ii. tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran 2.1. … · 4 akomodasi hotel, motel, inn, dll...

16
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Pariwisata Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Lebih lanjut, Damanik dan Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Heriawan (2004) memaparkan bahwa tidak semua yang melakukan perjalanan dari suatu tempat (tempat asal) ke tempat lain termasuk kegiatan wisata. Dengan demikian, kegiatan pariwisata adalah kegiatan bersenang-senang yang mengeluarkan uang atau melakukan tindakan konsumtif. Kemudian, Rahayu (2006) memaparkan ciri-ciri dari kegiatan pariwisata. Beberapa ciri-ciri pariwisata, diantaranya adalah sebagai berikut: seseorang yang melakukan perjalanan itu dilakukan keluar jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, perjalanan itu dilakukan sendirian atau bersama-sama dengan orang lain (berkelompok atau grup), perjalanan itu dilakukan dengan tujuan rekreasi dan usaha-usaha untuk menyenangkan dirinya sendiri/kegiatan bersenang-senang (leisure), orang-orang yang melakukan kegiatan wisata tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, selama dalam perjalanan tinggal atau menetap di suatu

Upload: nguyenthuan

Post on 24-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengertian Pariwisata

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan

wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Lebih lanjut,

Damanik dan Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan

rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari

suasana lain.

Heriawan (2004) memaparkan bahwa tidak semua yang melakukan

perjalanan dari suatu tempat (tempat asal) ke tempat lain termasuk kegiatan wisata.

Dengan demikian, kegiatan pariwisata adalah kegiatan bersenang-senang yang

mengeluarkan uang atau melakukan tindakan konsumtif. Kemudian, Rahayu

(2006) memaparkan ciri-ciri dari kegiatan pariwisata. Beberapa ciri-ciri pariwisata,

diantaranya adalah sebagai berikut: seseorang yang melakukan perjalanan itu

dilakukan keluar jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, perjalanan itu dilakukan

sendirian atau bersama-sama dengan orang lain (berkelompok atau grup),

perjalanan itu dilakukan dengan tujuan rekreasi dan usaha-usaha untuk

menyenangkan dirinya sendiri/kegiatan bersenang-senang (leisure), orang-orang

yang melakukan kegiatan wisata tidak untuk mencari nafkah di tempat yang

dikunjunginya, selama dalam perjalanan tinggal atau menetap di suatu

12

tempat/akomodasi, dan dalam melakukan perjalanan tersebut, menggunakan alat

transportasi darat, laut atau udara.

2.1.2. Industri Pariwisata

Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru, yang mampu

menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja,

pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam

negara penerima wisatawan (Gomang, 2003). Istilah industri pariwisata (Tourism

Industry) lebih banyak bertujuan memberikan dayatarik agar pariwisata dapat

dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu negara, terutama

pada negara-negara sedang berkembang. Gambaran pariwisata sebagai suatu

industri diberikan hanya untuk menggambarkan pariwisata secara konkret, dengan

demikian dapat memberikan pengertian yang lebih jelas (Yoeti, 2008). Industri

pariwisata berbeda dengan industri manufaktur. Industri wisata tidak berdiri

sendiri seperti industri semen, garmen, atau industri sepatu. Melainkan lebih

bersifat tidak berwujud (intangible), sehingga industri pariwisata sering disebut

sebagai industri tanpa cerobong asap (smokeless industry).

Industri wisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa

bagi pariwisata (Freyer, 1993) dalam Damanik & Webber. Industri pariwisata

dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:

1. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara

langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh

wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, biro perjalanan,

pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dll. Secara faktual hotel menjadi pihak

13

paling utama yang bersentuhan langsung dengan wisatawan, kemudian diikuti

oleh biro perjalanan.

2. Pelaku tidak langsung, yakni usaha yang mengkhususkan diri pada produk-

produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha

kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan

sebagainya.

