaan vaksin khususnya keraguan masyarakat untuk mengikuti program imunisasi. Selain itu perlu adanya sosialisasi mengenai hukum penggunaan vaksin yang memanfaatkan tripsin babi kepada masyarakat oleh pihak yang berwenang seperti MUI dan dinas kesehatan terdekat sehingga masyarakat dapat mengerti dengan jelas hukum penggunaanya dan tidak lagi memiliki anggapan yang salah mengenai hal tersebut. Ketidaktahuan masyarakat dan beredarnya berita-berita yang tidak dapat dipertanggung jawabkan mengenai keharaman vaksin banyak mempengaruhi masyarakat sehingga enggan untuk mengikuti imunisasi. Hal ini tentu akan meningkatkan angka kejadian penyakit di Indonesia. Masalah imunisasi ini sebenarnya sangat mudah ditangani apabila ada kerjasama yang baik antara Majelis Ulama Indonesia, dinas kesehatan, dan dinas pemerintahan hingga yang terkecil untuk mensosialisasikan imunisasi ini ke masyarakat. Dan kita semua berharap program imunisasi untuk seluruh anak Indonesia yang memakan biaya lumayan besar ini dapat berjalan dengan baik dan tidak ada lagi masalah-masalah yang dapat menghambat. Karena tujuan imunisasi pada dasarnya adalah untuk mencegah penularan penyakit, menyehatkan anak bangsa, dan meningkatkan taraf kesehatan bukan untuk meracuni atau memeberikan efek buruk ke masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, A. P., et al. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi di Kelurahan Parupuk Tabing Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas 3(2) : 114-118Dwiastuti, Putri., Prayitno, Nanang,. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi BCG di Wilayah Puskesmas UPT Cimanggis Kota Depok Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan 5(1) : 36-41Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Pentingnya Imunisasi untuk Mencegah Wabah, Sakit Berat, Cacat, dan Kematian Bayi- Balita. http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/pentingnya-imunisasi-untuk-mencegah-wabah-sakit-berat-cacat-dan-kematian-bayi-balita.html diakses pada tanggal 25 Januari 2015 Ismail, S. A., et al. 2014. Kontroversi Imunisasi. Jakarta : Pustaka Al-KautsarKarina, A., Warsito, B., 2012. Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar Balita. Jurnal Nursing Studies Volume 1, Nomor 1, 30-35.Majelis Ulama Indonesia. No.06 2010. Penggunaan Vaksin Meningitis bagi Jemaah Haji atau Umrah. Jakarta. http://halalmui.org/images/stories/pdf/fatwa/fatwa%20vaksin.pdf diakses pada tanggal 25 Januari 2015Majelis Ulama Indonesia. 2002. Penggunaan Vaksin Polio Khusus. Jakarta. http://halalmui.org/images/stories/Fatwa/vaksin%20polio-khusus.pdf diakses pada tanggal 25 Januari 2015Wiradharma, D., dkk. 2012. Konsep Dasar Vaksinasi. Jakarta : Sagung Seto.

7