implementasi kebijakan penataan perumahan ...repository.ub.ac.id/1842/1/arik wijayanto.pdfmafia...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PERUMAHAN
DAN KAWASAN PERMUKIMAN DALAM PERSPEKTIF
SUSTAINABLE CITY
(Studi Pada Pemerintah Kota Malang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
ARIK WIJAYANTO
135030100111002
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
IDENTITAS TIM PENGUJI
1. Penguji 1
a. Nama : Drs. Sukanto, MS
b. NIDN : 0027125906
c. NIP : 19561227 198601 1 001
d. Pangkat : Penata Tingkat 1
e. Golongan : III/d
f. Fungsional : Lektor
g. Alamat : Jl. Kramat No.61 Singosari Malang
2. Penguji 2
a. Nama : Rendra Eko Wismanu, S.AP, M.AP
b. NIDN : 0014128501
c. NIP : 2011078512141001
d. Pangkat : Penata Muda Tingkat 1
e. Golongan : III/b
f. Fungsional : Tenaga Pengajar
g. Alamat : Jl. Tutut Gg.1 Perum Pondok Permata Kav.7 Arjowinangun Malang
3. Penguji 3
a. Nama : Drs. Romula Adiono, M.AP
b. NIDN : 0001046205
c. NIP : 19620401 198703 1 003
d. Pangkat : Penata Tingkat 1
e. Golongan : III/d
f. Fungsional : Lektor
g. Alamat : Jl. Dr. Soetomo 35 Junrejo, Batu
4. Penguji 4
a. Nama : Nurjati Widodo, S.AP, M.AP
b. NIDN : 0729018304
c. NIP : 830129 03 1 1 0275
d. Pangkat : Penata Muda Tingkat 1
e. Golongan : III/b
f. Fungsional : Tenaga Pengajar
g. Alamat : Perumahan Sekarputih Permai Kav.36 , Pendem, Batu
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Arik Wijayanto
Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 12 Januari 1995
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Fakultas/Prodi : FIA / Ilmu Administrasi Publik
NIM : 135030100111002
Alamat : Jalan Laksda Adi Sucipto 460 Blimbing Kota Malang
E-mail : [email protected]
No. Telepon : 085755717929
Riwayat Pendidikan : SD Negeri Pandanwangi I Kota Malang (2001-2007)
SMP Negeri 14 Kota Malang (2007-2010)
SMA PANJURA Kota Malang (2010-2013)
Fakultas Ilmu Administrasi UB (2013-2017)
Kupersembahkan karya ini untuk
My Super Mother Atas segala perjuangan dan doa dalam membesarkan,
mendidik dan melindungi selama ini…
Terima kasih juga untuk Ayah Rusdi Handoko dan Sumarni’s Family
Deddy R. Surya , Lilik Agustina dan Elok Putri Lestari
Atas segala semangat serta dukungan moril dan materi yang tak terhingga...
Terima kasih
Sosialite ( Rara, Ghulam, Ecil, Metta, Erin, Whisnu, Amel dan Nurhadi) telah menjadi bagian dari perjuangan saya, yang dengan sabar selalu mendengar keluh kesah dan menjadi tempat berbagi terbaik saya, see you on Top Guys!
Sahabat-sahabat saya, Ni Putu Diah, Icha, Ageng, Arfi, Reka, Novanda, Irvan, Vincent, Dicky dan Mahatva Yoga yang telah dengan sabar mendengar keluh kesah saya dan menjadi tempat penghilang kejenuhan yang luar biasa, serta
atas bantuan dan dukungan, motivasinya hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan…
Terima kasih tak terhingga untuk orang-orang yang menjadi
booster bagi saya selama ini…
Terima kasih untuk semua teman-teman Administrasi Publik 2013, khususnya MAFIA Kelas A (Ageng, Reka, Arfi, Mirza, Zona, Vincent, Finza, Qudsi, Muvid, Amir, Apriyan, Zainal) yang sampai ini tetap setia menjalin komunikasi yang baik serta semua orang-orang yang tak dapat saya sebutkan satu persatu
yang telah mendukung saya selama ini.
RINGKASAN
Arik Wijayanto, 2017. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perspektif Sustainable city (Studi pada Pemerintah Kota Malang).
Drs. Sukanto, MS dan Rendra Eko Wismanu, S.AP, M.AP. 154 Halaman + xiv
Pembangunan perumahan dan permukiman baru setiap tahunnya belum mampu
mengimbangi pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi. Masalah perumahan juga tidak
akan lepas dari masalah lingkungan dimana munculnya rumah-rumah yang tidak sesuai
standar dan berkepadatan tinggi yang membentuk pemukiman kumuh yang mempengaruhi
penurunan nilai lingkungan dan sosial penduduknya. Dalam penataan perumahan dan
kawasan pemukiman seringkali melanggar aturan-aturan yang tertuang dalam Peraturan
Daerah Kota Malang No.4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang
2010-2030.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Dengan metode ini maka dapat diperoleh data yang akurat yang berasal dari dokumen-
dokumen, pengamatan, dokumentasi maupun hasil wawancara. Data dianalisis menggunakan
model analisis interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana. Kemudian ditarik sebuah
kesimpulan tentang isi dari skripsi ini.
Implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman dalam
perspektif sustainable city yang dilaksanakan oleh instansi terkait secara keseluruhan sudah
berjalan dengan baik dengan segala kendalanya. Komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan
dilakukan dengan baik sehingga tidak terjadi miscommunication antar pelaksana. Sumber
daya staf, sarana prasarana, informasi dan anggraan terintegrasi dengan baik dalam
pelaksanaannya. Kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiamn tersebut mengatur
tentang pendirian bangunan harus memiliki IMB, pembangunan perumahan harus dilengkapi
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan sarana lingkungan serta pembangunannya harus sesuai
standar peruntukan dan fungsi lahan. Selain itu, penataan permukiman di Kota Malang juga
difokuskan pada kawasan kumuh dengan Program KOTAKU. Implementator juga telah
memahami tugas, fungsi dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kebijakan. Penataan
perumahan dan kawasan permukiman dilihat dari perspektif sustainable city belum sesuai
dengan prinsip-prinsipnya seperti ekonomi, lingkungan, pemerataan, peran serta dan energi.
Faktor pendukung kebijakan ini meliputi sumber daya yang kompeten dan koordinasi antar
instansi yang baik. Sedangkan, faktor penghambat meliputi pengawasan kebijakan yang
kurang dan kesadaran masyarakat yang masih rendah.
Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Perumahan Permukiman , Perpektif Sustainable City ,
Kota Malang
SUMMARY
Arik Wijayanto, 2017. Implementation Of Housing And Settlement Area Policy In
Perspective Of Sustainable City (Study on Government of Malang City). Drs. Sukanto,
MS and Rendra Eko Wismanu, S.AP, M.AP. 154 pages + xiv
The construction of new housing and settlements that has been undertaken annually
are still unable to keep up with population growth and urbanization. The housing problem
also will not escape environmental problems where non-standard and high-density houses are
being built in slums that affect the environmental and social degradation of the population.
The arrangement of housing and settlement areas often violate the rules contained in Malang
City Regulation No.4 of 2011 on the Spatial Plan of Malang City Area in 2010-2030.
This research uses descriptive qualitative approach. The method can be obtained
accurate data derived from documents, observations, documentation and interview results.
Data were analyzed using interactive analysis model from Miles, Huberman and Saldana.
Then, drawn a conclusion about the content of this thesis.
Implementation of housing and settlement area policy in perspective of sustainable
city implemented by related institution as a whole has gone well with all the obstacles.
Communication in the implementation of the policy has done well in order to avoid
miscommunication between implementers. The resources of staff, infrastructure, information
and budget have been well integrated in the implementation. The policy of housing and
settlement area to regulate the construction of buildings should have IMB, housing
construction have to be equipped with public, social, and environmental facilities and the
construction have to be in accordance with the standard of land use and function. In addition,
the settlement arrangement in Malang City is also focused on slums with the program
KOTAKU. Implementers also have understood the duties, functions and responsibilities in
the implementation of the policy. The arrangement of housing and settlement areas viewed
from the perspective of sustainable city is not in accordance with the principles such as
economy, environment, equity, participation and energy. Supporting factors of this policy
include competent resources and good interagency coordination. Meanwhile, inhibiting
factors include poor policy supervision and low public awareness. The suggestions that can
be given are necessary to improve the socialization and oversight of the policy because there
are still many public policy violations.
Keywords : Implementation of Policy, Housing ans Settlements, Perspective of Sustainable
City, Malang City.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah, skripsi dengan judul Implementasi Kebijakan Penataan
Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Perspektif Sustainable city (Studi pada
Pemerintah Kota Malang dapat penulis selesaikan dengan baik. Sebagai pemenuhan untuk
mendapatkan gelar sarjana jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala pengetahuan,
dukungan dan motivasi kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr. Choirul Shaleh, M,Si selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
4. Bapak Drs. Sukanto, MS selaku dosen pembimbing skripsi saya, yang dengan sabar
membimbing, mengarahkan, dan mengajarkan saya terkait penelitian yang saya
selesaikan.
5. Bapak Rendra Eko Wismanu, S.AP, M.AP selaku dosen pembimbing skripsi saya, yang
dengan sangat sabar membimbing, mengarahkan, dan mengajarkan saya terkait
penelitian yang saya selesaikan. Terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya.
6. Bapak Ir. Hybu Setiawan Rulwanto selaku Kepala Seksi Bidang Perumahan dan
Permukiman Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Malang yang
senangtiasa memberikan saya informasi terkait penelitian saya dan memberikan
wawasan kepada saya.
7. Ibu Ratri selaku Kepala SubBidang Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan,
Pengembangan dan Penelitian Kota Malang yang senangtiasa memberikan saya
informasi terkait penelitian saya dan memberikan wawasan kepada saya.
8. Mbak Erlin Novitas A.Md selaku Staf Seksi Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Malang yang senangtiasa memberikan saya
informasi terkait penelitian saya dan memberikan wawasan kepada saya.
9. Dan seluruh orang-orang yang berkontribusi dalam menempuh studi ini yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.
Semoga tugas akhir program sarjana yang telah saya selesaikan, pengalaman maupun
ilmu yang saya terima dapat membantu saya menjadi manusia baik dan bermanfaat bagi
orang lain. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan mohon maaf jika
tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Malang, 31 April 2017
Arik Wijayanto
DAFTAR ISI
MOTTO .......................................................................................................... i
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................ ii
TANDA PENGESAHAN............................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .............................................. iv
RINGKASAN ................................................................................................. v
SUMMARY...................................................................................................... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 12
E. Sistematika Penelitian .......................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik .................................................................................. 15
1. Pengertian Kebijakan Publik.......................................................... 15
2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ..................................................... 16
3. Implementasi Kebijakan Publik ..................................................... 19
4. Model Implementasi Kebijakan ..................................................... 20
5. Faktor Pendukung dan Penghamabt Kebijakan ............................. 25
B. Pembangunan Bekelanjutan ................................................................. 25
1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan ....................................... 25
2. Indikator Pembangunan Berkelanjutan .......................................... 27
C. Kota Berkelanjutan (Sustainable City) ................................................ 32
1. Pengertian Kota Berkelanjutan ...................................................... 32
2. Prinsip Dasar Kota Berkelanjutan .................................................. 34
D. Perumahan dan Pemukiman ................................................................. 36
1. Perumahan dan Permukiman ......................................................... 36
2. Elemen Dasar Perumahan dan Pemukiman ................................... 37
3. Penataan Kawasan Perumahan dan Pemukiman............................ 39
E. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Pemukiman dalam Persepektif Sustainable City ................................. 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................................................................................... 44
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 45
C. Lokasi dan Situs Penelitian .................................................................. 47
D. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 49
F. Instrumen Penelitian ............................................................................ 51
G. Analisis Data ........................................................................................ 52
H. Keabsahan Data ................................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Kota Malang ................................................................. 57
2. Keadaan Geografis .................................................................... 58
3. Gelar Kota Malang .................................................................... 61
4. Visi dan Misi Kota Malang ....................................................... 62
5. Keadaan Penduduk .................................................................... 69
6. Lambang Kota Malang .............................................................. 70
B. Gambaran Umum
1. Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan ................... 71
2. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman ............................ 75
3. Dasar Kebijakan .......................................................................... 77
C. Penyajian Data
1. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perspektif Sustainable City ............................ 84
a. Komunikasi .............................................................................. 86
b. Sumber Daya ............................................................................ 93
c. Disposisi ................................................................................... 101
d. Struktur Birokrasi..................................................................... 111
e. Perspektif Sustainable City ...................................................... 113
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Penataan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Malang
a. Faktor Pendukung .................................................................... 121
1) Pendukung Internal .......................................................... 121
a) Sumber Daya ............................................................. 121
b) Koordinasi ................................................................. 122
2) Pendukung Eksternal ........................................................ 124
a) Partisipasi Masyarakat .............................................. 124
b) Partisipasi Pihak Swasta ........................................... 125
b. Faktor Penghambat .................................................................. 126
1) Penghambat Internal ......................................................... 126
a) Pengawasan Kebijakan ............................................. 126
2) Penghambat Eksternal ...................................................... 127
a) Sikap Apatis Masyarakat .......................................... 127
D. Analisis Data
1. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perspektif Sustainable City
a. Komunikasi .............................................................................. 128
b. Sumber Daya ............................................................................ 132
c. Disposisi ................................................................................... 135
d. Struktur Birokrasi..................................................................... 138
e. Perspektif Sustainable City ...................................................... 139
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Penataan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Malang
a) Faktor Pendukung .................................................................... 142
1) Pendukung Internal ........................................................... 142
a) Sumber Daya ................................................................ 142
b) Koordinasi .................................................................... 143
2) Pendukung Eksternal ......................................................... 144
a) Partisipasi Masyarakat ................................................. 144
b) Partisipasi Pihak Swasta .............................................. 144
c) Faktor Penghambat .................................................................. 145
1) Penghambat Internal .......................................................... 145
a) Pengawasan Kebijakan ............................................... 145
2) Penghambat Eksternal ........................................................ 146
a) Sikap Apatis Masyarakat ............................................ 146
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 147
B. Saran .................................................................................................... 149
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 151
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 153
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
1 Wilayah Kumuh di Kota Malang 8
2 Prinsip Dasar Kota Berkelanjutan 35
3 Luas Kecamatan dan Presentase terhadap Luas Kota Malang 61
4 Banyaknya RT, Penduduk, Rasis Jenis Kelamin dan
Rata-Rata Anggota RT
5 Kawasan Kumuh berdasarkan SK Walikota Malang 85
6 Data Pegawai Seksi Perumahan dan Permukiman 88
7 Luas Wilayah Kumuh di Kota Malang 112
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
1 Model Implementasi Kebijakan Edward III 22
2 Kerangka Pemikiran 43
3 Komponen Analisis Data (Model Interaktif) 54
4 Peta Administratif Kota Malang 60
5 Lambang Kota Malang 70
6 Struktur Organisasi BARENLITBANG 71
7 Rapat Koordinasi Penataan Ruang Malang 81
8 Sosialisasi Malang Tanpa Kumuh 83
9 Staf Bidang Perumahan dan Permukiman 89
10 Kantor Disperkim Kota Malang 93
11 Sarana di Disperkim 93
12 Skema Aggaran KOTAKU 95
13 Kawasan Kelurahan Ciptomulyo 99
14 Parameter kawasan kumuh Kelurahan Ciptomulyo 100
15 Kawasan permukiman yang melanggar GSB 103
16 Kawasan permukiman kumuh di Ciptomilyo 105
17 Gambar SOP Penataan permukiman kumuh 110
18 Sumber Daya Pegawai 120
19 Koordinasi yang dilakukan Disperkim 121
20 Masyarakat dalam Sosialisasi Penataan Permukiman 122
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Hal
1. Lampiran Surat Ijin Penelitian Bakesbangpol 154
2. Interview Guide 155
3. Lampiran Peraturan Daerah Kota Malang No.4
tentang RTRW Kota Malang Tahun 2010-2030 156
4. Lampiran Surat Keputusan Walikota Malang No.86
Tentang Penetapan Lingkungan Perumahan dan
Permukiman Kumuh 157
5. Lampiran Foto Wawancara 159
6. Curriculum Vitae 161
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah dalam hal pembangunan memiliki peranan penting sebagai
aktor pembuat kebijakan. Pemerintah memiliki kewajiban dalam menciptakan
perkotaan yang aman, nyaman dan tertib. Peraturan-peraturan yang ada di
Indonesia sebagai tolak ukur dalam setiap kegiatan pembangunan. Maka dari
itu dibutuhkan perencanan pembangunan yang tepat guna dan berwawasan
lingkungan.
Perkotaan di Indonesia, tak lagi sebatas sebagai pusat permukiman
masyarakat. Saat ini kota juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan
pusat pertumbuhan ekonomi. Berkembangnya kawasan perkotaan dalam
suatu negara tidak terlepas dari pembangunan. Pembangunan pada dasarnya
akan mempengaruhi potensi dan keadaan lingkungan hidup. Saat ini
pembangunan dilakukan secara terus menerus dalam upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat sehingga timbul berbagai masalah yang mengikutinya.
Pertumbuhan penduduk di Indonesia setiap tahunnya terus bertambah
yang tentu menimbulkan kondisi yang merusak lingkungan dimasa
mendatang. Jumlah penduduk perkotaan terus mengalami peningkatan,
dengan berbagai masalahnya tidak mungkin dibiarkan berkembang dengan
sendirinya tanpa adanya sebuah perencanan. Perencanaan kota sangat
diperlukan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, meningkatkan potensi
2
kota yang dapat dikembangkan, dan juga untuk merangsang daerah
sekitarnya.
Masalah perumahan merupakan fenomena umum yang terjadi diseluruh
dunia termasuk negara maju sekalipun. Pembangunan kawasan permukiman
dan perumahan baru setiap tahunnya belum mampu mengimbangi
pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi. Masalah perumahan juga tidak
akan lepas dari masalah lingkungan dimana munculnya rumah-rumah dengan
kualitas rendah yang tidak sesuai standar, berkepadatan tinggi yang tidak
teratur yang membentuk permukiman kumuh yang tentu akan mempengaruhi
penurunan nilai lingkungan dan sosial penduduknya
Pada umumnya, menurut Suwarno dalam Blaang (1986:86) masalah
didaerah perkotaan disebabkan oleh, sebagai berikut:
a. Pertumbuhan penduduk yang pesat baik yang berasal dari
pertambahan penduduk secara alamiah ataupun dari perpindahan
penduduk ke daerah perkotaan (urbanisasi).
b. Mahalnya biaya pembangunan rumah dikota yang disebabkan karena
langkanya tanah perumahan, sehingga harga tanah menjadi mahal dan
biaya konstruksi pembangunan rumah pun tinggi.
c. Terbatasnya kemampuan ekonomi penduduk untuk membeli dan
membangun rumah.
d. Prasarana kota kurang memadai dan kurangnya pengawasan dalam
ketertiban bangunan dan pemakaian tanah perumahan.
Pemerintah memiliki kewajiban dalam mengatur akan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat agar memperoleh
kesejahteraan dan lingkungan hidup yang sehat. Hal tersebut juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
3
Kawasan Permukiman. Inti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 ialah
mengatur, antara lain :
1. Tugas pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kota dalah hal
pembinaan, maupun wewenang.
2. Penyelenggaraan rumah dan perumahan untuk memenuhi kebutuhan
rumah
3. Perencanaan dan perancangan rumah yang mencakup prasarana, sarana,
dan utilitas
4. Penyelenggaraan wilayah permukiman baik perencanaan ,
pembangunan,, pemanfaatan , serta pengendalian kawasan pemikiman
5. Pemiliharaan dan perbaikan yang mana dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan perorangan
6. Pencegahan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh
7. Pendanaan dan sistem pembiayaan
8. Hak dan kewajiban, peran masyarakat, larangan,
9. Penyelesaian sengketa yang mencangkup sanksi administrasi, ketentuan
pidana, serta ketentuan peralihan.
Kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana permukiman
menjadi permasalahan yang mendasar bagi masyarakat. Untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut diperlukan perencanaan tata ruang kota yang baik.
Akan tetapi karena adanya keterbatasan dari tingkatan masyarakat, penataan
4
pembangunan rumah dan permukiman sering mengakibatkan kondisi
permukiman yang tidak memenuhi standar.
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar masusia.
Pemerintah wajib memberikan sarana kepada masyarakat agar dapat
memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berkelanjutan dan
berkeadilan secara sosial. Pengembangan permukiman meliputi
pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, permukiman yang
terjangkau khususnya bagi masyaraat kelas menengah kebawah,
pengembangan ekonomi dan menciptakan nilai sosial di perkotaan.
Pembangunan permukiman dan perumahan hingga saat ini masih
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya
pemenuhan kebutuhan akan permukiman dan perumahan menjadi tanggung
jawab masyarakat sendiri. Karena itu, peran serta masyarakat perlu
dioptimalkan, pemerintah hanya untuk mengatur dan mendorongnya.
Pembangunan kota memiliki peranan penting dalam pembangunan
dalam skala nasional. Pembangunan diperkotaan terkadang tidak sejalan
dengan prinsip keseimbangan alam dan perencanaan tata ruang yang
berwawasan lingkungan. Konsep perkotaan yang berdasarkan lingkungan
merupakan konsep kehidupan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kawasan perkotaan dengan berbagai aktivitasnya memerlukan udara sejuk
yang dapat terpenuhi di area permukiman. Kebijakan pembangunan kedepan
harus mampu mendorong peningkatan kualitas hidup, baik proses
perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian maupun proses pemeliharaan.
5
Untuk menjaga keberlanjutan lingkungan di dalam kota maka perlu dilakukan
penataan ruang dalam wilayah perkotaan.
Dalam mewujudkan keberlanjutan lingkungan harus berangkat dari
tujuan yang mulia yaitu mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi semua
baik untuk kehidupan saat ini maupun generasi akan datang. Hal tersebut juga
sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yakni pembangunan yang
menyangkut aspek ekonomi, aspek sosial, budaya maupun lingkungan hidup.
Pembangunan berkelanjutan perlu mempertahankan keseimbangan dan
kesinambungan dalam penggunaan lingkungan yang bertanggungjawab dari
seluruh sumber daya seperti alam, manusia dan sumber daya ekonomi untuk
pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas kehidupan manusia.
Dalam Kota Berkelanjutan atau Sustainable City, (Research Trianggle
Institute, 1996 dalam Budiharjo, 2009) memiliki prinsip dasar yang menjadi
dasarnya (Panca E), seperti :
1. Environment dalam mewujudkan keseimbangan lingkungan
2. Economy dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi
3. Equity dalam mewujudkan keadilan sosial
4. Engagement dalam mewujudkan peran serta masyarakat
5. Energy dalam mewujudkan sumber daya yang dikelola.
Kota berkelanjutan harus memiliki kestabilan ekonomi yang kuat,
lingkungan yang serasi dan berlanjut, tingkat sosial yang relatif setara dengan
penuh keadilan, peran serta masyarakat yang tinggi, dan konservasi energi
yang terkendali dengan baik. Kota masa depan dalam era globalisasi
diharapkan akan mampu berfungsi sebagai pemicu peradaban, mesin
penggerak ekonomi, dan sekaligus juga tempat nyaman bagi kehidupan
6
manusia. Saat ini pembangunan kota sebagai kota yang berkelanjutan terus
diupayakan mengingat hal tersebut saat ini merupakan kebutuhan untuk
menjaga keseimbangan alam dengan kemajuan sebuah kota yang ada.
Peraturan Daerah Kota Malang No.4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang 2010-2030, terdapat suatu kawasan budidaya
Kota Malang yang didalamnya terdapat pengaturan mengenai kawasan
permukiman. Kawasan permukiman merupakan salah satu aspek prioritas
yang harus dikelola dan dikembangkan, karena dalam penataan kawasan
permukiman dalam membuat suatu bangunan harus berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah. Dalam penataan perumahan dan kawasan permukiman
menurut Peraturan Daerah Kota Malang No.4 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Willayah Kota Malang 2010-2030, pengembangan kawasan
permukiman dan perumahan harus berdasarkan pada ketentuan, antara lain:
1. Pembangunan rumah tidak boleh merusak kondisi lingkungan yang
ada
2. Penataan rumah harus memperhatikan lingkungan dan harus
berpegang pada ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB),
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang telah ditetapkan.
