ii tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat...
TRANSCRIPT
14
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Komoditi
Jenis beras yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa macam. Hal ini
menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan dalam mengonsumsi beras
dengan begitu banyaknya varietas yang tersedia. Secara kasar beras dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis seperti beras biasa atau beras putih, beras
merah, beras hitam, dan ketan. Nama varietas dari beras tersebut sangat banyak
beberapa diantaranya adalah seperti di bawah ini (Tabel 4):
Tabel 4. Daftar Varietas Gabah/ Padi
No. Kode Nama Varietas
1 CBGO Cibogo
2 CGLS Cigeulis
3 CHRG Ciherang
4 CLWG Ciliwung
5 CMLT Cimelati
6 CSDN Cisadane
7 CSKN Cisokan
8 IR42 IR42
9 IR64 IR64
10 IR66 IR66
11 MBRM Memberamo
12 MNCL Muncul
13 MNTK Mentik
14 RMOS Ramos
15 SLTN Sultan
16 SMRU Semeru
17 SMTR Semester
18 SRYA Surya
19 WABR Way Apuburu Sumber: Departemen Pertanian (2009)
9
Selain beras di atas masyarakat juga mengenal beras Rojolele. Beberapa
jenis beras, seperti Pandan Wangi dan Rojolele mengeluarkan aroma wangi bila
dimasak. Bau ini disebabkan beras melepaskan senyawa aromatik yang
memberikan efek wangi. Pandan Wangi adalah beras khas Cianjur, berasal dari
padi bulu varietas lokal. Karena nasinya yang beraroma pandan, maka padi dan
beras ini sejak tahun 1973 terkenal dengan sebutan Pandan Wangi.
9 [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Daftar varietas gabah/beras. http://database.deptan.
go.id/smsharga/listkomoditi.asp [19 Februari 2010]
15
2.1.1. Keunggulan Spesifik Beras Pandan Wangi
Jenis padi varietas lokal Cianjur yang menghasilkan beras Pandan Wangi
asli termasuk dalam varietas Javonica. Beras ini mempunyai keunggulan seperti
rasa yang sangat enak, pulen, dan beraroma wangi pandan. Rasanya sangat khas
sehingga harga berasnya cukup mahal, yaitu bisa mencapai dua kali lipat harga
beras biasa.
2.1.2 Karakteristik Beras Pandan Wangi
Tanaman padi yang menghasilkan beras Pandan Wangi berumur 150-165
hari dengan tinggi tanaman 150-170 cm, untuk gabah (endosperm) bulat/gemuk
berperut, bermutu, tahan rontok, berat 1.000 butir gabah 300 gram, kadar amylase
20 persen potensi hasil 6-7 ton/ha malai kering pungut. Adapun kandungan gizi
dari beras Pandan Wangi dapat dilihat seperti di bawah ini:
Tabel 5. Kandungan Gizi Beras Pandan Wangi
No. Parameter Hasil
1. Kadar Protein 8.97 persen
2. Kadar Lemak 0,32 persen
3. Kadar Gula Pereduksi 63,39 persen
4. Fe 4,65 Ppm
5. Cu 6,42 Ppm
6. Kalori 14,81 Kg/g
Sumber: Institut Pertanian Bogor (IPB), 2001 (dalam web resmi Pemerintah Kabupaten
Cianjur)10
, (data diolah)
2.1.3 Sentra Produksi Beras Pandan Wangi
Sentra produksi beras Pandan Wangi asli hanya terdiri dari beberapa daerah
saja. Daerah tersebut terletak di wilayah Cianjur. Tabel 6 berikut ini akan
menunjukkan nama daerah sentra produksi Pandan Wangi beserta penjelasan
mengenai jumlah kelompok tani beserta jumlah anggota, luas sawah dan petani
Pandan Wangi, dan output yang dikonsumsi maupun yang dijual di masing-
masing daerah:
10
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cianjur. 2009.
