ii. kajian pustaka - abstrak.uns.ac.id · ada batasan-batasan dan ciri khusus tertentu yang hanya...

23
6 II. KAJIAN PUSTAKA A. Sumber Pustaka Pembahasan tentang fenomena media sosial bukanlah hal yang baru dalam era cyber media. Sebagaimana dijelaskan oleh Turkle (2011) kemajuan teknologi dan perangkatnya menyebabkan komunikasi dan hubungan dengan orang lain semakin banyak dan meluas. Akan tetapi, dalam konteks lain, hubungan itu sekedar jaringan teknologi. Tidak ada keintiman dan kedekatan di antara orang- orang yang terhubung sebagaimana yang ada di dunia nyata. Menurut Nasrullah (2015) contoh lain dari kehadiran media sosial selain adanya kecanduan (addicted) untuk mengakses media sosial, juga menyebabkan lunturnya ruang privasi dengan ruang publik. Ada beberapa kasus pengguna media sosial yang mengungkapakan kondisi dirinya, persoalan pribadi dan mempublikasikannya di dunia online yang akhirnya diketahui oleh publik. Realitas ini adalah konsekuensi adanya media online dan semakin maraknya pengguna media sosial. Tidak hanya ditempatkan lagi dalam konteks saluran atau medium, tetapi media sosial itu sudah merupakan gaya hidup dari hubungan antara pengguna dengan teknologi. Konsep-konsep mengenai media sosial tidak jauh akan pengaruhnya yang besar akan perubahan tatanan dalam masyarakat. Pembahasan tentang media sosial membahas tentang implikasi kehadiran media sosial dan masyarakat berjejaring. Sebenarnya, media sosial merupakan hal yang dekat akan budaya pengungkapan diri (self disclosure). “Dampak lain adalah munculnya budaya berbagi yang berlebihan dan pengungkapan diri (self disclosure) di dunia maya. Budaya ini muncul dan

Upload: others

Post on 15-Oct-2019

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Sumber Pustaka

Pembahasan tentang fenomena media sosial bukanlah hal yang baru dalam

era cyber media. Sebagaimana dijelaskan oleh Turkle (2011) kemajuan teknologi

dan perangkatnya menyebabkan komunikasi dan hubungan dengan orang lain

semakin banyak dan meluas. Akan tetapi, dalam konteks lain, hubungan itu

sekedar jaringan teknologi. Tidak ada keintiman dan kedekatan di antara orang-

orang yang terhubung sebagaimana yang ada di dunia nyata.

Menurut Nasrullah (2015) contoh lain dari kehadiran media sosial selain

adanya kecanduan (addicted) untuk mengakses media sosial, juga menyebabkan

lunturnya ruang privasi dengan ruang publik. Ada beberapa kasus pengguna

media sosial yang mengungkapakan kondisi dirinya, persoalan pribadi dan

mempublikasikannya di dunia online yang akhirnya diketahui oleh publik.

Realitas ini adalah konsekuensi adanya media online dan semakin maraknya

pengguna media sosial. Tidak hanya ditempatkan lagi dalam konteks saluran atau

medium, tetapi media sosial itu sudah merupakan gaya hidup dari hubungan

antara pengguna dengan teknologi.

Konsep-konsep mengenai media sosial tidak jauh akan pengaruhnya yang

besar akan perubahan tatanan dalam masyarakat. Pembahasan tentang media

sosial membahas tentang implikasi kehadiran media sosial dan masyarakat

berjejaring. Sebenarnya, media sosial merupakan hal yang dekat akan budaya

pengungkapan diri (self disclosure).

“Dampak lain adalah munculnya budaya berbagi yang berlebihan dan

pengungkapan diri (self disclosure) di dunia maya. Budaya ini muncul dan

7

terdeterminasi salah satunya karena kehadiran media sosial yang

memungkinkan secara perangkat siapa pun bisa mengunggah apa saja.”

(Cross, 2015:25)

Membahas lebih lanjut dengan keterkaitannya media sosial dan eksistensi.

Menurut Michael (2014) media sosial dapat diposisikan sebagai distributor

eksistensi, tetapi juga dapat dikatakan sebagai produsen citra dari eksistensi.

Belakangan ini, yang terjadi pada media sosial adalah produsen citra dari

eksistensi untuk para konsumen seni. Media sosial merupakan wadah berbagai

informasi yang tidak dibatasi dalam ruang dan waktu. Selfie1 dengan objek seni

menjadi suatu tindakan yang sering terlihat dan digemari oleh masyarakat. Tidak

lupa setelah selfie mereka menyebarluaskan lewat media sosial yang menyediakan

aplikasi pamer foto. Selfie dengan karya dan menyebarluaskan di media sosial

menuai sebuah eksistensi yang besar. Dari disposisi ini, selfie dan media sosial

menjadi ranah baru dalam beradu eksistensi gaya hidup baru, bahkan menjadi

tindakan yang primer.