3. Pada kawasan-kawasan atau lokasi-lokasi yang berfungsi sebagai RTH
dan bersifat khusus dilarang untuk didirikan permukiman.
4. Penanganan lingkungan permukiman dilakukan dengan
permasyarakatan konsolidasi tanah
7
5. Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan ruang terbuka hijau
yang cukup.
Dalam penataan kawasan permukiman dan perumahan seringkali
melanggar aturan-aturan tersebut. Bahkan dalam pembangunannya tak jarang
tidak sesuai peruntukanya, sehingga peraturan mengenai Rencana Tata Ruang
Wilayah yang sejatinya dibuat untuk menata kawasan permukiman menjadi
tak terindahkan. Seperti halnya pada kawasan permukiman yang padat, Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) tidak dipenuhi, fasilitas sosial dan fasilitas
umum yang tidak maksimal, garis sempadan sering terkesampingkan dalam
mendirikan suatu bangunan, sehingga bangunan-bangunan tersebut memakai
zona milik jalan yang menyebabkan sempitnya jalan yang tentu keluar dari
aturan Garis Sempadan Bangunan yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang RTRW.
Masalah penataan kawasan permukiman menjadi hal yang sangat
krusial pada wilayah perkotaan di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena
pembangunan perkotaan saat ini diarahkan untuk mewujudkan penataan kota
yang berkualitas, layak huni, berkeadilan dan berkelanjutan. Namun, sampai
saat ini permasalahan perumahan dan kawasan permukiman masih terkendala
dengan kawasan permukiman kumuh. Tabel dibawah ini, melihatkan kondisi
permasalahan kawasan kumuh di Kota Malang.
8
Tabel 1. Wilayah Kumuh di Kota Malang
No. Kecamatan Luas Wilayah Luas Wilayah Kumuh
Ha % Ha %
1 Blimbing 1,777.00 15.40 25.04 4.11
2 Sukun 2,656.20 23.02 132.8 21.82
3 Lowokwaru 2,185.60 18.94 31.35 5.15
4 Klojen 1,007.50 8.73 346.51 56.94
5 Kedungkandang 3,914.00 33.92 72.9 11.98
JUMLAH 11,606 100 608.6 100
Sumber : Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, 2017
Kota Malang saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Sebagai salah satu kota yang banyak menjadi tempat tujuan urbanisasi, setiap
harinya mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam setiap aspeknya.
Pertumbuhan tersebut menuntut akan kebutuhan lahan atas laju penduduk,
perekonomian serta arus urbanisasi agar terjadi keseimbangan dalam setiap
aspek. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan permasalahan dan dampak
terhadap pelaksanaan penataan ruang dan kebijakan pembangunan
permukiman dan perumahan.
Masalah yang dihadapi pemerintah Kota Malang saat ini ialah kawasan
permukiman, dimana masyarakat kota terutama kaum urbanisasi yang
memiliki pendapatan dibawah rata-rata sulit mendapatkan permukiman yang
layak. Hal tersebut yang menyebabkan kelompok tersebut membuat kawasan
permukiman illegal terutama didekat pusat kota karena kurang adanya
9
konsistensi dalam penangganinya, kawasan tersebut berkembang secara tidak
teratur sehingga tumbuh menjadi kawasan kumuh yang menyebabkan kualitas
hidup menurun.
Pembangunan kawasan permukiman di wilayah pinggiran kota sebagian
besar merupakan perumahan sederhana yang diperuntukan bagi masyarakat
menengah kebawah. Pertumbuhan daerah perumahan tersebut tanpa
memperhatikan koordinasi perencanaan antar satu dengan lainnya. Hal
tersebut tentu akan menimbulkan masalah bagi pemerintah yang akan
menyebabkan pemakaian ruang dan pemakaian prasarana yang tidak efektif.
Masalah tersebut terlihat dengan adanya kepadatan lalu lintas pada saat rush
hour yang disebabkan masih terpusatnya tempat kerja di daerah pusat kota.
Sebaliknya, pembangunan perumahan untuk masyarakat menengah keatas
dibangun terletak didaerah-daerah strategis yang tentu mendapatkan fasilitas
prasarana kota yang jauh lebih baik.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah terutama di Kota
Malang dilatar belakangi oleh berbagai aspek seperti perkembangan
penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika pola
ekonomi, perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi dan
sebagainya. Faktor-faktor terbuat tentu membawa perubahan terhadap bentuk
ruang, baik secara fisik maupun non-fisik. Perubahan tersebut jika tidak
dikelola dan ditata dengan baik akan mengakibatkan perkembangan
pembangunan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang
wilayah. Dalam merencanakan sebagai kota berkelanjutan, Kota Malang
10
berupaya menyelaraskan aspek-aspek penataan permukiman dengan konsep
lingkungan. Kawasan permukiman yang ada di pusat kota saat ini sangat
terbatas untuk diwujudkan sebagai permukiman yang berkelanjutan.
Sejalan dengan Agenda SDGs sampai tahun 2030 dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2015-2025, kota Malang
memiliki misi pembangunan tahun 2013-2018 :
1) Meningkatkan kualitas, aksesbilitas dan pemerataan pelayanan
pendidikan dan kesehatan
2) Meningkatkan produktivitas dan daya saing daerah
3) Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap masyarakat
rentan, pengarustamaan gender serta kerukunan sosial
4) Meningkatkan pembangunan infrastrukur dan daya dukung kota yang
terpadu dan berkelanjutan, tertib penataan ruang serta berwawasan
lingkungan
5) Meningkatkan refromasi birokrasi dan kualitas pelayanan publik yang
professional, akuntable dan berorientaso pada kepuasan masyarakat.
Kota Malang dalam mempersiapakan sebagai kota layak huni dengan
membersihkan permukiman kumuh terlebih dahulu. Luas kawasan
permukiman kumuh di Kota Malang adalah 606.6 Ha. Sedangkan luas
wilayah Kota Malang adalah 11.606 Ha atau setara dengan 5.53% dari luas
wilayah kota Malang. Penangganan permukiman kumuh dilakukan melalui
program Kota Tanpa Kumuh. Program tersebut memiliki capaian program
yakni 100-0-100 yang berarti Fasum, utilitas lingkungan 100% terbangun,
0% tanpa permukiman kumuh dan 100% teraliri air minum. Berdasarkan
uraian permasalahan tersebut, peneliti akan mengangkat penelitian skripsi
dengan judul “Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perspektif Sustainable City”.
11
A. Rumusan Masalah
Penelitian ini nantinya akan melihat fenomena-fenomena dari
penataan perumahan dan kawasaan permukiman dalam persepektif
sustainable city di Kota Malang. Untuk itu dalam menemukan dan meneliti
fenomena tersebut, maka peneliti memerlukan suatu acuan awal dalam bentuk
rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan
Kawasan Permukiman dalam Persektif Sustainable City di Kota
Malang?
2. Apa Sajakah Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi
Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota
Malang?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
penelitian ialah :
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Implementasi Kebijakan
Penataan Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Perspektif
Sustainable City di Kota Malang.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor apa saja yang
mendukung dan menghambat Implementasi Kebijakan Penataan
Perumahan dan Kawasan di Kota Malang.
12
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berbagai pihak
yang berkepentingan, yaitu:
1. Manfaat Akademis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai
masukan atau sebagai sumber informasi bagi pihak lain
khususnya pihak akademis yang akan melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan
dan Kawasan Permukiman dalam Perspektif Sustainable City.
b. Bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
pelaksanaan penataan perumahan dan kawasan permukiman
dalam persektif Sustainable City di Kota Malang.
c. Bekal wawasan dan pengetahuan penulis dalam mengembangkan
kemampuan berpikir dan belajar terkait pelaksanaan penataan
perumahan dan kawasan permukiman dalam perspektif
Sustainable City di Kota Malang.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan mampu memberikan wawasan dan gambaran bagi
kalangan pemerintah dan stakeholder yang terlihat pada penataan
perumahan dan kawasan permukiman dalam perspektif
Sustainable City di Kota Malang.
b. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah khusunya
Pemerintah Kota Malang yang dapat digunakan sebagai pedoman
13
dalam memberikan peran dan pemberdayaan lebih lanjut guna
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang selama ini dilakukan
terkait dengan penataan perumahan dan kawasan permukiman
dalam perspektif Sustainable City
D. Sistematika Penelitian
Agar mempermudah dalam pembahasan sehingga lebih terarah secara
sistematis maka penulisan dalam skripsi ini disusun dengan sisitematika
pembahasan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang penjelasan sub bab pendahuluan
yang meliputi: latar belakang masalah yang menjelaskan tentang
pentingnya penelitian yang merupakan bentuk pernyataan secara
ringkas tentang permasalahan dalam penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika pembahasan yang berisi pemadatan isi
dari masing-masing bab yang akan ditulis.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menguraikan tentang teori-teori atau temuan ilmiah
dari buku, jurnal maupun hasil penelitian terdahulu yang relevan.
Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
teori kebijakan publik, teori implementasi kebijakan publik, teori
pembangunan berkelanjutan, teori kota berkelanjutan, dan teori
perumahan dan permukiman.
14
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, focus
penelitian yang mengemukakan data yang dikumpulkan, diolah
dan dianalisis, kemudian lokasi dan situs penelitian tempat
penelitian dilaksanakan, sumber data yang digunakan penelitian.
Pengumpulan data yang menyangkut bagaimana penulis
memperoleh data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN
Pada bab ini menyajikan deskripsi wilayah penelitian dengan
mengemukakan data yang diperoleh dari lokasi penelitian,
penyajian data dan gambaran umum lokasi penelitian serta
analisis data.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan dari
hasil temuan pokok penelitian sesuai dengan tujuan penelitian
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai rekomendasi pada
penelitian selanjutnya.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan Publik
Pada dasarnya banyak batasan atau definisi apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik. Definisi
kebijakan publik yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye (1975, dalam
Syafiie (2006: 105) menyatakan bahwa “kebijakan publik adalah apapun juga
yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan
(mendiamkan) sesuatu itu (whatever government choose to do or not to do)”.
Sedangkan, menurut Effendi dalam Syafiie (2006: 106) mengemukakan
bahwa pengertian kebijakan publik dapat dirumuskan sebagai:
“Pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang
sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan serta program publik,
sedangkan pengetahuan dalam kebijakan publik adalah proses
menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota
legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum yang berguna dalam
proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja
kebijakan.”
Berdasarkan definisi dan pendapat para ahli di atas, maka dapat
dikemukakan bahwa kebijakan publik merupakan tindakan-tindakan tertentu
yang dilakukan oleh pemerintah ataupun pejabat pemerintah. Setiap kebijakan
yang dibuat pemerintah pasti memiliki suatu tujuan, sehingga kebijakan publik
berguna untuk memecahkan masalah atau problem yang ada dalam kehidupan
16
masyarakat. Kebijakan publik sangat perlu adanya karena tugas pemerintah
sebagai pelayan masyarakat yang harus merumuskan tindakan-tindakan untuk
masyarakat.
2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Charles Lindblom (1986, dalam Winarno 2007: 32) mengemukakan
bahwa proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji oleh aktor
pembuat kebijakan. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat
untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan
kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah
untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Tahap-tahap kebijakan
publik yang dikemukakan oleh Dunn (1998 dalam Winarno 2007:32) adalah
sebagai berikut:
a. Tahap Penyusunan Agenda
Sejumlah aktor yang dipilih dan diangkat untuk merumuskan
masalah-masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini
berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda
kebijakan, karena tidak semua masalah menjadi prioritas dalam agenda
kebijakan publik. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda
kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin
tidak disentuh sama sekali, sementara masalah lain ditetapkan menjadi
fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu
yang ditunda untuk waktu yang lama.
17
b. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para aktor pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut kemudian
didefinisikan untuk kemudian dicari solusi pemecahan masalah terbaik.
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau pilihan
kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Sama halnya
dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda
kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif
bersaing untuk dapat dipilih sebagai tindakan yang diambil untuk
memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan
“bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah tersebut.
c. Tahap Adopsi Kebijakan
Berbagai macam alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para aktor
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi untuk tindakan lebih lanjut dalam kebijakan publik
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur
lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatam elit,
jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan
program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan
masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan
18
oleh badan-badan pemerintah yang memobilisasi sumberdaya finansial
dan manusia. Pada tahap implementasi ini muncul berbagai kepentingan
yang akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat
dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain
mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
e. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan yang
dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada
dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini,
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu,
ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar
untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang
diinginkan.
Dilihat dari uraian di atas mengenai tahapan pembuatan kebijakan publik,
maka dapat dimengerti bahwa dalam perumusan kebijakan publik tidaklah
mudah. Mengingat banyaknya masalah-masalah yang ada dalam masyarakat
tentunya juga membutuhkan pemecahan masalah yang tepat dan sesuai untuk
kondisi masyarakat yang ada. Oleh karena itu dalam menentukan kebijakan para
aktor harus benar-benar mengkaji dengan tepat sehingga tidak merugikan
masyarakat.
19
3. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Bernadine R. Wijaya & Susilo
Supardo (2006, dalam Pasalong 2008:57) mengemukakan bahwa implementasi
adalah proses mentransformasikan suatu rencana kedalam praktik. Namun,
implementasi ini sering dipakai sebagai sarana melayani kepentingan kelompok,
pribadi dan bahkan kepentingan partai. Implementasi pada dasarnya
operasionalisasi dari berbagai aktivitas dalam mencapai suatu tujuan.
Sedangkan, menurut Grindle (1980) yang dikutip oleh Pasolong (2008:57-58),
implementasi sering dilihat sebagai suatu proses yang penuh dengan muatan
politik dimana mereka yang berkepentingan berusaha mempengaruhinya.
Menerapkan berarti menggunakan instrument-instrument mengerjakan
atau memberikan layanan rutin, melakukan pembayaran-pembayaran. Atau
dengan kata lain implementasi merupakan tahap realisasi tujuan-tujuan program.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah persiapan implemetasi yaitu
memikirkan dan menghitung secara matang berbagai kemungkinan keberhasilan
dan kegagalan, termasuk hambatan atau peluang yang ada dan kemampuan
organisasi yang diserahi tugas melaksanakan program.
Menurut Domai (2010:63), proses implementasi meliputi:
1. Disahkannya Undang-undang dan diikuti oleh output kebijakan
dalam bentuk pelaksanaan kebijakan oleh agen-agen yang
mengimplementasikannya.
2. Ketaatannya kelompok sasaran (target group) dengan kebijakan
tersebut.
3. Pengaruh-pengaruh nyata baik yang dikehendaki atau tidak dari
output kebijakan.
20
4. Pengaruh-pengaruh kebijakan sebagaimana dipersepsikan oleh agen
pengikut kebijakan.
5. Perbaikan-perbaikan penting terhadap Undang-undang/ kebijakan
tersebut.
Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, menjelaskan bahwa
implementasi kebijakan adalah:
“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur
dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan
guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan” (Lester dan Stewart
dalam Winarno, 2002:101-102).
Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu
keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga
harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan
dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar
suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai
merugikan masyarakat.
4. Model Implementasi Kebijakan
a. Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan
Carl Van Horn
Ada empat variable, menurut Van Metter dan Van Horn dalam
Agustino (2008: 142), yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik
tersebut adalah sebagai berikut:
21
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari
kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada
dilevel pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian
kebijakan publik. Hal ini sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri
yang tepat serta cocock dengan para agen pelaksananya.
4. Sikap/ Kecenderungan (disposition) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
implementasi kebijakan publik.
5. Komunikasi antar Anggota dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka
asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil terjadi. Dan,
begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Lingkungan sosial, ekonomi dan poltik yang tidak kondusif dapat
menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi
kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijkan
harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan
eksternal.
b. Implementasi Kebijakan Publik Model Daniel Mazmnian dan Paul
Sabatier
Model implementasi dari Daniel Mazmnian dan Paul Sabatier disebut
A Framework forr Policy Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini
berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publk adalah
kemampuan dalam mengidentifikasi variable-variable yang mempengaruhi
tercapainya tujuan-tujuan formal pada keselurihan proses imlementasi.
22
Variable-variable tersebut yang dikutip oleh Agustino (2008:145-146) adalah
sebagai berikut:
1) Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:
a. Kesukaran-kesukaran teknis
b. Keberagaamn perilaku yang diatur
c. Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran
d. Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.
2) Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat
a. Kecermatan dan kejelasan penjejangan tujuan-tujuan resmi yang akan
dicapai.
b. Keterhandalan teori kausalitas yang diperlukan
c. Ketetapan alokasi sumberdaya
d. Keterpaduan hierarki didalam lingkungan dan diantara lembaga-
lembaga atau instansi-instansi pelaksana
e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.
c. Implementasi Kebijakan Publik Model George C. Edward III
Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C.
Edward III dinamakan Direct and Indirect Im pact on Implementation. Dalam
pendekatan yang diteorikan oleh Edward III, terdapat empat variable yang
sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yang dikutip
oleh Agustino (2008:149-153), yaitu:
Gambar 1. Model Implementasi Kebijaka Edward III (1980)
Sumber : Agustino (2008:149)
23
1. Komunikasi
Terdapat tiga indikator yang baik akan dapat mengukur
keberhasilan variable komunikasi yaitu:
a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang
terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian
(miss communication), hal tersbut disebabkan karena komunikasi telah
melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan
terdistorsi ditengah jalan.
b. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
(street-level-bureaucratsi) haruslah jelas dan tidak membingungkan
(tidak ambigu/mendua).
c. Konstitensi, perintah yang berikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk ditetapkan dan
dijalankan).
2. Sumberdaya
Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal
penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut Edward
dalam Agustino (2008:149-153). Indikator sumber daya terdiri dari
beberapa elemen, yaitu :
a) Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah
satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi dan
tidak memenuhi standar keahlian yang sesuai pada bidangnya.
b) Informasi, dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua
bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data
kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi
pemerintah yang telah ditetapkan.
c) Sarana dan Prasarana, sarana dana prasana adalah faktor penting
dalam pelaksanaan implementasi kebijakan. Dengan terpenuhinya
sarana dan prasaran dapat melancarkan implementasi kebijakan.
d) Anggaran juga sangat mempengarihi implementasi kebijakan.
Anyanya anggaran dapat mendukung semua pelaksanaan
implementasi kebijakan. Anggaran dapat membantu keperluan yang
dibutuhkan dalam implementasi kebijakan.
3. Disposisi
Hal-hal yang perlu dicermati pada variable disposisi antara lain:
a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambtan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-
kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
24
b. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah
kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif.
Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan
mereka sendiri, maka manipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan
mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
4. Struktur Birokrasi
Menurut Edward III yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun
sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para
pelaksana kebijakan mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan, dan
mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan,
kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi
karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang
begitu kompleks menuntut adanay kerjasama banyak orang, ketika
struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hak
ini akan menyebabkan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan
menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah
kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan
secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Berdasarkan beberapa model implementasi kebijakan yang disebutkan
maka didalam penelitian ini peneliti berupaya menganalisis proses
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman dalam
perspektif sustainable city dengan menggunakan model implementasi George
Edward III dimana dalam implementasi kebijakan dibutuhkan variabel-
variabel antara lain komunikasi antara pelaksana kebijakan dengan kelompok
sasaran, adanya sumber daya yang dibutuhkan didalam pelaksanaan
implementasi. Kemauan atau disposisi seorang pelaksana kebijakan juga
sangat penting di dalam keberhasilan sebuah implementasi kebijakan. Agar
implementasi berjalan baik, juga diperlukan penataan struktur birokrasi
dengan pembagian tugas-tugas kerja.
25
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Pada dasarnya tidak semua implementasi kebijakan dapat berjalan
dengan baik, suatu kebijakan selalu mengandung resiko kegagalan. Gunn
dalam Wahab (2008:61-62) membagi dua kategori pengertian kegagalan
kebijakan (policy failure), yaitu :
1. Non Implementation (tidak terimplementasikan), yaitu jika dalam sebuah
kebijakan tidak dilaksankan sesuai rencana maka dimungkinkan ada
pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaanya tidak bekerja secara
efesien atau tidak menguasai permasalahan yang ada.
2. Unsuccesfull Implementation (implementasi yang tidak berhasil) yaitu
pada saat suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan dengan sesuai
rencana namun dikarenakan kondisi eksternal yang tidak mendukung atau
menguntungkan. Hal ini dapat menjadikan kebijakan tersebut tidak
berhasil mewujudkan dampak atau hasil akhir sesuai dengan tujuan awal.
Bisanya disebabkan oleh faktor-faktor pelaksanaan yang buruk (bad
execution), kebijakan yang buruk (bad policy), dan kebijakan itu bernasib
buruk (bad luck).
Berdasarkan paparan tentang hal yang menyebabkan kegagalan dalam
melaksanakan kebijakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
pembentukan sebuah kebijakan tidak semata – mata hanya disebabkan oleh
kemampuan para pelaksana atau implementor, melainkan dapat disebabkan
oleh kebijakan yang kurang sempurna. Dalam hal ini implementor berperan
penting dalam mengambil kebijakan dan untuk mencapai tujuan pokok perlu
diadakan reformulation.
B. Pembangunan Berkelanjutan
1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan dalam terjemahan dari Bahasa Inggris
sustainable development. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987)
26
dalam pembangunan berkelanjutan salah satu faktor yang harus dihadapi
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana
memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan
pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan berkelanjutan
adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan
sebagainya) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.
Dalam sebuah pembangunan yang baik seharusnya, pembangunan
yang memiliki manfaat untuk kedepannya. Seperti pendapat dari
Budimanta (2005):
“Pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai
kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam
kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan
lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan
kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan
memanfaatkannya.”
Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses
perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi
sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan
perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras,
serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Menurut Timmer dan Kate (2006) dalam Budihardjo (2005), suatu
pembangunan harus dapat menyeimbangkan hubungan antara ekonomi,
sosial, maupun lingkungan sehingga agar dapat berjalan selaras.
27
Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan saat ini dengan keharusan untuk menyisakan warisan positif
kepada generasi dimasa akan datang. Menyadari bahwa semua komponen
ekonomi, lingkungan, dan sosial itu sebenarnya berkaitan dan tidak dapat
dikerjakan sendiri-sendiri dan menekankan perlunya pengembangan
sebuah pendekatan kemitraan terhadap semua permasalahan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan
berkelajutan (sustainable development) adalah pembangunan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan pada masa kini tanpa
perlu merusak atau mengorbankan kebutuhan generasi masa depan dalam
memenuhi kebutuhannya.
2. Indikator Pembangunan Berkelanjutan
Alat ukur atau indikator pembangunan berkelanjutan terdiri dari
beberapa macam. Menurut Surna T. Djajadiningrat (2005:123) secara ideal
keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan dalam
hal (1) ekologis, (2) ekonomi, (3) sosial budaya, (4) politik, dan (5)
keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan ekologis
merupakan prasyarat pembangunan demi keberlanjutan kehidupan karena
akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi.
Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan
pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek
kehidupan yang mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial
budaya, politik dan pertahanan keamanan (Askar Jaya : 2004) :
28
a. Keberlajutan Ekologis
Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan
keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin
keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis
harus diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1) Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang
kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas,
adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan
berkelanjutan.
2) Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas
tatanan lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan
keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk
melaksanakan kegiatan yang tidak mengalir; menggunakan prinsip
pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang tidak
terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila
dimanfaatkan.
Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable tidak
boleh diterapkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya
yang tidak dapat dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga
dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar
dapat dikembangkan substitusi dengan sumberdaya terpulihkan;
membatasi dampak lingkungan pemanfaatannya sekecil mungkin, karena
sumberdaya lingkungan adalah biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini
29
tidak menciut akan tetapi bervariasi sesuai dengan kualitasnya.
b. Keberlanjutan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, ekonomi
makro merupakan landasan bagi terselenggaranya berbagai kebijakan
pemenuhan hak-hak dasar. Kebijakan ekonomi makro diarahkan pada
terwujudnya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha, dan
terbukanya kesempatan yang luas bagi peningkatan kapabilitas masyarakat
miskin.
Dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, kebijakan ekonomi makro
perlu memperhitungkan empat tujuan yang saling berkaitan, yaitu menjaga
stabilitas ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas
kesempatan kerja, dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Tiga elemen
utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi,
kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan
pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai
melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal,
meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik,
pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat
guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan
peningkatan distribusi pendapatan dan aset.
c. Keberlajutan Sosial Budaya
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam
keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh
30
manusia. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:
1) Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen
politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat
peranan dan status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan
lingkungan keluarga.
2) Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan
dan mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan
tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi
kemakmuran atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap
keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya
untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan
pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.
3) Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan
menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan
dengan memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi
manfaat masyarakat dan pembangunan ekonomi.
4) Mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan
keputusan.
Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial
yaitu:prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program
diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan
sumberdaya misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan
31
kesehatan, kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan
perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang
adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari
melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya.
d. Keberlanjutan Politik
Keberlanjutan politik diarahkan pada respek pada human right,
kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi,
sosial dan politik, demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan
proses demokrasi yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian
kesedian pangan, air, dan pemukiman.
e. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan
Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan,
ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak
langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan
negara dan bangsa perlu diperhatikan.
Dengan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan
berkelanjutan akan berhasil jika dilakukan dengan berkesinambungan dan
memanfaatkan semua aspek yang ada pada indikator pembangunaan
berkelanjutan nantinya akan baik untuk masa kini dan masa yang akan datang.
32
C. Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
1. Pengertian Kota Berkelanjutan
Pembangunan kota yang berkelanjutan merupakan suatu proses
dinamis yang berlangsung secara terus menerus yang merupakan respon
terhadap tekanan perubahan ekonomi, lingkungan dan sosial. Proses dan
kebijakanya berbeda pada setiap kotanya. Konsep kota berkelanjutan
merupakan turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan unutuk tataran
kota. Kota berserta sarana dan prasarananya serta penghuninya adalah suatu
sistem yang kompleks sehingga penerapan kota berkelanjutan akan
tergantung pada konteks dimana konsep tersebut diterapkan. Sustainable
City merupakan konsep yang lebih kecil dari Sustainable Development atau
biasa disebut dengan eco-city atau kota ekologis, yaitu suatu kota yang
dirancang dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, dihuni oleh orang
yang berdedikasi untuk minimalisasi input yang diperlukan dari output
energi, air dan makanan, dan sisa dari panas, polusi udara - CO2, metana, dan
polusi air. Dengan kata lain kota yang berkelanjutan adalah kota yang
memperhatikan harmonis antara perkembangan kotanya, dengan
perkembangan lingkungannya. Jika kesimbangan ini rusak, maka munculah
ketidakberlanjutan sistem dalam sutu kota.
Eco-city diperkenalkan pertama kali oleh Richard Register pada tahun
1987 dalam bukunya Ecocity Berkeley: Building Cities for a Healthy Future.
Konsep dasar dari teori ini adalah tetap berpegang teguh pada pemanfaatan
sumber daya lingkungan secara berkeadilan. Dengan hambatan tersebut
33
sebuah kota harus mampu memanfaatkan sebesar-besarnya teknologi di
dalam menggunakan sumber daya dan lingkungan di dalam upayanya untuk
tetap bertahan dan berdaya saing.
Menurut Herbert, 2001 dalam Arif Zulkifi (2015), Sustainable City
merupakan pengaturan,penyelenggaraan atau pengorganisasian suatu kota
yang memungkinkan setiap warganya untuk mampu memenuhi kebutuhan
mereka sendiri dan meningkatkan kesejahteraan tanpa merusak alam atau
kondisi lingkungan yang dapat membahayakan orang lain, sekarang atau di
masa depan.
Sustainable City merupakan respon terhadap gaya hidup modern yang
menggunakan sumber daya alam terlalu banyakm atau menghancurkan
ekosistem, meningkatkan kesenjangan sosial, dan menyebabkan perubahan
iklim. Sustainable City ini secara aplikatif banyak digunakan di kota-kota
bessar di dunia, karena jika dijalankan, baik itu dari pengurangan urban
sprawl, perbaikan moda dan infrastruktur transportasi, kemampuan
menghemat dan menciptakan sumber daya energy serta penataan arsitektur
bangunan yang pintar, kota tidak akan menghadapi kendala di dalam
pengembangannya.
Beberapa pendapat para ahli (Brutland,1987; Holden dan Ehrlich,
1992; Stren dan Whitney, 1992; Sarageldin dan Steer; 1994 dalam
Budihardjo, 2005) tentang pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan
secara ringkas dengan batasan pengertian kota berkelanjutan (Sustainable
City) dapat didefinisikan bahwa
34
“Kota yang dalam perkembangannya mampu memenuhi kebutuhan
masyarakatnya masa kini,mampu berkompetisi dalam ekonomi global
dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya,
politik, dan pertahanan keamanannya tanpa mengabaikan atau
mengurangikemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan
kebutuhan mereka” (Budihardjo, E dan Sudjarto, DJ. 2009)
Perwujudan kota berkelanjutan (The World Commision on Enviroment
and Development, 1987) antara lain:
a. Kota berkelanjutan dibangun dengan kepedulian dan memperhatikan
aset-aset lingkungan alam, memperhatikan penggunaan sumber daya,
meminimalisir dampak kegiatan terhadap alam.
b. Kota berkelanjutan berada pada tataan regional dan global, tidak peduli
apakah besar atau kecil, tanggung jawabnya melewati batas-batas kota.
c. Kota berkelanjutan meliputi awal yang lebih luas, dimana individu
bertanggungjawab terhadap kota.
d. Kota berkelanjutan memerlukan aset-aset lingkungan dan dampaknya
terdistribusi secaralebih merata.
e. Kota berkelanjuta adalah pengetahuan, kota bersama, kota dengan
jaringan internasional.
f. Kota berkelanjatan akan memperhatikan konservasi, memperkuat dan
mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan alam dan lingkungan.
g. Kota berkelanjutab saat ini lebih banyak kesempatan untuk memperkuat
kualitas lingkungan skala lokal, regional, dan global.
2. Prinsip Dasar Kota Berkelanjutan
Kota yang berkelanjutan mesti memiliki ekonomi yang kuat,
lingkungan yang serasi, tingkat sosial yang relatif setara penuh keadilan,
peran serta masyarakat yang tinggi, dan konservasi energi yang terkendali
dengan baik. (Budihardjo, 2005)
Dalam mewujudkan kota berkelanjutan tentu saja diperlukan beberapa
prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E yaitu Environment (Ecology),
Economy (Employment), Eqiuty, Engagement, Energy (Research
35
Trianggle Institute,1996 dalam Budihardjo, 2005). Dibawah ini, tabel dari
prinsip 5E :
Tabel 2. Prinsip Dasar Kota Berkelanjutan
Aspek Pendekatan kota yang
kurang berkelanjutan
Pendekatan kota yang
berkelanjutan
EKONOMI (KESEJAHTERAAN)
Pendekatan Kompetisi,industri besar,
retensi bisnis dan
ditarget,ekspansi.
Kerjasama strategis,
peningkaan keahlian
pekerja, infrastruktur dasar
dan informasi.
Hubungan antara
perkembangan
sosial dan
ekonomi
Kesenjangan yang
bertambah,kesempatan
kerja terbatas dilihat
sebagai tanggung jawab
pemerintah.
Penanaman modal strategis
pada tenaga kerja dan
kesempaten kerja dilihat
sebagai tanggung jawab
bersama (pemerintah, swasta
dan masyarakat).
EKOLOGI (LINGKUNGAN)
Peraturan
penggunaan
tanah
Penggunaan tertinggi dan
terbaik; penggunaan lahan
yang tunggal (terpisah),
kurang terpadu dengan
sistem transportasi,
pemekaran kota tanpa
kendala
Penggunaan lahan
campuran, koordinasi
dengan sistem transportasi,
menciptakan
taman,menetapkan batas
perkembangan/pemekaran
kota
EQUITY (PEMERATAAN)
Disparitas Disparitas yang makin
meningkatkan antar
kelompok income dan ras
Disparitas kurang dan
kesempatan yang seimbang
ENGAGEMENT (PERAN SERTA)
Partisipasi rakyat Diminimalkan Dioptimalkan
Kepemimpinan Isolasi dan Fragmentasi Justifikasi jurisdiksi silang
Regional Kompetisi Kerjasama strategis
Peran pemerintah Penyedia jasa,regulator,
komando dan pusat kontrol
Fasilitator pemberdayaan,
Negosiator dan menyaring
masukan dari bawah
ENERGI
36
Sumber energi Pengurasan Penghematan
Sistem
Transportasi
Mengutamakan kendaraan
pribadi yang boros energi
Mengutaakan transportasi
umum,massal, hemat energi
Alternaif Alternaif energi terbatas Alternaif energi meluas
Bangunan Menggunakan
pencahayaan dan
penghematan artifisial
Mendayagunakan
pencahayaan dan
penghematan alami
Sumber: Reasearch Trianggle Institute, 1996 dalam Budiharjo 2005
D. Perumahan dan Permukiman
1. Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Perrmukiman terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
a. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
b. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,
baik perkotaan maupun perdesaan , yang dilengkapai dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni.
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain
dikawasan perkotaan maupun perdesaan.
d. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan,
37
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
2. Elemen Dasar Perumahan dan Permukiman
Dari pengertian perumahan dan permukiman dapat disimpulkan
bahwa permukiman terdiri dari dua bagian yaitu: manusia dan tempat yang
mewadaho manusia yang berupa bangunan.
Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968, dalam Endang, 2006:43)
ada lima elemen dasar permukiman, antara lain:
a. Alam Lingkungan (nature)
Keadaan geologi, kondisi topografi, kondisi tanah, hidrografi, flora dan
fauna serta iklim, yang bisa dimanfaatkan unyuk membangun rumah
dan difungsikan semaksimal mungkin.
b. Manusia (man)
Kebutuhan biologi, kebutuhan emosi, nilai moral baik pribadi maupun
kelompok,
c. Masyarakat (society)
Komposisi jumlah dan kepadatan penduduk, pola-pola kebudayaan,
pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan dan kesejahtraan dalam
hubungan sosial masyarakat.
d. Sarana (shells)
Merupakan rumah atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia
dan fungsinya masing-masing.
38
e. Jaringan Prasarana (Networks)
Jaringan yang mendukung fungsi permukiman seperti air bersih,
listrik, jaringan transportasi (jalan, jalur kereta api), sistem komunikasi,
saluran air kotor, dan lain-lain.
Dalam membicarakan alam adalah alam pada saat permukiman
akan dibangun, bukan kondisi pada suatu saat dimasa lampau. Akrena
dengan berjalanya waktu, alam pun akan mengalami perubahan. Kondisi
alam pada waktu manusia pada zaman dulu dengan kondisi sekarang sangat
berbeda. Dalam mencapai permukiman yang ideal begitu dipengaruhi oleh
kelima elemen dasar tersebut yang merupakan kombinasi antara alam,
manusia, bangunan, masyarakat dan sarana prasarana.
Elemen dasar tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Alam : iklim, kekayaan alam, topografi, kandungan air, tempat tumbuh
tanaman dan binatang hidup.
b.Manusia: kebutuhan biologi (ruang, udara,suhu, air,dll), rasa, kebutuhan
emosi (hubungan manusia, keamanan, keindahan, dll), nilai moral serta
budaya.
c. Masyarakat: kepadatan penduduk, tingkat strata, budaya, ekonomi,
pendidikan, kesehatan, hukum.
d.Bangunan: rumah, fasilitas umum, perkantoran, industry dan transportasi.
e. Sarana dan prasarana: jaringan (air bersih, listrik, jalan, telpon), sarana
trasnportasi, sampah, dan MCK.
39
3. Penataan Kawasan Perumahan dan Permukiman
Dalam Peraturan Daerah No.4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 penataan rumah harus
memperhatikan lingkungan dan harus berpegang pada ketentuan, antara
lain:
1. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
GSB atau Building Demarcation Line adalah garis batas dalam
mendirikan bangunan disuatu petak yang tidak boleh dilewatinya.
Lebar GSB biasanya dihitung seperempat dari lebar Daerah Milik
Jalan (DMJ) dan ditarik dari batas Garis Sempadan Pagar (GSP).
Khusus untuk kawasan perdagangan dan jasa komersil, GSB
minimum adalah lima meter dari batas GSP.
Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpS/GSpB),
yaitu sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap
garis batas samping atau belakang, dihitung dari garis batas kapling
terhadap batas terluar samping/belakang bangunan yang berfungsi
sebagai ruang, untuk pertimbangan faktor keselamatan antarbangunan.
2. Koefisiensi Dasar Bangunan (KDB)
KDB atau Building Coberage Ratio adalah angka persentase
berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap
luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang kota.
40
Pengaturan KDB ditujukan untuk mengatur proporsi antar daerah
terbangun dan tidak terbangun. KDB merupakan suatu ukuran yang
mengatur proporsi luas penggunanaan lahan terbangun disini adalah
luas total lantai dasar dimana pada suatu struktur bangunan yang
kompleks memliki aturan perhitungan tersendiri.
Ketentuan pengaturan KDB bertujuan untuk:
a. Menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan
b. Menciptakan keserasian lingkungan baru dan lingkungan lama
yang sudah terbentuk.
c. Menjaga keseimbangan antara bangkitan kendaraan yang
ditimbulkan oleh bangunan dan rencana jaringan jalan.
3. Koefisiensi Lantai Bangunan (KLB)
KLB atau Floor Coverage Ratio merupakan besaran ruang yang
dihitung dari angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan
terhadap luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana teknis ruang kota. KLB merupakan ukuran yang
menunjukan proporsi total luas lantai suatu bangunan dengan luas
kapling dimana bnaguan tersebut berdiri.
4. Ketinggian Bangunan (TB)
TB atau Building Elevated merupakan jumlah lantai penuh dalam
suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar samapi puncak atap suatu
bangunan, yang dinyatakan dalam meter: atau TB adalah angka yang
41
membatasi ketinggian suatu banguanan yang dapat berupa
lapis/tingkat bangunan, atau dalam satuan ketinggian (meter).
Pengaturan ketinggian bangunan selain dapat membentuk
terciptanya kesan klimaks dan antiklimaks, juga bertujuan untuk
menciptakan skyline kawasan, agar tercipta kesan dinamis.
Kecenderungannya adalah makin dekat dengan pusat kota atau pusat
kegiatan mencerminkan intensitas kegiatan yang kian tinggi pula.
Pada prinsipnya, bangunan bertingkat hanya diizinkan pada
penggunanan lahan yang menuntut intensitas penggunan ruang yang
tinggi, seperti lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa komersial.
E. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perpektif Sustainable City
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan menuntut
kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana permukiman juga
meningkat. Hal tersebut menjadi permasalahan yang mendasar bagi
masyarakat. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan
perencanaan tata ruang kota yang baik. Akan tetapi karena adanya
keterbatasan dari tingkatan masyarakat, penataan pembangunan rumah dan
permukiman sering mengakibatkan kondisi permukiman yang tidak
memenuhi standar.
Masalah yang dihadapi pemerintah Kota Malang saat ini ialah kawasan
pemukiman, dimana masyarakat kota terutama kaum urbanisasi yang
memiliki pendapatan dibawah rata-rata sulit mendapatkan pemukiman yang
42
layak. Hal tersebut yang menyebabkan kelompok tersebut membuat
kawasan pemukiman illegal terutama didekat pusat kota. Karena kurang
adanya konsistensi dalam penangganinya, kawasan tersebut berkembang
secara tidak teratur sehingga tumbuh menjadi kawasan kumuh yang
menyebabkan kualitas hidup menurun.
Sustainable city sebagai turunan konsep pembangunan berkelanjutan
tentu memperhatikan harmonisasi antara perkembangan sebuah kota dengan
perkembangan lingkungan. Kota berkelanjutan harus memiliki kestabilan
ekonomi yang kuat, lingkungan yang serasi dan berlanjut, tingkat sosial
yang relatif setara dengan penuh keadilan, peran serta masyarakat yang
tinggi, dan konservasi energi yang terkendali dengan baik. Kota masa depan
dalam era globalisasi diharapkan akan mampu berfungsi sebagai pemicu
peradaban, mesin penggerak ekonomi, dan sekaligus juga tempat nyaman
bagi kehidupan manusia.
Di Kota Malang dalam mempersiapkan sebagai kota layak huni dan
berkelanjutan dilakukan dengan penataan kawasan permukiman kumuh
terlebih dahulu. Luas kawasan permukiman kumuh di Kota Malang adalah
606.6 Ha atau setara dengan 5.53% dari luas wilayah kota Malang.
Penangganan perkukiman kumuh dilakukan melalui program Kota Tanpa
Kumuh. Program tersebut memiliki capaian program yakni 100-0-100 yang
berarti Fasum, utilitas lingkungan 100% terbangun, 0% tanpa permukiman
kumuh dan 100% teraliri air minum.
43
Kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Malang dapat dinilai dari beberapa indikator dalam Sustainable City, antara
lain: Economy, Ecology, Equity, Engagement dan Energy. Dari penjelasan
permasalahan perkotaan diatas, agar lebih mudah dalam memahami
permasalahan penataan kawasan permukiman maka digambarkan dalam
gambar kerangka berfikir seperti dibawah ini:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Sumber : Olahan Penulis 2017
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Menurut Moleong (2006:5) “Metode kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Berdasarkan rumusan
masalah yang telah disampaikan diatas, maka penulis menggunakan jenis
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan
menggunakan jenis penelitian tersebut maka diharapkan dapat
menggambarkan secara tepat, sistematis, akurat mengenai fakta dan sifat
antar fenomena yang diteliti terkait implementasi kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang.
Pendekatan kualitatif yang digunakan merupakan sebuah instrument
yang digunakan untuk menggambarkan kejadian baik secara tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati pada saat
penelitian dilakukan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Penggunaan pendekatan
ini karena peneliti berada didalam hubungan yang dekat dengan objek
penelitian.
45
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada dasarnya merupakan masalah pokok yang
menjadi pusat perhatian peneliti. Dengan adanya fokus penelitian, maka
penelitian akan lebih terarah. Berdasarkan dengan rumusan permasalahan
yang akan diteliti maka yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perspektif Sustainable City di Kota Malang.
a. Komunikasi
Yaitu bentuk komunikasi yang dilakukan dalam implementasi
kebijakan penataan kawasan permukiman di Kota Malang.
b. Sumber Daya
Yaitu sumber daya yang digunakan dalam implementasi kebijakan
penataan kawasan permukiman di Kota Malang.
c. Disposisi
Yaitu sikap pelaksana dalam implementasi kebijakan penataan
kawasan permukiman di Kota Malang.
d. Struktur Birokrasi
Yaitu struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan penataan
kawasan permukiman di Kota Malang.
46
e. Perspektif Sustainable City
1) Ekomomi
2) Lingkungan
3) Peran serta
4) Pemerataan
5) Energi
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Penataan
Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Malang
a. Faktor pendukung implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman.
1) Faktor Internal
a) Sumber Daya
b) Koordinasi
2) Fakor Eksternal
a) Partisipasi Masyarakat
b) Partisipasi Pihak Swasta
b. Faktor penghambat implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman.
1) Fakor Internal
a) Pengawasan Kebijakan yang Kurang
2) Faktor Eksternal
a) Sikap Apatis Masyarakat
47
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah letak dimana peneliti memperoleh data atau
informasi yang diperlukan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap penataan perumahan dan kawasan
permukiman dalam perpektif sustainable city, lokasi yang dipilih untuk
melaksanakan penelitian ini adalah di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur.
Karena dengan perkembangan kawasan permukiman di Kota Malang yang
cukup pesat karena beberapa faktor seperti pertambahan jumlah penduduk serta
Kota Malang juga menjadi pilot project dalam program dalam penangganan
terkait perumahan dan kawasan permukiman kumuh.
Sedangkan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti dapat
menangkap keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Situs penelitian dalam
penelitian ini, peneliti mengambil tempat pada badan pemerintah, antara lain:
1. Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kota Malang
(Barenlitbang)
2. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Malang (Disperkim)
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini dibedakan menjadi jenis data primer dan
jenis data sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan jenis data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli. Data primer diperoleh melalui infroman yang
berhubungan dengan objek penelitian meliputi observasi (pengamatan)
48
dan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait langsung. Untuk
itu, data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan para pejabat pemerintah,
berserta pegawai negeri sipil yang berada dalam lingkup Badan
Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kota Malang dan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Malang yang diyakini
memahami mengenai implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman di Kota Malang.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan jenis data yang diperoleh secara tidak
langsung. Data sekunder diperoleh di lapangan penelitian untuk
memperkuat atau mendukung data primer yang telah didapatkan
sebelumnya. Data sekunder dalam hal ini didapatkan dari:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
b) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2011-2030
c) Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 86 Tahun 2015 tentang
Penetapan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di
Kota Malang.
d) Serta dari hasil dokumentasi peneliti.
49
Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Infroman
Informan dalam penelitian ini antara lain:
a) Kepala SubBidang Pengembangan Wilayah, Badan Perencanaan,
Pengembangan dan Penelitian Kota Malang
b) Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman, Dinas Perumahan
dan Kawasan Permukiman Kota Malang
c) Staff Bidang Perumahan dan Permukiman, Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kota Malang
2. Peristiwa
Data atau informasi diperoleh melalui pengamatan terhadap
peristiwa atau aktivitas yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Dari peristiwa tersebut, peneliti dapat mengetahui proses
bagaimana proses dengan menyaksikan sendiri.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data tergantung
pada sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini penulis mengadakan pengumpulan data dengan menggunakan
teknik lapangan (field research), yaitu peneliti terjun langsung pada subjek
atau objek penelitian, dimana dengan cara ini diharapkan diperoleh data yang
objektif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah:
50
1. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti dengan mengamati peristiwa dilapangan. Peneliti
menggunakan jenis observasi non-partisipan yaitu dengan mengadakan
pengamatan langsung dilapangan untuk melihat dan mengamati keadaan
lokasi penelitian dan selanjutnya mengumpulkan data yang diperlukan.
Sumber data observasi diperoleh dengan melihat sebuah peristiwa atau
kejadian-kejadian yang berkaitan dengan topik penelitian Penataan
Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam Perspektif Sustainable
City.
2. Wawancara
Peneliti mengadakan tatap muka dan wawancara dengan para
informan untuk menggali data secara langsung, dengan komunikatif dan
dialogis sehingga dari wawancara tersebut diperoleh suatu data dengan
akurasi yang tinggi. Metode wawancara ini akan dilakukan kepafa
Kepala SubBidang Pengembangan Wilayah Barenlitbang Kota Malang
dan Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman Disperkim serta Staff
Disperkim untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dari sejumlah
dokumen, arsip dan catatan instansi yang dianggap penting dan
mempunyai relevansi dengan masalah masalah yang diteliti. Dengan
51
menguatkan data yang diperoleh maka setiap kegiatan penelitian dan
observasi peneli langsung melakukan proses pencatatan terhadap data
atau informasi yang diperoleh, kemudian juga tidak lupa
mendokumentasikan hasil penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti
dalam kegiatannya mengumpulkan data. Dalam penelitian kualitatif,
Moleong (2006:168) mengemukakan bahwa instrument penelitian atau alat
pengumpul data adalah peneliti sendiri. Ia sekaligus merupakan perencana,
pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya ia
menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrument atau alat
penelitian disini tepat karena peneliti sendiri yang akan menjadi segalanya
dari keseluruhan proses penelitian. Jadi, dalam penelitian ini instrument
penelitian adalah peneliti adalah peneliti sendiri, sedangkan instrument
penunjangnya adalah:
1. Untuk teknik observasi, peneliti menggunakan pengamatan dan
pencatatan terhadap fenomena yang terjadi ditempat penelitian.