Beras.http://cianjurkab. go.id/Content_Nomor_Menu_30_4.html [16 Desember 2009]
16
Tabel 6. Nama Daerah dan Karakteristik Sentra Produksi Pandan Wangi
Kecamatan Kel. Tani Jumlah
Anggota
Luas
Sawah
Tani Pandan
Wangi
Dikonsumsi
(Ton)
Dijual
(Ton)
Warungkondang 28 2.597 2.985 760 348 5.950
Cibeber 20 818 3.200 315 216 1.864
Cugenang 14 912 2.174 357 468 1407
Cilaku 31 412 2.574 210 143 1.329
Cianjur 14 494 1.206 183 187 901
Campaka 2 40 2.800 15 12 76
Jumlah 78 4.870 14.939 1.876 1.374 11.527
Sumber: Website Pemerintah Kabupaten Cianjur (2009)
Varietas unggulan lokal Pandan Wangi cocok ditanam di dataran sedang
dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Daerah yang paling terkenal
sebagai penghasil beras Pandan Wangi adalah Desa Jambu Dipa yang termasuk
wilayah Kecamatan Warungkondang. Uniknya apabila ditanam di luar daerah
tersebut, rasa beras yang dihasilkan berbeda dan aromanya tidak muncul. Hingga
saat ini belum ada kualitas Pandan Wangi yang dapat menandingi kualitas Pandan
Wangi dari daerah tersebut. Sayangnya sejak beberapa tahun terakhir daerah
sentra Pandan Wangi sudah mengurangi produksinya. Dari enam kecamatan kini
sentra penanaman hanya ada di dua kecamatan saja, yakni Kecamatan
Warungkondang di Desa Bunisari, Desa Mekarwangi, Desa Tegal Lega, dan Desa
Buni Kasih, serta di Kecamatan Gekbrong yakni di Desa Kebon Peuteuy dan Desa
Songgom11
.
2.1.4 Sejarah Beras Pandan Wangi
Penjelasan mengenai sejarah dan penjabaran lain yang berhubungan dengan
beras Pandan Wangi akan diuraikan di bawah ini. Data dan penjelasan mengenai
sejarah ini diperoleh dari situs resmi website Kabupaten Cianjur (2009). Menurut
data pemerintah Kabupaten Cianjur (2009)12
, varietas padi lokal Pandan Wangi
(PW) Cianjur telah dibudidayakan oleh petani sejak tahun 1960-an, waktu itu
11
H. Burhan (Ketua Gapoktan Citra Sawargi dan Ketua Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia Cabang Cianjur) 12
Website Pemerintah Kabupaten Cianjur. Op.cit.
17
belum dijadikan merek dagang dan terkenal. Beras Pandan Wangi mulai
dipasarkan skala kecil pada tahun 1970-an oleh seorang pedagang beras dari
Kampung Bunikasih Kecamatan Warungkondang yaitu Bapak H. Jalal (Alm), atas
pesanan sebuah restoran di Jakarta. Dikarenakan aromanya yang wangi, pada saat
itu beras ini dinamakan beras harum. Merek dagang beras Pandan Wangi mulai
dikenal pasaran sejak tahun 1980-an dan digemari oleh konsumen karena nasinya
harum, enak, dan pulen.
Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat setempat, perkembangan
Pandan Wangi di daerah Jambu Dipa berawal ketika tahun 1970. Seorang petani
asal Cianjur bernama Haji Nawawi membawa benih padi dari daerah Garut,
kemudian benih tersebut ditanam di lahan miliknya yang terletak di Cisalak,
Kecamatan Cibeber, Cianjur. Saat itu, petani di Cianjur banyak menanam jenis
padi Omyok (pare gede). Sejak awal ditanam padi tersebut menyebarkan aroma
wangi seperti daun pandan. Oleh karena itu, masyarakat sekitar menyebutnya
dengan nama ―Pandan Wangi‖. Saat dipanen, beras Pandan Wangi tetap
mengeluarkan aroma wangi. Padahal di daerah asalnya (Garut), padi tersebut
biasa saja jika ditanam.
Keterkenalan beras itu pun terdengar oleh para petani dari daerah lain di
wilayah Cianjur, termasuk petani asal Warungkondang, Cianjur. Mereka pun
mengikuti jejak keberhasilan Haji Nawawi dengan turut menanam varietas
Pandan Wangi. Para petani itu menanam varietas Pandan Wangi di daerah Jambu
Dipa dan Bumikasih yang kedua-duanya berlokasi di Kecamatan
Warungkondang, Cianjur. Sejak saat itu, penanaman Pandan Wangi di ketiga
daerah tersebut berkembang luas. Setelah itu seiring terkenalnya varietas ini
maraklah praktek pemalsuan yang merugikan produsen maupun konsumen.
Kurangnya informasi dan kesadaran masyarakat mengenai kualitas produk
Pandan Wangi yang asli membuat konsumen menjadi mudah tertipu. Beras
Pandan Wangi menjadi kontroversi karena telah terjadi peperangan merek dagang
pada komoditas ini. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya merek produk yang
mengatasnamakan dirinya sebagai varietas asli Pandan Wangi. Di sektor pertanian
mempertahankan produk unggulan suatu daerah bukanlah sesuatu yang mudah
untuk dilakukan. Semua perusahaan beras mengaku bahwa merek produk mereka
18
merupakan Pandan Wangi asli. Padahal sebagian besar beras yang beredar di
pasar umumnya dicampur dengan beras lain yang lebih murah dan atau diberi
aromatik buatan sehingga menyerupai Pandan Wangi yang asli. Dari penelitian
terhadap sepuluh produk dalam kemasan yang mengklaim sebagai beras Pandan
Wangi, tak ada satu pun yang 100 persen beras Pandan Wangi. Bahkan ada yang
sama sekali palsu. Sisa kandungan Pandan Wanginya hanya sekitar 13-40
persen13
.
