identifikasi pencemaran teluk buyat

26
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan memberi kontribusi ekonomi penting bagi banyak daerah sedang berkembang di wilayah tropis. Hal yang menarik perhatian adalah banyak lokasi tambang di tropis berada pada pulau yang memiliki area daratan terbatas. Sementara itu, area daratan yang terbatas menghendaki adanya pertimbangan untuk mebuang tailings ke laut, dimana hal lain yang penting untuk dikenali yaitu masyarakat lokal tergantung pada laut sebagai pemasok utama sumber protein. Pengkajian dampak dari buangan tailings ke laut biasanya dibatasi oleh dana dan waktu, dimana hasil yang diperoleh juga terbatas untuk memahami resiko lanjutannya ke rantai makanan dan ekosistem laut, mencakup interaksi antara ekosistem perairan dalam dan dangkal. Areal penambangan emas Newmon Minahasa Raya (NMR) memiliki sebesar 527.448 hektar yang mencakup Kecamatan Minahasa dan Bolaang Mongondow Sulawesi utara, dan merupakan penambangan dengan system terbuka. Saham sebesar 80% dari Pertambangan emas Newmont Minahasa Raya (NMR) dimiliki oleh US-Newmont Mining Korporasi, yang merupakan perusahaan pertambangan paling besar di dunia, dan 20% lainnya dimiliki oleh Tanjung Serapung Indonesia (JATAM,2001). Tahun 1986, NMR menandatangani kontrak penambangan emas dengan pemerintah Indonesia. Dalam kontraknya ternyata tidak ada perjanjian yang dibuat dengan masyarakat lokal (orang) Ratatotok, dan perusahaan tidak memiliki rencana manajemen lingkungan yang sesuai. Sebelum NMR, orang Desa Ratatotok 1

Upload: rarasiahaya

Post on 03-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Penambangan emas Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah suatu penambangan terbuka, dimana dalam menunjang aktivitas penambangannya diawali dengan kegiatan land clearing daerah penambangan dan daerah pembangunan fasilitas penunjang.

TRANSCRIPT

JADWAL KULIAH SEMESTER GANJIL

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Pertambangan memberi kontribusi ekonomi penting bagi banyak daerah sedang berkembang di wilayah tropis. Hal yang menarik perhatian adalah banyak lokasi tambang di tropis berada pada pulau yang memiliki area daratan terbatas. Sementara itu, area daratan yang terbatas menghendaki adanya pertimbangan untuk mebuang tailings ke laut, dimana hal lain yang penting untuk dikenali yaitu masyarakat lokal tergantung pada laut sebagai pemasok utama sumber protein. Pengkajian dampak dari buangan tailings ke laut biasanya dibatasi oleh dana dan waktu, dimana hasil yang diperoleh juga terbatas untuk memahami resiko lanjutannya ke rantai makanan dan ekosistem laut, mencakup interaksi antara ekosistem perairan dalam dan dangkal.

Areal penambangan emas Newmon Minahasa Raya (NMR) memiliki sebesar 527.448 hektar yang mencakup Kecamatan Minahasa dan Bolaang Mongondow Sulawesi utara, dan merupakan penambangan dengan system terbuka. Saham sebesar 80% dari Pertambangan emas Newmont Minahasa Raya (NMR) dimiliki oleh US-Newmont Mining Korporasi, yang merupakan perusahaan pertambangan paling besar di dunia, dan 20% lainnya dimiliki oleh Tanjung Serapung Indonesia (JATAM,2001). Tahun 1986, NMR menandatangani kontrak penambangan emas dengan pemerintah Indonesia. Dalam kontraknya ternyata tidak ada perjanjian yang dibuat dengan masyarakat lokal (orang) Ratatotok, dan perusahaan tidak memiliki rencana manajemen lingkungan yang sesuai. Sebelum NMR, orang Desa Ratatotok mekalukan aktivitas bertani di bukit-bukit yang subur dan orang Desa di Teluk Buyat memancing pada perairan biru yang jernih. Akan tetapi semenjak NMR memulai penambangan emas, maka gaya hidup masyarakat yang berbasis subsisten itu mengalami hancur. Terkait upaya menunjang aktivitas penambangannya, PT. NMR melakukan kegiatan pembangunan, yaitu penyiapan lahan penambangan, fasilitas penujang operasi yang menghendaki pembukaan lahan. Selain itu, NMR membangun jalan yang menyebabkan genangan-genangan parah yang menghancurkan hutan bakau dan kerusakan rumah penduduk. Denagn demikian, muncul pertanyaan, yaitu bagaimana dampak kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan penambangan emas NMR tersebut.Pada Maret 1996, kegiatan penambangan NMR mulai produksi dan masyarakat mengalami penderitaan akibat dampaknya. Mereka tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas-aktivitas pertambangan, malahan menjadi korban akibat penyerobotan lahan serta dipaksa menandatangani surat pelepasan lahannya, serta menerima kompensasi terhadap lahan yang dicaplok. Suatu pernyaaan penting yang perlu dilacak yaitu sejauh mana pencemaran perairan Teluk Buyat akibat operasi Submarine Tailing Disposal (STD) dari penambangan emas NMR ini.

