implementasi kebijakan program kredit …repository.fisip-untirta.ac.id/394/1/skripsi 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM
KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM PENGEMBANGAN
USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
DI KECAMATAN WARUNGGUNUNG KABUPATEN LEBAK
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial
Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
AKBAR AGUNG MAESYA
NIM 6661102108
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
ABSTRAK
AKBAR AGUNG MAESYA, 6661102108. Skripsi. Implementasi Kebijakan
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dalam Pengembangan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak.
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I DR. Suwaib
Amirudin, M.Si., Pembimbing II Riny Handayani, S.Si., M.Si.
Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat Dalam Pengembangan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten
Lebak. Identifikasi masalah : Program KUR yang kurang tepat sasaran karena
juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha; Minimnya sosialisasi
yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksana; Rendahnya
partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak Bank.
Metode penelitian adalah Kualitatif. Subjek penelitian: Warga Kecamatan
Warunggunung Kabupaten Lebak baik yang menerima KUR ataupun tidak. Teori
Merilee S. Grindle (2003), isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang
terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat
perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa)
pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks
implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved
(kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat);
(ii) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Hasil Penelitian: implementasi
kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan usaha
mikro kecil dan menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak belum
optimal. Saran: 1) Mengoptimalkan sosialisasi mengenai program KUR baik oleh
bank pelaksana maupun oleh pemerintah daerah; 2) Penguatan kerjasama antara
Bank pelaksana dengan pemerintah daerah agar terciptanya sinergitas; 3)
Memperketat pengawasan dari pemerintah terkait penyaluran KUR; 4)
Mengoptimalkan tenaga pendampingan dari pemerintah daerah melalui instansi
terkait terhadap usaha-usaha mikro kecil dan menengah didaerahnya; 5)Mengkaji
kembali persyaratan pengajuan KUR sehingga lebih meringankan pelaku usaha
kecil dalam memperoleh bantuan usaha dari pemerintah.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Kebijakan Publik
ABSTRACT
AKBAR AGUNG MAESYA, 6661102108. Thesis. Implementation Policy
Loan Program (KUR) in the Development of Micro, Small and Medium
Enterprises In District Warunggunung Lebak. Study Program of Public
Administration, Faculty of Social and Political Sciences, University of Sultan
Ageng Tirtayasa. Supervisor I DR. Suwaib Amirudin, M.Sc., Advisor II Riny
Hand, S.Si., M.Sc.
Policy Implementation People's Business Credit Program Under Development,
Micro, Small and Medium Enterprises In District Warunggunung Lebak.
Identification of the problem: the lack of proper KUR program is targeted
because it is also enjoyed by people who do not have a business; The lack of
socialization of the government and Bank Executive; The low participation of
communities due to fear of dealing with the Bank. The research method is
qualitative. Subject of research: Citizens Subdistrict Lebak Warunggunung both
receiving KUR or not. Theory Merilee S. Grindle (2003), the contents policies
include: (i) interests are affected by the policy; (ii) types of benefits to be
generated; (iii) The degree of desired change; (iv) The position of policy makers;
(v) (Who) implementing the program; and (vi) Resources are deployed. While the
context of the implementation include: (i) Power, Interest and Strategy of Actor
Involved (power, interests and strategies of the actors involved); (ii) Institution
and Regime Characteristic (characteristics of the institution and the ruling
regime); and (iii) Compliance and Responsiveness (level of compliance and the
response from the executor). Results: The implementation of the policy program
People's Business Credit (KUR) in the development of micro small and medium
enterprises in the district of Lebak Warunggunung not optimal. Suggestions: 1)
Optimizing the socialization of the KUR program either by a bank executive and
by local governments; 2) The strengthening of cooperation between the Bank
executive with local governments in order to create synergy; 3) Tightening the
supervision of the relevant government KUR; 4) Optimizing the power assistance
of the local government through relevant agencies to the efforts of small and
medium micro its region; 5) Assess return filing requirements KUR so much ease
small businesses in obtaining assistance from the government's efforts.
Keywords: Policy Implementation, Public Policy
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti
panjatkan kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan
untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho,
rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”.
Dengan selesainya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung
peneliti dalam upaya menyelesaikan penelitian ini. Maka peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2. DR. Agus Sjafari, S.Sos. M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Mia Dwianna W., M.I.Kom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
5. Gandung Ismanto S.Sos., MM, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Prodi Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. DR. Suwaib Amirudin, M.Si Selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing
dan membantu peneliti dalam penyusunan proposal penelitian, terima kasih
atas arahan dan pembelajarannya.
9. Riny Handayani, S.Si., M.Si Selaku Dosen Pembimbing II yang membimbing
dan membantu peneliti dalam penyusunan proposal penelitian, terima kasih
atas arahan dan pembelajarannya.
10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah
membekali ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.
11. Agung Kristianto Selaku Kepala BRI Cabang Rangkasbitung, yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
12. Tisep Sumedi Selaku Kepala Unit Sampay BRI Cabang Rangkasbitung, yang
telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
13. Seluruh Pegawai BRI Cabang Rangkasbitung yang telah membantu peneliti
dalam penelitian ini.
14. Warga masyarakat Kecamatan Warunggunung yang telah membantu peneliti
dalam penelitian ini.
iii
15. Kedua Orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan semangat dan
nasehatnya, keluarga peneliti tercinta terima kasih atas segenap perhatian dan
motivasinya, canda tawa serta dukungannya untuk peneliti. Kakak dan Kakak
Ipar. Semoga Allah selalu melindungi dan memberkahi keluargaku dan terjaga
keharmonisannya.
16. Teman-teman seperjuanganku Jurusan Ilmu Administrasi Negara NR
angkatan 2010, terima kasih semuanya atas bantuan, motivasi dan
dukungannya untuk teman-temanku yang tak bisa kusebutkan satu persatu.
17. Kekasih tercinta yaitu Juwita sari Haerul yang selalu mendoakan dan
memotivasi agar saya tetap semangat mengerjakan penelitian ini.
Akhir kata peneliti berharap dan berdoa kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari
Allah SWT serta peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam Skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima masukan dari
semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi dan peneliti
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada
pembaca umumnya.
Serang, Agustus 2015
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
PERNYATAAN ORIGINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERSEMBAHAN DAN MOTTO
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Identifikasi Masalah ...................................................................... 10
1.3. Pembatasan Masalah ..................................................................... 11
v
1.4. Perumusan Masalah ...................................................................... 11
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................... 11
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................ 12
1.7. Sistematika Penulisan ................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori .............................................................................. 14
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 36
2.3. Kerangka Berfikir ......................................................................... 39
2.4. Asumsi Dasar Penelitian ............................................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ......................................................................... 43
3.2. Instrumen Penelitian ..................................................................... 44
3.3. Informan Penelitian ....................................................................... 45
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 46
3.5. Teknik Analisis Data ..................................................................... 51
3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ..................................... 54
3.7. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................... 58
4.2. Deskripsi Data .............................................................................. 69
4.3. Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian ................................... 71
vi
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 107
5.2. Saran ............................................................................................. 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik ............... 28
Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir ............................................................ 41
Gambar 3.1. Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model) ................ 53
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Jumlah UMKM di Kecamatan Warunggunung .............................. 7
Tabel 3.1. Tabel Infroman Penelitian............................................................... 46
Tabel 3.2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ....................................................... 48
Tabel 3.3. Jadwal Penelitian ............................................................................ 57
Tabel 4.1. Kecamatan dan Luas Wilayah ........................................................ 60
Tabel 4.2. Daftar Informan .............................................................................. 70
Tabel 4.3. Temuan Lapangan ........................................................................... 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan dan pengangguran merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
dari masalah yang ada di Indonesia. Sumber daya manusia yang masih minim
sehingga sulit mendapatkan sumber penghasilan serta kebutuhan ekonomi yang
mendesak menjadikan perekonomian masyarakat menjadi sangat lemah. Ini
merupakan hal yang selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dari masa
ke masa.
Setiap tahun anggaran selalu digelontorkan oleh pemerintah untuk
membangun perekonomian masyarakat. Dalam merealisasikan tujuan
pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali, dikembangkan, dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Begitu pula dengan potensi manusianya yang harus
ditingkatkan dari segi pengetahuan serta keterampilannya sehingga mampu
menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan
pelaksanaan program pembangunan dapat terealisasi.
Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu negara dilaksanakan adalah
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, demikian halnya dengan tujuan
dibentuknya negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
1
2
ketertiban dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan
nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat seluruhnya.
Berbagai rencana dan program-program pembangunan sebagai wujud
pelaksanaan pemerintahan telah dibuat dan diimplementasikan di daerah -daerah,
baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat pemerintah daerah itu sendiri.
Salah satu program pemerintah yaitu pembangunan perekonomian masyarakat
yang didorong adanya program pro masyarakat.
Dalam mewujudkan tujuan program pembangunan perekonomian
masyarakat maka perlu adanya managerial dari pemerintah, agar program yang
diluncurkan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga perlu
adanya sarana pengontrol yang berbasis kemajuan perekonomian masyarakat.
Partisipasi masyarakat merupakan modal utama dalam upaya mencapai
sasaran program pemerintah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Keberhasilan
dalam pencapaian sasaran pelaksanaan program pembangunan perekonomian
bukan semata-mata didasarkan pada kemampuan aparatur pemerintah, tetapi juga
berkaitan dengan upaya mewujudkan kemampuan dan keamanan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan perekonomian
masyarakat. Adanya partisipasi masyarakat akan mampu mengimbangi
keterbatasan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakatnya telah dilakukan, namun upaya tersebut selalu
mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Pemerintahpun mengeluarkan
kebijakan kembali yang kegunaannya yaitu untuk mengembangkan perekonomian
3
masyarakat kecil yang memiliki usaha kecil menengah (UKM). Program
peningkatan perekonomian masyarakat ini melibatkan beberapa instansi
pemerintahan.
Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan
kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan yang bertujuan
meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Kebijakan
pengembangan dan pemberdayaan UMKMK mencakup (Komite Kredit Usaha
Rakyat):
1. Peningkatan akses pada sumber pembiayaan
2. Pengembangan kewirausaha
3. Peningkatan pasar produk UMKMK
4. Reformasi regulasi UMKMK
Upaya peningkatan akses pada sumber pembiayaan antara lain dilakukan
dengan memberikan penjaminan kredit bagi UMKMK melalui Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Pada tanggal 5 November 2007, Presiden meluncurkan Kredit
Usaha Rakyat (KUR), dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui
PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun Bank Pelaksana yang menyalurkan
KUR ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah
Mandiri, dan Bank Bukopin ( Komite Kredit Usaha Rakyat ).
Ada beberapa peraturan yang menjadi landasan hukum Kredit Usaha
Rakyat, yaitu:
1. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga
Penjaminan,
4
2. Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan
Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia,
3. MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan
Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007,
4. Addendum I MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan
Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14
Februari 2008,
5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5
tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan
Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK,
6. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga
Penjaminan,
7. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR,
8. Addendum II MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan
Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12
Januari 2010,
9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor :
KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank
Pelaksana Kredit Usaha Rakyat,
10. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Nomor : KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar
Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Kredit usaha rakyat adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada
UMKM yang feasible tapi belum bankable. Maksud dari feasible dan bankable
adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki
kemampuan untuk mengembalikan meski belum masuk dalam kategori memenuhi
persyaratan bank.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
diperoleh pengertian bahwa: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
5
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini. Berikut peneliti lampirkan kriteriannya:
Tabel 1.1
Kriteria UMKM Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang
UMKM
No. Uraian Kriteria
Asset Omzet
1 Usaha Mikro Maks 50 Juta Maks 300 Juta
2 Usaha Kecil >50 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2,5 Miliar
3 Usaha Menengah >500 Juta – 10 Miliar >2,5 Miliar – 50 Miliar
UMKM dan koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang
bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan , kelautan, dan
perindustrian, kehutana dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat
dilakukan secara langsung. Maksudnya UMKM dan koperasi dapat langsung
mengakses KUR di kantor cabang atau kantor cabang pembantu Bank pelaksana.
Dapat juga di lakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat
6
mengakses KUR melalui lembaga keuangan mikro dan KSP/USP koperasi, atau
melaui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank
pelaksana.
Sejak dimulainya program KUR pada November 2007 sampai pada Juli
2014, diketahui bahwa total realisasi kredit dari program KUR secara nasional
yang dikelola oleh Komite KUR telah mencapai sekitar kurang lebih Rp. 147
Triliun dengan total debitur mencapai 11.309.283 jiwa. Dari angka tersebut,
diketahui bahwa Bank BRI memiliki plafon kredit terbesar yaitu mencapai Rp.
105 Triliun (Sumber: Komite KUR, 2014).
Pada tahun 2005, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
Republik Indonesia telah menetapkan Kabupaten Lebak sebagai salah satu daerah
tertinggal dari 199 Kabupaten tertinggal yang ada di Indonesia. (Sumber:
http://www.lebakkab.go.id/) Ketertinggalan Kabupaten Lebak diliat dari
minimnya infrastruktur, rendahnya tingkat perekonomian serta kesenjangan sosial
yang terjadi di wilayah tersebut.
Kecamatan Warunggunung merupakan daerah administrasi yang berada di
Kabupaten Lebak, dengan luas wilayah 4.366,72 Ha. Jarak dari Kecamatan
Warunggunung ke Ibu Kota Kabupaten hanya sekitar 10 Km. Kecamatan
Warunggunung merupakan jalur penghubung antara Kabupaten Lebak dengan
Kabupaten Pandeglang dan merupakan akses jalan menuju Ibu Kota Provinsi
Banten (Kota Serang). Perekonomian di Kecamatan Warunggunung ditopang oleh
usaha-usaha kecil yang dimiliki oleh warganya. Mayoritas penduduk bertahan
hidup dengan berdagang baik sembako atau usaha kecil lain seperti makanan-
7
makanan khas Lebak dan Banten. Sentra-sentra usaha kecil ini tumbuh dan
berkembang dan menopang kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.
Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak, program KUR sangat
diminati warga masyarakat. Ditambah lagi karena di daerah ini mayoritas
merupakan tempat sentra usaha-usaha kecil mikro dan menengah di Kabupaten
Lebak. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Dinas Koperasi dan UKM
Kabupaten Lebak, sampai pada periode Januari 2014 di Kecamatan
Warunggunung terdapat 219 usaha yang terdata yang masuk kedalam kategori
usaha mikro kecil dan menengah sedangkan jumlah koperasi yang terdata adalah
112 koperasi.
Tabel 1.2
Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung
Kabupaten Lebak
Periode 2011-2014
Periode UMKM Koperasi
2011 1492 102
2012 1541 106
2013 1573 109
2014 1613 112
Data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, 2014
Dari tabel di atas, jumlah UMKM yang terdata di wilayah Kecamatan
Warunggunung berjumlah 1613 UMKM dan 112 diantaranya berbadan hukum
Koperasi sisanya belum berbadan hukum Koperasi. Data yang diperoleh dari
8
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak ini belum termasuk usaha warungan
dan sembako.
Diketahui bahwa total realisasi kredit sejak November 2007 dari program
KUR khusus wilayah Kecamatan Warunggunung yang dikelola oleh Komite KUR
mencapai sekitar kurang lebih Rp. 780 miliar dengan total debitur mencapai 1124
jiwa. (Sumber: Komite KUR, 2014). Jumlah ini merupakan jumlah terbesar untuk
wilayah Kabupaten Lebak dan berdasarkan data yang diperoleh angka penyaluran
KUR ini di dominasi oleh Bank BRI. Inilah alas an peneliti melakukan penelitian
ini.
Program KUR, membantu masyarakat dari segi akses permodalan serta
dari segi pembiayaan. Dari observasi awal yang peneliti lakukan, dilihat bahwa
program KUR diapresiasi tinggi oleh masyarakat di Kecamatan Warunggunung.
Dari wawancara dengan Ibu Ida (Pemilik Warung sembako di wilayah
Warunggunung), sejak adanya KUR, dirinya terbantu dalam hal permodalan.
Ditambah lagi karena suku bunga dari program KUR masih bisa terjangkau oleh
dirinya. Selain itu, persyaratan yang dibutuhkan untuk pengajuan kredit baginya
juga tidak memberatkan (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul
13.20 Wib).
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Asep (Pemilik usaha
warung makan di sekitaran Jalan Raya Pandeglang) bahwa setelah adanya KUR,
dirinya sudah terbantu dan menjauh dari jeratan rentenir karena sebelumnya untuk
menambah modal atau menutup kerugian dilakukan dengan meminjam uang dari
rentenir. (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul 14.10 Wib).
9
Sedangkan menurut Pak Ujang (Pemilik usaha Emping dan oleh-oleh khas
Lebak), meski banyak kekurangan tetapi program KUR memang membantu
dirinya selaku pengusaha kecil dalam memperoleh modal dengan suku bunga
yang rendah dan persyaratan yang mudah. (wawancara dilakukan pada 19
Agustus 2014 Pukul 15.47 Wib).
Dari observasi awal peneliti juga menemukan bahwa program KUR
banyak yang tidak tepat sasaran. Program KUR yang merupakan program
pemerintah yang dikhususkan bagi pelaku usaha kecil dan mikro justru dinikmati
oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha atau dinikmati oleh mereka yang
ternyata mampu melakukan pinjaman tanpa perlu jaminan dari pemerintah (Hasil
observasi peneliti dari wawancara dengan Bapak Sutarman nasabah KUR yang
berstatus PNS pada tanggal 15 Oktober 2014 Pukul 11.25 WIB). Hal ini peneliti
dapatkan ketika melakukan observasi di wilayah Kecamatan Warunggung. Dari
data nasabah KUR BRI yang peneliti dapatkan, ternyata juga banyak nasabah
KUR BRI menggunakan dana yang didapatkan bukan diperuntukkan untuk
kegiatan usaha produktif (wawancara dengan Bapak Mahdi nasabah KUR yang
berstatus sebagai Tukang Ojek pada tanggal 15 Oktober 2014 Pukul 12.50 WIB).