Pemalsuan banyak terjadi karena nama beras Pandan Wangi sudah cukup
dikenal oleh masyarakat, namun beras Pandan Wangi asli relatif sulit dicari
karena tempat produksinya hanya spesifik di beberapa daerah saja (di wilayah
Cianjur karena Pandan Wangi merupakan komoditas khas Cianjur). Hal ini
menyebabkan banyaknya pengalaman mengecewakan yang dikeluhkan oleh
sebagian besar konsumen saat menikmati beras Pandan Wangi. Cita rasa beras
Pandan Wangi yang terkenal wangi, pulen, dan tidak cepat basi mulai berkurang,
akhirnya banyak konsumen memutuskan untuk beralih mengonsumsi jenis beras
lain. Apalagi saat ini konsumen dihadapkan pada banyak pilihan beras dengan
harga dan mutu beragam seiring dengan membanjirnya beras impor dari negara
lain. Akhirnya pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) mengambil
sebuah kebijakan untuk melindungi varietas beras Pandan Wangi.
Departemen Pertanian (Deptan) kemudian meluncurkan program label
jaminan varietas kepada beras Pandan Wangi. Melalui program ini selain
melindungi kualitas produk, petani juga dapat menikmati harga yang tinggi
bahkan menjual sejak masa tanam. Harga yang masih ditangkai, berkisar Rp
3.000/kg. Berdasarkan data Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa barat, penyebaran padi varietas yang satu
ini, mencapai 13.220 hektar.
2.1.5 Pola Pembinaan Pengembangan Pandan Wangi
Berdasarkan data dari pemerintah Kabupaten Cianjur diketahui bahwa
terdapat beberapa pola pembinaan pengembangan Pandan Wangi, diantaranya
13
Nugroho Edhi Suyatno, staf pengajar teknologi pangan IPB dalam KCM. 2008.
Pandan Wangi si wangi pandan. Website PT. Pelitagro Mustika Karya
http://pelitagro.blogspot.com/2009/05/pandan-wangi-si-wangi-pandan.html [16 Desember 2009]
19
adalah dengan cara pemurnian, sertifikasi, dan pembinaan budidaya yang baik dan
benar. Pemurnian varietas lokal Pandan Wangi dilakukan dari tahun 2000 melalui
kegiatan seleksi varietas di lapangan yang merupakan kerjasama antara Dinas
Pertanian Kabupaten Cianjur dengan BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih) Provinsi Jawa Barat. Sertifikasi varietas lokal Pandan Wangi dilakukan
melalui kegiatan pemurnian dan pemutihan varietas lokal Pandan Wangi
(kerjasama antara Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dengan Balai Besar Padi
(Balitpa) Sukamandi, Balitpa Bogor, dan BPSB Jawa Barat pada tahun 2001
sampai 2003). Pelepasan varietas unggul lokal Pandan Wangi dengan Surat
Keputusan Menteri Pertanian nomor: 163/Kpts/LB.240/3/2004 tanggal 17 Maret
2004.
Pengembangan varietas lokal Pandan Wangi juga melalui pembinaan
sistem budidaya yang baik dan benar di tingkat petani. Pembinaan pengembangan
varietas unggul lokal Pandan Wangi untuk menghasilkan beras berlabel dilakukan
melalui kegiatan Pengembangan Komoditas Strategis Nasional (PKSN) sejak
tahun 2005. Kegiatan ini adalah kerjasama Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur
dengan direktorat Jendral Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian (PPHP)
Departemen Pertanian dan LPPM IPB-Bogor. Beras Pandan Wangi berlabel
dengan sertifikat kesesuaian nomor : 01/COC/LP-LJA/2007.
Tahun 2006, petani padi Pandan Wangi mendapat pembinaan sistem
pemasaran dari Direktorat Jendral PPHP Deptan melalui LPPM IPB-Bogor, petani
yang dibina terdiri dari enam kelompok tani dan tergabung dalam keanggotaan
Gapoktan Citra Sawargi. Untuk menjamin keaslian beras Pandan Wangi tanpa
campuran (100 persen beras Pandan Wangi) sebelum masuk pasar, beras Pandan
Wangi disertifikasi terlebih dahulu oleh laboratorium IPB-Bogor dan dilabeli.