2. Untuk wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara.
3. Untuk teknik pengumpulan data teruma data sekunder, peneliti
menggunakan kebijakan yang ada serta alat dokumentasi yaitu kamera,
alat perekam serta catatan lapangan.
52
G. Analisis Data
Proses analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu
metode penelitian, karena merupakan tahapan penentuan dalam keselurhan
proses penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
mengenai implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman dalam perspektif sustainable city di Kota Malang dengan
menggunakan analisis data model interaktif dari Miles, Huberman dan
Saldana (2014:12-14), yang terdiri dari tiga komponen analisis, yaitu:
1. Kondensasi Data (data condensation)
Kondensasi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyerdanaan
dan transformasi data mentah yang didapat dari lapangan. Dalam
penelitian mengenai implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman dalam perspektif sustainable city, kondensasi data
dilakukan terus menerus selama penelitian. Dengan cara, data yang
diperoleh dilokasi penelitian dituangkan dalam uraian secara lengkap
dan terperinci sesuai dengan fokus penelitian yang terdiri dari variable
implementasi kebijakan dan perpektif sustainable city yang ada di Kota
Malang. Kemudian disederhanakan, dirangkum, dipilih hal-hal
pokoknya yang mana akan mempermudah peneliti dalam mengumpulan
data.
2. Penyajian Data (Data Display)
Panyajian data merupakan proses penyusunan informasi yang
kompleks kedalam bentuk yang sistematis dan memberikan
53
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian dalam melihat
gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari peneliti.
Data-data yang terdiri dari variable implementasi kebijakan dan
perspektif sustainable city yang ada di Kota Malang tersebut kemudian
dipilah dan disisihkan untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun
sesuai kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan
permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan
sementara diperolah pada waktu kondensasi.
3. Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing)
Penarikan kesimpulan merupakan bagian akhir dari kegiatan
analisis yaitu berupa pengelompokan data yang sudah diolah dan
disajikan secara sistematis agar mendapatkan data yang valid dan pada
akhirnya ditarik kesimpulan. Proses pengumpulan data, reduksi data,
penyajian hingga analisis data dari hasil penelitian variable implementasi
kebijakan dan perspektif sustainable city yang ada di Kota Malang
kemudian ditarik kesimpulan yang relevan sesuai dengan data yang
diperoleh dalam penelitian.
Proses analisis data model interatif yang terdiri dari ketiga komponen
utama tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
54
Gambar 2. Komponen Analisis Data (Model Interaktif) Sumber: Miles, Huberman dan Saldana (2014: 12-14)
H. Keabsahan Data
Setiap penelitian kualitatif dibutuhkan standar untuk melihat
tingkat kepercayaan atas kebenaran atas hasil penelitian, sehingga data yang
dikumpulkan harus dipertanggungjawabkan. Melalui keabsahan data
kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam
penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan
triangulasi. Menurut Moleong (2007:330) triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu.
1) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Teknik ini dapat diaplikasikan pada saat penelitian tentang
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman
55
dalam perspektif sustainable city di Kota Malang. Dalam penelitian ini,
peneliti mengecek data yang telah diperoleh melalui narasumber,
kemudian peneliti mengecek kembali kebenaran data yang diperoleh
melalui narasumber lainnya.
2) Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat waktu yang tepat
akan mempengaruhi pemberian data yang lebih valid sehingga lebih
terpercaya. Untuk melakukan pengujian kredibiltas data dilakukan
dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara dan observasi.
Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara
berulang sehingga sampai ditemukan kepastian data.
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Kota Malang
Kota Malang tak jauh berbeda dengan kota lainya di Indonesia yang
tumbuh dan berkembang setelah kehadiran pemerintah kolonial Belanda.
Sarana dan prasaran umum dibuat sedemikian rupa agar memenuhi
kebutuhan keluarga belanda. Namun, kesan diskriminatif tersebut masih
terlihat hingga saat ini terlihat dari kawasan Ijen Boulevard mayoritas
dinikmati keluarga Belanda dan bangsa Eropa, sementara penduduk pribumi
bertempat ditempat pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai.
Kawasan perumahan tersebut hingga kini bagai monumen yang seringkali
mengundang keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim disana
untuk bernostalgia.
Pada tahun 1879, di Kota Malang mulai beroperasi kereta api dan sejak
itu Kota Malang berkembang dengan sangat pesat. Berbagai kebutuhan
masyarakat semakain meningkat terutama akan ruang gerak dalam
melakukan kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan akan tata guna lahan,
daerah yang terbangun bermunculan tanpa kendali. Perubahan fungsi lahan
mengalami perubahan yang pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi
perumahan dan industri. Sejalan perkembangan tersebut diatas, urbanisasi
terus berlangsung dan kebutuhan masyarakat akan perumahan meningkat
diluar kemampuan pemerintah, sementara tingkat ekonomi kaum urban
57
terbatas, yang selanjutnya akan berakibat timbulnya perumahan-perumahan
liar yang pada umumnya berkembang disekitar daerah perdagangan,
disepanjang jalur hijau, sekitar sungai, rel kereta api dan lahan yang diangap
tak bertuan. Selang beberapa lama kemudian daerah tersebut tumbuh
menjadi perkampungan dan terjadi degradasi kualitas lingkungan.
a. Sejarah Pemerintahan
1. Malang merupakan sebuah Kerajaan yang berpusat di wilayah
Dinoyo dengan rajanya Gajayana.
2. Tahun 1767 Kompeni memasuki Kota Malang
3. Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda dipusatkan disekitar
kalI Brantas
4. Tahun 1824 Malang memiliki Asisten Residen
5. Tahun 1882 permukiman dibagian barat kota didirikan dan Alun-
alun dibangun.
6. 1 April 1914 Malang ditetapkan sebagai Kotapraja
7. 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
8. 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
9. 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
10. 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki
Kota Malang
11. 1 Januari 2001 menjadi Pemerintah Kota Malang.
(http://www.malangkota.go.id)
58
2. Keadaan Geografis
Kota Malang secara astronomis terletak pada 112ᵒ43’9’’ -
112ᵒ41’34’’ Bujur Timur dan 7ᵒ54’2’’ - 8ᵒ3’5’’ Lintang Selatan. Kota
Malang dilingkupi oleh wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu,
sehingga secara administratif batas-batas wilayah Kota Malang adalah:
1) Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Singosari dan
Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.
2) Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kecamatan Pakis dan Kecamatan
Tumpang Kabupaten Malang
3) Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Tajinan dan
Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang
4) Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kecamatan Wagir dan Kecamatan
Dau Kabupaten Malang
Luas wilayah Kota Malang sebesar 110,06 km² yang terbagi dalam
lima kecamatan yaitu Kecamatan Blimbing, Lowokwaru, Klojen, Sukun,
dan Kedungkandang. Kota Malang dikelilingi gunung-gunung :
1) Gununng Arjuno disebelah Utara
2) Gunung Semeru disebelah Timur
3) Gunung Kawi dan Panderman disebelah Barat
4) Gunung Kelud disebelah Selatan
Kondisi iklim kota Malang selama tahun 2008 tercatat rata-rata
suhu udara berkisar antara 22.7°C – 25.1°C. Sedangkan suhu maksimum
59
mencapai 32.7°C dan suhu minimum 18.4°C. Rata-rata kelembaban udara
berkisar 79%-86%. Dengan kelembaban maksimum 99% dan minimum
mencapai 40%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang
engikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan dan musim kemarau.
Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso curah
hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Februari, November dan
Desember. Sedangkan pada bulan Juni dan September curah hujan relatif
rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi dibulan Mei, September dan
Juli. Keadaan tanah diwilayah Kota Malang antara lain:
1. Bagian selatan termasuk dataran tinggi yang luas cocok untuk
kawasan industri
2. Bagian utara termasuk kawasan dataran tinggi yang subur cocok
untuk kawasan pertanian
3. Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang
subur
4. Bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi
kawasan pendidikan
60
Gambar 3.
Peta Administrasi Kota Malang
Sumber: Badan Perencanaan,Penelitian dan Pengembangan, 2017
61
Tabel 3.
Luas Kecamatan (km²) dan Presentase Luas Kota Malang 2010
Kecamatan Luas Kecamatan
(km²)
Presentase terhadap
Luas Kota (%)
Blimbing 17.77 16.15
Lowokwaru 22.60 20.53
Klojen 8.83 8.02
Sukun 20.97 19.05
Kedungkandang 39.89 36.24
Jumlah 110.06 100.00
Sumber : BPS Kota Malang, 2010
3. Gelar yang disandang Kota Malang
1. Paris of Java. Karena kondisi alamnya yang indah, iklimnya yang sejuk
dan kotanya yang bersih, bagaikan kota Paris nya Jawa Timur.
2. Kota Pesiar. Kondisi alam yang elok menawan, bersih, sejuk, tenang
dan fasilitas wisata yang memadai merupakan ciri-ciri sebuah kota
tempat berlibur.
3. Kota Peristirahatan. Suasana kota yang damai sangat sesuai untuk
beristirahat, terutama bagi orang dari luar Malang, baik sebagai turis
maupun dalam rangka mengunjungi keluarga.
4. Kota Pendidikan. Situasi kota yang tenang, penduduknya ramah, harga
makanan yang relatif murah dan fasilitas pendidikan yang memadai
sangat coock untuk belajar/menempuh pendidikan.
62
5. Kota Militer. Terpilih sebagai kota Kesatrian. Dikota Malang ini
didirikan tempat pelatihan militer, asrama dan mess perwira disekitar
lapangan Rampal dan pada zaman Jepang dibangun lapangan terbang
Sundeng dikawasan Perumnas sekarang.
6. Kota Sejarah. Sebagai kota yang menyimpan misteri embrio
tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar, seperti Singosari, Kediri,
Mojopahit, Demak dan Mataram. Di Kota Malang juga terukir awal
kemerdekaan Republik Indonesia, bahkan Kota Malang tercatat masuk
nominasi akan dijadikan Ibukota NKRI.
7. Kota Bunga. Cita-cita yang merebak dihati setiap warga kota
senangtiasa menyemarakan sudut kota dan tiap jengkal tanah warga
dengan warna-warni bunga.
4. Visi dan Misi Kota Malang
Pengertian Visi menurut Undang-undang 25 tahun 2004 pasal 1
nomer 12 adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada
akhir periode perencanaan. Hal ini berarti bahwa visi yang tercantum dalam
RPJM Daerah Kota Malang harus dicapai pada tahun 2018. Selanjutnya
pada pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa RPJMD merupakan penjabaran dari
visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman
pada RPJP Daerah yang memperhatikan RPJM Nasional. Oleh karena itu,
maka perumusan visi, misi dab program dalam RPJMD Kota Malang ini
2013-2018 tidak hanya berasal dari visi, misi dan program Kepala Daerah
63
saja, namun sudah dilakukan beberapa penyesuaian dari semua acuan
dimaksud.
“Menjadikan Kota Malang sebagai Kota
BERMATABAT”
Selain Visi diatas, hal lain yang tak kalah penting adalah
ditentukannya Peduli Wong Cilik sebagai SEMANGAT dari pembangunan
Kota Malang periode 2013-2018. Sebagai semangat, kepedulian terhadap
wong cilik menjadi jiwa dari pencapaian visi. Hal ini berarti bahwa seluruh
aktivitas dan program pembangunan di Kota Malang harus benar-benar
membawa kemaslahatan bagi wong cilik. Dan seluruh hasil pembangunan di
Kota Malang harus dapat dinikmati oleh wong cilik yang notabene adalah
rakyat kecil yang mayoritas jumlahnya di Kota Malang.
Istilah MARTABAT adalah istilah yang menunjuk pada harga diri
kemanusiaan, yang memiliki arti kumuliaan. Sehingga, dengan visi
‘Menjadikan Kota Malang sebagai Kota BERMARTABAT’ diharapkan
dapat terwujud suatu kondisi kemuliaan bagi kota Malang dan seluruh
masyarakatnya. Hal ini adalah penerjemahan langsung dari konsep Islam
mengenai Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur (negeri yang makmur
yang diridhoi Allah SWT). Untuk dapat disebut sebagai Kota
BERMATABAT, maka akan diwujudkan Kota Malang yang aman, tertib,
bersih dan asri, dimana masyarakat Kota Malang adalah masyarakat yang
mandiri, makmur, sejahtera, terdidik dan berbudaya serta memiliki nilai
religius yang tinggi dilandasi dengan sikap toleransi terhadap perbedaan-
64
perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat, dengan Pemerintah Kota
Malang yang bersih dari KKN dan sungguh-sungguh melayani masyarakat.
Sehingga, Kota Malang secara umum akan memiliki keunggulan-
keunggulan dan berdaya saing tinggi untuk dapat menempatkan diri sebagai
kota yang terkemuka dengan berbagai prestasi diberbagai bidang.
Selain itu, visi BERMARTABAT dapat menjadi akronim dari
beberapa prioritas pembangunan yang menunjuk pada kondisi-kondisi yang
hendak diwujudkan sepanjang periode 2013-2018, yakni: BERsih, Makmur,
Adil, Religius-toleran, Terkemuka, Aman, Berbudaya, Asri, dan Terdidik.
Masing-masing akronim dari BERMARTABAT tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Bersih: Kota Malang yang bersih adalah harapan seluruh warga Kota
Malang. Lingkungan kota yang bebas dari tumpukan sampah dan limbah
adalah kondisi yang diharapkan dalam pembangunan Kota Malang
sepanjang periode 2013-2018. Selain itu, bersih juga harus menjadi ciri
dari penyelenggaran pemerintahan. Pemerintahan yang bersih (clean
governance) harus diciptakan agar kepentingan masyarrakat dapat
terlayani dengan sebaik-baiknya.
2. Makmur: Masyarakat yang makmur adalah cita-cita yang dipercayakan
kepada pemerintah untuk diwujudkan melalui serangkaian kewenangan
yang dipunyai pemerintah. Kondisi makmur di Kota Malang tercapai
jika seluruh masyarakat Malang dapat memenuhi kebutuhan hidup
mereka secara layak sesuai dengan strata sosial masing-masing. Dalam
65
kaitannya dengan upaya mencapai kemakmuran, kemandirian adalah hal
penting. Masyarakat makmur yang dibangun diatas pondasi kemandirian
merupakan kondisi yang hendak diwujudkan dalam periode
pembangunan Kota Malang 2013 – 2018.
3. Adil: Terciptanya kondisi yang adil di segala bidang kehidupan adalah
harapan seluruh masyarakat Kota Malang. Adil diartikan sebagai
diberikannya hak bagi siapapun yang telah melaksanakan kewajiban
mereka. Selain itu, adil juga berarti kesetaraan posisi semua warga
masyarakat dalam hukum dan penyelenggaraan pemerintahan. Adil juga
dimaksudkan sebagai pemerataan distribusi hasil pembangunan daerah.
Untuk mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, Pemerintah
Kota Malang juga akan menjalankan tugas dan fungsinya dengan
mengedepankan prinsip-prinsip keadilan.
4. Religius-toleran: Terwujudnya masyarakat yang religius dan toleran
adalah kondisi yang harus terwujudkan sepanjang 2013-2018. Dalam
masyarakat yang religius dan toleran, semua warga masyarakat
mengamalkan ajaran agama masing-masing ke dalam bentuk cara
berpikir, bersikap, dan berbuat. Apapun bentuk perbedaan di kalangan
masyarakat dihargai dan dijadikan sebagai faktor pendukung
pembangunan daerah. Sehingga, dengan pemahaman religius yang
toleran, tidak akan ada konflik dan pertikaian antar masyarakat yang
berlandaskan perbedaan SARA di Kota Malang.
66
5. Terkemuka: Kota Malang yang terkemuka dibandingkan dengan kota-
kota lain di Indonesia merupakan kondisi yang hendak diwujudkan.
Terkemuka dalam hal ini diartikan sebagai pencapaian prestasi yang
diperoleh melalui kerja keras sehingga diakui oleh dunia luas. Kota
Malang selama lima tahun ke depan diharapkan memiliki banyak
prestasi, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.
Terkemuka juga dapat juga berarti kepeloporan. Sehingga, seluruh
masyarakat Kota Malang diharapkan tampil menjadi pelopor
pembangunan di lingkup wilayah masing-masing.
6. Aman: Situasi kota yang aman dan tertib merupakan kondisi yang
mutlak diperlukan oleh masyarakat. Situasi aman berarti bahwa
masyarakat Kota Malang terbebas dari segala gangguan, baik berupa
fisik maupun non-fisik, yang mengancam ketentraman kehidupan dan
aktivitas masyarakat. Sehingga situasi masyarakat akan kondusif untuk
turut serta mendukung jalannya pembangunan. Untuk menjamin situasi
aman bagi masyarakat ini, Pemerintah Kota Malang akan mewujudkan
ketertiban masyarakat. Untuk itu, kondisi pemerintahan yang aman dan
stabil juga akan diwujudkan demi suksesnya pembangunan di Kota
Malang.
7. Berbudaya: Masyarakat Kota Malang yang berbudaya merupakan
kondisi dimana nilai-nilai adiluhung dipertunjukkan dalam sifat, sikap,
tindakan masyarakat dalam aktivitas sehari-hari di semua tempat.
Masyarakat menjunjung tinggi kesantunan, kesopanan, nilai-nilai sosial,
67
dan adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku berbudaya juga
ditunjukkan melalui pelestarian tradisi kebudayaan warisan masa
terdahulu dengan merevitalisasi makna-maknanya untuk diterapkan di
masa sekarang dan masa yang akan datang.
8. Asri: Kota Malang yang asri adalah dambaan masyarakat. Keasrian,
keindahan, kesegaran, dan kebersihan lingkungan kota adalah karunia
Tuhan bagi Kota Malang. Namun, keasrian Kota Malang makin lama
makin pudar akibat pembangunan kota yang tidak memperhatikan aspek
lingkungan. Maka, Kota Malang dalam lima tahun ke depan harus
kembali asri, bersih, segar, dan indah. Sehingga, segala pembangunan
Kota Malang, baik fisik maupun non-fisik, diharuskan untuk menjadikan
aspek kelestarian lingkungan sebagai pertimbangan utama. Hal ini harus
dapat diwujudkan dengan partisipasi nyata dari seluruh masyarakat,
tanpa kecuali.
9. Terdidik: Terdidik adalah kondisi dimana semua masyarakat
mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan peraturan
perundangan. Amanat Undang-Undang nomer 12 tahun 2012
mewajibkan tingkat pendidikan dasar 12 tahun bagi seluruh warga
negara Indonesia. Selain itu, diharapkan masyarakat akan mendapatkan
pendidikan dan ketrampilan yang sesuai dengan pilihan hidup dan
profesi masing-masing. Masyarakat yang terdidik akan senantiasa
tergerak untuk membangun Kota Malang bersama dengan Pemerintah
Kota Malang.
68
Dalam rangka mewujudkan visi sebagaimana tersebut di atas, maka
misi pembangunan dalam Kota Malang Tahun 2013-2018 adalah sebagai
berikut :
1. Menciptakan Masyarakat Yang Makmur, Berbudaya dan Terdidik
berdasarkan Nilai-Nilai Spiritual yang Agamis, Toleran Dan Setara.
2. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik yang Adil, Terukur dan
Akuntabel.
3. Mengembangkan Potensi Daerah yang Berwawasan Lingkungan yang
Berkesinambungan, Adil, dan Ekonomis.
4. Meningkatkan Kualitas Pendidikan Masyarakat Kota Malang Sehingga
Bisa Bersaing Di Era Global.
5. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat Kota Malang Baik
Fisik, Maupun Mental Untuk Menjadi Masyarakat Yang Produktif.
6. Membangun Kota Malang Sebagai Kota Tujuan Wisata Yang Aman,
Nyaman, Dan Berbudaya.
7. Mendorong Pelaku Ekonomi Sektor Informal Agar Lebih Produktif
Dan Kompetitif.
8. Mendorong Produktivitas Industri Dan Ekonomi Skala Besar Yang
Berdaya Saing, Etis Dan Berwawasan Lingkungan.
9. Mengembangkan Sistem Transportasi Terpadu Dan Infrastruktur Yang
Nyaman Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat.
69
5. Keadaan Penduduk
Data tentang kependudukan sangat diperlukan dalam perkotaan dan
evaluasi pembangunan karena penduduk merupakan subyek dan sekaligus
sebagai objek pembangunan. Data penduduk diperoleh melalui beberapa
cara yaitu melalui sensus penduduk, registrasi penduduk dan survei
kependudukan.
Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010, penduduk kota
Malang sebanyak 820.243 jiwa yang terdiri penduduk laki-laki sebanyak
404 .553 dan penduduk perempuan sebanyak 415.690 jiwa.
Tabel 4.
Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Rata-
rata Anggota Rumah Tangga di Kota Malang 2010
Sumber : BPS Kota Malang, 2010
70
6. Lambang Daerah Kota Malang
Motto “MALANG KUCECWARA” berarti Tuhan menghancurkan yang
bathil, menegakkan yang benar.
Gambar 4
Lambang Kota Malang
Sumber: http://malangkota.go.id/
Arti Warna :
1. Merah Putih, bermakna lambang bendera nasional Indonesia
2. Kuning, bermakna keluhuran dan kebesaran
3. Hijau bermakna kesuburan
4. Biru Muda bermakna Kesetiaan pada Tuhan, Negara dan Bangsa
5. Segilima berbentuk perisai
bermakna semangat perjuangan kepahlawanan, kondisi kondisi geografis,
pegunungan, serta semangat membangun untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur berdasrakan Pancasila.
71
B. Gambaran Umum
1. Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kota Malang
STRUKTUR ORGANISASI
BARENLITBANG
Gambar 5
Struktur Organisasi Barenlitbang Kota Malang
Sumber : data sekunder (www.barenlibang.malang.go.id), 2017
Visi dari BARENLITBANG Kota Malang adalah “Mewujudkan
Perencanaan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan
Demi Kesejahteraan Masyarakat”. Sedangkan Misi dari BARENLITBANG
Kota Malang adalah:
72
1) Meningkatkan perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
2) Meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kota Malang yang merata
sebagai motor penggerak pertumbuhan perekonomian kawasan sekitarnya.
3) Mengembangkan perencanaan pembangunan kota melalui penyusunan
Rencana Pembangunan Kota melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah maupun penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan daerah lainnya dan penyusunan rencana tata ruang wilayah
merujuk pada hasil penelitian maupun database potensi wilayah.
4) Mewujudkan pelayanan publik yang prima.
Tugas Pokok BARENLITBANG Kota Malang adalah menyusun dan
melaksanakan kebijkan daerah dibidang perencanaan pembangunan daerah.
Sedangkan fungsi dari BARENLITBANG Kota Malang adalah:
1) Meningkatkan perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
2) Perumusan kebijakan teknis dibidang perencanaan pembangunan daerah.
3) Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana
Kerja (Renja) dibidang perencanaan pembangunan daerah.
4) Penyiapan dan penyusunan Kebijakan Umum APBD (KU-APBD)
5) Penyiapan dan penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
6) Penyiapan dan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
73
7) Penyusunan program dan perumusan kebijakan operasional penelitian dan
pengembangan.
8) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan;
9) Pelaksanaan pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
10) Pengkoordinasian penelitian dan mengadakan kerja sama penelitian
dengan lembaga-lembaga penelitian lainnya;
11) Penyiapan bahan dalam rangka publikasi hasil-hasil penelitian dan
pengembangannya;
12) Pemeliharaan hasil-hasil penelitian dan pengembangannya serta
penyusunan statistik perkembangan penelitian dan pengembangannya;
13) Pengkoordinasian perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan;
14) Pelaksanaan kerja sama perencanaan pembangunan antar daerah dan
antara daerah dengan swasta dalam dan luar negeri;
15) Pelaksanaan kerja sama antar lembaga untuk mengembangkan statistik;
16) Pelaksanaan pengelolaan data dan informasi pembangunan;
17) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan perencanaan
pembangunan;
18) Pengkoordinasian penyusunan renstra dan renja perangkat daerah sebagai
bahan penyusunan RKPD;
19) Pelaksanaan penyidikan tindak pidana pelanggaran di bidang perencanaan
pembangunan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
74
20) Pelaksanaan pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
yang akan digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi;
21) Pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah yang digunakan dalam
rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
22) Pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya;
23) Penyusunan dan pelaksanaan SP dan SOP;
24) Pelaksanaan SKM dan/atau pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan
secara periodik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas layanan;
25) Pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang perencanaan pembangunan;
26) Penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait
layanan publik secara berkala melalui website pemerintah daerah;
27) Pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program,
ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga,
perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan;
28) Pemberdayaan dan pembinaan jabatan fungsional;
29) Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; dan
30) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas
pokoknya.
75
2. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
a. Sususan organisasi Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, terdiri
dari:
1) Kepala Dinas
2) Sekretariat, terdiri dari:
a) Subbagian Perencanaan dan Keuangan
b) Subbagian Umum
3) Bidang Perumahan dan Pertanahan, terdiri dari:
a) Seksi Perumahan dan Permukiman
b) Seksi Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU)
c) Seksi Pertanahan
4) Bidang Penerangan Jalan, terdiri dari:
a) Seksi Pengembangan Jaringan Penerangan Jalan
b) Seksi Pembangunan & Pemeliharaan Penerangan Jalan
c) Seksi Pengawasan dan Pengendalian Penerangan Jalan
5) Bidang Pertamanan, terdiri dari:
a) Seksi Pengembangan
b) Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan
c) Seksi Pengawasan dan Pengendalian
6) UPT, terdiri dari:
a) UPT Tempat Pemakaman Umum
b) UPT Perbengkelan Taman dan Pener
c) UPT Kebun Bibit Tanaman
76
d) UPT Taman Aktif
e) UPT Rusunawa
7) Kelompok Jabatan Fungsional
b. Uraian Tugas, Pokok dan Fungsi Seksi Perumahan dan Permukiman
1) Seksi Perumahan dan Permukiman melaksanakan tugas pokok
penataan dan pengawasan bangunan pada kawasan perumahan
dan permukiman.
2) Seksi Perumahan dan permukiman mempunyai fungsi:
a) Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
teknis bidang penataan dan pengawasan bangunan pada
kawasan perumahan dan permukiman
b) Penyiapan bahan penyusunan perencanaan dan pelaksanan
program dibidang penataan dan pengawasan bangunan pada
kawasan perumahan dan permukiman
c) Pengawasan dan pengendaliann terhadap pendirian dan
pemanfaatan bangunan pada kawasan perumahan dan
permukiman
d) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Kepala Bidang sesuai
dengan tugas pokoknya
77
3. Dasar Kebijakan
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan Dan Kawasan Permukiman
Pasal 3
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:
a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman;
b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran
penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan
hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk
mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;
c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan;
d. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman;
e. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;
dan
f. menjamin Terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana,
terpadu, dan berkelanjutan.
78
b. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030
Kebijakan dan Strategi Struktur Ruang Wilayah Kota
Malangmenurut Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030
meliputi:
a. Pemantapan Kota Malang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
Kebijakan Pemantapan Kota Malang sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) diarahkan pada kesiapan dan kenyamanan Kota
Malang sebagai kota yang melayani kegiatan skala nasional.
Strategi Pemantapan Kota Malang sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN), meliputi :
a) mendorong kemudahan aksesibilitas terhadap kegiatan skala
nasional.
b) mengembangkan sektor perdagangan dan jasa yang siap
melayani kegiatan nasional.
b. Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan Berskala
Regional;
Kebijakan Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan
Berskala Regional diarahkan pada kemudahan akses dan
pelayanan Kota Malang sebagai daya tarik kegiatan skala
regional.
79
Strategi Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan
Berskala Regional, meliputi :
a) mendorong kemudahan aksesibilitas pelayanan skala regional
b) mendukung pengembangan transportasi kereta api komuter;
c) mengarahkan kegiatan pelayanan sosial, budaya, ekonomi
dan/atau administrasi masyarakat pada skala regional;
d) mengarahkan perkembangan perdagangan dan jasa pada jalur
regional;
e) mengarahkan perkembangan kegiatan industri dan
pergudangan pada kawasan perbatasan kota;
f) mendorong pertumbuhan sektor-sektor strategis dengan
mengutamakan perkembangan ekonomi lokal;
g) meningkatkan pengembangan kawasan yang cenderung
menjadi aglomerasi fasilitas pelayanan regiona.
c. Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan Kawasan
Andalan Malang Raya;
Kebijakan Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat
Pelayanan Kawasan Andalan Malang Raya diarahkan pada kerja
sama kawasan Malang Raya untuk peningkatan ekonomi
masyarakat Kota Malang.
Strategi Pengembangan Kota Malang sebagai Pusat Pelayanan
Kawasan Andalan Malang Raya, meliputi :
80
a) mendorong sektor pendukung pariwisata yang melayani
kawasan Malang Raya;
b) mendorong pertumbuhan dan perkembangan kawasan
budidaya yang mendukung pelayanan Malang Raya;
c) menjalin kerja sama dengan daerah otonom kawasan Malang
Raya untuk memantapkan pelayanan dan pengembangan
kota;
d) meningkatkan kegiatan dan pelayanan sektor perdagangan
dan jasa yang mengarah pada pendukung sektor pariwisata.
d. Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota Malang;
Kebijakan Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota Malang
diarahkan pada harmonisasi perkembangan kegiatan dan
pelayanan yang berjenjang, skala regional dan/atau skala
wilayah kota, skala sub wilayah kota, dan skala lingkungan
wilayah kota.
Strategi Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota Malang,
meliputi :
a) menetapkan dan memantapkan kawasan alun-alun sebagai
pusat pelayanan kota;
b) menetapkan pembagian wilayah Kota Malang menjadi 5
(lima) sub pusat pelayanan kota;
c) mengembangkan sub pusat pelayanan Kota secara merata;
81
d) mengembangkan pusat-pusat lingkungan yang melayani
skala lingkungan wilayah kota secara proporsional;
e) menghubungkan antar sub pusat kota dan antara masing-
masing sub pusat kota dengan pusat kota melalui jaringan
jalan berjenjang dengan pola pergerakan merata;
f) mendorong pertumbuhan dan perkembangan kawasan
budidaya yang mendukung pelayanan pusat kota dan sub
pusat kota secara berimbang;
g) mengarahkan sentra-sentra budidaya yang mendukung
pelayanan skala pusat kota dan sub pusat kota;
h) mengembangkan jaringan pusat kota, sub pusat kota, dan
pusat lingkungan yang berhierarki dan tersebar secara
berimbang dan saling terkait menjadi satu kesatuan sistem
kota menuju pusat kota;
i) mendorong pembangunan dan pengembangan pusat-pusat
lingkungan yang selaras dan seimbang;
j) mengembangkan kegiatan pelayanan sosial, budaya,
ekonomi dan atau administrasi masyarakat pada sub wilayah
kota secara merata.
e. Pengembangan Prasarana Wilayah Kota, terdiri dari :
Sistem dan jaringan transportasi;
Sistem prasarana sumber daya air; dan
Sistem dan Jaringan Utilitas Perkotaan,
82
Kebijakan pengembangan prasarana wilayah Kota Malang
diarahkan pada pengembangan dan penataan sistem jaringan
prasarana utama transportasi, jaringan prasarana lainnya, dan
infrastruktur kota untuk peningkatan layanan masyarakat Kota
Malang dan menghindari disparitas perkembangan kawasan
antar sub wilayah kota.
Untuk mencapai tujuan ditetapkan kebijakan sebagai berikut :
a) penyediaan prasarana dan sarana kota yang terintegrasi
secara hierarki sesuai dengan standar yang berlaku;
b) penyediaan utilitas kota yang terintegrasi secara hierarki
sesuai dengan standar yang berlaku;
c) pelaksanaan konservasi kawasan lindung dan sumber daya
air, serta pengembangan RTH untuk keseimbangan ekologi
kota;
d) peningkatan luas RTH sebagai upaya peningkatan kualitas
kehidupan kota;
e) pengarahan perkembangan kawasan perumahan sesuai
dengan karakteristik kawasan;
f) peran serta dalam mitigasi dan adaptasi dampak perubahan
iklim.
Strategi Pengembangan prasarana wilayah Kota Malang,
meliputi :
83
a) mengembangkan sistem prasarana utama berupa jaringan
transportasi jalan raya dalam mendukung pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan sub pusat kota, dengan upaya :
b) mengatur rute arus pergerakan/lalu lintas melalui peraturan
khusus, berupa pengalihan rute pada jam-jam khusus untuk
menghindari penumpukan jumlah pergerakan;
c) mengkondisikan kembali fungsi-fungsi jalan untuk
kesesuaian antara kondisi fisik dengan persyaratan pada
masing-masing fungsi jaringan jalan;
d) membangun jaringan jalan lingkar yang dapat
mengakomodasi kebutuhan masyarakat;
e) meningkatkan kapasitas ruas jalan utama kota.
Mengembangkan sarana transportasi, dengan upaya :
a) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan angkutan
umum;
b) mengadakan angkutan umum massal meliputi angkutan
umum bus metro, bus kota dan kereta api komuter;
c) membangun halte khusus untuk bus metro, bus kota, dan
angkutan kota (angkot) sebagai tempat menaikkan dan
menurunkan penumpang dan berfungsi untuk mencegah
kemacetan;
d) meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas penunjang
beroperasinya sarana transportasi.
84
Mengembangkan prasarana transportasi, dengan upaya :
a) meningkatkan dan memperbaiki kualitas sarana dan
prasarana terminal dan sub terminal;
b) mengalihfungsikan Terminal Gadang menuju ke Terminal
Hamid Rusdi;
c) membangun terminal kargo di sekitar jalan lingkar
sebagai terminal angkutan barang;
C. Penyajian Data Fokus Penelitian
1. Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam Perspektif Sustainable City
Tahapan implementasi merupakan bagian yang terpenting karena
suatu kebijakan tidak akan berarti apabila tidak dilaksanakan dengan
baik dan benar yang dilakukan secara maksimal dan dapat mencapai
tujuan dari kebijakan yang dibuat. Sesuai dengan dasar hukum
pelaksanaan penataan perumahan dan kawasan permukiman yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pemerintah
mendukung penataan dan pengembangan wilayah melalui lingkungan
perumahan dan kawasan perumahan yang sesuai dengan tata ruang untuk
mewujudkan kesimbangan kepentingan terutama bagi MBR (Masyarakat
Berpenghasilan Rendah). Untuk meningkatkan daya guna sumber daya,
pembangunan perumahan harus tetap memperhatikan kelestarian fungsi
lingkungan dengan menunjang pembangunan ekonomi, sosial dan
85
budaya. Pemerintah juga menjamin terwujudnya rumah yang layak huni
dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman,serasi, teratur,
terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Pemerintah Kota Malang memberikan feedback yang baik terhadap
Undang-Undang tersebut dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 4
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun
2010-2030. Perda tersebut mengatur terkait pembangunan rumah harus
sesuai dengan aturan pembangunan dan berpegang pada ketentuan Garis
Sempadan Bangunan, Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai
Bangunan, Koefisien Dasar Hijau serta harus memperhatikan peruntukan
lokasi pembangunan, harus memiliki IMB dan fasilitas umum, sosial
serta saran lingkungan. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapakan
dapat mengatur perumahan dan kawasan permukiman agar lebih
berkualitas dengan tetep menjaga keberadaan lingkungan serta tidak
membentuk kawasan kumuh yang lebih luas.
Kebijakan publik dapat dinilai keberhasilannya dengan
menggunakan model implementasi kebijakan. Dengan menggunakan
model implementasi kebijakan publik, maka dapat dilihat proses dalam
sebuah kebijakan publik. Seperti model implementasi kebijakan yang
dikemukakan oleh Edward III, terdapat empat variable yang digunakan
dalam mengukur keberhasilan implementasi kebijakan, antara lain:
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.
86
a) Komunikasi
Dalam setiap menerapkan suatu kebijakan, komunikasi
merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena dengan adanya
komunikasi proses penyaluran rencana terhadap pelaksanaan kebijakan
bisa terkomunikasikan keseluruh stakeholder dengan tepat, akurat dan
konsisten. Dalam penyaluran keputusan tidak terjadi
miscommunication, informasi jelas dan tidak membinggungkan serta
pelaksanaannya harus konsisten agar kebijakan dapat
terimplementasikan dengan baik. Begitu juga dalam pelaksanaan
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Malang juga membutuhkan komunikasi yang baik agar tujuan dari
kebijakan dapat tercapai secara maksimal.
Komunikasi sangat penting dalam pelaksanaan sebuah kebijakan.
Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman merupakan kewenangan dari Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Malang yang sebelumnya
perencanaanya telah dilakukan oleh Badan Perencanaan, Penelitian dan
Pengembangan (Barenlitbang) Kota Malang. Dalam penyaluran
komunikasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman
dilakukan dalam rapat koordinasi Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah yang mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50
Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Hal
87
tersebut merupakan upaya agar tidak terjadi masalah dalam penyaluran
komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan antara Disperkim dan Barenlibang
menurut Ibu Ratri Kepala SubBidang Pengembangan Wilayah Badan
Perencanaan , Penelitian dan Pengembangan Kota Malang :
“Dalam kebijakan penataan permukiman, kami Barenlitbang
hanya sebagai perumus kebijakan, implementatornya
Disperkim. Komunikasi kami dengan Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman dilakukan dengan mengadakan rapat
koordinasi rutin. Rapat koordinasi Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah itu sendiri mengacu pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Selain itu, kami juga sering
melakukan komunikasi langsung maupun melalui media sosial”
(Wawanacara 29 Maret 2017)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa komunikasi
antara Barenlitbang dan Disperlim terkait penataan perumahan dan
kawasan permukiman di Kota Malang berdasarkan Keputusan Walikota
Malang No.85 tahun 2013 tentang Pembentukan Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah Kota Malang bahwa Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah (BKPRD) menyelenggarakan pertemuan tiga
bulan sekali untuk menemukan rekomendasi alternatif terkait kebijakan
penataan ruang di Kota Malang. Komunikasi yang lancar tentu juga
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi saat ini yang mana alat
komunikasi semakin berkembang serta keberadaan media sosial juga
ikut andil dalam membuat komunikasi yang semakin lancar, sehingga
Barenlitbang dengan Disperkim sangat memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk menunjang komunikasi satu sama lain.
88
Gambar 6. Rapat koordinasi penataan ruang Kota Malang
Sumber : dokumen peneliti (2017)
Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam menjalankan kebijakan penataan perumahan dan
kawasaan permukiman berlandaskan pada visi pembangunan Kota
Malang dan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang 2010-2030. Rencana
penataan dan pengembangan wilayah melalui lingkungan perumahan
dan kawasan perumahan yang sesuai dengan tata ruang untuk
mewujudkan keseimbangan kepentingan terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Upaya Disperkim menjalin komunikasi dengan masyarakat agar
kebijakan tersebut diterima dan berjalan efektif ialah melalui sosialisasi.
Sosialisasi tersebut dilakukan dengan mengundang partisipasi organisasi
lingkungan dari kelurahan.
89
Hal tersebut juga disampaikan oleh Bapak Hybnu selaku Kepala
Bidang Perumahan dan Permukiman Disperkim:
“kami melakukan komunikasi dengan warga terkait kebijakan
penataan permukiman dengan sosialisasi. Dengan sosialisasi
tersebut diharapakan akan muncul ide pembangunan dikawasan
tinggal warga. yang mana kami sosialisasikan ke warga terkait
program penataan kawasan permukiman khususnya daerah
kumuh untuk mewujudkan misi pembangunan di Malang.”
(wawancara 27 Maret 2017)
Gambar 7. Sosialisasi Malang Tanpa Kumuh Oleh Kepala
Disperkim
Sumber : data sekunder peneliti (2017)
Dari hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa Disperkim
melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat terkait penataan perumahan
dan kawasan permukiman. Sosialisasi tersebut bertujuan untuk menarik
partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kebijakan agar berjalan
secara maksimal. Masyarakat juga dapat mengajukan usulan kegiatan
pembangunan didaerah mereka untuk menyelesaikan masalah terkait
permukiman khususnya permukiman kumuh dilingkungannya.
90
Lanjut keterangan Bapak Hybu:
“ jadi mas, sekarang ini Pemkot kan punya program
penangganan permukiman Kota Tanpa Kumuh. Program ini
baru sekitar 2 tahun berjalan di Indonesia. Kebetulan Kota
Malang dipilih sebagai salah satu pilot project program tersebut
Indonesia selain kota Surabaya. Dengan hal itu, diharapkan
akan mempercepat pembangunan di kawasan permukiman
kumuh yang akan membuat Malang segera menjadi kota layak
huni, semakin nyaman dan berkelanjutan.” (wawancara 27
Maret 2017)
Dalam sosialiasi tersebut juga dijelaskan kepada masyarakat
terkait kewenangan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam
melihat kesesuaian pembangunan perumahan dan permukiman yang
diajukan masyarakat. Masyarakat memiliki kewajiban dalam mengetahui
apakah bangunan tersebuh sesuai peruntukan pembangunan perumahan
dan permukiman sesuai RTRW Kota Malang. Tujuan nya agar
pembangunan yang dilakukan masyarakat susuai dengan peraturan
pemerintah terkait tata ruang. Bidang Perumahan dan Permukiman
Disperkim akan memberikan kejelasan terkait daerah peruntukan
kawasan permukiman.
Dalam mendirikan bangunan masyarakat juga diatur dengan
kewajiban dalam memiliki IMB, memiliki fasum, fasos dan darana
lingkungan di permukiman serta permukiman harus sesuai peruntukan
tata guna lahan dan sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB),
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga tidak dapat
mendirikan bangunan dan permukiman seenaknya. Ketentuan-ketentuan
yang dibuat utuk penataan perumahan dan kawasan permukiman
91
tersebut agar pembangunan perumahan dan kawasan permukiman lebih
berkualitas dengan tetap menjaga keberadaan lingkungan serta tidak
membentuk kawasan kumuh yang lebih luas.
Tabel 5
Kawasan Kumuh berdasarkan SK Walikota Malang 2017
Sumber : data sekunder Disperkim (2017)
92
Selain itu, terkait permasalahan penanganan kawasan
permukiman kumuh yang dikemas dalam program KOTAKU, Kota
Tanpa Kumuh merupakan program prioritas dari Direktorat
Pengembangan Kawasan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementrian
PU dan Perumahan Rakyat. Program tersebut juga diharapkan dapat
meningkatkan peran masyarakat dan mempercepat peran pemerintah
daerah dalam penanganan kawasan kumuh diperkotaan hingga 2019.
Perubahan mainset masyarakat menjadi prioritas utama, budaya kumuh
dimasyarakat dan kebiasaan tidak bertanggungjawab terhadap
pembangunan inftrastuktur permukiman perlu diubah. Masyarakat
diharapakan mampu merencanakan sendiri kebutuhan dalam penanganan
kawasan permukiman diwilayahnya.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Penataan
Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Malang berjalan dengan
baik. Terbukti dengan pelaksanaan kebijakan penataan perumahan dan
permukiman di kota Malang mengalami kemajuan. Baik dalam penataan
perumahan dan permukiman yang sesuai peruntukan bangunan dan
penanganan kawasan kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh.
Sosialisasi yang dilakukan Disperkim dan Dinas terkait lainnya
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kebijakan
tersebut.
93
b) Sumber Daya
Sumber daya merupakan variabel kedua dalam indikator
keberhasilan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, keberadaan
sumber daya merupakan faktor yang sangat penting. Dengan adanya
sumber daya yang cukup serta kecakapan dalam melaksankan
kebijakan, maka bukan mustahil kebijakan tersebut akan suskes dalam
implementasinya. Perumahan dan kawasan permukiman merupakan
hal yang sangat mendasar bagi masyarakat sehingga perlu dikelola dan
dikembangan dengan baik. Hal tersebut mendorong kebutuhan sumber
daya yang mendukung demi keberhasilan sebuah kebijakan. Edward
mengungkapkan bahwa terdapat empat indikator dalam sumber daya
yaitu:
1) Staf / SDM
Staf atau sumber daya manusia memiliki peran penting dalam
mencapai tujuan sebuah kebijakan. Suatu implementasi kebijakan
sangat perlu didukung dengan staf yang cakap dan berkompeten dalam
bidang kerjanya. Sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan
penataan perumahan dan kawasan permukiman merupakan tanggung
jawab dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman. Seksi
Perumahan dan Permukiman memiliki kewenangan dalam penataan
kawasan permukiman.
94
Tabel 6
Data Pegawai Seksi Perumahan dan Permukiman 2017
Sumber : olahan penulis 2017
Menurut Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman mengenai sumberdaya dibidang
perumahan dan permukiman:
“Pegawai disini saya rasa sudah cukup, dengan sumberdaya
sedimikian rupa sudah mampu menjalankan tugas dengan baik.
Disperkim sebenarnya merupakan dinas baru pecahan dari
DPUPPB yang terbentuk awal tahun 2017 namun sumber daya
kami sebagian berasal dari dinas lama, maka tenaganya saya rasa
cukup professional. Tenaga kontrak didinas kami juga sangat
membantu dalam menjalankan tugas disperkim apalagi sekarang
serba teknologi. Namun, untuk program KOTAKU sendiri ada
tim khusus dalam menjalankan program penataan kawasan
permukiman tersebut yang terdiri dari stakehokder terkait.”
(Wawancara 27 Maret 2017)
Dari wawanacara diatas, diketahui bahwa jumlah staf di seksi
perumahan dan permukiman berjumlah 7 orang dengan berbagai
95
fungsional. Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman dilaksanakan bersama instansi terkait lainnya.
Selain itu, dalam menjalankan program KOTAKU, terdapat tim yang
mengimplementasikan program tersebut yang terbentuk dari
stakeholder penataan kawasan permukiman
Menurut Kasi Perumahan dan Permukiman dengan jumlah
pegawai tersebut sudah mampu menjalan tugas dan fungsi nya yang
tentu dengan bantuan bidang lain yang terkait.
Gambar 8. Staf Bidang Perumahan dan Permukiman Sumber : Dokumen Peneliti, 2017
2) Informasi
Sumber informasi merupakan hal penting dalam implementasi
kebijakan. Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman yang menjadi dasar dalam melaksanakan
kebijakan ialah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
96
Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Malang 2010-2030.
Dalam peraturan yang mendasari kebijakan tersebut,
didalamnya terdapat informasi terkait pelaksanaan implementasi
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman dan
penataan kawasan permukiman kumuh di kota Malang secara khusus
yang telah tertuang dalam peraturan tersebut. Seperti yang
disampaikan Ibu Ratri Staf Bidang Pengembangan Wilayah Badan
Perencanaan , Penelitian dan Pengembangan Kota Malang :
“kalo dasar kebijakan yang kami buat di Barenlitbang terkait
penataan permukiman dalam mewujudkan kota berkelanjutan
itu sudah diatur di Perda Malang No.4 Tahun 2011 yang
mengatur tata ruang wilayah, kemudian ada RP3KP yaitu
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman dan ada Perwali Kota Malang yang secara khusus
menanggani permukiman kumuh di Malang. Dengan dasar itu,
Disperkim sebagai implementatornya menjadikan itu semua
sebagai dasar dalam menjalankan tugasnya yang tentu dibantu
dengan instansi lain yang terlibat” (Wawancara 29 Maret
2017)
Dari hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa dasar
Disperkim dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman sudah jelas. Sumber-sumber kebijakan tersebut
menjadikan sebuah informasi yang penting dalam
mengimplementasikan kebijakan. Disperkim dalam menjalankan
97
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman juga
berdasar aturan yang ada dan secara bertahap.