Dari hasil audit yang dilakukan oleh internal perbankan, diketahui bahwa pada
periode 2014, dari 457 nasabah KUR di Kecamatan Warunggunung terdapat 15
nasabah yang diketahui tidak layak menerima program KUR dan diketahui
menggunakan dana dari program KUR untuk kegiatan yang bukan usaha
produktif (Sumber: Audit internal BRI atau disebut Kanins). Dalam hal ini
10
peneliti melihat bahwa minimnya sosialisasi dari pihak yang berwenang dalam
pengelolaan KUR.
Faktor lain yang sekiranya dapat menghambat pelaksanaan program KUR
di Kecamatan Warunggunung, yaitu rendahnya tingkat partisipasi masyarakat
yang memanfaatkan program tersebut. Adanya kekhawatiran terhadap suku bunga
yang ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan
dengan bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki
jaminan selain usaha yang dijalankan (wawancara dengan Bapak H. Jamal pelaku
usaha mikro emping melinjo yang bukan nasabah KUR pada tanggal 15 Oktober
2014 Pukul 13.25 WIB).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengidentifikasi masalah yaitu:
1. Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh
masyarakat yang tidak memiliki usaha.
2. Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun
Bank Pelaksanan.
11
3. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan
berurusan dengan pihak Bank.
1.3 Pembatasan Masalah
Peneliti hanya membatasi penelitian ini pada bagaimana Implementasi
Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung dengan Bank BRI
sebagai objek penelitiannya dikarenakan di wilayah tersebut, hanya Bank BRI
yang ada satu-satunya.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang peneliti paparkan dan dengan
memperhatikan pada fokus penelitian yang telah disebutkan dalam batasan
masalah, maka hal yang menjadi kajian peneliti, adalah: Bagaimana Implementasi
Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan UMKM di
Kecamatan Warunggunung?
1.5 Tujuan Penelitian
Tanpa adanya tujuan penelitian, maka seorang peneliti tentunya akan
mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian. Sesuai dengan latar belakang
dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
bagaimana Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan
Warunggunung.
12
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan
pengetahuan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam
dunia akademis khususnya Ilmu Administrasi Negara, terutama yang
berkaitan dengan implementasi kebijakan pemerintah. Selain itu,
penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi
administrasi negara.
2. Secara Praktis
Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti
selama mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga saat ini. Selain itu, karya
peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan
peneliti selanjutnya.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai; Judul Penelitian, Latar Belakang
Penelitian, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Pendekatan Masalah dan Sistematika Penulisan.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Teori, Deskripsi
Implementasi Kebijakan, Kerangka Berfikir Penelitian dan Asumsi Dasar
Penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai; Metode Penelitian, Instrumen
Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan dan Analisis Data,
Lokasi dan Waktu Penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Obyek Penelitian, Gambaran
Kecamatan Warunggunung, Deskripsi Data, Informan Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai; kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, kemudian memberikan saran-saran yang bersifat
konstruktif pada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Kebijakan
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang implementasi kebijakan
publik, alangkah baiknya apabila kita mengetahui dulu pengertian dari
kebijakan.
Kebijakan dapat diartikan sebagai berikut:
”Sebagai rangkaian konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau suatu konsep dasar yang
menjadi pedoman dalam pelaksanaan suatu kepemimpinan dan cara
bertindak.” (Fazri 2003:55)
Menurut Dunn (2003:51) secara etimologis, istilah policy atau
kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata
dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara- Kota) dan pur
(Kota). Sedangkan menurut Edi Suharto (2005:7), kebijakan dapat diartikan
sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Lain dengan Eulau & Prewitt (dalam Suharto 2005:7)
yang mengatakan bahwa kebijakan sebagai sebuah ketetapan yang berlaku
yang dicirikan oleh prilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang
membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan). Titmus
(dalam Suharto 2005:7) mendefinisikan kebijakan sebagai:
”Prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-
tujuan tertentu yang senantiasa berorientasi kepada masalah dan
tindakan.”
14
15
Winarno (2002:31) mengartikan istilah kebijakan sebagai arah tindakan
yang mempunyai tujuan yang diambil oleh seorang aktor dalam mengatasi
suatu masalah atau persoalan. Sedangkan Ricard (dalam Winarno 2002:15)
mendefinisikan kebijakan sebagai, serangkaian tindakan yang sedikit banyak
berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang
bersangkutan sebagai suatu keputusan tersendiri. Sedangkan menurut Carl J.
Frederick (dalam Winarno 2002:16), istilah kebijakan dapat diartikan sebagai:
”Suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan
yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud
tertentu”.
Harold D. Laswell & Abraham Kaplam (dalam Islamy 1991:15)
mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program pencapaian
tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Sedangkan Amara
Raksasataya (dalam Islamy 1991:16) merumuskan bahwa:
”Kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk
mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu kebijakan harus memuat
tiga elemen yaitu: identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, taktik atau
strategi dari berbagai langkah untuk tujuan yang diinginkan, dan
penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara
nyata dari taktik dan strategi.”
Hogwood dan Gunn dalam Wicaksono (2006:53) menyebutkan
sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern,
diantaranya:
a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a
field of activity)
Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan
16
ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan
ketertiban.
b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang
diharapkan (as expression of general purpose or desired state of
affairs)
Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas
mungkin atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi.
c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)
Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10
hektar atau menggratiskan pendidikan dasar.
d. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government)
Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan
Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.
e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)
Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh
parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya.
f. Sebagai sebuah program (as a programe)
Contohnya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah
didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program
peningkatan kesehatan perempuan.
g. Sebagai output (as output)
Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti
sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program
reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena
dampaknya.
h. Sebagai hasil (as outcome)
Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak
terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output
agricultural dari program reformasi agararia.
i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)
Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y,
misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industry
manufaktur, maka output industry akan berkembang.
j. Sebagai sebuah proses (as a process)
Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan
issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting),
pengambilan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda.
Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas
publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Wicaksono
17
(2006:53) sebagai berikut:
"The word policy commonly use to designate the most important
choices made either in organized or in private life... policy is
free for many undesirable connotation clustered about the word
political, which is often beleived to imply partisanship or
corruption"
(kata "kebijakan" pada umumnya dipakai untuk menunjukan
pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi
atau privat... "kebijakan" bebas dari konotasi yang dicakup
dalam kata politis yang diyakini mengandung makna
"keberpihakan" dan "korupsi").
Dari beberapa definisi kebijakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan adalah suatu rangkaian konsep pokok dan asas yang menjadi garis
besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang mengandung program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah dengan
dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang
membuat dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
2.1.2 Pengertian Publik
Setelah mengetahui tentang pengertian kebijakan menurut beberapa
tokoh, maka pada bagian ini peneliti akan membahas mengenai pengertian
publik. Tujuannya agar mengetahui apa itu publik sebelum membahas tentang
kebijakan publik.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali mendengar kata publik,
sehingga sering timbul pertanyaan tentang apa itu publik? Dan siapakah
publik tersebut. Publik memiliki beberapa pengertian. Poerwadaminta (dalam
kamus Bahasa Indonesia) dengan mengadaptasi dari kata public dalam Bahasa
18
Inggris kedalam Bahasa Indonesia yaitu publik yang diartikan sebagai
masyarakat umum, rakyat umum, orang banyak. Adapun dalam Bahasa
Inggris kata public sendiri diartikan sebagai umum, masyarakat atau negara.
Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula
dengan istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata
common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya public
seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia
yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau
aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama. (Wicaksono, 2006:30)
W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Massey dalam
bukunya Managing Public Sector : A Comparative Analysis of the United
Kingdom and the United State berpendapat bahwa sektor publik memiliki 10
ciri yang membedakan dengan sektor swasta (Wicaksono, 2006:30),
diantaranya adalah:
a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas
yang lebih ambigu,
b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusannya,
c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang
memiliki motivasi yang sangat beragam,
d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha
mempertahankan peuang dan kapasitas.
e. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas
keegagalan pasar, f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang
memiliki signifikasi simbolik, g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen
dan legalitas,
h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merspon
isu- isu keadilan dan kejujuran, i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan j. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimal
19
di atas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.
Setelah kita pahami apa dan siapa yang dimaksud dengan publik,
selanjutnya kita akan memahami publik dalam berbagai perspektif. Menurut
Carl J. Frederick (dalam Winarno 2002:16) terdapat lima model formal yang
berkaitan dengan kedudukan konsep publik yang umum digunakan dalam
ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam rangka revitalisasi. Kelima perspektif
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perspektif pluralis, di mana dalam perspektif ini publik dipandang
sebagai konfigurasi dari berbagai kelompok-kelompok kepentingan.
Setiap orang yang mempunyai kepentingan yang sama akan
bergabung satu sama lain dan membentuk satu kelompok yang
nantinya kelompok kepentingan tersebut berinteraksi dan
berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan
individu yang mereka wakili, khususnya dalam konteks
pemerintahan.
2. Perspektif pilihan publik, di mana perspektif ini berakar pada tradisi
pemikiran utilitarian yang sangat menekankan pada soal
kebahagiaan dan kepentingan individu, yang memandang bahwa
publik seolah-olah sebagai konsumen dan pasar.
3. Perspektif legislatif, di mana sifat pemerintah yang demokratis tidak
selalu menggunakan sistem perwakilan secara langsung karena pada
kenyataannya banyak pemerintahan yang demokratis, namun
menggunakan sistem perwakilan secara tidak langsung. Asumsi
perspektif ini adalah setiap pejabat yang diangkat untuk mewakili
kepentingan publik, sehingga memiliki legitimasi mewujudkan
perspektif publik dalam administrasi publik.
4. Perspektif penyedia layanan, di mana perspektif ini memandang
bahwa publik sebagai pelanggan yang harus dilayani. Dan
pemerintah mempunyai tugas untuk melayani publik yang terdiri
dari individu-individu dan kelompok-kelompok.
5. Perspektif kewarganegaraan, di mana reformasi administrasi publik
di Indonesia khususnya dan diberbagai dunia pada umumnya
ditandai dengan tuntutan penting yakni tuntutan adanya pelayanan-
pelayanan publik yang lebih terdidik dan terseleksi dasar
miristrokasi, dan tuntutan agar setiap warga negara diberi informasi
yang cukup agar dapat aktif dalam berbagai kegiatan publik dan
dapat memahami konstitusi secara baik.
20
Mayor Polak (dalam Sunarjo 1984:19) memberikan definisi atau
pengertian publik adalah:
“sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan
tertentu. Mempunyai minat yang sama tidak berarti mempunyai
pendapat yang sama. Dengan demikian, publik adalah sejumlah orang
yang berminat dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat
mencari suatu jalan keluar dengan mewujudkan tindakan yang konkret.”
Sedangkan definisi atau pengertian publik menurut Soekamto (dalam
Sunarjo 1984:19) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi
terjadi secara tidak langsung melalui media komunikasi baik media
komunikasi secara umum misalnya pembicaraan secara pribadi, desas-desus,
melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi, dan
sebagainya. Bogadus (dalam Sumarno 1990:24) mengatakan bahwa publik itu
adalah sejumlah besar orang antara yang satu dengan yang lain tidak saling
mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama
terhadap suatu masalah. Herbert Blumer (dalam Sastropoetro, 1990:108)
mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut: 1) Dikonfrontasikan atau
dihadapkan pada suatu isu; 2) Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut; 3)
Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu.
Sedangkan dalam perspektif peneliti sendiri, publik adalah masyarakat
umum yang memiliki keinginan sama tapi dengan cara pandang berbeda
dengan tujuan yang sama.
Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti yang seluas-
luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama dan
terpelajar. Masyarakat adalah keseluruhan antara hubungan-hubungan antar
21
manusia, Robert M. Maclver dalam Budiardjo (2008:46) mengatakan:
“Masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditata (Society
means a system of ordered relation).” Semua ilmu sosial mempelajari manusia
sebagai anggota kelompok. Timbulnya kelompok-kelompok itu ialah karena
dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lain, di satu pihak dia ingin
kerjasama, di pihak lain dia cenderung untuk bersaing dengan sesama manusia
di dalam kehidupan berkelompok dan dalam hubungannya dengan manusia
yang lain. Sedangkan menurut Harold Laswell dalam Budiardjo (2008:47),
dalam mengamati masyarakat disekelilingnya yaitu masyarakat barat, merinci
delapan nilai adalah kekuasaan (power), kekayaan (wealth), penghormatan
(respect), kesehatan (well-being), kejujuran (rectitude), keterampilan (skill),
pendidikan/penerangan (enlightenment), kasih-sayang (affection).
Korten dalam Muluk (2005:43) menjelaskan istilah masyarakat yang
secara populer merujuk pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan
bersama. Namun demikian, Ia justru lebih memilih pengertian yang berasal
dari dunia ekologi dengan menerjemahkan masyarakat sebagai ”an interacting
population of organisms (individuals) living in a common location”.
2.1.3 Kebijakan Publik
Setelah mengetahi definisi tentang kebijakan dan publik, maka pada
bagian ini peneliti membahas tentang definisi kebijakan publik. Kebijakan
publik menurut Thomas R. Dye (dalam Nugroho 2003:4) sering dirumuskan
kedalam definisi yang sederhana yaitu sebagai segala sesuatu yang dikerjakan
22
dan tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu
proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi, sehingga
definisi kebijakan publik diatas yang hanya menekankan pada apa yang
diusulkan atau yang dilakukan menjadi kurang memadai atau kurang tepat.
Untuk itu pengertian kebijakan publik akan ditinjau lebih lanjut oleh
beberapa ahli. Menurut George C. Edward III & Ira Sharkansky (dalam
Islamy 1991:22) kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah, kebijakan publik itu berupa sasaran atau
tujuan program-program pemerintah. Sedangkan Edi Suharto (2005:44)
merumuskan beberapa definisi dari kebijakan publik yaitu:
1. Sebagai tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan
pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial
untuk melakukannya.
2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata, dimana
kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan
konkrit yang berkembang di masyarakat.
3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan, dimana
kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal
melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang
dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang
banyak.
4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu,
dimana kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan
kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan
publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah
sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah
ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.
5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang
aktor, dimana kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau
justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang
telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum
dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan
publik bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh
beberapa perwakilan lembaga pemerintah.
23
Carl J. Frederick (dalam Nugroho 2003:4) menjelaskan bahwa kebijakan
publik sebagai:
”Serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan
untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada
dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
Menurut Nugroho (2003:4) kebijakan publik yang terbaik adalah
kebijakan yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya
saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan ke dalam pola
ketergantungan. Dimana kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu yaitu
untuk mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan, visi dan misi
bersama yang telah disepakati. Dengan kata lain, kebijakan publik adalah jalan
mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.
David Easton (dalam Nugroho 2003:50) menggambarkan kebijakan
publik sebagai pengaruh (impact) dari aktivitas pemerintah. Easton juga
menambahkan bahwa ciri khusus yang melekat dari kebijakan publik
bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang
yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni para ketua adat, para
ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator,
para monarki dan lain sebagainya. Penjelasan ini membawa implikasi tertentu
terhadap kebijakan publik yaitu:
1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada
tujuan daripada sebagai perilaku atau tidakan yang serba acak dan
kebetulan;
2. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang
24
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan
keputusan-keputusan yang berdiri sendiri;
3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan
oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu;
4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif (mencakup beberapa
bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi masalah tertentu), dan mungkin berbentuk negatif
(mencakup keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-
masalah dimana campur tangan pemerintah diperlukan. (Nugroho
2003:50)
Hakikat kebijakan publik sebagai jenis tindakan yang mengarah pada
tujuan tersebut diatas dapat kita pahami lebih baik lagi apabila kebijakan itu
kita perinci lebih lanjut kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Policy Demands (tuntutan kebijakan), yaitu tuntutan atau desakan
yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan
oleh aktor-aktor lain, baik swasta ataupun kalangan pemerintah
sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau
sebaliknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu.
2. Policy Decision (keputusan kebijakan), yaitu keputusan-keputusan
yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk
memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah
terhadap pelaksanaan kebijakan publik.
3. Policy Statement (pernyataan kebijakan), yaitu pernyataan resmi
atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijakan publik tertentu.
4. Policy Output (keluaran kebijakan), yaitu merupakan wujud
kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena
menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna
merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan-
keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.
5. Policy Outcomes (hasil akhir kebijakan), yaitu akibat-akibat atau
dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari
adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-
masalah tertentu yang ada dalam masyarakat. (Solichin 2005:5-7)
Definisi kebijakan publik menurut Eystone (1971:18) (dalam Wahab
2012:13) ialah “the relationship of governmental unit to its environment”
(antar hubungan yang berlangsung di antara unit/satuan pemerintahan dengan
25
lingkungannya). Demikian pula definisi menurut Wilson (2006:154) (dalam
Wahab 2012:13) yang merumuskan kebijakan publik sebagai berikut:
“The actions, objectives and pronouncements of governments on
particular matters, the steps they take (or fail to take) to implement
them,and the explanations they give for what happens (or does not
happen)” (tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan pernyataan-pernyataan
pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang
telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan dan
penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang
telah terjadi (atau tidak terjadi).
Definisi lain, yang tak kalah luasnya, dikemukakan oleh Dye (dalam
Wahab 2012:14) yang menyatakan bahwa kebijakan publik ialah “whatever
governments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apa pun yang
dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah).
Sedangkan, pakar Inggris, W.I. Jenkins (1978:15) (dalam Wahab
2012:15) merumuskan kebijakan publik adalah sebagai berikut:
“A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of
actors concerning the selection of goals and the means of achieving
them within a specified situation where these decisions should, in
principle, be within the power of these actors to achieve” (serangkaian
keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik
atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih
beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-
keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas
kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).
Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria (1981) (dalam Wahab
2012:15), telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai “an santioned course
of action addressed to a particular problem or group of related problems that
affect society at large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu
26
tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga
masyarakat).
Pakar Perancis, Lemieux (dalam Wahab 2012:15) merumuskan
kebijakan publik sebagai berikut:
“The product of activities aimed at the resolution of public problems in
the environment by political actors whose relationship are structured.
The entire process evolves over time” (produk aktivitas-aktivitas yang
dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi
di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang
hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung
sepanjang waktu).
Definisi lain mengenai kebijakan publik menurut Friedrich (1969:79)
dalam Agustino (2008:7) adalah sebagai berikut:
“Serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-
kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut
diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan
yang dimaksud”.
Sedangkan, Anderson (1984:3) dalam Agustino (2008:7) memberikan
pengertian atas definisi kebijakan publik, dalam bukunya Public Policy
Making, adalah serangkaian tindakan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang
berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.
Laswell dan Kaplan dalam Subarsono (2011:3) berpendapat bahwa
kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika
sosial yang ada dalam masyarakat.
27
Menurut Agustino (2008:8) beberapa karakteristik utama dari suatu
kebijakan publik adalah sebagai berikut:
1) Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada
tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada
perilaku yang berubah atau acak.
2) Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada
keputusan yang terpisah-pisah.
3) Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan
oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi,
atau menawarkan perumahan rakyat.
4) Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara
positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang
jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif,
kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat
pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak
mengerjakan apapun, padahal dalam konteks tersebut keterlibatan
pemerintah amat diperlukan.
5) Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada
hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) (dalam Subarsono 2011:13)
menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai
berikut:
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Penyusunan agenda yakni suatu proses agar suatu masalah bisa
mendapat perhatian dari pemerintah.
b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Formulasi kebijakan yakni proses perumusan pilihan-pilihan
kebijakan oleh pemerintah.
c. Pembuatan Kebijakan (Decision Making)
Pembuatan kebijakan yakni proses ketika pemerintah memilih untuk
melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan.
d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Implementasi kebijakan yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan
supaya mencapai hasil.
e. Penilaian/Evaluasi Kebijakan (Policy Evalution)
Evaluasi kebijakan yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil
atau kinerja kebijakan.dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional,
artinya evaluasi kebijakan.
28
Dengan demikian, dari beberapa pengertian kebijakan publik diatas dan
dengan mengikuti paham bahwa kebijakan publik itu harus berorientasi
kepada kepentingan masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik itu adalah rangkaian tindakkan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu
demi kepentingan seluruh masyarakat.
2.1.4 Implementasi Kebijakan
Dalam hal membuat kebijakan publik memang tidak semudah membalik
telapak tangan, perlu dilakukan sebuah analisis yang komprehensif. Adapun
siklus skematik dalam pembuatan kebijakan publik menurut Riant Nugroho
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1
Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik
(Nugroho 2003:73)
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi sebagai berikut:
1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya
bersifat strategis yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak
orang atau bahkan keselamatan bersama, biasanya berjangka
panjang, tidak bisa diselesaikan oleh perorangan, dan memang
29
harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk
diselesaikan.
2. Isu ini yang kemudian akan menggerakkan pemerintah untuk
merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan
permasalahan tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum
bagi seluruh warga negara termasuk pimpinan negara.
3. Setelah kebijakan publik tersebut dirumuskan, kemudian kebijakan
publik tersebut dilaksanakan baik oleh pemerintah, masyarakat,
ataupun pemerintah bersama-sama masyarakat.
4. Namun di dalam proses perumusan, pelaksanaan dan setelah
pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus
baru sebagai penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan
dengan baik dan benar, dan diimplementasikan dengan baik dan
benar pula.
5. Implementasi kebijakan harus bermuara pada output yang dapat
berupa kebijakan itu sendiri maupun berupa manfaat langsung yang
dapat dirasakan oleh pemanfaat.
Dengan melihat skema tersebut diatas maka peneliti menilai bahwa
terdapat tiga kegiatan pokok dalam kebijakan publik, yaitu: (i) perumusan
kebijakan; (ii) implementasi kebijakan; dan (iii) evaluasi kebijakan.
Menurut Sidney (dalam Fischer, Miller and Sidney, 2007:79) perumusan
kebijakan adalah tahapan untuk menjawab terhadap sejumlah pertanyaan
“apa”, yakni: apa rencana untuk menyelesaikan masalah? Apa yang menjadi
tujuan dan prioritas? Pilihan apa yang tersedia untuk mencapai tujuan
tersebut? Apa terkait dengan setiap alternatif?
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau
penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak
(Anderson 1975:57). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan
fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap
akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan.Evaluasi mencakup
kesimpulan, klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali.
30
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka terdapat dua pilihan langkah
yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-
program, dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan
publik tersebut. Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar
mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-
prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, yakni
menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari
suatu kebijakan.
Winarno (2002:101) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai
”alat administrasi hukum dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur dan
teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih
dampak atau tujuan yang diinginkan.” Sedangkan Nugroho (2003:153)
menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Masih menurut Nugroho, bahwa terdapat beberapa
model dari implementasi kebijakan. Model-model tersebut dipaparkan oleh
beberapa tokoh yang berpengaruh dalam disiplin ilmu kebijakan publik.
Berikut model-model tersebut yang dipaparkan oleh Nugroho (2003:167-177):
1. Model yang paling klasik yakni model yang diperkenalkan oleh
Donal Van Meter dan Carl Van Horn pada tahun 1975, dimana
model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan
secara linier dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja
kebijakan publik. Menurut mereka terdapat empat variabel yang
mempengaruhi kebijakan publik, yaitu: (i) aktivitas implementasi
dan komunikasi antar organisasi; (ii) karakteristik dari agen
31
pelaksana atau implementator; (iii) kondisi ekonomi, sosial dan
politik; serta (iv) kecenderungan dari pelaksana atau implementator.
2. Model ”Kerangka Analisis Implementasi” yang dipaparkan oleh
Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier pada tahun 1983, yang
mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga
variabel yaitu :
i. Variabel independen, yakni mudah tidaknya masalah
dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori
dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan
seperti apa yang dikehendaki.
ii. Variabel dependen, yakni tahapan dalam proses implementasi
dengan lima tahapan. Tahapan tersebut adalah pemahaman dari
lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan
pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata tersebut, dan akhirnya
mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang
bersifat mendasar.
iii. Variabel intervening, yakni variabel kemampuan kebijakan
untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator
kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakanya teori kausal,
ketepatan alokasi sumberdana, keterpaduan hirarkis diantara
lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana,
dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan terhadap
pihak luar, dan variabel yang ada diluar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi yang berkaitan dengan
kondisi sosio ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap
dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih
tinggi, dan komitmen serta kualitas kepemimpinan dari pejabat
pelaksana.
3. Model Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun tahun 1978, yang
mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah
kepada praktek manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan
kaidah-kaidah pokok kebijakan publik, sehingga konsep ini tidak
secara tegas menjelaskan mana yang bersifat politis, strategis, dan
teknis atau operasional. Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan
implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat yaitu : (i)
Berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi
oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah
yang besar; (ii) Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber
daya yang memadai, termasuk sumber daya waktu; (iii) Apakah
perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada; (iv)
Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan
kausal yang handal; (v) Ada berapa banyak hubungan kausalitas
yang terjadi; (vi) Apakah hubungan saling ketergantungan kecil;
(vii) Pemahaman yang mendalam dan kesepakata terhadap tujuan;
(viii) Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang
32
benar; (ix) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna; serta (x)
Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut
dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
4. Model Merilee S. Grindle tahun 1980. Model ini ditentukan oleh isi
kebijakan dan konteks implementasinya, dimana ide dasarnya
adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka
implementasi kebijakan dilakukan sehingga keberhasilannya
ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.
Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang
terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan
dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan
pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi)
Sumberdaya yang dikerahkan.
Sementara itu, konteks implementasinya adalah kekuasaan
(kepentingan dan strategi aktor yang terlibat), karakteristik lembaga
dan penguasa, kepatuhan dan daya tanggap.
5. Model yang disusun oleh Richard Elmore (1979), Michael Lipsky
(1971), dan Benny Hjern & David O’Porter (1981). Dimana model
ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat
didalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan,
strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model
implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang
mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi
kebijakannya atau masih melibatkan pejabat pemerintah, namun
hanya ditataran bawah.
6. Model yang dikembangkan oleh George C. Edward III yang disebut
dengan model ”Direct and Indirect Impact on Implementation”.
Dalam pendekatan ini, terdapat empat variabel yang sangat
menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu : (i)
Variabel komunikasi; (ii) Variabel sumber daya; (iii) Variabel
disposisi; dan (iv) Variabel struktur birokrasi.
2.1.5 Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle
Pendekatan implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh
Grindle dikenal dengan Implementation as A Political and
Administrative Process. Menurutnya keberhasilan implementasi
kebijakan dapat dilihat dari dua hal, yaitu:
1) Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah
pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentu kan (design)
33
dengan merujuk pada aksi kebijakannya.
2) Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan
melihat dua faktor, yaitu:
a. Efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok
sasaran dan perubahan yang terjadi.
Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh
tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari
Content of Poliy dan Context of Policy.
1) Content of Policy menurut Grindle dalam Nugroho (2003:176) adalah:
a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi).
Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi
suatu implementasi kebijakan. Ind ikator ini berargumen bahwa
suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-kepentingan tersebut
membawa pengaruh terhadap implementasinya.
b. Type of Benefit (tipe manfaat).
Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat
beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang
dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak
dilaksanakan.
c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin
dicapai).
Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin
dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah
bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai
melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala
yang jelas.
d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan).
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai
peranan penting dalam pelaksanaan suatu keb ijakan, maka pada
bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan
dari suatu kebijakan yang hendak di implementasikan.
e. Program Implementer (pelaksana program).
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di
34
dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan
kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata
atau terpapar dengan baik pada bagian ini.
f. Resources Commited (sumber-sumber daya yang digunakan).
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-
sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan
dengan baik.
2) Context of Policy menurut Grindle dalam Nugroho (2003:177) adalah:
a. Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan,
kepentingan-kepentingn dan strategi dari aktor yang terlibat).
Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau
kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang
digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalanya
pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak
diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang
hendak diimplementasikan akan jauh, seperti panggang jauh dari
api.
b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa).
Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini
ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut
mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya
respon dari pelaksana).
Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu
kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka
yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana
kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu
kebijakan.
Setelah pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau
konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat
diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah
kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui
apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga
tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.
35
2.1.6 Kredit Usaha Rakyat
KUR adalah skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi
yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi
(UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) namun
mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan
Perbankan (belum bankable). KUR merupakan program pemberian
kredit/pembiayaan dengan nilai dibawah 5 (lima) juta rupiah dengan pola
penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya coverage penjaminan maksimal
70% dari plafon kredit Lembaga penjaminnya adalah PT Jamkrindo dan PT
Askrindo.
Tujuan program KUR adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan
perekonomian di sektor riil dalam rangka penanggulangan dan pengentasan
kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan
program KUR adalah sebagai berikut:
a. Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah, danKoperasi (UMKMK).
b. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM &
Koperasi kepada Lembaga Keuangan.
c. Sebagai upaya penanggulangan / pengentasan kemiskinandan
perluasan kesempatan kerja.
Penyaluran KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri
Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha
Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
10/PMK.05/2009. Beberapa ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah
dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut :
36
a. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha
produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan:
1. merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/
pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui
Sistem Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan
Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh
fasilitas Kredit Program dari Pemerintah;
2. khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota
Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum
addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka
fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum
pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya;
3. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K
yang bersangkutan
b. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi
dengan ketentuan:
1. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah),
tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal
sebesar/setara 24% (dua puluh empat persen) efektif per tahun
2. Untuk kredit diatas Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan
Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), tingkat bunga
kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara
16% (enam belas persen) efektif per tahun.
c. Bank pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian
terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat,
serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan di cantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah peneliti
baca diantaranya :
1. Tesis dengan judul Analisis Implementasi Kebijakan Sekolah Gratis (Kasus
di SD Negeri Cileungsi 06 dan SD Negeri Cinyosog 02 Bogor) oleh
Supriyatno Paskasarjana Prodi Ilmu Administrasi FISIP Universitas
Indonesia pada tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
permasalahan berkaitan dengan implementasi kebijakan sekolah gratis yang
37
dirumuskan pemerintah di tinjau dari empat aspek implemantasi kebijakan
yakni faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi di
Cileungsi Kabupaten Bogor. Hasil penelitian dan temuan adalah sebagai
berikut : Implementasi kebijakan sekolah gratis dilihat dari : 1) Faktor-faktor
komunikasi, adalah: a) Banyaknya pihak yang terlibat memadai dilihat dari
kemampuan bekerja; b) Media efektif dilihat dari sampainya pesan-pesan
sekolah gratis pada masyarakat; dan c) Waktu sosialisasi efektif; 2) Faktor
sumber daya, manusia kurang efektif dilihat dari keterbatasan wewenang
pengelola dalam memanfaatkan dana sekolah gratis melalui BOS;3) Faktor
sikap (disposisi), respon masyarakat positif begitu juga komitmen para
pengelola sekolah gratis; dan 4) Faktor Struktur Birokrasi,:a) Mekanisme
penyaluran dana mengalami hambatan dalam waktu penerimaan; b)
Mekanisme pelaporan sesuai dengan pedoman sekolah gratis.
2. Skripsi dengan judul Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis
Daerah di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang oleh Novayanti
Sopia Rukmana S. Jurusan Ilmu Administrasi Prodi Administrasi Negara
FISIP Universitas Hasanuddin pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah
di Puskesmas Sumbang Enrekang. Masalah yang diteliti adalah sejauh mana
sasaran dari program jaminan kesehatan gratis daerah. Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan didukung dengan data
sekunder. Jenis data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari hasil
wawancara dan data sekunder diperoleh dari data pengolahan data dan
38
observasi. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi melalui
wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Program Jaminan
Kesehatan Gratis Daerah yang diterapkan di Puskesmas Sumbang
Kecamatan Curio Enrekang belum maksimal dan banyak kekurangan dari
segi pelaksanaanya ,misalnya dari segi sumberdaya manusia yang masih
belum memadai dibanding dengan luasnya wilayah kerja dari Puskesmas
Sumbang itu sendiri dan jumlah pasien yang setiap tahunnya meningkat,
juga dari segi komunikasi antar pelaksana yang masih kurang, sehingga
masyarakat belum mengetahui sepenuhnya tentang program dari Jamkesda.
3. Skripsi dengan judul Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya oleh Norman Andika Prodi
Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur pada tahun 2010. Hasil dari penelitian ini,
pelaksanaan program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sesuai dengan tujuan
yaitu biaya pelayanan, cakupan pelayanan, kualitas pelayanansudah
dilaksanakan dengan cukup baik, kendala dalam proses pelayanan yaitu
kurangnya petugas, dan kurangnya kebersihan fasilitas di Puskesmas jagir.
Kesimpulan hasil penelitian ini secara keseluruhan adalah pelaksanaan
Program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sudah terimplementasi sesuai
dengan tujuan yang terdapat pada keputusan Menteri Kesehatan No
125/MENKES/SK/II/2008 tentang pedoman penyelenggaran Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat yaitu meningkatnya akses dan mutu
39
pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu
agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif
sehingga tercipta masyarakat miskin yang sehat dan produktif untuk
menunjang program pengentasan kemiskinan.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggambarkan alur pemikiran
peneliti mengenai fokus penelitian. Berdasarkan observasi awal yang peneliti
lakukan, peneliti menemukan beberapa masalah yang dapat menghambat
pelaksanaan program KUR. Seperti : 1) Kebijakan program KUR tidak tepat
sasaran, program KUR yang merupakan program pemerintah yang dikhususkan
bagi pelaku usaha kecil dan mikro justru dinikmati oleh masyarakat yang tidak
memiliki usaha atau dinikmati oleh mereka yang ternyata mampu melakukan
pinjaman tanpa perlu jaminan dari pemerintah; 2) Minimnya sosialisasi yang
dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh Bank pelaksana; 3) Rendahnya
partisipasi dalam program KUR, karena adanya ketakutan akan suku bunga yang
ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan dengan
bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki jaminan
selain usaha yang dijalankan.
Teori implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
teori implementasi yang dipaparkan oleh Merilee S. Griendle (1980). Model ini
memaparkan bahwa, implementasi kebijakan ditentukan oleh 2 faktor yaitu: isi
kebijakan (content of policy) dan konteks implementasinya (context of policy). Ide
40
dasarnya dari teori ini adalah bahwa setelah kebijakan dilaksanakan, maka
kebijakan bisa dilihat keberhasilannya yang ditentukan oleh derajat
implementability dari kebijakan tersebut.
Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi
oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan
yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana
program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks
implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved
(kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat);
(ii) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat
kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Berdasarkan teori Merilee S.
Grindle ini, kita dapat mengetahui apakah implementasi Program Kredit Usaha
Rakyat di Kecamatan Warunggunung sudah berjalan optimal atau belum.
Maka untuk mempermudah memahami alur berfikir peneliti
menggambarkan kerangka berfikirnya sebagai berikut:
Gambar 2.2.
Skema Kerangka Berpikir
41
Sumber : Hasil analisis Konsep Peneliti 2014
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Berdasarkan observasi pendahuluan yang peneliti lakukan serta merujuk
kepada konsep kerangka berfikir di atas, maka peneliti berasumsi bahwa
Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Griendle (1980):
Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni :
Content of policy mencakup: Context of policy mencakup:
1. Sejauh mana kepentingan kelompok
sasaran atau target groups termuat
dalam isi kebijakan.
