i. pendahuluan a. latar belakang - umpalangkaraya.ac.id file3 penentuan jenis yang sesuai sangat...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan lahan gambut dunia semakin dirasakan peran pentingnya
terutama dalam menyimpan karbon, memainkan peran penting dalam siklus
hidrologi, serta memelihara keanekaragaman hayati. Hutan rawa gambut adalah
salah satu tipe hutan rawa yang merupakan lahan rapuh hal ini karena kerusakan
sedikit saja pada ekosistemnya akan menyebabkan lahan tersebut mudah
terdegrasi (http://iccc-network.net).
Pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan secara bijaksana dan hati-hati,
hal ini disebabkan karena hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang
mudah rapuh, sehingga kalau pengelolaan tidak dilakukan secara benar, hutan
tersebut tidak akan lestari. Lahan rawa gambut yang mengalami degradasi baik
sebagai akibat penebangan liar, penjarahan dan kebakaran hutan dan lain-lain ini
harus segera dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekologis maupun
meningkatkan produktivitasnya sehingga fungsi ekosistem itu dapat segera pulih
kembali.
Untuk menghijaukan kembali dan mengembalikan fungsi lahan gambut
yang telah terdegradasi banyak menemukan kendala baik teknis maupun biologis
jenis pohon yang bersangkutan. Jenis-jenis pohon yang mampu tumbuh pada
lahan gambut sangat terbatas karena sifat tanah yang masam, terjadi genangan
secara non periodik pada musim penghujan, kekeringan dan mudahnya terbakar
pada saat musim kemarau. Diperlukan pemilihan spesies yang sesuai atau tahan
terhadap keadaan lahan gambut yang telah terdegradasi untuk mempercepat
2
penghijauan kembali lahan gambut tersebut. Melihat keadaan lingkungan di masa
depan yang amat terbatas kemampuannya untuk menghasilkan berbagai barang
dan jasa, maka plasma nutfah yang tahan dengan berbagai lingkungan di daerah
gambut merupakan aset nasional yang penting bagi pembangunan masa depan.
Uji spesies merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mendapatkan
pengetahuan tentang spesies yang cocok atau tahan dikembangkan pada daerah
tertentu dalam hal ini lahan gambut yang sudah terdegradasi. Secara umum uji
spesies sangat jarang dilakukan dalam rangka perbaikan mutu tanaman di
Indonesia terutama untuk penanaman skala besar. Penanaman yang umum
dilakukan dengan mendapatkan sumber benih yang asal ada. Hal ini merupakan
kendala di dalam pemuliaan tanaman.
Kurangnya penelitian-penelitian kearah uji spesies serta penerapannya di
lapangan, sebagaimana tersebut di atas besar kemungkinannya sebagai penyebab
gagalnya program-program reboisasi dan pembangunan hutan tanaman, selain
faktor biaya dan kondisi staf pelaksanaannya kurang memadai. Apabila faktor di
atas ditingkatkan maka keberhasilan juga akan meningkat baik kualitas maupun
kuantitasnya. Materi uji spesies adalah materi dasar dalam pengembangan
program penanaman dan pemuliaan pohon hutan.
Permasalahan yang dihadapai pada lahan rencana penelitian ini yaitu
berkaitan dengan menentukan jenis yang sesuai pada tanah yang masam dan tahan
terhadap genangan secara non periodik. Hutan rawa gambut sepanjang musim
penghujan sekitar 4-5 bulan terjadi genangan dengan ketinggian hingga mencapai
1,2-2 meter.
3
Penentuan jenis yang sesuai sangat menentukan keberhasilan penghijauan
pada lahan tersebut. Menurut (Atmojo Toyib, 1997 dalam Maimunah, 2012),
secara ekologis pada suatu ekosistem tertentu terdapat jenis tanaman tertentu yang
mampu tumbuh dengan baik. Atas dasar itu maka pemilihan jenis dilakukan pada
jenis-jenis pembentuk ekosistem asli hutan rawa gambut tersebut. Caranya dengan
melakukan observasi di kawasan hutan yang masih utuh dengan kondisi vegetasi
dan lingkungan yang sama dengan hutan yang rencana akan ditanami. Setelah
ditemukan jenis-jenis yang bisa tumbuh di kondisi yang sama tersebut, maka
dibuat pengujian terhadap kelayakan tumbuh dan ketahanan semai terhadap
kondisi alam hutan yang akan ditanam.
Beberapa spesies yang merupakan habitat aslinya dihutan rawa gambut dan
merupakan spesies yang tahan terhadap genangan yaitu Tumih, Galam,
Geronggang, Pulai, dan Bungur selain itu spesies ini dipilih juga didasarkan pada
tanaman petunjuk (plant indicator) yang masih tersisa pada lahan rencana
penelitian. Pada penelitian ini akan ditambahkan satu tanaman eksotik yaitu
sengon sebagai bahan pertimbangan terhadap kemampuan tumbuh pohon bukan
asli rawa gambut pada lahan yang tersebut diatas. Pengujian spesies tersebut akan
digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan reforestasi di hutan rawa gambut yang
sudah terdegradasi yang banyak terdapat di Kalimantan Tengah sebagai dampak
dari pembukaan kawasan hutan dan kebakaran hutan.
4
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis yang sesuai untuk
dikembangkan pada lahan gambut terdegradasi untuk pelestarian plasma nutfah.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi jenis-jenis yang tepat untuk
dikembangkan di lahan gambut terdegradasi guna pelestarian plasma nutfah
dimasa akan datang.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Uji Spesies
Uji spesies adalah suatu cara yang dilakukan untuk mendapatkan
pengetahuan tentang spesies yang cocok dikembangkan pada daerah tertentu
sebelum program yang lebih jauh dimulai atau sering disebut dengan rancangan
untuk membandingkan spesies terseleksi yang akan dibangun atau ditanam pada
dua atau lebih kondisi lingkungan untuk dipelajari spesies mana yang paling
sesuai untuk tempat tertentu (http://www.google.co.id).
Uji spesies merupakan hal yang penting, karena sering dikaitkan dengan
masalah keberhasilan dan kegagalan dari program pembuatan tanaman secara
keseluruhan. Uji spesies didasarkan pada data dari manfaat pada areal tersebut
atau tujuan dari penanaman selanjutnya. Pemilihan jenis asli/lokal diutamakan
untuk meminimalkan problem lanjutan yang mungkin terjadi. Namun sesuatu hal
yang harus diingat bahwa keseimbangan lingkungan di daerah tertentu sering
dapat berubah dengan mudah seperti berubahnya keadaan mikroklimat dibanyak
lokasi karena perladangan berpindah, kebakaran, pengembalaan dsb. Pada lokasi
semacam ini spesies-spesies yang aslipun akan mengalami permasalahan yang
sama. Dengan demikian spesies-spesies yang dulu berkembang dengan baik pada
lokasi tersebut dan ditanam pada areal tersebut yang ekologinya berubah akan
mengalami perkembangan yang tidak baik. Berdasarkan uraian di atas maka perlu
pemilihan spesies yang tepat melalui uji spesies adalah sangat penting. Uji spesies
bertujuan sebagai usaha untuk memilih spesies yang menguntungkan atau cocok
baik spesies asli maupun tidak (eksotik) ditinjau dari kepentingan serta
6
produktivitasnya pada suatu areal tertentu. Uji spesies oleh beberapa forester
disebut species screening test (Maimunah, 2011).
Uji spesies merupakan bagian dalam pengujian genetika hutan dalam
program pemuliaan. Tujuan uji genetik (Zobel dan Talbert, 1984) adalah :
1. Memperoleh dan menyediakan informasi tentang besarnya nilai breeding
(breeding value) untuk keperluan seleksi family dan penjarangan seleksi di
kebun benih.
2. Menyediakan estimasi parameter genetik sebagai bahan pengembangan
strategi-strategi breeding.
3. Menyiapkan populasi dasar yang bermanfaat untuk seleksi genotip untuk
program pemuliaan lanjutan.
Persyaratan untuk membuat uji genetik agar dapat diperoleh informasi yang
tepat adalah perlu dilakukannya semua aspek kegiatan breeding mulai dari
penyediaan materi, pemapanan, hingga pemeliharaan semai dengan baik.
Tata cara penentuan tanaman yang akan ditanam pada suatu areal yaitu :
1. Uji kelayakan tempat tumbuh yaitu menguji kesuburan areal yang akan
digunakan untuk menanam pohon.
