implementasi adat maudu’ lompoa ri cikoang …
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI ADAT MAUDU’ LOMPOA RI CIKOANG (MAULID BESAR DI
CIKOANG) TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN MANONGKOKI
KECAMATAN POLONGBANGKENG UTARA KABUPATEN TAKALAR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
HABRIANI IMASWATI
10538330815
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
2019
vi
MOTTO
“KEGAGALAN, Tetapi Adalah Ketika Berhenti Dan
Menyerah Sebelum Merasakan KEBERHASILAN”
Kupersembahkan Skripsi Ini, Sebagai Wujud Cinta dan Baktiku
Serta Ungkapan Kasih Sayang Ku Kepada
“KEDUA ORANG TUA TERHEBAT KU”
Yang Senang Tiasa Meneteskan Keringatnya Untukku
vii
ABSTRACT
Habriani Imaswati, 2019 Implementation of the Maudu Customary’ Lompoa ri Cikoang
(Large Maulid in Cikoang) to the Community in Manongkoki Village, Polongbangkeng
Utara District, Takalar Regency. Thesis. Departement of Sociology Education Faculty of
Teacher Training and Education Muhammadiyah University Makassar. With Supervisor I
Yumriani and as Supervisor II Ruliaty.
The main problem of this research is What is the Meaning of Maudu’ Lompoa ri
Cikoang according to Sayyid to the people of Sayyid and Cultural Impact related to the
traditional Maudu’ tradition’ Lompoa ri Cikoang to the Sayyid followers in Manongkoki
Village. The research aims to find out the meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang
according to the Sayyids towards the followers of sayyid followers in Manongkoki
Village and to find out the Socio-Cultural Impact related to Maudu’ traditional Lompoa
ri Cikoang to the Sayyid followers in the Manongkoki Village.
This type of research is qualitative, using a descriptive approach. The technique
of determining informants was done by using purposive sampling technique of 9 people.
Data collection technique were carried out through observation, in-depth interviews and
documentation. The data analysi, namely thhe presentation of data in written form and
explaining what is in accordance with the data obtained from the reseach results.
The results of this study found that the implementation of the custom of Maudu’
Lompoa ri Cikoang to the followers in Manongkoki in the application of the meaning of
the meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang implied that a special message to the
community was contained in 4 meanings, namely: Shari’a, Tarikat, Hakikat and Makrifat
and implied also the main message during the celebration, the most important in this
traditional tradition is a form of love for the people of Manongkoki to the Prophet
Muhammad. Social and Cultural views of the community related to the traditional
tradition of Maudu’Lompoa ri Cikoang towards the Sayyid Followers Community in
Manongkoki Village. The Manongkoki community as a follower of Sayyid, raises a
negative view for the general public, but for Sayyid Followers is an implementation of te
birthday celebration of the Prophet Muhammad. The linkage between social and cultural
relations with relagion is based on the willingness of the Manongkoki community as
followers of Sayyid to continue to remember the teachings of the Prophet Muhammad,
especially about love, brotherhood, social justice.
Keywords: Maudu’ Lompoa ri Cikoang, Society, Sayyid Followers.
x
KATA PENGANTAR
Asaalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur penulis ucapkan kepasa Allah SWT. berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat meneyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril
maupun materil. Karena penulis yakin tanpa banuan dan dukungan tersebut, sulit
rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Disamping itu,
izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S.Pd.,
M.Pd., Ph.D serta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Si dan
Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Kaharuddin, S.Pd.,
M.Pd., Ph.D, beserta seluruh staffnya.
3. Ibu Dr. Yumriani, M.Pd., sebagai pembimbing I (satu) dan Ibu Dr. Hj.
Ruliaty, M.M., selaku pembimbing II (dua) yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
4. Bapak Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis,
semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah
SWT. sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian
hari.
5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis
haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua peulis
yang tercinta, Ayahanda Usman dan Ibunda Nurhayati serta kakak dan adik
penulis dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan
atas jasa-jasa mereka. Do’a restu, nasihat dan petunjuk dari mereka yang
merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis
hingga saat ini.
6. Keluarga Besar Kantor Kelurahan Manongkoki Bapak Subair, S.Sos
Beserta para staffnya yang telah memberikan bantuan bagi penulis untuk
mendapatkan informasi mengenai data-data kemasyarakatan di Kelurahan
Manongkoki, yang mendukung penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak pimpinan beserta para staff Perpustakaan Pusat, Perpustakaan
Fakultas dan Keguruan, atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada
penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi
ini.
8. Kawan-kawanku Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi
khususnya kawan-kawan seperjuangan Kelas D yang selalu memberikan
support kepada penulis.
x
9. Seseorang terdekat dan terkasih Ismail Rahmat, yang selalu mendukung
penyelesaian skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari
semua piihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini mendapatkan balasan pahala dari rahmatAllah SWT. Semoga apa yang
telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya
Rabbal a’lamin.
Unismuh Makassar, September 2019
Habriani Imaswati
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..………………………………………........................ i
HALAMAN PENGESAHAN ..………………………………..…...…........ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..………………………..……..….….... iii
SURAT PERNYATAAN ..………………………………………................ iv
SURAT PERJANJIAN ..……………………………………….................... v
MOTTO DAN PEMBAHASAN ..…………………………………....….... vi
ABSTRAK ..…………………………………….......................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL………………………………………………........…..... xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………............................ xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………...…...... 1
A. Latar Belakang ………………………………………………...…..... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………........... 8
C. Tujuan Penelitian …………………………………............................ 8
D. Manfaat Penelitian ……………………………….…………............. 9
E. Defenisi Operasional ……………………………....……................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………….......... 14
A. Kajian Konsep ……………………………………………………... 14
B. Landasan Teori …………………………………………………….. 32
C. Kerangka Pikir …………………………………………………….. 36
D. Penelitian Relevan ……………….………………………………... 37
xi
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………….......… 39
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ………………………………....... 39
B. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………........ 39
C. Fokus Penelitian …………………………………………………... 40
D. Informan Penelitian ……………………………………………….. 40
E. Jenis dan Sumber Data ………………………………………….… 40
F. Instrumen Penelitian …………………………………………….… 41
G. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………... 41
H. Teknik Analisis Data …………………………………………….... 42
BAB IV GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN ................ 44
A. Sejarah Lokasi Penelitian ………………………………………… ..44
B. Keadaan Geografis dan Demografi ………………………………... 44
C. Keadaan Penduduk ………………………………………………... 48
D. Keadaan Pendidikan ………………………………………………. 54
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................. 56
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 56
B. Pembahasan ....................................................................................... 67
1. Arti Makna Maudu’Lompoa ri Cikoang sesuai Kaum Sayyid
terhadap Masyarakat Manongkoki …........................................... 72
2. Pandangan Sosial Budaya Maudu’Lompoa ri Cikoang
terhadap Masyarakat Manongkoki …………………………...... 77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 81
A. Kesimpulan …………………………………………………….......81
xi
B. Saran ……………………………………………………………… 82
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 83
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………….... 85
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………...... 106
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Nama Tabel Halaman
Gambar
Gambar II.1 Skema Kerangka Pikir …………………….….. 36
Gambar IV.1 Peta Kelurahan Manongkoki ............................. 47
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Nama Tabel Halaman
Tabel IV.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis
Kelamin di Kelurahan Manongkoki Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar
Tahun 2019 …………………………………………………… 46
Tabel IV.2 Distribusi Penduduk Hasil Berdasarkan Jumlah
Rumah Tangga di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara
Kabupaten Takalar Tahun 2019 ……………………………… 49
Tabel IV.3 Distribusi Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan
Jenis Kelamin di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar
Tahun 2019 …………………………………………………… 50
Tabel IV.4 Jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Manaongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar
Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
Tahun 2019 …………………………………………………… 52
Tabel IV.5 Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat
Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng
Utara Kabupaten Takalar Tahun 2019 ……………………….. 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia pada dasarnya adalah sebuah Negara yang dicirikan oleh
kemajemukan masyarakatnya yang terdiri dari sejumlah besar suku bangsa
yang masing-masing mendukung tradisi dan kebudayaan yang beraneka
ragam latar belakangnya, beraneka ragam ras, serta memeluk agama dan
kepercayaan yang berbeda.
Keberagaman budaya (culture diversity) adalah keniscayaan yang ada
di bumi Indonesia. Kebudayaan dari Bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah
yang merupakan bentuk jamak “buddhi”yang berarti budi atau akal.
Sedangkan menurut bahasa asing kebudayaan adalah colore, artinya
mengolah atau megerjakan, yaitu tanah atau bertani. Jadi, kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam konteks
pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok, suku
bangsa masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan
kelompok yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Menurut Koetnajaraningrat dalam Mattulada menyatakan bahwa,
kebudayaan adalah keseluruhan seluruh total dari apa yang pernah dihasilkan
2
oleh makhluk manusia yang menguasai planet ini sejak zaman ia muncul di
muka bumi ini kira-kira empat juta tahun yang lalu. Adney memberikan
defenisi mengenai kebudayaan adalah suatu system terpadu dari
kepercayaan-kepercayaan (mengenai Allah, atau kenyataan atau makna
hakiki), dari nilai-nilai (mengenai apa yang benar, baik, indah, dan normatif).
Indonesia sendiri yang telah mengalami kemajuan pesat dalam
pembangunannya telah mengalami perubahan-perubahan nilai-nilai dalam
lingkungan kebudayaan etis, yang disebabkan oleh tata pergaulan modern
yang bersifat rasional. Secara sosial budaya, masyarakat Indonesia
mempunyai jalinan sejarah dinamika interkasi antara kebudayaan yang
dirangkai sejak dulu sampai sekarang. Hubungan antar manusia didalam
suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan tidak lepas dari
dirumuskannya norma-norma masyarakat untuk mengaturnya yang pada
mulanya norma-norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja, namun lama
kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar.
Setiap daerah mempunyai budaya atau tradisi dimana tradisi tersebut
telah menjadi ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya,
dann merupakan warisan dari budaya leluhur mereka secara turun-temurun.
Upacara Adat tradisional yang menghasilkan seni merupakan bagian yang
integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya yang berfungsi sebagai
pengokoh norma-norma serta nilai-nilai budaya yang telah berlaku dalam
masyarakat secara turun temurun. Kerja sama dalam penyelenggaraan
upacara adat tradisional jelas dapat mengikat rasa solidaritas warga
3
masyarakat yang merasa memiliki kepentingan bersama (Manyambeang,
1984: 3).
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi
kegenarasi. Kebudayaan merupakan suatu kearifan lokal suatu daerah dapat
terlihat jelas dari Provinsi Bali dan Kabupaten Tanah Toraja di Provinsi
Sulawesi Selatan, yang dikenal dengan julukan Land of the Heavenly Kings
memiliki keunikan yang mungkin tidak ditemukan ditempat lain di dunia dan
masih hidup hingga sekarang sebagai warisan nenek moyang orang Toraja,
sebagai unsur kebudayaan yang tampak dalam fenomena sosial sampai
sekarang sekalipun ada pengaruh dari Islam maupun Kristen, selain itu di
luar Sulawesi Selatan yakni daerah Bali pun juga memiliki keunikan
tersendiri. Dari kedua kebudayaan Indonesia tersebut terlihat bahwa
kebudayaan telah terbentuk sejak lama yang secara turun temurun dipercaya
dan diyakini walaupun ada pengaruh dari agama lain. Sedangkan dalam
mengembangkan potensi budaya adat Islam hanya sebagian kecil yang
muncul dipermukaan. Dari segi potensi sejarah kebudayaan islam,
peninggalan-peninggalannya pun tak kalah banyak dan Islam merupakan
Agama Mayoritas di Indonesia dan terbesar ketiga di dunia.
Kabupaten Takalar merupakan salah satu Kabupaten yang ada di
Sulawesi Selatan yang cukup kaya dengan unsur-unsur budaya seni dan
tradisi, dapat dilihat dalam segi budaya spiritual. Tradisi ini merupakan
sebuah tradisi dari masyarakat Desa Cikoang, yang letaknya di Desa
4
Cikoang, Kecamatan, Mangngarabombang, Kabupaten Takalar, adat istiadat
mereka ini telah dikenal bukan hanya di masyarakat Lokal sendiri, akan
tetapi bahkan juga di mancanegara, ini merupakan sesuatu hal yang unik
sebab tiap tahunnya perayaan maudu’ Lompoa ini kerap didatangi oleh para
wisatawan atau turis-turis.
Desa Cikoang dihuni oleh penduduk asli suku Makassar dan kaum
Sayyid. Desa Cikoang memiliki sebuah sungai yang bermuara ke laut.
Masyarakat setempat meyebut sungai itu sesuai dengan nama desa tersebut,
yaitu Sungai Cikoang. Menurut sejarah, disinilah bermulanya pendaratan
Sayyid Djalaluddin bin Muhammad Al- Aidid sebagai seorang yang
diagungkan oleh masyarakat desa. Beliau adalah seorang ulama besar Aceh,
cucu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, keturunan Arab Selatan, dan
masih keturunan Nabi Muhammad SAW. yang ke-29. Hal ini merupakan
salah satu bukti penyebaran syiar agama Islam di Cikoang adalah dengan
Kehadiran tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang (Maulid Besar di
Cikoang), karena telah menyebarkan Agama Islam dan mengajarkan fungsi
dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Cikoang.
Kemudian upacara adat maulidini berkembang dan dilakukan oleh
seluruh umat Islam di dunia, termasuk masyarakat Islam di Sulawesi Selatan
pada khususnya masyarakat Cikoang dan masyarakat lainnya. Secara
substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan
kepada Nabi Muhammad SAW bagi Sayyid dan pengikut sayyid serta bagi
5
masyarakat Kabupaten Takalar tradisi adat maulid ini dikenal dengan sebutan
maudu’.
Selepas dengan makna kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW .
Perayaan maudu’ ini mengandung arti makna tentang falsafah hidup yang
erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan dan
penciptaan roh manusia atau lebih di kenal dengan konsep Nur Muhammad.
Konsep tersebut di uraikan oleh Sayyid Djalaluddin Al-Aidid yang
mengajarkan tentang tiga hal penting yang kemudian menjadi faktor utama
terwujudnya upacara adat Maudu’ Lompoa, yaitu Al-marifah, Al-imam, dan
Al-mahabbah. Dimana isi dari ketiga faktor tersebut Sayyid Djalaluddin
menekankan bahwa dalam memperingati kecintaan kepada Rasulullah bukan
hanya proses kelahirannya melainkan juga proses kejadiannya.
Sejalan dengan hal demikian bagi masyarakat Cikoang sebagai Kaum
Sayyid di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan perayaan maudu’ bukan
hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW,
melainkan sebuah upacara adat maudu’ yang merupakan sebuah kebudayaan
adat yang bermaknakan atas budaya dan agama. Adanya perpaduan nilai
budaya dan nilai agama yang memiliki makna tertentu yang diyakini
memiliki keistimewaan khusus bagi si pelaku yang memperadakannya
terutama bagi Kaum Sayyid. Adanya makna tertuang rasa cinta, rasa senang
yang amat mendalam kepada Nabi Muhammad SAW bagi para Kaum
Sayyid tersebut, dengan palaksanaan perayaan adat maudu’Lompoa tersebut
6
sehingga tercipta suatu gambaran rasa cinta dan rasa senang kepada Nabi
Muhammad SAW.
Sebenarnya tradisi adat Maulid Nabi Muhammad SAW juga
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di berbagai daerah di Sulawesi Selatan
seperti di Kabupaten Gowa, Kabupaten Jenepono dan Kabupaten Bantaeng,
namun ada perbedaan diantaranya. Dari ketiga Kabupaten tersebut
merupakan Kabupaten yang cukup berdekatan dengan Kabupaten Takalar.