2. Jenis manfaat yang diterima oleh
target group.
3. Sejauh mana perubahan yang
diinginkan dari sebuah kebijakan.
4. Apakah letak sebuah program sudah
tepat.
5. Apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya
dengan rinci, dan
6. Apakah sebuah program didukung
oleh sumberdaya yang memadai.
1. Seberapa besar kekuasaan,
kepentingan, dan strategi yang
dimiliki oleh para aktor yang terlibat
dalam implementasi kebijakan.
2. Karakteristik institusi dan rejim yang
sedang berkuasa.
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas
kelompok sasaran.
Identifikasi Masalah :
1. Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang
tidak memiliki usaha.
2. Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksanan.
3. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak
Bank.
implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan
Warunggunung berjalan optimal
42
Implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung dalam
realitanya ternyata masih belum optimal.
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti
kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris,
dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara
yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti
cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang
lain dapat mengenali dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya
proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah
tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah data
empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid
menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti.
Penelitian ini merupakan merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan
data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna atau data yang
sebenarnya. Penelitian kualitatif ini juga tidak semata-mata mencari kebenaran,
tetapi pada pemahaman peneliti terhadap apa yang di teliti.
Menurut Burgess dalam Nasution (1988:17), metode penelitian kualitatif
bukan satu metode khusus melainkan meliputi berbagai metode yang digunakan
43
44
untuk mengumpulkan data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data yang
dihasilkan berbentuk kata, kalimat dan gambar untuk mengeksplorasi bagaimana
fenomena sosial yang terjadi.
3.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrument penelitian yang digunakan ialah peneliti
sendiri, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana,
pelaksana pengumpulan data, analis, dan pelapor hasil penelitiannya.
Menurut Irawan (2006:17) satu-satunya instrumen terpenting dalam
penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Nasution dalam Sugiyono
(2008:223) menyebutkan alasan manusia sebagai instrumen penelitian utama:
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa,
segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus
penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan
jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,
tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-
satunya yang dapat mencapainya.”
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri,
sehingga dalam penelitian ini, peneliti harus bersifat netral agar penelitian yang
dihasilkan tidak bersifat subjektif. Dengan demikian, posisi peneliti sangat
penting karena sebagai instrumen penelitian.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara
langsung, seperti wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder adalah data
45
yang telah tersedia dan diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder ini
dijadikan sebagai data tambahan untuk memperkuat penelitian, seperti dokumen,
peraturan daerah, gambar, rekaman, dan lain-lain. Adapun alat-alat tambahan
yang digunakan peneliti dalam mengumpullkan data berupa panduan wawancara,
buku catatan, dan handphone untuk mengambil gambar atau foto dan untuk
merekam hasil wawancara.
3.3 Informan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”, penentuan informannya
menggunakan teknik purposive (bertujuan), Teknik purposive adalah teknik
penentuan informan berdasarkan pada pertimbangan tertentu. Adapun
pertimbangan tersebut didasarkan pada informan yang mengetahui secara jelas
dan tepat informasi mengenai masalah dalam penelitian ini.
Menurut Bungin (2007:53), penentuan informan yang terpenting dalam
penelitian kualitatif adalah bagaimana menentukan key informan (informan kunci)
atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.
46
Tabel 3.1
Tabel Informan Penelitian
No. Informan Kode
Informan
Jumlah Keterangan
1 Kepala Unit BRI Unit Sampai i.1 1 Key Informan
2 Kepala Bidang UMKM Dinas
Koperasi dan UKM Kabupaten
Lebak
i.2 1 Key Informan
3 Kasie Kesejahteraan Sosial
Kantor Kecamatan
Warunggunung
i.3 1 Key Informan
4 Mantri KUR BRI Unit Sampai i.4, i.5 2 Key Informan
5 Pelaku UMKM Penerima KUR i.6, i.7, i.8,
i.9
4 Key Informan
6 Pelaku UMKM Bukan
Penerima KUR
i.10, i.11,
i.12
3 Key Informan
Sumber : Hasil Analisis Konsep Peneliti
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Penelitian yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam
Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung
Kabupaten Lebak” adalah kombinasi dari beberapa teknik, yaitu:
1. Wawancara Mendalam
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
47
pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara. Wawancara dalam penelitian
kualitatif bersifat mendalam (indept interview) karena peneliti dapat menjelaskan
pertanyaan yang tidak dimengerti responden, peneliti dapat mengajukan
pertanyaan, informan cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan, dan
informan dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa
mendatang.
Menurut Denzin dalam Alwasilah (2006:154), wawancara adalah
pertukaran percakapan dengan tatap muka dimana seseorang memperoleh
informasi dari yang lain. Melalui wawancara peneliti bisa mendapatkan informasi
yang mendalam (indepth interviev) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan
yang tidak dimengerti responden, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan
cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan
sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang.
Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur. Menurut Sugiyono (2008:160) wawancara tidak
terstruktur ialah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Hal ini dimaksudkan agar proses wawancara berlangsung
secara alami dan mendalam seperti yang diharapkan dalam penelitian kualitatif.
48
Adapun kisi-kisi pedoman wawancara dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Untuk Pelaksana Kebijakan
Indikator Kisi-Kisi Wawancara Informan
Content Of Policy
Bagaimana
kepentingan kelompok
sasaran atau target
groups termuat dalam
isi kebijakan.
1) Apakah kebijakan KUR sudah
tepat sasaran?
2) Seperti apa kebijakan KUR
mempengaruhi tingkat
kesejahteraan target sasaran?
i.1, i.2, i.3
Jenis manfaat yang
diterima oleh target
group
1) Seperti apa manfaat kebijakan
KUR terhadap target sasaran?
i.1, i.3
Bagaimana perubahan
yang diinginkan dari
sebuah kebijakan.
1) Perubahan apa yang diharapkan
setelah pelaksanaan KUR?
i.1, i.2, dan i.3
Apakah letak sebuah
program sudah tepat.
1) Apakah program KUR sudah
tepat sebagai bagian dari upaya
pemerintah meningkatkan
kesejahteraan?
2) Seberapa besar pengaruh program
KUR terhadap peningkatan
perekonomian di suatu daerah?
i.1, i.2, dan i.3
Apakah sebuah
kebijakan telah
menyebutkan
implementornya
dengan rinci
1) Bagaimana peran pelaksana
program dalam sosialisasi KUR?
2) Seperti apa pelaksana program
melaksanakan program KUR?
i.1
Apakah sebuah
program didukung oleh
sumberdaya yang
memadai
1) Sebagai pelaksana kebijakan
apakah sumberdaya yang dimiliki
sudah memadai untuk
pelaksanaan program KUR?
i.1
49
2) Bekal apa yang diberikan kepada
bawahan dalam pelaksanaan
program KUR?
Context Of Policy
Bagaimana kekuasaan,
kepentingan, dan
strategi yang dimiliki
oleh para aktor yang
terlibat dalam
implementasi
kebijakan.
1) Bagaimana peran pemerintah
daerah dalam sosialisasi program
KUR?
2) Program KUR berdampak positif
bagi daerah?
i.2, dan i.3
Karakteristik institusi
dan rejim yang sedang
berkuasa.
1) Seperti apa peran Kecamatan
dalam pelaksanaan program
KUR
2) Sejauhmana peran partisipasi
pemerintah daerah agar program
KUR tepat sasaran
i.3
i,2 dan i,3
Untuk Mantri KUR
Indikator Kisi-Kisi Wawancara Informan
Content Of Policy
Bagaimana
kepentingan kelompok
sasaran atau target
groups termuat dalam
isi kebijakan.
3) Apakah kebijakan KUR sudah
tepat sasaran?
4) Seperti apa kebijakan KUR
mempengaruhi tingkat
kesejahteraan target sasaran?
i.4 dan i.5
Apakah sebuah
kebijakan telah
menyebutkan
implementornya
dengan rinci
3) Bagaimana peran pelaksana
program dalam sosialisasi KUR?
4) Seperti apa pelaksana program
melaksanakan program KUR?
i.4, dan i.5
Apakah sebuah
program didukung oleh
sumberdaya yang
memadai
3) Sebagai regulator kebijakan
apakah sumberdaya yang dimiliki
sudah memadai untuk
pelaksanaan program KUR?
i.4, dan i.5
50
4) Bekal apa yang diberikan kepada
bawahan dalam pelaksanaan
program KUR?
Untuk Masyarakat (Penerima atau Bukan Penerima KUR)
Indikator Kisi-Kisi Wawancara Informan
Content Of Policy
Jenis manfaat yang
diterima oleh target
group
2) Seperti apa manfaat kebijakan
KUR terhadap target sasaran?
i.6, i.7, i.8,
i.9, i.10, i.11,
dan i.12
Context Of Policy
Tingkat kepatuhan dan
responsivitas kelompok
sasaran.
1) Bagaimana menurut anda
kebijakan KUR yang
diimplementasikan oleh
pemerintah?
2) Apakah kebijakan KUR cukup
membantu anda dalam
menjalankan usaha?
3) Alasan apa yang membuat anda
memutuskan untuk tidak
mengajukan pinjaman KUR?
i.6, i.7, i.8,
i.9, i.10, i.11,
dan i.12
i.6, i.7, i.8,
dan i.9
i.10, i.11, dan
i.12
Sumber: Peneliti,2014
2. Observasi
Observasi, menurut Hadi dalam Sugiyono (2008:166) mengemukakan
bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
51
Dalam penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang digunakan adalah
observasi partisipasi, dimana menitikberatkan pada keterlibatan peneliti. Peneliti
terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang-orang yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Menurut Soehartono (2002:70), dalam observasi partisipan,
pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang
diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan bagian dari mereka.
3. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi sebagai salah satu
teknik pengumpulan data sekunder. Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun
film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang
penyidik. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena
dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Adapun studi dokumentasi dapat
diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang
diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik berupa
prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto
ataupun dokumen elektronik (rekaman).
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan meyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
52
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada
orang lain. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong
(2010:248), yaitu:
“Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis
transkip interview, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain yang anda di
dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman anda (terhadap suatu fenomena) dan membantu anda untuk
mempresentasikan penemuan anda kepada orang lain.”
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa data model Milles dan
Huberman, dimana terdapat tiga aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data
(data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan
kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/verification). Menurut Milles dan
Huberman, aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Model interaktif dalam analisis data menurut kedua tokoh tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut:
Data
Collection Data
Display
Data
Reduction Conclusions:
drawing/verifying
53
Gambar 3.1
Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model)
Sumber: Miles dan Huberman, (2009:20)
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya
dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data membantu memberikan kode pada
aspek-aspek tertentu.
2. Penyajian Data (Data Display)
Dalam sebuah penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Namun pada peneltian ini, penyajian data yang peneliti lakukan dalam penelitian
ini adalah bentuk teks narasi, hal ini seperti yang dikatakan oleh Miles &
Huberman (2009:17) :
54
”the most frequent form display data for qualitative research data ini the
past has been narrative text” (yang paling sering digunakan untuk
penyajian data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentuk teks naratif).
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)
Langkah ketiga dalam tahapan analisis interaktif menurut Miles &
Huberman (2009:18-21) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, yaitu
menyimpulkan dari temuan-temuan penelitian untuk dijadikan suatu kesimpulan
penelitian. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten
saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.6 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data
Menurut Sugiyono (2008:267), validitas adalah derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh
peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara
data yang dilaporkan oleh peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada obyek
penelitian.
Reliabilitas dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan yang
terdapat pada penelitian kuantitatif. Bila dalam penelitian kuantitatif
reliabilitas berkenaan dengan konsistensi data, di mana bila terdapat peneliti
yang melakukan penelitian pada obyek yang sama, maka akan mendapatkan
55
data yang sama. Maka dalam penelitian kualitatif tidak demikian, suatu
realitas (social situation) bersifat majemuk dan dinamis, sehingga tidak ada
data yang bersifat konsisten dan berulang seperti semula. Adapun untuk
pengujian keabsahan datanya, pada penelitian ini dilakukan dengan dua
cara, yaitu triangulasi dan membercheck.
Menurut Irawan (2006:76), secara sederhananya triangulasi adalah proses
check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Dalam
proses ini beberapa kemungkinan bisa terjadi. Pertama, satu sumber cocok
(senada, koheren) dengan sumber lain. Kedua, satu sumber data berbeda dari
sumber lain, tetapi tidak harus berarti bertentangan. Ketiga, satu sumber 180o
bertolak belakang dengan sumber lain.
Menurut Sugiyono (2008:252) terdapat tiga jenis triangulasi, yaitu
triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh dari informan yang berbeda. Triangulasi teknik dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Pengecekan dilakukan dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan
dokumentasi. Sedangkan, triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau
situasi yang berbeda. Dalam penelitian ini, triangulasi yang dilakukan adalah
triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Dalam melakukan triangulasi sumber, peneliti melakukan membercheck,
yaitu proses pengecekan data atau informasi dari pemberi data atau informasi.
56
Tujuan membercheck tersebut adalah untuk mengetahui kesesuaian antara data
yang diperoleh dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Setelah
membercheck, pemberi data diberikan bukti otentik membercheck dengan cara
menandatangani dan mencap stempel membercheck yang diberikan oleh peneliti.
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat atau lokus Penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak” ialah di
Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Adapun waktu pelaksanaan
penelitian yaitu dari bulan Februari 2015-Agustus 2015.
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Mei Jun Juli Ags Sep Okt Nov Des
1 Pengajuan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Revisi Proposal
4 Wawancara
5 Pengolahan dan Analisa Data
6 Sidang Skripsi
7 Revisi Skripsi
No Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2015
57
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Deskripsi Kabupaten Lebak
Secara geografis Kabupaten Lebak terdiri pada koordinat 105º25’-
106º30’ bujur timur dan 6º18’-7º00’ lintang selatan, Luas wilayah Kabupaten
Lebak 304.472 Ha (3.044,72 Km²) dengan Batas-Batas administratif.
a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang dan
Tanggerang.
b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.
c) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang
d) Sebelah Timur berbatasab dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
Luas Wilayah Kabupaten Lebak secara administratif tercatat 3.044.72
Km² atau 304.472 ha dan Luas Laut yang menjadi kewenangan Kabupaten
Lebak seluas 555.6 Km² merupakan Kabupaten Terluas di Provinsi Banten
Wilayah Kabupaten Lebak terdiri dari 28 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 340
Desa.
Wilayah ini memiliki iklim tropis dengan temperature udara sekitar
antara 24,5ºC sampai 29ºC. Secara umum bentuk morfologi wilayah
Kabupaten Lebak dapat dibagi menjadi dataran pantai sepanjang pantai
selatan, dataran yang terletak disebelah utara dan barat, perbukitan yang
terbesar mulai dari utara sampai kebarat dan pergunungan, yang terletak
disebelah timur sebagai daerah tertinggi di wilayah Kabupaten Lebak dengan
58
59
puncak Gunung Halimun ±1.929 M, Gunung Endut ±1.281 M dan Gunung
Kendeng.
Jarak Kebupaten Lebak dengan kabupaten lainnya khususnya dalam
pengaruh konstelasi regional tidak begitu jauh, Selain itu ditunjang dengan
kondisi jalan baik, antara lain :
a) Jarak dengan Kabupaten Serang 41 Km.
b) Jarak dengan Kabupaten Pandeglang 20 Km.
c) Jarak dengan Kabupaten Tanggerang 106 Km.
d) Jarak dengan Ibu Kota Negara DKI Jakarta 131 Km.
Jumlah penduduk Kabupaten Lebak tahun 2012 berdasarkan Dinas
kependudukan dan catatan sipil sebanyak 1.235.237 Jiwa terdiri dari 663.404
laki-laki dan 619.454 Jiwa perempuan, laju pertumbuhan penduduk nasional
adalah 1.49%, bila dibandingkan dengan pertumbuhan provinsi banten pada
tahun 2012 adalah 2.80% relatif dibawah angka provinsi banten.
Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Lebak sebesar 380 jiwa/km²
dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Konsentrasi terbesar berada
di lebak Utara 32,90% dan lebak Selatan 32,15%, kemudian lebak timur
22,42%. Berdasarkan kelompok umur, penduduk kabupaten lebak sebagian
besar berada dalam kelompok umur 15-64 tahun, yang menggambarkan
bahwa sebagian besar penduduk berusia produktif dan merupakan angkatan
kerja.
Tabel 4.1
Kecamatan dan Luas Wilayah
60
No. Kecamatan Luas Wilayah
(Ha) No. Kecamatan
Luas Wilayah
(Ha)
1 Malingping 9.490,51 15 Cipanas 6.014,75
2 Wanasalam 10.445,84 16 Sajira 9.649,82
3 Panggarangan 16.378,05 17 Cimarga 17.289,26
4 Bayah 13.236,86 18 Cikulur 5.700,50
5 Cilograng 8.870,33 19 Warunggunung 4.366,72
6 Cibeber 36.967,24 20 Cibadak 3.349,13
7 Cijaku 10.560,42 21 Rangkasbitung 6.795,61
8 Banjarsari 13.587,65 22 Maja 7.256,44
9 Cileles 15.264,36 23 Curugbitung 8.540,63
10 Gunungkencana 12.742,46 24 Cihara 11.452,12
11 Bojongmanik 8.908,45 25 Cigemblong 14.123,46
12 Leuwidamar 12.944,49 26 Cirinten 11.232,71
13 Muncang 8.038,72 27 Lebakgedong 8.446,20
14 Sobang 10.257,55 28 Kalanganyar 2.579,71
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Lebak, 2015
4.1.2 Deskripsi Kecamatan Warunggunung
Kecamatan Warunggunung memiliki luas wilayah 4.366,72 Ha.