Gambar 1. Stasiun Choke NMR di Teluk Buyat (Sumber : Glynn, 2002).1.2. Tjuan dan KegunaanPada dasarnya, tugas ini bertujuan mengidentifikan (1). Kerusakan lingkungan pesisir akibat kegiatan penambangan emas NMR, dan (2). Pencemaran perairan Teluk Buyat akibat Operasi Pemnuangan Tailings Bawah Laut (Submarine Tailing Disposal Operasion) dari kegiatan penambangan emas NMR Sulawesi Utara.

METODE PENULISANTugas dengan judul Identifikasi Kerusakan Dan Pencemaran Lingkungan Pesisir Teluk Buyat Akibat Penambangan Emas P.T. Newmon Minahasa Utara di Provinsi Sulawesi Utara ini disusun melalui suatu penelusuran data dan informasi yang terdapat pada berbagai artikel ilmiah, laporan penelitian atau kajian yang dilakukan, serta surat kabar yang memuat masalah pencemaran Teluk Buyat akibat pertambangan emas P.T. Newmon Minahasa Utara, terutama operasi dari Submarine Tailing Disposal (STD). Data dan informasi dari berbagai sumber tersebut dicuplik dengan menyebutkan sumbernya untuk mengembangkan narasi menyangkut pembahasan tugas ini.

3. URAIAN HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Eemas NMR.Penambangan emas Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah suatu penambangan terbuka, dimana dalam menunjang aktivitas penambangannya diawali dengan kegiatan land clearing daerah penambangan dan daerah pembangunan fasilitas penunjang. Pembangunan fasilitas penunjang dimaksud adalah jaringan jalan menunju lokasi penambangan, fasilitas pengolahan biji emas, tailing dump, jaringan pembuangan limbah, termasuk Submarine Tailing Disposal (STD), pembangunan perumahan bagi staf pimpinan perusahaan, karyawan dan pekerja tambang emas tersebut. Selain itu, pembangunan jaringan jalan menunju lokasi penambangan juga menghendaki adanya upaya pembukaan lahan sepanjang jalur jalan yang direncanakan.Pada dasarnya penyiapan lokasi penambangan dan pembangunan fasilitas penunjang penambangan emas NMR dimaksud menyebabkan perubahan bentangan alam, yang diikuti oleh berbagai dampak kerusakan lingkungan. Melalui hasil-hasil kajian, pendekatan teoritis dan pengalaman yang dimiliki, maka dampak dari kegiatan penambangan emas NMR terhadap lingkungan dapat diuraikan berikut ini. 3.1.1. Kerusakan Lingkungan Akibat Land Clearing Areal Penambangan Kegiatan land clearing (penggusuran) pada areal rencana penambangan dan areal pembangunan fasilitas penunjang penambangan emas NMR menyebabkan lahan menjadi terbuka. Kerusahan lingkungan yang terjadi akibat penggusuran tersebut dapat dikemukakan seperti berikut ini : Bila terjadi hujan, maka lahan yang terbuka akan mengalami erosi, yaitu kulit tanah dan tanah bagian atas akan tercuci dan terbawa air hujan dari lahan atas yang berbukit-bukit menunju lahan bawah yang datar di daerah pesisir pantai. Sedimen yang tererosi ini akan menutupi kumunitas-kumunitas atau ekosistem di lahan bawah, seperti vegetasi daratan, ekosistem mangrove di Teluk Buyat, serta pemukiman dan atau rumah-rumah penduduk.

