i. pendahuluan - repository.ipb.ac.id i... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan...

29
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir isu perubahan iklim (climate change) sudah menjadi salah isu utama yang dibahas pada setiap pertemuan internasional. Pembahasan tersebut di tingkat global terakhir kali dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peruba ha n Iklim atau Conference of Parties The United Nations Framework Convention on Climate Change (COP-UNFCCC) ke-15 yang berlangsung pada tanggal 7-18 Desember 2009 di Copenhagen, Denmark. Namun demikian, COP ke-15 tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang mengikat secara hukum negara-negara maju untuk ikut mematuhi kesepakatan internasional da lam penanggulangan pemanasan global. Oleh karena itu, KTT tersebut dianggap gagal menciptakan suatu kesepakatan yang mewajibkan kepada seluruh pihak di dunia untuk mengendalikan perubahan iklim. Banyak para pihak yang mengkhawatirkan bahwa kegagalan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim akan semakin menyudutkan negara-negara berkembang yang selama ini dituduh sebagai salah satu sumber terjadinya pemanasan global. Hal tersebut sangat beralasan apabila melihat laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 yang memprediksika n bahwa akan terjadi peningkatan suhu bumi rata-rata 2.8 0 C selama abad 21 dengan perkiraan peningkatan suhu antara 1.8 sampai dengan 4. 0 C yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi CO 2, sehingga menghasilkan efek gas rumah kaca di atmospir. Kondisi tersebut diperkirakan akan semakin memburuk karena sampai saat ini tidak ada kebijakan yang mengontrol terjadinya emisi tersebut. Kondisi

Upload: dangkhanh

Post on 07-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama tiga dekade terakhir isu perubahan iklim (climate change) sudah

menjadi salah isu utama yang dibahas pada setiap pertemuan internasional.

Pembahasan tersebut di tingkat global terakhir kali dilakukan pada Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim atau Conference of Parties The United

Nations Framework Convention on Climate Change (COP-UNFCCC) ke-15 yang

berlangsung pada tanggal 7-18 Desember 2009 di Copenhagen, Denmark. Namun

demikian, COP ke-15 tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang mengikat

secara hukum negara-negara maju untuk ikut mematuhi kesepakatan internasional

da lam penanggulangan pemanasan global. Oleh karena itu, KTT tersebut

dianggap gagal menciptakan suatu kesepakatan yang mewajibkan kepada seluruh

pihak di dunia untuk mengendalikan perubahan iklim.

Banyak pa ra pihak yang mengkhawatirkan bahwa kegagalan dalam upaya

penanggulangan perubahan iklim akan semakin menyudutkan negara-negara

berkembang yang selama ini dituduh sebagai salah satu sumber terjadinya

pemanasan global. Hal tersebut sangat beralasan apabila melihat laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 yang memprediksika n

bahwa akan terjadi peningkatan suhu bumi rata-rata 2.80C selama abad 21 dengan

perkiraan peningkatan suhu antara 1.8 sampai dengan 4. 0C yang disebabkan oleh

meningkatnya konsentrasi CO2, sehingga menghasilkan efek gas rumah kaca di

atmospir. Kondisi tersebut diperkirakan akan semakin memburuk karena sampai

saat ini tidak ada kebijakan yang mengontrol terjadinya emisi tersebut. Kondisi

Page 2: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

2

seperti itu akan berdampak pada berbagai aspek seperti meningkatnya frekuens i

terjadinya suhu ekstrim, dan peningkatan permukaan air laut. Perubahan-

perubahan tersebut menyebabkan perubahan produktivitas di sektor pertanian,

kehutanan, perikanan dan tenaga kerja yang pada akhirnya membawa konsekuens i

kepada kondisi ekonomi maupun sosial dalam jangka panjang (Zhai Fan et al,

2009).

Khusus di sektor pertanian perubahan cuaca dan iklim yang sangat

mempengaruhi produktivitas antara lain perubahan suhu dan po la curah hujan,

maupun dampak resultan dari ketersediaan air, pestisida, penyakit dan terjadinya

cuaca yang eks trim (Zhai Fan et al, 2009). Hasil studi Zhai Fan et al. yang

dilakukan untuk sektor pertanian di China, mengindikasikan juga bahwa hal

tersebut akan terjadi di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat dalam studi yang

dilakukan oleh Clien (2007) yang menemukan bahwa pemanasan global akan

berdampak negatif terhadap pertanian global secara agregat. Studi tersebut juga

menemukan bahwa dampak perubahan iklim atau pemanasan global akan lebih

besar pada negara-negara berkembang, terutama negara-negara Afrika, Amerika

Latin dan India.

Sektor pertanian di beberapa negara berkembang seperti India, Brazil,

Afrika Selatan, dan Indonesia akan dipengaruhi oleh terjadinya perubahan iklim

tersebut (Cline, 2007). Perubahan iklim juga berdampak terhadap berbagai aspek

kehidupan dan aktivitas manusia. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor

penyebab dan memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim, ternyata juga

merupakan sektor yang menjadi korban dan paling rentan (vulnerabel) terhadap

perubahan iklim (Irianto, 2008). Irianto (2008), lebih lanjut menjelaskan bahwa,

Page 3: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

3

bagi Indonesia, perubahan iklim diperkirakan akan menurunkan produktvitas dan

produksi produk pertanian di masa depan. Hal ini diperkirakan akan menjadi

masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa

mendatang akibat peningkatan populasi dan meningkatnya pendapatan per kapita.

Hal ini mengingat bahwa sektor pertanian selain berperan penting dalam

pemenuhan ketahanan pangan juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan

kontribusinya cukup signifikan terhadap pe rekonomian nasional.

Selama hampir tiga dekade produksi komoditi sektor pertanian Indonesia

sebagian besar terus mengalami peningkatan kecuali ubi jalar (sweet potatoes) dan

kedelai trend produksinya masing-nasing turun sebesar 0.7 persen dan 2.6 persen

(BPS dan Kementan, 2010). Beberapa produk pertanian yang trend produksinya

mengalami peningkatan selama periode 1984-2008 hanya naik rata-rata dibawah

10 persen per tahun. Produk pertanian yang trend produksinya meningkat cukup

signifikan selama periode 1984-2008 antara lain minyak kelapa sawit (10.3

persen), biji sawit (10.2 persen), coklat (4.9 persen). Sedangkan komoditi pangan

lainnya seperti beras, kedelai, dan ubi kayu hanya meningkat rata-rata kurang dari

2 persen per tahun selama periode yang sama seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabe l 1. Produksi Beberapa Komoditi Pertanian Indonesia (Ribu Ton)

Komoditi 1984 2004 2005 2006 2007 2008 Trend

(% ) 84-08

Ubi Kayu

14 167.0

19 24.0

19 321.0

19 986.0

19 988.0

20794.0

1.4 Ubi Jalar 2 157.0 1 901.0 1 857.0 1 854.0 1 886.0 1 906.0 -0.7 Kacang tanah 535.0 837.0 836.0 838.0 789.0 771.0 1.6 Kedelai 769.0 723.0 808.0 747.0 592.0 723.0 -2.6

