ii. kajian teoritis, kerangka pikir, dan …digilib.unila.ac.id/20139/4/bab ii.pdfmenurut borg and...
TRANSCRIPT
II. KAJIAN TEORITIS, KERANGKA PIKIR,
DAN ASUMSI PEMGEMBANGAN
2.1 Teknologi Pembelajaran
Association for Educational Communication and Technology (AECT) dengan
paradigma 1994 mendefinisikan bahwa ”instructional technology is the theory
and practice of design, development, utilization, management and evaluation of
process and resources for learning.” (Seel and Richey, 1994:10). Definisi tersebut
didasarkan atas lima kawasan yang menjadi kajian teknologi pembelajaran, yaitu
kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan
pengeloaan, dan kawasan evaluasi. Meskipun tiap kawasan berdiri sendiri tetapi
dalam memberikan sumbangan pada teori dan praktik yang menjadi landasan
profesi, kelima kawasan tersebut pada hakekatnya saling berkaitan. Lima
kawasan teknologi pembelajaran secara lengkap terdapat pada gambar 1.
Hubungan antar kawasan yang terdapat pada gambar 1 tidak linier. Gambar
kawasan teknologi pembelajaran merupakan rangkuman tentang wilayah utama
yang merupakan dasar pengetahuan bagi setiap kawasan. Hubungan antara kelima
kawasan tersebut bersifat sinergistik yang terlihat pada gambar 2.
10
Teknologi Cetak
Teknologi Audio Visual
Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi Terpadu
PENGEMBANGAN
Pemanfaatan Media
Difusi Innovasi
Implementasi dan
Instraksionalisasi
Kebijakan dan Regilulasi
PEMANFAATAN
Desain Sistem
Pembelajaran
Desain Pesan
Strategi
Pembelajaran
Karakteristik
Pembelajar
DESAIN
Analisis Masalah
Pengukuran Acuan Patokan
Evaluasi Formatif
Evaluasi Sumatif
PENILAIAN
Manajemen Proyek
Manajemen Sumber
Manajemen Sistem
Penyampaian
Manajemen Informasi
PENGELOLAAN
Gambar 1
Kawasan Teknologi Pembelajaran
(Seels dan Richey, 1994:28)
Gambar 2
Hubungan Antar Kawasan Dalam
Bidang (Seels dan Richey, 1994:29)
11
2.2 Kawasan Pengembangan
Pengembangan merupakan salah satu kawasan teknologi pembelajaran yang
mempunyai definisi sebagai proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam
bentuk fisiknya (Seels and Richey, 1994:35). Pada kawasan pengembangan,
spesifikasi desain pembelajaran mencakup berbagai variasi teknologi yang
diterapkan, hingga menjadi desain pembelajaran. Akan tetapi, variasi
berhubungan secara kompleks dengan teori yang mengendalikan desain pesan,
kemanfaatan, penataan, dan evaluasinya. Seels dan Rechey, (1994: 11)
menjelaskan bahwa ”di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang
kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun
strategi pembelajaran. Pada dasarnya pengembangan dapat dijelaskan dengan
adanya pesan: pesan yang didorong oleh isi; strategi pembelajaran yang didorong
oleh teori; dan manifestasi fisik dari teknologi-perangkat keras, perangkat lunak
dan bahan pembelajaran.”
Dengan demikian pengembangan pada dasarnya dapat dideskripsikan dengan
pesan yang dikendalikan dengan desain menjadi desain pesan. Pengembangan
desain pesan sebagai setrategi pembelajaran dikendalikan oleh teori dan
kemanfaatannya serta kesemuanya memerlukan penataan dan evaluasi.
Manifestasi teknologi hasil pengembangan ini secara fisik berupa bahan
instruksional mata kuliah bahasa Inggris yang berisi pesan bahasa yang akan
dipelajari.
12
2.3 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
2.3.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Borg and
Gall
Penelitian Pendidikan dan pengembangan disebut juga dengan Edudcational
Research and Development (R & D) merupakan proses pengembangan dan
validasi suatu produk pendidikan seperti; material (silabus, buku teks, petunjuk
instruksional) dan prosedur and proses (metode pengajaran atau metode
instruksional) (Borg and Gall . 1983: 172) . R and D terdiri dari tahapan
penelitian (cycle) dimana suatu produk itu dikembangankan (developed),
diujicobakan di lapangan (field-tested), dan direfisi (revised) berdasarkan data-
data uji coba di lapangan.
Menurut Borg and Gall (1983: 775) setidaknya ada 10 tahapan (cycles) dalam R
& D yaitu: 1) Penelitian dan pengumpulan informasi, 2) Perencanaan,
3) Pengembangan produk awal , 4) Uji coba Produk, 5) Revisi produk, 6) Uji
Coba produk hasil revisi, 7) Revisi produk operasional, 8) Uji operasional produk,
9) Revisi terakhir produk, dan 10) Impementasi dan desiminasi.
a. Memilih Produk Pengembangan (Product selection)
Sebelum melakukan Reseach & Development perlu mendiskripsikan secara
spesifik mungkin produk pendidikan apa yang akan dikembangkan. Diskripsi
termasuk di dalamnya adalah:
1. Seluruh diskripsi produk yang diusulkan dalam bentuk narasi.
2. Garis besar yang bersifat tentatif yang memuat produk apa saja dan bagai
13
mana akan digunakan, penting dan tidaknya suatu produk.
3. Pernyataan yang spesifik dari tujuan untuk apa suatu produk dibuat atau
dikembangkan.
Suatu pengembangan produk harus mampu menjawab hal-hal seperti; apakah
tujuan pembuatan produk memang benar-benar diperlukan, apakan sumber daya
dan sumber dana memungkinkan, apakah personel yang mempunyai keahlian dan
pengalaman memadai dan menganggap perlu adanya pengembangan produk, dan
apakah suatu produk dapat dibaut dan dikembangan dengan waktu yang cukup.
b. Penelusuran Literatur (Literature Review)
Penelusuran literatur bertujuan untuk menggali informasi dan penemuan
penelitian lain yang mendukung rencana pengembangan. Pada penelitian terapan
(applied research), menelusuri literatur bertujuan untuk mengumpulkan
informasi/ keterangan atau pengetahuan tentang hal-hal (area) yang menjadi
objek penelitian pengembangan. Peneliti harus juga memikirkan bagaimana
pengetahuan tersebut diterapkan ke dalam wujud produk yang akan dibuat.
Interview dan pengamatan langsung sangat berguna dalam melengkapi koleksi
data dan informasi penelusuran literatur
c. Perencanaan (Planning)
Hal paling penting dalam hal perencanaan pada R & D adalah pernyataan tujuan
khusus (spesific objective) yang hendak dicapai atas produk yang akan
dikembangkan. Tujuan merupakan dasar (bases) dalam pengembangan program
instruksional asalkan tujuan tersebut dapat diujicobakan di lapangan hingga
14
mencapai tujuan yang harapkan. Selain tujuan dalam perencanaan estimasi atau
perkiraan biaya, sumber daya manusia, dan waktu yang digunakan adalah hal
penting yang tidak boleh diabaikan. Perencanaan yang baik akan membantu
peneliti menghindari pekerjaan, dana, dan waktu yang tidak efektif atau boros saat
pelakukan Research & Development.
d. Pengembangan Produk Awal (Preliminary Form of The Product)
Langkah selanjutnya setelah menyelesaikan rencana penelitan adalah
mengembangkan produk yang dapat diujicobakan di lapangan. Tahap awal
pengembangan prinsip paling penting adalah menyusun (to structure) produk
dimana memungkinkan untuk diberi umpan balik (feed back) saat diujicobakan.
Oleh sebab itu dalam tahap awal pengembangan produk harus banyak
menyertakan prosedur evaluasi lebih banyak dari pada tahap akhir produk.
Tahap pengembangan produk yang kelihatanya sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan, sebenarnya sangat rumit dalam merealisasikan. Hal itu terjadi
karena umumnya pada tahap awal pengembangan produk pada pengembang
banyak melakukan kesalahan dan langsung mengadakan perbaikan produk baru.
Oleh sebab itu sebelum mengujicobakan produk awal, para pengembang harus
bekerja keras dalam menyiapkan produk secara lengkap.
e. Ujicoba Awal dan Revisi Produk (Preliminary Field Test and Product
Revision)
Tujuan melakukan ujicoba tahap awal produk adalah untuk mengevaluasi secara
kualitatif produk pengembangan yang telah dibuat. Hal tersebut dilakukan hampir
15
setiap tahapan peneliatan R & D (Research & Development). Oleh sebab itu
dalam mengujicobakan suatu produk pengembangan harus tepat sasaran baik
orang maupun tempatnya. Tempat uji coba awal harus mewakili tempat dimana
produk hasil pengembangan akan digunakan nantinya. Adapun jumlah subjek
dalam ujicoba awal sedikit antara 6 -12 orang (kelompok kecil) di 1 -3 sekolah.
Kelompok kecil tersebut harus mewakili kelompok besar secara karakternya.
Instrumen observasi dan kuisioner diberikan saat ujicoba awal. Hasil
pengumpulan data observasi dan kuisioner dianalisis untuk tujuan revisi produk
pengembangan tahap awal.
f. Ujicoba Lapangan dan Revisi Produk (Main Field Test and Product
Revision)
Dilakukannya uji coba di lapangan pada R & D (Research & Development )
bertujuan untuk mengetahui apakah produk pengembangan benar-benar sesuai
dengan tujuan (objective) pengembangan produk itu sendiri. Pada tahapan ujicoba
ini subjek yang dilibatkan lebih banyak dari pada tahap awal uji coba. Misalnya
30 sampai 100 subjek di 5-15 sekolah, ini lebih besar dibandingkan tahap ujicoba
awal yang hanya melibatkan 6-12 orang (kelompok kecil) di 1 -3 sekolah.
