ii - sinta.unud.ac.id · untuk dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan ... almarhum papa...
TRANSCRIPT
ii
ii
iii
iii
MOTTO
Hakuna Matata.
Don’t worry about the rest of our day.
- Unknown
This too, will pass
-unknown
iv
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
Tuhan Yang Maha Esa
Atas segala sesuatu yang Tuhan telah berikan kepada saya
Keluarga
Untuk dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan
Family, where life begins and love never ends.
v
v
vi
vi
Penerimaan Diri Difabel (Different Abilities People): Studi Tentang Remaja Tunanetra
Perolehan
Son Three Nauli Gultom dan I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Abstrak
Difabel (Different abilities people) merupakan kata yang digunakan untuk memperhalus istilah
penyandang cacat, dan salah satu bagian dari difabel ini ialah penyandang tunanetra.
Tunanetra merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi individu dengan
indera penglihatan yang tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kehidupan
sehari-hari seperti orang awas (Somantri, 2006). Kondisi tunanetra berpengaruh pada aspek
kehidupan individu yang salah satunya adalah aspek sosial dan emosional. Sebagian tunanetra
pada akhirnya mampu untuk berdamai dan menerima kondisi yang dimiliki dan berusaha
untuk mengembangkan diri. Penerimaan terhadap diri ini merupakan sikap individu yang
mampu merasa puas terhadap diri sendiri, kualitas, serta bakat sendiri serta adanya pengakuan
terhadap keterbatasan diri sendiri (Chaplin, 2011). Havighurst (dalam Hurlock, 2006) juga
menyatakan bahwa menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuh secara efektif merupakan
salah satu tugas dalam perkembangan remaja. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin
mengetahui penerimaan diri remaja difabel dengan fokus tunanetra perolehan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Proses
pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi terhadap dua orang
remaja tunanentra perolehan. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap significant other
remaja tunanetra untuk memperkuat data yang telah ada.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses penerimaan diri remaja tunanetra terjadi
melalui tiga fase. Fase tersebut adalah fase awal, fase konflik, dan juga fase menerima.
Dinamika yang terjadi berbeda pada setiap individu dan akan dibahas lebih detail sesuai
dengan pengalaman hidup remaja tunanentra tersebut hingga mampu menerima kondisi diri.
Kata kunci: penerimaan diri, difabel, tunanetra, perolehan
vii
vii
Self-acceptance of Difabel (Different Abilities People): Study about Acquired Blindness
Adolescence
Son Three Nauli Gultom And I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani
Psychology Department, Faculty of Medicine, Udayana University
Abstract
Difabel (Different abilities people) used to refine the term of people with disabilities, and one
of these disabilities is blindness. Blindness is a term that used to explain the condition of
individual with a sense of vision that is not functioning as a receiver information in daily life
like a normal people (Somantri, 2006). This condition contributes to some development aspect
of human being, which are social aspect and emotional aspect. Some of them finally able to
reconcile, accept the condition and attempted to develop themselves. Self-acceptance is the
attitude of people that able to feel satisfied with themselves, quality, talent and recognition of
the limitations of self (Chaplin, 2011). Havighurst (in Hurlock, 2006) also states that accept
physical condition and use the body effectively is one of task in adolescence development.
According to the fact, this study would like to know self-acceptance of difabel in acquired
blindness adolescence.
This study using qualitative method and case study design. Collecting data in this study using
interview and observation toward two acquired blindness adolescence. To strengthened data,
this study used interview and observation toward significant other of acquired blindness
adolescence.
The result of this study shows that acquired blindness adolescence passing three phases in the
process of self-acceptance, which are proximal phase, conflict phase, and accepting phase. The
dynamics in every complete phase will be discussed based to the chronology of the
adolescence life journey until they can accept their condition.
Kata kunci: Self accaptance, difabel, blindness, Acquired
viii
viii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul
“Penerimaan Diri Difabel (Different Abilities People): Studi Tentang Remaja Tunanetra
Perolehan” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penyusunan skripsi ini
telah berlangsung selama beberapa waktu dan pelaksanaannya tidak akan dapat tercapai tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang membantu di bawah ini:
1. Tuhan Yang Maha Esa, Maha pemberi segala sesuatu yang tidak pernah ada batasnya
dalam kehidupan penulis, dan selalu menjadi sumber kekuatan setiap waktu.
2. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
3. Dra. Adijanti Marhaeni, S.Psi., M.Si, sebagai Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
4. I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani, S.Psi, M.Psi, sebagai dosen pembimbing yang telah
dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis, serta memberikan arahan
dan mau berbagi ilmu kepada penulis selama proses penulisan karya ini.
5. I Gusti Ayu Diah Fridari, S.Psi.,M.Psi., Psi, sebagai dosen pembimbing akademik pertama
yang telah dengan baik hati membimbing penulis dalam proses perkuliahan.
6. Drs, Supriyadi, MS, sebagai dosen pembimbing akademik kedua yang selalu mendukung
penulis dalam proses perkuliahan hingga tahap akhir. Terima kasih karena selalu
memberikan masukan dan nasihat bagi penulis serta selalu memberikan motivasi.
7. Yohanes Kartika Herdiyanto, S. Psi., M. A Sebagai dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dalam menyempurnakan hasil tulisan penulis dan juga memberikan
banyak pengetahuan bagi penulis dalam menyempurnakan tulisan ini.
8. Dewi Puri Astiti, S.Fil., M. Si Sebagai dosen penguji yang juga telah banyak memberikan
masukan dalam menyempurnakan hasil tulisan ini sehingga penulis dapat memperbaiki
tulisan ini menjadi lebih baik.
ix
ix
9. Luh Md. Karisma Sukmayanti Suarya, S. Psi., M. A Sebagai dosen penguji yang juga telah
banyak memberikan masukan dalam menyempurnakan hasil tulisan penulis dan
memberikan masukan bagi penulis sehingga tulisan ini menjadi lebih baik.
10. Almarhum Ayahanda Satar Gultom, Ibunda Elpina Sitohang, Abang Sarel Gultom, Kakak
Elsa Gultom, Adik-adik Ando Gultom, Lasep Gultom, Ham Gultom, Renova Gultom, dan
seluruh keluarga yang telah menjadi motivasi kepada penulis. Terima kasih atas doa dan
cinta kasih yang telah diberikan, dan atas semua dukungan yang tidak pernah putus.
Terima kasih atas kepercayaan kalian sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
11. Almarhum Papa Sopar Gultom, dan Almarhum Mama Martina harianja, dan keluarga yang
juga selalu mendukung dalam setiap hal. Terima kasih atas semua kasih sayang serta cinta
yang tak pernah habis dan atas pengorbanan yang kalian berikan untuk penulis. Terima
kasih karena telah menjadi orangtua yang sangat luar biasa, maaf karena belum bisa
membahagiakan kalian. Semoga kalian beristirahat dengan damai.
12. Terima kasih kepada para guru, dosen dan semua pendidik yang memberikan pelajaran
berharga dan sangat bernilai bagi penulis selama proses pendidikan. Terima kasih kepada
responden yang telah bersedia membantu dan memberikan pelajaran berharga mengenai
penghargaan terhadap hidup bagi penulis, dan mengajari penulis melihat hal baru dan
indah dari sisi berbeda.
13. Terima kasih kepada responden dan significant others responden dan yang telah bersedia
memberikan waktu dan kesediaan hati untuk membantu penulis dalam menyelesaikan
tulisan ini. Terima kasih karena telah menjadi inspirasi bagi penulis dan memberikan
pembelajaran hidup bagi penulis melalui kisah-kisah kalian. Semoga selalu sukses
kedepannya dan semua harapan dan doa kalian terkabul.
14. Terima kasih untuk semua sahabat penulis yang sangat luar biasa. Desi Puspani, terima
kasih karena selalu ada setiap saat baik dalam suka maupun duka. Beruntung mempunyai
seorang sahabat yang sangat luar biasa, semoga semua doa-doa dan keinginanmu segera
dikabulkan. Nyoman Wiranti, terima kasih banyak telah menjadi sahabat yang selalu
memberikan dukungan dan selalu menginspirasi. Terima kasih karena kalian telah
memberikan penulis sebuah keluarga baru, that’s mean a lot and i do really thankful for
that. Doa terbaik untuk kalian.
x
x
15. Terima kasih juga untuk sahabat-sahabat baikku kepada Jesica Saragih, Christina Alfiani,
Veda Yanthi, Devita Maharani, Christian Natalia, Joice Sari. Kita punya banyak sekali
cerita yang tidak bisa penulis jabarkan satu persatu karena akan butuh 10 bab untuk itu
semua. Intinya adalah terima kasih banyak telah menjadi sahabat yang sangat baik, sangat
heboh, sangat sangat saya kasihi. Semoga kita semua sukses dan bahagia, dan semoga kita
tetap selalu bersahabat.