Sumber: Kementerian Pertanian, 2010 dan BPS, 2010

Page 4: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

4

Tabe l 1. Produksi Beberapa Komoditi Pertanian Indonesia (Lanjutan)

(Ribu Ton)

Komoditi 1984 2004 2005 2006 2007 2008 Trend

(% ) 84-08

Beras : 38 136.4 54 089.0 54 151.1 54 454.9 57 157.4 60 325.9 1.6

Padi lahan kering 2 119.1 2 879.0 2 833.0 2 807,0 2 958.0 3 149.0 1.4

Padi lahan basah 36 017.3 51210 51 318.0 51 647.0 54 200.0 57 102.0 1.6

Karet 304.8 341.3 415.5 450.4 445.6 452.1 1.3

Minyak Sawit 1 080.5 5 409.1 9 247.4 10 869.4 11 809.9 12 248.9 10.3

Biji Sawit 229.5 1 270.4 2 115.9 2 315.8 2 592.2 2 846.5 10.2

Coklat 20 57.1 57.1 55.6 59.1 56.1 4.9

Kopi 22.8 28.9 28.8 25.1 22.6 22.9 1.3

Teh 99.8 134.4 122.3 114.4 128.5 128.0 1.2

Gula Tebu 1 499.9 2 161.8 2 205.4 2 266.7 2 587.6 2 256.9 0.9

Sumber: Kementerian Pertanian, 2010 dan BPS, 2010

Terjadinya perlambatan laju pertumbuhan produksi pertanian atau bahkan

penurunan akan berdampak pada menurunnya suplai, sehingga akan

menyebabkan kenaikan harga produk pertanian. Selanjutnya, jika permintaan

diasumsikan tetap atau bahkan meningkat, maka untuk mencukupi kelebihan

permintaan biasanya dipenuhi melalui impor produk pertanian dari sumber lain

atau negara lain. Hal ini berarti bahwa penurunan produksi pertanian akan

mempengaruhi perdagangan (ekspor/impor) produk pertanian tersebut. Kinerja

ekspor produk pertanian selama satu dekade nilainya terus mengalami

peningkatan cukup signifikan. Pada tahun 2000 nilai ekspor produk pertanian

hanya tercatat sebesar US$ 2.7 milyar meningkat menjadi US$ 4.3 milyar pada

tahun 2009. Namun demikian, selama periode tersebut kontribusinya terhadap

total ekspor non migas terus menurun dari 5.67 persen pada tahun 2000 menjadi

4.46 persen pada tahun 2009 seperti terlihat pada Tabel 2.

Page 5: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

5

Tabe l 2. Kinerja Ekspor Produk Pertanian Indonesia (US$ Juta)

No Uraian 2000 2005 2008 2009 Trend (%)

00-09

Pangsa (%)

2009 Ekspor Non Migas 47 757.4 66 428.4 107 894.1 97 491.7 11.56 100.00

1 Pertanian 2 709.1 2 880.2 4 584.6 4 352.8 7.19 4.46

2 Industri 42 002.9 55 593.6 88 393.5 73 435.8 10.13 75.33

3 Pertambangan 3 045.3 7 954.6 14 916.1 19 703.1 24.52 20.21

Sumber: BPS, 2010

Terkait dengan perdagangan komoditi pertanian tersebut, liberalisasi

perdagangan komoditi pertanian baik dalam kerangka multilateral, regional dan

bilateral juga mempengaruhi pola perdagangan komoditi pertanian di berbagai

kawasan. Berdasarkan hasil penelitian Rahmanto (2005) menunjukkan bahwa

dampak liberalisasi perdagangan selama periode 1995-2002 berkontribusi

terhadap meningkatkan surplus maupun defisit perdagangan pada sebagian besar

kelompok komoditi. Misalnya untuk komoditi sereal, gula, susu, hewan hidup,

dan beberapa produk residu dari industri penggilingan, dampaknya sangat nyata

terhadap meningkatnya defisit neraca perdagangan komoditi tersebut. Sebaliknya

pada kelompok komoditi perikanan, perkebunan, dan industri olahan justru

mampu meningkatkan surplus perdagangan komoditi tersebut.

Lebih lanjut hasil penelitian Rahmanto (2005) menunjukkan bhawa

liberalisasi perdagangan regional yang telah diimplementasikan oleh Indonesia

melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) berdampak pada

peningkatan ekspor produk pertanian Indonesia dengan negara-negara mitra FTA

tersebut. Namun demikian, impor Indonesia untuk komoditi pertanian dengan

Page 6: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

6

mitra FTA tersebut juga mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dari

peningkatan ekspornya. Dengan demikian, neraca pe rdagangan komoditi

pertanian Indonesia dengan negara mitra FTA secara umum menngalami defisit.

Sementara itu, bila dilihat peranannya terhadap perekonomina nasional,

sampai saat ini pangsa sektor pertanian terhadap total Produk Domestik Bruto

(PDB) Indonesia terus menurun dari 41 persen pada tahun 1970 menjadi 13.61

persen pada tahun 2009 sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Pada tahun 1999

sektor pertanian Indonesia dengan kontribusi sebesar 19.6 persen masih mampu

menyerap lapangan kerja sebesar 43.2 persen dari seluruh sektor yang ada dan

pada tahun 2009 dengan kontribusi tinggal 13.61 persen mampu menyerap

lapangan kerja sebanyak 41.2 persen dari seluruh sektor ekonomi nasional (BPS,

2010). Menurut Todaro dan Smith (2006), menurunnya pangsa sektor pertanian

tersebut adalah sebagai dampak dari serangkaian kebijakan dan strategi

pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia yang lebih berpihak

pada sektor non pertanian yang dilakukan sejak tahun 1990-an.

Tabe l 3. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto

Sub Sektor Kontribusi terhadap PDB Pertanian (%)

1970 1980 1990 1996 1999 2002 2006 2009

Tanaman Bahan M akanan 61.3 60.7 60.6 52.8 52.34 50.64 49.61 50.17

Tanaman Perkebunan 17.2 18.8 16.7 16.2 16.49 16.65 14.57 15.48

Peternakan 5.8 6.1 10.4 11.2 10.09 11.08 11.93 12.40

Perikanan 9.3 5.4 7.8 9.8 11.00 11.85 16.97 16.28

Kehutanan 6.4 9.0 4.5 10.0 9.68 9.78 6.97 5.67

Sumber: BPS, 2009 dan SAKERNAS, 2009.