Penelitian-penelitian mengenai media sosial tersebut di atas banyak

membahas mengenai dampak dari keberadaan media sosial. Karena, adanya media

sosial menyebabkan pergeseran tatanan dalam kehidupan masyarakat di dunia

nyata (riil). Penelitian sebelumnya menjadi acuan dalam konsep yang akan

diangkat. Karya seni lukis yang akan dibuat akan lebih difokuskan kepada dunia

yang terjadi di dunia virtual itu sendiri berlandaskan dampak yang terjadi di dunia

riil pula, dengan menggunakan pendekatan terhadap dunia virtual yang terjadi di

media sosial dengan teori filsafat eksistensialisme. Penggunaan teori filsafat

1 Aktivitas seseorang yang memotret dirinya sendiri, umumnya menggunakan ponsel atau webcam,

kemudian mengunggahnya ke situs media sosial.

8

eksistensialisme dinilai sejalan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada dunia

virtual yang ada di media sosial. Teori-teori ini nantinya penulis hubungkan

dengan proses penciptaan karya seni lukis dua dimensional dengan konsep dunia

vitual dalam media sosial.

1. Media

Media bisa dijelaskan sebagai alat komunikasi sebagaimana definisi

yang selama ini diketahui (Laughey, 2007; McQuail, 2003). Terkadang media

ini cenderung lebih dekat terhadap sifatnya yang massa karena terlihat dari

berbagai teori yang muncul dalam komunikasi massa. Terlepas dari cara

pandang melihat media dari bentuk dan teknologinya, pengungkapan kata

“media” bisa dipahami dengan melihat dari proses komunikasi itu sendiri

(Meyrowitz, 1999; Moores, 2005; Williams, 2003). Proses terjadinya

komunikasi memerlukan tiga hal yaitu objek, organ, dan medium (Nasrullah,

2015: 3).

Media memiliki kekuatan yang juga berkontribusi menciptakan makna

dan budaya. Kesadaran akan kekuatan media ini pada kenyataannya melihat

bahwa media tidak lagi membawa konten semata, tetapi juga membawa

konteks di dalamnya. Ungkapan “the medium is the message” yang

dipopulerkan McLuhan (McLuhan & Fiore, 2001) setengah abad lalu

membawa kesadaran awal bahwa medium adalah pesan yang bisa mengubah

pola komunikasi, budaya komunikasi, sampai bahasa dalam komunikasi antar

manusia (Nasrullah, 2015:4).

Medium bisa mengandung nilai-nilai yang tidak sekedar menjadi sarana

dalam penyampaian pesan, tetapi memberikan pengaruh pada segi sosial,

9

budaya, politik, bahkan ekonomi. Melihat media tidak hanya sebatas dalam

makna (sense) perangkat teknologi sebagaimana yang terkandung dalam

penyebutan media, tetapi juga dimaknai secara historis, teknologi, sosial,

budaya, hingga politik (Downes & Miller, 1998; Laughey, 2007; Lister, Dovey,

Giddings, Kelly, & Grant, 2003; Williams, 2003; Winston, 1998) (Nasrullah,

2015:6).

2. Sosial

Kata “sosial” dalam media sosial secara teori semestinya didekati oleh

ranah sosiologi. Dalam teori sosiologi disebutkan bahwa media pada dasarnya

adalah sosial karena media merupakan bagian dari masyarakat dan aspek dari

masyarakat yang direpresentasikan dalam bentuk perangkat teknologi yang

digunakan (Nasrullah, 2015: 6).

Sebagai manusia individu tidak bisa terlepas dari komunikasi dan

komunitasnya. Komunikasi menjadi sarana bagi individu untuk berinteraksi

dengan individu lain, sedangkan komunitas merupakan salah satu bentuk relasi

sosial yang melibatkan emosi, perasaan, dan bentuk-bentuk lainnya. Individu-

individu yang ada di dalam komunitas itu tidak hanya berada dalam sebuah

lingkungan. Anggota komunitas harus berkolaborasi hingga bekerja sama

karena inilah karakter sosial itu sendiri (Fuchs, 2014:5) (Nasrullah, 2015:7).

3. Media Sosial

Keberadaan media sosial pada dasarnya merupakan bentuk yang tidak

jauh berbeda dengan keberadaan dan cara kerja computer. Tiga bentuk

bersosial, seperti pengenalan, komunikasi, dan kerja sama bisa dianalogikan

10

dengan cara kerja komputer yang juga membentuk sebuah sistem sebagaimana

adanya sistem di antara individu atau masyarakat (Nasrullah, 2015:10).

Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna

merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi,

berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara

virtual. Menurut Van Djik pada tahun 2013, media sosial adalah platform

media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi

mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi (Nasrullah, 2015:11).

Media sosial memberikan ruang kepada pengguna untuk menyuarakan

pikiran dan opini mereka dalam proses demokratisasi. Selain tidak dibatasi oleh

struktur dan tingkatan organisasi, melalui kekuatan khalayak di media sosial

segala bentuk isu dapat menjadi perhatian publik dan akhirnya sampai kepada

para pemimpin politik (Nasrullah, 2015:152).