Kecamatan Warunggunung terletak di sebelah utara Kabupaten Lebak dengan
jarak ± 9 Km dari Ibu kota Kabupaten Lebak dengan ketinggian 350 mdpl.
Dalam segi geografis letak Kecamatan Warunggunung sangat strategis selaian
dekat dengan kota Rangkasbitung sebagai pusat pemerintahan Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang yang berjarak ± 12 Km, dan serang sebagai Ibu
kota Provinsi Banten dengan jarak ± 24 Km telah pula ditunjang dengan
sarana jalan yang cukup memadai sehingga memudahkan akses transportasi.
Secara administrasi, wilayah Kecamatan Warunggunung terbagi
menjadi 12 Desa. Penduduk Kecamatan Warunggunung hingga tahun 2011
61
sebanyak 14,926 KK dan 53,036 jiwa dengan rincian 27,306 jiwa laki-laki
25,730 jiwa perempuan, yang terdata di 240 Rt dan 58 Rw. Penduduk
Kecamatan Warunggunung rata-rata beragama Islam.
4.1.3 Profil Kantor Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak
1. Struktur dan Susunan Organisasi Kantor Kecamatan
Warunggunung
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten
Lebak Nomor 15 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kecamatan serta Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Lebak, Susunan Organisasi Kantor Kecamatan Warunggunung terdiri
dari :
1. Camat;
2. Sekretaris Kecamatan;
3. Seksi Pemerintahan dan Pertanahan;
4. Seksi Ketrentaman dan Ketertiban Umum;
5. Seksi Ekonomi dan Pembangunan;
6. Seksi Kesejahteraan Sosial;
7. Sub Bagian Umum;
8. Sub Bagian Keuangan;
9. Sub Bagian Kepegawaian;
10. Kelompok Jabatan Fungsional.
62
2. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Kecamatan Warunggunung
Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi
pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Kecamatan mengemban pula
penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan yang dilimpahkan
Kepala Daerah untuk menangani sebagian urusan Otonomi Daerah.
Sebagaimana dalam Penyelenggaraannya Kecamatan
melaksanakan tugas dan fungsinya dituangkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Lebak Nomor 15 tahun 2007 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kecamatan serta Kelurahan di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Lebak adalah sebagai berikut :
1. Camat
Camat mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan
pemerintahan, ketentraman dan ketertiban umum, ekonomi dan
pembangunan, kesejahteraan sosial serta koordinasi dengan
instansi vertikal di wilayahnya.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,
Camat mempunyai fungsi :
1. Memimpin pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten di wilayah Kecamatan;
2. Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan umum dan
pembinaan keagrariaan serta pembinaan politik dalam negeri;
63
3. Membantu Sekretaris Daerah dalam penyiapan informasi
mengenai wilayah Kecamatan yang dibutuhkan dalam
perumusan kebijakan Bupati;
4. Pembinaan Pemerintahan Desa/Kelurahan;
5. Pembinaan ketentraman dan ketertiban wilayah dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan
pelayanan lintas Kelurahan dan Desa;
6. Pembinaan pembangunan yang meliputi pembinaan
perekonomian, produksi dan distribusi serta pembinaan sosial;
7. Penyusunan program pembinaan administrasi, ketatausahaan
dan rumah tangga;
8. Pertanggungjawaban tugas Camat secara teknis administratif
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
2. Sekretaris Kecamatan
Sekretaris Kecamatan dipimpin oleh seorang Sekretaris Kecamatan
yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada
Camat serta mempunyai tugas pembantu Camat dalam
melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan
memberikan pelayanan adminitsrasi kepada seluruh perangkat atau
aparatur Kecamatan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,
Sekretaris Kecamatan mempunyai fungsi :
64
1. Penyusunan rencana dan pengendalian serta pengevaluasian
kegiatan Kecamatan;
2. Pelaksanaan urusan administrasi Keuangan;
3. Pelaksanaan tata usaha, administrasi kepegawaian,
perlengkapan dan rumah tangga.
Sekretaris Kecamatan, membawahi :
1. Sub Bagian Umum: Sub Bagian Umum mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan administrasi umum, kearsipan,
surat menyurat, rumah tangga, perlengkapan dan pengadaan
serta pendistribusian dan inventarisasi Kecamatan.
2. Sub Bagian Keuangan: Sub Bagian Keuangan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan rencana penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kecamatan serta
pengelolaan administrasi keuangan.
3. Sub Bagian Kepegawaian: Sub Bagian Kepegawaian
Mempunyai tugas mengelola administrasi kepegawaian dan
tatalaksana.
3. Seksi Pemerintahan dan Pertanahan
Seksi Pemerintahan dan Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Camat serta mempunyai tugas membantu Camat dalam
menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan evaluasi
serta pelaporan urusan pemerintahan dan pertanahan.
65
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,
Seksi Pemerintahan dan Pertanahan mempunyai fungsi :
1. Penyusunan program dan pembinaan penyelenggaraan
pemerintahan umum dan Desa/Kelurahan;
2. Penyusunan program dan pembinaan pendaftaran penduduk,
mutasi penduduk, pembuatan Kartu Tanda Penduduk dan
Kartu Keluarga;
3. Penyusunan program dan pembinaan keagrariaan.
4. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum
Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab
langsung kepada Camat serta mempunyai tugas membantu Camat
dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan
evaluasi serta pelaporan urusan ketentraman dan ketertiban umum.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,
Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai fungsi :
1. Penyusunan program dan penyelenggaraan pembinaan
ketentraman dan ketertiban umum;
2. Penyusunan program dan penyelenggaraan pembinaan Polisi
Pamong Praja.
5. Seksi Ekonomi dan Pembangunan
66
Seksi Ekonomi dan Pembangunan dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Camat serta mempunyai tugas membantu Camat dalam
menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi
serta pelaporan urusan perekonomian dan pembangunan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,
Seksi Ekonomi dan Pembangunan mempunyai fungsi :
1. Penyusunan program dan pembinaan perekonomian dan
pembangunan;
2. Penyusunan program dan pembinaan yang berwawasan
lingkungan hidup.
6. Seksi Kesejahteraan Sosial
Seksi Kesejahteraan Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada
Camat serta mempunyai tugas membantu Camat dalam
menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi
serta pelaporan urusan kesejahteraan sosial.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas,
Seksi Kesejahteraan Sosial mempunyai fungsi :
1. Penyusunan program dan pembinaan pelayanan dan bantuan
sosial, pembinaan kepemudaan, peranan wanita dan olahraga;
2. Penyusunan program dan pembinaan kehidupan keagamaan,
pendidikan, kebudayaan dan kesehatan masyarakat.
67
7. Kelompok Jabatan Fungsional
1. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Kecamatan sesuai
keahlian dan kebutuhan.
2. Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini, terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang
jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok
sesuai dengan bidang keahliannya.
3. Setiap kelompok tersebut pada ayat (1) Pasal ini, dipimpin
oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh
Camat dan bertanggungjawab langsung kepada Camat.
4. Jumlah Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Pasal ini, ditentukan menurut sifat, jenis, kebutuhan dan
beban kerja.
5. Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) Pasal ini, diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Visi dan Misi Kecamatan Warunggunung
A. Visi Kecamatan Warunggunung
Terwujudnya masyarakat Kecamatan Warunggunung yang
sejahtera dalam meningkatkan Pelayanan Masyarakat.
B. Misi Kecamatan Warunggunung
68
Sejalan dan untuk menunjang Visi Kecamatan Warunggunung,
Misi Kecamatan Warunggunung adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan Pembinaan Kelurahan
2. Melaksankan Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Umum
3. Melaksanakan Pembinaan Kesejahteraan Sosial
4. Melaksanakan Pelayanan Umum Pemerintahan
5. Melaksanakan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data
yang telah di dapatkan dari hasil observasi penelitian. Dalam penelitian
mengenai Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan
Warunggunung Kabupaten Lebak ini, peneliti mencoba mendapatkan data-
data valid dan reliabel untuk digunakan sebagai bahan atau informasi
dalam menjawab perumusan masalah yang telah dirumuskan pada bab
sebelumnya. Data-data yang didapatkan dari lapangan lebih banyak
merupakan data atau informasi berupa hasil wawancara dengan informan
penelitian yang kemudian peneliti analisa dan peneliti deskripsikan.
Adapun data-data lain berupa dokumen-dokumen peneliti jadikan sebagai
data penunjang dalam menjawab rumusan masalah penelitian. Data-data
69
tersebut didapatkan dengan media wawancara, catatan lapangan dan
wawancara mendalam yang telah dilakukan dengan informan.
Pencarian data, peneliti lakukan secara investigasi dimana peneliti
mengumpulkan data-data dengan melakukan wawancara mendalam
kepada sejumlah informan yang memiliki informasi tentang masalah yang
sedang peneliti teliti. Data-data tersebut merupakan data-data yang
berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Data-data yang telah di
dapatkan kemudian di analisa sehingga dapat menghasilkan suatu
pemahaman baru dari data yang di dapatkan.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian investigasi sehingga data
yang didapatkan harus dikonfirmasi ulang tidak hanya dari satu sumber
data atau informan tetapi dari sumber lain yang masih memang memiliki
informasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Data yang didapatkan
kemudian di uji kembali dengan metode triangulasi.
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, informan penelitian dipilih dengan
menggunakan teknik Purposive (bertujuan). Adapun informan-informan
yang peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang peneliti anggap
memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, karena mereka
(informan) dalam kesehariannya senantiasa berurusan dengan
permasalahan yang sedang di teliti.
70
Adapun informan dalam penelitian ini adalah informan yang
dianggap mempunyai sumber data atau informasi yang dapat menjawab
permasalahan yang diteliti. Beberapa informan pada penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
Tabel 4.2
Daftar Informan
No. Informan Kode
Informan
Usia Jenis Kelamin
1 Tisep Sumedi
Kepala Unit BRI Unit Sampai
i.1 48 L
2 Restu Cheryadi
Kepala Bidang UMKM
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak
i.2 52 L
3 Ineu Feni Nopiantini, S.Pd
Kasie Kesejahteraan Sosial
Kantor Kecamatan Warunggunung
i.3 54 P
4 Dedi Suhendi
Mantri KUR BRI Unit Sampai
i.4 26 L
5 Mida
Mantri KUR BRI Unit Sampai
i.5 24 P
6 Rahmat Jaya
Pelaku UMKM Penerima KUR/Usaha Emping
i.6 47 L
7 Rudi
Pelaku UMKM Penerima KUR/Pengrajin Sepatu Kulit
i.7 42 L
8 Hadi Saputra
Pelaku UMKM Penerima KUR/Usaha Jahe Merah
Kemasan
i.8 29 L
9 Hj. Iroh
Pelaku UMKM Penerima KUR/Usaha Kerajinan
Pahatan Kayu
i.9 44 P
10 H. Jarkasih
Pelaku UMKM Bukan Penerima KUR
i.10 53 L
11 Ibu Zaenab
Pelaku UMKM Bukan Penerima KUR
i.11 47 P
12 Identitas disembunyikan
Tidak memiliki usaha tapi menerima KUR
i.12 42 L
Informan di atas merupakan informan utama dalam penelitian ini.
Adapun data-data lain yang merupakan sebagai informasi-informasi
pelengkap dari informasi yang telah diberikan oleh informan utama.
71
4.3 Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis hasil penelitian merupakan pemaparan data
dan informasi yang peneliti dapatkan dari lapangan yang kemudian
disesuaikan dengan grand theory yang peneliti gunakan dalam penelitian ini.
Teori implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
teori implementasi yang dipaparkan oleh Merilee S. Griendle (1980). Model
ini memaparkan bahwa, implementasi kebijakan ditentukan oleh 2 faktor
yaitu: isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasinya (context
of policy). Ide dasarnya dari teori ini adalah bahwa setelah kebijakan
dilaksanakan, maka kebijakan bisa dilihat keberhasilannya yang ditentukan
oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.
Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang
terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii)
Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v)
(Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan.
Sedangkan konteks implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and
Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan
strategi dari aktor yang terlibat); (ii) Institution and Regime
Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa); serta
(iii) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya
respon dari pelaksana).
72
4.3.1 Content of Policy
Dalam variabel content of policy, terdapat 6 (enam) dimensi yang menjadi
sebuah indikator sejauh mana implementasi kebijakan berjalan. Indikator tersebut
adalah sebagai berikut:
4.3.1.1 Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan
Bagaimana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat
dalam isi kebijakan serta mempengaruhi isi kebijakan. Bahwa kebijakan KUR
dibuat oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan memberikan kemudahan pelaku usaha kecil mengakses pembiayaan
permodalan.
1. Kebijakan Program KUR tepat sasaran
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa
program KUR sudah bisa dinikmati oleh kelompok sasaran atau target grup.
“Dari beberapa laporan yang masuk, dari tim pendamping UKM yang
ada di Kabupaten Lebak diketahui bahwa para pelaku UKM sebagian
besar sudah mendapatkan manfaat dari kebijakan KUR Pemerintah”
(Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni
2015 Pukul 10:32 WIB).
Wawancara tersebut juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Ineu Feni
Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung) yang menyatakan bahwa:
“Untuk Kecamatan Warunggunung sendiri, program KUR sangat
membantu pelaku usaha kecil dalam pengembangan usahanya. Hal ini
saya ketahui ketika meninjau langsung sentra-sentra usaha yang ada
di Kecamatan Warunggunung. Akses pembiayaan yang diperoleh
sangat mudah dan cepat.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni
73
Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:50 WIB).
Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi
Kepala Unit BRI Sampai, diketahui bahwa selama ini program KUR berjalan
tepat sasaran dan sudah sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh undang-
undang. Berikut wawancara yang peneliti lakukan:
“Penyaluran KUR sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada, oleh karena itu bisa dipastikan bahwa
penyaluran KUR sudah tepat sasaran dan diperuntukkan bagi sektor
usaha kecil yang belum bankable. Audit rutin juga sering dilakukan
baik dari Pusat maupun Cabang sehingga jika tidak tepat sasaran
maka pasti akan segera diketahui.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep
Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul
11:50 WIB).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran
KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida,
menurutnya:
“Penyaluran KUR sudah sesuai dengan aturan yang ada jadi sebisa
mungkin tidak boleh melanggar aturan agar penyaluran tepat sasaran
kepada yg membutuhkan. Selain itu, audit juga sering dilakukan oleh
pusat maupun oleh cabang sehingga meminimalisir kemungkinan jauh
dari sasaran yang ditentukan.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi
Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015
Pukul 15:20 WIB).
“Biasanya verifikasi yang saya lakukan cukup ketat, selain observasi
lokasi usaha, saya juga cek lingkungan tempat tinggal calon nasabah.
Pokoknya sebelum penyaluran, tidak boleh ada SOP yang dilanggar
karena seringkali auditor turun langsung ke lapangan. Jadi bisa
dipastikan penyaluran dana KUR sudah sesuai dengan program
pemerintah artinya tepat sasaran diperuntukkan bagi usaha-usaha
kecil.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI
Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:50 WIB).
74
Berdasarkan wawancara tersebut diatas, diketahui bahwa berdasarkan
data yang ada, penyaluran pembiayaan KUR sudah tepat sasaran karena
didasarkan pada penegakkan aturan dan SOP yang sudah ditetapkan. Akan
tetapi dari hasil observasi yang peneliti lakukan, peneliti menemukan bahwa
penyaluran dana KUR belum sepenuhnya tepat sasaran. Pada periode 2014
saja hasil audit internal BRI atau yang biasa disebut Kannins mencatat bahwa
ada sekitar 15 penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran (Sumber: Audit
Internal BRI). Sementara dari hasil observasi lapangan yang peneliti lakukan,
penyaluran KUR banyak dinikmati justru bukan oleh pelaku usaha kecil.
Penyaluran KUR banyak diserap bukan untuk membiayai sektor usaha
produktif.
Pengawasan yang dilakukan baik dari Unit maupun dari Cabang Bank
Penyalur KUR sangat kurang. Sehingga banyak pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi yang menyebabkan penyaluran KUR tidak tepat sasaran. Selain
itu peran pemerintah daerah juga minim dalam pengawasan penyaluran KUR
ini padahal program KUR merupakan program pemerintah pusat dalam rangka
menyediakan akses permodalan bagi usaha-usaha kecil yang belum bankable.
2. Kebijakan Program KUR berpengaruh terhadap kesejahteraan
target sasaran
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, program KUR jika dipergunakan untuk sektor usaha-usaha produktif
maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Berikut wawancara yang
peneliti lakukan:
75
“Jika penggunaan KUR sesuai dengan anjuran pemerintah, artinya
dana yang diperoleh diperuntukkan bagi sektor usaha produktif, maka
manfaat dari program KUR akan sangat terasa. Karena dengan
program KUR, pemilik usaha kecil bisa mengembangkan usahanya
paling tidak menambah modal usaha sehingga berdampak pada usaha
itu sendiri” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit
BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:10 WIB).
Sementara itu, dari hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi
(Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui
bahwa:
“Program KUR merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk
pengentasan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
jika sudah tepat sasaran serta diperuntukkan untuk pelaku-pelaku
usaha produktif.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi
(52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten
Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 10:32 WIB).
Wawancara tersebut juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Ineu Feni
Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung) yang menyatakan bahwa:
“Kecamatan Warunggunung merupakan wilayah dengan sentra-sentra
usaha produktif di Kabupaten Lebak, dengan adanya program KUR
maka sangat membantu pelaku usaha kecil untuk dapat
mengembangkan usahanya. Hal inilah yang bisa memicu peningkatan
kesejahteraan masyarakat jika penyaluran KUR sesuai dengan
mekanisme yang sudah diatur sebelumnya.” (Wawancara dengan (I.3)
Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor
Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:50 WIB).