Page 7: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

7

Tabe l 3. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (Lanjutan)

Sub Sektor Kontribusi terhadap PDB Pertanian (%)

1970 1980 1990 1996 1999 2002 2006 2009

Pangsa Pertanian Thd Total PDB

41.0 30.7 21.5 15.4 19.6 17.5 12.90 13.61

Pangsa Lapangan Kerja Pertanian

66.4 54.8 53.9 44.0 43.2 44.3 43.3 41.2

Sumber: BPS, 2009 dan SAKERNAS, 2009

1.2 Rumusan Masalah

Terjadinya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer

mengakibatkan rata-rata temperatur bumi meningkat. Peningkatan temperatur

permukaan bumi diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor alami dan faktor

antropogenik atau aktifitas manusia (IPCC, 2007). Faktor alami terdiri dari faktor

sirkulasi lautan, gunung meletus dan faktor radiasi matahari yaitu radiasi

gelombang panjang yang terperangkap di gas rumah kaca (Marpaung et al, 2008).

Sedangkan faktor antrofogenik terdiri dari aktifitas manusia dalam konsumsi

energi terutama yang berasal dari bahan bakar fosil dan perubahan tata guna lahan

seperti pembukaan hutan untuk lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman yang

menghasilkan gas rumah kaca ke atmos fer (Marpaung et al, 2008).

Meningkatnya suhu rata-rata global (pemanasan global) telah diakui oleh

berbagai ilmuwan sebagai pemicu terjadinya perubahan iklim atau perubahan

iklim dengan dampak yang lebih besar (IPCC, 2007). Berdasarkan data IPCC

(2007) menunjukkan bahwa dari observasi yang telah teramati selama lebih dari

170 tahun (1840-2010) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata

temperatur global yang signifikan sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Page 8: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

8

Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007 Gambar 1. Perkembangan Rata-Rata Temperatur Permukaan Global

Disamping itu, berdasarkan hasil estimasi yang juga dilakukan oleh IPCC

hingga tahun 2100 menunjukkan bahwa perkiraan naiknya suhu global dengan

beberapa skenario estimasi akan meningkat cukup signifikan seperti yang terlihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkiraan Rata-Rata Suhu Udara berdasarkan Estimasi Intergovernmental Panel on Climate Change

(0

Tahun C)

A1B A1T A1F1 A2 B1 B2

1750-1990 0.33 0.33 0.33 0,33 0.33 0.33

1990 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2000 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16

2010 0.30 0.40 0.32 0.35 0.34 0.39

2020 0.52 0.71 0.55 0.50 0.55 0.66

2030 0.85 1.03 0.85 0.73 0.77 0.93

Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change, 2001

Page 9: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

9

Tabel 4. Perkiraan Rata-Rata Suhu Udara berdasarkan Estimasi Intergovernmental Panel on Climate Change (Lanjutan)

(0

Tahun C)

A1B A1T A1F1 A2 B1 B2

2040 0.26 1.41 1.27 1.06 0.98 1.18

2050 0.59 1.75 1.86 1.42 1.21 1.44

2060 1.97 2.04 2.50 1.85 1.44 1.69

2070 2.30 2.25 3.10 2.33 1.63 1.94

2080 2.56 2.41 3.64 2.81 1.79 2.20

2090 2.77 2.49 4.09 3.29 1.91 2.44

2100 2.95 2.54 4.49 3.79 1.98 2.69

Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change, 2001

Keterangan :

A1B = Skenario yang menggambarkan arah perubahan teknologi alternatif dalam sistem Energi yang seimbang terhadap seluruh sumber daya energi A1T = Skenario yang menggambarkan arah perubahan yang bersumber dari energi non-fossil A1F1 = Skenario yang menggambarkan arah perubahan teknologi alternatif dalam sistem

energ i yang bersumber dari intensif fossil A2 = Skenaro yang menggambarkan dunia sangat heterogen. B1 = Skenario yang menggambarkan dunia bersifat convergen dengan populasi global yang

sama yang mencapai puncaknya pada abad pertengahan dan selanjutnya menurun B2 = Skenario yang menggambarkan suatu dunia dimana yang ditekankan adalah solusi lokal dalam aspek ekonomi, sosial, dan kelestarian lingkungan.

Menurut Marpaung et al (2008), perubahan unsur iklim yang pasti adalah

peningkatan suhu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan tersebut sangat

logis karena jumlah penduduk yang bertambah dengan pesat dan aktifitas manusia

yang menghasilkan gas rumah kaca ke atmosfer juga semakin meningkat.

Sedangkan perubahan iklim yang tidak pasti ada lah perubahan curah hujan serta

pengaruh El Nino 1

1)Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudra Pasifik hingga menjadi 310C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia.

) pada iklim di Indonesia (Marpaung, et.al, 2008).

Meningkatnya suhu akan menyebabkan menigkatnya penguapan, tetapi karena

pengaruh dari sirkulasi udara global dan sangat kompleks, peningkatan curah

hujan tidak selalu terjadi pada lokasi yang sama dengan kejadian penguapan

(Marpaung et al. 2008).

Page 10: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

10

Untuk pendugaan iklim yang akan datang khususnya perubahan suhu global

menunjukkan bahwa pada periode 100 tahun ke depan akan terjadi perubahan

suhu global yang signifikan hampir disemua negara (Cline, 2007). Berdasarkan

studi yang dilakukannya, Cline (2007) menunjukkan bahwa pemanasan global

akan berdampak pada kenaikan suhu di berbegai negara sebagaimana disajikan

pada Tabel 5.

Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata suhu saat ini (basis 1961-1990) akan

mengalami peningkatan pada masa datang (basis 2070-2099) di hampir semua

negara termasuk Indonesia. Rata-rata suhu di Indonesia yang saat ini sebesar

25.76 0C akan meningkat menjadi rata-rata 28.58 0C pada masa datang. Artinya

dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun ke depan suhu rata-rata di Indonesia

akan meningkat sebesar 2.82 0

Perubahan iklim tersebut diperkirakan berdampak cukup besar bagi seluruh

negara yang ada di be lahan bumi tidak terkecuali Indonesia. Berbagai peristiwa

telah terjadi di berbagai belahan dunia akibat perubahan iklim dan pemanasan

global seperti perubahan pola dan distribusi curah hujan di negara tropis,

meningkatnya kekeringan, banjir dan tanah longsor, menurunnya produksi

pertanian/gagal panen, meningkatnya kejadian kebakaran hutan, meningkatnya

suhu di daerah perkotaan, naiknya permukaan laut (Marpaung et al. 2008).

C. Perubahan suhu yang diprediks ikan oleh Cline

(2007) juga terjadi di beberapa negara Asia lainnya seperti India, China, dan

negara lainnya.