Social networking atau media jaringan sosial merupakan sarana yang

bisa digunakan pengguna untuk melakukan hubungan sosial di dunia virtual

dan konsekuensi dari hubungan sosial tersebut, seperti terbentuknya nilai-nilai,

moral, dan etika (Nasrullah, 2015:48).

“Situs jejaring sosial adalah media sosial yang paling populer, media

sosial tersebut memungkinkan anggota untuk berinteraksi satu sama lain.

Interaksi terjadi tidak hanya pada pesan teks, tetapi juga termasuk foto

dan video yang mungkin menarik perhatian pengguna lain. Semua

posting (publikasi) merupakan real time, memungkinkan anggota untuk

berbgai informasi seperti apa yang sedang terjadi” (Saxena, 2014).

Karakter utama dari situs jejaring sosial adalah setiap penguna

membentuk jaringan pertemanan, baik terhadap pengguna yang sudah

11

diketahuinya dan kemungkinan sering bertemu di dunia nyata (offline) maupun

membentuk jaringan pertemanan baru. Banyak kasus, pembentukan

pertemanan baru ini berdasarkan pada sesuatu yang sama, misalnya hobi atau

kegemaran, sudut pandang politik, asal sekolah/universitas, atau profesi

pekerjaan (Nasrullah, 2015:40).

Microblogging merupakan jenis media sosial yang memfasilitasi

pengguna untuk menulis dan memublikasikan aktivitas serta atau pendapatnya.

Secara historis, kehadiran jenis media sosial ini merujuk pada munculnya

Twitter yang hanya menyediakan ruang tertentu atau maksimal 140 karakter

(Nasrullah, 2015:43).

4. Karakteristik Media Sosial

Ada batasan-batasan dan ciri khusus tertentu yang hanya dimiliki oleh

media sosial dibanding dengan media lainnya. Salah satunya adalah media

sosial beranjak dari pemahaman bagaimana media tersebut digunakan sebagai

sarana sosial didunia virtual. Adapun karakteristik media sosial, yaitu:

a. Jaringan (network).

Media sosial memiliki karakter jaringan sosial. Media sosial

terbangun dari struktur sosial yang terbentuk di dalam jaringan atau internet

(Nasrullah, 2015:16).

Karakter media sosial adalah membentuk jaringan di antara

penggunanya. Tidak peduli apakah di dunia nyata (offline) antar pengguna itu

saling kenal atau tidak, namun kehadiran media sosial memberikan medium

bagi pengguna untuk terhubung secara mekanisme teknologi. Jaringan yang

12

terbentuk antarpengguna ini pada akhirnya membentuk komunitas atau

masyarakat yang secara sadar maupun tidak akan memunculkan nilai-nilai

yang ada di masyarakat sebagaimana ciri masyarakat dalam teori-teori sosial

(Nasrullah, 2015:16-17).

b. Informasi (information).

Informasi menjadi entitas yang penting dari media sosial. Di media

sosial, informasi menjadi komoditas yang dikonsumsi oleh pengguna.

Komoditas tersebut pada dasarnya merupakan komoditas yang diproduksi

dan didistribusikan antarpengguna itu sendiri. Dari kegiatan konsumsi inilah

pengguna dan pengguna lain membentuk sebuah jaringan yang pada akhrinya

secara sadar atau tidak bermuara pada institusi masyarakat berjejaring

(network society) (Nasrullah, 2015:19).

Untuk melihat karakter informasi di media sosial bisa dilihat dari dua

segi. Pertama, media sosial merupakan media yang bekerja berdasarkan

informasi. Informasi menjadi landasan pengguna untuk saling berinteraksi

dan membentuk masyarakat berjejaring di internet. Kedua, informasi menjadi

komoditas yang ada di media sosial. Salah satu alasan terbentuknya jaringan

di media sosial adalah adanya kesamaan, seperti asal daerah, kegemaran, dan

identitas lain yang diunggah oleh pengguna lain. Informasi disini menjadi

komoditas yang dikonsumsi antarpengguna (Nasrullah, 2015:22).

a. Arsip (archive).

Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter yang

menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses kapan pun dan

melalui perangkat apa pun (Nasrullah, 2015:22).

13

“Teknologi online telah membuka kemungkinan-kemungkinan baru

dari penyimpanan gambar (bergerak atau diam), suara, juga teks yang

secara meningkat dapat diaskses secara missal dan dari mana pun,

kondisi ini terjadi karena pengguna hanya memerlukan sedikit

pengetahuan teknis untuk menggunakannya” (Gane & Beer, 2008).

Kehadiran media sosial memberikan akses yang luar biasa terhadap

penyimpanan. Pengguna tidak lagi terhenti pada memproduksi dan

mengonsumsi informasi, tetapi juga informasi itu telah menjadibagian dari

dokumen yang tersimpan. Pengandaian sederhana yang bisa dibuat dalam

konteks ini adalah ketika mengakses media sosial dan memiliki akun di

media sosial tersebut, secara otomatis pengguna telah membangun ruang atau

gudang data. Gudang data tersebut diisi oleh pengguna dan pintunya terbuka

untuk dimasuki oleh siapa pun (Nasrullah, 2015:23).

b. Interaksi (interactivity).