2. Uji spesies yaitu menguji spesies yang paling cocok ditanam ditempat tersebut.
3. Uji provenant yaitu menguji spesies terpilih dalam beberapa varietas.
4. Uji progeny yaitu menguji genetika spesies terpilih dari uji provenan.
5. Penanaman komersial spesies yang terpilih dengan varietas terbaik dengan
penerapan silvikultur intensif.
7
Untuk mendukung keberhasilan uji spesies ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan antara lain faktor silvikultur, faktor ekonomi dan faktor lain.
1. Faktor Silvikultur
Faktor silvikultur yang perlu dipertimbangkan guna keberhasilan uji spesies
meliputi :
a. Keadaan iklim di lokasi pengujian yang meliputi jumlah curah hujan,
temperature, kelembapan udara dan angin.
b. Faktor geologi dan tanah di lokasi sekitar pengujian yang meliputi batuan
induk, kesuburan tanah, kedalaman lapisan tanah, pH tanah, tekstur dan
struktur tanah, keadaan air tanah, perembesan dan drainase.
c. Faktor geografi tanah yang meliputi letaknya terhadap garis lintang, garis
bujur, tinggi tempat, arah lereng dan sudut kemiringan.
d. Sifat ekologis dan kecenderungan penyebaran spesies uji.
e. Faktor biotik yang berpengaruh meliputi manusia, hewan domestik maupun
liar, binatang-binatang serangga, binatang lain yang termasuk hama dan
rumput.
2. Faktor ekonomi
Sebagaimana diketahui bahwa uji spesies bertujuan untuk mendapatkan
spesies yang menguntungkan untuk dikembangkan di daerah tertentu baik dari
segi pemanfaatan maupun produktivitasnya. Produktivitas sering dihubungkan
dengan spesies yang berumur pendek (cepat menghasilkan) sehingga spesies yang
diuji sebaiknya spesies-spesies yang mempunyai siklus hidup yang pendek atau
tumbuh cepat. Sehingga pertumbuhan yang cepat menjadi prioritas utama dalam
8
pemilihan spesies uji. Selain tujuan penanaman dari spesies uji itu jelas, perlu
dipertimbangkan juga kegunaan produksi dari jenis yang bersangkutan antara lain
untuk kayu bakar, kayu pertukangan, tiang, sekat bakar, ornamen, konservasi dan
perlindungan tanah atau produk-produk khusus.
3. Faktor lain
Faktor-faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan guna keberhasilan uji
spesies antara lain :
a. Jika persediaan biji dari spesies yang akan dikembangkan adalah kecil, dan
viabilitas biji mudah hilang, spesies ini seharusnya tidak perlu diikut sertakan
dalam pengujian, kecuali ada cara-cara tertentu yang dapat memecahkan
problem tersebut. Misalnya dengan cara pembiakan vegetatif.
b. Jika persediaan biji yang akan dikembangkan termasuk spesies yang sulit
penanamannya, tidak saja karena bijinya, tetapi memang karena sulit tumbuh
pada suatu lahan dengan kondisi alam tanpa perlakuan atau perawatan khusus,
spesies semacam ini seharusnya tidak perlu dikembangkan dan sebaiknya
ditinggalkan saja (http://www.google.co.id).
B. Lahan Gambut Terdegradasi
Degradasi lahan gambut adalah perubahan yang mengarah pada kerusakan
di lahan gambut. Lahan gambut terdegradasi disebabkan karena eksploitasi materi
hutan yang berlebihan tanpa ada usaha pemulihan kondisi kembali bahkan lahan
gambut sering sengaja dibakar untuk mangalihkan fungsinya menjadi penggunaan
lahan lain sehingga lapisan gambutnya hilang yang akhirnya menjadi lahan
9
terlantar karena miskin hara dan tidak dapat dimanfaatkan lagi (http://iccc-
network.net).
Selain miskin hara dan rawan kebakaran jika musim kering, lahan gambut
terdegradasi juga menyimpan masalah besar pada musim hujan, yaitu adanya
genangan yang bersifat non periodik dalam kurun waktu 3-4 bulan. Hal ini yang
mempengaruhi rendahnya ketahanan pohon terhadap genangan. Faktor-faktor
tersebut yang mempengaruhi rendahnya pertumbuhan dan kecepatan penghijauan
di hutan gambut. Banyak program yang dilakukan guna penghijauan lahan
gambut terdegradasi namun belum berhasil karena kebakaran dan genangan
tersebut (PT.HAL, 2011).
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, yang akan sangat sulit
untuk dipulihkan kembali apabila mengalami kerusakan. Untuk mencegah
terjadinya degradasi lahan gambut dan untuk mengurangi dampak negatif dari
lahan gambut yang telah terdegradasi, maka pengelolaan kawasan gambut
berdasarkan ilmu pengetahuan sangat penting untuk dilakukan. Lahan gambut
terdegradasi ini harus segera dihijaukan untuk menjaga keseimbangan alam. Jika
hal ini tidak dilakukan maka kerusakan ekosistem akan mengancam diawali
dengan bencana-bencana alam seperti banjir dan kekeringan.
C. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa
organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta mikroorganisme. Plasma
nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu
10
pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional
(http://id.wikipedia.org).
Keberadaan beberapa plasma nutfah menjadi rawan dan langka, bahkan ada
yang telah punah akibat perubahan besar dalam penggunaan sumber daya hayati
dan penggunaan lahan sebagai habitatnya. Kebijakan pembangunan yang kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan pun turut berperan dalam proses
kepunahan plasma nutfah tersebut.
Pada hutan rawa gambut yang telah terdegradasi banyak spesies-spesies asli
rawa gambut yang telah punah. Untuk menumbuhkan lagi spesies-spesies tersebut
membutuhkan waktu yang sangat lama dan bahkan spesies-spesies tersebut
cenderung sulit bertahan hidup karena iklim setempat telah berubah.
Pelestarian plasma nutfah menjadi tanggungjawab yang berat bagi semua
orang terutama bagi forester dan pemerhati lingkungan, karena lingkungan sudah
cenderung rusak dan berubah. Perlu terapan ilmu yang tinggi untuk bisa
menghijaukan dan melestarikan plasma nutfah yang ada.
D. Deskripsi Tanaman
1. Sengon
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
11
Sub Famili : Mimosoidae
Marga : Paraserianthes
Spesies : Paraserianthes falcataria
Beberapa nama lokal/daerah untuk jenis ini yaitu : Sengon (umum),
Jeungjing (Sunda), Sengon laut (Jawa), Sika (Maluku), Tedehu pute (Sulawesi),
Bae, Wahogon (Irian jaya). Nama international antara lain : Batai (Malaysia
Barat, Sabah, Philipina, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, Italia,
Belanda, Jerman), Kayu machis (Sarawak), Puah (Brunei). Penyebaran : Seluruh
Jawa, Maluku, dan Irian Jaya.
Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi
batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda,
bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk
berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Sengon memiliki akar tunggang yang
cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak
rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk
menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi
subur. Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar
0,5-1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum
bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan
yang dibantu oleh angin atau serangga. Buah sengon berbentuk polong, pipih,
tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6-12 cm. Setiap polong buah
berisi 15-30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil, waktu muda berwarna hijau dan
jika sudah tua biji akan berubah kuning sampai berwarna coklat kehitaman, agak
12
keras, dan berlilin. Benih Pipih, lonjong, 3-4 x 6-7 mm, warna hijau, bagian
tengah coklat. Jumlah benih 40.000 butir/kg. Daya berkecambah rata-rata 80%.
Berat 1.000 butir 16-26 gram.
Sengon dijumpai secara alami di hutan luruh daun campuran di wilayah
lembap, dengan curah hujan antara 1.000-5.000 mm pertahun. Pohon ini didapati
pula di hutan-hutan sekunder, di sepanjang tepian sungai, dan di sabana, hingga
ketinggian 1.800 m dpl. Sengon beradaptasi dengan baik pada tanah-tanah miskin
dengan pH tinggi, atau yang mengandung garam. Sengon juga tumbuh baik di
tanah aluvial lateritik dan tanah berpasir bekas tambang.
Kayu sengon merupakan kayu serba guna untuk konstruksi ringan,
kerajinan tangan, kotak cerutu, veneer, kayu lapis, korek api, alat musik, dan pulp.