16. Semua sahabat kos, Juita, kak Siska, Yohana, kak Murry, Vita, Chelsea, kak Merry, Dian
terima kasih banyak untuk dukungan dan cerita penuh suka duka yang telah kita jalani
bersama, semoga kita sukses dimana pun berada. Dan jangan lupa kos dodol tetap dihati,
keep in touch terus ya.
17. Para sahabat Zephyrus Psikologi 2010, teman seperjuangan dalam meraih mimpi, terima
kasih banyak untuk semua kenangan yang ada. Para sahabat di NHKBP Denpasar, juga
kak Wenty, kak Wulan, kak Anida, kak Elly, Risa terima kasih untuk seluruh dukungan
dan nasihat yang telah di berikan dan selalu menyemangati penulis untuk segera lulus.
Kepada Erwin Sibuea, terima kasih banyak karena telah begitu sabar menemani serta
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis selama ini. I’m not telling you it’s
going to be easy, I’m telling you it’s going to be worth it.
18. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyusun dan mengerjakan skripsi ini, terima kasih untuk semua
dukungan yang di berikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Terimakasih.
Denpasar, 10 November 2016
Penulis
xi
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… ii
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………………… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………………. v
ABSTRAK …………………………………………………………………………. vi
ABSTRACT …………………………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. xv
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………. xvii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
B. Fokus Penelitian ………………………………………………………….. 6
C. Signifikansi dan Keunikan Penelitian ………………………………… 6
D. Tujuan Penelitian …………………………………………………………. 7
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………... 8
1. Manfaat teoritis ………………………………………………………. 8
2. Manfaat praktis ………………………………………………………. 8
xii
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………………. 9
A. Kajian Pustaka ………………………………………………………….. 9
1. Penerimaan diri ……………………………………………………….. 9
a. Definisi penerimaan diri ……………………………………………. 9
b. Karakteristik penerimaan diri ……………………………………….. 10
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri ………………. 10
d. Proses penerimaan diri remaja tunanetra perolehan ………………. 13
2. Remaja …………………………………………………………. 15
a. Definisi remaja …………………………………………………. 15
b. Fase-fase masa remaja …………………………………………. 17
c. Tugas perkembangan masa remaja …………………………………. 20
3. Different Abilities People (Difabel) ……………………………….. 21
a. Definisi differently abled people (difabel) ……………………………. 21
b. Jenis-jenis difabel ……………………………….………………. 22
4. Tunanetra ………..………………………………………… 22
a. Definisi tunanetra ………………………………………………. 22
b. Faktor penyebab tunanetra ………………………………………. 24
c. Definisi remaja tunanetra perolehan …………………………….... 26
B. Perspektif Teoritis ……………………………………………………….. 26
C. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………... 29
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………………... 30
xiii
xiii
A. Tipe Penelitian ……………………………………………………………. 30
B. Unit Analisis ……………………………………………………………… 34
C. Responden Penelitian ……………………………………………………. 35
D. Teknik Penggalian Data ………………………………………………….. 36
1. Wawancara …………………………………………………………. 37
2. Observasi ……………………………………………………………... 38
E. Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data …………………………… 40
1. Pengorganisasian data ………………………………………………... 40
2. Analisis data …………………………………………………………… 40
F. Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian …………………………….. 42
G. Isu Etika Penelitian ……………………………………………………….. 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… 45
A. Orientasi Kancah …………………………………………………………. 45
B. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………………. 47
1. Lokasi Pengumpulan Data ……………………………………………... 47
2. Karakteristik Responden ……………………………………………….. 48
3. Proses Pengumpulan Data ……………………………………………... 48
a. Pre-eliminary study …………………………………….. 48
b. Pengumpulan data dengan wawancara ………………………….. 49
c. Pengumpulan data dengan observasi ……………………………. 50
4. Pengorganisasian Data …………………………………………………. 51
xiv
xiv
5. Analisa Data …………………………………………………………… 53
C. Hasil Penelitian …………………………………………………………… 54