Karakter dasar dari media sosoial adalah terbentuknya jaringan

antarpengguna. Jaringan ini tidak sekedar memperluas hubungan pertemanan

atau pengikut (follower) di internet semata, tetapi juga harus dibangun

dengan interaksi antarpengguna tersebut (Nasrullah, 2015:25).

Interaksi dalam kajian media merupakan salah satu pembeda antara

media lama (old media) dengan emdia baru (new media). Di media baru

pengguna bisa berinteraksi, baik diantara pengguna itu sendiri maupun

dengan produser konten media (Nasrullah, 2015:26).

c. Simulasi sosial (simulation of society).

Media sosial memiliki karakter sebagai medium berlangsungnya

masyarakat (society) di dunia virtual. Media sosial memiliki keunikan dan

pola yang dalam banyak kasus bisa berbeda dan tidak dijumpai dalam tatanan

14

masyarakat yang real. Misalnya, pengguna media sosial bisa dikatakan warga

negara digital (digital citizenship) yang berlandaskan keterbukaan tanpa

adanya batasan-batasan (Nasrullah, 2015:28).

Di media sosial interaksi yang ada memang menggambarkan bahkan

mirip dengan realitas, akan tetapi interaksi yang terjadi adalah simulasi dan

terkadang berbeda sama sekali (Nasrullah, 2015:28).

d. Konten oleh pengguna (user-generated content).

Karakteristik media sosial lainnya adalah konten oleh pengguna atau

lebih populer disebut dengan user generated content (UGC). Term ini

menunjukkan bahwa di media sosial konten sepenuhnya milik dan

berdasarkan kontribusi pengguna atau pemilik akun (Nasrullah, 2015:31).

UGC merupakan relasi sombiosis dalam budaya media baru yang

memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna untuk berpartisipasi

(Lister et al., 2003:221). Media baru, termasuk media sosial, mewarkan

perangkat atau alat serta teknologi baru yang memungkinkan khalayak

(konsumen) untuk mengarsipkan, member keterangan, menyesuaikan, dan

menyirkulasikan ulang konten media (Jenkins, 2002) dan ini membawa pada

kondisi produksi media yang Do-It-Yourself (Nasrullah, 2015:31).

Penyebaran ini tidak terbatas pada penyediaan teknologi semata,

tetapi juga menjadi semacam budaya yang ada di media sosial. Upaya

menyebarkan konten, baik milik sendiri maupun orang lain atau berasal dari

sumber lainnya, menjadi semacam kebiasaan digital yang baru bagi pengguna

media sosial. Praktiknya ada semacam kesadaran bahwa konten yang disebar

itu patut atau layak diketahui oleh pengguna lain dengan harapan ada

15

konsekuensi yang muncul, seperti aspek hukum, politik, edukasi masyarakat

maupun perbincangan sosial (Nasrullah, 2015:34).

5. Ciri-Ciri Media Sosial

Secara garis besar media sosial bisa dikatakan sebagai sebuah media

online, di mana para penggunanya(user) melalui aplikasi berbasis internet

dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan konten. Dengan begitu, media

sosial tidak jauh dari ciri-ciri berikut ini:

a. Konten yang disampaikan dibagikan kepada banyak orang dan tidak

terbatas pada satu orang tertentu.

b. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper dan tidak ada gerbang

penghambat.

c. Isi disampaikan secara online dan langsung.

d. Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan bisa juga

tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan

sendiri oleh pengguna.

e. Media sosial menjadikan penggunanya sebagai creator dan aktor yang

memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri.

f. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional seperti

identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis),

hubungan (relasi), reputasi (status) dan kelompok (group) (Tim Pusat

Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014:27).

6. Eksistensialisme

“Eksistensialisme” yang bersal dari kata “eksistensi” dalam bahasa

Indonesia dapat ditelaah dan didefinisikan melalui dua cara. Pertama, secara

16

harfiah yakni sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa yang berlaku, dan

kedua, mengacu pada salah satu bentuk gerakan pemikiran yang ada dalam

filsafat. “Eksistensi” dalam bahasa Indonesia secara harfiah berarti “Ada”.

“Adanya”. “hidup”, “kehidupan”, “keadaan hidup”. “berdiri”, “keadaan

berdiri”, “keadaan mengada” atau :berada” adapun imbuhan –isme di belakang

kata tersebut mengacu pada pengertian aliran, ajaran atau pemahaman. Dengan

demikian, apabila secara harfiah diterjemahkan, eksistensialisme akan berarti

suatu aliran, ajaran atau pemahaman mengenai “ada”, “hidup”, “kehidupan”

atau “berada” (H. Muzairi, 2002:28).

Istilah eksistensialisme yang mengacu pada salah satu bentuk gerakan

pemikiran yang ada dalam filsafat dapat diartikan secara umum sebagai suatu

pemahaman yang menempatkan keberadaan individu atau entitas manusia di

dunia sebagai yang terutama (Nugroho, 2013:16).

