implementasi metode al-hikmah dan evaluasi ...repository.uinbanten.ac.id/3831/1/firmansyah...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI METODE AL-HIKMAH
DAN EVALUASI MUHASABAH PADA RUMPUN PAI
DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA ( STUDI DI MTS NEGERI 1 SERANG )
TESIS
Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan ( M.Pd )
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh
FIRMANSYAH
NIM. 172011061
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN 2019
i
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : FIRMANSYAH
NIM : 172011061
Jenjang : Magister
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa naskah tesis magister yang berjudul
“IMPLEMENTASI METODE AL HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA (Studi di MTs Negeri 1
Kabupaten Serang)” ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk
sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dunia akademik.
Apabila dikemudian hari ternyata terbukti secara meyakinkan
bahwa sebagian maupun keseluruhan dari tesis ini merupakan hasil
plagiat, saya bersedia menerima sanksi dan konsekuensinya sesuai
denganperaturan perundangan yang berlaku.
Serang, 04 Januari 2019
Saya yang Menyatakan,
Firmansyah
NIM: 172011061
ii
PENGESAHAN
Tesis Berjudul : Implementasi metode Al Hikmah dan
Evaluasi Muhasabah pada rumpun PAI
dalam pembinaan akhlak siswa” (Studi di
MTs Negeri 1 Kab. Serang)
Nama : Firmansyah
Nim : 172011061
Program studi : Pendidikan Agama Islam
Tanggal ujian : 1 April 2019
Telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister
Pendidikan Islam.
Serang, 04 Januari 2019
Direktur,
Prof. Dr. H. B. Syafuri, M.Hum
NIP: 19590810 199003 1 003
iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS MAGISTER
Tesis berjudul : “Implementasi metode Al Hikmah dan Evaluasi
Muhasabah pada rumpun PAI dalam pembinaan akhlak siswa”
(Studi di MTs Negeri 1 Kab. Serang)
Nama : Firmansyah
NIM : 172011061
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Telah disetujui tim penguji ujian munaqosah
Ketua : Dr. Naf’an Tarihoran, M. Hum (......................)
Sekretaris : Dr. Hj. Hunainah, MM (.......................)
Pembimbing I Dr. H. Anis Fauzi, M.SI (.......................)
Pembimbing II : Dr. Ayatullah Khumaeni, MA (.......................)
Penguji I : Prof. Dr. Darwyansyah, Ph. D (.......................)
Penguji II : Dr. Agus Gunawan, M.Pd (.......................)
Diuji di Serang pada tanggal 01 April 2019
Waktu : 08.00 s/d 09.00 WIB
Hasil/nilai :
Predikat : memuaskan/sangat memuaskan/Cumlaud
iv
NOTA DINAS PEMBIMBING
Kepada Yth
Direktur Program Pascasarjana
UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
di Serang
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap penulisan
Tesis Magister yang berjudul :
IMPLEMENTASI METODE AL HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA ( Studi di MTs Negeri 1
Kabupaten Serang )
Yang ditulis oleh :
Nama : Firmansyah
NIM : 172011061
Program : Magister
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Kami bersepakat bahwa Tesis Magister tersebut sudah dapat diajukan
kepada Program Pascasarjana UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
untuk diajukan guna mengikuti UJIAN TESIS MAGISTER dalam
rangka memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd)
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Serang, 04 Januari 2019
Pembimbing I
Dr. H. Anis Fauzi,M.SI
NIP. 19671028 199802 1 001
Pembimbing II
Dr. Ayatullah Khumaeni, MA
NIP. 19780325 200604 1 001
v
Firmansyah, NIM: 172011061, Implementasi Metode Al Hikmah dan
Evaluasi Muhasabah pada Rumpun Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Siswa (Studi di MTs Negeri Kabupaten Serang), TESIS: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2018.
Dalam proses belajar mengajar, ada tiga aspek kemampuan yang menjadi target yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Keseimbangan antara ketiga aspek tersebut menuntut perhatian yang serius dari guru dan seluruh pihak terkait di
sekolah, atau di lembaga-lembaga pendidikan. Siswa dibina dan dididik tidak hanya sekedar cerdas, tetapi sekaligus memiliki kepekaan sosial, akhlak dan religius yang
bagus, sehingga siswa lahir sebagai generasi yang religius. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bernuansa religius tersebut, guru diharapkan dapat menghantarkan siswa memiliki kecerdasan agar memahami tentang akhlak karimah melalui
pemberian teladan dengan menunjukkan perilaku yang baik sehingga siswa dapat mencontoh dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana penerapan
metode Al Hikmah pada rumpun Pendidikan Agama Islam di MTsN 1 Kab. Serang ? 2) Bagaimana penerapan evaluasi Muhasabah pada rumpun Pendidikan Agama Islam
di MTsN 1 Kab. Serang ? 3) Bagaimana pembinaan akhlak siswa pada rumpun Pendidikan Agama Islam di MTsN 1 Kab. Serang ? 4) Bagaimana implementasi penerapan metode Al Hikmah dan evaluasi Muhasabah pada rumpun Pendidikan
Agama Islam di MTsN 1 Kab. Serang ? Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) untuk mengetahui bagaimana penerapan metode Al Hikmah pada rumpun Pendidikan Agama Islam di MTsN 1 Kab. Serang.
2) Untuk mengetahui bagaimana penerapan evaluasi Muhasabah pada rumpun Pendidikan Agama Islam di MTsN 1 Kab. Serang. 3) Untuk mengetahui bagaimana pembinaan akhlak siswa pada rumpun Pendidikan Agama Islam di MTsN 1 Kab.
Serang. 4) Untuk mengetahui bagaimana implementasi penerapan metode Al Hikmah dan Evaluasi Muhasabah pada rumpun Pendidikan Agama Islam di MTsN 1 Kab.
Serang. Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif yakni penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu, gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang. Data ketiga variabel diperoleh melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan dokumen. Hasil penelitian di MTsN 1 Kab. Serang menunjukkan bahwa: pertama, dalam pelaksanaannya metode Al Hikmah diterapkan melalui
pemberian motivasi, pemberian hukuman yang mendidik bukan hukuman fisik dan pembiasaan kegiatan positif secara rutin; kedua, evaluasi Muhasabah dilaksanakan
dengan bermalam dan berlangsung satu hari semalam setiap tahunnya dengan tujuan untuk membekali karakter siswa dengan keimanan agar tidak keluar dari jalur agama; ketiga, pembinaan akhlak siswa dilakukan melalui proses pembiasaan dengan
keteladanan dari pendidik dan tenaga kependidikan, pembiasaan tersebut misalnya dengan membudayakan 3 S (Salam, senyum, dan sapa) bagi semua warga madrasah; keempat, penerapan metode Al Hikmah dan evaluasi Muhasabah dilaksanakan
melalui rapat internal madrasah sebagai wujud introspeksi untuk meningkatkan loyalitas dan dedikasi tenaga pendidik dan kependidikan kepada madrasah.
Kata kunci: Metode Al Hikmah, Evaluasi Muhasabah, Pembinaan Akhlak
Siswa
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
Firmansyah, NIM: 172011061, Implementation of Al Hikmah Method and Muhasabah Evaluation on Islamic Religious Education Clusters in Student Moral
Development (Study at MTs Negeri 1 Serang District), THESIS: Postgraduate Program of State Islamic University Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2019.
In the teaching and learning process, there are three aspects of the target
ability, namely knowledge, attitude, and skills. The balance between the three aspects requires serious attention from the teacher and all relevant parties in school, or in
educational institutions. Students are nurtured and educated not only for being smart, but at the same time have social sensitivity, good moral and religious, so students are born as a religious generation. To achieve the educational objectives that are
religiously nuanced, the teacher is expected to be able to deliver students to have the intelligence to understand about moral character through modeling by showing good behavior so that students can imitate and apply it in their daily lives.
The formulation of the problem in this study are: 1) How is the application of the Al Hikmah method in the Islamic Religious Education cluster at MTsN 1 Serang
district? 2) How is the implementation of Muhasabah evaluation in the Islamic Religious Education cluster at MTsN 1 Serang district? 3) How is the moral development of students in the Islamic Religious Education cluster at MTsN 1 Serang
district? 4) How is the implementation of the implementation of the Al Hikmah method and the Muhasabah evaluation in the Islamic Religious Education cluster at MTsN 1 Serang district? The objectives to be achieved from this study are as follows:
1) to find out how the application of the Al Hikmah method to the Islamic Religious Education cluster in MTsN 1 Serang district. 2) To find out how the implementation of Muhasabah evaluation in the Islamic Religious Education cluster at MTsN 1
Serang district. 3) To find out how the moral development of students in the Islamic Religious Education cluster in MTsN 1 Serang district. 4) To find out how the
implementation of the Al Hikmah method and the Muhasabah evaluation of the Islamic Religious Education cluster in MTsN 1 Serang district.
This research method is qualitative descriptive, namely research that seeks to
describe a symptoms, events, incidents that occur now. Data of the three variables were obtained through interviews, observation, and document checking. The results of research at MTsN 1 Serang district shows that: first, the implementation of the Al
Hikmah method is applied through giving motivation, giving punishments that educate not physical punishment and through habitual routine positive activities;
second, Muhasabah evaluation is carried out with overnight and lasts one day every year with the aim of providing students with the character of faith so as not to get out of the path of religion; third, student moral development is carried out through a
process of habituation with the example of educators and education personnel, such habituation by cultivating 3 S (Salutation, Smile, and Say greetings) for all members of the madrasa; fourth, the implementation of the Al Hikmah method and Muhasabah
evaluation is carried out through internal madrasa meetings as a form of introspection to increase the loyalty and dedication of educators and education staff to madrasas.
Keywords: Al Hikmah Method, Muhasabah Evaluation, Student Moral
Development
vii
ملخص امبحث
لى تلييمامطريلة الحكمة و تطبيق, موضوع امرسالة: 160211271فيرمنشة, رقم امتسجيل : المحاس بة ا
ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن مدرسةدراسةالدين ال سلام في تربية الأخلاق امطلاب ) ػائلةامتؼليم
0212هتن ػام الجامؼة ال سلامية الحكومية مولنا حسن الدين با امبرنامج: أأطروحةسيرنج(,
س تطاع الذي يهدف : امؼلم, جاهب, يكون جلاث فيؼمليةتدريسامتدريس . ػدلة بن الميارات, و موكفا
امتربية, امطلاب يؤدبون المؤسساتوحول المدرسة أأو المؼلما من اىتمامجلاث جاهب يطلب
, أأخلاق و الدين الحسن, حتى يخرج امطلاب حساس يةاجتماغيةلكن يملكون ذكيةفلط
هلال امطلاب يملكون ذكية, أأن يفيموا أأخلاق وكعىذه, المؼلم ي متحليلالأىدافامتؼليميةدينية,جيلديني ا
امكريمة من غطية أأسوة بؼمل حسن حتى يللدوا و يؼملوا في الحياة اميوم.
لى تلييمامطريلة الحكمة و تطبيق( كيف 1ىذا : ) بحثفي بيانالمشكلة الدين ػائلةامتؼليمالمحاس بة ا
( كيف 0ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن سيرنج؟ )مدرسةال سلام في تربية الأخلاق امطلاب
لى تلييم تطبيل ال سلامية الحكمية مدرسةالدين ال سلام في تربية الأخلاق امطلاب ػائلةامتؼليمالمحاس بة ا
لى 3واحد كبوفاتن سيرنج) ال سلامية درسةن ال سلاممتربية الدي أأجمة( كيف يؤدبون أأخلاق امطلاب ا
لى تلييمامطريلةو تطبيق( كيف 4الحكمية واحد كبوفاتن سيرنجكبوفاتن ؟ ) الدين ػائلةامتؼليمالمحاس بة ا
ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن سيرنج؟مدرسةال سلام في
لى المح تلييمامطريلة الحكمة و تطبيق( لمؼرفة 1من بحث ىذا يؼنى؟ ) ريدتحليلويىدفمافأأما اس بة ا
ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن مدرسةالدين ال سلام في تربية الأخلاق امطلاب ػائلةامتؼليم
لى تلييم تطبيل (لمؼرفة0سيرنج) الدين ال سلام في تربية الأخلاق امطلاب ػائلةامتؼليمالمحاس بة ا
لى3ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن سيرنج)مدرسة تربية الدين أأجمة ( يؤدبون أأخلاق امطلاب ا
لى تلييمامطريلةو تطبيق(لمؼرفة4ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن سيرنج)درسةال سلامم المحاس بة ا
ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن سيرنجمدرسةالدين ال سلام في ػائلةامتؼليم
يؤخذ متغير,حددث الأن بيان جلاث حدثاا, غرض, وضفيايؼني بحث يكسب هوغيطريلة امبحث هي
ال سلامية الحكمية واحد كبوفاتن سيرنج مدرسة, حاضل امبحث في فحطالمستنداتو, ملاحظةملابلة
يجابياتؼتادا, حكما تأأديبا ميس حكم امبدن و تؼملحافز كبوفاتن يدل : الأول في امؼمل طريلةالحكمة ي ػلىا
س تمر. امثاني يمان تزويدشخطيةام بهدف مالمحاس بة يؼمل بليل و مباشر اميل اميوم كل ػ تلييما امطلاب با
غتادا كمثل سلام, تبسم و كلام في المدرسة. امربع ليخرجون الدين. امثلاث تربية الأخلاق يؼمل ا
خلاصو ولءالمدرسة بوجود المحاس بة لدرجة داخليااجتماػامطريلة الحكمة و ال متحان يؼملان تطبيل ا
لى المدرسة. امؼمل امتربية وا
المفتاح : امطريلة الحكمة, والمحاس بة, وتربية الأخلاق امطلاب.كلمة
viii
Motto
Hendaklah kalian menghisab diri kalian
sebelum kalian dihisab, dan hendaklah
kalian menimbang diri kalian sebelum kalian
ditimbang, dan bersiap-siaplah akan
datangnya hari besar ditampakkannya amal.
( Umar bin Khattab )
ix
KATA PENGANTAR
بسن الله الرحوي الرحين
, اشهد اى لا اله الا الله واشهد اى هحودا رسىل الله, الحود لله رب العا لويي
والصلاة والسلام علا اشرف الابياء والورسليي هحود وعلا اله واصحابه
اجوعيي, اهابعد.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan pertolongannya. Sholawat dan salam semoga
tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
menuntun manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
Selama rentang waktu beberapa bulan lamanya setelah seminar
proposal tesis, penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan tesis
dengan judul; “Implementasi Metode Al Hikmah dan Evaluasi
Muhasabah pada rumpun PAI dalam pembinaan akhlak siswa di MTsN
1 Serang.” Penyusunan tesis ini adalah dalam rangka melengkapi syarat
untuk menyelesaikan program magister Pendidikan Agama Islam UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Banyak pihak yang terlibat demi
penyelesaian tesis ini. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Fauzul Iman, M.A selaku Rektor UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten.
x
2. Bapak Prof. Dr. H.B Syafuri, M.Hum selaku Direktur yang telah
memberikan kesempatan dan peluang serta bimbingan yang
berharga kepada penulis selama mengikuti pendidikan pada
Program Pascasarjana UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
3. Bapak Dr. Muhajir, MA selaku Ka. Prodi Pendidikan Agama
Islam Program Pascasarjana UIN Sultan Maulana Hasanuddin
Banten.
4. Bapak Dr. Ayatullah Khumaeni, M.A selaku Pembimbing II, dan
Bapak Dr. H. Anis Fauzi, M.Si selaku Pembimbing I, yang telah
mebimbing dari awal sampai akhir penelitian dan penulisan tesis
ini.
5. Orang tua, istri dan saudara-saudara tersayang yang selalu
mendo’akan serta memberikan dukungan sehingga tesis ini
selesai.
6. Segenap dosen dan karyawan Pascasarjana UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten yang telah berkenan berbagi ilmu
pengetahuan pengalaman serta memberikan pelayanan dengan
baik selama menempuh pendidikan.
7. Ibu Hajiyah, M.Pd, selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 1
Kab. Serang
xi
8. semua pihak terkait yang telah memberikan kontribusi demi
kelancaran penyusunan tesis ini.
Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan tesis ini bermanfaat.
Kritik dan saran konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga Allah
SWT meridhoi dan mencatat setiap aktifitas sebagai amal ibadah. Amin
xii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ i
PENGESAHAN .................................................................................. ii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI...................................................... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ......................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................... . v
MOTTO ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................ ix
DAFTAR ISI ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................... 11
C. Pembatasan Masalah..................................................... 12
D. Perumusan Masalah ...................................................... 12
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................. 13
F. Tinjauan Pustaka........................................................... 14
G. Kerangka Pemikiran ..................................................... 21
H. Metode Penelitian ......................................................... 27
I. Sistematika Pembahasan............................................... 30
BAB II LANDASAN TEORI
A. Metode Al Hikmah ....................................................... 32
1. Konsep Metode Al Hikmah .................................... 32
2. Konsep Al Hikmah dalam Al Qur’an ..................... 38
3. Penerapan Metode Al Hikmah dalam Proses
Belajar Mengajar .................................................... 41
xiii
B. Evaluasi Muhasabah ..................................................... 44
1. Definisi Muhasabah ................................................ 44
2. Macam-macam Muhasabah .................................... 54
3. Manfaat Muhasabah ............................................... 56
4. Syarat untuk melakukan Muhasabah ...................... 60
5. Keutamaan Muhasabah........................................... 66
C. Akhlak .......................................................................... 66
1. Pengertian Akhlak .................................................. 67
2. Pembinaan Akhlak .................................................. 69
3. Upaya Pembinaan Akhlak Siswa dalam konteks
Pendidikan di Sekolah ........................................... 73
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian .............................. 85
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 93
C. Sumber data .................................................................. 93
D. Instrumen Pengumpul Data .......................................... 94
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ......................... 108
F. Teknik Penjamin Keabsahan Data ............................... 114
G. Teknik penulisan .......................................................... 120
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. DESKRIPSI UMUM ................................................... 121
1. Latar Belakang Berdirinya ..................................... 121
2. Prinsip .................................................................... 124
3. Visi, Misi, dan Tujuan MTs Negeri 1 Kab.
Serang .................................................................... 124
xiv
B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ............................. 126
1. Penerapan metode Al-Hikmah pada Rumpun
PAI di MTs Negeri 1 Kabupaten Serang ................ 126
2. Penerapan evaluasi Muhasabah pada Rumpun
PAI di MTs Negeri 1 Kabupaten Serang ................ 132
3. Pembinaan Akhlak Siswa Pada rumpun PAI
di MTs Negeri 1 Kabupaten Serang ...................... 136
4. Penerapan metode Al-Hikmah dan evaluasi
Muhasabah pada rumpun PAI di MTs Negeri 1
kab. Serang ............................................................ 165
C. DESKRIPSI PENELITIAN ..................................... .... 168
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 197
B. Implikasi ....................................................................... 199
C. Saran-saran ................................................................... 200
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini, baik di
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi
manusia yang berbudi pekerti luhur. Sekolah sebagai salah satu tempat
pembinaan siswa, didorong untuk mempersiapkan siswa menjadi
orang-orang yang berakhlak baik. Pembinaan akhlak di sekolah dapat
dilakukan dengan cara mempersiapkan tempat bergaul anak dengan
teman sebaya yang steril dari perbuatan-perbuatan tercela. Selain itu,
pembinaan akhlak dapat juga dilakukan melalui pembelajaran akidah
akhlak yang memuat materi-materi untuk mengarahkan siswa pada
sikap terpuji, dan menjauhi sikap tercela.
Belajar akidah akhlak merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
untuk menjadikan siswa menjadi orang-orang yang mampu
mengamalkan ajaran Islam. Penanaman nilai-nilai akidah dan akhlak
bertujuan untuk membentuk manusia yang bertakwa dan berpekerti
luhur. Misalnya, siswa bergairah melaksanakan ibadah, terbiasa
berakhlak mulia, dan berpekerti luhur. Hal ini erat kaitannya dengan
2
tujuan pendidikan nasional, yang secara umum dijelaskan untuk
membentuk manusia bertakwa. Sebagaimana dijelaskan dalam UU
Nomor 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi siswa
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia.
Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-
hari adalah misi pendidikan nasional betujuan mewujudkan kualitas
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.1 Untuk
mencapai tujuan pendidikan yang bernuansa religius tersebut,
pemerintah menetapkan adanya pendidikan agama, yang meliputi
akidah akhlak, fiqih, qur‟an hadis pada semua jalur pendidikan formal,
baik negeri maupun swasta. Adanya pendidikan agama pada semua
pendidikan formal diharapkan berfungsi membentuk siswa menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan ajaran agama
dengan benar. Untuk mempersiapkan siswa yang memiliki akhlak
terpuji, maka dibutuhkan guru yang tidak hanya sekedar mampu
memberikan dan mengajarkan materi akhlak, tetapi harus menjadi
teladan bagi siswa di sekolah.
1 Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20
tahun 2003) dan Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6
3
Tujuan pendidikan nasional di atas, juga memiliki kaitan yang
erat dengan tujuan dan target yang diharapkan dari suatu proses belajar
mengajar. Bahwa dalam proses belajar mengajar, ada tiga aspek
kemampuan yang menjadi target yaitu kemampuan aspek pengetahuan,
ranah ini bertujuan pada orientasi kemampuan berpikir mencakup
kemampuan intelektual, aspek sikap, dan aspek keterampilan ini adalah
kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan kegiatan fisik.2
Keseimbangan antara tiga aspek yang telah disebutkan di atas tentu
menuntut perhatian yang serius dari guru dan seluruh pihak terkait di
sekolah, ataupun lembaga-lembaga pendidikan. Siswa dibina dan di
didik tidak hanya sekedar cerdas, tetapi sekaligus memiliki kepekaan
sosial, akhlak dan religius yang bagus, sehingga siswa lahir sebagai
generasi yang religius.
Pencapaian tujuan pendidikan yang bernuansa religius tersebut,
pemerintah menetapkan adanya pendidikan agama pada semua jalur
pendidikan formal, baik negeri maupun swasta. Misalnya pada mata
pelajaran akidah akhlak, ditinjau dari aspek kognitif para guru
diharapkan dapat menghantarkan siswa memiliki kecerdasan agar
memahami tentang akhlak karimah, dan mereka dapat menerapkannya
2 Mardianto, Psikologi Pendidikan (Medan: Perdana Publishing, 2012),
h. 93-95
4
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan dari aspek afektif, siswa
diharapkan mampu menjadikan ajaran agama sebagai pilihan yang
paling benar dalam bertindak, Sedangkan dari aspek psikomotorik
siswa diharapkan mampu berperilaku dan mengamalkan ajaran agama
sebagai pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-
hari betujuan mewujudkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang
bernuansa religius tersebut, pemerintah menetapkan adanya pendidikan
agama pada semua jalur pendidikan formal, baik negeri maupun
swasta. Adanya pendidikan agama pada semua pendidikan formal
diharapkan berfungsi membentuk siswa menjadi anggota masyarakat
yang memahami dan mengamalkan ajaran agama. Untuk
mempersiapkan siswa yang mampu memahami dan mengamalkan
ajaran agama, maka diperlukan guru agama mampu mengajarkan
pendidikan agama dengan baik.3
Pendidikan agama Islam memiliki peran yang sangat penting
dalam membentuk siswa yang bertakwa dan beriman kepada Allah swt.
Melalui pendidikan agama Islam, diharapkan siswa menjadi orang yang
3 Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan…, h. 6
5
berakhlak mulia. Dari sini dipahami bahwa pendidikan agama Islam
merupakan salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia
kearah yang lebih religius. Berkat pendidikan, kehidupan manusia
dapat berkembang dengan baik.
Begitu pentingnya pendidikan, sehingga peningkatan kualitas
pembelajaran terus menerus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.4 Guru harus bisa menjadi teladan bagi para siswanya, tidak
saja memberikan materi pelajaran, tapi juga menunjukkan perilaku
yang baik sehingga dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari
di lingkungan sekolah. Akhlak yang baik adalah kekuatan untuk
membangun karakteristik sumber daya manusia dalam membangun
bangsa dan negara menjadi tangguh dan kokoh.
Upaya guru Pendidikan Agama Islam mendidik siswa adalah
agar siswa menjadi manusia berakhlakul karimah. Hal ini tentu saja
tidak lepas dari kepribadian yang dimiliki oleh guru, yaitu sifat teladan
seorang pendidik untuk dapat menjadi panutan dan contoh bagi siswa
dalam banyak segi. Hal ini telah sering ditekankan dalam Islam.
Pendidik adalah spiritual bagi siswanya yang memberikan contoh bagi
siswanya, memberikan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan
4 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi
(Yogyakarta: Teras, 2009), h. 221.
6
perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan
yang tinggi.
Akhlak mulia merupakan aspek penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pembinaan akhlak mulia dapat melalui jalur
pendidikan formal non formal maupun informal. Jalur pendidikan
formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Pembentukan akhlak mulia identik dengan pembinaan akhlak
seseorang. Tanpa akhlak yang baik seseorang akan dengan mudah
melakukan apa saja asal dirinya senang walaupun menyakiti orang lain.
Mengingat pentingnya akhlak bagi seseorang, maka pembinaan akhlak
harus dilakukan sedini mungkin agar terbentuk sumber daya manusia
(SDM) yang baik akhlaknya, dengan berbudi luhur dan berhati mulia
serta berkepribadian yang baik. Untuk dapat menjadikan siswa
berakhlak mulia dan berilmu, guru harus bisa menciptakan belajar yang
efektif, karena belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
Pembinaan akhlak sangat diperlukan dalam melangsungkan
kehidupan, berbangsa dan bernegara yang aman, adil, dan sejahtera.
Oleh karena itu untuk pembinaan akhlak bangsa diperlukan perhatian
7
dari berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga
maupun sekolah. Pembinaan akhlak dapat diartikan membentuk
kepribadian yang dalam proses pembinaan dipengaruhi oleh keluarga,
sekolah dan masyarakat. Sekolah merupakan tempat yang strategis
dalam membentuk akhlak siswa sehingga siswa akan memiliki
kepribadian yang mantap. Pada umumnya siswa sangat menginginkan
gurunya memiliki sifat-sifat yang ideal sebagai sumber keteladanan,
bersikap ramah, penuh kasih sayang, penyabar, menguasai materi ajar,
memiliki berbagai macam metode mengajar, dan mampu mengajar
dengan suasana yang menyenangkan. Salah satu materi pelajaran yang
diberikan kepada siswa di MTs, dalam rangka membentuk siswa
menjadi orang-orang yang bertakwa adalah pelajaran akidah akhlak.
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah yang baik
terhadap alam dan kehidupan.
Penanaman akidah kepada siswa perlu dilakukan sejak dini
mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, karena akidah
mempunyai peranan yang cukup besar bagi pembentukan akhlak
seseorang. Oleh sebab itu di Sekolah Menengah Pertama baik swasta
maupun negeri, telah diajarkan pendidikan agama yang meliputi akidah
dan akhlak. Penanaman akidah tersebut bertujuan untuk membentuk
8
manusia yang bertakwa dan berpekerti luhur. Melihat kondisi objektif
yang terjadi dikalangan siswa, ternyata harapan cita-cita untuk
menjadikan para siswa menjadi manusia yang bertakwa dan berpekerti
luhur belum dapat terwujud sepenuhnya. Dikatakan demikian, karena
meskipun penanaman akidah di sekolah-sekolah gencar dilaksanakan,
namun masih sering timbul bolos sekolah, tawuran antar siswa,
pelanggaran susila, penggunaan rokok, narkoba yang semakin tinggi,
dan minum-minuman keras dikalangan siswa sekolah.
Terjadinya kemerosotan moral dan pelanggaran susila pada
anak sekolah mengindikasikan bahwa pelajaran aqidah dan akhlak yang
disampaikan di sekolah belum membuahkan hasil yang maksimal.
Sedangkan pada sisi lain, lingkungan pergaulan para siswa turut
mempengaruhi kepribadian siswa yang masih tergolong remaja. Dalam
hal ini, Yunahar Ilyas berpendapat bahwa: “Pada dasarnya manusia
adalah baik secara fitrah dan berubah karena pengaruh lingkungan
mereka.”5
Secara psikologi, faktor yang mengakibatkan siswa melakukan
hal-hal yang amoral tidak hanya didorong oleh keadaan lingkungan,
tetapi dipengaruhi juga dengan terjadinya perubahan pada diri remaja.
5 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengalaman Islam, 2014), h. 205
9
Karena siswa yang duduk di SLTP dapat dikategorikan kepada remaja
awal yang sedang mengalami masa transisi. Masa transisi maksudnya
adalah masa dimana seseorang mulai merasakan perubahan dari kanak-
kanak menjadi dewasa. Masa ini dimulai dari umur 13 tahun dan
batasnya sampai umur 21 tahun.6 Dalam hal ini, mereka perlu
mendapat pembinaan secara totalitas, baik dari sisi intelektual,
moralitas dan agama agar mereka memiliki perilaku terpuji. Pada masa
transisi seperti yang sedang dialami anak setingkat pendidikan lanjutan
pertama, perlu dilakukan penanaman akidah secara baik, sehingga
timbul sebuah keyakinan pada diri mereka tentang keesaan Allah swt
dan peran Nabi Muhammad saw sebagai pembawa risalah yang
perintahnya untuk dikerjakan dan larangannya untuk ditinggalkan.
Pembinaan tersebut dapat dilakukan di rumah tangga, di sekolah
maupun di dalam lingkungan pergaulan setiap hari. Karena ketiga
komponen tersebut dianggap sebagai sekolah bagi pembentukan
kepribadian dan akhlak seorang anak.
Bila uraian di atas dikaitkan dengan kondisi siswa pada MTs
Negeri 1 Serang, maka dapat dikatakan bahwa pembinaan akhlak yang
dilakukan pada sekolah dilakukan secara berkesinambungan oleh
6 Zakiah Darajat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982), h. 10.
10
dewan guru. Meskipun pembinaan akhlak dilakukan secara terus
menerus, tetapi dari pengamatan sementara yang dilakukan, masih
banyak anak-anak yang berkelakuan kurang baik. Dikatakan demikian,
karena masih ada siswa yang bolos dari sekolah, kemudian dalam
pergaulan sehari-hari mereka belum memperlihatkan tata kerama dan
akhlak yang sesuai dengan Islam.7 Sebagai contohnya adalah, masih
terdapat siswa yang meninggalkan salat dan masih ada siswa yang tidak
menghargai guru dan melawan kepada orang tua. Fenomena ini tentu
harus lebih mendapatkan perhatian yang serius dari dewan guru.
Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam membina akhlak
siswa adalah melalui metode Al-Hikmah yaitu mengajak kepada jalan
Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu
mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar,
baik faktor subjek, objek, sarana, media, dan lingkungan pengajaran.
Mengajak kepada jalan Allah (kebaikan) dengan cara yang adil
dan bijaksana, maka diharapkan dari objek yang diajak untuk
senantiasa melakukan hal-hal yang baik dan terpuji selanjutnya adalah
hal-hal yang baik tersebut agar tetap melekat yakni melalui
pembiasaan. Pembiasaan merupakan metode yang digunakan untuk
7 Ali Rohman, M.Pd, guru & mantan Kepala MTs Negeri 1 Serang (
Observasi Pendahuluan; MTsN 1 Serang, 11 April 2018 )
11
melatih jiwa agar terbiasa melakukan hal – hal baik yang merujuk pada
pencapaian terbentuknya akhlak mulia dengan disertai evaluasi.
Hal itu perlu ditekankan mengingat akhir – akhir ini seringkali
didapati baik dari media cetak maupun elektronik beberapa siswa
melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau
kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara
individu, maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk
sosial. Sementara itu, dalam pendidikan formal, tidak sedikit dijumpai
adanya perlakuan guru yang tidak adil, hukuman/sanksi-sanksi yang
tidak mendukung dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan,
ancaman yang tidak putus-putusnya disertai disiplin yang terlalu ketat,
disharmonis antara peserta didik, dan kurangnya kesibukan belajar
dirumah. Maka menarik untuk dikaji dalam sebuah penelitian
bertemakan “ Implementasi Metode Al-Hikmah dan Evaluasi
Muhasabah Pada Rumpun PAI Dalam Pembinaan Akhlak Siswa
di MTs Negeri 1 Serang “.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah yang muncul dalam penelitian, diantaranya adalah
sebagai berikut :
12
1. Beberapa siswa melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan (agama) secara individu, maupun pembenarannya
sebagai bagian daripada makhluk sosial
2. Perlakuan guru yang kurang adil sehingga memicu siswa
mengekspresikan kekecewaannya dengan sikap/perilaku yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan
3. Hukuman/sanksi-sanksi yang tidak mendukung dan menunjang
tercapainya tujuan pendidikan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas, maka penulis
perlu membatasi masalah. Mengingat keterbatasan waktu dan tenaga
yang ada pada diri penulis, maka variabel yang diambil adalah
Implementasi metode Al-Hikmah dan evaluasi Muhasabah. Kedua
variabel yang diambil penulis tersebut dapat membina akhlak siswa
demi tercapainya siswa yang berakhlakul karimah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang diajukan dalam identifikasi dan
pembatasan masalah tersebut diatas. Maka, masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
13
1. Bagaimana penerapan metode Al-Hikmah pada rumpun PAI di
MTs Negeri 1 Serang ?
2. Bagaimana penerapan evaluasi Muhasabah pada rumpun PAI
di MTs Negeri 1 Serang ?
3. Bagaimana pembinaan akhlak siswa pada Rumpun PAI di MTs
Negeri 1 Serang ?
4. Bagaimana Implementasi penerapan metode Al-Hikmah dan
evaluasi Muhasabah pada rumpun PAI di MTs Negeri 1
Serang?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan
1 Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode Al-Hikmah
pada rumpun PAI di MTs Negeri 1 Serang ?
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode Al-Hikmah
dan evaluasi Muhasabah pada rumpun PAI di MTs Negeri 1
Serang ?
3. Untuk mengetahui bagaimana pembinaan akhlak siswa pada
Rumpun PAI di MTs Negeri 1 Serang ?
14
4. Untuk menjadikan hasil implementasi metode Al-Hikmah dan
Evaluasi Muhasabah sebagai perbaikan dalam pembinaan
akhlak siswa.
b. Kegunaan
1. Kegunaan Teoritik
a. Dapat dijadikan rujukan atau sebagai landasan teori
dalam kajian pelaksanaan metode yang digunakan
dalam pembinaan akhlak.
b. Dapat dijadikan rujukan atau sebagai landasan teori
dalam melakukan evaluasi.
c. Menambah wawasan keilmuan bagi para pendidik
dalam upaya pembinaan akhlak siswa.