Namun peneliti memfokuskan penelitiannya di Kabupaten Takalar karena
daerah tersebut merupakan Kabupaten penelliti bertempat tinggal dan juga
karena tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang dirayakan oleh
Masyarakat Manongkoki selaku Pengikut Sayyid ini belum pernah ada yang
mengangkatnya sehingga penelti sangat berkeinginan untuk mengungkap
tradsi adat tersebut.Masyarakat Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng
Utara Kabupaten Takalar yang merupakan Ana’Gurunna (pengikut Sayyid)
dari Anrong Gurunna (Sayyid) yang merupakan para tokoh pelaku atau
pemegang peranan penting dalam pelaksanaan perayaan hari Maudu’
Lompoari Cikoang atau Maulid Besar di Cikoang. Selain itu acara Maudu’
Lompoa di Desa Cikoang ini di jadikan sebagai ajang silaturahmi antara
masyarakat Kelurahan Manongkoki dengan masyarakat Desa Cikoang serta
masyarakat di berbagai daerah lainnya.
Masyarakat Manongkoki, Kecamatan Polongbangkeng Utara,
Kabupaten Takalar di daerah ini, sekitar 75% masyarakatnya dikenal sebagai
pengikut sayyid atau yang kerap disebut dengan istilah papinawang sayyid
7
sedangkan Kaum Sayyid nya disebut dengan istilah Anrong gurunna (Petua
Adat/Kaum Sayyid). Kebudayaan yang sering dilaksanakan dengan kegiatan
Upacara tradisional adat perayaan hari maudu’ Lompoa atau maulid besar.
Masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid yang berbondong-
bondong ikut serta turut meramaikan dan sebagai pemeran dalam ritual adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang, sebelum hari perayaan terjadi mereka tinggal
bersama beberapa hari sebelum pelaksanaan hari tersebut dirayakan.
Hasil penerapan adat maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap masyarakat
Manongkoki menimbulkan rasa cinta keistimewaan tersendiri dalam
mengadakan dan melaksanan prosesi tahap demi tahap perayaan adat
Maudu’Lompoa tersebut. Dalam pemanfaatan sungaipun dapat menjadi salah
satu daya tarik Desa Cikoang. Sebab, perahu yang berisi bakul maulid berada
di tepi pinggir sungai Cikoang. Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini memiliki
keunikan tersendiri yaitu terdapat pada puncak perayaan yakni diantaranya
dari baku siram air oleh para pengikut Sayyi dan kaum Sayyid, terdapat
sebuah tontonan gratis berupa pertunjukan aksi silat atau a’mancak (seni bela
diri), pertujukan musik tradisional yang mengiringi pengarak-arakan bakul
maulid, pengangkatan kapal perahu yang berisikan bakul maulid, serta sesi
A’rate’ (Zikir) atau pembacaan buku al-kitab tuntunan Kaum Sayyid
Cikoang disertai dengan bacaan surah ayat-ayat Al-Qur’an. Ini yang
merupakan sebuah rangkaian hal unik dari seluruh prosesi perayaan puncak
Maulid Nabi Muhammad SAW.
8
Perayaan pelaksanaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang mempunyai
dampak yang cukup besar bagi kehidupan sosial budaya terhadap masyarakat
Manongkoki. Pengaruh yang di timbulkannya secara sosiologis, didalam
setiap sistem kemasyarakatan terjadi hubungan antar pribadi, maupun antar
pribadi dengan kelompok dan sebaliknya.
Hal ini yang mendasari peneliti untuk mengkaji tentang Maulid Besar
Cikoang di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten
Takalar dengan judul “Implementasi Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
(Maulid Besar di Cikoang) Terhadap Masyarakat di Kelurahan
Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka masalah
yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Arti Makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Sayyid
terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki ?
2. Bagaimanakah Pandangan masyarakat terkait Sosial Budaya tradisi adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid di
Kelurahan Manongkoki?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
9
1. Untuk mengetahui Arti makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut
Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki?
2. Untuk mengetahui Pandangan masyarakat terkait Sosial Budaya tradisi
adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid
Kelurahan Manongkoki ?
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan kajian antar
budaya khususya mengenai memaknai makna nilai religious yang
terkandung dari adat budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang berada di
Desa Cikoang terhadap masyarakat Kelurahan Manongkoki dan
merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi di
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bukan hanya berguna bagi masyarakat Kelurahan
Manongkoki dan akan tetapi dapat berguna bagi masyarakat luas sehingga
dalam menerima dan memahami makna yang terkandung dalam perayaan
Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini bukan hanya dari pesan yang tampak
namun juga pesan yang tersembunyi dari dalam tradisi adat tersebut.
b. Bagi Pemerintah
10
Sebagai bahan untuk pemerintah dalam pemberdayaan budaya terkait
adat Maudu’ Lompoa ri cikoangdi Desa Cikoang Kabupaten Takalar.
c. Bagi Peneliti
Sebagai referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan oleh
peneliti selanjutnya.
E. Defenisi Operasional
a. Kebudayaan
Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah
kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura.
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi
keutuhhan hidupya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,
seni, susila, hukum adat serta setiap kecakapan dan kebiasaan.
b. Adat
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai
kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim
dilakukan di suatu daerah.
c. Tradisional
Tradisi adalah suatukebiasaan yang merupakan sebuah warisan yang
turun temurun, sehinnga menjadi sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak
lama dan telah sudah menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
11
masyarakat, yang biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama
yang sama.
d. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama,
bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki
tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam
lingkungannya.
e. Maudu’ Lompoa
Maudu’ Lompoa merupakan acara peringatan kelahiran Nabi
Muhammad SAW atau dikenal dengan Maulid Nabi yang diadakan oleh para
masyarakat Cikoang dan masyarakt Kelurahan Manongkoki di Desa Cikoang,
Kab Takalar setiap tahunnya. Acara ini berbeda dengan acara maulid yang
pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jika kebanyakan
peringatan Maulid Nabi diadakan di Masjid, maka lain halnya dengan
Maudu’ Lompoa yang diadakan di sekitar sungai. Atribut-atribut yang
digunakan pun beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada hiasan bunga, tapi
juga berbagai macam layar dengan beraneka warna yang dibentangkan diatas
perahu maulidnya (julung-julung).
f. Kaum Sayyid
Keturunan Kaum Sayyid adalah golongan keturunan al-Husain, cucu
Nabi Muhammad SAW, mereka bergelar Habib bagi anak laki-laki dan anak
perempuan bergelar Habibah. Golongan Kaum Sayyid adalah penduduk
12
terbesar jumlahnya di Hadramaut . mereka membentuk kebangsawanan yang
beragama yang sangat dihormati. Secara moral mereka sangat berpengarh
pada penduduk yang tinggal disekitar kediamannya dan bahkan diluar
wilayah pedesaannya. Para Kaum Sayyid selalu mempertahankan kekuatan
hukum Islam. Bagi Kaum Sayyid, hukum dan agama Islam merupakan suatu
kesatuan, lemahnya hukum dikhawatirkan berakiibat hilangnya
penghormatan rakyat sebagai pengikut atau penganut Kaum Sayyid termasuk
masyarakat Kelurahan Manongkoki dan lunturnya kepercayaan rakyat
terhadap keturunan Nabi Muhamma SAW di Desa Cikoang.
g. Pengikut Sayyid
Pengikut Sayyid adalah sebagai Ana’Gurunna (Pengikut), yang
merupakan bukan keturunan dari golongan Kaum Sayyid, pengikut Sayyid ini
merupakan orang biasa yakni orang-orang yang bermukim secara
berkelompok. Jawi (pengikut Sayyid) merupakan pelaku atau pemegang
peran penting dalam pelaksanaan perayaan hari Maudu’ Lompoa atau Maulid
Besar di Cikoang. Pengikut yang taat, dalam arti hal ini mereka yang percaya
dan patuh terhadap ajaran Kaum Sayyid serta jawi (pengikut Sayyid)
merupakan sekelompok orang-orang yang taat mempercayai dan ikut
melestarikan adat.
h. Ritual
Ritual adalah berkenan dengan ritus (tata cara upacara keagamaan),
bersifat mistik dan mungkin sulit dipahami orang-orang diluar komunitas
tersebut. Namun ritual yang dimaksud dari penelitian inni merupakan
13
kebiasaan masyarakat saat pelaksanaan sebelum dan sesudah ritual
Maudu’Lompoa.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan
bahwa: “budaya” adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang
“kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Ahli sosiologi
mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu dll).
Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari
kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti
budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Ada sarjana yang mengupas kata budaya sebagai
suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi.
Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.
Defenisi yang paling tua dapat diketahui dari E.B. Tylor yang
dikemukakan di dalam bukunya Primitive Culture (1871). Menurut Tylor,
kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan ,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain
(Ratna, 2005: 5).
15
Soemardjan dan Soemardi (Soekanto, 2006) merumuskan,
kebudaayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai
alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk
keperluan. Sedangkan Roucek dan Werren (Sukidin, 2005) mengatakan
bahwa kebudayaan bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga
benda-benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat manusia.
Dengan demikian ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang
dikembangkan oleh sebuah masyarakat yang memenuhi keperluan dasarnya
untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur
pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut adalah pengumpulan bahan-bahan
kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu
pengetahuan, kepercayaan, dan kegiatan lain yang berkembang dalam
pergaulan manusia.
Wujud kebudayaan ada tiga macam, yaitu kebudayaan sebagai
kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat dan benda-
benda sebagai karya manusia (Koentjaraningrat, 2009: 83).
Kluckon dalam Kuswarno (2008: 9) mejelaskan bahwa pengelompokan
kebudayaan yang umumnya ada pada tiap masyarakat yang berbudaya, yang
dikenal dengan tujuh unsur-unsur kebudayaan, diantaranya : a) Bahasa: b)
Sistem pengetahuan: c) Sistem Peralatan hidup: d) Organisasi Sosial: e)
16
Sistem Mata Pencaharian: f) Kesenian: g) Religi:Dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan untuk secara umum adalah merupakan hasil cipta, rasa dan
karsa, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang
mencakup tentang pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat istiadat
serta setiap kecakapan, dan kebiasaan.
2. Masyarakat
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang yang
berasal dari kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat
berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan
berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia atau orang-orang
yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah masyarakat yang saling
berinteraksi. Suatu kesatuan manusia yang dapat mempunyai prasarana
dengan melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi.
Menurut Ralph Linton (Soekanto, 2006: 22) masyarakat merupakan
setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama,
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka
sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan
jelas sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan (Soekanto, 2006: 22)
adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan
mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Defenisi lain yang menyatakan masyarakat adalah sebagi kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu
17
yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki ciri Interkasi
yang intens antar warga-warganya, Adat istiadat, Kontinuitas waktu, dan
rasa identitas kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009:
115-118).
Peter L. Berger menefenisikan masyarakat merupakan suatu
keseluruhan kelompok hubungan manusia yang sifatnya luas. Menurut
Koentjaraningrat dalam Adang (2003: 173) dalam tulisannya mengatakan
memberikan pengertian bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia atau
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem dan adat
istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terkait dengan rasa identitas
bersama.
Dalam pengertian lain tentang masyarakat diartikan bahwa masyarakat
adalah sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta
berfikir tentang diri mereka sendiri serta sebagai suatu kelompok yang
berbeda Smith, Stanley dan Shores dalam Adang (2003: 173).
Sesuai dengan Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan
karena setiap anggota kelompok yang merasa dirinya terikat satu dengan
yang lainnya (Soekanto, 2006: 22). Dari beberapa defenisi diatas dapat
disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki arti keiikutsertaan atau
berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengansociety.
SehinggaBisa ditarik kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang saling berinteraksi di dalam suatu hubungan sosial mereka,
18
yang mempunyai kesamaan budaya, wilayah tempat tinggal, kesamaan suku
dan identitas,mempunyai kebiasaan, tradisi, adat, sikap, dan perasaan
persatuan yang diikat oleh kesamaan.
3. Masyarakat Manongkoki Sebagai Pengikut Sayyid
Terlepas dari beberapa pemahaman mengenai arti kebudayaan dan
masyarakat menurut paham diatas, terkait adanya kebudayaan suatu
Masyarakat di Kabupaten Takalar. Masyarakat Manongkoki Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar merupakan masyarakat yang
tinggal di daerah dataran rendah, seperti didesa-desa lainnya, penduduk desa
ini pun beraktivitas seperti biasa. Mata pencaharian masyarakat didesa ini
beragam diantaranya: petani, buruh, pengusaha meubel, wiraswasta, Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan sebagainya. Di daerah ini ada masyarakat yang
tergolong dalam pengelompokan Khalawatiyah, Muhammadiyah, penduduk
biasa, dan bahkan lebih kebanyakan yang terikat sebagai pengikut Sayyid di
Desa Cikoang.
Masyarakat Manongkoki yang di atas namakan sebagai Pengikut
Sayyid ini yang terkenal akan tradisi adat maulidnya yang diadakan di Desa
Cikoang. Masyarakat Manongkoki yang cukup berpegang teguh pada nilai-
nilai religious terdapat pada kebudayaannya, yang diperoleh dari ajaran
Kaum Sayyid. Dalam hal ini kebudayaan yang di kembangkannya dari turun
temurun sejak nenek moyang mereka hingga sampai saat ini dan masih di
jaganya. Kebudayaan yang dimaksudkan dalam hal ini berupa adat tradisi
19
Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut
Sayyid.
Pengikut Sayyid ini yang ikut mengembangkan dan mempertahankan
adat tradisi kebudayaan yang ada di Desa Cikoang yakni pada hari lahir Nabi
Muhammad SAW atau pada perayaan Maudu’ Lompoa atau Maulid Besar
yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.Kemudian tradisi adat Maudu’
Lompoa ini berkembang dan dilakukan oleh seluruh umat Islam di dunia,
termasuk masyarakat Kelurahan Manongkoki pada umumnya dan pada
khususnya masyarakat Desa Cikoang.
4. Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Maudu’ Lompoa secara bahasa adalah Maulid Besar. Artinya, Maudu’
Lompoa adalah prosesi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW
yang diisi dengan berbagai kegiatan ritual. Tradisi ini ditunjukkan untuk
menanamkan rasa kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan
keluarganya.
Kata “Maulid” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti “anak
kecil”, tempat, waktu beranak, lahir”. Kemudian “Maulid” berubah
ucapannya “Maudu’” dalam bahasa Makassar. Dalam perubahan ucapan ini
terjadi perubahan, perubahan-perubahan ini disesuaikan dengan ucapan-
ucapan yang berlaku dalam bahasa Makassar. Berdasarkan arti tersebut
diatas, maka nyata bahwa tradisi adat Maudu’ adalah sebuah tradisi adat
memperingati hari Kelahiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
20
Menurut sejarah pada abad XI M, yaitu pada saat terjadinya perang
salib antara umat Islam dan umat Kristen, timbul gejala-gejala menurunnya
semangat umat Islam. Oleh Karena itu pemimpin umat Islam beusaha
mencari daya untuk membangkitkan kembali semangat umat Islam.
Disamping timbulnya gejala kemunduran semangat tersebut, terdapat pula
adanya gejala-gejala penambahan dalam agama, yang pada mulanya tidak
ada. Untuk memurnikan semangat Islam dan memurnikan kembali ajaran-
ajarn Nabi Muhammad SAW, maka timbullah ide dari Salahuddin Al-
Ayyubi untuk mengungkap kembalu peristiwa-peristiwa kelahiran dan
perjuangan serta semangat dari Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian
pada dasarnya, adat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah untuk
membangkitkan kembali semangat perjuangan umat Islam serta untuk
memurnikan ajaran-ajaran Islam yang mulai banyak tambahan-tambahannya
akibat persentuhan dengan kebudayaan-kebudayaan setempat.
(Manyambeang, 1984: 56-57).
