implementasi kebijakan perizinan …eprints.uny.ac.id/30574/2/1. skripsi full 11401241030.pdf ·...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERIZINAN PEMBANGUNAN HOTEL
DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh:
INTAN NADIA
NIM 11401241030
JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Intan Nadia
NIM : 11401241030
Program Studi : Pendidikan Kewarganegaraan
Fakultas : Ilmu Sosial
Judul TAS :Implementasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel
di Kota Yogyakarta
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, 10 Desember 2015
Yang menyatakan
s
Intan Nadia
NIM. 11401241030
v
MOTTO
Berjuanglah dengan hasil perjuanganmu, perjuangkanlah hasil hingga
menghasilkan sejuta hasil, nikmati, hargai, syukuri dan jagalah segala hasil
perjuanganmu!!
(Intan Nadia)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan YME, kupersembahkan karya
ini untuk:
1. Almarhum eyang kakung Bernadus Koesmanto tercinta, terimakasih atas
semangat yang tersirat dalam damaimu di surga.
2. Bapak Benyamin Haryanto dan Ibu Erni Astuti, terimakasih atas segala
kasih sayang, doa, semangat, motivasi, dan dukungan yang tak terhingga.
3. Adikku tersayang Tito Ardian yang selalu memberikan semangat dan
motivasi.
4. Fajar Afrianto yang selalu memberikan dukungan, semangat dan
motivasinya.
5. Sahabat-sahabatku Hardiyan, Nunung, Retno, Ayrton, Fahmi, Dwi As,
Sapta, Vito, Dany, Wahyu, Jojo dan Setyo, terimakasih atas dukungan,
kebersamaan dan doanya.
6. Keluarga besar PKnH A 2011 terimakasih akan kenangan yang takkan
terlupakan.
7. Dosen-dosenku PKnH yang ku kasihi, terimakasih atas ilmu, doa dan
bimbingannya.
8. Keluarga besar PT. Sentosa Agung Suryatama, terimakasih atas dukungan
dan ilmu yang sangat berguna.
9. Teman-teman “Jogjakarta Corpse Grinder” dan “Drosophila”, terimakasih
atas semangat dan doanya.
10. Almamaterku tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta.
vii
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MENGENAI PERIZINAN
PEMBANGUNAN HOTEL DI KOTA YOGYAKARTA
Oleh:
Intan Nadia
NIM. 11401124030
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) regulasi kebijakan
perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta; (2) mengetahui implementasi
kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di kota Yogyakarta; (3)
mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta; (4) mengetahui upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam
mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan
tekhnik purposive. Subjek penelitian ini adalah Kepala Bidang Pelayanan Kantor
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, 2 pemohon pengajuan Izin Mendirikan
Bangunan Hotel, 1 pihak hotel yang sudah memiliki IMB, 2 warga masyarakat
sekitar hotel di Kota Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara dan dokumentasi. Tekhnik pemeriksaan keabsahan data menggunakan
teknik cross check. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tekhnik yang
terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penegasan
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Regulasi kebijakan perizinan
pembangunan hotel Di Kota Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan
Hotel; (2) Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mengimplementasikan
kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta cukup
baik; (3) Dampak positif yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta ialah (a) meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang berupa
pajak, retribusi ataupun pungutan-pungutan lain; (b) dapat menambah lapangan
pekerjaan; (c) mendukung pembangunan Kota Yogyakarta sebagai kota
pariwisata; (d) meningkatkan kegiatan ekonomi. Sedangkan Dampak negatif yang
dirasakan oleh warga masyarakat Kota Yogyakarta akibat pembangunan hotel
ialah kekeringan, gangguan limbah, pencemaran air dan udara, kemacetan lalu
lintas. (4) Upaya yang dilakukan oleh pemeritah dalam mengatasi dampak negatif
akibat pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ialah dengan mengeluarkan
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Pembangunan Hotel.
Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, Perizinan, Pembangunan Hotel
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan YME, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Perizinan
Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana
pendidikan, pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Rohmat Wahab, M.Pd, M.A selaku Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan
studi di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial, yang telah
memberikan ijin penelitian kepada penulis.
3. Dr. Samsuri, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan
Hukum yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.
4. Dr. Suharno, M.Si selaku pembimbing yang telah begitu sabar membimbing,
memberikan nasehat, dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.
5. Dr. Sunarso, M.Si selaku ketua penguji yang bersedia memberikan masukan
dan saran, sehingga tugas akhir skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
6. Eny Kusdarini, M.Hum selaku narasumber skripsi yang bersedia memberikan
masukan dan saran, sehingga tugas akhir skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
ix
7. Suripno, S.H. M.Pd selaku sekretaris penguji yang bersedia memberikan
masukan dan saran, sehingga tugas akhir skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
8. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan,
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Yogyakarta yang telah banyak membantu selama
perkuliahan dan penelitian berlangsung.
9. Bapak Setiyono, selaku Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian
di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
10. Warga masyarakat yang telah bersedia menjadi narasumber dan memberikan
informasi demi kelancaran dalam pembuatan tugas akhir skripsi saya.
11. Teristimewa untuk kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Benjamin
Haryanto dan Ibunda Erni Astuti yang tiada hentinya mencurahkan kasih
sayang, doa yang selalu terucap untuk peneliti, serta memberikan dukungan
moril dan materiil kepada peneliti. Adikku Tito Ardiyan yang telah
memberikan dukungan serta doanya.
12. Teman-teman PKnH angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan, doa,
dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.
13. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 9
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 10
G. Batasan Istilah ............................................................................................ 11
BAB II .................................................................................................................. 13
KAJIAN TEORI ................................................................................................... 13
A. Penelitian Yang Relevan ............................................................................ 13
B. Deskripsi Teori ........................................................................................... 14
1. Tinjauan tentang Implementasi Kebijakan ......................................... 14
2. Tinjauan tentang Perizinan ................................................................. 20
3. Tinjauan Tentang Pembangunan Hotel............................................... 29
4. Tinjauan tentang Kota Yogyakarta ..................................................... 31
xi
BAB III ................................................................................................................. 34
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 34
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................................. 34
B. Penentuan Subjek Penelitian ...................................................................... 34
C. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 35
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 36
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ........................................................ 37
F. Teknik Analisis Data .................................................................................. 38
BAB IV ................................................................................................................. 41
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 41
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 41
B. Regulasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta . 48
C. Implementasi Kebijakan Mengenai Perizinan Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta ................................................................................................ 50
D. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta ................................................................................................ 77
E. Upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta Dalam Mengatasi Dampak Negatif
Yang Ditimbulkan Oleh Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta .......... 80
BAB V ................................................................................................................... 85
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 85
A. Simpulan .................................................................................................... 85
B. Saran ........................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89
Lampiran 1 ............................................................................................................ 91
Lampiran 2 ............................................................................................................ 96
Lampiran 3 .......................................................................................................... 111
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jenis Perizinan di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ................. 48
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Struktur Organisasi Kantor Dinas Perizinan Yogyakarta ........... 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Gedung Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ...........................111
Gambar 2: Standing Banner Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Kantor Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta ............................................................111
Gambar 3: Jenis Pelayanan Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
.......................................................................................................112
Gambar 4: Papan Bagan Prosedur Pelayanan Perizinan .....................................112
Gambar 5: Papan Bagan Layanan Pengaduan Kantor Dinas Perizinan ..............113
Gambar 6: Bagian Informasi Kantor Dinas Perizinan ........................................113
Gambar 7: Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan ...........................114
Gambar 8: Loket bagian Pendaftaran Pengajuan Perizinan Kantor Dinas Perizinan
.......................................................................................................114
Gambar 9: Loket bagian Pengambilan Surat Perizinan Kantor Dinas Perizinan
.......................................................................................................115
Gambar 10: Formulir Penaftaran Kantor Dinas Perizinan ..................................115
Gambar 11: Data IMB yang telah diterbitkan .....................................................116
Gambar 12: Data Pengajuan IMB yang masih dalam proses ..............................116
Gambar 13: Palang IMB PT. Mendut Nusantara Hotel yang sudah habis masa
berlakunya ......................................................................................117
xv
Gambar 14: Bangunan PT. Mendut Nusantara Hotel yang sudah habis masa
berlaku IMB nya ..........................................................................117
Gambar 15: Peninjauan Lapangan Oleh Bidang Pengawasan Kantor Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta ..........................................................118
Gambar 16: Kondisi parkiran kendaraan pengunjung Greenhost hotel yang
memakai jalan umum karena kurangnya lahan parkir yang
diseiakan oleh hotel .....................................................................118
Gambar 17: Formulir Permohonan Izin Mendirikan Bangunan .....................119
Gambar 18: Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013.............121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebutan Yogyakarta, sebagai kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota
pariwisata sudah sangat lekat sebagai bagian dari laju pertumbuhannya. Tentu
bukan tanpa alasan, Yogyakarta memiliki atmosfer kebudayaan yang sangat
mendukung masyarakat untuk berkembang, baik dalam hal seni maupun
budayanya. Yogyakarta juga sangat kaya dengan sumber daya, tempat wisata,
maupun ragam kebudayaan. Keberagaman etnis, budaya, suku, dan agama di
Yogyakarta membawa dampak positif tersendiri dalam kajian pariwisata. Hal-
hal tersebut mungkin belum tentu ditemukan di kota lain. Namun, akhir-akhir
ini kita sering menemukan fenomena yang kurang serasi dengan keberadaan
kota kebudayaan ini, yakni maraknya pembangunan hotel dalam jumlah
banyak secara bersamaan yang tidak sebanding dengan terbatasnya objek
wisata, menimbulkan banyak dampak negatif. Dampak yang paling dirasakan
adalah kekeringan dan kemacetan lalu lintas.
Keresahan sangat dirasakan sebagian masyarakat Kota Yogyakarta atas
maraknya pembangunan hotel yang mengakibatkan sumur-sumur
warga asat (kekeringan). Kekeringan dan sumur asat dirasakan oleh
warga Kampung Miliran yang terletak disekitar Fave Hotel
Yogyakarta. Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak muncul
hotel tersebut. Warga menjadi korban dampak pembangunan Fave
Hotel. Sejak beroperasi 2012 silam sumur warga jadi kering. “Padahal
sejak saya hidup disini dari kecil sumur tidak pernah kering meski
musim kemarau” ucap warga (http://www.mongabay.co.id/2015/04/29/
pembangunan-hotel-dan-mal-di-yogyakarta-merusak-lingkungan-
mengapa/, diakses pada 1 Agustus 2015).
Tidak hanya itu pembangunan hotel yang tidak matang dalam
perencanaan dan perizinannya berdampak pada kemacetan lalu lintas,
2
disebabkan lahan parkir yang kurang dalam hotel tersebut, sehingga pihak
hotel menggunakan jalan raya sebagai sarana parkir kendaraan para
pengunjung. Hal ini sangat berdampak negatif bagi kelancaran lalu lintas di
kota Yogyakarta. Melihat hal tersebut, pemerintah yang seharusnya bertugas
mengatasi ketidakwajaran ini dalam kenyataannya justru membiarkan
penambahan porsi pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Dampak tersebut
mengakibatkan kekhawatiran bagi warga masyarakat Kota Yogyakarta.
Kekhawatiran tersebut adalah hal yang wajar, karena suasana nyaman dan
tenteram adalah suatu hal penting bagi kehidupan bermasyarakat. Tidak
hanya masalah tersebut, muncul masalah-masalah besar lain terkait dengan
proses pembangunan hotel-hotel tersebut yakni penggusuran, pengalihan
lahan secara paksa, transaksi jual beli tanah secara paksa, perusakan
Bangunan Warisan Budaya (BWB) dan lain-lain.
Kasus yang berkaitan dengan perusakan Bangunan Warisan
Budaya ialah pembangunan Hotel Amaris Malioboro di Jalan
Pajeksan, Sosromenduran, Gedongtengen, Jogja yang telah
merobohkan BWB rumah Tjan Bian Thiong. Rumah dengan
keunikan arsitektur Thionghoa itu ditetapkan sebagai BWB dengan
Surat Keputusan (SK) Walikota Jogja dengan Nomor
798/Kep/2009 (http://sorotjogja.com/ombudsman-telusuri-
perizinan/, diakses pada 2 Agustus 2015).
Dari tahun ke tahun pertumbuhan hotel di kota Yogyakarta semakin
meningkat. Berikut data mengenai pertumbuhan hotel di Kota Yogyakarta:
3
Sumber: (print.kompas.com, diakses pada 3 Agustus 2015)
Namun kondisi berbeda dengan kehidupan masyarakat di kota
Yogyakarta, disaat maraknya pembangunan di kota ini seakan masyarakat
Yogyakarta merasa terdesak oleh pembangunan hotel yang berada di
lingkungan tempat tinggal masyarakat. Sudah jelas bahwa lahan di
Yogyakarta semakin tergerus oleh proses pembangunan. Dampaknya masalah
lingkungan terutama masalah air dan limbah terjadi
4
(http://www.phrionline.com/page-search-results.html?s=yogyakarta, diakses
pada 17 September 2015).
Hal tersebut mengakibatkan munculnya pertanyaan mengenai
pembangunan gedung-gedung baru terutama hotel di Kota Yogyakarta.
“Apakah semudah itu mendirikan hotel mewah yang berjumlah banyak dan
serentak di kota yang merupakan kota budaya ini, sedangkan ojek wisata
tidak sebanding jumlahnya?”. Jelas tertulis dalam peraturan daerah, banyak
disebutkan mengenai syarat dan ketentuan yang cukup kompleks sebagai
syarat perizinan pembangunan hotel-hotel tersebut. Pengetatan aturan izin
pendirian hotel, alih fungsi lahan, persyaratan tata bangunan, izin mendirikan
bangunan dan sebagainya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan tata
ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu
pada peraturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif dan teknis bangunan serta harus dilaksanakan secara
tertib. Sebenarnya sudah ada Peraturan Daerah yang digunakan sebagai acuan
pendirian bangunan di Kota Yogyakarta yakni Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung. Dan peraturan
yang diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember
2016 dengan maksud memperbaiki tata ruang, menjaga kualitas pelayanan
wisata serta mengurangi dampak-dampak negatif yang dirasakan warga
5
masyarakat Kota Yogyakarta yakni Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Sayangnya
langkah bijak Pemerintah Daerah terkesan terlambat dan peraturan ini hanya
berlaku efektif tertanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016.
Sedangkan terkait masalah perizinan ada 104 permohonan perizinan yang
masuk ke Dinas Perizinan kota Yogyakarta per 31 Desember 2013 dan 11
izin pembangunan hotel baru telah dikeluarkan untuk dibangun diwilayah
Wirobrajan, Pakualaman, Gondokusuman, Jetis, Danurejan, dan
Gedongtengen, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan
Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Namun dengan berlakunya
peraturan ini seharusnya Pemerintah Daerah melakukan pembatalan izin
pendirian bangunan hotel, bisa saja para investor yang mengetahui peraturan
ini akan diterbitkan dan berlomba-lomba untuk memasukan perizinan
sebelum tenggang waktu. Seakan Peraturan Wali Kota ini hanya sebagai
penghibur masyarakat yang gelisah akibat pembangunan hotel.
Sejarah perhotelan sebenarnya sejalan dengan peradaban manusia.
Manusia selalu membutuhkan tempat dimana ia dapat berlindung. Terutama
saat ia berpergian jauh dari tempat tinggalnya. Dunia perhotelan berkembang
sejajar dengan kebutuhan manusia pada umumnya, penginapan yang tadinya
hanya menyediakan tempat untuk menginap sekarang sudah berkembang
dengan fasilitas penyedia makanan, karaoke, ruang pertemuan, kolam renang,
dan lain-lain. Dari hal tersebut kebutuhan lahan pun semakin meningkat
(Oka, 1983: 12).
6
Pembangunan hotel pada dasarnya merupakan salah satu fondasi
penopang utama aspek pariwisata, selain pemeliharaan dari unit situs budaya
itu sendiri. Namun, melihat Yogyakarta sekarang ini justru tidak ada
keselarasan terkait dengan hotel yang berjumlah banyak, dan minimnya objek
wisata. Penginapan bertolak ukur pada frekuensi dari jumlah wisatawan yang
masuk ke Kota Yogyakarta untuk mengunjungi cagar budaya yang ada, juga
dari ukuran faktor momentum musim liburan. Dari sejumlah faktor tersebut
dan beberapa faktor lain yang berkaitan dengan isu permasalahan,
pembangunan hotel yang dianggap terlalu massif dan berbenturan dengan
esensi kultural yang diangkat oleh sejumlah masyarakat kritis yang
seharusnya bisa dijadikan sebagai bahan refleksi terutama oleh pemerintah
daerah yang berwenang dalam membuat kebijakan tentang peraturan
pembangunan penginapan tersebut. Dampak yang timbul hanya menjadi
wacana belaka ketika dibenturkan secara langsung dengan kepentingan
investasi ataupun bisnis yang secara gamblang memberikan dampak negatif
terhadap masyarakat sekitar tempat usaha tersebut didirikan. Penataan kota
yang ideal dimasa sekarang dan akan datang adalah dengan menyerasikan
semua kepentingan yang ada, kata kuncinya adalah jangan ada satu kelompok
pun yang dirugikan (Cholis, 2007: 7).
Beberapa jenis dari konsep hotel yang ditawarkan pun seharusnya
menjadi bahan pertimbangan dari pemerintah daerah, seperti konsep condotel
ataupun hotel bintang 5 yang menawarkan fasilitas modern atau elegan ala
eropa dan terlihat menjauh dari kesan Yogyakarta sebagai kota budaya dan
7
hanya menampilkan beberapa persen dari konsep budaya lokal yang
digunakan sebagai pemacu daya tarik, tidak lagi menjadikan hotel sebagai
pihak yang serius memikirkan dampak negatif dari pembangunan hotel.
Padahal yang dicari bukan hanya tinggi atau mewahnya sebuah hotel. Semakin
unik hotel meskipun hanya kelas lux, akan banyak diminati oleh para
wisatawan. Banyak contoh hotel yang bagus dan mewah tetapi tingkat
penghuninya rendah, hanya karena jauh dari lokasi objek wisata. Faktor yang
harus dipertimbangkan sebagai acuan pembangunan hotel paling utama adalah
lokasi objek wisata serta konsep budaya yang menarik bagi para wisatawan.