2. Kegunaan Praktis
Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan pedoman bagi yang hendak mengadakan penelitian
lebih lanjut tentang masalah penelitian ini.
F. Tinjauan Pustaka
Sudah banyak hasil penelitian yang mengkaji tentang cara
diatas, diantaranya:
15
Pertama, hasil penelitian Samsul Irawan berjudul
“Implementasi Metode Bercerita Dalam menanamkan Akhlak Mulia
bagi peserta didik”. Menyimpulkan bahwa hasil Penerapan metode
bercerita sangat membantu peserta didik untuk mengetahui dan
memahami ajaran agama dalam Islam. Sehingga kondisi peserta didik
yang mulanya berperangai tidak terkontrol dan cenderung kasar, kurang
sopan dan rendahnya prilaku sosial secara bertahap dapat terbina
dengan baik, terbukti setelah metode bercerita dipraktekannya dalam
kehidupan sehari-hari, dengan adanya perubahan sikap dan prilaku
peserta didik mengarah kepada hal-hal yang positif. Karena itu tiga
komponen yang ada pada peserta didik pada aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik dapat terbina dengan baik sehingga cerdas otaknya,
bersih hatinya dan mampu melahirkan keterampilan khusus.8
Persamaannya yakni dari topik kajian tentang pembinaan akhlak
dengan menggunakan metode tertentu yang dapat merubah sikap dan
perilaku peserta didik mengarah kepada hal-hal yang bersifat
positif.Perbedaannya yakni terletak pada metode yang digunakan yakni
8 Samsul Irawan, Implementasi Metode Bercerita Dalam Menanamkan
Akhlak Mulia bagi peserta didik di SD Negeri 60 Salubattang Kota Palopo, Tesis
2012
16
metode bercerita sebagai upaya yang signifikan dalam menanamkan
akhlak mulia bagi peserta didik.
Kedua, tesis karya Nursal Efendi berjudul “Upaya Pembinaan
Akhlak Siswa di SMA Negeri 3 Kecamatan Bengkalis Kabupaten
Bengkalis” Upaya pembinaan akhlak sebagai penunjang pembelajaran
PAI agar tercapainya tujuan PAI itu sendiri, maka dilakukan berbagai
upaya dalam pembinaan akhlak peserta didik agar menjadi manusia
yang mengamalkan ajaran agamanya yaitu Islam, yaitu dengan
menanamkan nilai-nilai agama atau nilai-nilai akhlak. Adapun nilai-
nilai akhlak yang ditanamkan itu adalah sebagai berikut : Ibadah
mingguan/membaca surah yasin sebelum masuk belajar selama satu
kali empat puluh lima menit/tausyah, shalat zuhur berjama‟ah, piket
mushalla, ditambah dengan ekstrakurikuler seperti : Tuntas baca al-
qur‟an, seni baca al-qur‟an, syarhil qur‟an, seni Islami seperti : nasyid,
puisi Islami, bimbingan remaja tentang akhlak, dan peringatan hari
besar Islam. Yang pada intinya dalam pembinaan akhlak peserta didik
dengan tiga hal penting sebagai upaya yaitu menanamkan dan
membangkitkan keyakinan beragama, menanamkan etika pergaulan
dan menanamkan kebiasaan yang baik. Dalam pelaksanaan upaya
pembinaan akhlak siswa di SMA Negeri 3 Bengkalis, terdapat faktor
17
pendukung dan faktor penghambat diantaranya yaitu : Faktor
Pendukung seperti : Kurikulum, Tenaga guru dan warga sekolah, Peran
serta orang tua. Faktor Penghambat seperti : Lingkungan Keluarga,
Lingkungan Masyarakat, Arus globalisasi modern.9
Persamaannya yakni terletak pada upaya untuk pembinaan
akhlak yaitu menanamkan dan membangkitkan keyakinan beragama,
menanamkan etika pergaulan dan menanamkan kebiasaan yang baik.
Sementara itu, perbedaannya yakni pada penekanan pembinaan akhlak
tersebut dengan menguraikan beberapa faktor yang yang menjadi
pendukung dan penghambat dalam upaya pembinaan akhlak siswa.
Ketiga, tesis karya Rasmuin dengan judul “Implementasi
Pendidikan Akhlak Mulia terhadap Santri Pondok Pesantren Modern
Miftahunnajah Trini Trihanggo Gamping Sleman”, dengan hasil
penelitian bahwa pendidikan akhlak mulia terhadap santri Ponpes
Modern Miftahunnajah dilakukan melalui dua poin utama yaitu
pemahaman dan pembiasaan.
Pemahaman yang dimaksud disini adalah proses menanamkan
pengetahuan kognitif terhadap santri yang dilakukan melalui semua
mata pelajaran di MTs Miftahunnajah. Dengan mata pelajaran utama
9 Nursal Efendi,Upaya Pembinaan Akhlak Siswa di SMA Negeri 3
Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Tesis 2013
18
akidah akhlak yang didukung oleh semua mata pelajaran lain dengan
cara memasukkan nilai-nilai akhlak mulia dalam setiap pembelajaran.
Selain itu juga melalui kajian kitab Ta‟limul Muta‟alim dan kitab
Minhajul Abidin. Selain itu seminggu sekali juga diadakan kajian
islami dengan mendatangkan ustadz dari sekitar lokasi pesantren.
Upaya yang kedua adalah pembiasaan. Kegiatan-kegiatan yang
mengandung nilai-nilai akhlak mulia dilaksanakan dan diprogramkan
dengan baik serta dilakukan secara konsisten. Diawali bangun pagi jam
setengah tiga untuk melaksanakan sholat tahajjud, kemudian sholat
lima waktu berjamaah, dzikir ma‟surat, tahfizul qur‟an, dan sholat
dhuha. Pembiasaan akhlak mulia juga dilaksanakan melalui pencak
silat, outbond, renang, muhadhoroh, rihlah ilmiyah, nasyid,
penghijauan, menata sandal. Ada berbagai faktor yang menghambat
pelaksanaan pembinaan akhlak mulia di pesantren Miftahunnajah.
Penghambat tersebut dikategorikan kedalam faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi pemahaman dari ustadz pembimbing
yang bervariasi, sebagian besar Musyrif yang masih berstatus sebagai
mahasiswa sehingga kurang maksimal dalam pengawasan santri, serta
input santri yang variatif. Sedangkan faktor eksternal meliputi
kurangnya kerjasama orang tua dalam menjaga dan mengontrol budaya
19
islami pesantren ketika santri sedang berada di rumah, besarnya efek
negatif dari kemajuan tekhnologi serta pendanaan yang minim. Adapun
faktor pendukung antara lain system boarding school yang
memudahkan pesantren mengontrol aktivitas santri 24 jam, adanya
kerjasama dan dukungan dari para guru yang mengajar di MTs
Miftahunnajah untuk selalu menanamkan akhlak mulia dalam setiap
pembelajaran, adanya perpaduan kurikulum antara Diknas, Kemenag,
serta kurikulum pesantren dan dukungan penuh dari pihak yayasan.
Upaya pesantren untuk mengatasi hambatan-hambatan yang
terjadi adalah dengan selalu mengadakan pertemuan rutin para Musyrif
seminggu sekali untuk menyatukan Visi dan Misi serta pemberian
motivasi kepada semua Musyrif, selalu menjalin komunikasi dengan
wali santri, dan memberlakukan aturan yang ketat untuk memproteksi
santri dari pengaruh negative dari luar. Dalam mengatasi hambatan
dalam pendanaan pihak pesantren berusaha mandiri untuk membuka
minimarket, ternak lele yang bekerjasama dengan tenaga ahli, serta
berkas abadi yang bergerak dalam penjualan barang-barang bekas hasil
sumbangan dari para dermawan.10
10
Rasmuin, Implementasi Pendidikan Aklhak Mulia Terhadap Santri Pondok
Pesantren Modern Miftahunnajah Trini Trihanggo Gamping Sleman, Tesis 2015
20
Persamaannya yakni dalam upaya pembinaan akhlak pada
peserta didik (santri) diperlukan metode yang diterapkan melalui
pemahaman dan pembiasaan. Perbedaannya yakni pada kajian kitab
Ta‟limul Muta‟alim dan kitab Minhajul Abidin sebagai bagian dari
upaya pembinaan akhlak santri.
Keempat, artikel Mohammad Muchlis Solichin dan Siti
Athiyatul Mahfudzah yang berjudul: “Pendidikan Akhlak Perspektif
Syeikh Musthafa Al Ghalayaini dalam Kitab „Izhah Al Nasyin,
menjelaskan bahwa materi pendidikan akhlak yang ditawarkan oleh
Syeikh Musthafa al-Ghalayaini, secara umum memperkenalkan bentuk
pemikiran yang memperioritaskan ranah praktik dalam kehidupan
sehari-hari. Pernyataan ini bukan berarti menafikan konsep-konsep
yang bersifat teori seperti karya para tokoh lain pada umumnya. Tetapi,
karya Al Ghalayaini ini merupakan gambaran langkah nyata yang harus
terimplementasikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Berdasarkan
hal tersebut, upaya membentuk kepribadian remaja agar menjadi
pribadi-pribadi yang tangguh, mapan, dan bertanggung jawab terhadap
diri dan lingkungannya harus dimulai sedini mungkin dengan
menanamkan akhlak dalam jiwa mereka sehingga meresap dengan
21
sempurna dan tertanam kuat dalam jiwa mereka. Karena jiwa seorang
anak bagaikan lilin yang lembek yang dapat
dengan mudah diukir dalam bentuk apapun, atau bagaikan kamera foto
yang mampu mencetak gambar yang dijepret melalui lensanya. Akhir
dari penanaman nilai-nilai tersebut adalah terimplementasikannya nilai-
nilai tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari.11
G. Kerangka Pemikiran
Agama merupakan alat pembinaan yang sangat ampuh bagi
remaja. Agama yang tertanam dan tumbuh secara wajar dalam jiwa
akan dapat digunakan untuk mengendalikan keinginan – keinginan dan
dorongan – dorongan yang kurang baik serta membantunya dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya. Dengan
hidup dan segarnya keyakinan agama dalam diri remaja, akhlaknya
dengan sendirinya akan baik karena kontrolnya berasal dari dalam
bukan dari luar.
Namun untuk menanamkan nilai – nilai agama agar dapat
diaktualisasikan dalam tindakan nyata maka perlu bimbingan / tuntunan
dari orang dewasa ( orang tua dan guru ), sejatinya orang tua / guru
tidak hanya menyampaikan secara lisan bahwasanya jujur, amanah,
11 Mohammad Muchlis Solichin dan Siti Athiyatul Mahfudzah, Pendidikan
Akhlak Perspektif Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini Dalam Kitab „Izhah Al-Nasyin,
Jurnal STAIN Pamekasan 2012
22
tanggung jawab, rasa hormat, peduli, santun, lapang dada, toleran,
tekun dan sabar itu adalah contoh perilaku yang baik dan terpuji yang
harus terpatri dalam diri seorang anak / peserta didik tetapi nilai – nilai
yang diharapkan tertanam dan tumbuh mengakar tersebut harus selalu
dijaga dan dipelihara dalam bentuk tindakan nyata dari para orang tua
dan guru. Istilah “guru kencing berdiri murid kencing berlari”
hendaknya diperhatikan oleh setiap pendidik tanpa terkecuali para
orang tua, sehingga metode yang efektif dalam pembinaan akhlak yaitu
metode Al-Hikmah melalui pemberian contoh yang baik dari para
pendidik ( guru dan orang tua ) dimana mereka tentu lebih mengetahui
akhlak yang baik dan terpuji karena diantara sebagian dari mereka tentu
mempunyai pemahaman yang lebih tentang ilmu agama
dibandingkan dengan peserta didik sehingga mereka lebih bijaksana
dalam mengemban tugas sebagai khalifah dimuka bumi.
Kata Al-hikmah dalam bahasa Indonesia memiliki padanan
dengan kata “bijaksana” yang berarti: (1) selalu menggunakan akal
budinya {pengalaman pengetahuaannya}, arif serta tajam pikirannya,
(2) cermat dan teliti bila menghadapi masalah atau kesulitan.12
12
Pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (
Jakarta : Pusat bahasa 2008 ) hal. 199
23
Sesungguhnya ucapan hikmah itu membuat nyaman
pendengaran, demikian pula perbuatan hikmah membuat enak
pandangan mata serta hati, mendidik jiwanya dengan adab-adabnya
yang pantas dengan kemulyaan serta keutamaan dari pengajaran
manusia serta adab-adabnya.
Dalam bahasa Arab, Al-Hikmah artinya ilmu, keadilan,
falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang benar.13
Al-Hikmah berarti
mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan,
selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar
mengajar, baik faktor subjek, objek, sarana, media, dan lingkungan
pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan
audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran
tercapai dengan maksimal.
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar
manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik.
Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan yang
mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan
berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu
memberikan peluang dan kesempatan kepada siswanya untuk
13
Husen Al-Habsy, Kamus Arab Lengkap ( Bangil : YAPPI, 1989 ), hlm. 64
24
berkembang. Dengan demikian, metode Al-hikmah dapat diartikan
sebagai cara yang ditempuh oleh seorang guru / pendidik untuk
mengajak siswa / peserta didik kepada jalan Allah ( kebaikan ) dengan
adil dan bijaksana dengan selalu mempertimbangkan berbagai faktor
dalam proses belajar mengajar.
Metode hikmah dalam proses belajar mengajar, dapat
diterapkan dalam praktik sebagai berikut:
a. Melakukan pendekatan yang baik, bersahabat, ramah
b. Tidak menghakimi pemikiran peserta didik, akan tetapi berusaha
membuka cakrawala berpikirnya.
c. Mengajar dengan menggunakan perumpamaan yang baik dan tepat
d. Memiliki pandangan positif terhadap peserta didik yang lambat
bahwa mereka bukan bodoh tetapi belum mengetahui dan
memahami ilmunya.
e. Memberi motivasi yang berarti bagi peserta didik.14
Muhasabah ialah introspeksi, mawas, atau meneliti diri, yakni
menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari,
bahkan setiap saat. Oleh karena itu muhasabah tidak harus dilakukan
pada akhir tahun atau akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap
hari, bahkan setiap saat.15
Konsep Muhasabah, dalam al-Qur‟an
terdapat dalam Surat (Al-Hasyr: 18-19).
14
Implementasi Metode Al-Hikmah, Al-Mau‟idhah Al-Hasanah, Dan Al-
Mujadalah Dalam Praktik Pendidikan (Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha, ISSN
2356 – 3443. Vol. 3 No.2 (Juli 2016) 15
Amin Syukur, Tasawuf bagi Orang Awam (Menjawab Problematika
Kehidupan), (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka), 2006. h. 83
25
Artinya : “Wahai orang – orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kemu kerjakan. Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al- Hasyr: 18-19)16
Muhasabah tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan
gambaran tentang : 1). Ketenangan dan kedamaian yang hadir dalam
jiwa. 2). Sugesti yang mendorong ke arah hidup yang bermakna 3).
Rasa cinta dan dekat kepada Allah. Dengan muhâsabah (mawas diri),
selain dapat mendorong orang untuk menyadari kekhilafannya, dapat
pula memotivasi
orang mendekatkan diri kepada Allah, mendorong kearah hidup
bermakna dalam dataran kesehatan mental, dan hidup bermanfaat
sebagaimana perilaku manusia sejati yang ciri-cirinya menurut Marcel
(tokoh Psikologi Eksistensial) sebagai berikut : (1) memiliki semangat
16
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bandung: PT
Syaamil Cipta Media, 2004) h.548
26
partisipasi, (2) semangat kesiap-siagaan, dan (3) memiliki harapan
kepada yang mutlak.17
Evaluasi Muhasabah / introspeksi diri berarti introspeksi akan
dirinya sendiri, menghitung diri dengan amal perbuatan yang telah
dilakukan dari masa – masa yang telah lalu. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik dapat menemu kenali ucapan dan perbuatan yang
terkategori sebagai akhlak yang tidak terpuji dan menyadari ucapan dan
perbuatan yang tidak terpuji tersebut agar tidak diulang kembali
dikemudian hari sehingga waktunya semakin produktif dan dapat
dirasakan manfaatnya baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang
lain. Orang yang beruntung adalah mereka yang tahu akan dirinya
sendiri, dan orang yang beruntung akan selalu mempersiapkan dirinya
untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir di akhirat yang pasti
adanya. Dengan melaksanaan muhasabah seorang hamba akan selalu
menggunakan waktu dari detik, menit, jam dan harinya serta
keseluruhan jatah umur kehidupannya di dunia dengan sebaik –
baiknya demi meraih keridhoan Allah SWT.
Berdasarkan ayat tersebut, setiap orang yang beriman
diperintahkan oleh Allah agar selalu memperhatikan /
17
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik,
(Semarang: Rasail, 2005), h. 31-32
27
memperhitungkan (mengevaluasi) apa yang sudah diperbuat agar dapat
diketahui untuk dilakukan perbaikan yakni dengan melakukan
perhitungan dalam hal amal ibadah yang wajib maupun yang sunnah.
Muhasabah juga dilakukan terhadap amalan sholeh yakni amalan
kebaikan yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat secara sosial
dan kehidupannya sebagai seorang hamba Allah SWT sang Khalik.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari orang-
orang (objek itu sendiri)
2. Langkah – langkah Penelitian
a. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
Terlebih dahulu penulis harus mengenali masalah yang
akan dibahas dalam penelitian
b. Melakukan studi pendahuluan
Setelah mengenali masalah kemudian melakukan studi
pendahuluan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan
28
dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat
diketahui keadaan atau kedudukan masalah tersebut baik
secara teoritis maupun praktis.
c. Mengidentifikasi variabel dan definisi operasional
variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah Metode Hikmah
sebagai Variabel X, dan Evaluasi Muhasabah sebagai
Variabel Y, Kedua variabel tersebut dapat berkontribusi
dalam upaya pembinaan akhlak siswa.
d. Menentukan rancangan dan desain penelitian
e. Menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian
f. Menentukan subjek penelitian
g. Melaksanakan penelitian
h. Melakukan analisis data
i. Merumuskan hasil penelitian dan pembahasan
j. Menyusun laporan penelitian dan melakukan desiminasi
III. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer, yakni data yang diperoleh dari lokasi
penelitian
29
2. Data Sekunder, yakni data yang diambil untuk
melengkapi pembahasan yang relevan
IV. Instrumen Pengumpulan data
1. Wawancara dengan siswa, guru rumpun PAI, dan tenaga
kependidikan
2. Observasi sikap dan interaksi sosial
3. Dokumentasi berupa arsip sekolah (madrasah)
V. Teknik Analisis Data
1. Reduksi Data; menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, dan membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data sedemikian rupa.
2. Penyajian Data; sekumpulan informasi disusun,
sehingga memberi kemungkinan akan adanya
penarikan kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan; hasil analisis yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan.
30
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan tesis ini dibagi ke dalam lima bab dan
beberapa sub bab yang memiliki keterkaitan antara yang satu dengan
lainnya.
Bab I pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah,
Identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II membahas tentang landasan teoritis yang dibagi kedalam
beberapa poin, yaitu: a. konsep metode Al-hikmah, konsep Al-Hikmah
dalam Al Qur‟an, penerapan metode Al-Hikmah dalam proses belajar
mengajar, b. definisi Muhasabah, macam-macam Muhasabah, manfaat
Muhasabah, syarat untuk melakukan Muhasabah, keutamaan
Muhasabah. c. pengertian akhlak, pembinaan akhlak, Upaya pembinaan
akhlak siswa dalam konteks pendidikan di sekolah.
Bab III membahas tentang metodologi penelitian; metode dan
pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data,
instrument pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data,
teknik penjaminan keabsahan data dan teknik penulisan.
31
Bab IV membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan
yang terdiri dari: Deskripsi umum; latar belakang berdirinya MTs
Negeri 1 Serang, Prinsip MTs Negeri 1 Serang, Visi,misi, dan tujuan
MTs Negeri 1 Serang. Deskripsi hasil penelitian; pelaksanaan metode
Al-hikmah di MTs Negeri 1 Serang, pelaksanaan evaluasi Muhasabah
di MTs Negeri 1 Serang, pembinaan akhlak siswa di MTs Negeri 1
Serang, pelaksanaan metode Al-Hikmah dan evaluasi Muhasabah
dalam pembinaan akhlak siswa di MTs Negeri 1 Serang. Deskripsi
penelitian.
Bab V penutup, yaitu kesimpulan, implikasi dan saran-saran.
32
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Metode Al - Hikmah
1. Konsep Metode Al – Hikmah
Pendidikan lebih dari pada pengajaran, karena pengajaran sebagai
suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan
transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek
yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada
penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan
kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Inti dari sifat-sifat yang dimiliki Rasulullah saw. dalam mendidik
ummatnya adalah keteladan yang ada pada diri beliau. Beliau adalah
figur keteladanan yang paripurna bagi semua manusia. Di dalam
kepribadian beliau terkumpul seluruh aspek keutamaan pribadi manusia
yang agung. Namun demikian, dengan kesempurnaan yang dimiliki,
bukan berarti beliau hanya sebagai tokoh dalam bayangan yang tidak
bisa diteladani. Justru beliau merupakan teladan bagi siapa saja. Beliau
adalah sosok remaja yang berkualitas, suami yang bertanggung jawab,
bapak yang penuh kasih, pemimpin yang adil, panglima perang yang
33
tangguh, ahli strategi yang canggih, pedagang yang ulung dan jujur,
pemikir yang brilian, dan pendidik yang bijak. Allah berfirman :
٤ لو ظي وإك هعلى
“Sesungguhnya engkau Muhammad berada di puncak akhlak yang
agung”. (QS. Al-Qalam: 4)18
كن هكى ف رشل هقد ٱلل ا كن ير ج ث ل ة حص ش أ م و ٱلل ٱلألر ٱل
وذلر ١٫لثيرا ٱلل
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-
Ahzab: 21)19
Untuk mencapai tujuan dalam pendidikan diperlukan
mekanisme serta metode yang efektif sehingga muatan pendidikan
dapat sampai secara efektif dan efesien. Mengenai mekanisme dalam
menjalankan pendidikan Islam Imam Ibnu Miskawaih mengatakan
bahwa syariat agama memiliki peran penting dalam meluruskan akhlak
18
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bandung: PT
Syaamil Cipta Media, 2004) h.564 19
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…., h. 420
34
remaja, yang membiasakan mereka untuk melakukan perbuatan yang
baik, sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan,
mengupayakan kebajikan dan mencapai kebahagiaan melalui berpikir
dan penalaran yang akurat.20
Hal ini dapat dijalankan melalui al-
mau‟izhah (nasehat), al- dharb (dipukul) kalau perlu, al-taubikh
(dihardik), diberi janji yang menyenangkan atau tahdzir (diancam)
dengan al-„uqubah (hukuman).
Sedangkan metode merupakan unsur serapan yang berasal dari
bahasa yunani, secara etimologi metode berasal dari meta dan hodos.
Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia metode di artikan sebagai cara yang teratur
yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan yang di kehendaki; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang di
tentukan.21
Dalam bahasa Arab metode disebut “thariqat” yang berasal
dari akar kata طزق yang berarti memalu, mengetuk, menempa,
menempuh. Menurut kamus bahasa Indonesia, “metode” adalah cara
yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud. Kemudian
20
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integrative, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 7 21
Pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia
(Jakarta : Pusat bahasa 2008 ) h. 652
35
memakai pola pewazanan dengan tsulatsil mazid bab kedua menjadi
yang menjadikannya memiliki objek yang mengandung arti طزق
“menjadikan jalan”. Asy-Syarif Al-Jurjany(1421) mendefinisikannya
kata thoriqoh sebagai berikut,
انطزمخ انسزح انخزصخ ثبانسب نك ان الله رعبن ي لطع انب سل
انززل ف انمبيبد
Thoriqoh (methode) adalah jalan yang khusus yang ditempuh orang-
orang kepada Alloh ta‟ala dari terputusnya kedudukan serta kemajuan
pada tempatnya.22
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa metode berarti
suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar
tercapai tujuan pembelajaran.
Sementara itu kata al-hikmah dalam bahasa arab dapat berarti
besi kekang atau besi pengekang hewan yang dalam bahasa sunda
disebut kadali, yaitu pengendali. Hikmah dalam arti kadali ini
memungkinkan si penunggang hewan atau si gembala
mengendalikannya sesuai dengan kehendaknya. Hikmah dalam
pengertian bahasa ini kemudian digunakan sehingga hikmah diartikan
sebagai sesuatu yang dapat mengendalikan manusia agar tidak
22
Encep Ismail, Landasan Qur‟ani tentang zikir dalam ajaran tarekat
(Jurnal: Syifa al-Qulub, vol,1 No.2, Januari 2017)
36
bertindak dan melakukan perbuatan, perilaku, dan budi pekerti yang
rendah, tercela, dan tidak terpuji. Hikmah memungkinkan manusia
yang memilikinya berbudi pekerti luhur serta melakukan perbuatan
terpuji.23
Kata Al-hikmah dalam bahasa Indonesia memiliki padanan
dengan kata “bijaksana” yang berarti: (1) selalu menggunakan akal
budinya {pengalaman pengetahuannya}, arif serta tajam pikirannya, (2)
cermat dan teliti bila menghadapi masalah atau kesulitan.24
Al-Hikmatu berasal dari kata Ihkam yang artinya hati-hati
dalam perkataan dan perbuatan. Hikmah menurut bahasa juga berarti,
انعهى يع انعم
Ilmu yang di sertai amal.
Al-Hikmah bisa berarti tepat menempati kebenaran yang didapat
melalui ilmu dan akal. Hikmah Allah yaitu ma‟rifat terhadap segala
sesuatu dan mewujudkannya dengan sebagus-bagus aturan, dan hikmah
manusia berupa ma‟rifat terhadap maujud dan melakukan segala
kebaikan. Hikmah inilah yang diberikan kepada Luqmannul Hakim.
23
Juhaya S Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah, Muamalah, Jin, dan
Manusia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 35 24
Pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (
Jakarta : Pusat bahasa 2008 ), hal. 199
37
وهقد مى ا هق ث ءاحي م ن ٱل مر أ مر ٱش ا يش مر فإن وي يش صلل وي ۦ لف
كفر فإن ١٢ػن حد ٱلل
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur
(kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman: 12)25
Menurut para ahli sebagaimana dikutip oleh Ipah Latipah dalam Jurnal
Ilmiah Mitra Swara Ganesha makna hikmah itu diantaranya:
a) Suatu ilmu yang membahas hakikat segala sesuatu yang
berkaitan dengan kemampuan manusia dalam meneliti makna
serta faidahnya.
b) Hukum atau kebijaksanaan sebagai hasil penelitian aqliyyah dan
ilmiyyah.
c) Perkataan atau ungkapan yang dapat dianggap baik oleh akal
atau rasio, dianggap indah oleh perasaan atau estetika, dan
dianggap benar oleh iman.
25
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,…., h. 412
38
d) Segala perkataan atau ungkapan yang mengandung kebenaran
adalah termasuk hikmah.26
Hikmah adalah kata yang mempunyai banyak arti diantaranya
Ilmu sebagaimana yang dikatakan Muhhamad Abduh; ”Hikmah adalah
Ilmu yang shohih (valid) yang menggerakan kemauan untuk melakukan
sesuatu perbuatan yang berguna”. Bahkan hikmah bukan semata ilmu,
tetapi juga ilmu yang sehat yang mudah dicernakan, berpadu dengan
rasa, sehingga menjadi penggerak untuk melakukan sesuatu yang
bermanfaat, yaitu sesuatu tindakan yang efektif.
Musthafa Al-Maraghiy menjelaskan sebagai berikut,
الحكمة العلم النافع الذي يكون له الاثرفى النفس فيوجه الارادة الى العمل بما تهوى مما يوصل به الى السعادة فى الدنيا والاخرة
Al-Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat yang keadaannya
membekas pada diri, lalu ia mengarahkan kehendaknya untuk beramal
dengan apa yang sesuai dengan kecenderung (hati) yang dapat
mengantarkan pada kebahagian dunia dan akhirat.
2. Konsep Al-Hikmah dalam Al-Qur’an
26
Ipah Latipah, Implementasi Metode Al-Hikmah, Al-Mau‟idhah Al-
Hasanah, Dan Al-Mujadalah
Dalam Praktik Pendidikan Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha, ISSN 2356 –
3443. Vol. 3 No.2 (Juli 2016)
39
Allah menerangkan bahwa akan memberikan Hikmah kepada
siapa saja yang dikehendakinya,
ت ث يؤ م ت ٱل وي يؤ ث ي يشاء م ا ٱل ول أ ر إل ل ا لثيرا ويا يذ وت لير
ػقد أ
ه بىب ٢٦٩ ٱل
Allah menganugerahkan Al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang
Al-Qur‟an dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak…(QS. Al-Baqarah: 269)27
Al-Hikmah juga dapat mengandung arti pengetahuan tentang
yang halal dan yang haram sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbas
dan Ibnu Mas‟ud ketika menafsirkan makna hikmah dalam surat ke-16
ayat 125,28
ٱد ع ثإلى شبن ربك ة م ظيثو ٱل ث ٱل ص ٱل ى ة إن ربك ت ٱه وجىدل ص ح ه أ
ضن ظ شبو وى ة ظ أ ۦ وى ة ظ
أ و خدي ١٢٥ ٱل
27
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya……, h. 45 28
Juhaya S Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah…., hlm.36
40
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.29
Hikmah dalam ayat diatas bermakna simbol kebenaran dan
kebaikan, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan dan tindakan.
Ulama lain, seperti Al-Syafi‟i dan Al-Thabari sebagaimana dikutip oleh
Juhaya S Praja, mengartikan hikmah sebagai sunnah Rasulullah30
.
Hikmah dalam pengertian ini antara lain dapat dijumpai dalam surat
Al-Ahzab ayat 34
ن ءايىج وٱذ لر ي حك لى ف ب يا يخ ثو ٱلل م إن ٱل ٣٤كن هطفا لتيرا ٱلل
Dan ingatlah apa yang dibacakan dirumahmu dari ayat-ayat
Allah dan hikmah (sunah Rasulullah)31
ا وشدد ۥمو م نى ث وءات م ن ٱل طاب وفص ٪١ ٱل
Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya
hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (Qs.
Shaad: 20)32
29
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…, h. 281 30
Juhaya S Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah, Muamalah, Jin, dan
Manusia…., h.36-37 31
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…, h. 422 32
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…., h.454
41
Orang yang telah diberi Al Hikmah, sungguh ia telah diberi satu
pemberian yang lebih utama dari seluruh ilmu pada kitab-kitab
terdahulu, berupa shuhuf dan yang lainnya. Karena Allah berfirman;
وك ويس وح ظ وح قن ٱلر ٱلر وحيخى ير رب ويا أ م
أ ٨٥إل قول ه عو ى ٱي
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.
Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu
diberi pengetahuan hanya sedikit”. ( Al-Isra: 85 )33
Dan Al-Hikmah ini disebut sebagai kebaikan yang banyak,
karena dia itu merupakan Jawai‟ul kalam (kata yang ringkas yang
memiliki makna yang sangat dalam).
ا كلاو انحكخ ك الا سبع فكذ نك عم انحخ زق انع انمهة
يعهى فس يؤدثب احك ثبلاجلال انزفضم ي يعهى انبص يؤدثى
Sesungguhnya ucapan hikmah itu membuat nyaman
pendengaran, demikian pula perbuatan hikmah membuat enak
pandangan mata serta hati, mendidik jiwanya dengan adab-adabnya
yang pantas dengan kemulyaan serta keutamaan dari pengajaran
manusia serta adab-adabnya.
33
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…., h. 290
42
Dari beberapa uraian diatas dapat dirumuskan bahwa metode
Al-hikmah adalah mengajak kepada jalan Allah (kebaikan) dengan cara
keadilan dan kebijaksanaan dengan selalu mempertimbangkan berbagai
faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, objek, sarana,
media, dan lingkungan pengajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan maksimal.
3. Penerapan Metode Al-Hikmah dalam proses belajar mengajar
Adapun penerapan metode pengajaran dengan cara hikmah
sebagaimana terilustrasikan dalam riwayat berikut,
عز ا ايزاح ارذ انج صه الله عه سهى فمب نذ ا ع عجذ الله ث
رج يسك لامذر عه شئ فمبل انج صم الله عه سهى نشجب ارمزا
انمزا شئب لبل الزا سرح كذا سرح كذا فمبل رسل الله صم الله عه سهى
ج صم الله عه ثخ ثخ سجك غ فبنشيخ فهشيذ انزاح سجب ثى ارذ ان
سهى فمب نذ بج الله لذ ثسظ الله عهب رسلب
Dari Abdullah bin Amr r.a. ia berkata: Ada seorang wanita
datang kepada Nabi saw., lalu berkata; “Sesungguhnya suamiku ini
miskin tidak bisa apa-apa‟. Nabi saw. bertanya kepada suami itu;
„Apakah engkau membaca Alquran?‟ Orang itu menjawab; „Saya
membaca surat anu‟. Maka Nabi saw. bersabda (kepada wanita
43
tersebut). „Bagus! Ternyata suamimu ini orang kaya‟. Kemudian si
wanita itu membiasakan suaminya demikian (membaca Alquran).
Kemudian ia datang lagi kepada Rasulullah saw. dan berkata; „Ya Nabi
Allah, sungguh Allah telah meluaskan rizki atas kami”.
Keterangan di atas, menunjukkan kepada kita bagaimana Al-
Hikmah mampu merubah pola fikir seseorang. Yang asalnya selalu
dihantui oleh rasa kekurangan, walau sebesar apapun rizki yang Allah
berikan, karena tidak ada rasa penerimaan dalam hatinya. Setelah
mendapat Al-Hikmah, sekecil apapun rizki yang Allah berikan sikap
menerima sebagai satu kecukupan.
Metode Al hikmah dalam proses belajar mengajar, dapat
diterapkan dalam praktik sebagai berikut:
a. Melakukan pendekatan yang baik, bersahabat, ramah
b. Tidak menghakimi pemikiran peserta didik, akan tetapi
berusaha membuka cakrawala berpikirnya
c. Mengajar dengan menggunakan perumpamaan yang
baik dan tepat
d. Memiliki pandangan positif terhadap peserta didik yang
lambat bahwa mereka bukan bodoh tetapi belum
mengetahui dan memahami ilmu nya.