Bagi masyarakat Desa Cikoang dan masyarakat Manongkoki perayaan
adat Maudu’ bukan hanya sekedar membangkitkan semangat umat Islam
dan memurnikan ajaran Islam melainkan lebih dari hal tersebut. Perayaan
maudu’ (maulid) secara besar-besaran (Maudu’Lompoa), adalah salah satu
manifestasi dari makrifat yang menjadi dasar dari segala keaktifan manusia,
termasuk pada Kaum Sayyid dan Pengikut Sayyid. Sebab Tradisi ini sebut
adat Maudu’ Lompoa atau Maulid Besar karena dirayakan secara besar-
besaran dan penuh kemeriahan. Pesertanya pun makin banyak dari tahun
21
ketahun karena diikuti oleh seluruh warga masyarakat Cikoang yakni Kaum
Sayyid pada khususnya dan pada umumnya masyarakat Manongkoki atau
paraPengikut Sayyid, pesertanya bukan saja masyarakat yang berdiam di
dalam daerah melainkan banyak juga yang berasal dari luar Kabupaten
Takalar. Semua warga Kaum Sayyid yang berada di daerah lain seperti di
Jeneponto, Maros, Bantaeng, dan lainnya berusaha mengikuti upacara adat
tersebut. Karena dengan banyaknya tamu atau pengunjung lokal dan
mancanegara yang menyaksikan jalannya acara tardisi adat Maudu’ Lompoa
ini, serta besarnya alat-alat yang dipergunakan untuk mangantar Baku’Kanre
Maudu’ (Bakul Maulid) maka penyelenggaraan tradisi adat ini dilakukan
dilapangan yang tertentu.
Sehubungan dengan banyak dan ramainya para pengunjung dan adanya
peserta dari daerah lain, maka penyelenggaraan tradisi adat biasanya
dilakukan dipinggir pantai, di muara sungai Cikoang. Penempatan tempat
penyelenggaraan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang di pinggir pantai di
muara sungai Cikoang, erat hubungannya dengan para peserta upacara adat.
Sebab, sebelum tahap prosesi A’rate’ (Zikir), para peserta maulid hendak
biasanya wajid sirang-sirang je’ne (baku siram). Masyarakat Manongkoki
sebagai pengikut Sayyid yang juga merupakan peserta tradisi adat Maudu’
Lompoa yang bukan berasal dari Desa Cikoang ini yang kemudian menuju ke
Cikoang pada saat perayaan adat berlangsung. Mereka itulah yang mengantar
Baku’ Kanre Maudu’nya (bakul Maulidnya) dengan perahu yang disebut
julung-julung, (desain perahu). Sebab mereka juga termasuk sebagai peserta
22
acara tradisi adat maulid besar. Baku’Kanre Maudu’ (bakul maulid)yang
diletakkan di tempatnya di atas dua buah perahu. Keempat kaki tempat Baku’
Kanre Maudu’ (Bakul maulid) tersebut masing-masing bertumpuh pada
perahu julung-julung. Itulah sebabnya sehingga Baku’Kanre Maudu’ (bakul
maulid) itu disebut Baku Kanre Maudu’ julung-julung’ (bakul maulid
bertumpuh diatas perahu).
Tempat Baku’ kanre maudu’ (bakul maulud) itu sendiri disebut
gadawari, yaitu sebuah rumah-rumah kecil yang bertiang empat. Tempat
peletakkan baku’kanre maudu’ bersegi empat. Bila di daratan disebut
bembengang (benda yang bisa di giring). Setiap bembengang atau gandawari
dapat memuat satu baku’kanre maudu’ yang berisi 200 sampai 400 liter
beras bersama dengan segala hiasannya. Tradisi adat Maudu’Lompoa ri
Cikoang ini merupakan puncak tradisi adat maulid besar di Cikoang
Kabupaten Takalar.
5. Pengertian Maudu’ Lompoa Menurut Kaum Sayyid
Bagi masyarakat Pengikut Sayyidatau penduduk Masyarakat
Manongkoki, kaum Sayyid di Desa Cikoang, merupakan kelompok kaum
masyarakat yang dipercaya dan diyakini akan kepemiminannya dalam
penyebaran syiar agama Islam. Kaum Sayyid yang sebagai pemuka atau
penghulu bagi masyarakat Manongkoki. Pasalnya perayaan tradisi adat
Maudu’ Lompoa (Maulid Besar) bukan hanya sekedar kebudayaan yang
bermaknakan atas Budaya dan Agama dan sebuah peringatan tentang
23
kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan tradisi adat Maudu´ itu
mengandung makna yang lebih jauh.
Perayaan Maudu’ Lompoa mengandung falsafah hidup yang erat
hubungannya dengan kejadian alam semesta serta dengan permulaan
penciptaan roh manusia. Sejalan dengan hal tersebut, kemudian masyarakat di
Kelurahan Manongkoki sebagai Pengikut Sayyidyang kemudian tidak
tanggung-tanggung dan perhitungan dalam hal menjalankan perayaan tradisi
adat Maudu’ Lompoa ri Cikoangyang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Adanya hubungan saling bersilaturahmi antara sayyid dan pengikutnya
sehingga melahirkan keakraban.
Selanjutnya menurut Kaum Sayyid, tentang gambaran pengertian
Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang sesuai dengan falsafah hidup serta
permulaan penciptaan roh manusia yang diantaranya terbagi atas 3 (tiga)
bagian yakni :
a. Kaniakkang (Keberadaan)
Kaniakkang berasal dari bahasa Makassar kata “Niak” yang berarti
“ada/berada”. Kemudian kata “Niak” mendapat awalan “ka” dan akhirnya
“kang”, sehingga menjadi kaniakkang (keberadaan/eksistensi) erat
hubungannya dengan paham makrifat yang dianut oleh masyarakat sayyid
pada khususnya.
Paham makrifat adalah usaha pemahaman rohaniah secara hakiki
terhadap Allah SWT. Untuk mengetahui hal ini perlu pemahaman secara
mendalam tentang hakekat kelahiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
24
Menurut paham masyarakat Desa Cikoang terutama kaum Sayyid, Nabi
Muhammad Rasulullah SAW mengalami dua proses kelahiran yang pertama
yang disebut kaniakkang dan proses kelahirannya yang kedua yang disebut
kalassukang. Yang di maksud dengan kaniakkang adalah proses
diciptakannya atau diwujudkannya Nabi Muhammad Rasulullah SAW untuk
pertama kalinya sebelum beliau dilahirkan oleh ibunya. Penciptaan pertama
ini masih berada di dalam abstrak. Penciptaan pertama ini disebut “Nur
Muhammad”. Dari Nur Muhammad ini diciptakan Nabi Adam Alaihissalam
bersama anak cucunya.
Berdasarkan paham makrifat, makrifat ini maka Nur Muhammad
merupakan sumber dari segalanya yang ada di alam nyata. Oleh karena itu
sebelum alam semsesta ini bersama isinya tercipta maka yang ada adalah :
Nur Allah, Nur Muhammad dan Nur Adam. Nur Muhanmmad kemudian
disebut “Alamurrah” (alam roh), dan Nur Adam disebut “Alamuljism” (alam
jasmani). Pendapat makrifat yang mereka anut ini bahwa Nabi Muhammad
SAW dalam wujud pertamanya adalah “Nur” yang diciptakan oleh Allah dari
“Nur– Nya” dan merupakan sumber kejadian dari makhluk-makhluk lainnya
dialam semesta ini.
Berdasarkan hadis tersebut, maka menurut paham kaum Sayyid,
masyarakat Desa Cikoang dan para pengikut Sayyid yakni masyarakat
Kelurahan Manongkoki, beranggapan bahwa seluruh alam ini bersama isinya
diciptakan oleh Allah SWT dari “Nur Muhammad” . Penciptaan yang
25
pertama inilah yang merupakan sumber segala-segala di alam semesta dan hal
inilah yang disebut “ kaniakkang” (keberadaan, perwujudan dan eksistensi).
b. Kalassukang(Kelahiran)
Di atas telah disebutkan bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW
mengalami dua proses kelahiran, yaitu kelahiran didalam gaib (abstrak) yang
disebut kaniakkang (keberadaan, perwujudan dan eksistensi) dan kelahiran
yang kedua adalah kelahirannya didalam nyata yang disebut kalassukang
(kelahiran). Kata kalassukang berasal dari bahasa Makassar (Lassu’) yang
berarti lahir. Kemudian kata ini mendapat awalan ka dan akhiran ang
sehingga menjadi ka + lassu’ + ang (kalassukang) yang berarti kelahiran.
Kalassukang atau kelahiran dalam arti yang kedua ini adalah kelahiran Nabi
Muhammad SAW ke lam-alam yang nyata, yaitu lahirnya beliau kedunia
melalui perut ibunya, Sitti Aminah.
Kelahiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW pada proses pertama
(kaniakkang) bersifat abstrak sehingga tidak dapat diketahui prosesnya secara
tepat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan antara
pendapat dan penafsiran sesuai tingkat makrifat dan pengenalan seorang
hamba. Sedang proses kelahiran yang kedua, dapat diketahui dengan jelas,
baik waktu maupun tempatnya. Berdasarkan pada pengertian kalassukang
tersebut, maka semua proses kelahiran yang sama dengan proses kalassukang
termasuk dalam kategori maulid. Jadi Nabi Muhammad SAW yang bertubuh,
yang perwujudannya didunia dengan melalui proses kelahiran yang melalui
26
dari perut ibunya yang dalam hal ini termasuk maulid. Demikian pulalah
dengan kelahiran Nabi Adam serta bersama dengan seluruh anak cucunya.
Menurut Kaum Sayyid bahwa bila kelahiran Nabi Muhammad SAW
yang pertama itu adalah merupakan sumber perwujudan dari segala sesuatu
yang diatas dunia ini, maka kelahirannya yang kedua (kalassukang) ke alam
dunia ini yang merupakan sumber atau pembawa kebenaran mutlak yang
harus diikuti dan dipegang. Hal ini yang berarti bahwa kelahiran beliau
adalah pula yang merupakan kelahiran dari kebenaran yang mutlak.
c. Pakaramula (Permulaan)
Selain pengertian Maulid seperti disebutkan diatas oleh masyarakat
Desa Cikoang, maulid berarti pula “pakaramula” . Pakaramula adalah kata
bahasa Makassar yang mempunyai arti permulaan. Pakaramula atau
permulaan adalah mula adanya suatu wujud (keberadaan) tanpa didahului
oleh wujud lainnya. Hal ini berarti bahwa seluruh wujud selain dari pada
wujud Allah adalah wujud yang telah didahului oleh wujud lainnya, seperti
wujud Nur Muhammad didahului oleh Allah atau Nur Allah. Selain dari pada
itu pakaramula (permulaan) dapat pula berarti awal adanya dan tampaknya
sesuatu bagi panca indera manusia. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang
tampak dialami semesta inimengalami proses maulid atau pakaramula
kecuali khalik atau sang pencipta yaitu Allah. Jadi seluruh makhluk ada dan
dapat dicapai oleh panca indera karena diadakan dan hal ini termasuk maulid.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa masalah peringatan maulid Nabi
Muhammad SAW muncul pada abad XI M, ketika umat Islam terlibat dalam
27
perang salib. Kemudian tradisi adat ini berkembang keseluruh pelosok dunia
dan dirayakan oleh seluruh umat Islam termasuk warga masyarakat
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Setiap daerah yang merayakan
maulid, memiliki keunikan masing-masing. Di Sulawesi Selatan, tradisi adat
maudu’ ini dirayakan juga dimana-mana dan cara pelaksanaannya hampir
sama. Perbedaan perayaan maudu’ itu memiliki keunikan tersendiri yang
mungkin tidak ada di daerah lain. Disebut unik karena perayaan maudu’
tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat. Selain itu perayaan itu dirayakan secara besar-besaran dan
meriah sehingga disebut Maudu’ Lompoa (Maulid Besar).
Di Pulau Jawa ditemukan pula perayaan Maulid yang dirayakan secara
besar-besaran. Perayaan Maulid ini dilakukan di Kraton oleh para Sultan
yang disebut dengam “Sekaten” . Di Yogyakarta perayaan sekaten dilakukan
dengan disponsori oleh orang-orang kraton dan atas fasilitas kraton pula.
Dalam upacara sekaton riwayat Nabi Muhammad SAW dibacakan,
disamping itu diadakan pula Penabuhan Gamelang dengan irama khusus yang
sangat menarik perhatian masyarakat untuk mengikuti upacara tersebut.
Rupanya upa cara sekaten di Yogyakarta sama dengan Maudu’ Lompoa di
Sulawesi Selatan. Perbedaannya terletak pada pelaksanaannya.
6. Pandangan Sosial Budaya Masyarakat terkait Maudu’ Lompoa ri
Cikoang
Sosial Budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial
berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.
Sedangkan budaya berasal bodhya yang artinya pikiran dan akal budi.
28
Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia berdasarkan
pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa. Jadi
kesimpulannya adalah sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan
manusia dengan kehidupan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara etimologis, dalam budaya ada dampak yang berarti pelanggaran,
tubrukan, atau benturan. Oleh karena itu, dampak pada sistem sosial budaya
dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap sistem sosial budaya, tubrukan
terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti bahwa dalam keadaan-keadaan
tertentu terjadi masalah-masalah yang mengganggu berfungsinya sistem
sosial budaya tersebut.
Secara sosiologis, di dalam setiap sistem kemasyarakatan terjadi
hubungan antarpribadi, antarkelompok maupun antara pribadi dengan
kelompok dan sebaliknya. Apabila terjadi interaksi sosial yang berulang kali
sehinga menumbuhkan pola tertentu, akan timbul kelompok sosial. kehidupan
berkelompok di dalam kelompok-kelompok sosial tersebut cenderung
menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan tadi merupakan hasil karya, hasil
cipta, dan hasil rasa yang semuanya didasarkan pada karsa. Hasil karya
merupakan bagian kebudayaan yang dinamakan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan material. Hasil cipta menimbulkan ilmu pengetahuan, hasil rasa
menimbulkan ilmu kesenian, sedangkan karsa menghasilkan kaidah-kaidah
atau norma-norma.
29
Subsistem yang ada dalam dampak sosial budaya yang merupakan
struktur dan proses dalam suatu wadah tertentu yang mempunyai unsur-unsur
pokok, diantaranya :a)Kepercayaan yang merupkan pemahaman terhadap
semua aspek alam semesta yang di anggap sebagai suatu kebenaran (mutlak);
b)Perasaan dan pikiran, yakni suatu keadaan kejiwaan manusia yang
menyangkut keadaan sekelilingnya. Baik yang bersifat alamiah maupun
sosial; c)Tujuanyang merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan
cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya; d)Kaidah atau norma yang
merupakan pedoman untuk berperilaku pantas; e)Kedudukan dan peranan;
krdudukan (status) merupakan posisi-posisi tertentu secara vertikal,
sedangkan peranan (role) adalah hak-hak dan kewajiban baik secara
structural maupun prosesual; f)Pengawasan, merupakan proses yang
bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga
masyarakat menaati norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat: g)Sanksi, yakni persetujuan atau penolakan terhadap perilaku
tertentu: h)Fasilitas merupakan saran untuk mencapai tujuan yang hendk
dicapai, dan telah ditentukan terlebih dahulu; i)Kelestarian dan kelangsungan
hidup; dan j)Keserasian antara kualitas kehidupan dengan kualitas
lingkungan;
Pada umumnya pandangan masyarakat terkait sosial budaya
Maudu’Lompoa ri Cikoang yang merupakan suatu kebudayaan dalam suatu
masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, yang didasarkan pada sosial
budaya masyarakat pengikut Sayyid. Pada masyarakat Manongkoki sebagai
30
pengikut Sayyid, meskipun agama Islam itu membawa unsur demokrasi bagi
kehidupan manusia, namun tidak mempengaruhi sistem pelapisan sosial dan
sistem kemasyarakatan secara mencolok. Untuk lebih lanjut secara sosial
budaya perayaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang merupakan suatu
peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. perayaan tersebut memiliki
keterkaitan antara hubungan sosial budaya dengan agama, adanya. Peringatan
ini didasarai atas kemauan Penganut Islam terutama Kaum Sayyid dan Para
Pengikut Sayyid untuk terus mengingat ajaran Nabi Muhammad SAW,
utamanya tentang cinta kasih, persaudaraan, keadilan sosial. Dibawah ini
merupakan pandangan positif dan negatif masyarakat terkait Maudu’ Lompoa
ri Cikoang :
a. Dampak Positif Sosial Budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Adapun Nilai-nilai keagamaan bersifat positif yang muncul dari tradisi
adat Maudu’Lompoa Menurut salah satu Anrong Guru (Pemimpin adat),
mengatakan “Tradisi Maudu’ Lompoa ini tidak ada sesuatu yang akan
berbahaya, atau bersifat menyimpang atau bertentangan dengan fundamental
agama yang saya imani.