1. Responden 1 (AM) ………………………………………………….. 54
2. Responden 2 (GD) ………………………………………………... 79
D. Pembahasan ……………………………………………………………… 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….. 127
A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 127
B. Saran ……………………………………………………………………... 129
1. Saran bagi individu dengan kondisi tunanetra perolehan ………….. 129
2. Saran bagi keluarga responden dengan tunanetra perolehan ……… 129
3. Saran bagi lembaga pendidikan dan pemerintahan ………………. 130
4. Saran untuk peneliti selanjutnya ……………………………………. 130
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………... 131
LAMPIRAN
xv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik responden …………………….. 48
Tabel 2. Pelaksanaan Pre-eliminary study ……………………. 49
Tabel 3. Pelaksanaan wawancara …………………….. 50
Tabel 4. Pelaksanaan observasi …………………….. 51
Tabel 5. Kode data verbatim dan fieldnote …………………….. 52
Tabel 6. Dinamika fase awal antara responden …………………….. 109
Tabel 7. Dinamika fase konflik antara responden …………………….. 113
Tabel 8. Dinamika fase menerima antara responden …………………….. 117
xvi
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Berpikir Penelitian ……………………….. 28
Bagan 2. Gambaran umum proses penerimaan diri
responden AM
……………………….. 56
Bagan 3. Fase awal proses penerimaan diri responden
AM
……………………….. 56
Bagan 4 Fase konflik proses penerimaan diri
responden AM
……………………….. 65
Bagan 5 Fase menerima proses penerimaan diri
responden AM
……………………….. 71
Bagan 6 Gambaran umum proses penerimaan diri
responden GD
……………………….. 81
Bagan 7 Fase awal proses penerimaan diri responden
GD
……………………….. 82
Bagan 8 Fase konflik proses penerimaan diri
responden GD
……………………….. 90
Bagan 9 Fase menerima proses penerimaan diri
responden GD
……………………….. 101
xvii
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Guideline wawancara
Surat izin penelitian di SLBA Serma Gede
Inform consent responden AM
Inform consent informan 1 responden AM
Inform consent informan 2 responden AM
Inform consent responden GD
Inform consent informan 1 responden GD
Open koding
Sistem koding
Axial koding
Selective koding
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu tahapan penting yang harus diperhatikan dalam
siklus kehidupan. Saat memasuki usia remaja, individu berusaha mencari jati diri dan
pengakuan dari lingkungan serta lebih banyak melakukan interaksi dengan peer group.
Remaja selalu ingin tampil maksimal baik tampilan fisik maupun perilaku, akan tetapi sering
kali harapan tersebut sirna karena terjadi hal yang tidak terduga (Musfiroh, 2010). Kejadian
tidak terduga seperti adanya kecelakaan ataupun adanya bencana alam yang mengubah
kehidupan individu dan dapat menyebabkan kecacatan pada salah satu anggota tubuh dan
menjadikan individu berbeda dari kelompok. Individu yang mengalami kecacatan ini lebih
dikenal dengan istilah difabel (different abilities people) atau orang-orang yang mempunyai
kemampuan berbeda (Setyawati, 2008).
Jumlah difabel di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan sekitar 6,7 juta jiwa atau
3,11% dari populasi penduduk Indonesia, sedangkan data WHO menyebutkan bahwa jumlah
difabel di Indonesia mencapai angka lebih dari 10 juta jiwa (JPNN, 2012). Jumlah difabel ini
tersebar di banyak wilayah di Indonesia, dimana salah satunya ialah pulau Bali. Badan Pusat
Statistik (2013) mencatat jumlah difabel di Bali pada tahun 2012 ialah 16.135 jiwa.
Tunanetra merupakan salah satu difabel dengan jumlah yang cukup besar di Indonesia
dimana menurut Rigo (2013) jumlahnya sekitar 1,7 juta jiwa, sedangkan di Bali jumlahnya
pada tahun 2012 ialah 2213 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2013). Tunanetra merupakan istilah
yang digunakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang maknanya ialah tidak dapat
melihat (Murjoko, 2012). Pengertian lain mengenai tunanetra adalah keadaan dimana individu
2
2
memiliki hambatan dalam penglihatan atau indera penglihatan yang tidak berfungsi dengan
baik (Khusnia & Rahayu, 2010). Tidak berfungsinya indera penglihatan akan menghambat
individu dalam mencari informasi karena 80% informasi yang diperoleh manusia didapatkan
melalui indera penglihatan.