Mengacu pada tujuan uji coba lapangan diatas maka interview, observasi dan
pemberian kuisioner tetap dilakukan. Hasil interview, observasi dan kuisioner
dianalisis untuk dijadikan pertimbangan revisi produk pengembangan yang lebih
baik. Apabila hasil analisis berkesimpulan bahwa produk tidak dapat memenuhi
(match) dengan tujuan yang digariskan maka perlu direvisi kembali dan
16
diujicobakan dan direvisi secara terus menerus hingga mencapai tujuan minimal
yang telah ditetapkan dalam pengembangan produk.
g. Ujicoba Operasional Produk dan Revisi Terakhir (Operational Field
Test and Final Revision)
Ujicoba operasional produk bertujuan untuk mengetahui apakah produk yang
telah direvisi benar-benar telah siap dipakai di sekolah atau institusi tanpa
kehadiran pengembang produk atau stafnya. Oleh sebab itu produk harus betul-
betul lengkap dan telah diujicobakan. Dalam praktiknya ujicoba operasional
produk benar-benar mencerminkan kegiatan yang biasa terjadi (reguler) dimana
segala kegiatan atau aktifitas diatur oleh guru/staf yang menggunakan produk
tersebut.
Pengumpulan data dan informasi melalui interview dan kuisioner tetap dilakukan
pada tahapan ini. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah produk benar-
benar komplit dan secara operasional dapat dikatakan efektif dan efisien.
Interview untuk mengumpulkan informasi difokuskan pada kegagalan dimana
sebagian produk tidak dapat degunakan sebagaimana harusnya.
Setelah data dan informasi tentang penggunaan produk secara operasional
diperoleh, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan
menjadikanya bahan pertimbangan dalam membuat revisi terakhir produk
pengembangan. Setelah revisi dilakukan produk diperbanyak secara masal untuk
digunakan secara luas.
17
h. Desiminasi dan Implemtasi (Desimination and Implementation)
Penelitian dan pengembangan atau R & D memang diakui sangat memakan waktu
yang tidak sedikit dan menelan banyak biaya. Desiminasi merupakan suatu proses
dimana pengembang produk membantu penggunanya dalam menggunakan produk
tersebut. Sedangkan implementasi merupakan proses yang mana pengembang
memberikan bantuan kepada pengadopsi produk R & D seperti apa yang
dikehendaki oleh pengembang.
Tahapan ini jarang dilakukan oleh para ilmuan dalam melakukan R & D sejak
tahun 1970an mengingat perhatian penelitan R & D sekarang lebih mengacu pada
konseptualisasi dan pengembangan produk kurikulum bersekala besar. (Borg and
Gall. 1983: 787)
2.3.2 MPI (Model Pengembangan Instruksional)
Model Pengembangan Instruksional (MPI) memiliki kelebihan sebagai berikut:
dimulai dengan langkah-langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan
menulis tujuan instruksional umum, dilanjutkan dengan melakukan analisis
instruksional dan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal mahasiswa.
Langkah-langkah awal yang ditempuh tersebut sangat berperan dalam sebuah
upaya pengembangan bahan instruksional yang sudah atau pun yang belum
memiliki kurikulum. Model pengembangan Instruksional (MPI) cocok digunakan
untuk mengembangkan satu mata kuliah atau pelatihan secara sistematis. Selain
itu, model ini memiliki kesederhanaan dalam konsep, prinsip dan prosedur
sehingga mudah untuk diikuti.
18
Gambar 3. Model pengembangan instruksional (MPI)
(dalam Suparman, 2001: 13)
2.3.3 Model ADDIE
Model ADDIE adalah model pengembangan instruksional (instructional system
design /ISD) yang diawali dengan langkah menganalisis (analysis), membuat
desain (design), mengembangkan desain (development), menerapkan
(implementation) dan mengevaluasi (evaluation). Dibandingkan dengan model
lain model ADDIE sangat menghemat waktu dan dana mengingat bila masalah
ditemukan mudah dicarikan pemecahanya serta mudah pula diperbaiki baik saat
melakukan maupun sesudah pemgembangan.
Gambar 4. Model pengembangan instruksional (ADDIE)
1) Identifikasi
kebutuhan
instruksional
dan menulis
tujuan
instruksional
umum (TIU)
2) Melakukan
analisis
intruksional
3) Mengi
dentifikasi
perilaku dan
karakteristik
awal mhs
4)menulis tujuan
instruksional
khusus (TIK)
8) Menyu-
sun desain
dan me-
laksanakan
evaluasi
formatif
9) Sistem
instruksional
6) Menyusun
strategi
instruksional
7) Menge-
mbangkan
bahan in-
struksional
5) Menulis
tes acuan
patokan
Feedback
Feedback
Analysis
Design
Development
Implement
ation
Evaluation
Evaluation
19
2.3.4 Model Dick and Carey
Model ini diperkenalkan oleh Walter Dick and Lou Carey tahun 1978 dalam
bukunya yang berjudul The Systematic Design of Instruction. Dick and Carey
memberikan kontribusi yang besar dalam bidang desain intruksional. Menurut
Dick and Carey (1978) komponen seperti instruktur, siswa, material, aktifitas
instruksional, sistem penyampaian, belajar dan lingkungan saling berhubungan
satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan belajar (learning outcomes).
According to Dick and Carey, "Components such as the instructor, learners,
materials, instructional activities, delivery system, and learning and performance
environments interact with each other and work together to bring about the
desired student learning outcomes"
Komponen yang saling berhubungan tersebut adalah;
1. Mengidentifikasi tujuan instruksional (identify Instructional goal)
2. Melakukan analisis instruksional (conduct Instructional analysis)
3. Menganalisis siswa dan konteks (analyze learners and contexts)
4. Menulis tujuan (write performance objectives)
5. Mengembangkan instrumen (develop assessment instruments)
6. Mengembangkan strategi instrusional (develop instructional strategy)
7. Mengembangkan dan memilih materi instrusional (develop and select
instructional materials)
8. Membuat dan melakukan evaluasi formatif terhadap materi instruksional
(design and conduct formative evaluation of instruction)
9. Merevisi instruksional (fevise instruction)
10. Membuat dan melakukan evaluasi sumatif (design and conduct summative
evaluation)
20
Gambar 5. Model Dick and Carey
2.4 Pembelajaran dan Penguasaan Bahasa Inggris
Bahasa merupakan bagian yang begitu penting dalam kehidupan manusia, hingga
tidak dapat dibayangkan suatu kehidupan tanpa adanya bahasa. Bahasa tidak
sekedar dalam ucapan saja, tetapi dalam pikiran pun kita menggunakan bahasa.
Kehidupan modern dan kemajuan ilmu dan teknologi memaksa kita untuk tidak
hanya menguasai bahasa nasional saja yaitu Indonesia tetapi tak kalah penting
adalah menguasa bahasa asing khususnya bahasa Inggris.
Bahasa Inggris sebagai bahasa asing (foreign language) telah diajarkan dari
tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tujuan pembelajaran bahasa
Inggris adalah memberikan bekal kemampuan berkomunikasi dalam bahasa
Inggris secara aktif yang umumnya mencakup empat ketrampilan berbahasa yaitu
berbicara (speaking), mendengar (listening), membaca (reading) dan menulis
(writing).
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan.
Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran,
1) Identify
instructional
Goal(s)
2) Conduct
Instructional
Analysis
3) Analysis
learners and
contexts
4) Menulis
tujuan
instrusional
7) Develop
and Select
Instructional
Material
8) Design
and conduct
formatif
evaluation of
isntruction
5) Develop
Assesment
Instruments
6) Develop
Instructional
Strategy
Revise
Instruction
9) Design
and Conduct
summative
evaluation
21
perasaan serta mengembangkan bahasa Inggris ilmu pengetahuan, teknologi, dan
budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam
pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana.
Dalam konteks pendidikan, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk
berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi, dan dalam konteks sehari-
hari, sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar informasi serta
menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris.
Mata kuliah bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam
bentuk lisan dan tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan
(listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
2. Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris
sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar.
3. Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antar bahasa dan
budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian mahasiswa
memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
Ruang lingkup mata kuliah Bahasa Inggris meliputi; 1) keterampilan berbahasa,
yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan
menulis (writing); 2) kompetensi yang meliputi kompetensi tindak bahasa,
linguistik (kebahasaan), sosiokultural, strategi, dan kompetensi wacana; 3)
pengembangan sikap yang positif terhadap bahasa Inggris sebagai alat
komunikasi.
22
2.5 Pembelajaran Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi
Pembelajaran bahasa Inggris di perguruan tinggi (PT) di Indonesia dikelompokan
ke dalam mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) yang bertujuan untuk
pengembangan manusia Indonesia yang beriman and bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri
serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
(Kepmendiknas. No.232. 2000).
Politeknik Negeri Lampung (Polinela) sebagai lembaga pendidikan tinggi vokasi
(vocational higher education) dan pendidikan profesional bertujuan untuk
menyiapkan perserta didik atau mahasiswa menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan profesional dalam menerapkan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunanya
untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya budaya
nasional (Kepmendiknas. No.232. 2000).
Polinela sebagai lembaga pendidikan vokasi bertujuan mempersiapkan lulusannya
dengan berbagai bekal ilmu (knowledge), keterampilan (skills) dan akhlak
(attitude). Untuk menghasilkan lulusan yang cerdas, kreatif, dan kompetitif
proses belajar mengajar (PBM) harus berkualitas. Selain membekali pengetahuan,
keterampilan dan attitude yang baik bagi mahasiswa dibekali keterampilan
tambahan seperti komputer dan bahasa asing yang sangat diperlukan di era
persaingan kerja.
23
Pengajaran bahasa Inggris di hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia
umumnya diselenggarakan dalam bentuk mata kuliah umum (MKU) dengan
jumlah mahasiswa 30 hingga 100 orang. Dalam mengikuti kuliah bahasa Inggris
mahasiswa dikelompokan menurut program studinya (PS) atapun jurusan. Hal ini
dilakukan mengingat keterbatasan ruang belajar, fasilitas dan jumlah dosen bahasa
Inggris yang jumlahnya tidak memadai.
