iesq

12
MAKALAH URGENSI HUBUNGAN IESQ DENGAN MINDSET ESENSI OLEH : ASNIAR SILALAHI/NIM 8156132059 Kelas AW2 AP Kepengawasan Mata Kuliah PENGAWAS DAN KEPENGAWASAN DosenPengampu PROF. DR. BELFERIK MANULLANG PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2016

Upload: asniar-shelalahi

Post on 07-Jan-2017

217 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: IESQ

MAKALAH

URGENSI HUBUNGAN IESQ DENGAN MINDSET ESENSI

OLEH :ASNIAR SILALAHI/NIM 8156132059

Kelas AW2 AP Kepengawasan

Mata KuliahPENGAWAS DAN KEPENGAWASAN

DosenPengampuPROF. DR. BELFERIK MANULLANG

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKANKONSENTRASI KEPENGAWASAN

PROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016

Page 2: IESQ

BAB 1

PENDAHULUAN

Tujuan akhir dari sebuah pendidikan adalah menciptakan manusia yang berkarakter. Menciptakan karakter manusia dimulai dari sejak dini. Pendidikan seorang individu dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Keluarga menjadi wadah pertama pembentukan karakter seseorang. Manusia terlahir seperti selembar kertas putih. Apa dan bagaimana selanjutnya manusia tersebut ditentukan dari lingkungan tempat pribadi tersebut dibentuk.

Peran keluarga menjadi sangat urgen untuk membentuk karakter seseorang. Selanjutnya sampai ke lingkungan formal seperti sekolah dan lingkungan nonformal seperti lingkungan pergaulan. Banyak hal sebagai pembentuk karakter seorang individu. Antara lain IQ, EQ, dan SQ.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara ciptanNya yang lain, dimana manusia memiliki hati untuk merasakan, naluri dan akal untuk berfikir sehingga manusia menempati posisi yang paling tinggi diantara makhluk yang lain. Dengan kesempurnaanya itu manusia dalam berfikir diberi kualitas serta kecerdasan yaitu seperti kecerdasan IQ, EQ dan SQ yang merupakan kecerdasan berfikir, emosi serta spiritual. Tingkat kecerdasan seseorang dapat diukur dengan seberapa tinggi tingkatan IQ nya dengan berapa macam cara, namun tingkat kecerdasan seseorang dikatan bagus jika ketiga elemen tersebut saling bekerja sama secara seimbang dan optimal yang terutama diasah adalah kecerdasan spiritual atau SQ sebagai modal pembentuk IQ dan SQ, serta adanya pengelolaan atau usaha untuk terus mengasah ketajaman kualitas kecerdasan manusia yang lebih tinggi.

Penggabungan tersebut akan menghasilkan sebuah totalitas kompetensi yang didorong oleh tiga motivasi, dimana hidup dan bekerja bukan hanya dilandasi motivasi materi maupun emosi, namun juga motivasi spiritual. Seseorang akan mengalami transformasi diri untuk hidup bahagia, semangat, bernilai dan penuh makna. Mampu memahami bahwa dalam diri manusia terdapat tiga kecerdasan yaitu kecerdasan IQ, EQ dan SQ yang selama ini tidak disadari. Menanamkan nilai dan prinsip moral, sebagai panduan etika, serta meningkatkan komitmen setiap individu untuk menjalankannya. Mampu menemukan kebahagiaan spiritual sehingga memandang pekerjaan bukan beban melainkan sebuah pengabdian dan panggilan jiwa. Pimpinan Organisasi/Perusahaan. Calon Pemimpin, Pendidik, Pengusaha, Karyawan, Orang tua, Mahasiswa, Pelajar, dan lain sebagainya.

Permasalahan yang sering muncul dan kehidupan sehari-hari adalah bagaimana seseorang dapat menyeimbangkan antara IQ, EQ, dan SQ. banyak orang cerdas secara IQ tetapi memiliki karakter pribadi yang arogan, emosional dan egois, apatis, dan tidak peduli terhadap orang lain. Keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ dapat mencipakan karaker manusai yang ideal. Tau akan hak dan kewajibannya dan benar memiliki rasa empati terhadap orang lain.