Kemudian dijalin kemitraan antara pihak perusahaan swasta (CV Quasindo)
dengan petani melalui organisasi petani (Gapoktan Citra Sawargi). Kemitraan
telah berjalan sejak bulan Juni 2007 dengan kapasitas kontrak 10 ton per bulan
(95 persen beras kualitas kepala). Merek dagang dan logo menjadi kewenangan
pihak mitra usaha. Merek dagang yang dipasangi CV Quasindo adalah merek
Xiang Mi dengan kemasan lima kilogram.
20
2.1.6 Distribusi Pandan Wangi
Beras Cianjur Pandan Wangi banyak dijual dalam berbagai ukuran di toko-
toko dan kios-kios beras sekitar Kota Cianjur. Beberapa perusahaan yang
berperan dalam distribusi beras Pandan Wangi adalah sebagai berikut: PB.
Sukamulya, PB. Cibinong, PB. Pusaka, PB. Wangun, PB. Burung Nuri, PB. Sugih
Mukti, PB. Hikmah, CV. Quasindo, PB. Joglo, PB. Budi Asih, PB. Sd. Asih, dan
PB. OKH.
2.1.7 Harga dan Kemasan Beras Pandan Wangi Cianjur
Harga beras Pandan Wangi berkisar antara Rp. 9.000,- sampai dengan Rp.
12.000,- per kilogram (belum termasuk ongkos kirim) tergantung grade atau
kualitas, yang terdiri dari grade beras super, beras kepala I, dan beras kepala II
sesuai dengan permintaan konsumen. Kemasan mulai dari lima kilogram sampai
dengan 25 kilogram.
2.1.8 Model Pemasaran Beras Pandan Wangi Berlabel
I. Model Pemasaran
Pemasaran padi atau beras Pandan Wangi berdasarkan kondisi yang
sedang berlaku di masyarakat, secara umum para petani menjual hasil panen
masih secara tradisional sehingga rantai pemasarannya cukup panjang. Kebiasaan
petani menjual hasil panen kepada para pedagang dan pengumpul serta melakukan
transaksi di lapangan, bahkan transaksi tersebut dilakukan sebelum padi dipanen
(dijual secara tebasan atau diborongkan sebelum dipanen).
Pola pemasaran gabah, petani menjual kepada para pedagang pengumpul
secara individu, para pedagang pengumpul menjualnya ke pabrik atau
penggilingan, dan pabrik menjual kepada distributor, selanjutnya distributor
menjual ke pasaran sesuai dengan kualitas beras yang diperdagangkan, yaitu ada
yang melalui pasar swalayan/supermarket atau ke pasar/toko tradisional.
Beras Pandan Wangi yang saat ini dipasarkan, sasarannya adalah
konsumen kelas menengah ke atas. Pemasaran beras Pandan Wangi seharusnya
dapat memberikan jaminan bahwa mutunya dapat dipertanggungjawabkan
kemurnian/keasliannya, sehingga pemasaran beras yang dilakukan oleh Gapoktan
21
diharapkan meningkatkan kepercayaan konsumen. Oleh karena itu, pemasaran
beras Pandan Wangi perlu disertifikasi (dilabel) dan dikembangkan sistem
pemasarannya.
Pengembangan model agroindustri dan pemasaran beras berlabel
khususnya beras Pandan Wangi adalah untuk meningkatkan nilai tambah serta
pendapatan bagi petani atau produsen padi/beras Pandan Wangi dengan
memberikan jaminan mutu beras kepada konsumen secara berkesinambungan,
juga untuk menggerakkan dan memberdayakan seluruh potensi dan kelembagaan
yang sudah ada agar dapat menghasilkan beras berlabel dalam suatu sistem yang
terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, mulai bulan Oktober 2006, LPPM-
IPB melakukan pendampingan terhadap petani Pandan Wangi di Kecamatan
Warungkondang mulai dari sistem budidaya, pengolahan, sampai ke pemasaran
berasnya.
Dalam rangka meningkatkan nilai tambah bagi petani produsen dan
memperbaiki sistem pemasaran, maka sistem pemasaran yang diharapkan adalah
sebagai berikut :
1. Sistem pemasaran yang sedang dibangun dengan mendapatkan bimbingan dan
pengawalan dari LPPM-IPB, dicoba melalui pemberdayaan kelembagaan
petani, yaitu kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Gapoktan dibina untuk memasarkan Pandan Wangi melalui sistem kemitraan
dengan pihak perusahaan yang bersedia mengangkat Gapoktan sebagai anak
angkat perusahaan.