Tunanetra memiliki penyebab yang berbeda pada setiap individu, ada yang mengalami
sejak lahir atau dikenal dengan tunanetra bawaan, dan ada yang mengalami setelah lahir
karena faktor kecelakaan, bencana alam, sakit, atau hal lain dimana individu sudah memiki
pengalaman visual disebut sebagai tunanetra perolehan (Lukitasari, 2011). Menjadi
penyandang tunanetra memunculkan reaksi yang berbeda pada setiap individu. Kondisi ini
tidak mudah dijalani, terlebih jika terjadi saat individu menginjak usia remaja. Rosa (dalam
Fitryiah, 2012) menjelaskan bahwa penyandang tunanetra bawaan tetap merasa bahagia, dan
secara otomatis menerima kondisi yang dialami karena tidak merasa kehilangan apapun. Lebih
lanjut Lowenfeld (dalam Murjoko, 2012) mengatakan bahwa individu yang menjadi
penyandang tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja telah memiliki kesan-kesan
visual. Pada akhirnya kesan ini akan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi individu tersebut.
Seorang penyandang tunanetra di usia remaja tentu akan mengalami beberapa perubahan
yang signifikan, baik dari segi fisik maupun psikologis. Saat perubahan yang terjadi tidak
sesuai dengan keinginan, individu akan merasa rendah diri, kehilangan, dan tidak percaya diri
karena kondisi yang dialami berbeda dengan kondisi awal (Fitriyah, 2012). Perubahan ini juga
akan memunculkan reaksi dari dalam dan luar diri individu. Reaksi yang muncul dari dalam
diri adalah kurangnya rasa percaya diri, pesimis, ragu-ragu, dan khawatir saat menyampaikan
gagasan (Khusnia & Rahayu, 2010). Reaksi dari luar diri individu ialah masyarakat yang
menganggap tunanetra tidak berdaya, tidak mandiri, dan menyedihkan. Hal ini juga ditemukan
3
3
dari hasil wawancara dengan MT (23), yang mengatakan bahwa meski penyandang tunanetra
saat ini sudah banyak yang mandiri, tetapi tetap harus dibantu karena keterbatasan yang
dimiliki sehingga tidak sebebas orang normal. MT (2014) juga mengatakan bahwa
penyandang tunanetra terkadang sedikit merepotkan karena harus lebih diperhatikan dan
dituntun.
Perubahan yang terjadi karena menjadi penyandang tunanetra perolehan dialami oleh
seorang pemuda bernama Sikdam Hasim (26), guru bahasa Inggris dan juga pejuang hak-hak
penyandang disabilitas (Mendofra, 2016). Sikdam menjadi penyandang tunanetra perolehan
karena kecelakaan mobil hingga harus kehilangan indera penglihatan. Sikdam panik dan kaget
karena tidak dapat melihat sama sekali, dan juga memberontak karena takut dan cemas akan
kondisi yang dialami. Semakin hari fisik Sikdam semakin memburut, perasaan tertekan
membuat Sikdam kehilangan banyak berat badan. Banyak orang juga sudah mulai
membicarakan Sikdam dan keluarga sehingga saat itu Sikdam berpikir lebih baik mati dengan
meminum racun anti nyamuk.
“Semangat hidup saya hilang seiring dengan hilangnya penglihatan saya. Saya ingin mati
cepat, tapi tidak terlalu menyakitkan” (Mendofra, 2016)
Keinginan bunuh diri ini batal karena usaha ibu Sikdam melakukan pendekatan dan
selalu mendukung setiap saat. Ibu Sikdam mulai memperkenalkan Sikdam pada penyandang
disabilitas dan hal tersebut membuat Sikdam merasa memiliki semangat hidup lagi. Ibu
Sikdam mengingatkan Sikdam akan kelebihan yang dimiliki salah satunya kelebihan
berbahasa Inggris yang kemudian memberi harapan baru untuk kembali bangkit. Sikdam
memerlukan waktu sekitar setahun sebelum akhirnya kembali membuka diri dan mulai mau
mengambil aktivitas kembali.
4
4
Sikdam mulai mengajar anak SD dengan gratis, setelah berhasil kemudian Sikdam mulai
memasang tarif. Sikdam juga aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat dan mengikuti banyak
seminar serta bertemu dengan banyak penyandang disabilitas dari berbagai Negara. Sikdam
akhirnya mengajar bahasa Inggris di sebuah SMA di Jakarta, dan menjadi salah satu pejuang
hak bagi para penyandang disabilitas hingga berhasil mendapatkan penghargaan International
Award for Young People dari Pangeran Philip Duke of Edinburgh, suami Ratu Elizabeth II
dari Kerajaan Inggris.