2.6 Pendekatan, Metode dan Teknik Pengajaran Bahasa Inggris
Pengajaran bahasa Inggris setelah perang dunia pertama banyak mengalami
perubahan dari mulai pendekatan, metodologinya dan teknik-teknik
pengajarannya. Pendekatan bahasa (linguistic approach) adalah seperangkat
asumsi mengenai sifat alami bahasa, belajar dan pengajaran. Metode merupakan
diskripsi seluruh perencanaan yang sistematik bagaimana bahasa diajarkan sesuai
pendekatan yang diambil. Sedangkan teknik adalah aktifitas khusus atau spesifik
yang dimanifestasikan di kelas sesuai dengan metode dan pendekatan pengajaran
bahasa (Brown, 2001. 14).
2.6.1 Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris
Pendekatan pembelajaran mata kuliah bahasa Inggris (approach to language
teaching) sangat menentukan keberhasilan dalam meningkatkan penguasaan
bahasa Inggris. Banyak pendekatan pengajaran bahasa yang telah diterapkan
dalam peningkatan penguasaan bahasa Inggris antara lain; grammar translation
approach, aural oral approach, structural approach, communicative approach,
task-based approach dan lexical approach.
24
2.6.1.1 Grammar Translation Approach
Pendekatan ini adalah pendekatan pembelajaran bahasa Inggris yang paling tua.
Di pertengahan abad ke-19 para ahli bahasa berpendapat bahwa bahasa
merupakan kumpulan tata bahasa (a set of grammar). Para ahli menggolongkan ke
dalam grammar translation karena dalam pembelajarrannya banyak melakukan
latihan-latihan grammar atau tata bahasa dan diterjemahkan dalam bahasa pertama
(first language). Mereka percaya bahwa cara belajar bahasa para siswa adalah
dengan mempelajari pola-pola bahasa dan menterjemahkannya dalam bahasa
mereka.
2.6.1.2 Aural Oral Approach
Di Amerika pendekatan aural oral merupakan pendekatan paling tua dalam
pengajaran bahasa Inggris. Aural artinya mendengar dan oral artinya berbicara.
Para ahli bahasa saat itu percaya bahwa bahasa merupakan komunikasi lisan (oral
communication). Para siswa belajar bahasa dengan cara mendengarkan dan
menirukan kata, prase atau kalimat yang diucapkan oleh penutur aslinya (native
speaker) dengan keras baik secara individu maupun kelompok. Aktifitas ini
dilakukan secara terus menerus hingga para siswa mampu mengucapkan kata,
prase atau kalimat dengan benar seperti penutur asli baik pengucapan, intonasi
maupun logat (accent) bahasa.
2.6.1.3 Structural Approach
Para ahli bahasa berpendapat bahwa bahasa merupakan struktur sistem tata bahasa
yang memuat sub-sub sistem tata bahasa. Jika dianalisa bahasa terdiri dari
kalimat, kalimat terdiri dari kata, dan kata terdiri dari suara. Para ahli percaya
25
bahwa siswa (learners) harus mempelajari bahasa berdasarkan pada perbedaan
antara struktur tata bahasa yang dipelajari (target language) dengan bahasa ibu
(mother language).
2.6.1.4 Communicative Approach
Pendekatan ini mulai dikenal sejak tahun 1980an. Para ahli bahasa percaya bahwa
fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi (means of
communication). Penekanan pendekatan dalam pengajaran adalah bagaimana
siswa mampu untuk menggunakan fungsi bahasa yaitu berkomunikasi.
Pendekatan ini muncul karena ketidakpuasan hasil belajar bahasa asing dengan
menggunakan audio-lingual dan grammar-translation method. Para ahli bahasa
beranggapan bahwa siswa tidak belajar secara realistis. Mereka tidak tahu
bagaimana berkomunikasi secara tepat yang susuai dengan kultur sosial (social
culture) , bahasa tubuh (gestures) dan ekspresi bahasa (expressions). Dengan
menggunakan pendekatan ini siswa dapat berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa asing serara rill.
2.6.1.5 Natural Approach
Pendekatan pengajaran bahasa ini dikembangkan oleh Krashen’s dan Terrell
(1983) dimana keduanya berpendapat bahwa pembelajar bahasa akan berhasil bila
belajar dengan rileks di dalam kelas. Pendekatan ini lebih memfokuskan pada
kemampuan berkomunikasi secara personal (personal communication) seperti
percakapan sehari hari yang sesuai dengan situasi, berbelanja, mendengarkan
radio dan lain-lain.
26
Setidaknya ada tiga tahapan dalam pendekatan ini pertama, pra produksi
(preproduction) yang mengembangkan ketrampilan mendengarkan. Kedua, awal
produksi (early production) yang ditandai dengan berbagai kesalahan (error)
dalam mengucapkan bahasa. Pada tahapan ini guru memfokuskan pada makna
(meaning) bukan pada kesalahan yang dibuat siswa. Ketiga, pengembangan
produksi bahasa (extending production) dimana siswa belajar menggunakan
bahasa dalam bentuk game, bermain peran (role play), dialog, diskusi, dan
kelampok kecil.
2.6.1.6 Lexical Approach
Pendekatan ini dipopulerkan oleh Michael Lewis. Ia berpendapat bahwa bahasa
bukanlah berisi grammar dan kosa kata saja tetapi berupa bermacam-macam
bagian kata (multi-word prefabricated chunk). Dengan menggunakan pendekatan
lexical (penguasaan kosa kata), siswa diajarkan untuk mengetahui makna kata,
frase atau ucapan sehingga mampu mengunakan bahasa yang dipelajari untuk
berkomunikasi secara aktif.
2.6.2 Metode Pembelajaran Bahasa Inggris
Keberhasilan dalam pengajaran sangat tergantung pada kesempurnaan metode
pengajaran yang diterapkan. Banyak metode pengajaran bahasa telah digunakan
untuk peningkatan penguasaan bahasa Inggris. Metode tersebut antara lain;
2.6.2.1 Grammar Translation Method
Grammar Translation Method yang disingkat GTM disebut-sebut sebagai metode
paling tua dan paling klasik (classical method) dalam pembelajaran bahasa asing
27
(Brown, H Douglas. 2001:18). Metode GTM dikembangkan dengan tujuan untuk
membantu para siswa membaca dan menterjemahkan berbagai literatur kuno.
Mereka berkeyakinan bahwa dengan mengajarkan tata bahasa (grammar), siswa
akan mampu membiasakan diri (familiar) untuk berbicara dan menulis bahasa
asing yang diajarkan.
Karakteristik yang menonjol dari metode GTM adalah :
1. Bahasa pengantar di kelas adalah bahasa ibu, dan sedikit bahasa asing
yang akan dipelajari.
2. Mengajarkan banyak kosa kata dalam bentuk daftar kata.
3. Memberikan penjelasan yang detail dan panjang tentang tata bahasa
(grammar).
4. Pengajaran tata bahasa dilengkapi dengan peraturan bagaimana meletakan
kata secara bersama dengan memfokuskan pada pola dan perubahannya.
5. Membaca teks yang sulit didahulukan.
6. Sedikit memperhatikan isi teks bacaan karena lebih menitikberatkan pada
analisa tata bahasa (grammar analysis).
7. Sering latihan mengulang ulang (drilling) dalam menterjemahkan kalimat
bahasa asing yang dipelajari ke dalam bahasa ibu.
8. Sedikit memperhatikan dalam pelafalan kata (pronunciation).
2.6.2.2 Direct Method
Dasar pemikiaran dari metode ini adalah bahwa pembelajaran bahasa kedua
(second language) harus seperti belajar bahasa ibu (first language). Direct method
28
(metode langsung) memasukan interaksi lisan (oral interaction), sepontanitas
penggunaan bahasa, tidak menterjemahkan bahasa kedua ataupun bahasa ibu dan
sedikit bahkan tidak membahas tentang tata bahasa (grammar rules). Prinsip
direct metode menurut Brown (2001:21) sebagai berikut:
1. Instruksi diberikan dalam bahasa asing.
2. Hanya kosa kata sehari-hari yang diajarkan.
3. Ketrampilan berkomunikasi secara lisan dibangun dengan hati-hati
menggunakan teknik guru bertanya dan siswa menjawab.
4. Tata bahasa (grammar) diajarkan dari hal yang khusus ke umum
(deductively).
5. Poin penting dalam pembelajaran dilakukan dengan memberikan model
dan praktik.
6. Kosa kata yang bersifat konkret diajarkan melalui demonstrasi, objek dan
gambar sedangkan yang bersifat abstrak diajarkan dengan cara
mengasosiasikan ide-ide.
7. Ketrampilan berpidato dan memahami bacaan diajarkan.
8. Pelafalan secara benar dan tata bahasa ditekankan.
2.6.2.3 Audiolingual Method
Metode audiolingual (ALM) disebut juga sebagai metode tentara (army method)
karena dikembangkan pada program khusus bagi tentara Amerika saat perang
dunia ke II yaitu ASTP (Army Specialized Training Program). Dalam metode ini
interaksi lisan sangat ditekankan dalam bentuk drilling (mengulang-ulang) dan
praktik percakapan.
29
Karakteristik dari ALM menurut Prator dan Celce-Murcia (1979) dalam Brown
(2001:23) adalah sebagai berikut:
1. Materi baru disajikan dalam bentuk dialog.
2. Ketergantungan pada menirukan (mimicry) dan mengingat (memorization)
frase pada saat belajar.
3. Tata bahasa diajarkan berurutan dengan cara membandingkan perbedaanya
dan diajarkan pada saat bersamaan atau satu waktu.
4. Pola tata bahasa diajarkan dengan menggunakan pengulangan (repetitive
drills).