Kemudian melanjutkan penuturan perasaannya terhadapa Maulid yang
diantaranya : 1)Ketaatan kepada Allah SWT. dalam arti bahwa mengikuti dan
mencintai Rasulullah SAW merupakan perintah Allah yang harus ditaati:
2)Kecintaan merayakan Maudu’ merupakan bagian dari rasa cinta kepada
Nabi Muhammad SAW. 3)Keikhlasan yakni pengorbanan baik harta, tenaga
dan waktu adalah bentuk keikhlasan: 4)Kebersamaan: kehadiran masyarakat
31
Kaum Sayyid, masyarakat Cikoang, dan masyarakat Manongkoki atau
pengikut Sayyid secara bersama-sama merupakan bentuk kebersamaan yang
memperkuat tatanan sosial: 5)Persaudaraan; undanagan yang juga tak lupa
hadir dari pihak pemerintahn mulai dari Camat, Bupati, Kepala Dinas
Parawisata, Gubernur, dan bahkan masyarakat anatara daerah di Indonesia
lainnya, dari masing-masing keluarga masyarakat Cikoang, masyarakat
Manongkoki sebagi pengikut Sayyid dan yang berkemungkinan mempererat
ikatan sosial. f)Persamaan; semangat dapat dilihat dari pada saat maulid tidak
memandangstatus sosial dan perekonomi, orang tua dan juga anak-anak
semua itu ikut hadir.
b. Dampak Negatif Sosial Budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Sejalan dengan penjelasan dan pemahaman yang bersifat positif yang
telah dijabarkan oleh penulis terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
ini, terdapat juga beberapa kejanggala-kejanggalan yang menuai akan
penilaian para masyarakat khalayak umum yang tidak tahu menahu akan
keistimewaan tradisi adat ini. Disamping itu, para masyarakat manongkoki
selaku pengikut Sayyid dan kaum Sayyid yang beranggapan bahwa perayaan
hari maulid besar ini juga merupakan sesuatu hal yang sangat amat baik dan
bernilai ibadah dalam agama Islam. Namun hal demikian berbeda dengan apa
masyarakat khalayak umum biasanya, sebab karena mereka akan
beranggapan bahwa diantaranya : 1)Sesuatu hal yang dapat merugikan bagi
yang merayakan: 2)Pemborosan dalam bidang perekonomian: 3)Melebih-
lebihkan sesuatu yang tidak pantas dan sewajarnya: 4)termasuk Sesuatu yang
32
tidak di wajibkan di dalam ajaran agama Islam: dan 5) Sebagai jembatan yang
akanmenuju Kemiskinan. Hal demikianlah yang sering menjadi perbincangan
dan perdebatan antara masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid dan
bukan.
B. Landasan Teori
Sejalan dengan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap
masyarakat di Kelurahan Manongkoki, yang ada keterkaitannya dalam hal ini
merupakan sebuah kebudayaan yang bermaknakan atas budaya dan agama.
Hal ini dapat menjadikan sebuah hal yang menarik di lingkungan masyarakat.
Dalam hal ini Max Weber yang merupakan salah satu tokoh Sosiologi dalam
teori Sosiologi Klasik. Max Weber dalam tindakan sosial ini membedakan
tindakan sosial manusia kedalam 4 (empat) tipe yaitu diantaranya: Tindakan
rasionalitas instrumental, Tindakan rasional nilai, Tindakan Afektif, dan
Tindakan Tradisional. Untuk itu adapun teori yang menyakut dengan suatu
kebudayaan yang ada dalam hal ini yang merupakan adat tradisi masyarakat
Manongkoki selaku Pengikut Sayyid Maudu’Lompoa ri Cikoang . Teori
yang Relevan akan tradisi adat ini yaitu :
Teori Tindakan Tradisonal/ Traditional.
Menurut Max Weber (1864 – 1920) mengatakan bahwa dalam tindakan jenis
ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang
diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
Sehubungan dengan tradisi adat Maudu’ lompoa ri Cikoang yang di
anut oleh masyarat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Terkait dengan
33
teori yang dikemukakan oleh Max Weber sehingga dapat dikaitkan bahwa
adat Maudu’Lompoa ri Cikoang merupakan suatu warisan kebudayaan
tradisional yang sudah menjadi sesuatu hal kebiasaan yang sudah di lakukan
atau di rayakan oleh nenek moyang terdahulu hingga masih terjaga dan
berkembang hingga saat ini, Maudu’Lompoa ri Cikoang yang dilestarikan
oleh paraketuruan Nabi Muhammad SAW yakni Kaum Sayyid serta
berkembang pesat terhadap masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut
Sayyid.
Terkait teori Tindakan Tradisional yang dikemukakan oleh Max Weber.
Weber melakukan studi tentang otoritas politik dan bagaimana kekuasaan
berfungsi dalam masyarakat bukan karena legitimasi moral, teori Weber
tersebut dikenal dengan tipe ideal (ideal typus). Weber membedakan tiga tipe
ideal dan keabsahannya, yang dapat melekatkan suatu hubungan dominasi
yaitu tradisonal, karismatik, dan legal rasional (Ritzer dan Goodman, 2005).
Untuk itu adapun teori dapat menjadi pendukung dari Max Weber atas
tradisi adat yang sebelumnya dibahas yakni dari Teori Struktur Otoritas
berupa yakni:
a. Tipe Otoritas Tradisonal
Menurut Max Weber Tipe Otoritas Tradisonal adalah merupakan suatu
bentuk otoritas yang didasarkan pada kesakralaan dan tradisi kuno yang
dianut dalam suatu masyarakat. Objek kepatuhan masyarakat kepada indibidu
yang berkuasa didasarkan pada tradisi kuno tersebut. Dibeberapa masyarakat
34
pedesaan terdapat beberaapa seseorang yang biasa ditunjuk sebgai pemimpin
karena memiliki pemahaman tentang kesakralan dan memiliki kewibawaan
sebagai unsur yang dianggap sangat penting untuk memegang suatu jabatan
(otoritas). Bentuk lain dari otoritas tradisional adalah adanya bentuk
kepemimpinan yang didsarkan pada tradisi turun temurun ke genrasi menurut
aturan adat atau tradisi, pemimpin tradisional diangkat sebgai pemimpin
berdsarkan keputusan adat, darah keturunan atau dari suku tertentu.
b. Tipe Kharismatik
Menurut Max Weber Tipe Kharismatik adalah merupakan tipe otoritas
yang berdasarkan kepada kemampuan dan ciri-ciri khas yang luar biasa
dimiliki seseorang yang diyakini oleh masyarakat kepada pemegang otoritas
adalah kemampuan atau kelebihan khusus atau kualitas personal yang tidak
dimiliki oleh orang lain, masyarakat atau masyarakat yang lain .kharismatik
oleh Weber didefenisikan sebagai sifat tertentu dari suatu kepribadian
seseorang individu yang luar biasa, memiliki sifat-sifat gaib atau sifat-sifat
yang unggul, paling sedikit memiliki kekuatan yang khas dan luar biasa.
Dari beberapa uraian tentang paham teori pendukung diatas yang di
kemukakan oleh Max Weber sehingga dapat dikaitkan dengan tradisi adat
Maudu’Lompoa ri Cikoang yang berfokuskan kepada masyarakat
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid bahwa dalam penerapan suatu
kebudayaan didalam masyarakat pedesaan, ada sesuatu yang tetanam melekat
pada kepribadianyang diperoleh atau diterima oleh masyarakat Manongkoki
sebagai Pengikut Sayyid. Sesuatu hal yang diterimanya dapat berupasesuatu
35
yang bersifat positif menurut pemahaman mereka sendiri, adanya perasaan
keberkahan yang diperoleh selama menjalankan tradisi adat Maudu’Lompoa
ri Cikoang sertaselain merayakan suatu kebudayaan yang membawa seni
tradisional juga sangat erat kaitannya dengan agama, mereka menganggap
bahwa Maulid Nabi Muhammad SAW memiliki makna bersifar positif, yang
mendalam berupa nilai ibadah, sebagai bekal amalan diakhirat nanti, di Mata
Tuhan Yang Maha Esa.
C. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan kerangka penalaran logis, urutan berpikir
logis sebegai suatu ciri dari suatu dari cara berpikir secara ilmiah, yang
digunakan dengan mengunakan logika untuk mencegah masalah kerangka
berpikir atau kerangka penularan logis yang di gunakan untuk mengatahui
nilai agama yang terkandung dalam adat Maudu’ Lompoa tersebut.
Memahami dan melihat konsep atau teori yang telah diuraikan di atas sebagai
acuan atau landasan, maka dapatlah dijadikan sebagai kerangka berpikir,
dibawah ini.
36
Adapun skema berfikir di bawah ini sebagai berikut:
(Gambar II.1 Kerangka Pikir)
Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Kaum Sayyid
Falafah Budaya dan Agama
Masyarakat Manongkoki
37
D. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain:
1. Nur Yani Alifaty yang berjudul Makna Penghargaan Dalam Rutual
Maudu Lompoa di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang,
Kabupaten Takalar 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Kualitatif, dengan memakai pendekatan penelitian
deskriptif kualitatif dengan informan dapat berasal dari tokoh adat
maupun masyarakat Desa Cikoang yang dinilia memiliki kompetensi
berdasarkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Persamaan metedologi penelitian juga terdapat dalam teknik
pengambilan sampel purposive sampling dengan teknik analisis data
menggunakan Reduksi Data, Penyajian Data, dan Menarik kesimpulan
atau Verifikasi.Dari hasil penelitian bahwa Representasi dari ritual maudu
lompoa dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah di ajarkan oleh
Syekh Djalaluddin kepada masyarakat Desa Cikoang, ritual maudu
lompoa tersirat pesan-pesan khusus yang ingin disampaikan. Perbedaan
yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah dari
segi masyarakatnya, dimana masyarakat disini adalah masyarakat di
Kelurahan Manongkoki yang sekaligus menjadi peserta adat ini dan
merupakan para pengikut Sayyid. Hal ini menjadi sesuatu hal menarik
bagi penulis.
2. Sudirman yang berjudul Ganrang Pamanca’dalam Upacara Tradisional
Maudu’Lompoa di Desa Cikoang Kabupaten Takalar 2012. Metode
38
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif, dengan
memakai pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan informan
dapat berasal dari dari tokoh adat maupun masyarakat Desa Cikoang yang
dinilia memiliki kompetensi berdasarkan teknik pengumpulan data
melalui kajian pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Persamaan metedologi penelitian juga terdapat dalam teknik pengambilan
sampel purposive sampling dengan teknik analisis data menggunakan
Reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan Verifikasi. Dari
hasil penelitian bahwa Ganrang pamanca’bukan hanya sebagai
pengiring permainan silat dan pengantar julung-julung menuju tempat
upacara dilaksanakan. Melainkan terdengarnya musik Ganrang
pamanca’dalam masyarakt Cikoang pertanda bahwa dalam kampong
tersebut terjadi keramaian atau diadakannya pesta dalam kampung
tersebut dan ketika tabuhan musik Ganrang pamanca’dalam upacara
Maudu’Lompoa dapat membangkitkan semangat kepada para remaja
dan dewasa untuk melaksanakan upacara maudu’ dan timbul rasa
keberanian untuk mempertunjukkan Pamannca’. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dari segi
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Kualitatif. Bodgan dan Tylor mengemukakan bahwa metode kualitatif
merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi dari
orang-orang atau perilaku, dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan
(Moleong, 1995).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Deskriptif, dimana data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata
gambar dan bukan angka-angka. Data-data tersebut lebih banyak bercerita
mengenai objek penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.
Sehingga dalam penelitian Implementasi Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
(Maulid Besar di Cikoang) terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar menggunakan
penelitian Deskriptif Kualitatif.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitan ini adalah dikawasan pemukiman Kaum
Sayyid dan masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki,
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar dan akan
dilaksanakan jika surat persetujuan penelitian, dengan alasan lokasi ini
sangat amat sesuai dengan target penelitian rekonstruksi etika dan moral
berbahasa. Dengan pertimbangan bahwa untuk mengetahui Implementasi
40
Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat di Kelurahan
Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah terhadap Masyarakat di Kelurahan
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid.
D. Informan Penelitian
Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling.
Purposive Sampling merupakan pemilihan siapa subjek yang ada dalam
posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu,
menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri
khusus yang diimiliki oleh sampel tersebut (Silalahi, MA. 2012:272).
Informan penelitian adalah orang yang dianggap mengetahui objek
penelitian yang dikaji dan dijadikan sumber data yaitu, tokoh (1) Kaum
Sayyid; (2) Karaeng Opua atau petua adat;dan (3) Masyarakat Manongkoki
sebagai Pegikut Sayyid yang ikut serta dalam perayaan Maudu’ Lompoa ri
Cikoang.
E. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang bersumber dari survey atau pengamatan
langsung di lapangan kawasan penelitian dalam hal ini Kaum Sayyid dan
tokoh masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid serta pihak
masyarakat Lokal lainnya yang memberikan informasi terkait tentang adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang.
41
2. Data Sekunder
Data yang bersumber dari dinas ataupun isntansi yang terkait dan
penelusuran terhadap beberapa bahan pustaka literature yang relevan sesuai
dengan masalah yang akan diteliti.
F. Instrumen Penelitian
1. Pedoman Observasi
Adapun, observasi yang penulis gunakan adalah observasi biasa.
Observasi biasa adalah suatu prosedur dimana peneliti mengamati subyek
penelitian dalam fenomena sosial tanpa melakukan partisipasi terhadap
kegiatan subyek penelitian dalam lingkungan dan fenomena sosialnya.
2. Pedoman Wawancara.
Pedoman pertanyaan atau pedoman wawancara umumnya berisi daftar
pertanyaan yang sifatnya terbuka, atau jawaban yang lebih luas serta
mendalam.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data-data menggunakan
cara sebagai berikut:
1. Observasi
Satori, M.A. Djamán & Komariah,M.Pd.Aan (2014: 105) observasi
penelitian kualitatif adalah Pengamatan langsung (observasi) terhadap objek
untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks dan maknanya dalam
upaya mengumplkan data penelitian. Dalam melakukan observasi diperlukan
seorang peneliti yang profesional, hasil yang diperoleh melalui observasi
42
sangat tergantung dari kualitas seorang peneliti. Dalam hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui implementasi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap
masyarakat Manongkoki sebagai penambah wawasan bahwa Kaum Sayyid
sudah semakin meluaskan ajarannya terhadap masyarakat Manongkoki di
Kabupaten Takalar.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumplan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan
berhadapan maka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada di
peneliti. Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh
melalui observasi (Mardalis, 2007: 64).
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto pada saat
observasi dan wawancara berlangsung dilapangan bersama narasumber yang
ditemui. Satori, M.A Djam’an & Komariah,M.Pd.Aan (2-14: 155) foto dapat
menangkap “membekukan” suatu situasi pada detik tertentu dan dengan
demikian memberikan bahan deskriptif yang berlaku bagi saat itu. Foto dapat
dijadikan bahan pelengkap penelitian karena foto dapat menggambarkan
situasi sebenarnya.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian Kualiatif, untuk analisis data dilakukan
ketika pertama kali terjun ke lokasi penelitian setelah semua data-data yang
didapat dari lapangan terkumpul, maka dilakukan penngolahan data dengan
43
cara menuliskan, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi dan kemudian
dilanjutkan dengan penyajian.
44
BAB IV
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
Secara Astronomis, Kabupaten Takalar terletak antara 5º30’-5º38’
Lintang Selatan dan 119º22’-119º39’ Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografis Kabupaten Takalar memiliki batas-batas diantaranya: (a) Sebelah
Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan jeneponto (b) Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan (c) Sebelah Barat dan Selatan
berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Flores.