Seperti yang diungkapkan Bapak Hybu, Kasi Perumahan dan
Permukiman:
“tentu kita menjalankan setiap kebijakan yang ada berdasar
aturan yang telah dibuat. Kalo terkait penataan perumahan dan
permukiman dalam mewujudkan kota berkelanjutan kan emang
sudah ada di misi pembangunan malang dan ditambah Perwali
terkait penanggaan kawasan kumuh itu, ada penanggan secara
bertahap tergantung lokasi yang ditetapakn prioritasnya. Jadi
kami yaa menjadikan itu semua sebagai dasar informasi ketika
turun kelapangan” (wawancara 27 Maret 2017)
Dari penjelasan Pak Hybnu dapat diketahui bahwa Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam menjalankan kebijakan
penataan perumahan dan permukiiman sudah sesuai dengan aturan
yang ada. Namun, dalam kenyataan dilapangan, kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman belum berjalan sesuai aturan
yang ada. Masih banyak masyarakat yang membuat permukiman
tidak sesuai aturan yang ada dan Disperkim sebagai implementator
juga terkesan tidak menjadikan prioritas terkait permbangunan
permumahan dan permukiman masyarakat yang tidak sesuai peraturan
yang ditetapkan.
3) Sarana dan Prasana
Sumber penting lain dalam implementasi kebijakan ialah
sarana dan prasaran. Kebijakan apabila tidak ditunjang dengan sarana
dan prasana pendukung tidak akan terimplementasi dengan baik.
98
Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman sumber daya berupa fasilitas menjadi aspek yang
menunjang kinerja. Dengan kemajuan jaman dengan segala
perubahan teknologinya, menuntut setiap sumber daya senangtiasa
mengikuti perkembangnnya.
Kantor Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman terletak
di Jalan Bingkil Nomor 37, Ciptomulyo Malang. Bangunan Gedung
yang baik tentu akan membuat pegawai nyaman dalam melaksanakan
semua tugas-tugasnya .
Gambar 10.Kantor Disperkim Kota Malang
Sumber : dokumen peneliti, 2017
Gambar 11.
Sarana Komputer sebagai penunjang kinerja
Sumber : dokumen peneliti (2017)
99
Gambar diatas merupakan fasilitas komputer yang dimiliki
Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk menunjang
kinerja pegawai dalam menjalankan tugansya. Disperkim juga
memiliki beberapa fasilitas lain seperti mobil dinas dan motor dinas.
Kendaraan tersebut digunakan untuk mempermudah mobilitas pegawai
bidang perumahan dan permukiman ketika akan tugas lapangan untuk
melihat kondisi perumahan dan permukiman di Malang.
Menurut Bapak Hybnu Kasi Perumahan dan Permukiman terkait
Fasilitas :
“ di bagian perumahan dan permukiman ini sudah dilengkapi
dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti komputer,
printer, meja kursi setiap pegawai. Yaa bapak rasa dengan
sarana yang ada saat ini pegawai sini sudah dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan sangat terbantu.”
(Wawancara 27 Maret 2017)
Berdasarkan wawancara dan gambar diatas terlihat bahwa
Disperkim telah berupaya dengan maksimal dalam memberikan
fasilitas penunjang dalam melakukan pekerjaan pegawai. Dalam
kebijakan penataan perumahan dan permukiman, dengan segala
fasilitas yang ada dapat membantu dalam menjalankan kebijakan agar
berjalan secara maksimal.
4) Anggaran
Sumber daya anggaran merupakan sumber daya yang dibutuhkan
dalam menjalankan kebijakan. Kejelasan dan transparansi anggaran
akan sangat baik. Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan
100
dan kawasan permukiman di kota Malang khususnya dalam penataan
kawasan kumuh melalui program KOTAKU, pemerintah kota Malang
mendapat bantuan anggraan dalam menjalankan nya sebesar Rp.
50.000.000 untuk setiap kelurahan SK Kawasan Kumuh. Dana tersebut
berasal dari APBN.
Menurut Kasi Perumahan dan Permukiman terkait anggran:
“pemerintah pusat menaruh perhatian khusus terkait penataan
kawasan kumuh dengan memberi bantuan dari APBN sebesar
50jt setiap kelurahan. Nantinya bantuan anggraan untuk tim
KOTAKU sebesar 500jt setiap kelurahan yang tercantum dalam
SK Kawasan Kumuh.” (wawancara 27 Maret 2017)
Gambar 12. Skema anggraan penataan kawasan kumuh
melalui program Kotaku
Sumber : data sekunder Disperkim (2017)
Dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa dalam penataan
perumahan dan kawasan permukiman didanai oleh APBD Kota
Malang. Sementara penataan kawasan kumuh melalui program
KOTAKU mendapat anggaraan tambahan dari APBN Pemerintah
Pusat. Jadi dengan anggaran tersebut, penataan perumahan dan
101
kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan kota malang
bebas kawasan kumuh.
c) Disposisi
Disposisi merupakan sikap atau kecenderungan yang dimiliki oleh
implementator. Apabila implementator kebijakan memiliki disposisi yang
baik, maka kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik seperti apa yang
telah direncanakan. Namun, ketika implementator memiliki sikap yang
berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan
tersebut juga menjadi tidak efektif. Dengan kemauan dan keinginan
pelaksana kebijakan dalam menjalankan tugas serta tanggung jawab
sehingga implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman dapat tercapai secara efektif.
Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman dengan landasarn Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Malang 2010-2030 dalam mengimplementasikan kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman. Disperkim sebagai pihak yang
memiliki kewenangan dalam kebijakan tersebut berupaya maksimal dalam
melaksanakannya. Dengan melakukan koordinasi antar instansi terkait
dalam menjalankan kebijakan tersebut supaya dalam terealisasi secara
baik. Disperkim sebagai implementator kebijakan penataan perumahan
dan permukiman melakukan peninjauan terhadap pembangunan
102
perumahan yang dilakukan masyarakat. Dengan melakukan peninjaun
kesesuaian peruntukan bangunan permukiman agar sesuai dengan aturan
RTRW Kota Malang.
Kebijakan pemerintah Kota Malang dalam penataan perumahan
dan kawasan permukiman yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup masyarakat melalui permukiman yang layak huni meliputi tentang
pembangunan harus mempunyai IMB, pengembangan permukiman harus
dilengkapi dengan penyediaan fasum, fasos dan sarana lingkungan, serta
penataan permukiman didaerah sempadan. Hal tersebut dijelaskan
dibawah lain:
a. Pembangunan harus mempunyai IMB
Seperti halnya dalam ijin mendirikan bangunan (IMB),
kebanyakan masyarkat masih menganggap gampang hal tersebut.
Dalam pendirian perumahan dan permukiman harus memiliki ijin dari
dinas yang berwenang. Dalam setiap membuat bangunan harus disertai
Ijin Mendirikan Bangunan yang dikelurkan dinas terkait, peraturan ini
mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Permukiman yang menerangkan bahwa setiap
bangunan harus dilengkapi dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Bapak Hybnu mengungkapkan terkait IMB:
“iya benar, pembangunan perumahan dan permukima khususnya
harus punya IMB yang bertujuan agar pembangunan nya tersebut
sesuai dengan peruntukan pembangunan, itu sudah dijelaskan di
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
103
Permukiman. Jadi masyarakat harus punya IMB yang
dikeluarkan oleh BP2T sebelum mendirikan rumah” (wawancara,
27 Maret 2017)
Namun, hal tersebut berbeda dengan kawasan perumahan dan
kawasan kumuh, sebagian besar perumahan di kawasan kumuh tidak
memiliki IMB. Mereka mendirikan bangunan perumahan tidak pada
lahan yang sesuai pertuntukannya. Seperti keterangan yang diberikan
Pak Hybu, kasi perumahan dan permukiman:
“kalau dilihat di daerah perumahan dan permukiman yang
kumuh, sebagian besar pembangunan mereka tidak punya IMB
mas, mereka mendirikan bangunan tidak dilahan mereka sendiri
dan tidak tentu melanggar peraturan yang ada karena tidak sesuai
peraturan” (wawancara 27 Maret 2017)
Gambar 13. Kawasan Kelurahan Ciptomulyo
Sumber : data sekunder Disperkim (2017)
104
Gambar 14. Parameter kawasan kumuh Kelurahan Ciptomulyo
Sumber : data sekunder Disperkim (2017)
Berdasarkan wawancara dan data diatas diketahui bahwa
masyarakat sebagian besar telah mengajukan IMB sebelum mendirikan
bangunan karena mereka beranggapan tidak mau mengambil resiko
dengan ijin bangunan. Namun berbeda dengan masyarakat dikawasan
perumahan dan permukiman kumuh. Seperti pada data parameter
permukiman kumuh di Kelurah Ciptomulyo tersebut, bahwa sebagian
besar bangunan tidak memiliki IMB. Data tersebut mengungkapkan
bahwa di Kelurahan Ciptomulyo 90% bangunan tidak memiliki IMB
sedangkan 82% rumah tidak memilik SHM dan Hak Guna Lahan.
105
b. Pengembangan permukiman harus disertai pembangunan
fasum, fasos dan sarana lingkungan.
Penataan permukiman dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun
2011 tentang RTRW Kota Malang tahun 2010-2030 harus memiliki
fasilitas umum, fasilitas sosial dan sarana lingkungan. Sebagian besar
pengembang perumahan di Kota Malang telah menaati aturan tersebut
seperti pada tempat tinggal peneliti. Pengembang perumahan telah
menaati peraturan terkait fasum, fasos dan sarana lingkungan.
Seperti yang diungkapankan Kepala Bidang Pengembangan
Wilayah Barenlitbang Kota Malang:
“setiap akan membangun perumahan di Kota Malang,
pengembang harus memiliki Rencana Tapak, yaitu harus
terpenuhinya akses jalan yang terintegrasi dengan jalan utama,
drainasse yang terintegrasi dengan pembuangan akhir air,
sarana umum seperti adanya taman disetiap perumahan yang
dibangun, tempat ibadah, utilitas air dan listrik yang mudah
serta akses pendidikan yang terjangkau. Semua itu harus
dipenuhi pengembang perumahan untuk membuat keteraturan
pembangunan dan lingkungan agar sesuai dengan prinsip
sustainable” (wawancara 29 Maret 2017)
Berdasarkan keterangan diatas diketahui bahwa pengembangan
perumahan dan kawasan perumuhan harus mengikuti Peraturan Daerah
Kota Malang Nomor 4 tahun 2011 tentang RTRW Kota Malang tahun
2010-2030 . Dimana pengembangan hunian dan permukiman harus
memiliki fasilitas umum, sosial dan sarana lingkungan.
Namun, dalam kondisi yang ada, pembangunan perumahan yang
didalam kawasannya tidak menyediakan fasum, fasus dan sarana
106
lingkungan juga masih ditemui. Hal tersebut dikarenakan disekitar lahan
yang akan dikembangkan sebagai perumahan sudah terpenuhi fasum,
fasos serta sarana lingkungan oleh pemerintah sehingga pengembang
tidak melanggar aturan.
c. Penataan permukiman daerah sempadan
Penataan permukiamn di daerah sempadan sungai telah diatur
pemerintah melalui Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010-2030. Pemerintah akan
merelokasi bangunan pada daerah sempadan sungai ke wilayah
permukiman layak huni. Namum, hingga saat ini masih banyak dijumpai
permukiman masyarakat di daerah sempadan sungai yang membentuk
permukiman kumuh.
Hal lain, masyarakat malanng juga masih banyak yang membuat
permukiman didaearah sempadan rel kereta api. Pemkot Malang juga
telah membuat peraturan terkait hal tersebut melalui Perda dengan
menyatakan bahwa sempadan rel kereta api merupakan daerah terlarang
untuk didirikan permukiman.
Namun pada kenyataannya, perkembangan permukiman kumuh
didaerah sempadan sungai dan rel kereta api belum bisa diatasi secara
maksimal. Koordinasi antar pihak terkait akan relokasi kawasan kumuh
sempadan belum terlaksana dengan baik sehingga masalah ini tetap
begini adanya.
107
Berikut juga diungkapan Pak Hybnu selaku Kabid Perumahan
dan Permukiman Disperkim Kota Malang:
“memang kalau masalah permukiaman disempadan sungai dan
rel kereta samapai saat ini belum terselesaikan. Pihak-pihat yang
bertanggung jawab atas masalah tersebut belum melukakan
koordinasi dengan baik sehingga masalah permukiaman daerah
sempadan terus meluas”
Gambar 15. Kawasan permukiman di Ciptomulyo yang
melanggar GSB
Sumber : dokumen peneliti (2017)
Dari data dan wawancara ditas dapat diketahui bahwa Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman memilik sikap yang baik dalam
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman.
Namun, sampai saat ini pelanggaran masyarakat terkait pembangunan
perumahan dan permukiman terlihat masih banyak ditemui. Masih
terdapat kawasan perumahan dan permukiman yang melanggar aturan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan pembangunan permukiman yang
tidak sesuai peruntukan perumahan dan permukiman. Masyarakat
melakukan pelanggaran dalam pembangunan yang tak jarang mereka
telah melakukan peninjauan peruntukan bangunan di Disperkim. Namun
108
belum ada tindakan tegas terkait pelanggaran-pelanggaran tersebut
sehingga penataan perumahan dan kawasan permukiman belum sesuai
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang yang telah ditetapkan.
Disposisi yang dimiliki Disperkim juga dilakukan dalam penataan
kawasan permukiman kumuh dalam menjalankan program KOTAKU.
Melalui Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 86 Tahun 2015
tentang Penetapan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di
Kota Malang. SK tersebut menjelaskan mengenai daerah-daerah yang
menjadi prioritas dalam penataan perumahan dan kawasan permukiman
yakni terdapat 29 kelurahan prioritas dalam penangganan kawasan
kumuh untuk mewujudkan kota layak huni dan bebas kumuh.
Menurut keterangan Bapak Hybu :
“dikota Malang ditetapkan terdapat 29 titik kawasan kumuh
melalui SK Pak Wali. Samapi saat ini yang telah tersentuh
program KOTAKU masih sekitar 4 titik, sisanya akan
diwujudkan hingga tahun 2019. Wilayah tersebut merupakkan
yang tingkat kumuhnya paling luas, pertama itu di kelurahan
Bareng, Ciptomulyo, penanggungan dan kasin.” (wawancara 27
maret 2017)
109
Gambar 16. Kawasan permukiman kumuh di Ciptomulyo
yang tidak sesuai peruntukan
Sumber : dokumen peneliti (2017)
Penataan perumahan dan kawasan permukiman dikota Malang
saat ini juga berfokus pada permukiman kumuh (slum area). Karena di
Kota Malang masih memiliki 29 titik kawasan permukiman kumuh yang
perlu segera ditanggani sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Malang
Nomor 86 Tahun 2015 tentang Penetapan Lingkungan Perumahan dan
Permukiman Kumuh di Kota Malang. Pemerintah Kota Malang melalui
Bidang Perumahan dan Permukiman Disperkim juga memiliki kebijakan
dalam penataan permukiman kumuh yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat agar sesuai dengan misi pembangunan kota
Malang.
Seperti yang diungkapkan Pak Hybu terkait kawasan permukiman
kumuh:
“Pemkot Malang juga menaruh perhatian khusus pada permukiman
kumuh yang ada saat ini. Yakni dengan program Kota Tanpa Kumuh
dengan capaian 100-0-100 yang artinya 100% Fasum, utilitas dan
lingkungan terbangun – 0% tanpa wilayah kumuh – 100% teraliri air
bersih. Itu program disperkim saat ini dalam kebijakan penataan
kawasan permukiman.” (wawancara 27 Maret 2017)
Dari keterangan diatas dapat diketahui Malang sampai saat ini
masih terdapat kawasan permukiman kumuh yang perlu penangganan.
Penangganan kawasan permukiman kumuh dilaksanakan dengan
dikeluarkannya SK Walikota tentang penetapan lingkungan perumahan
dan permukiman kumuh. Namun, sampai saat ini penangganan
110
permukiman kumuh masih belum berjalan secara maksimal karena
disposisi dari masyarkat ada yang belum sejalan dengan kebijakan
pemerintah.
Selain itu, penataan perumahan dan kawasan permukiman dalam
Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2011 tentang RTRW Kota Malang
tahun 2010-2030 harus memiliki fasilitas umum, sosial dan sarana
lingkungan. Pengembangan perumahan di Kota Malang harus mengikuti
aturan tersebut agar sesuai dengan misi pembangunannya. Pengembang
perumahan di Kota Malang telah menaati peraturan terkait fasilitas
umum, fasilitas sosial dan sarana lingkungan.
Seperti yang diungkapankan Kepala SubBidang Pengembangan
Wilayah Barenlitbang Kota Malang:
“setiap akan membangun perumahan di Kota Malang, pengembang
harus memiliki Rencana Tapak atau siteplan , yaitu harus
terpenuhinya akses jalan yang terintegrasi dengan jalan utama,
drainasse yang terintegrasi dengan pembuangan akhir air, sarana
umum seperti adanya taman disetiap perumahan yang dibangun,
tempat ibadah, utilitas air dan listrik yang mudah serta akses
pendidikan yang terjangkau. Semua itu harus dipenuhi
pengembang perumahan untuk membuat keteraturan pembangunan
dan lingkungan agar sesuai dengan prinsip sustainable”
(wawancara 29 Maret 2017)
Dari wawancara diatas diketahui bahwa pengembangan perumahan
dan permukiman harus sesuai aturan yang ada yakni dengan menaati
standar bangunan, menyediakan sarana sosial dan lingkungan. Namun,
pada kenyataanya masih terdapat pembangunan perumahan yang
didalam kawasannya tidak menyediakan fasum, fasus dan sarana
111
lingkungan yang tidak berfungsi dengan baik dan tidak sesuai standar.
Ada juga pengembang perumahan yang tidak menyediakan sarana sosial
atau lingkungan yang tidak menyediakannya dikarenakan disekitar lahan
yang akan dikembangan sebagai perumahan sudah terpenuhi fasum,
fasos serta sarana lingkungan oleh pemerintah sehingga pengembang
tidak melanggar aturan.
d) Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi merupakan badan yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan. Dalam Peraturan Daerah Kota Malang
Nomor 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang
Tahun 2010-2030 merupakan tugas dari seluruh birokrat yang berada dalam
Pemerintah Kota Malang. Instansi-instansi yang berkaitan dengan tata
ruang memiliki tugas dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman ialah sebagai
implementator kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman
dengan dibantu instansi terkait. Pegawai memilik tugas dan fungsi masing-
masing dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dengan demikian
sebuah kebijakan akan berjalan secara maksimal apabila distribusi tugas
dan fungsi secara tepat.
Seperti yang diungkapkan Kepala Seksi Perumahan dan Permukiman
:
112
“struktur organisasi kami dibagian perumahan dan kawasan
permukiman sudah sesuai tugas dan fungsi masing-masing pegawai.
Jadi mereka dapat melaksanakan tugas dan kewajiban nya dengan
baik kalo sudah tau terkait itu. Pembagian tugas juga berdasarkan
kompetensi masing-masing agar bisa maksimal kerjanya”
(wawancara 27 Maret 2017)
Berdasarkan wawancara diatas diketahui bahwa struktur organisasi
dalam Disperkim sudah berdasarkan kompetensi masing-masing. Setiap
pegawai juga mengerti akan tugas dan kewajiban masing-masing. Jadi
dengan struktur organisasi yang tepat, diharapkan implementasi kebijakan
penataan perumahan dan kawasan permukiman dalam perspektif
sustainable city dapat berjalan dengan baik.
Selain itu, salah satu aspek struktur organisasi yang penting dari
setiap adanya kebijakan ialah dengan adanya prosedur operasi yang standar
/ Standart Operating Procedures (SOP). SOP dijadikan pedoman bagi
setiap implementator dalam bertindak.
Menurut Staff Seksi Perumahan dan Permukiman terkait SOP
Bidang Perumahan dan Permukiman:
“Keberadaan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota
Malang tergolong baru, kami ada sejak awal tahun 2017, Disperkim
dibentuk agar lebih fokus dalam menanggai perumahan dan
permukiman di Malang. Pegawai sini juga sebagian besar dari dinas
kita sebelumnya yaitu DPUPR dan DKP. SOP kita juga masih sama
dengan yang sebelumnya. Terkait permukiman kumuh, kami juga
memiliki SOP tersendiri dalam penanggannya” (wawancara 27
Maret 2017)
113
Gambar 17. SOP Penataan kawasan permukiman kumuh
Sumber : olahan penulis (2017)
Dari hasil wawancara dengan Staf Bagian Perumahan dan
Permukiman diketahui bahwa Disperkim belum lama berada di Kota
Malang. Sebagian besar pegawai berasal dari dinas lama mereka yaitu
DPUPR dan DKP. Dan disperkim memiliki SOP terkait penataan
perumahan dan kawasan permukiman kumuh, sehingga dapat
mengimplementasiakan sesuai standar yang ada agar terwujud secara
maksimal.
e) Perspektif Sustainable City
Kota Malang sebagai kota dengan tingkat urbanisasi yang tinggi
membuat kepadatan penduduk di Malang semakin terlihat. Kualitas hidup
yang baik membuat kota Malang sebagai tujuan kaum urban. Sejalan
dengan Agenda SDGs sampai tahun 2030 dan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2015-2025, kota Malang memiliki misi
pembangunan tahun 2013-2018 :
114
1) Meningkatkan kualitas, aksesbilitas dan pemerataan pelayanan
pendidikan dan kesehatan
2) Meningkatkan produktivitas dan daya saing daerah
3) Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap masyarakat
rentan, pengarustamaan gender serta kerukunan sosial
4) Meningkatkan pembangunan infrastrukur dan daya dukung kota
yang terpadu dan berkelanjutan, tertib penataan ruang serta
berwawasan lingkungan
5) Meningkatkan refromasi birokrasi dan kualitas pelayanan publik
yang professional, akuntable dan berorientaso pada kepuasan
masyarakat.
Menurut Ibu Ratri selaku Kasubid Pengembangan Wilayah
Barenlitbang Kota Malang :
“Komitmen pembangunan kota berkelanjutan kota Malang terdapat
pada Misi ke 4 Pemerintah Kota Malang, yakni berdasar pada Perda
No.4 Tahun 2011 tentang RTRTW 2010-2030 , AMDAL Perda
No.15 tahun 2001, Bangunan Gedung Perda No.1 tahun 2012, PSU
Perda No.2 tahun 2013, RP3KP Penataan Permukiman Perda No.12
tahun 2014, RP2KP Penanganan Kawasan Kumuh Perda No.13
tahun 2014. Semua aturan itu jadi dasar kami dalam membuat
kebijakan perwujudan kota berkelanjutan” (wawancara 29 Maret
2017)
Di Kota Malang penataan perumahan dan kawasan permukiman
dilakukan dengan kebijakan yang mengatur tentang pembangunan
perumahan ataupun permukiman seperti, kewajiban memiliki IMB,
terpenuhinya fasos, fasum dan sarana lingkungan dan terkait kesesuaian
peruntukan lahan agar tidak membentuk masalah permukiman yang
115
semakin meluas. Dalam penataan permukiman kumuh Kota Malang
menjalankan program Kota Tanpa Kumuh dalam penataan permukiman
kumuh. Program tersebut memiliki capaian program yakni 100-0-100 yang
berarti Fasum, utilitas lingkungan 100% terbangun, 0% tanpa permukiaman
kumuh dan 100% teraliri air minum. Dalam mewujudkan kota layak huni
perlu penanganan terlebih dahulu terhadap penataan permukiman kumuh.
Tabel 7. Luasan Wilayah Kumuh di Kota Malang 2016
Sumber : dokumen Disperkim 2017
Luas kawasan permukiman kumuh di Kota Malang adalah 606.6
Ha sedangkan luas wilayah Kota Malang adalah 11.606 Ha atau setara
dengan 5.53% dari luas wilayah kota Malang. Penanganan permukiman
kumuh sangat diperlukan mengingat untuk mewujudakn sebagai kota
yang berkelanjutan. Penangganan permukiman kumuh saat ini baik
dalam aspek fisik maupun non fisik tetap sesuai dengan aturan yang ada
dalam RPJPN dari tahun 2005 hingga 2025 dan RPJMN terikait
percepatan penanganan permukiman kumuh dengan target kota bebas
116
kumuh tahun 2019 melalui program Kota Tanpa Kumuh dengan capaian
program 100-0-100.