44
e. Memberi motivasi yang berarti bagi peserta didik.34
B. Evaluasi Muhasabah
1. Definisi Muhasabah
Secara etimologis muhasabah adalah bentuk mashdar (bentuk
dasar) dari kata hasaba-yuhasibu yang kata dasarnya hasaba-yahsibu
atau yahsubu yang berarti menghitung.35
Sedangkan dalam kamus Arab
Indonesia muhasabah ialah perhitungan, atau introspeksi.36
Kata-kata
Arab Muhasabah (يحب سج) berasal dari satu akar yang menyangkut
konsep-konsep seperti menata perhitungan, mengundang (seseorang)
untuk melakukan perhitungan, menggenapkan (dengan seseorang) dan
menetapkan (seseorang untuk) bertanggung jawab.37
Muhasabah ialah
introspeksi, mawas, atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung
perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkan setiap saat. Oleh
karena itu muhasabah tidak harus dilakukan pada akhir tahun atau akhir
bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat.38
34
Ipah Latipah, Implementasi Metode Al-Hikmah…, h. 31 35
Asad M. Al kali, Kamus Indonesia-Arab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989),
h. 183. 36
Ahmad Warson Munawir, Al- Munawir Kamus Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawir, 1984), h. 283 37
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (London: Allen dan
Unwin, 1966). h. 175 38
Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam (Menjawab Problematika
Kehidupan), (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka), 2006. h. 83
45
Konsep Muhasabah, dalam al-Qur‟an terdapat dalam Surat (Al-
Hasyr: 18-19)
ا يأ ي ي ا ٱل ءاي ا ق ٱت يج هؼد و ٱلل ا قد س ي ير نف ول ا ق ٱت إن ٱلل ٱلل لتير
ا تع ون ة ل ول ١٨ ا حك ي نصا ٱل ى ٱلل ئك ول أ ى فص
ى أ ى نصى
فأ
١٩ ٱه فىصقن
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk esok (hari akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah
kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik. (QS. AlHasyr: 18-19).39
Ini adalah isyarat dari al-muhâsabah kepada segala amal
perbuatan yang telah berlalu. Karena itulah Umar r.a. berkata:
”adakanlah almuhâsabah kepada dirimu sendiri, sebelum kamu
diadakan orang akan almuhâsabah dan timbangkanlah akan dirimu itu
39
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya Ibid, h. 548
46
sebelum kamu ditimbangkan orang lain”. Muhasabah juga disebutkan
dalam banyak hadist, salah satu sabda Rasulullah yaitu :
ز ع عز ث انخطت لبل حبسجا افسكى لجم ا رحب سجا رشا
عه ي حبست فس ف انذب نهعزض الا كجز اب خف انحسبة و انمب يخ
)را انزز يذ(
Artinya: “Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, Nabi bersabda:
Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan hiasilah dirimu sekalian
(dengan amal shaleh), karena adanya sesuatu yang lebih luas dan besar,
dan sesuatu yang meringankan hisab di hari kiamat yaitu orang-orang
yang bermuhasabah atas dirinya ketika didunia. (H.R. Tirmidzi).”40
Menurut Imam Al-Ghozali yang dikutip dalam buku yang
berjudul “Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik” karya
Abdullah Hadziq, muhasabah merupakan upaya i‟tisham dan
istiqomah. I‟tisham merupakan pemeliharaan diri dengan berpegang
teguh pada aturan-aturan syariat. Sedangkan istiqomah adalah
keteguhan diri dalam menangkal berbagai kecenderungan negatif.41
Menurut Toto Tasmoro, muhâsabah adalah melakukan perhitungan
hubungan antara orang-orang di dunia dan akhirat atau di
40
Imam Al-Ghozali, Ringkasan Ihya‟ Ulumuddin, (Jakarta Timur : Akbar
Cet I, 2008), h. 426 41
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik,
(Semarang: Rasail, 2005), h. 31
47
lingkungannya dan tindakan mereka sebagai manusia. karena manusia
selalu berinteraksi dengan lingkungan di kehidupannya. Isa Waley
mengartikan istilah Muhasabah itu sebagai pemeriksaan (atau ujian)
terhadap diri sendiri dan mengemukakan kaitannya yang sangat penting
dengan Haris
bin Asad al-Muhasibi (781-857 M) dari Bagdad. Dia juga
mengingatkan seseorang tentang ucapan sufi yang sering dikutip, yang
sudah diterapkan kepada khalifah ke empat yaitu Ali bin Abi Thalib,
yang menyatakan bahwa orang harus memanggil dirinya untuk
memperhitungkan sebelum Allah mengundang orang untuk
memperhitungkan.42
Al-Muhasibi percaya bahwa motivasi-motivasi
manusia untuk melakukan pemeriksaan terhadap diri sendiri merupakan
harapan-harapan dan kecemasan dan pemeriksaan semacam itu
merupakan landasan perilaku yang baik dan ketakwaan (taqwa).43
Menurut Nurbaksh yang dikutip dari buku yang berjudul
“Dunia Spiritual Kaum Sufi” karya Netton dan Ian Richard, pengertian
Muhasabah pada awalnya adalah suatu pertimbangan terhadap
perhitungan antara tindakan-tindakan negatif dan positif. Pada
42
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, (Jakarta: Pustaka Hidayah Cet. I,
2004), h. 27 43
Ian Richard, Dunia Spiritual Kaum Sufi, (harmonisasi antara dunia Mikro
dan Makro), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Cet I, 2001), h. 76
48
akhirnya, ia merupakan aktualisasi kesatuan (ittihad), yang murni.44
Berdasarkan ijma‟ muhasabah hukumnya wajib. Faktor utama yang
menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan
dan keyakinan bahwa Allah akan menghitung amal semua hamba-Nya.
Jika amalannya baik, maka Allah akan memberikan balasan yang baik
pula. Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan
balasan yang buruk pula.45
Kritik diri itu adalah seperti lampu di dalam
hati orang beriman dan pemberi peringatan dan nasehat dalam
kesadarannya. Melaluinya, setiap orang yang beriman membedakan
antara yang baik dengan yang buruk, mana yang indah dan mana yang
jelek, dan mana yang diridhoi Allah dan mana yang dimurkai-Nya, dan
dengan bimbingan muhasabah ini bisa mengatasi semua rintangan.46
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqoroh: 235
ول خى ة ا ظرض كى ػ اح ظو تث ۦ ج لط ٱهنصاء ي فصكى نخى ف أ ك
و أ
أ
ظوى روفا ٱلل ع ل ي ق ا ن تقل أ ا إل س اظدو ولىك ل ح لرون كى شخذ
أ
44
, Ian Richard, Dunia Spiritual Kaum… h. 79 45
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik.., h. 28 46
Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 30
49
ع ا زم دة ول تع ى يت وغ ٱلكح ق ٱه متىب حت جوا و ۥ أ و ن ٱظ
أ وى يا ف ٱلل يع
فصكى ف أ ذروه ا و ٱح و ن ٱظ
أ ٢٣٥غفر حوى ٱلل
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan –
perempuan itu dengan sendirian atau kamu sembunyikan
(keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebut – nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat
perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekadar mengucapkan kata – kata yang baik. Dan janganlah kamu
menetapkan akad nikah, sebelum habis masa idahnya. ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka
takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah maha pengampun
lagi maha penyantun.”(QS. Al-Baqoroh 235).47
Muhasabah sering pula disebut mawas diri adalah meninjau
kedalam, kehati nurani guna mengetahui benar tidaknya, bertanggung
jawab tidaknya suatu tindakan yang telah diambil. Sementara dalam
pengertian lain dijelaskan, mawas diri ini adalah integrasi diri dimana
egoisme dan egosentrisme diganti dengan sepi ing pamrih. Tahap
integrasi diri ini perlu diikuti dengan transformasi diri dengan latihan-
latihan agar manusia menemukan identitas baru, ego baru, dan diakhiri
dengan partisipasi manusia dalam kegiatan Ilahi. Mawas diri ini salah
satu cara untuk melakukan perhitungan dengan dirinya sendiri
mengenai apa yang telah terjadi dimasa lampau, memperbaiki
47
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya….,, h. 38
50
keadaannya dimasa kini, tetap berteguh dijalan yang benar. Secara
teknik psikologis, usaha tersebut dapat dinamakan instrospeksi yang
pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah diri agar lebih
bertambah baik dalam berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara
berpikir terhadap segala perbuatan, tingkah laku, kehidupan, kehidupan
batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran, penglihatan dan
segenap unsur kejiwaan lainnya.48
Hanya saja upaya instrospeksi ini sering dijumpai hambatan -
hambatan psikologis yang muncul dari diri sendiri.
Hambatan-hambatan ini antara lain berupa:
a. Penghayatan terhadap segala sesuatu sering tidak dapat diingat
kembali secara keseluruhan,
b. Sering adanya kecenderungan untuk menghilangkan dan
menambahkan beberapa hal yang tidak relevan dengan hasil
penghayatan sebagai pembelaan diri,
c. Kerap kali muncul ketidakjujuran terhadap diri sendiri, sehingga
tidak adanya keberanian dalam menuliskan segala sesuatu
apalagi menyangkut pikiran-pikiran yang buruk, dan
48
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik,
(Semarang: Rasail, 2005), h. 30
51
d. Seringkali adanya anggapan lebih terhadap kesempurnaan diri
dari pada keadaan yang sebenarnya.49
Jika hambatan-hambatan psikologis tersebut dapat
dikendalikan, maka upaya introspeksi ini, dapat didudukkan sebagai
sumber pengenalan dan pemahaman yang primer terhadap diri sendiri.
Karena mengenal diri (muhâsabah) merupakan upaya i‟tishâm50
dan
istiqâmah.51
Hal ini akan berpengaruh pada kejiwaan, sehingga mampu
mengendalikan diri berbuat baik, jujur, adil dan semakin merasa dekat
dengan Allah.52
Dengan demikian, Muhasabah tersebut, dapat digunakan untuk
mendapatkan gambaran tentang : 1). Ketenangan dan kedamaian yang
hadir dalam jiwa. 2). Sugesti yang mendorong ke arah hidup yang
bermakna 3). Rasa cinta dan dekat kepada Allah.
Dengan muhâsabah (mawas diri), selain dapat mendorong orang
untuk menyadari kekhilafannya, dapat pula memotivasi orang
mendekatkan diri kepada Allah, mendorong kearah hidup bermakna
dalam dataran kesehatan mental, dan hidup bermanfaat sebagaimana
perilaku manusia sejati yang ciri-cirinya menurut Marcel (tokoh
49
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik.. ., h. 31 50
I‟tisham merupakan pemeliharaan diri dengan berpegang teguh pada
aturan-aturan syari‟at 51
Istiqâmah adalah keteguhan diri dalam menangkal kecenderungan negatif 52
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik…., h.31
52
Psikologi Eksistensial) sebagai berikut : (1) memiliki semangat
partisipasi, (2) semangat kesiap-siagaan, dan (3) memiliki harapan
kepada yang mutlak.53
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an Surat (Al-Isra
ayat 14):
صك ٱق رأ ف م لتىتك لفى ة ك حصيتا ٱل ١٤ظو
Artinya: “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini
sebagai penghisab terhadapmu" (QS. Al-Isra‟: ayat 14).54
Dzun Nun Al-Mishry sebagaimana dikutip oleh Abd al-karim55
menyatakan, “Tanda mawas diri adalah memilih apa yang dipilih oleh
Allah SWT, menganggap besar apa yang dipandang besar oleh-Nya
dan menganggap remeh apa yang dipandangNya remeh.” An-
Nasrabadhi menegaskan, “Harapan mendorongmu untuk patuh, takut
menghindarkanmu dari maksiat, dan mawas diri membawamu kepada
jalan kebenaran hakiki.” Abdul Abbas al-Baghdadi menuturkan,
“Ketika aku bertanya kepada Ja‟far bin Nasir mengenai mawas diri, dia
berkata kepadaku, “mawas diri adalah kewaspadaan terhadap batin
53
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik.. ., h. 31-32 54
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya…, h. 283 55
Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qusyayri, Risalah Sufi Al-Qusyairy,
(Bandung: Mizan Press, 1990), h.157
53
sendiri dikarenakan adanya kesadaran akan pengawasan Allah SWT
terhadap setiap pemikiran.”
Sudah begitu jelas bahwa menghisab diri merupakan sesuatu yang
amat penting. Karena itu, bila meninggalkannya, akan timbul bahaya
yang sangat besar. Paling tidak, ada empat akibat negatif bila seseorang
tidak melakukan muhasabah antara lain yaitu:
a) Menutup Mata dari Berbagai Akibat
Kesalahan dan dosa yang dilakukan manusia tentu ada akibatnya,
baik di dunia maupun di akhirat. Manakala seseorang melakukan
muhasabah, dia menjadi tahu akan akibat-akibat tersebut dan tidak mau
melakukan dosa atau kesalahan, dengan sebab mengetahui dan
menyadari akibat itu.
Namun, orang yang tidak melakukan muhasabah akan menutup
mata dari berbagai akibat perbuatan yang buruk, baik akibat yang
menimpa diri dan keluarganya maupun akibat yang menimpa orang
lain.
b) Larut dalam Keadaan
Efek berikutnya dari tidak melakukan muhasabah adalah seseorang
akan larut dalam keadaan, sehingga dia dikendalikan oleh keadaan,
bukan pengendalian keadaan. Orang yang larut dalam keadaan juga
54
akan menjadi orang yang lupa diri di kala senang dan putus asa di kala
susah.
c) Mengandalkan Ampunan Allah
Setiap orang yang berdosa memang mengharapkan ampunan dari
Allah swt. Tapi, bagi orang yang tidak melakukan muhasabah, dia akan
mengandalkan ampunan dari Allah swt. Itu tanpa bertobat terlebih
dahulu. Sebab, tidak mungkin Allah akan mengampuni seseorang tanpa
tobat dan tidak mungkin seseorang bertobat yang sesungguhnya tanpa
muhasabah, karena tobat itu harus disertai dengan menyadari
kesalahan, menyesalinya, dan tidak akan mengulanginya lagi.
d) Mudah Melakukan Dosa
Tidak melakukan muhasabah juga kan membuat seseorang mudah
melakukan dosa dan menyepelekannya. Ini merupakan rangkaian
persoalan diatas, karena dianggap tidak berbahaya, tidak ada resiko dan
akibat dari dosa yang dilakukan. Sebab itu, orang yang tidak
melakukan muhasabah akan dengan mudah melakukan dosa. Bahkan,
meskipun dia tahu perbuatan tersebut dosa, dia akan menganggap
enteng. Sementara bagi orang yang bermuhasabah, sekecil apapun dosa
55
yang dilakukan, dia akan menyelesaikannya dengan penyesalan yang
sangat mendalam.56
2. Macam-macam Muhasabah
Dijelaskan oleh Raid Abd al-Hadi dalam bukunya Mamarat al-
Haq bahwa Muhasabah dapat dilakukan sebelum dan sesudah beramal.
Sebelum melakukan sesuatu seseorang harus menghitung dan
mempertimbangkan terlebih dahulu buruk baik dan manfaat
perbuatannya itu, dan juga menilai kembali motivasinya. Dalam hal ini
Abd al-Hadi mengutip ucapannya Hasan : “Allah mengasihi seseorang
hamba yang berhenti sebelum melakukan sesuatu, jika memang karena
Allah, dia akan terus melangkah, tapi bila bukan karena-Nya dia akan
mundur.57
Menurut Ibnul Qayyim: muhâsabah ada dua macam yaitu, sebelum
beramal dan sesudahnya.
a. Jenis yang pertama: Sebelum beramal, yaitu dengan berfikir
sejenak ketika hendak berbuat sesuatu, dan jangan langsung
mengerjakan sampai nyata baginya kemaslahatan untuk
melakukan atau tidaknya. Al-Hasan berkata: "Semoga Allah
56
Ahmad Yani, Be Excellent (Menjadi Pribadi Terpuji), (Depok: AL
QALAM: Kelompok Gema Insani, 2007), h. 237-239 57
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri), Terj. Abu Ziyad.
(Jakarta: Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007), pdf. h. 5
56
merahmati seorang hamba yang berdiam sejenak ketika terdetik
dalam fikirannya suatu hal, jika itu adalah amalan ketaatan pada
Allah, maka ia melakukannya, sebaliknya jika bukan, maka ia
tinggalkan".
b. Jenis yang kedua: Introspeksi diri setelah melakukan perbuatan.
Ini ada tiga jenis:
1) Mengintrospeksi ketaatan berkaitan dengan hak Allah yang
belum sepenuhnya ia lakukan, lalu ia juga muhâsabah,
apakah ia sudah melakukan ketaatan pada Allah
sebagaimana yang dikehendaki-Nya atau belum.
2) Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang mana
meninggalkannya adalah lebih baik dari melakukannya.
3) Introspeksi diri tentang perkara yang mubah atau sudah
menjadi kebiasaan, mengapa mesti ia lakukan? Apakah ia
mengharapkan Wajah Allah dan negeri akhirat? Sehingga
(dengan demikian) ia akan beruntung, atau ia ingin dunia
yang fana? Sehingga iapun merugi dan tidak mendapat
keberuntungan.58
58
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri)..., h. 5
57
3. Manfaat Muhasabah
Menurut Ibnul Qayyim: Muhâsabah memiliki pengaruh dan
manfaat yang luar biasa, antara lain:
a) Mengetahui aib sendiri. Barangsiapa yang tidak memeriksa aib
dirinya, maka ia tidak akan mungkin menghilangkannya.
b) Dengan bermuhâsabah, seseorang akan kritis pada dirinya
dalam menunaikan hak Allah. Demikianlah keadaan kaum
salaf, mereka mencela diri mereka dalam menunaikan hak
Allah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Darda bahwa
beliau berkata: "Seseorang itu tidak dikatakan faqih dengan
sebenar-benarnya sampai ia menegur manusia dalam hal hak
Allah, lalu ia gigih mengoreksi dirinya”. Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata: "Mencela diri dalam Dzat Allah adalah
termasuk sifat shiddiqin (orang-orang yang benar), seorang
hamba akan dekat dengan Allah Ta'ala dalam sekejap,
berlipatlipat melebihi dekatnya melalui amalnya". Abu Bakar
As-Shiddiq r.a berkata: "Barangsiapa yang mencela dirinya
berkaitan dengan hak Allah (terhadap dirinya), maka Allah
akan memberinya keamanan dari murka-Nya"
58
c) Dengan Muhasabah akan membantu seseorang untuk
muraqabah. Kalau ia bersungguh-sungguh melakukannya di
masa hidupnya, maka ia akan beristirahat di masa
kematiannya. Apabila ia mengekang dirinya dan menghisabnya
sekarang, maka ia akan istirahat kelak di saat kedahsyatan hari
penghisaban.
d) Dengan muhasabah seseorang mampu memperbaiki hubungan
diantara sesama manusia. Introspeksi dan koreksi diri
merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang
terjadi diantara manusia. Menurut anda, bukankah
penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak
lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri
sehingga mendorong mereka untuk berdamai?
e) Terbebas dari sifat nifak sering mengevaluasi diri untuk
kemudian mengoreksi amalan yang telah dilakukan merupakan
salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri dari sifat munafik.
f) Dengan muhasabah akan terbuka bagi seseorang pintu kehinaan
dan ketundukan di hadapan Allah.
g) Manfaat paling besar yang akan diperoleh adalah keberuntungan
masuk dan menempati Surga Firdaus serta memandang Wajah
59
Rabb Yang Mulia lagi Maha Suci. Sebaliknya jika ia menyia-
nyiakannya maka ia akan merugi dan masuk ke neraka, serta
terhalang dari (melihat) Allah dan terbakar dalam adzab yang
pedih.59
Said Hawwa mengemukakan, bahwa jalan untuk mengetahui
aib diri sendiri antara lain: pertama, hendaklah ia duduk di hadapan
seseorang syaikh yang mengetahui berbagai aib jiwa, dan jeli terhadap
berbagai cacat yang tersembunyi kemudian guru dan syaikh tersebut
memberitahukan berbagai aib dirinya dan jalan terapinya. Tetapi
keberadaan orang ini di zaman sekarang sulit ditemukan. Kedua,
hendaknya seseorang meminta kepada kawannya yang jujur, beragama
dan “tajam penglihatan” menjadi pengawas dirinya untuk
memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatannya, kemudian
menunjukkan kepadanya berbagai akhlak tercela, perbuatan yang tidak
baik dan aibnya, baik yang batin maupun yang zhahir. Ketiga,
hendaklah ia memanfaatkan lisan para musuhnya untuk mengetahui aib
dirinya, karena mata kebencian mengungkapkan segala keburukan.
Mungkin seseorang bisa lebih banyak mengambil manfaat dari musuh
bebuyutan yang menyebutkan aib-aibnya ketimbang manfaat yang
59
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri)..., h.6
60
diperoleh dari kawan-kawan yang berbasa-basi dengan berbagai pujian
tetapi menyembunyikan aib-aibnya. Keempat, hendaknya ia bergaul
dengan masyarakat, lalu setiap hal yang dilihatnya tercela di tengah
kehidupan masyarakat maka hendaklah ia menuntut dirinya dengan hal
tersebut dan menisbatkannya kepada dirinya.
Kemudian ia melihat aib orang lain sebagai aibnya sendiri, dan
mengetahui bahwa tabiat manusia berbeda-beda tingkatan dalam
mengikuti hawa nafsu.60
Tidak mengintrospeksi diri dan menyia-nyiakannya akan
membawa kerugian yang besar. Ibnul Qayyim sebagaimana dikutip
oleh Shalih Al „Ulyawi berkata: "Yang paling berbahaya adalah sikap
tidak mengindahkan tidak mau muhâsabah, dan menggampangkan
urusan, karena ini akan menyampaikan pada kebinasaan”61
. Demikian
lah keadaan orang-orang yang tertipu, ia menutup matanya dari akibat
(perbuatan) dan hanya mengandalkan ampunan, sehingga ia tidak
mengintrospeksi dirinya dan memikirkan kesudahannya. Jika ia
melakukan hal ini, akan mudah baginya untuk terjerumus dalam dosa
dan ia akan senang untuk melakukannya, serta berat untuk
meninggalkannya. Seandainya ia berakal, tentulah ia sadar bahwa
60 Sa‟id Hawwa, Mensucikan Jiwa (Konsep Tazkiyatun-Nafs Terpadu:
Intisari Ihya Ulumuddin), (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 167-168 61
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri)…, h.7
61
mencegah itu lebih mudah ketimbang berhenti dan meninggalkan
kebiasaan. Maka bertakwalah pada Allah wahai hamba Allah,
introspeksilah dirimu, karena baik dan selamatnya hati adalah dengan
muhasabah, sebaliknya rusaknya adalah dengan sebab tidak
mengindahkan dan bergelimang dalam kelezatan nafsu serta syahwat
serta mengenyampingkan perkara yang bisa menyempurnakannya.
Maka berhati-hatilah dari hal itu, niscaya diri kalian akan mulia dan
berbahagia di saat berjumpa dengan Tuhan kalian (Allah). Semoga
shalawat dan salam tetap tercurah pada nabi kita Muhammad, keluarga
dan para shahabatnya.
4. Syarat untuk melakukan Muhasabah
Menurut al-Ghazali untuk melakukan muhasabah atau perhitungan
amal perbuatan, mempersiap-siagakan dirinya dengan enam syarat,
syarat pertama, musyarathah (penetapan syarat). Dalam perhitungan
ini akal dibantu oleh jiwa, bila dipergunakan dan dikerahkan untuk hal
yang dapat menyucikan, sebagaimana pedagang dibantu oleh sekutu
dan pembantunya yang memperdagangkan hartanya. Sebagaimana
sekutu bisa menjadi musuh dan pesaing yang memanipulasi
keuntungan sehingga perlu terlebih dahulu diberi syarat (musyarathah),
62
kemudian diawasi (muraqabah) diaudit (muhasabah) dan diberi sanksi
(mu‟aqabah), atau dicela (mu‟atabah).
Demikian pula akal memerlukan musyarathah (penetapan
syarat) kepada jiwa, lalu memberikan berbagai tugas, menetapkan
beberapa syarat, mengarahkan ke jalan kemenangan, dan
mewajibkannya agar menempuh jalan tersebut. Kemudian tidak pernah
lupa mengawasinya, sebab seandainya ia mengabaikan niscaya akan
terjadi penghianatan dan penyianyiaan modal. Setelah itu ia harus
menghisabnya dan menuntutnya agar memenuhi syarat yang telah
ditetapkan.
Oleh karena itu, memperketat hisab (perhitungan) terhadap jiwa
dalam hal ini jauh lebih penting daripada memperketat perhitungan
keuntungan dunia, karena keuntungan dunia sangat hina dibandingkan
dengan kenikmatan akhirat, di samping kenikmatan dunia pasti lenyap.
Kedua, muraqabah. apabila manusia telah mewasiati jiwanya
dan menetapkan syarat kepadanya dengan apa yang telah disebutkan di
atas maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengawasi
(muraqabah) ketika melakukan berbagai amal perbuatan dan
memperhatikannya dengan mata yang tajam, karena jika dibiarkan pasti
63
akan melampaui batas dan rusak. Sebab manusia dalam segala ihwal
keadaannya, tidak terlepas dari gerak dan diam.62
Ketiga, muhasabah. seorang manusia sebagaimana punya
waktu di pagi hari untuk menetapkan syarat terhadap dirinya berupa
wasiat dalam menepati kebenaran, maka
demikian pula hendaknya ia punya waktu sejenak di sore hari untuk
menuntut dirinya dan menghisabnya atas segala semua gerak dan
diamnya, seperti halnya para pedagang di dunia berbuat terhadap para
mitra usahanya di setiap akhir tahun atau setiap bulan atau setiap
minggu atau setiap hari, karena antusias mereka terhadap dunia dan
kekhawatiran mereka tidak mendapatkannya. Seandainya hal itu terjadi
pada mereka niscaya tidak tersisa kecuali beberapa hari saja. Orang
yang berakal tidak menghisab dirinya menyangkut hal yang
menentukan kesengsaraan atau kebahagiaan selama-lamanya.63
Keempat, mu’aqabah. (menghitung diri atas segala
kekurangan). Setelah manusia menghisab dirinya tetapi ia tidak
terbebas sama sekali dari kemaksiatan dan melakukan kekurangan
berkaitan dengan hak Allah sehingga ia tidak pantas mengabaikannya;
jika ia mengabaikannya maka ia akan mudah terjatuh melakukan
62
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin, (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), h. 97-139 63
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin..,., h. 141-142
64
kemaksiatan, jiwanya menjadi senang kepada kemaksiatan, sehingga
harus diberi sanksi. Apabila ia memakan sesuap syubhat dengan nafsu
syahwat maka seharusnya perut dihukum dengan rasa lapar. Apabila ia
melihat orang yang bukan muhrimnya maka seharusnya mata dihukum
dengan larangan melihat. Demikian pula setiap anggota tubuhnya
dihukum dengan melarangnya dari syahwat.64
Sekiranya seseorang
berfikir mendalam niscaya menyadari bahwa kehidupan yang
sebenarnya adalah kehidupan akhirat, karena di dalamnya terdapat
kenikmatan abadi yang tiada ujungnya. Tetapi nafsu itulah yang
mengeruhkan kehidupan akhirat anda sehingga dia lebih pantas
mendapatkan sanksi (mu‟aqabah) ketimbang yang lainnya.
Kelima, mujahadah (bersungguh-sungguh). Apabila manusia
telah menghisab dirinya lalu terlihat telah melakukan maksiat, mereka
seharusnya menghukumnya dengan berbagai hukuman yang telah
disebut di atas, dan jika terlihat malas melakukan berbagai keutamaan
atau membaca wirid maka seharusnya diberi pelajaran dengan
memperberat wirid
dan mewajibkan beberapa tugas untuk menutupi dan menyusuli apa
yang tertinggal. Demikianlah para pekerja Allah bisa bekerja. Seperti
64
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin….,. h. 134
65
Umar bin Khattab menghukum dirinya ketika tertinggal shalat Ashar
berjama‟ah dengan menshadaqahkan tanah miliknya yang senilai
duaratus ribu dirham. Dan Ibnu Umar, apabila tertinggal shalat
berjama‟ah ia menghukum dirinya dengan menghidupkan malam
tersebut. Semua itu adalah murabatah (siap siaga) dan pemberian sanksi
terhadap jiwa yang akan membawa keselamatannya.65
Keenam, mu’atabah (mencela diri) musuh bebuyutan jiwa di
dalam diri manusia, diciptakan dengan karakter suka memerintah
keburukan, cenderung kepada kejahatan, dan lari dari kebaikan.
Diperintahkan agar mensucikan, meluruskan dan menuntunnya dengan
rantai paksaan untuk beribadah kepada Allah Tuhan dan Penciptanya,
dan mencegahnya dari berbagai syahwatnya dan menyapihnya dari
berbagai kelezatannya. Jika mengabaikan maka pasti akan merajalela
dan liar, sehingga tidak dapat mengendalikannya setelah itu. Jika
senantiasa mencela dan menegurnya kadang-kadang tunduk dan
menjadi nafsu lawwamah (yang amat menyesali dirinya) yang
dipergunakan Allah untuk bersumpah, dan berharap menjadi nafsu
muthma‟innah (yang tenang) yang mengajak untuk masuk ke dalam
rombongan hamba-hamba Allah yang ridha dan diridhai. Sehingga
65
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin..., h. 139
66
tidak lupa sekalipun sesaat untuk memperingatkan dan mencelanya,
dan janganlah sibuk menasehati orang lain jika tidak sibuk terlebih
dahulu menasehati diri sendiri. Demikian pula cara-cara ahli ibadah
dalam bermunajat kepada penolong mereka dan dalam mencela jiwa
mereka. Tujuan munajat mereka adalah mencari ridha-Nya dan maksud
celaan mereka adalah memperingatkan dan meminta perhatian. Siapa
yang mengabaikan mu‟atabah (celaan terhadap diri) dan munajat berarti
tidak menjaga jiwanya, dan bisa jadi tidak mendapatkan ridha Allah.66
Jadi bentuk muhasabah dalam praktek. Tidak bisa lepas dari
syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali.
Tanpa syarat itu, muhasabah tidak bisa dilaksanakan sebagai akuntansi
amal-amal perbuatan manusia, karena antara yang satu dengan lainnya
saling terkait. Bentuk Muhasabah yang tertinggi, dan yang jelas harus
dianggap sebagai yang paling mulia, bagi sufi Ni‟matullah adalah
Muhasabah Ketuhanan (illahiyyah). Ini ditujukan kepada Syaikh
Tarikat. Dalam sejenis cara dari cermin bagi puteri Raja.67
5. Keutamaan Muhasabah
Keutamaan muhasabah antara lain yaitu:
66
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin..., h. 180 67
Ian Richard, Dunia Spiritual Kaum…., h. 78
67
1) Kritik diri (Muhasabah) bisa menarik kasih dan pertolongan
Allah SWT.
2) Memampukan seseorang untuk memperdalam iman dan
penghambaannya, berhasil dalam menjalankan ajaran islam, dan
meraih kedekatan dengan Allah dan kebahagiaan abadi.
3) Muhasabah dapat mencegah seorang hamba jatuh ke jurang
keputusasaan dan kesombongan atau ujub dalam beribadah,
serta menjadikannya selamat di hari kemudian.
4) Muhasabah dapat membuka pintu menuju ketenangan dan
kedamaian spiritual, dan juga menyebabkan seseorang takut
kepada Allah dan siksaan-Nya. Muhasabah juga dapat
membangkitkan kedamaian dan ketakutan di dalam hati
manusia.68
C. Akhlak
Para tokoh Pendidikan Islam memandang bahwa pembinaan
akhlak adalah merupakan suatu hal yang sangat perlu di tekankan dalan
diri anak ataupun peserta didk. Seprti Omar Muhammad Attoumy Asy-
Syaebani, yang dikutif achmadi bahwa tujuan Pendidikan Islam itu
memiliki empat ciri pokok, dan beliau menempatkan sifat yang
68
Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia…., h. 30
68
bercorak agama dan akhlak bagian yang pertama.69
Begitu juga al-Attas
(1979:1) menghendaki tujuan Pendidikan Islam adalah terbentuknya
orang berkepribadian muslim. Al- Abrasyi (1974: 15) menghendaki
tujuan akhir dari Pendidikan Islam itu adalah manusia yang berahklak
mulia. Munir Mursyi (1977: 18) menyatakan bahwa tujuan akhir
pendidikan menurut Islam adalah manusia sempurna.70
Dari beberapa pendapat para tokoh Pendidikan Islam diatas
menunjukkan bahwa pembinaan akhlak itu adalah suatu tujuan
daripada Pendidikan Islam yang sebenarnya.
1. Pengertian Akhlak
Dalam bukunya Hasan Asari sebagaimana yang dikutipnya dari
Rohi Baalbaki, al-Mawrid, bahwa Akhlak berasal dari bahasa Arab
yaitu Khulqu, khuluq yang mempeunyai arti watak, tabiat, keberanian
atau agama.71
Menurut Ibnu Miskawaih sebagaimana yang dikutif
mansur mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran lebih dulu. Karakter yang merupakan suatu
69
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010),
h. 94 70
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), h. 46 71
Hasan Asari, Hadis-Hadis Pendidikan Sebuah Penelusuran Akar-Akar
Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2014), h. 255
69
keadaan jiwa itu menyebabkan jiwa bertindak tanpa berfikir atau
dipertimbangkan secara mendalam, dan keadaan ini ada dua jenis.