Kabupaten Takalar adalah sebuah Kabupaten yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Dengan Ibukotanya terletak di Kecamatan
Pattallassang, kemudian Kabupaten Takalar yang terdiri dari 100
Desa/Kelurahan yang terletak di 9 (Sembilan) Kecamatan yang ada di
dalamnya di antaranya yakni Pattallassang, Polongbangkeng Selatan,
Polongbangkeng Utara, Galesong, Galesong Selatan, Galesong Utara,
Sanrobone, Mappakasunggu dan Mangngarabombang.
B. Keadaan Geografis dan Demografi
1. Keadaan Geografis
Luas Wilayah Kabupaten Takalar tercatat 566.51 km² dan
berpendudukan sebanayak ± 250.000 jiwa. Jarak Ibukota dari Kabupaten
Takalar dengan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan mencapai dengan jarak 45
km kemudian, jarak yang melalui Kabupaten Gowa dari Kota Makassar,
yang terdiri dari wilayah kawasan hutan seluas 8.254 Ha, kemudian sawah
45
seluas 16.436 Ha, kemudian perkebunan dengan seluas 14.265 Ha, dan lain-
lainnya dengan seluas 7.892 Ha. Adapun Sebagian dari wilayah Kabupaten
Takalar yang merupakan daerah pesisir, yaitu dari sepanjang 74 kilometer
yang juga difasilitasi dengan pelabuhan dan walaupun masih pelabuhan
sederhana sehingga Kabupaten Takalar yang memiliki akses perdagangan
regional, nasional, bahkan Internasional.
Pada wilayah di Kelurahan Manongkoki, Kecamatan Polongbangkeng
Utara, Kabupaten Takalar yang secara adminitrasi terdiri dari atas empat (4)
lingkungan, uyang diantaranya yaitu terdapat Lingkungan Manongkoki I,
Lingkungan Manongkoki II, Lingkungan Bontorita, dan Lingkungan
Pa’bentengang. Kemudian wilayah Kelurahan Manongkoki memiliki luas
wilayah yaitu 428 Ha.
Menurut jaraknya, maka letak masing-masing Kelurahan Manongkoki
memiliki dengan luas daerah persawahan yang berkisar 178,61 Ha, akan
tetapi di Kelurahan Manongkoki ini tidak memiliki daerah perkebunan.
Selain daerah sektor persawahan, ada juga yang memiliki daerah perikanan
dengan luas berkisar 7 Ha.
Adapun batas wilayah Kelurahan Manongkoki, dimana tiitik lokasi tiap
wilyah desa adalah:
(a) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bajeng
(b) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gowa
(c) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Panrannuangku
(d) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Panrannuangku
46
2. Keadaan Demografi
Kependudukan Demografi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan, baik dari segi jumlah (kuantitas),
pertumbuhan, struktur umur, mobilitas dan mata pencaharian penduduk.
Berdasarkan data sekunderdidapatkan, dari Kantor Kelurahan
Manongkoki diketahui bahwa di Kelurahan Manongkoki, data yang didapat
penduduk yang berjumlah 4.217 jiwa dan memiliki 1.212 KK (Kepala
Keluarga) tersebar di wilayah Kelurahan Manongkoki dari keempat (4)
lingkungan tersebut, yaitu Lingkungan Manongkoki I, Lingkungan Bontorita,
Lingkungan Manongkoki II, dan Lingkungan Pa’bentengang.
Tabel IV. 1
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan
Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar
Tahun 2019
Lingkungan Jumlah Jiwa Total
Laki-laki Perempuan
Manongkoki I 414 425 839
Bontorita 564 570 1.134
Manongkoki II 612 664 1.276
Pa’bentengang 471 497 968
Total 2.061 2.156 4.217
Sumber: Data dari Kantor Lurah Manongkoki Tahun 2019
Berdasarkan dari tabel I dapat diketahui bahwa Kelurahan Manongkoki
memiliki penduduk yang berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak
47
dibandingkan penduduk dengan berjenis kelamin laki-laki. Penduduk laki-
laki dengan sebanyak 2.061 jiwa dan penduduk perempuan dengan sebanyak
2.156 jiwa kemudian dengan total secarakeseluruhan penduduk di Kelurahan
Manongkoki adalah 4.217 jiwa.
Dibawah ini Merupakan Gambar Peta Wilayah Kelurahan Manongkoki
(Gambar IV.1 Peta Kelurahan Manongkoki)
48
C. Keadaan Penduduk
1. Keturunan
Mayoritas masyarakat di Kelurahan Manongkoki bersuku asli
Makassar, hal tersebut dapat dilihat dari bahasa yang mereka gunakan sehari-
hari ada juga yang pernah tinggal lama dan bekerja di Makassar sehingga
bahasa Makassar di Kelurahan Manongkoki ini sangat kental dirasakan, dan
keseluruhan masyarakat Manongkoki beragama Islam. Masyarakat
Manongkoki juga masih meletarikan adat istiadat berupa perayaan Hari
Maulid Nabi Muhammad SAW. adat istiadat yang lain ada yang dicampur
dengan kehidupan modern. Sehingga adanya melahirkan perpaduan antara
kehidupan tradisional dan modern dalam penerapan adat istiadat masyarakat
yang ada di wilayah Kelurahan Manongkoki. Kemudian Budaya adat istiadat
yang masih melekat hingga sekarang ini adalah Maudu’(maulid), sedangkan
ada lagi budaya antara lain, Pa’buntingang (pesta pernikahan), dan Sunna’
(Khitanan), kemudian secara besar-besaran dengan menggunakan daging
ternak besar seperti sapi, kerbau atau kuda sebagai menu utama yang
dihidangkan dalam pesta. Kebiasaan pesta yang seperti ini tidak terbatas pada
warga masyarakat Manongkoki dengan tingkat ekonomi yang tinggi, namun
masyarakat Manongkoki dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah juga
mengadakan pesta tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi di wilayah Lingkungan
Bontorita di bidang pertanian telah menjadi mata pencaharian masyarakat
secara turun-temurun, baik bagi penduduk yang memiliki lahan sendiri
49
maupun sebagai buruh tani. Kemudian dalam kehidupan sehari-hari yang
terjadi di Wilayah Manongkoki I dan Wilayah Manongkoki II di bidang
mebel telah menjadi mata pencaharian masyarakat secara turun-temurun.
Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari di wilayah Pa’bentengang mata
pencaharian mereka di Pemerintahan.
Kondisi Demografis dalam suatu wilayah yang memiliki keterkaiatan
dengan beberapa unsur di dalam kependudukannya, antara lain adalah
mengenai jumlah penduduk dan komposisi penduduknya. Pada Kondisi
demografisnya di dalam suatu wilayah tersebut ini, dapat dijadikan sebagai
sebuah patokan dalam menentukan kebijaksanaan pembangunan suatu
pemerintah.
Tabel IV. 2
Distribusi Penduduk Hasil Berdasarkan Jumlah Rumah Tangga di
Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten
Takalar Tahun 2019
Lingkungan Jumlah Rumah Tangga
Manongkoki I 252
Bontorita 328
Manongkoki II 359
Pa’bentengang 273
Total 1.212
Sumber: Data dari Kantor Lurah Manongkoki Tahun 2019
50
Berdasarkan pada tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa di wilayah
Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten
Takalar yang memiliki jumlah rumah tangga dengan sebanyak 1.212 rumah
tangga. kemudian dengan Jumlah rumah tangga yang terbanyak terdapat
pada di Lingkungan Manongkoki II yakni dengan sebanyak 359 rumah
tangga kemudian yang paling sedikit terdapat pada di Lingkungan
Manongkoki I yakni sebanyak 252 rumah tangga.
Tabel IV. 3
Distribusi Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin di
Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten
Takalar Tahun 2019
Lingkungan Jumlah Kepala Keluarga
Laki-laki Perempuan
Manongkoki I 191 61
Bontrita 271 57
Manongkoki II 309 50
Pa’bentengang 221 52
Total 992 220
Sumber: Data dari Kantor Lurah Manongkoki Tahun 2019
Berdasarkan tabel 3 dapat di ketahui bahwa di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar memiliki jumlah
kepala keluarga sebanyak 1.212 kepala keluarga. Jumlah kepala keluarga
yang berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 992 kepala keluarga dan
51
jumlah kepala keluarga yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak
220. Kemudian pada Jumlah kepala keluarga yang berjenis laki-laki
terbanyak yakni di Lingkungan Manongkoki II sebanyak 309 kepala keluarga
dan jumlah kepala keluarga yang berjenis perempuan terbanyak yakni di
Lingkungan Manongkoki I sebanyak 61 kepala keluarga.
2. Mata Pencaharian
Kelurahan Manongkoki yang memiliki luas daerah persawahan
berkisar 178,61 Ha dan luas daerah perikanan berkisar 7 Ha, sebagian besar
masyarakatanya bermata pencaharian di industri Meubel. Industri Meubel ini
merupakan sumber mata pencaharian utama, selain itu, masyarakat
Kelurahan Manongkoki juga berprofesi sebagai petani, nelayan, pertukangan
(batu, kayu), usaha kios, dan lain-lain.
Sebagian Masyarakat Kelurahan Manongkoki yang bermata
pencaharian di Industri Meubel berlokasi di rumah masing-masing dan bahan
utama dari pembuatan Meubel itu sendiri di peroleh dari luar daerah. Selain
itu, berbagai macam konsumen Meubel tersebar di hampir seluruh wilayah di
Sulawesi maupun luar Sulawesi.
Dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang terjadi di wilayah
Kelurahan Manongkoki tepatnya di Lingkungan Bontorita, bidang pertanian
telah menjadi mata pencaharian masyarakat secara turun-temurun, baik bagi
penduduk yang memiliki lahan sendiri maupun sebaga buruh tani. Kehidupan
masyarakat di Kelurahan Mnaongkoki ini, yang erat denggan pertanian
memberikan keuntungan bagi usaha ternak sapi di wilayah tersebut. Limbah
52
pertanian dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pakan sapi.karena
selain bertani, masyarakat juga berternak sebagai usaha Sembilan. Hewan
yang diternak sebagai itik, ayam, kerbau dan sapi. Kemudian di Sektor
pertanian yang memiliki peranan sebagai pemasok terbesar sebagai bahan
baku utama pekan ternak.
Tabel IV. 4
Jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Manaongkoki Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar Berdasarkan Jenis Mata
Pencaharian Tahun 2019
Pekerjaan
Utama/
Sampingan
Lingkungan
Manongkoki
I
Lingkungan
Bontorita
Lingkungan
Manongkoki
II
Lingkungan
Pa’bentengang
Petani 30 149 55 60
Nelayan 1 1 0 0
Pedagang 7 5 3 27
Pns/Tni/Polri 43 11 24 56
Pegawai
Swasta 52 27 48 70
Wiraswasta 14 10 1 11
Pensiunan 1 55 7 7
Pekerja
Lepas 80 55 196 20
Lainnya 0 0 0 0
Tidak
Bekerja 24 15 25 22
Total 252 328 359 273
Sumber: Data Dari Kantor Kelurahan Manongkoki Tahun 2019.
53
Berdasarkan tabel 4 dapat di ketahui bahwa di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar di wilayah lingkungan
Bontorita memiliki jumlah berdasarkan mata pencaharian yang paling
banyak adalah bidang petani dengan jumlah 149 sedangkan di wilayah
lingkungan Manongkoki II memiliki jumlah berdasarkan mata pencaharian
yang paling sedikit adalah bidang wiraswasta dengan jumlah 1.
3. Sosial Budaya
Pada umumnya latar belakang sosial budaya suatu masyarakat terutama
masyarakat pedesaan didasarkan pada suatu struktur sosial atau stratifikasi
masyarakat yang bersangkutan. Hal tersebut dianggap sangat penting untuk
menilai latar belakang kehidupan, watak dan sifat-sifat yang mendasar pada
masyarakat khususnya masyarakat Kelurahan Manongkoki. Di dalam dunia
realitas masyarakat tradisional, proses kelahiran pelapisan sosial banyak
ditentukan oleh faktor yang bersifat mitos. Meskipun demikian pelapisan
sosial itu tidak terlepas dari unsur karakteristik dari tiap-tiap suku bangsa itu.
Pada masyarakat Makassar, meskipun agama Islam itu membawa unsur
demokrasi bagi kehidupan manusia, namun tidak mempengaruhi sistem
pelapisan sosial dan sistem kemasyarakatan secara mencolok.
Kemudian Kehidupan sosial budaya masyarakat di Kelurahan
Manongkoki, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, tidak
jauh berbeda dengan kondisi kehidupan sosial budaya di daerah lain yang ada
di wilayah Kabupaten Takalar, dimana masyarakat masih sering menjunjung
tinggi adat istiadat setempat seperti saling membantu jika ada kegiatan-
54
kegiatan besar seperti acara pesta pernikahan, sunatan, membangun rumah
dan lain-lain. Ketika ada pesta,, sebagian besar keluarga saling membantu
dengan tujuan untuk meringankan beban keluarga misalnya keluarga
membawa beras, sarung, gula, uang, dan lain-lainnya.
D. Keadaan Pendidikan
Pendidikan adalah hal yang utama dalam kemajuan Bangsa untuk
kedepannya, pendidikan yang sangat penting bagi jiwa muda penerus bangsa
dari generasi kegenerasi berikutnya. Pendidikan yang didapatkan diperkotaan
jauh labih baik dibandingan pendidikan yang diterima di pedesaan. Tepat di
daerah pedesaan yakni sebagian besar dari mereka masyarakat yang adadi
wilayahKelurahan Manongkoki yang merupakan tamatan Sekolah Menengah
Atas (SMA), dan yang kemudian sebagiannya lagi adalah tamatan dari
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan ada juga
bahkan yang sampai ke Perguruan Tinggi (PT) baik Negeri maupun
swasta.Selain itu, bahkan ada juga yang beberapa dari mereka tidak pernah
mengenal sekolah sama sekali dan bahkan ada juga yang sampai putus
sekolah. Bukan hanya sebagian besardari mereka yang bisa melanjutkan
sampai ke Perguruan Tinggi. Berdasarkan dengan hasil dari kegiatan
Pendataan diatas, pada rata-rata tingkat pendidikan pada keluarga miskin
yang hanya mempu menempuh dengan pendidikan dasar, dan bahkan lagi
banyak yang tidak tamat sekolah dasar. Kemudian hal ini dikarenakan
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan dan bahkan faktor
rendahnya kemauan anak-anak untuk menuntut ilmu. Kemudian selain itu
55
banyak juga anak-anak yang putus sekolah dikarenakan oleh pernikahan di
usia muda yang semakin meningkat.
Tabel IV. 5
Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar Tahun 2019
Kategori
Pendidikan
Lingkungan
Manongkoki
I
Lingkungan
Bontorita
Lingkungan
Manongkoki
II
Lingkungan
Pa’bentengang
Tidak
Sekolah 87 171 152 118
Tidak
Tamat SD 37 156 92 38
Masih SD 96 142 146 90
Tamat SD 118 247 257 149
Masih SLTP 46 69 77 48
Tamat SLTP 83 96 150 75
Masih SLTA 39 62 46 58
Tamat SLTA 240 150 241 236
Masih PT 22 18 43 34
Tamat PT 71 23 134 60
Sumber: Data Dari kantor Kelurahan Manongkoki Tahun 2019
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa di Kelurahan Manongkoki memiliki jumlah
penduduk yang Tamat Sekolah Dasar paling banyak di Lingkungan Manongkoki
II. Sedangkan jumlah penduduk yang masih tahap bangku perkuliahan di
Perguruan Tinggi paling terendah terdapat di wilayah Lingkungan Bontorita.
56
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan pada bab v ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil
pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di wilayah Kelurahan
Manongkoki, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Data yang
dimaksud dalam halaman ini merupakan data primer dan bersumber dari jawaban
para informan dengan menggunakan pedoman observasi, wawancara atau
wawancara secara langsung dan dokumentasi sebagai media pengumpulan data
yang dipakai untuk keperluan penelitian.
Dari data ini diperoleh beberapa jawaban menyangkut tentang bagaimana
Impementasi Adat Maudu’Lompoa ri Cikoang (Maulid Besar di Cikoang)
terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki, Kecamatan Polongbbangkeng
Utara, Kabupaten Takalar.