2. Keberadaan beras Pandan Wangi di pasaran secara umum menarik minat
konsumen golongan menengah ke atas, maka pemasaran beras Pandan Wangi
tersebut seharusnya tersedia di pasar-pasar modern seperti supermarket dan
pasar-pasar swalayan. Mengingat kelompok tani dewasa ini masih belum
mampu untuk memasarkan ke tempat - tempat tersebut, maka diharapkan
adanya salah satu perusahaan yang bersedia memfasilitasinya. Untuk
mendapatkan perhatian dari perusahaan - perusahaan yang bergerak dalam
pemasaran beras, maka LPPM-IPB bersama Direktorat Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian RI, tanggal 9 Desember 2006
telah mengadakan temu usaha bertempat di Hotel Bumi Karsa, Binakara
22
Pancoran Jakarta. Hasil temu usaha tersebut menarik perhatian salah satu
perusahaan beras nasional yaitu CV. Quasindo. Perusahaan tersebut sangat
tertarik terhadap keberadaan beras Pandan Wangi dan menawarkan untuk
mengadakan kerjasama pemasaran dengan sistem kemitraan.
3. Pada tanggal 4 April 2007 tawaran kerjasama tersebut disepakati dengan
ditandatanganinya kontrak kerjasama antara Gapoktan Citra Sawargi
Warungkondang dengan CV. Quasindo. Dalam kontrak perjanjian tersebut
disepakati, bahwa Gapoktan Citra Sawargi bersedia menjual beras Pandan
Wangi sebanyak sepuluh ton per bulan dalam jangka waktu enam bulan.
Penjualan dimulai bulan Juni sampai Oktober 2007. Kemudian setelah enam
bulan akan dievaluasi apakah berhenti atau dilanjutkan. Kualitas beras yang
dijual adalah beras 100 persen Pandan Wangi asli kualitas I (persentase 95
persen beras kepala). Beras kepala adalah beras yang bulirnya utuh (tidak
patah). Harga jual atau pembelian disepakati Rp. 9.000,/kg diterima di Jakarta.
Sistem pembayarannya, CV. Quasindo bersedia memberikan uang muka
sebesar 50 persen yang akan ditransfer ke dalam rekening Gapoktan dua
minggu sebelum pengiriman barang, sisanya 50 persen lagi akan dibayarkan
setelah barang diterima oleh CV. Quasindo.
II. Sertifikasi dan Labelisasi
Dalam rangka membangun kepercayaan konsumen terhadap beras Pandan
Wangi serta menjaga mutu beras yang akan dipasarkan melalui CV. Quasindo,
maka beras tersebut akan diberi sertifikat dan diberi label. Pemberian sertifikat
dan pemberian label tersebut agar beras Pandan Wangi yang diproduksi oleh
Gapoktan benar-benar murni. Apabila beras Pandan Wangi tidak disertifikasi dan
tidak diberi label, maka dikhawatirkan akan terjadi pemalsuan yang akan
menghilangkan kepercayaan konsumen terhadap beras Pandan Wangi seperti yang
terjadi saat ini. Selain itu, pemberian sertifikat dan label tersebut adalah sebagai
persyaratan penjualan beras secara kontrak kepada CV. Quasindo.
Sertifikasi menurut Codex CAC/GL 32-1999, adalah prosedur dimana
lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah
memberikan jaminan tertulis bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan
23
sesuai dengan persyaratan. Sertifikasi pangan dapat dilakukan berdasarkan suatu
rangkaian kegiatan inspeksi, audit sistem mutu, dan pengujian produk akhir.
Lembaga sertifikasi adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk
mensertifikasi bahwa produk yang dijual dan diberi label telah diproduksi,
diproses, disiapkan, ditangani, dan dikemas menurut pedoman yang telah
ditetapkan. Untuk melaksanakan sertifikasi dan memberikan jaminan bahwa beras
Pandan Wangi yang akan dipasarkan oleh petani melalui Gapoktan kepada CV
Quasindo tersebut benar - benar asli/murni, maka sertifikat beras Pandan Wangi
dikeluarkan oleh IPB atas usulan Gapoktan Citra Siliwangi. Selain itu sertifikasi
ini juga membuat produk beras Pandan Wangi yang dipasarkan oleh CV Quasindo
melalui CV Semesta Food terdiferensiasi dibandingkan dengan produk beras
lainnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
2.2.1 Penelitian Audit Pemasaran
Efrizal (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Audit Pemasaran Produk
Sayuran (Studi Kasus di PT Saung Mirwan Desa Sukamanah, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor) menunjukkan Company Alignment Index
(CAI) sebesar 3,1 yang menggambarkan bahwa Saung Mirwan berada dalam
posisi 3C yaitu marketing oriented. Sedangkan Competitive Setting Index (CSI)
Saung Mirwan sebesar 3,8 yang menggambarkan situasi persaingan yang dihadapi
Saung Mirwan lima tahun mendatang ada pada posisi 3.5C (Sophisticated).