5. Sedikit bahkan tidak ada penjelasan tentang tata bahasa. Grammar
diajarkan dengan cara analogi hal umum.
6. Kosa kata diajarkan terbatas pada saat pelafalan.
7. Banyak menggunakan tape, lab bahasa dan alat media visual.
8. Hal penting adalah menyantelkan pelafalan kata
9. Keberhasilan merespon adalah penguatan langsung .
10. Penggunaan bahasa ibu oleh guru sangat sedikit yang diperbolehkan.
11. Sedikit kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
2.6.2.4 Community Language Learning
Community Language Learning (CLL) adalah suatu pendekatan dimana siswa
belajar bersama untuk mengembangkan aspek bahasa yang ingin mereka pelajari.
CLL dikembangkan oleh Charles (1972) seorang profesor di bidang phisikologi
dari universitas Loyola. Dalam metode ini terbagi menjadi dua peran utama yaitu
guru (teacher/knower) dan siswa (learner). Metode ini juga desebut bimbingan
konseling (councelling-Learning) karena guru berperan sebagai pembimbing
(councellor) dan murid sebagai klien (client). Atau dengan kata lain Guru
30
mempunyai peran sebagai pembimbing (counceller) dan pengurai kata
(paaraphraser) sedangkan siswa sebagai teman kerjasama (collaborator).
Setidaknya ada 5 langkah dalam mengembangkan metode ini yaitu:
1. Membangun perasaan aman dan rasa memiliki,
2. Saat kemampuan siswa bertambah, siswa dapat mencapai kemandirian,
3. Siswa dapat berbicara secara bebas (independently),
4. Siswa merasa cukup aman dan nyaman untuk menerima kritik dan koreksi,
5. Siswa anak-anak/remaja menjadi dewasa dan berpengetahuan.
2.6.2.5 Suggestopedia
Suggestopedia adalah metode pengajaran yang dikembangkan oleh Lozanov
(1970) seorang psykoterapi dari Bulgaria. Metode ini telah dikembangkan
diberbagai bidang keilmuan tetapi yang paling populer dibidang pemelajaran
bahasa asing. Lozanov mengklaim bahwa dengan menggunakan metode yang ia
kembangkan seseorang dapat mengajar bahasa dengan tingkat keberhasilan tiga
sampai lima kali dibandingkan metode konvensional.
Fisik lingkungan dan atmosfer di dalam kelas merupakan faktor utama untuk
membuat siswa merasa nyaman dan percaya diri. Penggunaan berbagai variasi
teknik pengajaran seperti seni dan musik juga bertujuan untuk mendukung
terciptanya rasa nyaman siswa dalam belajar. Ada tiga fase yang dikembangkan
dalam metode suggestopedia yaitu:
31
1. Deciphering (penjelasan) adalah tahapan dimana guru memperkenalkan
tata bahasa dan kosa kata atau istilah (lexis) dari materi yang diajarkan
kepada siswa.
2. Concert session (aktif dan pasif) yaitu sesi aktif, guru membaca teks pada
kecepatan normal, terkadang melantunkan beberapa kata, dan siswa
mengikutinya. Sesi pasif siswa rileks dan mendengarkan bacaan guru
dengan tenang dan musik menjadi background.
Elaboration adalah siswa menyelesaikan apa yang mereka telah pelajari dalam
bentuk drama, lagu dan permainan atau games.
2.6.2.6 Silent Way
Silent way seperti halnya suggestopedia lebih memfokuskan kemampuan kognitif
dari pada afektifnya. Metode in didasari pada pendekatan problem solving
(pemecahan masalah) dalam belajar. Richards and Rogers (1986) dalam Brown H
Douglas (2001:28) membuat kesimpulan tentang teori belajar yang melatar
belakangi metode silent way yaitu:
1. Belajar dapat terfasilitasi bila siswa menemukan atau membuat tidak
hanya sekedar mengingat dan mengulang apa yang dipelajari.
2. Belajar dapat terfasilitasi dan berhasil bila disertakan objek media
fisiknya.
3. Belajar dapat terfasilitasi dengan pemecahan masalah (problem solving)
yang disertakan atau dimasukan kedalam materi yang dipelajari.
Metode silent way ditandai dengan prosedur penemuan belajar (discovery
learning). Gattegno dalam Brown (2001:29) menyatakan bahwa siswa harus
32
mengembangkan kemandirian, otonomi, dan tanggung jawab. Pada waktu yang
bersamaan siswa juga harus bekerjasama dengan siswa lain dalam memecahkan
permasalahan belajar bahasa. Guru yang memberi stimulus (stimutator) lebih
banyak diam (silent) sehingga metode ini disebut silent way.
2.6.2.7 Total Physical Response (TPR)
Guru bahasa secara intuitif telah mengenal bagaimana bahasa sangat berhubungan
(association) dengan aktifitas fisik. James (1977) mengembangkan pembelajaran
bahasa berdarkan ide tersebut yaitu Total Physical Response atau TPR (respon
bahasa secara fisik). Untuk mengembangkan metode TPR James juga memasukan
konsep perolehan bahasa pada anak. Ia percaya bahwa proses belajar harus
banyak melakukan kegiatan membaca dan mendengarkan.
Metode ini otak kanan mempunyai peran penting sebagai sumber dan motor suatu
aktifitas.
Kegiatan siswa dalam kelas dengan menggunakan metode TPR banyak
melakukan aktifitas mendengarkan (listening) dan akting. Guru sebagai sutradara
dalam pertunjukan dan siswa sebagai aktornya. Kegiatan semacam ini dinyakini
dapat mengurang stress siswa dan dapat mendorong siswa belajar.
2.6.2.8 Communicative Language Teaching
Metode Communicative Language Teaching (CLT) berkembang tahun 1970 -
1980. Scholars berpendapat bahwa tidak ada suatu metode yang berdiri sendiri
yang dapat memuaskan siswa dalam belajar bahasa. Dengan kata lain, untuk dapat
berkomunikasi dalam situasi yang rill diperlukan kemampuan bahasa baik
33
productive (produksi) dan receptive (menerima) yang juga dinamakan pendekatan
penggabungan (integrative approach).
Prinsip pengajaran dengan menggunakan metode communicative language
teaching adalah sebagai berikut:
1. Bahasa otentik harus diperkenalkan/diajarkan.
2. Aktifitas untuk memperoleh bahasa (acquisition activities) dapat
membantu siswa belajar.
3. Seluruh kegiatan belajar diisi dengan tugas parktik
Isi kegiatan belajar:
Tujuan Siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa
asing/Inggris
Peran guru Sebagai fasilitator
Peran siswa Sebagai komunikator
Karakteristik Menggunakan bahasa yang otentik dan
berkomunikasi dengan benar
Interaksi Guru mengawali tetapi juga menciptakan
interaksi antar siswa
Ketrampilan berbahasa Mendengar, berbicara, membaca dan menulis
Peran penutur asli Tidak ada
Pandangan bahasa Bahasa adalah untuk komunikasi
Fungsi bahasa ditekankan pentuk bentuk
/formula
Pandangan budaya Gaya hidup sehari-hari
Evaluasi Tidak ada bentuk baku dalam evaluasi
Berdasarkan kemampuan siswa (keakuaratan
(accuracy) dan kelancaran (fluency)
Kesalahan (error) Ditoleransi saat aktifitas yang menekankan
kelancaran
Mencatat kesalahan saat aktifitas sepanjang
proses belajar berjalan secara alami
34
2.6.2.9 Notional-Functional Syllabus
Notional-Functional Syllabus adalah cara bagaimana mengorganisasikan
kurikulum pemelajaran bahasa Inggris dan tidak hanya metode atau pendekatan
dalam pengajaran saja. Metode ini dikembangkan oleh Van Ek dan Alexander
pada 1975. Notional-Functional Syllabus menggunakan instruksi tidak dalam
bentuk grammar atau struktur tata bahasa seperti dalam metode Audio Lingual
Method (ALM) tetapi dalam bentuk pola kalimat (notion) dan fungsi bahasa
(function). Dalam hal ini notion adalah suatu konteks tertentu dimana orang
berkomunikasi sedangkan function adalah tujuan khusus seseorang yang diberikan
dalam konteks. Misalnya ketika berbelanja (shopping) memerlukan beberapa
fungsi bahasa misalya menanyakan tentang harga atau fitur sebuah produk dan
menawarnya.
2.6.3 Teknik Pembelajaran Bahasa Inggris
Teknik adalah aktifitas khusus yang dilakukan di kelas dan konsisten terhadap
metode dan pendekatan dalam pembelajaran bahasa (Brown.2001:14). Aktifitas
adalah segala tindakan yang dilakukan dalam kelas baik yang dilakukan guru
maupun siswa saat proses belajar berlangsung. Umumnya aktifitas diawali oleh
guru yang memberikan petunjuk atau intruksi apa yang akan dilakukan di kelas
dan siswa malaksanakan intruksi tersebut. Aktifitas di dalam kelas dapat berupa
bermain peran (role-play), mengulang-ulang (drills), game, mengedit berpasangan
(peer-editing), kelompok kecil mencari informasi yang berbeda (small-group
information-gap excercise), diskusi, bertanya dan menjawab (question and
answer) dan lain-lain.
35
Menurut Brown (2001:128) dalam mendesain sebuah teknik pengajaran bahasa
Inggris setidaknya ada dua hal penting yang harus menjadi pertimbangan guru
yaitu prinsip pengajaran (principled teaching) dan konteks belajar (contexts of
learning). Prinsip pengajaran menjadi pertimbangan karena guru harus tahu dan
memahami secara keseluruhan pendekatan pengajaran misalnya bagaimana siswa
belajar dan bagaimana guru memfasilitasi dalam proses belajar terebut. Konteks
belajar adalah memahami siapa siswa yang diajar, berapa usianya, bagaimana
kemapuannya, apa tujuan belajar bahasa Inggris dan factor social politik apa yang
mempengaruhi kesuksesan mereka.