Pertama, alamiah bertolak dari watak, misalnya pada orang yang
mudah sekali marah hanya karena masalah terlalu kecil, atau yang takut
menghadapi insiden hanya perkara sepele. Orang tersekiap berdebar-
debar disebabkan suara amat lemah yang menerpa gendang telinga,
atau ketakutan lantaran mendengar suatu berita. Atau tertawa berlebih-
lebihan hanyan karena sesuatu yang amat sangat sangat telah
membuatnya kagum, atau sedih sekali hanya karena masalah tidak
terlalu memprihatinkan yang telah menimpanya. Kedua, tercipta
melalui kebiasaan dan latihan, pada mulanya keadaan ini terjadi karena
dipertimbangkan dan dipikirkan namun kemudian melalui praktik
terus-menerus akhirnya menjadi karakter yang tidak memerlukan
pertimbangan pemikiran lebih dahulu. Menurut al-Ghazali, akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran lebih dulu.72
Tidak diragukan lagi bahwa keutamaan-keutamaan moral,
perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang mendalam,
72
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005) hal. 221-222
70
dan perkembangan religius yang benar. Tidak aneh jika Islam sangat
memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek moral ini dan
mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga di dalam melahirkan anak
dan kebiasaan-kebiasaan yang tinggi.73
2. Pembinaan Akhlak
Siswa merupakan generasi yang merupakan sumber insani bagi
kelangsungan pembangunan nasional, untuk itu pula pembinaan akhlak
bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran
norma-norma agama dan masyarakat sangatlah penting. Namun dalam
membina akhlak para sisa banyak sekali faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya, diantaranya:
1) Lingkungan Keluarga
Pada dasarnya rumah keluarga muslim adalah benteng utama
tempat anak-anak dibesarkan melalui Pendidikan Islam. Yang
dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan
aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syariat
Islam.
Berdasarkan Alquran dan Sunnah, kita dapat mengatakan
bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah hal-hal
73 Abdu ‗I-Lah Nashih ‗Ulwan, Tarbiyatu „I-Aulad fi „I-Islam Juz I,
penerjemah Saifullah Kamalie, Lc dan Hery Noer Ali. Judul terjemahan Pedoman
Pendidikan Anak dalam Islam (Semarang: Asy-Syifa, Juz I, 1981), h. 177
71
berikut: Pertama, mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan
rumah tangga. Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenagan
psikologis. Ketiga, mewujudkan sunnah Rasulullah Saw. Keempat,
memenuhi cinta kasih anak. Naluri menyayangi anak merupakan
potensi yang diciptakan bersamaan dengan penciptaan manusia dan
binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan
kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup.
Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan
kasih sayang kepada anak-anaknya. Kelima, menjaga fitrah anak agar
anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.74
Keluarga merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan
berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang
berlaku di dalamnya. Keluarga merupakan persekutuan terkecil yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu)
mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak-
anaknya.
2) Lingkungan Sekolah
Perkembangan anak yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah.
Di sekolah ia berhadapan dengan guru-guru yang berganti-ganti. Kasih
74
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat (Jakarta: Gema Insani, 1995 ), h. 144
72
guru kepada murid tidak mendalam seperti kasih orang tua kepada
anaknya. Sebab guru dan murid tidak terkait oleh tali keluarga. Guru
bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-muridnya, ia harus
memberi contoh dan teladan bagi mereka, dalam segala mata pelajaran
ia berupaya menanamkan akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan di
luar sekolahpun ia harus bertindak sebagai seorang pendidik. Kalau
dirumah anak bebas dalam gerak-geriknya, ia boleh makan apabila
lapar, tidur apabila mengantuk dan boleh bermain, sebaliknya di
sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana ada aturan-
aturan tertentu. Sekolah dimulai pada waktu yang ditentukan, dan ia
harus duduk selama waktu itu pada waktu yang ditentukan pula. Ia
tidak boleh meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya.
Pendeknya ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan-
peraturan yang ditetapkan. Berganti-gantinya guru dengan kasih sayang
yang kurang mendalam, contoh dari suri tauladannya, suasana yang
tidak sebebas dirumah anak-anak, memberikan pengaruh terhadap
perkembangan akhlak mereka.
3) Lingkungan Masyarakat
Untuk mendapatkan pendidik yang sesuai yang diharapkan
kebanyakan orang tua, itu tidak terlepas dari tanggung jawab
73
masyarakat. Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-
anak menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang
merupakan metode pendidikan masyarakat utama. Cara yang terpenting
adalah:
Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan
pelarang kemungkaran. Kedua, dalam masyarakat Islam, seluruh anak-
anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga ketika
memanggil anak siapapun dia, mereka akan memanggil dengan hai
anak saudaraku dan sebaliknya, setiap anak-anak atau remaja akan
memanggil setiap orang tua dengan panggilan, hai Paman. Ketiga,
untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan dirinya berbuat
buruk, Islam membina mereka melalui salah satu cara membina dan
mendidik manusia. Keempat, masyarakatpun dapat dapat melakukan
pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan
hubungan kemasyarakatan. Kelima, pendidikan masyarakat dapat juga
dilakukan melalui kerjasama yang utuh, karna biar bagaimanapun
masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu. Keenam, pendidikan
74
kemasyarakatan bertumpu pada landasan efeksi masyarakat, khususnya
rasa saling mencintai.75
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan
sebab masyarakat juga mempengaruhi akhlak siswa atau anak.
Masyarakat yang berbudaya, memelihara dan menjaga norma-norma
dalam kehidupan dan menjalankan agama secara baik akan membantun
perkembangan akhlak siswa kepada arah yang baik, sebaliknya
masyarakat yang melanggar norma-norma agama akan mendorong
akhlak siswa kearah yang tidak baik.
3. Upaya Pembinaan Akhlak Siswa dalam Konteks Pendidikan di
Sekolah
Sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga memegang
peranan penting, terutama dalam pembinaan mental, pengetahuan dan
ketrampilan anak. Sasaran pembinaan ini adalah tumbuhnya remaja-
remaja yang dinamis, kritis dalam berpikir dan bertindak. Keadaan ini
akan memperkecil frekwensi terjadinya penyimpangan. Usaha-usaha
yang dapat dilakukan sekolah untuk mencegah kenakalan remaja antara
lain :
a. Mengintensifkan pelajaran Pendidikan Agama Islam.
75
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat (Jakarta: Gema Insani, 1995 ), h. 176-181
75
b. Penerapan metodologi belajar-mengajar yang efektif, menarik
minat dan perhatian anak, sehinga anak belajar lebih aktif.
c. Dalam pelaksanaan kurikulum hendaknya memperhatikan
keseimbangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
d. Peningkatan pengawasan dan disiplin terhadap tata tertib
sekolah.
e. Mengadakan identifikasi dan bimbingan mengenai bakat.76
f. Melatih atau membiasakan siswa untuk dapat bekerja sama,
berorganisasi dengan bimbingan guru melalui organisasi
sekolah, misalnya OSIS, Pramuka,dan lain-lain.
g. Mengadakan guru agama yang ahli dan berwibawa serta mampu
bergaul dengan guru lain, sehingga bisa ditiru oleh murid-
muridnya.77
Menurut Zubaedi upaya untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter perlu dilakukan dengan pendekatan holistis, yaitu
mengintegrasikan perkembangan karakter dalam setiap aspek
kehidupan sekolah. Pendekatan holistis dalam pendidikan karakter
memiliki indikasi sebagai berikut ;
76
Amirullah Syarbaini, Kiat-Kiat Islami Mendidik Akhlak Remaja, (Jakarta:
Kompas Gramedia, , 2012). h. 25. 77
Amirullah Syarbaini, Kiat-Kiat Islami…., h.35
76
1. Segala kegiatan di sekolah diatur berdasarkan sinergitas-
kolaborasi hubungan antara siswa,guru,dan masyarakat.
2. Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di
mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru,
dan sekolah.
3. Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran
akademik.
4. Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang
lebih utama dibandingkan persaingan.
5. Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi
bagian pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar
kelas.
6. Siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktikkan
prilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti
pembelajaran memberikan pelayanan.
7. Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam
memecahkan masalah dibandingkan hadiah dan hukuman.
8. Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus
ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan
77
siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan
memecahkan masalah.78
Sementara itu, sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter bisa melalui empat langkah :
1. Mengumpulkan guru, orang tua dan siswa bersama-sama
mengidentifikasikan unsur-unsur karakter yang mereka ingin
tekankan.
2. Memberikan pelatihan bagi guru tentang bagaimana
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan dan
budaya sekolah.
3. Menjalin kerja sama dengan orang tua dan masyarakat agar
siswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting
untukkeberhasilan di sekolah dan di kehidupannya.
4. Memberikan kesempatan kepada kepala sekolah, guru, orang
tua dan masyarakat untuk menjadi model prilaku sosial dan
moral.79
Zubaedi juga berpendapat bahwa proses penanaman nilai-nilai
budi pekerti yang kiranya dapat di pahami bahwa efektivitas proses
penanaman nilai-nilai budi pekerti sangat dipengaruhi oleh ketepatan
78
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2011) h. 195 79
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter…., h. 196
78
pendekatan yang dipilih guru dalam mengajarkan materi tersebut. Ada
delapan pendekatan yaitu : evocation, inculcation, moral reasoning,
value clarification, value analysis, moral awaress,commitment
approach, dan union approach.80
Juga dalam buku yang berjudul
membumikan pendidikan nilai dikatakan bahwa berbagai metode
pengajaran yang digunakan pendekatan pengajaran pendidikan nilai,
yang implementasinya sebagai berikut :
a. metode yang digunakan dalam pendekatan perkembangan moral
kognitif
b. metode pengajaran yang digunakan pendekatan analisis nilai
c. metode pengajaran yang digunakan dalam pendekatan
klarifikasi nilai.81
Sebagaimana dikatakan oleh Professor. Dr. Amril. D, bahwa
yang paling penting dalam pembentukan moral atau akhlak siswa
adalah dengan penanaman nilai melalui Klarifikasi Nilai. Menurut
beliau paling tidak ada tiga unsur sebagai tahapan pembelajaran yang
perlu diperhatikan dalam Implementasi klarifikasi nilai yaitu :
80
Zubaedi, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar,2011)
h.15, cet. III. 81
Dudung Rahmat Hidayat, Membumikan Pendidikan Nilai (Bandung:
Alfabetta, 2009), h. 76-78 cet. II.
79
1. Stimulus kondisi atau kondisi factual yang dilematis
2. Prilaku pembelajaran anak didik
3. Kriteria keberhasilan prilaku moral.82
Untuk lebih jelasnya lihat skema pembelajaran klarifikasi nilai
pada tabel di bawah :
Kondisi-Stimulus Perilaku Siswa Kriteria Sukses
Deskripsi faktual:
normatif maupun
empirik,
Problema/dilema
moral untuk
dipecahkan
Kemampuan prilaku
Cognitive process:
Mengidentifikasi,
Mendefinisikan,
Memecahkan,
Mengevaluasi dan
memprediksi.
Behaviour/life style:
Menunjukkan,
Menjelaskan,
Menganalisis,
Berargumentasi,
Menilai dan
menyimpulkan
Perilaku konkrit
Cognitive process &
behaviour / life
style:
Ekspresi muka,
Pilihan-pilihan nilai
ke depan dan self
aktualitation
82
Amril, Etika dan Pendidikan, , (Jogjakarta: LSFK2P, 200), h. 144
80
Ditegaskan lagi oleh Amril dalam klarifikasi nilai sebagai
sebuah pendekatan pendidikan nilai dengan karakteristiknya penekanan
pada ketrampilan proses pencarian dan pengeksplorasian,
penganalisaan dan pemilahan dari perbagai pilihan konsekuensi nilai
yang mungkin, kemudian melakukan penetapan atau membuat
keputusan moral dari hasil pilihan nilai-nilai sebelumnya, yang
dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab, selanjutnya
menunjukkan kesediaan secara sadar dan berprilaki dengan pilihan dari
nilai moral dan etika yang telah ditetapkan secara sadar, tanpa ada
paksaan dari luar.
Terkait dengan hal diatas Amril dalam Pendidikan Nilai bahwa
dengan model Klarifikasi Nilai membantu siswa atau individu atau
masyarakat untuk menjadi sadar terhaadap nilai yang diyakininya. Ide
dasar model ini adalah agar orang dapat mencapai sebuah kesimpulan
tentang nilai mereka melalui sebuah proses evaluasi yang bersifat
mendidik. Model analisis nilai terkait dengan pengumpulan dan
memperkuat fakta-fakta untuk keputusan nilai. Model konsiderasi nilai
didesain untuk mereduksi atau mengurangi kecurigaan, kekhawatiran,
Stimulus Kognitif Proses Perilaku nyata Produk /
Evaluasi
81
sikap menyerang dengan menyiapkan perangkat nilai yang signifikan
disekitar kehidupannya.83
Juga dikatakan oleh Amril dalam Al-Fikra (Jurnal Ilmiah
KeIslaman, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2006), beliau mengatakan
bahwa khusus bagi pendidikan agama di sekolah, penerapan melalui
klarifikasi nilai dengan pendasaran pada etika Islam, menjadikan
strategi pembelajaran penumbuhkembangan nilai-nilai moral, niscaya
akan sangat memungkinkan lahirnya perilaku-perilaku moral yang
berakar dari kesadaran anak didik itu sendiri serta memiliki kecerdasan
pula dalam menganalisa segala problematika dan dilemmatika nilai-
nilai moral yang sangat mungkin dihadapi anak dalam kesehariannya.
Dengan ungkapan lain bahwa melalui penerapan klarifikasi nilai plus
konsep etika Islam yang sejak dari awalnya sangat mengupayakan
keterarahan dan pendasaran pada ahkam al-syari‟a menjadikan
penumbuhkembangan nilai-nilai moral dalam diri anak didik bukan
dalam bentuk pengetahuan moral dalam bentuk verbalistik dan
mekanistik sebagaimana teramati selama ini, tetapi merupakan perilaku
moral yang ikhlas, jujur dan cerdas serta menjadikan anak didik cerdas
83
Amril, Pendidikan Nilai. Hlm. 27
82
dalam mengatasi problematika moral dihadapannya untuk segera
dipecahkannya.”84
Menurut Masnur Muslich, upaya dalam pendidikan karakter
atau pendidikan akhlak di sekolah, semua komponen-komponen (stake
holders) harus dilibatkan, yaitu :
1. Isi kurikulum
2. Proses pembelajaran dan penilaian
3. Kualitas hubungan
4. Penanganan atau pengelolaan mata pelajaran
5. Pengelolaan sekolah
6. Pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurkuler.85
7. Pemberdayaan sarana dan prasarana
8. Pembiayaan dan
9. Ethos kerja seluruh warga dan lingkunagn sekolah.86
Juga sebagai upaya Kementrian Pendidikan Nasional yang
dikutip oleh Masnur Muslich, sebenarnya telah mengembangkan Grand
Design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang dan jenis satuan
pendidikan. Ini menjadi Rujukan Konseptual dan Operasional dalam
84
Amril. M, Al-Fikra (Jurnal Ilmiah KeIslaman), vol. 5, no 1. 2006 85
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter( Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional ), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011). h. 84. 86
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter ..., h. 85.
83
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan, yang dikelompokkan dalam :
1. Olah hati (Spritual and Emotional Development)
2. Olah pikir (Intellectual Development)
3. Olah raga dan kinestetik (Phisical and Kinestetic
Development)
4. Oleh rasa dan karsa (Affective and Creativity
Development).87
Jadi pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan
manajemen atau pengelolaan sekolah, yaitu bagaimana :
1. Nilai- nilai yang perlu di tanamkan
2. Muatan kurikulum
3. Pembelajaran
4. Penilaian
5. Pendidik dan tenaga kependidikan
6. Dan komponen terkait lainnya.
Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu
media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Sebagaimana
rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat
87
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter ..., h. 87.
84
sebagai kekuatan akhlak yang akan menjadikan pelakunya taat. Ketika
mendirikan shalat terdapat tindakan penegakan yang sesungguhnya,
dengan melakukan penolakan secara eksternal, menjaga diri untuk
mewujudkan nilai-nilainya, melakukan kebaikan, menjauhi keburukan
dan kemungkaran.88
Shalat menanamkan rasa dalam hati selalu diawasi
oleh Allah SWT dan menaati batas-batas yang ditetapkan Allah SWT
dalam segala urusan hidup. Seperti halnya,ia menanamkan semangat
untuk menjaga waktu, mengesampingkan godaan bersikap malas dan
mengikuti hawa nafsu, dan aspek-aspek buruk lainnya.
Jadi upaya pembinaan akhlak dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Adanya pengintegrasian antara Iman dan Islam (Pembinaan
akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan
rukun Iman)
2. Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung
secara kontinyu
3. Secara lahiriyah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan
yang lama-kelamaan tidak lagi terasa dipaksa
4. Yang paling ampuh melalui keteladanan
88
Abdullah Al-Ghamidi, Cara Mengajar (anak/murid ala Lukman al-
Hakim), ( Jakarta: Sabil, 2011), h.192
85
5. Dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai yang
banyak kekurangnnya dari pada kelebihannya
6. Secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan
faktor kejiwaan sasaran yang akan di bina.89
Sedangkan menurut Ibnu Maskawaih seorang tokoh filsafat
akhlak yang dikutip oleh Werkanis, ada lima metode dalam
memperbaiki akhlak yaitu:
1. Mencari teman yang baik. Teman adalah cermin dari
seseorang. Buruk tidaknya seseorang dapat dilihat dari
pergaulan dengan teman-temannya, karena teman sangat
mempengaruhi kehidupannya.
2. Olah pikir. Kegiatan ini dimaksudkan agar pikiran manusia
dapat dijaga dan dikembangkan dalam pola pikir yang psitif.
3. Menjaga kesucian kehormatan diri dengan tidak mengikuti
dorongan nafsu.
4. Menjaga konsistensi antara rencana baik dan implementasinya.
5. Meningkatkan kualitas diri dengan mempelajari kelemahan-
kelemahan diri.90
89
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 64-66 90
Werkanis. AS, Peranan Kebudayaan dalam membangun karakter Bangsa
dalam proses Pendidikan, (Solo: Inti Prima Aksara, 2010), h. 29
86
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
yang bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana keadaan sebenarnya
yang terjadi di lapangan. Sesuai maknanya menurut Denzin dan Licoln
seperti yang dikutip oleh Juliansyah Noor bahwa kata kualitatif
menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara
ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau
frekuensinya. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki atau
suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini
peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial,
hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.91
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada
kualitas atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa hal terpenting dari barang atau jasa yang
berupa kejadian/fenomena/gejala sosial adalah makna di balik kejadian
91
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian; Skripsi, Tesis, Disertasi, dan
Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 34
87
tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu
pengembangan konsep teori. Jangan sampai sesuatu yang berharga
tersebut berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan manfaat. Penelitian
kualitatif dapat didesain untuk memberikan sumbangannya terhadap
teori praktis, kebijakan, masalah-masalah sosial dan tindakan.92
Secara alternatif, pendekatan kualitatif merupakan salah satu
pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan
berdasarkan pandangan konstruktivis (seperti makna jamak dari
pengalaman individual, makna yang secara sosial dan historis dibangun
dengan maksud mengembangkan suatu teori atau pola) atau pandangan
advokasi/partisipatori (seperti orientsi politik, isu, kolaboratif, atau
orientasi perubahan) atau keduanya. Pendekatan ini juga menggunakan
strategi penelitian seperti naratif, fenomenologis, etnografis, studi
gronded theory, atau studi kasus. Peneliti mengumpulkan data penting
secara terbuka terutama dimaksudkan untuk mengembangkan tema-
tema dari data.93
Adapun pendekatan kualitatif yang digunakan dalam
menguraikan hasil penelitian ini ialah pendekatan deskriptif. Penelitian
92
Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 22 93
Emzir, Metodologi Penelitian pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 28.
88
kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan
suatu, gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa penelitian deskriptif lebih memusatkan
perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian
berlangsung. Melalui penelitian deskriptif peneliti berusaha
mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian
tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.
Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin
mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan
yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula
suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam,
karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata
cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.94
Penelitian deskriptif sesuai karakteristiknya memiliki langkah-
langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah itu sebagai
berikut: diawali dengan adanya masalah, menentukan jenis informasi
yang diperlukan, menentukan prosedur pengumpulan data melalui
observasi atau pengamatan, pengolahan informasi atau data, dan
menarik kesimpulan penelitian. Creswell menyatakan seperti yang
94
Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 23
89
dikutip oleh Juliansyah Noor bahwa penelitian kualitatif sebagai suatu
gambaran kompleks, meneliti kata-kata laporan terinci dari pandangan
responden dan melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian
kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna
(perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai fakta di lapangan. Selain itu, landasan teori juga bermanfaat
untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Peneliti bertolak dari data,
memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas dan berakhir
dengan suatu teori.95
Suatu penelitian kualitatif dirancang agar hasil penelitiannya
memiliki kontribusi terhadap teori atau sebagai bahan penyusun teori
baru. Sebagai contoh banyak orang belum mengetahui bagaimana
konsep visionary leadership di sekolah, lalu seorang peneliti
mengeksplorasi sebuah sekolah yang dianggap orang dan diakui
pemerintah sebagai sekolah yang memiliki kepemimpinan yang kuat
dan berorientasi masa depan. Diperolehlah beberapa pengetahuan baru
95
Juliansyah Noor, Metodologi…, h. 34
90
tentang konsep visionary leadership hasil praktik terbaik di lapangan
yang akan diangkat menjadi suatu teori baru kepemimpinan.96
Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian
yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan
kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik
pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi
yang alamiah.97
Langkah kerja untuk mendeskripsikan suatu objek, fenomena,
atau setting social terjawantah dalam suatu tulisan yang bersifat naratif.
Maksudnya, data dan fakta yang dihimpun berbentuk kata atau gambar
daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berarti
menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana suatu kejadian terjadi.
Dalam menuangkan suatu tulisan, laporan penelitian kualitatif berisi
kutipan-kutipan dari data/fakta yang diungkap di lapangan untuk
memberikan ilustrasi yang utuh dan untuk memberikan dukungan
terhadap apa yang disajikan.98
96
Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 24 97
Ibid., h. 25. 98
Ibid., h. 28
91
Moleong99
dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif
menjelaskan bahwa setidaknya ada sebelas karakteristik dari penelitian
kualitatif, yaitu sebagai berikut:
1. Latar alamiah atau konteks dari suatu keutuhan, karena ontologi
alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai
keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari
konteksnya.
2. Manusia sebagai alat (instrumen), karena jika memanfaatkan alat
yang bukan manusia dan mempersiapkan diriya terlebih dahulu
sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka
sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap
kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.
3. Metode kualitatif, yaitu menggunakan pengamatan, wawancara,
dan penelaahan dokumen. Karena, menyesuaikan metode
kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
jamak, menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan responden, dan lebih peka atau lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
99
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 8-11.
92
4. Analisis data secara induktif. Karena proses induktif lebih dapat
menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai yang terdapat
dalam data; lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden
menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel; lebih dapat
menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-
keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan pada suatu latar
lainnya; lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan; dapat memperhitungkan
nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.
5. Teori dari dasar (geounded theory), yaitu lebih menghendaki arah
bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data.
6. Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,
dan bukan angka-angka. Jadi, laporan penelitian berisi kutipan-
kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan. Data
tersebut bisa berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan
dokumen resmi lainnya. Pertanyaan mengapa, alasan apa dan
bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh
peniliti. Dengan demikian peneliti tidak akan memandang
bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya.
93
7. Lebih mementingkan proses daripada hasil. Karena hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila
diamati dalam proses.
8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus. Menghendaki
ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang
timbul sebagai masalah dalam penelitian.
9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data. Yaitu
meredefenisikan validitas, realibilitas, dan objektivitas dalam
versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam
penelitian klasik.
10. Desain yang bersifat sementara. Penelitian kualitatif menyusun
desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan
di lapangan. Jadi tidak menggunakan desain yang telah disusun
secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi.
11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Pengertian dan interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan
disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.
94
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1
Kabupaten Serang Yang berlokasi di Jl. Ciptayasa, Kecamatan Ciruas,
Kabupaten Serang, Propinsi Banten.
b. Waktu
Sedangkan waktu penelitian berlangsung dari bulan Oktober
sampai akhir bulan November 2018 dengan terlebih dahulu diawali
studi pendahuluan dua bulan sebelumya.
C. Sumber data
Secara umum data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Lofland dan
Lofland seperti yang dikutip oleh Moleong100
menyatakan bahwa
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lainnya.
Data primer yakni data yang secara langsung diambil dari
penelitian oleh peneliti secara individual maupun organisasi. Seperti:
memberikan angket langsung kepada guru-guru Pendidikan Agama
100
Moleong, Metodologi…, h. 157
95
Islam yang dijadikan responden penelitian. Sedangkan data sekunder
yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari objek penelitian,
peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh
pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial
maupun non komersial, seperti: data jumlah guru, tingkat pendidikan
guru atau data lainnya yang didapat dari sekolah.
Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud sumber data primer
ialah guru mata pelajaran rumpun PAI di MTs Negeri 1 Kabupaten
Serang. Adapun sumber data sekunder lainnya berupa dokumen
sekolah, pengambilan foto, pihak sekolah lainnya seperti kepala
sekolah, pegawai kantor, maupun guru mata pelajaran lainnya.
D. Instrumen Pengumpul Data
Sesuai dengan jenis dan pendekatan penelitian yaitu kualitatif
maka teknik pengumpulan data juga disesuaikan dengan karakteristik
penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar
dan bukan angka-angka. Semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Moleong menjelaskan
bahwa laporan penelitian kualitatif berisi kutipan-kutipan data yang
berguna untuk memberi gambaran penyajian laporan penelitian. Data
yang diperoleh tersebut dapat diperoleh dari naskah wawancara, catatan
96
lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan
dokumen resmi lainnya.101
Berdasarkan penjelasan di atas maka teknik mengumpulkan data dalam
penelitian ini berupa:
1. Observasi (Pengamatan)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diketahui bahwa
observasi adalah peninjauan secara cermat, mengawasi dengan teliti,
mengamati. Sedangkan pendapat para ahli yaitu Satori dan Komariah
menjelaskan bahwa observasi ialah pengamatan langsung terhadap
objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks, dan
maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian.102
Guba dan Lincoln menjelaskan seperti yang dikutip oleh
Moleong103
bahwa terdapat beberapa landasan pentingnya pengamatan
dalam penelitian kualitatif:
a) Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara
langsung. Pengalaman secara langsung dengan mengamati
peristiwa yang sedang terjadi memungkinkan memperoleh data
yang sebenarnya dan memiliki keyakinan tentang keabsahan
data tersebut.
101 Moleong, Metodologi…, h. 11.
102 Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 105
103 92Moleong, Metodologi…, h. 174-175
97
b) Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan
mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian
sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
c) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam
situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional
maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
d) Sering terjadi ada keraguan pada peneliti tentang data yang
diperoleh, jangan-jangan ada yang keliru atau bias.
Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat
peristiwa atau hasil wawancara, adanya jarak antara peneliti dan
yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang
emosional pada suatu saat. Jalan terbaik untuk mengecek
kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan
pengamatan.
e) Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi
jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku
sekaligus.
98
f) Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya
tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang
sangat bermanfaat.
Dapat disimpulkan bahwa pengamatan mengoptimalkan
kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku
tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan
pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek
penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi
pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan
dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu. Pengamatan
memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati
oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber
data. Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang
diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek.104
Pengamatan dapat terdiri dari bermacam-macam seperti yang
dijelaskan oleh Moleong105
mengutip Buford Junker dalam Patton,
yaitu observasi berperanserta secara lengkap, pemeranserta sebagai
pengamat, pengamat sebagai pemeranserta, dan pengamat penuh.
104
Moleong, Metodologi…, h. 175. 105
Ibid., h. 176
99
Adapun yang digunakan dalam penelitian ini ialah pengamatan tidak
berperanserta (observation non participant).
Observasi non partisipatif dapat diartikan sebagai observasi
yang dilakukan dimana si peneliti mengamati perilaku dari jauh tanpa
ada interaksi dengan subjek yang sedang diteliti.106
Ini berarti bahwa
dalam pengamatan di lapangan peneliti hanya mengamati segala
kegiatan pendidikan yang terjadi di sekolah tanpa terlibat sedikitpun,
baik secara fisik maupun emosi. Adapun kegiatan yang diamati ialah
berupa proses belajar mengajar yang berkenaan dengan pendidikan
akhlak pada mata pelajaran PAI, kegiatan siswa di luar kelas yang
berhubungan dengan pembinaan akhlak, dan lain sebagainya.
2. Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai percakapan dengan tujuan
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu. Pada umumnya wawancara dilakukan untuk
mengetahui informasi secara langsung kepada narasumber. Seperti
yang dijelaskan oleh Moleong107
, mengutip keterangan Lincoln dan
106
Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 119. 107
Moleong, Metodologi…, h. 186.
100
Guba bahwa maksud mengadakan wawancara di antaranya adalah
untuk: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain, juga untuk memverifikasi
atau mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi
dari sumber secara langsung tentang bagaimana implementasi metode
Alhikmah dan evaluasi muhasabah dalam pembinaan akhlak siswa
yang telah dilaksanakan sejauh ini di sekolah khususnya pada mata
pelajaran rumpun PAI. Adapun pihak yang diwawancarai adalah
seluruh pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan yang
memungkinkan untuk dimintai keterangan, seperti kepala sekolah,
guru-guru khususnya guru mata pelajaran rumpun PAI, pegawai, siswa,
dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa macam teknik yang dapat dilakukan dalam
melaksanakan wawancara yang dikemukakan para ahli. Namun dalam
penelitian ini tidak semua teknik itu digunakan dikarenakan beberapa
alasan dan penyesuaian dengan jenis penelitian. Adapun teknik
wawancara yang digunakan ialah wawancara terstruktur dan bersifat
terbuka.
101
Wawancara terstruktur seperti yang dijelaskan oleh Moleong108
berarti wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah
dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa tujuan dari wawancara terstruktur ini ialah untuk mencari
jawaban atas hipotesis kerja oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan
haruslah disusun
dengan rapi dan ketat. Rapi dan ketat menurut penulis bermaksud
bahwa semua daftar pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu dan
tidak keluar dari permasalahan yang akan diteliti, dalam hal ini ialah
masalah pendidikan akhlak. Meskipun pada saat wawancara
berlangsung bisa jadi daftar pertanyaan tersebut bertambah satu atau
dua pertanyaan namun harus tetap dalam permasalahan penelitian.
Dijelaskan pula bahwa keuntungan dari wawancara terstruktur ini ialah
jarang mengadakan pendalaman pertanyaan yang dapat mengarahkan
informan agar sampai berdusta.
Format wawancara yang digunakan bisa bermacam-macam
bentuknya. Format tersebut dinamakan protokol wawancara, yang
digunakan sebagai panduan untuk memudahkan ketika wawancara
dilakukan. Protokol wawancara dapat juga bersifat terbuka. Pertanyaan-
108
Moleong, Metodologi…, h. 190
102
pertanyaan dipersiapkan terlebih dahulu berdasarkan masalah dalam
rancangan penelitian.109
Adapun wawancara yang bersifat terbuka seperti yang
dijelaskan oleh Moleong110
ialah informan yang diwawancarai
mengetahui dan menyadari bahwa ia sedang diwawancarai serta
mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara tersebut. Ini bertujuan
agar pada saat wawancara jawaban dari informan tidak lari dari
permasalahan yang sedang diteliti yaitu pelaksanaan pendidikan
akhlak. Perlu pula dijelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan dari
wawancara yang akan dilakukan agar jawaban dari informan dapat
memenuhi rumusan masalah yang telah dirumuskan dalam bab I
terdahulu.
3. Dokumen
Defenisi dokumen seperti yang dinyatakan oleh Moleong111
,
mengutip pernyataan Guba dan Lincoln, yaitu setiap bahan tertulis
ataupun film yang digunakan sebagai pengumpul data yang
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk memprediksi.
Dokumen terbagi atas dua jenis yaitu dokumen pribadi dan resmi.
109
Ibid., h. 190 110
Ibid., h. 189 111
Moleong, Metodologi…, h. 216
103
Adapun alasan pentingnya penggunaan dokumen dalam
penelitian kualitatif ialah:
a) Merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.
b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
c) Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena
sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan
berada dalam konteks.
d) Bersifat tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan
teknik kajian isi.
e) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih
memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang
diselidiki.112
Dokumen dalam penelitian kualitatif dibedakan menjadi
dokumen pribadi dan dokumen resmi. Berikut penjelasannya:
a) Dokumen pribadi yaitu catatan atau karangan seseorang secara
tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya.
Maksud menggunakan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh
kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di
112
Ibid., h. 217.
104
sekitar subjek penelitian. Dokumen pribadi bisa berupa buku
harian, surat pribadi ataupun otobiografi.
b) Dokumen resmi terbagi atas dokumen internal yaitu berupa memo,
pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu
yang digunakan dalam kalangan sendiri, juga termasuk risalah atau
laporan rapat, keputusan pemimpin kantor dan semacamnya; dan
dokumen eksternal yaitu berisi bahan-bahan informasi yang
dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin,
pernyataan, dan berita yang disiarkan kepada media massa.113
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dokumen resmi ialah
dokumen yang berasal dari suatu lembaga tertentu yang berisi
informasi seputar lembaga tersebut.
4. Catatan Lapangan
Catatan lapangan, menurut Bogdan dan Biklen seperti yang
dikutip oleh Moleong114
yaitu catatan tertulis tentang apa yang
didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan
data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Lebih lanjut
Moleong menjelaskan bahwa catatan lapangan berfungsi sebagai
penemuan pengetahuan atau teori harus didukung oleh data kongkret
113
Moleong, Metodologi…, h. 219 114
Ibid., h. 209
105
dan bukan ditopang oleh yang berasal dari ingatan. Pengajuan hipotesis
kerja, hal-hal yang menunjang hipotesis kerja, penentuan derajat
kepercayaan dalam rangka keabsahan data, semuanya harus didasarkan
atas data yang terdapat dalam catatan lapangan. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa dalam penelitian kualitatif “jantungnya” adalah
catatan lapangan.
Catatan lapangan biasanya berisi gambaran diri subjek,
rekonstruksi dialog, catatan tentang peristiwa khusus, dan perilaku
pengamat. Adapun proses penulisan catatan lapangan dapat dirumuskan
sebagai berikut seperti yang dijelaskan oleh Moleong115
, mengutip
pendapat Bogdan dan Biklen:
a) Catatan lapangan agar langsung dikerjakan, jangan menunda waktu
sedikitpun. Makin ditunda, makin kecil daya peneliti untuk
mengingat sehingga makin sukar mencatat sesuatu secara baik dan
tepat.
b) Jangan berbicara kepada siapapun sebelum peneliti menyusun
catatan lapangan. Membicarakannya dengan orang lain akan
mencapuraduk- kan fakta yang diperoleh dengan sesuatu
pembicaraan.
115
Moleong, Metodologi…, h. 215-216.