Dalam Existentialism and Humanism (1946), Sarte mendefinisikan

eksistensialisme sebagai aliran, ajaran atau pemahaman yang meyakini bahwa

“eksistensi mendahului esensi” (existence precedes essence). Secara singkat,

apa yang dimaksudkan Sarte adalah, sesuatu barulah dapat dimaknai ketika

sesuatu tersebut “ada” terlebih dahulu. Sebagai missal, Sarte mengatakan,

“…pertama-tama manusia ada, berhadapan dengan dirinya sendiri, terjun

ke dalam dunia – dan barulah setelah itu ia mendefinisikan dirinya… Ia

tidak akan menjadi „apa-apa‟ sampai ia menjadikan hidupnya „apa-apa‟

… manusia adalah bukan apa-apa selain apa yang ia buat dari dirinya

sendiri, itulah prinsip pertama Eksistensialisme” (Jean Paul Sarte, 2002 :

40-41,44-45).

Tidak ada satupun yang dapat dilakukan manusia kecuali memilih.

Karena hakikatnya memang demikian dan tekanan kehidupan juga

17

mengharuskannya untuk memilih. Bahkan bila ia memutuskan untuk tidak

memilih, itu juga adalah pilihannya. Oleh karena itu ia bertanggung jawab atas

semua yang ia lakukan (Martin, 2001:33). Eksistensi manusia diidentikkan

dengan pilihannya, dengan keputusan dan kebebasan. Karena tanggung jawab

yang menyeluruh dalam kebasan ini, eksistensi lebih banyak digambarkan

dengan istilah-istilah rasa takut, kesedihan yang mendalam dan diabaikan

(Martin, 2001:35).

“Other is hell” (“Orang lain adalah neraka”) merupakan salah satu ide

yang ditawarkan eksistensialisme Sarte. Bagi Sarte “penajisan” orang lain

sebagai “neraka” dikarenakan eksistensinya yang selalu “mengobjekan” diri

kita. Namun demikian, hal tersebut memang diakui Sarte sebagai inti “konsep

sosial” (filsafat sosial) yang ditawarkan eksistensialisme. Apabila penelaahan

lebih jauh kita lakukan atas eksistensialisme, maka ditemui bahwa kesendirian,

keterkucilan, kesedihan, alienisasi menjadi tema sentral dalam karya-karya

berbagai tokoh eksistensialis (Nugroho, 2013:68-69).

Eksistensi orang lain atau kehadiran orang lain dapat begitu mengancam

keberadaan dan kebebasan diri kita dikarenakan eksistensi orang lain sebagai

etre pour soi „berada bagi dirinya sendiri‟ dan bukannya etre en soi „berada

dalam dirinya sendiri‟. Etre pour soi adalah “ada yang berkesadaran”,

sedangkan etre en soi merupakan “ada yang tak berkesadaran”. Interaksi sosial

yang terjadi antara satu entitas individu dengan entitas individu lain selalu

menemui bentuknya sebagai buah “konflik” yang tak berkesudahan – saling

menjatuhkan satu sama lain. Mengapa hal tersebut dapat terjadi, menurut Sarte,

tak lain dan tak bukan dikarenakan kondisi manusia sebagai etre pour soi

18

„berada bagi dirinya‟ yang bertentangan total atas alam objektif atau etre en soi

„berada dalam dirinya sendiri‟. Ia “lain daripada yang lain”, merupakan

“penyangkalan terhadap realitas”, “menindak segala sesuatu”, “bukan objek”.

Oleh karenya, tambah Sarte, ia mempertahankan diri dengan meniadakan yang

lain (Nugroho, 2013:77-78).

Di era kontemporer, faktisitas (fakta-fakta yang tidak dapat dihindari

manusia) adalah totalisasi kapitalisme yang telah mencengkram berbagai sendi

kehidupan masyarakat. Melalui berbagai gelagatnya, tampak jelas bahwa

kapitalisme dan berbagai pihak yang telah terjerat maupun terintegrasi di

dalamnya mengobjekkan individu di luar in group-nya. Mereka membuat

kontruksi mengenai kebaikan, kecantikan, kemajuan, kecanggihan dan lain

sebagainya. Dalam hal ini, individu yang tak memiliki kapasitas mental

memadai dapat dipastikan dengan mudah terjerat ke dalam jaring

penyerangamannya (kapitalis). Namun, tak demikian halnya dengan seorang

eksistensialis, sebagai respons atas faktisitas tersebut ia akan segera

mengalihkan perhatian, tak mengacuhkan, dan mengubah struktur tersebut

sebagai “neraka” (Nugroho, 2013:137).

7. Seni

Seni adalah suatu keterampilan yang diperoleh dari pengalaman, belajar

atau pengamatan–pengamatan. Pengertian lainya, seni merupakan bagian dari

pelajaran, salah satu ilmu sastral, dan pengertian jamaknya adalah pengetahuan

budaya, pelajaran, ilmu pengetahuan serta suatu pekerjaan yang membutuhkan

pengetahuan atau keterampilan (Bahari, 2008:62-63).