Page 3: IESQ

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ATAU DEFINISI DARI IQ, EQ DAN SQ

1. Kecerdasan Intelektual (IQ)

Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini

mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi

adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi

lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah

suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,

inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai

tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ

atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes

kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf

kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari

pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet,

ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari

Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan

mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test

Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal

dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap

masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur

kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak.

Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita

Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia

Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut

penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun.

Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari

keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.

2. Kecerdasan Emosional (EQ)

EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil

penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap

manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran

rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ),

sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.

Page 4: IESQ

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa

“kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 %

ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama

teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ

mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan

keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan

bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.

Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi

dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu

mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-

manusia utama dilihat dari berbagai segi.

Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional.

Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah

otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya

bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri

sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada

diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan

yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri

maupun dari orang lain

Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab penuh

pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi, dan

berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan

segala sesuatunya dengan lebih baik.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan

pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara

hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya

didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri

yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan

memilah informasi yang didapat dari panca indra. Substansi dari kecerdasan emosional

adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi.

Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang

tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal.

Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran

komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh

karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal)

seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation

Page 5: IESQ

(mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan

memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola

konflik dengan orang lain secara baik .

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat

menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan. Mantan Presiden Soeharto

dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi,

mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi.

3. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual

(SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual

Intelligence : the Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim

bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk

menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan

membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan

di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia

pasti mempunyai kelebihan dan juga ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa

melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan

pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.

Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang

diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan

kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat

menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi

dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara

proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari

pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan

Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).

Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai

perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang

ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi

yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling

sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang

ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada

setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna

yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan

yang positif.

Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti

berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat

membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya

Page 6: IESQ

atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk

memiliki nilai-nilai itu sendiri.

4. Mindset Esensi

Manusia disebut sebagai makhluk berpikir. Pola pikir masing-masing kita sejatinya sangat tergantung kapasitas pengetahuan. Pola piker akan membentuk karakter. Psikiater dari Austria, Sigmund Freud (1856-1939), menjelaskan enam tahap perkembangan manusia, dan masing-masing memiliki kebutuhannya sendiri. Tiga di antaranya adalah tahap oral, tahap anal, dan tahap genital.

Tahap oral terjadi ketika kebutuhan manusia baru sebatas materi dan serba fisik. Kebutuhan tahap ini menuntut pemenuhan sesegera mungkin. Letak kenikmatannya adalah pada mulut. Dalam konteks sosial, itulah orang-orang yang jatah umurnya habis untuk mengabdi benda. Fenomena mega korupsi juga menunjukkan bahwa mental kebanyakan oknum pejabat belum beranjak dari tahap oral. Hasrat nafsu, itulah Tuhan mereka.

Ada juga yang terperangkap pada tahap anal. Ialah ketika kenikmatan tidak hanya terletak pada mulut, tapi ketika mengeluarkan sesuatu dari tubuh, seperti ketika buang air besar atau kecil. Mereka yang terlalu gemar menumpuk harta, lama-lama terjangkit kenikmatan melihat limpahan harta yang berhasil ditumpuk dalam brankas atau rekening. Persis perilaku anak-anak yang senang berlama-lama di toilet karena menikmati tumpukan kotoran mereka sendiri. Penyakit yang segera muncul pada tahap ini adalah takut kehilangan harta sehingga bersikap kikir. Mental demikian jelas tidak pernah melahirkan kebahagiaan hidup. Pelakunya bahkan digelari Allah sebagai pendusta agama.

Semakin meningkat level kepribadian manusia, semakin abstrak pula kebutuhannya. Kebutuhan menjadi tidak lagi serba fisik, tapi sudah mencapai level nonfisik. Kebutuhan untuk bersosial, menentukan identitas diri, menajamkan intelektualias, menciptakan rasa damai, menumbuhkan kasih sayang, dan semisalnya, itulah tahap genital. Kedewasaan manusia terjadi ketika ia mampu mengatasi egonya dan menggiatkan amal kebajikan untuk sesama. Manusia pada tahap genital berhasil menundukkan keakuan demi menjunjung tinggi kekitaan dan kebersamaan.