Erosi tanah saat hujan tersebut terbawah ke sungai/kali sekitar dan mengalir ke muara, dimana akhirnya masuk ke perairan Teluk Buyat, sehingga terjadi sedimentasi pada perairan Teluk Buyat. Dampak lanjutannya adalah terjadi kerusakan dalam hal perubahan kondisi lingkungan fisik, kimia (kualitas air) dan biologis perairan Teluk Buyat, dengan dampak turunan berikutnya adalah mempengaruhi mata pencaharian, pendapatan penduduk, serta kondisi sosial dan budaya masyarakat di lingkungan pesisir Teluk Buyat. Pada musim panas, besar kemungkingan partikel tanah yang halus akan terbawa angin ke udara dalam bentuk debu halus dan menyebabkan kerusakan lingkungan, yaitu pencemaran udara pada daerah-daerah sekitar lahan penambangan emas yang dilakukan oleh PT. NMR ini.

3.1.2. Kerusakan lingkungan akibat Pembangunan Jaringan Jalan.

Pembangunan jaringan jalan untuk menunjang aktivitas penambangan emas NMR menyebabkan sejumlah kerusakan lingkungan. Kerusakanan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan jaringan jalan tersebut, diantaranya :

Mengingat jaringan jalan yang dibangun adalah jalan tanah, maka terjadi genangan-genangan air yang parah bila terjadi hujan.

Terjadinya kehancuran hutan bakau akibat pembangunan jalan dan sedimen atau lumpur yang menumpuk saat terjadi hujan, dengan dampak lanjutannya adalah terjadi kematian anakan mangrove ataupun mengrove dewasa karena akar nafasnya tertututup sedimen, serta kematian biota penghuni hutan mangrove.

Terjadi kerusakan rumah-rumah penduduk sepanjang jalur jalan akibat ditimpah sedimen dan getarab dump-Truck yang beroperasi selama kegiatan penambangan. Terjadi peningkatan debu di udara pada musim panas yang menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitar jalur jalan dan masyarakat.3.1.3. Perubahan kondisi sosial masyarakat akibat kegiatan penambangan Berdasarkan data yang tersedia, ternyata kegiatan penambangan emas NMR yang mulai produksi pada bulan Maret 1996 telah sejumlah masalah social kemasyarakat dari penduduk sekitar areal penambangan, diantaranya :

Masyarakat pada dan sekitar areal penambangan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas pertambangan, sehingga mereka menjadi korban penyerobotan lahan dan dipaksa menandatangani surat untuk melepaskan lahannya, serta menerima kompensasi terhadap lahan yang diambil. Masyarakat mengalami penderitaan, terurama kesehatan masyarakat akibat dampak berbagai kegiatan penambangan emas dengan derivate-derivatnya yang menurunkan kualitas lingkungan pemukiman pendduduk sekitar.

3.2. Pencemaran Perairan Teluk Buyat Akibat Operasi STD3.2.1. Buangan Tailling Bawa Laut (STD) Newmont Minahasa RayaPada tahun 1996, masyarakat Teluk Buyat pertama kali menderita konsekuensi Submarine Tailings Disposal (STD) atau Tailings Pembuangan Bawah Laut di Minahasa Raya. NMR membuang 2,000 ton ltailing tambang emasnya setiap hari ke dalam Buyat Bay. Dalam jangka waktu lima tahun, penambangan emas Newmont telah membuang 2.8 juta ton limbah melalui tailings ke dalam Teluk Buyat (JATAM, 2001). Secara visual tailings dari tambang emas NMR teridentifikasikan berwarna merah muda hingga ke warna coklat karatan (Gambar 2), dan secara kimiawi dicirikan oleh kelimpahan relatif dari trace element yang berbeda dalam tailings, terutama perbandingan sangat tinggi dari As dan Sb terhadap logam lebih ringan seperti Cr, Cu, Co, dan Ni, yang ditemukan dalam konsentrasi yang kira-kira sama dalam fluvial yang dihasilkan, referensi, dan sedimen sebelum penambangan (Edinger et al., 2007). Tailings juga ditemukan di dalam sedimen terumbu karang tepi pada kedalaman 20 m (Edinger et al., 2007), dan karang dibungkus lapisan dalam bentuk butiran halus warba merah menyerupai tailings yang teramati di kedalaman air 10 m.