Polarisasi perkembangan pariwisata dapat menimbulkan masalah besar
terhadap lingkungan, seperti polusi air dan udara, kekurangan air, keramaian
lalu lintas, dan kerusakan pemandangan alam yang tradisional. Hal ini sangat
mengurangi kualitas industri pariwisata itu sendiri. Pariwisata harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan prioritas dari masyarakat tuan rumah. Kebijakan
terhadap pariwisata yang cocok hanya dapat ditentukan setelah kebutuhan dan
prioritas tersebut dirumuskan dengan tepat, lalu jenis pariwisata yang
ditawarkan dapat dipilih. Pariwisata harus menarik wisatawan yang datang
dengan keinginan yang diperlukan wisatawan untuk mengerti kebudayaan
tujuan wisata. Industri pariwisata tidak boleh dikembangkan jika lingkungan
fisik dan sosio budaya rakyat dikorbankan (Winarno, 1994: 61).
Kondisi tersebut memerlukan advokasi Pemerintah Daerah dengan
bentuk regulasi-regulasi yang mengatur, agar berbagai masalah tersebut
kedepan tidak semakin meluas. Dari uraian di atas yang menjadi persoalan
8
adalah pelaksanaan regulasi yang ada akhir-akhir ini disinyalir semakin
longgar. Masalah-masalah tersebut menjadi tantangan pemerintah daerah dan
warga masyarakat Yogyakarta, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada
dalam materi ke PKnH an. Tetapi sudah dipahami bersama bahwa PKn
adalah bidang kajian Pendidikan Politik suatu negara yang mempunyai misi
jelas untuk membangun harmonisasi hubungan antara elemen-elemen yang
ada di negara; antar institusi negara, pemerintah dengan warga negara, warga
negara dengan warga negara, baik pusat maupun daerah. Sehingga dengan
demikian kajian implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam rangka
pembangunan daerah yang perlu memperoleh dukungan maupun
pengkritisan warga negara juga menjadi bagian penting kajian PKn ini. Fokus
dalam penelitian ini yaitu perihal Implementasi Kebijakan Perizinan
Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Timbulnya keresahan oleh warga terhadap proses pembangunan hotel-
hotel di Kota Yogyakarta.
2. Penerbitan izin pembangunan hotel yang terlalu banyak menimbulkan
dampak negatif.
3. Ketidak pedulian para pengusaha hotel dan investor terkait dampak yang
terjadi di lingkungan sekitar hotel.
4. Laju pertumbuhan hotel yang sangat cepat tidak sebanding dengan
terbatasnya objek wisata.
9
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini fokus dan dapat dikaji lebih mendalam maka
diperlukan pembatasan masalah. Fokus permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana implementasi kebijakan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta terutama pada proses perizinan pembangunan hotel serta dampak
yang diakibatkan oleh pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana regulasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta?
2. Bagaimana implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan
hotel di kota Yogyakarta?
3. Apa dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta?
4. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam mengatasi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui regulasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui implementasi kebijakan mengenai perizinan
pembangunan hotel di kota Yogyakarta.
10
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta.
4. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam mengatasi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian dapat
memberikan manfaat, yakni sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai bahan kajian dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya dalam bidang hukum dan kebijakan
publik.
b. Dapat dijadikan referensi bagi penelitian sejenis yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta
Dapat digunakan sebagai sarana evaluasi kinerja dalam hal
penerapan kebijakan perizinan pembangunan hotel agar menjadikan
kinerja yang lebih baik.
b. Bagi Masyarakat Kota Yogyakarta
Dapat membantu masyarakat untuk lebih memperhatikan baik
dan buruknya dampak dari pembangunan hotel serta memperhatikan
kinerja pemerintah daerah terutama instansi yang berkaitan dengan
perizinan dalam mengutamakan kepentingan warga masyarakatnya.
11
c. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan pengalaman dalam
mempelajari kajian mengenai kebijakan publik secara langsung
terutama pada proses dan prosedur perizinan pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta.
G. Batasan Istilah
Agar tidak menimbulkan adanya multi interpretasi atas judul
penelitian ini, maka dibuat batasan istilah sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan implementasi
kebijakan adalah tindakan yang dilakukan individu atau kelompok
pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya (Winarno, 2007:
146).
2. Perizinan
Menurut Utrecht (Sutedi, 2011: 167) perizinan merupakan suatu
persetujuan yang diberikan oleh penguasa berdasarkan peraturan
pemerintah atau undang-undang dalam keadaan tertentu. Perizinan juga
salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat
mengendalikan yang dimiliki oleh pemerintah terhadap masyarakat atau
lembaga tertentu.
3. Bangunan Gedung (Hotel)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2002 bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
12
menyatu dengan tempat kedudukannya yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus. Jika dikaitkan dengan pembangunan hotel maka
pegertiannya ialah wujud nyata dari hasil penyatuan konstruksi yang
digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian sementara bagi seseorang
ataupun kelompok masyarakat yang sedang melakukan kegiatan di suatu
tempat yang berada jauh dari tempat tinggalnya.
1
BAB II
KAJIAN TEORI
Untuk kepentingan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan
Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ini peneliti akan
menggunakan kajian teori yang terdiri dari hal-hal penting sebagai berikut:
A. Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Akbar (2015) dengan judul
“Studi Kasus Implementasi Kebijakan Pengendalian Pembangunan Hotel
di Kota Yogyakarta”. Hasil penelitian ini ialah terkait pada kebijakan
tersebut, dalam hal ini ada pemangku kepentingan atau stakeholder yang
terlibat pada proses kebijakan publik yang dibagi dibagi menjadi dua,
yaitu stakeholder primer yang terdiri dari Sultan dan Pemerintah Kota
Yogyakarta dan stakeholder sekunder yang terdiri dari investor dan
masyarakat. Dalam konteks kebijakan pengendalian pembangunan hotel
di Kota Yogyakarta dijelaskan bahwa aktor-aktor seperti Sultan,
Pemerintah Kota Yogyakarta, investor dan masyarakat mempunyai
kepentingan masing-masing dan mempunyai hubungan dengan aktor
lainnya. Dalam hal ini kepentingan aktor Sultan, Pemerintah Kota
Yogyakarta dan investor hampir sama yaitu ingin memaksimalkan
keuntungan dan potensi dari Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya
Kota Yogyakarta. Sehingga hubungan antara aktor tersebut terjalin
komunikasi dua arah yang saling menguntungkan. Kemudian lain halnya
dengan aktor masyarakat yang mana aktor masyarakat mempunyai
14
kepentingan yang berbeda dengan aktor lainnya, masyarakat hanya ingin
Kota Yogyakarta menjadi kota yang seperti dahulu yang melekat dengan
nilai kebudayaannya. Sehingga hubungan aktor masyarakat dengan aktor
lainnya saling berkonflik walaupun konflik dengan aktor Sultan hanyalah
konflik kecil karena kedudukan Sultan yang dihormati oleh masyarakat
Kota Yogyakarta.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Evi Dwi Nurmala (2015) dengan judul
Tinjauan Yuridis Atas Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta No
77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel Terhadap Izin
Pendirian Hotel di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kebijakan yang diwujudkan oleh adanya Peraturan Walikota
Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Hotel perlu mendapat
evaluasi lebih lanjut dengan menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat
Kota Yogyakarta. Masih banyak aktor di luar maupun di dalam
pemerintahan yang memiliki pengaruh atas keluarnya Peraturan Walikota
tersebut.
B. Deskripsi Teori
1. Tinjauan tentang Implementasi Kebijakan
a. Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang dimana berbagai organisasi, prosedur dan
teknik bekerja sama untuk menjalankan suatu kebijakan dalam rangka
mencapai tujuan. Menurut Van Meter dan Van Horn, implementasi
kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan individu atau kelompok
15
pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam kepuutusan kebijakan sebelumnya. Tindakan
yang mencakup usaha untuk mengubah keputusan menjadi tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha uuntuk mencapai perubahan besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan kebijakan (Winarno, 2007: 146).
Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus
Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:
Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to
implement. Dalam kamus besar webster, to implement
(mengimplementasikan) berati to provide the means for
carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan
sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan
dampak/akibat terhadap sesuatu) (Webster dalam Wahab, 2004:
64).
Menurut Nurdin Usman (Usman, 2002: 70) dalam bukunya yang
berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan
pendapatnya mengenai implementasi yakni bermuara pada aktivitas,
aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi
bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk
mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Hanifah (Harsono, 2002: 67) Implementasi adalah
suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan
dari politik kedalam administrasi. Pengembangan suatu kebijakan
dalam rangka penyempurnaan suatu program. Pengertian implementasi
menurut Mazmanian dan Sabatier adalah pelaksanaan keputusan
16
kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat
pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif
yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan
tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk
menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini
berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali
dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output
kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)
pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut
oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki
atau yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan sebagai
dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan
akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan
perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang
bersangkutan (Wahab, 2004: 68).
Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan
kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya
dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-
undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau
diimplmentasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk
17
mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan
dalam urutan waktu tertentu (Sunggono 1994: 137).
b. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut pendapat George. Edwards III (Suharno, 2010: 188-
189), mengajukan empat variabel atau faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:
1) Komunikasi
Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana
harus memahami betul mengenai apa yang harus dilakukan berkaitan
dengan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok sasaran kebijakan
juga harus diinformasikan mangenai apa yang menjadi tujuan dan
sasaran kebijakan.
2) Sumber Daya Manusia
Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh
kejelasan informasi juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki
oleh implementor. Tanpa sumber daya yang memadai, tentu
implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara optimal.
3) Sikap Para Pelaksana
Menyangkut watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, dsb. Hal
ini merupakan salah satu variabel penting dalam implementasi
kebijakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka
18
dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik sebagaimana
yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.
4) Struktur Birokrasi
Merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk menerapkan
kebijakan, dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan
impementasi kebijakan diperlukan sebuah prosedur operasional yang
standar.
c. Hambatan Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan tidak selalu berhasil dilaksanakan.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa tujuan dari kebijakan tidak
selalu berjalan seperti yang dicita-citakan. Hal tersebut dikarenakan
terdapat berbagai hambatan. Menurut Gow dan Morss dalam Yeremias
(2004: 73), hambatan tersebut bisa berupa:
1) Hambatan politik, ekonomi, dan lingkungan;
2) Kelemahan institusi;
3) Ketidakmampuan SDM di bidang teknik dan administratif;
4) Kekurangan dalam bantuan teknis;
5) Kurangnya desentralisasi dan partisipasi;
6) Pengaturan waktu;
7) Sistem informasi yang kurang mendukung;
8) Perbedaan agenda tujuan antara aktor;
9) Kurangnya dukungan yang berkesinambungan.
19
Dari hambatan tersebut diperlukan solusi pemecahan. Ada cara
yang dapat menjadi solusi untuk meminimalisasi hambatan penerapan
suatu kebijakan. Menurut Marcus Lukman dalam Ridwan HR (2011:
184), agar hambatan bisa diminimalkan, penerapan atau penggunaan
peraturan kebijakan harus memerhatikan hal-hal diantaranya sebagai
berikut.
1) Harus sesuai dan serasi dengan tujuan Undang-Undang yang
memberikan ruang kebebasan bertindak (beoordelingsvrijheid);
2) Serasi dengan asas hukum yang berlaku (asas-asas umum
pemerintahan yang baik), seperti:
a) asas perlakuan yang sama menurut hukum;
b) asas kepatutan dan kewajaran;
c) asas keseimbangan;
d) asas pemenuhan kebutuhan dan harapan;
e) asas kelayakan dalam mempertimbangkan segala sesuatu yang
relevan dengan kepentingan publik dan warga masyarakat.
3) Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan adalah suatu aktivitas atau kegiatan dinamis
dalam pelaksanaan kebijakan untuk mendapatkan suatu hasil akhir yang
sesuai dengan tujuan kebijakan. Suatu kebijakan dikatakan berhasil
apabila tujuan dari kebijakan tersebut tercapai. Sebaliknya, kebijakan
dikatakan gagal melalui implementasi apabila tujuannya tidak tercapai.
20
2. Tinjauan tentang Perizinan
a. Pengertian Perizinan
Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan
sebagai perkenaan atau izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk
perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi
yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama
sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin
bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang
menjadi boleh. Sementara itu menurut Sjahran Basah, izin adalah
perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan
dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan (Ridwan, 2003: 152).
Utrecht (Sutedi, 2011: 167) perizinan merupakan suatu
persetujuan yang diberikan oleh penguasa berdasarkan peraturan
pemerintah atau undang-undang dalam keadaan tertentu. Perizinan juga
salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat
mengendalikan yang dimiliki oleh pemerintah terhadap masyarakat atau
lembaga tertentu. Dengan memberikan izin, penguasa berarti
memperkenankan orang yang memohon untuk melakukan suatu
tindakan yang sebenarnnya dilarang demi mementingkan kepentingan
umum yang mengharuskan adanya pengawasan. Dengan mengeluarkan
atau memberikan izin tersebut sudah seharusnya pemerintah melakukan
pengawasan terhadap hal terkait.
21
Penolakan dalam perizinan terjadi apabila kriteria yang telah
ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Dalam topik ini misalnya
larangan mendirikan suatu bangunan, untuk memperoleh izin tersebut
sang pengusaha harus mengantongi persetujuan dari penguasa melalui
pemenuhan syarat-syarat. Dalam hal tertentu terkadang orang sulit
membedakan antara izin dengan dispensasi, karena keduanya memiliki
pengertian yang hampir sama. Perbdaan keduanya dikemukakan oleh
W.F Prins (Sutedi, 2011: 168) pada izin memuat uraian yang terbatas
mengenai alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas syarat atau
yang sering disebut dispensasi memuat uraian terbatas tentang hal yang
untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaannya tiddak
selamanya jelas. Sebagai contoh Bouwvergunning atau izin bangunan
diberikan berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Hinder
Ordonnantie) tahun 1926 Staatsblad 1926-226 yang mana pada Pasal 1
ayat (1) ditetapkan secara terperinci objek-objek mana yang tidak boleh
didirikan tanpa izin dari pihak pemerintah, yakni objek yang dapat
menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan-gangguan bagi bangunan
sekelilingnya. Jadi maksud dari pasal ini adalah bahwa untuk
mendirikan sebuah bangunan harus ada izin terlebih dahulu dari pihak
pemerintah, dengan adanya pasal ini dapat dicegah berdirinya bangunan
yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan bagi
bangunan lain disekelilingnya.
22
b. Sifat Izin
Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat atau badan tata
usaha negara yang berwewenang, yang memiliki substansi seperti
berikut:
a. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara
yang penerbitnya tidak terikat pada aturan atau hukum tertulis serta
lembaga terkait dalam izin tersebut memiliki kadar kebebasan yang
besar dalam memutuskan pengeluaran izin.
b. Izin bersifat terikat, izin sebagai keputusan tata usaha negara yang
penerbitnya terikat pada aturan atau hukum tertulis maupun tidak
tertulis serta lembaga yang berwewenang dalam izin kadar
kebebasan dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana
peraturan perundang-undangan mengaturnya. Sebagai contoh adalah
izin mendirikan bangunan (IMB), izin usaha industri, dan lain-lain.
c. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya
mengandung unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan
yang berkaitan pada isi permohonan izin terkait. Di samping itu izin
yang bersifat memberatkan biasanya merupakan izin yang memberi
dampak beban kepada orang lain atau masyarakat sekitar. Misalnya,
pemberian izin pada pendiriaan hotel. Bagi mereka yang tinggal
disekitar hotel dan merasa dirugikan akan adanya izin tersebut
merupakan suatu beban.
23
d. Izin segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan
yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya relatif
pendek, misalnya izin mendirikan bangunan (IMB), yang hanya
berlaku untuk mendirikan bangunan dan akan berakhir ketika
bangunan selesai didirikan (Sutedi, 2011 : 167).
c. Elemen Pokok Perizinan
Berdasarkan pemaparan tentang beberapa pengertian perizinan
ada beberapa unsur dalam perizinan yaitu sebagai berikut:
1) Wewenang
Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu prinsip negara hukum. Dengan kata lain,
setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan
menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus
berdasarkan undang-undang yang berlaku.
2) Izin Sebagai Bentuk Ketetapan
Dalam negara hukum modern tugas dan kewenangan pemerintah
tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga
mengupayakan kesejahteraan umum. Dalam melaksanakan tugas
tersebut, pemerintah diberikan wewenang dalam bidang
pengaturan. Dari fungsi pengaturan muncul beberapa instrumen
yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu
dalam bentuk ketetapan. Ketetapan ini merupakan ujung tombak
dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah
24
satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Izin merupakan jenis
ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang
menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh
seseorang yang namanya tidak tercantum dalam ketetapan itu.
3) Lembaga Pemerintah
Lembaga atau kelembagaan secara teoretis merupakan suatu rule of
the game yang mengatur tindakan dan menentukan apakah suatu
organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dengan
demikian, tata kelembagaan apat menjadi pendorong pencapaian
keberhasilan sekaligus juga bila tidak tepat dalam menata, maka
dapat menjadi penghambat tugas-tugas termasuk tugas
menyelenggarakan perizinan.
4) Peristiwa Konkret
Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan, yang
digunakan pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan
individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa nyata yang terjadi
pada waktu tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu.
Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman
perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman.
5) Proses dan Prosedur
Permohonan izin harus menempuh proses dan prosedur yang sudah
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Selain itu
pemohon juga harus memenuhi persyaratan yang ditentukan secara
25
sepihak oleh pemerintah selaku pemberi izin. Proses dan prosedur
serta persyaratan pada setiap permohonan berbeda-beda tergantung
jenis izinnya.
6) Persyaratan
Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon
untuk memperoleh izin terkait permohonannya. Persyaratan
tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat.
7) Waktu Penyelesaian Izin
Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh lembaga yang
bersangkutan. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan.
Dimensi waktu selalu melekat pada proses perizinan karena adanya
tata cara dan prosedur yang harus ditempuh seseorang dalam
mengurus perizinan tersebut.