106
c) Carilah tempat sepi yang memadai yang tidak terjangkau gangguan,
dan siapkan dengan secukupnya alat-alat yang diperlukan.
d) Jika peneliti pertama kali berada di lapangan dan hendak
mengerjakan penelitian semacam ini, sediakanlah waktu
secukupnya untuk keperluan pembuatan catatan lapangan tersebut.
Bagi peneliti pemula, waktu untuk mengerjakan catatan lapangan
hendaknya disediakan sebanyak tiga kali lipat dari yang biasa, dan
lama kelamaan waktunya akan semakin singkat.
e) Mulailah dengan membuat kerangka, kemudian kerangka itu
diperluas dengan coretan seperlunya, tetapi kesemuanya harus
diurutkan secara kronologis. Setelah gambaran menjadi lengkap,
barulah duduk mengetik. Seperti sudah dikemukakan, gunakanlah
kata-kata yang konkret, jangan yang abstrak.
f) Selain secara kronologis, dapat pula disusun berdasarkan judul-
judul. Pilihan yang baik di antara keduanya terserah kepada
peneliti.
g) Biarkan percakapan dan peristiwa yang dialami mengalir dari diri
peneliti ke jari-jemari dan seterusnya ke kertas di atas mesin ketik
atau komputer. Usahakan agar percakapan dinyatakan dalam bentuk
percakapan, atau kalimat langsung.
107
h) Jika bagian tertentu telah selesai dan ternyata kemudian peneliti lupa
akan sesuatu, jangan ragu untuk menambahkannya. Jika selesai satu
catatan lapangan dan masih ada yang terlupakan, segeralah
memasukkan, tetapi cukup pada bagian belakangnya saja.
i) Pekerjaan menyusun catatan lapangan merupakan pekerjaan
memakan waktu dan tenaga, malahan suatu saat mungkin akan
menimbulkan kebosanan. Sadarilah hal itu dan usahakan mencari
jalan dan cara untuk mengatasinya, misalnya dengan mengganti
suasana untuk sementara waktu.
Selain mengutip penjelasan Bogdan dan Biklen di atas, Moleong116
juga menambahkan langkah-langkah penulisan catatan lapangan
sebagai berikut:
a) Pencatatan awal, dilakukan ketika berada di latar penelitian
dengan cara menuliskan hanya kata-kata kunci.
b) Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat
tinggal. Dilakukan dalam suasana yang tenang, tidak ada
gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.
116
Moleong, Metodologi…, h. 216
108
c) Langkah ketiga yaitu apabila ketika melakukan penelitian,
kemudian teringat bahwa maih ada yang belum dicatat dan
dimasukkan dalam catatan lapangan, lalu segera dimasukkan.
Tidak jauh berbeda, Neuman dan Wiegand seperti yang dikutip oleh
Masganti Sitorus, menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan
berkaitan dengan penggunaan catatan lapangan dalam penelitian
kualitatif:
a) Buat catatan sesegera mungkin dan jangan berbicara dengan
orang lain sebelum membuat catatan.
b) Hitung berapa kali kata kunci atau fase digunakan oleh anggota
masyarakat dalam percakapan kelompok.
c) Buat rekaman peristiwa yang lengkap dan berapa lama
peristiwa itu terjadi.
d) Jangan khawatir bahwa sesuatu terlalu penting, rekam bahkan
hal-hal yang paling kecil.
e) Menggambar peta atau diagram lokasi termasuk gerakanmu dan
orang lain.
f) Tulis dengan cepat dan khawatir terhadap ucapan.
g) Menghindari pembenaran atau penarikan kesimpulan. Jangan
menyatakan kotor untuk menggambarkan kondisi tertentu.
109
h) Meletakkan pikiran dan perasaan pada tempat yang terpisah.
i) Selalu membuat salinan catatan dan menyimpannya pada
tempat yang berbeda.
5. Foto
Pada masa sekarang ini foto banyak digunakan sebagai bahan
untuk laporan penelitian. Adapun dalam penelitian ini, foto digunakan
sebagai bahan penguat data yang telah dijelaskan melalui deskripsi.
Masganti Sitorus menjelaskan bahwa foto menghasilkan data
deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah
segi-segi kualitatif secara induktif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa jenis
foto yang dihasilkan dari penelitian kualitatif dapat berupa foto yang
dihasilkan orang misalnya yang diperoleh lewat album pribadi atau
album keluarga, dan foto yang dihasilkan peneliti sendiri yang biasanya
diperoleh pada saat penelitian.117
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
117
Sitorus, Metodologi…, h. 179
110
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis data dimulai dengan menelaah data yang telah tersedia
dari berbagai sumber, seperti wawancara, observasi maupun dokumen.
Analisis dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.
Analisis juga dilakukan secara terus menerus sampai data yang
ditemukan jenuh agar hasil yang diperoleh bersifat sahih/sah.118
Masganti Sitorus menjelaskan mengutip pernyataan Moleong, mengapa
analisis data penelitian kualitatif dilakukan selama pengumpulan data,
berikut penjelasannya:
Analisis pengumpulan data selama di lapangan memberi
kesempatan kepada peneliti lapangan untuk pulang balik antara
memikirkan tentang data yang seringkali kualitasnya lebih baik; hal itu
dapat menjadi koreksi yang sehat bagi hal yang terselubung yang tidak
terlihat sebelumnya dan membuat analisis sebagai usaha yang terus
berjalan dan hidup, yang berkaitan dengan pengaruh kuat dari lapangan
penelitian.119
Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu berangkat dari data-
data yang bersifat khusus, kemudian disimpulkan dalam bentuk umum.
Satori dan komariah menjelaskan bahwa peneliti kualitatif tidak mencari
data/fakta untuk kepentingan pembuktian atau penolakan terhadap
teori/konsep yang seperti tertuang dalam statemen hipotesis penelitian.
118
Sitorus, Metodologi..., h. 202 119
Ibid., h. 2012
111
Peneliti kualitatif menemukan fakta-fakta yang banyak dan beragam.
Fakta-fakta tersebut dalam konteksnya ditelaah peneliti dan menghasilkan
suatu kesimpulan yang berati. Seperti yang dijelaskan oleh Bogdan dan
Biklen sebagaimana dikutip oleh Satori dan Komariah bahwa cara kerja
induktif tidak seperti menyusun mozaik yang bentuk akhirnya sudah
diketahui, tetapi menemukan bentuk utuh dan bermakna hasil dari gambar-
gambar yang ditemukan pada saat mengumpulkan data. Peneliti
menemukan data/fakta-fakta secara khusus atau bagian-bagian yang
setelah dianalisis dan disintesiskan menghasilkan suatu kesimpulan.120
Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dibandingkan
dengan hasil akhir: oleh karena itu urutan-urutan kegiatan dapat
berubah-ubah tergantung dari kondisi dan banyaknya gejala-gejala
yang ditemukan.121
Tahapan analisis data kualitatif dijelaskan sebagai berikut:
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu
diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
120
Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 29 121
Ibid., h.39
112
3. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu
mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan
hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini dapat direncanakan
sebagai berikut:
1. Menentukan masalah
2. Menyusun kerangka pemikiran
3. Pengumpulan data
4. Penyajian data
5. Menganalisis berdasarkan hipotesis kerja
6. Reduksi data
7. Membuat kesimpulan-kesimpulan
Dijelaskan oleh Satori dan Komariah122
bahwa kesimpulan
dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih belum jelas atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.
122
Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 220
113
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, analisis data
kualitatif seperti yang dijelaskan oleh Masganti Sitorus mempunyai
empat macam model analisis. Berikut penjelasannya:
1. Metode perbandingan tetap, yaitu dilakukan dengan
membandingkan data secara tetap satu datum yang lain dan
antara kategori dengan kategori lainnya. Model ini disebut juga
gronded research. Secara umum mencakup reduksi data,
kategorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan penyusunan
hipotesis kerja.
2. Analisis data secara induktif, yaitu memungkinkan temuan-
temuan penelitian muncul dari „keadaan umum‟, tema-tema
dominan dan signifikan yang ada dalam data tanpa
mengabaikan hal-hal yang muncul oleh struktur
metodologisnya. Dapat dimulai dari pembacaan yang teliti
terhadap teks, mengidentifikasi segmen-segmen teks,
menciptakan label untuk kategori baru ke dalam segmen teks.
Segmen tambahan dimasukkan ke dalam kategori yang relevan.
Selanjutnya peneliti dapat menggunakan asosiasi, kaitan, dan
implikasi.
114
3. Analisis data model Spradley, keseluruhannya meliputi:
pengamatan deskriptif, analisis domain, pengamatan terfokus,
analisis taksonomi, pengamatan terpilih, analisis komponensial,
dan diakhiri dengan analisis tema. Analisis dilakukan dengan
memanfaatkan hubungan semantik.
4. Analisis Data Model Miles dan Huberman, dapat dilakukan
dengan model alir dan model interaktif.
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah model
Miles dan Huberman. Rangkaian analisis data dapat disederhanakan
kepada tiga tahapan seperti yang dijelaskan oleh Miles dan
Huberman123
dalam Analisis Data Kualitatif berikut ini:
1. Penyajian data, dapat dipahami sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini
dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, bagan, dan
sebagainya. Namun yang paling umum ialah dengan teks
naratif.
2. Reduksi data ialah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar”
123 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif;
Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta:
UI-Press, 1992), h. 16-18
115
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Ketika
peneliti mulai melakukan penelitian akan mendapatkan data
yang banyak dan bervariasi dan bahkan sangat rumit. Karena itu
data perlu direduksi.
3. Penarikan kesimpulan (verifikasi). Biasanya kesimpulan yang
dirumuskan di awal bersifat sementara, untuk itu harus
ditemukan bukti-bukti yang menguatkannya sehingga
kesimpulan tersebut dapat menjawab rumusan masalah yang
telah disusun di awal.
Namun ketiga kegiatan tersebut bisa jadi dilakukan berulang-
ulang dan secara acak. Bisa saja setelah data disajikan dan ditarik
kesimpulan bakal direduksi lagi jika tidak sesuai dengan yang
ditemukan pada observasi di hari yang lain, dan seterusnya. Analisis ini
bersifat fleksibel, artinya kesimpulan penelitian akan dirumuskan
dengan benar apabila data yang diperoleh sudah mengalami kejenuhan
yaitu data tersebut tidak berubah-ubah lagi.
F. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif untuk menjamin bahwa data yang
dikumpulkan oleh peneliti bersifat sah maka diperlukan beberapa
116
indikator keabsahan, di antaranya seperti yang dijelaskan oleh Satori
dan Komariah124
sebagai berikut:
1. Keterpercayaan (Credibility)
Kredibilitas yaiu ukuran kebenaran data yang dikumpulkan
yang menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil
penelitian yang diperiksa melalui kelengkapan data.
2. Keteralihan (Transferability)
Keteralihan berkenaan dengan validitas eksternal yang
bertujuan untuk mengetahui apakah hasil penelitian dapat
digeneraliasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut
diambil atau pada setting sosial yang berbeda dengan karakteristik yang
hampir sama. Untuk itu peneliti harus memiliki catatan yang baik.
3. Kebergantungan (Dependability)
Indikator kebergantungan menunjukkan bahwa penelitian
memiliki sifat ketaatan dengan menunjukkan konsistensi dan stabilitas
data dan temuan yang dapat direflikasi. Dijelaskan bahwa dalam
penelitian kualitatif akan sulit untuk mereflikasi pada situasi yang sama
karena setting sosial senantiasa berubah dan berbeda sehingga
diperlukan kriteria kebergantungan yaitu bahwa suatu penelitian
124
Satori dan Komariah, Metodologi…, h. 164
117
merupakan suatu refresentasi dari rangkaian kegiatan pencarian data
yang dapat ditelusuri jejaknya. Jangan sampai ada data tetapi tidak
dapat ditelusuri kebenaran dan sumber informannya.
4. Kepastian (Confirmability)
Yaitu bahwa data yang diperoleh dapat dilacak/ditelusuri
kebenarannya serta sumber informannya jelas. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dalam praktiknya konsep konfirmabilitas dilakukan melalui
member chek, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan
kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi/ tempat kejadian sebagai
bentuk konfirmasi.
Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data seperti yang
dikemukakan oleh Moleong125
meliputi:
1. Perpanjangan keikutsertaan, berarti peneliti tinggal di lapangan
penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.
2. Ketekunan/keajegan pengamatan, berarti mencari secara
konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan
proses analisis yang konstan atau tentatif.
Bertujuan untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap
pengaruh ganda yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh
125
Moleong, Metodologi…, h. 327-338.
118
bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi
fenomena yang diteliti.
3. Triangulasi,
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data
itu.126
Sedangkan dalam penelitian ini, triangulasi diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan cara, dan
berbagai waktu.
Menurut Denzin dalam Lexy J. Moleong, membedakan
empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan
teori.127
a) Triangulasi sumber
Adalah untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber.128
Dengan menggunakan triangulasi sumber
maka peneliti bisa membandingkan informasi yang diperoleh
melalui sumber yang berbeda.
126 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian,…hlm 330
127 Ibid. hlm 330
128 Sugiyono, Metode Penelitian,..hlm 274
119
b) Triangulasi metode
Adalah usaha untuk mengecek keabsahan data, atau
mengecek keabsahan temuan penelitian. Triangulasi data
menurut Bachri dalam Imam Gunawan dapat dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data utuk
mendapatkan data yang sama.pelaksanaannya dapat juga
dengan cek dan ricek. Dengan demikian triangulasi dengan
metode terdapat dua strategi, yaitu: 1)
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data, dan 2) pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang
sama.129
c) Triangulasi teknik
Adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda.130
d) Triangulasi teori
Adalah memanfaatkan dua teori atau lebih untuk diadu
dan dipadu. Untuk itu, diperlukan rancangan penelitian,
129
Imam Gunawan, Metode Penelitian,…hlm 219-220 130
Sugiyono, Metode Penelitian,..hlm 274
120
pengumpulan data, dan analisis data yang lengkap, dengan
demikian akan dapat memberikan hasil yang lebih
komprehensif .131
Adapun triangulasi yang dipakai dalam penelitian ini
adalah triangulasi metode, yakni menggunakan berbagai jenis
metode pengumpulan data untuk mendapatkan data sejenis. Dan
juga menggunakan triangulasi sumber, yaitu untuk
membandingkan atau mengecek keabsahan data yang diperoleh
dari sumber yang berbeda.
Peneliti dalam penelitian ini dilaksanakan,
menggunakan metode interview/wawancara, metode
dokumentasi, dan metode untuk mengetahui gejala utama dalam
penelitian ini, yakni peningkatan mutu dalam pembinaan akhlak
siswa di MTs Negeri 1 Kab. Serang.
4. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Yaitu dengan cara
mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh
dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.
5. Analisis kasus negatif. Yaitu dengan cara mengumpulkan contoh
dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan
131
Imam Gunawan, Metode Penelitian,..hlm 221
121
informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
pembanding.
G. Teknik penulisan
Teknik penulisan tesis dalam penelitian ini mengacu kepada:
“Pedoman Penulisan Tesis Program Pascasarjana (PPs) Universitas
Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten (SMHB) tahun
2017” yang diterbitkan oleh PPs UIN SMH Banten.
122
BAB 1V
HASIL PENELITIAN
A. DESKRIPSI UMUM
1. Latar Belakang Berdirinya
Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kabupaten Serang sebelumnya
dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas,
sebelumnya adalah Madrasah swasta yang didirikan oleh Yayasan
Pendidikan Islam “Assalam” Ciruas dan telah berdiri sejak tahun 1976,
MTs Assalam dinegerikan statusnya oleh pemerintah melalui Kantor
Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat dengan nomor Surat
Keputusan Menteri Agama RI Nomor: 515 Tanggal 25 November
1995.132
Pada awalnya Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas belum
memiliki bangunan sendiri, kegiatan belajar mengajar masih
menempati bangunan Yayasan Pendidikan Islam Assalam yang
beralamat di Jalan Ciptayasa No. 190 Desa Citerep Kecamatan Ciruas
Telepon (0254) 281284. Dengan segala keterbatasan yang ada,
Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas tetap dapat menjalankan program
kerjanya dalam rangka menciptakan dan mencerdaskan siswa/siswinya.
132
Profil Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kab. Serang
123
Ruang belajar yang tidak dapat menampung seluruh siswa, maka
dengan terpaksa dilakukan belajar pada pagi dan sore hari.
Dengan upaya pengajuan pembebasan tanah untuk ditempati
lokasi madrasah, kemudian pada tahun 2003 Madrasah Tsanawiyah
Negeri Ciruas menempati bangunan sendiri tanah bantuan dari
Pemerintah Kabupaten Serang di Jalan Ciptayasa No.250 Desa
Singamerta, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang dengan luas tanah
7000 M2.133
Letak geografis Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas sangat
strategis, tidak jauh dari pusat jalan raya yang tidak begitu padat dan
mudah untuk dilalui, juga merupakan jalur lintas jalan Kabupaten
Serang.
Lokasi yang ditempati Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas
memiliki tanah basah yang cukup dalam sehingga perlu adanya
pengurugan yang membutuhkan dana begitu besar. Namun bersama
masyarakat melalui Komite Madrasah sedikit demi sedikit lokasi dapat
dibangun dengan swadaya masyarakat.
Selama Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas ini berdiri, telah
mengalami pergantian kepala madrasah, antara lain :
133
Ibid
124
1. Drs. H.M. Zuhri, periode: 1995-2003
2. H. Romli, S.Pd.I, periode: 2003-2008
3. Ali Rohman AZ, S.Ag, M.MPd, periode: 2008-2016
4. Hajiyah, M.Pd, periode: 2016-sampai sekarang
Kemajuan-kemajuan yang telah dialami Madrasah Tsanawiyah
Negeri Ciruas tidak lepas dari dukungan semua pihak baik daerah
maupun pemerintah pusat.
Animo masyarakat yang ingin menyekolahkan putera-puterinya
sangat tinggi, terbukti selalu tidak tertampungnya calon siswa yang
setiap tahunnya harus menyalurkan ke beberapa Madrasah/Sekolah
swasta disekitar madrasah terbukti dengan jumlah siswa yang diterima
yaitu 36 sampai 37 siswa perkelasnya134
dengan jumlah kelas yaitu 8
kelas untuk kelas VII. Adapun untuk siswa baru yang akan masuk ke
Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas harus melalui tes terlebih dahulu,
bagi siswa yang lulus tes maka berhak untuk masuk kelas. Untuk siswa
pindahan masih bisa masuk dengan syarat harus mengikuti tes terlebih
dahulu, namun jika masih terdapat bangku yang kosong.
134
Hasil wawancara dengan Staff Humas Bapak Aep Saefullah, M.Pd.I pada
hari Rabu 28/11/2018 10:00 Wib
125
Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah terjadi pembagian
wilayah kota dan kabupaten Serang, sehingga MTs Negeri Ciruas
berubah nama menjadi MTs Negeri 1 Kabupaten Serang.
2. Prinsip
Prinsip yang dipakai oleh seluruh elemen di MTs Negeri 1 Kab.
Serang adalah prinsip kekeluargaan dan keterbukaan. Hal ini didasarkan
kepada semangat awal pendirian madrasah ini adalah semangat
kebersamaan melalui kerjasama semua pihak untuk tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
Prinsip keterbukaan yang diyakini oleh elemen adalah
keterbukaan yang beretika. Sehingga segala sesuatu yang akan
dijadikan sebuah kebijakan madrasah akan dimintakan pendapat kepada
pihak-pihak yang terkait.
3. Visi, Misi, dan Tujuan MTs Negeri 1 Kab. Serang
a. Visi
Terwujudnya madrasah yang berkualitas, berprestasi, kompetitif, dan
berakhlak mulia.
b. Misi
1. Menjalankan nilai – nilai agama dan berakhlak mulia dalam
segala aspek kehidupan.
126
2. Melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan
menyenangkan dalam mengembangkan potensi peserta didik.
3. Menumbuhkan semangat berprestasi kepada seluruh warga
madrasah.
4. Membimbing dan mengembangkan minat dan bakat peserta
didik melalui kegiatan ekstrakurikuler.
5. Menerapkan manajemen berbasis madrasah yang partisipatif
6. Mewujudkan lingkungan madrasah yang bersih, sehat, aman dan
nyaman.
c. Tujuan
Tujuan Umum :
Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Tujuan Khusus :
1. Meningkatkan perilaku peserta didik yang beriman dan berakhlak
mulia.
2. Meningkatkan prestasi kelulusan peserta didik yang siap
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
127
3. Meraih prestasi dalam berbagai lomba / seleksi pada tingkat
Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi.
4. Meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan, kesehatan, dan
keamanan lingkungan madrasah.
B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Pendidikan Agama Islam (PAI) pada hakikatnya adalah
merupakan Bidang Studi yang tidak bisa diabaikan pada lembaga
pendidikan di Indonesia. Apalagi lembaga pendidikannya itu yang
bernuansa islami. MTsN 1 Kabupaten Serang ini misalnya, di madrasah
ini menurut observasi yang dilakukan peneliti Pendidikan Agama Islam
suatu hal yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami serta
diamalkan.
1. Penerapan metode Al-Hikmah pada Rumpun PAI di MTs
Negeri 1 Kabupaten Serang
Dalam suatu pelaksanaan pembelajaran apakah pelajaran umum
ataupun pelajaran Pendidikan Agama Islam tidaklah lepas dari
bagaimana seorang guru menyampaikan suatu materi tersebut agar
siswa mampu dan dapat memahami materi ajar tersebut. Maka disini
metode dianggap suatu keharusan bagi seorang guru agar selalu
menggunakan metode belajar dalam setiap pembelajaran agar siswa
128
mampu memahami pelajaran sebagaimana yang diharapkan. Dan
adapun metode yang digunakan dalam memberikan Pendidikan Agama
Islam di MTsN 1 Kab Serang adalah sebagaimana diungkapkan oleh
Kepala Madrasah bahwa:
Metodenya belajar teori langsung praktek. Kalau belajar
tentang lingkungan hidup langsung terjun ke lingkungan, kalau dia
belajar tentang wudhu atau shalat langsung dipraktekkan dengan
berwudhu dan shalat. Pokoknya metodenya itu dilihat dari materi apa
yang dipelajari pada saat itu. Selain itu sesuai dengan visi dan misi
yang menitik beratkan pada terwujudnya akhlak yang mulia, maka
nilai-nilai akhlak mulia harus diamalkan oleh setiap warga madrasah
baik siswa, pendidik, maupun tenaga kependidikan lainnya .135
Dalam menguatkan informasi dari hasil wawancara peneliti
dengan Kepala Sekolah peneliti juga mewawancarai langsung Guru
Bidang Studi yang bersangkutan. Dari hasil wawancara yang dilakukan
Guru Bidang Studi PAI mengatakan sebagai berikut:
Metodenya seperti biasa, ceramah, demonstrasi, diskusi, tutor
sebaya. Dalam arti kita sesuaikan metode dengan materi. Dalam
proses pembelajaran kita tidak mutlak menekan siswa dengan beban
135
Wawancara dengan Kepala MTsN 1 Kab.Serang pada tanggal 17 oktober
2018
129
materi pelajarannya dan mengedepankan nilai akhlaknya, sehingga
dengan sendirinya materi tercapai tanpa paksaan.136
Dengan tidak terlalu menekan (memaksakan) siswa dengan
beban materi pelajaran merupakan bentuk pengamalan guru yang
bijaksana, hal ini dikarenakan daya tangkap siswa dalam menerima
materi pelajaran tidak bisa disama ratakan, oleh sebab itu seorang
pendidik (guru) harus arif dan bijaksana serta mempunyai pandangan
yang positif terhadap siswa/i yang lambat bahwa mereka bukan bodoh
akan tetapi belum mengetahui dan memahami ilmunya. Pandangan ini
selalu dipegang teguh oleh para guru di MTs Negeri 1 Kabupaten
Serang terlebih lagi bagi guru pada rumpun PAI.
“Kami selalu berpandangan positif terhadap siswa yang lambat dalam
menerima materi pelajaran, serta berusaha untuk Khusnudzan, bahwa
Allah menciptakan manusia dengan berbagai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, begitupun dengan peserta didik ada
kurang dan lebihnya”.137
Pernyataan dari Ibu Siti Fatimah tersebut dibenarkan oleh salah satu
orang tua siswa yang peneliti wawancarai, ternyata apa yang
disampaikan oleh kepala madrasah dan guru bidang studi Pendidikan
Agama Islam tidaklah jauh berbeda dengan apa yang di utarakan oleh
136
Wawancara dengan Guru Bidang Studi Aqidah akhlak pada tanggal 17
oktober 2018 137
Wawancara dengan Ibu Siti Fatimah, S.Ag guru bahasa arab pada tanggal
22 0ktober 2018
130
orang tua siswa tersebut. Dia mengungkapkan bahwa tenaga pendidik
di MTsN 1 Kabupaten Serang terlihat begitu sabar serta terus memberi
motivasi kepada siswa baik yang berprestasi terlebih lagi kepada siswa
yang dinilai lambat. Pemberian motivasi dilakukan baik ketika hendak
memulai kegiatan belajar mengajar, ketika mengakhiri kegiatan belajar
mengajar atau bahkan diluar jam pelajaran.”138
. Hal ini dilakukan untuk
memberi semangat kepada siswa untuk terus meningkatkan prestasi
belajar dan membiasakan diri dengan perbuatan-perbuatan yang baik.
Oleh sebab itu, tatkala mendapati siswa yang berakhlak kurang baik
seperti contohnya; tidak mengikuti sholat dhuha bersama, tidak sholat
dzuhur berjamaah dan tidak ikut tadarus Al-Qur‟an, atau juga
contohnya siswa yang melanggar tata tertib madrasah, seperti,
merokok, membolos, atau tidak berpakaian sebagaimana yang telah
ditentukan, maka bagi siswa tersebut tidak dihukumi secara fisik
(misalnya; dijemur, lari, push up, dll) tetapi sanksi lain yang
diberlakukan, seperti contohnya; menulis ayat/surat Al-Qur‟an,
menghafal, dan ditugaskan untuk menjaga kebersihan masjid di
madrasah.
138
Wawancara dengan orang tua siswa Abdul Rozak pada tanggal 22 oktober
2018
131
Dengan menggunakan metode tersebut mempunyai tujuan yakni
siswa diharapkan dekat dengan guru sehingga lebih mudah untuk
diarahkan menjadi pribadi yang lebih baik dan siswa pun menjadi
segan bukan karena takut kepada guru.
Untuk menguatkan informasi atau hasil wawancara tersebut,
peneliti mengadakan observasi langsung. Dalam observasi yang
peneliti lakukan diwaktu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar
(KBM) didapati siswa yang berada diluar lingkungan madrasah tanpa
izin, karena telah melanggar tata tertib di madrasah lalu siswa tersebut
dikenakan sanksi yakni hafalan Al-qur‟an beberapa surat pendek
sebagai bentuk pembinaan.139
Adapun sanksi yang dikenakan bagi
siswa tergantung dengan jenis dan bobot pelanggaran, bentuk
hukuman/sanksi semacam itu merupakan harapan bagi siswa yang
melanggar tata tertib agar tidak dihukum secara fisik. Meskipun
hukuman yang dijalani bukanlah hukuman fisik tapi cukup memberi
pelajaran dan efek jera bagi siswa untuk tidak mengulang kembali
perbuatan yang melanggar tata tertib, karena sebagian besar siswa
merasa malu jika mendapat hukuman.
139
Observasi pada tanggal 24 oktober 2018
132
Hukuman fisik bukan jalan yang terbaik dan tidak mendidik
karena masih banyak cara yang lebih bijaksana semestinya guru
melakukan pendekatan yang baik, bersahabat, dan ramah sehingga
siswa pun merasa dihargai dan dengan demikian mereka pun akan
menghormati guru dan dapat memperbaiki diri untuk patuh terhadap
peraturan yang berlaku di madrasah.140
Pendekatan tersebut
diwujudkan melalui membudayakan salam, sapa dan senyum (3S).
Berdasarkan hasil observasi peneliti, bahwa salam, sapa, dan
senyum (3S) tidak hanya berupa slogan semata melainkan telah
menjadi budaya setiap hari, pada saat siswa berjalan hendak menuju
kelas lalu ia melihat keberadaan seorang guru siswa itupun langsung
menghampiri gurunya seraya mengucapkan salam kemudian berucap;
“selamat pagi pak” setelah mencium tangan guru, siswa itu tersenyum,
kemudian sang guru pun dengan senang hati menjawab salam dengan
diiringi senyuman yang tulus. Siswa tersebut terlihat begitu semangat
seolah-olah ia telah siap untuk belajar. 141
140
Wawancara dengan Ibu Titin Supriatin, guru SKI pada tanggal 24
oktober 2018 141
Oservasi pada tanggal 30 oktober 2018
133
2. Penerapan evaluasi Muhasabah pada Rumpun PAI di MTs
Negeri 1 Kabupaten Serang
Evaluasi sangat dibutuhkan dalam berbagai kegiatan kehidupan
manusia sehari-hari, karena disadari atau tidak, sebenarnya evaluasi
sudah sering dilakukan, baik untuk diri sendiri maupun untuk kegiatan
sosial lainnya. Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah
berpakaian seseorang biasanya berdiri dihadapan kaca untuk melihat
apakah penampilannya sudah wajar atau belum.
Dalam pendidikan Islam evaluasi merupakan salah satu
komponen dari sistem pendidikan Islam yang harus dilakukan secara
sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau
target yang akan dicapai dalam proses pendidikan Islam dan proses
pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang disengaja
(sadar) oleh peserta didik dengan bimbingan atau bantuan dari pendidik
untuk memperoleh suatu perubahan. Perubahan yang diharapkan
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan yang
diharapkan itu yang dinamakan dengan kompetensi (kemampuan
melakukan sesuatu). Untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan tercapai oleh peserta
didik diperoleh melalui evaluasi.
134
Demikian pula halnya dengan perubahan tingkah laku, sikap
dan perbuatan diperlukan evaluasi diri / intospeksi ( Muhasabah )
karena dengan bermuhasabah dapat menemukenali ucapan, perbuatan
dan sikap yang berlebihan atau bertentangan sama sekali dengan ajaran
agama, atau perilaku yang melanggar tata tertib madrasah. Dengan
demikian akhlak siswa semakin terpuji dan menjadi lebih taat pada
peraturan baik di sekolah maupun diluar sekolah, setelah melakukan
muhasabah siswa memahami betul bahwa hidup itu harus ada peraturan
untuk menjamin keselamatan diri dan orang lain.
Dalam penerapannya, evaluasi muhasabah di MTs Negeri 1
Kabupaten Serang dilaksanakan dengan bermalam (Mabit) dan bekerja
sama dengan pihak lain / organisasi lain diluar sekolah yakni dengan
Pelajar Islam Indonesia (PD-PII) Kabupaten Serang.
Kegiatan yang berlangsung di madrasah ini diikuti oleh siswa
kelas VII hingga kelas IX, turut ikut hadir pula siswa yang berasal dari
luar madrasah yakni siswa dari SMPN 1 Ciruas dari kelas VII dan VIII
dengan jumlah kurang lebih 150 siswa. Kegiatan berlangsung selama
satu hari semalam. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali karakter
dengan keimanan siswa dalam aktivitasnya sehari-hari agar tidak keluar
dari jalur agama.
135
Evaluasi Muhasabah/introspeksi selain dapat menemukenali
ucapan, perbuatan dan sikap yang berlebihan atau yang bertentangan
dengan agama atau yang melanggar ketentuan di madrasah sehingga
dapat menambah ketaatan untuk mematuhi peraturan yang berlaku di
madrasah maupun diluar madrasah juga dapat menambah motivasi
siswa agar lebih tekun belajar serta optimis dalam menatap masa depan.
Selain itu juga sebagai upaya untuk membekali karakter dengan
keimanan siswa dalam aktivitasnya sehari-hari agar tidak keluar dari
jalur agama seperti apa yang kebanyakan pelajar saat ini lakukan
karena terlalu terpengaruh oleh modernisasi tekhnologi.142
Hal senada juga diungkapkan oleh guru rumpun PAI yang lain
yang menyatakan bahwa;
Ketika muhasabah berlangsung, hampir seluruh siswa yang
hadir tidak dapat menahan air mata yang menetes karena diajak untuk
mengingat dan menghitung kembali perbuatan dosa dan akhlak buruk
yang telah dikerjakan selama ini. Begitu juga dengan guru-guru yang
hadir tidak terasa air mata telah menetes. Semua yang hadir begitu
khusyuk menikmati kesunyian sepertiga malam diringi dengan kalimat-
kalimat yang menyentuh hati.143
Dalam pelaksanaannya, evaluasi muhasabah dilakukan setelah
seluruh peserta melaksanakan sholat tahajjud menjelang sholat subuh.
Sebelumnya, terlebih dahulu diisi dengan pemberian materi-materi
keislaman seperti; Tawazun, Eksistensi mengenal Allah swt dan
kultum, ditambahi dengan adanya permainan/game islami.
142
Wawancara dengan Ibu Fatimah, S.Ag, guru b. arab pada tanggal 31
oktober 2018 143
Wawancara dengan Ibu Bahriyah, M.Pd.I guru aqidah akhlak, 31 oktober
2018
136
Peneliti pun mencoba untuk mengetahui apa yang dirasakan
siswa setelah mengikuti evaluasi muhasabah, seperti yang diungkapkan
oleh Sri Azzah N 144
, ia menyatakan bahwa; setelah mengikuti evaluasi
muhasabah ia semakin berhati-hati (mawas diri) karena besar ataupun
kecilnya dosa yang diperbuat akan diperlihatkan dan mendapat
balasan setimpal. Ia pun merasa senang dan lebih tenang serta selalu
optimis karena orang yang bermuhasabah akan selalu dekat dengan
Allah swt.
Kemudian peneliti mencoba menanyakan kepada siswa yang
lain yakni, Rizki A.R145
, ia menyatakan bahwa; setelah mengikuti
evaluasi muhasabah ia semakin rajin mengisi waktu-waktu senggang
dengan kegiatan yang positif, sehingga waktu tidak berlalu dengan sia-
sia. Ia pun merasa senang karena dengan mengikuti kegiatan evaluasi
muhasabah dapat menyadarkan diri betapa pentingnya memanfaatkan
waktu dengan bijak.