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Manongkoki,
Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Penulis dengan
memperoleh data-data guna untuk menjawab semua rumusan masalah yang
ada yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan
masalah yang telah diuraikan di awal sebelumnya. Mengenai Penelitian ini
untuk menjawab tujuan penelitian, yang diantaranya memahami arti makna
Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Kaum Sayyid terhadap masyarakat
Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki dan mengetahui Dampak Sosial
57
Budaya terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat
Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki. Data yang telah diperoleh dalam
penelitian ini maka dilakukan dengan melalui proses wawancara mendalam
(indepth interview) kemudian dengan situasi yang non formal pada tokoh
masyarakat yang telah di jadikan sebagai informan. Selain itu, observasi
lapangan juga dilakukan untuk memperkuat data yang di peroleh selama di
lapangan.
Dalam melakukan proses penelitian, penulis memperoleh data dari
beberapa informan atau narasumber yang berasal dari beberapa kalangan
yang berbeda. Penentuan informan didasarkan pada kriteria masing-masing
narasumber yang tentunya harus memiliki kompetensi atau pengetahuan
relevan yang menyangkut masalah tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang
terhadap masyarakat di Kelurahan Manongkoki. Syarat Pelaku masyarakat
Manongkoki dalam mengikuti prosesi tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang
sendiri, harus memiliki pengalaman dalam kehidupannya selama hidup di
dunia. Adapun informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Petua Adat atau Karaeng Opu atau Keturunan Kaum Sayyid Bangsawan
Petua Adat atau Karaeng Opu atau Keturunan Kaum Sayyid
Bangsawan yang memahami tradisi adat istiadat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
dan bersedia memberikan informan mengenai tradisi adat atau prosesi tradisi
adat Maudu’ Lompoa. Dalam peneltian ini, dipilih 1 (satu) orang sebagai
sumber data atau informan yang kerap di sebut Karaeng Opua (Petua Adat).
58
Hal ini di dasarkan oleh kenyataan bahwa setiap orang memiliki pemahaman
tersendiri terkait tradisi adat Maudu’ Lompa ri Cikoang.
b. Tokoh Adat atau Anrong Guru atau Keturunan Sayyid.
Tokoh Adat atau Anrong Guru atau Keturunan Sayyid adalah seseorang
yang berketurunan darah Sayyid namun berbeda dengan golongan Karaeng
Opu, namun masih keturunan Sayyid Cikoang. Informan kali ini merupakan
orang-orang yang tinggal di daerah tempat pelaksaaan Maudu’ Lompoa
berlansung.
c. Tokoh Pengikut Sayyid atau Masyarakat Kelurahan Manongkoki yang
sering melaksanakan Maudu’Lompoa ri Cikoang.
Tokoh pengikut Sayyid dalam hal ini adalah orang-orang dari
masyarakat Manongkoki yang berdiam di wilayah Kelurahan Manongkoki
merupakan masyarakat yang setia menjadi pengikut Sayyid di Cikoang,
masyarakat Manongkoki selaku pengikut sayyidyang turut mengembangkan
tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang dengan maksud kecintaan dengan
merayakannya di Hari Kelahiran Sang Nabi Muhammad SAW. Informan
dalam penelitian ini adalah pengikut Sayyid merupakan orang-orang dari
masyarakat Manongkoki.
Sejarah awal kehadiran dari tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
berkembang dan berbeda dengan daerah lain. Maudu’ Lompoa ri Cikoang
terkenal akan kaitannya budaya dan agama, hal itu memiliki arti bagi para
pelaksana. Dalam melestarikan kebudayaan kadang kala banyak hal yang
menjadi perbincangan khalayak masyarakat umum, tanggapan-tanggapan
59
mereka dari segi positif maupaun negatif. pemahaman mereka sesuai dengan
cerita yang diberikan oleh orang tuanya.
Demikian denngan hasil wawancara dengan salah satu informan
bernama Bapak Tuan Lembang (41 Tahun) selaku Kaum Sayyid, mengatakan
bahwa:
“Dulu itu ada namanya Sayyed Djalaluddin. Waktunya dulu itu Dia
hanya bisa pake bahasa Arab kalo berbicara. Kemudian berlayarki
menggunakan sajadah dan bawa cerek tempat wuduhnya,dalam
keadaan sujud dan bersandarki di sungai Cikoang dibawahnya pohan
asam dan disitmi perayaan maudu’ lompoa ri Cikoang itu ditempatkan.
Dia itu satu-satunya orang yangmengajarkan agam Islam”.
(Wawancara mendalam, selasa 13 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh inform Bapak TL (41 Tahun) di atas, salah
satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak KC (34 Tahun) yang
selaku Kaum Sayyid, juga mengatakan bahwa:
“Awal nya Maudu’ Lompoa ri Cikoang itu dibawa oleh Sayyed
Djalaluddin, dulunya itu Cikoang diberi nama sebutan Cikondong lalu
berubah nama jadi Cikoang. Sayyed Djalaluddin yang membawa
maudu’ pertama kalina. Ada itu Pelajaran diberikan kepada kami
sebagai Sayyed trus kami itu ajarkan juga iamiantu Papinawang
sayyedka(pengikut Sayyid) ri Manongkoki, ini ajarannga tidak bersifat
umumngi, tapi khusus.Kah didalmnya itu ada maknana nakandung 4
(empat) makna pertama itu ada dibilang Syari’at, syar’at ini yang
umum yang banyak naketahui orang-orang umum, kedua itu ada
dibilang Tarikat, ketiga itu ada Hakikat, trakhir itu dibilang Ma’arifat,
inimi ini yang tersembunyi atau khususki. Yang disiapkan itu telur,
60
kelapa, beras, bakulsebagai wadahnya. tapi Sebelum itu dilaksankan
acaramaudu’, haruski dulu je’ne-je’ne Sappara’ (Mandi Syafar) untuk
mensucikan dirita untuk melakukan kegiatanmaudu’ ini. Terus Beras
itu ibarat sebagai Tubuh, Ayam ibarat Nyawa, telur bersifat Rahasia
dan Bakul sebagai wadah beras. “
(Wawancara Mendalam, selasa, 13 Agustus 2019)
Hal yang senada dengan informan Bapak KC (34 Tahun), salah satu
informan yang telah diwawancarai bernama KK (78 Tahun), selaku Karaeng
Opua (petua adat Maudu’ lompoa ri Cikoang), sebagaimana pertanyaan yang
sama dan saling mendukung satu sama lain mengatakan bahwa:
“Pasnya maulid Nabi, itu orang-orang biasa bilang Maudu’Lompoa ri
Cikoang (maulid besar). Itu kalomenjelang sebelum hari maulid ada
syarat-syarat yang harus terpenuhi para Papinawang Sayyed ka
(pengikut sayyid). Diantaranya itu kaya’1 gantang beras. 1 ekor ayam
kampung, itu ayam harus perkepala, 1 butir telur dan 1 kelapa.
Biasanya itu Papinawang Sayyed itu, yang tidak dikampung biasa
pulangi, alasannya hanya untuk merayakan maudu’nya di Cikoang”.
(Wawancara mendalam, sealsa 13 Agustus 2019).
Senada dengan informan Bapak KK (78 Tahun), selaku Karaeng Opua,
salah satu informan yang diwawanacarai bernama SA (23 Tahun), sebagaimana
pertanyaan yang saling mendukung satu sama lain mengatahakan bahwa
berikut ini:
“sesuai dongeng yang sering diceritakan yang bawaki Maulid itu
Sayyed Djalaluddin, mengendarai sejadahnya saja Beliau membawa
Cerek tempat ambil wudhunya dan memakai Cincin yang bisa
membawa kebaikan. Dulu ada 2 orang namanya Danda dan Bunrang
61
dianggap tokoh masyarakat Cikoang memiliki paham agama, kedua
orang mimpi dalam tidurnya akan datangi seseorang yang bawa’
kabaikan, lalu kedua orang ini itu saling bertukarki cerita tentang
mimpina. Trus saat ada orang toh yang liat sesuatu dari sungai Cikoang,
naliatki sesuatu anu aneh yang Nampaki besar sekali dari jauh kaya’
kapalki yang besar sekali, trus orang ini napanggilmi Danda dan
Bunrang. Sampena orang ini didekat laut, mereka nayakini mimpinya,
saat nalihatmiberkataminabilang benda apa ini kenapa dari jauh na
terlihat besar sekali baru sewaktuna mendejat tiba-tiba kecilki. Jadi
waktuna Sayyed Djalaluddin mendekat ini kedua orange heran sekali,
kah tadi itu naliatki benda yang terbang di laut sangat besar nah
ternyata Manusia yang menaiki sejadah sembahyangnya, dan cerek
tempat berwudhunya. Dibawahnyami itu pohon asam”.
(Wawancara mendalam, Selasa 21 Agustus 2019)
Dri pemaparan di atas dari beberapa infrorman maka dapat di
simpulkan bhawa menurut sejarah yang berkembang Syekh Djalaluddin
merupakan orang yang berperan penting dalam ajaran Agama Islam di
Cikoang. Kaum Sayyid menganggap beliau merupakan seorang ulama petuah
dari Aceh yang selama hidupnya merantau dari pulau satu ke pulau lainnya
dengan tujuan mengajarkan hal baik. Pada mulanya Syekh Djalaluddin
bertemu dengan seorang Raja Gowa di daerah Banjar. Kemudian Raja Gowa
tersebut memperkenalkan putrinya kepada Syekh Djalaluddin, dan akhirnya
Ia melamar putri Raja tersebut untuk dijadikan istri. Selang beberapa tahun ia
dan istrinya berlayar ke beberapa pulau. Saat ia dikaruniai 3 orang anak yang
terdiri dari dua anak laki-laki dan satu orang perempuan yang bernama
Sayyid Umar, Sahabuddin, dan Syarifah Nur,kemudian ia kembali ke Gowa
62
dan menetap di kampung halaman istrinya dan pada akhirnya Syekh
Djalaluddin berlayar sampai ke muara sungai Cikoang.
Maulid Nabi atau Maudu’ Lompoa ri Cikoang dilaksanakan pada 12
Rabiul Awal dalam penanggalan Islam. Maulid pertama diadakan dibawah
pohon asam.Setelah Syekh Djalaluddin menetap di Cikoang, beliau
berkeliling desa dan mengajarkan ajaran Agama Islam. Kisaran pada tahun
1625 pertamanya maulid dilakukan, yang dipimpin oleh Syekh Djalaluddin
Beliau mengajarkan kepada masyarakat tentang kehidupan dan cara
bersyukur kepada Khaliq dan para Nabinya. Kemudian dijaga, dipertahankan
dan diteruskan oleh Sayyid Cikoang dan kemudian juga diajarkan kepada
paraPengikut Sayyid yakni Masyarakat Manongkoki.Saat acara itu
hidangannya sederhana seperti Kaddo Minynyak’ (Nasi Ketan) yang
dilengkapi dengan lauk ayam goreng. Kemudian akan diadakan pembacaaan
Kitab Tuntunan Sayyid, dan bacaan surah-surah dari Al-Qur’an. Semakin hari
pengikut Syekh Djalaluddin bertambah banyak yang diantaranya Pengikut
Sayyid dari masyarakat Manongkoki.Demikianlah sejarah dilaksanakannya
Maudu’ Lompoa ri Cikoang di desa Cikoang yang dimana masyarakat
Manongkoki juga sebagai peserta Maulid dan pengikut sayyid, yang cukup
menjaga dan ikut mengembangkan tradisi adat tersebut.
Selanjutnya pertanyaan akan di paparkan oleh para Masyarakat
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Implementasi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang telah berkembang terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki,
adanya ketertarikan dari para pengikut Sayyid. Adapun pertanyaan
63
sebelumnya, penulis telah mendapatkan informasi dari para informan yang
telah dipilih. Informan kali ini telah diungkapkan oleh Ibu Cendo’ dg Te’ne
(82 Tahun), masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana
pertanyaan dengan wawancara yang mengatakan bahwa :
“Nakke papinawang sayyedka, alasangku njo kah ri Cikoangi turun
tunipaturungia, anjomi naku erok anjari papinawang sayyed, nah iya
tongmi poeng naku a’maudu’saggena kamma-kamma anne,
nasaba’tau toaku injipi riolo appakamma anne. Sayyed Djalaluddin
angngerangi, siagang poeng sayyed rikamma-kammaya anne ri
Cikoang ampangngajarangi mae ri nakke siagang bija-bijangku
anrinni ri Manongkoki. Panggappangku nakke kah anjo sayyedka
angngerangi anu baji’, pagngajara’baji’ annemi ri Cikoang minang
baji punna ni kana maudu’ja. Kah anjomi anne Nabbiya, Nabi
Muhammad, aiaminjo naku erok sanna kujagana anne adataka ri
Cikoang”
Terjemahannya :
“saya adalah pengikut sayyid, alasanku karena di Cikoang datangnya
seorang pemukah yang paham akan ajaran agama, itulah sebabnya
saya mau menjadi pengikut sayyid, sebab itupula saya bermaulid
sampai sekarang, sebab dari orang tuaku terdahulu. Sayyed
Djalaluddin yang membawanya, kemudian sayyid yang sekarang di
Cikoang yang telah mengajarkan kepada saya dan seluruh keluarga di
Manongkoki. Pendapatku sayyid lah yang mengajarkan tentang hal
kebaikan seperti di Cikoang yang baik akan maulid. Karena Nabi
Muhammad sehingga saya menjaga adat ini di Cikoang” (Wawancara,
selasa 13 Agustus 2019).
Seperti yang dijelaskan oleh informan Ibu CT (82 Tahun) di atas, salah
satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak ML (79 Tahun)
64
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa:
“Lanri nikana pangngaingku mange ri Nabbiya Muhammad SAW
ebarak nikana teai nabbiya tena ki a’maudu’ nah tena tong maudu’ri
linoa. Apa-apa eroka nipasadia antu bayao, ase basse, siagang apa-
apa ri maraengannaya, naku kulle a’maudu’ ri Cikoang lanri lekbakku
a’bunting siagang turiballa, rioloangnganna a’maudu’ja mingka
anjoengja ri dato’ tenapa nakuammuntulu’nikana sayyed nia’pi tuang
Mino’ammantang ripa’rasanganga, nampa ri Cikoangi a’maudu’
punna nakke tong annemi maudukku paling baji paling tinggi amala’na
untuk mange nikana urusan aherat. Punna niak angkana kodi, tena
kupeduli passangmi apa nakana taua, nasaba nakke kukana anu baji,
attagalaki ri kuntutojeng”.
Terjemahan :
“ Sebab adanya rasa cintaku kepada Nabi Muhammad SAW ibarat
bukan Beliaulah maulid tidak ada didunia. Hal-hal yang perlu
disediakan seperti telur, padi, dan lain sebagainya, alasan saya
bermaulid di Cikoang dikarenakan setelah saya menikah dengan istriku,
sebelumnya saya sudah bermaulid di dato’ jauh sebelum saya
menemukan sayyid. Setelah datangnya Tuan Mino’ tinggal dikampung,
lalu beliau di Cikoang bermaulid, pribadi saya maulidlah yang paling
tinggi amalan ibadahnya menuju akhirat. Jika ada mengatakan ini
negatif, saya tidak perduli yang orang lain kataakan, sebab ini sesuatu
yang baik. Memegang keyakinan”.
(Wawancara mendalam, selasa 20 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak ML (80 Tahun) di atas,
salah satu informan yang telah diwawancarai bernama Ibu HN (44 Tahun)
65
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa:
“Dari pahamku ndik,,yang bawaki itu Sayyed Djalaluddin baru
nateruskanmi sayyedka.Perananku saya dalam tradisi adat Maudu’
Lompoa ri Cikoang itu semata-mata menjadi Papinawang Sayyed atau
Pengikut Sayyid. Bermaulidka di Cikoang karena di Cikoang memang
tempatnya yang baik bagiku. Jadi tentu kita sebagai pengikut Sayyid
yang harus kesana di Cikoang, ada rasa senangku dan cinta ku kepada
Nabi Muhammad, makanya saya mau bermaulid di Cikoang. Karena
Maudu’ Lompoa ri Cikoang jadi kita disana selaluki bersilaturahmi dan
lebih menguatkan hubungan persaudaraan dengan keluarga yang lain
serta bersama Sayyid Cikoang dan masyarakatnya.”