8) Biaya Perizinan
Biaya pelayanan perizinan termasuk rinciannya sudah ditetapkan
dalam proses pemberian izin yang meliputi rincian untuk tindakan
penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan. Rincian
tersebut sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
9) Pengawasan Penyelenggaraan Izin
Dalam hal ini pengawasan harus dilakukan karena kinerja
pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah dituntut
untuk lebih baik. Pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh
26
birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran
bukan digerakkan oleh misi. Hal tersebut berdampak pada
pelayanan yang menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif,
sehingga tidak dapat mengakoodasi kepentingan masyarakat yang
selalu berkembang. Juga disebabkan oleh budaya aparatur dan
penguasa yang kurang disiplin serta sering melanggar peraturan.
Adanya pembuatan metode atau sistem pelayanan perizinan
terkadang tidak dapat mengatasi dampak atau masalah, sehingga
dari hari ke hari keluhan dari masyarakat bukan menjadi berkurang
tetapi malah bertambah.
10) Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa
Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan perizinan wajib
menyelesaikan setiap pengaduan masyarakat mengenai
ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan izin sesuai wewenang.
Untuk menampung pengaduan masyarakat tersebut unit pelayanan
perizinan harus menyediakan sarana pengaduan dalam
menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut. Mekanisme
pengaduan merupakan mekanisme yang dapat ditempuh oleh
pemohon izin atau pihak-pihak yang dirugikan akibat
dikeluarkannya izin. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat
penting untuk memperbaiki kualitas pelayanan secara terus-
menerus. Apabila dalam penyelesaian pengaduan tersebut oleh
pemohon atau pihak yang dirugikan akibat pengeluaran izin, maka
27
dapat melakukan penyelesaian melalui jalur hukum, yakni melalui
mediasi, ombusman, atau ke pengadilan untuk menyelesaikan
sengketa hukum perizinan tersebut.
11) Sanksi
Sebagai produk kebijakan publik, peraturan prizinan di Indonesia
perlu memperhatikan materi sanksi yang harus ddijalani akibat
penyalahgunaan atau pelaksanaan yang tidak sesuai dengan kaidah.
12) Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban antara pemohon izin dan instansi pemberi izin
harus tertuang dalam peraturan perizinan di Indonesia. Tertulis
dengan jelas dan memuat hal pokok mengenai keseimbangan antara
pihak serta wajib dipenuhi oleh para pihak (Sutedi, 2011: 192-193).
d. Fungsi Pemberian Izin
Ketentuan tentang perizinan memiliki fungsi sebagai penertib
dan pengatur. Sebagai fungsi penertib dimaksudkan agar izin pada
tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak
bertentangan, sehingga tercipta ketertiban dalam segi kehidupan
masyarakat. Sedangkan dalam fungsi mengatur dimaksudkan agar
perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya
sehingga tidak terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan,
dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi
yang dimiliki oleh pemerintah.
28
Fungsi dari izin bangunan ini dapat dilihat dari beberapa hal,
yaitu:
1) Segi Teknis Perkotaan
Pemberian izin mendirikan bangunan sangat penting bagi
pemerintah guna mengatur, menetapkan, dan merencanakan
pembangunan gedung di wilayah sesuai dengan potensial dan
prioritas kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan gedung di
daerah kota tersebut, pelaksanaan pembangunan diwajibkan
memiliki izin mendirikan bangunan dan pembangunannya sesuai
dengan yang disetujui oleh dinas perizinan yang berlandaskan
peraturan yang berlaku.
2) Segi Kepastian Hukum
Izin mendirikan bangunan sangat penting artinya sebagai
pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal
pembangunan. Bagi masyarakat pentingnya izin mendirikan
bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap
hak dan dapat akibat pembangunan tersebut, sehingga tidak adanya
gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan
memungkinkan untuk mendapatkan keamanan serta ketentraman
ddalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan. Sedangkan untuk
pemilik bangunan ialah sebagai sarana atau bukti kepemilikan
bangunan yang sah (Sutedi, 2011 : 193).
29
e. Tujuan Pemberian Izin
Tujuan dan fungsi perizinan adalah untuk pengendalian aktivitas
pemerintah dalam hal-hal tertentu, dimana isi ketentuan yang berisi
pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh yang berkepentingan
atau oleh pejabat yang berwenang. Selain itu tujuan dari perizinan dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu:
1) Sisi Pemerintah
Pemberian izin dari sisi pemerintah bertujuan untuk mengetahui
apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut
sesuai dengan kenyataan atau tidak, sekaligus digunakan untuk
mengatur ketertiban. Selain itu bertujuan juga sebagai sumber
pendapatan daerah, dimana dengan adanya permintaan
permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah
akan bertambah. Pemohon harus membayar retribusi terlebih
dahulu sebagai syarat dikeluarkannya izin tersebut.
2) Sisi Masyarakat
Tujuan pemberian izin bagi masyarakat ialah adanya kepastian
hukum dan adanya kepastian hak terkait pengeluaran izin tersebut
(Sutedi, 2011: 200).
3. Tinjauan Tentang Pembangunan Hotel
Pengertian Bangunan Gedung
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2002 bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
30
yang menyatu dengan tempat kedudukannya yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus. Berdasarkan undang-undang tersebut
menyatakan bahwa untuk mewujudkan bangunan gedung yang
fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan
selaras dengan lingkungannya, harus menjamin keandalan bangunan
gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan
(http://dcktr.surabaya.go.id/cktrweb/dasarhukum/imb/UU_no_28_th_20
02.pdf diakses pada 17 September 2015). Sedangkan Hotel adalah
fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait
lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan
dan sejenisnya.
Jika dikaitkan dengan pembangunan hotel maka pegertiannya
ialah wujud nyata dari hasil penyatuan konstruksi dengan tempat
kedudukan yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian
sementara bagi seseorang ataupun kelompok masyarakat yang sedang
melakukan kegiatan di suatu tempat yang berada jauh dari tempat
tinggalnya.
Konsep pembangunan hotel seharusnya desain fisik bangunan
berorientasi pada kultur budaya. Dimana pembangunan harus
menyesuaikan dengan karakter kebudayaan disekitarnya. Desain atau
31
konsep pemmbangunan diletakkan atau disesuaikan dengan karakter
lokal. Karakter fisik bangunan biasanya memuat nilai-nilai kepercayaan
yang diyakini masyarakat lokal dan konsep yang tidak menggangu
kenyamanan kehidupan masyarakat tersebut. Memperhatikan konsep,
tata letak dan tenaga kerja perlu ditelaah secara tepat dan hati-hati,
penentuan tempat tidak boleh secara gegabah dilaksanakan (Nugroho,
2011: 143). Pendekatan lingkungan dalam pembangunan sarana fisik
perlu diperhatikan, guna meminimalisir dampak lingkungan. Hasil dari
pembangunan sebaiknya mencipkatan kesan yang baik kepada para
pengunjung dalam hal ini ialah wisatawan. Kreativitas desain dan
konsep bangunan sebaiknya mengangkat kondisi lokal kebudayaan
seperti bentuk bangunan, warna cat pada bangunan, dan desain
interiornya.
4. Tinjauan tentang Kota Yogyakarta
Asal Usul Kota Yogyakarta
Yogyakarta adalah salah satu kota besar di Pulau Jawa yang
merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan sekaligus tempat pendudukan bagi Sultan Yogyakarta
dan Adipati Pakualam. Nama Yogyakarta diambil dari dua kata, yaitu
Ayogya atau Ayodhya yang berarti kedamaian dan Karta yang berarti
baik. Ayodhya merupakan kota yang bersejarah di India dimana
wiracarita Ramayana terjadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri
menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah
berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati lalu dinamakan
32
ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Yogyakarta diakses pada 17
September 2015).
Keberadaan Kota Yogyakarta tidak lepas dari berdirinya Kraton
Kasultanan Yogyakarta pada tanggal 13 Februari 1755. Peristiwa itu
bertepatan dengan terlaksananya Perjanjian Giyanti yang menandai
terbaginya Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta. Di sini awal mulanya asal usul Kota
Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, meskipun
Kasultanan Yogyakarta secara de jure (wilayah) telah ada sejak tahun
1755, namun keberadaan Kota Yogyakarta sebagai ibukota Kasultanan
Yogyakarta diakui tanggal 7 Oktober 1756. Hal ini merupakan pertanda
mulai ditempatinya Kraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan
Sultan HB I. Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari disepakati pada 13
Februari 1755. Sehari sesudahnya Pangeran Mangkubumi resmi
bergelar ”Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga
Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Kalifatullah Ing Ngayogyakarta
Hadingrat Ingkang Jumeneng Kaping Sepisan” (Sri Sultan Hamengku
Buwana I). Pada hari kamis Pahing, 13 Syura-Jimakir 1682 Tahun Jawa
atau 7 Oktober 1756 M, Sri Sultan Hamengku Buwana I mulai
menempati Kraton yang baru. Sejak saat itulah kehidupan sebuah kota
mulai tumbuh dan juga berkembang (Haryadi, 2011 : 98).
33
Selain terkenal dengan kota gudeng dan kota pelajarnya,
Yogyakarta juga terkenal dan kota Seni dan Budaya. Julukan ini
memang tidak berlebihan di berikan untuk kota Yogyakarta. Banyak
seniman-seniman besar yang menghasilkan karya-karya besar yang
berasal dari Yogyakarta minimal pernah sekolah dan kuliah di
Yogyakarta. Seniman dan budayawan yang sudah tidak asing sebut saja
Bagong Kusdiarjo, Amri Yahya, Andang suprihadi, Angger sukisno dll.
Mereka berasal dari kota Yogyakarta. Selain bertabur seniman,
Yogyakarta sering sekali mengadakan festival-festival tentang budaya.
Juga banyak sanggar-sanggar budaya yang tersebar di seluruh
Yogyakarta yang semakin menguatkan kalo Yogyakarta sebagai kota
seniman dan budaya.
Julukan ini bukan hanya sebagai anugrah tapi juga beban bagi
para penduduknya. Bagaimana tidak walaupun tidak di haruskan tapi
warga Yogyakarta dengan julukan ini mau tidak mau harus bisa sesuatu
atau tahu sesuatu tentang seni dan budaya. Akan tetapi julukan ini ikut
menaikan rating Yogyakarta sebagai tempat yang wajib di kunjungi
oleh wisatawan lokal ataupun mancanegara. Oleh karena itu sudah
selayaknyalah sebagai warga Yogyakarta kita harus betul-betul
membuktikan dan mempertahan Yogyakarta tetap sebagai kota seni dan
budaya. Dengan menunjukan sikap dan kepribadian kita yang betul-
betul berbudaya.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hamid Darmadi (2011: 145)
menguraikan bahwa pada penelitian deskriptif ditujukan untuk
menggambarkan fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara
tepat dan sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena
sumber data dalam penelitian ini adalah tampilan yang berupa tulisan atau
lisan dalam bentuk wawancara yang dicermati oleh peneliti. Berdasarkan hal
tersebut penelitian deskriptif kualitatif ini dipilih untuk mendeskripsikan
implementasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
B. Penentuan Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik purposive untuk menentukan
subjeknya. Teknik purposive digunakan saat sampel yang dituju untuk diteliti
telah ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 85).
Pertimbangan tertentu yang dimaksud ialah pertimbangan-pertimbangan
bahwa narasumber tersebut merupakan subjek yang paling tahu dan dapat
memberikan informasi tentang proses pelaksanaan kebijakan perizinan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
Berikut ini kriteria yang digunakan peneliti untuk menentukan subjek
dalam penelitian:
1. Pejabat Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
35
2. Mengetahui lingkup kerja pelayanan perizinan yang diberikan oleh
Kantor Dinas Perizinan Yogyakarta.
3. Mengetahui perihal proses pelaksanaan perizinan pembangunan
hotel di Kota Yogyakarta.
4. Pihak yang mengajukan permohonan izin terkait pembangunan
hotel yang dibagi menjadi 3 kriteria lagi, yakni:
a. 2 (dua) pemohon yang sedang dalam proses pengajuan izin
pembangunan hotel
b. 1 (dua) hotel yang sudah keluar IMB nya
5. Warga Masyarakat Kota Yogyakarta yang bertempat tinggal di
sekitar wilayah hotel terkait.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka subjek penelitian dalam penelitian
ini, adalah:
1. Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
2. 2 (dua) pemohon izin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta
3. 1 (satu) pihak hotel yang sudah dikeluarkan IMB nya
4. 2 (dua) warga masyarakat sekitar hotel di Kota Yogyakarta
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Kenari No.56 Yogyakarta 55165. Waktu
penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan September minggu
keempat sampai dengan bulan November minggu ke dua 2015.
36
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitan ini dilakukan dengan beberapa
teknik yang kemudian diperiksa keabsahannya melalui teknik cross check.
Teknik yang dimaksudkan ialah sebagai berikut:
1. Wawancara
Ridwan (2010: 102) mengemukakan bahwa wawancara adalah cara
pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi langsung
dari sumbernya. Menurut Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai
berikut: “a metting of two persons to exchange information and idea through
question and responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about a particular topic”, artinya wawancara merupakan pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu (Sugiyono, 2010:
317).
Dalam wawancara, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang memuat garis besar
pedoman wawancara tetapi kemudian pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan dikembangkan oleh peneliti dengan subyek penelitian guna
memperoleh keterangan informasi dari subjek penelitian. Penggunaan teknik
wawancara ini dimaksudkan untuk mengungkap proses pelaksanaan
kebijakan yang menunjukkan implementasi kebijakan perizinan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
37
2. Dokumentasi
Menurut Ridwan (2010: 105) dokumentasi ditujukkan untuk
memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang
relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter,
data penelitian yang relevan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dimaksudkan untuk
memperoleh data yang berupa foto maupun surat pelengkap mengenai proses
perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
Dokumen yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain Peraturan
perundang-undangan yaitu Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2
Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel, foto proses
kinerja Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, formulir dan sertifikat
terkait perizinan pembangunan hotel, foto hotel terkait hal perizinan, dan lain-
lain.
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
peneliti merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan keabsahan data. Dalam
penelitian ini digunakan teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan
teknik cross check (Bungin, 2008: 95-96). Teknik ini akan digunakan untuk
melakukan pengecekan data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi
terkait implementasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta. Teknik ini juga akan digunakan untuk mengecek data dari hasil
38
wawancara dari narasumber satu dengan narasumber lain dan juga dokumen
satu dengan lainnya.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar (Lexy
Moleong, 2007: 103). Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa
pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip
pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan
Bungin (2008: 70), yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis
data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan
teknik wawancara yang melibatkan beberapa subjek yaitu kepala Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta, pengusaha hotel, serta warga masyarakat Kota
Yogyakarta. Dan menggunakan studi dokumentasi dengan
mengumpulkan data atau foto terkait dengan proses perizinan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
2. Reduksi Data
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak
pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
39
menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya,
dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.
Pada tahap ini peneliti memilih hal-hal yang pokok terhadap hasil
wawancara yang dilakukan dengan 6 (enam) orang subjek penelitian dan
data dokumen yang didapatkan. Keterangan yang diberikan oleh subjek
penelitian melalui wawancara tidak seluruhnya relevan dengan tujuan
penelitian. Selain itu, data yang berasal dari dokumen juga beragam dan
tidak semua data yang tersedia sesuai dengan kebutuhan penelitian. Oleh
karena itu, peneliti melakukakan reduksi data umtuk memilah-milah data-
data pokok sesuai tujuan penelitian.
3. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian
singkat atau dengan teks yang bersifat naratif dan akan dilengkapi dengan
tabel maupun grafik. Melalui penyajian data tersebut, data akan
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, dan data yang disajikan
semakin mudah untuk dipahami.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penyajian data secara
deskriptif atas data yang telah dikategorisasikan ke dalam bentuk laporan
yang sistematis. Penyajian data ini dilakukan untuk mendeskripsikan
implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota
Yogyakarta dalam mengatasi dampak-dampak pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta.
40
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan
Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan
berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah
disajikan. Antara penyajian data dan penarikan kesimpulan terdapat
aktivitas analisis data yang ada.
Menurut Sugiyono (2014: 345), dalam penelitian kualitatif
kesimpulan yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi suatu objek yang
sebelumnya masih belum jelas, namun setelah diteliti menjadi jelas.
Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara berfikir induktif, yaitu
dari hal-hal yang bersifat khusus diarahkan ke hal-hal yang bersifat umum
untuk menjawab permasalahan penelitian, yaitu terkait dengan
implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota
Yogyakarta dalam mengatasi dampak-dampak pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terletak di Jalan Kenari
No.56 Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kantor ini
terletak di pusat kota sehingga mudah dijangkau.
2. Profil Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
berdasarkan SE Mendagri No 503/125/PUOD tahun 1997 perihal
Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perizinan di Daerah, Pemerintah
Kota Yogyakarta membentuk Unit pelayanan terpadu satu atap dengan
keputusan Wali Kota No 01 tahun 2000 tentang Pembentukan Unit
Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Yogyakarta. Pembentukan
lembaga UPTSA sebagai upaya untuk menjawab tuntutan dari masyarakat
umum dan dunia usaha terhadap pelayanan yang diberikan oleh
Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengurusan perizinan agar dalam
memberi pelayanan perizinan tidak berbelit-belit, tidak berbiaya tinggi dan
lebih transparan dalam memproses izin. Jenis pelayanan tersebut ada 12
jenis izin.
Jangka waktu proses perizinan melalui UPTSA masih dirasa terlalu
lama. UPTSA hanya merupakan front office sedangkan untuk proses
perizinannya tetap di instansi/SKPD teknis. Untuk proses pengiriman
berkas permohonan izin dari UTSA ke SKPD teknis sudah memakan
42
waktu. Proses semakin panjang apabila dalam penelitian berkas di SKPD
ditemukan kekurangan persyaratan.
Berdasarkan Peraturan Pemeritah Nomor 8 Tahun 2003 tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka dibentuk lembaga pelayanan
perizinan yang definitif berupa Dinas Perizinan dengan ditetapkannya
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2005 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perizinan dengan susunan
Organisasi dipimpin seorang Kepala Dinas dibantu dengan Sekretarian dan
3 (tiga) bidang.