144
Wawancara dengan Siswi MTsN 1 Kab Serang kelas VII G pada tanggal
05 November 2018 145
Wawancara dengan Siswa SMPN 1 Ciruas Kelas VII F pada tanggal 05
November 2018
137
3. Pembinaan Akhlak Siswa Pada rumpun PAI di MTs Negeri 1
Kabupaten Serang
a. Kegiatan Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang dilakukan secara berulang-
berulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan
sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu
yang diamalkan. Pembiasaan-pembiasaan tersebut akan melekat dan
pada akhirnya menjadi perilaku dan sikap yang melekat pada diri
seseorang.
Dalam pembinaan sikap dan perilaku, menurut para guru di
MTs Negeri 1 Kab. Serang metode pembiasaan adalah satu metode
yang sangat efektif, seperti yang diungkapkan oleh Bpk Ali Rohman
dalam kesempatan wawancara, mengatakan :
“Metode yang saya anggap efektif dalam membentuk dan
membina sikap dan perilaku peserta didik selama saya mengajar di sini
salah satunya adalah metode pembiasaan. Ada istilah bisa karena
biasa, artinya kebisaan itu terjadi karena memang dia biasa
melakukannya. Sesuatu yang selalu diulangulanguntuk dilakukan pada
akhirnya akan menjadi kebiasaan. Itu sebabnya kami di Madrasah ini
berupaya keras agar kegiatan-kegiatan yang kami contreng adalah
kegiatan yang seharusnya menjadi kebiasaan peserta didik selalu
diupayakan untuk dilakukan setiap harinya.”146
146
Ali Rohman AZ, S.Ag, M.MPd wawancara pada tanggal 30 oktober 2018
138
Dalam kesempatan lain peneliti juga mewawancarai guru
lainnya, yang mengungkapkan:
“Metode pembiasaan ini sebenarnya amat penting diterapkan di
lembaga pendidikan manapun, baik itu dalam keluarga, sekolah,
bahkan dalam lingkungan masyarakat sekalipun. Contoh dalam
lingkungan keluarga, anak bila dibiasakan untuk disipilin bangun cepat
di setiap harinya dengan kegiatan-kegiatan positif sebelum berangkat
ke sekolah seperti salat subuh, olahraga, bersih-bersih dan sebagainya,
maka si anak akan tumbuh dalam situasi yang baik. Di masyarakat
apabila selalu dianjurkan untuk hidup rapi dan bersih, maka sikap
tersebut akan melekat di dalam kehidupan masyarakat karena menjadi
kegiatan yang berulang-berulang dan terbiasa. Begitu juga di sekolah
peserta didik bila disuguhi dengan pembiasaan-pembiasaan yang
positif, maka itu akan mengkristal didirinya dan menjadi bekalnya
kelak di masa-masa yang akan datang misalnya terbiasa dengan
kedisiplinan, terbiasa dengan belajar mandiri, terbiasa untuk
berperilaku jujur dan lain sebagainya. Itu sebabnya dengan segala daya
dan upaya berikut segenap keterbatasan yang ada kami melakukan
proses pembiasaan itu melalui sejumlah kegiatankegiatan yang
terprogram ataupun yang tidak terprogram, hal ini bertujuan agar
peserta didik menerapkan dalam kehidupannya segala hal yang baik
dan benar.”147
Dua pernyataan guru dari hasil wawancara di atas, dapat
dikatakan bahwa salah satu upaya yang dilakukan guru untuk
pembinaan peserta didiknya adalah metode pembiasaan. Metode ini
dianggap sangat efektif dalam rangka menanamkan, menumbuhkan
sekaligus membina akhlak mulia peserta didik di MTsN 1 Kab. Serang.
147
Aep Saeful Anwar, M.Pd.I wawancara pada tanggal 30 oktober 2018
139
Selanjutnya Bpk Ali Rohman menjelaskan tentang pembiasaan-
pembiasaan yang dilakukan oleh guru, sebagaimana pernyataannya
berikut ini :
”Seperti diketahui bahwa proses pembiasaan sikap dan perilaku
kepada peserta didik bertujuan agar sikap dan perilaku itu menjadi
sesuatu yang melekat dan sifatnya spontan dilakukan oleh peserta
didik. Misalnya peserta didik dididik dan dibina agar terbiasa
mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru dan teman-temannya,
atau terbiasa memungut sampah yang terlihat di depan mata. Bila
kebiasaan mengucapkan salam dan memungut sampah yang berserakan
meski tanpa menerima sinyal perintah dari guru atau orang lain
diterapkan dengan sadar berarti tujuan penerapan metode pembiasaan
mencapai target dan tujuan yang diharapkan yaitu peserta didik
memiliki akhlak mulia. Jadi peserta
didik disebut memiliki akhlak mulia bila sikap dan perilaku baik sudah
melekat didirinya dan melakukannya tanpa proses berpikir atau melalui
pertimbangan logika terlebih dahulu. Bersikap dan berperilaku baik
sehari-hari bisa terjadi karena proses pembiasaan.”148
Hal inilah yang mendasari guru di MTsN 1 Kab. Serang untuk
menerapkan metode pembiasaan ini, sebab diyakini sebagai salah satu
metode yang terbukti efektif dalam merealisasikan tujuan dan target
yang didambakan, yaitu melahirkan generasi-generasi yang seimbang,
cerdas otaknya, kreatif perilakunya, dan mulia perangainya.
Untuk merealisasikan harapan tersebut, lembaga ini
merefleksikannya dalam dua bentuk kegiatan, yaitu kegiatan yang
terprogram dalam kegiatan pembelajaran secara langsung dan kegiatan
148
Ali Rohman AZ, S.Ag, M.MPd wawancara pada tanggal 30 oktober 2018
140
yang tidak terprogram yang diterapkan dalam interaksi kehidupan
sehari-hari.
a. Kegiatan terprogram dalam pembelajaran.
Dilakukan dengan perencanaan khusus dan dalam kurun waktu
tertentu, sebagai berikut :
1) Guru berupaya untuk menjadi model dalam setiap pembelajaran.
2) Membiasakan siswa dalam setiap pembelajaran menjadi yang
lebih baik.
3) Membiasakan peserta didik untuk melakukan interaksi sosial
yang sehat dalam pembelajaran.
4) Membiasakan siswa untuk terbuka untuk motivasi dan nasehat.
5) Membiasakan untuk bekerja sama dan memberikan laporan
kepada orang tua peserta didik terhadap perkembangan
perilakunya.
6) Membiasakan peserta didik untuk menghormati guru di dalam
maupun di luar pembelajaran.
7) Membiasakan peserta didik untuk berdoa sebelum dan sesudah
proses pembelajaran.
8) Membiasakan peserta didik untuk membaca al Quran diawal
proses pembelajaran.
141
b. Kegiatan pembiasaan tidak terprogram dalam pembelajaran, yaitu :
1) Pembiasaan yang dilakukan dengan terjadwal, yaitu : upacara
bendera, senam sehat, salat berjamaah dzuhur usai proses
pembelajaran, kerja bakti, melaksanakan salat duha, dan training
dakwah.
2) Pembiasaan spontan yang sifatnya tidak terjadwal, seperti :
membiasakan diri untuk mengucapkan salam, kebiasaan
membuang sampah pada tempatnya, kebiasaan cium tangan guru
saat datang dan pulang sekolah.
3) Pembiasaan dalam bentuk sikap dan perilaku, seperti :
berpakaian rapi, berbahasa yang baik dan sopan, menjadikan
buku sebagai sebaik-baik teman duduk (rajin membaca),
berinteraksi sosial dengan baik, datang tepat waktu.149
Program-program tersebut di atas, adalah salah satu bentuk
upaya guru dalam melakukan pembinaan melalui metode pembiasaan.
Seperti dalam teori bahwa pembiasaan itu akan menyimpan impuls-
impuls positif yang akan tertanam di dalam otak, sehingga internalisasi
nilai dapat terwujud dengan cepat. Pernyataan bpk Ali Rahman dalam
kesempatan wawancara mengemukakan bahwa :
149
Aep Saeful Anwar, M.Pd.I wawancara pada tanggal 30 oktober 2018
142
“Memang metode pembiasaan yang dilakukan dalam rangka
membentuk karakter peserta didik begitu besar pengaruhnya, peserta
didik yang awalnya tidak terbiasa dengan perilaku terpuji, setelah
seringkali diinstruksikan akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbiasa
dengan perilaku-perilaku terpuji tersebut, awalnya memang agak susah
karena peserta didik malu melakukannya kalau diperintah, tetapi lambat
laun akhirnya perintah-perintah yang selama ini mengiringi perilaku itu
mulai agak longgar karena peserta didik meski tak diperintah tetap
melakukannya”.150
Jadi, pendeknya metode pembiasaan menjadi salah satu upaya
yang dilakukan oleh guru dalam membina akhlak peserta didik di
MTsN 1 Kab. Serang. Untuk memperkuat pernyaataan-pernyataan di
atas peneliti mewawancarai beberapa peserta didik tentang kegiatan-
kegiatan pembiasaan yang dilakukan oleh guru, berikut adalah
pernyataan peserta didik tentang kegiatan tersebut :
“Instruksi yang harus dilakukan peserta didik setiap hari diawali
dengan kewajiban mengucapkan salam saat berjumpa dengan guru di
pagi hari sambil mengambil berkah guru dengan mencium tangannya,
merapikan pakaian, memungut sampah yang terlihat dan
memasukkannya ke dalam kantung plastik yang harus selalu dibawa.
Kemudian bagi yang sempat diharapkan untuk menunaikan salat duha.
Saat memulai pelajaran berdoa kemudian menghafalkan ayat-ayat al
quran yang wajib dihafal oleh peserta didik yang disesuikan dengan
tingkatan kelas. Ketika waktu pulang tiba peserta didik harus membaca
doa penutup majlis dan selanjutnya salaman kepada guru dan
melakukannya dengan antri.”151
Keterangan tersebut menggambarkan kegiatan pembiasaan yang
dilakukan oleh guru sebagai salah satu metode yang dianggap efektif
150
Ali Rohman AZ, S.Ag, M.MPd wawancara pada tanggal 30 oktober 2018 151
M nazarudin, siswa kls 8B wawancara pada tanggal 05 November 2018
143
untuk menanamkan dan membina potensi akhlak mulia peserta didik.
Kemudian ketika ditanya tentang tujuan yang hendak dicapai dalam
kegiatan rutin setiap hari itu, salah seorang peserta didik
mengungkapkan bahwa :
“Tujuannya pasti dalam rangka perbaikan-perbaikan sikap dan perilaku
kami sebagai peserta didik, sebab saya merasa ketika sering melakukan
itu sudah mulai ada kesadaran tersendiri untuk melakukannya,
barangkali inilah yang disebut dengan alah bisa karena biasa. Sampah
yang dipungut memang bertujuan di samping untuk menjaga keindahan
sekolah, tetapi juga memupuk kesadaran bahwa memang Islam senang
dengan kebersihan dan keindahan.152
Jadi, kegiatan-kegiatan pembiasaan tersebut memang rutin
dilakukan setiap hari, dan sikap dan perilaku itu terus menerus diulang
oleh peserta didik setiap hari, dan dari pembiasaan-pembiasaan itu
perlahan-lahan mulai merubah pola sikap dan perilaku peserta didik,
awalnya tidak peduli terhadap kebersihan tetapi karena rutin dilakukan
setiap pagi, pada akhirnya peserta didik melakukan kegiatan-kegiatan
positif tanpa harus menunggu instruksi dari guru, seperti yang
diungkapkan oleh Syamsul Rijal salah seorang peserta didik, bahwa :
“Kegiatan rutin setiap hari itu sangat besar dampak positifnya
bagi peserta didik, sikap dan perilaku yang harusnya memang ada pada
peserta didik dilakukan dengan jalan pembiasaan-pembiasaan, secara
tidak langsung pasti perilaku itu tidak lagi berat untuk dilakukan.
152
Dina saskiya, siswi kls 8A wawancara pada tanggal 05 November 2018
144
Pendeknya, kegiatan-kegiatan tersebut menjadikan peserta didik akan
terbiasa melakukannya.153
Bagi peserta didik, pembiasaan itu disadari memiliki tujuan
yang baik untuk peserta didik itu sendiri, sebab dengan kegiatan rutin
setiap hari akan menciptakan pola sikap dan pola perilaku yang
tertanam di dalam diri peserta didik.
b. Keteladanan (Uswah)
Sosok guru adalah figur sentral yang memiliki andil yang sangat
besar terhadap keberhasilan pendidikan. Guru adalah seseorang yang
telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung
jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Para orang tua
tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan
sebagian tanggung jawab pendidik anaknya kepada guru. Hal itupun
menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan
anaknya kepada sembarang guru atau sekolah. Jadi, wajar bila, ketika
orang tua mendaftarkan anaknya ke suatu sekolah akan mencari tahu
dulu siapa guru-guru yang akan membimbing anaknya.
Oleh karena itu guru sebagai sosok yang selalu digugu dan
ditiru seyogyanya memiliki kepribadian islami dan akhlak mulia.
Sangat ironis bila guru yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar,
153
Syamsul Rijal, kelas 9A wawancara pada tanggal 05 November 2018
145
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didiknya justru tidak membingkai dirinya dengan akhlak mulia.
Sungguh akan terjadi gejolak batin dari peserta didik bahwa yang selalu
menganjurkan kepada hal-hal positif sementara orang yang
menganjurkan hal tersebut tidak merealisasikan anjuran pada diri
pribadi dan kehidupannya sehari-hari. Konsep tentang pentingnya
keteladanan sebagaimana yang telah diuraikan disadari betul oleh guru-
guru yang ada di MTsN 1 Kab. Serang sehingga dari beberapa hasil
observasi yang peneliti lakukan terlihat guru berupaya semaksimal
mungkin untuk menjaga sikap dan perilaku sehari-hari, baik itu model
penampilan, tutur kata, pergaulan antar guru dengan siswa, dan
sebagainya. Terkhusus penampilan guru, sebisa mungkin untuk tampil
bersahaja, rapi dan tidak berlebihan. Dalam bertutur kata, guru
senantiasa menjaga sopan santun dalam berucap, menyampaikan
bahasa lisan dengan ucapan-ucapan yang bermanfaat dan jauh dari
kesan sombong, tinggi hati, dan merendahkan martabat peserta didik.
Dalam berinteraksi dengan guru lainnya terlebih dengan kepala
madrasah menghindari canda yang berlebihan apalagi menabrak tata
aturan pergaulan. Begitupun interaksi sosial dengan siswa guru
berupaya untuk menjaga citra sebagai guru dihadapan peserta didik,
146
misalnya dalam setiap pembicaraan dengan siswa diupayakan ada
muatan nasehat dan motivasi. Sikap dan perilaku positif guru nampak
pula pagi hari, datang tepat waktu menjadi salah satu pembuktian wajib
yang mesti diwujudkan oleh para guru. Ada kesan malu bila terlambat
berada di lingkungan sekolah, begitupun persoalan kedisiplinan, guru
tidak mau kalah dengan peserta didiknya, tiba di sekolah secepat
mungkin paling tidak tidal lewat dari jam yang telah ditentukan. Hal ini
tentu dilakukan sebagai upaya untuk memberi contoh teladan yang baik
kepada peserta didik sebagai generasi-generasi yang akan datang agar
sifat dan perangai kemuliaan tercermin dari pola sikap dan perilakunya.
Pada sebuah wawancara peneliti dengan kepala madrasah, ada
pernyataan yang patut dijadikan data, yaitu :
“Guru di MTsN 1 Kab. Serang ini memang telah sangat nyata
berupaya menjadikan dirinya sebagai teladan, saya sebagai pimpinan
sangat bersyukur dengan situasi ini, sebab efek dari keteladanan guru
sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan sikap dan perilaku.
Perkembangan sikap dan perilaku peserta didik yang banyak meniru
hal-hal positif dari gurunya cukup signifikan, contohnya persoalan
kedisiplinan, saya yakin peserta didik tidak ada yang menggerutu
apalagi menggugat persoalan aturan kedisiplinan untuk semua aspek,
sebab warga madrasah memang semuanya menjunjung aturan
kedisiplinan, dimulai dari saya sebagai pimpinan, guru-guru, staf dan
personil lainnya memang berupaya sekuat tenaga untuk tidak melabrak
aturan-aturan madrasah, minimal bahwa kekompakan pada persoalan
kedisiplinan yang diperlihatkan oleh orang dewasa di madrasah ini
menjadi acuan peserta didik untuk mengikutinya. Tetapi saya harus
akui kalau sesungguhnya aplikasi aturan kedisiplinan belumlah menjadi
sebuah budaya yang mengakar di sebahagian guru, artinya kedisiplinan
147
itu mereka lakukan hanya pada tataran pemahaman bahwa itu adalah
sebuah aturan yang harus dipatuhi, sebab kalau ada sanksi yang siap
menjerat bila aturan itu tidak ditegakkan, artinya dalam merealisasikan
sebuah sikap dan perilaku yang baik, belum pada tataran kesadaran
penuh bahwa itu mesti dilakukan karena memang baik untuk dilakukan.
Maksud saya di sini, pasti sangat berbeda bias pengaruhnya sebuah
sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh guru kalau sikap dan perilaku
itu memang didasari pada sikap dan perilaku yang telah menkristal
pada diri seorang guru ketimbang bila sikap dan perilaku itu didasari
pada azas takut terkena sanksi bila sikap dan perilaku itu tidak
dilakukan. Tapi, berangkat dari motif apapun sikap dan perilaku yang
ditunjukkan oleh guru, paling tidak mereka telah berupaya untuk
menjadi teladan yang baik untuk para siswanya, dan keteladanan guru-
guru ini telah memperlihatkan hasil positif pada pola sikap dan perilaku
peserta didik di madrasah kami ini.”154
Selain itu, peneliti juga menemukan sebuah dokumen yang
terpampang besar di dinding bangunan kantor yang menyiratkan
adanya komitmen guru untuk membina akhlak mulia peserta didik
lewat keteladanan, yaitu ungkapan JADILAH TELADAN DALAM
KEBENARAN DAN KEMULIAAN, BILA ENGKAU BERMAKSUD
MEMPENGARUHI DUNIA. Salah seorang guru yaitu Ibu Bahriyah,
ketika ditanya tentang makna dari ungkapan tersebut, mengatakan :
“Ungkapan itu sengaja dibuat untuk memotivasi siapapun
untuk selalu menjadi teladan, terutama guru-guru harus menjadikan
ungkapan itu sebagai mindset atau dasar persepsinya, sebab guru
merupakan sosok yang selalu digugu dan ditiru, semua perangainya itu
diteropong oleh peserta didik, oleh karena itu bila tidak menghiasi diri
dengan perangai kebenaran dan kemuliaan maka peserta didik sebagai
manusia-manusia yang akan akan melanjutkan estafet perjuangan di
154
Hajiyah, M.Pd wawancara pada tanggal 07 November 2018
148
dunia yang akan datang tidak akan terkesan dan setelah itu tidak
menjadi cerita di dunia masa depan.”155
Dari penelusuran yang peneliti lakukan melalui observasi,
fenomena upaya guru untuk memberikan keteladanan memang tampak
dari aktifitas yang para guru lakukan, dimulai dari persoalan
penampilan, sikap dan tutur kata, respon guru terhadap persoalan,
kegiatan spontan seperti mengucapkan salam saat bertemu dengan guru
lainnya, tidak membuang sampah di sembarang tempat dan
sebagainya.156
Hal senada juga diakui oleh salah seorang peserta didik ketika
ditanya tentang apakah guru bisa dijadikan contoh teladan dalam
bersikap dan berperilaku, dan berikut adalah jawabannya dalam
kesempatan wawancara :
“ya...guru-guru saya lihat mereka patut dicontoh, sebab mereka tahu
sikap dan perilaku yang baik dan buruk. Sebagai guru yang baik tentu
perkataaan harus sesuai dengan perbuatan, kalau tidak bukan guru
namanya.”157
Untuk mengecek pernyataan di atas, agar terhindar dari pernyataan
yang subjektif tidak valid, maka peneliti kembali mewawancarai
seorang peserta didik, dan pernyataannya adalah :
155 Bahriyah, M.Pd.I wawancara pada tanggal 07 November 2018
156 Observasi , pada tanggal 06 November 2018
157 Maesaroh, siswi kelas 9A wawancara pada tanggal 08 November 2018
149
“Guru-guru di sini, Alhamdulillah semuanya sikap dan perilakunya
tidak ada yang tidak baik. datang tepat waktu, disiplin, penampilannya
menarik, peka terhadap orang lain, tegas, berwibawa, dan
sebagainya.158
Tetapi sejauh pengamatan peneliti dalam menganalisis
persoalan keteladanan guru, beberapa guru memperlihatkan kegiatan
yang sesungguhnya tidak patut diteladani tapi nampak terekspos di
hadapan siswa, seperti fenomena merokok.
Peneliti telusuri lebih jauh memang kegiatan merokok yang
diperlihatkan oleh beberapa guru tidak bisa terhindarkan, seperti
keterangan yang diungkapkan oleh bpk Sibli, salah seorang guru yang
juga wakil kepala sekolah urusan kesiswaan :
“Kalau aturan tentang guru dilarang merokok sesungguhnya
memang tidak ada yang secara langsung menyebutkannya, aturan
larangan merokok hanya ada pada tata tertib siswa. Jadi kalau guru
ditegur mengenai hal itu tentu ia akan beralasan bahwa tidak aturan
yang melarang kita merokok, tetapi harus diakui juga bahwa kegiatan
guru merokok dihadapan siswa bisa jadi menimbulkan efek negatif bagi
siswa ataupun guru itu sendiri, apalagi kalau kegiatan merokok itu
dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Tetapi
perlu diketahui bahwa pimpinan sudah melakukan upaya antisipasi
terhadap fenomena ini, meski tidak dilakukan peneguran secara
langsung, tetapi memberikan kesadaran sedikit demi sedikit,
menjadikan semua guru menjadi teladan siswa itu tidak semudah
membalik telapak tangan, seketika itu mau seketika itu pula jadi, tetapi
ada langkah-langkah yang harus dilakukan agar sikap dan perilaku guru
yang tidak patut diteladani hilang dengan kesadaran guru itu sendiri,
barangkali dengan memberikan argumentasi logis kepada guru, sebab
158
Khoirul anam, siswa kelas 9B wawancara pada tanggal 08 November
2018
150
patut diketahui bahwa sejumlah guru yang ada di sini memiliki sejuta
karakter yang berbeda-beda, jadi solusi agar tidak terjadi benturan ya
dibangun pemahamannya bagaimana menjadi guru yang professional
yang sempurna untuk diteladani. semoga ke depannya tidak ditemukan
fenomena itu lagi.”159
Fenomena tersebut mengisyaratkan terjadinya pencideraan
terhadap komitmen, bahwa guru hendaknya menjadi teladan bagi
peserta didiknya, tetapi menurut keterangan di atas, langkah untuk
menjadikan guru sebagai teladan bagi peserta didik itu dilakukan tidak
secara spontan dan frontal, diperlukan langkah-langkah strategis untuk
membangun logika pemahaman guru tentang sosoknya yang bukan
hanya bertugas mentransformasikan
pengetahuan kepada peserta didik tetapi, juga bertugas
menginternalisasi nilai kebaikan dan kemulian kepada peserta didik,
dan menginternalisasi nilai kepada peserta didik akan optimal bila nilai-
nilai itu ada pada diri guru itu sendiri, dalam arti guru yang bisa
diteladani.
c. Pemberian nasehat dan motivasi
Nasehat adalah memberikan pelajaran kepada seseorang tentang
kebaikan, nasehat adalah sesuatu yang dibutuhkan agar dapat berjalan
tidak menyimpang dari tujuan, atau sedang mendapatkan masalah
159
Sibli, M.Pd, Wakil Kepala Madrasah bidang Kesiswaan, wawancara pada
tanggal 12 November 2018
151
dalam kehidupan ini. Dalam dunia pendidikan nasehat adalah hal yang
senantiasa mesti dilakukan agar peserta didik tidak menyimpang dari
tujuan yang diinginkan. Dalam bahasa al-Quran nasehat itu adalah
mau‟izah yang berarti mengingatkannya terhadap sesuatu yang dapat
meluluhkan hatinya dan sesuatu itu dapat berupa pahala maupun siksa,
sehingga dia menjadi ingat.
Salah satu bentuk upaya membina peserta didik di MTsN 1
Kab. Serang, guru diharapkan untuk tak bosan-bosannya memberi
nasehat kepada peserta didiknya. Sebelum memulai pelajaran, ada
waktu untuk memberikan nasehat, hal ini diberlakukan pada semua
guru yang ada di MTsN 1 Kab. Serang. Anjuran ini dimaksudkan agar
terintegrasi tujuan pembelajaran dengan visi dan misi madrasah yang
telah disusun bersama. Begitupun ketika akan mengakhiri pelajaran,
guru harus memberikan nasehat kepada peserta didiknya, dan lebih
baik lagi bila nasehat tersebut ada hubungannya dengan pokok bahasan
yang telah diajarkan. Seperti yang diakui oleh ibu Lilah Rohilah, salah
seorang guru di MTsN 1 Kab. Serang, sebagaimana ungkapannya :
“Pemberian nasehat sering kami lakukan kepada peserta didik
sebagai bahan untuk mengantarkan kepadanya kebaikan dan kebenaran.
Nasehat juga merupakan moment paling penting untuk membina anak.
Setiap kali memulai pelajaran, nasehat selalu dikedepankan, begitupun
ketika mengakhiri pelajaran nasehat juga selalu disisipkan, di samping
itu bila sedang istirahat dan berkumpul dengan peserta didik,
152
menyisipkan nasehat di balik cerita bersama adalah hal yang sangat
menyenangkan, dan umumnya peserta didik lebih cenderung menerima
nasehat saat mereka dalam keadaan riang, gembira, dan saat-saat logis,
peserta didik biasanya menganggap nasehat sebagai sesuatu yang tidak
penting pada saat mereka dalam situasi tegang, keadaan jenuh, dan
kondisi stress. Jadi, untuk persoalan nasehat kami di sini sangat sering
untuk melakukannya, dan hasilnya cukup baik untuk sebuah pola
pembelajaran dan pembinaan akhlak mulia peserta didik.”160
Keterangan di atas menggambarkan bahwa upaya pembinaan
dengan cara memberi nasehat dianggap sebagai salah satu cara yang
efektif. Dengan nasehat, peserta didik seperti mendapatkan charge
untuk menghidupkan nilai-nilai karakter atau akhlak mulia dalam
dirinya, sebab kadang-kadang nilai-nilai itu melemah seiring dangan
pengaruh-pengaruh yang ada di sekitarnya yang bila tidak diantisipasi
maka akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik untuk peserta didik.
Oleh karena itu, guru sebagai sosok pendidik harus terus menerus
berupaya agar nilai-nilai akhlak mulia yang ada pada peserta didik
tidak melemah bahkan hilang dari diri peserta didik, salah satu
upayanya adalah memberi nasehat agar kekuatan nilai-nilai itu bisa
memfilter hal-hal negatif dari lingkungan sekitarnya.
Hemat peneliti, kekuatan dalam menyampaikan nasehat tidak
hanya bertumpu pada kehebatan argumentasi guru, tetapi lebih dari itu
160
Lilah Rohilah, S.Ag, M.Pd; guru aqidah akhlak, wawancara pada tanggal
12 November 2018
153
nasehat haruslah memiliki power agar peserta didik mampu merubah
dirinya atas dasar kesadarannya yang disebabkan oleh nasehat yang
telah diterimanya. Nasehat itu harus ikhlas dan disampaikan berulang-
ulang agar nasehat itu menyentuh kalbu pendengarnya. Nasehat yang
menyentuh kalbu itu mengakibatkan getaran hati, dan nasehat yang
menggetarkan hanya mungkin terjadi bila:
1. Yang memberi nasehat merasa terlibat isi nasehat itu, jadi ia
serius dalam memberi nasehat itu.
2. Yang menasehati harus menaruh prihatin terhadap nasib orang
yang dinasehati
3. Yang menasehati harus ikhlas, artinya lepas dari kepentingan
pribadi secara duniawi
4. Yang memberi nasehat harus berulang-ulang melakukannya.
Fenomena pemberian nasehat yang tidak mempunyai pengaruh
terhadap peserta didik yang menjadi objek nasehat barangkali
diakibatkan oleh kekuatan nasehat tak mengandung hal-hal
sebagaimana yang diungkapkan di atas.
Sementara itu motivasi adalah penguat alasan, daya batin, dan
dorongan. Motivasi ini merupakan kondisi mental yang mendorong
aktifitas dan member energi yang mengarah pada pencapaian
154
kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan.
Jadi, motivasi adalah daya penggerak seseorang untuk melakukan
kegiatan atau tindakan.
Menurut data yang peneliti peroleh dari observasi di lapangan,
pemberian motivasi kerap kali dilakukan oleh guru dalam beberapa
kegiatan, di antaranya :
1) Proses Pembelajaran
2) Kegiatan Ibadah, seperti salat dzuhur berjama‟ah dan salat
duha.
3) Upacara bendera
4) Kegiatan Ekstra Kurikuler, seperti Pramuka, Palang Merah
Remaja (PMR).
5) Kegiatan OSIS.
Mengenai daya pengaruh yang ditimbulkan oleh pemberian
motivasi dalam kegiatan-kegiatan tersebut, seorang guru
mengungkapkannya sebagai berikut :
“Pemberian motivasi seringkali dilakukan oleh para guru di sini,
hal ini dimaksudkan agar peserta didik itu terdorong untuk merubah
diri, menjadikan kebaikan perilaku dan kemuliaan sikap sebagai
kebiasaan. Pemberian motivasi itu kadang-kadang dikemas semenarik
mungkin oleh guru agar mereka tertarik mengikutinya, misalnya dalam
kegiatan pramuka, biasanya peserta didik berkemah pada sabtu dan
minggu (Persami) dan menginap, moment inilah yang dimanfaatkan
untuk menyuntik mereka dengan motivasi, seperti menyimak tayangan
155
lewat layar lebar fenomena tawuran, narkoba, geng motor, dan
sebagainya. Di situ dicoba untuk menjelaskan apa penyebab terjadinya
fenomena itu dan apa akibatnya pada diri dan kehidupannya ke depan
dan saat itu pula disisipkanlah motivasi untuk menghindarinya dan
menolong teman sekiranya ada yang terjerat dalam kasus demikian.
Kelihatannya, kegiatan seperti ini biasanya mendapat respon yang baik
dari peserta didik. Tetapi tidak sampai di situ saja, dalam kegiatan
lainnya didesain juga bentuk motivasi yang bisa menarik perhatian
mereka, meskipun kadang-kadang materinya sama saja.
Hal ini dilakukan berulang-ulang dan sesering mungkin, karena
biasanya mereka juga akan terpengaruh kembali dengan hal-hal buruk
bila motivasi tadi tidak dilakukan secara intensif.”161
Sebagaimana keterangan di atas, peneliti memperoleh data
bahwa upaya pembinaan lewat pemberian motivasi intensif dilakukan
terutama pada kegiatankegiatan yang banyak meibatkan siswa dan
dikemas semenarik mungkin. Motivasi hampir sama dengan pemberian
nasehat kadang-kadang dilakukan di kelas maupun di luar kelas.
Motivasi ini penting karena dengan motivasi anak-anak terdorong
untuk melakukan hal-hal yang menjadi substansi motivasi tersebut, dan
motivasi relatif lebih disenangi oleh peserta didik karena bentuk
penyampaiannya yang memicu semangat peserta didik, terlebih bila
motivasi ini disampaikan oleh guru yang memiliki kapasitas pribadi
yang diteladani oleh peserta didik.
161
Siti Aminah, S.Ag; guru bhs arab, wawancara pada tanggal 14 November
2018
156
d. Pemberian Sanksi dan Penghargaan
Pemberian sanksi erat hubungannya dengan tata tertib madrasah
yang memuat tentang aturan-aturan dan larangan-larangan yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh peserta didik. Untuk lebih jelasnya
aturan tersebut adalah sebagai berikut.
JENIS-JENIS LARANGAN
1. Keluar masuk sekolah dengan memanjat pagar dan atau tidak
melalui pintu sekolah.
2. Merokok, meminum minuman beralkohol dan Mengkonsumsi
narkoba.
3. Mengaktifkan handphone (HP) saat berlangsungnya PBM/UH.
4. Melakukan tindak kekerasan, mengancam dan atau mengambil
hak milik orang lain.
5. Mengenakan atribut kelompok selain atribut OSIS.
6. Mengikuti kegiatan di luar sekolah dengan membawa nama
sekolah tanpa seizin pihak sekolah.
7. Menggunakan sarana/prasarana sekolah tanpa seizin pihak
sekolah.
8. Menerima tamu di sekolah tanpa seizin pihak sekolah.
157
9. Membuat kegaduhan, merayakan ulang tahun di sekolah yang
mengganggu berlangsungnya KBM.
10. Membuat kekacauan dalam kelas, baik terlibat secara langsung
maupun tidak.
11. Berkelahi/bentrok fisik dengan sesama siswa MTsN 1 Kab.
Serang atau dengan sekolah lain.
12. Melibatkan pihak luar demi penyelesaian masalah pribadi di
sekolah.
13. Memprovokasi dalam perkelahian/bentrok fisik yang membawa
nama sekolah.
14. Mengancam/melawan guru.
15. Berada di lingkungan sekolah selama berlangsungnya masa
skorsing.
16. Membawa barang-barang yang tidak berhubungan dengan
kegiatan belajar, seperti:
a. Komik, buku/VHS/VCD porno, majalah/surat kabar/gambar
porno
b. Senjata tajam dan senjata api
c. Rokok dan obat terlarang (narkoba, alcohol, dan zat
adiktif/NAZA dan sejenisnya.
158
d. Alat permainan ( catur, kartu, domino, dan sejenisnya)
SANKSI-SANKSI
Setiap pelanggaran yang sama dan atau ringan/beratnya
pelanggaran yang dilakukan siswa, akan diberikan sanksi sesuai dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Pertama, siswa diberikan peringatan lisan atau tertulis berupa
teguran dan diberikan sanksi edukatif yakni; menulis
ayat/surat Al-Qur‟an, menghafal beberapa surat pendek Al-
Qur‟an, ditugaskan menjaga kebersihan masjid di madrasah.
2. Kedua, Jika peringatan dan beberapa sanksi edukatif tersebut
tidak membuat jera, maka orang tua/wali dipanggil untuk
pertama kali serta membuat pernyataan tertulis.
3. Ketiga, orang tua/wali dipanggil untuk kedua kali serta
membuat pernyataan tertulis diatas kertas bermaterai dan
siswa diberi sanksi skorsing.