Gambar 2. Foto tailing yang terambil dengan grap sampler, june 2002 di Teluk Buyat

NMR memakai sianida untuk melarutkan bijih emas dari batuan yang dihancurkan. NMR kemudian konon katanya menghilangkan sianida, arsenik dan mercury melalui proses penawaran serta mengungsikan tailings di bawah tekanan ruang hampa untuk meminimumkan gelembung oksigen. Tailings dibuang melalui suatu pipa yang mengalir dari lubang galian Mesel ke pantai dan kemudian dari pantai berjarak 8,000 meter ke dalamk Teluk Buyat pada kedalaman air 82 meter di bawah permukaan laut (JATAM, 2001). Kedalaman ini hanya dua meter di bawah level minimum yang bisa diterima untuk STD membebaskan/memecat. Rakyat setempat dibiarkan berada dalam ketidaktahuan menyangkut seluk-beluk pengkajian dampak lingkungan. Berkaitan dngan kajian tersebut, maka Environmental Impact Monitoring Agency (BAPEDAL) mengeluarkan satu pernyataan, yaitu limbah buangan tailing NMR adalah tidak sah.

Gambar 3. Pipa buangan 2000 ton tailing NMR per hari ke Teluk Buyat (Sumber : Glynn, 2002)Seorang pakar toksikologi, yaitu Professor Rizal Max Rompas dari Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT), yang melakukan suatu penelitian tahun 1999 menyimpulkan: Aktivitas-aktivitas pertambangan PT. Newmont Minahasa Raya perlu ditinjau. Terdapat sejumlah bahan beracun yang terdeteksi telah berada dalam konsentrasi yang tinggi di Teluk Buyat. Sejumlah bahan beracun dalam air laut telah melewati ambang batas yang kemungkinan dapat ditolerir oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Polusi Air. Selanjutnya, penelitian telah menemukan beberapa indikasi pencemaran plankton dan ikan pelagis yang hidup di Teluk Buyat tersebut (JATAM, 2000).

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa kandungan bahan beracun yang tinggi di Teluk Buyat, yaitu dengan bioakumulatif dan karsinogenik alami. (Rompas, 1999). Melalui laporan ini ditemukan bahwa terdapat beberapa kandungan logam yang meliputi mercury, timah, arsenik, tembaga, dan kadmium dalam Teluk Buyat. Rompas merekomendasikan suatu evaluasi dan rancang ulang sistem buangan tailing, tetapi rekomendasinya itu tidak pernah diimplementasikan. Hasil penelitian Pusat Studi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan UNSRAT menemukan air dari daerah mulut pipa mengandung konsentrasi mercury sebesar 34 ppb. Konsentrasi merucury ini telah melebihi ambang batas konsentrasi mercury yang ditetapkan sebesar 2 ppb dalam PP. No. 20 Tahun 1990 (JATAM, 2001).

Dalam ringkasan Edinger (2012) yang melakukan studi kasus tambang emas Newmont Minahasa Raya telah menyoroti adanya bahaya dari STD tambang emas ini berikut ini :

1. Orang desa lokal mengamati ikan mati tidak lama sesudah STD mulai operasi, dan mereka juga mencatat sedimen berwarna merah dari tailings menutupi karang pada terumbu karang yang terletak sekitar lokasi pembuangan tailings.

2. Tailings dari tambang ini tersebar dari kedalaman STD 82 m sampai sekitar terumbu karang, dan luas semburannya sampai 3.5 km dari ujung pipa.