Daun sengon dipergunakan sebagai pakan ayam dan kambing. Di Ambon kulit
batang digunakan untuk penyamak jaring, kadang-kadang sebagai pengganti
sabun. Ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias, dan reboisasi
(http://sanoesi.wordpress.com/2008/12/18/mengenal-kayu-sengon-paraserianthes-
falcataria/)
2. Pulai
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Contortae
Famili : Apocynaceae
13
Genus : Alstonia
Spesies : Alstonia pneumatophora. (http://repository.ipb.ac.id)
Beberapa nama lokal untuk jenis ini yaitu : Lame, Pule, Polay, Kayu gabus,
Pulai, Hanjalutung, Kaliti, Reareangou, Bariangow, Rariangow, Wariangow,
Mariangan, Deadeangow, Rite, Tewer, Aliag, Hange. Nama internasional yaitu :
Devil's tree, Ditta bark tree (Inggris), Chatian, Saitan-ka-jhad, Saptaparna (India,
Pakistan), Co tin pat, Phayasattaban (Thailand). Penyebaran pohon pulai
meliputi: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara
dan Jawa.
Pulai umumnya dapat mencapai tinggi 20-25 m dan diameter 40-60 cm.
Memiliki batang lurus dengan kulit batang yang rapuh, rasanya pahit dan bergetah
putih. Daun tunggal warna hijau berbentuk lonjong hingga lanset atau lonjong
hingga bulat telur sungsang dengan permukaan atas licin, permukaan bawah
buram, tepi daun rata, pertulangan daun menyirip dengan panjang 10-23 cm, lebar
3-7,5 cm dan tersusun melingkar antara 4-9 helai.
Pada umumnya pulai tumbuh di daerah yang terbuka, bersemak atau hutan
campuran pada ketinggian 50-1500 m dpl. Pulai dapat tumbuh pada tanah liat dan
tanah berpasir yang kering atau digenangi air dan terdapat juga pada lereng bukit
berbatu pada ketinggian 0-1000 m dpl (http://repository.ipb.ac.id.).
3. Bungur
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
14
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Lagerstroemia
Spesies : Lagerstroemia speciosa .Pers. (http://id.wikipedia.org)
Beberapa nama lokal untuk jenis ini yaitu : Bungur, B.Bener, B.Tekuyung,
B.Kual, Ketangi, Wungu, Bhongor, Moropala. Nama internasional yaitu : Bnaba
(Filipina), Bangblang (Vietnam), Bungor (Malaysia), Jarul, Benteak (India,
Pakistan), Intanin, Salao, Tabek (Thailand), Pyinma (Birma). Sebaran bungur
meliputi : Palembang, Jambi, Lampung, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Nusa Tenggara Timur.
Pohon berukuran cukup besar dengan tinggi mencapai 45 m dan diameter
150 cm. Biasanya pohon yang lebih kecil yakni tinggi antara 25–30 m dan
diameter 60–80 cm. Batang hampir tidak pernah lurus kebanyakan bengkok dan
bercabang banyak. Tanpa akar papan kebanyakan beralur dalam. Tajuk kurang
lebih bulat telur dan rapat. Tebalnya kulit 10 mm, kaku serta liat, luarnya
berwarna guram gelap, mengelupas dalam bentuk sobekan tak teratur. Penampang
melintang kelabu muda kotor. Dalamnya putih kotor yang cepat berubah warna
keungu-unguan. Tanpa lentisel, dan tanpa hijau daun.
Bungur dapat di temukan di hutan jati, baik di tanah gersang maupun subur
hutan heterogan berbatang tinggi, bungur dapat tumbuh sampai ketinggian 800 m
dpl. Selain itu, bungur banyak juga ditemukan pada ketinggian di bawah 300 m
dpl. Permudaan alam seringkali terjadi ditempat terbuka dalam hutan sekunder
maupun dalam belukar yang terdapat dalam hutan primer. Pohon bungur
15
menggugurkan daun pada musim kemarau. Permudaan buatan sering dilakukan
terutama dipinggir jalan dan dalam taman. Penanaman dilakukan dengan bibit
bumbung, cabutan atau stump yang berdiameter 0,5–2,5 cm dengan panjang
bagian batang 5-10 cm dan bagian akar 10-20 cm. Tanaman dapat mencapai
persen tumbuh 90-100 %. Jarak tanam yang lazim dilakukan adalah 4m x 3m.
Pohon bungur berbunga dan berbuah setiap tahun dalam bulan Maret, Juni,
Oktober dan November. Buah terdapat sangat banyak, Jumlah buah kering 345
butir per kg. Atau 194 butir per liter. Tiap buah banyak mengandung biji dengan
jumlah biji kering 200.000 butir per kg atau 31.000 butir per liter. Biji yang telah
dikeringkan diudara dan disimpan didalam tempat yang tertutup rapat dapat
bertahan sampai 6 bulan dengan daya kecambah 35% (PT.HAL, 2011).
4. Gerunggang
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Guttiferae
Genus : Cratoxylon
Spesies : Cratoxylon arborescens BL.
Beberapa nama lokal untuk gerunggang yaitu : Gerunggang, Geronggang,
Heremeng, Idat, Kelulus, Woheng, Tinono, Temor, Marong. Nama internasional :
Guyong-guyong, Paguringon, Salinggigon, Salinggigon (Filipina), Geronggang
16
(Malaysia barat), Serungan (Malaysia timur). Sebaran pohon gerunggang
meliputi: Aceh, Sumatra Barat, Riau, Palembang, Jambi, Bangka, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Maluku.
Pohon gerunggang memiliki batang lurus, bulat, berbonggol-bonggol, tanpa
alur dan tanpa akar papan. Tebal kulit 2 mm bagian Sebelah luar guram,
mengelupas dan dengan pecah-pecah halus. Pohon dewasa/tua tidak berduri,
tetapi pada trumbusan-trumbusan muda daripada pohon-pohon muda banyak duri-
duri besar. Daun yang berbentuk elips tumpul, tepi rata permukaan daun jernih
dengan permukaan bawah berwarna kelabu biru.
Gerunggang tumbuh di dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan A dan B,
terutama pada tanah rawa atau pada zona peraliahan antara rawa dan tanah kering
pada ketinggian sampai 60 m dpl. Biasa ditemui berasosiasi dengan hutan
kerangas atau dipterokarpa dan berperan sebagai tumbuhan pionir. Tumbuh
tersebar atau mengelompok dalam belukar atau hutan primer yang tergenang.
Permudaan alam tidak banyak terdapat, populasi anakan per ha sedikit jika
dibandingkan dengan jenis lain. Permudaan alam yang dibantu dengan penanaman
menurut sistem jalur atau blok memungkinkan regenerasi jenis ini berhasil baik
dihutan rawa. Pembiakan dilakukan dipersemaian dan setelah mencapai tinggi
10-15 cm baru dipindah ke dalam bumbung atau plastik sampai cukup kuat
kemudian dipindahkan ke lapangan. Jarak tanam antara pohon adalah 2 m dan
jalur 6 m (PT.HAL, 2011).
Manfaat kayu ini umumnya digunakan sebagai bahan untuk konstruksi
dalam ruangan.
17
5. Galam
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca leucadendra L. (http://www.plantamor.com)
Beberapa nama lokal untuk jenis ini yaitu : Galam, Ghelam, Inggolom,
Gelam, Kayu gelang, Kayu putih, Bru galang, Waru gelang, Nggielak, Ngelak,
Iren, Sakelan, Irano, Ai kalane, Irono, dan Elan. Nama internasional yaitu : Bai
qian ceng (Cina). Penyebaran pohon gelam meliputi : Sumatra, Jawa, Kalimantan,
dan Maluku.
Tinggi pohon antara 10-20 m, kulit batangnya berlapis-lapis berwarna putih
keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang
pohon tidak terlalu besar, dengan percabangan yang menggantung kebawah. Daun
tunggal agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun
berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan
pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir sejajar, permukaan daun
berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, bunga berbentuk seperti
lonceng, daun mahkota berwarna putih kepala putik berwarna putih kekuningan,
keluar diujung percabangan, buah panjang antara 2,5-3 cm lebar 3-4 mm
warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus sangat ringan seperti
18
sekam, berwarna kuning. Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas
dan dapat bertunas kembali setelah terjadi kebakaran menurut direktorat jendral
kehutanan, rata-rata jumlah buah per kg adalah 120.000 buah.
Secara alami galam hidup berkoloni dan mendominasi suatu kawasan,
khususnya ditepi sungai. Tanaman ini dapat ditemukan dari daratan rendah
sampai 400 m dpl. Dapat tumbuh di dekat pantai dibelakang hutan bakau. Ditanah
berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah (PT.HAL,
2011).
6. Tumih
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Anisophylleales
Famili : Anisophylleaceae
Genus : Combretocarpus
Spesies : Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser.
