implikasi pembatalan akta notaris berupa akta …... · dalam proses pemeriksaan sengketa perdata...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH
DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA
DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi
Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
ASHINTA SEKAR BIDARI
NIM. E0006086
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH
DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA
DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska)
Oleh
Ashinta Sekar Bidari
NIM. E0006086
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 28 Juni 2010
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
TH. Kussunaryatun, S.H., M.H. NIP. 1946 1213 198003 2001
Pembimbing II
Diana Tantri .C., S.H., M.Hum. NIP. 1972 1217 200501 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH
DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA
DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska)
Oleh
Ashinta Sekar Bidari
NIM. E0006086
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 20 Juli 2010
DEWAN PENGUJI
1. Harjono, S.H., M.H : ............................................. Ketua 2. Diana Tantri .C., S.H., M.Hum : .............................................. Sekretaris 3. Th. Kussunaryatun, S.H., M.H : .............................................. Anggota
MENGETAHUI Dekan,
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum.
NIP.196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Ashinta Sekar Bidari
NIM : E0006086
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH
DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Perkara No.
143/PDT.G/05/PN.Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 Juli 2010
Yang membuat pernyataan
Ashinta Sekar Bidari
NIM. E0006086
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK Ashinta Sekar Bidari. E0006086. 2010. IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA (Studi Perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris, alasan-alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dan akibat hukum dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata.
Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif karena dimaksudkan untuk menggambarkan dan menguraikan syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris, alasan-alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah dan akibat hukum dari adanya pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan Notaris di Kantor Notaris Surakarta. Data sekunder bersumber dari berkas perkara Nomor 143/Pdt.G/05/PN.Ska, KUHPerdata, HIR, peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal-jurnal dan bahan kepustakaan lainnya yang sesuai dengan penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka. Model analisa data yang dipergunakan adalah model interaktif, yaitu data dikumpulkan dalam berbagai macam cara (wawancara dan dokumen), kemudian diproses dalam tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan, Kesatu, syarat akta notaris berupa akta hibah tetap mengacu pada syarat otensitas suatu akta pada Pasal 1868 KUHPerdata yaitu suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Kekuatan pembuktiannya adalah kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat bagi para pihak beserta ahli waris atau orang yang mendapatkan hak dari mereka dan bebas bagi pihak ketiga. Kedua, alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah adalah Tergugat (penerima hibah) terbukti menelantarkan Penggugat (pemberi hibah) disaat Penggugat (pemberi hibah) tertimpa musibah, hal ini memenuhi ketentuan Pasal 1688 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu hibah dapat dilakukan pembatalan apabila penerima hibah menolak memberi tunjangan nafkah kepada pemberi hibah ketika pemberi hibah jatuh miskin. Ketiga, akibat hukum dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah adalah Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 sudah tidak berkekuatan hukum lagi sehingga tanah SHM 1421 dan bangunan yang berdiri diatasnya, yang semula telah dihibahkan dan menjadi milik Tergugat (penerima hibah) beralih kembali menjadi milik Penggugat (pemberi hibah).
Kata kunci : akta notaris, pembatalan, akibat hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Ashinta Sekar Bidari. E0006086. 2010. THE IMPLICATION OF NOTARY ACT CANCELLATION IN FORM OF BEQUEST ACT IN CIVIL LAWSUIT INVESTIGATION PROCESS (A Case Study No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska). Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.
This study is aimed to know how the conditions, the strength and the reason of notary act proofing in form of bequest acts in civil lawsuit investigation process and the legal consequences of notary act cancellation in such form on the parties in civil lawsuit investigation process.
This study is included in empirical law research having descriptive in nature because this study stands for the description and explanation on the conditions and strength of notary act proofing in form of bequest act and the legal consequences of notary acts cancellation in bequest acts form on the parties in civil lawsuit investigationprocess in State Court of Surakarta. Data is obtained from primary and secondary data. The primary data stemmed from the interview results with judges in State Court of Surakarta. The secondary data stemmed from case documents No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska, Civil Code, HIR, regulations, literatures, journals and other literature materials relevant with this study. The primary data collection is conducted with interview while the secondary data collection is from literature study. Data analysis model used in this research is interactive model, in which the data is collected in varied methods (interview and document), then they are being processed in three activity sequences, they are data reduction, data presentation and inference.
Based on the results and discussion of this study, the conclusion can be drawn. Firstly, the conditions of notary act is in form of bequest act which referring to the authenticity requirement of the act in Article 1868 of Civil Code, that is an act formed by the regulation, made by or in front of the public officers in charge in the field in which the act had been made. The proofing strength is the perfect proofing strength which binding on the parties and the legacies or those who righteous by mandate and free from the third parties. Secondly, the reasons underlying the notary act cancellation is the the Defendant (the bequest receiver) had proved in neglecting the Litigant (bequest bestower) in time when the Litigant (the bequest bestower) is in difficulty. It meets with rules outlined in Article 1688 of Civil Code in which stating that a bequest can be cancelled if the bequest receiver rejects to provide material benefits to the bequest bestower when the bequest bestower fall in bankruptcy. Thirdly, the legal consequence incurred by the notary act cancellation is the bequest act No. 136/Laweyan/1997 which has no law authentication, so that the SHM No 1421 land and the building standing on, which formerly had bequested and belong to the Defendant (bequest receiver) property had re-transferred to be the Litigant’s (bequest bestower) property. Keyword : notary act, cancellation, legal consequence
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini dengan judul “IMPLIKASI
PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM
PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA (Studi Perkara
No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska)”, penulisan hukum ini merupakan syarat untuk
memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
Penulisan hukum ini berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan
oleh penulis mengenai syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris dalam
sengketa perdata, alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam
proses pemeriksaan sengketa perdata dan akibat hukum yang timbul dari
adanya pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam
proses pemeriksaan sengketa perdata.
Dalam penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak terutama bapak dan ibu dosen sangat diharapkan dalam
penyempurnaan penulisan hukum ini. Penulis ingin menyampaikan
penghargaan yang setulus-tulusnya kepada segenap pihak yang dengan
kerelaannya telah memberi bantuan, bimbingan, peran serta/dukungan serta
pertolongan baik materiil maupun immateriil sejak awal hingga akhir
penyusunan laporan penulisan hukum (skripsi) ini. Tiada penghargaan yang
lebih tinggi, kecuali rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Acara yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam
penunjukkan dosen pembimbing.
3. Ibu Ambar Budi S., S.H. M. Hum selaku Ketua Bagian Perdata yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam
penunjukkan dosen pembimbing.
4. Ibu Th. Kussunaryatun, S.H., M.H. selaku Pembimbing Skripsi I yang
telah menyediakan waktu serta pikirannya untuk memberikan
bimbingan, nasihat, ilmu dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini dengan
penuh kesabaran.
5. Ibu Diana Tantri C., S.H., M.H. selaku Pembimbing Skripsi II sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah menyediakan waktu serta pikirannya
untuk memberi bimbingan, ilmu, nasihat dan dukungan bagi tersusunnya
skripsi ini dan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan penuh kesabaran.
6. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji yang telah menguji,
memberikan bimbingan, serta perbaikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
pengalaman kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam
penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam
kehidupan masa depan nantinya.
8. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam
mengurus prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul skripsi,
pelaksanaan seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi.
9. Ketua Pengadilan Negeri Surakarta yang telah memberi izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian dan seluruh staf Pengadilan Negeri
Surakarta yang telah membantu dan memberi data guna penulisan
hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
10. Bapak JJH. Simanjuntak, S.H. selaku Hakim di Pengadilan Negeri
Surakarta sebagai narasumber yang telah memberikan waktu, informasi,
dukungan dan membagi ilmu serta pengetahuan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Bapak Sunarto, S.H. selaku Notaris di Surakarta sebagai narasumber
yang telah memberikan waktu, informasi, dukungan dan ilmu kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
12. Ibu Sri Hartini, S.H. selaku Notaris di Surakarta sebagai narasumber
yang telah memberikan waktu, informasi, dukungan dan ilmu kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
13. Kedua orang tua, Papa Mama tercinta yang telah memberi doa, kasih
sayang dan dukungan yang tak terkira kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan hukum ini, adikku tersayang Nobel
Gajendra Dewata, dan segenap keluarga terima kasih atas segala doa dan
dukungan yang diberikan kepada penulis.
14. Teman-teman Reguler angkatan 2006 untuk persahabatan, dukungan,
dan kerjasama selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS.
Khususnya untuk Bagus Wisnu Yulian, Bellina Kusuma A.Y, Andina
Dyah P, Fitriyah, Galuh Ratna C.P, Maria Anggita D.P, Nindia Dhika N,
Prisillia P dan Citraningtyas W.A. Terima kasih atas saran, kritik dan
dukungan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini.
15. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungannya.
Surakarta, 20 Juli 2010
Penulis
ASHINTA SEKAR BIDARI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........... ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........... .............................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ........... ............................................................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......... .......................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 6
E. Metode Penelitian ............................................................. 7
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................ 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 16
A. Kerangka Teori .................................................................... 16
1. Tinjauan tentang Pemeriksaan Sengketa Perdata di
Pengadilan Negeri.................... .................................. 16
a. Tindakan-tindakan yang Mendahului Pemeriksaan di
Muka Persidangan............................................. 17
b. Tindakan yang Dapat Dilaksanakan Selama Proses
Sidang ............................................................... 18
c. Pemeriksaan di Muka Sidang ........................... 19
2. Tinjauan tentang Pembuktian ..................................... 21
a. Pengertian Pembuktian...................................... 21
b. Macam-macam Alat Bukti................................. 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Tinjauan tentang Akta Notaris sebagai Alat Bukti dalam
Sengketa Perdata......................................................... 29
a. Syarat Akta Notaris sebagai Alat Bukti............. 29
b. Alasan Pembatalan Akta Notaris ...................... 37
B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 41
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 44
A. Hasil Penelitian ................................................................. 44
1. Sengketa Perdata Nomor 143/Pdt.G/05/PN.Ska ........ 44
B. Pembahasan ...................................................................... 52
1. Syarat dan Kekuatan Pembuktian Akta Notaris dalam
Sengketa Perdata ........................................................ 52
2. Alasan Pembatalan Akta Notaris................................ 58
3. Akibat Hukum dari Pembatalan Akta Notaris............ 65
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 70
A. Simpulan .......................................................................... 70
B. Saran .......................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Surat Ijin Penelitian kepada Pengadilan Negeri Surakarta.
Lampiran II : Surat Ijin Penelitian kepada kantor Notaris Sunarto, S.H.
Lampiran III : Surat Ijin Penelitian kepada kantor Notaris Sri Hartini, S.H.
Lampiran IV : Surat Keterangan Penelitian dari Pengadilan Negeri
Surakarta.
Lampiran V : Surat Keterangan Penelitian dari Notaris Sunarto, S.H.
Lampiran VI : Surat Keterangan Penelitian dari Notaris Sri Hartini, S.H.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk individu senantiasa membutuhkan hubungan
dan menjalin kerja sama dengan manusia lain. Dalam hidup bermasyarakat
manusia mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam, dimana
kebutuhan itu dapat terpenuhi dengan mengadakan kerja sama. Manusia selain
sebagai makhluk individu juga dikenal sebagai makhluk sosial. Manusia
sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa
mengadakan kerja sama dan hubungan satu sama lain.
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan manusia semakin beragam yang
menyebabkan hubungan maupun kerja sama yang terjadi juga semakin
kompleks, khususnya pada hubungan bisnis. Dalam menjalin suatu hubungan
maupun kerja sama, yang terpenting adalah kata sepakat diantara kedua belah
pihak. Kesepakatan tersebut harus saling menguntungkan bagi kedua belah
pihak yang bersepakat. Suatu kesepakatan akan mengikat kedua belah pihak
dalam suatu perjanjian, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan
sebagainya yang melibatkan dua orang atau lebih. Awalnya perjanjian yang
terjadi hanya berupa perjanjian lisan yang hanya mengutamakan pada azas
kepercayaan satu sama lain. Seiring dengan berjalannya waktu perjanjian lisan
tidak dapat memenuhi kebutuhan sebagai alat bukti di kemudian hari. Para
pihak yang bersepakat dalam suatu perjanjian menghendaki suatu kepastian
hukum. Suatu kepastian hukum itu dapat diperoleh dari perjanjian tertulis
yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Salah satu pejabat yang berwenang
untuk membuat perjanjian tertulis yang dapat digunakan sebagai alat bukti di
kemudian hari adalah Notaris.
Lembaga Notaris masuk ke Indonesia didasari oleh kebutuhan akan
suatu alat bukti. Pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat yang
signifikan. Perubahan itu ditandai dengan diundangkannya Undang-undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang merupakan pengganti
Peraturan Jabatan Notariat (Stb. 1860-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt
in Indonesie (Stb. 1860: 3) yang dahulu merupakan peraturan Pemerintah
Kolonial Belanda. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, notaris didefinisikan sebagai pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut. Dalam penjelasan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan
bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara
hukum. Prinsip dari negara hukum yaitu menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum menghendaki bahwa lalu lintas hukum
dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan
dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam
masyarakat.
Profesi notaris pada saat ini menjadi sangat penting karena notaris oleh
Undang-undang diberi wewenang untuk membuat suatu alat pembuktian
berupa akta otentik yang pada intinya dianggap benar. Hal ini sangat penting
untuk semua orang yang membutuhkan suatu alat pembuktian untuk
keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan usaha. Akta
otentik merupakan alat bukti yang terkuat dan penuh yang mempunyai
peranan penting dalam hubungan hukum dan masyarakat. Mengingat dalam
hubungan bisnis, kegiatan perbankan, pertanahan dan sebagainya, kebutuhan
akan alat bukti tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan
tuntutan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi maupun sosial.
Pembuatan akta otentik bertujuan untuk menjamin kepastian hukum,
ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan serta
masyarakat secara keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Akta notaris merupakan salah satu jenis dari akta otentik, karena akta notaris dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa dan Undang-undang. Dalam hal menjamin otensitas dari akta otentik itu pejabat terikat pada syarat-syarat dan ketentuan dalam Undang-undang, sehingga hal itu merupakan jaminan dipercayainya pejabat tersebut, maka akta otentik itu cukup dibuktikan oleh akta itu sendiri. Jadi akta otentik dianggap dibuat sesuai dengan kenyataan seperti yang dilihat oleh pejabat itu, sampai dibuktikan sebaliknya (Sudikno Mertokusumo, 2002: 147-148).
Akta notaris yang telah dibuat pada awalnya tidak ada masalah, akan
tetapi dalam pelaksanaannya seringkali terjadi permasalahan, permasalahan itu
timbul ketika salah satu pihak merasa dirinya dirugikan. Permasalahan
tersebut pada akhirnya menimbulkan suatu sengketa, dimana salah satu pihak
menghendaki pembatalan atas akta notaris yang telah dibuat sebelumnya.
Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai sistem
pemerintahan negara yang menyatakan: “Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum. Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka”, sehingga apabila timbul suatu
permasalahan sebaiknya diselesaikan melalui lembaga peradilan yang ada,
tidak dengan jalan main hakim sendiri. Pihak-pihak yang merasa dirugikan
dapat mengajukan suatu gugatan untuk pembatalan akta notaris tersebut ke
Pengadilan Negeri yang berkedudukan sebagai lembaga yang berwenang.
Salah satu contoh kasus pembatalan akta notaris adalah kasus
pembatalan Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 yang diputus oleh
Pengadilan Negeri Surakarta. Kasus ini bermula ketika dilakukan hibah atas
tanah dari Penggugat I dan Penggugat II kepada Tergugat yang telah
dilakukan didepan notaris dengan pembuatan Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997. Dalam kasus ini Penggugat I dan Penggugat II adalah
suami isteri dan Tergugat adalah anak dari para Penggugat. Berdasar Akta
Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 tersebut maka kepemilikan tanah beserta
bangunan telah beralih dari Penggugat I ke Tergugat. Tergugat selaku
penerima hibah mempunyai kewajiban untuk memelihara para Penggugat
selaku orang tuanya, akan tetapi pada saat Penggugat I mengalami masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
yang berkaitan dengan hukum, Tergugat pergi tanpa pamit dan menelantarkan
orang tuanya. Tindakan Tergugat dinilai tidak terpuji dan tidak patut bagi
seorang anak yang telah menerima hibah. Berdasar alasan tersebut dan untuk
masa depan kehidupan, para Penggugat menuntut agar Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 dibatalkan dengan mengajukan gugatan di Pengadilan
Negeri Surakarta.
Pembatalan suatu akta notaris tersebut dapat dikaitkan dengan syarat-
syarat sahnya suatu perjanjian, karena pada dasarnya akta notaris itu
merupakan suatu perjanjian bagi kedua belah pihak yang menyangkut hak dan
kewajiban bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1320
KUHPerdata bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu
perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
Terdapat akibat hukum tertentu jika syarat subyektif dan syarat obyektif tidak terpenuhi. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Sedangkan apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig) tanpa perlu ada permintaan dari para pihak (Habib Adjie, 2009: 134).
Pengadilan Negeri sebagai lembaga peradilan yang berwenang
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul terkait dengan
pembatalan akta notaris tersebut. “Hakim sebagai tokoh sentral di Pengadilan
Negeri secara ex officio tidak dapat membatalkan akta notaris apabila tidak
dimintakan pembatalan. Akan tetapi apabila dimintakan pembatalan akta oleh
pihak yang bersangkutan, pada dasarnya akta notaris dapat dibatalkan oleh
hakim apabila terdapat bukti lawan” (Sudikno Mertokusumo, 2002:149).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul :
“IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH
DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (STUDI PERKARA NO.
143/PDT.G/05/PN.Ska).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka untuk memberikan arah bagi penulis dalam
melakukan penulisan hukum ini, serta dalam rangka mengumpulkan data-data
yang diperlukan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris dalam sengketa
perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?
2. Apakah alasan pembatalan suatu akta notaris berupa akta hibah dalam
proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?
3. Apa akibat hukum dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap
para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan
Negeri Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang hendak dilakukan harus memiliki tujuan yang
jelas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan
agar sesuai dengan maksud dilaksanakannya kegiatan tersebut. Penulisan
hukum ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui syarat-syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris
dalam sengketa perdata.
b. Untuk mengetahui alasan-alasan suatu akta notaris berupa akta hibah
dapat dibatalkan dalam proses pemeriksaan sengketa perdata.
c. Untuk mengetahui lebih lanjut akibat hukum yang timbul dari adanya
pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan
sengketa perdata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperdalam dan menambah pemahaman penulis dalam
bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Acara Perdata dan Hukum
Perdata menyangkut masalah implikasi pembatalan akta Notaris
sebagai alat bukti dalam sengketa perdata.
b. Untuk menambah wawasan dan memperluas pengetahuan serta
pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah
diterima selama menempuh kuliah guna melatih kemampuan penulis
dalam menerapkan teori-teori tersebut dalam prakteknya di
masyarakat.
c. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh derajat sarjana
dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi
penulis sendiri maupun bagi masyarakat luas. Manfaat yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran di bidang
ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Acara Perdata dan Hukum
Perdata pada khususnya, mengenai implikasi pembatalan akta notaris
dalam sengketa perdata.
b. Sebagai sarana pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Acara
Perdata dan Hukum Perdata mengenai implikasi pembatalan akta
notaris dalam sengketa perdata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-
penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan, membentuk dan mengembangkan pola pikir serta
penalaran yang dinamis, dan kritis dalam menerapkan ilmu yang
penulis peroleh dari bangku kuliah.
b. Dapat memberikan data dan informasi mengenai implikasi pembatalan
akta Notaris sebagai alat bukti dalam sengketa perdata di Pengadilan
Negeri Surakarta yang nantinya dapat berguna bagi penulis dan
masyarakat.
c. Memberikan masukan bagi Notaris dalam melaksanakan tugasnya
serta bagi hakim terutama jika menghadapi kasus-kasus serupa, agar
keadilan senantiasa ditegakkan.
E. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian, dibutuhkan metode dalam rangka mencari dan
mengumpulkan data, hal ini dilakukan dapat memperoleh data yang tepat dan
akurat, sehingga dapat menciptakan suatu karya ilmiah yang tidak diragukan
kebenarannya.
Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke,
namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian,
2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,
3. Cara tertentu untuk melakukan prosedur (Soerjono Soekanto, 2007: 5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Penelitian itu sendiri didefinisikan suatu kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis,
sistematis dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2007: 42). Berdasar pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa metode penelitian merupakan
kegiatan ilmiah yang berusaha untuk memecahkan masalah secara sistematis
dan konsisten dengan cara-cara dan metode-metode yang ilmiah.
Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan yaitu :
1. Menambah kemampuan para ilmu ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap,
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui,
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner,
4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan mengenai masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007: 7).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Berdasar dengan judul dan permasalahan dalam penulisan hukum ini,
maka penelitian ini merupakan penelitian empiris atau socio-legal
research. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa “Penelitian yang
bersifat socio-legal research ini menempatkan hukum sebagai gejala
sosial, dalam hal ini hukum dipandang dari segi luarnya saja, sehingga
penelitian hukum socio-legal research selalu terkait dengan masalah
sosial” (Peter Mahmud, 2007: 87). Dalam penelitian ini penulis
menggunakan data primer yang berupa hasil wawancara dengan salah
satu Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yaitu JJH. Simanjuntak, S.H.
mengenai kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu dari sengketa
perdata berupa pembatalan akta Notaris berupa akta hibah dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata yang pernah diputus Pengadilan Negeri
Surakarta dan hasil wawancara dengan Notaris sebagai pejabat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
berwenang membuat akta otentik, yaitu Notaris PPAT Sunarto, S.H dan
Notaris Sri Hartini, S.H. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara
sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungannya tentang masalah yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka
penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto, 2007:
10).
Berdasarkan pengertian tersebut maka penelitian ini termasuk dalam
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
mendiskripsikan tentang pembatalan akta notaris berupa akta hibah
dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dengan cara mempelajari
berkas sengketa perdata yang ada di Pengadilan Negeri Surakarta.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh penulis bertujuan untuk
memperjelas ruang lingkup, sehingga penelitiannya menjadi terarah dan
dapat dibatasi. Penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri
Surakarta dan Kantor Notaris. Hal ini karena setelah dilakukan pra-
penelitian diperoleh kasus pembatalan akta notaris yang diperlukan
penulis.
4. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kasus (case
approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan kasus
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kajian pokok dalam pendekatan
kasus adalah ratio decidendi yaitu pertimbangan pengadilan sampai pada
suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2007: 94).
5. Jenis Data
Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian adalah data
primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lokasi
penelitian, yaitu wawancara dengan salah satu Hakim di Pengadilan
Negeri Surakarta yang bernama JJH. Simanjuntak, S.H. dan Notaris
PPAT yaitu Notaris PPAT Sri Hartini, S.H. di Kantor Notaris PPAT
Sri Hartini yang beralamat di Jl. MT. Haryono No. 28 Surakarta serta
Notaris PPAT Sunarto, S.H. di Kantor Notaris PPAT Sunarto S.H.
yang beralamat di Jl. Prof.Dr.Supomo 20A Surakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu berkas perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska,
data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang
pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku,
literatur, koran, majalah, jurnal hukum, peraturan perundang-
undangan, media massa, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang
berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan.
6. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah pihak yang terkait langsung dengan
permasalahan yang diteliti, yaitu salah satu Hakim di Pengadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Negeri Surakarta yang bernama JJH. Simanjuntak, S.H. dan Notaris
PPAT Sri Hartini, S.H. serta Notaris PPAT Sunarto, S.H. sebagai
pejabat yang berwenang membuat akta otentik.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ini diperoleh dari berkas perkara
No.143/PDT.G/05/PN.Ska, buku-buku, majalah, artikel, jurnal
hukum, arsip, hasil penelitian ilmiah, dokumen, peraturan perundang-
undangan, laporan, media massa, internet dan bahan kepustakaan
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yang dapat
melengkapi kekurangan sumber data primer.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara untuk
memperoleh data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang
diambil oleh Penulis dalam penulisan hukum ini adalah:
a. Wawancara (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J.
Moleong, 2000: 135).
Wawancara yang dimaksud di atas dilakukan penulis dengan pihak
yang berkompeten untuk memberikan keterangan yang berhubungan
dengan pokok permasalahan. Pihak yang dimaksud adalah salah satu
Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang bernama JJH.
Simanjuntak, S.H. dan Notaris PPAT Sri Hartini, S.H. serta Notaris
PPAT Sunarto, S.H. selaku pejabat yang berwenang membuat akta
otentik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Studi dokumen
Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengumpulkan data tertulis, yakni dengan cara
membaca dan mempelajari berkas-berkas perkara No.
143/PDT.G/05/PN.Ska, peraturan perundang-undangan, dan literatur-
literatur yang sesuai dengan dasar penyusunan penulisan hukum ini.
8. Teknis Analisis Data
Teknis analisis data dalam penelitian merupakan hal yang penting
karena menentukan kualitas dari penelitian tersebut. Data yang telah
terkumpul dapat diolah dan dianalisa sedemikian rupa sampai pada tahap
penarikan kesimpulan yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan-
persoalan yang dikemukakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan teknis analisa kualitatif dengan
model analisis interaktif (interactive model). “Menurut Miles dan
Huberman sebagaimana dikutip H.B. Sutopo dalam proses analisis terdiri
dari komponen utama yaitu reduksi data (data reduction), sajian data
(data display) dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing )” (H.B.
Sutopo, 1988: 34). Ketiga komponen tersebut dilakukan bersama dengan
pengumpulan data, selanjutnya setelah data terkumpul maka dibuat suatu
penarikan kesimpulan (conclusion drawing) dan verifikasi. Ketiga
komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Reduksi data
Merupakan proses seleksi, pemfokuskan, penyederhanaan, dan
abstraksi data yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung terus
sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai dari bahkan sebelum
pengumpulan data dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Sajian data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk
narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan.
Sajian data juga dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan
kerja berkaitan kegiatan dan tabel. Seluruhnya dirancang guna merakit
informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam
bentuk yang kompak.
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan dilakukan oleh penulis sendiri, agar menghasilkan
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dapat diadakan
verifikasi terhadap kesimpulan tersebut. Untuk lebih jelasnya peneliti
menggambarkan model analisis interaktif (interactive model) sebagai
berikut:
Gambar: Analisis Data Kualitatif Interaksi Model (H.B. Sutopo, 1988:37).
SAJIAN DATA
PENGUMPULAN DATA
PENARIKAN KESIMPULAN VERIFIKASI
REDUKSI DATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Ketiga komponen ini berinteraksi dengan komponen pengumpulan
data sebagai proses siklus. Penulis dapat membuat reduksi data dan sajian
data sebelum proses pengumpulan data. Pada proses pengumpulan data
berakhir, penulis melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasinya
berdasar pada reduksi dan sajian data yang ada.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru penulisan hukum maka
penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan
hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi ke dalam sub-sub
bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Memuat tentang pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan
Negeri, pembuktian yang meliputi pengertian pembuktian dan
macam-macam alat bukti, serta akta notaris sebagai alat bukti
dalam sengketa perdata yang meliputi syarat akta notaris sebagai
alat bukti dan alasan pembatalan akta notaris.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian, selanjutnya
menjawab permasalahan mengenai syarat dan kekuatan
pembuktian akta notaris dalam sengketa perdata, alasan
pembatalan dari akta notaris berupa akta hibah dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
akibat hukum yang timbul dari pembatalan akta notaris berupa akta
hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa
perdata di Pengadilan Negeri Surakarta.
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan
Negeri
Pemeriksaan sengketa perdata akan terjadi apabila terdapat suatu
konflik yang dipersengketakan atau diperselisihkan. Pemeriksaan di
Pengadilan Negeri berawal adanya gugatan yang diajukan oleh salah satu
pihak yang bersangkutan. Gugatan merupakan tuntutan hak dari pihak
yang mengajukan gugatan. Tuntutan hak akan terkabul apabila terjadi
pemeriksaan sengketa perdata melalui suatu persidangan, untuk dapat
terjadinya suatu persidangan maka gugatan itu harus berdasar hukum yang
kuat.
Proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri tidak lepas
dari peran hakim. Dalam HIR dan RBg hakim mempunyai peran aktif
memimpin acara dari awal sampai berakhirnya pemeriksaan sengketa
perdata. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tugas hakim ialah
menemukan kebenaran yang sesungguhnya dalam sengketa perdata yang
ditanganinya (Abdulkadir Muhammad, 2000: 20 ). Hakim dalam suatu
pemeriksaan di persidangan merupakan tokoh sentral yang merupakan
penentu hasil gugatan yang telah diajukan yaitu berupa putusan hakim.
Dalam proses persidangan para pihak yang bersengketa diberi kesempatan
untuk menyajikan alat-alat bukti yang mereka miliki di muka persidangan.