4. Keempat, membuat pernyataan tertulis diatas kertas
bermaterai dan siswa dikeluarkan dari sekolah dan atau
dipindahkan ke sekolah lain.162
162
Dokumen MTs Negeri 1 Kab. Serang
159
Tata tertib sekaligus sanksi-sanksi tersebut di atas adalah
regulasi yang sengaja dibuat untuk menjadi acuan dalam memberikan
sanksi pada peserta didik yang melanggar tata tertib tersebut. Sanksi
yang diberikan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang
dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh bpk Moh. Iqbal, salah
seorang guru yang membidangi kesiswaan dalam sebuah wawancara
dengan peneliti, yang mengungkapkan :
”Di setiap madrasah pasti ada aturan-aturan tersendiri yang
dipedomani dalam rangka pembinaan bagi peserta didik, seperti pula di
MTsN 1 Kab. Serang, ada sanksi-sanksi tersendiri yang diberikan
kepada peserta didik bila melanggar aturan aturan yang berlaku,
misalnya datang terlambat, membuang sampah sembarangan, membuat
keonaran, merokok dan lain sebagainya. Sanksi-sanksi itu diupayakan
agar berlandaskan kepatutan dan punya efek jera serta tetap dalam
rangka mendidik.”163
Selain sanksi tersurat sebagaimana dalam dokumen tata tertib di
atas, ada pula sanksi-sanksi yang diberikan kepada peserta didik
misalnya: datang terlambat akan diberi sanksi mengambil air hingga
bak dalam kamar kecil penuh. Kemudian bila peserta didik ditemukan
membuang sampah sembarangan, maka akan diberi sanksi
membereskan sampah-sampah yang pada penampungan sampah hingga
bersih, dan sebagainya. Sanksi-sanksi itu diberikan kepada peserta
163
Moh. Iqbal, M.Pd, guru bidang Kesiswaan; wawancara pada tanggal 14
November 2018
160
didik yang melanggar peraturan kedisiplinan dan kebersihan madrasah
agar peserta didik sadar betul akan arti dari disiplin dan kebersihan.
Sanksi-sanksi tidak dibebankan begitu saja kepada peserta didik tetapi
guru senantiasa memberi pemahaman bahwa sanksi ini diberikan agar
kebiasaan-kebiasaan jelek peserta didik bisa berubah menjadi
kebiasaan-kebiasaan baik, yang bisa bermanfaat bagi dirinya dan
lingkungan sekitarnya. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan
prasangka jelek di benak peserta didik terhadap guru yang
menghukumnya dan tidak menimbulkan sakit hati hingga dendam di
hati peserta didik. Pendeknya, semua dilakukan dalam kerangka
pembinaan karakter. Selain sanksi-sanksi yang diberikan kepada yang
melanggar aturan aturan madrasah, tentu tidak bijak bila tidak
memberikan penghargaan kepada peserta didik yang istiqamah dalam
menjalankan semua aturan-aturan yang ada, terutama bila peserta didik
tersebut memiliki prestasi tersendiri di madrasah. Untuk merealisasikan
program pemberian penghargaan itu dirancang sebuah kegiatan dalam
rangka mengapresiasi semua kelebihan-kelebihan yang dimiliki peserta
didik, yaitu ”Pemilihan Siswa malaqbiq” atau lebih dikenal dengan
kegiatan PSM. Acara ini diselenggarakan setiap akhir tahun pelajaran.
Penilaian untuk ”Pemilihan Siswa Malaqbiq” dimulai sejak awal tahun
161
pelajaran hingga akhir tahun pelajaran. Semua kriteria penilaian
kemudian diakumulasi secara keseluruhan dan menjadi dasar dalam
memilih peserta didik yang berhak diberi penghargaan. Adapun kriteria
penilaiannya adalah : Pengamalan ibadah, prestasi belajar, hubungan
sosial, sikap dan perilaku, kreatifitas dan ketrampilan. Kemudian
jumlah nominasi yang mendapat penghargaan sebanyak sepuluh orang,
dan semua peserta didik berhak untuk mendapatkan penghargaan tanpa
kecuali dengan melihat kriteria penilaian yang telah ditetapkan.
Kegiatan ini bertujuan membangkitkan sermangat peserta didik untuk
menjadi yang terbaik dan senantiasa terus menerus memperbaiki diri.
Salah seorang guru ketika dimintai keterangan tentang kegiatan
ini mengungkapkan:
”Untuk mengapresiasi peserta didik yang mempunyai
kelebihan-kelebihan yang menonjol, maka madrasah mengadakan
kegiatan pemilihan siswa malaqbiq, tujuannya untuk mendorong
peserta didik untuk melakukan berbagai hal positif dalam belajar,
bersikap, berperilaku, hingga konsistensinya menjalankan kegiatan-
kegiatan madrasah serta frekuensi pengamalan ibadahnya. Semakin
sering peserta didik melakukan hal-hal positif dan minimnya peserta
didik melakukan hal-hal negatif maka semakin berpotensi dirinya
mendapat penghargaan sebagai peserta didik terbaik. Jadi, intinya
adalah maksimal kebaikannya dan minimal keburukannya.”164
164
Fadilah, S.Pd.I guru SKI; wawancara pada tanggal 19 November 2018
162
Metode sanksi dan penghargaan ini dalam berbagai literatur
pendidikan Islam disebut pula metode targib wa al-tarhib (janji dan
ancaman). Janji pahala bagi manusia yang melakukan kebaikan-
kebaikan di dunia ini, dan janji ancaman atau hukuman bagi manusia
yang lebih banyak melakukan keburukan-keburukan di dunia ini. targib
mendorong manusia untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang
diperintahkan Allah, sementara targhib mendorong manusia untuk
menjauhi perbuatan-perbuatn dosa yang dilarang Allah swt. Begitupun
metode penghargaan yang diimplementasikan di MTsN 1 Kab. Serang,
ini mendorong peserta didik untuk melakukan kebaikan dan hal-hal
positif, dan metode pemberian sanksi mendorong peserta didik untuk
menghindarkan diri dari hal-hal negatif dan keburukan.
e. Membangun Kerjasama antara Orang Tua, Sekolah, dan
Masyarakat.
Orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak
mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Oleh karena itu babak pertama dalam pendidikan terdapat di dalam
keluarga. Sementara itu sekolah memiliki peran sebagai pengganti
lembaga keluarga dalam pendidikan anak-anak dalam waktu tertentu.
163
Masyarakat sebagai sebuah kumpulan individu dan kelompok yang
diikat oleh budaya, aturan, dan cita-cita tertentu.
Dalam persoalan pendidikan anak, ketiga lembaga ini harus
menjalin kerjasama yang dinamis dan harmonis dalam rangka
mencapai tujuan utama pendidikan. Orang tua yang mendidik anak-
anaknya dalam suasana yang teduh dan sesuai dengan aturan-aturan
agama, kemudian sekolah juga memanfaatkan perannya sebagai
pengganti orang tua dalam membimbing dan mendidik generasi muda,
serta masyarakat juga berperan aktif dalam menyukseskan tujuan utama
pendidikan dengan menciptakan suasana yang menunjang terjadinya
pergaulan sehat dan baik di kalangan anggota masyarakat dan
menjauhkan segala hal-hal yang merusak kondisi belajar generasi
muda, maka akan lahir generasi-generasi unggul dan cemerlang serta
membanggakan.
Dasar inilah yang memotivasi lembaga pendidikan MTsN 1
Kab. Serang dalam menjalin kerjasama yang harmonis antara orang tua
dan masyarakat sebagai bentuk upaya menyelaraskan persepsi dan ide-
ide yang ada pada ketiga lembaga pendidikan tersebut. Dari dokumen
yang peneliti dapatkan, terdapat kegiatan rutin yang diselenggarakan
oleh MTsN 1 Kab. Serang yang secara berkala dilakukan, yaitu
164
pertemuan tiga komponen tersebut dalam kegiatan majlis madrasah.
Majlis madrasah sebuah wadah yang di dalamnya tercakup semua yang
punya kewajiban dalam membina dan menyukseskan pembelajaran di
sekolah, seperti : orang tua siswa, guru-guru, kepala sekolah, kemudian
tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh pendidik. Dalam pertemuan rutin
sekali dalam satu semester itu agenda besarnya bermuara pada
persoalan jalinan kerjasama untuk membangun kesefahaman dan
pengertian antara ketiganya. Orang tua yang menitipkan anaknya di
sekolah/madrasah berkewajiban memasukkan sumbang saran tentang
arah dan tujuan sekolah, serta hasil-hasil yang telah didapatkan,
begitupun warga masyarakat yang punya tanggung jawab besar
terhadap sukskesnya pendidikan di sekolah diharapkan untuk bisa
menyumbangkan ide-ide cemerlangnya ke sekolah. Dengan begitu
tidak ada lagi garis perbedaan maksud dan keinginan antara ketiganya.
Orang tua bisa tahu dan faham apa yang seharusnya dilakukan di rumah
dalam rangka menindak lanjuti kegiatan-kegiatan peserta didik selama
di sekolahnya, dan masyarakat mendukung total kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh sekolah dan sekaligus sebagai pengontrol suasana
dan kondisi di luar lingkungan sekolah dan rumah tangga.
165
Hal inilah yang menjadi harapan besar MTsN 1 Kab. Serang
dalam menyukskeskan semua program kerja yang diformulasi secara
apik dan terencana, dan akan semakin menjanjikan harapan sukses bila
program tersebut didukung penuh oleh orang tua dan masyarakat
sekitar, seperti dalam ungkapannya dalam wawancara, sebagai berikut :
“Dalam beberapa tahun terakhir kami banyak berkonsultasi dan
silaturrahim dengan para orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat.
Maksud dan tujuannya sangat jelas dalam rangka menyukseskan
program sekolah, sebab tanpa dukungan orang tua dan masyarakat,
perjalanan lembaga ini akan terseot-seot dan tidak akan mencapai
tujuan, visi dan misi secara optimal. Terutama persoalan upaya
pembinaan akhlak mulia peserta didik. Sehebat apapun program dan
desain yang diciptakan dan dilaksanakan oleh madrasah kalau tanpa
dukungan orang tua dan masyarakat, pasti tidak optimal
pencapaiannya. Logikanya, kami di madrasah hanya mendidik,
memantau dan mengontrol pembinaan akhlak mulianya yang dimulai
dari jam 07.30 sampai dengan 13.00, sisa waktunya diperuntukkan
untuk orang tua di rumah dan individu-individu yang ada dalam
masyarakat, dan perlu diingat bahwa pola pendidikan di tiga lembaga
ini jelas berbeda, kalau di madrasah sangat jelas rancangannya karena
sudah melalui analisis berbagai pertimbangan, sementara kalau di
rumah dan di masyarakat barangkali tidak ada pola yang dirancang
khusus, semuanya mengalir apa adanya. Jadi jangan heran bila peserta
didik yang hari ini faham tentang etika ketika berada di lingkungan
madrasah, esok hari terlupakan lagi pemahaman itu karena pengaruh
orang tua dan lingkungan masyarakatnya berbeda-beda. Tapi
pendeknya, kami berupaya keras membina akhlak peserta didik di
madrasah kami semaksimal mungkin, salah satu bentuk
pengoptimalannya adalah kerjasama antara orang tua, sekolah dan
masyarakat, semoga sukses.”165
165
Hajiyah, M.Pd wawancara pada tanggal 21 November 2018
166
Melalui keterangan dalam wawancara tersebut menandakan bahwa
MTsN 1 Kab. Serang secara berkala dan rutin melakukan hubungan
kerjasama antara orang tua, sekolah dan masyarakat sebagai bentuk
upaya membangun kesefahaman pengertian dan kecocokan persepsi
dalam menyukseskan program kerja madrasah yang salah satunya
adalah upaya membina akhlak mulia peserta didik sebagai bagian dari
tujuan pendidikan yang diharapkan bersama.
4. Penerapan metode Al-Hikmah dan evaluasi Muhasabah pada
rumpun PAI di MTs Negeri 1 kab. Serang
orang yang bijaksana tidak mudah emosional dalam
menghadapi sesuatu. Ia pun tidak gegabah dalam setiap mengambil
keputusan . setiap persoalan dihadapi dengan akal sehat, setiap
keputusan dipertimbangkan dengan masak-masak dengan ilmu
pengetahuan yang luas.
Begitu juga seorang guru dikatakan bijaksana apabila dalam
menghadapi setiap persoalan senantiasa dipertimbangkan dengan akal
sehat dan berdasarkan ilmu pengetahuan.
Ia tidak reaktif dan emosional. Misalnya, apabila dia menghadapi siswa
yang melakukan kesalahan, ia tidak dengan serta merta menyalahkan,
mencela, dan menghukum siswa dengan hukuman fisik.
167
Dengan tenang dan penuh kesabaran ia mengumpulkan
beberapa bukti yang objektif. Setelah bukti objektif tersebut ditemukan,
ia mempertimbangkan bukti-bukti tersebut dengan matang. Lalu ia
mengambil tindakan dengan mempertimbangkan kemanfaatan baik
bagi siswa yang melakukan kesalahan tersebut maupun bagi kebaikan
umum.
Guru yang bijaksana merancang dan melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa-siswinya.
Ia tidak memaksakan kehendaknya sendiri pada anak-anak. Dalam
memberi tugas tidak berlebihan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan
dan keperluan siswa.
Bijaksana dalam dunia pendidikan dapat juga diartikan:
1. memberi tugas tanpa harus membebankan kepada siswa.
2. menghukum siswa yang bersalah tanpa harus menyakiti
3. mengingatkan dan meluruskan siswa yang salah tanpa harus
mempermalukan
4. mendidik siswa sesuai dengan keadaan dan kemampuan mereka
5. menguji dan menilai siswa dengan kemampuan yang dimiliki
Secara umum siswa sangat menyukai guru yang bijaksana.
Mengapa demikian? Sebab, dari guru yang bijaksana mereka mendapat
168
pelajaran untuk kehidupannya dan mereka pun senang diperlakukan
secara manusiawi tidak hanya semena-mena.
Hal ini sebagaiman diungkapkan oleh Ibu Siti Fatimah S.Ag,
beliau mengungkapkan bahwa; “Peserta didik adalah anak dan
sekaligus sahabat kita, karena mereka adalah amanah dari Allah SWT,
sebagai anak bisa bermanja, bisa curhat dan lain sebagainya. Sebagai
sahabat bisa sering-sering diskusi tentang berbagai hal bukan hanya
tentang pelajaran saja”.166
Apabila seorang guru mempunyai pandangan yang sama seperti
halnya pandangan dari Ibu Siti Fatimah terhadap peserta didik, maka
siswa pun tentu akan menaruh simpati, hormat sekaligus merasa
bangga dengan sosok guru/pendidik yang bijak seperti yang dilakukan
oleh Ibu Siti Fatimah tersebut.
Berbeda halnya dengan guru yang tidak bijaksana. Guru yang
tidak bijaksana biasanya mempermalukan siswa dengan semaunya,
menurut peerasaannya. Jika tidak menyukai siswa tertentu, ia pun akan
menindasnya, terutama secara psikologis.
Guru yang tidak bijaksana dapat terjerumus kedalam perbuatan
yang merusak mentalitas siswa tanpa disadari. Ia akan mempermalukan
166
Wawancara pada tanggal 12 November 2018
169
anak seperti orang dewasa lain yang ia tidak sukai. Bahkan ia bisa lupa
bahwa tugas dirinya adalah memperbaiki siswa, bukan merusaknya.
Sehubungan dengan itu, maka seorang guru yang bijaksana
akan selalu introspeksi, menilai diri sendiri, atau meminta penilaian
dari rekan sesama guru. Hal ini biasa dilakukan tatkala ada rapat
internal madrasah, “ Evaluasi terhadap rekan kerja sesama guru
sebagai wujud introspeksi untuk meningkatkan dedikasi dan loyalitas
tenaga pendidik dan kependidikan di madrasah, Hampir semua
pendidik dan tenaga kependidikan yang dinilai oleh warga madrasah
baik guru, kepala madrasah dan tenaga kependidikan yang lainnya
selalu bersikap terbuka, selama yang disampaikan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya”167
. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya
guru melakukan evaluasi muhasabah dalam setiap kegiatan yang
dihadapi, baik sebelum, ketika melakukan kegiatan, dan sesudah
melakukan kegiatan.
C. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Seorang guru bahasa arab pengganti memasuki ruangan kelas di
sebuah Madrasah Ibtidaiyyah. Ia menggantikan guru pelajaran itu
sampai akhir semester ini. Ia memulai pembelajaran di kelas itu, ketika
167
Wawancara dengan kepala madrasah, pada tanggal 14 November 2018
170
ia bertanya pada seorang murid laki-laki yang duduk dibangku depan,
ia bingung karena tiba – tiba suasana kelas menjadi riuh, murid-murid
lain tertawa tanpa sebab.
Karena sudah kenyang dengan pengalaman mengajar, ia faham
betul pastilah ada sesuatu yang ditertawakan oleh anak-anak dikelas itu
pada diri anak laki-laki yang ditanya olehnya tadi. Setelah diselidiki,
ternyata anak laki-laki itu dikenal sebagai murid yang paling bodoh di
kelas itu, teman-temannya begitu meremehkannya sehingga sering
mengolok-olok dan mentertawakannya.
Suatu hari seusai pelajaran ia memanggil murid yang dianggap
bodoh itu setelah seluruh teman-temannya pulang. Ia berkata sambil
memberikan secarik kertas:
“Hafalkan baik-baik bait-bait syair yang ada di kertas ini, harus hafal
betul dan ingat jangan engkau beritahukan kepada teman-temanmu,
siapapun !”
Murid itu mengangguk patuh. Seminggu kemudian, guru
menyampaikan pelajaran baru dikelas itu, ia menulis syair di papan
tulis, menerangkan dan memebacakannya berulang-ulang, setelah itu ia
berkata:
“ Nah, sekarang siapa yang hafal bait-bait syair ini ?”
171
Tanyanya, sambil perlahan ia menghapus tulisan syair itu di papan
tulis, tak seorang muridpun yang mengangkat tangan, kecuali murid
yang dikenal bodoh oleh teman-temannya itu, perlahan malu-malu ia
berdiri dan menghafalkan bait-bait syair itu.
Hafalan yang lancar sekali, teman-temannya yang biasa
mengolok-olok dan mentertawakan semua terkejut dan terdiam. Guru
itu memujinya dan menyuruh teman-temannya untuk bertepuk tangan
menghormatinya.
Demikianlah, berulang kali guru bahasa arab ini memberikan
kertas hafalan-hafalan kepada si murid bodoh itu, tertawaan dan
cemoohan teman-temannya kini berubah menjadi kekaguman padanya.
Hal ini mendorong perubahan besar pada jiwa si murid itu. Ia mulai
percaya diri dan meyakini bahwa dia tidaklah bodoh, ia merasa mampu
untuk bersaing dengan teman-teman sekelasnya, perubahan ini
mendorongnya untuk semangat dan bersungguh-sungguh belajar
disemua mata pelajaran.
Ketika ujian akhir tiba, murid ini berhasil lulus untuk setiap
mata pelajaran dengan nilai yang sangat memuaskan, si murid bodoh
itu pun mengejar gelar doktor disebuah universitas ternama di kotanya.
Kisahnya ini dia tulis disebuah koran sebagai bentuk pujian untuk
172
gurunya, juga sebagai do‟a agar gurunya itu beroleh pahala dari Allah
SWT dan kebaikan karena jasa-jasanya.168
Dari kisah diatas terdapat pelajaran yang bisa diambil yakni
bahwasanya seorang guru yang bijaksana akan bersikap adil dalam
memandang anak didiknya, ketika didapati anak didiknya lambat dalam
menerima pelajaran tidak lantas menganggap bahwa anak tersebut
bodoh melainkan belum mengetahui ilmunya, sehingga ia berusaha
untuk menempuh berbagai metode yang dapat menghantarkan anak
tersebut mampu menguasai kompetensi tertentu sebagaimana yang
telah dikuasai oleh teman-temannya. Pandangan dan sikap guru yang
bijaksana tersebut memberi motivasi bagi siswa untuk melakukan
perubahan sehingga siswa yang selalu dicemooh, ditertawakan, dan
diremehkan berhasil dengan melanjutkan studi di universitas ternama.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh guru Al-Qur‟an Hadits;
Dalam melaksanakan tugas sebagai guru pada rumpun PAI
tidak dapat dipungkiri bahwa diantara siswa yang kami hadapi ada
siswa yang lambat dalam menerima pelajaran, hal ini dapat kami
maklumi sehubungan dengan tingkat pemahaman (daya tangkap) siswa
terhadap materi pelajaran yang disampaikan itu beragam. Oleh sebab
168
http://pijar.net/kisah-inspiratif-guru-bijaksana-yang-merubah-murid-
bodoh-menjadi pintar
173
itu, kami berusaha untuk senantiasa bersabar dan terus memberikan
motivasi.169
Guru yang bijaksana bukan hanya menjadi dambaan bagi
peserta didiknya tetapi juga merupakan tipe guru yang ideal yang
diinginkan oleh siswa/peserta didik. Seorang guru yang ideal tidak
menempatkan diri sebagai narasumber yang hebat dan harus
memindahkan ilmu ke otak siswa tapi sebagai pendamping dan bagian
dari siswa untuk belajar bersama. Guru ideal adalah sosok guru yang
mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau
keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin
diambil maka semakin jernih airnya. Mengalir bening dan
menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya.
Guru ideal adalah guru yang menguasai ilmunya dengan baik.
Mampu menjelaskan dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh
peserta didiknya karena cara mengajarnya yang enak didengar dan
mudah dipahami. Siswa mengakui bahwa pengajar yang baik tidak
terlalu terkait dengan pengetahuan dan keterampilan disbanding sikap
siswa terhadap siswa, materi yang diajarkan, dan pekerjaan itu sendiri.
Banyak guru yang dianggap ideal ternyata hanya memiliki sifat
169
Wawancara dengan bpk. Aep Saeful Anwar, M.Pd.I pada tanggal 19
November 2018
174
dominan. Karakteristik yang disebutkan sebagai alat yang
memungkinkan guru-guru menciptakan dan mempertahankan
konektivitasnya di kelas.
Guru yang ideal tersebut memiliki kesadaran akan tujuan yang
pasti, memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa,
menunjukkan kemauan beradaptasi dan berubah untuk memenuhi
kebutuhan siswa, mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka,
mau belajar berbagai model pembelajaran. Selain itu, guru ideal harus
bisa menerima kritikan dari peserta didiknya. Dari kritik itulah guru
belajar dan mendapat pengalaman baru dalam mengajar. Guru dapat
mengetahui kekurangan cara mengajarnya, dan melakukan umpan balik
(feedback)170
Pendidikan mengandung pengertian bukan hanya sebagai
pengembangan intelektualitas peserta didik, tetapi lebih jauh maknanya
yang meliputi proses pembinaan kepribadian peserta didik secara
menyeluruh. Tujuannya adalah untuk mengubah perilaku dan sikap
peserta didik dari yang bersifat negatif ke positif, dari yang destruktif
ke konstruktif, dari berakhlak buruk ke akhlak karimah, dan
170
Sudarwan Denim, Pedagogi, andragogi,dan teutagogi, (Bandung:
Alfabeta, 2010) hal. 40
175
sebagainya.171
Dari sini kita memahami bahwa tujuan terpenting dari
dilaksanakannya pendidikan ialah pemenuhan intelektualitas semata,
karena di atas segalanya penyempurnaan kepribadian adalah yang
utama. Jika makna pendidikan secara umum saja bertujuan untuk
membentuk akhlak peserta didik, tentulah pendidikan dalam Islam
lebih tinggi lagi maknanya. Karena pembentukan akhlak yang baik
sepaket dengan diturunkannya risalah Islam ke dunia.
Sebagaimana Asma Hasan Fahmi menjelaskan bahwa yang
menjadi tujuan akhir dari pendidikan Islam dapat dirincikan menjadi:
a. Tujuan keagamaan
b. Tujuan pengembangan akal, akhlak.
c. Tujuan pengajaran kebudayaan
d. Tujuan pembinaan kepribadian
Demikian pula dengan Munir Mursi yang menjabarkan tujuan
pendidikan Islam:
a. Bahagia di dunia dan akhirat
b. Menghambakan diri kepada Allah
c. Memperkuat ikatan keIslaman dan melayani kepentingan masyarakat
Islam
171
Mahmud. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia,
2012, h. 100
176
d. Akhlak mulia
An-Nahlawi seperti yang dijelaskan oleh Syafaruddin172
mengemukakan pendidikan keagamaan atau pendidikan Agama Islam
diberikan kepada anak bertujuan:
a. Anak benar-benar menjadi seorang muslim dan seluruh aspeknya;
fisik, sosial, spiritual, tingkah laku, dan intelektual.
b. Merealisasikan ubudiyah kepada Allah Swt. dengan segala makna
yang terkandung dalam tujuan di atas sehingga akal, pikiran, dan
akidahnya berkembang optimal.
Dari berbagai pendapat di atas kiranya pendapat M. Athiyah Al-
Abrasyi berikut ini cukup menyimpulkan, seperti yang dikutip oleh
Mahmud173
, bahwa menurut Al-Abrasyi para ahli pendidikan Islam
telah sepakat bahwa maksud pendidikan dan pengajaran bukanlah
memenuhi otak peserta didik dengan segala macam ilmu yang belum
mereka ketahui, melainkan mendidik akhlak dan jiwa mereka,
menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan
kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan
yang suci, ikhlas, dan jujur. Dengan demikian tujuan pokok dan utama
172
Syafaruddin, dkk. Ilmu Pendidikan Islam; Melejitkan Potensi Budaya
Islam. Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2009, h. 41. 173
Mahmud, Pemikiran…, h. 120
177
dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendalaman
jiwa. Rincian tujuan pendidikan Islam tersebut adalah berikut ini:
a. Pembentukan akhlak yang mulia. Kaum muslim dari dahulu sampai
sekarang menyepakati bahwa pendidikan akhlak merupakan inti
pendidikan Islam dan bahwa mencapai akhlak yang sempurna adalah
tujuan pendidikan yang sebenarnya.
b. Meningkatkan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan
Islam bukan hanya menitikberatkan keagamaan, melainkan pada
kedua-duanya.
c. Mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat atau sekarang ini
dikenal dengan nama tujuan-tujuan vokasional dan professional
d. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar, memuaskan
keingintahuan dan memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi
ilmu itu sendiri.
e. Menyiapkan pelajar dari segi professional, teknikal dan pertukangan
supaya dapat menguasai profesi tertentu dan keterampilan
pekerjaan tertentu agar mereka dapat mencari rezeki dalam hidup di
samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
Berdasarkan rumusan para tokoh di atas dapat kita pahami
bahwasanya pembentukan akhlak mulia pada hakikatnya merupakan
178
tujuan akhir dari proses pendidikan Islam. Secara substansial,
pengamalan pengajaran agama Islam merupakan pendidikan budi
pekerti terhadap setiap muslim agar benar-benar tunduk terhadap
sunnatullah baik sebagai pribadi atau hamba Allah maupun sebagai
khalifah Allah di bumi.174
Menurut Umari, keberadaan akhlak pada hakikatnya berisikan
nilai-nilai tentang:
a. Arti baik dan buruk
b. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
c. Menunjukkan jalan untuk melakukan perbuatan
d. Menyatakan tujuan di dalam perbuatan.
Dalam konteks ini, nilai-nilai akhlak yang menjadi tingkah laku
atau perangai seseorang merupakan sifat yang berurat berakar pada diri
seseorang yang terbit dari padanya amal perbuatan dengan mudah tanpa
dipikir-pikir dan ditimbang-timbang lagi (spontanitas).175
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwasanya
setiap kegiatan pendidikan yang dilaksanakan haruslah bermuara pada
terbinanya akhlak mulia. Betapapun pentingnya kegunaan ilmu yang
bermacam-macam jumlahnya itu, namun dalam Islam nafasnya
174
Syafaruddin, Ilmu…, h. 69. . 175
Ibid., h. 70
179
haruslah akhlak yang terpuji. Pelaksanaan pendidikan akhlak yang
sudah berlangsung di MTsN 1 Kab. Serang sejauh ini –jika boleh
dikatakan- sudah sesuai dengan tuntunan yang telah dirumuskan oleh
pakar pendidikan terdahulu, yakni dengan menempatkan akhlak
menjadi sesuatu yang urgen, dan yang paling penting keberhasilan
tertinggi yang dicapai oleh peserta didik ialah terbinanya akhlak yang
mulia.
Kebijakan sekolah yang menyesuaikan tingkat pendidikan anak
dengan materi yang akan diajarkan seperti yang dijelaskan oleh kepala
madrasah pada halaman sebelumnya merupakan pemahaman yang
sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55
tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Pasal 5 Ayat 2 yaitu: “Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan
tahap perkembangan kejiwaan peserta didik”176
Sejalan dengan itu pendapat yang disampaikan oleh Ibn
Miskawaih tentang tingkatan manusia dalam menerima pendidikan
akhlak yang baik juga berbeda-beda khususnya pada anak-anak. Ini
disebabkan karena karakter (akhlak) mereka muncul sejak awal
pertumbuhannya. Sikap yang dimunculkan anak-anak biasanya tidak
176 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kumpulan Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI, 2007,
h. 231.
180
ditutup-tutupi dengan sengaja dan sadar seperti yang dilakukan oleh
orang dewasa.177
Selain itu kita menyaksikan sendiri ada di antara mereka yang
baik, kikir, lembut, keras kepala, dengki atau sebaliknya? Atau bahkan
ada yang karakter-karakternya saling kontradiksi, yang dari situ
akhirnya anda bisa mengetahui tingkatan-tingkatan manusia dalam
menerima karakter yang mulia? Dari situ kita bisa mengerti bahwa
ternyata mereka tidak sama tingkatannya. Di antara mereka ada yang
tanggap dan tidak tanggap, ada yang mudah dan lunak, ada yang keras
dan sulit, ada yang baik dan yang buruk, dan ada yang berada pada
posisi tengah di antara dua kubu ini. Kalau tabiat-tabiat ini diabaikan
dan tidak didisiplinkan dan dikoreksi, maka dia tumbuh berkembang
mengikuti tabiatnya, dan selama hidupnya kondisinya tidak akan
berubah, dia memuaskan apa yang dianggapnyacocok menurut selera
alamiahnya: entah marah, senang, jahat, tamak, atau tabiat rendah
lainnya.178
Dalam penyusunan dan mengarahkan tatanan moral ke arah
kesempurnaan hendaklah dilalui setapak demi setapak dan dengan cara
yang alami. Yaitu dengan cara menemukan fakultas-fakultas dalam diri
177 Ibn Miskawaih. Tahdzib Al-Akhlak; Menuju Kesempurnaan Akhlak. Terj.
Helmi Hidayat. Bandung: Mizan, 1997, h. 59 178
Ibn Miskawaih, Tahzib., h. 59.
181
yang muncul terlebih dahulu, kemudian mulai memperbaruinya, lalu
dilanjutkan dengan fakultas-fakultas yang muncul kemudian, sesuai
dengan tatanan alami. Dan sesuai tatanan tersebut maka yang pertama
kali terbentuk dalam diri kita adalah sesuatu yang terdapat pada
tumbuhan dan hewan. Kemudian sesuatu itu terus mendapatkan hal
yang khas dan menjadi berbeda dengan spesies lainnya hingga
memperoleh atribut kemanusiaan. Oleh sebab itu kita harus
memulainya dari nafsu makan, lalu mengaturnya, setelah itu kita atur
nafsu amarah dan cinta kemuliaan, dan akhirnya keinginan akan ilmu
dan pengetahuan. Tahapan-tahapan tersebut sesuai dengan tahapan
pertumbuhan manusia yang pada mulanya merupakan embrio, lalu
anak-anak, dan akhirnya orang dewasa. Dan fakultas ini muncul dalam
diri kita satu demi satu.179
Setelah direncanakan sedemikian rupa dengan menempatkan
akhlak sebagai tujuan utama dari pelaksanaan pendidikan, selanjutnya
tahap yang tak kalah penting adalah pelaksanaan pendidikan.
Strategi/metode yang digunakan sangat mempengaruhi tercapainya
tujuan. Dari berbagai metode pendidikan akhlak yang penulis temukan
di MTsN 1 Kab. Serang ini peserta didik mempunyai kegiatan rutin
179
Ibid., h. 60
182
setiap harinya yang berhubungan dengan berbagai hafalan ayat dan
doa. Doa ini tidak hanya dilaksanakan setelah salat, tetapi setiap
aktivitas peserta didik dianjurkan untuk memulai dengan berdoa,
seperti akan makan, ketika masuk ke dalam kelas, ke kamar mandi dan
sebagainya. Penting bagi seorang pendidik untuk mengajarkan dan
menganjurkan peserta didik untuk selalu berdoa, khususnya doa untuk
berakhlak mulia. Secara psikologis, peserta didik mengalami tiga tahap
perkembangan dalam berdoa, yaitu:
1. Tahap pertama (5 sampai 7 tahun) peserta didik secara kabur
menghubungkan doa (atau formula tertentu yang diajarkan) dengan
Tuhan, tetapi anak tetap merasakan pengalaman ini merupakan
pengalaman yang global dan tidak berbeda dengan pengalaman yang
lain.
2. Tahap kedua (7 sampai 9 tahun), doa menjadi secara khusus
dikaitkan dengan pengalaman aktivitas tertentu tetapi tetap dalam
keadaan konkret dan sangat dipersonifikasi.
3. Tahap ketiga (9 sampai 12 tahun), ide bahwa doa merupakan
komunikasi antara peserta didik dengan Tuhan mulai terjadi. Hanya
pada tahap inilah isi doa berubah dari keinginan egosentris menjadi
183
altruistic dan hal-hal yang berhubungan dengan etika kedamaian,
ketenteraman, kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan.180
Secara psikologis doa juga mempunyai beberapa keutamaan, di
antaranya seperti yang dijelaskan oleh Suprayetno berikut ini:
1. Pertama dan utama ialah doa merupakan pemancangan niat dan
cita-cita yang kemudian akan membentuk konsep diri (self concept)
dan kepercayaan diri (self confidence) yang merupakan cikal bakal
pembentukan sikap dan perilaku sesuai dengan isi doa, atau dalam
hal ini adalah berakhlak mulia.