Perusahaan harus melakukan pergeseran transformasi bentuk perusahaan
menjadi Market Driven Company bila masih ingin bertahan. Nilai Marketing
Effectiveness Index (MEI) yang diperoleh dari analisis Marketing Effectiviness
Review Saung Mirwan diketahui bahwa perusahaan ini berada dalam kondisi baik
dengan nilai Marketing Effectiveness Index (MEI) sebesar 20,8. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian terdahulu
responden untuk pengisian kuesioner hanya berasal dari internal perusahaan
sedangkan dalam penelitian yang dilakukan responden juga berasal dari eksternal
dengan harapan dapat memberikan alternatif strategi yang lebih obyektif.
24
Penelitian Holilah (2008) dengan judul Audit Pemasaran Produk Sayuran
Pada CV Bimandiri, Lembang-Bandung menunjukkan perusahaan tersebut sedang
menghadapi situasi persaingan yang complicated dengan tipe perusahaan selling
oriented company menuju marketing company. Dengan analisis kesenjangan yang
menunjukkan kesenjangan negatif sebesar 0,4 menunjukkan bahwa agresivitas
strategi pemasaran CV Bimandiri tertinggal dengan situasi persaingan yang akan
dihadapi oleh perusahaan lima tahun mendatang.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu
adalah penelitian terdahulu tidak menggunakan responden eksternal dalam
pengisian kuesioner dan tidak menggunakan alat analisis Marketing Effectiveness
Review (MER) untuk melihat efektivitas sumber daya pemasaran yang dimiliki
perusahaan. Sedangkan penelitian yang ini melibatkan responden eksternal dan
menggunakan alat analisis tersebut.
Pada penelitian berjudul Audit Pemasaran Pada PT. Gilland Ganesha Divisi
Agrobisnis oleh Dina Wening Ati Dianti (2009) menunjukkan bahwa perusahaan
sedang berada pada posisi transisi antara Marketing Oriented Company
(Marketer) dan Market Driven Company (Spesialis). Perusahaan berada dalam
situasi persaingan yang sulit dan akan menjadi lebih canggih pada lima tahun
mendatang.
Kinerja sumberdaya pemasaran yang diterapkan perusahaan saat ini
menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam mendukung kegiatan pemasaran
yang dilakukan perusahaan dengan nilai Marketing Effectiveness index (MEI)
sebesar 22 (skala 1-30). Namun strategi perusahaan tertinggal dibandingkan
dengan keagresifan strategi turbulensi lingkungan bisnisnya. Kondisi ini membuat
perusahaan harus menyesuaikan strateginya dengan mempersiapkan diri menjadi
perusahaan spesialis seutuhnya. Penelitian terdahulu melakukan audit pemasaran
untuk suatu perusahaan yang menjadi supplier sayuran organik sedangkan
penelitian ini melihat pemasaran komoditas lain yaitu beras berlabel. Selain itu
dalam penelitian ini juga diikutsertakan pendapat dari satu responden ahli yaitu
Ketua Perpadi (organisasi profesi masyarakat penggilingan padi dan pengusaha
beras Indonesia) yaitu Bapak Nurgaybita.
25
Penelitian tentang Audit Pemasaran Pada Kebun Wisata Pasir Mukti
Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Wiwi Heryawanti (2009) menggunakan
analisis Company Alignment Profile (CAP), Competitif Setting Profile (CSP), dan
Marketing Effectiveness Review (MER) memperlihatkan bahwa audit pemasaran
juga dapat dilakukan pada jasa agribisnis. Berdasarkan CAP diperoleh Company
Alignment Index (CAI) sebesar 3,41 yang berarti perusahaan berada dalam posisi
oriented company (marketer) menuju market driven company (spesialis).
Nilai CSI yang diperoleh dari Competitive Setting Profile (CSP) adalah
sebesar 3,71, dengan standar deviasi sebesar 0,36 yang menunjukkan bahwa
situasi yang akan dihadapi perusahaan lima tahun mendatang akan semakin
canggih dan strategi pemasaran tempat wisata ini ketinggalan dalam menghadapi
persaingan. Namun dari hasil MER diketahui bahwa efektivitas sumber daya
pemasaran yang dimiliki Kebun Wisata Pasir Mukti sangat baik dengan nilai
Marketing Effectiveness Index (MEI) sebesar 21,67.
Penelitian dilakukan di CV Semesta Food yang merupakan perusahaan
dagang atau supplier, hal ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
di sebuah tempat wisata yang bernama Kebun Wisata Pasir Mukti. Selain itu audit
pemasaran yang dilakukan bukan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang
jasa agribisnis sehingga kedua penelitian berbeda.