Sebagian kewenangan SKPD teknis yang memberi pelayanan
perizinan dilimpahkan kepada Dinas Perizinan meliputi:
1. Pemberian Izin
2. Penolakan Izin
3. Pencabutan Izin
4. Legalisasi dan Duplikat Izin
5. Pengawasan Izin
Jenis pelayanan pada Dinas Perizinan berdasarkan Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 09 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Perizinan pada Pemerintah Kota Yogyakarta secara bertahap menjadi 35
jenis. Seiring ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah maka Pemerintah Kota Yogyakarta
menetapkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah, serta
43
susunan organisasi Dinas Perizinan mengalami perubahan terutama di
struktur bidang menjadi 4 (empat) bidang. Dan berdasarkan Peraturan
Walikota Nomor 33 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perizinan pada
Pemerintah Kota Yogyakarta. Jenis pelayanan Perizinan menjadi 29 jenis
izin. Dan yang terakhir dengan ditetapkannta Peraturan Walikota Nomor
18 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan pada Pemerintah Kota
terdapat penambahan jenis izin dan penyesuaian izin menjadi 31 izin.
3. Visi dan Misi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
a. Visi
Visi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta adalah “Terwujudnya
Pelayanan Yang Pasti Dalam Biaya, Waktu, Persyaratan, dan Akuntabel
di Bidang Perizinan”.
c. Misi
1. Mewujudkan pelayanan internal
2. Meningkatkan SDM yang berkualitas
3. Melaksanakan pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya
4. Melaksanakan pengawasan dan penyelesaian pengaduan perizinan
serta advokasi
5. Melaksanakan pengelolaan data dan sistem informasi
6. Melaksanakan pengkajian perizinan dan pengembangan kinerja
44
4. Kedudukan dan Tugas Pokok Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta
a. Kedudukan
3. Dinas Perizinan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di
bidang perizinan
4. Dinas Perizinan dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melali Sekretaris
Daerah.
b. Tugas Pokok
Dinas Perizinan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
dibidang perizinan.
c. Kewenangan
1. Penerbitan
2. Pencabutan
3. Perpanjangan Izin
4. Duplikasi dan Legalisir Izin
5. Pengawasan izin yang terbit
5. Struktur Organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
Struktur organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terdiri
dari Kepala Dinas; Sekretaris; Kelompok Jabatan Fungsional; Kepala Sub
Bagian; Kepala Bidang; Kepala Seksi; Staf dan Naban. Berikut ini adalah
45
bagan yang menggambarkan struktur organisasi Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta:
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
Bagan 1: Struktur Organisasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
Sumber: Brosur Profil Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
Kepala Dinas
Kelompok
Jabatan
Fungsional
Sekretaris
Ka. Sub. Bag.
Umum &
Kepegawaian
Ka. Sub. Bag.
Keuangan
Ka. Sub. Bag.
Adm Data &
Pelaporan
Ka. Bid.
Pelayanan
Ka. Bid. Data
& Informasi
Ka. Bid.
Pengawasan &
Pengaduan
Perizinan
Ka. Bid.
Regulasi &
Pengembangan
Kinerja
Ka. Sie Advis
Planing &
Administrasi
Perizinan
Ka. Sie
Koordinasi
Lapangan &
Penelitian
Ka. Sie Data
Ka. Sie Sistem
Informasi
Ka. Sie
Pengawasan
Ka. Sie Pengaduan
Perizinan & Advokasi
Ka. Sie
Regulasi
Ka. Sie
Pengemban
gan Kinerja
46
Berdasarkan bagan di atas, tersusun nama-nama pejabat dalam
struktur organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, yaitu:
1) Kepala Dinas : Drs. Heri Karyawan
2) Sekretaris: Eny Retnowati, SH
3) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian: Isniyarti Putranti, S.Ip,
M.Pa
4) Kepala Sub Bagian Keuangan: Drs. Sahlan Sumantri
5) Kepala Sub Bagian Administrasi Data dan Pelaporan: Dra. Reni Dewi
6) Kepala Bidang Pelayanan: Setiyono, S.Sos
7) Kepala Bidang Data dan Sistem Informasi: Dodit S Murdowo, SH
8) Kepala Bidang Pengawasan dan Pengaduan Perizinan: Drs. Sutarto
9) Kepala Bidang Regulasi dan Pengembangan Kinerja: Gatot
Sudarmono,SH
10) Kepala Seksi Advis Planing dan Administrasi Perizinan: Dra. Ratih Eka
11) Kepala Seksi Data: Nur Sulistiyohadi, SM, Hk
12) Kepala Seksi Pengawasan: Giri Widjonartomo, ST, MT
13) Kepala Seksi Regulasi: Iswari Mahendrarko, ST
14) Kepala Seksi Koor Lapangan dan Penelitian:Bernardino Mariano, S. Be
15) Kepala Seksi Sistem Informasi: Drs. Subanjar Haryanta
16) Kepala Seksi Pengaduan Perizinan dan Advokasi: Yustina N, SH
17) Kepala Seksi Pengembangan Kinerja: Darsana, SH
47
6. Jenis dan Waktu Pelayanan Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta
Tabel 1. Jenis Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
Sumber: Brosur Profil Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
No Jenis Perizinan Waktu
1. Izin mendirikan bangunan
a. Bangunan sederhana
b. Bangunan tidak pakai hitungan konstruksi
c. Bangunan pakai hitungan konstruksi
21 Hari
25 Hari
28 Hari
2. Izin In Gang 17 Hari
3. Izin Penyambungan SAL 17 Hari
4. Izin Penyambungan SAH 17 Hari
5. Izin Gangguan
a. Gangguan Kecil/sedang
b. Gangguan Besar
14 Hari
17 Hari
6. IUI dan TDI 15 Hari
7. SIUP 9 Hari
8. SIUPMB 9 Hari
9. Izin Usaha Angkutan 17 Hari
10. SIUJK 16 Hari
11. IUP2T 13 Hari
12.. IUPP 13 Hari
13. IUTM 13 Hari
14. TDUP 19 Hari
15. Izin Pemakaian Air Tanah 16 Hari
16. Izin Pengusahaan Air Tanah 16 Hari
17. Izin Perusahaan Pengeboran ABT 16 Hari
18. Izin Juru Bor ABT 15 Hari
19. Izin Pemakaman 16 Hari
20. Izin Salon Kecantikan 21 Hari
21. Izin Pendirian LPF 21 Hari
22. Izin Pendirian LPNF 16 Hari
23. Izin Penjual Daging 16 Hari
24. Izin Pengusaha Penggilingan Daging 16 Hari
25. Izin Pengusaha Penyimpanan Daging 16 Hari
26. Izin Penelitian 4 Hari
27. Izin PKL 4 Hari
28. Izin KKN 4 Hari
29. TDG 9 Hari
30. TDP 9 Hari
31. STPW 13 Hari
48
B. Regulasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta
Pembangunan Hotel merupakan proses perwujudan nyata dari hasil
penyatuan konstruksi dengan tempat kedudukan yang digunakan sebagai
tempat tinggal atau hunian sementara bagi seseorang ataupun kelompok
masyarakat yang sedang melakukan kegiatan di suatu tempat yang berada
jauh dari tempat tinggalnya. Dalam kegiatan pembangunan baik pra maupun
paska pembangunan tentu ada ketentuan maupun landasan hukum yang
mengikatnya, baik dari segi prosedur, cara, syarat dan izin pembangunan serta
pemanfaatan pendirian bangunan tersebut.
Di Kota Yogyakarta saat ini sedang banyak berjalan proses
pembangunan hotel, dimana proses pembangunan tersebut juga harus sesuai
dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh lembaga yang berwewenang.
Pembangunan hotel di Kota Yogyakarta mengacu pada aturan hukum yang
terdiri dari:
1. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung. Undang-undang tersebut memuat ketentuan
umum serta pokok syarat yang harus dipenuhi oleh para pemohon
izin pembangunan gedung seperti:
a. Ketentuan Umum
b. Ruang Lingkup
c. Maksud dan Tujuan
d. Fungsi Bangunan Gedung
e. Persyaratan Bangunan Gedung
49
f. Izin Mendirikan Bangunan
g. Sertifikat Fungsi Laik Bangunan Gedung
h. Pengawasan
i. Pelayanan Administrasi IMB
j. Pembongkaran
k. Peran Serta Masyarakat
l. Insetif
m. Sanksi Administrasi
2. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung tersebut menjadi pedoman Pemerintah Daerah khususnya
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk mengeluarkan izin pembangunan
hotel. Dalam perjalanan proses tersebut ternyata banyak warga masyarakat
yang mengeluhkan tentang keberadaan hotel-hotel yang marak dibangun di
Kota Yogyakarta, dikarenakan banyak warga masyarakat yang merasakan
dampak negatif akibat pembangunan hotel tersebut. Dari situ Pemerintah
Daerah mencoba menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga
masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77
Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Maksud
ditetapkannya Peraturan Walikota ini adalah dalam rangka mengendalikan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Pengendalian yang dimaksud ialah
dengan menghentikan sementara penerbitan izin pembangunan hotel di Kota
50
Yogyakarta. Penghentian sementara penerbitan izin mendirikan bangunan
hotel ini berlaku sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016.
Sebelum diterbitkannya Peraturan Walikota tersebut ada 22 pengajuan
permohonan izin pembangunan Hotel, namun setelah ada pemberitahuan
bahwa akan diterbitkan Peraturan Walikota Tentang Pengendalian Hotel yang
berlaku mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016
maka sebelum diberlakukan Peraturan Walikota tersebut pengajuan
permohonan izin meningkat menjadi 104 permohonan izin, hal tersebut
diungkapkan oleh Kepala Bagian Pelayanan Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta. Sampai saat ini pengajuan permohonan izin yang sudah
dikeluarkan oleh Dinas Perizinan berjumlah 80 permohonan, sedangkan yang
masih dalam proses berjumlah 24 permohonan. Tujuan dari dikeluarkannya
Peraturan Walikota tersebut bukan untuk menghentikan sementara
pembangunan hotel, namun untuk menghentikan sementara pendaftaran
permohonan izin membangun hotel di Kota Yogyakarta.
C. Implementasi Kebijakan Mengenai Perizinan Pembangunan Hotel di
Kota Yogyakarta
Peraturan atau kebijakan ditetapkan sebagai fungsi pedoman dan
pengendali kegiatan yang ada disuatu daerah dimana ditetapkannya kebijakan
tersebut. Kebijakan yang ada tentunya menimbulkan suatu peristiwa hukum
dan menimbulkan hak serta kewajiban baru bagi pihak-pihak yang terkait.
Peristiwa-peristiwa tersebut dilaksanakan atau dijalankan harus sesuai dengan
ketetapan yang ada, sehingga kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik
dan benar. Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan mengenai perizinan
51
pembangunan hotel di Kota Yoggyakarta mengacu pada Peraturan Daerah
Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Pembangunan Hotel.
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh beberapa
variabel atau faktor, begitu pula kebijakan yang diambil oleh Kantor Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta. Menurut George D. Edwards III sebagaimana
dikutip oleh Suharno (2010:188), terdapat empat faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan, faktor tersebut tidak berdiri sendiri,
namun dapat saling terkait satu sama lain. Faktor tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Komunikasi
Pelaksana harus memahami betul mengenai apa yang harus
dilakukan berkaitan dengan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok
sasaran kebijakan juga harus diinformasikan mangenai apa yang menjadi
tujuan dan sasaran kebijakan. Untuk itu, maka perlu dilakukan sosialisasi
yang intensif mengenai kebijakan tersebut. Sosialisasi dapat dilakukan
melalui bermacam-macam cara, misalnya melalui penyuluhan, sosialisasi,
media cetak atau media elektronik.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta, pemerintah Kota Yogyakarta berusaha menjalin komunikasi
yang baik dengan calon investor dan warga masyarakat Kota Yogyakarta.
Salah satu penerapan komunikasinya yaitu melalui penyuluhan atau
52
sosialisasi mengenai regulasi terkait yang diberikan oleh pejabat Kantor
Dinas Perizinan kepada beberapa perwakilan dari warga masyarakat
seperti Camat, Lurah, RW atau RT yang dimaksudkan untuk disampaikan
kepada warga masyarakatnya. Selain komunikasi sebagai sosialisasi,
komunikasi dalam hal ini juga digunakan sebagai cara dalam pengambilan
keputusan pengeluaran izin oleh Kantor Dinas Kota Yogyakarta, yakni
komunikasi dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat. Yang
dimaksud dalam hal ini adalah pembicaraan antara ketiga pihak yang
bersangkutan yaitu Pejabat Kantor Dinas Perizinan, calon investor dan
warga masyarakat setempat mengenai rencana proses pembangunan hotel
terkait yang harus disepakati oleh pihak-pihak tersebut sesuai dengan apa
yang ada dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan keterangan dari warga masyarakat, pemerintah
memang selalu mengajak para warga untuk berdiskusi terkait pengambilan
keputusan pengeluaran izin pembangunan hotel, namun pemerintah hanya
meminta beberapa perwakilan saja, sehingga tidak semua warga tau
tentang hal-hal tersebut. Sehingga banyak warga yang protes mengenai
dampak negatif oleh pembangunan hotel yang tidak mereka ketahui, disitu
warga sering merasa dirugikan.
Berdasarkan pemaparan keterangan narasumber diatas dapat
disimpulkan bahwa komunikasi yang ada antara pemerintah dan warga
masyarakat kurang begitu baik. Hal tersebut menyebabkan persepsi buruk
warga masyarakat terhadap pemerintah daerah, dimana masyarakat
53
menilai hal tersebut hanya menguntungkan pihak pemerintah dan investor
selaku pelaksana.
2. Sumber Daya
Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh
kejelasan informasi juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki oleh
implementor. Tanpa sumber daya yang memadai, tentu implementasi
kebijakan tidak akan berjalan secara optimal. Sumber daya tersebut dapat
berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor dan
sumber daya finansial. Tanpa sumber daya, maka kebijakan hanya akan
menjadi sekedar angan-angan ataupun dokumen semata.
Sumber daya yang dimiliki oleh Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta terdiri dari Kepala Dinas, Sekretaris, Kelompok Jabatan
Fungsional, Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Staf dan
Naban. Kompetisi yang dimiliki sudah cukup baik, latar belakang
pendidikan para pegawai yaitu S2, S1, D3 dan lulusan SLTA. Latar
belakang pendidikan yang baik tersebut diharapkan sejalan dengan kinerja
dan pelayanan yang baik pula guna diberikan kepada masyarakat.
Kepala Bagian Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
mengungkapkan bahwa jumlah pegawai yang ada sangat memadai untuk
pelaksanaan proses kegiatan yang ada. Sumber daya manusia tidak lagi
menjadi hambatan Kantor Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Selain sumber daya manusia, faktor yang berpengaruh
ialah sumber daya finansial. Kepala Bagian Pelayanan Kantor Dinas
54
Perizinan Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sumber daya finansial
sudah cukup baik untuk proses kegiatan di Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta, dikarenakan dana sebagai penopang pelayanan terhadap
masyarakat sudah dianggarkan. Dengan tercukupinya kedua sumber daya
tersebut diharapkan dinas terkait dapat melayani kebutuhan masyarakat
dengan baik pula.
Menurut salah satu warga selaku pemohon pengajuan izin, beliau
menyatakan bahwa pegawai di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
sudah cukup, hal ini dibuktikan ketika beliau melakukan proses
pendaftaran izin diberikan pelayanan yang cukup baik dan terarah,
pegawai-pegawai di Kantor Dinas Perizinan juga memberikan pelayanan
yang cukup baik sehingga sangat membantu proses pendaftaran izin
tersebut, selain itu kepuasan warga masyarakatpun diiringi dengan adanya
fasilitas cukup memadai yang diberikan oleh Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta sehingga warga masyarakat merasa mudah dan nyaman dalam
melakukan proses pendaftaran izin.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sumber
daya yang dimiliki oleh Kantor Dinas Perizinan sudah sangat memadai
dan sudah memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik untuk membantu
warga masyarakat Kota Yogyakarta dalam melakukan proses pendaftaran
izin.
55
3. Sikap Para Pelaksana
Menyangkut watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, dsb. Hal ini
merupakan salah satu variabel penting dalam implementasi kebijakan.
Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh
pembuat kebijakan. Dengan kata lain, pada tahap ini komitmen dan
kejujuran dari implementor sangat dibutuhkan.
Kepala Bagian Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
mengungkapkan bahwa pegawai Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
berusaha untuk selalu menerapkan nilai kejujuran dalam melaksanakan
tugas terutama dalam memilah dan memilih permohonan izin yang akan
dikabulkan. Komitmen selalu dijunjung tinggi dan menjadi dasar
pelaksanaan pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan berjalan
dengan baik. Meskipun dalam pelaksanaannya sering mendapat keluhan
dari masyarakat terkait dampak-dampak pengeluaran izin tersebut,
pegawai Kantor Dinas Perizinan Kota Yoyakarta selaku pelaksana
kebijakan selalu menerima dan menimbang serta meninjak lanjuti keluhan
dari masyarakat-masyarakat untuk diperbaiki dan menjadikan kinerja yang
lebih baik sehingga menghasilkan sesuatu yang baik pula untuk
masyarakat Kota Yogyakarta.
Hal senada diungkapkan oleh salah satu pemohon yang sedang
melakukan proses pendaftaran izin, beliau merasa para petugas yang ada di
56
Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta telah melaksanakan tugasnya
dengan jujur dan berkomitmen. Hal tersebut dilandasi dengan belum
dikeluarkannya surat izin membagun hotel dikarenakan beliau belum
memenuhi beberapa syarat yang sudah ditentukan sesuai peraturan
perundang-undangan, padahal beliau sudah mengajukan pendaftaran Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) hotel sejak bulan November Tahun 2013.