19

Seni rupa adalah suatu wujud hasil karya manusia yang diterima dengan

indra penglihatan, dan secara garis besar dibagi menjadi seni murni dan seni

terap. Seni murni merupakan seni yang karyanya tidak mengandung tujuan

kegunaan (applied) “funsional”, melainkan sebagai media ekspresi yang di

ungkapkan pada seni lukis, seni grafis, seni patung, seni kramik dengan

berbagai teknik beserta aliran-alirannya. Perkembangan seni rupa sekarang ini

selain seni lukis, patung, kramik, grafis juga mewadahi seni-seni yang lainnya

seperti, seni lingkungan (enviromental art), seni instalasi, seni pertunjukan

(performing art), dan lain-lainnya (Bahari, 2008:51).

Seni lukis dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan pengalaman estetik

seseorang yang yang dituangkan dalam bidang dua dimensi (dua matra),

dengan menggunakan medium rupa, yaitu garis, warna, tekstur, shape, dan

sebagainya. Medium rupa dapat dijangkau melalui berbagai macam jenis

material seperti tinta, cat/pigmen. Tanah liat, semen, dan berbagai jenis aplikasi

yang member kemungkinan untuk mewujudkan medium rupa (Dharsono, 2003:

30).

8. Komponen Seni

Terdapat tiga komponen dalam proses penciptaan seni sebagai landasan

berkarya, landasan tersebut adalah :

a. Subject matter (Tema)

Merupakan bentuk dalam ide sang seniman, belum dituangkan dalam

media atau belum lahir sebagai bentuk fisik. Pengejawantahan subject matter

inilah yang nantinya akan menjadi karya seni. Subject matter muncul dari

pengalaman pribadi, tanggapan dan pengolahan sang seniman terhadap objek

20

tertentu yang menarik perhatianya, objek tersebut dapat berupa benda –

benda atau peristiwa tertentu kemudian diolah dalam bentuk seni. (Sumardjo,

1999:30) Subject matter penulis dalam pembuatan karya tugas akhir ini

adalah dunia virtual dalam media sosial yang lebih difokuskan ke filsafat

eksistensialisme. Hal ini merupakan sebuah fenomena sosial yang menarik

perhatian penulis.

b. Form (Bentuk)

Terdiri dari dua macam yakni bentuk fisik dan psikis. Bentuk fisik

merupakan konkretisasi dari subject matter, sedangkan bentuk psikis

merupakan susunan dari hasil tanggapan. (Sumardjo, 1999:30) Bentuk fisik

dari konkretisasi dari subject matter yang penulis angkat adalah dalam bentuk

karya lukis, sedangkan dalam bentuk psikis berupa tanggapan mengenai

media sosial sebagai eksistensialisme dalam era modernitas.

c. Isi atau makna

Isi atau makna adalah bobot karya yang terdapat dalam sebuah karya

sastra dan hanya dapat dihayati dengan mata batin seseorang penghayat

secara kontemplatif. (Sumardjo, 1999:30) Isi atau makna karya merupakan

hasil atau simpulan pribadi penulis. Meskipun begitu penulis tidak

membatasi, pemaknaan juga dapat diartikan berbeda bagi masing-masing

penikmat.

21

9. Prinsip – Prinsip Desain

a. Kesatuan (unity)

Yaitu merupakan kesatuan yang diciptakan lewat sub-azas dominasi

dan subordinasi (yang utama dan kurang utama) dan koheren dalam suatu

komposisi karya seni (Susanto, 2012:416). Karya yang penulis buat

diciptakan dengan dominasi figur yang diletakkan di tengah sebagai point of

interest dan ornamen pendukung lain yang berada di sekitar sosok figur.

b. Keselarasan (harmony)

Tatanan atau proporsi yang dianggap seimbang dan memiliki

keserasian merujuk pada pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi

bahan dan teknik tertentu dengan berpedoman pada aturan-aturan ideal

(Susanto, 2012:175). Penggunaan warna menjadi hal utama yang membuat

karya penulis menjadi tatanan yang seimbang, perpaduan warna dan jeda

kosong pada karya serta bahan dan teknik juga mempengaruhi keselarasan

pada tiap karya yang penulis buat.

c. Kesetimbangan (balance)

Keseimbangan, persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan

memberi tekananan pada stabilitas suatu komposisi karya seni.

Balance (keseimbangan) dikelompokkan menjadi hidden balance

(keseimbangan tertutup), symmetrical balance (keseimbangan simetris),

asymetrical balance (keseimbangan asimetris), balance by contrast

(perbedaan atau adanya oposisi) (Susanto, 2012:46). Penulis menggunakan

22

keseimbangan yang berbeda dalam tiap karya, penekanan dalam ukuran

menjadi pertimbangan tersendiri dalam penentuan stabilitas dalam komposisi

karya penulis.