Teknik pengajaran bahasa Inggris dikategorikan menjadi dua yaitu teknik
pengajaran yang terkontrol (controlled techniques) dan teknik pengajaran bahasa
yang bebas (free techniques).
Controlled Free
Teacher-centered Student-centered
Manipulative Communicative
Structure Open-ended
Predicted students responses Unpredicted responses
Pre-planned objectives Negotiated objectives
Set curriculum cooperative curriculum
Brown (2001:133)
Pendekatan, metode dan teknik pengajaran bahasa Inggris sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris mahasiswa. Penggunaan
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang tepat maka proses
pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Untuk keefektifan hasil belajar
pemilihan pendekatan, metode dan teknik perlu disesuaikan dengan karakteristik
mahasiswa Polinela dimana umumnya mahasiswa kurang mempunyai
kemampuan awal komunikasi bahasa Inggris yang memadai saat masuk di
36
perguruan tinggi Polinela. Pendekatan yang paling sesuai untuk mahasiswa yang
mempunyai karakteristik tersebut adalah pendekatan komunikatif (communicative
approach). Sedangkan untuk metode dan teknik pengajaran dapat digunakan
metode campuran (integrated method) begitu pula teknik pengajaran yang harus
bervariasi mengingat tidak ada satupun metode dan teknik paling baik.
2.7 Pembelajaran Bahasa Inggris Spesifik (English for Specific Purposes)
Pembelajaran bahasa Inggris akan lebih efektif bila berdasarkan pada kebutuhan
siswa. Setidaknya ada dua junis pengajaran bahasa Inggris yaitu general English
atau bahasa Inggris umum dan English for Specific Purposes (ESP) yaitu
pengajaran bahasa Inggris dengan tujuan khusus. ESP sebernarnya untuk
menjawab kebutuhan siswa pada bidang tertentu seperti kesehatan/kedokteran,
engeneering, sipil, ekonomi, hukum, jurnalistik, science, perhotelan, restoran,
perhubungan dan bidang tertentu lainnya. Bidang tertentu mempunyai istilah dan
kosa kata tertentu.
Pendekatan pembelajaran bahasa Inggris khusus (ESP) di mulai tahun 1970an
bermula dari analisis register bahasa (formal dan informal) dan analisis discourse
(percakapan). Diketahui bahwa masing-masing bidang pekerjaan mempunyai
istilah bahasa dan kosa kata tertetu misalnya kedokteran, mesin, dan science
(Richards. 2001: 30). ESP lebih memfokuskan pada pengajaran bahasa Inggris
dalam konteks yang sebenarnya daripada membahas tentang grammar atau tata
bahasa. Konteks nyata seperti penggunaan bahasa Inggris komputer akuntasi,
pariwisata, dan bisnis manajemen.
37
ESP diberikan pada siswa berdasarkan pada analisis kebutuhan. Sangat berbeda
dengan general english yang mana seluruh ketrampilan berbahasa seperti
berbicara (speaking), mendengarkan (listening), membaca (reading) dan menulis
(writing) mempunyai bobot pengajaran yang sama. ESP diajarkan berdasarkan
pada kebutuhan siswa dimana setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Bila kekurangan berbahasanya adalah speaking dalam bidang bisnis maka materi
pengajaran disesuaikan dengan bidang bisis. Begitu pula bidang yang lain seperti
turis, perhotelan, kesehatan dan lain sebagainya.
2.8 Pembelajaran Bahasa Inggris Bisnis
Pembelajaran bahasa Inggris bisnis (Business English) menurut Frendo (2005: 1-
2) harus memperhatikan kategori pemelajar. Pembelajaran dapat dikelompokan
berdasarkan pengalaman, kedudukan dalam perusahaan atau jabatan, kultur
budaya bangsa, kebutuhan dan tingkat kemampuan bahasa Inggrisnya. Hal ini
untuk memudahkan tercapainya tujuan pebelajaran bahasa Iggris bisnis yang
mempunyai tingkat kompleksitas materi bisnis yang cukup tinggi seperti
komersial, keuangan dan industri. Secara specifik ketrampilan berbahasa Inggris
bisnis yang diperlukan dalam pembelajaran antara lain kerjasama (cooperation),
negosiasi (negotiation), pendekatan dan pengertian (persuading and
understanding), memecahkan masalah (problem solving), menelpon
(telephoning), pembicaraan bisnis (small talk), pertemuan (meeting), transaksi
barang dan jasa (transaction) dan presentasi bisnis (business presentation).
Selain pengelompokan pemelajar (learner) sebelum pembelajaran dilakukan
perlu adanya penelusuran minat dan analisis kebutuhan (assesing needs and
38
preferences). Analisis kebutuhan dapat dapat dilakukan dengan cara memberikan
kuisioner dan melakukan interview kepada pemelajar. Analisis kebutuhan juga
ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kompetensi berbahasa pemelajar dengan
cara memberikan palcement test atau test penempatan (Frendo.2005:20).
Secara garis besar pengajaran bahasa Inggis bisnis setidaknya harus
memperhatikan beberapa aspek tahapan dalam pembelajaran antara lain
melakukan analisis kebutuhan, medesain atau merancang kegiatan membelajaran
(designing courses) yang meliputi penetapan tujuan dan rancangan silabus
pembelajaran, dan memilih serta mengembangkan materi ajar seperti coursebook
atau tailor-made material.
2.9 Analisis Kebutuhan (Needs Analysis)
Pengembangan kurikulum dan silabus harus berdasarkan pada analisis kebutuhan
siswa (learners) yaitu prosedur untuk mengumpulkan informasi tentang
kebutuhan siswa (Richards. 2001:51). Analisis kebutuhan muncul setelah
banyaknya permintaan pengajaran bahasa Inggris secara khusus (English for
Spesific Purposes) di tahun 1080an. Secara detail tujuan analisis kebutuhan siswa
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui keahlian berbahasa apa yang dibutuhkan oleh siswa untuk
melakukan peran tertentu seperti manager penjualan, tour guide, atau
mahasiswa
b. Untuk membantu menentukan apakah pelajaran (course) sebelumnya sudah
cukup memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh siswa.
c. Untuk menentukan siswa yang mana (dalam grup) yang sangat memerlukan
39
training/pelatihan khusus .
d. Untuk mengidentifikasi perubahan tujuan seseorang atau siswa yang
memerlukan.
e. Untuk mengidentifikasi perbedaan (gap) kemampuan siswa, apa yang sudah
mampu untuk mengerjakan sesuatu dan kebutuhan apa untuk mengerjakannya.
f. Untuk mengumpulkan informasi tentang masalah tertentu yang dihadapi oleh
siswa.
2.9.1 Langkah-langkah dalam melakukan analisis kebutuhan (Needs
analysis)
Richards Jack C (2002:60) memberikan alternatif langkah-langkah kegiatan
dalam melakukan analisis kebutuhan siswa (learner) dalam pengajaran bahasa
Inggris. Langkah-langkah kegiatan tersebut antara lain:
a.Memberikan kuisioner
Pemberian kuisioner kepada mahasiswa diperlukan untuk mengetahui kebutuhan
terhadap bahasa, kesulitan berkomunikasi, tipe atau gaya belajar, aktifitas yang
disukai dalam kelas, prilaku dan pendapat (beliefs) terhadap bahasa. Informasi
lain dari pemberian kuisioner adalah mengetahui tingkat kemampuan berbahasa
Inggris mahasiswa (language proficiency level).
b. Self- Rating
Kegiatan ini merupakan bagian dari pemberian kuisioner dimana mahasiwa
mengukur dan menentukan sendiri tingkat kemampuanya dalam berkomunikasi
bahasa Inggris.
40
c. Interview
Interview dilakukan terhadap sample populasi mahasiswa untuk menghimpun
informasi data yang mungkin belum tercover dalam kuisioner dan sebagai cross
check tingkat kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi bahasa Inggris baik
secara lisan maupun tulis.
d. Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat langsung kegiatan pengajaran bahasa Inggris
di kelas yang meliputi metode, teknik dan aktifitas belajar. Hasil observasi
digunakan untuk menentukan jenis metode dan teknik pengajaran bahasa yang
tepat bagi mahasiswa.
e. Mengumpulkan data sample kemampuan berbahasa siswa (Collecting
learner language sample)
Pengumpulan data dan informasi kemampuan berbahasa siswa dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam pekerjaan aktifitas
tertentu. Misalnya menulis surat bisnis, interview, menelpon dan bernegosiasi.
Lebih dari itu pengumpulan data dan informasi juga bertujuan untuk mengetahui
masalah yang dihadapi oleh siswa seperti kelemahan apa saja yang dimiliki oleh
siswa.
Menurut Richards (2001:62) untuk mengumpulkan informasi atau data
kemampuan dan masalah bahasa siswa bisa dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Written or oral task; memberikan tugas atau tes baik tertulis maupun lisan
dan dikumpulkan atau diportopoliokan,
41
2. Simulation or role plays; siswa diminta melakukan simulasi atau bermain peran
dengan menggunakan bahasa Inggris kemudian diobservasi atau direkam.
3. Achievement test; memberikan test tertulis atau lisan pada kemampuan
berbahasa tertentu,
4. Performance test; siswa ditest pada hal atau bidang yang berhubungan dengan
tugas atau pekerjaan tertentu misalnya wawancra pekerjaan (job interview).
2.10 Analisis Situasi (Situation Analysis)
Keberhasilan suatu kurikulum program belajar sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor baik yang bersifat internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari siswa
misalnya motivasi dan strategi belajarnya. Sedangkan faktor eksternal datang dari
luar siswa seperti lingkungan situasi belajar. Begitu juga dalam konteks
kurikulum program belajar bahasa yang sangat berbeda dimana variabel tertentu
dan situasi tertentu sangat berperan dalam kesuksesan peningkatan kemampuan
berbahasa (Richards. 2001: 90). Oleh sebab itu melakukan analisis situasi sangat
diperlukan dalam menyusun suatu program belajar.