Beliau menggungkapkan bahwa pemerintah akan memproses izin tersebut
ketika beliau sudah melaksanakan dengan benar persyaratan yang ada.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk
menerapkan kebijakan, dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan impementasi
kebijakan diperlukan sebuah prosedur operasional yang standar (Standart
Operational Procedures atau SOP). SOP diperlukan sebagai pedoman
operasional bagi setiap implementor kebijakan. Selain itu struktur
organisasi birokrasi juga harus dirancang sedemikian rupa untuk
menghindari prosedur yang terlalu panjang dan rumit. Penerapan struktur
birokrasi di Kantor Dinas Perizinan secara umum sudah baik dan teratur
sehingga mempermudah masyarakat dalam menyelesaikan urusan
perizinan. Jadi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sudah
menerapkan SOP dengan baik dan harus dipertahankan dalam
pelaksanaannya, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan
57
Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dan tertuang dalam bagan
struktur organisasi brosur Profil Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
Keberhasilan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan
daerah dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik beserta hasil nyata dari
kinerja para pejabat Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terutama
pada lingkup perizinan. Menurut Utrecht (Sutedi, 2011: 167) perizinan
merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh penguasa berdasarkan
peraturan pemerintah atau undang-undang dalam keadaan tertentu, dalam
hal ini yang berwewenang atau berkuasa mengeluarkan izin ialah pihak
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
Izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah terkait perizinan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta memiliki 2 (dua) sifat, yaitu:
a. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya
mengandung unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan
yang berkaitan pada isi permohonan izin terkait. Di samping itu izin
yang bersifat memberatkan biasanya merupakan izin yang memberi
dampak beban kepada orang lain atau masyarakat sekitar. Misalnya,
pemberian izin pada pendiriaan hotel. Bagi mereka yang tinggal
disekitar hotel dan merasa dirugikan akan adanya izin tersebut
merupakan suatu beban. Hal ini terbukti dengan adanya hasil
wawancara terhadap dampak yang dirasakan oleh warga sekitar
wilayah Prawirotaman 2 Kota Yogyakarta dimana warga merasakan
kebisingan terkait dengan adanya acara-acara yang diadakan oleh
58
pihak hotel Green Host pada waktu malam hari, warga merasa
terganggu dengan acara tersebut sampai pada akhirnya suatu waktu
hotel tersebut mengadakan acara opening Art Jogja yang dilaksanakan
di roof top hotel tersebut dan beberapa warga mendatangi serta
memprotes acara tersebut, sehingga dengan terpaksa pihak hotel
menghentikan acara yang ada. Selain itu warga juga merasakan
kesesakan jalan akibat lahan parkir hotel yang kurang memadai
sehingga sangat mengganggu aktivitas para warga sekitar hotel. Hal
tersebut diungkapkan oleh Bapak Edo selaku warga yang bertempat
tinggal di belakang Hotel Green Host Prawirotaman 2.
b. Izin segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan yang
akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya relatif pendek,
misalnya izin mendirikan bangunan (IMB), yang hanya berlaku untuk
mendirikan bangunan dan akan berakhir ketika bangunan selesai
didirikan (Sutedi, 2011 : 167). Masa berlaku sertifikat Izin Mendirikan
Bangunan ialah 6 bulan. Jika dalam waktu 6 bulan sejak
dikeluarkannya izin tersebut proses pembangunan tidak mulai
dijalankan maka pemohon harus mengurus perpanjangan izin, namun
ketika dalam masa perpanjangan belum juga berjalan maka
pemerintah memberikan dua kali kesempatan dengan waktu masing-
masing adalah 6 bulan. Bagi investor yang telah melakukan
perpanjangan namun waktu tersebut tidak dimanfaatkan maka investor
harus melakukan pendaftaran ulang terkait izin mendirikan bangunan.
59
Jika dalam pelaksanaannya ternyata terdapat pelanggaran atau
mengganggu kehidupan masyarakat maka pemerintah berhak untuk
memberhentikan proses pembangunan hotel tersebut dengan langkah
awal mengkaji dan meninjau kembali proses dan tempat hotel itu
dibangun, hal tersebut dilaksanakan oleh badan pengawasan Kantor
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Bagi hotel yang terbukti melanggar
atau proses pembangunan tidak sesuai dengan sertifikat Izin
Mendirikan Bangunan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah,
maka pihak hotel harus membuat atau mengajukan lagi sertifikat Izin
Mendirikan Bangunan yang baru. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kepala Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Hal ini juga
dibuktikan dengan adanya pengeluaran izin mendirikan bangunan
baru yang ditujukan untuk PT MENDUT NUSANTARA HOTEL di
jalan Pasar Kembang No 49 Yogyakarta yang bernomor
0470/GT/2013-3804/01 Tanggal 27 Mei 2013 dengan fungsi
pembangunan hotel dan nomor 0631/GT/2014-5013/01 Tanggal 14
Agustus 2014 dengan fungsi ruang ATM. Dalam penerapannya hotel
ini belum memulai pembangunan hotel sampai sekarang. Dalam hasil
wawancara dengan Bapak Andy Prayuda selaku Human Resources
Development (HRD) beliau mengungkapkan bahwa belum
terlaksananya pembangunan tersebut diakibatkan konflik internal
berkaitan dengan finansial oleh pemilik hotel dengan kontraktor
pelaksana pembangunan hotel tersebut. Dan dalam waktu dekat ini
60
pihak hotel akan segera mengurus permohonan izin mendirikan
bangunan hotel lagi dikarenakan izin yang lama sudah melampaui
batas waktu yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Permohonan izin dalam kenyataannya tidak selalu dikabulkan,
penolakan dalam perizinan terjadi apabila kriteria yang telah ditetapkan
oleh penguasa tidak dipenuhi, kriteria terkait perizinan pembangunaan
hotel di Kota Yogyakarta termuat pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan
Hotel.
Implementasi kebijakan tidak selalu berhasil dilaksanakan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tujuan dari kebijakan tidak
selalu berjalan seperti yang dicita-citakan. Hal tersebut dikarenakan
terdapat berbagai hambatan. Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas
Perizinan Yogyakarta mengungkapkan hambatan yang ditemukan dalam
pelaksanaan kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta
diantaranya adalah hambatan pada Pengaturan waktu. Dalam rangka
memberikan pelayanan yang baik, salah satu perwujudannya ialah
ketepatan waktu. Menurut Ibu Novi Setiani salah satu pemohon pengajuan
izin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta pelayanan dalam hal waktu
tidak berjalan dengan baik karena menurut pengalaman beliau, beliau
harus menunggu cukup lama untuk berkonsultasi dengan kepala bidang
61
pelayanan dikarenakan pihak terkait sedang tidak berada di tempat
sedangkan beliau sudah membuat janji pada beberapa hari sebelumnya.
Perizinan tentu memiliki unsur atau elemen-elemen pokok dalam
proses pelaksanaannya terkait dengan perizinan pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta, yakni sebagai berikut:
a. Wewenang
Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu prinsip negara hukum. Dengan kata lain,
setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi
pengaturan maupun fungsi pelayanan harus berdasarkan undang-
undang yang berlaku.
Terkait dengan perizinan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta pemerintah daerah terutama Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Pembangunan Hotel. Baik pemerintah daerah maupun investor
harus menaati peraturan tersebut demi sukses berjalannya proses
pengajuan sampai pengeluaran izin tersebut. Mulai dari proses
pendaftaran hingga pengeluaran izin, pemerintah selalu
menerapkan dengan baik apa yang tertera pada undang-undang
yang berlaku. Mulai dari proses dan persyaratan semua harus
sesuai. Ketika ada sedikit saja pelanggaran maka pengajuan
62
perizinan tidak akan diproses, hal tersebut diungkapkan oleh Bapak
Setiyono selaku Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta.
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara bersama
Bapak Septa selaku pemohon izin mendirikan bangunan hotel di
Kota Yogyakarta, dimana belum dikeluarkannya surat izin
membagun hotel dikarenakan beliau belum memenuhi beberapa
syarat yang sudah ditentukan sesuai peraturan perundang-
undangan, padahal beliau sudah mengajukan pendaftaran Izin
Membangun Hotel (IMB) sejak bulan November Tahun 2013.
Beliau menggungkapkan bahwa pemerintah akan memproses izin
tersebut ketika beliau sudah melaksanakan dengan benar
persyaratan yang ada.
b. Izin Sebagai Bentuk Ketetapan
Dalam negara hukum modern tugas dan kewenangan
pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan,
tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, pemerintah diberikan wewenang
dalam bidang pengaturan. Dari fungsi pengaturan muncul beberapa
instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan
konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Ketetapan ini merupakan
ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin.
63
Izin merupakan jenis ketetapan yang bersifat konstitutif,
yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya
tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tidak tercantum dalam
ketetapan itu. Dalam tahap pengeluaran izin, pemerintah selalu
mengawasi berjalannya pembangunan hotel yang telah memiliki
sertifikat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bahwa dalam
pelaksanaannya pemerintah harus diyakinkan oleh para investor
terkait proses pembangunan hotel tersebut. Meyakinkan pemerintah
tidak hanya bermodalkan janji saja namun harus memberikan bukti
berupa pemenuhan persyaratan terkait pembangunan hotel yang
telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Lembaga Pemerintah
Lembaga atau kelembagaan secara teoretis merupakan
suatu rule of the game yang mengatur tindakan dan menentukan
apakah suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Dengan demikian, tata kelembagaan dapat menjadi pendorong
pencapaian keberhasilan sekaligus juga bila tidak tepat dalam
menata, maka dapat menjadi penghambat tugas-tugas termasuk
tugas menyelenggarakan perizinan.
Lembaga pemerintah dalam kajian ini ialah struktur
organisasi pada Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang
terdiri dari Kepala Dinas, Sekretaris, Kelompok Jabatan
Fungsional, Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Staf
64
dan Naban. Pembagian struktur organisasi dengan pembagian tugas
masing-masing jabatan tersebut berfungsi sebagai pendorong
pencapaian keberhasilan dengan tujuan memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat Kota Yogyakarta terutama pada
bidang perizinan.
d. Peristiwa Konkret
Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk
ketetapan, yang digunakan pemerintah dalam menghadapi
peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya
peristiwa nyata yang terjadi pada waktu tertentu, tempat tertentu
dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam,
sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun
memiliki berbagai keragaman.
Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta mengungkapkan bahwa izin dalam pembangunan hotel
di Kota Yogyakarta ditetapkan atau dikeluarkan setelah pihak
pemohon memenuhi persyaratan yang ada pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku yakni Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel dan dari hasil putusan perizinan
tersebut muncul hak serta kewajiban bagi pihak-pihak terkait baik
dalam hal waktu, tempat serta pemanfaatannya.
65
e. Proses dan Prosedur
Permohonan izin harus menempuh proses dan prosedur
yang sudah ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Selain
itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan yang ditentukan
secara sepihak oleh pemerintah selaku pemberi izin. Proses dan
prosedur serta persyaratan pada setiap permohonan berbeda-beda
tergantung jenis izinnya.
Proses dan prosedur pengajuan izin mendirikan bangunan
hotel bukanlah hal yang mudah. Pemohon harus melewati beberapa
tahap yang telah ditetuntukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, yakni pengisian formulir, pemenuhan persyaratan, tahap
konsultasi oleh Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta mengenai rencana pembangunan, pengecekan
lahan, persetujuan masyarakat setempat, perencanaan tata ruang,
dan lain-lain, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas
Pelayanan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sebagai pelaksana
pelayanan pengajuan izin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.
Secara lengkap proses dan prosedur pengajuan izin membangun
hotel tersebut tertuang pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung, yakni:
a. Pemohon mengajukan permohonan IMB secara tertulis
kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan
mengisi formulir permohonan yang telah disediakan
dengan melampirkan syarat administrasi dan syarat teknis
yang telah ditetapkan.
66
b. Apabila persyaratan permohonan lengkap maka
permohonan diterima dan didaftarkan, serta pemohon
diberi bukti pendaftaran.
c. Apabila persyaratan permohonan tidak lengkap maka
permohonan tidak dapat didaftarkan dan pemohon diberi
surat keterangan kekurangan persyaratan.
d. Terhadap permohonan yang telah didaftar, selanjutnya
dilakukan penelitian lapangan/lokasi untuk mengetahui
kebenaran persyaratan administrasi dan teknis serta
kesesuaian antara rencana kegiatan membangun dengan
persil dan dokumen rencana kota.
e. Apabila berkas permohonan dan persyaratan dinyatakan
lengkap dan benar, maka Walikota atau Pejabat yang
ditunjuk wajib menerbitkan IMB.
f. Apabila berkas permohonan dan persyaratan dinyatakan
kurang lengkap dan tidak benar, maka Walikota atau
Pejabat yang ditunjuk dapat menolak permohonan IMB
dengan disertai dengan alasan penolakan.
f. Persyaratan
Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh
pemohon untuk memperoleh izin terkait permohonannya.
Persyaratan tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat.
Persyaratan mengenai pembangunan hotel di Kota Yogyakarta
tercantum pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2
Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian
Pembangunan Hotel. Persyaratan tersebut berkaitan dengan syarat
administratif dan syarat teknis, hal tersebut diungkapkan oleh
Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta.
67
Persyaratan administrasi yang dimaksud telah tertuang pada
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung, yang terdiri dari :
a. Formulir permohonan IMB yang diisi lengkap dan
mencantumkan tanda tangan pemohon, diketahui oleh
tetangga, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),
Lurah dan Camat
b. Fotocopy KTP pemohon dan atau pemilik bangunan
yang masih berlaku
c. Fotocopy sertifikat hak atas tanah atau surat bukti
kepemilikan tanah lainnya yang sah
d. Surat pernyataan bermaterai cukup bahwa tanah yang
dimohonkan tidak dalam sengketa yang ditandatangani
oleh pemohon, pemilik tanah dan calon pemilik
bangunan.
Sedangkan dalam persyaratan teknis yang harus dipenuhi
ialah:
a. Advice planning;
b. Gambar rencana arsitektur atau teknis meliputi :
1) Gambar Tapak Bangunan (site plan) yang meliputi:
letak bangunan, akses jalan, parkir, penghijauan/RTH
dan lain-lain;
2) Denah, Tampak Depan dan Tampak Samping;
3) Rencana Pondasi;
4) Rencana Atap;
5) Gambar Potongan;
6) Gambar Instalasi dan sanitasi;
7) Gambar Struktur meliputi gambar pondasi, kolom,
balok, tangga, plat lantai, rangka atap baja;
8) Tanda tangan penanggung jawab gambar;
9) Gambar letak sistem deteksi dan proteksi kebakaran
yang disahkan oleh instansi teknis, kecuali rumah
tinggal tunggal dan rumah deret sederhana.
c. Terhadap ketinggian bangunan yang ketinggian melebihi
ketentuan dalam dokumen Perencanaan Kota pada
kawasan intensitas tinggi harus mendapatkan rekomendasi
ketinggian bangunan;
d. Terhadap bangunan cagar budaya, bangunan yang berada
di kawasan cagar budaya dan bangunan yang berada pada
68
garis sempadan sungai memerlukan rekomendasi/surat
keterangan dari instansi teknis yang berwenang.
e. Kajian Lingkungan Hidup sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Terhadap permohonan IMB menara telekomunikasi harus
dilengkapi:
1) Berita Acara hasil sosialisasi dan daftar hadir dari
warga sekurang-kurangnya dalam radius
satu setengah tinggi menara dan diketahui Lurah dan
Camat setempat.
2) Asuransi keselamatan bagi warga sekitar dalam radius
tersebut.
g. Waktu Penyelesaian Izin
Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh lembaga
yang bersangkutan. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan.
Dimensi waktu selalu melekat pada proses perizinan karena adanya
tata cara dan prosedur yang harus ditempuh seseorang dalam
mengurus perizinan tersebut.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan
Kota Yoagyakarta, Pemerintah Daerah khususnya Kantor Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta menetapkan waktu penyelesaian izin
dalam hal izin mendirikan bangunan dalam 3 bagian yakni:
a. Bangunan sederhana: 21 hari
b. Bangunan tidak pakai hitungan konstruksi: 25 hari
c. Bangunan pakai hitungan konstruksi: 28 hari
Pembangunan hotel merupakan bangunan pakai hitungan
konstruksi, maka proses penyelesaian izin memerlukan waktu 28
hari. Perhitungan proses tersebut dimulai sejak terpenuhinya
69
syarat-syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemohon
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h. Biaya Perizinan
Biaya pelayanan perizinan terrmasuk rinciannya sudah
ditetapkan dalam proses pemberian izin yang meliputi rincian
untuk tindakan penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan
pengajuan. Rincian tersebut sudah ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta, biaya perizinan pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No
3 Tahun 2013 tentang restribusi bangunan tertentu. Secara lengkap
dipaparkan pada peraturan tersebut, yakni:
Penetapan struktur dan besaran retribusi IMB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dengan menggunakan :
Rumus perhitungan retribusi yang diatur sebagai berikut:
1. Retribusi pembangunan bangunan gedung baru/perluasan
bangunan :
L x It x 1,00 x HSbg
2. Retribusi rehabilitasi/renovasi bangunan gedung : L x It
x Tk x HSbg
3. Retribusi prasarana bangunan gedung baru : V x I x 1,00
x HSpbg
4. Restribusi rehabilitasi/renovasi prasarana bangunan
gedung : V x I x Tk x HSpbg
Keterangan :
L = luas lantai bangunan gedung.
V = Volume/besaran (dalam satuan m2, m’, unit).
I = Indeks.
It = Indeks terintegrasi.
It = If x Ik x Iwp
Ik = Σ (Ipk x Bobot)
70
If = Indeks fungsi
Ik = Indeks Klasifikasi
Ipk = Indeks parameter klasifikasi
Iwp = Indeks waktu penggunaan
Tk = Tingkat kerusakan.
0,45 untuk tingkat kerusakan sedang.
0,65 untuk tingkat kerusakan berat.
HSbg = Harga satuan retribusi bangunan gedung.
HSpbg = Harga satuan retribusi prasarana bangunan
gedung.
i. Pengawasan Penyelenggaraan Izin
Dalam hal ini pengawasan harus dilakukan karena kinerja
pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah dituntut
untuk lebih baik. Pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh
birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran
bukan digerakkan oleh misi. Hal tersebut berdampak pada
pelayanan yang menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif,
sehingga tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat
yang selalu berkembang. Juga disebabkan oleh budaya aparatur
dan penguasa yang kurang disiplin serta sering melanggar
peraturan. Adanya pembuatan metode atau sistem pelayanan
perizinan terkadang tidak dapat mengatasi dampak atau masalah,
sehingga dari hari ke hari keluhan dari masyarakat bukan menjadi
berkurang tetapi malah bertambah.
Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sudah menyiapkan badan
pengawasan yang bertugas mengawasi proses pembangunan hotel
di Kota Yogyakarta. Pengawasan dilaksanakan setelah
dikeluarkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pengawasan
71
tersebut meliputi pengawasan tata ruang, waktu pembangunan,
kesesuaian pelaksanaan pembangunan dengan IMB, kajian lalu
lintas, kajian lingkungan, dan lain-lain. Beberapa hal terkait
dengan pengawasan tersebut tertuang pada Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung yang
meliputi:
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan mendirikan bangunan
gedung dilakukan oleh SKPD yang menerbitkan IMB
dapat berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya.
(2) Pengawasan pelaksanaan mendirikan bangunan gedung
meliputi pemeriksaan kesesuaian fungsi, persyaratan
tata bangunan dan lingkungannya, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan terhadap IMB
yang telah diterbitkan.
(3) Dalam melakukan pengawasan, petugas dari instansi
sebagaimana dimaksud adalah
Berwenang:
a. Memasuki dan memeriksa lokasi kegiatan
pelaksanaan mendirikan bangunan; dan
b. Memerintahkan kepada pelaksana dan/atau pemilik
bangunan untuk mengubah, memperbaiki,
membongkar atau menghentikan sementara
kegiatan mendirikan bangunan apabila
pelaksanaannya tidak sesuai dengan IMB.
(4) Apabila dipandang perlu petugas dapat meminta agar
IMB beserta lampirannya diperlihatkan.
(5) Petugas dalam melaksanakan pengawasan pelaksanaan
mendirikan bangunan harus membawa:
a. Surat Tugas; dan
b. Kartu tanda pengenal
Namun dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan hotel
di Kota Yogyakarta terkesan belum maksimal. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya beberapa keluhan dari masyarakat
sekitar berkaitan dengan dampak negatif pembangunan hotel
seperti yang diungkapkan oleh Bapak Nugroho terkait dampak
72
negatif yang dirasakan oleh warga Kampung Miliran Yogyakarta,
warga masyarakat mengalami kekeringan dan sumur merek
menjadi asat akibat pembangunan Fave Hotel diwilayah tempat
mereka tinggal.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa proses
pengawasan terhadap pembangunan tersebut belum berjalan
dengan maksimal, sehingga masih menimbulkan dampak kerugian
yang dirasakan oleh warga masyarakat Kota Yogyakarta.
j. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa
Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan perizinan
wajib menyelesaikan setiap pengaduan masyarakat mengenai
ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan izin sesuai wewenang.
Untuk menampung pengaduan masyarakat tersebut unit pelayanan
perizinan harus menyediakan sarana pengaduan dalam
menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut.
Mekanisme pengaduan merupakan mekanisme yang dapat
ditempuh oleh pemohon izin atau pihak-pihak yang dirugikan
akibat dikeluarkannya izin. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk memperbaiki kualitas pelayanan secara terus-
menerus. Apabila dalam penyelesaian pengaduan tersebut oleh
pemohon atau pihak yang dirugikan akibat pengeluaran izin, maka
dapat melakukan penyelesaian melalui jalur hukum, yakni melalui
73
mediasi, ombusman, atau ke pengadilan untuk menyelesaikan
sengketa hukum perizinan tersebut.
Kantor Dinas Perizinan menyediakan layanan pengaduan
melalui surat, telepon, email, atau bisa datang langsung kebagian
Bidang Pengawasan Kantor Dinas Perizinan. Setelah aduan
diterima, pemerintah segera melakukan pengecekan terkait dengan
pengaduan tersebut apakah sesuai kenyataan atau tidak. Kegiatan
pengecekan tersebut dilaksanakan oleh bidang pengaduan dan
bidang pengawasan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
Menurut hasil wawancara dengan Bapak Nugroho warga
Kampung Miliran Kota Yogyakarta, beliau mengungkapkan
bahwa:
“Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak
didirikannya Fave Hotel. Warga masyarakat banyak yang
mengeluhkan hal tersebut, bukan hanya saya saja. Warga
akhirnya sepakat untuk memprotes pihak Fave Hotel
namun tidak ada respon dari pihak hotel tersebut. Akhirnya
saya bersama beberapa warga sebagai perwakilan
memutuskan untuk berangkat ke Kantor Dinas Perizinan
bermaksud untuk memprotes hal tersebut pada pemerintah,
akhirnya beberapa hari kemudian pemerintah bersama
Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta mendatangi
Fave Hotel guna meninjau langsung keluhan masyarakat.
Ironisnya pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan
Lingkungan Hidup malah beragumen membenarkan
operasional hotel karena dinilai sudah tepat mengambil
sumber air dalam yang tidak akan menganggu air sumber
air dangkal masyarakat. Padahal jelas-jelas sumur warga
terdampak menjadi kering.”
Dari pemaparan di atas, hal-hal terkait manimbulkan
persepsi buruk dari warga masyarakat terhadap kinerja Pemerintah
74
Daerah Kota Yogyakarta yang terkesan kurang memperdulikan
kesejahteraan dana kenyamanan kehidupan warga masyarakatnya.
k. Sanksi
Sebagai produk kebijakan publik, peraturan perizinan di
Indonesia perlu memperhatikan materi sanksi yang harus dijalani
akibat penyalahgunaan atau pelaksanaan yang tidak sesuai dengan
kaidah. Terkait penyalahgunaan perizinan pembangunan hotel
terdapat beberapa sanksi yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung,
yakni:
(1) Pemilik dan/atau pengguna yang melanggar Peraturan Daerah
ini dikenakan sanksi administratif sebagai berikut :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan
bangunan gedung;
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung.
(2) Mekanisme dan tata cara penjatuhan sanksi administratif
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
l. Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban antara pemohon izin dan instansi
pemberi izin harus tertuang dalam peraturan perizinan di
Indonesia. Tertulis dengan jelas dan memuat hal pokok mengenai
75
keseimbangan antara pihak serta wajib dipenuhi oleh para pihak
(Sutedi, 2011: 192-193).
Sehubungan dengan elemen perizinan, dikabulkannya
permohonan pengajuan izin memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi
sebagai penertib dan pengatur. Sebagai fungsi penertib
dimaksudkan agar izin pada pembangunan tempat usaha atau
dalam dalam topik ini adalah pembangunan hotel, sehingga
kegiatan pembangunan tersebut berjalan secara baik sesuai dengan
ketentuan dan tidak menganggu kegiatan atau kehidupan
bermasyarakat di wilayah sekitarnya. Sedangkan dalam fungsi
mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan
sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak terdapat
penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi
pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh
pemerintah.
Fungsi dari izin bangunan ini dapat dilihat dari beberapa hal,
yaitu:
a. Segi Teknis Perkotaan
Pemberian izin mendirikan bangunan sangat penting bagi
pemerintah guna mengatur, menetapkan, dan merencanakan
pembangunan gedung di wilayah sesuai dengan potensial dan
prioritas kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan gedung di
daerah kota tersebut, pelaksanaan pembangunan diwajibkan
76
memiliki izin mendirikan bangunan dan pembangunannya sesuai
dengan yang disetujui oleh dinas perizinan yang berlandaskan
peraturan yang berlaku. Terkait fungsi dari segi teknis perkotaan,
Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta mengacu pada Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan
Gedung sebagai pokok syarat pengeluaran izin mendiirkan
bangunan di Kota Yogyakarta. Semua investor yang mendaftar
harus menaati peraturan di dalam undang-undang tersebut sebagai
prosedur dan syarat dikeluarkannya izin mendirikan bangunan.
b. Segi Kepastian Hukum
Izin mendirikan bangunan sangat penting artinya sebagai
pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal
pembangunan. Bagi masyarakat pentingnya izin mendirikan
bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap
hak dan kewajiban akibat pembangunan tersebut, sehingga tidak
adanya gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan
memungkinkan untuk mendapatkan keamanan serta ketentraman
didalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan. Sedangkan untuk
pemilik bangunan ialah sebagai sarana atau bukti kepemilikan
bangunan yang sah (Sutedi, 2011 : 193).
Dalam mengatur dan mengendalikan tata ruang Kota
Yogyakarta pemerintah Kota Yogyakarta mengeluarkan Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian
77
Pembangunan Hotel, sehingga pemerintah dapat mengendalikan
pembangunan hotel yang semakin marak ini. Sedangkan untuk
menjamin hak dan perlindungan terhadap masyarakat Kota
Yogyakarta pemerintah mengeluarkan izin terkait hotel dengan
prosedur dan syarat yang melibatkan persetujuan masyarakat
setempat untuk memutuskan dikeluarkan atau tidaknya izin
mendirikan bangunan tersebut.
D. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta
Pembangunan merupakan suatu keniscayaan untuk menuju kemajuan
bangsa. Namun pada sisi lain, pembangunan dapat menimbulkan konsekuensi
terhadap lingkungan seperti kerusakan dan pencemaran, apalagi dilakukan
tanpa perencanaan yang baik. Pada dasarnya, pembangunan dan lingkungan
hidup merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan sebagaimana halnya
dua sisi mata uang yang mempunyai nilai sama, karena sama-sama
mendukung eksistensi manusia di bumi ini. Untuk itu, pembangunan dan
lingkungan hidup harus berjalan secara serasi dan harmonis sehingga tujuan
dan manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh manusia (Andy
hamzah, 2005 : 1).
Pembangunan terjadi di banyak sektor, dan salah satunya adalah di
sektor pariwisata. Hotel merupakan salah satu bentuk dari pembangunan di
sektor pariwisata. Namun, apabila suatu pelaku usaha akan mendirikan hotel
harus memiliki izin, yang salah satunya adalah izin lingkungan yaitu izin bagi
kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka
78
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
memperoleh izin usaha dan / atau kegiatan.
Saat ini perkembangan pembangunan di Kota Yogyakarta berlangsung
sangat cepat, banyak muncul bangunan-bangunan baru di wilayah Kota
Yogyakarta, termasuk pembangunan hotel-hotel baru. Adanya pembangunan
hotel bisa mengubah perilaku warga masyarakat, oleh karena itu
pembangunan hotel juga harus memperhatikan kawasan yang ada.
Keberadaan hotel di Kota Yogyakarta menimbulkan dampak, baik
positif maupun negatif sebagai berikut:
a. Dampak positif
1) Adanya pembangunan hotel meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang berupa pajak, retribusi ataupun pungutan-pungutan
lain.
2) Keberadaan hotel dapat menambah lapangan pekerjaan.
3) Keberadaan hotel mendukung pembangunan Kota Yogyakarta
sebagai kota pariwisata, karena hotel merupakan salah satu pilar
pengembangan pariwisata.
4) Pertumbuhan jumlah hotel dapat meningkatkan kegiatan ekonomik
b. Dampak negatif
79
Terlepas dari adanya dampak positif, pembangunan hotel juga
menimbulkan dampak negatif. Secara fisik, pembangunan hotel yang cukup
besar dan dengan ketinggian tertentu pasti akan menggunakan fondasi dan
basement yang berdampak pada terpotongnya suplay air tanah ke permukaan.
Usaha perhotelan juga menarik wisatawan untuk berkunjung. Karena sebagian
wisatawan menggunakan kendaraan roda empat, dan kurangnya lahan parkir
hotel maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan arus lalu lintas,
dan semakin banyak terjadi polusi udara. Di samping itu, aktivitas perhotelan
selalu menggunakan cadangan air tanah pada cekungan air tanah yang berada
di lokasi hotel tersebut. Dalam hal ini, hotel tentu saja mengambil cadangan
air tanah yang juga menjadi hak masyarakat setempat. Selain dampak negatif
tersebut di atas, aktivitas hotel tentu saja menghasilkan limbah, baik limbah
padat, cair, maupun gas. Limbah padat merupakan limbah yang berwujud
padat, bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang
memindahkannya, misalnya sisa makanan, sayuran, sobekan kertas, sampah,
plastik dan logam. Limbah cair merupakan limbah yang berwujud cair, terlarut
dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam, misalnya limbah cuci
piring, septi tank, limbah mandi, dan limbah laundry. Limbah gas merupakan
zat buangan yang berwujud gas dan dapat dilihat dalam bentuk asap, misalnya
pipa pembuangan asap hotel, dan sebagainya.
Selama beberapa tahun terakhir, keberadaan hotel di Kota Yogyakarta
memang menimbulkan dilema yang tak mudah diselesaikan. Di satu sisi,
perekonomian Yogyakarta, bahkan DIY sebagai provinsi, kian ditopang oleh
80
sektor jasa dan pariwisata sehingga hotel adalah pendukung perekonomian
yang penting. Namun pembangunan hotel yang kian tak terkendali juga
berdampak negatif.
Sejumlah warga di beberapa kampung di Kota Yogyakarta
mengeluhkan kekeringan sumur-sumur mereka. Semua kampung yang
mengalami kekeringan itu berada di dekat hotel. Aksi protes pun muncul
diiringi penolakan warga di sejumlah kampung terhadap rencana
pembangunan hotel di lingkungan mereka. Selain dampak kekeringan,
dampak yang dirasakan warga masyarakat Kota Yogyakarta adalah
kemacetan lalu lintas.
Cara protes warga pun beraneka ragam, mulai dari pembuatan mural,
mandi pasir, demo, pembuatan petisi, dan lain-lain. Saat ini, sejumlah
kelompok masyarakat, baik aktivis lingkungan, seniman, maupun masyarakat
awam, yang menyikapi secara kritis pembangunan hotel tergabung dalam
gerakan Warga Berdaya. Gerakan itu aktif mengampanyekan pentingnya
membatasi pembangunan hotel di Yogyakarta agar tidak menyebabkan
dampak negatif terhadap hotel.
E. Upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta Dalam Mengatasi Dampak
Negatif Yang Ditimbulkan Oleh Pembangunan Hotel di Kota
Yogyakarta
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL) merupakan salah satu persyaratan yang wajib
dipenuhi dalam pelaksanaan penerbitan izin lingkungan, termasuk izin
lingkungan untuk kegiatan hotel, sehingga bagi usaha atau kegiatan yang
UKL-UPL nya ditolak, maka pejabat pemberi izin wajib menolak penerbitan
81
izin lingkungan, sehingga izin usaha atau kegiatan yang bersangkutan tidak
akan diproses. UKL-UPL dinyatakan berlaku sepanjang usaha atau kegiatan
tidak melakukan perubahan lokasi dan desain tata ruang dan wilayah, hal ini
diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota
Yoyakarta.
UKL-UPL juga merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan
preventif terhadap pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang
mungkin ditimbulkan oleh aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya
sebagai salah satu instrumen dalam perencanaan usaha atau kegiatan, UKL-
UPL tidak dilakukan setelah usaha atau kegiatan dilaksanakan melainkan
UKL-UPL dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail rekayasa.
Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012, penyusunan
UKL-UPL dilakukan dengan mengisi formulir dengan format yang ditentukan
oleh pemerintah antara lain, identitas pemrakarsa, rencana usaha atau
kegiatan, dampak lingkungan yang akan terjadi, dan program pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup, hal tersebut juga harus mendapat persetujuan
dari masyarakat wilayah hotel didirikan. Di samping persyaratan UKL-UPL
hotel ini sangat lemah secara normatif, kekuatan modal investor menjadi
kekuatan yang dapat mempengaruhi proses kelayakan UKL-UPL dalam
pembangunan hotel.
Kondisi ini dapat dilihat dari banyak dibangunnya hotel baru di
wilayah dengan kompleksitas persoalan lingkungan yang tinggi, seperti
kepadatan pemukiman, kondisi rentan air tanah, kemacetan lalu lintas ataupun
82
adanya konflik dengan masyarakat. Keberadaan hotel di kawasan padat
pemukiman selain memberikan dampak positif berupa terbukanya lapangan
kerja bagi penduduk sekitar, juga menimbulkan dampak negatif, yaitu
semakin sempitnya kawasan terbuka hijau. Selain itu jika dilihat dari aspek
ketertiban dan keamanan keberadaan hotel di kawasan padat permukiman
menjadi rentan terjadinya tindak pidana, seperti praktek prostistusi, perjudian,
keramaian hiburan malam dan sebagainya. Keberadaan hotel juga berimplikasi
pada peningkatan aktifitas di kawasan perhotelan, termasuk di sektor
transportasi, sehingga cenderung menimbulkan kemacetan lalu lintas. Oleh
karena itu, pendirian hotel seharusnya mempertimbangkan aspek sarana dan
prasarana di bidang transportasi, di samping area parkir sehingga dapat
menyebabkan kemacetan lalu lintas. Kompleksitas persoalan terkait pendirian
hotel tersebut tidak cukup diantisipasi oleh persyaratan UKL-UPL, meskipun
secara normatif rencana pendirian hotel tersebut hanya dipersyaratkan UKL-
UPL berdasarkan Peraturan Menteri LH No. 5 Tahun 2012 Tentang Jenis
rencana usaha atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL. Adanya
kompleksitas permasalahan tersebut mestinya diantisipasi dengan persyaratan
AMDAL, bukan UKL-UPL ungkap Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta.
Dalam rangka pencegahan dampak negatif pembangunan hotel di Kota
Yogyakarta, Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta berupaya mengendalikan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogyakarta
mengeluarkan Peraturan Walikota No. 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian
83
Pembangunan Hotel. Sebenarnya sudah sangat jelas, bahwa Pemerintah Kota
Yogyakarta serius dalam menghentikan sementara izin mendirikan hotel,
karena kondisi perkembangan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta yang
berkembang sangat pesat dengan tingkat kemacetan arus lalu lintas di Kota
Yogyakarta sangat tinggi.
Namun efektivitas keseriusan Perwal dalam membatasi pembangunan
Hotel di Kota Yogyakarta memang pantas untuk dipertanyakan. Bukan hanya
jangka waktunya yang singkat dan tidak cukup untuk menata kembali
pembangunan kota, Perwal tersebut juga hanya menahan sejenak pendaftaran
izin membangun hotel, sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk
hotel tetap bisa di proses dan diterbitkan kalau permohonan izin pendirian
hotel sudah diajukan sebelum tanggal 1 Januari 2014.