Hakim akan menilai alat-alat bukti tersebut kemudian diselaraskan dengan
kebenaran atau fakta-fakta yang ada. Hakim harus menilai alat-alat bukti
tersebut secara jeli, agar tercipta suatu keadilan yang benar-benar adil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Berikut ini adalah uraian mengenai prosedur pemeriksaan sengketa
perdata di Pengadilan Negeri :
a. Tindakan-tindakan yang Mendahului Pemeriksaan di Muka
Persidangan
Penggugat mendaftarkan surat gugatnya dengan salinannya
setelah surat gugatan lengkap, serta diharuskan untuk membayar biaya
perkara. Setelah itu, penggugat menunggu pemberitahuan hari sidang
yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri (M. Nur Rasaid,
2005: 23).
Pengajuan surat gugatan ke Pengadilan Negeri harus ditujukan
kepada Pengadilan Negeri yang berwenang. Hukum acara perdata
mengenal dua kewenangan, yaitu:
1) Wewenang Mutlak (absolute competentie)
Menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kuasa untuk mengadili yang dalam bahasa Belanda disebut attributie van rechtsmacht.
2) Wewenang Relatif (relative competentie)
Menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat yang dalam bahasa Belanda disebut distributie van rechtsmacht (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 11).
Pasal 118 HIR juga mengatur perihal pengajuan gugatan, yaitu :
1) Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kediaman penggugat.
2) Apabila tergugat terdiri dari 2 orang atau lebih, dan mereka tinggal pada tempat yang berlainan, maka gugatan dapat diajukan pada tempat tinggal salah seorang tergugat.
3) Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman atau orang yang digugat tidak diketahui atau tidak dikenal, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
4) Dalam hal keadaan nomor diatas, apabila gugatannya mengenai barang tetap, maka gugatan diajukan ke Pengadilan tempat di mana barang tetap (tidak bergerak) tersebut berada.
5) Kalau kedua belah pihak memilih tempat tinggal khusus dengan akta yang tertulis, maka penggugat kalau mau dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di tempat yang telah dipilih dalam akta tersebut.
b. Tindakan yang Dapat Dilaksanakan Selama Proses Sidang
Penggugat dapat mengajukan permohonan sita jaminan selama
proses sidang berlangsung. “Sita jaminan mengandung arti untuk
menjamin pelaksanaan putusan di kemudian hari, barang-barang baik
yang bergerak atau tidak bergerak milik tergugat atau barang-barang
milik penggugat yang ada dalam kekuasaan tergugat, selama proses
berlangsung” (M. Nur Rasaid, 2005: 24).
Suatu gugatan perlu disertakan sita jaminan untuk menjamin
kepentingan Penggugat. Hal ini disebabkan proses pemeriksaan di
persidangan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, kemungkinan
pihak tergugat untuk menjual atau mengalihkan harta kekayaannya
sangat besar. Penggugat tidak hanya ingin menang diatas kertas saja,
karena apabila putusan dimenangkan oleh penggugat tetapi harta
kekayaan dari tergugat telah dijual atau dipindahtangankan maka
putusan itu tidak dapat dilaksanakan.
Hukum acara perdata mengenal berbagai macam sita jaminan
yaitu sebagai berikut :
1) Sita Revindicatoir (Revindicatoir Beslag) Pasal 226 HIR
2) Sita Conservatoir (Conversatoir Beslag) Pasal 227 HIR
3) Sita Eksecutorial (Eksecutorial Beslag)
4) Sita Marital (Marital Beslag) Pasal 823 RV
5) Sita Gadai (Pand Beslag) Pasal 751 RV
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
c. Pemeriksaan di Muka Sidang
Proses pemeriksaan sengketa dalam persidangan melalui beberapa
tahapan. Pihak penggugat dan tergugat harus selalu hadir atau dapat
juga dikuasakan kepada kuasa hukum masing-masing maupun orang
yang telah diberi kuasa oleh mereka. Tahapan-tahapan pemeriksaan di
muka persidangan sebagai berikut :
1) Gugur atau Verstek
Dalam Pasal 148 Rbg/124 HIR diatur bahwa suatu gugatan akan
gugur apabila penggugat tidak hadir serta tidak menyuruh orang
lain untuk hadir sebagai wakilnya, akan tetapi penggugat diijinkan
untuk mengajukan gugatan sekali lagi dengan syarat membayar
biaya sengketa sebelumnya. Gugatan dinyatakan verstek apabila
pada hari sidang yang telah ditentukan pihak tergugat tidak hadir
serta tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya, hal ini diatur
dalam Pasal 149 RBg/125 HIR.
2) Perdamaian
Salah satu tugas hakim dalam persidangan mengusahakan agar
pihak penggugat dan tergugat yang bersengketa berdamai. Kedua
belah pihak diharapkan menempuh jalur perdamaian atau mediasi
sebelum pokok sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak
diperiksa di muka persidangan. Perdamaian atau mediasi bertujuan
agar para pihak yang bersengketa berpikir ulang akan akibat-akibat
yang terjadi di kemudian hari.
Menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa
yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang
lebih besar kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Pengintegrasian mediasi
ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di
pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga
pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses
pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif). Definisi mediasi
menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Mahkamah Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2008 adalah :
“Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator”.
Terdapat dua kemungkinan terhadap hasil usaha perdamaian
atau mediasi itu, yaitu:
a) Usaha perdamaian berhasil maka dibuat akta perdamaian bagi
kedua belah pihak yang bersifat final (Pasal 130 HIR);
b) Usaha perdamaian tidak berhasil maka surat gugatan dibaca dan
persidangan dimulai (Pasal 131 HIR).
Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008, pengertian akta perdamaian
adalah :
“Akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan
hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang
tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa”.
3) Jawaban tergugat, gugat balik, dan eksepsi
Jawaban tergugat timbul apabila usaha perdamaian tidak
tercapai. Tergugat dapat melakukan jawaban tergugat setelah surat
gugatan dibacakan oleh Hakim. Terdapat juga jawaban tergugat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
berupa rekonvensi (gugat balik), rekonvensi ini diatur dalam Pasal
157-158 RBg, 132 a,b HIR.
Tahap selanjutnya setelah eksepsi oleh Tergugat adalah
pembacaan replik. Replik yaitu jawaban Penggugat atas jawaban
Tergugat yang dilakukan secara tertulis. Terhadap replik ini,
Tergugat dapat memberi tanggapan yaitu berupa duplik. (Badriyah
Harun, 2009: 70).
4) Pembuktian
Tahap selanjutnya adalah pembuktian dari kedua belah pihak di
muka persidangan dan hakim akan menilai pembuktian tersebut
dengan diselaraskan fakta-fakta yang ada agar terwujud suatu
kebenaran.
2. Tinjauan tentang Pembuktian
Masalah pembuktian merupakan hal yang penting dalam hukum acara
perdata maupun acara pidana, karena putusan hakim itu dibuat berdasarkan
penilaian alat-alat bukti yang diajukan di muka persidangan. Pembuktian
dalam persidangan akan membawa kebenaran yang sesungguhnya yaitu
memberi petunjuk mengenai siapa sebenarnya yang salah dan siapa
sebenarnya yang benar, sehingga hak-hak asasi dari pihak yang
bersengketa terjamin dengan seimbang.
a. Pengertian Pembuktian
Pengertian pembuktian menurut beberapa sarjana hukum yaitu:
1) Teguh Samudera
Pembuktian di dalam ilmu hukum itu hanya ada apabila terjadi bentrokan kepentingan yang diselesaikan melalui pengadilan yang lazimnya masalah bentrokan tersebut akhirnya disebut dengan perkara. Bentrokan kepentingan itu dapat diakibatkan karena salah satu pihak ada yang menyangkal tentang sesuatu hak. Membuktikan berarti menjelaskan kedudukan hukum sebenarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
berdasarkan keyakinan hakim kepada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa. Dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa itu menjadi pula dasar pertimbangan bagi hakim agar dapat dicapai suatu keputusan yang objektif (Teguh Samudera, 2004: 11-12).
2) R. Soepomo
Membuktikan dalam arti luas adalah membenarkan hubungan hukum, yaitu misalnya hakim mengabulkan tuntutan penggugat, pengabulan ini mengandung arti bahwa hakim menarik kesimpulan, bahwa apa yang dikemukakan oleh penggugat sebagai hubungan hukum antara penggugat dan tergugat adalah benar. Berhubung dengan itu, membuktikan dalam arti yang luas adalah memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Dalam arti yang terbatas, pembuktian hanya diperlukan apabila apa yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apa yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan. Kebenarannya yang tidak dibantah itu tidak perlu diselidiki. Yang harus memberi bukti ialah pihak yang wajib membenarkan apa yang dikemukakan, jikalau ia berkehendak, bahwa ia tidak akan kalah perkaranya (R. Soepomo, 2005: 63).
Berdasarkan pengertian diatas, maka pembuktian adalah proses
membuktikan yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa dengan
meyakinkan hakim atas kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh para
pihak yang bersengketa dengan syarat-syarat bukti yang diatur dalam
Undang-undang. Dalil-dalil tersebut akan digunakan hakim sebagai
pertimbangan dalam membuat putusan hakim yang bersifat objektif.
Putusan hakim yang bersifat objektif merupakan putusan yang
mengutamakan keadilan, yaitu menghukum orang yang benar-benar salah.
Pasal 1865 KUHPerdata menyatakan : “Setiap orang yang
mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan
haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada
suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Pasal 163 HIR juga menyatakan bahwa : “Barang siapa mengatakan
mempunyai barang sesuatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk
meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka
orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.”
Masalah pembuktian menyangkut masalah apa saja yang harus
dibuktikan dan apa saja yang tidak perlu dibuktikan. Dalam Pasal 1865
KUHPerdata pada bunyi kalimat terakhir yaitu bahwa “diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”, dan dalam Pasal 163
HIR juga disebutkan bahwa “harus membuktikan adanya hak atau kejadian
itu”. Kesimpulannya, bahwa yang harus dibuktikan adalah kebenaran dari
hak atau peristiwa tersebut yang dimana hak atau peristiwa itu disangkal
oleh pihak lain. Mengenai hak atau peristiwa yang tidak disangkal oleh
pihak lain maka tidak perlu dibuktikan.
Peristiwa yang tidak perlu dibuktikan atau diketahui oleh hakim, hal ini disebabkan karena :
a) Peristiwa itu dianggap tidak perlu diketahui atau dianggap tidak mungkin diketahui hakim, peristiwa itu antara lain :
(1) Dalam hal dijatuhkan putusan verstek.
(2) Dalam hal tergugat mengakui gugatan penggugat.
(3) Telah dilakukan sumpah decisior.
(4) Telah menjadi pendapat umum.
b) Hakim secara ex officio dianggap mengenal peristiwanya, peristiwa-peristiwa itu ialah :
(1) Peristiwa notoir.
(2) Peristiwa yang terjadi di persidangan.
(3) Pengetahuan tentang pengalaman (Sudikno Mertokusumo, 2002: 125-126).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b. Macam-macam Alat Bukti
Hukum acara mengenal beberapa macam alat bukti, dalam Pasal
1866 KUHPerdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg) disebutkan lima jenis
macam alat bukti yang terdiri atas bukti surat (tulisan), bukti dengan
saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan serta sumpah.
1) Alat Bukti Surat (Tulisan)
Alat bukti surat ini diatur dalam Pasal 138, 165, 167 HIR, 164,
285-305 Rbg.S 1867 no.29 dan Pasal 1867-1894 BW. Alat bukti
surat disebut juga alat bukti tertulis, dimana alat bukti surat
mempunyai kedudukan yang utama dibandingkan dengan alat bukti
yang lain. Hal ini disebabkan di dalam hubungan orang dengan
orang lain seringkali membuat alat bukti berupa surat yang
bertujuan surat itu dapat digunakan sebagai alat bukti apabila
terjadi sengketa di kemudian hari.
Alat bukti surat/tertulis menurut M.Nur Rasaid adalah:
Segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang
dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk
menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian (M. Nur Rasaid, 2005: 38).
Hukum acara perdata mengenal tiga macam alat bukti surat/tertulis yaitu:
a) surat biasa
b) akta otentik
c) akta dibawah tangan (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 64).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
“Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat
peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian” (Sudikno Mertokusumo, 2002: 142).
Berdasarkan pengertian diatas, maka suatu surat dapat
diklasifikasikan sebagai akta, apabila surat itu memenuhi beberapa
unsur yaitu terdapat tanda tangan, dibuat dengan sengaja serta
pembuatan surat itu untuk siapa dan keperluan apa surat itu dibuat.
Keharusan pencantuman tanda tangan tersebut dapat digunakan
sebagai pembeda antara akta yang satu dengan yang lainnya, selain
itu juga dijadikan untuk menjamin kebenaran dari isi akta itu.
Akta mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formil (formalitas
causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas causa
artinya akta berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu
perbuatan hukum. Probationis causa berarti akta mempunyai fungi
sebagai alat bukti
(http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/01/10/akta-notaris-
sebagai-alat-bukti-tertulis-yang-mempunyai-kekuatan-pembuktian-
yang-sempurna/ diakses pada tanggal 1 Januari 2010).
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan
pejabat yang berwenang untuk itu, sebagai bukti yang lengkap bagi
kedua belah pihak dan ahli warisnya serta orang yang mendapat
hak darinya tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan
bahkan tentang apa yang tercantum di dalamnya sebagai
pemberitahuan saja sepanjang langsung mengenai pokok dalam
akta tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 165 HIR, 285 RBg.
Akta otentik diklasifikasikan lagi menjadi akta ambtelijk dan
akta partai. Akta ambtelijk yaitu pejabat menerangkan apa yang
dilihat dan dilakukannya sedang akta partai yaitu pejabat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya dan pihak-pihak
yang berkepentingan mengakui keterangan dalam akta tersebut
dengan membubuhkan tanda tangan mereka (Abdulkadir
Muhammad, 2000: 120).
Akta dibawah tangan diatur dalam Pasal 289 RBg, yang
menyatakan bahwa akta dibawah tangan adalah surat, daftar, surat
urusan rumah tangga dan surat yang ditandatangani dan dibuat
dengan tidak memakai bantuan seorang pejabat umum.
Alasan dari lahir dan terciptanya akta otentik yaitu:
a) Atas dasar permintaan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, agar perbuatan hukum mereka itu dinyatakan atau dituangkan dalam bentuk akta otentik dan atau,
b) Selain karena permintaan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, juga karena Undang-undang menentukan agar untuk perbuatan hukum tertentu, mutlak harus (dengan diancam kebatalan jika tidak) dibuat dalam bentuk akta otentik, misalnya Akta pendirian sebuah Perseroan Terbatas (Pasal 7 UU No. 40 Tahun 2007), Akta kuasa untuk memasang hipotik (Pasal 1171 KUHPerdata), Akta kuasa untuk mengangkat sumpah bagi salah satu pihak yang bersengketa di pengadilan, karena alasan penting hakim mengijinkan untuk itu (Pasal 1945 KUHPerdata) (Wawan Setiawan, 1995 : 56).