Batasan pariwisata sebagai industri, seperti dijelaskan oleh Yoeti (2008),

dimana kelompok perusahaan yang secara langsung memberikan pelayanan

kepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu tempat wisata. Tanpa

bantuan kelompok perusahaan ini, wisatawan tidak akan memeroleh kenyamanan

(comfortable), keamanan (security), dan kepuasan (satisfaction) dalam mencari

kesenangan yang diinginkan. Perusahaan-perusahaan dimaksudkan dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata

Sumber: Yoeti, 2008

No Jenis Perusahaan Fungsi dan tugasnya

1 Tour operator / Wholesaler Memberi informasi/advis/paket wisata

2 Maskapai Penerbangan Menyediakan seats dan baggages services

3 Angkutan Pariwisata Melayani transfer service dari dan ke

airport

4 Akomodasi Hotel, Motel,

Inn, dll

Menyediakan kamar, laundry, dll

5 Restoran dan sejenisnya Menyediakan makanan dan minuman

6 Impresariat, Amusement, dll Menyediakan atraksi wisata dan hiburan

7 Lokal tour operator Menyelenggarakan city-sighseeing & tours

8 Shopping Center/Mall, dll Menyediakan cenderamata dan oleh-oleh

9 Bank/Money Changer Melayani penukaran valuta asing

10 Retail Servis Bermacam-macam keperluan wisatawan

14

2.1.3. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian

Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong

perekonomian suatu daerah bahkan dunia, dalam hal ini disebabkan industri

pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan,

restoran, dan jasa hiburan. Jika dilihat dari kewilayahan, sektor pariwisata telah

mendorong tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-

pusat pelayanan yang tersebar di seluruh nusantara (Tjitroresmi (2003) dalam

Febriawan (2009)).

World Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah

menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan

kehidupan dan pergaulan global antar bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi

penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan

ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun

internasional.

Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi negara

berkembang. Sektor pariwisata memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan

(agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu

sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam (Yoeti, 2008):

1. Peningkatan perolehan devisa negara.

2. Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha.

3. Memperluas kesempatan kerja.

4. Mempercepat pemerataan pendapatan (Distribution of Income).

5. Meningkatkan penerimaan pajak negara dan retribusi daerah.

6. Meningkatkan pendapatan nasional.

15

7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam

yang terbatas.

Selain itu, menurut Gomang (2003), pariwisata merupakan faktor penting

dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan

beberapa sektor ekonomi nasional, misalnya:

1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan pembangunan dan

pembaharuan suprasarana pariwisata.

2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata

misalnya; usaha-usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata,

perkemahan, dan lain-lain), yang memerlukan perluasan beberapa industri

seperti misalnya; peralatan hotel dan kerajinan tangan.

3. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambah

pemakaiannya.

4. Memperluas pasar barang-barang lokal.

5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga mengurangi

defisit di dalam neraca pembayaran dan memajukan perekonomian nasional.

6. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara, karena pariwisata

memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau di tempat

penginapan lainnya, usaha perjalanan, di kantor-kantor pemerintah yang

mengurus pariwisata-pariwisata dan penerjemah, industri kerajinan tangan

dan cenderamata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).

16

2.1.4. Pariwisata dari Sisi Permintaan

Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand)

dapat dibagi dua, yaitu potential demand dan actual demand. Potential demand

adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata

(karena memiliki waktu luang dan tabungan relatif cukup). Sedangkan yang

dimaksudkan dengan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan

perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DTW) tertentu.

World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan

pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena

adanya kegiatan pariwisata. Tentu saja pihak yang melakukan permintaan adalah

wisatawan itu sendiri (konsumen), serta pemerintah dan swasta dalam rangka

investasi dan promosi wisata.

2.1.5. Pariwisata dari Sisi Penawaran

Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah

destinasi pariwisata kepada wisatawan yang real maupun yang potensial.