(http://www.plantamor.com)
Beberapa nama lokal untuk jenis ini yaitu : Marapat, Parapat paya. Nama
internasional yaitu : Keruntum (Brunei). Sebaran pohon tumih meliputi : Sumatra,
Kalimantan, Kepulauan Riau, Bangka, Belitung.
Pohon berukuran cukup besar, tinggi sampai 40 m, batang kebanyakan lurus
tetapi sebagian ada juga yang bengkok dan pair sampai dengan 100 cm.
19
Permukaan kulit tidak teratur dan sangat retak berwarna cokelat keabu-abuan,
kulit kayu bagian dalam keras berwarna orange cokelat. Daun alternatif,
sederhana, daun muda mencolok merah terang hingga merah gelap hingga jumlah
benangsari 2 kali jumlah kelopak dan memiliki tingkat ovarium yang rendah.
Buah kering dan bersayap, dengan biji berbentuk gelondongan.
Tempat tumbuh biasanya pada hutan sekunder atau hutan dengan kanopi
terbuka, batas ketinggian hingga 100-300 m dpl. Tumbuh ditanah tergenang air
gambut dan rawa kerangas. Regenerasi tumbuhan ini pada bekas tebangan hutan
ataupun bekas kebakaran hutan dan lahan akan membuat masalah sebab tumih
akan tumbuh sangat dominan dan menyebabkan tumbuhan lain sangat sulit
beradaptasi, hal ini dikarenakan batang tumih yang tumbang (baik karena
ditebang maupun terbakar) mampu tumbuh kembali dan mengeluarkan tunas
adaktif yang akhirnya berkembang jadi pohon.
Kayu tumih biasanya digunakan untuk bahan bakar, sebagai konstruksi
interior berat dan bantalan rel kereta api, furnitur, lantai, panel, konstrusi kapal,
dan veneer, dan juga untuk alat pertanian (PT.HAL, 2011).
20
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Tempat penelitian ini dilaksanakan di kebun penelitian dan percobaan (KP2)
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dengan luas 20 Ha, jenis tanah
bergambut bekas kebakaran (terdegradasi) dengan kedalaman 50 cm yang terletak
di jalan anggrek, Kelurahan Kereng Bangkirai, Kecamatan Sebangau, Kota
Palangka Raya dengan titik koordinat S 02028’242”BT – E 113
090’826” LS.
2. Waktu
Penanaman dalam penelitian ini dilakukan dalam project penelitian oleh PT.
Hutan Amanah Lestari dimulai pada tanggal 15 Oktober 2012. Data yang diambil
2 bulan setelah penanaman merupakan bagian dari literatur PT. Hutan Amanah
Lestari setelah itu akan dilanjutkan pengambilan data secara mandiri untuk
mengetahui ketahanan tumbuhnya. Waktu penelitian yang dibutuhkan 8 (delapan)
bulan terhitung mulai awal penanaman sampai penulisan hasil penelitian.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Bungur, Tumih,
Galam, Pulai, Gerunggang yang merupakan jenis endemik rawa gambut dan
Sengon jenis eksotik.
Alat yang digunakan, yaitu
1. Alat pengumpul data yaitu etiket, mistar, kamera, alat tulis, tali raffia, gunting,
ajir, parang, tali ukur atau roll meter, thelly sheet, caliper.
21
2. Alat pengolahan data perangkat komputer dan kalkulator.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan alur sebagai berikut :
1. Menentukan jenis-jenis yang akan diuji sesuai dengan tujuan yaitu pelestarian
plasma nutfah, jadi jenis-jenis pohon khas rawa gambut yang dimungkinkan
hidup dengan baik di lokasi hutan gambut terdegradasi dipergunakan untuk
bahan uji sesuai dengan musim berbuahnya.
2. Membuat plot-plot uji pada berbagai areal penutupan lahan. Ada 5 jenis
penutupan lahan di tempat rencana penelitian yaitu :
a. Lahan terbuka bekas terbakar didomonasi rumput kumpai (Oxalis barelieri)
b. Lahan terbuka didominasi paku-pakuan/kelakai (Stenochlaena palustris)
c. Lahan tertutup purun (Eleocharis dulcis)
d. Lahan terbuka bekas terbakar didominasi semak berkayu
e. Lahan terbuka didominasi rumput minyak (tidak diketahui)
Lebar plot dalam penelitian ini adalah 3 m, panjang plot yang dibuat adalah
3 m, jumlah plot yang dibuat adalah 90 plot, sehingga luas plot uji
keseluruhan adalah 3 m x 3 m x 90 plot = 810 m2.
3. Menabur benih jenis-jenis pohon uji secara manual dalam plot yang
bersangkutan pada berbagai jenis penutupan lahan.
4. Mengamati pertumbuhan semai setiap 2 minggu sekali pada tiap lokasi
pengamatan hingga semai dianggap tahan terhadap kondisi alam dan dapat
dinyatakan sebagai jenis yang sesuai.
22
D. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
1. Persentase hidup benih dengan rumus (Sutopo, 2002) :
Jumlah benih tumbuh
2. Persentase Ketahanan Semai hingga dianggap hidup/tahan dengan rumus
(Sutopo, 2002) :
Jumlah benih yang bertahan hidup diakhir pengamatan
3. Jumlah helai daun, yaitu dengan menghitung langsung jumlah helai daun yang
tumbuh, penghitungan setelah umur semai 2 (dua) bulan dan apabila jumlah
semai yang tumbuh melebihi 10 semai maka akan dipilih 10 semai yang terbaik
untuk mewakili.
4. Diameter semai, yaitu diukur langsung menggunakan caliper (sigmat),
pengukuran setelah semai berumur 4 (empat) bulan atau telah dapat diukur
diameternya dan apabila jumlah semai yang tumbuh melebihi 10 semai maka
akan dipilih 10 semai yang terbaik untuk mewakili.
5. Tinggi semai, yaitu dengan mengukur tinggi semai yang tumbuh dari ujung
batang bawah sampai ujung batang atas (titik tunas), pengukuran setelah semai
berumur 2 (dua) bulan. Diambil dari sepuluh semai yang terbaik untuk
mewakili.
Jumlah benih yang tumbuh
x 100%
Jumlah benih yang ditabur
x 100%
23
E. Analisis Data
Data yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan uji faktorial dalam
Rancangan Acak Lengkap Berblok (RALB) (Wright, 1976). Percobaan ini dengan
dua perlakuan yaitu perlakuan penutupan lahan yang terdiri atas 5 (Lima)
perlakuan dan perlakuan spesies dengan 6 (enam) perlakuan yaitu 5 x 6 kombinasi
perlakuan dengan diulang 3 kali tiap kombinasi perlakuan seperti tersaji pada
tabel berikut :
Tabel 1. Tabel Perlakuan
No
Perlakuan Blok
Penutupan lahan
Spesies
1 2 3 Nama
Jumlah
bibit
1 Purun
1.Sengon 100
2.Pulai 100
3.Bungur 100
4.Gerunggang 100
5.Galam 100
6. Tumih 100
2 Rumput Minyak
1.Sengon 100
2.Pulai 100
3.Bungur 100
4.Gerunggang 100
5.Galam 100
6. Tumih 100
3 Kelakai
1.Sengon 100
2.Pulai 100
3.Bungur 100
4.Gerunggang 100
5.Galam 100
6. Tumih 100
4
Terbuka
(bekas terbakar)
1.Sengon 100
2.Pulai 100
3.Bungur 100
4.Gerunggang 100
5.Galam 100
6. Tumih 100
24
Lanjutan Tabel 1
Kumpai
1.Sengon 100
2.Pulai 100
3.Bungur 100
4.Gerunggang 100
5.Galam 100
6. Tumih 100
Jumlah
1.Sengon 500
2.Pulai 500
3.Bungur 500
4.Gerunggang 500
5.Galam 500
6. Tumih 500
Untuk mengetahui perbedaan perlakuan maka dilakukan uji lanjut Beda
Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf uji 0.05%.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih berkecambah
dan ketahanannya dalam keadaan lingkungan yang telah terdegradasi. Penelitian
ini dilaksanakan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2012 sampai dengan
bulan April 2013 dengan mengujikan beberapa jenis pohon endemik rawa gambut
dan satu jenis eksotik yaitu sebagai bahan pertimbangan terhadap kemampuan
tumbuh pohon yang bukan endemik rawa gambut pada lahan gambut yang
terdegradasi. Jenis-jenis yang diujikan yaitu pulai (endemik), bungur (endemik),
tumih (endemik), gerunggang (endemik), galam (endemik), dan sengon (eksotik).