Page 11: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

11

Tabe l 5. Rata-Rata Suhu Saat Ini dan yang Akan Datang di Beberapa Negara (0

C)

Negara Suhu

Saat ini, Masa Datang 1961–1990 2070–2099

Australia Southeast 16.68 20.27 Southwest 18.35 21.75 Central East 22.02 26.10 Central West 23.49 27.63 North 26.38 30.04

Bangladesh 24.46 28.13 Brazil

Amazon 26.04 30.38 Northeast 25.58 29.46 South 22.04 25.90

Canada Arctic –15.09 –7.28 Central –0.47 5.41 Northwest Territories –8.88 –2.42 Pacific Coast 0.79 5.40 Southeast –0.93 5.42

China Beijing Northeast 2.73 8.89 Central 9.49 14.48 Hong Kong Southeast 18.78 22.67 Northwest 6.06 12.08 South Central 17.50 21.27

India Northeast 20.54 24.54 Northwest 23.55 27.52 Southeast 26.76 30.06 Southwest 26.23 29.32

Indonesia 25.76 28.58 Pakistan 19.91 24.76 Russia

Caspian Black Sea 7.85 13.52 Far Eastern –10.56 –2.69 North European 2.05 8.60 North Urals Siberia –7.02 1.00 Northeast Siberia –13.97 –5.84 South Urals Siberia –0.25 6.79 Southeast Siberia –5.58 1.48

Turkey 11.42 16.14 United States

Alaska –5.10 1.12 Lakes and Northeast 8.26 14.17 Pacific Northwest 7.57 12.11 Rockies, Plains 6.68 12.36 Southeast 16.69 21.44 South Pacific Coast 12.11 16.56 Southwest and Plains 15.05 20.20

Vietnam 24.09 27.44 Sumber: Cline, 2007

Page 12: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

12

Dampak perubahan iklim atau pemanasan global khususnya terhadap sektor

pertanian diprediksi akan menurunkan produktivitas dan produksi pertanian di

seluruh negara (Cline, 2007). Sebagai gambaran berdasarkan data FAO 2010

terlihat bahwa selama periode 1984-2005, tingkat produktivitas gandum, beras,

dan jagung dunia mengalami penurunan dibandingkan 1961-1983 di saat suhu

global mengalami peningka tan seperti yang terlihat pada Tabel 6. Selama periode

tersebut, produktivitas gandum di negara produsen utama dunia hampir

seluruhnya mengalami penurunan kecuali Australia. Demikian pula produktivitas

Beras di negara produsen utama dunia juga mengalami penurunan kecuali di

Amerika Serikat dan Vietnam, sedangkan produktivitas jagung mengalami

penurunan di Amerika Serikat, Meksiko, Argentina dan China.

Tabe l 6. Perkembangan Produktivitas Jagung, Gandum, Kedelai dan Beras Dunia Tahun 1961-1983 dan Tahun 1984-2005

(%) Komoditi/Negara 1961-1983 1984-2005

Gandum 1.19 1.56 Argentina 1.19 1.56 Australia 0.21 1.02 Kanada 2.09 1.53 Cina 5.88 1.82 Perancis 3.1 0.98 India 3.7 1.94 Amerika Serikat 1.73 0.83 Rata-rata tertimbang 3.46 1.49

Beras Bangladesh 1.1 2.71 Cina 2.96 0.95 India 1.59 1.5 Indonesia 3.76 0.61 Amerika Serikat 0.87 1.13 Vietnam 0.86 2.95 Rata-rata tertimbang 2.28 1.38

Jagung Argentina 3.12 2.72 Brazil 1.43 3.47 Cina 4.63 1.47 Meksiko 2.6 2.33 Amerika Serikat 2.12 1.58 Rata-rata tertimbang 2.77 1.83

Sumber: FAO, 2010

Page 13: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

13

Tabel 6. Perkembangan Produktivitas Jagung, Gandum, Kedelai dan Beras Dunia Tahun 1961-1983 dan Tahun 1984-2005 (Lanjutan)

(%)

Komoditi/Negara 1961-1983 1984-2005

Kedelai Argentina 3.68 1.16 Brazil 2.64 2.45 India 3.46 1.27 Amerika Serikat 0.98 1.34 Rata-rata tertimbang 2.08 1.62

Sumber: FAO, 2010

Selajutnya Cline (2007) memprediksikan dampak perubahan iklim

(kenaikan suhu global) terhadap penurunan tingkat produktivitas pertanian di

beberapa negara dengan tingkat penurunan yang berbeda-beda di beberapa negara

maju dan negara-negara berkembang pada tahun 2050 dengan mengacu pada

perkiraan kenaikan rata-rata suhu global. Berdasarkan Tabel 7 tingkat

produktivitas pertanian di negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Kanada

dan Amerika Serikat masing-masing diprediksikan turun sebesar 17 persen, 4

persen, 1 persen dan 4 persen. Sebaliknya produktivitas pertanian Selandia Baru

justru diperkirakan mengalami peingkatan sebesar 1 persen. Penurunan

produktivitas pertanian juga terjadi di negara-negara berkembang yaitu China,

ASEAN, India, Argentina, dan Brazil dengan tingkat penurunan masing-masing

sebesar 4 persen, 12 persen, 25 persen, 7 persen dan 10 persen.

Tabe l 7. P royeks i Perubahan Produktivitas Pertanian Tahun 2050 Akibat Perubahan Iklim

(%) No. Negara Perubahan Produktivitas

Pertanian *) 1 Australia -17 2 China -4 3 Jepang -4 4 Selandia Baru + 1 5 ASEAN -12

Sumber: Cline, 2007

Page 14: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

14

Tabel 7. Proyeksi Perubahan Produktivitas Pertanian Tahun 2050 Akibat Perubahan Iklim (Lanjutan)

(%) No. Negara Perubahan Produktivitas

Pertanian 6 India -25 7 Kanada -1 8 Amerika Serikat -4 9 Eropa lainnya -4 10 Argentina -7 11 Brazil -10 12 Negara kurang berkembang -18 13 Uni Eropa -4 14 Negara lainnya -13

Sumber: Cline, 2007 Keterangan : *) relat if terhadap referensi dasar tahun 1990.

Perkiraan penurunan produktivitas pertanian tersebut akan berdampak pada

penyedian dan pemenuhan kebutuhan pangan dan perdagangan komoditi

pertanian di dunia. Berdasarkan data FAO selama periode 1984-2007

menunjukkan bahwa hanya beberapa jenis produk pertanian yang pertumbuhan

produksinya meningkat rata-rata diatas 2 peren per tahun. Komoditi pertanian

tersebut antara lain kedelai meningkat rata-rata 4.23 per sen per tahun, susu sapi

(3.99 persen), sayuran segar (3.63 persen), tomat (3.54 persen), jagung (2.34

persen). Sedangkan beberapa komoditi pertanian lainnya hanya tumbuh antara

0.41- 0.81 persen per tahun seperti anggur 0.41 persen, kentang (0.81 persen),

gandum (0.80 persen) dan beras (1.47 persen) seperti yang terlihat pada Tabe l 8.