Manusia pada umumnya dalam melakukan sesuatu pasti lebih dulu orang tersebut karena didorong oleh pola berfikirnya. Jadi pola pikirlah yang menggerakkan, mendorong atau yang menjadi landasan mengapa seseorang melakukan sesuatu. Itulah sebabnya kalau kita hendak melarang seseorang untuk tidak melakukan suatu hal atau sebaliknya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu maka hal pertama yang harus dipengaruhi lebih dulu adalah pola pikirnya, jalan pikirannya yang diubah dulu. Kita bisa saja melarang seseorang untuk tidak melakukan sesuatu atau mendorong seseorang melakukan sesuatu tetapi jika tanpa merubah pola pikirnya lebih dulu maka tidak akan menghasilkan suatu perubahan hasil yang permanen atau perubahan yang berarti. Kalau kita ingin merubah perilakau seseorang dengan hasil yang lebih permanen atau lebih berarti maka yang harus dipengaruhi pertama kali adalah pola pikirnya.

5. Urgensi Hubungan Antara IESQ Dengan Mindset Esensi

Ada istilah yang menyebutkan bahwa “apa yang kamu fikirkan itulah yang kamu lakukan”. Jadi apa saja yang akan kia lakukan biasanya muncul dari pikiran kita. Apa dan bagaimana yang kita fikirkan anan menentukan apa tindakan kita dan berpengaruh juga terhadap apa yang kita rasakan. Tujuan pendidikan karakter yaitu: jujur, tanggungjawab, disiplin, visioner, adil, peduli, kerja sama.

Hubungan antara Karakter dan Kecerdasan Emosional sebagai berikut: Kecerdasan emosional berada pada ranah afeksi, kalbu, hati atau perasaan. Karakter berada pada ranah psikomotorik, gerak-gerik atau tingkah laku. Kecerdasan emosional seseorang lahir dari sebuah pendidikan atau latihan sejak dini atau sejak masa balita atau masih kanak-kanak.-Karakter seseorang juga adalah hasil dari sebuah pendidikan yang panjang yang juga dimulai sejak kanak-kanak yang dilakukan oleh orang tua atau guru pendidik.

Page 7: IESQ

Kecerdasan Emosional lahir dari pemahaman/perasaan sebagai refleksi dari luar diri atau dari diri sendiri.-Kecerdasan emosional dan Karakter berpadu pada tingkah laku yang merupakan hasil dari sebuah pendidikan yang panjang.

Hubungan antara Karakter dengan Kecerdasan Spiritual sebagai berikut:-Kecerdasan Spiritual berada pada titik God Spot secara fisik dan berada pada kesadaran murni di dalam Qalbu ruhiyah. Karakter berada pada ranah psikomotorik, gerak-gerik atau tingkah laku. Kecerdasan Spiritual seseorang juga lahir dari sebuah pendidikan, tetapi juga kadang diperoleh dari hasil sebuah perenungan atau kontemplasi bahkan ada pula berasal dari luar dirinya atau campur tangan Tuhan, inilah yang biasa dikenal dengan Ilham atau Ilmu Ladunni. Karakter merupakan sebuah hasil pendidikan dan latihan. Karakter dan Kecerdasan Spiritual berpadu pada tingkah laku, gerak-gerik atau kepribadian yang keduanya adalah hasil pendidikan.

Hubungan pendidikan karakter dan EQ, SQ dan akhlak merupakan hubungan yang sangat dinamis, hubungan tersebut saling berinteraksi pada sebuah proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan.

Eksistensi pendidikan karakter berfokus pada proses pembentukan manusia, yaitu meramu, melukis, membentuk, mengukir atau bahkan memahat unsur-unsur pribadi manusia yang bertujuan untuk pembentukan tabiat, perilaku atau akhlak yang mulia yang disepakati oleh masyarakat sebagai sebuah perbuatan yang baik. Ruang lingkup EQ, SQ dan akhlak berada pada sikap hidup diri pribadi manusia yang berperan dalam menentukan tabiat atau kepribadian seseorang dalam bersosialisasi pada lingkungannya .