Penyandang tunanetra perolehan berikutnya yang sukses dibidang yang digeluti ialah
Ritson Manyonyo (38), seorang instruktur komputer, memiliki perusahaan perkebunan, dan
juga pengurus yayasan Elsafan. Ritson kehilangan indera penglihatan ketika berada di bangku
kuliah karena penyakit saraf mata yang dialami (Pardede, 2012).
"Saya sudah putus asa. Saya hobi membaca. Waktu itu saya masih kuliah. Bahkan saya sudah
mau bunuh diri, saya sangat depresi. Saya dulu yang bisa bawa kendaraan sendiri, sejak buta
kemanapun harus dituntun" (Pardede, 2012)
“Untuk teman yang punya keterbatasan fisik, ingat, yang pertama perlu disadari
adalah sadarilah, terima keterbatasan itu sebagai takdir. Jangan mengasihani dan menjual
keterbatasan itu. Seberapapun beratnya keterbatasan yang kita miliki, kita harus mampu
mengalahkannya. Kita tidak boleh menjadikannya sebagai alasan untuk berhenti berjuang,"
(Pardede, 2012)
Semangat Ritson kembali bangkit setelah mengetahui seorang teman yang juga
tunanetra tetapi tetap bersemangat menjalani hidup. Dukungan dari keluarga merupakan hal
yang paling penting untuk kembali bangkit dan menerima keadaan hingga akhirnya Ritson
berjuang dan segera menyelesaikan kuliah yang sempat tertunda (Pardede, 2012).
Berdasarkan pemaparan di atas tergambar bahwa setiap individu yang menjadi
penyandang tunanetra perolehan melalui fase konflik karena kondisi yang dialami. Sulit bagi
individu untuk menerima kondisi yang berbeda dari keadaan sebelumnya, Ditengah
keterbatasan yang dimiliki, ternyata tidak menjadi sebuah alasan untuk menyerah dan berdiam
5
5
diri meratapi nasib. Ada hal-hal yang akhirnya membuat individu dengan tunanetra perolehan
akhirnya bangkit dan berjuang untuk mengembangkan diri dan meraih masa depan yang lebih
baik. Dukungan, kepercayaan serta adanya perasaan senasib dengan orang yang memiliki
keterbatasan yang sama menjadi salah satu pemicu semangat individu untuk bangkit.
Selain dukungan yang diterima individu, penerimaan akan diri sendiri dengan segala
kondisi tanpa menyalahkan siapapun, dan terus berusaha mengembangkan diri menjadi hal
penting yang harus diperhatikan. Penerimaan diri ini menjadi penting karena merupakan hal
yang paling mendasar ketika individu ingin sukses dan berdamai dengan keadaan yang ada
(Aritama, 2010). Sebagaimana pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa ketika remaja
difabel memiliki penerimaan diri yang tinggi akan memiliki penyesuaian diri yang tinggi
sehingga lebih mudah memahami kondisi diri sendiri dan mampu menerima kekurangan dan
kelebihan yang dimiliki (Putra, 2014).
Hurlock juga mengatakan dengan penerimaan diri, remaja akan memiliki penyesuaian
diri dan sosial yang lebih baik yang membuat seseorang menjadi sukses, bahagia, dan
memiliki kehidupan yang penuh makna (Ardani & Nasution, 2014). Penerimaan diri ini
merupakan sikap dalam memandang diri sendiri sebagaimana adanya dan memperlakukannya
secara baik disertai rasa senang serta bangga sambil terus mengusahakan kemajuannya
(Gea, Wulandari, & Babari, 2002). Hal ini tergambar melalui ungkapan Yohana dari media
sosial berikut ini :
"Sangat sulit untuk menerima perasaan dari bisa lihat ke enggak. Tapi saya
membesarkan diri, berlapang dada, menerima keadaan, dan kembali bersosialisasi
dengan teman-teman walaupun kondisi saya seperti ini" (Puspitarini M., 2013)
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus untuk
melihat bagaimana proses penerimaan diri remaja tunanetra perolehan hingga mampu untuk
bangkit dan menerima segala kondisi yang dialami.