Tabel 8. Perkembangan Produksi Produk Pertanian Dunia (Juta Metrik Ton)

No. Komoditi

Tahun Trend(%)

1984 1990 2000 2005 2006 2007 84-07

1 Gula tebu 929.8 1 053.0 1 254.1 1 319.1 1 418.7 1 627.5 2.09 2 Jagung 450.4 483.3 592.5 713.9 706.3 788.1 2.34 3 Beras(Pad i) 465.3 518.6 599.4 634.5 641.1 657.4 1.47

Sumber: FAO, 2011

Page 15: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

15

Tabel 8. Perkembangan Produksi Produk Pertanian Dunia (Lanjutan)

(Juta Metrik Ton)

No. Komoditi Tahun Trend(%)

1984 1990 2000 2005 2006 2007 84-07

4 Susu segar 452.0 479.0 490.0 543.3 558.8 571.4 0.80 5 Kentang 290.9 266.6 327.3 325.1 305.6 323.5 0.81

6 Sayuran Segar 112.4 140.5 216.4 235.0 242.7 244.7 3.63

7 Kedelai 90.8 108.5 161.3 214.3 218.4 219.5 4.23 8 Tomat 64.1 76.3 108.9 126.9 130.1 133.3 3.54 9 Susu Sapi 35.0 44.1 66.5 78.9 81.1 83.6 3.99

10 Apel 39.8 41.0 59.1 62.5 64.3 66.1 - 11 Anggur 64.5 59.7 64.8 67.2 67.3 66.0 0.41

Sumber: FAO, 2011

Di tingkat nasional produktivitas beberapa komoditi pertanian masih

mengalami peningkatan selama periode 1995-2008 seperti yang terlihat pada

Tabel 9 (BPS, 2010). Namun demikian, tingkat produktivitas beberapa komoditi

pertanian tersebut relatif rendah yaitu berkisar antara 0.77 persen sampai dengan

5.12 persen per tahun selama periode tersebut. Produk pertanian yang

produktivitasnya relatif tinggi antara lain adalah Coklat mencapai 5.21 persen per

tahun, diikuti Karet (5.12 persen), Jagung (4.02 persen), Ubi kayu (3.4 persen),

dan Minyak Sawit dan Biji Sawit (2.97 persen). Sedangkan produk pertanian yang

tingkat produktivitasnya relatif rendah yaitu dibawah satu persen per tahun antara

lain Kedelai sebesar 0.97 persen per tahun, Padi (0.8 persen) , Teh (0.77 persen),

dan Kopi (0.48 persen).

Dengan kondisi tingkat produktivitas beberapa produk pertanian

sebagaimana disajikan pada Tabel 9 tersebut, maka pada masa yang akan datang

dikhawatirkan berdampak pada penurunan tingkat produksi pertanian itu sendiri.

Disamping itu, jika dampak perubahan iklim global sebagaimana dijelaskan pada

Page 16: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

16

bagian sebelumnya juga tidak diantisipasi secara baik oleh petani maupun

pemerintah, maka tingkat produktivitas produk pertanian juga diperkirakan akan

mengalami penurunan yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan

produksi produk pertanian yang semakin besar.

Tabel 9. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditi Pertanian Nasional

(Ku/Ha)

Komoditi Tahun Trend (%)

(1995-2008) 1995 2000 2005 2006 2007 2008

Padi 43.52 44.01 45.74 46.20 47.05 48.94 0.80

Jagung 22.64 27.65 34.54 34.70 36.60 40.78 4.02

Ubi Kayu 117.72 125.00 159.00 163.00 166.36 180.57 3.40

Ubi Jalar 96.09 94.00 104.13 105.05 106.64 107.80 1.60

Kacang Tanah 10.28 10.77 11.61 11.86 11.95 12.15 1.19

Kedelai 11.37 12.34 13.01 12.88 12.91 13.13 0.97

Karet 7.23 6.85 8.44 10.81 11.25 11.66 5.12

Minyak Sawit 24.95 17.03 28.16 29.24 27.89 28.23 2.97

Biji Sawit 6.10 3.41 5.95 6.30 6.32 6.43 2.97

Coklat 3.70 3.66 6.42 6.64 6.44 6.55 5.21

Kopi 4.22 4.47 4.69 5.39 4.59 4.88 0.48

Teh 13.71 13.68 15.69 14.72 15.01 15.27 0.77

Gula Tebu 42.36 45.82 58.72 58.20 61.33 63.34 2.28

Sumber: BPS, 2010

Kekhawatiran terjadinya penurunan produksi yang semakin tinggi di masa

depan sebagai dampak terjadinya perubahan iklim global cukup beralasan, apabila

melihat kinerja produksi produk pertanian selama periode 1995-2008 seperti yang

terlihat pada Tabel 10. Selama periode 1995-2008, terdapat beberapa produk

pertanian yang produksinya terus mengalami penurunan cukup signifikan seperti

Kedelai turun rata-rata 7.15 persen per tahun, Teh dan Ubi jalar masing-masing

turun 0.35 persen per tahun. Sementara produk pertanian yang produksinya

mengalami peningkatan cukup siginfikan selama periode tersebut adalah Minyak

Page 17: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

17

Sawit yakni rata-rata tumbuh 12.74 persen per tahun. Sedangkan beberapa produk

pertanian yang produksinya masih tumbuh diatas dua persen per tahun adalah Ubi

kayu 2.68 persen per tahun, dan Karet 4.93 persen per tahun. Beberapa produk

pertanian lainnya pertumbuhan produksinya meningkat antara satu hingga dua

persen per tahun seperti Coklat naik 1.93 persen per tahun, Gula tebu (1.87

persen), Kacang Tanah (1.24 pe rsen) dan Padi (1.25 persen).

Tabel 10. Perkembangan Produksi Beberapa Produk Pertanian Indonesia

(Ribu ton)

Komoditi Tahun

Trend (%)

(95-08) 1995 2000 2005 2006 2007 2008

Padi 49 697.44 51 898.85 54 151.10 54 454.94 57 157.44 60 325.93 1.25

Jagung 8 142.86 9 676.90 12 523.89 11 609.46 13 287.53 16 317.25 4.17

Ubi Kayu 15 365.84 16 089.02 19 321.18 19 986.64 19 988.06 21 756.99 2.68

Ubi Jalar 2 152.78 1 827.69 1 856.97 1 854.24 1 886.85 1 881.76 (0.35)

Kacang Tanah 756.34 736.52 836.30 838.10 789.09 770.05 1.24

Kedelai 1 679.09 1 017.63 808.35 747.61 592.53 775.71 (7.15)

Karet 341.00 375.82 432.22 554.63 578.49 613.49 4.93

Minyak Sawit 2 476.40 5 094.86 10 119.06 10 961.76 11 437.99 11 623.82 12.73

Biji Sawit 605.30 1 018.97 2 139.65 2 363.15 2 593.20 2 646.58 12.74

Coklat 46.40 57.73 55.13 67.20 68.60 71.30 1.93

Kopi 20.80 28.27 24.81 28.90 24.10 25.60 0.12

Teh 111.08 123.12 128.15 115.44 116.50 114.86 (0.35)

Gula Tebu 2 104.70 1 780.13 2 241.74 2 307.00 2 623.80 2 800.90 1.87

Sumber : BPS, 2010

Penurunan produksi produk pertanian selanjutnya akan berdampak pada

pola perdagangan baik ekspor maupun impor produk pertanian tersebut. Di

tingkat global selama periode 1961-2008, defisit neraca perdagangan produk

pertanian dunia terus meningkat, terutama gandum dan jagung seperti yang

Page 18: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

18

terlihat pada Gambar 2 dan 3. Selama periode tersebut, neraca perdagangan

produk pertanian dunia mengalami defisit yang cukup besar pada tahun 2008

sebagai dampak dari krisis pangan dunia akibat cuaca buruk yang menyebabkan

terjadinya penurunan produksi di beberapa negara produsen pangan dunia (FAO,

2011).