Analisis situasi adalah menganalisis faktor-faktor dalam konteks perencanaan atau
kurikulum yang dibuat dan digunakan saat ini untuk mengetahui sejauhmana
pengaruh dan hubungannya terhadap program yang akan dikembangkan
(Richards. 2001: 91). Faktor-faktor berpengaruh antara lain politik, sosial,
ekonomi, dan institusi atau lembaga. Oleh sebab itu analisis situasi mempunyai
fungsi untuk melengkapi inforamasi dan data yang telah diperoleh dari kegiatan
analisis kebutuhan (need analysis).
42
Kelengkapan informasi dan data dalam kegiatan analisis situasi tidak hanya hal-
hal atau faktor yang berhubungan dengan kurikulum, silabus, materi ajar, dan
kebijakan institusi, tetapi juga faktor lain seperti guru, murid, waktu saat
mengadopsi kurikulum, silabus dan materi yang baru. Tentunya informasi
pendukung seperti bagimana dan seperti apa kurikulum, silabus dan materi selama
ini digunakan untuk pengajaran bahasa, bagaimana kebijakan institusi dalam
mensuport pembelajaran tersebut, metode dan teknik pembelajar apa yang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran, bagaimana sosial, politik dan kebijakan
pemerintah dalam peningkatan penguasaan bahasa asing, dan bagaimana strategi
pelaksanaan pergantian dan pengadopsian kurikulum, silabus dan materi yang
baru sangat diperlukan untuk kesempurnaan pembuatan program belajar.
2.11 Silabus
2.11.1 Pengertian Silabus
Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai ”Garis besar, ringkasan, ihktisar, atau
pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Salim, 1987:98). Istilah silabus
digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa
penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kemampuan dasar.
Silabus juga dapat diartikan sebagai rencana pembelajaran pada suatu dan/atau
kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar (Depdiknas, Sosialisasi KTSP. 2007). Silabus adalah suatu ungkapan
pendapat tentang sifat alamiah bahasa dan pembelajaran. Hal ini bisa berupa
43
pedoman bagi guru dan murid untuk mencapai tujuan belajar (Rabbini. 2002).
Hutchinson dan Waters (1987) mendifinisikan silabus sebagai berikut:
At its simplest level a syllabus can be described as a statement of what is to be
learnt. It reflects of language and linguistic performance.
Pada tingkatan yang paling sederhana silabus dapat digambarkan sebagai
pernyataan apa yang akan dipelajari. Hal tersebut merupakan refleksi bahasa dan
performa atau penyelenggaraan pembelajaran bahasa.
Silabus juga dapat dilihat sebagai ringkasan isi tentang apa yang akan dipelajari
oleh siswa (Yalden. 1987:87). Silabus dilihat sebagai perkiraan materi yang akan
diajarkan dan tentunya tidak dapat diperkirakan secara akurat apa yang akan
dipelajari.
Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pemgembangan pembelajaran lebih
lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan
pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian. Silabus merupakan sumber
pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk
satu standar kompetensi maupun satu kompetensi dasar. Silabus juga bermanfaat
sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran,
misalnya kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran
secara individual.
2.11.2 Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus
Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembelajaran
yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran. Beberapa prinsip yang
44
mendasari pengembangan silabus antara lain: ilmiah, memperhatikan
perkembangan dan pertumbuhan siswa, sistematis, relevansi, konsisten dan
kecukupan (Mardapi. 2004).
Pertama, silabus disusun berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah. Mengingat silabus
berisikan garis-garis besar isi (GBPP) atau materi pembelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa, maka materi keilmuan yang disajikan dalam silabus harus
benar. Untuk mencapai kebenaran ilimiah tersebut, dalam penyusunan silabus
dilibatkan para pakar di bidang keilmuan masing-masing mata pelajaran. Hal ini
dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan dalam silabus sahih (valid).
Kedua, yang melandasi penyusunan silabus adalah perkembangan dan kebutuhan
siswa. Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam
silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologi siswa.
Adanya perkembangan fisik dan psikologi tersebut maka materi pembelajaran
yang diberikan kepada siswa yang duduk di kelas yang berbeda SD, SMP, SMA
dan universitas hurus berbeda. Perbedaan tersebut mencakup masalah kedalaman
materi, tingkat kesulitan, cakupan dan urutan penyajiannya.
Prinsip yang ketiga adalah sistematis. Sesuai dengan konsep dan prinsip sistem,
silabus dipandang sebagai sebuah sistem. Oleh sebab itu penyusunan silabus harus
disusun secara sistematis. Sebagi sistem silabus mempunyai satu kesatuan yang
mempunyai tujuan, terdiri dari bagian-bagian atau komponen yang satu dengan
yang lainnya saling berhubungan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Komponen silabus meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi
pokok pembelajaran. Kompetensi dasar yang akan dicapai dalam pembelajaran
45
bahasa Inggris adalah kemampuan/kompetensi berkomunikasi aktif baik secara
lisan maupun terulis. Kompetensi dasarnya adalah kemampuan untuk
menyampaikan salam (greeting), memperkenalkan diri (introduction) dan
menceritakan kejadian yang telah lampau (past tense). Sedangkan untuk
komponen materi pokok pembelajaran bisa berupa dialog yang berisi tentang
menyapaikan salam, memperkenalkan diri dan menceritakan kejadian dimasa lalu.
Keempat, dalam penyusunan silabus adalah prinsip relevansi, konsistensi, dan
kecukupan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/
pembelajaran, pengalaman belajar siswa, sistem penilaian, dan sumber lain.
Relevan berarti ada keterkaitan, misalnya standar kompetensi yang diharapkan
dikuasai siswa berupa kemampuan ”mamahami struktur dan fungsi kalimat past
tense”. Kemampuan dasar yang relevan dengan standar kompetensi tersebut
adalah: mengindentifikasi pola atu struktur kalimat past tense dan fungsinya; (2)
menceritakan kembali kejadian dimasa lampau (past activity).
Konsisten berarti taat azas. Hubungan antara komponen-komponen silabus harus
taat azas. Sebagai contoh mengajarkan bahasa Inggris dengan game ”Find some
one who...”. pengalaman belajar yang konsisten dengan materi pembelajaran
tersebut adalah ”siswa menanyai teman sekelasnya dengan membawa angket
untuk menemukan seseorang yang dicari”.
Adequate berarti cukup atau memadai. Prinsip adekuasi menyaratkan agar
cakupan atau ruang lingkup materi yang dipelajari siswa cukup memadai untuk
menunjang tercapainya tujuan penguasaan kompetensi dasar yang pada akhirnya
46
membantu tercapainya standar kompetensi. Cukup, mengandung makna tidak
terlalu sedikit dan juga tidak terlalu banyak.
2.12 Pengembangan Modul Pembelajaran Bahasa Inggris Bisnis
Dalam memilih dan mengembangkan materi pembelajaran bahasa Inggris bisnis
guru (dosen) harus mecari dan memilih materi yang benar-benar cocok atau sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan siswa (Frendo.2005:43). Hal tersebut menjadi
sangat penting dalam proses pembelajaran mengingat kebutuhan siswa yang
sangat bervarisasi belum tentu dapat terpenuhi dengan mengunakan materi
(coursebook) yang sudah ada di toko buku atau perpustakaan. Bila perlu dosen
dapat duduk bersama dengan siswa dalam memilih buku atau materi yang cocok
untuk belajar.
Menentukan satu pilihan buku yang akan digunakan dalam proses belajar belum
tentu seluruh kebutuhan siswa dapat terpenuhi. Oleh sebab itu guru dapat mencari
cara lain dalam mengembangkan materi dengan cara memilih materi yang sesuai
kebutuhan spesifik siswa dan mengadaptasi materi tersebut (tailor-made material)
sehingga materi yang diberikan dalam betul-betul dapat memenuhi kebutuhan
siswa (students needs). Tailor-made material bisa berupa handout, modul dan
buku ajar yang merupakan kumpulan materi yang telah diadaptasi sedemikian
rupa dan disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan siswa.
2.12.1 Prinsip-Prinsip Membuat Modul atau Bahan Ajar
Ada tiga prinsip yang diperlukan dalam penyusunan bahan ajar (Zulkarnain.2009).
Ketiga prinsip itu adalah relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Relevansi artinya
47
keterkaitan atau berhubungan erat. Konsistensi maksudnya ketaatazasan atau
keajegan – tetap. Kecukupan maksudnya secara kuantitatif materi tersebut
memadai untuk dipelajari.
Prinsip relevansi atau keterkaitan atau berhubungan erat, maksudnya adalah
materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan oleh menghafalkan
fakta, materi yang disajikan adalah fakta. Kalau kompetensi dasar meminta
kemampuan melakukan sesuatu, materi pelajarannya adalah prosedur atau cara
melakukan sesuatu. Begitulah seterusnya.
Prinsip konsistensi adalah ketaatazasan dalam penyusunan bahan ajar. Misalnya
kompetensi dasar meminta kemampuan siswa untuk menguasai tiga macam
konsep, materi yang disajikan juga tiga macam. Umpamanya kemampuan yang
diharapkan dikuasai siswa adalah menyusun paragraf deduktif, materinya
sekurang-kurangnya pengertian paragraf deduktif, cara menyusun paragraf
deduktif, dan cara merevisi paragraf deduktif. Artinya, apa yang diminta itulah
yang diberikan.
Prinsip kecukupan, artinya materi yang disajikan hendaknya cukup memadai
untuk mencapai kompetensi dasar. Materi tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu
banyak. Jika materi terlalu sedikit, kemungkinan siswa tidak akan dapat mencapai
kompetensi dasar dengan memanfaatkan materi itu. Kalau materi terlalu banyak
akan banyak menyita waktu untuk mempelajarinya.