Areal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lahan gambut yang
telah terdegradasi yang ditandai dengan terbukanya lahan karena bekas kebakaran,
rendaman air (banjir) yang relatif lama (non periodik), sangat kering pada musim
kemarau, sifat tanah yang asam, dan ditumbuhi oleh tumbuhan yang berallelopati
seperti kelakai, rumput minyak, purun, dan kumpai yang mampu menghambat
pertumbuhan tanaman lain di lingkungan sekitarnya sehingga sangat jarang
ditemukan tumbuhan lain yang mampu tumbuh.
Penaburan benih di lapangan dilakukan dengan membuat plot 3 x 3 m pada
tiap penutupan yang dibagi menjadi 5 tipe penutupan lahan yaitu lahan terbuka
bekas kebakaran, lahan didominasi rumput minyak, lahan di dominasi kelakai,
lahan di dominasi purun, dan lahan di dominasi kumpai. Kemudian tiap-tiap jenis
di ulang 3 kali pada tiap penutupan sehingga untuk satu jenis dalam satu
penutupan benih yang digunakan yaitu sebanyak 300 benih.
dari penelitian yang dilaksakan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
26
A. Viabilitas Benih
Viabilitas benih adalah kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan
kecambah normal dalam kondisi lingkungan yang optimum. Dari hasil data yang
dikumpulkan selama penelitian dan melakukan perhitungan maka dapat diperoleh
hasil seperti terlihat pada tabel anova sebagai berikut :
Tabel 2. Tabel Anova 1
Anova JK Db KT F hitung
F tabel
FK 10.519,21
JKB 143,89 2 71,94 0,39 2,35 NS
JKP 16.509,12 29 569,28 3,09 1,65 *
JKPL 5.310,84 4 1.327,71 7,21 2,52 *
JKJ 7.042,59 5 1.408,52 7,65 2,37 *
JK Int. 4.155,69 20 207,78 1,13 1,75 NS
JKE 10.704,78 58 184,57
JKT 27.357,79 89 307,39
Perlakuan yang diujikan memberikan hasil beda nyata pada taraf uji 0,05 (*)
pada tingkat perlakuan, tipe penutupan lahan dan jenis, sedangkan pada taraf
interaksi tidak memberikan hasil beda nyata (NS).
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada pengujian lanjut uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf uji 0,05 seperti tabel berikut :
27
Tabel 3. Tabel Hasil Uji BNT 1
No.
Tipe
Penutupan
Lahan
Jenis Blok
Jml Rerata Uji BNT 1 2 3
1
Purun
Sengon 13 5 - 18,00 6,00 abcdefghij
19,00 6,33 Pulai - 3 16 abcdefghijk
Bungur 10 - 8 18,00 6,00 abcdefghij
Gerunggang 4 - 6 10,00 3,33 abcdef
Galam 14 55 16 85,00 28,33 aklmnopq
Tumih 24 - 2 26,00 8,67 abcdefghijkl
2 Rumput
Minyak
Sengon 1 - 2 3,00 1,00 ab
Pulai - 2 7 9,00 3,00 abcde
Bungur 5 8 3 16,00 5,33 abcdefghi
Gerunggang 6 - 6 12,00 4,00 abcdefg
Galam 23 43 22 88,00 29,33 lmnopqr
Tumih - - 2 2,00 0,67 a
3 Kelakai
Sengon 35 7 24 66,00 22,00 abcdefghijklmno
Pulai - 29 23 52,00 17,33 abcdefghijklm
Bungur 1 8 4 13,00 4,33 abcdefgh
Gerunggang - 3 5 8,00 2,67 abcd
Galam 10 51 42 103,00 34,33 mnopqrs
Tumih 3 2 1 6,00 2,00 abc
4 Terbuka
Sengon 28 8 21 57,00 19,00 abcdefghijklmn
Pulai 65 3 35 103,00 34,33 mnopqrs
Bungur 2 1 9 12,00 4,00 abcdefg
Gerunggang 2 5 5 12,00 4,00 abcdefg
Galam 35 35 93 163,00 54,33 st
Tumih 65 3 4 72,00 24,00 cdefghijklmnop
5 Kumpai
Sengon - - - - - a
Pulai - - - - - a
Bungur - - - - - a
Gerunggang - - - - - a
Galam - - - - - a
Tumih - - - - - a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom Uji BNT menunjukan adanya persamaan antara rerata kombinasi
perlakuan.
28
Jenis-jenis yang diujikan memiliki kecendrungan memilih tipe lahan
tertentu untuk mampu bertahan hingga akhirnya menjadi kecambah perbedaan
tersebut sangat terlihat pada uji lanjut BNT. Pada tipe penutupan lahan kumpai
tidak dapat disimpulkan karena sampai akhir penelitian lahan tergenang dengan
kedalaman 30-40 cm sehingga pengamatan tidak dapat dilakukan.
Sengon memiliki kecendrungan berkecambah dengan baik pada tipe
penutupan kelakai untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 1. Indeks Viabilitas Benih Sengon
Sengon mampu tumbuh terbaik pada bawah naungan kelakai yang relatif
kekurangan cahaya matahari dan tanah yang tidak terlalu tergenang dengan indeks
viabilitas sengon pada penutupan ini 22%, pada lahan yang terbuka sengon
memiliki indeks viabilitas 19%, pada lahan dengan tipe penutupan purun dengan
indeks viabilitas 6%, sedangkan pada tipe penutupan lahan rumput minyak sengon
dengan indeks viabilitas sangat rendah yaitu 1%, dikarenakan pada lahan yang
didominasi rumput minyak benih sengon selalu terendam dalam air sehingga
19.00% 22.00%
1.00% 0.00%
6.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
terbuka kelakai rumput minyak
kumpai purun
Sengon
29
sangat rentan terserang jamur yang dapat mengakibatkan benih menjadi busuk,
selain itu serangan binatang pemakan benih juga menjadi permasalahan pada tipe
lahan ini sehingga sedikit benih sengon yang mampu tumbuh.
Pulai mempunyai kecenderungan berkecambah dengan baik pada lahan
yang terbuka dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 2. Indeks Viabilitas Benih Pulai
Pulai merupakan tanaman endemik rawa gambut yang diharapkan tahan
terhadap genangan, namun dikarenakan lahan yang telah terdegradasi lahan rawa
gambut menjadi tergenang sangat lama, mengakibatkan benih pulai banyak yang
membusuk sehingga tidak mampu untuk berkecambah. Pulai mampu
berkecambah pada lahan terbuka dengan indeks viabilitas 34,33%, disebabkan
karena, pada lahan terbuka genangan tidak terlalu lama namun masih lembap dan
cahaya matahari tidak terhalang sehingga dapat memicu perkecambahan,
sedangkan pada lahan dengan tipe penutupan kelakai, pulai dengan indeks
viabilitas 17,33%, pada lahan dengan tipe penutupan purun dengan indeks
34.33%
17.33%
3.00% 0.00%
6.33% 0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
terbuka kelakai rumput minyak
kumpai purun
Pulai
30
viabilitas 6,33%, sedangkan pada lahan yang di dominasi rumput minyak pulai
dengan indeks viabilitas paling rendah yaitu hanya 3,00%, dikarenakan pada
penutupan ini pulai tidak mampu beradaptasi dengan genangan yang sangat lama
dan adanya hewan pemakan benih.
Bungur mampu bekecambah pada semua tipe penutupan namun indeks
viabilitas terbaik pada penutupan purun seperti terlihat pada grafik :
Gambar 3. Indeks Viabilitas Benih Bungur
Pada tipe penutupan purun indeks viabilitas bungur 6,00%, pada penutupan
rumput minyak 5,33%, pada tipe penutupan kelakai 4,33%, dan pada tipe lahan
terbuka 4,00%. Kendala yang dihadapi yaitu pada binatang pemakan benih hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya benih bungur yang kosong akibat dimakan oleh
binatang, benih yang terapung saat banjir juga merupakan kendala dalam
pengamatan sebab ada kemungkinan benih terbawa arus sehingga tidak diketahui
mati atau tidaknya benih.