Menurut peneliti, jika mengacu pada aturan yang sudah ditentukan
serta penyaluran program yang tepat sasaran, maka program KUR
sesungguhnya bermanfaat bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf
kesejahteraannya. Bagi pelaku UMKMK, manfaat KUR adalah untuk
membantu pembiayaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
76
Sementara bagi pemerintah, manfaat KUR adalah tercapainya percepatan
pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka
penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja
serta pertumbuhan ekonomi.
4.3.1.2 Jenis manfaat yang akan dihasilkan
Dalam implementasi kebijakan, manfaat yang dihasilkan oleh target
sasaran (target groups) harus diperhatikan. KUR sendiri diperuntukkan untuk
membantu pembiayaan yang dibutuhkan oleh UMKMK untuk
mengembangkan kegiatan usahanya. Sedangkan bagi pemerintah, manfaat
KUR adalah tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan
pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan/pengentasan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi.
Program KUR diperuntukan untuk masyarakat yang ingin
berwirausaha dari usaha kecil dan menengah. Pemerintah bekerja sama
dengan dengan beberapa jumlah bank di Indonesia dengan tingkat suku bunga
yang berbeda di tiap banknya. Namun tidak semua bank di Indonesia yang
dapat menyalurkan kredit usaha rakyat. Peranan UMKMK dalam
perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun
pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal.
Demikian juga kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun
tidak efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah,
77
serta bersifat tambal-sulam. Dengan program KUR ini diharapkan masalah
akses permodalan yang dihadapi pelaku UMKMK bisa teratasi.
1. Manfaat kebijakan Program KUR terhadap target sasaran
Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, program KUR dirasakan cukup membantu para pelaku UMKMK di
Kecamatan Warunggunung. Sebagai sentra usaha UMKMK di Kabupaten
Lebak, Kecamatan Warunggunung mulai menggeliat dengan mulai
berkembangnya usaha-usaha kecilnya. Berikut wawancara yang peneliti
rangkum:
“dari data yang kami himpun, serta dari banyaknya para nasabah
KUR yang mengajukkan kembali kredit disini maka kami
berkesimpulan bahwa manfaat program KUR sudah mulai dirasakan
untuk sector UMKMK di wilayah Kecamatan Warunggunung”
(Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI
Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:30 WIB).
Pernyataan diatas tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Ineu Feni
Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung) yang menyatakan bahwa:
“Sebagai wilayah dengan sentra-sentra usaha produktif di Kabupaten
Lebak, secara langsung maupun tidak langsung, program KUR
memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan di Kecamatan
Warunggunung. Para pelaku UMKMK memiliki akses untuk
menambahkan permodalan sehingga dapat mengembangkan usaha
yang sedang dijalankannya. Ke depan saya berharap semoga semakin
banyak usaha-usaha baru bermunculan sehingga lebih bisa
meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat serta mengentaskan
kemiskinan dan pengangguran.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni
Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:50 WIB).
78
Sementara dalam wawancara dengan Bapak Rahmat Jaya yang
merupakan pengrajin/penjual emping melinjo menyatakan bahwa:
“Manfaat KUR sangat terasa bagi saya selaku orang yang memiliki
usaha kecil, dengan adanya pembiayaan dari KUR saya bisa
mengembangkan usaha yang sudah ada. Dengan modal yang
didapatkan dari KUR saya bisa meningkatkan produksi emping
melinjo dan otomatis menambah keuntungan saya” (Wawancara
dengan (I.6) Rahmat Jaya (47) Pengrajin/Penjual Emping melinjo.
Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 13:50 WIB).
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Bapak Rudi yang
merupakan pengrajin sepatu kulit serta Bapak Hadi Saputra pengusaha jahe
merah kemasan yang menyatakan bahwa:
“KUR sangat membantu ketika saya membutuhkan tambahan modal
dalam usaha saya. Usaha saya masih terus berjalan karena sedikit
banyak mendapatkan permodalan dari KUR. Sehingga sekarang
produksi sepatu meningkat pesat dan menambah omzet.” (Wawancara
dengan (I.7) Rudi (42) Pengrajin Sepatu Kulit. Kamis, 18 Juni 2015
Pukul 16:05 WIB).
“Adanya KUR memberikan gairah baru dalam usaha. Yang tadinya
harus pinjam rentenir sekarang bisa pengajuan ke Bank. Manfaatnya
banyak bisa meningkatkan produksi jahe merah saya. ” (Wawancara
dengan (I.8) Hadi Saputra (29) Usaha Jahe merah kemasan. Kamis,
18 Juni 2015 Pukul 14:33 WIB).
Bagi yang membutuhkan, KUR mungkin memiliki manfaat lebih
dalam upaya mengembangkan usaha, lain lagi dengan yang tidak
membutuhkan. Bahkan ada yang tidak mau berurusan dengan pihak Bank,
berikut wawancara dengan H. Jarkasih, pemilik usaha kerajinan khas Banten
yang tidak mengajukan pinjaman KUR:
“Bagi yang membutuhkan KUR mungkin bermanfaat, tapi bagi saya
berurusan dengan pihak Bank itu sangat ribet. Selain itu juga saya
tidak mau berurusan dengan pihak seperti bank atau leasing karena
pasti urusannya rumit.” (Wawancara dengan (I.10) H. Jarkasih (53)
79
Usaha Kerajinan Khas Banten. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 15:22
WIB).
Menurut peneliti, harus ada upaya sosialisasi agar Program KUR bisa
dipahami oleh semua pihak dan tidak menganggap program KUR sebagai
sesuatu yang nantinya bakal rumit seperti pinjaman Bank lain. Program KUR
diperuntukan bagi masyarakat yang ingin berwirausaha atau mengembangkan
usahanya.
Manfaat program KUR sendiri yang diperuntukkan untuk membantu
pembiayaan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha sektor UMKMK telah
dirasakan oleh warga masyarakat Kecamatan Warunggunung yang memiliki
usaha-usaha produktif UMKMK. Kecamatan Warunggunung sebagai sentra
usaha-usaha kecil telah terdorong perkembangan perekonomiannya.
Sementara tujuan program KUR sendiri adalah tercapainya percepatan
pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka
penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja
serta pertumbuhan ekonomi.
4.3.1.3 Bagaimana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
Dalam penerapan suatu kebijakan, ada sebuah perubahan yang
diinginkan dari pembuat kebijakan tersebut. Dari penerapan program KUR
yang dilakukan pemerintah ada suatu tujuan (goal point) yang ingin dicapai.
Berikut tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program KUR:
1. Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK);
80
2. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM &
Koperasi kepada Lembaga Keuangan;
3. Sebagai upaya penanggulangan / pengentasan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja.
1. Bentuk perubahan yang dihasilkan setelah pelaksanaan Program
KUR
Dalam setiap pelaksanaan program, tentunya memiliki target atau
tujuan yang ingin dicapai untuk mengukur tingkat keberhasilan dari suatu
program. Program KUR juga memiliki target yang ingin dicapai (goal point)
untuk mengukur berhasil tidaknya penerapan program KUR tersebut.
Penerapan program KUR di wilayah Kecamatan Warunggunung
Kabupaten Lebak juga diharapkan memberikan perubahan yang lebih baik,
baik dari segi perekonomian, tingkat kesejahteraan serta pengurangan angka
pengangguran. Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, peneliti mendapatkan informasi bahwa sejak diluncurkan pada tahun
2007, program KUR belum memberikan dampak perubahan yang signifikan,
artinya perubahan yang ada baru sebatas berkembangnya usaha-usaha kecil di
wilayah warunggunung, belum pada tahap meningkatnya perekonomian dan
baru menyerap sedikit tenaga kerja dari berkembangnya suatu usaha. Berikut
hasil wawancara yang peneliti rangkum:
“Manfaat program KUR sudah mulai dirasakan untuk sector UMKMK
di wilayah Kecamatan Warunggunung meskipun perubahan yang
diharapkan dari program ini masih belum tercapai. Perubahan seperti
meningkatnya taraf perekonomian, pengentasan kemiskinan, serta
berkurangnya angka kemiskinan masih belum signifikan terjadi
mengingat program ini baru efektif sekitar tahun 2007 serta masih
81
banyak kekurangan-kekurangan dari segi regulasi dan
pemanfaatannya.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48)
Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:40 WIB).
Dari hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa:
“Perubahan yang diinginkan pemerintah dari pelaksanaan program
KUR adalah berkembangnya sector UMKMK sehingga meningkatkan
perekonomian masyarakat, selain itu perubahan yang diinginkan
adalah dengan adanya program KUR, pelaku UMKMK dimudahkan
dalam mengakses permodalan dalam peningkatan usahanya. Selama
ini, program KUR sudah berjalan baik meskipun tujuan utama serta
manfaat yang diinginkan pemerintah masih jauh dari harapan. Perlu
perbaikan dari segala sector, baik itu regulasi, aturan serta
memperketat pengawasan untuk mencegah penyimpangan.”
(Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni
2015 Pukul 10:50 WIB).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie
Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan
bahwa:
“Sebagai abdi Negara di wilayah Warunggunung, saya mengharapkan
bahwa program KUR memberikan manfaat banyak bagi masyarakat.
Selain itu diharapkan ada perubahan yang signifikan bagi
perekonomian serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran di
wilayah Warunggunung.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni
Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:55 WIB).
Penerapan program KUR diharapkan memberikan perubahan yang
lebih baik, baik dari segi perekonomian, tingkat kesejahteraan serta
pengurangan angka pengangguran. Akan tetapi, sejak diterapkannya Program
KUR pada 2007, perubahan yang menjadi harapan pemerintah belum
terwujud.
82
Menurut peneliti, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti kurang
tepatnya sasaran penyaluran KUR. Ke depan diharapkan bahwa program KUR
membawa perubahan signifikan bagi kelangsungan usaha-usaha kecil dan
mikro serta membawa manfaat bagi masyarakat.
4.3.1.4 Apakah letak sebuah program sudah tepat
Dalam penerapan sebuah kebijakan seringkali ada sebuah pertanyaan
“apakah letak sebuah program/kebijakan sudah tepat?”. Dalam program
Kredit Usaha Rakyat (KUR) tepat atau tidaknya program ini dilaksanakan
adalah dengan melihat sejauh mana manfaat, tujuan serta perubahan yang
diharapkan terlaksana.
1. Program KUR bagian dari upaya pemerintah meningkatkan
kesejahteraan
Penerapan program KUR diharapkan memberikan perubahan yang
lebih baik bagi masyarakat khususnya pelaku UMKMK, baik dari segi
perekonomian, tingkat kesejahteraan serta pengurangan angka pengangguran.
Akan tetapi dalam prakteknya, peneliti melihat ada hal-hal yang akan
menghambat pencapaian tujuan tersebut. Seperti penyaluran kredit yang tidak
tepat sasaran, atau penyaluran kredit pada sector non produktif. Peningkatan
pengawasan, serta memperketat aturan merupakan solusi agar berjalannya
program KUR ke depan akan lebih baik.
Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, peneliti mendapatkan sebuah fakta sebagai berikut:
83
“Tahun 2007 ketika program ini mulai dilaksanakan, besar harapan
pemerintah bahwa program KUR merupakan sebuah solusi dari
pemerintah untuk mengembangkan UMKMK yang merupakan sektor
rill yang membutuhkan perhatian lebih. Berkaca pada krisis moneter
1998 bahwa sektor UMKMK tidak ikut kollaps kendati badai krisis
sangat dahsyat ketika itu. Oleh karena itu program KUR dianggap
sebagai sebuah solusi dari pemerintah untuk mengembangkan usaha-
usaha produktif dan kreatif yang bersifat UMKMK dengan tujuan
peningkatan kesejahteraan masyarakat serta minimal mengurangi
angka pengangguran.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48)
Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:55 WIB).
Sementara wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa:
“Menurut saya program KUR merupakan program yang ditunggu-
tunggu oleh pelaku UMKMK, karena ini bentuk perhatian pemerintah
terhadap pelaku usaha kecil. Semakin banyak usaha-usaha kecil maju,
otomatis meningkatkan kesejahteraan dari pemiliknya.” (Wawancara
dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015
Pukul 11:10 WIB).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie
Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan
bahwa:
“Program KUR adalah usaha pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya. Program yang sangat baik jika di dorong
oleg regulasi yang ketat sehingga tepat sasaran dan betul-betul
diperuntukkan bagi mereka pelaku UMKMK.” (Wawancara dengan
(I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial
Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 09:15
WIB).
Program KUR merupakan program yang diharapkan dan ditunggu oleh
para pelaku UMKMK, yang selama ini kesulitan dalam mengakses
permodalan karena usaha mereka belum bankable. Pemerintah mencanangkan
program KUR untuk dapat dijangkau oleh seluruh pelaku UMKMK dengan
84
persyaratan yang mudah dan suku bunga yang rendah. Tujuannya jelas agar
program KUR ini bisa memajukan usaha-usaha sektor rill, meningkatkan taraf
hidup pelaku usahanya serta meminimalkan angka pengangguran.
Menurut peneliti, program KUR merupakan upaya yang baik dari
pemerintah sebagai bagian dari usaha pemerintah meningkatkan taraf
perekonomian masyarakat dalam hal ini masyarakat menengah kebawah. Oleh
karena itu sebaiknya pengawasan terhadap program KUR diperketat karena
dikhawatirkan malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak
membutuhkan.
2. Seberapa besar pengaruh program KUR terhadap peningkatan
perekonomian di suatu daerah?
Program penyaluran KUR untuk pengembangan usaha rakyat oleh
pemerintah bekerjasama dengan perbankan merupakan langkah yang positif
dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi kerakyatan sebagai
pondasi perekonomian daerah. Program KUR ini sekaligus menunjukkan
masih cukup besarnya komitmen pemerintah terhadap kehidupan masyarakat
bawah yang umumnya menggantungkan hidup dari usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) atau juga dapat disebut usaha rakyat.
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) biasanya tumbuh di
daerah-daerah dengan mengedepankan budaya lokalnya dan ciri khas adat
daerahnya. Oleh karena itu, penyaluran KUR secara langsung berdampak pada
pertumbuhan ekonomi disuatu daerah.
85
Usaha kecil ini tersebar hampir di segala bidang kehidupan
masyarakat, seperti bidang pertanian, penggalian, industri pengolahan,
penyaluran gas dan air minum, kontruksi, perdagangan eceran, akomodasi
makanan dan minuman, tranportasi dan komunikasi, perantara keuangan,
persewaan, kesehatan serta kegiatan sosial.
Untuk membangun dan mengembangkan usaha kecil ini sangat
diperlukan berbagai kebijakan, mengingat banyaknya permasalahan yang
dihadapinya dalam melakukan kegiatan usaha. Penyediaan modal dengan
biaya dan persyaratan yang mudah, jelas merupakan suatu kebijakan yang
akan memberikan dampak positif bagi usaha kecil dalam melakukan berbagai
kegiatan usaha.
Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut:
“Saat ini bidang-bidang usaha produksi yang potensial untuk
berkembang adalah bidang usaha peternakan, perikanan, pertanian,
kerajinan, serta aneka makanan dan minuman. Peningkatan kegiatan
usaha oleh usaha kecil ini akan meningkatkan jumlah barang dan jasa
yang dihasilkan dalam berbagai sektor perekonomian. Sehingga akan
dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah.
Untuk mengembangkan usaha, biasanya pelaku usaha kecil ini
membutuhkan modal, nah melalui KUR ini kita fasilitasi akses
permodalannya. Disinilah peran KUR dalam upaya memajukan
perekonomian disuatu daerah. Lebak khususnya Warunggunung
dengan segala potensinya akan berkembang secara perekonomian jika
pelaku usaha kecilnya terus di support baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah dengan bantuan pihak bank.” (Wawancara dengan
(I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015
Pukul 13:02 WIB).
Hal yang sama juga diungkapkan Bapak Restu Cheryadi (Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) serta Ibu Ineu Feni
86
Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung):
“Dengan modal yang diperoleh maka pelaku usaha akan
memanfaatkan berbagai peluang usaha di lingkungannya. Sebisa
mungkin menggunakan bahan baku lokal yang tersedia, juga
memanfaatkan tenaga kerja untuk menghasilkan produk yang menjadi
kebutuhan pasar. Dengan sendirinya daerah akan mengalami
pertumbuhan secara ekonomi.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak
Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan
UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 11:10 WIB).
“Program KUR meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, karena
biasanya daerah merupakan sentra usaha-usaha kecil dan merupakan
basis perekonomian rakyat.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni
Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan
Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 09:30 WIB).
Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses, proses yang
mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-
industri alternatif, pengembangan industri kreatif dengan ke khasan daerah
yang akan berimbas pada perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk
menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harusnya
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Dengan adanya
program KUR hendaknya pemerintah daerah ikut mendorong pengembangan
usaha-usaha daerah dengan turut memfasilitasi usaha-usaha kecil yang ada
agar mendapatkan fasilitas pembiayaan dari KUR.
87
4.3.1.5 Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya
dengan rinci
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung
dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi
keberhasilan suatu kebijakan. Dan ini sudah harus terpapar atau terdata
dengan baik. Ketika sebuah program berjalan, seharusnya sudah jelas siapa
yang akan menjalankan program tersebut dan siapa yang akan secara langsung
turun ke lapangan untuk memastikan program tersebut berjalan dengan baik.
1. Bagaimana peran pelaksana program dalam sosialisasi KUR?
Tahun 2007, ketika program KUR mulai berjalan, pemerintah sudah
menunjuk langsung Bank pelaksana yang akan melaksanakan program yang di
cetuskan pemerintah tersebut. Program penyaluran KUR untuk pengembangan
usaha rakyat oleh pemerintah bekerjasama dengan perbankan merupakan
langkah yang positif dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi
kerakyatan sebagai pondasi perekonomian daerah.