Adapun kendala yang dihadapi dalam pengendalian persoalan
lingkungan berkenaan dengan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta yaitu
kuatnya tekanan modal yang besar dari investor dalam pembangunan hotel di
Yogyakarta sehingga dapat mempengaruhi berubahnya peraturan serta
kebijakan pemerintah dalam pemberian izin pendirian hotel. Pemerintah dapat
dengan mudah mengeluarkan izin pendirian hotel demi meningkatkan
pendapatan daerah.
Saat ini keluhan permasalahan dalam implemetasi perizinan
pembangunan hotel yang berkembang di Kota Yogyakarta menjadi tolak ukur
pemerintah dalam mengeluarkan perizinan pembangunan hotel. Karena
84
dengan dikeluarkan perizinan pembangunan hotel tersebut masih
menyebabkan dampak negatif pada lingkungan dan warga masyarakat lah
yang paling merasakan dampaknya, meskipun pemerintah sudah
melaksanakan peraturan terkait perizinan dengan benar.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat
diambil kesimpulan mengenai implementasi kebijakan mengenai perizinan
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta yakni sebagai berikut:
Pertama, Pembangunan hotel Di Kota Yogyakarta mengacu pada
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan
Gedung dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel dalam prosedur, syarat dan proses
pelaksanaannya.
Kedua, Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam
mengimplementasikan kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta yang mengacu pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor. 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel
cukup baik. Pemerintah selalu menerapkan peraturan tersebut dengan baik
dan benar. Para investor juga melaksanakan prosedur dan persyaratan sesuai
undang-undang yang berlaku dalam pengajuan permohonan izin
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Namun yang kurang dalam hal ini
ialah pelaksanaannya kadang tidak sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB). Investor melaksanankan pembangunan tidak sesuai dengan IMB yang
dikeluarkan sehingga membuat pemerintah daerah harus memberhentikan
86
proses pembangunan tersebut dan meminta pihak hotel mendaftarkan kembali
IMB yang sesuai. Dan implementasi tersebut masih banyak menimbulakan
dampak serta persepsi buruk masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah
kota Yogyakarta.
Ketiga, Dampak positif yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel
di Kota Yogyakarta ialah
1) Adanya pembangunan hotel meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD) yang berupa pajak, retribusi ataupun pungutan-pungutan
lain.
2) Keberadaan hotel dapat menambah lapangan pekerjaan.
3) Keberadaan hotel mendukung pembangunan Kota Yogyakarta
sebagai kota pariwisata, karena hotel merupakan salah satu pilar
pengembangan pariwisata.
4) Pertumbuhan jumlah hotel dapat meningkatkan kegiatan ekonomi.
Sedangkan Dampak negatif yang dirasakan oleh warga masyarakat
Kota Yogyakarta akibat pembangunan hotel ialah kekeringan,
gangguan limbah, pencemaran air dan udara, kemacetan lalu lintas,
serta terganggunya kenyamanan dan ketenangan kehidupan
bermasyarakat mereka terutama pada saat beristirahat.
Keempat, Upaya yang dilakukan oleh pemeritah dalam mengatasi
dampak negatif akibat pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ialah dengan
87
mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Pembangunan Hotel. Namun dalam kenyataannya upaya
tersebut masih belum optimal, karena masih banyak warga masyarakat yang
merasakan dampak negatif tersebut sampai saat ini.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan oleh penulis, maka
penulis memberikan saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca dan pihak yang berkepentingan. Adapun saran tersebut, antara
lain sebagai berikut:
1. Untuk Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta
a. Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta diharapkan lebih
memperhatikan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh
pembangunan hotel.
b. Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta tetap mempertahankan
implementasi kebijakan yang sudah cukup baik.
2. Untuk Investor Selaku Pemohon Izin
a. Investor diharapkan lebih memperhatikan kepentingan dan
kehidupan warga masyarakat disekitar pembangunan hotel.
b. Investor diharapkan lebih meningkatkan ketaatan dalam
menerapkan peraturan yang berlaku terkait dengan perizinan
pembangunan hotel.
88
c. Investor diharapkan lebih selektif dalam memilih lahan yang akan
dibangun hotel sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang
sering terjadi.
89
DAFTAR PUSTAKA
Baskoro, Haryadi. (2011). Wasiat HB XI Yogyakarta Kota Republik. Yogyakarta:
Galangpress.
Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Cholis, Aunurohman. (2007). Malioboro Soal Pembangunan Kawasan Pejalan
Kaki dan Dusta Proyek-proyek disana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Hamzah, Andy. (2005). Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika.
Harsono, Hanifah. (2002). Implementasi Keebijakan dan Politik. Jakarta: Rinheka
Karsa.
https://jogjaoradidol.wordpress.com/2014/09/24/20140925-jelajah-dan-diskusi-
dalam-rangka-kegiatan-gondolayu-ora-didol/#more-8
http://sorotjogja.com/ombudsman-telusuri-perizinan/
http://www.mongabay.co.id/2015/04/29/pembangunan-hotel-dan-mal-di-
yogyakarta-merusak-lingkungan-mengapa/
http://nurina-ayuningtyas.blogspot.com/2012/02/komitmen-organisasi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/otonomi_daerah http://www.phrionline.com/page-search-results.html?s=yogyakarta
Indiahono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Kansil, (2002). Pemerintah Daerah Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.
Nugroho, Iwan. (2011). Ekowisata Dan Pembangunan Berkelanjutan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Oka. (1983). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
90
Ridwan. (2003). Hukum Administrasi Negara.Yogyakarta: UII Press.
Siswanto, Sunarno. (2009). Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Suharno. (2010). Dasar- Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfa Beta.
Sujamto. (1984). Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggung Jawab. Jakarta
Timur: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sunggono, Bambang. (1994). Hukum Dan Kebijakasanaan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika.
Susanto, Budi. (1994). Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa
Kebudayaan. Yogyakarta: Lembaga Studi Realino.
Sutedi, Adrian. (2011). Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik.
Jakarta: Sinar Grafika.
Usman, Nurdin. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Semarang:
GV Obor Pustaka.
Wahab, Abdul. (2004). Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakasanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Widjaja. (2005). Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Winarno, Budi. (2007). Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Ridwan, 2010. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
91
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MENGENAI PERIZINAN
PEMBANGUNAN HOTEL DI KOTA YOGYAKARTA
Pedoman wawancara untuk Pemerintah Daerah (Kepala Dinas Perijinan)
Kota Yogyakarta
1. Bagaimana langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
menginformasikan regulasi mengenai syarat dan prosedur perizinan
pembangunan hotel kepada pengusaha?
2. Siapa atau instansi bagian apa yang bertugas menjelaskan mengenai tata
cara dan syarat perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?
3. Apa saja pokok syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha sebagai
langkah perizinan pembangunan hotel?
4. Bagaimana cara Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
proses pembangunan hotel?
5. Siapa dan instansi bagian apa bertugas melakukan pengawasan terhadap
proses pembangunan hotel tersebut?
6. Apakah ada pembicaraan antara Pemerintah Daerah dan pengusaha
mengenai model dan konsep hotel yang akan dibangun, terkait dengan
ketentuan pendirian bangunan atau gedung di Kota Yogyakarta?
7. Apakah ada kesulitan dalam pelaksanaan pengawasan proses
pembangunan hotel tersebut, jika ada apa saja?
92
8. Kendala apa saja yang paling sering ditemui saat melaksanakan tugas
pengawasan tersebut?
9. Apakah ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dampak
pembangunan hotel bagi warga masyarakat?
10. Bagaimana penerapan atau implementasi undang-undang tersebut?
11. Ketika dalam pra dan paska pembangunan hotel menyebabkan dampak
negatif bagi warga, siapakah yang harus bertanggung jawab?
12. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Derah untuk mencegah terjadinya
dampak-dampak negatif yang mungkin akan terjadi?
13. Ketika dalam suatu pengerjaan sebuah bangunan hotel terjadi suatu
kendala, apakah Pemerintah Daerah turut serta dalam mengatasi kendala
tersebut?
14. Apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengatasi kendala
tersebut?
15. Apa tujuan dari dikeluarkannya Peraturan Wali Kota No.77 Tahun 2013
pengendalian hotel?
16. Pengendalian hotel tersebut bertujuan untuk apa?
17. Sejak dan sampai kapan peraturan tersebut berlaku?
93
Pedoman wawancara untuk Pengusaha Hotel Kota Yogyakarta
1. Bagaimana langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk menginformasikan regulasi mengenai syarat dan prosedur
perizinan pembangunan hotel kepada calon pengusaha?
2. Siapa atau instansi bagian apa yang bertugas menjelaskan mengenai tata
cara dan syarat perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?
3. Apa saja pokok syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha sebagai
langkah perizinan pembangunan hotel?
4. Apa saja kendala yang paling sering ditemui dalam proses pembangunan
hotel?
5. Apa saja upaya pemerintah dalam membantu mengatasi kendala
tersebut?
6. Bagaimana cara Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
proses pembangunan hotel?
7. Siapa dan instansi bagian apa bertugas melakukan pengawasan terhadap
proses pembangunan hotel tersebut?
8. Apakah ada pembicaraan antara Pemerintah Daerah dan pengusaha
mengenai model dan konsep hotel yang akan dibangun, terkait dengan
ketentuan pendirian bangunan atau gedung di Kota Yogyakarta?
9. Ketika dalam pra dan paska pembangunan hotel menyebabkan dampak
negatif bagi warga, siapakah yang harus bertanggung jawab?
94
10. Apakah dalam pra dan paska pembangunan hotel tersebut pengusaha
selalu menggunakan regulasi terkait sebagai acuan atau pedoman dalam
menjalankan usahanya?
11. Apakah ada isi dalam regulasi atau kebijakan tersebut yang memberatkan
pengusaha? Jika ada bagian mana dan apa sebabnya?
12. Upaya apa yang dilakukan pengusaha untuk mencegah terjadiya dampak-
dampak negatif yang mungkin akan terjadi?
13. Ketika dalam suatu pengerjaan sebuah bangunan hotel terjadi suatu
kendala, apakah Pemerintah Daerah turut serta dalam mengatasi kendala
tersebut?
14. Apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam membantu mengatasi
kendala tersebut?
Pedoman wawancara untuk Warga Masyarakat Kota Yogyakarta
1. Apa saja dampak yang dirasakan oleh warga dalam pra dan paska
pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?
2. Dampak apa saja yang paling dirasakan oleh para warga?
3. Apakah ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dampak
pembangunan hotel bagi warga masyarakat?
4. Apakah penerapan atau implementasi undang-undang tersebut sudah
berjalan dengan baik?
5. Ketika dalam pra dan paska pembangunan hotel menyebabkan dampak
negatif bagi warga, siapakah yang bertanggung jawab?
95
6. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Derah dan pengusaha dalam
mencegah terjadiya dampak-dampak negatif yang terjadi?
96
Lampiran 2
TRANSKIP WAWANCARA
1. Narasumber : Setiyono, S.sos.
Jabatan :Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas
Perizinan
Pendidikan : S1
Waktu/Tempat : Senin dan Selasa (4/5 Oktober 2015)
Di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
a. Peneliti: Apa yang menjadi landasan perizinan pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta?
Narasumber: Yang menjadi landasan dan mengatur proses perizinan
tersebut adalah Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun
2012 tentang Bangunan Gedung dan sekarang sudah ada peraturan
walikota yang sudah ditetapkan yaitu Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
Semua prosedur dan syarat secara lengkap sudah ada disitu. Semua
mengacu paa undang-undang itu. Saya tinggal menjalankan sesuai
peraturan tersebut mbak.
b. Peneliti: Bagaimana langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk menginformasikan regulasi mengenai syarat dan
prosedur perizinan pembangunan hotel kepada investor?
Narasumber: Langkah yang pertama melalui konsultasi kepada saya,
saya yang menguraikan dan menjelaskan kembali tentang apa yang
sudah ada pada peraturan perundang-undangan. Jadi investor bertemu
langsung dengan saya, berkonsultasi mengenai beberapa hal seperti
prosedur serta syarat-syarat yang harus dilaksanakan.
c. Peneliti: Apa saja pokok syarat yang harus dipenuhi oleh investor
sebagai langkah dikeluarkannya izin pembangunan hotel?
Narasumber: Semua sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang jelas harus ada bukti nyata pemenuhan persyaratan tadi mbak.
97
Harus ada AMDAL, kajian lalulintas, persetujuan warga sekitar, dan
lain-lain. Dan jika pembangunan tersebut berkaitan dengan kawasan
cagar budaya, investor harus mengurus izin juga di Dinas Pariwisata.
Jadi ketika investor mau mendapatkan izin maka harus memenuhi
semua persyaratannya.
Peneliti: Apakah ada pihak hotel yang keberatan dengan prosedur dan
syarat sehingga akhirnya mereka melakukan negoisasi?
Narasumber: Ada mbak, tapi kami tolak. Kami tidak menerima
negoisasi. Semua prosedur dan syarat tetap harus sesuai peraturan
perundang-undangan. Persyaratan harus lengkap dan benar. Kalau
tidak sesuai ya tidak kami urus mbak.
Peneliti: Berapa lama proses pengeluaran izin tersebut ?
Narasumber: Untuk proses pembangunan hotel sendiri totalnya adalah
28 hari mbak. Karena hotel merupakan bangunan dengan hitungan
konstruksi. Jadi setelah 28 hari izin langsung kami keluarkan dan
kaami lakukan pengawasan.
Peneliti: Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus izin
pembangunan hotel?
Narasumber: Itu menurut restribusi yang ada diundang-undang
peraturan daerah No 3 Tahun 2013 tentang restribusi mbak. Semua
lengkap disana.
d. Peneliti: Bagaimana cara pemerintah daerah melakukan pengawasan
terhadap proses pembangunan hotel?
Narasumber: Terhadap izin yang sudah kami keluarkan, langsung kami
awasi. Yang mengawasi dari bidang pengawasan. Jika dalam 6 bulan
sejak izin keluar belum juga membangun, investor harus melakukan
peerpanjangan IMB. Jika belum membangun lagi maka diberi
kesempatan 2 kali 6 bulan. Jadi totalnya masa berlaku adalan 18
bulan. Dan pembangunan itu harus sesuai IMB yang sudah
dikeluarkan.
98
Peneliti: Apakah dalam pelaksanaan ada hotel yang melanggar IMB
yang telah dikeluarkan?
Narasumber: Banyak mbak hotel yang melanggar. Harusnya kan
bangunan yang mereka buat harus sesuai IMB, setelah kami meninjau
ternyata bangunan beda. Dan mereka harus mendaftarkan IMB baru.
Kalau tidak membuat lagi ya izinnya kami cabut. Proses
mendaftarkannya pun harus dari awal prosesnya. Tapi kalau hanya
beberapa atau tidak banyak merubah, hotel hanya mengajukan gambar
kembali.
e. Peneliti: Apakah ada pembicaraan antara pemerintah daerah dan
investor mengenai model dan konsep hotel yang akan dibangun, terkait
dengan ketentuan pendirian bangunan atau hotel di Kota Yogyakarta?
Narasumber: Jadi sebelum mendaftar, investor harus mencari advis
planing yaitu informasi tata ruang kota, luas nya berapa, berapa
ketinggiannya, dan lain-lain, serta harus ada sertifikat terkait.
f. Peneliti: Apakah ada kesulitan dalam pelaksanaan pengawasan
terhadap proses pembangunan hotel tersebut, jika ada apa saja?
Narasumber: Kami tidak mengalami kesulitan, kami mengawasi
dengan dasar IMB yang kami keluarkan. Jadi ketika dalam
pengawasan kami menemui pembangunan yang tidak sesuai IMB,
maka kami berhentikan proses pembangunan tersebut dan investor
harus mengurus IMB yang baru. Banyak mbak investor yang ngeyel.
g. Peneliti: Apakah ada undang-undang yang mengatur tentang
perlindungan dampak pembangunan hotel bagi warga masyarakat?
Narasumber: Waktu mencari IMB, syarat-syarat itu sudah diuji
mengenai dampak lingkungan hidup, dampak kemacetan dan dampak
lainnya oleh dinas terkait yang mengacu paa undang-udang lingkungan
hidup dan undang-unang lalu lintas. Dan semua itu atas persetujuan
masyarakat, masyarakat setuju atau tidak.
99
h. Peneliti: Ketika dalam pra dan paska pembangunan hotel
menyebabkan dampak negatif bagi warga masyarakat, siapakah yang
bertanggung jawab?
Narasumber: Sebelum izin dikeluarkan pasti sudah ada kajian
lingkungan. Pasti akan diinformasikan kepada masyarakat di forum
sosialisasi terkait dampak yang akan ditimbulkan. Kalau masih terjadi
dampak, pasti lingkungannya tidak benar. Kemarin banyak keluhan
sumur kering. Waktu di tinjau oleh badan lingkungan hidup, apakah
sumur benar bermasalah? Masalah sumur itu uda diluar izin kami.
Karena sebelum izin syarat lingkungan harus sudah benar. Maka yang
mengurus ialah badan lingkungan hidup. Ternyata setelah dicek hotel
menggunakan tanah air dangkal. Dan akhirnya badan lingkungan
hidup menutup sumur tersebut. Lalu tindakan yang dilakukan
selanjutnya ialah memperbaiki izin pengeboran atau pemanfaatan di
dinas profinsi. Jadi harus sesuai dengan rekomendasi dinas PU-ESDM.
Kalau mengenai kemacetan itu sebelum membangun, dari pihak kajian
lalu lintas itu sudah menanyakan berapa kamar yang akan dibangun
dan kapasitas lahan parkir yang ada. Jadi jangan sampai memngganggu
kemacetan. Tapi dalam perjalanannya banyak hotel di daerah
prawirotaman, kusumanegara, malioboro dan derah lain yang masih
melanggar mbak sehingga kami banyak menerima keluhan dari
masyarakat.
Peneliti: Apakah ada layanan yang disediakan oleh Dinas Perizinan
untuk menampung keluhan masyarakat terkait dampak pembangunan
hotel?