10. Unsur – Unsur Visual

a. Garis

Perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Garis

memiliki dimensi memanjang juga punya arah, bisa panjang, pendek, halus,

tebal, berombak melengkung, serta lurus. Hal inilah yang menjadi ukuran

garis. Garis memiliki ukuran yang bersifat nisbi, yakni ukuran yang panjang-

pendek, tinggi-rendah, besar-kecil, tebal-tipis. Sedangkan arah garis ada tiga:

horizontal, vertikal, diagonal, meskipun garis bisa melengkung, bergerigi

maupun acak (Susanto, 2011: 148).

b. Bidang / Shape

Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena pembatasan

sebuah kontur (garis) atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau

gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur, bidang bisa menyerupai

wujud alam (figur), dan juga ada yang tidak sama sekali menyerupai wujud

alam (non figur) (Darsono, 2004: 90).

c. Tekstur

Tekstur adalah kesan halus atau kasar permukaan yang ditampilkan

pada sebuah karya. Berdasarkan macamnya tekstur dibagi menjadi dua yaitu,

tekstur nyata, nilai permukaan yang sama secara visual mata dengan rabanya.

Tekstur semu, nilai permukaan yang berbeda secara visual mata dengan

rabanya (Bahari, 2008: 101).

23

d. Warna

Tanpa adanya cahaya maka tidak akan terjadi warna, itu pun berlaku

pada karya seni, tanpa adanya cahaya maka karya tersebut tidak akan

menampakkan warna. Warna merupakan pantulan cahaya dan warna menjadi

terlihat karena adanya cahaya yang menimpa pada suatu benda (Sadjiman,

2009: 12).

11. Komposisi

Komposisi dapat di golongkan menjadi beberapa macam, yakni:

komposisi statis dan dinamis, komposisi terbuka dan tertutup. Komposisi statis

adalah komposisi pasif sedangkan komposisi dinamis adalah komposisi aktif

atau hidup (tidak kaku). Apabila menginginkan komposisi yang tenang, diam

(statis) maka beberapa hal dapat mendukung adalah dengan menggunakan

bentuk-bentuk geometri dalam suatu kesamaan bentuk, dan didalam struktur

vertikal-horisontal. sedangkan jika menghendaki komposisi yang merupakan

unsur-unsur organik dalam alam, struktur tersebut harus bebas dengan bentuk-

bentuk yang bervariasi maka akan memberikan kesan gerak pada sebuah

komposisi (Arsad Hakim. 1987:36).

12. Kolase

Kolase adalah sebuah teknik menempel berbagai macam unsur ke dalam

satu frame sehingga menghasilkan karya seni yang baru. Dengan demikian,

kolase adalah karya seni rupa yang dibuat dengan cara menempelkan bahan apa

saja ke dalam satu komposisi yang serasi sehingga menjadi satu kesatuan

karya. Kata kunci yang menjadi esensi dari koalse adalah menempel atau

24

merekatkan bahan apa saja yang serasi. Karya kolase bisa berwujud sebuah

karya utuh atau hanya merupakan bagian dari sebuah karya, misalnya lukisan

yang menambahkan unsur tempelan sebagai elemen estetis (Muharra, 2013:8).

B. Sumber Ide

Karya-karya mengenai hal yang dekat akan keseharian tentunya bukanlah

suatu hal yang baru. Banyak seniman terdahulu yang menggunakan tema

keseharian dalam penciptaan karya seninya. Salah satunya adalah Andy Warhol.

Eksistensialisme juga tidak dapat dilepaskan dari sosok-sosok pelukis portrait

yang sering kali menggambarkan dirinya dalam karya buatannya, itulah yang

dilakukan Frida Kahlo, menggambarkan diri sendiri pada karyanya. Era

kontemporer yang semakin maju memunculkan sebuah aliran baru yang sering

disebut dengan superflat. Takashi Murakami adalah penggagas dari aliran

tersebut. Karya-karyanya merupakan gabungan visual yang banyak

mempengaruhi penulis. Ia dapat menggabungkan bentuk sederhana menjadi

sebuah hal yang menarik untuk diamati. Membuat sesuatu yang terlihat mudah

untuk difikirkan tetapi sulit untuk dicipta. Proses pembuatan karya tugas akhir ini

terinspirasi dari ketiga seniman tersebut.

1. Andy Warhol

Andy Warhol (lahir 6 Agustus 1928 – meninggal 22 Februari 1987 pada

umur 58 tahun), adalah seorang seniman, sutradara avant-garde, penulis dan

figur sosial Amerika. Warhol juga bekerja sebagai penerbit, produser rekaman

dan aktor. Dengan latar belakang dan pengalamannya dalam seni komersil,

Warhol menjadi salah satu pencetus gerakan Pop Art di Amerika Serikat pada

tahun 1950an.

25

Karya-karya Warhol yang paling dikenal adalah lukisan-lukisan (cetakan

sablon) kemasan produk konsumen dan benda sehari-hari yang sangat

sederhana dan berkontras tinggi, misalnya Campbell's Soup Cans, bunga

poppy, dan gambar sebuah pisang pada cover album musik rock The Velvet

Underground and Nico (1967), dan juga untuk potret-potret ikonik selebritis

abad 20, seperti Marilyn Monroe, Elvis Presley, Jacqueline Kennedy Onassis,

Judy Garland, dan Elizabeth Taylor.