2.2.2 Penelitian Beras Pandan Wangi
Pada penelitian berjudul Analisis Strategi Dan Taktik Pemasaran Beras
Pandan Wangi Dan Manisan Khas Cianjur yang dilakukan oleh Resya Rhema
Malinda (2005) dengan metode K-means Cluster untuk mendapatkan strategi
pengembangan pemasaran dan Biplot untuk mengetahui hubungan antar produk
dan atribut yang dianalisis sehingga diperoleh suatu model taktik. Beras Pandan
Wangi dari metode Biplot diketahui bahwa atribut yang paling kuat
mempengaruhi keputusan pembelian adalah promosi produk yang baik dan
kemudahan mendapatkan produk sedangkan kelompok Cluster yang terpilih untuk
beras Pandan Wangi adalah kelompok dengan pendapatan dan pengeluaran rata-
rata satu sampai dua juta rupiah per bulan untuk menjadi target pasar bagi produk
26
beras Pandan Wangi. Positioning yang dibentuk beras Pandan Wangi adalah beras
Pandan Wangi asli Cianjur, kualitas terjamin.
Taktik pemasaran yang dapat dilakukan untuk beras Pandan Wangi adalah
melakukan diversifikasi kemasan dan mempertahankan kemurnian produk dan
karakteristik produknya yang khas, membuat paten dengan nama baru membidik
segmen pasar yang potensial (menengah ke atas, dan menyediakan produk pada
outlet penjualan khusus untuk produk pangan khas Cianjur). Hal yang berbeda
dari penelitian yang akan dilakukan adalah alat atau metode penelitian yang akan
dilakukan. Selain itu penelitian hanya akan dikhususkan kepada produk Pandan
Wangi sedangkan dalam penelitian terdahulu dilakukan juga analisis strategi dan
taktik pemasaran untuk manisan.
Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ekuitas Merek Produk Beras
Pandan Wangi (Studi Kasus di Kota Cianjur), Agung Apriyadi (2007)
menganalisis mengenai elemen-elemen ekuitas merek produk Pandan Wangi yang
mencakup analisis brand awareness, brand association, brand loyality dan brand
perceived quality. Hasilnya 57 dari 100 orang responden menjadikan beras
Pandan Wangi sebagai beras yang pertama kali disebut. Dari 100 orang responden
semua mengaku pernah mengonsumsi beras Pandan Wangi. Dari asosiasi merek
diperoleh lima asosiasi yang meliputi rasa yang enak, nasinya wangi, nasinya
pulen, kualitas produk tinggi, dan mereknya sudah terkenal.
Merek Pandan Wangi secara keseluruhan memiliki nilai performance yang
lebih tinggi daripada nilai importance. Atribut yang perlu diperhatikan dan segera
dibenahi terkait masalah kandungan gizi yang memadai dan kemurnian beras.
Untuk analisis brand loyalty diperoleh 32 orang adalah konsumen yang loyal
dengan persentase tertinggi merupakan satisfied buyer yaitu sebanyak 40,63
persen. Tingkat kemungkinan pindah merek sebesar 42,12 persen. Maksud dan
tujuan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian
terdahulu dapat dijadikan masukan untuk menentukan strategi pemasaran yang
akan dilakukan oleh perusahaan beras Pandan Wangi. Penelitian ini
menitikberatkan konsep pemasaran pada konsumen saja sedangkan penelitian
yang dilakukan merupakan evaluasi pemasaran yang mencakup kegiatan
27
pemasaran perusahaan dan elemen-elemen lain yang mempengaruhi kinerja dan
efektivitas pemasaran tersebut.
Penelitian Restu Edianur Rohman (2008) berjudul Analisis Daya Saing
Beras Pandan Wangi dan Beras Varietas Unggul Baru (Oryza sativa) kasus di
Desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa
Barat dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing dan dampak kebijakan
pemerintah terhadap usahatani padi varietas Pandan Wangi dan varietas Unggul
Baru dan menganalisis daya saing usahatani kedua varietas tersebut akibat adanya
perubahan variabel penerimaan dan biaya. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa beras Pandan Wangi dan varietas unggul baru memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif hal ini digambarkan oleh nilai PCR dan DRC yang
kurang dari satu.
Pengusahaan kedua komoditi memberikan keuntungan baik secara finansial
maupun ekonomi yang tercermin dari nilai KP dan KS yang bernilai positif.
Namun kebijakan pemerintah secara keseluruhan menghambat produsen untuk
berproduksi, dengan kata lain kebijakan belum efektif. Komoditas Pandan Wangi
dengan adanya penurunan output sebesar 20 persen komoditas ini masih memiliki
daya saing dan keunggulan kompetitif, namun hal yang sebaliknya terjadi pada
varietas Unggul Baru.
Hal yang sama juga terjadi pada penurunan jumlah output yang diikuti oleh
peningkatan harga pupuk organik dan penurunan harga output. Berdasarkan dari
analisis sensitivitas tersebut diketahui bahwa kedua komoditas beras lebih peka
terhadap penurunan harga output. Secara keseluruhan komoditas Pandan Wangi
memiliki daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Unggul Baru.