Dunia

Indonesia

-50,0

-40,0

-30,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

1961

1962

1963

1964

1965

1966

1967

1968

1969

1970

1971

1972

1973

1974

1975

1976

1977

1978

1979

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Mili

ar U

S$

Neraca Perdagangan Produk-produk Pertanian Dunia dan Indonesia

Sumber: FAO, 2011

Gambar 2. Neraca Perdagangan Produk-Produk Pertanian Dunia dan Indonesia Periode 1961-2008

-6.000.000

-5.000.000

-4.000.000

-3.000.000

-2.000.000

-1.000.000

0

1.000.000

1961 1966 1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006

Ribu

US$

Neraca Perdagangan Gandum, Beras dan Jagung Dunia dan Indonesia

Neraca Gandum Dunia Neraca Beras DuniaNeraca Jagung Dunia Neraca Gandum IndonesiaNeraca Beras Indonesia Neraca Jagung Indonesia

Sumber: FAO, 2011

Gambar 3. Neraca Perdagangan Beras, Gandum, dan Jagung Dunia dan Indonesia Periode 1961-2008

Di tingkat nasional selama periode 2004-2009 ekspor beberapa produk

pertanian mengalami penurunan baik nilai maupun volumenya seperti terlihat

Page 19: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

19

pada Tabel 11. Produk kehutanan nilai ekspornya mengalami penuruan rata-rata

5.25 persen per tahun dan volume ekspornya turun lebih dari dua kali lipat yaitu

mencapai 12,50 persen per tahun selama periode 2004-2009.

Tabel 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk-Produk Pertanian Indonesia

No Uraian 2004 2007 2008 2009 Perub

(%) Trend

(%) 09/08 04-09

EKSPOR NILAI EKSPOR (US$ Juta)

1 Tanaman Pangan dan Hortikultura 173.12 191.89 233.57 207.20 -11.29 6.18

2 Perkebunan 7 719.20 16 574.79 23 610.40 18 500.48 -21.64 24.09

3 Perikanan dan Peternakan 1 572.08 1 872.56 2 166.75 1 871.72 -13.62 5.09

4 Kehutanan 3 529.41 3 483.46 3 152.84 2 543.20 -19.34 -5.25

5 Aneka Hasil Pertanian dan Produk Olahannya 474.89 2 207.52 2 902.96 2 888.10 -0.51 15.54

VOLUME EKSPOR (Ribu Ton)

1 Tanaman Pangan dan Hortikultura 761.06 697.14 660.13 640.48 -2.98 -2.62

2 Perkebunan 12 520.11 16 887.18 19 349.21 22 036.69 13.89 10.94

3 Perikanan dan Peternakan 831.33 741.23 786.49 743.71 -5.44 -1.73

4 Kehutanan 5 465.79 4 035.13 3 126.87 2 940.80 -5.95 -12.50

5 Aneka Hasil Pertanian dan Produk Olahannya 1 311.00 1 632.00 2 374.28 1 884.19 -20.64 9.10

IMPOR

NILAI IMPOR (US$ Juta)

1 Tanaman Pangan dan Hortikultura 1 992.48 3 270.01 4 189.96 3 572.51 -14.74 18.12

2 Perkebunan 300.88 601.06 849.98 766.53 -9.82 23.14

3 Perikanan dan Peternakan 309.03 464.66 890.21 960.71 7.92 32.35

4 Kehutanan 135.18 243.30 330.51 225.79 -31.69 14.44

5 Aneka Hasil Pertanian dan Produk Olahannya 867.90 1 974.80 1 784.38 1 825.01 2.28 16.19

VOLUME IMPOR (Ribu Ton)

1 Tanaman Pangan dan Hortikultura 8 308.65 10 090.88 8 495.92 8 944.62 5.28 2.22

2 Perkebunan 142.98 221.28 237.36 216.23 -8.90 10.02

3 Perikanan dan Peternakan 188.67 302.67 462.10 557.64 20.67 27.38

4 Kehutanan 265.89 481.40 505.84 350.92 -30.63 7.37

5 Aneka Hasil Pertanian dan Produk Olahannya 1 577.41 3 566.97 1 719.22 2 123.26 23.50 2.76

Sumber: BPS, 2010

Page 20: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

20

Sementara itu, produk tanaman pangan dan hortikultura nilai ekspornya

masih meningka t rata-rata 6.18 persen per tahun, tetapi volume ekspornya turun

rata-rata 2.62 persen per tahun. Kondisi yang sama terjdi pada produk perikanan

dan peternakan, yaitu nilai ekspornya naik rata-rata 5.09 persen per tahun, tetapi

volume ekspornya turun rata-rata 1.73 persen per tahun. Peningkatan nilai ekspor

Produk Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan produk Perikanan dan Peternakan

didukung oleh terjadinya peningkatan harga kedua produk tersebut di pasar

internasional.

Kinerja perdagangan komoditi pertanian baik dalam skala nasional maupun

global juga dipengaruhi oleh adanya kesepakatan di sektor pertanian baik dalam

kerangka multilateral, regional maupun bilateral yang sudah dilakukan oleh

berbagai negara. Dalam kerangka multilateral, sebagai anggota WTO, Indonesia

mendukung kebijakan perdagangan global yang bebas dan adil, dimana tujuan

jangka panjang dari WTO adalah meliberalkan perdagangan dunia melalui 3

pilarnya, yaitu perluasan akses pasar (market access), pengurangan dukungan

domestik (domestic support) yang dapat mendistorsi pasar, dan pengurangan

subsidi ekspor (export subsidy) (Suryana, 2004). Tujuan tersebut seyogyanya

memberikan manfaat bagi seluruh negara di dunia. Namun, dalam kenyataanya,

perdagangan internasional dan hasil perundingan bidang pertanian di WTO lebih

banyak merugikan negara-negara sedang berkembang (Suryana, 2004).

Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab tidak

tercapainya tujuan dalam menciptakan sistem perdagangan sektor pertanian yang

adil dan berorientasi pasar ya itu:

Page 21: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

21

1. Negara-negara maju masih tetap mempertahankan, bahkan meningkatkan

dukungan domestik melalui subsidi kepada petaninya, terutama produsen

pangan dan peternakan (Suryana, 2004). Berdasarkan data OECD (2002), nilai

dukungan domestik dari kelompok negara OECD meningkat menjadi US$ 248

milyar pada masa implementasi kesepakatan WTO (1999-2001) dibandingkan

periode pra WTO (1986-1988) yang tercatat sebesar US$ 236 milyar per

tahun. Menurut catatan OECD tersebut, Amerika Serikat dan Uni Eropa

meningkatkan dukungan domestiknya masing-masing sebesar 21 persen dan 5

persen pada periode yang sama, sehingga mengakibatkan persaingan tidak adil

di pasar dunia.