Berdasarkan uraian diatas, dilihat dari azas manfaatnya bahwa
perlunya dan terciptanya akta otentik disebabkan oleh kebutuhan
akan pentingnya alat bukti tertulis yang mempunyai kedudukan
istimewa, khususnya dalam Hukum Perdata. Hal ini sangat erat
kaitannya dengan kewajiban atau beban pembuktian (khusus dalam
sengketa dan perkara menurut hukum acara perdata).
2) Alat Bukti Saksi
Alat bukti kesaksian diatur dalam Pasal 139-152, 168-172
HIR (Pasal 165-179 Rbg), 1895 dan 1902-1912 BW. Pembuktian
saksi ini sebaiknya digunakan lebih dari satu saksi, hal ini diatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dalam Pasal 169 HIR, 309 Rbg yang menyatakan bahwa
keterangan saksi saja tanpa alat bukti lain tidak dapat dipercaya,
atau lebih dikenal dengan sebutan “unus testis nullus testis” yang
artinya satu saksi dianggap bukan saksi.
Alat bukti dengan saksi biasanya baru digunakan apabila alat
bukti surat (tertulis) tidak ada atau alat bukti surat (tertulis) itu
tidak cukup. Menurut Sudikno Mertokusumo kesaksian adalah :
Kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan
tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan
secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak
dalam perkara, yang dipanggil di persidangan (Sudikno
Mertokusumo, 2002: 159).
3) Alat Bukti Persangkaan
Alat bukti persangkaan-persangkaan digunakan apabila
terdapat kesulitan dalam mendapatkan saksi yang melihat,
mendengar atau merasakan sendiri peristiwa yang bersangkutan.
Dalam Pasal 1915 ayat 1 KUHPerdata menyatakan persangkaan-
persangkaan adalah :
“Kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh
Hakim ditariknya suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu
peristiwa yang tidak terkenal.”
Menurut Subekti persangkaan adalah:
“Suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang
sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini
ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus
dibuktikan juga telah terjadi” (Subekti, 2003: 181).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dalam Pasal 1915 ayat 2 KUHPerdata diatur bahwa ada dua
macam persangkaan, yaitu persangkaan undang-undang dan
persangkaan yang tidak berdasar Undang-undang.
4) Alat Bukti Pengakuan
Pengakuan oleh HIR diatur dalam Pasal-Pasal 174,175, dan
176 sedangkan dalam KUHPerdata diatur pada Pasal 1923-1928.
Pengakuan menurut Mr. A. Pitlo yaitu:
“Keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu
perkara, di mana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak
lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan”
(Teguh Samudera, 2004: 83).
Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang
dilakukan di muka hakim, ada yang dilakukan di luar sidang (Pasal
1923 KUHPerdata). Pengakuan yang dilakukan di muka hakim
tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila dibuktikan bahwa
pengakuan itu merupakan suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang
terjadi, hal ini diatur dalam Pasal 1926 KUHPerdata.
5) Alat Bukti Sumpah
Alat bukti sumpah diatur dalam HIR (Pasal155-158,177), Rbg
(Pasal 182-185,314), BW (Pasal 1929-1945).
Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat MahaKuasa daripada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya” (Sudikno Mertokusumo, 2002: 179).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Mengenai pengklasifikasiannya sumpah dibagi menjadi dua,
hal ini diatur dalam Pasal 1929 KUHPerdata, yaitu :
a) Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak
yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya
(sumpah ini disebut sumpah pemutus).
b) Sumpah yang oleh hakim, karena jabatannya diperintahkan
kepada salah satu pihak.
Dalam HIR masih diatur mengenai alat bukti lain yaitu
pemeriksaan setempat dan hasil penyelidikan ahli, yaitu diatur
dalam Pasal 153 (1) HIR dan Pasal 154 HIR. Pasal 153 (1) HIR
menyebutkan:
“Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka ketua boleh
mengangkat satu atau dua orang komisaris daripada dewan itu,
yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan
tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat
menjadi keterangan hakim.”
Pasal 154 HIR:
“Jika pengadilan negeri menimbang, bahwa perkara itu dapat
lebih terang, jika diperiksa atau dilihat oleh orang ahli, maka
dapatlah ia mengangkat ahli itu, baik atas permintaan kedua pihak,
maupun karena jabatannya.”
3. Tinjauan tentang Akta Notaris sebagai Alat Bukti dalam Sengketa
Perdata
a. Syarat Akta Notaris sebagai alat bukti
Kewenangan-kewenangan yang dimiliki Notaris sebagai salah
satu pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik perlu
diketahui sebelum membahas mengenai akta notaris dapat digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
sebagai alat bukti. Dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa:
“Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.” Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat
umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta otentik serta
kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-undang No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris.
Pejabat umum yang diberi wewenang oleh Undang-undang
untuk membuat akta otentik selain notaris yaitu pegawai catatan sipil,
panitera pengadilan dan jurusita (Abdulkadir Muhammad, 2000: 120).
Pejabat umum yang diberi wewenang itu dapat membuat akta yang
keabsahannya dapat dijamin oleh Undang-undang, misalnya akta
pernikahan, akta kelahiran yang dikeluarkan oleh pegawai catatan
sipil, surat putusan hakim yang dibuat oleh panitera pengadilan serta
surat panggilan jurusita yang dibuat oleh jurusita.
Fungsi dari profesi notaris menurut FBI by the National Notary
Association, yaitu:
The Notary performs four important functions:
1) Verify that the party to a written agreement is who she claims to be;
2) Obtain the acknowledgment of the party to an agreement that she has signed the agreement willingly and that she is aware of its contents;
3) Apply and affix a distinguishing mark or seal to ensure that the original document cannot or has not been altered;
4) Ensure that the document being notarized is complete and authentic (FBI, 2004: 1).
Terdapat kewenangan lainnya yang dimiliki oleh notaris selain
membuat akta otentik yang diatur dalam Undang-undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu diatur dalam Pasal 15 ayat
1 dan ayat 2. Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dimiliki oleh suatu jabatan yang diatur oleh perundang-undangan yang
berlaku. Pasal 15 ayat 1 menyebutkan :
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang harus dilakukan oleh
peraturan perundang-undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.”
Pasal 15 ayat 2 menyebutkan bahwa Notaris berwenang pula:
1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
3) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
4) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
6) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7) Membuat akta risalah lelang.
Kewenangan Notaris menurut The Model Notary Act yaitu A notary is empowered to perform the following notarial acts : 1) acknowledgments; 2) oaths and affirmation; 3) jurats;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
4) signature witnessings; 5) copy certifications; 6) verifications of fact; and 7) any other acts so authorized by the law of this (The Model Notary
Act, 2010 : 28).
Kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh notaris
menyebabkan profesi notaris mempunyai kedudukan yang penting,
salah satunya membuat akta otentik yang merupakan alat pembuktian
yang mutlak, karena apa yang disebut dalam akta otentik itu dianggap
benar. Berdasar hal tersebut maka perlu diketahui bagaimana syarat
akta notaris dapat digolongkan sebagai alat bukti.
Akta Notaris merupakan suatu dokumen atau surat yang dibuat
oleh atau dihadapan pejabat atau pegawai umum yang berhak untuk
itu, yang dapat menerbitkan suatu hak, perjanjian, pembebasan hutang
dan sebagainya, yang baru dapat diancam dengan pidana bila
pemalsuannya dan penggunaannya disengaja serta dapat merugikan
orang lain (Banurusman, 1995 : 44-45).
Penjelasan umum Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris juga menyebutkan bahwa akta notaris merupakan akta
otentik memiliki kekuatan sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan
terpenuh.
Akta Notaris diklasifikasikan menjadi:
1) Akta Relaas
Akta Relaas merupakan akta yang dibuat oleh Notaris atas
permintaan para pihak, agar Notaris mencatat segala sesuatu hal
yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau
tindakan lainnya yang dilakukan para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) Akta Partij (akta pihak)
Akta Partij (akta pihak) merupakan akta yang dibuat dihadapan
Notaris atas permintaan para pihak, Notaris berkewajiban untuk
mendengarkan pernyataan para pihak yang dinyatakan sendiri
dihadapan Notaris (Habib Adjie, 2009: 45).
Akta notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti yang
sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata.
Akta otentik memberikan diantara para pihak termasuk para ahli
warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti
yang sempurna tentang apa yang diperbuat atau dinyatakan di dalam
akta ini. Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu
akta otentik merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian
dan persyaratan yang terdapat padanya. Ketiadaan salah satu kekuatan
pembuktian ataupun persyaratan tersebut akan mengakibatkan suatu
akta otentik tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang
sempurna dan mengikat sehingga akta akan kehilangan
keotentikannya dan tidak lagi menjadi akta otentik.
C.A. Kraan mengemukakan bahwa akta otentik mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu sebagai berikut:
1) Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh Pejabat yang berwenang.
2) Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari Pejabat yang berwenang.
3) Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan Pejabat yang membuatnya c.q. data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
4) Seorang Pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak (onpartijdigheid-impartaility) dalam menjalankan jabatannya.
5) Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh Pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat (Habib Adjie, 2009: 127).
Kedudukan akta notaris sebagai alat bukti tentunya harus
memenuhi seluruh prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi
agar suatu akta itu mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menyatakan bahwa setiap akta notaris terdiri atas awal
akta atau kepala akta, badan akta, dan akhir atau penutup akta.
Mengenai kekuatan pembuktian dari akta notaris sebagai alat
bukti, terdapat tiga macam kekuatan pembuktian yaitu :
1) Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht)
Uitwendige bewijskracht adalah kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik, sehingga akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya (acta publica probant sese ipsa). Akta dapat digolongkan menjadi akta otentik dapat dinilai dari luarnya. Artinya menandakan dirinya dari luar, dari kata-katanya itu berasal dari seorang pejabat umum.
2) Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht)
Formale bewijskracht adalah kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta yang ada dalam akta itu benar-benar dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap itu. Artinya pejabat yang bersangkutan menyatakan dalam tulisan yang tercantum dalam akta itu dan kebenaran dari dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya dalam jabatannya itu.
3) Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht)
Materiele bewijskracht adalah kepastian bahwa apa yang disebutkan dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(tegenbewijs). Artinya tidak hanya kenyataan yang dibuktikan oleh suatu akta otentik, namun isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (preuve preconstituee) (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 19-21).
Berdasarkan uraian diatas bahwa pada setiap akta otentik
mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian
yang lahiriah (uitwendige bewijskracht) itu terkait dengan syarat-
syarat formal dari suatu akta itu dipenuhi atau tidak, apabila syarat
formal dari akta dipenuhi maka akta itu merupakan akta otentik dari
luarnya. Kekuatan pembuktian formal (formal bewijskracht) terkait
dengan persoalan kebenaran peristiwa yang tersebut dalam akta
otentik itu. Kekuatan pembuktian yang terakhir yaitu kekuatan
pembuktian materiil (materiele bewijskracht) terkait dengan
kebenaran dari isi akta otentik itu. Berdasar kekuatan pembuktian akta
notaris tersebut, dapat dimungkinkan pembatalan akta notaris tentunya
dengan alasan-alasan yang menjadi dasar pembatalan akta notaris itu.
Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
mengatur agar suatu akta notaris memiliki syarat otentisitas, maka
pada saat pembuatan akta harus:
1) Para penghadap harus memenuhi syarat minimal berusia 18
(delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan
perbuatan hukum (Pasal 39 ayat 1 Undang-undang No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris).
2) Para penghadap tersebut harus dikenal notaris atau diperkenalkan
padanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling
sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya (Pasal 39 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3) Notaris membacakan susunan kata dalam bentuk akta kepada para
penghadap dan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi yang memenuhi
persyaratan (Pasal 40 ayat 1 Undang-undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris).
4) Setelah akta dibacakan para penghadap, saksi dan notaris kemudian
membubuhkan tandatangannya, yang berarti membenarkan apa
yang termuat dalam akta tersebut, dan penandatanganan tersebut
harus dilakukan pada saat tersebut (Pasal 44 ayat 1 Undang-undang
No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris).
Berdasarkan Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea
Materai, menyatakan bahwa terhadap akta atau surat perjanjian dan
surat-surat lainnya, dalam hal ini termasuk yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas
dokumen tersebut bea materai. Kedudukan bea materai dalam suatu
akta atau surat perjanjian sangat penting sebagai syarat alat
pembuktian, karena apabila tidak ada bea materai dalam akta atau
perjanjian hal ini tidak mengakibatkan perbuatan hukumnya tidak sah,
melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat
pembuktian. Perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau
tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi
ditentukan oleh syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320
KUHPerdata. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa suatu akta notaris dikatakan memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna apabila akta tersebut mempunyai kekuatan
pembuktian lahir, formil dan materil, dan memenuhi syarat otentisitas
sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-undang No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris sehingga akta yang telah memenuhi
semua persyaratan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sempurna dan harus dinilai benar, sebelum dapat dibuktikan
ketidakbenarannya.
b. Alasan pembatalan akta notaris
Akta notaris merupakan suatu perjanjian dari para pihak yang
mengikat mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian harus dipenuhi. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata diatur
mengenai syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
3) Mengenai suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif,
karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan
perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat-syarat
obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan (Subekti, 2002: 17).
Dalam hukum perjanjian terdapat akibat hukumnya apabila syarat subyektif dan syarat obyektif tidak terpenuhi. Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu. Selanjutnya apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, artinya perjanjian dianggap tidak pernah ada dan mengikat siapapun (Habib Adjie, 2009: 123).
Syarat sah perjanjian yang tertuang dalam akta notaris terdiri dari:
“Syarat subyektif dicantumkan dalam awal akta dan syarat
obyektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta. Isi akta
merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata mengenai
kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
hukum bagi para pihak” (Habib Adjie, 2009: 124). Suatu akta yang
dalam awal akta itu tidak memenuhi syarat subyektif, maka atas
permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan, sedangkan
akya yang dalam badan akta tidak memenuhi syarat obyektif, maka
akta tersebut batal demi hukum. Hal ini berarti apabila syarat
subyektif tidak dipenuhi akan tetapi tidak ada pembatalan dengan cara
gugatan dari orang tertentu tersebut, maka isi akta yang bersifat syarat
obyektif tetap berlaku dan mengikat bagi para pihak.
Menurut Herlien Budiono sebab-sebab kebatalan mencakup
ketidakcakapan, ketidakwenangan bentuk perjanjian yang dilanggar,
isi perjanjian bertentangan dengan Undang-undang, pelaksanaan
perjanjian bertentangan dengan Undang-undang, motivasi membuat
perjanjian bertentangan dengan Undang-undang, perjanjian
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan baik cacat
kehendak, dan penyalahgunaan keadaan
(http://riezhkie.blogspot.com/2009/10/pembatalan-dan-degradasi-
kekuatan-bukti.html diakses pada tanggal 01 Januari 2010).