4.00% 4.33% 5.33%
0.00%
6.00%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
terbuka kelakai rumput minyak
kumpai purun
Bungur
31
Seperti halnya bungur, gerunggang juga mampu tumbuh pada semua tipe
penutupan lahan, gerunggang dengan indeks viabilitas terbaik pada tipe penutupan
lahan rumput minyak dan terbuka seperti pada grafik berikut :
Gambar 4. Indeks Viabilitas Benih Gerunggang
Indeks viabilitas gerunggang pada tipe penutupan lahan rumput minyak dan
lahan yang terbuka mempunyai indeks viabilitas yang sama yaitu 4,00%, pada
tipe penutupan purun dengan indeks viabilitas 3,33%, dan pada tipe penutupan
kelakai 2,67%. Pada lahan terbuka dan penutupan rumput minyak, sinar matahari
dapat menyinari secara langsung tanpa ada yang menghalangi, hal ini dapat
memacu pertumbuhan kecambah gerunggang. Selain itu gerunggang mampu
beradaptasi pada genangan yang relatif lama seperti pada penutupan purun dan
rumput minyak. Gerunggang juga berkecambah dengan baik dengan cahaya yang
relatif kurang seperti disela-sela kelakai dan purun. Kendala yang dihadapi pada
benih gerunggang yaitu pada ukuran benih yang sangat kecil sehingga ada
kemungkinan benih terbawa arus.
4.00%
2.67%
4.00%
0.00%
3.33%
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
4.50%
terbuka kelakai rumput minyak
kumpai purun
Gerunggang
32
Benih galam mampu beradaptasi pada lingkungan gambut yang
terdegradasi, namun pada tipe lahan terbuka benih galam memiliki kecendrungan
berkecambah lebih baik dibandingkan tipe lahan yang lain seperti terlihat pada
grafik :
Gambar 5. Indeks Viabilitas Benih Galam
Lahan terbuka merupakan lahan yang terbaik untuk perkecambahan galam
dengan indeks viabilitas 54,33%, pada tipe lahan penutupan kelakai dengan
indeks viabilitas 34,33%, pada tipe lahan penutupan rumput minyak indeks
viabilitas galam 29,33%, dan pada tipe penutupan lahan purun dengan indeks
viabilitas 28,33%. Galam mampu beradaptasi dalam genangan air yang relatif
lama, dan dengan cahaya yang cukup maupun kurang galam mampu tumbuh, hal
ini terlihat pada tipe lahan terbuka dengan cahaya relatif cukup dan pada tipe
lahan dengan penutupan kelakai dengan cahaya yang relatif kurang. Kendala yang
dihadapi sama seperti gerunggang yaitu benih yang sangat kecil sehingga ada
kemungkinan terbawa arus.
54.33%
34.33% 29.33%
0.00%
28.33%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
terbuka kelakai rumput minyak
kumpai purun
Galam
33
Benih tumih memiliki kecendrungan berkecambah dengan baik pada tipe
lahan terbuka seperti yang tersaji pada grafik berikut :
Gambar 6. Indeks Viabilitas Benih Tumih
Tumih mampu berkecambah pada lahan yang terbuka dengan indeks
viabilitas 24,00%, pada lahan dengan tipe penutupan purun indeks viabilitas tumih
8,67%, pada kelakai 2,00%, sedangkan pada tipe lahan dengan penutupan rumput
minyak viabilitas tumih hanya 0,57%. Pada lahan terbuka merupakan lahan yang
paling cocok diantara tipe-tipe lahan yang lain untuk perkecambahan tumih,
karena pada lahan ini sinar matahari tidak terhalang oleh apapun sehingga
membantu merangsang perkecambahan. Kendala yang dihadapi yaitu pada
binatang yang memakan benih dan juga benih yang cepat busuk apabila terlalu
lama terendam.
24.00%
2.00% 0.57% 0.00%
8.67%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
terbuka kelakai rumput minyak
kumpai purun
Tumih
34
Dari keseluruhan benih yang diujikan tanpa memandang tipe penutupan
lahannya indeks viabilitas terbaik pada jenis galam dapat dilihat pada grafik
berikut :
Gambar 7. Indeks Viabilitas Benih Semua Jenis
Galam menjadi jenis yang paling tinggi indeks viabilitasnya yaitu 87,80%,
galam mempunyai kemampuan adaptasi yang bagus pada lahan gambut yang telah
terdegradasi, pulai menjadi jenis kedua yang terbaik dari enam jenis yang diujikan
yaitu 36,60%, seperti halnya galam pulai juga mempunyai kemampuan adaptasi
yang bagus pada lahan yang diujikan, sengon merupakan jenis yang tidak begitu
diunggulkan dari keseluruh jenis yang diujiikan namun setelah dilakukan
pengamatan dan dapat diperoleh hasil bahwa sengon memiliki kemampuan
viabilitas peringkat ketiga dari keseluruh jenis yang diuji dengan indeks viabilitas
28,80%, tumih merupakan jenis berikutnya dengan indeks viabilitas yaitu 21,20%,
benih tumih yang terendam terlalu lama akan mengakibatkan perkembangan
28.80% 36.60%
11.80% 8.40%
87.80%
21.20%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
sengon pulai bungur gerunggang galam tumih
VIABILITAS BENIH
35
jamur yang mengakibatkan benih tumih membusuk, selain itu hewan pemakan
benih juga menajdi penyebap banyaknya benih tumih yang rusak, bungur
merupakan jenis berikutnya dengan indeks viabilitas 11,80%, jenis ini banyak
mendapatkan kendala mulai dari hewan pemakan benih ini terbukti saat
pengamatan banyak benih bungur yang berlubang dan rusak, selain itu pada saat
air genangan menjadi tinggi benih ini akan terbawa arus dan kebanyakan
tersangkut pada rerumputan sehingga benih akan sulit bekecambah tanpa media
yang mendukung, gerunggang merupakan jenis dengan indeks viabilitas terendah
yaitu 8,40%, kendala pertumbuhan gerunggang yaitu pada jenis benih yang sangat
kecil sehingga mudah terbawa arus, oleh sebab itu maka perlu ada perlakuan saat
panaburan agar benih yang kecil seperti gerunggang tidak mudah terbawa arus
seperti membuat bola yang terbuat dari tanah liat yang dimasukkan tanah gambut
dan benih didalamnya.
Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan benih ada dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal :
Faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan antara lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak
mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang
cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002 dalam
http://www.irwantoshut.net). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun
dengan cepat sekitar 20%, maka benih tersebut juga telah mencapai masak
fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering
36
maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum
(viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979
dalam http://www.irwantoshut.net).
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang
lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan
makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber
energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002 dalam
http://www.irwantoshut.net). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah
pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam
Sutopo, 2002 dalam PT.HAL, 2011).
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat
dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat
(viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara
normal baik untuk berkecambah, seperti kelembapan yang cukup, suhu dan
cahaya yang sesuai (Lambers 1992, dalam http://www.irwantoshut.net).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut (Kuswanto, 1996 dalam http://www.irwantoshut.net), penghambat
perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun
37
di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan
yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama
kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya,
sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis
benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002
dalam PT.HAL, 2011). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum
terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90% (Darjadi,1972 dalam
http://www.irwantoshut.net) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30
sampai 55% (Kamil, 1979 dalam http://www.irwantoshut.net). Benih mempunyai
kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu
basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta
busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002 dalam PT.HAL,
2011). Menurut (Kamil, 1979 dalam http://www.irwantoshut.net), kira-kira 70%
berat protoplasma sel hidup terdiri dari air, fungsi air antara lain:
1. Untuk melembapkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi
pengembangan embrio dan endosperma.
2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai
fungsinya.
38
4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperma atau kotiledon ke
titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai
yaitu pada kisaran suhu antara 26-35°C (Sutopo, 2002 dalam PT.HAL, 2011).
Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan
ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat
tumbuh gibberallin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat
disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan
energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses
perkecambahan benih (Sutopo, 2002 dalam http://www.irwantoshut.net).
Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu,
mikro organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996 dalam
http://www.irwantoshut.net). Menurut (Kamil, 1979 dalam
http://www.irwantoshut.net) umumnya benih akan berkecambah dalam udara
yang mengandung 29% oksigen dan 0.03% CO2. Namun untuk benih yang
dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih
ditingkatkan sampai 80%, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang
dari 3%.
39
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya bervariasi
tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002 dalam PT.HAL, 2011). Adapun
besar pengaruh cahaya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas
cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979 dalam
http://www.irwantoshut.net). Menurut Adriance and Brison dalam (Sutopo, 2002
dalam PT.HAL, 2011) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat
dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan
yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana
cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat
berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang
baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme
penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002 dalam PT.HAL, 2011).
Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir
dan tanah.