3. Fase arsenik tidak stabil pada tailings sekitar 32% dari total arsenik dalam tailings tambang, dan 90% berukuran < 74 ) agar tidak dibuang di dasar laut. Jika NMR harus melanjutkan proses penambangan emasnya, maka pipa buangan harus meluas atau jauh ke laut. Akan tetapi, sebelum laporan diterbitkan, NMR berhasil meyakinkan Pemerintah Provinsi untuk mengumumkan temuan penelitiannya cacat. Dokumentasi video bawah air oleh WALHI, yang dimulai pada kedalaman 10 meter, ditemukan tailling NMR telah menyebar, dan mengendap hampir di seluruh bagian Teluk Buyat. Rekaman Video tersebut memperlihatkan adanya dampak serius dari sebaran tailing yang mengendap tersebut, yaitu : (1). Rumput laut menjadi rusak dan mati, serta terumbu karang yang mati, serta (2). Derah-daerah penangkapan ikan lokal ditutupi lumpur dan sedimen dari mulut pipa. Tim penyelam WALHI berencana mendokumentasikan area pipa sampai kedalaman 82 meter, tetapi mereka terpaksa menghentikan pembuatan film bawah air pada kedalaman 30 meter karena jarak pandang yang sangat rendah akibat partikel limbah dan elemen materi yang diselimuti lendir menyerupai penghalang.3.2.5. Pipa Pecah Dan Krisis Kesehatan

Pipa tailling NMR yang menuju Teluk Buyat telah mengalami insiden pecah dan terjadi genangan berkali-kali di berbagai tempat, serta terjadi pelepasan sejumlah besar logam berat pada tingkat kedalaman laut berbeda. Bau yang tercium di udara memberi suatu peringatan bagi orang-orang desa tentang pecahnya pipa tailing yang lain. Berkaitan dengan kenyataan ini, maka perusahaan dipaksa untuk menunda operasinya karena pipa tailing mengalami kerusakan. Warga masyarakat telah memprotes permasalahan pipa pecah ini ke NMR. Kandungan logam berat yang tersebar dalam air dapat mengkontaminasi ikan di perairan Teluk Buyat, yang secara potensial dapat melebar ke masyarakat dalam tingkat mercury tinggi. Rompas memiliki sampel ikan yang memperlihatkan dampak dramatis dari polusi tetapi temuannya telah dianggal NMR15. Khususnya, di Sulawesi Utara, orang senang makan bekasang, yaitu makanan dibuat dari hati dan perut ikan. Contoh darah diambil secara acak dari anggota masyarakat dan dianalisa 26 Oktober 2000 menunjukkan tingkat darah tak dapat terima arsenik dan mercury.16 Dibandingkan dengan nilai kisaran dari referensi yang ditetapkan Specialty Laboratorium, Michigan, yaitu mercury < 5.0 mg/L dan arsenik < 11.0 mg/L, dimana tingkat kontaminasi dalam sistem ini berada jauh di luar batas yang dapat ditolerir. Sembilan belas orang dari contoh (95%) mempunyai tingkat arsenik di atas nilai toleransi dan tigabelas (65%) mempunyai tingkat mercury di atas nilai toleransi, senhingga menjadi satu ancaman serius bagi kesehatan mereka (masyarakat). Tampaknya anggota masyarakat telah menderita permasalahan kesehatan. WALHI melaporkan bahwa dari bulan April-Mei 1999, hampir 50 nelayan menderita penyakit kulit. Banyak warga masyarakat, terutama para wanita dan anak-anak di pantai Buyat menderita penyakit kulit dan penyakit mengerikan lainnya.17

Gambar 6. Anak-anak Teluk Buyat menderita berbagai masalah kesehatan, mencakup penyakit kulit menyakitkan akibat STD-NMR (Sumber : Glynn, 2002).