(Wawancara mendalam, Selasa, 20 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh informan Ibu HN (44 Tahun) di atas, salah
satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak KT (45 Tahun)
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa:
“ rile’bakku a’bunting siagang amma’na, nakke tena mantong ku
a’maudu rioloangganna, nakke tena sikali panggappangku nikana
maudu’mingka saggena kuasseng angkana anu baji tenamo naku
tale’ba tanggaukangi tulima sanna rannuku punna lantama’mange ri
bulang pa’maudukanga. Kah kusa’ring anne pakkasia’pangngaingku
mange ri Nabbi Muhammad. Iami antu nirayakangi allo
kalassukangna iami antu a’maudu ri Cikoang”.
Terjemahan :
“sesudah saya menikah dengan ibunya, saya sama sekali tidak pernah
bermaulid sebelumnya, saya tidak memiliki pengetahuan terkait maulid
tapi, semenjak saya mengetahui bahwa ini adalah sesuatu yang baik
66
tiap tahunnya saya selalu melakukannya, perasaannku senang sekali
jika mengahmpiri bulan maulid sebab ini perasaanku rasa cintaku
kepada Nabi Muhammad. Itulah hari kelahirannya hari perayaan dari
maulid di Cikoang
(Wawancara mendalam, selasa 20 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak KT (45 Tahun) di atas,
salah satu informan yang telah diwawancarai bernama RR (21 Tahun)
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa :
“Papinawangki kita, mengikutki di Sayyed kah, setiap tahun orang
tuaku sellu najarka untuk ikut ke Cikoang merayakan Maudu’ Lompo.
Biasaka saya pergika antar bakul maulid itu yang biasa kaya’ julung-
julung. Maulid itu menurut cerita yang selalu diperdengarkan, Semua
itu sebetulnya berkaitan dengan proses kehidupan nya manusia di
dunia ini dan itu jumlah pengeluaran buat perayaan Maudu’lompoa ri
Cikoang ini tidak sedikit .”
(Wawancara mendalam, Selasa 20 Agustus 2019)
Dri pemaparan di atas dari beberapa informan maka dapat di simpulkan
bahwa dimana perkembangan, pelaksanaan, dan pemahaman tentang
Maudu’ Lompoa ri Cikoang hingga saat ini masih terjaga tanpa mengalami
beberapa pergeseran dibenak para pengikut sayyid yakni masyarakat
Manongkoki, diantaranya dari segi kuantitas, baik pengunjung ataupun
atribut. Perlu diketahui bahwa adanya ajaran Sayyid yang diajarkan Tuan
Mino kepada masyarakat Manongkoki yang mengakibatkan terjadinya
implementasi antar keduanya, adanya ketertarikan dan kemauan yang
67
didasari oleh rasa sadar dari masyarakat Manongkoki sehingga tercipta rasa
ingin mengembangkan tradisi adat ini. kemudian Adanya kepercayaan dan
keyakinan yang dimiliki para pengikut sayyid, rasa cinta kasih saying kepada
Nabi Muhammad SAW sehingga masih tercipta, terjaga kelesetarian tradisi
adat tersebut. Dengan merayakan hari Mualid inilah bentuk rasa
kecintaannya masyarakat Manongkoki dengan merayakan hari kelahiran sang
Nabi. Jadi sebagai pengikut sayyid kemudian dengan adanya tradisi Maudu’
Lompoa ri Cikoang ini dapat menumbuhkan rasa rali persaudaraan antar
sesama umat mnsuia, memberikan ruang silaturahmi yang luas.
B. PEMBAHASAN
Gambaran hasil penelitian dengan teori yang digunakan, teori yang
digunakan itu adalah teori Tindakan Tradisional. Adapun permasalahnnya a)
Arti Makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang Menurut Kaum Sayyid terhadap
Masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki dan b) Dampak
Sosial Budaya terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap
Masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki. Dari permasalahan
yang ada diatas, dalam hal Implementasinya masyarakat Manaongkoki
selaku pengikut sayyid dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
bahwa adat tersebut merupakan sebuah tindakan Tradisional dari Max Weber
atau dalam bukunya Teori Sosiologin Klasik, Modern, Posmodern, Saintifik,
Hermeneutik, Kritis, Evaluatif dan Itegratif.
Di Sulawesi Selatan pun banyak daerah yang selalu merayakan hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Beberapa diantaranya yaitu: Kabupaten
68
Gowa, Kabupaten Maros dan Kabupaten Takalar. Dari ketiga daerah
tersebut memiliki perbedaan dan keunikan tersendiri dalam melaksanakan
perayaan hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Terfokus di Kabupaten Gowa
perayaan maulid setiap tahunnya selalu rutin menggelar peringatan maulid,
bahkan setiap tahunnya bertambah, artinya bertambah jumlah bakulnya dan
bertambah antusias masyarakat Kabupaten Gowa sehingga akan banyak pula
yang tau makna dari maulid ini seperti apa. Pada peringatan Mualid Besar
Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal ini jadi spesial karena
ribuan warga yang berdatangan memang sengaja datang untuk melihat
keramaian tersebut. Bahkan dua bakul raksasa ini menjadi sasaran
masyarakat saling berebut telur hias dan hasil bumi yang dianggap sebagai
berkah pada setiap peringatan ritual adat maulid Nabi tersebut.
Tak tanggung-tanggung pihak Kecamatan, Desa, dan Kelurahan
menyiapkan total hingga 3.000 bakul maulid. Dimana perdesa menyapkan
minimal maksimal 15 bakul bahkan ada yang lebih. Sehingga dikali dengan
167 desa dan kelurahan di Gowa, maka ada 2.505 bakul, ditambah lagi
dengan lainnya jadi total bisa mencapai 3.000 bakul maulid. Ditempat yang
sama, pihak pemerintah Kabupaten Gowa menuturkan bahwa ini salah satu
syiar Islam untuk mengajak seluruh jajaran Pemkab Gowa mulai dari
pemerintah Desa agar selalu berbagi kepada masyarakat melalui maulid ini.
Olehnya pengharapan ini berharap dengan adanya kegiatan ini Pemkab Gowa
dan masyarakat bisa menjalin kebersamaan dan menjaga kekompakannya.
Selain menunjukkan kevintaan kepada Allah dan Muhammad SAW tetapi
69
juga sekaligus menunjukkan kecintaan kita terhadap sesame untuk bisa saling
berbagi di Maulid ini, dan semoga di momentum inikita tetap terjaga
menjaga kebersamaan dan kekompakan dengan masyarakat. Sekadar di
ketahui pada peringatan maulid di Gowa yang di rayakan di Balla Lompoa
dilaksanakan lomba hias bakul maulid tingkat Kecamatan wilyah Kabupaten
Gowa.
Sama halnya maulid yang dirayakan oleh masyarakat di Kabupaten
Maros tepatnya di Kecamatan Marusu Desa Temmappadue. Peringatan hari
lahir Nabi besar Muhammad SAW dengan berbagai kegiatan keagamaan
yang dipadu dengan unsur ritual budaya menjadi tradisi adat bagi umat Islam
di Indonesia, dan serubu jamaah tarikat Khalawatiah Samman di Patte’ne
sejak minggu lalu sudah mulai berbenah untuk puncak acara. Penyandingan
dengan Haul (wafatnya) Syekh Muhammad Saleh Puang Turu (1862-1967
M), salah seorang penyebar tarikat tersebut di sulsel. Aroma Islam sudah
tercium ketka memasuki Dusun Patte’ne, Kelurahan Temmappadua,
Kecamatan Marusu, Kabupetan Maros. Aktivitas keagamaan, seperti zikir,
mengaji dan beberapa aktivitas menjadi warna tersendiri di dusun itu. Dusun
yang selalunya sunyi senyap tersebut, tiba-tiba seakan tersihir menjadi
sebuah kota besar denga tingkat keramaian yang tidak main-main. Maklum
jemaah yang datang untuk mengikuti peringatan maulid tersebut bukan saja
berasal dari Makassar atau Sulsel. Tapi lebih dari itu, ratusan jemaah ini
justru bersal dari luar Sulsel, Seperti Kalimantan, Sultra, Jawa dan beberapa
jemaah yang datang dari luar Indonesia, seperti Malaysia dan Brunei
70
Darussalam, Mesir dan Arab Saudi. Rasa panas dan sesak tidak menjadi
penghalang bagi jemaah Khalawatiah untuk tetap khususk melantunkan zikir.
Sehari sebelum puncak acara yang jatuh pada tersebut. Seluruh jemaah
Khalawatiah Samman berkumpul di Masjid Patte’ne. setelah melakukkan
shalat magrib berjamaah, tanpa diperintah jammah tetap melantunkan Asma
Allah dan meminta keselamatan bagi Nabi Muhammad SAW bersama
keluarga dan sahabat-sahabatnya. Indah benar alunan zikir tadinya ribut
berhenti senejak. Yang terdengar hanya alunan zikir, pujian kepada Allah
dan permohonan keselamatan.
Setelah semalaman berzikir bersama, keesokan harinya adalah punvak
acara perayaan Maulid. Terharapkan kepada seluruh umat Islam yang ada di
Sulsel untuk tetap menjaga nilai-nilai silaturahmi dengan cara menerapkan
dan mengaplikasikan ajaran dan sekaligus akhlak Nabi Muhammad SAW
“Perbedaan adalah hal yang wajar. Yang trpenting adalah bagaimana kita
(umat Islam) tetap mengikuti petunjuk dan ajaran Islam berdasar Alquran
dan Hadist dan juga berusaha mengikuti akhlak Rasulullah”, dan sekedar
untuk diketahui, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW menjadi agenda
tetap bagi jemaah Khalawatiah Samman di Kabupaten Maros.
Implementasi atau pelaksanaan pada masyarakat Manongkoki dalam
perayaan tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang tertuang pada pandangan
masyarakat Manongkoki dalam catatan riwayat hidup masyarakat tersebut,
tradisi adat maulid itu sudah berjalan lama selang waktu saat pendahulu
mereka sekitar 92 tahun lalu. Namun perayaannya biasa saja, Maulid yang
71
kerap dirayakannya itu dilaksanakan di rumah salah satu tokoh agama sebut
saja keluarga kerabat Bangsawan yang merupakan sosok tokoh dipercayai
akan nilai budaya yang dituturkannya. Saat itu, sebagian masyarakat
Manongkoki belum mengenal sosok Kaum Sayyid yang mengajarkan nilai-
nilai kebaikan lebih baik lagi. Berselang waktu kemudian sekitar ± 69 tahun
yang lalu Awal masuknya perkenalan Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap
masyarakat Manongkoki itu ditandai dengan kedatangan Sayyid Mino’ yang
berdiam tinggal di wilayah Kelurahan Manongkoki beliau merupakan salah
satu PNS yang bekerja di kecamatan, karena persoalan jarak antar tempat
tinggal aslinya dengan tempat kerjanya sehingga beliau memilih Kelurahan
Manongkoki sebagai tempat tinggal sementara.
Kedatangan Sayyid Mino’ ini, memberikan pemahaman yang lebih
baik akan tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Setelah Tuan Mino’ dan
masyarakat Manongkoki saling berinteraksi satu sama lain, pada akhirnya
saling bertukar pemahaman terhadap keyakinanan ajaran agama Islam tiada
lain akan hal perayaan Maulid, dan semenjak hal itulah Masyarakat
Manongkoki ini yang tertarik dan bahkan masyarakat Manongkoki yang
dulunya tidak merayakan Maulid di Cikoang akhirnya melaksanaan Maulid
di Cikoang. Dengan berbekal nilai agama dan budaya yang ada pada tradisi
adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang diajarkan oleh Kaum Sayyid pada
akhirnya semakin hari Pengikut Sayyid pun semakin bertambah. Sehingga
demikian penulis akhirnya memiliki ketertarikan untuk menuliskan dalam
peneltian ini, untuk menggambarkan semua yang telah didapatkan dari
72
lapangan, dari implementasi adat ini melahirkan arti makna Maudu’ lompoa
ri Cikoang menurut Kaum sayyid terhadap Masyarakat Manongkoki. Dalam
hal ini penulis akhirnya telah menguraikan hasil permasalahan yang
sebelumnya telah dipaparkan.
1. Arti Makna Maudu’Lompoa ri Cikoang menurut Kaum Sayyid
terhadap Masyarakat Manongkoki
Prosesi tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang di rayakan oleh
Kaum Sayyid dan pengikut sayyid masyarakat Manongkoki yang memiliki
makna dan pesan yang terkandung bagi para pengikut Sayyid. Sebelumnya
telah dijelaskan arti Maudu’Lompoa ri Cikoang menurut Kaum Sayyid,
namun dibalik penjelasan itu terkandung makna didalamnya. Hal ini yang
merupakan sesuatu yang sulit dipahami oleh masyarakat pada umumnya.
Karena pemahaman tersebut tertuang dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang, sebagai suatu sistem tradisi budaya yang komples, untuk mengatur
tingkah laku dan kebudayaan bagi para Sayyid dan para Pengikut Sayyid.
Pelaksanaan Maudu’ Lompoa ri Cikoang merupakan bentuk rasa syukur
kepada sang Pencipta dan Nabinya khususnya Nabi Muhammad SAW karena
telah diberi kehidupan, rejeki, kesehatan, dan bermaksud untuk mempererat
tali persaudaraan dengan cara silaturahmi antar para Sayyid selaku
masyarakat Cikoang dan Para pengikut Sayyid yakni masyarakat
Manongkoki.
Hal ini ditunjukkan oleh masyarakat Manongkoki, karena adanya
ajaran para Kaum Sayyid kepada masyarakat Manongkoki, sebab mereka
punya pandangan tersendiri terkait perayaan Maudu’ Lompoa ri Cikoang
73
yang bukan hanya sekedar sebagai artefak kebudayaan. Namun, melainkan
tradisi adat ini bernyawa dalam menjalani kehidupan, dan menjadikan tradisi
adat yang dinilai sakral dari nilai religious dikalangan para Sayyid dan
masyarakat Manongkoki.Maudu’ Lompoa ri Cikoang merupakan tradisi adat
dalam praktek kehidupan sehari-hari dimana sebelum berkegiatan akan lebih
baiknya membaca do’a, persiapan dan perilaku yang juga sering digunakan
dalam prosesi ibadah sehari-hari. Proses tradisi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang ini merupakan penggabungan antara nilai keagamaan dengan nilai-
nilai budaya yang menjadi perayaan tahunan bagi Kaum Sayyid dan
pengikut sayyid Masyarakat di Kelurahan Manongkoki.
Dalam proses perayaannya ini terdapat makna dari Arti Makna Maudu’
Lompoa ri Cikoangmenurut Kaum Sayyid yang kemudian sebelumnya sudah
diuraikan didalam penejelasannya itu, dari ketiga arti itu diantaranya
Kaniakkang (keberadaan), Kalassukang (kelahiran), dan Pakaramula
(permulaan). Hal ini yang dimaksudkan tertuang sarat akan makna dari
ketiga itu, sehingga sangat penting diketahui makna dari arti tradisi adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Kaum Sayyid sesuai dengan Falsafah
hidup serta permulaan penciptaan roh manusia yang di haturkan oleh kaum
Sayyid kepada para pengikutnya terhadap Masyarakat Manongkoki yakni
diantaraya :
a). Syari’at merupakan hukum, ikatan, hubungan, komunikasi,
kelompok, persekutuan, dan aturan dalam agama Islam yang mengatur
seluruh sendi kehidupan umat muslim. Misalnya serikat daging dengan
74
orang-orang yang bersepakat untuk menjalani perdagangan bersama.