B. Ketahanan Semai
Ketahanan semai adalah kemampuan semai untuk tumbuh secara normal
pada kondisi sub optimum. Dari penelitian yang dilaksanakan dan dilakukan
perhitungan maka diperoleh hasil pada tabel anova berikut :
40
Tabel 4. Tabel Anova 2
Perlakuan yang diujikan memberikan hasil beda nyata pada taraf 0,05 (*)
pada tingkat perlakuan dan interaksi, sedangkan pada tinggkat tipe penutupan
lahan dan jenis tidak memberikan beda nyata (NS).
Untuk melihat perbedaan lebih jelas maka dilakukan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 0,05% seperti tersaji pada tabel berikut :
Tabel 5. Tabel Hasil Uji BNT 2
No.
Tipe
Penutupan
Lahan
Jenis Blok
Jml Rerata Uji BNT 1 2 3
1 Purun
Sengon 2 - - 2,00 0,67 ab
Pulai - - 2 2,00 0,67 ab
Bungur 1 - 8 9,00 3,00 abcdefgh
Gerunggang - - 6 6,00 2,00 abcde
Galam - - - - - a
Tumih 1 - 2 3,00 1,00 abc
Sengon - - - - - a
2 Rumput
Minyak
Pulai - - 3 3,00 1,00 abc
Bungur - - - - - a
Gerunggang 1 - 6 7,00 2,33 abcdef
Galam - 7 5 12,00 4,00 cdefghij
Tumih - - - - - a
3. Kelakai Sengon 8 1 15 24,00 8,00 k
Pulai - - 2 2,00 0,67 ab
Anova JK db KT F hitung F tabel
FK 124,84
JKB 94,60 2 47,30 11,65 2,35 *
JKP 261,82 29 9,03 2,22 1,59 *
JKPL 46,82 4 11,71 2,88 2,52 NS
JKJ 30,49 5 6,10 1,50 2,37 NS
JK Int. 184,51 20 9,23 2,27 1,75 *
JKE 210,74 58 3,63
JKT 567,16 89 6,37
41
Lanjutan Tabel 5
3 Kelakai
Bungur - 4 - 4,00 1,33 abcd
Gerunggang - 3 4 7,00 2,33 abcdef
Galam - - 1 1,00 0,33 a
Tumih 1 1 1 3,00 1,00 abc
Sengon - - - - - a
4
Terbuka
Pulai - 2 - 2,00 0,67 ab
Bungur - - 8 8,00 2,67 abcdefg
Gerunggang - 5 5 10,00 3,33 abcdefghi
Galam - - 1 1,00 0,33 a
Tumih - - - - - a
Sengon - - - - - a
5 Kumpai
Pulai - - - - - a
Bungur - - - - - a
Gerunggang - - - - - a
Galam - - - - - a
Tumih - - - - - a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom BNT menunjukan adanya persamaan antara rerata
kombinasi perlakuan.
Dari hasil uji BNT dapat diketahui bahwa ada perbedaan pada tiap tipe
penutupan terhadap ketahanan semai. Semai sengon pada tipe lahan penutupan
purun dengan persentasi katahanan 11,11%, pada penutupan ini semai sengon
mati karena kekeringan, sengon pada tipe penutupan ini tumbuh disela-sela purun
yang akan kering apabila genangan telah turun, pada tipe penutupan rumput
minyak semai sengon tidak ada yang mampu bertahan sebab pada penutupan ini
semai sengon terlalu lama terendam dalam air yang mengakibatkan membusuknya
semai, pada tipe penutupan kelakai dengan persentase ketahanan 36,36%, pada
penutupan ini sengon mampu bertahan tumbuh pada bawah naungan kelakai, pada
tipe lahan terbuka semai sengon juga tidak ada yang mampu bertahan dikarenakan
pada saat genangan telah turun pada lahan terbuka akan menjadi kering sehingga
mengakibatkan semai mati.
42
Pulai pada tipe penutupan lahan purun dengan persentase ketahan semai
10,52%, pada tipe lahan penutupan rumput minyak persentase ketahan semai pulai
yaitu 33,33%, pada tipe penutupan kelakai pulai dengan persentase ketahanan
3,84% kendala yang dihadapi semai pulai pada penutupan ini yaitu adanya hama
ini terlihat pada saat pengamatan ditemukannya semai pulai yang telah terpotong
karena dimakan oleh hewan, pada tipe lahan terbuka persentase hidup semai pulai
paling rendah yaitu 1,94%, kedala yang dihadapi masih seperti penutupan kelakai
yaitu adanya hama perusak selain itu semai pulai juga mati diakibatkan karena
kekeringan.
Bungur pada tipe penutupan lahan purun dengan persentase ketahanan
sebesar 50,00%, bungur mampu tumbuh dengan baik pada sela-sela purun, pada
tipe lahan dengan penutupan rumput minyak bungur tidak ada yang mampu
bertahan ini disebabkan genangan yang terlalu lama sehingga semai membusuk
selain itu serangan hama juga menjadi penyebab matinya semai bungur, pada
penutupan kelakai persentase ketahan 30,76%, kendala pada penutupan ini yaitu
serangan hama, pada tipe penutupan lahan terbuka dengan persentase ketahanan
66,66% daya dukung pada tipe lahan ini yaitu pada sinar yang cukup sehingga
menjadi daya dukung untuk pertumbuhan semai.
Gerunggang pada tipe penutupan lahan purun dengan persentase ketahanan
sebesar 60,00%, seperti halnya bungur, gerunggang juga tumbuh dengan baik
pada sela-sela purun, pada tipe lahan dengan penutupan rumput minyak
persentase ketahanan semai gerunggang 58,33%, pada penutupan ini gerunggang
mampu beradaptasi pada genangan yang cukup lama, pada tipe lahan dengan
43
penutupan kelakai persentase ketahanan semai gerunggang 87,50%, dan pada tipe
lahan terbuka dengan persentase 83,33%.
Galam pada tipe penutupan purun tidak ada yang mampu bertahan hidup
disebabkan karena kekeringan, galam tumbuh disela-sela purun yang akan kering
apabila genangan sudah turun, pada tipe penutupan rumput minyak persentase
ketahanan 13,63%, galam cukup mampu bertahan hidup pada genangan yang
cukup lama namun sebagian ada yang mati karena terbawa arus, pada tipe
penutupan kelakai persentase hidup benih galam yaitu hanya 0,97%, pada tipe
penutupan ini semai galam 95% mati karena kekeringan, pada tipe lahan terbuka
0,61%, sama halnya seperti pada tipe penutupan kelakai semai galam tidak dapat
bertahan hidup dikarenakan kekeringan.
Tumih pada tipe penutupan purun persentase ketahanan tumbuhnya hanya
0,11%, matinya semai tumih disebabkan oleh hama yang memakan semai selain
itu kekeringan juga menjadi faktor matinya semai, pada tipe penutupan rumput
minyak semai tumih tidak ada yang mampu bartahan ini disebabkan karena
genangan yang terlalu lama mengakibatkan semai menjadi mati, pada tipe
penutupan kelakai persentase ketahanan semai tumih 50,00%, kematian semai
tumih pada tipe penutupan ini karena kekeringan dan serangan hama, pada tipe
lahan terbuka tidak ada yang mampu bertahan disebabkan karena serangan hama
dan kekeringan.
Dari hasil penelitian ketahanan semai yang dilaksanakan dapat
direkomendasikan dalam melakukan reforestasi pada lahan gambut yang
terdegradasi dengan dominasi penutupan rumput minyak sebaiknya
44
menggunakan jenis galam, pada tipe lahan dengan penutupan kelakai
menggunakan jenis sengon, pada tipe lahan dengan penutupan purun
menggunakan jenis bungur, sedangkan pada tipe lahan terbuka sebaiknya
menggunakan jenis gerunggang.