Pembatalan akta notaris yang dilakukan dengan cara mengajukan
gugatan ke Pengadilan oleh pihak-pihak tertentu terkait dengan hakim
berwenang atau tidak berwenang untuk melakukan pembatalan suatu
akta notaris. Mengingat bahwa tugas hakim dalam pembuktian yaitu
melakukan penilaian dari alat bukti yang diajukan di muka
persidangan.
“Hakim secara ex officio pada dasarnya tidak dapat membatalkan
akta notaris apabila tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak
boleh memutus yang tidak diminta. Apabila ada permintaan
pembatalan akta oleh pihak yang bersangkutan, hakim dapat
membatalkan akta notaris apabila ada bukti lawan” (Sudikno
Mertokusumo, 2002: 149).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan dan Batal demi Hukum
Ditinjau dari Ketentuan Pasal 38 Undang-undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris
Keterangan Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan
Akta Notaris Batal demi Hukum
Alasan
Melanggar unsur subjektif, yaitu: 1. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya (de toetsemming van dege-nen die zich verbiden).
2. Kecakapan untuk mem buat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene verbidens aan te gaan).
Melanggar unsur objektif, yaitu: 1. Suatu hal
tertentu (een bepaald onderwerp)
2. Suatu sebab yang
tidak terlarang (eene geoorloofde oorzaak).
Mulai berlaku/terjadinya pembatalan
§ Akta tetap mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
§ Akta menjadi tidak mengikat sejak ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sejak saat akta tersebut ditandatangani dan tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak pernah terjadi, dan tanpa perlu ada putusan pengadilan.
(Habib Adjie, 2009: 139).
Akibat hukum dari suatu pembatalan akta notaris pada prinsipnya
sama antara akta notaris yang batal demi hukum dan akta notaris yang
dapat dibatalkan. Semuanya mengakibatkan perbuatan hukum tersebut
menjadi tidak berlaku atau perbuatan hukum tersebut tidak memiliki
akibat hukum. Perbedaannya adalah pada waktu berlakunya
pembatalan itu, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
1) Batal demi hukum
Akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak mempunyai
akibat hukum, karena sejak akta ditandatangani dan perbuatan
hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak pernah ada. Batal
demi hukum ini berdasar pada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
2) Dapat dibatalkan
Akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak mempunyai
akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana
pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut
tergantung pada pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan
hukum tersebut dapat dibatalkan. Akta tersebut tetap berlaku dan
mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
B. Kerangka Pemikiran
Pihak Pihak
Akta Notaris
Penggugat
Sengketa Hukum
Tergugat
Gugatan di Pengadilan Negeri
Putusan Hakim
Pembatalan Akta Notaris
Syarat Akta Notaris sebagai Alat Bukti
Alasan Pembatalan Akta Notaris
Akibat Hukum Pembatalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Keterangan :
Para pihak yang mempunyai kepentingan membuat suatu perjanjian
diantara mereka dapat menghadap Notaris untuk membuatkan akta otentik.
Akta otentik ini digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari, apabila
terjadi suatu sengketa atau perselisihan diantara pihak.
Notaris sebagai Pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-
undangan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Notaris diangkat oleh
Menteri Kehakiman untuk dapat melaksanakan jabatannya. Kuasa yang
diberikan negara kepada Notaris memberikan kewenangan kepadanya
untuk membuat akta sebagai alat bukti dikemudian hari apabila terjadi
sengketa.
Inti tugas dari Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan-hubungan hukum antara para pihak, yang secara mufakat
meminta jasa-jasa Notaris yang pada hakekatnya, pada azasnya adalah
sama dengan tugas hakim yang memberikan putusan tentang keadilan para
pihak yang bersangkutan (Wawan Setiawan, 1995: 60).
Akta otentik yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan
pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapa
pun, kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya.
Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut mengalami kebohongan atau cacat,
sehingga akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang
cacat hukum. Akta Notaris dibuat pada umumnya tidak ada masalah,
namun dalam pelaksanaanya seringkali menimbulkan permasalahan
dimana salah satu pihak merasa bahwa dirinya telah dirugikan oleh
pernyataan-pernyataan yang diterangkan dalam akta. Pihak yang merasa
dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Hakim secara ex officio pada dasarnya tidak dapat membatalkan akta Notaris kalau tidak dimintakan pembatalan, karena hakim tidak boleh memutuskan yang tidak diminta. Pembatalan akta yang dimintakan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pihak yang bersangkutan pada dasarnya akta Notaris dapat dibatalkan oleh hakim apabila ada bukti lawan. Akta Notaris yang diajukan sebagai alat bukti di pengadilan masih harus dianggap benar oleh Hakim, selama tidak ditemukan bukti-bukti lawan yang membuktikan bahwa akta itu tidak benar. Bagi pihak yang mempermasalahkan keabsahan dari akta Notaris itu sendiri, maka pihak yang mempermasalahkan itu harus dapat membuktikan letak kesalahan dari akta itu (Abdul Ghofur, 2009: 19).
Adanya pembatalan akta notaris itu, maka akan diteliti lebih lanjut
mengenai apa alasan suatu akta Notaris itu dapat dilakukan pembatalan,
serta apa akibat hukumnya yang terjadi setelah pembatalan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Hasil dari penelitian akan disajikan dalam bentuk data-data yang diperoleh
penulis selama dilakukannya penelitian. Data-data diperoleh penulis selama
penelitian akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan penulis. Data-data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan
studi kepustakaan termasuk mempelajari berkas perkara. Berkas perkara yang
dipelajari oleh penulis yaitu berkas perkara No. 143/Pdt.G/2005/PN.Ska
mengenai kasus pembatalan Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 yang dibuat
pada tanggal 6 bulan Mei 1997 di hadapan Notaris PPAT ERW, S.H., yang
merupakan hibah atas tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan
dengan luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya.
Berkas perkara tersebut adalah berkas perkara yang telah diperiksa dan
diputus oleh pengadilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri Surakarta.
Penulis akan menyajikan hasil penelitian secara terperinci dan mendalam
tentang berkas perkara tersebut dengan cara mereduksi data-data yang terkait
secara sederhana dan jelas tanpa harus kehilangan bagian pokok yang
mendasar sebagai berikut:
1. Nomor Perkara
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan penulis sebelumnya
yaitu mengenai implikasi pembatalan akta notaris sebagai alat bukti dalam
sengketa perdata maka kasus mengenai pembatalan akta notaris adalah
Perkara No. 143/Pdt.G/2005/PN.Ska., yaitu kasus tentang pembatalan
Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 yang dibuat pada tanggal 6 bulan Mei
1997 di hadapan Notaris PPAT ERW, S.H. atas hibah tanah SHM 1421
Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan dengan luas 275 m2 dan bangunan
yang berdiri diatasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2. Identitas Para Pihak
Identitas para pihak yang berpekara dalam Perkara No.
143/Pdt.G/2005/PN.Ska adalah:
a. Identitas para penggugat yaitu:
Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. Ir.R.M. W, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 11 Nopember 2005 memberikan kuasa kepada P, S.H.M.Hum
dan BJG, S.H.M.Hum, keduanya pengacara berkantor di Jalan
Letjen.S.Parman 18 Surakarta yang bertindak untuk dan atas nama
Penggugat.
b. Identitas tergugat yaitu:
R.A. P, S.H. , dahulu beralamat di Jalan Sangihe 15 Surakarta sekarang
tidak diketahui alamatnya yang bertindak untuk dan atas nama
Tergugat.
3. Duduk Perkara
Para Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 12 Desember
2005 dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta tertanggal
13 Desember 2005 dengan Register Perkara No. 143/Pdt.G/2005/PN.Ska
telah mengajukan gugatan kepada Tergugat sebagai berikut:
a. Bahwa Penggugat I dan Penggugat II adalah suami isteri, dan Tergugat
adalah anak dari Penggugat.
b. Bahwa berdasarkan Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997, pada tanggal 6
bulan Mei 1997 didepan Notaris PPAT ERW, S.H. telah dilakukan
hibah atas tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan,
Luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya dengan batas-batas:
1) Utara : M 1342
2) Selatan : M 1422
3) Barat : M Jalan
4) Timur : M 814
Dari Penggugat I dengan persetujuan Penggugat II kepada Tergugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
c. Bahwa dengan demikian berdasar Akta Hibah tersebut kepemilikan
tanah dan bangunan SHM 1421 tersebut telah beralih dari Penggugat I
ke Tergugat.
d. Bahwa sebagai anak dan apalagi telah menerima hibah berupa sebidang
tanah dan bangunan dari Penggugat I, seharusnya Tergugat mempunyai
kewajiban untuk memelihara para Penggugat selaku orang tuanya.
e. Bahwa pada tahun 2005, yaitu sekitar bulan September 2005,
Penggugat I mengalami musibah yang berkaitan dengan persoalan
hukum sehingga mengakibatkan Penggugat I ditahan oleh pihak yang
berwenang.
f. Bahwa ketika musibah tersebut terjadi, Tergugat selaku anak para
Penggugat bukannya datang dan mendampingi orang tuanya yang
sedang mengalami musibah melainkan telah pergi tanpa pamit dan
menelantarkan kedua orang tuanya yang sedang mengalami musibah.
g. Bahwa tindakan Tergugat ini sungguhlah tidak terpuji, dan tidak patut
bagi seorang anak yang telah menerima hibah.
h. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1688 KUHPerdata dituliskan:
“Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula
dibatalkan, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut:
1) Jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima
hibah.
2) Jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut
melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas
diri Penghibah.
3) Jika Penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak
untuk memberi nafkah kepadanya.
i. Bahwa dengan demikian tindakan Tergugat telah memenuhi ketentuan
Pasal 1688 ayat (3) KUHPerdata.
j. Bahwa untuk itu para Penggugat demi masa depan kehidupan menuntut
agar Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997, tanggal 6 bulan Mei 1997
didepan Notaris PPAT ERW, S.H. Dibatalkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
k. Bahwa dengan demikian sejak gugatan ini diajukan berdasarkan
ketentuan Pasal 1690 KUHPerdata segala akibat hukum dari adanya
Akta Hibah tersebut haruslah dibatalkan dan tanah dan bangunan SHM
1421 haruslah dikembalikan menjadi milik Penggugat I kembali.
l. Bahwa untuk itu para Penggugat menuntut pula kepada Tergugat atau
siapapun juga yang menguasainya untuk mengembalikan tanah dan
bangunan SHM 1421 dalam keadaan kosong kepada para Penggugat.
m. Bahwa untuk menjamin agar para pihak Penggugat khususnya
Penggugat I tidak mengalami kerugian yang lebih besar dan tanah serta
bangunan sengketa tidak dibebani hak-hak lainnya, mohon kiranya
dapat dilakukan sita jaminan atas tanah dan bangunan tanah SHM 1421
Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Luas 275 m2 dan bangunan
yang berdiri diatasnya dengan batas-batas:
1) Utara : M 1342
2) Selatan : M 1422
3) Barat : M Jalan
4) Timur : M 814
Untuk itu, Penggugat dalam petitumnya memohon Pengadilan Negeri
Surakarta berkenan memutus sebagai berikut:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
b. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas tanah dan bangunan:
Tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Luas 275 m2
dan bangunan yang berdiri diatasnya dengan batas-batas:
1) Utara : M 1342
2) Selatan : M 1422
3) Barat : Jalan
4) Timur : M 814
c. Menyatakan bahwa Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997, tanggal 6
bulan Mei 1997 didepan Notaris PPAT ERW, S.H. Dibatalkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
d. Menyatakan bahwa tanah dan bangunan SHM 1421 Kelurahan Jajar,
Kecamatan Laweyan, Surakarta dikembalikan menjadi milik Penggugat
I.
e. Menghukum Tergugat atau siapapun juga yang menguasai tanah dan
bangunan SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Surakarta
untuk mengembalikan dalam keadaan kosong kepada Penggugat.
f. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul.
Demikian tadi merupakan dasar-dasar yang menjadikan alasan
gugatan dari Penggugat kepada Tergugat.
4. Jawaban Tergugat
Pihak Tergugat yaitu R.A. P, S.H. tidak pernah membuat jawaban
Tergugat karena pihak Tergugat tidak pernah hadir di persidangan
walaupun telah dipanggil secara patut sebagaimana tertera dalam surat
panggilan masing-masing tertanggal 27 Desember 2005, 5 Januari 2006
dan 18 Januari 2006 tanpa memberi alasan yang sah atas
ketidakhadirannya tersebut. Surat panggilan tertanggal 27 Desember 2005
ditujukan kepada Tergugat yaitu R.A. P, S.H. di kediaman Tergugat
sendiri, lalu surat panggilan tertanggal 5 Januari 2006 ditujukan di
kediaman sebelumnya akan tetapi berdasar informasi dari pihak Kelurahan
Kepatihan Wetan menyatakan bahwa Tergugat telah pindah dan tidak
diketahui alamat yang jelas. Panggilan yang terakhir yaitu pada tanggal 18
Januari 2006 dilakukan dengan relas panggilan pada papan pengumuman
yang berada di Kantor Walikota Solo serta ditempelkan pada papan
pengumuman yang berada di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta.
Berdasar ketidakhadiran Tergugat yang telah dipanggil secara patut
sebanyak tiga kali dan tidak ada seorangpun yang datang menghadap
sebagai wakilnya, maka Majelis Hakim menetapkan pemeriksaan dalam
perkara ini dilanjutkan dengan tanpa hadirnya Tergugat. Pemeriksaan
perkara ini dilakukan secara verstek dengan ketidakhadiran Tergugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
5. Bukti-Bukti
Para Penggugat mengajukan bukti-bukti surat sebagai berikut:
a. Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 (bukti P 1);
b. Fotocopy Sertifikat Hak Milik No. 1421 Kalurahan Jajar, Kecamatan
Laweyan, Kotamadya Surakarta (bukti P2).