48
Menurut Zulkarnain (2009) ada beberapa prosedur yang harus diikuti dalam
penyusunan bahan ajar. Prosedur itu meliputi: (1) memahami standar isi dan
standar kompetensi lulusan, silabus, program semeter, dan rencana pelaksanaan
pembelajaran; (2) mengidentifikasi jenis materi pembelajaran berdasarkan
pemahaman terhadap poin (1); (3) melakuan pemetaan materi; (4) menetapkan
bentuk penyajian; (5) menyusun struktur (kerangka) penyajian; (6) membaca
buku sumber; (7) mendraf (memburam) bahan ajar; (8) merevisi (menyunting)
bahan ajar; (9) mengujicobakan bahan ajar; dan (10) merevisi dan menulis akhir
(finalisasi).
Rosid (2010) menyatakan bahwa dalam penyusunan modul belajar mengacu pada
kompetensi yang terdapat di dalam tujuan yang ditetapkan. Terkait dengan hal
tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis Kebutuhan Modul
Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis kompetensi/ tujuan
untuk menentukan jumlah dan judul modul yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu kompetensi tersebut. Penetapan judul modul didasarkan pada kompetensi
yang terdapat pada garis-garis besar program yang ditetapkan. Analisis kebutuhan
modul bertujuan untuk mengidentifikasi dan menetapkan jumlah dan judul modul
yang harus dikembangkan. Analisis kebutuhan modul dapat dilakukan dengan
langkah sebagai berikut:
a. Tetapkan kompetensi yang terdapat di dalam garis-garis besar program
pembelajaran yang akan disusun modulnya;
b. Identifikasi dan tentukan ruang lingkup unit kompetensi tersebut;
c. Identifikasi dan tentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
49
dipersyaratkan;
d. Tentukan judul modul yang akan ditulis
e. Kegiatan analisis kebutuhan modul dilaksanakan pada periode awal
pengembangan modul
2. Penyusunan Draft
Penyusunan draft modul merupakan proses penyusunan dan pengorganisasian
materi pembelajaran dari suatu kompetensi atau sub kompetensi menjadi satu
kesatuan yang sistematis. Penyusunan draft modul bertujuan menyediakan draft
suatu modul sesuai dengan kompetensi atau sub kompetensi yang telah
ditetapkan. Penulisan draft modul dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Tetapkan judul modul
b. Tetapkan tujuan akhir yaitu kemampuan yang harus dicapai oleh peserta didik
setelah selesai mempelajari satu modul
c. Tetapkan tujuan antara yaitu kemampuan spesifik yang menunjang tujuan akhir
d. Tetapkan garis-garis besar atau outline modul
e. Kembangkan materi pada garis-garis besar
f. Periksa ulang draft yang telah dihasilkan
Kegiatan penyusunan draft modul hendaknya menghasilkan draft modul yang
sekurang-kurangnya mencakup:
a. Judul modul; menggambarkan materi yang akan dituangkan di dalam modul;
b. Kompetensi atau sub kompetensi yang akan dicapai setelah menyelesaikan
50
mempelajari modul;
c. Tujuan terdiri atas tujuan akhir dan tujuan antara yang akan dicapai peserta
didik setelah mempelajari modul;
d. Materi pelatihan yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik;
e. Prosedur atau kegiatan pelatihan yang harus diikuti oleh peserta didik untuk
mempelajari modul;
f. Soal-soal, latihan, dan atau tugas yang harus dikerjakan atau diselesaikan oleh
peserta didik;
g. Evaluasi atau penilaian yang berfungsi mengukur kemampuan peserta didik
dalam menguasai modul;
h. Kunci jawaban dari soal, latihan dan atau pengujian
3. Uji Coba
Uji coba draft modul adalah kegiatan penggunaan modul pada peserta terbatas,
untuk mengetahui keterlaksanaan dan manfaat modul dalam pembelajaran
sebelum modul tersebut digunakan secara umum. Uji coba draft modul bertujuan
untuk;
a. mengetahui kemampuan dan kemudahan peserta dalam memahami dan
menggunakan modul;
b. mengetahui efisiensi waktu belajar dengan menggunakan modul; dan
c. mengetahui efektifitas modul dalam membantu peserta mempelajari dan
menguasai materi pembelajaran.
51
Untuk melakukan uji coba draft modul dapat diikuti langkah-langkah sebagai
berikut;
a. Siapkan dan gandakan draft modul yang akan diuji cobakan sebanyak peserta
yang akan diikutkan dalam uji coba.
b. Susun instrumen pendukung uji coba.
c. Distribusikan draft modul dan instrumen pendukung uji coba kepada peserta uji
coba.
d. Informasikan kepada peserta uji coba tentang tujuan uji coba dan kegiatan yang
harus dilakukan oleh peserta uji coba.
e. Kumpulkan kembali draft modul dan instrumen uji coba.
f. Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukan yang dijaring melalui
instrumen uji coba.
Dari hasil uji coba diharapkan diperoleh masukan sebagai bahan penyempurnaan
draft modul yang diuji cobakan. Terdapat dua macam uji coba yaitu uji coba
dalam kelompok kecil dan uji coba lapangan. Uji coba kelompok kecil adalah uji
coba yang dilakukan hanya kepada 2 - 4 peserta didik, sedangkan uji coba
lapangan adalah uji coba yang dilakukan kepada peserta dengan jumlah 20 – 30
peserta didik.
4. Validasi
Validasi adalah proses permintaan persetujuan atau pengesahan terhadap
kesesuaian modul dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan pengakuan kesesuaian
tersebut, maka validasi perlu dilakukan dengan melibatkan pihak praktisi yang
ahli sesuai dengan bidang-bidang terkait dalam modul. Validasi modul bertujuan
52
untuk memperoleh pengakuan atau pengesahan kesesuaian modul dengan
kebutuhan sehingga modul tersebut layak dan cocok digunakan dalam
pembelajaran. Validasi modul meliputi: isi materi atau substansi modul;
penggunaan bahasa; serta penggunaan metode instruksional.
Validasi dapat dimintakan dari beberapa pihak sesuai dengan keahliannya masing-
masing antara lain;
a. ahli substansi dari industri untuk isi atau materi modul;
b. ahli bahasa untuk penggunaan bahasa; atau
c. ahli metode instruksional untuk penggunaan instruksional guna mendapatkan
masukan yang komprehensif dan obyektif.
Untuk melakukan validasi draft modul dapat diikuti langkah-langkah sebagai
berikut;
a. Siapkan dan gandakan draft modul yang akan divalidasi sesuai dengan
banyaknya validator yang terlibat.
b. Susun instrumen pendukung validasi.
c. Distribusikan draft modul dan instrumen validasi kepada peserta validator.
d. Informasikan kepada validator tentang tujuan validasi dan kegiatan yang harus
dilakukan oleh validator.
e. Kumpulkan kembali draft modul dan instrumen validasi.
f. Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukkan yang dijaring melalui
instrumen validasi.
53
Dari kegiatan validasi draft modul akan dihasilkan draft modul yang mendapat
masukkan dan persetujuan dari para validator, sesuai dengan bidangnya.
Masukkan tersebut digunakan sebagai bahan penyempurnaan modul.
5. Revisi
Revisi atau perbaikan merupakan proses penyempurnaan modul setelah
memperoleh masukan dari kegiatan uji coba dan validasi. Kegiatan revisi draft
modul bertujuan untuk melakukan finalisasi atau penyempurnaan akhir yang
komprehensif terhadap modul, sehingga modul siap diproduksi sesuai dengan
masukkan yang diperoleh dari kegiatan sebelumnya, maka perbaikan modul harus
mencakup aspek-aspek penting penyusunan modul di antaranya yaitu;
a. pengorganisasian materi pembelajaran;
b. penggunaan metode instruksional;
c. penggunaan bahasa; dan
d. pengorganisasian tata tulis dan perwajahan.
Mengacu pada prinsip peningkatan mutu berkesinambungan, secara terus menerus
modul dapat ditinjau ulang dan diperbaiki.
2.13 Adaptasi Materi Pembelajaran Bahasa Inggris
Kebanyakan dosen bukan seorang pembuat materi ajar yang baik (good creator)
tetapi seorang penyedia (providers) materi yang baik. Dudley-Evan dan St. John
(1998) dalam Richard ( 2007: 260) menyatakan bahwa untuk menjadi penyedia
materi yang baik guru harus dapat; 1) menyeleksi materi yang tersedia, 2) kreatif,
3) memodifikasi materi sesuai dengan kebutuhan siswa, dan 4) memperkaya
(supplement) materi dengan kegiatan atau aktifitas tambahan.
54
Materi yang ada di pasaran tidak serta merta dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, oleh sebab itu perlu adanya berbagai adaptasi. Mengadaptasi materi
menurut Richards ( 2007: 260) dengan cara memodifikasi, menambah atau
membuang, menyusun kembali, memodifikasi latihan dan menambahkanya.
2.14 Desain Instruksional dan Informasi Teks
Mendesain sebuah buku teks seperti buku atau ajar modul harus memperhatikan
beberapa hal seperti lebar kertas, marjin, lebar kolom, tipe huruf, penulisan huruf
(besar, tebal, dan miring), warna, spasi, dan struktur teks seperti; judul, simpulan
(summaries) , garis besar (outline), heading, pertanyaan, urutan informasi
(sequencing information), daftar item, dan angka dalam teks.
Hartley (2010) berpendapat bahwa pertimbangan dalam topografi desain teks
adalah ukuran halaman (page size). International Standard Organisation (ISO)
telah menentukan ukuran lebar kertas untuk dokumen atau buku yaitu seri A (A0 -
A10).