Keberhasilan suatu program dapat diukur dari seberapa jauh tingkat
sosialisasi yang dilaksanakan. Sebagai Bank pelaksana, selain bertugas
menyalurkan kredit juga memiliki tugas untuk sosialisasi tentang program
KUR. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut:
“Sebagai Bank pelaksana program KUR, Bank kami juga memiliki
tugas untuk melaksanakan sosialisasi tentang program KUR.
Sosialisasi mencakup seberapa besar suku bunga, persyaratan
pengajuan kredit, hingga kelebihan dari KUR itu sendiri. Selain
sosialisasi rutin, sosialisasi juga dilaksanakan oleh mantra KUR
88
kami.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI
Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 13:10 WIB).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran
KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida,
menurutnya:
“Sosialisasi penyaluran KUR sudah sering dilaksanakan baik oleh
pihak Bank ataupun pihak Bank yang bekerja sama dengan
pemerintah daerah. Selain itu sosialisasi juga sering dilakukan oleh
para mantra karena kita dibekali dengan pengetahuan mengenai
KUR.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri
KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:30 WIB).
“Sosialisasi terus kami lakukan kepada masyarakat mengenai
kemudahan mengakses KUR dan kelebihannya” (Wawancara dengan
(I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni
2015 Pukul 15:59 WIB).
Dalam setiap implementasi sebuah program, sosialisasi merupakan
faktor yang penting yang menjadi penentu berhasil tidaknya suatu program.
Oleh karena itu hendaknya sosialisasi mengenai program KUR terus
dilakukan agar pengetahuan masyarakat mengenai program KUR semakin
bertambah dan menjadi penentu keberhasilan sebuah program.
2. Seperti apa pelaksana program melaksanakan program KUR?
Dalam pelaksanaan program KUR ini ada tiga pilar penting: 1)
pemerintah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Departemen Teknis (Departemen
Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian
Koperasi dan UKM). Pemerintah berfungsi membantu dan mendukung
pelaksanaan pemberian berikut penjaminan kredit; 2) Lembaga penjaminan
yang berfungsi sebagai penjamin atas kredit dan pembiayaan yang disalurkan
89
oleh perbankan; 3) Perbankan sebagai penerima jaminan berfungsi
menyalurkan kredit kepada UMKMK.
Pihak-pihak yang terkait dengan penyaluran KUR di tingkat daerah
disesuaikan dengan keberadaan masing-masing bank di daerahnya. Tujuh
bank umum selaku penyalur secara umum berlaku di seluruh wilayah
Indonesia. Untuk bank pembangunan daerah selaku bank penyalur tergantung
daerah masing-masing sesuai dengan tugas penyaluran KUR sebagaimana
disebutkan sebelumnya.
Sebagai Bank pelaksana, BRI bertugas dalam penyaluran KUR di
daerah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut:
“Sebagai Bank yang ditunjuk melaksanakan program KUR, kami
berkomitmen untuk melaksanakan program ini sebaik mungkin serta
menaati aturan yang sudah ditetapkan.” (Wawancara dengan (I.1)
Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015
Pukul 13:18 WIB).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran
KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida,
menurutnya:
“dalam melaksanakan program KUR, saya selaku karyawan dari
Bank pelaksana harus bekerja sesuai dengan SOP yang ditetapkan
juga harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada agar program KUR
tepat sasaran.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26)
Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:30 WIB).
“Tugas sebagai mantri KUR adalah memberikan pengetahuan dan
meyakinkan para pelaku usaha kecil bahwa kredit KUR lebih baik dari
berhutang kepada lintah darat.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida
(24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:59
WIB).
90
Pelaksanaan Program KUR sudah berjalan dengan baik di wilayah
Kecamatan Warunggunung. Karena bank pelaksana dituntut untuk dapat
melaksanakan program dengan baik.
4.3.1.6 Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai
Dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya,
baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya
materi (matrial resources) dan sumberdaya metoda (method resources). Dari
ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting adalah sumberdaya manusia,
karena disamping sebagai subjek implementasi kebijakan juga termasuk objek
kebijakan publik.
1. Sebagai pelaksana kebijakan apakah sumberdaya yang dimiliki sudah
memadai untuk pelaksanaan program KUR?
Sebagai salah satu bank pelaksana, BRI seperti di ungkapkan oleh
Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan
pernyataan sebagai berikut:
“Dari Sumberdaya yang ada, kami sebagai bank pelaksana sudah siap
dalam pelaksanaan program KUR. Sumberdaya manusia yang ada
pun sudah memadai untuk menjalankan program pemerintah ini dan
ikut membantu membangun perekonomian di daerah.” (Wawancara
dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17
Juni 2015 Pukul 13:22 WIB).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran
KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida,
menurutnya:
91
“dari segi SDM saya rasa kita sudah siap dan sudah memadai untuk
menjalankan program ini.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi
Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015
Pukul 15:40 WIB).
“kalo menurut saya, secara kapasitas kita sudah memadai dalam
melaksanakan kebijakan program KUR.” (Wawancara dengan (I.5)
Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015
Pukul 16:15 WIB).
Dari wawancara tersebut diatas, bisa diketahui bahwa sebagai bank
pelaksana, BRI sudah siap menjalankan program KUR tersebut. Dari segi
sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
2. Bekal apa yang diberikan kepada bawahan dalam pelaksanaan
program KUR?
Peningkatan sumberdaya mutlak dilakukan oleh bank pelaksana, hal
ini dimaksudkan agar pelaksanaan KUR selalu berjalan baik. Seperti di
ungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, bahwa di
tempatnya selalu mengedepankan perbaikan dari segala sumber daya yang
ada. Berikut pernyataannya :
“Sebagai Bank pelaksana program KUR, sebisa mungkin selalu ada
perbaikan dari segala seumber daya yang ada. Yang selalu
diutamakan adalah perbaikan dari segi sumber daya manusaianya.
SDM yang ada selalu di upgrade atau dinaikkan levelnya dengan
berbagai pendidikan yang dilakukan.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep
Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul
13:57 WIB).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran
KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida,
menurutnya:
“Sering ada pelatihan, saya sering ikut dalam pelatihan tersebut. Dan
Alhamdulillah dari pelatihan tersebut menambah pengetahuan dan
92
ilmu saya yang berguna dalam pekerjaan saya di bidang KUR.”
(Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri KUR BRI
Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:55 WIB).
“pelatihan-pelatihan, bimbingan teknis sampai pada diklat. Itu usaha-
usaha yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan SDM
pegawai.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI
Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 16:15 WIB).
Bisa diliat bahwa upaya-upaya dilaksanakan untuk meningkatkan
sumberdaya-sumberdaya yang ada. Termasuk sumberdaya manusianya.
4.3.2 Context of Policy
Dalam variabel context of policy, terdapat 2 (dua) dimensi yang menjadi
sebuah indikator sejauh mana implementasi kebijakan berjalan. Indikator tersebut
adalah sebagai berikut:
4.3.2.1 Bagaimana kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan
Dalam suatu kebijakan perlu dipertimbangkan pula kekuatan atau
kekuasaan, kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para actor yang
terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi
kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, sangat besar
kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh hasilnya
dari yang diharapkan.
1. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam sosialisasi program
KUR?
Dalam penyaluran KUR, peran pemerintah daerah melalui instansi
terkait sangat diperlukan seperti sosialisasi. Dalam hal ini, pemerintah daerah
93
melalui instansi terkait harus berperan serta dalam sosialisasi penyaluran KUR
bagi usaha-usaha kecil. Wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa:
“Peran pemerintah daerah tentu sangat signifikan ya, selain
mengawasi penyaluran KUR melalui instansi terkait, juga memiliki
peran dalam hal sosialisasi juga kepada pelaku usaha. Sementara
untuk instansi saya, memiliki peran sebagai fasilitator antara pelaku
usaha dengan pihak bank pelaksana” (Wawancara dengan (I.2) Bapak
Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan
UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 11:50 WIB).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie
Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan
bahwa:
“Kalau kecamatan, berperan dari segi sosialisasi dan verifikasi data
saja. Jadi jika ada pengajuan kredit KUR, pihak bank pelaksana bisa
memverifikasi data dengan pihak kecamatan. Selain itu, pihak
kecamatan juga bertugas sebagai pendampingan UMKMK yang ada
untuk dapat difasilitasi instansi terkait” (Wawancara dengan (I.3)
Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor
Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 09:35 WIB).
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak berfungsi sebagai
fasilitator masyarakat/pelaku usaha kepada Bank. Hal ini merupakan tugas
yang diemban oleh daerah dalam ikut berperan serta mensukseskan program
KUR.
Menurut peneliti, pentingnya KUR dalam mendorong kesejahteraan
masyarakat membutuhkan peran berbagai pihak, baik pihak Bank pelaksana
sebagai penyalur dana kredit, Pemerintah daerah sebagai fasilitator, maupun
masyarakat sebagai subyek dari program KUR itu sendiri.
94
2. Program KUR berdampak positif bagi daerah?
Semangat Program KUR adalah semangat untuk memajukan
perekonomian dari daerah. Dalam era otonomi daerah maka setiap program
yang sifatnya Nasional seyogyanya dilaksakan secara terkordinasi dengan
pemerintah daerah sebagai bagian dari Negara Kesatuan Rebublik Indonesia,
begitu juga dengan program nasional Kredit Usaha Rakyat. Dengan adanya
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) usaha kecil dan menengah diharapkan
mampu bertahan menguat dan memulihkan perekonomian nasional, disamping
bisa lebih berdaya yang menuju kepada kesejahteraan. Program KUR
bertujuan memberikan bantuan secara materil terhadap usaha kecil dan
menengah, dimana modal merupakan permasalahan utama usaha kecil dan
menengah. Program Kredit Usaha Rakyat merupakan program nasional yang
bertujuan untuk memberdayakan usaha kecil dan menegah.
Wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas
Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa:
“Pelaksanaan Program KUR yang sesuai dengan tujuan pemerintah
akan berdampak pada semakin pesatnya laju pertumbuhan ekonomi di
daerah. Karena semakin banyaknya usaha-usaha berbasis kerakyatan
di daerah, maka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut akan maju
dan secara signifikan berdampak pada bertumbuhnya lapangan kerja
baru sehingga mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu,
program KUR harus di dukung dan di support daerah dengan
sungguh-sungguh karena juga untuk kemajuan daerahnya.”
(Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni
2015 Pukul 12:30 WIB).
95
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie
Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan
bahwa:
“Seperti yang saya bilang dari awal, program KUR akan sangat
menguntungkan daerah. Karena biasanya daerah merupakan sentra
usaha-usaha kecil dan merupakan basis perekonomian rakyat
sehingga akan menciptakan pertumbuhan ekonomi.” (Wawancara
dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan
Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul
10:15 WIB).
Menurut peneliti, dampak positif dari adanya program KUR di daerah
adalah, meningkatnya sector-sektor usaha produktif di daerah, memajukan
usahaa-usaha khas daerah serta mengurangi angka pengangguran dengan
meningkatnya produksi yang ada. Maka dengan adanya KUR, diharapkan
perekonomian di daerah semakin terangkat.
4.3.2.2 Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa
Lingkungan dimana suatu kebijakan/program tersebut dilaksanakan
juga berpengaruh terhadap tingkat keberhasilannya. Maka pada bagian ini
akan dijelaskan tentang karakteristik dari suatu lembaga (institusi) yang akan
turut mempengaruhi jalannya Program KUR.
1. Seperti apa peran Kecamatan dalam pelaksanaan program KUR?
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie
Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) diketahui bahwa
kecamatan memiliki peran dalam tahapan membantu sosialisasi program KUR
96
serta pendampingan bagi usaha-usaha kecil di wilayahnya untuk dapat di
fasilitasi dengan instansi terkait. Berikut pernyataannya:
“Seperti yang saya bilang di awal, secara spesifik kecamatan hanya
berperan dari segi sosialisasi dan verifikasi data saja. Selain itu,
pihak kecamatan juga bertugas sebagai pendampingan UMKMK yang
ada di wilayah tersebut untuk dapat difasilitasi dalam mengakses
permodalan dan berhubungan dengan instansi terkait” (Wawancara
dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan
Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul
10:25 WIB).
Dari pantauan peneliti selama melakukan penelitian, kecamatan hanya
berperan dari segi sosialisasi program serta melakukan verifikasi data terhadap
usaha-usaha kecil yang mengajukan program KUR. Seharusnya, peran
kecamatan lebih dari itu, peran pemerintah daerah harusnya lebih signifikan
seperti berupa pendampingan terhadap usaha yanga ada.
2. Sejauhmana peran partisipasi pemerintah daerah agar program KUR
tepat sasaran?
Dalam hal peran pemerintah daerah adalah sebagai fasilitator antara
pelaku usaha dengan bank pelaksana. Fungsinya sebagai tenaga
pendampingan melalui instansi yang terkait yang berhubungan dengan bidang
usaha dari UMKMK yang ada. Seperti hasil wawancara dengan Bapak Restu
Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak)
diketahui bahwa:
“Seperti yang saya bilang, selain mengawasi penyaluran KUR melalui
instansi terkait agar tepat sasaran, pemerintah daerah juga memiliki
peran dalam hal sosialisasi kepada pelaku usaha. Sementara untuk
instansi-instansi teknis, memiliki peran sebagai fasilitator teknis
antara pelaku usaha dengan pihak bank pelaksana” (Wawancara
dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM
97
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015
Pukul 12:45 WIB).
“Partisipasi pemerintah berupa verifikasi data UMKMK yang akan
menerima pembiayaan KUR, selain itu pemerintah daerah melalui
instansi teknis melakukan pendampingan dengan bantuan
kecamatan.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd
(54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung.
Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 10:25 WIB).
4.3.2.3 Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan
adalah kepatuhan dan respon dari para target sasaran, maka yang hendak
dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari sasaran
dalam menanggapi suatu kebijakan.
1. Bagaimana menurut anda kebijakan KUR yang diimplementasikan
oleh pemerintah?
Bagi pelaku usaha seperti Bapak Rahmat Jaya, adanya kebijakan
program KUR merupakan suatu angin segar dalam kehidupan usahanya.
Dengan KUR, beliau terbantu untuk menambah modal dengan bunga ringan
dan mudah diakses oleh siapapun. Berikut wawancara dengan Bapak Rahmat
Jaya yang merupakan pengrajin/penjual emping melinjo:
“Program KUR sangat terasa bagi saya selaku orang yang memiliki
usaha kecil, kebijakan KUR pemerintah ini sudah baik karena
mendorong usaha-usaha kecil untuk maju. Hanya saja dari segi
persyaratan masih terlalu berbelit-belit, kemudian harusnya
ditiadakan jaminan karena ga semua punya jaminan.” (Wawancara
dengan (I.6) Rahmat Jaya (47) Pengrajin/Penjual Emping melinjo.
Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:04 WIB).
98
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Bapak Rudi yang
merupakan pengrajin sepatu kulit serta Bapak Hadi Saputra pengusaha jahe
merah kemasan yang juga menyatakan bahwa:
“KUR merupakan program yang sangat membantu bagi usaha kecil
yang saya jalani. Program ini sangat bagus dan semoga pemerintah
memperbaiki program ini agar lebih bisa dirasakan pengusaha-
pengusaha kecil macam saya. Selain itu semoga ke depan pinjaman
KUR tidak perlu ada jaminan.” (Wawancara dengan (I.7) Rudi (42)
Pengrajin Sepatu Kulit. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 16:05 WIB).
“Program KUR memberikan angin segar bagi sector UKM. Yang
tadinya harus pinjam rentenir sekarang bisa pengajuan ke Bank. Ini
merupakan sebuah kemajuan dari pemerintah. Kedepan semoga akses
permodalan untuk UKM yang ada semakin dipermudah.” (Wawancara
dengan (I.8) Hadi Saputra (29) Usaha Jahe merah kemasan. Kamis,
18 Juni 2015 Pukul 14:33 WIB).
“Program KUR dari pemerintah merupakan program yang pro rakyat.
Cocok untuk usaha-usaha kecil seperti usaha yg saya jalani. Semoga
nantinya akses pembiayaan lebih banyak dinikmati oleh yang benar-
benar usaha.” (Wawancara dengan (I.9) H. Iroh (44) Usaha
Kerajinan Pahatan Kayu. Jumat, 19 Juni 2015 Pukul 15:20 WIB).
Berikut wawancara dengan H. Jarkasih, pemilik usaha kerajinan khas
Banten yang tidak mengajukan pinjaman KUR:
“Program KUR adalah upaya pemerintah dalam membantu usaha-
usaha kecil yang ada. Itu bagus dan harus diberikan acungan jempol.
Hanya saja bagi saya, persyaratan pengajuannya masih rumit. Selain
itu harus ada jaminan dalam prosesnya. Itu yang membuat saya
mengurungkan niat mengakses KUR.” (Wawancara dengan (I.10) H.
Jarkasih (53) Usaha Kerajinan Khas Banten. Kamis, 18 Juni 2015
Pukul 15:20 WIB).
“Program KUR hanya bisa dimanfaatkan jika memiliki jaminan.
Sedangkan saya tidak punya apa-apa untuk dijaminkan. Selain itu,
berurusan dengan pihak bank biasanya ribet. Mudah-mudahan ke
depan tidak akan dibuat ribet jadi saya bisa meminjam dana KUR.”
(Wawancara dengan (I.11) Ibu Zaenab (47) Usaha Kripik Pisang.
Sabtu, 20 Juni 2015 Pukul 11:00 WIB).
99
“Program KUR ini cukup baik, hanya saja pengawasan dari
pemerintah kurang sehingga sasaran dari program ini tidak jelas.
Beberapa yang saya tau, banyak usaha fiktif yang diajukan tapi malah
di setujui oleh pihak bank. Padahal seharusnya dana KUR turun untuk
usaha-usaha yang produktif.” (Wawancara dengan (I.12) Tidak Mau
di Sebutkan Namanya. Sabtu, 20 Juni 2015 Pukul 13:20 WIB).