2. Faktor penyebab lainnya adalah dalam bentuk subsidi ekspor yang besar untuk

produk-produk pertanian di negara-nega maju. Kelompok negara Uni Eropa

merupakan pemberi subsidi tertinggi, yaitu mencapai US$ 23,2 milyar atau 90

persen dari total nilai subsidi seluruh anggota WTO pada kurun waktu 1995-

1998 (Dixix, Josling and Blandford, 2001). Menurut Simatupang (2004), subsidi

ekspor itu menyebabkan disparitas harga antara pasar dunia dan pasar

domestik negara-negara maju, sehingga dapat dipandang sebagai instrumen

untuk fasilitasi praktik dumping yang dilarang WTO.

3. Perbedaan tingkat pembangunan ekonomi, teknologi, ketrampilan SDM, dan

infrastruktur antara negara maju dan negara berkembang juga menyebabkan

ketidakmampuan negara berkembang menciptakan equal playing field (Sawit,

2003). Lebih lanjut Sawit (2003) menjelaskan bahwa di negara-negara

berkembang pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya, karakteristik

usaha pertanian umumnya masih bersifat subsisten, dan belum berorientasi

Page 22: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

22

komersial secara penuh, karena pertanian masih menjadi sumber kehidupan dan

kebudayaan masyarakatnya. Kondisi yang demikian kurang selaras dengan

aturan da lam Agreement of Agriculture (AoA) dan mekanisme pasar yang

hanya sesuai bagi industri pertanian modern yang berorientasi pasar di negara-

negara maju (Sawit, 2003).

4. Ketidakadilan dalam membuka akses pasar, dimana di satu sisi negara maju

memaksa negara berkembang membuka akses pasar seluas- luasnya, sementara

di sisi lain berusaha membatasi akses pasar bagi produk-produk negara

berkembang melalui berbagai instrumen, seperti tarif eskalasi, perlindungan

sanitary dan phyto-sanitary, dan non-trade barrier lainnya (Sawit, 2003).

Perbedaan kepentingan dan ketidakseimbangan itulah yang menimbulkan

kondisi perdagangan multilateral sektor pertanian yang tidak seimbang dan

mengarah tidak fair. Manfaat reformasi perdagangan global jauh lebih banyak

dinikmati oleh negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang

(Sawit, 2003; Khor, 2000; dan Ellwood, 2002). Sawit (2001) mengemukakan

bahwa perdagangan global membuat defisit perdagangan negara berkembang

semakin lebar karena impor meningkat dengan pesat, sementara ekspor melambat

karena tidak mampu bersaing dengan industri negara maju yang support-nya

masih tinggi, baik subsidi ekspor, bantuan domestik, maupun berbagai hambatan

perdagangan lainnya.

Lebih lanjut kombinasi dari dampak perubahan iklim dan liberalisasi

perdagangan sektor pertanian akan berdampak terhadap kondisi makro dan juga

sektor ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia. Selama periode 1980-

2010 perkembangan indikator makro ekonomi dunia seperti pertumbuhan

Page 23: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

23

ekonomi, investasi, tingkat inflasi dan total perdagangan dunia diduga ada

kaitannya dengan perubahan iklim dan berkembangnya liberalisasi perdagangan

di sektor pertanian seperti yang terlihat pada Gambar 4.

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

1980

1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

*

Pers

en

Pertumbuhan PDB, Investasi, Volume Perdagangan dan Perkembangan Inflasi Dunia

PDB Investasi Inflasi Volume perdagangan total

Sumber: IPCC, 2007, FAO dan IFS, 2011 (d iolah)

Gambar 4. Pertumbuhan PDB, Investasi, Volume Perdagangan dan Perkembangan Tingkat Inflasi Dunia Periode 1980-2010

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa perubahan iklim secara faktual

sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Perubahan iklim juga

sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di

seluruh negara termasuk di Indonesia, salah satunya adalah produktivitas komoditi

pertanian yang selanjutnya akan berdampak pada ketersediaan pangan. Di sisi lain

liberalisasi perdagangan sektor pertanian baik melalui kesepakatan multilateral,

regional dan bilateral juga akan berdampak pada perdagangan komoditi pertanian.

Lebih lanjut kombinasi dari dampak perubahan iklim dan liberalisasi perdagangan

sektor pertanian akan berdampak terhadap kondisi makro dan juga sektor ekonomi

di berbagai negara termasuk Indonesia.

Page 24: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

24

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian adalah:

1. Liberalisasi perdagangan di sektor pertanian lebih banyak dinikmati oleh

negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang dan membuat

defisit perdagangan negara berkembang semakin lebar.

2. Perubahan iklim telah dirasakan sampai saat ini dan berbagai bukti adanya

perubahan iklim telah dirasakan oleh masyarakat dunia mulai dari kenaikan

muka laut, mencairnya es di kutub, terjadinya el nino di beberapa bagian

negara tropis dan perubahan cuaca yang ekstrim di berbagai belahan bumi

termasuk Indonesia.

3. Dampak perubahan iklim telah diprediksi terhadap berbagai aspek seperti

kesehatan manusia, kelangsungan ekosistem air, darat dan udara, serta

dampaknya terhadap produktivitas pertanian baik di negara maju maupun di

negara berkembang termasuk Indonesia.

4. Kombinasi dampak liberalisasi perdagangan dan dampak perubahan iklim

diperkirakan akan berdampak lebih lanjut pada kondisi makro dan sektoral

ekonomi di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia.

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka pertanyaan penelitian yang

diajukan adalah:

1. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap produktivitas komoditi pangan

di berbagai negara termasuk Indonesia ?

2. Bagaimana dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap kondisi

makro ekonomi negara-negara produsen maupun impor tir komoditi pangan

Page 25: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

25

dan secara khusus bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro dan sektoral

ekonomi Indonesia ?

3. Bagaimana dampak kombinasi liberalisasi perdagangan sektor pertanian dan

perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi

negara produsen maupun impor tir komoditi pangan dan secara khusus

bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi

Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari penjelasan pada bagian latar belakang dan perumusan masalah yang

telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini:

1. Mengkaji dampak perubahan iklim terhadap produktivitas komoditi pangan

di berbagai negara termasuk Indonesia.

2.a. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap

kondisi makro ekonomi di negara-negara produsen maupun importir

komoditi pangan.

2.b. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap

kondisi makro dan sektoral ekonomi Indonesia.

3.a. Menganalisis dampak kombinasi liberalisasi perdagangan sektor pertanian

dan perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi

di beberapa negara prod usen maupun impor tir komoditi pangan.

3.b. Menganalisis dampak kombinasi liberalisasi perdagangan sektor pertanian

dan perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro dan

sektoral ekonomi Indonesia.