Penelitian yang dilakukan berbeda baik dari sisi tujuan, tempat, maupun alat
analisis dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini melihat sisi lain yang bisa
diteliti dari beras Pandan Wangi.
Najmi Anniro (2009) dengan judul Analisis Sistem Tataniaga Beras Pandan
Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat,
tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis saluran
tataniaga beras Pandan Wangi pasca melemahnya Gapoktan Citra Sawargi,
28
menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, margin tataniaga, farmer’s share,
biaya pemasaran, keuntungan, dan struktur pasar sistem tataniaga beras Pandan
Wangi. Hasilnya menerangkan bahwa ada tujuh lembaga tataniaga yaitu petani,
tengkulak, Gapoktan Citra Sawargi, pemilik penggilingan beras, distributor, ritel,
dan konsumen. Fungsi tataniaga yang dilakukan adalah pertukaran, fisik, dan
fasilitas.
Lembaga tataniaga tidak melakukan semua fungsi tataniaga, mereka hanya
melakukan fungsi yang dibutuhkan untuk memperlancar aktivitas tataniaga yang
dilakukannya. Terdapat 16 saluran, yang terdiri dari 15 saluran Pandan Wangi
campuran dan 1 saluran beras Pandan Wangi murni. Saluran yang menjual beras
Pandan Wangi murni memiliki margin tataniaga 10.562 Rupiah, biaya pemasaran
27.880,86 Rupiah, dan farmer’s share 37,87.
Pada penelitian terdahulu yang dibahas merupakan sistem tataniaga yang
terjadi pada beras Pandan Wangi mulai dari produsen (petani) sampai ke
konsumen, sedangkan penelitian yang dilakukan fokus pada aspek pemasaran
yang dilakukan dari pihak CV Semesta Food selaku distributor beras Pandan
Wangi murni Cianjur. Perbedaan tujuan dan esensi penelitian menyebabkan kajian
dan bahasan yang nantinya dihasilkan dari penelitian akan berbeda.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan maka
dapat diketahui bahwa telah ada beberapa penelitian mengenai audit pemasaran
maupun mengenai Pandan Wangi, namun penelitian-penelitian tersebut memiliki
perbedaan baik perbedaan yang substansial maupun hanya perbedaan komoditas
yang diteliti dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu
akan dijadikan referensi dan masukan yang berarti dalam penelitian ini sehingga
diperoleh hasil penelitian yang baik.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian dari hasil penelitian
terdahulu cenderung berada pada posisi antara selling oriented company atau
marketing oriented company dengan situasi persaingan yang complicated (sulit)
atau sophisticated (akan menjadi lebih canggih) dan mengalami ketertinggalan
strategi pemasaran dengan situasi persaingan yang terjadi dengan kesenjangan
negatif masih dibawah satu. CV Semesta Food dengan penjualan beras Pandan
Wangi murni belum pernah melakukan penelitian audit pemasaran. Penelitian
29
mengenai audit pemasaran diharapkan dapat memberikan masukan kepada
perusahaan sehingga perusahaan mampu bersaing dan menerapkan strategi
pemasaran yang sesuai dengan situasi lingkungan yang dihadapinya.
Penggunaan Strategic Marketing Plus 2000 dan Marketing Effectiveness
Review (MER) juga telah digunakan di beberapa penelitian lain yang berkenaan
dengan audit pemasaran. Namun untuk komoditas beras Pandan Wangi sendiri,
audit pemasaran baru dilakukan pada penelitian ini. Berikut ini beberapa
penelitian terdahulu lain yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang
dilakukan (Tabel 7):
Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Berhubungan dengan Penelitian
No. Nama peneliti Tahun Judul penelitian Metode
1 Anindita 2005 Audit Pemasaran
Jasa Pembuatan
Taman Pada
Media Flora Dan
Putra Mekar.
Competitive Setting
Profile (CSP),
Company Alignment
Profile (CAP)
kesenjangan, dan
Marketing
Effectiveness Review
(MER).
2 Afiff 2006 Penerapan Audit
Pemasaran Dari
Markplus 2000
Pada Industri
Sayur Organik di
PT Amani
Mastra.
Strategic Marketing
Plus 2000
(Competitive Setting
Profile (CSP),
Company Alignment
Profile (CAP), dan
kesenjangan)
3 Yefke 2007 Audit Pemasaran
Strategic
Marketing Plus
2000 pada PT
Zeelandia
Indonesia.
Strategic Marketing
Plus 2000 dan
Marketing
Effectiveness Review
(MER)
4 Laura Pinta Uli 2008 Audit Pemasaran
pada PT
Godongijo Asri di
Sawangan,
Depok, Jawa
Barat.
Strategic Marketing
Plus 2000 dan
Marketing
Effectiveness Review
(MER)