Penataan perumahan dan kawasan permukiman dilihat dari
persperktif sustainable city terdapat 5 aspek yaitu, economy, ecology,
equity, engagament, energy. Aspek-aspek tersebut digunakan untuk
menilai apakah penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Malang saat ini sudah sesuai dengan kaidah sustainable city, seperti
penjelasan dibawah ini:
1) Economy
Pembangunan perumahan dan kawasan dikota Malang harus
menjaga keberlangsungan lingkungan dengan melakukan pencegahan
terbentuknya permukiman kumuh malalui penanganan fisik maupun non
fisik. Perbaikan pada infrastruktur dasar dilakukan pemerintah kota
Malang dengan pengadaan, perbaikan maupun pengelolaan sarana dan
prasarana dalam meningkatkan kualitas penanggan fisik permukiman.
Dilihat dari penangganan non fisik seperti dilakukannya pemberdayaan
masyarakat agar mampu meningkatkan tingat perekonomiannya. Aspek
ekonomi dalam penataan kawasan permukiman dari perpektif
sustainable city ialah dengan mengembangkan kawasan permukiman
yang mandiri dan dengan mengembangan industri kreatif dalam
permukiman yang dapat mendorong kemajuan perekonomian dikawasan
permukiman tersebut. Menurut pak Hybu:
“pemerataan perekonomian juga penting dalam mengembangan
kawasan permukiman yang layak huni. Karena salah satu indikator
117
kekumuhan suatu daerah ialah tingkat ekonomi yang masih rendah.
Jika kawasan permukiman sudah terbebas dari kekumuhan, maka
perekonomian daerah tersebut akan terangsang menjadi kawasan
yang potenisal. Jadi kemiskinan harus diminimalisir agar penataan
kawasan permukiman yang layak huni tidak terhambat.”
(wawancara 27 Maret 2017)
2) Ecology
Penataan perumahan dan kawasan permukiman dilihat dari
perspektif sustainable city aspek ekologi ialah dengan dilakukannya
pembangunan dan penataan Ruang Terbuka Hijau yang ada di kawasan
permukiman Kota Malang serta pembangunan hunian yang berwawasan
lingkungan baik berupa hunaian vertikal maupun horizontal. Hunian
berwawasan lingkungan tersebut berupa pembangunan perumahan
dengan menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial dan sarana
lingkungan. Pemerintah kota Malang terus membuat keberlajutan
lingkungan dengan membuat Ruang Terbuka Hijau, yang bertujuan
agar keseimbangan lingkungan terus terjadi seiiring dengan
pembangunan perumahan dan permukiman yang terus bertambah.
Penataan perumahan dan kawasan permukiman kumuh juga
dilakukan melalui program Kota Tanpa Kumuh. Program penataan
kawasan kumuh tersebut jelas mendukung terhadap aspek lingkungan.
Kerena program KOTAKU banyak yang berhubungan langsung dengan
keadaan lingkungan. Program penataan permukiman tersebut bertujuan
untuk mengurangi kawasan kumuh hingga tahun 2019.
Sesuai yang dikatakan oleh Bapak Hybnu:
118
“perhatian khusus terhadap penataan permukiman kumuh,
dengan adanya program KOTAKU yang dengan target 100-0-
100 pada tahun 2019 yaitu fasillitas umum, utilitas lingkungan
100% terbangun, 0% permukiman kumuh dan 100% teraliir air
minum. Kegiatan dalam pelaksanaan program tersebut meliputi
penataan infrastruktur lingkungan dikawasan yang ditetapkan,
perbaikan PSU.” (wawancara 27 Maret 2017)
3) Equity
Penataan perumahan dan kawasan permukiman dilihat dari
perspektif sustainable city aspek equity ialah dengan tingkat sosial yang
setara dengan penuh keadilan. Dalam penataan perumahan dan kawasan
permukiman dengan melakukan identifikasi penanganan kebutuhan
masyarakat. Masyarakat dapat mengajukan kebutuhan dalam
pembangunan dikawasan permukiman mereka. Sehingga kebutuhan
penataan permukiman dapat diwujudkan sesuai dengan kebutuhan
daerah. Namun, dalam penataan kawasan permukiman kumuh di Kota
Malang belum dilakukan secara merata karena dilakukan dengan
prioritas daerah sesuai dengan SK Walikota Malang.
Menurut Bapak Hybnu:
“Dalam penataan kawasan permukiman kumuh yang ditangani
dengan Program KOTAKU, Pemerintah Kota Malang telah
memetakan sebaran kawasan kumuh dalam SK Walikota Malang
Nomor 86 Tahun 2015 tentang Penetapan Lingkungan
Perumahan dan Permukiman Kumuh. SK tersebut menerangkan
bahwa terdapat 29 kelurahan yang menjadi kawasan kumuh,
dengan 14 kelurahan prioritas di tahun ini. Jadi kita melakukan
penataan permukiman kumuh sesuai dengan kebutuhan
pembangunan diwilayah tersebut.” (wawancara 27 Maret 2017)
119
4) Engagement
Dalam penataan perumahan dan kawasan permukiman peran
serta stakeholder terkait sangat diperlukan, agar kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman berjalan dengan baik. Selain itu
peran masyarakat juga sangat penting, karena nantinya masyarakat
sendiri yang akan menimati kebijakan tersebut. Dengan adanya peran
masyarakat melalui Lembaga Swadaya Masyarakat peduli lingkungan
yang dibentuk dikelurahan. Peran serta pemerintah dalam suatu
kebijakan sudah sangat jelas karena sebagiai pihak yang mengeluarkan
regulasi kebijakaan tersebut. Bapak Hybu menambahkan terkait peran
serta:
“penataan perumahan dan permukiman diimplementasikan oleh
stakeholder yang berkaitan. Terutama dalam pelaksanaan
program KOTAKU, pelaksanaanya banyak dibantu oleh peran
serta dari masyarakat melalui LSM peduli lingkungan ataupun
kader lingkungan yang dibentuk disetiap kelurahan. Mereka
membantu kami dalam mengubah sikap masyarakat agar ikut
memikirkan lingkungan disekitarnya.” (wawancara 27 Maret
2017)
5) Energy
Penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang
dilihat dalam perspekif sustainable city aspek energi terlihat dalam
pelaksaannya aspek energi belum menjadi perhatian dalam
pembangunan di kota Malang, sehingga aspek energi belum
dilaksanakan dalam penatan perumahan dan kawasamn permukiman di
Kota Malang .
120
Pemerintah Kota Malang dalam kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman dilihat dari perspektif sustainable city belum
terlaksana secara maksimal. Pemerintah terus berupaya dalam
menyelaraskan pembangunan dengan aspek-aspek berkelanjutan. Hal
tersebut dilakukan dengan berbagai cara, seperti melakukan pencegahan
terbentuknya permukiman kumuh melalui penanganan non fisik seperti
pemberdayaan masyarakat agar mampu meningkatkan tingkat
perekonomiannya. Kemudian dengan melakukan pembangunan dan
penataan RTH yang ada di Malang serta pembangunan hunian yang
berwawasan lingkungan baik berupa hunaian vertikal maupun
horizontal. Pemerintah juga melakukan identifikasi penanganan
kebutuhan masyarakat melalui rapat koordinasi rutin. Pemerintah juga
dibantu dengan adanya peran LSM peduli lingkungan , pemerintah dan
private sektor..
Namun dalam implementasi, belum dapat dilakukan seluruhnya
secara maksimal oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan hal-hal yang
belum sesuai dengan kondisi yang ada. Terkait kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman perlu dilakukannya monitoring
secara rutin agar kebijakan ini berjalan dengan baik dan efektif.
Masyarakat juga berperan dalam implementasi kebijkan penataan
kawaan permukiman yang bertujuan untuk mewujudkan kota
berkelanjutan secara efektif.
121
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan
Penataan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Malang
Dalam setiap implementasi kebijakan, tentu diiringi dengan hal-hal
yang menjadi pendukung maupun penghambat. Begitu juga dalam
Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan Permukiman di
Kota Malang. Terdapat faktor yang menjadi pendukung kebijakan maupun
sebagai penghambat kebijakan, antara lain:
a) Faktor Pendukung
Dalam setiap implementasi kebijakan tentu terdapat faktor
pendukung agar ketika mengimplementasikannya dapat berjalan dengan
baik. Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman dalam terdapat faktor pendukung secara internal maupun
ekstenal, seperti berikut:
1) Faktor Pendukung internal
a) Sumber Daya
Bidang Perumahan dan Permukiman menganggap bahwa
sumber daya yang dimiliki menjadi faktor pendukung dalam
implementasi kebijakan penatan permukiman karena dengan
keberadaan pegawai, sumber informasi dan sarana yang dimiliki
mampu melaksanakan kebijakan dengan baik. Berikut keterangan dari
Kasi Perumahan dan Permukiman:
“Sumber daya kami cukup mendukung dalam kebijakan ini.
Keberadaan pegawai, informasi dan sarana pendukung
memperlancar berjalannya kebijakan ini. Jadi hal yang mejadi
122
pendukung keberhasilan kebijakan ini adalah sumber daya yang
ada dan profesional.” (wawancara 27 Maret 2017)
Gambar 18. Sumber Daya Pegawai dalam menggunakan
fasilitas komputer
Sumber : dokumentasi peneliti (2017)
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa sumber daya staf,
sarana, kewenangan dan informasi menjadikan pendukung dalam
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman. Sumber daya tersebut mendukung berjalannya kebijakan
tersebut. Karena, dengan adanya staf yang kompeten, fasilitas yang
memadai dapat membuat implementasi kebijakan berjalan secara
efektif.
b) Koordinasi
Koordinasi Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
dengan Badan Perencanaan, Pengembangan dan Penelitian Kota
Malang terkait penataan kawasan permukiman menjadi pendukung
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan di kota
Malang. Disperkim dan Barenlitbang melakukan koordinasi
berdasarkan pada Keputusan Walikota Malang No.85 tahun 2013
123
tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kota
Malang yang menyelenggarakan pertemuan tiga bulan sekali untuk
menemukan rekomendasi alternatif terkait kebijakan penataan ruang di
Kota Malang. Seperti yang diungkapkan Ibu Ratri:
“Koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan penataan
permukiman menjadi pendukung kami dalam keberhasilan
kebijakan ini. Dengan koordinasi yang baik kebijakan tersebut
akan berjalan sesuai yang terlah direncanakan.” (Wawanacara 29
Maret 2017)
Gambar 19. Koordinasi yang dilakukan Disperkim
Sumber : dokumentasi peneliti (2017)
Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa koordinasi antar
instansi yang terkait menjadikan pendukung dalam implementasi
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman. Karena
dengan adanya koordinasi yang baik bisa membuat implementasi
kebijakan berjalan dengan baik dan efektif.
124
2) Faktor pendukung eksternal
a) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat sebagai aktor dari hasil kebijakan merupakan
sebagai pendukung dalam implementasinya. Apabila masyarakat
memiliki pemikiran yang sama dengan pemerintah sebagai pembuat
kebijakan, maka kebijakan tersebut akan berjalan dengan lancar.
Gambar 20.
Perwakilan Masyarakat dalam Sosialisasi Penataan
Permukiman
Sumber : data sekunder Disperkim (2017)
Seperti yang diungkapkan Pak Hybnu:
“sikap masyarakat yang mendukung kebijakan tentu membuat
kebijakan ini akan berjalan dengan baik. Masyarakat yang patuh
terhadap kebijakan yang ditetapkan akan mempermudah kami dalam
menerapakan kebijakan. Masyarakat ada yang melapor kalo ada
kawasan permukiman yang perlu penanggan dari kami. Ada juga
LSM peduli lingkungan yang membantu kita dalam mengubah sikap
masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan permukiman
mereka” (wawancara 27 Maret 2017
125
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa masyarakat
yang dengan senangtiasa menerima kebijakan penataan perumahan
dan kawasan permukiman akan mempermudah dalam proses
impelementasi kebijakan. Dukungan masyarakat tersebut terlihat dari
sikap yang partisipatif terhadap kebijakan, memberikan masukan
terhadap penangganan permukiman yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
b) Partisipasi Pihak Swasta
Aktor lain dalam implementasi kebijakan ialah pihak swasta.
Dalam kebijakan penatan perumahan dan kebijakan penataan
permukiman di Kota Malang, peran swasta sebagai penyedia atau
pengembang perumahan dan permukiman sangan membantu tugas
pemerintah.
Seperti yang diungkapkan Ibu Ratri:
“untuk penataan kawasan permukiman di Malang sangat
terbantu dengan keterlibatan pengembang swasta terkait
penyedian perumahan saat ini. Kebutuhan permukiman layak
huni terpenuhi oleh pengembang swasta. Jadi pemerintah
tinggal melakukan pengawasan terkait itu dan tinggal
melakukan penyediaan permukiman daerah kumuh”
(wawancara 29 Maret 2017)
Seperti yang diketahui bersama, keberadaan perumahan layak
huni saat ini sudah semakin banyak, baik hunian vertikal maupun
horizontal. Banyak juga pengembangan kawasan permukiman modern
yang berkonsep lingkungan untuk memenuhi standar pembangunan di
Malang. Sehingga pihak swasta dalam implementasi kebijakan
126
penataan kawasan permukiman sangat berperan penting dalam
pemenuhannya. Pengembang swasta juga membantu pemenuhan
kebutuhan perumahan rakyat melalui KPR, sehingga masyarakat
dapat lebih mudah mendapatkan hunian yang layak.
b) Faktor Penghambat
Keberhasilan suatu kebijakan tentu juga terdapat penghambat yang
menyerrtainya. Faktor ini menghalangi ketercapaian suatu kebijakan secara
maksimal. Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman di Kota Malang, terdapat faktor penghambat secara internal
maupun ekstenal, seperti berikut:
1) Faktor Penghambat Internal
a) Pengawasan Kebijakan yang Kurang
Menurut Kabid Perumahan dan Permukiman yang menjadi
penghambat secara internal dalam kebijakan implementasi penataan
perumahan dan permukiman :
“kalau dari kami sebenarnya belum menemukan penghambat yang
berarti. Ya paling kalo dari disperkim sendiri dalam kebijakan
penataan permukiman hanyalah teknis saja” (wawancara 27 maret
2017)
Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa menurut Kabid
Perumahan dan Permukiman belum ada yang menjadi penghambat dari
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman sendiri. Namun, pada
kenyataan yang terlihat dilapangan. Selain faktor teknis, keseriusan
instansi yang bersangkutan dalam penindakan pelanggaran akan aturan
127
penataan perumahan dan kawasan permukiman seperti dalam RTRW
Kota Malang masih banyak dijumpai. Terlihat masih banyak kawasan
permukiman yang melanggar GSB tetap tumbuh subur tanpa tindakan
tegas dari pemerintah. Selain itu, instansi pemerintah yang menanggani
perumahan dan permukiman terpisah dengan instansi terkait pengawasan
bangunan. Jadi, pengawasan terhadap kebijakan yang ada tidak dilakukan
secara maksimal, yang tentu membuat kebijakan tidak berjalan sesuai
target.
2) Faktor Pengambat Eksternal
a) Sikap Apatis Masyarakat
Masyarakat merupakan sasaran utama dari kebijakan penataan
kawasan permukiman ini. Masyarakat menjadi faktor penting dalam
keberhasilan suatu implementasi kebijakan penataan kawasan
permukiman. Masyarakat masih sering bersikap acuh dalam menerima
kebijakan baru dari pemerintah. Sejalan yang disampaikan Pak Hybu:
“tingkat kesadaran masyarakat yang rendah itu memang susah.
Diajak untuk berubah dan diatur untuk lebih baik itu sebagian
masyarakat belum bisa menerima. Ketika sudah ada aturan dalam
membuat rumah, ya masih banyak yang melanggar terutama
dikawasan permukiman kumuh” (wawancara 27 maret 2017)
Kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam membuat
lingkungan kawasanan permukiman menjadi lebih baik. Masyarakat yang
memiliki sikap apatis terhadap kebijakan menjadikan implementasi
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman tidak berjalan
maksimal. Dukungan dari sebagian masyarakat yang tidak kooperatif
128
membuat kebijakan tidak berjalan dengan efektif. Jadi, sikap apatis sebagain
masyarakat tersebut membuat kebijakan in tidak berjalan dengan baik.
D. Analisis Data
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakaan Penataan Perumahan dan
Kawasan Permukiman dalam Perspektif Sustainable City
Dalam penelitian tentang implementasi kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman ini menggunakan model implementasi
kebijakan George Edward III dalam mengukur keberhasilan kebijakan yaitu
komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Dengan empat
variabel, peneliti melihat pola implementasi dalam kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman dalam perspektif sustainable city
dengan sebagai berikut:
a) Komunikasi
Komunikasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan
implementasi kebijakan. Seperti halnya teori yang dijelaskan oleh Edward
III dalam (Agustino, 2008:149) “terdapat tiga indikator yang baik akan
mengukur keberhasilan variable komunikasi yaitu transmisi, kejelasan dan
konsistensi”. Transimisi merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
komunikasi kebijakan. Sebelum implementator menjalankan kebijakan,
harus menyadari tentang kebijakan yang telah dibuat dan diperintah untuk
dilaksanakan suatu kebijakan.
129
1) Transmisi
Menurut Edward III dalam Agustino (2008:149) “penyaluran
komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi
yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi
adalah adanya salah pengertian (miscommunication), hal tersbut
disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan
birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.”
Dalam praktik dilapangan, penyaluran komunikasi dalam
implementasi kebijakan ini terlaksana dengan baik. Kebijakan publik
yang harus disampaikan kepada implementator dituangkan dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman kemudian diturukan melalui Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Malang 2010-2030.
Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kota
Malang sebagai perencana kebijakan dengan Dinas Perumahan dan
Permukiman sebagai implementator kebijakan dalam melaksanakan
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Malang 2010-2030 berkoordinasi dengan baik dalam
mengimplementasikannya dan dengan penuh apresiasi dengan
keputusan yang telah diterbitkan. Dalam melakukam komunikasi antara
Disperkim dan Barenlitbang terjalin dengan baik dengan diadakannya
rapat koordinasi rutin yang membahas secara khusus terkait penataan
130
ruang di Kota Malang. Kemudian komunikasi kepada sasaran kebijakan
terlihat dengan diadakannya sosialisasi yang melibatkan masyarakat.
Sehingga masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam memberikan
masukan terkait pembangunan yang dibutuhkan didaerah permukiman
mereka.
2) Kejelasan
Indikator kedua yang diterangkan Edward III dalam Agustino
(2008:149) ialah Kejelasan dalam komunikasi. “komunikasi yang
diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureaucratsi)
haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu).” Dalam
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman
faktor kejelasan dalam komunikasi terlihat dalam implementasi
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman yang diturunkan melalui Peraturan Daerah Kota Malang
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Malang 2010-2030 dan Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 86
Tahun 2015 tentang Penetapan Lingkungan Perumahan dan
Permukiman Kumuh di Kota Malang.
Berdasarkan kondisi dilapangan, Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman dalam menerima dan menginterpretasiakan
peraturan tersebut sangat baik sehingga perintah-perintah yang
diberikan implementator tidak membinggungkan. Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman telah dengan jelas dalam memahami kebijakan
131
tersebut sehingga dalam mengimplementasikannya dapat terlaksana
dengan baik sesuai Standart Operational Procedures yang telah
ditetapkan. Sehingga kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman memiliki komunikasi yang jelas sehingga dapat berjalan
secaar efektif.
3) Konsistensi
Indikator komunikasi ketiga dalam Implementasi Kebijakan
Penatan Perumahan dan Kawasan Permukiman ialah Konsistensi.
Dalam implementasi kebijakan, konsistensi sangat dibutuhkan agar
kebijakan-kebijakan yang dijalankan bisa berlanngsung secara efektif.
Menurut Edward III dalam Agustino (2008:149) “konsistensi, perintah
yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten
dan jelas (untuk ditetapkan dan dijalankan).”
Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan
Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kota Malang
melakukan rapat koordinasi rutin dibawah BKPRD (Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah). Rapat koordinasi tersebut sangat membantu
komunikasi kedua pihak sehingga mengurangi hambatan komunikasi
dalam implementasi kebijakan. Peraturan mempertegas tentang
implementasi kebijakan penataan perumahan dan permukiman dengan
peraturan yang ditetapakan berlaku selama 20 tahun secara tidak
langsung memperjelas konsistensi dalam mengambil kebijakan.
132
b) Sumber Daya
Sumber daya dalam implementasi kebijakan merupakan variable yang
sangat penting, karena apabila dalam implementasi kebijakan kekurangan
sumber daya yang diperlukan maka implementasi kebijakan tersebut tidak
akan berjalan dengan efektif. Menurut Edward III dalam Agustino
(2008:149) terdapat beberapa indikator sumberdaya, diantaranya
sumberdaya manusia(staf), sumberdaya informasi, sumberdaya sarana dan
prasarana dan sumberdaya anggaran.
1) Staf/ SDM
Keberadaan staf atau sumber daya manusa dalam implementasi
kebijakan merupakan sumber daya utama yang diperlukan. Berdasarkan
teori dari Edward III dalam Agustino (2008:149) “Staf, sumber daya utama
dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi
dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf
yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya”.
Berdasarkan kondisi di Disperkim, staf yang dimiliki tidak terlalu
banyak, akan tetapi setiap staf memiliki kompetensi masing-masing dalam
bidang pekerjaannya. Sehingga dengan jumlah staf yang sedikit dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan professional yang tidak menghambat
proses implementasi kebijakan dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, kemampuan para staf dalam menggunakan teknologi
sebagai penunjang pekerjaan juga membantu dalam meningkatkan kinerja
para staf. Dengan jumlah staf yang terbatas akan sangat terbantu dengan
133
keberadaan teknologi yang mampu meningkatkan kinerja pegawai.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sumberdaya
menusia/staf merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan
dengan baik, dimana dalam pelaksanaanya setiap staf harus mempunyai
kesiapan baik kompetensi maupun pemahaman terhadap kebijakan yang
dijalankan.
2) Informasi
Informasi merupakan elemen sumberdaya kedua dalam implementasi
kebijakan. Menurut Edward III dalam Agustino (2008:149) “informasi,
dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu
pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap
peraturan dan regulasi pemerintah telah ditetapkan”.
Dalam melaksanakan kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman. Implementasi kebijakan yang tertera pada Peraturan Daerah
Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Malang 2010-2030 pasal 47 menjelasakan terkait penataan perumahan
dan kawasan permukiman harus mengikuti Garis Sempadan Bangunan
(GSB). Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Malang Bagian
Perumahan dan Permukiman dengan jelas dalam mengimplementasikan
kebijakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Namun, dalam
kenyataan dilapangan, kebijakan penataan perumahan dan kawasan
134
permukiman belum berjalan sesuai aturan yang ada. Masih banyak
masyarakat yang membuat permukiman tidak sesuai aturan yang ada
Selain itu, mengacu pada Surat Keputusan Walikota Malang Nomor
86 Tahun 2015 tentang Penetapan Lingkungan Perumahan dan Permukiman
Kumuh di Kota Malang, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
menjalankan program KOTAKU dalam penangganan kawasan kumuh di
kota Malang.
3) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
dalam implementasi kebijakan. Menururt Edward III dalam Agustino
(2008:149) “fasilitas merupakan fasilitas fisik juga merupkan faktor penting
dalam impementasi kebijakan”. Tidak bisa dipungkiri bahwa fasilitas
merupakan faktor terakhir yang penting dalam mewujudkan kebijakaan yang
direncanakan berjalan secara efektif.
Berdasarkan keadaan dilapangan, fasilitas kantor Dinas Perumahan
dan Kawasan Permukiman terletak di Jalan Bingkil Nomor 37 Ciptomulyo
Kota Malang. Dalam melaksanakan tugas terkait implementasi kebijakan
penataan perumahan dan kawasan permukiman juga dilakukan dikantor
tersebut selain praktik dilapangan untuk meninjau langsung keadaan yang
ada.