Penawaran dalam pariwisata menunjukkan suatu atraksi wisata alamiah dan

buatan manusia, jasa-jasa maupun barang-barang dapat menarik wisatawan untuk

datang mengunjungi suatu kawasan wisata (Gomang, 2003). Menurut Heriawan

(2004), sektor inti dari pariwisata mencakup: hotel, restoran, transportasi domestik

dan lokal, industri kerajinan (souvenir), jasa hiburan, rekreasi dan budaya, serta

biro perjalanan (paket tour).

17

Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri

dari triple A, yang terdiri dari:

1. Atraksi

Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible

maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi

dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi

pemandangan alam, seperti Danau Kelimutu atau Gunung Bromo, udara sejuk dan

bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi

peninggalan sejarah seperti Candi Perambanan, adat-istiadat masyarakat seperti

pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun

Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Unsur

lain yang melekat dalam atraksi adalah hospitally, yakni jasa akomodasi atau

penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang

menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata. Akses

ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan

waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Moda transportasi layak ditawarkan adalah

angkutan penumpang tersebut berangkat dan tiba tepat waktu di Objek dan Daya

Tarik Wisata (ODTW).

3. Amenitas

Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait

dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Bank,

pertukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual

18

buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat

digolongkan ke dalam unsur ini.

2.1.6. Teori Dayasaing

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang

Standar Proses, mendefinisikan dayasaing adalah kemampuan untuk menunjukkan

hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang

dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan

menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampunan meningkatkan kinerja

tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

Lebih lanjut, dayasaing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai

kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai

lingkungan yang dihadapi. Dayasaing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu

perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang

dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan

kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat

posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaan dengan

lainnya. Selanjutnya, Porter menjelaskan pentingnya dayasaing karena tiga hal

berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2)

dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi

maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3)

kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.

19

2.1.7. Competitiveness Monitor

Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan

untuk melihat dayasaing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor

diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC)

pada tahun 2001 sebagai alat ukur dayasaing pariwisata. Analisis ini

menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing.

Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization, 2008):

1. Indikator Pariwisata, menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi

daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut.

2. Indikator Persaingan Tingkat Harga, menunjukkan harga komoditi yang

dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata.

3. Indikator Perkembangan Infrastruktur, menunjukkan perkembangan

infrastruktur di daerah tujuan wisata.

4. Indikator Lingkungan, menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran

penduduk dalam memelihara lingkungannya.

5. Indikator Kemajuan Teknologi, menunjukkan perkembangan infrastruktur

dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk

berteknologi tinggi di daerah tujuan wisata.

6. Indikator Sumberdaya Manusia Pariwisata, menunjukkan kualitas sumberdaya

manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih

baik kepada turis.

7. Indikator Keterbukaan, menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi wisata

terhadap perdagangan internasional dan turis internasional.

20

8. Indikator Sosial, menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk

berwisata di daerah destinasi.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pariwisata dan dayasaing sudah banyak dilakukan

sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas

sektor/industri pariwisata, antara lain :

Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang menganalisis faktor-faktor

penentu dayasaing dan preferensi wisatawan dalam berwisata dengan

menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan

bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing

kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah

kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas

kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan

kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk membiayai pengingkatan

kualitas maupun kuantitas kepariwisataan kota Bogor.

Faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke

kota Bogor menurut penelitian ini adalah variabel pendidikan, intensitas biaya,

dan kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini

memperlihatkan semakin besar nilai variabel-variabel tersebut maka semakin

besar pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke kota Bogor. Oleh

karena itu, strategi yang dapat direkomendasikan adalah peningkatan anggaran,

21

promosi pariwisata serta koordinasi dengan pihak swasta yang lebih intens untuk

memajukan kepariwisataan kota Bogor.

Trisnawati, et al (2007) dalam penetiannya dalam analisis dayasaing

industri pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakara dengan menggunakan alat

analisis competitiveness monitor menyatakan indeks dayasaing pariwisata di

Yogyakarta memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan

Price Competitiveness Indicator (PCI), Yogyakarta mempunyai indeks yang lebih

tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indicator

(IDI) menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di kedua destinasi tersebut tidak

berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih

tinggi dibandingkan Surakarta. Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa

tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata.

Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan indeks nilai Yogyakarta

lebih tinggi. Human Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks

pendidikan di destinasi Yogjakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Openess

Indicator (OI) dayasaing pariwisata destinasi Yogyakarta kembali menunjukkan

angka yang lebih tinggi. Indikator terakhir, Social Development Indicator (SDI)

menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama

dibandingkan di Surakarta.

Dayasaing industri pariwisata Surakarta secara menyeluruh lebih rendah

dibandingkan Yogjakarta. Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan

bahwa pariwisata Yogjakarta lebih unggul.

Santri (2009) dalam skripsinya melakukan analisis mengenai potensi

sektor pariwisa untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat,

22

dengan menggunakan tabel Input-Output tahun 2007 transaksi domestik atas

harga produsen. Penelitian ini memperlihatkan sektor pariwisata memiliki peran

yang relatif besar terhadap struktur perekonomian Provinsi Bali. Hal ini dapat

dilihat dari permintaan total sektor pariwisata pada tahun 2007 yang mencapai

36,00 persen dari jumlah total permintaan seluruhnya. Dalam permintaan akhir,

sektor pariwisata memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 40,25 persen dari total

permintaan akhir.

Sedangkan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga, sektor pariwisata

juga menempati posisi tertinggi sebesar 30,75 persen dari total pengeluaran rumah

tangga terhadap output domestik. Investasi terhadap sektor pariwisata mencapai

8,79 persen dari total investasi provinsi Bali. Struktur ekspor dan impor pariwisata

menempati posisi tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 69,30 persen dan nilai

impor 26,29 persen.

Sektor pariwisata di Provinsi Bali memiliki keterkaitan langsung dan tidak

langsung yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, sehingga dapat

dikatakan bahwa sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor

lainnya dari hulu hingga ke hilir. Pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

depan nilai terbesarnya ditempati oleh subsektor hotel bintang. Sedangkan pada

keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, subsektor travel dan biro

yang memiliki nilai terbesar.

Sholeh (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis dayasaing dan

pegaruh industri pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Bogor dengan

menggunakan metode analisis Competitiveness Monitor untuk mengukur trend

23

perkembangan dayasaing dan metode regresi untuk melihat faktor-faktor yang

memengaruhi PAD Pariwisata Kabupaten Bogor.

Analisis dayasaing menggunakan Kota Yogyakarta sebagai daerah

pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan dari Human

Tourism Indicator, Price Competitiveness Indicator, Human Resources Indicator,

dan Social Development Indicator sejak tahun 2004 hingga 2008 terus meningkat.

Environtment Indicator dan Technology Advancement Indicator mengalami

perkembangan yang berfluktuatif. Openess Indicator memiliki perkembangan

yang konstan.

Analisis pengaruh industri pariwisata terhadap pembentukan PAD

menggunakan beberapa variabel, antara lain jumlah hotel, jumlah wisatawan, dan

pajak hiburan. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel berpengaruh positif

dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Bogor.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yulianti (2009) dan Santri

(2009) adalah metode yang digunakan. Yulianti (2009) dalam melihat posisi

dayasaing pariwisata Kota Bogor menggunakan pendekatan Porter’s Diamond

sedangkan penelitian ini menggunakan alat analisis Competitiveness Monitor.

Yulianti (2009) menggunakan analisis Tabel Input-Ouput untuk melihat peranan

serta pengaruh pariwisata terhadap perekonomian.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Trisnawati,et al (2007) dan

Sholeh (2010) adalah daerah penelitian, variabel, dan periode data yang

digunakan. Daerah yang dianalasisis pada penelitian ini adalah Kabupaten Cianjur.

Data yang digunakan merupakan data sekunder dengan periode waktu dari tahun

2001 hingga 2011.

24

2.3. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Cianjur mempunyai potensi yang sangat besar untuk

menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan daerah.