Tanggapan dari para pelaku usaha kecil sangat beragam. Ada juga
yang menanggapi bahwa program KUR masih tidak jelas sasarannya kemana
karena masih banyak yang memperoleh dana KUR tapi tidak jelas usahanya
bahkan ada yang dipergunakan bukan untuk usaha produktif.
2. Apakah kebijakan KUR cukup membantu anda dalam menjalankan
usaha?
Kebijakan program KUR merupakan suatu angin segar dalam iklim
ekonomi yang tidak menentu. Dengan adanya KUR, pelaku usaha terdorong
untuk mengembangkan usahanya tanpa dipusingkan bunga bank yang tinggi.
Berikut wawancara dengan Bapak Rahmat Jaya yang terbantu karena
pinjaman KUR:
“Bagi saya, pengusaha kecil ini adanya KUR ibaratkan sebuah
berkah. Ini bukti pemerintah masih peduli terhadapa usaha kecil di
Negara ini dan ini merupakan kebijakan yang pro rakyat”
(Wawancara dengan (I.6) Rahmat Jaya (47) Pengrajin/Penjual
Emping melinjo. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:15 WIB).
Hal yang sama juga diakui oleh Bapak Rudi dan Bapak Hadi, berikut
hasil wawancara dengan Bapak Rudi yang merupakan pengrajin sepatu kulit
serta Bapak Hadi Saputra pengusaha jahe merah kemasan yang juga
menyatakan bahwa:
“Ya, dana dari KUR saya pergunakan untuk menambah modal
pembelian bahan baku kulit sehingga produksi sepatu kulit saya
100
bertambah.” (Wawancara dengan (I.7) Rudi (42) Pengrajin Sepatu
Kulit. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 16:05 WIB).
“Iya sangat membantu, kemaren sempat kesulitan modal tapi bisa
ditanggulangi oleh pinjaman dari KUR” (Wawancara dengan (I.8)
Hadi Saputra (29) Usaha Jahe merah kemasan. Kamis, 18 Juni 2015
Pukul 14:33 WIB).
Dari jawaban tersebut, kita melihat bahwa Program KUR sangat
membantu pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dan menambah
aspek permodalan dalam usahanya.
3. Alasan apa yang membuat anda memutuskan untuk tidak
mengajukan pinjaman KUR?
Kebijakan program KUR merupakan suatu angin segar bagi pengusaha
yang usahanya masih kategori usaha kecil atau mikro. Hanya saja masih ada
sebagian pengusaha yang belum tertarik dengan pembiayaan KUR dengan
berbagai alasan. Berikut hasil wawancara dengan H. Jarkasih yang tidak
menggunakan pinjaman KUR:
“persyaratan pengajuannya masih rumit. Selain itu harus ada jaminan
dalam prosesnya. Sementara saya sendiri tidak punya sesuatu untuk
dijaminkan” (Wawancara dengan (I.10) H. Jarkasih (53) Usaha
Kerajinan Khas Banten. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 15:30 WIB).
“pengalaman berurusan dengan pihak bank yang ribet dan berbelit-
belit. Selain itu masalah jaminan yang saya tidak bisa sanggupi.”
(Wawancara dengan (I.11) Ibu Zaenab (47) Usaha Kripik Pisang.
Sabtu, 20 Juni 2015 Pukul 11:12 WIB).
4.4 Pembahasan
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa penyaluran KUR belum
sepenuhnya tepat sasaran. Periode 2014 hasil audit internal BRI mencatat bahwa
ada 15 penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran (Sumber: Audit Internal BRI).
101
Sementara dari temuan di lapangan, penyaluran KUR banyak diserap bukan untuk
sektor usaha produktif. Jika mengacu pada aturan yang sudah ditentukan serta
penyaluran program yang tepat sasaran, program KUR sesungguhnya bermanfaat
bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf kesejahteraannya. Berdasarkan temuan
di lapangan terdapat beberapa kasus mengenai dana KUR turun pada yang bukan
semestinya atau yang bukan pada usaha produktif seperti yang sudah ditentukan
oleh pemerintah. Temuan dilapangan, ada beberapa kasus dana KUR
dipergunakan bukan sebagai tambahan modal usaha produktif. Hal ini sebenarnya
yang membuat program KUR kurang begitu optimal dirasakan oleh pelaku usaha.
Sebenarnya, tujuan dari program KUR adalah memajukan usaha-usaha
sektor rill, meningkatkan taraf hidup pelaku usahanya serta meminimalkan angka
pengangguran Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat
harusnya bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Dengan
adanya program KUR hendaknya pemerintah daerah ikut mendorong
pengembangan usaha-usaha daerah dengan turut memfasilitasi usaha-usaha kecil
yang ada agar mendapatkan fasilitas pembiayaan dari KUR.
Keberhasilan suatu program dapat diukur dari seberapa jauh tingkat
sosialisasi yang dilaksanakan. Sosialisasi merupakan faktor yang penting yang
menjadi penentu berhasil tidaknya suatu program. Minimnya sosialisasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Sosialisasi program KUR tidak hanya menjadi
peran dari bank pelaksana, tetapi juga merupakan peran dari pemerintah daerah
102
selaku kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Minimnya peran pemerintah
daerah ini, menghambat kemajuan program KUR itu sendiri sehingga tujuan dari
penerapan program KUR tidak pernah terlaksana.
Tabel 4.3
Temuan Lapangan
No Kriteria Pembahasan Temuan di lapangan
Content of Policy
1 Kepentingan
yang
terpengaruhi
oleh kebijakan
a. Kebijakan Program
KUR tepat sasaran
b. Kebijakan Program
KUR berpengaruh
terhadap
kesejahteraan target
sasaran
a. Dari hasil penelitian,
peneliti menemukan
memang bahwa penyaluran
KUR tidak tepat sasaran.
b. Program KUR
sesungguhnya bermanfaat
bagi target sasaran untuk
perbaikkan taraf
kesejahteraannya jika
penyalurannya tepat sasaran
2 Jenis manfaat
yang akan
dihasilkan
a. Manfaat kebijakan
Program KUR
terhadap target
sasaran
a. Program KUR sendiri
memiliki manfaat yaitu:
membantu pembiayaan
yang dibutuhkan oleh
pelaku usaha sektor
UMKMK serta usaha-usaha
produktif lainnya.
3 Bagaimana
perubahan yang
diinginkan dari
sebuah
kebijakan
a. Bentuk perubahan
yang dihasilkan
setelah pelaksanaan
Program KUR
a. Sejak diterapkannya pada
2007, perubahan yang
menjadi harapan pemerintah
belum terwujud. Menurut
peneliti, hal ini dikarenakan
beberapa faktor seperti
kurang tepatnya sasaran
penyaluran KUR.
103
4 Apakah letak
sebuah program
sudah tepat
a. Program KUR
bagian dari upaya
pemerintah
meningkatkan
kesejahteraan
b. Seberapa besar
pengaruh program
KUR terhadap
peningkatan
perekonomian di
suatu daerah?
a. Tujuan program KUR ini
adalah agar bisa memajukan
usaha-usaha sektor rill,
meningkatkan taraf hidup
pelaku usahanya serta
meminimalkan angka
pengangguran
b. Setiap upaya pembangunan
ekonomi daerah mempunyai
tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan
jenis peluang kerja untuk
masyarakat daerah.
5 Apakah sebuah
kebijakan telah
menyebutkan
implementornya
dengan rinci
a. Bagaimana peran
pelaksana program
dalam sosialisasi
KUR
b. Seperti apa
pelaksana program
melaksanakan
program KUR
a. Keberhasilan suatu program
dapat diukur dari seberapa
jauh tingkat sosialisasi yang
dilaksanakan. Sosialisasi
merupakan faktor yang
penting yang menjadi
penentu berhasil tidaknya
suatu program.
b. Pelaksanaan Program KUR
sudah berjalan dengan baik
di wilayah Kecamatan
Warunggunung. Karena
bank pelaksana dituntut
untuk dapat melaksanakan
program dengan baik.
6 Apakah sebuah
program
didukung oleh
sumberdaya
yang memadai
a. Sebagai pelaksana
kebijakan apakah
sumberdaya yang
dimiliki sudah
memadai untuk
pelaksanaan
program KUR
a. Dari hasil wawancara
diperoleh hasil bahwa,
sebagai bank pelaksana,
BRI sudah siap menjalankan
program KUR tersebut. Dari
segi sumberdaya manusia
dan sumberdaya lainnya.
104
b. Bekal apa yang
diberikan kepada
bawahan dalam
pelaksanaan
program KUR
b. Perbaikan dari segala
sumber daya yang ada. Hal
ini diperkuat oleh
pernyataan mantri yang
membidangi penyaluran
KUR pada Bank BRI Unit
Sampai bahwa sering
dilaksanakan pelatihan-
pelatihan, bimbingan teknis
sampai pada diklat. Seperti
itulah saha-usaha yang
dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan SDM
pegawai.
Context of Policy
1 Bagaimana
kekuasaan,
kepentingan,
dan strategi
yang dimiliki
oleh para aktor
yang terlibat
dalam
implementasi
kebijakan
a. Bagaimana peran
pemerintah daerah
dalam sosialisasi
program KUR
b. Program KUR
berdampak positif
bagi daerah?
a. Dinas Koperasi dan UKM
Kabupaten Lebak berfungsi
sebagai fasilitator
masyarakat/pelaku usaha
kepada Bank. Hal ini
merupakan tugas yang
diemban oleh daerah dalam
ikut berperan serta
mensukseskan program
KUR.
b. Dampak positif dari adanya
program KUR di daerah
adalah, meningkatnya
sector-sektor usaha
produktif di daerah,
memajukan usahaa-usaha
khas daerah serta
mengurangi angka
pengangguran dengan
meningkatnya produksi
yang ada. Maka dengan
adanya KUR, diharapkan
105
perekonomian di daerah
semakin terangkat.
2 Karakteristik
institusi dan
rejim yang
sedang berkuasa
a. Seperti apa peran
Kecamatan dalam
pelaksanaan
program KUR
b. Sejauhmana peran
partisipasi
pemerintah daerah
agar program KUR
tepat sasaran
a. Kecamatan memiliki peran
dalam tahapan membantu
sosialisasi program KUR
serta pendampingan bagi
UMKMK di wilayahnya
untuk dapat di fasilitasi
dengan instansi terkait.
b. Peran pemerintah daerah
adalah sebagai fasilitator
antara pelaku usaha dengan
bank pelaksana. Fungsinya
sebagai tenaga
pendampingan melalui
instansi yang terkait yang
berhubungan dengan bidang
usaha dari UMKMK yang
ada. Selain itu, tugas
pemerintah daerah juga
mengontrol penerima KUR
dan melakukan verifikasi
agar program ini jatuh
kepada yang memang
berhak mendapatkannya.
3 Tingkat
kepatuhan dan
responsivitas
kelompok
sasaran.
a. Bagaimana menurut
anda kebijakan
KUR yang
diimplementasikan
oleh pemerintah
b. Apakah kebijakan
KUR cukup
membantu anda
dalam menjalankan
usaha
a. Kebijakan program KUR
merupakan suatu angin
segar dalam kehidupan
usahanya. Dengan KUR,
banyak pihak terbantu untuk
menambah modal dengan
bunga ringan dan mudah
diakses oleh siapapun.
b. Kebijakan program KUR
merupakan suatu angin
segar dalam iklim ekonomi
106
c. Alasan apa yang
membuat anda
memutuskan untuk
tidak mengajukan
pinjaman KUR
yang tidak menentu. Dengan
adanya KUR, pelaku usaha
terdorong untuk
mengembangkan usahanya
tanpa dipusingkan bunga
bank yang tinggi.
c. Kebijakan program KUR
merupakan suatu angin
segar bagi pengusaha yang
usahanya masih kategori
usaha kecil atau mikro.
Hanya saja masih ada
sebagian pengusaha yang
belum tertarik dengan
pembiayaan KUR dengan
berbagai alasan.
107
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan dan pembahasan pada bab sebelumnya
tentang masalah dan temuan-temuan di lapangan mengenai penelitian
“Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam
Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung
Kabupaten Lebak” peneliti mendapatkan kesimpulan akhir bahwa implementasi
kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan usaha
mikro kecil dan menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak belum
optimal.
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa penyaluran KUR belum
sepenuhnya tepat sasaran. Periode 2014 hasil audit internal BRI mencatat bahwa
ada 15 penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran (Sumber: Audit Internal BRI).
Sementara dari temuan di lapangan, penyaluran KUR banyak diserap bukan untuk
sektor usaha produktif. Jika mengacu pada aturan yang sudah ditentukan serta
penyaluran program yang tepat sasaran, program KUR sesungguhnya bermanfaat
bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf kesejahteraannya. Berdasarkan temuan
di lapangan terdapat beberapa kasus mengenai dana KUR turun pada yang bukan
semestinya atau yang bukan pada usaha produktif seperti yang sudah ditentukan
oleh pemerintah. Temuan dilapangan, ada beberapa kasus dana KUR
107
108
dipergunakan bukan sebagai tambahan modal usaha produktif. Hal ini sebenarnya
yang membuat program KUR kurang begitu optimal dirasakan oleh pelaku usaha.
Program KUR sendiri memiliki manfaat yaitu: membantu pembiayaan
yang dibutuhkan oleh pelaku usaha sektor UMKMK serta usaha-usaha produktif
lainnya. Penerapan KUR sendiri diharapkan terjadi percepatan pengembangan
sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan/
pengentasan kemiskinan. Sejak diterapkannya pada 2007, perubahan yang
menjadi harapan pemerintah belum terwujud. Menurut peneliti, hal ini
dikarenakan beberapa faktor seperti kurang tepatnya sasaran penyaluran KUR. Ke
depan diharapkan bahwa program KUR membawa perubahan signifikan bagi
kelangsungan usaha-usaha kecil dan mikro serta membawa manfaat bagi
masyarakat.
Tujuan dari program KUR ini bisa memajukan usaha-usaha sektor rill,
meningkatkan taraf hidup pelaku usahanya serta meminimalkan angka
pengangguran Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat
harusnya bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Dengan
adanya program KUR hendaknya pemerintah daerah ikut mendorong
pengembangan usaha-usaha daerah dengan turut memfasilitasi usaha-usaha kecil
yang ada agar mendapatkan fasilitas pembiayaan dari KUR.
Keberhasilan suatu program dapat diukur dari seberapa jauh tingkat
sosialisasi yang dilaksanakan. Sosialisasi merupakan faktor yang penting yang
109
menjadi penentu berhasil tidaknya suatu program. Minimnya sosialisasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Sosialisasi program KUR tidak hanya menjadi
peran dari bank pelaksana, tetapi juga merupakan peran dari pemerintah daerah
selaku kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah baik ditingkat kecamatan maupun pada instansi terkait
sebenarnya bisa lebih mengoptimalkan program KUR yang sedang berjalan.
Hanya saja hal ini tidak dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah.
Minimnya peran pemerintah daearah dalam pelaksanaan Program KUR.
Seringkali nasabah KUR khususnya pelaku usaha mengajukan pinjaman tanpa
diketahui pihak pemerintah daerah. Padahal berdasarkan tujuan dilaknakannya
program KUR salah satunya adalah untuk meningkatkan perekonomian di daerah
dengan cara pemberdayaan usaha-usaha mikro kecil serta menengah yang dalam
usahanya mengedepankan potensi daerah masing-masing.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran agar impelemntasi program KUR berjalan optimal sehingga membantu
dalam perkembangan usaha mikro kecil dan menengah di Kecamatan
Warunggunung Kabupaten Lebak. Saran tersebut sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan sosialisasi mengenai program KUR baik oleh bank
pelaksana maupun oleh pemerintah daerah yang merupakan fasilitator
masyarakat dalam pengajuan pembiayaan KUR. Sosialisasi yang
110
dilakukan harus menyeluruh agar masyarakat memahami keseluruhan
maksud dan tujuan program KUR.
2. Penguatan kerjasama antara Bank pelaksana dengan pemerintah daerah
agar terciptanya sinergitas pengelolaan program KUR sehingga
meminimalisir penyelewengan dan tidak tepat sasaran dari program
KUR itu sendiri.
3. Memperketat pengawasan dari pemerintah terkait penyaluran KUR
sehingga tidak ada lagi dana KUR yang turun kepada yang tidak
berhak menerimanya.
4. Mengoptimalkan tenaga pendampingan dari pemerintah daerah melalui
instansi terkait terhadap usaha-usaha mikro kecil dan menengah
didaerahnya sehingga nantinya terdata siapa-siapa yang telah
menerima dana KUR.
5. Mengkaji kembali persyaratan pengajuan KUR sehingga lebih
meringankan pelaku usaha kecil dalam memperoleh bantuan usaha dari
pemerintah.
111
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008.Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utaman
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka
Fasli Djalal & Dedi Supriadi (eds). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
H.A.R Tilaar (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan
Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan.
(Terjemahan : Matheos Nalle). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Muluk, Khairul. 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang:
Bayumedia
Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan
Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, D. Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi, Komunikasi Persuasi dan Disiplin
dalam Pembangunan Nasional.. Bandung : Alumni IKAPI
SJ. Soemarto, Hertifah. 2004. Inovasi, Partisipasi, dan good governance; 20
prakarsa inovatif dan partisipatif di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia
Sumaryadi, I Nyoman. 2010. Efektifitas Implementasi Otonomi Daerah. Jakarta:
Citra Utama
112
Syani, Abdul, 1987, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Jakarta: Fajar
Agung
Agustino, Leo. 2012. Dasar-dasar kebijakan publik , Bandung : CV Alfabeta
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1984. Perencanaan Pembangunan. Jakarta : PT Gunung
Agung
Tangkilisan & Hessel Nogi.2005.Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Presindo
Zul Fazri, EM. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta : Difa Publisher.
Sumber Lain
Gumilar, Gugum. 2008. http://www.gumilarcenter.com/sosiologi/materi1.pdf