Pihak Penggugat juga mengajukan 2 (dua) orang saksi yang masing-
masing telah memberikan keterangan sebagai berikut:
a. Saksi RW
Saksi menjelaskan bahwa benar Tergugat adalah anak dari para
Penggugat dan telah dilakukan hibah dari pihak Penggugat kepada
Tergugat atas tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Jambu No. 3
Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Saksi juga
menjelaskan bahwa antara pihak Penggugat dan Tergugat sering terjadi
percecokan yang disebabkan karena Tergugat mempunyai pria lain
padahal Tergugat sudah mempunyai suami dan anak. Para Penggugat
selaku orang tua telah menasehati Tergugat, akan tetapi Tergugat
sekarang pergi meninggalkan rumah dengan pria lain. Saksi
menjelaskan bahwa benar sekarang Penggugat I sedang dalam masalah
tersangkut perkara dan berada dalam tahanan sedangkan Penggugat II
mengalami sakit stroke. Tergugat selaku anak tidak pernah menengok
Penggugat I dan merawat Penggugat II yang sedang sakit.
b. Saksi SH
Saksi menjelaskan bahwa benar para Penggugat telah menghibahkan
tanah dan bangunan kepada pihak Tergugat di Jl. Jambu, Kelurahan
Jajar, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Tergugat selaku anak tidak
pernah menengok Penggugat I selama dalam tahanan dan Penggugat II
yang sedang mengalami sakit stroke apalagi membiayai dan
merawatnya. Tindakan Tergugat tersebut membuat para Penggugat
mencabut hibah yang telah diberikan Penggugat kepada Tergugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
6. Pertimbangan Hakim
a. Menimbang bahwa dalam gugatannya Penggugat telah mendalilkan
bahwa Penggugat telah melaksanakan hibah sebidang tanah kepada
Tergugat dan oleh karena pada saat Penggugat dalam keadaan
kesusahan, Penggugat yang saat ini dalam tahanan dan tersangkut suatu
perkara sedangkan suami Penggugat yang saat ini sedang sakit stroke
tidak ada yang merawat, pihak Tergugat tidak datang menjenguk
Penggugat di tahanan dan juga tidak menengok suami penggugat yang
sedang sakit apalagi merawat, memeriksakan ke dokter atau setidak-
tidaknya memberikan biaya untuk meringankan kesulitan yang dialami
Penggugat dan suaminya, dan oleh karena itu hibah yang telah
dihibahkan kepada Tergugat tersebut akan dicabutnya kembali;
b. Menimbang, bahwa di dalam persidangan pihak Tergugat tidak pernah
hadir walaupun telah dipanggil secara patut terbukti dari panggilan
kepada Tergugat melalui jurusita masing-masing tertanggal 27
Desember 2005, 5 Januari 2006 dan 18 Januari 2006;
c. Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir di persidangan
dan tidak mengirimkan jawabanya secara tertulis maka pihak Tergugat
tidak menggunakan haknya untuk membela kepentinganya guna
mempertahankan haknya tersebut;
d. Menimbang, bahwa walaupun begitu Majelis akan tetap memeriksa
perkara ini dan bukti-bukti yang diajukan Penggugat bahwa apakah
peristiwa hibah yang dilakukan pihak Penggugat memang betul-betul
terjadi;
e. Menimbang, bahwa dari bukti surat berupa fotocopy surat hibah (P.1)
telah terbukti hibah telah dihibahkan dari Penggugat dan suaminya
kepada Tergugat dan dari bukti P.2 berupa sertifikat Hak Milik atas
tanah, terbukti bahwa hak atas tanah tersebut telah dialihkan kepada
Tergugat;
f. Menimbang, bahwa mengenai dalil gugatan Penggugat yang selebihnya
karena pihak Tergugat tidak pernah hadir di persidangan dan tidak pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
menyampaikan jawabanya di persidangan maka dalil-dalil Penggugat
yang selebihnya dianggap telah dapat dibuktikan oleh Penggugat yang
selebihnya dianggap telah dapat dibuktikan oleh Penggugat karena
tidak disangkal oleh Tergugat;
g. Menimbang, bahwa karena selama pemeriksaan perkara Pengadilan
tidak pernah mengeluarkan penetapan mengenai sita jaminan maka
petitum mengenai permohonan sita jaminan harus ditolak;
h. Menimbang, bahwa karena petitum gugatan mengenai sita jaminan
ditolak maka gugatan Penggugat hanya dikabulkan sebagian;
i. Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat berada dalam posisi yang
kalah maka biaya perkara dibebankan kepada Tergugat;
j. Menimbang, bahwa terhadap petitum selain mengenai sita jaminan
karena pihak Penggugat telah dapat membuktikannya maka petitum
tersebut harus dikabulkan;
k. Menimbang, pasal dan ketentuan Undang-Undang dan ketentuan dari
HIR yang bersangkutan;
7. Amar Putusan
a. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara patut tidak hadir
persidangan;
b. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian secara verstek;
c. Menyatakan bahwa hibah yang telah dilaksanakan berdasarkan akta
hibah Nomor; 136/Laweyan/1997 tertanggal 6 bulan Mei 1997 didepan
Notaris /PPAT ERW, SH batal;
d. Menyatakan bahwa tanah dan bangunan SHM 1421, keluranahan Jajar,
Kecamatan Laweyan, Surakarta dikembalikan menjadi milik Penggugat
I;
e. Menghukum Tergugat atau siapapun juga yang menguasai tanah dan
bangunan SHM 1421 kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Surakarta
untuk mengembalikan dalam keadaan kosong kepada para Penggugat;
f. Menolak gugatan para Penggugat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
g. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
209.000,- ( dua ratus sembilan ribu rupiah);
B. Pembahasan
1. Syarat dan Kekuatan Pembuktian Akta Notaris dalam Sengketa
Perdata
a. Syarat Akta Notaris
Suatu akta dapat digolongkan sebagai akta otentik mempunyai
syarat-syarat otensitas yang harus dipenuhi. Pengertian Akta otentik
itu sendiri menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah suatu akta yang
didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
di mana akta itu dibuatnya. Akta otentik tidak hanya dapat dibuat oleh
Notaris, akan tetapi juga salah satunya dapat dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT). Keberadaan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) telah diakui dengan dasar hukum dalam Pasal 17 huruf
g Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
yaitu Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah diluar wilayah jabatannya, sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) apabila dalam wilayah jabatannya.
Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu, hal ini diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Syarat akta notaris yang satu dengan yang lain pada intinya sama,
hal ini disebabkan karena seluruhnya merupakan akta otentik, yang
dimana semua akta otentik hanya dapat dibuat dan dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang. Berdasar perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska
akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris PPAT ERW, S.H. pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
tanggal 6 bulan Mei 1997 berupa Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 yang telah diputus batal oleh Pengadilan Negeri
Surakarta. Perjanjian hibah diatur dalam Pasal 1666 sampai dengan
1693 KUHPerdata, hibah adalah merupakan suatu perjanjian dengan
mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan
tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu barang guna
keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan hibah itu
(Pasal 1666 ayat (1) KUH Perdata). Syarat adanya perjanjian hibah,
yaitu :
1) Perjanjian hibah hanya dapat dilakukan antara orang yang masih
hidup (Pasal 1666 ayat (2) KUH Perdata);
2) Perjanjian hibah hanya dibolehkan terhadap barang-barang yang
sudah ada pada saat penghibahan terjadi (Pasal 1667 KUH
Perdata);
3) Perjanjian hibah harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682
KUH Perdata).
Berdasar perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska, Penggugat I (pemberi
hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. selaku orang tua menghibahkan suatu
tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Luas 275 m2
dan bangunan yang berdiri diatasnya berdasar persetujuan Penggugat
II yaitu Ir. R.M. W kepada Tergugat (Penerima Hibah) yaitu R.A. P,
S.H. selaku anak dari para Penggugat (pemberi hibah), yang dimana
hibah itu dituangkan dalam suatu Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 yang dibuat oleh Notaris PPAT ERW, S.H. pada
tanggal 6 bulan Mei 1997. Dalam hal ini Notaris ERW, S.H.
merangkap sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), karena akta
hibah yang dibuat berupa hibah tanah dan bangunan merupakan
kewenangan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPAT
dikategorikan sebagai pejabat umum berdasar pada Undang-undang
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Peraturan Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, serta secara khusus
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. Pengertian Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 angka 24 adalah pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah
tertentu.
Berdasar wawancara yang telah dilakukan kepada Notaris PPAT
Sri Hartini, S.H., beliau menyatakan bahwa syarat Akta Hibah pada
dasarnya juga sama dengan akta otentik, pengertian akta otentik dalam
perkara ini yaitu suatu akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang,
yaitu Notaris dan PPAT. Syarat-syarat suatu akta sebagai akta otentik,
antara lain :
1) Dibuat dihadapan pejabat yang berwenang di kantor setempat di
wilayah hukum pejabat yang berwenang berkedudukan;
2) Dibacakan oleh pejabat yang berwenang dihadapan para pihak dan
dimengerti isinya oleh para pihak saja;
3) Para pihak hadir menghadap dan menandatangani akta.
Suatu akta batal apabila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi.
(Wawancara dilakukan pada hari Jumat, tanggal 30 April 2010, pukul
12.00 WIB di Kantor Notaris PPAT Sri Hartini, S.H.)
Berdasarkan atas keterangan tersebut maka apabila dikaji Akta
Hibah No. 136/Laweyan/1997 tersebut telah memenuhi syarat sebagai
akta otentik, yaitu:
1) Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 tersebut dibuat dihadapan
pejabat yang berwenang yaitu Notaris PPAT ERW, S.H. di kantor
setempat di wilayah hukum pejabat yang berwenang
berkedudukan;
2) Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 tersebut telah dibacakan dan
dijelaskan dihadapan para pihak dan dimengerti isinya oleh para
pihak;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3) Para pihak dalam Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 hadir dan
menandatangani akta hibah tersebut. Para pihak itu adalah Ny. R.A.
H, S.H. selaku pihak pertama, dengan persetujuan Tn. R.M. W
selaku suami dari pihak pertama, R.A. P, S.H. selaku pihak kedua,
serta dua orang saksi.
b. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris
Akta notaris sebagai akta otentik tentunya mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna, hal ini diatur dalam Pasal 1870
KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu akta otentik memberikan
diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang yang mendapat
hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat
di dalamnya. Kekuatan pembuktian dari suatu akta notaris, yaitu
sebagai berikut :
1) Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht)
Uitwendige bewijskracht adalah kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik, sehingga akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya (acta publica probant sese ipsa). Akta dapat digolongkan menjadi akta otentik dapat dinilai dari luarnya. Artinya menandakan dirinya dari luar, dari kata-katanya itu berasal dari seorang pejabat umum.
2) Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht)
Formale bewijskracht adalah kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta yang ada dalam akta itu benar-benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap itu. Artinya pejabat yang bersangkutan menyatakan dalam tulisan yang tercantum dalam akta itu dan kebenaran dari dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya dalam jabatannya itu.
3) Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht)
Materiele bewijskracht adalah kepastian bahwa apa apa yang disebutkan dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Artinya tidak hanya kenyataan yang dibuktikan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
suatu akta otentik, namun isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (preuve preconstituee) (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 19-21).
Akta hibah dalam perkara ini merupakan bukti yang sempurna bagi
para pihak yang membuatnya bahwa benar telah terjadi hibah atas
tanah dan bangunan SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan
dengan Luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya oleh
Penggugat I (pemberi hibah) dengan persetujuan Penggugat II kepada
Tergugat (penerima hibah) yang dilakukan pada tanggal 6 bulan Mei
1997 di depan Notaris PPAT ERW, SH. Berdasar akta hibah tersebut
maka kepemilikan tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan
Laweyan dengan Luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya
beralih dari Penggugat I (pemberi hibah) ke Tergugat (penerima
hibah). Dalam perkara ini, para Penggugat (pemberi hibah)
menggunakan Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 sebagai bukti
surat (P1) untuk meyakinkan Hakim bahwa benar telah dilakukan
suatu hibah dari Penggugat I (pemberi hibah) kepada Tergugat
(penerima hibah) secara sah dan sesuai dengan ketentuan hukum.
Berdasar penjelasan mengenai kekuatan pembuktian akta otentik
yang telah diuraikan diatas, Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997
dalam perkara ini telah memenuhi kekuatan pembuktian sebagai akta
otentik, yaitu sebagai berikut :
1) Kekuatan pembuktian lahiriah
Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 telah memenuhi ketentuan
lahir sebagai akta otentik, yang menandakan dari luar serta dari
kata-katanya bahwa akta tersebut berasal dari seorang pejabat
umum.
2) Kekuatan pembuktian formal
Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 telah memenuhi ketentuan
formal sebagai akta otentik, hal ini ditunjukkan bahwa para pihak
membubuhkan tanda tangan mereka pada akhir Akta Hibah Nomor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
136/Laweyan/1997, yang dimana para pihak itu adalah Penerima
Hibah yaitu R.A. P, S.H. (pihak kedua) dalam hal ini selaku
Tergugat dan Pemberi Hibah yaitu Ny. R.A. H, S.H. (pihak
pertama) dalam hal ini selaku Penggugat, dengan persetujuan dari
suaminya yaitu Tn. R.M. W.
3) Kekuatan pembuktian material
Kekuatan pembuktian material merupakan kepastian bahwa apa
yang disebutkan dalam akta tersebut merupakan bukti yang benar
terhadap pihak-pihak yang membuatnya. Menurut hasil wawancara
terhadap salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yaitu,
JJH. Simanjuntak S.H., bahwa Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 merupakan akta pihak (partij akte), yang
dimana akta pihak (partij akte) dibuat oleh pejabat atas permintaan
dari pihak-pihak yang berkepentingan. Para pihak yang
berkepentingan tersebut yaitu Penggugat I (pemberi hibah) Ny.
R.A. H, S.H. dengan persetujuan suami Penggugat II Tn. R.M. W
dan Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H. yang datang
menghadap Notaris PPAT ERW, S.H. dengan kehendak mereka
sendiri untuk membuat akta hibah. Akta hibah itu merupakan hibah
atas tanah dan bangunan milik Penggugat I (pemberi hibah) Ny.
R.A. H yang akan dihibahkan kepada Tergugat (penerima hibah)
R.A. P, S.H. dengan persetujuan suaminya Penggugat II Tn. R.M.
W. Kebenaran dari Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 berdasar
pada pernyataan dan keterangan oleh para pihak itu sendiri ketika
mengahadap Notaris. (Wawancara dilakukan pada hari Rabu,
tanggal 28 April 2010, pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri
Surakarta)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Alasan Pembatalan Akta Notaris
Akta notaris memang mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna bagi para pihak yang membuatnya, serta bagi ahli warisnya atau
pihak ketiga yang terkait dengan akta tersebut, akan tetapi akta notaris juga
dapat dilakukan pembatalan apabila terdapat bukti lawan. Akta notaris
pada dasarnya merupakan perjanjian antara kedua belah pihak yang
sepakat yang dituangkan dalam bentuk akta guna menjamin sebagai alat
bukti dikemudian hari. Perjanjian itu sendiri mengandung syarat subyektif,
yaitu sepakat dan cakap sedangkan syarat obyektif yaitu hal tertentu dan
sebab yang halal. Suatu perjanjian apabila sudah tidak memenuhi syarat
subyektif, maka dapat dilakukan pembatalan oleh pihak yang
berkepentingan.