Salah satu karya Andy Warhol yang terkenal adalah Campbell‟s Soup

Cans. Karya ini menggambarkan sebuah kaleng sop Campbell dengan

menggunakan teknik sablon. Ia membuat sejumlah karya kaleng sop Campbell

dengan berbagai rasa. Dalam karya-karyanya Warhol memberikan pemaknaan

baru dalam benda sederhana yang tidak asing dalam keseharian

Gambar 1: Andy Warhol, Campbell’s Soup Cans

Sumber: http://www.moma.org/wp/moma_learning/wp-

content/uploads/2012/06/Warhol.-Soup-Cans-469x292.jpg

Kebanyakan karya Andy Warhol mengangkat tema sehari-hari dengan

pemaknaan yang dalam sehingga nantinya objek yang ia gunakan akan

memberikan ingatan baru kepada orang yang melihatnya. Merujuk pada hal itu

penulis terinspirasi untuk mengangkat tema yang dekat dengan keseharian.

26

2. Frida Kahlo

Frida Kahlo de Rivera (Magdalena Carmen Frieda Kahlo y Calderon;

lahir 6 Juli 1907 – meninggal 13 Juli 1954 pada umur 47 tahun) adalah seorang

pelukis Meksiko yang lahir di Coyoacán, dan paling dikenal karena potret

dirinya. Kehidupan Kahlo mulai dan berakhir di Kota Meksiko, di rumahnya

yang dikenal sebagai Blue House (rumah biru).

Gambar 2: Frida Kahlo, Self Portrait With Monkeys 1940

Sumber: http://www.frida-kahlo-foundation.org/Self-Portrait-With-Monkeys-1940-

large.html

Kahlo dipengaruhi oleh budaya asli Meksiko yang sangat nyata dalam

penggunaan warna-warna cerah dan simbolisme dramatis. Ia menggabungkan

unsur-unsur dari tradisi agama Meksiko klasik dengan sentuhan surealis. Kahlo

menciptakan beberapa gambar "potret," tapi tidak seperti lukisan-lukisannya,

mereka lebih abstrak. Kebanyakan karya Kahlo menampilkan dirinya sendiri

27

karena ia mengakui bahwa “I paint myself because I am so often alone and

because I am the subject I know best” atau dapat diartikan “saya melukis diri

saya sendiri karena saya sering sendirian dan karena saya adalah subjek yang

paling saya ketahui”. Kejujurannya dalam berkarya seni merupakan modal

utama dalam pembuatan karya nya. Ketertarikan penulis akan penggambaran

sosok figur terperngaruhi dari Kahlo yang banyak menampilkan dirinya sendiri,

dalam karya tugas akhir penampilan diri sendiri yang dimaksudkan penulis

adalah diri dari tiap orang yang memakai media sosial.

3. Takashi Murakami

Takashi Murakami lahir 1 Februari 1962, ia terkenal dalam dunia

internasional sebagai seniman pengembang seni rupa kontemporer Jepang. Ia

berkarya dalam media seni murni seperti lukis dan patung, juga karya

konvensional dalam dunia media periklanan, fashion, merchandise, dan

animasi. Dan itu dikenal dalam ketidak jelasan antara high dan low arts. Ia lalu

membuat istilah superflat, yang menggambarkan keduanya.

Karya-karya Murakami memiliki medium yang luas dan secara

keseluruhan di deskripsikan sebagai superflat. Karyanya dikenal dari

pemakaian warna, penggabungan motif tradisional Jepang dan kultur popular,

datar/permukaan yang mengkilat, dan isinya yang dapat di deskripsikan dengan

kata “cute”, “psychedelic”, atau “menyindir”. Beberapa motif yang paling

terkenal adalah bunga tersenyum, karakter ikonik, jamur, tengkorak, Buddha,

iconography, dan sexual complex terhadap kultur otaku.

28

Gambar 3 : Takashi Murakami, Flower Matango

Sumber : http://jlgaliano.blogspot.co.id/2009/03/takashi-murakami.html

Karya flower Matango ini menjelaskan konsep dasar dari superflat art itu

sendiri. Yaitu dengan bentuk sederhana seperti bunga tersenyum dan

pembuatannya yang sulit dengan banyaknya warna pada resin dan berbagai

media yang sulit untuk dikerjakan. Karya ini menampilkan suatu hal yang

mudah tetapi juga sulit untuk dikerjakan.

Karya- karya Murakami yang menggunakan beragam media sangat

mempengaruhi pengalaman visual dari penulis. Karya tugas akhir yang dibuat

oleh penulis menggunakan media campuran yang terinspirasi dari karya-karya

Murakami. Keberanian dalam komposisi warna maupun bentuk dalam visual

karya penulis juga banyak terpengaruh. Pembedaan eksplorasi media yang

digunakan penulis dalam pembuatan karya tugas akhir adalah dengan

menggunakan clay.