Tabel 2. The ISO A Series of Trimmed Paper Sized
Designation Size (mm) Designation Size (mm)
A0
A1
A2
A3
A4
A5
841 X 1.189
594 X 841
420 X 594
297 X 420
210 X 297
148 X 210
A6
A7
A8
A9
A10
105 X 148
74 X 105
52 X 74
37 X 52
26 X 37
Menentukan margin dalam teks disesuaikan dengan fungsinya tidak hanya seni
(aesthetic). Margin bisa berukuran 10mm untuk batas bawah dan atas. Hartley
menyarankan margin samping kanan dan kiri sebesar 25mm untuk kepentingan
55
penjilidan dan pengkopian teks. Sedangkan untuk jumlah dan lebar kolom
tergantung pada ukuran kertas yang digunakan. Jumlah kolom normalnya bisa
satu atau dua bahkan tiga untuk bentuk kertas landscape atau horizontal (Gambar
6). Untuk pengetikan ukuran huruf untuk buku teks adalah 19, 11, 12 atau yang
lebih kecil 6 atau 8 (legal document). Untuk penulisan huruf kapital digunakan
untuk permulaan kalimat atau judul (heading). Sedangkan untuk pemakaian warna
pada teks bisa berbagai cara tetapi umumnya judul mempunyai warna yang
berbeda supaya lebih kelihatan.
Gambar 6. Layout pada kertas standar ISO.
2.15 Sistem Dasar-Cetakan (Print-Based System)
Aspek teknologi cetak yang diterapkan diadaptasi dari sistem dasar-cetakan
(Print-based System) model Leshin, Pollock, and Reigeluth (1992:275) yaitu (a)
desain pesan, (b) kemenarikan, dan (c) penggunaan alat untuk memusatkan
perhatian. Selain itu, terdapat 6 (enam) elemen yang harus dipertimbangkan dalam
rancangan print-based system yaitu: konsistensi, format, pengorganisasian,
56
kemenarikan, ukuran ketikan (bentuk dan besar huruf), dan bidang kosong (leshin,
1992:275).
Secara lengkap elemen-elemen dan preskripsi desain pesan dalam sistem dasar
cetakan sebagai berikut:
Tabel 3. Elemen-elemen dan preskripsi desain pesan dalam sistem dasar cetakan
(print-based system)
Elemen-elemen Preskripsi
Konsistensi Gunakan format yang konsisten dalam setiap halaman
Ukuran spasi yang digunakan usahakan untuk selalu
konsisten. Gunakan spasi yang sama antar dua headline.
Format Untuk paragraf yang panjang gunakan satu kolom. Jika
paragraf singkat-singkat format dua kolom lebih tepat
Tampakkan pemisahan dan penandaan untuk penggalan
yang berbeda dari content.
Tampakkan pemisahan dan penandaan untuk taktik
pembelajaran yang berbeda.
Pengorganisasian Jagalah pembaca agar memperoleh pengalaman secara
langsung. Para pembaca haruslah secara mudah dapat
melihat secara sekilas pandang bagian yang mereka baca.
Organisasikan teks untuk membuat informasi mudah
ditemukan.
Gunakan pengotakan untuk suatu salinan ynag dimasukan
ke dalam teks..
Kemenarikan Perkenalkan setiap bagian yang baru (awalan: Cover dan
bagian yang baru) dengan suatu cara yang khusus agar
siswa mau mempelajarinya.
Ukuran Ketikan Sesuaikan ukuran ketikan dengan audien, pesan, dan
pemerhati di sekitarnya. Ukuran yang baik untuk suatu
manual adalah 10-12 point.
Gunakan huruf kapital untuk bacaan yang sukar.
Bidang kosong Untuk pengontrasan gunakan secara bebas bidang kosong
(while space) untuk teks atau seni.
Penyelesaian spasi garis untuk mengimprovisasikan
perwajahan dan untuk memudahkan membaca teks.
Diadaptasi dari Guidlines, Massage Design in Print-Based Systen (Leshin,
Pollock, dan Reigeluth, 1992:277 dalam Suyanto, 1999:20)
57
Adapun desain print-based system yang menarik meliputi 1) chunking, 2)
individual learner analysis, 3) learner response analysis, 4) self-pase learning, 5)
program variation (Leshin, 1992:279). Desain print-based system untuk hal
kemenarikan diantaranya dengan memacu mahasiswa mempelajari sendiri isi
pesan, mudah dalam menganalisis, mudah untuk merespon dan memberikan
variasi, pemberian bidang kosong sehingga tidak menimbulkan kejenuhan.
Penggunaan warna, bentuk, ukuran huruf dan penebalan huruf, pengotakan serta
garis juga diperlukan untuk memperjelas isi pesan. Sebagimana Lesin, Pollack,
and Regeluth, (1992:280) menguraikan tentang alat-alat yang digunakan untuk
dapat menciptakan focus perhatian pembaca berikut ini:
Tabel 4. Alat-alat yang digunakan untuk pemusatan perhatian
Peralatan Preskripsi Pemakaian
Warna Gunakan warna sebagai alat petuntuk untuk memberikan
perhatian langsung terhadap suatu hal yang penting.
Selalu konsisten dalam menggunakan warna ketika
memberikan penekanan terhadap kata kunci atu butir-butir
yang penting.
Font Style Gunakanlah huruf yang menarik perhatian mata, huruf
miring, atau huruf tebal untuk memberikan penekanan pada
kata kunci atau penamaan. Penggunaan hruf miring lebih
disarankan.
Kotak dan Garis Lakukan pengotakan untuk mengelilingi informasi yang
penting.
Jangan menggunakan garis bawah sebagi alat petunjuk; ini
membuat kata-kata menjadi lebih sulit untuk dibaca.
Catatan: Hindarkan penggunakan peralatan yang berlebihan sebagai alat
penunjuk.
Diadaptasi dari Guidelines, Using Tools For Emphasis (Leshin, Pollock dan
Reigeluth, 1992:280 dalam Suyanto, 1992:21)
Gafur (1986:5) dalam Pujiati. 2004:122) menguraikan bahwa:
58
“menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep tekonologi pendidikan
dan pembelajaran pada hakekatnya merupakan kegiatan menyampaikan
pesan kepada mahasiswa oleh nara sumber dengan menggunakan bahan,
alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu. Agar penyampaian pesan
tersebut efektif, diperhatikan beberapa prinsip desan pesan pembelajaran
meliputi prinsip kesiapan dan motivsi, penggunaan alat pemusat perhatian,
partisipasi aktif mahasiswa, perulangan dan umpan balik.”
Dengan demikian, dalam pengembangan materi ajar desain pesan sangat penting
dan perlu diperhatikan agar bahan ajar tersebut bermanfaat dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran.
2.16 Kerangka Pikir
Kemampuan berhasa Inggris mahasiswa Polinela dapat dikatakan kurang baik
(uraian Bab I). Banyak faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kurang
baiknya kemampuan berbahasa Inggris tersebut. Faktor internal yang
mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam penguasaan bahasa Inggris antara
lain kemampuan mahasiswa memahami dan mempraktikan bahasa, minat,
motivasi, strategi dan sikap mahasiswa terhadap mata kuliah bahasa Inggris.
Faktor eksternal antara lain modul pembelajaran, metode, teknik, kurikulum,
silabus dan materi ajar yang diberikan oleh dosen dalam menyampaikan mata
kuliah, media pembelajaran, iklim atau situasi pengajaran mata kuliah bahasa
Inggris.
Diasumsikan bahwa kualitas modul pembelajaran menentukan kelangsungan
proses pembelajaran bahasa Inggris bisnis, sehingga hal tersebut dapat
berpengaruh pula pada pencapaian kemampuan penguasaan bahasa Inggris bisnis
dan tingkat kelulusan mahasiswa pada mata kuliah tersebut. Diasumsikan dengan
59
merancang modul pembelajaran dengan baik maka proses pembelajaran semakin
baik. Semakin baik proses pembelajaran mata kuliah bahasa Inggris bisnis maka
semakin baik pula kemampuan penguasaan bahasa Inggris bisnis mahasiswa
tingkat kelulusan mahasiswa pada mata kuliah bahasa Inggris bisnis.
Pengembangan modul pembelajaran yang baik yang disesuaikan dengan
kebutuhan mahasiswa, kemampuan mahasiswa dan karakteristiknya akan
membantuk efektifitas proses pembelajaran. Proses pembelajaran bahasa Inggris
bisnis akan semakin aktif, motivasi mahasiswa meningkat dengan menerapkan
material pembelajaran yang tersusun dan terprogram dengan baik. Sebaiknya bila
modul pembelajaran kurang baik dan kurang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa
diasumsinkan akan berpengaruh pula terhadap kelancaran dan keberhasilan proses
pembelajaran.
Adapun bagan kerangka pikir adalah sebagai berikut:
Gambar 7. Bagan Kerangka Pikir
2.17 Asumsi Pengembangan
1) Hasil pengembangan modul pembelajaran akan digunakan sebagai bahan
untuk kegiatan perkuliahan mata kuliah bahasa Inggris bisnis di Polinela.
Pengembangan modul
pembelajaran mata kuliah bahasa
Inggris Bisnis I
Kemampuan penguasaan Bahasa
Inggris binis
60
2) Pengembangan modul pembelajaran ini dikembangkan dengan asumsi akan
tersedia alat atau perangkat pembelajaran bahasa Inggris bisnis yang sesuai
dengan kebutuhan mahasiswa.
3) Pengembangan modul pembelajaran ini dikembangkan dengan asumsi bahwa
proses pembelajaran bahasa Inggris bisnis I akan lebih efektif dan menarik.
4) Pengembangan modul pembelajaran ini dilakukan dengan berpijak bahwa
pengembangan modul pembelajaran yang baik, semakin baik pula proses
pembelajaran mata kuliah bahasa Inggris bisnis. Semakin baik proses
pembelajaran mata kuliah bahasa Inggris bisnis semakin baik pula
kemampuan penguasaan bahasa Inggris bisnis.
5) Produk pengembangan modul pembelajaran matakuliah bahasa Inggris bisnis
ini diasumsikan dapat digunakan sebagai contoh untuk mengembangkan mata
kuliah bahasa Inggris untuk program studi tertentu di Politeknik Negeri
Lampung.