Hubungan pendidikan karakter dan EQ, SQ dan akhlak adalah hubungan pada tataran rasional, hubungan emosional, spiritual yang menuntut adanya managemen untuk membentuk sikap yang bermuara pada lahirnya sebuah kepribadian, tabiat, tingkah laku seseorang, budi bahasa, kesopanan.Selalulah berupaya mengenali cara dan pola berpikir Anda sendiri. Ketahuilah bahwa otak dan pikiran Anda punya dua cara kerja utama. Ada yang bekerja dengan gaya kiri, dan ada yang bekerja dengan gaya kanan.Cara kerja otak kiri adalah demi bertahan dan survive. Demi keamanan dan keterencanaan. Demi masa depan dan demi tujuan. Ia lebih dekat pada upaya menganalisis keadaan. Ia pandai berhitung, dan pandai memilah-milah dengan ilmiah. Ia kaku dan apa adanya.

Cara kerja otak kanan adalah demi kemajuan dan progress. Demi kepuasan dan keterkendalian. Demi saat ini dan demi pencapaian, lebih dekat pada upaya kreatif, pandai menemukan jejak, dan pandai menyesuaikan diri. Fleksibel dan mampu mengadaptasi.Setiap detik, setiap menit, dan setiap saat, Anda sudah sangat terbiasa mengaktifkan otak kiri Anda. Sudah saatnya bagi Anda untuk juga membiasakan diri mengaktivasi sisi kanan dari otak Anda. Adalah pada tempatnya jika Anda mulai membiasakan diri berada di dalam keseimbangan pikiran.

Keseimbangan pikiran adalah bekal utama yang pertama untuk bertahan di tengah badai. Tanpa keseimbangan ini, Anda akan merasa tidak berguna, useless, dan tak tahu harus bagaimana. Dengan keseimbangan pikiran, Anda selalu bisa kembali fokus.Kenalilah state dan kondisi otak dan pikiran Anda setiap saat, agar bisa Anda manfaatkan sehingga Anda bisa efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.

Otak kiri dan otak kanan Anda erat hubungannya dengan perasaan dan emosi Anda.Otak kiri Anda berkaitan dengan rasa mampu bertahan dan rasa keselamatan. Erat hubungannya dengan rasa aman dan rasa tetap berada di jalur yang tepat. Erat hubungannya dengan rasa kejelasan tentang masa depan dan rasa mampu mencapai tujuan.

Keseimbangan di dalam emosi dan perasaan adalah bekal utama yang kedua untuk bertahan di tengah badai. Tanpa keseimbangan ini, Anda akan merasa tidak punya harapan, pudarnya segala impian, dan keputusasaan. Dengan keseimbangan emosi, Anda selalu bisa memperbaiki mood dan perasaan.Belajarlah untuk mampu mentransformasi segala bentuk energi dari emosi dan perasaan, menjadi energi positif yang mendorong Anda, agar melaju tanpa hambatan di tengah perjalanan.

Page 8: IESQ

BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelesan diatas sudah sangat jelas bahwa manusia merupakan makhluk yang sangat sempurna atas ciptaan Tuhannya karena merupakan satu-satunya makhluk yang mempunyai IQ, EQ dan SQ. Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan meskipun perkembangannya berbeda-beda dan mempunyai proporsi yang berbeda, sehingga terkadang terjadi ketidak seimbangan dalam kecerdasan seseorang, hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor baik intern ataupu ekstern. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan ketiga komponen tersebut melalui berbagai kegiatan. Keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ dapat mencipakan karaker manusai yang ideal. Tau akan hak dan kewajibannya dan benar memiliki rasa empati terhadap orang lain.

IESQ sangat mempengaruhi mindset manusia. Bagaimana keseimbangan antara IESQ dapat membentuk mindset esensi yang ideal. Pola piker yang baik dapat menunjang pencapaian yang maksimal dari cita-cita yang diimpikan oleh manusia itu sendiri.

Dengan dua mindset yang terpenting di atas, Anda selalu punya peluang untuk tetap bergerak. Tanpanya, Anda akan selalu merasa berjalan di tempat dan merasa tidak kemana-mana.Dengannya, Anda semestinya tetap bergerak dengan kreatif. Jika tidak, maka Anda sudah selayaknya menimbang-nimbang ulang keseimbangan Anda. Baik di dalam pikiran, maupun di dalam perasaan.Dengan keep moving, Anda akan tetap berjalan. Dan dengan keseimbangannya, Anda akan tetap berjalan ke arah yang benar.Jika ketiga mindset sukses Anda sudah terlatih dan selalu berada di dalam keseimbangannya, maka dipastikan Anda akan tetap sampai ke tujuan.