Kabupaten Cianjur sangat kaya akan potensi alam yang beraneka ragam. Di

bagian utara, terdapat kawasan Cipanas-Puncak dengan daerah pegunungan dan

bukit. Wilayah bagian selatan terdapat pantai yang dapat dikembangkan menjadi

daya tarik wisata.

Tabel 2.2. Objek-objek Wisata di Kabupaten Cianjur

No Obyek Wisata Lokasi Keterangan

1 Kebun Raya Cibodas Cipanas Sudah berkembang

2 Bumi Perkemahan Mandala Kitri Cipanas Sudah berkembang

3 Wanasata Mandalawangi Cipanas Sudah berkembang

4 Pendakian Gunung Gede-

Pangrango

Cipanas Sudah berkembang

5 Istana Cipanas Cipanas Sudah berkembang

6 Taman Bunga Nusantara Sukaresmi Sudah berkembang

7 Wisata Tirta Jangari Mande Sudah berkembang

8 Wisata Tirta Calincing Ciranjang Sudah berkembang

9 Wisata Ziarah Makam Dalam

Cikundul

Cikalongkulon Sudah berkembang

10 Pantai Jayanti Cidaun Sudah berkembang

11 Pantai Apra Sindangbarang Sudah berkembang

12 Sumber Air Panas Sukasirna Agrabinta Potensi

13 Air Terjun Citambur Pagelaran Potensi

14 Situs Megalith Gunung Padang Campaka Potensi

15 Agrowisata Perkebunan Teh

Gedeh

Pacet Potensi

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2009

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan sebelas dari total lima

belas obyek wisata di Kabupaten Cianjur sudah berkembang. Potensi obyek

wisata yang sudah berkembang didominasi oleh obyek wisata di kawasan Puncak-

Cipanas. Kebun Raya Cibodas dan Taman Bunga Nusantara menjadi daya tarik

utama bagi wisatawan dengan total kunjungan ke obyek wisata tersebut sebanyak

1.156.319 wisatawan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur,

25

2006). Objek wisata yang sudah berkembang membuat sektor-sektor pendukung

pariwisata sepeti hotel dan restoran ikut berkembang di kawasan ini. Bahkan,

semua hotel berbintang yang berada di Kabupaten Cianjur pun berada di kawasan

Puncak-Cipanas.

Kemajuan objek wisata di kawasan Puncak-Cipanas yang notebene

merupakan bagian dari Cianjur bagian Utara tidak diikuti oleh perkembangan

objek wisata di kawasan timur dan selatan. Pemerintah daerah harus lebih fokus

dalam pembangunan pariwisata di kawasan timur dan selatan Kabupaten Cianjur.

Potensi objek pariwista Kabupaten Cianjur masih besar untuk bisa

dikembangkan. Oleh karena itu, kebijakan yang tepat dibutuhkan agar potensi

yang ada dapat berkembang secara optimal.

Analisis perkembangan dayasaing industri pariwisata penting untuk

dilakukan. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan potensi pariwisata

yang juga dapat memperlihatkan sejauh mana pemerintah maupun swasta

memaksimalkan potensi yang ada.

Selain itu, analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi industri

pariwisata pun diperlukan. Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor atau

variabel apa saja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap industri

pariwisata. Sehingga dapat membantu pemerintah daerah Kabupaten Cianjur

untuk mengambil kebijakan dengan menjadikan hasil analisis ini sebagai acuan.

Untuk lebih jelas, diagram alur berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1

berikut:

26

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan: -------- = Ruang Lingkup Penelitian

Potensi Objek Pariwisata yang

cukup banyak tetapi masih

kurang berkembang

Analisis Perkembangan

Dayasaing

Rekomendasi Kebijakan

Kepada Pemerintah untuk

Meningkatkan Kinerja

Industri Pariwisata

Meningkatkan Kontribusi

Industri Pariwisata

Perkembangan Industri

Pariwisata Kabupaten Cianjur

Analisis faktor-faktor yang

Memengaruhi Pariwisata