2. Doa dapat meningkatkan kekuatan spiritual dan keimanan seseorang.
Seperti dalam salah satu kasus sahabat Rasul Saw. yang khawatir
akan kegagalannya dalam berakhlak mulia lalu berdoa kepada
Allah Swt. untuk kesuksesan perjuangannya dalam berakhak mulia.
Setelah berdoa ia memiliki semangat yang tinggi untuk berusaha
mencapai cita-citanya. Orang yang selalu berdoa tidak akan mudah
putus asa dan frustasi. Sebab perasaan-perasaan negatif yang
mendorongnya untuk frutasi dan putus asa telah dileburnya bersama
dengan doa-doa yang dipanjatkannya kepada Allah Swt.
180
Hasan Asari. Hadis-Hadis Pendidikan; Sebuah Penulusuran Akar-Akar
Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2014., h. 264
184
3. Doa meningkatkan persiapan spiritual seseorang dalam
mempersiapkan dirinya menghadapi hari akhir. Dalam hal ini
memiliki akhlak mulia merupakan manifestasi dari rasa keimanan
terhadap hari akhir dan kekhawatiran terhadapnya.
4. Doa dapat meningkatkan rasa sosial manusia. Di sinilah esensi doa-
doa yang diajarkan Rasul Saw. yakni memiliki akhlak mulia dan
menghidari akhlak tercela guna kesejahteraan dan keselamatan
umat manusia.181
Hal yang sangat efektif dalam menanamkan akhlak ialah
keteladanan. Peserta didik cenderung meneladani pendidiknya. Ini
diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari Barat maupun dari Timur.
Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru,
tidak saja yang baik, yang jelek pun ditirunya. Selain itu juga manusia
memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini adalah sifat
pembawaan. Taqlid (meniru) adalah salah satu sifat pembawaan
manusia.182
Ahmad Tafsir menyimpulkan bahwa metode pendidikan Islam
berpusat pada keteladanan. Yang memberikan keteladanan itu adalah
guru, kepala sekolah dan seluruh aparat sekolah. Sedangkan teladan
181
Asari (Ed.), Hadis…, h. 204. 182
Ahmad Tafsir, Ilmu…, h. 143
185
untuk guru-guru adalah Rasulullah Saw. Guru tidak boleh mengambil
tokoh yang diteladani selain Rasulullah Saw.183
Dalam sebuah lembaga pendidikan, semua tenaga pendidik
harus mampu menjadi teladan bagi peserta didik. Pemberian teladan
tidak cukup jika hanya ditunjukkan oleh sebagian kecil guru saja,
apalagi jika hanya dibebankan kepada guru agama. Semua guru
harusnya berfungsi sebagai guru agama, dalam arti bertugas untuk
menanamkan nilai-nilai etis religius,184
seperti ikut melaksanakan
shalat berjamaah, berpuasa pada bulan ramadhan, membaca doa,
menjaga kebersihan, memperhatikan adab-adab makan, duduk,
berbicara dan sebagainya. Pemberian keteladanan dalam upaya
membina akhlak peserta didik telah teruji keberhasilannya,
Keteladanan merupakan metode pengajaran Rasulullah saw. yang
paling penting dan menonjol, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai
hadis. Jika Rasulullah menyuruh melakukan sesuatu, maka beliaulah
orang pertama yang akan melakukannya, sehingga orang-orang dapat
mengikutinya dan mengamalkan sebagaimana yang mereka lihat dari
183
Ibid., h. 143 184
Tabroni, Pendidikan Islam: Dari Dimensi Paradigma Teologis, Filosofis
dan Spiritualitas Hingga Dimensi Praksis Normatif, h.191
186
Rasulullah.185
Sehingga terasa ganjil jika dalam pendidikan Islam,
metode keteladanan ini kurang diterapkan. Terlebih lagi melihat
kondisi saat ini, seakan peserta didik kehilangan sosok yang dapat
diteladani. Rasulullah saw. telah menunjukkan bagaimana efektifnya
keteladanan. Dengan kemuliaan akhlak Rasulullah, beliau mendidik
para sahabatnya. Hingga terbentuklah insan-insan yang dihiasi dengan
akhlak mulia. Berakhlak mulia merupakan salah satu daya tarik yang
dimiliki Rasulullah saw. dan menjadi pendukung keberhasilan dakwah
beliau. Di dalam al-Quran Allah swt. menyifati Rasulullah saw. dengan
sifat yang begitu indah, sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Qalam /
68 : 4, berbunyi:
٤وإك هعلى لو ظي
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti
yang luhur.”186
Seperti itulah yang harusnya dicontoh oleh para pendidik saat
ini, pendidik harus menjadi teladan bagi peserta didiknya jika ingin
mewujudkan generasigenerasi yang berakhlak mulia yang menjadi
185
Abdul FattahAbu Ghuddah, ar-Rasul al-Mu‟allim wa Asalibuhu fi at-
Ta‟lim; ter: Agus Khudlori dengan judul, Muhammad Sang Guru (Cet.I;
Temanggung: Armasta, 2015), h.81. 186
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Cet.IV; Bandung:
Diponegoro, 2007),h.564
187
tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana rumusan Athiyah al-Abrasyi
bahwa tujuan akhir pendidikan Islam yaitu manusia yang berakhlak
mulia.187
Akhlak ini menjadi bekal terpenting setiap manusia untuk
menjalani hidup sebagai mahluk sosial. Karena akhlak berkaitan
dengan hubungan muamalah seseorang dengan orang lain, baik secara
perorangan maupun kelompok. Bahkan lebih dari itu, akhlak tidak
terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia
lain, tetapi juga mangatur hubungan manusia dengan segala yang
terdapat dalam wujud dan kehidupan ini, dan mengatur hubungan
antara hamba dengan Tuhannya.188
Sehubungan dengan penanaman pendidikan akhlak kepada
peserta didik haruslah dilakukan sedini mungkin dan merupakan suatu
kemutlakan. Suprayetno W189
dalam Hadis-Hadis Pendidikan (Hasan
Asari, Ed.) menjelaskan bahwa dalam menanamkan akhlak terdapat
tiga fase yang akan dilalui oleh peserta didik, yaitu:
a. Fase pertama, akhlak anak dikendalikan dari luar dirinya, yakni oleh
orang-orang dewasa di sekitarnya. Dalam hal ini anak sangat
187
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Cet.II; Jakarta: Kencana, 2012),
h.62 188
Omar Mohammad al-Taumy al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah al-
Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam (Cet.I; Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), h.312 189
Asari (Ed.), Hadis…, h. 281.
188
bergantung pada orang-orang dewasa tentang perbuatan yang baik
dan buruk, yang boleh dan yang dilarang.
b. Fase kedua, saat anak mampu menerapkan pengendalian diri sendiri.
Ini merupakan saat anak berperilaku baik bukan karena takut pada
orang tua atau karena pengawasan orang tua atau orang dewasa lain.
Dengan kata lain telah terjadi proses internalisasi nilai-nilai,
norma-norma dan aturan-aturan dalam diri anak. Di sinilah anak mulai
menerapkan standar internal setiap perbuatannya. Hal yang harus
diperhatikan di sini adalah urgensi penciptaan dan penegakan
konsistensi nilai, norma, dan aturan serta situasi dan kondisi yang
mendukung kepada penciptaan akhlak yang baik dalam lingkungan
hidup anak.
c. Fase ketiga, yaitu fase saat anak telah memiliki aturan-aturan sendiri
dalam kehidupannya, yakni suatu fase yang di dalamnya anak telah
menerapkan strategi dan rencana sendiri dalam menghadapi
tantangan-tantangan yang berlawanan dengan akhlak yang baik.
189
Langgulung dan Najati seperti yang dijelaskan oleh Suprayetno
W190
merumuskan hal-hal praktis yang dapat dilakukan dalam
pendidikan akhlak anak, antara lain:
a. Meneladankan/menjadi contoh (bukan memberi contoh) kepada
anak akan akhlak yang mulia.
b. Menciptakan suasana dan peluang kepada anak untuk berakhlak
mulia.
c. Menunjukkan kepada anak bahwa orang tua selalu mengawasi sikap
dan perilaku mereka.
d. Menjauhkan anak dari teman-temannya yang memungkinkannya
berakhlak tercela.
e. Menjaga anak agar tidak mengunjungi tempat-tempat yang dapat
merusak akhlaknya.
f. Membiasakan anak untuk hidup bersahaja agar mereka mampu
bersikap sabar dalam menghadapi kesulitan hidup. Kemanjaan dan
kekayaan akan mengajarkan hal yang sebaliknya.
g. Mendidik anak adab makan, mandi berpakaian, buang air, tidur dan
sebagainya yang telah diatur dalam Islam termasuk doa-doa yang
mengiringi aktivitas tersebut.
190
Asari (Ed.), Hadis…, h. 281-282.
190
h. Mengajarkan anak dan membiasakan mereka untuk membaca Al-
quran setiap hari.
i. Mengajarkan anak cerita-cerita tentang para Nabi, Rasul, sahabat
Rasul, dan orang-orang salih lainnya dalam sejarah Islam. Hal ini
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta anak-anak kepada
mereka sekaligus menjadikan mereka idola dan teladan.
j. Memberikan respon atas akhlak anak, yakni dengan memberikan
penghargaan atas akhlak yang baik dan memberikan hukuman atas
akhlak yang buruk.
k. Membiasakan anak untuk melakukan hal-hal yang bersifat
jasmaniah/olahraga (tarbiyah jasadiah). Hal ini selain bertujuan
untuk meningkatkan keehatan anak juga bertujuan menghindarkan
anak dari sifat malas.
l. Membiasakan anak untuk bersikap rendah hati dan menghargai
orang lain.
m. Mendidik anak untuk tidak bersifat materialis.
n. Melarang anak untuk melakukan sumpah, baik sumpah yang benar
maupun yang bersifat bohong. Hal ini dimaksudkan untuk mendidik
anak untuk tidak menganggap ringan sumpah.
191
o. Membiasakan anak untuk berkata-kata dengan perkataan yang baik
serta melarang mereka untuk berkata-kata kotor dan mencela.
p. Mengajarkan anak untuk sabar menerima hukuman, khususnya bila
menerima hukuman dari guru. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan
jiwa ksatria anak untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang
dilakukan.
q. Memberikan anak waktu untuk istirahat dan rekreasi.
r. Jika anak telah remaja atau baligh mereka diharuskan untuk tetap
melaksanakan salat setiap waktu dan ibadah-ibadah wajib lainnya.
s. Menanamkan dalam jiwa anak rasa takut melakukan perbuatan-
perbuatan dosa.
Al-Ghazali sangat menekankan pentingnya perubahan perilaku,
khususnya akhlak dalam belajar. Dalam Ihya Al-Ulum Al-Din, Al-
Ghazali menegaskan bahwa perubahan, perbaikan, dan peningkatan
akhlak akan dapat dicapai sepanjang dilakukan melalui usaha dan
latihan moral yang sesuai. Hal ini penting, sebab fungsi agama yang
utama adalah membimbing manusia memperbaiki akhlak. Rasul sendiri
diutus Allah SWT adalah untuk memperbaiki akhlak manusia agar
berakhlak mulia. Itu berarti, jika akhlak tidak dapat diubah, maka
semua perintah dan teguran, anjuran dan ancaman agama tidak akan
192
berguna. Untuk merubah akhlak peserta didik ke arah akhlak yang
mulia, maka metde pendidikannya adalah latihan dan pembiasaan
moral atau akhlak yang baik ke dalam peserta didik.191
Menurut Al-Ghazali, pendidikan agama harus diberikan kepada
anak sejak usia dini. Ketika itu, anak harus menerima materi
pembelajaran dengan hafalan diluar kepala. Ketika usia anak menginjak
dewasa, sedikit demi sedikit makna agama yang dididikkan kedalam
diri mereka akan tersingkap. Prosesnya dimulai dengan hafalan,
dilanjutkan dengan proses pemberian pemahaman, kemudian keyakinan
dan pengakuan. Setelah itu baru diberi bukti dan dalil yang membantu
menguatkannya. Berkaitan dengan hal ini, Al-Ghazali menasehatkan
kepada para guru agar mengatur metode pembelajaran sesuai dengan
usia dan tempramen peserta didik atau melihat apakah metode itu
diterima atau tidak oleh peserta didik sesuai kepribadian bawaan
mereka.192
Ada tiga alasan mengapa anak-anak memiliki sikap meniru
menurut An-Nahlawi seperti yang dijelaskan oleh Syafaruddin
sehingga keteladanan diperlukan yaitu:
191
Al Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan; dari filsafat hingga praktik
pendidikan, Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2009, h. 84 192
Al Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan..., h. 87
193
1. Keinginan untuk meniru dan mencontoh terdorong oleh keinginan
halus yang tidak dirasakannya untuk meniru orang yang
dikaguminya didalam cara berbicara cara bergerak, cara bergaul,
cara menulis, dan sebagian besar tingkah laku tanpa disengaja. Cara
meniru tanpa disengaja seperti ini tidak hanya terjadi pada tingkah
laku yang baik, kadangkala terjadi pada tindakan yang jelek, tidak
baik atau perbuatan dosa.
2. Ada kesiapan untuk meniru, karena setiap tahapan usia anak
mempunyai kesiapan untuk meniru dan potensi tertentu.
3. Ada tujuan. Stiap peniruan mempunyai tujuan yang kadang-kadang
disadari oleh anak atau pihak yang meniru atau tidak. Adapun tujuan
pertama bersifat biologis dan naluriah, tidak disadari yang nampak
pada anak kecil. Selanjutnya sifat meniru ini berkembang pada
kesadaran dan memiliki tujuan untuk mendapat perlindungan dan
kekuatan dari orang yang ditirunya, dengan adanya alasan-alasan
yang mengacu kepada tujuan.193
Dalam memilih dan menerapkan metde pembelajaran, seorang
guru menurut Al-Ghazali, sebagaiman disimpulkan Zainuddin, harus
memperhatikan empat prinsip atau asas yaitu:
193
Syarifuddin dkk. Ilmu Pendidikan Islam; Melejitkan potensi budaya
islam, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2009 h.115
194
a. Memperhatikan tingkat daya pikir peserta didik. Seorang guru
hendaklah dapat memperkirakan daya pemahaman peserta didiknya
dan jangan memberikan materi pembelajaran yang belum dapat
dipahami pemikiran anak. Bila guru tidak memperhatikan hal ini,
maka peserta didik akan lari dari pembelajaran atau akan tumpul
otaknya.
b. Menerangkan pembelajaran dengan sejelas-jelasnya. Peserta didik
yang masih rendah tingkat befikirnya harus mendapat penjelasan
yang konkrit dan mendalam.
c. Mengajarkan ilmu pengethuan dari yang konkrit kepada yang
abstrak.
d. Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan cara berangsur-angsur.194
Oleh karena itu keteladanan dalam praktik pendidikan mutlak
adanya. Di MTs Negeri 1 Serang sendiri keteladanan bukan hanya
harus ditampilkan oleh pendidik, melainkan seluruh perangkat
sekolah termasuk pegawai harus mampu menjadi conth yang baik
bagi peserta didik. Karena apapun yang baik yang disampaikan oleh
manusia, hendaklah terlebih dahulu ia yang melaksanakannya. Allah
SWT berfirman dalam QS. As-Saff/61:3 berikut ini:
194
Al-Rasyidin dan Wahyudin Nur, Percikan Pemikiran Pendidikan, h. 85
195
خا ظد لب يق عون ٱلل ا يا ل تف ن تقل ٣أ
“Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan”
Allah SWT juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2:44 berikut
ini:
مرون حأ
ٱلاس ۞أ ة ب
خى تخ ون ٱه فصكى وأ
ن أ وحنص
قون ٱه متىب فل تع ٤٤أ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu
membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berfikir?”195
Demikian pula sejarah para sahabat, memberikan ibrah bahwa
teladan seorang guru sangat besar peranannya terhadap
pembentukan akhlak peserta didik. Ketika Uqbah bin Abi Supyan
hendak menyerahkan anaknya kepada seorang pendidik (guru) ia
berkata:
195
Departemen Agama, Al-quran..., h. 552
196
“Sebelum engkau memperbaiki anakku maka pertama kali engkau
harus memperbaiki dirimu sendiri. Sebab matanya masih sangat
terikat dengan matamu. Jadi ukuran baik menurut dia adalah apa
yang baik dalam pendanganmu (menurutmu). Demikian pula
sebaliknya, yang jelek dalam pandangan dia adalah yang menurutmu
jelek. Setelah itu ajarilah ia sejarah hidup dan biografi para ahli
hikmah atau filsuf dan akhlak budi pekerti ahli adab. Dia juga perlu
ditakut-takuti dengan memakai diriku. Engkau harus seperti seorang
dokter, dimana ia tidak terburu-buru mengobati penyakit sebelum
mengetahui betul apa penyakitnya. Engkau jangan berpegang
udzurku ini, sebab aku telah percaya penuh padamu”.196
Pendidikan akhlak yang berkaitan dengan aspek sosial juga
penting diberikan kepada peserta didik. Karena manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain untuk itu
setiap individu muslim harus dididik untuk berhubungan baik
dengan orang-orang diluar dirinya. Hal-hal praktis yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Memberikan teladan perilaku sosial yang sehat, misalnya
berinfaq, bergotong royong, dan lain-lain.
196
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT. Remaja Rsdakarya, 2012, h. 119-120
197
2. Menciptakan hubungan yang harmonis di rumah di masyarakat,
dan di lembaga-lembaga yang ada.
3. Mendidik setiap individu muslim secara bertahap untuk
mencapai kemandirian sosial, politik dan ekonomi.
4. Menghindarkan sifat individu muslim dari sifat manja dan
berfoya-foya.
5. Menolong individu muslim menjalin pergaulan dan persahabatan
yang islami.
6. Membiasakan individu muslim hidup sederhana, ini akan
memberikan kemampuan kepada mereka untuk mengatasi
kesulitan hidup yang dihadapinya.197
Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita pahami bahwa
pendidikan akhlak harus juga diajarkan dalam kehidupan sosial
peserta didik, karena kedudukan seseorang dimata masyarakat akan
berharga dan bermartabat dilihat dari seberapa baik kelakuannya
(akhlak). Untuk itulah pendidikan akhlak sedini mungkin harus
diajarkan dalam kehidupan sosial peserta didik. Pendidikan akhlak
tersebut misalnya bisa dimulai dengan menumbuhkan sikap peduli,
simpati maupun empati terhadap sesama manusia maupun
lingkungannya. Misalnya dengan membiasakan bergotong royong,
197
Asari (Ed) Hadis... h. 283
198
bersedekah, membantu teman yang kesulitan, meminjamkan barang,
dan sebagainya. Jika akhlak setiap individu sudah baik maka
masyarakat yang terbentuk juga adalah masyarakat yang berakhlak
al-karimah.
199
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil analisis tujuan, teori, data lapangan dan pembahasan
mendapatkan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Metode Al-Hikmah diterapkan oleh guru di MTsN 1 Serang
dengan selalu berpandangan positif terhadap siswa/i yang
lambat bahwa mereka bukan bodoh akan tetapi belum
mengetahui dan memahami ilmunya, selain itu juga pemberian
motivasi dilakukan baik ketika hendak memulai kegiatan belajar
mengajar, ketika mengakhiri kegiatan belajar mengajar atau
bahkan diluar jam pelajaran. Hal ini dilakukan untuk memberi
semangat kepada siswa untuk terus meningkatkan prestasi
belajar dan membiasakan diri dengan perbuatan-perbuatan yang
baik. Oleh sebab itu, tatkala mendapati siswa yang berakhlak
kurang baik seperti contohnya; tidak mengikuti sholat dhuha
bersama, tidak sholat dzuhur berjamaah dan tidak ikut tadarus
Al-Qur‟an, atau juga contohnya siswa yang melanggar tata
tertib madrasah, seperti, merokok, membolos, atau tidak
berpakaian sebagaimana yang telah ditentukan, maka bagi siswa
200
tersebut tidak dihukumi secara fisik (misalnya; dijemur, lari,
push up, dll) tetapi sanksi lain yang diberlakukan, seperti
contohnya; menulis ayat/surat Al-Qur‟an, menghafal, dan
ditugaskan untuk menjaga kebersihan masjid di madrasah.
2. Penerapan evaluasi muhasabah di MTs Negeri 1 Serang
dilaksanakan dengan bermalam (Mabit) dan bekerja sama dengan
pihak lain / organisasi lain diluar sekolah yakni dengan Pelajar
Islam Indonesia (PD-PII) Kabupaten Serang. Kegiatan yang
berlangsung di madrasah diikuti oleh siswa kelas VII hingga kelas
IX, turut ikut hadir pula siswa yang berasal dari luar madrasah
yakni siswa dari SMPN 1 Ciruas dari kelas VII dan VIII dengan
jumlah kurang lebih 150 siswa. Kegiatan berlangsung selama satu
hari semalam dan bertujuan untuk membekali karakter dengan
keimanan siswa dalam aktivitasnya sehari-hari agar tidak keluar
dari jalur agama. Evaluasi muhasabah dilakukan setelah seluruh
peserta melaksanakan sholat tahajjud menjelang sholat subuh
dengan terlebih dahulu diisi dengan pemberian materi-materi
keislaman seperti; Tawazun, Eksistensi mengenal Allah swt dan
kultum, ditambahi dengan adanya permainan/game islami.
201
3. Pembinaan akhlak siswa di MTsN 1 Serang melalui proses
pembiasaan, dengan keteladanan dari pendidik dan tenaga
kependidikan. Hal-hal yang dibiasakan itu misalnya; mengucapkan
salam, senyum, dan sapa (3S). selain itu, siswa juga dituntun untuk
Shalat malam, sholat duha, selalu introspeksi (Mawas diri), zakat,
kurban, penggalangan dana sosial, dan lain sebagainya. Dalam
proses kegiatan belajar mengajar, guru dianjurkan untuk menjeda
kegiatan belajar mengajar ketika ada sikap siswa yang perlu
diperbaiki. Hai ini karena di madrasah ini Akhlak siswa menjadi
fokus utama.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini membawa implikasi bahwa untuk
pembinaan akhlak siswa dapat diupayakan melalui metode dan
evaluasi diri (introspeksi).
1. Guru yang arif dan bijaksana melakukan pendekatan yang baik,
bersahabat dan ramah sehingga dapat memberi semangat siswa
untuk memperbaiki diri. Penelitian ini telah membuktikan bahwa
guru yang bijaksana merupakan tipe guru yang ideal dan menjadi
dambaan bagi siswa. semakin bijak seorang guru maka siswa pun
akan semakin segan dan hormat.
202
2. Semangat untuk memperbaiki diri untuk memperoleh perubahan
tingkah laku siswa dan dedikasi guru dicapai melalui evaluasi
Muhasabah. Hal ini berarti untuk dapat merubah tingkah laku, sikap
dan perbuatan diperlukan evaluasi diri (introspeksi). Dengan
bermuhasabah siswa dapat menemukenali ucapan, perbuatan dan
sikap yang berlebihan atau bertentangan sama sekali dengan ajaran
agama.
C. Saran-saran
1. Kepada kepala Madrasah hendaknya lebih mengembangkan dan
memajukan bentuk implementasi pendidikan akhlak yang sudah
ada, sehingga hasil yang telah dicapai dapat semakin ditingkatkan.
Dalam hal ini khususnya tentang perencanaan, hendaknya materi
pendidikan akhlak dibuat dalam bentuk yang lebih kongkret seperti
RPP sehingga pelaksanaannya bisa lebih terarah dan untuk
mengevaluasinya semakin mudah.
2. Kepada para pendidik MTsN 1 Serang hendaknya lebih
mengoptimalkan peran dalam memantau dan mendidik
perkembangan akhlak peserta didik karena berdasarkan penelitian
ini kontribusi pengawasan itu sangat penting.
203
3. Kepada guru rumpun PAI MTsN 1 Serang. Untuk memperluas
kerjasama dalam pembinaan akhlak siswa, karena akhlak siswa itu
bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab guru yang
terhimpun pada rumpun PAI semata melainkan menjadi tugas dan
tanggung jawab pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdu ‗I-Lah Nashih ‗Ulwan, Tarbiyatu „I-Aulad fi „I-Islam Juz I,
penerjemah Saifullah Kamalie, Lc dan Hery Noer Ali. Judul
terjemahan Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam,
Semarang: Asy-Syifa, Juz I, 1981
Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qusyayri, Risalah Sufi Al-Qusyairy,
Bandung: Mizan Press, 1990,
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik,
Semarang: Rasail, 2005
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 1995
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif
Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integrative, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011
Abdullah Al Ghamidi, Cara Mengajar anak ala Lukman al hakim,
Jakarta: Sabil, 2011
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2013
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1992
Ahmad Yani, Be Excellent (Menjadi Pribadi Terpuji), Depok: AL
QALAM: Kelompok Gema Insani, 2007
Alaiddin Koto, Hikmah dibalik Perintah dan Larangan Allah, Jakarta:
Rajawali Pers, 2014
Al Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan; dari Filsafat hingga
Praktik Pendidikan, Bandung: Cita Pustaka Media Perintis,
2009
Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam (Menjawab Problematika
Kehidupan), Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka, 2006
Amirullah Syarbaini, Kiat-Kiat Islami Mendidik Akhlak Remaja,
Kompas Gramedia, Jakarta, 2012
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
1996
Asad M. Al kali, Kamus Indonesia-Arab, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT
Syamil Cipta Media, 2004
Dudung Rahmat Hidayat, Membumikan Pendidikan Nilai, Bandung:
Alfabetta, 2009 cet. II.
Encep Ismail, Landasan Qur’ani tentang zikir dalam ajaran tarekat
(Jurnal: Syifa al-Qulub, vol,1 No.2, Januari 2017)
Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001
Geidurrahman El Mishry, Percikan Cinta dari Surga, Jakarta: Himmah,
2008
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam
Mencerdaskan Bangsa, Jakarta: Rineka Cipta, 2012
Hasan Asari, Hadis-Hadis Pendidikan Sebuah Penelusuran Akar-Akar
Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Cita pustaka Media
Perintis, 2014
Imam Al Ghozali, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin, Jakarta: Akbar, 2008
Cet ke-1,
Juhaya S Praja, Tafsir Hikmah, Seputar Ibadah, Muamalah, Jin, dan
Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000
Mardianto, Psikologi Pendidikan, Medan: Perdana Publishing, 2012
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter (Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional), Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2014
Pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa
Indonesia, Jakarta : Pusat bahasa 2008
Sa‟id Hawwa, Mensucikan Jiwa (Konsep Tazkiyatun-Nafs Terpadu:
Intisari Ihya Ulumuddin), Jakarta: Robbani Press, 1998
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri), Terj. Abu Ziyad.
(Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007)
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, Jakarta: Pustaka Hidayah, 2004.
Cet. I,
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan
Aplikasi Yogyakarta: Teras, 2009
Syafruddin, dkk. Ilmu Pendidikan Islam; Melejitkan Potensi Budaya
Islam, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2009
Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20
tahun 2003) dan Peraturan Pelaksanaannya, Bandung: Citra
Umbara, 2010
Werkanis, AS, Peranan Kebudayaan dalam Membangun Karakter
Bangsa dalam Proses Pendidikan, Solo: Inti Prima Aksara,
2010
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengalaman Islam, 2014
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2014
Zakiah Darajat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta:
Bulan Bintang, 1982
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana, 2011
Zubaedi, Evaluasi Pendidikan Nilai, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
cet. III.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI METODE AL-HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PAI DALAM PEMBINAAN
AKHLAK SISWA
Metode Al - Hikmah
1. Dalam melaksanakan tugas sebagai guru, apakah bapak/ibu
menemukan peserta didik yang dinilai lambat dalam menerima
materi pelajaran yang disampaikan ?
2. Apakah bapak/ibu mempunyai pandangan positif terhadap siswa/i
yang lambat bahwa mereka bukan bodoh tetapi belum mengetahui
dan memahami ilmunya ?
3. Jika bapak/ibu mendapati peserta didik yang dinilai lambat dalam
menerima materi pelajaran, apakah bapak/ibu akan senantiasa
bersabar seraya membimbingnya sampai anak tersebut dapat
menguasai materi pelajaran ?
4. Sebagai guru pada rumpun PAI, bapak/ibu tentu menjadi
lokomotif dalam upaya pembinaan akhlak siswa/i. apakah upaya
tersebut bpk/ibu tunjukkan melalui pemberian contoh yang baik
kepada siswa/i ?
5. Dalam upaya pembinaan akhlak siswa/i, apakah bapak/ibu
melakukan pendekatan yang baik, bersahabat, dan ramah ? Apa
alasannya ?
6. Ketika bapak/ibu hendak mengajar, apakah dimulai dengan
pemberian motivasi kepada peserta didik ?
7. Ketika bapak/ibu mendapati peserta didik berakhlak kurang baik (
baik didalam maupun diluar kelas ), apakah bapak/ibu memberikan
hukuman fisik ? Mengapa ?
8. Sebagai guru pada rumpun PAI, apakah dengan menggunakan cara
yang arif dan bijaksana dapat memotivasi peserta didik untuk
berakhlak terpuji ? Contohnya ?
9. Dengan menggunakan metode yang arif dan bijaksana, contoh
akhlak terpuji apa sajakah yang dilakukan oleh peserta didik ?
10. Dalam penggunaanya, metode tidak luput dari kelebihan dan
kekurangan. Apa sajakah kelebihan dan kekurangannya ketika
bapak/ibu menggunakan metode yang arif dan bijaksana ini ?
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI METODE AL-HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PAI DALAM PEMBINAAN
AKHLAK SISWA
Evaluasi Muhasabah
1. Apakah dengan melakukan Muhasabah (introspeksi) warga
sekolah terutama siswa menampilkan akhlak terpuji ?
2. Apakah dengan melakukan Muhasabah (introspeksi) dapat
menambah ketaatan untuk mematuhi peraturan yang berlaku di
sekolah maupun diluar sekolah ?
3. Setelah melakukan Muhasabah (introspeksi), apakah bapak/ibu
mendapati siswa/i yang melanggar tata tertib sekolah atau
melanggar aturan yang berlaku diluar sekolah ? Mengapa ?
4. Apakah dengan melakukan Muhasabah (introspeksi) menambah
semangat, dedikasi dan ketulusan bapak/ibu dalam melaksanakan
tugas baik sebagai guru maupun sebagai pendidik ?
5. Apakah dengan melakukan Muhasabah timbul rasa optimis pada
diri bapak/ibu begitu juga pada diri peserta didik ? Mengapa ?
6. Apakah rekan kerja seprofesi/rekan kerja di sekolah yang tidak
seprofesi memberi masukan penilaian terhadap kinerja bapak/ibu ?
7. Apakah peserta didik menilai dedikasi dan semangat bapak/ibu
dalam melaksanakan tugas ?
8. Apakah bapak/ibu merasa berat hati jika ada diantara peserta didik
yang memberi kritikan terhadap kepribadian, dedikasi dan
semangat kerja ? Mengapa ?
9. Ketika melakukan evaluasi Muhasabah, apakah ada kerjasama
yang dijalin oleh sekolah dengan pihak lain / organisasi lain diluar
Sekolah/Madrasah ? Contohnya ?
10. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
evaluasi Muhasabah ?
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI METODE AL-HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PAI DALAM PEMBINAAN
AKHLAK SISWA
Pembinaan Akhlak
1. Ketika melaksanakan tugas sebagai tenaga pendidik/guru pada
rumpun PAI, apakah bapak/ibu mendapati peserta didik yang
menampilkan akhlak yang kurang terpuji ?
2. Tatkala bapak/ibu mendapati peserta didik menampilkan akhlak
yang kurang terpuji, tindakan apa yang semestinya dilakukan ?
3. Apakah bapak/ibu setuju dengan pemberian hukuman fisik dapat
membuat peserta didik yang menampilkan akhlak kurang terpuji
menjadi jera dan dengan hukuman fisik tersebut pula dapat
merubah perilaku peserta didik menjadi terpuji ?
4. Apakah bapak/ibu melakukan pendekatan yang baik, bersahabat,
dan ramah kepada peserta didik ? Dengan cara apa ?
5. Apakah bapak/ibu melakukan pemberian contoh yang baik,
bersahabat, dan ramah kepada siswa, sehingga peserta didik dapat
mengikuti tauladan tersebut ?
6. Adakah kerjasama yang dijalin oleh sekolah dengan
lembaga/organisasi diluar sekolah dalam upaya pembinaan akhlak
siswa ? Contohnya ?
7. Apakah ada kerjasama yang dijalin oleh sekolah dengan orang
tua/wali siswa dalam upaya pembinaan akhlak siswa ?
8. Apakah ada hambatan dalam upaya pembinaan akhlak siswa di
sekolah / madrasah ?
9. Bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan – hambatan yang
ditemukan dalam upaya pembinaan akhlak ?
10. Bagaimana pembinaan akhlak siswa yang diterapkan di sekolah /
madrasah ?
KISI - KISI
PEDOMAN DOKUMENTASI
IMPLEMENTASI METODE AL-HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PAI DALAM PEMBINAAN
AKHLAK SISWA
Dokumen Arsip
1. Data Kelembagaan
a. Proposal dan foto kegiatan malam bimbingan iman dan taqwa
b. Catatan dari guru bimbingan konseling
2. Data tentang Anak / siswa
a. Catatan dari guru rumpun PAI
b. Catatan / penilaian dari teman
KISI – KISI
PEDOMAN OBSERVASI
IMPLEMENTASI METODE AL-HIKMAH DAN EVALUASI
MUHASABAH PADA RUMPUN PAI DALAM PEMBINAAN
AKHLAK SISWA
Pengamatan Variabel Indikator
Guru / Tenaga
Pendidik &
Kependidikan
Metode
Al-Hikmah
1. Sikap guru / Tenaga
Pendidik & Kependidikan
terhadap siswa/peserta
didik ketika terjadi
penyimpangan perilaku.
2. Kesiapan guru/Tenaga
Pendidik & Kependidikan
terhadap siswa/peserta
didik ketika terjadi
penyimpangan perilaku
Guru, Tenaga
kependidikan &
Peserta didik
Evaluasi
Muhasabah
1. Semangat melaksanakan
tugas
2. Optimis dalam menatap
masa depan
3. Selalu mawas diri
Subyek peserta
didik
1. Interaksi
sosial/Per
gaulan
1. Dengan sesama teman
2. Dengan guru
3. Dengan warga
sekolah/madrasah
4. Dengan lingkungan
2. Penyimpa
ngan
Perilaku
1. Terhadap sesama teman
2. Terhadap guru
3. Terhadap warga
sekolah/madrasah
4. Terhadap lingkungan