Page 26: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

26

1.4 Ruang Lingkup Penelitian.

Penelitian ini mengkaji mengenai dampak liberalisasi perdagangan dan

perubahan iklim pada komoditi pangan di berbagai negara terhadap makro dan

sektoral ekonomi Indonesia. Istilah perubahan iklim dalam penelitian ini hanya

mencakup perubahan suhu global yaitu adanya pemanasan global sebagai dampak

dari meningkatnya emisi karbon (CO2

Kombinasi da ri dampak liberalisasi perdagangan dan perubahan iklim pada

komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi difokuskan pada ke 14 negara

tersebut, sedangkan untuk kasus Indonesia juga dibahas mengenai dampaknya

terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi Indonesia. Fokus penelitian pada

aspek makro ekonomi meliputi dampak pada variabel equivalent variation

(kesejahteraan), GDP riil, GDP deflator, trade balance, terms of trade, investasi,

konsumsi rumah tangga, dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan secara sektoral

) yang membentuk efek Gas Rumah Kaca

(GRK). Sedangkan liberalisasi perdagangan yang dimaksudkan dalam penelitian

ini adalah skema penurunan tarif yang diterapkan pada sektor pertanian dalam

kerangka multilateral-WTO. Formula penurunan tarif akan mengacu pada formula

penurunan tarif yang sampai saat ini dirundingkan dalam negosiasi isu Pertanian

WTO. Komoditi pangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mencakup

3 (tiga) jenis yaitu beras (paddyrice), gandum (wheat) dan jagung (maize).

Sedangkan Negara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mencakup

negara produsen utama komoditi beras, gandum dan jagung ya itu Amerika

Serikat, China, Brazil, India, Rusia, EU , Indonesia, Vietnam, Thailand, Australia,

Pakistan, Bangladesh, Filipina dan The Rest of the World.

Page 27: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

27

yang akan dianalisis adalah output, harga, ekspor, impor dan kesempatan kerja di

Indonesia.

Dalam studi ini, analisis menggunakan Computable General Equilibrium

(CGE) mod el Global Trade Analysis Project (GTAP) yang dikembangkan oleh

Purdue University di Amerika Serikat, Departemen Ekonomi Pertanian sejak

tahun 1993 yang dipimpin dan diprakarsai oleh Prof. Thomas Hertel. Model

GTAP yang digunakan adalah GTAP versi 7 yang dikeluarkan pada tahun 2008

dengan data dasar tahun 2004 yang terdiri dari 57 klasifikasi komoditi (sector)

dan 113 negara (region).

Analisis kuantitatif dalam menentukan besaran elastisitas atau parameter

dampak perubahan suhu global terhadap tingkat produktivitas komoditi pangan

menggunakan model ekonometrik yaitu hubungan perubahan suhu global dengan

tingkat produktivitas pertanian yang bersumber dari berbagai hasil penelitian di

tingkat internasional seperti IPCC, lembaga penelitian di beberapa negara dan

hasil penelitian di da lam negeri yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian

yang terkait dengan perubahan suhu dan produksi pertanian nasional. Penggunan

data tersebut mempertimbangkan ketersediaan data terutama yang terkait dengan

data perubahan suhu dan tingkat produktivitas pertanian. Keterbatasan penelitian

juga terkait dengan penggunaan model GTAP sebagai alat analisis CGE yang

lebih banyak disebabkan oleh kelemahan struktur model CGE itu sendiri. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini model yang digunakan bukan Recursive Dynamic

CGE yang memprediksi dampak tahun 2070, tetapi Mode l Comparative Static

dengan keseimbangan jangka panjang, sehingga analisis yang dilakukan adalah

Page 28: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

28

with and without policy. Lebih lanjut konsep analisis tersebut selengkapnya

dijelaskan pada bab 3.

Menurut Oktaviani (2008) beberapa keterbatasan model CGE:

1. Dalam mode l CGE, asumsi utama untuk struktur pasar ada lah Pasar

Persaingan Sempurna (PPS) dengan kondisi Constant Return to Scale (CRS),

sehingga untuk komoditi dengan pasar non PPS asumsi ini menjadi

keterbatasan model. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian Silva dan

Horridge (1996), model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar

monopoli dengan kondisi Increasing Return to Scale (IRS).

2. Model keseimbangan tergantung pada pada parameter-parameter benchmark

yang dikalibrasi. Hal ini disebabkan parameter-parameter yang digunakan

dalam model CGE diambil dari hasil-hasil model, baik dilakukan sendiri

maupun hasil-hasil penelitian terdahulu. Permasalahan yang biasanya terjadi

adalah data tersebut di negara-negara berkembang tidak tersedia.

3. Dalam mod el CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang

digunakan yang dapat memunculkan permasalahan black box, sehingga

apabila hasil estimasi yang didapat tidak sesuai dengan teori ekonomi atau

prediksi yang diharapkan, akan sangat sulit untuk menerangkanya.

4. Dalam model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan, sehingga

akan sangat riskan menggunakan model CGE bagi orang-orang yang

mengutamakan ke-validan dalam model. Validitas model dan data base

ditunjukkan dengan pemenuhan asumsi keseimbangan umum dan signifikan

dari parameter yang digunakan yang berasal dari penelitian sebelumnya.

Page 29: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.id I... · masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa ... (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan . ... 1.2 Rumusan Masalah

29

5. Model CGE tidak menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar

(tidak dapat menganalisis perubahan persentase lebih dari 100 persen).

Semakin kecil perubahan kebijakan yang akan dianalisis, semakin tepat model

dalam mengestimasi perubahan non linear.

1.5. Manfaat Penelitian.

Hasil dari penelitian mengenai dampak liberalisasi perdagangan dan

perubahan iklim pada komoditi pangan di berbagai negara terhadap makro dan

sektoral ekonomi Indonesia ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Pemerintah dalam merumuskan posisi Indonesia dalam forum kerjasama

multilateral WTO khususnya perundingan liberalisasi sektor pertanian.

2. Pemerintah dalam merumuskan posisi Indonesia dalam keikutsertaannya

sebagai party dari kesepakatan yang terka it dengan isu perubahan iklim ba ik

melalui Protokol Kyoto, COP-UNFCCC maupun kesepakatan internasional

lainnya di bidang lingkungan.

3. Pemerintah dalam merumuskan kebijakan produksi pertanian yang terkait

dengan kebijakan ke tahanan pangan nasional sebagai antisipasi terhadap

dampak perubahan iklim.

4. Pelaku usaha terutama eksportir dan eksportir produsen, importir produk

pertanian serta petani dalam menghadapi peluang dan tantangan dimasa depan

untuk mengantisipasi dampak liberalisasi perdagangan dan perubahan iklim.

5. Masyarakat umum dalam memahami dampak liberalisasi perdagangan dan

perubahan iklim pada komoditi pangan dan menggunakan hasil analisis ini

sebagai referensi pembanding untuk penelitian berikutnya.