Suatu survei medis yang dilakukan terhadap masyarakat di Teluk Buyat bulan Desember 2000 ditemukan berbagai penyakit yang diderita sebagai hasil dari makan ikan yang terkontaminasi, yaitu : (1). Orang kadang-kadang menderita sakit kepala yang disertai menggigil dan berbicara sendiri; (2). Ketidakteraturan fungsi mental termasuk gagap dalam berbicara, hilang memor, dan membuat pingsan; (3). Ketidakteraturan perasaan termasuk lemah penglihatan mata, kurang mendengar, mata bengkak dan penyakit mata lain; (4). Komplikasi pangkal tenggorokan dan kesukaran menelan; (5). Ketidakteraturan fungsi pencernaan meliputi syarat-syarat perut serius; (6). Tumor pada kepala, kaki dan pangkal tenggorokan; (7). Ketidakteraturan air seni pria; (8). Demam dan gejala dingin/kaku; (9). Sakit pada pergelangan tangan, tangan serta kaki; (10). ruam dan sores; (11). timbulnya kelumpuhan sementara dan tidak mungkin lagi (Siregar, 2001). BAPEDAL tidak pernah mengeluarkan ijin kepada NMR untuk membuang tailingsnya ke laut. Pada bulan Juni 2000, menteri lingkungan, Sonny Keraf memerintahkan NMR untuk melakukan satu kajian resiko lingkungan dan pada detoxify tailings sebelum membuangnya ke laut. Akan tetapi NMR telah menghasilkan suatu pengkajian resiko lingkungan sesuai dan Keraf pada bulan Mei 2001 menolak pengkajian NMR yang berbasis pada penggunaan teknologi cacat. Keraf (2001) sebagai pimpinan BAPEDAL, mengakui ada pengeluaran ijin kepada NMR untuk membangun tailings bawah laut pada lokasi pertambangannya tidak berbasis suatu studi yang seksama. Bagaimanapun, selanjutnya NMR membuang 2,000 ton tailings per hari ke dalam Teluk Buyat dan telah mendatangkan pakar yang diharapkan mempromosikan penggunaan STD. George W. Pling dari konsultan Canada-based Rescan Environmental Services Kanada, menyatakan bahwa resiko dari penempatan limbah penambangan ke dalam laut adalah kurang dibanding resiko menempatkannya pada lahan daratan.20 Pernyataan ini tergolong ironis karena kenyataannya buangan limbah penambangan ke dalam laut secara efektif menimbun di Kanada. (Lihat: Legislation Kanada terhadap Submarine Tailings Disposal.)

3.2.6. Perhatian Dan Aksi-Aksi Masyarakat

Masyarakat telah banyak menunjukan perhatiannya pada pemerintah Indonesia menyangkut pembuangan tailing ke perairan Teluk Buyat. Perhatian ini meliputi peningkatan sejumlah silt di dalam laut, penurunan tangkapan ikan, dan hilangannya beberapa spesies ikan. Pada tanggal 20 September, 1999, Lembaga Bantuan hukum Manado dan YSN Tomohon menyelenggarakan suatu pertemuan dengan warga masyarakat di Teluk Buyat untuk mendiskusikan dampak STD dan permintaan mereka untuk melawan perusahaan. Anton yang adalah seorang warga Teluk Buyat dalam orasi protesnya kepada NMR tanggal 25 November 1999 mengemukakan 5 pernyataan sebagai berikut : (1). Anda semua pendusta, (2). Anda mengatakan laut tidak tercemar, tetapi mengapa ikan mati dan mengapa pantai yang digunakan begitu indah, tetapi sekarang ini penuh dengan lumpur? (3). Mengapa baru sekarang kita menemukan berbagai kesulitan menangkap ikan? (4). Kulit anak-anak kita mengalami gatal-gatal (Gambar 7), dan (5). Adalah benar anda semua suka memutar-balikan fakta.

Gambar 7. Anak-anak yang hidup sepanjang garis pantai Teluk Buyat Bay tidak lagi berenang dan bermain laut (Sumber : Glynn, 2002).Pada tanggal 2 Juli, 1998, sebanyak 300 orang masyarakat Teluk Buyat menduduki kantor NMR selama tujuh jam. Mereka menuntut semua tenaga kerja NMR serta kewajiban lingkungan seperti ditulis dalam kontrak pekerjaan adalah ful-filled. Mereka juga menuduh perusahaan mengesankan kenakan denda terhadap buruh tambang kecil dan menuntut NMR membayar pajak terhadap materi lain yang dihilangkan dari areal pertambangan. Mengikuti hal ini, warga memprotes berkali-kali sebagai respons terhadap kematian ikan dan pipa tailing yang pecah atau rusak. Pos polisi telah dibangun di sekitar Ratatotok untuk mengamankan kehadiran NMR di areanya. Kepolisian Provinsi ditempatkan diluar kantor Humas NMR. Pada tahun 1997, NMR membangun satu pos polisi besar secara langsung di depan jalan menuju ke lokasi pertambangan. Kepolisian provinsi bertindak sebagai satu kekuatan keamanan unofficial untuk NMR. NMR telah memberikan uang kepada sekelompok orang, menyebabkan persilisihan di antara orang di dalam masyarakat.3.2.7. Update Penutupan penambangan Newmont Minahasa Raya