Berdasar perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska mengenai pembatalan
Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997, perkara ini bermula dari
Penggugat I (pemberi hibah) yang bernama Ny. R.A. H, S.H. memberikan
tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan dengan luas 275
m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya dengan persetujuan Penggugat II
yang bernama R.M. W kepada anaknya yang bernama R.A. P, S.H. yaitu
dalam perkara ini berkedudukan sebagai Tergugat (pemberi hibah). Hibah
itu dituangkan dalam sebuah akta yang dibuat oleh Notaris PPAT ERW,
S.H. pada tanggal 6 bulan Mei 1997. Tergugat selaku anak yang telah
menerima hibah dari orang tuanya tentunya tidak hanya mempunyai hak
saja atas hibah itu, akan tetapi juga mempunyai kewajiban untuk
memelihara orang tuanya selaku pemberi hibah. Dalam perkara ini
diuraikan bahwa ketika Penggugat I (pemberi hibah) mengalami musibah
yang berkaitan dengan hukum dan Penggugat II yang jatuh sakit, sikap
dari Tergugat (penerima hibah) dinilai tidak terpuji. Tergugat (penerima
hibah) meninggalkan dan menelantarkan kedua orang tuanya serta pergi
dari rumah bersama laki-laki lain padahal status dari Tergugat (penerima
hibah) telah mempunyai suami dan seorang anak. Para Penggugat
(pemberi hibah) selaku orang tuanya merasa sikap Tergugat (penerima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
hibah) sangat tidak terpuji dan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai
seorang anak terhadap orang tuanya. Berdasarkan hal tersebut, maka para
Penggugat (pemberi hibah) menghendaki untuk membatalkan Akta Hibah
Nomor 136/Laweyan/1997 yang telah dibuat di hadapan Notaris PPAT
ERW, S.H. pada tanggal 6 bulan Mei 1997. Dalam Hukum Perdata
terdapat teori mengenai kewajiban anak terhadap orang tuanya yang diatur
dalam Pasal 46 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
selanjutnya akan disebut dengan UUP. Menurut Pasal 46 UUP, seorang
anak wajib menghormati orang tuanya dan mentaati kehendak mereka
yang baik. Seorang anak yang telah dewasa maka wajib memelihara sesuai
kemampuan orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas apabila
mereka memerlukan bantuan. Berdasar ketentuan Pasal 46 UUP maka
tindakan Tergugat (penerima hibah) yaitu R.A. P, S.H. sudah melanggar
ketentuan Pasal 46 UUP dimana ia tidak memelihara Ny. R.A. H, S.H. dan
Tn. R.M. W selaku orang tuanya ketika tertimpa musibah.
Alasan pembatalan suatu hibah diatur dalam Pasal 1688
KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu hibah dapat dibatalkan apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah
dilakukan. Dengan syarat di sini yang dimaksud adalah beban;
b. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu
melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah, atau
berupa kejahatan lain terhadap si penghibah yang diancam undang-
undang dengan hukuman pidana baik yang berupa kejahatan atau
pelanggaran;
c. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah,
setelah jatuh dalam kemiskinan.
Berdasarkan kasus perkara ini yang relevan dengan Pasal 1688 ayat (3)
KUHPerdata menjadi dasar gugatan pembatalan Akta Hibah No.
136/Laweyan/1997. Tindakan Tergugat (penerima hibah) yaitu R.A. P,
S.H. sudah memenuhi ketentuan Pasal 1688 ayat (3) KUHPerdata yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H. meninggalkan dan menelantarkan
orang tuanya ketika ibunya Penggugat I (pemberi hibah) Ny. H, S.H.
tersangkut masalah hukum sampai dipidana dan ayahnya Penggugat II Tn.
R.M. W yang sakit stroke.
Berikut ini adalah hasil wawancara dari beberapa narasumber
mengenai alasan-alasan yang mendasari dilakukannya suatu pembatalan
Akta Hibah tersebut, yaitu:
a. Hakim Pengadilan Negeri Surakarta JJH. Simanjuntak, S.H.
Berdasar wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu Hakim di
Pengadilan Negeri Surakarta yaitu JJH. Simanjuntak, S.H. beliau
menyatakan bahwa suatu pembatalan akta, yang dalam perkara No.
143/PDT.G/05/PN.Ska merupakan Akta Hibah selalu mengacu pada
ada atau tidaknya suatu perbuatan melanggar hukum. Pembatalan akta
dapat dilakukan apabila dalam pelaksanaan apa yang tertuang dalam
akta itu terdapat unsur melanggar hukum dan memang terbukti telah
ada pelanggaran hukum yang terjadi. Dalam akta hibah ini apabila
syarat-syarat hibah telah dilanggar dan syarat untuk pembatalan akta
hibah dapat dibuktikan oleh pihak Penggugat, maka Majelis Hakim
membatalkan akta hibah tersebut. Suatu hibah tidak hanya memberi hak
kepada penerima hibah, akan tetapi juga mengandung suatu kewajiban
bagi penerima hibah tersebut. Penerima hibah yang terbukti tidak
melaksanakan kewajibannya maka pemberi hibah dapat menghendaki
pembatalan atas akta hibah tersebut. Majelis Hakim dalam perkara No.
143/Pdt.G/05/PN.Ska memutus pembatalan Akta Hibah No.
136/Laweyan/1997 karena terdapat suatu pelanggaran hukum yaitu
Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H. telah memenuhi ketentuan
Pasal 1688 ayat (3) KUHPerdata dimana Tergugat (penerima hibah)
R.A. P, S.H. tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak
ketika orang tuanya selaku Penggugat (pemberi hibah) yaitu Tn. R.M.
W dan Ny. H, S.H. tertimpa musibah. (Wawancara dilakukan pada hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Rabu, tanggal 28 April 2010, pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri
Surakarta)
b. Notaris/PPAT Sri Hartini, S.H.
Berdasar wawancara yang dilakukan kepada Notaris PPAT Sri Hartini,
S.H. beliau menjelaskan bahwa pembatalan akta hibah dapat terjadi
apabila terdapat bukti bahwa penerima hibah yaitu dalam perkara ini
adalah seorang anak yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai
seorang anak atau durhaka kepada pemberi hibah selaku orang tuanya.
Dalam perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska Tergugat (penerima hibah)
R.A. P, S.H. telah memenuhi unsur sebagai anak durhaka atau tidak
melaksanakan kewajibannya selaku anak karena menelantarkan kedua
orang tuanya ketika ibunya Penggugat I (pemberi hibah) Ny. R.A. H,
S.H. terkait masalah hukum dan dipidana serta ayahnya Penggugat II
Tn. R.M. W yang jatuh sakit, padahal Tergugat telah diberi hibah atas
tanah dan bangunan oleh orang tuanya (Penggugat). Tindakan Tergugat
(penerima hibah) telah memenuhi unsur Pasal 1688 KUHPerdata ayat
(3) yang menyatakan bahwa apabila Penerima Hibah menolak
menafkahi orang tuanya disaat orang tuanya jatuh sakit, maka hibah
tersebut dapat dibatalkan. Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H.
sebagai seorang anak yang telah diberi hibah oleh kedua orang tuanya
seharusnya berkewajiban merawat serta memelihara orang tuanya di
saat orang tuanya tertimpa musibah, bukan meninggalkan dan
menelantarkan orang tuanya. (Wawancara dilakukan pada hari Jumat,
tanggal 30 April 2010, pukul 12.00 WIB di Kantor Notaris PPAT Sri
Hartini, S.H.)
c. Notaris/PPAT Sunarto
Berdasar wawancara yang dilakukan kepada Notaris PPAT Sunarto
beliau menyatakan bahwa pada intinya akta hibah tersebut merupakan
suatu perjanjian, dimana semua perjanjian mengacu pada Pasal 1320
KUHPerdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yang terdiri dari
syarat subyektif dan syarat obyektif. Suatu akta dapat dibatalkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
apabila syarat subyektif sudah tidak terpenuhi, sedangkan apabila syarat
obyektif sudah tidak terpenuhi maka akta itu batal demi hukum. Dalam
perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska syarat subyektif sahnya perjanjian
sudah tidak terpenuhi, yaitu para Penggugat (pemberi hibah) merasa
sudah tidak sepakat lagi dengan apa yang dituangkan dalam Akta Hibah
No. 136/Laweyan/1997 dan para Penggugat (pemberi hibah) merasa
dirinya dirugikan, oleh karena itu para Penggugat (pemberi hibah)
menghendaki pembatalan Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997.
Pembatalan akta itu sendiri sebenarnya terdapat dua cara, yaitu oleh
para pihak itu sendiri dan dengan cara mengajukan suatu gugatan
apabila terbukti terdapat pelanggaran hukum didalamnya. Dalam
perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska ini terdapat suatu pelanggaran
hukum berupa tindakan Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H. telah
memenuhi ketentuan Pasal 1688 KUHPerdata dimana Tergugat
(penerima hibah) R.A. P, S.H. menelantarkan orang tuanya yaitu Ny.
H, S.H. dan Tn. R.M. W selaku para Penggugat (pemberi hibah) disaat
orang tuanya tertimpa musibah. Berdasar hal tersebut maka para
Penggugat (pemberi hibah) dalam hal ini selaku orang tua Tergugat
(penerima hibah) menghendaki pembatalan Akta Hibah No.
136/Laweyan/1997 dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri
Surakarta. (Wawancara dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 1 Mei 2010
pukul 11.00 WIB di Kantor Notaris PPAT Sunarto, S.H.)
Berdasar uraian diatas, dalam perkara No.143/PDT.G/05/PN.Ska
yang menjadi alasan dari para Penggugat untuk menghendaki pembatalan
Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997, yaitu:
a. Tindakan Tergugat (penerima hibah) yaitu R.A. P, S.H. sebagai anak
yang telah menerima hibah dari Penggugat I (pemberi hibah) yaitu Ny.
H, S.H. yang tidak melaksanakan kewajibannya yaitu memelihara
kedua orang tuanya;
b. Ketika Penggugat I (pemberi hibah) yaitu Ny. H,S.H. tersandung kasus
hukum sampai dipidana oleh pihak yang berwenang, Tergugat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
(penerima hibah) yaitu R.A. P, S.H. selaku anak pergi meninggalkan
kedua orang tuanya tanpa pamit serta tidak mendampingi orang tuanya;
c. Tindakan Tergugat (penerima hibah) yaitu R.A. P, S.H. telah memenuhi
ketentuan Pasal 1688 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Suatu
penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula
dibatalkan, kecuali dalam hal jika Penghibah jatuh miskin sedang yang
diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
Berdasar alasan yang dikemukakan oleh para Penggugat (pemberi
hibah) juga diperkuat oleh bukti-bukti yang menyatakan bahwa Tergugat
(penerima hibah) telah menelantarkan kedua orang tuanya, yaitu berupa
bukti saksi sebagai berikut:
a. Saksi pertama yaitu RW yang menyatakan bahwa Tergugat (penerima
hibah) yaitu R.A. P, S.H. tidak pernah menengok Penggugat I (pemberi
hibah) yaitu Ny. H, S.H. selama dalam tahanan dan Penggugat II yaitu
Tn. R.M. W yang jatuh sakit. Tergugat (penerima hibah) menelantarkan
kedua orang tuanya dan meninggalkan rumah tanpa pamit dengan pria
lain padahal status dari Tergugat(penerima hibah) sudah mempunyai
suami dan seorang anak, oleh karena itu para Penggugat (pemberi
hibah) ingin mencabut hibahnya karena Tergugat (penerima hibah)
tidak dapat melindungi kedua orang tuanya dan tidak dapat menjaga
nama baik keluarganya;
b. Saksi kedua yaitu SH yang menyatakan bahwa Tergugat (penerima
hibah) yaitu R.A. P, S.H. menelantarkan kedua orang tuanya. Tergugat
(penerima hibah) tidak pernah menjenguk Penggugat I (pemberi hibah)
yaitu Ny. H selama berada dalam tahanan, serta Tergugat (penerima
hibah) tidak pernah menengok bahkan merawat Penggugat II yang sakit
stroke, padahal membutuhkan biaya untuk berobat. Oleh karena itu para
Penggugat (pemberi hibah) ingin mencabut hibahnya, karena Tergugat
(penerima hibah) yang merupakan anak satu-satunya diharapkan
nantinya akan merawat para Penggugat (pemberi hibah) diusia tuanya
tidak dapat melindungi kedua orang tuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdasarkan uraian diatas, maka alasan pembatalan Akta Hibah
No. 136/Laweyan/1997 terdapat bukti-bukti bahwa para Penggugat
(pemberi hibah) selaku orang tua telah ditelantarkan yang diperkuat oleh
bukti saksi serta terdapat suatu pelanggaran hukum yaitu telah memenuhi
ketentuan Pasal 1688 KUH Perdata ayat (3). Berdasar ketentuan Pasal
1688 KUH Perdata ayat (3) bahwa suatu penghibahan itu tidak dapat
dicabut dan tidak dapat dibatalkan, kecuali dalam hal penghibah jatuh
miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepada
pemberi hibah itu. Dalam perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska pihak
Tergugat selaku penerima hibah dinilai tidak memenuhi kewajibannya
sebagai seorang anak terhadap pemberi hibah selaku orang tuanya
(Penggugat). Tindakan Tergugat (penerima hibah) yang tidak menjalankan
kewajibannya sebagai seorang anak yaitu menelantarkan Penggugat I
(pemberi hibah) ketika Penggugat I (pemberi hibah) mendapat musibah
terkait dengan masalah hukum, sampai Penggugat I (pemberi hibah)
dipidana pihak Tergugat (penerima hibah) tidak pernah menengok
Penggugat I (pemberi hibah) selama dipidana, Tergugat (penerima hibah)
juga tidak merawat serta tidak membiayai Penggugat II yang jatuh sakit.
Berdasar kejadian itu, Penggugat (pemberi hibah) merasa dirinya
dirugikan atas hibah yang telah dilakukan kepada Tergugat (penerima
hibah). Penggugat (pemberi hibah) sudah tidak sepakat dalam perjanjian
hibah tersebut, sehingga Penggugat (pemberi hibah) menghendaki suatu
pembatalan dari Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 yang telah dibuat
dihadapan Notaris/PPAT. Pihak Penggugat (pemberi hibah) mengajukan
suatu gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk pembatalan akta
hibah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3. Akibat Hukum dari Pembatalan Akta Notaris
Pembatalan Akta Hibah dalam Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska
oleh Majelis Hakim diputus dengan mengabulkan gugatan para Penggugat
(pemberi hibah) secara sebagian secara verstek, sehingga hibah yang telah
dilakukan pada tanggal 6 bulan Mei 1997 dihadapan Notaris/PPAT ERW,
S.H. dalam Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 adalah batal. Berdasar
putusan hakim yang membatalkan hibah berdasar Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 membawa akibat hukum bagi para pihak yang ada
dalam akta tersebut. Akibat hukum terdiri dari akibat hukum pada akta
yang batal demi hukum dan akibat hukum pada akta yang dibatalkan.
Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska merupakan akta hibah yang
dibatalkan, sehingga akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak
mempunyai akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana
pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung pada
pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat
dibatalkan. Akta tersebut tetap berlaku dan mengikat selama belum ada
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang
membatalkan akta tersebut.
Menurut hasil wawancara dari beberapa narasumber mengenai
akibat hukum yang terjadi setelah dikeluarkannya putusan pembatalan akta
hibah tersebut oleh Majelis Hakim, yaitu sebagai berikut:
a. Hakim Pengadilan Negeri Surakarta JJH. Simanjuntak, S.H.
Berdasar wawancara yang dilakukan kepada salah satu Hakim di
Pengadilan Negeri Surakarta, menurut beliau akibat hukum yang terjadi
setelah dikeluarkannya putusan mengenai pembatalan Akta Hibah
Nomor 136/Laweyan/1997 tersebut adalah Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 itu sudah tidak mempunyai kekuatan hukum dan
tidak dapat menjadi alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang
membuatnya. Hal ini berakibat sesuatu yang telah dihibahkan ke
Tergugat (penerima hibah) yaitu R.A. P, S.H. akan kembali menjadi
milik pemberi hibah, yang dalam perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
yang dihibahkan adalah tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar Kecamatan
Laweyan dengan luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya,
sehingga tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar Kecamatan Laweyan
dengan luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya kembali
menjadi milik pemberi hibah atau para Penggugat yaitu Ny. R.A. H,
S.H. dan Tn. R.M. W. (Wawancara dilakukan pada hari Rabu, tanggal
28 April 2010, pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Surakarta)
b. Notaris/PPAT Sri Hartini, S.H.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Notaris PPAT
Sri Hartini, S.H. beliau menjelaskan bahwa akibat hukum yang terjadi
setelah dikeluarkannya putusan pembatalan akta hibah tersebut yaitu
terjadi peralihan hak dari Tergugat (penerima hibah) yang beralih
kepada Penggugat (pemberi hibah). Para Penggugat (pemberi hibah)
yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M. W berdasar putusan pengadilan
pada perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska dapat menarik haknya kembali
dengan mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Surakarta. Permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surakarta
bertujuan untuk memohon peralihan hak dengan mengubah pencatatan
pada sertifikat tanah tersebut. Tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar
Kecamatan Laweyan dengan luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri
diatasnya yang telah dihibahkan kepada Tergugat (penerima hibah)
yaitu R.A. P, S.H. beralih haknya kembali menjadi milik para
Penggugat (pemberi hibah) yaitu Ny. H, S.H. dan Tn. R.M W.
(Wawancara dilakukan pada hari Jumat, tanggal 30 April 2010, pukul
12.00 WIB di Kantor Notaris PPAT Sri Hartini, S.H.)
c. Notaris/PPAT Sunarto, S.H.
Menurut wawancara yang telah dilakukan kepada Notaris PPAT
Sunarto, S.H. beliau menyatakan bahwa akibat hukum yang terjadi
setelah dikeluarkannya putusan pembatalan akta hibah itu adalah para
Penggugat (pemberi hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn R.M. W
dapat meminta haknya kembali atas tanah SHM 1421 yang terletak di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Kelurahan Jajar Kecamatan Laweyan dengan luas 275 m2 dan
bangunan yang berdiri diatasnya. Peralihan hak menjadi beralih ke
pemilik semula dapat dilakukan dengan cara melakukan permohonan ke
Badan Pertanahan Surakarta. Permohonan itu dimulai dengan pihak
yang berkepentingan atau disebut pemohon yang dalam hal ini adalah
para Penggugat (pemberi hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M.
W dengan membawa putusan pembatalan Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 dalam perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska ke Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Surakarta. Para Penggugat (pemberi hibah)
selaku Pemohon melakukan permohonan ke Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Surakarta agar dilakukan peralihan hak kembali
dengan cara melakukan perubahan pencatatan pada sertifikat tanah
tersebut. Perubahan pencatatan itu berupa terdapat pencatatan baru yang
sebelumnya sertifikat itu tetulis bahwa tanah SHM 1421 yang terletak
di Kelurahan Jajar Kecamatan Laweyan dengan luas 275 m2 dan
bangunan yang berdiri diatasnya telah dihibahkan kepada Tergugat
(penerima hibah) dan menjadi hak milik dari Tergugat (penerima hibah)
yaitu R.A. P, S.H., akan tetapi setelah perubahan pencatatan pada
sertifikatnya ditulis kembali bahwa tanah SHM 1421 yang terletak di
Kelurahan Jajar Kecamatan Laweyan dengan luas 275 m2 dan
bangunan yang berdiri diatasnya beralih menjadi milik para Penggugat
(pemebri hibah) kembali yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M. W
dengan berdasar putusan Pengadilan Negeri Surakarta pada perkara No.
143/PDT.G/05/PN.Ska yang membatalkan Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997. Proses pembatalan untuk peralihan hak tersebut
tidak membutuhkan peran Notaris PPAT lagi yang membuat Akta
Hibah Nomor 136/Laweyan/1997, karena pihak yang berkepentingan
dapat langsung melakukan permohonan itu ke Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Surakarta, kecuali dalam hal Notaris/PPAT diberi
kuasa oleh pihak yang berkepentingan untuk mengurus hal itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
(Wawancara dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 1 Mei 2010 pukul
11.00 WIB di Kantor Notaris PPAT Sunarto, S.H.)
Berdasar uraian diatas, maka dalam pembatalan Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 pada perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska terdapat
akibat hukum yang timbul setelah terdapat putusan Pengadilan Negeri
Surakarta yang membatalkan akta hibah tersebut. Akibat hukum itu terjadi
bagi pihak yang memberikan hibah selaku para Penggugat dan bagi pihak
yang menerima hibah selaku Tergugat. Adanya putusan Pengadilan Negeri
Surakarta yang membatalkan Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 maka
Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 sudah tidak berkekuatan hukum
sejak ada putusan Pengadilan tersebut. Akibat dari Akta Hibah Nomor
136/Laweyan/1997 yang sudah tidak mempunyai kekuatan hukum, maka
apa yang tertuang dalam akta hibah tersebut sudah tidak berlaku bagi para
pihak yang membuatnya. Segala sesuatu yang telah dihibahkan yang
dalam Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 yaitu berupa tanah SHM
1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan dengan Luas 275 m2 dan
bangunan yang berdiri diatasnya yang semula telah dihibahkan kepada
Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H. kembali menjadi milik para
Penggugat (pemberi hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M. W.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada
beberapa narasumber sebagaimana tersebut diatas, maka penulis
menyimpulkan bahwa akibat hukum yang terjadi setelah dikeluarkannya
putusan pembatalan Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 oleh Majelis
Hakim, yaitu:
a. Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 yang dibuat pada tanggal 6
bulan Mei 1997 didepan Notaris PPAT EW, S.H. sudah tidak
berkekuatan hukum dan bukan merupakan bukti yang sempurna lagi
bagi para pihak yang membuatnya;
b. Terjadi suatu peralihan hak atas Tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar,
Kecamatan Laweyan, dengan luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri
diatasnya yang semula dihibahkan kepada Tergugat (penerima hibah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
R.A. P, S.H. dengan peralihan hak itu maka beralih kembali menjadi
milik para Penggugat (pemberi hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn.
R.M. W;
c. Penerima Hibah atau Tergugat yaitu R.A. P, S.H. sudah tidak
mempunyai hak atas tanah SHM 1421 Kelurahan Jajar, Kecamatan
Laweyan, Luas 275 m2 dan bangunan yang berdiri diatasnya;
d. Akta hibah dapat dibatalkan dan sertifikat bukan bukti hak yang mutlak.
Maksud dari sertifikat bukan bukti hak yang mutlak karena terjadi
perubahan pencatatan pada sertifikat tanah tersebut yang sebelumnya
telah dihibahkan kepada Tergugat (penerima hibah) R.A. P, S.H. maka
beralih kepada para Penggugat (pemberi hibah) yaitu Ny. R.A. Hartini
W, S.H. dan Tn. R.M. W dengan melakukan pencatatan baru. Sehingga
apa yang tertulis dan tercatat dalam suatu sertifikat sewaktu-waktu
dapat terjadi perubahan, maka dari itu dikatakan bahwa sertifikat bukan
hak yang mutlak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Penelitian mengenai implikasi pembatalan akta notaris berupa akta hibah
dengan perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta
dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. a. Syarat akta notaris dalam sengketa perdata
Syarat akta notaris yang dalam perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska
merupakan Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 tetap mengacu pada
ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata mengenai sumber otensitas dan
dasar legalitas eksistensi suatu akta. Akta Hibah No.
136/Laweyan/1997 telah memenuhi syarat-syarat sebagai akta otentik,
yaitu:
1) Dibuat dihadapan seorang pejabat umum yaitu Notaris PPAT
ERW, S.H. di Kantor Notaris PPAT tersebut di wilayah hukum
pejabat yang berwenang berkedudukan yaitu di Surakarta;
2) Dibacakan oleh pejabat yang berwenang yaitu Notaris PPAT ERW,
S.H. dihadapan para pihak yaitu pihak pertama Ny. R.A. H, S.H.,
beserta suami Tn. R.M. W, pihak kedua yaitu R.A. P, S.H. dan dua
orang saksi serta dimengerti isinya oleh para pihak;
3) Para pihak yaitu Ny. R.A. H, S.H., Tn. R.M. W, Nn. Partantinah
dan dua orang saksi hadir menghadap dan menandatangani Akta
Hibah No. 136/Laweyan/1997.
b. Kekuatan pembuktian akta notaris dalam sengketa perdata
Kekuatan pembuktian akta notaris adalah sempurna dan mengikat
bagi para pihak beserta ahli waris atau orang yang mendapat hak dari
mereka dan bebas bagi pihak ketiga. Akta notaris mempunyai tiga
kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, formal dan
material. Akta notaris berupa Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik, yaitu sebagai
berikut:
1) Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Memenuhi ketentuan lahir sebagai akta otentik, yang menandakan
dari luar serta dari kata-katanya bahwa akta tersebut berasal dari
seorang pejabat umum yaitu Notaris PPAT ERW, S.H. sebagai
pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik;
2) Kekuatan Pembuktian Formal
Memenuhi ketentuan formal sebagai akta otentik, ditunjukkan
dengan para pihak membubuhkan tanda tangan mereka di akhir
akta. Para pihak tersebut adalah pihak pertama yaitu pemberi hibah
Ny. R.A. H, S.H. dengan persetujuan dari suaminya Tn. R.M. W
dan pihak kedua yaitu pihak penerima hibah R.A. P, S.H.;
3) Kekuatan Pembuktian Material
Ditunjukkan dengan apa yang diterangkan dan dinyatakan oleh
para pihak yang menghadap pejabat umum merupakan bukti yang
benar bagi para pihak itu sendiri, bahwa telah terjadi suatu
penghibahan atas tanah SHM 1421 yang terletak di Kelurahan Jajar
Kecamatan Laweyan dengan luas 275 m2 dan bangunan yang
berdiri diatasnya dari Ny. R.A. H, S.H. dengan persetujuan suami
Tn. R.M. W kepada R.A. P, S.H.
2. Alasan pembatalan akta notaris yang berupa Akta Hibah No.
136/Laweyan/1997 dalam perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska adalah
terdapat suatu bukti bahwa Tergugat (penerima hibah) yaitu R.A. P, S.H.
menelantarkan kedua orang tuanya selaku para Penggugat (pemberi hibah)
yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M. W. Tindakan Tergugat (penerima
hibah) yang tidak melaksanakan kewajibannya selaku anak telah relevan
dengan ketentuan Pasal 1688 KUHPerdata ayat (3), yang menyatakan
“Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula
dibatalkan, kecuali dalam hal jika Penghibah jatuh miskin sedang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya”. Bukti bahwa
Tergugat (penerima hibah) menelantarkan kedua orang tuanya yang telah
memberi hibah atas tanah SHM 1421 dan bangunan yang berdiri diatasnya
diperkuat oleh saksi-saksi. Para saksi menyatakan bahwa Tergugat
(penerima hibah) telah menelantarkan dan meninggalkan para Penggugat
(pemberi hibah) selaku kedua orang tuanya ketika kedua orang tuanya
tertimpa musibah. Berdasarkan hal tersebut maka para Penggugat (pemberi
hibah) menghendaki pembatalan atas Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997
karena tindakan Tergugat (penerima hibah) yang tidak terpuji dan tidak
bisa melindungi serta merawat para Penggugat (pemberi hibah) disaat
tertimpa musibah.
3. Akibat hukum dari pembatalan akta notaris yang berupa Akta Hibah No.
136/Laweyan/1997 adalah Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 sudah tidak
berkekuatan hukum lagi, sehingga tanah SHM 1421 dan bangunan yang
berdiri diatasnya yang semula dihibahkan kepada Tergugat (penerima
hibah) yaitu R.A. P, S.H. kembali menjadi milik para Penggugat (pemberi
hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M. W. Peralihan hak tersebut
dapat dilakukan dengan melakukan permohonan oleh para Penggugat
(pemberi hibah) yaitu Ny. R.A. H, S.H. dan Tn. R.M. W ke Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Surakarta. Permohonan tersebut disertai
dengan putusan perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska dengan maksud untuk
melakukan perubahan pencatatan pada sertifikat tanah.
B. Saran
Setelah penulis mempelajari dan meneliti berkas dan putusan perkara No.
143/PDT.G/05/PN.Ska mengenai pembatalan akta notaris tersebut diatas
maka penulis akan mengemukakan beberapa saran, yaitu sebagai berikut:
1. Sebaiknya para pihak yang beniat membuat akta notaris khususnya akta
hibah yaitu pihak pemberi hibah telah memikirkan secara matang dan hati-
hati mengenai kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
sebelum membuat akta notaris berupa akta hibah. Hal ini bertujuan agar
dikemudian hari tidak terjadi pembatalan atas akta notaris yang berupa
akta hibah tersebut.
2. Seharusnya penerima hibah melindungi serta merawat pemberi hibah di
saat pemberi hibah tertimpa musibah. Hibah tidak saja membawa hak bagi
penerima hibah, akan tetapi juga membawa kewajiban untuk penerima
hibah untuk memelihara pemberi hibah itu. Oleh karena itu, disaat pemberi
hibah tertimpa musibah selayaknya penerima hibah mendampingi,
merawat serta melindungi pemberi hibah tersebut.