Narasumber: Kami menyediakan layanan via email, telepon, surat,
dan bisa datang langsung kesini. Setelah kami menerima pengaduan
keluhan lalu kami tinjau langsung ke lapangan apakah benar atau tidak
keluhan tersebut. Yang melakukan pengecekan ialah bidang
pengaduan dan bidang pengawasan.
100
i. Peneliti: Apa yang dilakukan pemerintah daerah dalam mencegah
dampak-dampak negatif tersebut?
Narasumber: Pemerintah berusaha mengendalikan pembangunan hotel
mbak. Walikota mengeluarkan peraturan walikota No.77 Tahun 2013
tentang pengendalian hotel. Peraturan tersebut dibuat dengan tujuan
mengendalikan pendaftaran pengajuan izin pembangunan hotel selama
3 tahun. Sejak 1 januari 2014 sampai 31 desember 2016 kami tidak
menerima pendaftaran pembangunan hotel baru. Tapi pembangunan
masih tetap ada. Sebelum di keluarkannya peraturan walikota itu ada
104 izin yang masuk mbak. Yang sudah kami keluarkan 80, dan 24
masih proses sampai sekarang. Kami belum tau mbak peraturan
tersebut akan diperpanjang masa berlakuknya atau tidak. Karena kami
melihat situasi dan kondisi juga. Selama ini implementasinya berjalan
lancar dan tertib, banyak media yang memantau juga.
101
TRANSKIP WAWANCARA
2. Narasumber : Novi Setiani
Jabatan : Pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Pendidikan : S1
Waktu/Tempat : Rabu (14 Oktober 2015)
Di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
a. Peneliti: Bagaimana langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk menginformasikan regulasi mengenai syarat dan
prosedur perizinan pembangunan hotel kepada pihak hotel?
Narasumber: Waktu itu saya mau mendaftarakan IMB oleh bagian
kesekretariatan disuruh bertemu dengan Bapak Setiyono Saya
berkonsultasi dengan beliau dan menanyakan beberapa hal yang belum
jelas seperti syarat, langkahnya bagaimana, dan lain-lain. Jadi secara
lengkap dijelaskan oleh Bapak Setiyono. Tapi untuk hal tersebut saya
harus menunggu berjam-jam mbak, beliau sedang tugas dilapangan.
Padahal hari sebelumnya kami sudah janjian.
b. Peneliti: Apa saja pokok syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha
sebagai langkah perizinan pembangunan hotel?
Narasumber: Ribet mbak. Banyak sekali. Ini saya sudah membawa
beberapa syarat nya seperti desain bangunan, persetujuan warga
kampung daerah hotel yang akan dibangun, syarat administrasi, dan
syarat teknis lainnya. Ini saya mau konsultasikan dengan Bapak
setiyono sekalian menanyakan kekurangan-kekurangan syaratnya.
Soalnya syaratnya banyak sekali.
c. Peneliti: Apa saja kendala yang paling sering ditemui dalam proses
pembangunan hotel?
Narasumber: Paling berat adalah persetujuan warga kampung mbak,
itu merupakan kendala paling sulit bagi kami pihak hotel. Karena
warga sendiri pun mengalami pro dan kontra ketika kami akan
mendirikan bangunan hotel.
102
Peneliti: Pro dan kontra seperti apa mbak?
Narasumber: karena melihat yang sudah-sudah banyak sumur yang
kekeringan akibat pembangunan hotel, warga jadi was-was. Tapi
warga juga banyak yang mendukung karena mereka bisa membuka
lapangan usaha baru dengan memanfaatkan hotel kami. Yahh namanya
manusia mbak pasti juga ingin mencari nafkah untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari.
Peneliti: Lalu bagaimana caranya sehingga akhirnya pihak hotel
mendapatkan persetujuan dari warga masyarakat?
Narasumber: Dengan musyawarah kampung setempat mbak, kami
dibantu oleh pejabat wilayah setempat untuk menengahi, dan kami
harus memberikan janji dan jaminan untuk tidak memberikan dampak-
dampak seperti yang sudah sering mereka temui diwilayah lain.
d. Peneliti: Bagaimana cara pemerintah daerah melakukan pengawasan
terhadap proses pembangunan hotel?
Narasumber: Saya baru mengurus IMB nya mbak, jadi belum diawasi
karena belum mulai membangun, tetapi kemarin dari pihak dinas
sudah ada yang meninjau lahan kami.
Peneliti: Siapa dan instansi bagian apa yang meninjau?
Narasumber: Waduh saya kurng paham mbak. Yang jelas merelka
adalah bagian dari dinas perizinan. Bapak Setiyono juga turut hadir
waktu itu mbak.
e. Peneliti: Apakah ada pembicaraan antara pihak hotel dan pemerintah
daerah mengenai model dan konsep hotel yang akan dibangun terkait
dengan ketentuan mendirikan bangunan hotel yang berlaku?
Narasumber: Iya ada mbak, kebetulan saya sendiri yang melaksanakan
tugas ini. Saya menemui Bapak Setiyono dan memaparkan model hotel
yang akan saya ajukan pendaftaran IMB nya.
f. Peneliti: Ketika dalam pra dan paska pembangunan hotel
menyebabkan dampak bagi warga masyarakat, siapakah yang akan
bertanggung jawab?
103
Narasumber: Karena saya belum mulai proses membangun jadi saya
belum tau mbak. Tapi untuk kedepannya yang jelas ketika itu
merugikan warga masyarakat sekitar ya kami dari pihak hotel akan
berusaha untuk membenahi dan mencegah dampak-dampak tersebut,
karena kan kemarin kaui sudah janji sama warga masyarakat sekitar.
104
TRANSKIP WAWANCARA
3. Narasumber : Gregorius Septa
Jabatan : Pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Pendidikan : D3
Waktu/Tempat : Jumat (16 Oktober 2015)
Di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
a. Peneliti: Bagaimana langkah pertama yang dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk menginformasikan regulasi mengenai syarat
dan prosedur perizinan pembangunan hotel kepada pihak hotel?
Narasumber: Jujur saya lupa-lupa ingat mbak, karena saya sudah
lama mengajukan pendaftaran ini. Seingat saya dulu Bapak Setiyono
sendiri yang menerangkan mengenai hal-hal tersebut.
b. Peneliti: Apa saja pokok syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha
sebagai langkah perizinan pembangunan hotel?
Narasumber: Syaratnya harus ada persetujuan warga, kajian lalu
lintas, kajian lingkungan, advis planing, gambar desain hotel,
sertifikat hak milik bangunan yang jelas, tata ruang kota, dan lain-lain
mbak. Banyak sekali styaratnya. Dan itu belum saya penuhi semua.
Jadi sampai saat ini izin yang saya ajukan belum dikeluarkan mbak.
Saya harus melengkapi syaratnya. Padahal saya sudah mendaftarkan
sejak bulan November 2013 lalu. Yaa semoga saja cepat selesai dan
lancar.
c. Peneliti: Apa saja kendala yang paling sering ditemui dalam proses
pembangunan hotel?
Narasumber: Saya kan belum membangun mbak, ini saja sudah
banyak kendala yang paling rumit tu mencari persetujuan warga dan
negoisasi dengan warga mbak. Ini yang belum selesai sampai
sekarang.
Peneliti: Kendala dalam hal apa pak?
105
Narasumber: Jual beli tanah nya mbak, karena ada beberapa warga
yang masih ingin tinggal disitu dan transaksi tanahnya belum deal,
masih dalam proses mbak.
d. Peneliti: Bagaimana cara pemerintah daerah melakukan pengawasan
terhadap proses pembangunan hotel?
Narasumber: Kalau proses pembangunan kan belum berlangsung
mbak, sekarang belum mulai pengawasannya. Menunggu
persyaratannya lengkap dulu mbak.
e. Peneliti: Apakah ada pembicaraan antara pihak hotel dan pemerintah
daerah mengenai model dan konsep hotel yang akan dibangun terkait
dengan ketentuan mendirikan bangunan hotel yang berlaku?
Narasumber: Iya mbak, waktu pertama kesini saya membawa desain
konsep hotelnya. Lalu saya konsultasikan pada Bapak Setiyono. Dari
situ juga banyak perubahan mbak mengenai konsep hotel kami
setelah berkonsultasi.
f. Peneliti: Ketika dalam pra dan paska pembangunan hotel
menyebabkan dampak bagi warga masyarakat, siapakah yang akan
bertanggung jawab?
Narasumber: Sebisa mungkin kami pihak hotel akan bertanggung
jawab mbak. Tapi harapan kami hotel yang akan kami bangun tidak
menimbulkan ampak negatif, karena ini kami sedang mengupayakan
hotel yang sesuai dengan ketentuan sehingga kami berharap tidak
akan menimbilkan dampak.
106
TRANSKIP WAWANCARA
4. Narasumber : Edo Suyoso
Jabatan : Warga Prawirotaman 2
Pendidikan : SLTA
Waktu/Tempat : Selasa (20 Oktober 2015)
Di Sellie Coffee Prawirotaman 2 Yogyakarta
a. Peneliti: Apa saja dampak yang dirasakan oleh warga dalam pra dan
paska pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?
Narasumber: Kalau dampak yang dirasakan paling keliatan ya
keramaian mbak. Wilayah hotel jadi merasa terganggu karena sering
ada acara di hotel yang sebenarnya mengganggu ketenangan warga.
Salah satu contohnya suatu waktu hotel Greenhost mengadakan acara
opening art Jogja yang dilaksanakan di roof top hotel tersebut dan
beberapa warga mendatangi dan memprotes acara tersebut, sehingga
dengan terpaksa pihak hotel menghentikan acara yang ada. Selain itu
warga juga merasakan kesesakan jalan akibat lahan parkir hotel yang
kurang memadai sehingga sangat mengganggu aktivitas para warga
sekitar hotel. Apalagi kalau pagi hari kan sini ada pasar mbak, jadi
mobil tamu-tamu itu sangat mengganggu waktu mau parkir. Jadi
semrawut gitu mbak.
b. Peneliti: Apakah warga diajak berdiskusi mengenai rencana
pembangunan hotel tersebut?
Narasumber: Yang diajak diskusi cuma orang-orang tertentu mbak,
kebetulan saya tidak ikut karena tidak diajak. Saya Cuma dimintai
tanda tangan surat persetujuan aja mbak, begitu juga warga-warga
yang lain.
Peneliti: Lalu siapa saja yang diajak berunding pak?
Narasumber: Pak RT, Pak RW, sama beberapa perwakilan warga
mbak.
107
c. Peneliti: Apakah ada undang-undang yang mengatur tentang
perlindungan dampak-dampak pembangunan hotel?
Narasumber: Wah saya kurang paham soal itu mbak, seharusnya sih
ada. Kalau belum ada ya harus diadakan. Karena warga merasa
dirugikan sekali mbak.
d. Peneliti: Apakah pemerintah dan pihak hotel bertanggung jawab akan
dampak-dampak yang diakibatkan oleh pembangunan hotel?
Narasumber: Selama ini sih warga selalu protes, dan setelah diprotes
baru ditindak lanjuti mbak. Tapi ya tetap saja kami masih merasakan
dampaknya. Apalagi soal keramaian wilayah sini.
108
TRANSKIP WAWANCARA
5. Narasumber : Nugroho Sadi
Jabatan : Warga Miliran
Pendidikan : D3
Waktu/Tempat : Kamis (22 Oktober 2015)
Di Kampung Miliran Yogyakarta
a. Peneliti: Apa saja dampak yang dirasakan oleh warga dalam pra dan
paska pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?
Narasumber: Yang paling kerasa ya sumur kering kalau didaerah sini
mbak. Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak didirikannya
Fave Hotel. Warga masyarakat banyak yang mengeluhkan hal itu,
bukan cuma saya mbak. Warga akhirnya sepakat untuk memprotes
pihak Fave Hotel namun tidak ada respon dari pihak hotel tersebut.
Akhirnya saya bersama beberapa warga sebagai perwakilan
memutuskan untuk berangkat ke Kantor Dinas Perizinan bermaksud
untuk memprotes hal tersebut pada pemerintah, akhirnya beberapa
hari kemudian pemerintah bersama Badan Lingkungan Hidup Kota
Yogyakarta mendatangi Fave Hotel untuk meninjau langsung keluhan
masyarakat. Ironisnya pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan
Lingkungan Hidup malah beragumen membenarkan operasional hotel
karena dinilai sudah tepat mengambil sumber air dalam yang tidak
akan menganggu air sumber air dangkal masyarakat. Padahal jelas-
jelas sumur warga terdampak menjadi kering mbak.
b. Peneliti: Apakah warga diajak berdiskusi mengenai rencana
pembangunan hotel tersebut?
Narasumber: Iya mbak, kami warga diajak berembuk soal rencana
pembangunan itu. Diberi tau tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pembangunan hotel itu dan dampak-dampak tak terduganya mbak.
Peneliti: hal-hal yang berkaitan contohnya apa pak?
109
Narasumber: Ya soal gambar bangunan, tingkat berapa, apa saja yang
ada dalam hotel, gangguan apa saja yang mungkin terjadi sama
perkenalan-perkenalan gitu mbak.
Peneliti: Siapa saja yang diajak berdiskusi pak?
Narasumber: Waktu itu ada saya, Pak RT dan Bu RW, pak lurah sama
beberapa warga yang deket-deket sini mbak.
Peneliti: Semua menyetujui akan pembangunan hotel itu pak?
Narasumber: Tidak mbak, banyak perdebatan disitu, saya salah satu
yang kurang setuju mbak, saya takut warga kena dampak seperti yang
ada diberita.
Peneliti: lalu bagaimana penyelesaiannya pak sehingga bisa berdiri
hotel tersebut?
Narasumber: Ya kami para warga akhirnya berdiskusi mbak tentang
dampak baik dam buruknya. Kalau dampak baiknya kan warga bisa
tambah lapangan pekerjaan baru dengan adanya hotel tersebut. Ya
saya berusaha sepakat sambil melihat kedepannya. Ternyata cukup
mengganggu kalau menurut saya. Wilayahnya udah tidak senyaman
dulu, sering rame dan macet mbak, soalnya kan jalannya kecil.
c. Peneliti: Apakah ada undang-undang yang mengatur tentang
perlindungan dampak-dampak pembangunan hotel?
Narasumber: undang-undangnya saya kurang paham mbak, yangg
jelas kami warga hanya pegang janji pimpinan-pimpinan hotel itu
mbak, kan udah ada surat persetujuan sebelumnya mbak.
d. Peneliti: Apakah pemerintah dan pihak hotel bertanggung jawab akan
dampak-dampak yang diakibatkan oleh pembangunan hotel?
Narasumber: Janjinya sih bertanggung jawab mbak, tapi waktu
beberapa warga komlain soal keramaian acara art jog itu, pimpinannya
malah seakan-akan melarikan diri dan nyuruh pegawainya buat
nemuin warga, kayak tidak ada tanggung jawabnya mbak, sampai
akhirnya warga marah-marah dan otel membubarkan acara tersebut.
110
TRANSKIP WAWANCARA
6. Narasumber : Andy Prayuda
Jabatan : HRD Hotel Abadi (PT. Mendut Nusantara)
Pendidikan : D3
Waktu/Tempat : Kamis (29 Oktober 2015)
Di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
a. Peneliti: Apakah bangunan yang ada ini merupakan bagian dari Hotel
Abadi?
Narasumber: Ya betul mbak, tujuan bangunan ini adalah untuk
memperluas bagian depan hotel dan menambahkan sebagai ruang
mesin ATM.
b. Peneliti: Kenapa pembangunan tidak dilanjutkan pak? Padahal IMB
sudah diterbitkan
Narasumber: Sebenarnya kami ingin segera menyelesaikan, namun
ada sedikit masalah financial dengan kontraktornya mbak, jadi
terpaksa kami hentikan dulu. Itu pun IMB nya sudah saya perpanjang
sampai 2 kali dan sampai masa berlakunya sekarang sudah habis lagi
mbak.
c. Peneliti: Lalu bagaimana dengan kelanjutan bangunan tersebut pak?
Narasumber: pasti kami akan selesaikan pembangunan ini mbak,
karena ini menyangkut estetika penampakan bangunan hotel kami
juga, kan terlihat aneh juga kalau berantakan seperti ini. Dalam waktu
dekat ini saya akan mengurus kembali IMB yang baru untuk
melanjutkan pembangunan sesuai rencana awal kami.
111
Lampiran 3
DOKUMENTASI
Gambar 1
Gedung Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
Gambar 2
Standing Banner Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta
112
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
Gambar 3
Jenis Pelayanan Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada 5 Oktober 2015)
Gambar 4
Papan Bagan Prosedur Pelayanan Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
113
Gambar 5
Papan Bagan Layanan Pengaduan Kantor Dinas Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
Gambar 6
Bagian Informasi Kantor Dinas Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
114
Gambar 7
Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
Gambar 8
Loket bagian Pendaftaran Pengajuan Perizinan Kantor Dinas Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
115
Gambar 9
Loket bagian Pengambilan Surat Perizinan Kantor Dinas Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
Gambar 10
Formulir Penaftaran Kantor Dinas Perizinan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
116
Gambar 11
Data IMB yang telah diterbitkan
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
Gambar 12
Data Pengajuan IMB yang masih dalam proses
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 5 Oktober 2015)
117
Gambar 13
Palang IMB PT. Mendut Nusantara Hotel yang sudah habis masa
berlakunya
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 29 Oktober 2015)
Gambar 14
Bangunan PT. Mendut Nusantara Hotel yang sudah habis masa berlaku
IMB nya
(Dokumentasi Pribadi, diambil pada tanggal 29 Oktober 2015)
118
Gambar 15
Peninjauan Lapangan Oleh Bidang Pengawasan Kantor Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta
(Dokumentasi Dinas Perizinan)
Gambar 16
Kondisi parkiran kendaraan pengunjung Greenhost hotel yang memakai
jalan umum karena kurangnya lahan parkir yang diseiakan oleh hotel
(Dokumentasi pribadi, diambil pada tanggal 21 Oktober 2015)
119
120
Gambar 17
Formulir Permohonan Izin Mendirikan Bangunan
(Dokumentasi Dinas Perizinan)
121
122
123
Gambar 18
Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013
(Dokumentasi Dinas Perizinan)