Rencana penutupan NMR pada tahun 2003, meninggalkan enam lubang tambang terbuka pada total area lebih dari 26 hektar. NMR telah membuat rencana reklamasi terbatas untuk area tertentu, mencakup hanya satu lubang terbuka dan tidak untuk lima lubang terbuka lainnya. Artinya rencana NMR hanya terhadap perolehan kembali 15.4% dari area pertambangannya. NMR juga telah menyatakan bahwa dasar laut Teluk Buyat akan kembali normal setelah tujuh tahun mempunyai 2,000 ton buangan limbah per hari di dalamnya. Sampai sekarang tidak ada rencana menyangkut ekonomi alternatif untuk masyarakat lokal di sekitar daerah pertambangan.DAFTAR PUSTAKAEdinger, E.N. 2008. Environmental impacts of nickel mining: Four case studies, three continents, and two centuries. Pp. 103124 in Mining Town Crisis : Globalization, Labour, and Resistance in Sudbury. D. Leadbeater, ed.,

Edinger, E. 2012. Gold mining and submarine tailings disposal: Review and case study. Oceanography Vol.25(2):184199, http://dx.doi.org/10.5670/oceanog.2012.54.Glynn, T., 2002. Coastal communities under attack by Newmont The Peoples of Sulawesi and Sumbawa are being victimized by Newmonts Submarine Tailings Disposal operations. STD Toolkit: Indonesia Case Studies, A Joint Publication of Project Underground and Mining Watch Canada. 8 pp.Howard, L.S., and B.E. Brown. 1984. Heavy metals and reef corals. Oceanography and Marine Biology Annual Review 22:195210.JATAM, 2000. Buyat Suffers. The Ugly Face of The Submarine Tailing Disposal Policy of Newmont in Indonesia.JATAM, 2001. Petaka pembuangan Tailing ke Laut, P 42.Lasut, M.T, Y. Yasuda, E.N. Edinger and J.M. Pangemanan, 2009. Distribution and Accumulation of Mercury Derived from Gold Mining in Marine Environment and Its Impact on Residents of Buyat Bay, North Sulawesi, Indonesia. Water Air Soil Pollut. Springer Science + Business Media B.V, Published Online : 04 April 2009. DOI 10.1007/s11270-009-0155-0 : 12 pp.Keraf, S., 2001. No more permits for submarine tailings placements says Sonny Keraf. Petromindo.

Kurmurur, V.A. and M.T. Lasut, 2001. Submarine Tailings Disposal of Newmont Minahasa Raya at Buyat Bay, North Sulawesi, Indonesia: The Impacts on Seabed Contour and Fishing Grounds. Presented at International Submarine Tailings Conference, April 2001.

Reichelt-Brushett, A. 2012. Risk assessment and ecotoxicology: Limitations and recommendations for ocean disposal of mine waste in the Coral Triangle. OceanographyVol.25(4):4051, http://dx.doi.org/10.5670/oceanog.Rompas, R.M. 1999. Dampak Penempatan Tailing di Dasar Laut Terhadap Ekosistem Pantai, Materi Seminar Penempatan Tailing di Dasar Laut. Manado. Siregar, R., 2001. Survey Response on Impact of Submarine Tailings Disposal: Hindered by Poor Law Enforcement and Limited Government Concerns, Presented at the International Submarine Tailings Conference.

WALHI, North Sulawesi, Community Participative Mapping, 2000. Minamata to Minahasa. Environmental Pollution in Buyat Bay as a Result of PT Newmont Minahasa Raya Mining. p. 24. Online: www.jatam.org.PAGE 1