Sarikat disini dapat dinisbatkan dari kaum Sayyid kepada masyarakat
Manongkoki.
b). Tarikat merupakan kelompok (dalam hal ini bisa termasuk serikat)
umum dalam tradisi tertentu yang diyakini member manfaat ketika
melaksanakan amalan-amalan lahir dan batin bertujuan untuk
membawa seseorang lebih bertaqwa. Misalnya membiasakan diri
membaca surah al-ikhlas, dan meyakini bahwa al-ikhlas adalah inti dari
Al-qur’an dengan manfaat dapat mendekatkan diri pada Allah. Tarikat
bisa dinisbatkan pada paraktek pelaziman dalam perayaan tradisi
maulid atau perayaan tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang.
c). Hakikat merupakan makna batin yang mampu diserap oleh akal
dan hati seseorang dari segala gerak ataupun sesuatu yang terjadi.
Misalnya hakikat salat, puasa, salawat yang intinya bukan pada
gerakannya namun pada maknanya, makna tersebut berurusan dengan
pencapaian akal, hati dan jiwa. Hakikat bisa dinisbatkan pada
kepercayaan akan makna penting pelaksanaan tradisi adat Maudu’
Lompoa ri Cikoang.
d). Makrifat merupakan ilmu yang dicapai dari ilahia. Maksudnya
ilmu yang didapatkan dari kehendak Yang Maha Kuasa. Makrifat bisa
dinisbatkan pada sumber inspirasi dan dasar pelaksanaan dari Maudu’
Lompoa ri Cikoang.
75
Kemudian dalam perayaan Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini memiliki
ciri khas dalam perayaannya, bagi masayarakat yang menjalankannya
terkhusus kaum Sayyid dan masyarakat Manongkoki menganggap sistem
pengetahuan yang bersumber melalui budaya masyarakat, keunikan dari pada
tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yakni masyarakat menjalankan
syarat-syarat untuk menyambut hari yang suci. Sebulan sebelum datangnya
Maudu’ Lompoa ri Cikoang kaum Sayyid dan pengikut sayyid yakni
masyarakat Manongkoki melaksakan kegiatan mandi syaffar, yang bertujuan
untuk mensucikan diri dalam memasuki acara menjelang kegiatan Maudu’
Lompoa ri Cikoang, lalu mengurung ayam selama sebulan lamanya yang
bertujuan untuk mensucikan ayam sebelum dipotong pada hari yang telah
ditentukan.
Kemudian tiga minggu menjelang maulid, pengikut Sayyid selaku
masyarakat Manongkoki akan berbondong-bondong ke rumah para Sayyid
untuk melakukan kegiatan menumbuk padi hingga menjadi beras, proses
penumbukan dilakukan dengan tradisional dengan mengandalkan tenaga
manusia setelah itu, kemudian tahap pembuatan minyak goreng dari kelapa
tua yang akan dipakai nantinya untuk menggoreng ayam. Dua hari mendekati
sebelum puncak acara Maudu’ Lompoa ri Cikoang, saatnya pemotongan
ayam serta menggoreng ayam yang tadinya dikurung selama ± sebulan.
Kemudian sehari sebelum acara perayaan, beras yang tadinya akan
dikukus setengah matang dengan menggunakan fasilitas tradisional
diantaranya memasak beras menggunakan kendi tanah liat, beras tersebut
76
dikukus setengah matang serta pada malam harinya puncak malam tusuk
telur dan menghiasi bakul, dan hiasan lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa beras dimaksud merupakan sebuah
kehidupan. Kelapa dimaksud merupakan pencapaian dari nilai kehidupan.
Ayam dan telur disimpulka sebagai Nabi Muhammad yang memiliki jiwa
(Nur Muhammad) dan wujud dari Muahmmad (ketika lahir). Serta bakul
dimaksud merupakan wadah dimanan akan melingkupi pencipta (Tuhan).
Kemudian adapun arti nilai-nilai budaya yang ada pada tradisi adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang telah diajarkan oleh kaum Sayyid yang
sudah melekat kuat dikalangan masyarakat Manongkoki diwujudkan dengan
melaksanakan tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Hal itu dibuktikan
karena yang dimilikinya identitas berani, ulet, luges, cerdas, mengedepankan
persaudaraan, ramah dan santun yang terlihat jelas dalam pelaksanaan
prosesi tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Sikap gotong royong,
tenggang rasa, dan nilai-nilai kebudayaan lainnya menjadi dasar
terlaksananya tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang.
Setelah penulis telah menguraikan pokok permasalahan pertama yang
telah diuraikan, kini penulis merunjuk permasalahan yang kedua terkait
Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Sebelum itu penulis telah memaparkan dampak
sosial budaya dalam penjelasan sebelumnya kemudian permasalahan kali ini
yang dimaksudkan penulis adalah penjelasan dari dampak sosial budaya
terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang.
77
2. Pandangan Sosial Budaya Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap
Masyarakat Manongkoki
Di dalam setiap sistem kemasyarakatan terjadi hubungan antarpribadi
antarkelompok maupun antara pribadi dengan kelompok dan sebaliknya.
Apabila terjadi interaksi sosial yang berulang kali sehinga menumbuhkan
pola tertentu, akan timbul kelompok sosial. kehidupan berkelompok di dalam
kelompok-kelompok sosial tersebut cenderung menghasilkan kebudayaan.
Pada latar belakang sosial budaya suatu masyarakat terutama masyarakat
dipedesaan tertuju di masyarakat Manongkoki didasarkan pada struktur
sosial masyarakat yang bersangkutan.
Umumnya ada dampak sosial budaya Maudu’Lompoa ri Cikoang yang
merupakan kebudayaan dalam suatu masyarakat, yang didasarkan pada sosial
budaya masyarakat pengikut Sayyid. Untuk lebih lanjut secara sosial budaya
perayaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang merupakan suatu peringatan hari
lahir Nabi Muhammad SAW. perayaan tersebut memiliki keterkaitan antara
hubungan sosial budaya dengan agama, adanya peringatan ini didasarai atas
kemauan Penganut Islam terutama Sayyid dan Para Pengikut Sayyid untuk
terus mengingat ajaran Nabi Muhammad SAW, utamanya tentang cinta
kasih, persaudaraan, keadilan sosial.
Hal tersebut dianggap sangat penting untuk menilai latar belakang
kehidupan watak dan sifat-sifat mendasar pada masyarakat khususnya
masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Mengenai hal demikian
para Pengikut Sayyid memiliki pandangaan positif terkait tradisi adat
78
Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang telah diajarkan oleh Kaum Sayyid dan
telah dianutya, namun hal demikian tak bisa dipungkiri karena perbedaan
pandangan adanya dampak negatif yang ditimbulkannya menurut khayalak
masyarakat umum.
Sebelumnya telah diberikan pemahaman dampak yang negatif yang
dikritisi oleh masyarakat khayak umum yang berupa menimbulkan sikap
keburukan, lantaran banyak yang beranggapan bahwa hal demikian hanyalah
bersifat pemborosan semata, dan melebih-lebihkan sesuatu yang tak
sepantasnya dalam ajaran agama. Namun dari beberapa banyaknya kritikan
yang ditunjukkan khalayak umum terkait pada kegiatan penyelenggaran
Maudu’ Lompoa ri Cikoang dalam perayaan kebudayaan ini. Tapi pada
kenyataannya tidak melunturkan hati para Pengikut Sayyid untuk terus ikut
mengembangkannya, sebab bagi mereka hal demikian itu bersifat baik
karena penyelenggaraan Maudu’ Lompoa ri Cikoang tiada lain hanya untuk
Nabi Rasulullah Muhammad SAW. Sesuai dengan tujuan tradisi adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang, hubungan sosial budaya yang di tunjukkan
kaum Sayyid terhadap pengikutnya yakni masyarakat Manongkoki adanya
hubungan silaturahmi antar keduanya. Kemudian tidak kurang pula
pantangan-pantangan yang di keluarkan Kaum Sayyid yang harus dihindari
oleh para Pengikut Sayyid yakni Masyarakat Manongkoki pantangan tersebut
telah terpenuhi oleh Pengikut Sayyid yakni Masyarakat Manongkoki dari
awal tahap persiapan samapai hari perayaannya. Pantangan-pantangan itu
79
kebanyakan berlaku pada bahan yang akan dipakai dalam perayaan tradisi
adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa tradisi adat Maudu’
Lompoa ri Cikoang, didasari sifat kesucian atau taharah. Semua benda yang
akan dipakai dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang harus bersih dan
suci karena akan disuguhkan kepada Ciptaan Tuhan Yang paling Mulia dan
terhormat, yaitu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu semua benda yang
disuguhkan haruslah memenuhi syarat, terutama dalam hal taharah (bersih).
Telah disebutkan pula bahwa bahan materi yang akan dipakai dalam tradisi
adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang haruslah bahan yang baik dan terpilih serta
dapat dijadikan bibit. Ini menunjukkan bahwa sangat dipantangkan
menggunakan bahan yang kurang baik atau bahan yang busuk atau rusak
karena hal yang demikian tidak wajar disuguhkan kepada orang yang
termulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Demikian pula sisa-sisa dari
bahan yang dipakai pantang sekali dimakan atau dijilat oleh manusia atau
binatang. Dengan adanya jilatan binatang atau karena dimakan bukan lagi
merupakan sesuatu yang asli atau utuh melainkan merupakan sisa-sisa dari
manusia atau binatang. Hal yang demikian ini tidak pantas disuguhkan
kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Oleh karena itu pantangam-
pantangan ini harus dijaga sehingga segala bahan yang akan dijadikan
perlengkapan dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terjamin
kebersihan dan keutuhannya, mulai dari persiapan sampai pada
pelaksanaannya.
80
Adapun yang dilahirkan dari pada tradisi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang dalam menjalin hubungan kemasyarakatan, warga masyarakat
Manongkoki tidak hanya terpaku pada kerukunan yang dijalankan oleh
masyarakat setempat dalam sebuah wilayah, namun sebagaimana
menciptakan suatu kelompok adat, kebudayaan maupun yang lain agar
kerukunan tidak hanya terjalin dalam satu waktu, akan tetapi dalam jangka
panjang akan terjadi secara turun temurun.Dalam kebiasaan yang dilakukan
secara turun temurun, hal demikianlah yang diharapkan oleh para leluhur
dalm menciptakan suasana yang penuh dengan kebersamaan dan mempererat
tali silaturahmi yang dituangkan dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang yang sengaja diciptakan agar terjalin hubungan dalam mencapai
suatu keinginan yang bersifat positif. Dalam menjalin hubungan
kebersamaan dengan diadakannya tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
dapat dijadikan sebgai salah satu alternatif untuk dapat menyatukan satu
keluarga dengan keluarga lain antar desa. Hal ini dapat menjadikan sebuah
alasan terjadinya Implementasi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap
Masyarakat Kelurahan Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid.
81
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, Implementasi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang (Maulid Besar dii Cikoang) terhadap masyarakat di Kelurahan
Maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan untuk menjawab
masalah yangdapat ditarik olehpenulis yaitu:
1). Arti MaknaMaudu’ Lompoa ri Cikoang menurut kaum sayyid terhadap
masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki. Tersirat pesan-
pesan khusus dan utama, secara khusus tertuang kedalam 4 makna
Pertama, Syari’at, Tarikat, Hakikat dan Makrifat. Kemudian tersirat
pesan utama yang ingin diungkapkan saat perayaan adat, yaitu
pengharapan kepada atas segala keselamatan, kemudahan rejeki dan
paling penting dalam tradisi adat ini merupakan bentuk rasa cinta sayyid
dan masyarakat Manongkoki kepada Nabinya yakni Nabi Muhammad
SAW.
2). Pandangan Sosial Budaya masyarakat terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa
ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan
Manongkoki. Masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid,
menimbulkan pandangan yang negatif bagi masyarakat umum,tapi bagi
Pengikut Sayyid merupakan suatu pelaksanaan perayaan hari lahir Nabi
Muhammad. Keterkaitan hubungan sosial budaya dengan agama ini
didasariatas kemauan masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid
82
untuk terus mengingat ajaran Nabi Muhammad SAW, utamanya tentang
cinta kasih, persaudaraan, keadilan sosial.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1). Diharapkan kepada Sayyid dan Masyarakat Manongkoki Pengikut Sayyid
lebih terbuka dalam memberikan informasi kepada masyarakat khalayak
umum yang kurang memahami mengenai tradisi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang dan hendaknya tetap menjaga dan melestarikan tradisi adat
tersebut, baik dari segi pelaksanaannya ataupun makna yang terkandung
dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang sudah sesuai dengan
perkembangan zaman dan mengarah kepada Allah SWT. saat prosesi
tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang sedang berlangsung
dengan tujuan untuk mengenalkan tradisi adat kepada generasi muda
sebagai penerus.
2). Diharapkan kepada masyarakat khalayak umum yang tidak mengenal dan
memahami Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang sesungguhnya, sekiranya
harus memiliki pandangan yang positif dan jauh dari pandangan kata
ghibah. Sebab Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang ghibah
terhadap sesama.
3). Kepada Aparat Pemerintah khususnya Dinas Sosial Kebudayaan dan
Parawisata Kabupaten Takalar untuk tetap ikut menjaga dan
83
melestarikan perkembangan tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
agar tardisi adat ini tetap terkenal diluar bahkan dunia serta bisa
menjadikan seuah ifen wisatawan yang bertujuan untuk menambah
devisa Negara.
84
DAFTAR PUSTAKA
Alifanty, Nur Yani. 2017. Makna Penghargaan Dalam Ritual Maudu’
Lompoa di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang,
Kabupaten Takalar. Jurnal Ilmu Komunikas Volume10 , Nomor
3.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Upacara Tradisional Darah
Sulawesi Selatan: Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek
Intervestarisi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Sulawesi
Selatan: Tahun 1981/1982.
Ebing, Kang. Sekilas Tentang Kearifan Lokal Mayarakat. (online)
http://kangebink.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 Mei
2019.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2019. Panduan Penulisan
Proposal dan Skripsi. Makassar. Unismuh Makassar.
Kamus Besar Bahasa Indonesia: http;//brainly.co.id. Pengertian
Kebudayaan : Diakses pada tanggal 12 Mei 2019.
Manyambeang, Abd Kadir.1984. Upacara Tradisional Dengan Alam dan
Kepercayaan di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mattaliti. 1980. Budaya Lokal. (online) http;towarani1407.blogsot.com.
Diakses pada tanggal 12 Mei 2019.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT
Remaja Rosda.
M, Rina. 2015. Kearifan Lokal Masyarakat Cikoang Dalam
Pengembangan Parawisata Kabupaten Takalar. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Makassar. Fakultas FKIP Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Nurinna, 2015. Tradisi Pattumateang Pada Masyarakat Jeneponto (Studi
Kasus Di Desa Arrungkeke Kecamatan Arungkeke Kabupaten
Jeneponto). Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar. Fakultas Ilmu
Sosial. Universitas Negeri Makassar.
Nursalam, Suardi, Syarifuddin. 2016. Teori Sosiologi Klasik, Modern,
Posmodern, Saintifik, Hermeneutik, Kritis, Evaluatif, dan
Integratif. Penerbit Writing Revolution.
Nonci, 2010. Upacara Maudu’ Lompoa Patorani dan Songka Bala.
Makassar. Cv Aksara.
85
Rahmawati. 2015. Perilaku Sosial Penganut Sayyid Pada Masyarakat
Cikoang Kabupaten Takalar. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Makassar. Fakultas FKIP Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Ratna. 2005. Defenisi Kebudayaan menurut E. B Tylordalam bukunya
Primitive Culture. (1781).
Satori, M. A., Komariah, Aan. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Alfabeta.
Silalahi, Uber. 2012. Metodologi Penelitian Sosial, edisi ketiga. Bandung.
PT. Refika Utama.
Soekanto, Soerjono, 2007. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sudirman. 2012. Ganrang Pamanca’ dalam Upacara Tradisional Maudu’
Lompoa di Desa Cikoang Kabupaten Takalar. Jurnal Studi
Sendratasik Universitas Negeri Makassar Volume 12, Nomor 2
Tato, Syahrir. Warisan Budaya Lokal Indonesia. (online) http:// pustaka
warisan budaya lokal Indonesia/ Syahrianto’s.blog.html.
Diakses pada tanggal 13 Mei 2019.
Zulkifli, Potensi Pariwisata Kabupaten Takalar. (online)
http://infosulawesiselatan.blogsot.com. Diakses pada tanggal 12
Mei 2019.