Fasilitas yang ada di Disperkim mendukung dalam menjalankan
pegawai menyelesaikan semua pekerjaanya. Sarana dan prasarana
pendukung seperti perangkat komputer dan kendaraan digunakan pegawai
135
secara maksimal untuk mewujudkan implementasi kebijakan secara efektif.
Dengan adanya kendaraan dinas maka mobilisasi pegawai juga semakin
mudah. Sehingga dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman sudah sangat mendukung terlaksananya kebijakan
dengan tepat.
4) Anggaran
Anggaran merupakan indikator sumber daya dalam keberhasilan
implementasi kebijakan yang terakhir. Dalam implementasi kebijakan
anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atas suatu kebijakan untuk
menjamin terlaksananya kebijakan. Tanpa dukungan anggaran yang
memadai, pelaksanaan kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam
mencapai tujuan. Anggaran yang digunakan dalam kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang ini berasal dari APBD
Kota Malang. Selain itu, anggaran penangganan kawasan kumuh melalui
program KOTAKU, pendanaanya dibantu oleh Pemerintah Pusat dari
APBN. Dapat disimpulkan bahwa anggaran yang termasuk dalam indikator
sumber daya dalam pelaksanaan kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman berjalan tanpa kendala.
c) Disposisi
Disposisi merupakan variable ketiga yang mempengaruhi dalam
Implementasi Kebijakan. Kecenderungan sikap pelaksana kebijakan
memiliki peranan penting dalam terwujudnya implementasi kebijakan yang
efektif. Menurut Edward III dalam Agustino (2008:149) “disposisi atau
136
sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambtan yang nyata
terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Salah satu
teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para
pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif”. Oleh karena itu, pada
umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka
manipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan
para pelaksana kebijakan”.
Implementasi Kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman merupakan kewenangan dari Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam pelaksanaanya. Sejalan dengan teori dari Edward III
bahwa dilapangan pegawai bagian perumahan dan permukiman bersikap
baik dan mendukung dalam pelaksanaan implementasi kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman. Pegawai Disperkim sangat
mendukung penataan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang 2010-2030.
Namun, dilapangan peneliti juga menemukan sikap dari pihak yang
berwenang dalam menindaklanjuti pelanggaran yang terjadi terkait
pelanggaran Garis Sempadan Bangunan dan IMB. Kawasan permukiman di
kota Malang saat ini masih banyak dijumpai rumah-rumah yang melanggar
standar GSB dan pelanggraan peruntukan fungsi lahan yang telah
137
ditentukan. Masyarakat dalam mendirikan bangunan terutama dikawasan
permukiman kumuh tidak memiliki IMB. Pembangunan perumahan baru
juga masih ditemui yang melanggar aturan terkait penyediaan fasilitas
umum, fasilitas sosial dan utilitas lingkungan. Namun, pemerintah yang
berwenang terkesan acuh melihat hal tersebut sehingga masyarakat juga
membiarkan kesalahan tersebut.
Selain itu, pemerintah Kota Malang melalui Disperkim memiliki
sikap perhatian khusus bagi masyarakat yang berada dikawasan permukiman
kumuh. Disperkim menjalankan program untuk mengurangi presentase
permukiman kumuh dikota Malang yakni dengan program KOTAKU (Kota
Tanpa Kumuh) dengan capaian program 100-0-100 yang artinya 100%
Fasum, utilitas dan lingkungan terbangun – 0% tanpa wilayah kumuh –
100% teraliri air bersih. Program tersebut didukung dengan Peraturan
Walikota Malang Nomor 86 Tahun 2015 tentang Penetapan Lingkungan
Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Malang. Sampai saat ini sudah
14 kelurahan yang telah menerima program tersebut. Jadi sikap pemerintah
dalam menanggani permasalahan permukiman di kota Malang cukup bagus
secara keseluruhan karena segala aspek ikut diperhatikan. Hanya kurang
adanya kontrol sehingga pelanggraan tetaplah muncul. Sehingga sebagian
masyarakat cenderung acuh terhadap implementasi kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman.
138
d) Struktur Birokrassi
Struktur birokrasi merupakan variable ke-empat dalam pengukur
keberhasilan implementasi kebijakan menurut Edward III dalam Agustino
(2008:149), “kebijakan yang kompleks menuntut adanya kerjasama banyak
orang, ketika struktur organisasi tidak kondusif maka akan menghambat
jalannya implementasi kebijakan”. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah
kebijakan harus mendukung kebijakan yang telah diputuskan dengan
melakukan koordinasi dengan baik. Struktur birokrasi juga mempengaruhi
dalam kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman, dalam hal
ini ialah Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman. Struktur birokrasi
yang tepat, membuat implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman di Kota Malang dapat berjalan dengan baik.
Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman di Kota Malang. Pegawai memiliki tugas dan fungsi masing-
masing dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Dengan demikian
sebuah kebijakan akan berjalan secara maksimal apabila distribusi tugas dan
fungsi secara tepat.
Selain itu, salah satu aspek struktur organisasi yang penting dari
setiap adanya kebijakan ialah dengan adanya prosedur operasi yang standar /
Standart Operating Procedures (SOP). Berdasarakan penelitian dilapangan,
SOP terkait pelaksanaan penangganan permukiman kumuh dijadikan
pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Penataan kawasan
139
permukiman dilakukan Disperkim sesuai dengan standar tersebut supaya
pengimplementasian kebijakan berjalan sesuai tujuan dan maksimal.
e) Perspektif Sustainable City
Penataan perumahan dan permukiman di Kota Malang dilakukan
dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Perda Kota Malang Nomor 4
Tahun 2011 tentang RTRW Kota Malang 2010-2030. Sedangkan dalam
penataan kawasan permukiman kumuh dengan target Kota Malang bebas
kumuh pada tahun 2019 dijalankan berdasarkan Program KOTAKU yang
mana Kota Malang merupakan salah satu pilot project dalam program ini.
Penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang
dilihat dari perspektif sustainable city, terdapat 5 indikator dalam
menilainya, sesuai dengan prinsip dasar sustainable city yang dikemukakan
oleh Research Trianggle Institute (1996) dalam Budihardjo (2005:33),
antara lain:
1) Economy
2) Ecology
3) Equity
4) Engagement
5) Energy
Berdasarkan temuan dilapangan, penataan perumahan dan kawasan
permukiman khususnya dalam penataan permukiman kumuh yang sebagai
perwujudan kota berkelanjutan melalui program KOTAKU dengan target
2019 bebas kawasan kumuh dilakukan dengan penanganan fisik maupun
140
non fisik, yang sejalan dengan RPJP 2005-2025 dan RPJM terkait
percepatan penanganan permukiman.
Penataan dari aspek economy (ekonomi) direncanakan hingga tahun
2020 dilihat dari pendekatan infrastruktur dasar Pemerintah Kota Malang
dengan melakukan perbaikan dan pengelolaan sarana dan prasarana yang
termasuk penataan kawasan permukiman. Aspek ini terus dilakukan
pemerintah kota Malang dalam pemenuhannya. Sarana dan prasana umum
di Kota Malang dibangun berdasarkan konsep lingkungan untuk mendukung
misi pembangunan.
Penataan dari aspek ecology (lingkungan) direncanakan hingga tahun
2020 dengan peraturan penggunaan tanah. Aturan tersebut mencakup
pengadaan RTH yang harus 30% dipenuhi pemerintah baik berupa
pengadaan taman kota maupun bentuk ruang terbuka lainnya. Pembangunan
lingkungan di Kota Malang dilakukan dengan penyediaan ruang terbuka
kota, penataan perumahan dan permukiman yang sesuai dengan peraturan
agar linngkungan tetap terjaga dan berkelanjutan.
Penataan dari aspek equity (pemerataan) direncanakan hingga tahun
2024. Pemerintah dalam penataan kawasan permukiman belum dilaksanakan
secara merata. Sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 2011 tentang RTRW
2010-2030 dan Keputusan Walikota Malang Nomor 86 Tahun 2015 tentang
Penetapan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Malang
menerangkan sebaran kawasan permukiman kumuh di Kota Malang terdapat
pada 29 Kelurahan. Jadi, hingga saat ini pemerataan penangganan
141
permukiman kumuh belum dilakukan secara maksimal, karena
implementasinya dilakukan secara bertahap dan berdasarkan prioritas
daerah.
Penataan aspek engagement (peran serta) yang direncanakan hingga
tahun 2024 dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam penanganan
kawasan permukiman. Selain itu peran serta private sector berupa kerjasama
strategis dalam pengadaan permukiman berkelanjutan serta pemerintah
sebagai pemberdaya dengan menetapkan kawasan permukiman kumuh
sebagai dukungan regulasi. Masyarakat juga dilibatkan dalam penataan
kawasan permukiman melalui pembentukan kader lingkungan dikelurahan
ataupun sosialisasi daerah kumuh, yang mana masyarakat diberi kesempatan
dengan berpartisipasi dalam mengusulkan pembangunan didaerah mereka.
Penataan aspek energy (energi) yang direncanakan hingga tahun
2019 dengan menciptakan alternatif sumber daya energi oleh Pemkot
Malang. Dalam menciptakan energi biogas di Malang sampai saat ini belum
terlaksana dengan baik. Pemerintah belum mampu membuat alternatif energi
untuk menunjang perkembangan lingkungan global.
Berdasarakan hasil dilapangan, konsep penataan perumahan dan
kawasan permukiman di Kota Malang belum sesuai dengan prinsip-prinsip
dalam sustainable city. Masih ditemui aspek yang belum dilakukan seperti
aspek equity (pemerataan) dan energy. Jadi, dalam penataan perumahan dan
kawasan permukiman di Kota Malang , masih dilakukan di daerah prioritas
saja dan alternatif energi di Kota Malang juga belum dilakukan sehingga
142
penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang belum
sesuai dengan indikator sustainable city.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Penataan
Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Malang
Implementasi kebijakan Penataan Perumahan dan Kawasan
Permukiman di Kota Malang telah diukur melalui beberapa variabel dari
Edward III yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokarsi.
Namun, dari variabel-variabel tersebut tentu memilik pendukung dan
penghambat kebijakan, seperti berikut:
a) Faktor Pendukung
Berdasarkan penelitian dilapangan terkait Implementasi Kebijakan
Penataan Permukiman dan Kawasan Permukiman di Kota Malang, faktor
pendukung meliputi tiga stakeholder, yakni pemerintah, masyarakat dan
private sector.
1) Faktor Pendukung internal
a) Sumber Daya
Sumber daya merupakan indikator penting dalam keberhasilan
kebijakan. Sumber daya di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kota Malang menjadi faktor pendukung dalam implementasi kebijakan
penatan perumahan dan kawasan permukiman karena dengan keberadaan
staff yang kompeten, sumber informasi dan teknologi pendukung, sarana
yang dimiliki serta kewenangan dalam mengimplementasikannya
sehingga kebijakan ini dapat terlaksana dengan baik.
143
Berdasarkan teori tersebut, dalam implementasi kebijakan
penataan perumahan dan kawasan permukiman telah berjalan dengan
baik. Dinas perumahan dan kawasan permukiman mendapatkan
dukungan sumber daya baik berupa staf, informasi, anggran maupun
sarana dan prasana. Jadi dengan sumber daya yang dimiliki tersebut
Disperkim mampu melaksanakan kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman dengan baik.
b) Koordinasi
Koordinasi Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan
Badan Perencanaan, Pengembangan dan Penelitian Kota Malang terkait
penataan kawasan permukiman menjadi pendukung implementasi
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman di kota Malang.
Disperkim dan Barenlitbang melakukan koordinasi berdasarkan pada
Keputusan Walikota Malang No.85 tahun 2013 tentang Pembentukan
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kota.
Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa koordinasi antar
instansi yang terkait menjadikan pendukung dalam implementasi
kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman. Karena dengan
adanya koordinasi yang baik bisa membuat implementasi kebijakan
berjalan dengan baik dan efektif.
144
2) Faktor pendukung eksternal
a) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat sebagai aktor dari hasil kebijakan merupakan
sebagai pendukung dalam implementasinya. Apabila masyarakat
memiliki pemikiran yang sama dengan pemerintah sebagai pembuat
kebijakan, maka kebijakan tersebut akan berjalan dengan lancar. Dari
hasil wawancara tersebut diketahui bahwa masyarakat yang dengan
senangtiasa menerima kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman. Dukungan masyarakat tersebut terlihat dari sikap yang
partisipatif terhadap kebijakan, memberikan masukan terhadap
penangganan permukiman yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat juga sangat mendukung pembangunan perumahan dan
permukiman murah yang akan diperuntukan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah untuk memilikinya.
b) Partisipasi Pihak Swasta
Dalam kebijakan penatan perumahan dan kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang, peran swasta
sebagai penyedia atau pengembang perumahan dan permukiman sangan
membantu tugas pemerintah.
Keberadaan perumahan layak huni saat ini sudah semakin banyak.
Banyak juga pengembangan kawasan permukiman modern yang
berkonsep lingkungan untuk memenuhi standar pembangunan di
Malang. Sehingga pihak swasta dalam implementasi kebijakan penataan
145
kawasan permukiman sangat berperan penting dalam pemenuhannya.
Jadi, kebutuhan akan hunian sangat dibantu oleh masyarakat/swasta
karena pihak swasta menyediakan perumahan sesuai kemampuan.
b) Faktor Penghambat
Keberhasilan suatu kebijakan tentu juga terdapat penghambat yang
menyerrtainya. Faktor ini menghalangi ketercapaian suatu kebijakan
secara maksimal. Dalam implementasi kebijakan penataan perumahan dan
kawasan permukiman dalam perspektif sustainable city, terdapat faktor
penghambat secara internal maupun ekstenal, seperti berikut:
1) Faktor Penghambat Internal
a) Pengawasan Kebijakan yang Kurang
Penghambat secara internal dalam kebijakan implementasi
penataan kawasan perumahan dan permukiman ialah faktor teknis dan
keseriusan instansi yang bersangkutan dalam penindakan pelanggaran
akan aturan penataan perumahan dan kawasan permukiman seperti
dalam RTRW Kota Malang masih banyak dijumpai. Terlihat masih
banyak perumahan dan kawasan permukiman yang melanggar tanpa
tindakan tegas dari pemerintah. Selain itu, instansi pemerintah yang
menanggani perumahan dan permukiman terpisah dengan instansi
terkait pengawasan bangunan. Jadi, pengawasan terhadap kebijakan
yang ada tidak dilakukan secara maksimal, yang tentu membuat
kebijakan tidak berjalan sesuai target.
146
2) Faktor Pengambat Eksternal
a) Sikap Apatis Masyarakat
Masyarakat menjadi faktor penting dalam keberhasilan suatu
implementasi kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman. Masyarakat masih sering bersikap acuh dalam
menerima kebijakan baru dari pemerintah. Kesadaran masyarakat
yang masih rendah dalam membuat lingkungan kawasanan
permukiman menjadi lebih baik. Masyarakat yang memiliki sikap
apatis terhadap kebijakan menjadikan implementasi kebijakan
penataan perumahan dan kawasan permukiman tidak berjalan
maksimal. Dukungan dari sebagian masyarakat yang tidak
kooperatif membuat kebijakan tidak berjalan dengan efektif. Jadi,
sikap apatis sebagain masyarakat tersebut membuat kebijakan in
tidak berjalan dengan baik.
147
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi kebijakan penataan
perumahan dan kawasan permukiman dalam perspektif sustainable city yang
dilakukan sesuai dengan aturan RTRW Kota Malang Tahun 2010-2030 tersebut
berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui dari beberapa variable
implementasi kebijakan publik, antara lain:
1. Komunikasi
Dilihat dari variable komunikasi, dalam implementasi kebijakan
penyaluran informasi, kejelasan dan konsistensi terjalin dengan baik antara
Disperkim dan Barenlibang. Komunikasi tersebut dilakukan melalui Rapat
Koordinasi Penataan Ruang Kota. Sedangkan komunikasi yang dilakukan
dengan masyarakat agar dapat menerima kebijakan tersebut ialah melalui
sosialisasi dengan bentuk organisasi peduli lingkungan. Implementator telah
mengetahui tugas, fungi dan perannya sehingga tidak terjadi
miscommunication dalam pelaksanaan kebijakan.
2. Sumber Daya
Sumber daya staf yang dimiliki Pemerintah Kota Malang dalam
melaksanakan kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman telah
148
memenuhi kompetensi meskipun jumlahnya tidak banyak. Sarana dan
prasarana yang dimiliki sangat membantu dalam pelaksanaan kebijakan.
Informasi dalam pelaksanaan kebijakan tersalurkan dengan baik meskipun
masih terjadi pelangaran pelaksanaan kebijakan. Anggaran dalam pelaksanaan
kebijakan diperoleh dari APBD Kota Malang serta bantuan dari APBN.
3. Disposisi
Sikap dan tanggung jawab implementator dalam
mengimplementasikan kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman telah dilakukan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
koordinasi yang baik dalam pelaksanaan kebijakan, seperti mewajibkan
pembangunan dilengkapi dengan IMB, pengembangan perumahan dan
permukiman harus memiliki fasum, fasos dan sarana lingkungan serta
penataan permukiman didaerah sempadan direncanakan menjadi kawasan
layak huni. Implementatator menjalankan kebijakan tersebut sesuai peraturan
akan tetapi masih ditermui pelanggaran oleh masyarakat. Selain itu,
tanggung jawab Pemerintah Kota Malang dalam penataan kawasan
permukiman kumuh juga dilakukan dengan serius melalui program Kota
Tanpa Kumuh.
4. Struktur Birokrasi
Implementator kebijakan penataan perumahan dan kawasan
permukiman telah berperan sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung
149
jawabnya menjalankannya secara maksimal sesuai dengan SOP yang dibuat
dan dengan distribusi tugas dan fungsi pegawai .
Kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Malang berdasarkan prinsip-prinsip dasar sustainable city yang telah
dilakukan di Kota Malang yaitu dari aspek economy (ekonomi), ecology
(lingkungan) dan engagement (peran serta). Sedangkan pada aspek equity
(pemerataan) dan energy (energi) belum dicapai secara maksimal. Namun,
secara keseluruhan penataan perumahan dan kawasan permukiman di Kota
Malang belum sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam sustainable city
karena masih banyak pelanggaran dalam penerapan kebijakan tersebut
sehingga penataan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni dan
bebas kumuh belum tercapai dengan maksimal.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat
diberikan dalam kebijakan penataan perumahan dan kawasan permukiman dalam
perspektif sustainable city adalah:
1. Dalam penataan perumahan dan kawasan permukiman di kota Malang perlu
adanya penguatan sinergi antar dinas berwenang sampai tingkat kelurahan
dalam pengawasan secara konsisten dan berkala agar tidak menimbulkan
masalah baru terkait pelanggaran kebijakan.
150
2. Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dengan dinas lain yang memiliki
kewenangan terkait penataan dan pengawasan bangunan perumahan dan
permukiman agar kebijakan tersebut berjalan lebih efektif.
3. Perlu meningkatkan sosialisasi agar peran dan kesadaran masyarakat dalam
implementasi kebijakan penataan perumahan dan permukiman lebih bersikap
taat dan kooperatif terhadap kebijakan.
4. Pemerintah perlu meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta agar
kebutuhan akan perumahan dan permukiman terpenuhi dan tetap sesuai
dengan aturan pembangunan kota berwawasan lingkungan.
5. Sesuai dengan aspek equity (pemeratan) dalam prinsip sustainable city,
penataan perumahan dan kawasan permukiman perlu dilakukan lebih baik
dan serius lagi agar pemerataan penangganan masalah permukiman terutama
permukiman kumuh segera terselesaikan.
6. Sesuai dengan aspek energy (energi) dalam prinsip sustainable city;
a) Pemerintah perlu segera mencari alternatif energi yang sesuai dengan
lingkungan di Kota Malang
b) Pemerintah perlu meningkatkan pendayagunaan energi pencahayaan
dalam penataan dan kawasan permukiman agar sesuai dengan prinsip
kota berkelanjutan.
151
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik: Bandung: Alfabeta.
Askar Jaya, 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Ssutainable
Development), Program Pasca Sarjana IPB, Bogor
Blaang, C. Djemabut. 1986. Perumahan dan Permukiman Sebagai Kebutuhan
Pokok. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. 2005. Kota Berkelanjutan. Bandung: PT.
Alumni
Budimanta, A, 2005. Memberlanjutkan Pembangunan di Perkotaan melalui
Pembangunan Berkelanjutan dalam Bunga Rampat Pembangunan
Indonesia dalam Abad 21.
Djajadinigrat, 2005. Untuk Generasi Masa Depan: “Pemikiran, Tantangan dan
Permasalahan Lingkungan, ITB.
Domai, Tjahjanulin. 2010. Kebijakan Kerjasama Antar Daerah: Dalam Perspektif
Sound Governance. Surabaya: Jeggala Pustaka Utama.
Endang, E.Surtiani. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya
Kawasan Kumuh Di Pusat Kota. Tesis. Universitas Diponegoro.
Undip.ac.id/15530 (diakses pada 10 November 2016)
Miles, Mathew B.A, Micheal Huberman, Saldana. 2014. Analisis data Kualitatif.
Penerjemah Tjetjep Rohandi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong, 2006. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
152
__________. 2007. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Pamudji. 1978. Masalah Perkotaan di Indonesia dan Usaha-usaha
Pembinaannya. Jakarta: Badan Pendidikan dan Latihan Departemen
Dalam Negeri.
Pasolong, Harbani. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang 2010-2030.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif . Bandung: Alfabeta
Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 86 Tahun 2015 tentang Penetapan
Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Malang
Syafii, Inu Kencana, 2006. Ilmu Administrasi Publik (revisi). Jakarta: Rineka
Cipta
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.
_____________. 2007. Kebijakan Publik: teori, proses, dan studi kasus,
Yogyakarta: CAPS.
Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara, Edisi Kedua. Jakarta; Bumi Aksara
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman,
Zulkifli, Arif. 2015. Pengelolaan Kota Berkelanjutan. Yogyakarta: Graha llmu.
153
LAMPIRAN- LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik: Bandung: Alfabeta.
Askar Jaya, 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Ssutainable
Development), Program Pasca Sarjana IPB, Bogor
Blaang, C. Djemabut. 1986. Perumahan dan Permukiman Sebagai Kebutuhan
Pokok. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. 2005. Kota Berkelanjutan. Bandung: PT.
Alumni
Budimanta, A, 2005. Memberlanjutkan Pembangunan di Perkotaan melalui
Pembangunan Berkelanjutan dalam Bunga Rampat Pembangunan
Indonesia dalam Abad 21.
Djajadinigrat, 2005. Untuk Generasi Masa Depan: “Pemikiran, Tantangan dan
Permasalahan Lingkungan, ITB.
Domai, Tjahjanulin. 2010. Kebijakan Kerjasama Antar Daerah: Dalam Perspektif
Sound Governance. Surabaya: Jeggala Pustaka Utama.
Endang, E.Surtiani. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya
Kawasan Kumuh Di Pusat Kota. Tesis. Universitas Diponegoro.
Undip.ac.id/15530 (diakses pada 10 November 2016)
Miles, Mathew B.A, Micheal Huberman, Saldana. 2014. Analisis data Kualitatif.
Penerjemah Tjetjep Rohandi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong, 2006. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
__________. 2007. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Pamudji. 1978. Masalah Perkotaan di Indonesia dan Usaha-usaha Pembinaannya.
Jakarta: Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri.
Pasolong, Harbani. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Malang 2010-2030.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif . Bandung: Alfabeta
Surat Keputusan Walikota Malang Nomor 86 Tahun 2015 tentang Penetapan
Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Malang
Syafii, Inu Kencana, 2006. Ilmu Administrasi Publik (revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo.
_____________. 2007. Kebijakan Publik: teori, proses, dan studi kasus,
Yogyakarta: CAPS.
Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara, Edisi Kedua. Jakarta; Bumi Aksara
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman,
Zulkifli, Arif. 2015. Pengelolaan Kota Berkelanjutan. Yogyakarta: Graha llmu.