6
6
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi fokus dalam
penelitian yang ingin dipaparkan dalam penelitian ini adalah “proses penerimaan diri difabel
dengan fokus remaja pada tunanetra perolehan”
C. Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Penelitian mengenai penerimaan diri remaja sebelumnya telah banyak dilakukan, namun
peneliti belum menemukan ada penelitian yang meneliti mengenai penerimaan diri remaja
difabel dengan tunanetra perolehan secara spesifik, khususnya di Bali. Berikut ini ialah daftar
penelitian terdahulu mengenai penerimaan diri dan juga tunanera. Penelitian pertama berjudul
“Penerimaan Diri Pada Remaja Penyandang Tunanetra di bina cacat netra Budi Mulya,
Malang” oleh Zulfa (2009). Persamaan penelitian yang diteliti oleh Zulfa dan yang peneliti
teliti ialah sama-sama meneliti mengenai penerimaan diri remaja tunanetra perolehan, dan juga
memiliki jumlah subjek yang sama yaitu 2 orang. Perbedaan antara kedua penelitian ini
terletak pada lokasi penelitian, dimana Zulfa melakukan penelitian di Bina Cacat Netra Budi
Mulya, Malang, dan peneliti melakukan penelitian di SLBA Driya Raba Denpasar, Bali.
Perbedaan kedua terletak pada cara pengumpulan data, Zulfa menggunakan hanya
menggunakan teknik wawancara, sementara peneliti menggunakan teknik wawancara dan juga
observasi.
Penelitian selanjutnya ialah “Penyesuaian Diri Remaja Tunanetra Perolehan” oleh
Lukitasari (2011). Persamaan antara penelitian Lukitasari dan peneliti ialah kedua penelitian
ini sama-sama meneliti mengenai remaja penyandang tunanetra perolehan. Persamaan
berikutnya terletak pada teknik analisa data yang digunakan yaitu tematik coding yang terdiri
dari 3 tahapan, yaitu open coding, axial coding, dan selective coding. Perbedaan kedua
7
7
penelitian ini adalah terletak pada aspek yang ingin diteliti. Lukitasari meneliti tentang
penyesuaian diri, sementara peneliti meneliti tentang penerimaan diri. Berikutnya “Konsep
Diri Pada Remaja Tunanetra Di YPAB (Yayasan Pendidikan Anak Buta) Surabaya” oleh
Fitriyah (2012). Persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama meneliti mengenai
remaja tunanetra perolehan dengan metode penelitian kualitatif dan pendekatan studi kasus.
Kedua penelitian ini juga sama-sama menggunakan 2 orang dalam subjek penelitian yang
dilakukan dan menggunakan teknik pengambilan data wawancara dan observasi. Perbedaan
kedua penelitian ini terletak pada aspek yang ingin diteliti. Fitriyah berfokus pada konsep diri,
dan peneliti berfokus kepada penerimaan diri. Lokasi pelaksanaan penelitian juga berbeda
dimana Fitriyah melakukan penelitian di YPAB (Yayasan Pendidikan Anak Buta), Surabaya
dan peneliti melakukan penelitian di SLBA Driya Raba Denpasar, Bali.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, terlihat bahwa penelitian
mengenai penerimaan diri remaja tunanetra perolehan masih sedikit dilakukan. Penelitian
mengenai penerimaan diri remaja difabel dengan fokus tunanetra perolehan ini masih belum
pernah dilakukan di Bali sebelumnya sehingga keaslian penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan.
D. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis secara mendalam
mengenai proses penerimaan diri pada remaja difabel terutama remaja penyandang tunanetra
perolehan.
8
8
E. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan juga secara
praktis seperti berikut
1. Manfaat teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemikiran akademik dalam
perkembangan ilmu psikologi perkembangan dan sosial mengenai penerimaan diri pada
remaja difabel khususnya pada remaja yang mengalami tunanetra perolehan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang
ingin melakukan penelitian serupa dengan mengembang aspek penelitian agar
mendapatkan hasil yang lebih mendalam.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi penyandang tunanetra untuk
dapat menerima diri sendiri dengan semua kondisi yang dialami agar mampu untuk tetap
berjuang dan mengembangkan kelebihan yang dimiliki.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi orangtua dan
masyarakat mengenai gambaran perkembangan remaja tunanetra, sehingga mampu
memahami bagaimana peran dan dukungan yang harus diambil dalam proses mendidik
dan mendampingi penyandang tunanetra.
c. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan masukan bagi lembaga
pendidikan dan lembaga pemerintahan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan difabel
terlebih penyandang tunanetra misalnya dalam hal fasilitas umum dan juga pendidikan
yang memadai.