Dari keseluruh jenis yang diujikan tanpa memandang tipe penutupan,
persentase ketahanan terbaik yaitu pada jenis gerunggang seperti terlihat pada
grafik berikut :
Gambar 8. Persentase Ketahanan Semai
Dari keseluruhan jumlah gerunggang yang tumbuh yaitu 42 semai dan yang
mampu bertahan sampai akhir pengamatan yaitu 30 semai dengan persentase
ketahanannya 71,42%, pada jenis kedua yang terbaik persentase ketahanannya
yaitu bungur, dari jumlah semai yang tumbuh yaitu 59 semai dan yang mampu
bertahan sampai akhir pengamatan 21 semai yaitu dengan persentase ketahanan
35,59%, ketahan terbaik ketiga yaitu jenis sengon dari jumlah keseluruhan yang
18.05%
3.82%
35.59%
71.42%
2.96% 5.66% 0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
sengon pulai bungur gerunggang galam tumih
Persentase Ketahanan Semai
45
tumbuh yaitu 144 dan yang mampu bertahan sampai akhir pengamatan 26 semai
yaitu dengan persentase ketahanan 18,05%, ketahanan berikutnya yaitu jenis
tumih dari keseluruhan jenis yang mampu tumbuh menjadi semai yaitu 106 semai
dan yang mampu bertahan sampai akhir pengamatan yaitu 65 semai dengan
persentase ketahanan 5,66%, jenis pulai merupakan jenis dengan persentase
katahanan berikutnya yaitu dari keseluruhan yang tumbuh 183 semai, yang
mampu bertahan hanya 7 semai dengan persentase ketahahnan 3,82%, persentase
dengan ketahanan terendah yaitu pada jenis galam, pada awal pengamatan jumlah
benih yang tumbuh sebanyak 439 semai dan yang mampu bertahan sampai akhir
penelitian hanya 13 semai saja yaitu dengan persentase ketahanan 2,96%.
C. Penambahan Tinggi dan Daun
Pertumbuhan tinggi tanaman sebagai salah satu ciri pertumbuhan tanaman
disebabkan oleh aktivitas pembelahan sel pada meristem apikal. Penambahan
tinggi tanaman diawali dengan tumbuhnya pucuk yang semakin panjang,
dilanjutkan dengan perkembangannya menjadi daun dan batang. Dalam
pertumbuhan pucuk dalam tanaman mengalami tiga tahapan, yaitu pembelahan
sel, pemanjangan dan defferensiasi atau pendewasaan. Pada fase pembelahan sel,
tanaman memerlukan karbohidrat karena komponen utama penyusun utama
penyusun dinding sel terbuat dari glukosa (karbon) atau dengan kata lain bahwa
pembelahan sel tergantung dari persediaan karbohidrat. Sementara karbohidrat
hanya dihasilkan dari proses fotosintesis yang melibatkan klorofil dan unsur N
berperan dalam pembentukan klorofil. Disamping itu Rosman (2004) dalam
Herdiana (2008), menyatakan hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk
46
tunas baru dari pada pembesaran batang dan pertumbuhan akar, karena
pertumbuhan aktif lebih banyak terjadi dibagian pucuk tanaman.
Pertumbuhan tinggi dan dimeter dipengaruhi oleh cahaya, pertumbuhan
tinggi lebih cepat pada tempat ternaungi daripada tempat terbuka. Sebaliknya,
pertumbuhan diameter lebih cepat ditempat terbuka daripada tempat ternaungi
sehingga tanaman yang ditanam ditempat terbuka cenderung pendek dan kekar.
Sudut percabangan tanaman lebih besar di tempat ternaung daripada ditempat
terbuka, Marjenah (2001) dalam Argani (2012).
Selain pertumbuhan tinggi dan diameter, pertumbuhan aktif pada tanaman
adalah daun. Daun merupakan salah satu bagian penting dari tanaman, karena
mengandung klorofil yang digunakan untuk proses fotosintesis hasil fotosintesis
berupa karbohidrat akan diangkut ke seluruh bagian tanaman dan selanjutnya akan
digunakan untuk pertumbuhannya. Fotosintesis memerlukan CO2 dari udara dan
unsur lain seperti Nitrogen (N) dan air (H2O) dari media tumbuhnya
(Dwidjosaputro, 1989 dalam Misransyah, 2004).
Bakal daun dibentuk di daerah sisi lateral apeks dengan adanya pembelahan
sel didaerah itu sehingga terjadi tonjolan disebut penyangga daun, pembentukan
bakal daun berikutnya akan terjadi ditempat lain. Periode yang memisahkan
pembentukan dua bakal daun yang berurutan disebut plastokron (Fahn, 1992
dalam Argani, 2012). Terbentuknya penyangga daun mengakibatkan luas
permukaan meristem manjadi berkurang. Sementara bakal daun tumbuh, meristem
apikal juga bertambah tinggi sampai saat bakal daun berikutnya dibentuk.
47
Menurut Esti (1995) dalam Argani (2012), hal ini juga berkaitan dengan
perkembangan tunas yang menjadi tempat tumbuh daun-daun yang baru. Lapisan
luar meristem apeks terjadi pembelahan. Jika ketiak tunas tumbuh langsung
setelah dibentuk, maka proses ini disebut silepsis. Pada beberapa tumbuhan
pembentuk tunas lateral tidak terjadi sebelum daun lebih tua. Tunas berkembang
dengan cara ini berkembang dengan cara diferinsiasi sel, yaitu dengan kembalinya
aktivitas meristimatik pada sel yang telah terdeferinsiasi.
Dari hasil pengamatan yang dilaksanakan selama enam bulan maka
diperolah hasil penambahan tinggi semai seperti tersaji pada grafik berikut :
Gambar 9. Penambahan Tinggi
Sengon merupakan jenis yang tercepat penambahan tinggi, yaitu dengan
rerata pertambahan tingginya 3,61 cm tiap pengamatan, Pulai dan bungur
merupakan jenis kedua yang kecepatan penambahan tinggi terbaik, yaitu sama-
sama dengan rerata 1,48 cm, jenis selanjutnya yaitu gerunggang dengan
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Tinggi (cm)
Sengon
Pulai
Bungur
Geronggang
Galam
Tumih
48
penambahan tinggi rerata 1,22 cm tiap pengamatan, jenis kelima yang terbaik
penambahan tinggi yaitu tumih dengan penambahan rerata 1,06 cm tiap
pengamatan, galam merupakan jenis yang paling lambat dalam perkembangan
penambahan tinggi yaitu rerata penambahan tinggi hanya 0,72 cm.
Dari hasil pengamatan penambahan jumlah daun semai dapat dilihat pada
grafik berikut :
Gambar 10. Rerata Penambahan Daun
Dari grafik diatas dapat diketahui pertumbuhan daun paling banyak yaitu
pada jenis gerunggang dengan rerata penambahan 0,59 helai tiap pengamatan,
dilanjutkan oleh jenis galam dengan penambahan rerata daun 0,40 helai, jenis
ketiga penambahan jumlah daun terbanyak yaitu jenis bungur dengan rerata
penambahan jumlah daun pada tiap pengamatan 0,26 helai, sengon merupakan
jenis keempat yang pertumbuhan daunnya terbaik yaitu dengan rerata
penambahan 0,25 helai tiap pengamatan, pertumbuhan daun jenis pulai menjadi
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penambahan Jumlah Daun
Sengon Pulai Bungur
Gerunggang Galam Tumih
49
jenis selanjutnya dengan rerata penambahan 0,17 helai, sedangkan jenis tumih
menjadi jenis dengan penambahan jumlah daun paling sedikit yaitu dengan rerata
penambahan 0,12 helai per pengamatan.
Sedangkan untuk penambahan diameter tidak dapat disimpulkan, karena
sampai akhir pengamatan tidak dapat dilakukan pengukuran ini karena semai yang
masih terlalu kecil.
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Indeks viabilitas terbaik yaitu jenis galam dengan indeks viabilitas 87,80%,
pulai dengan indeks viabilitas 36,60%, sengon dengan indeks viabilitas
28,80%, tumih dengan indeks viabilitas 21,20%, bungur dengan indeks
viabilitas 18,80%, dan gerunggang merupakan jenis dengan indeks viabilitas
terendah yaitu 8,40%.
2. Persentase ketahanan semai tertinggi yaitu pada jenis gerunggang dengan
persentase 71,42%, persentase ketahanan kedua yaitu jenis bungur dengan
persentase 35,59%, persentase ketahanan ketiga yaitu jenis sengon dengan
persentase ketahanan 18,05%, persentase ketahanan ke empat yaitu jenis
tumih dengan persentase ketahanan 5,66%, persentase ketahanan kelima yaitu
jenis pulai dengan persentase ketahanan 3,82%, dan persentase ketahanan
terendah yaitu pada jenis galam dengan persentase ketahanan hanya 2,96%.
3. Penambahan tinggi paling cepat untuk semai yaitu jenis sengon dengan rerata
3,61 cm tiap pengamatan, pulai dan bungur dengan rerata penambahan tinggi
1,48 cm, gerunggang dengan rerata penambahan tinggi 1,22 cm tiap
pengamatan, tumih dengan rerata penambahan tinggi 1,06 cm tiap
pengamatan, rerata penambahan tinggi paling rendah yaitu jenis galam
dengan rerata penambahan tinggi hanya 0,72 cm tiap pengamatan.
51
4. Penambahan jumlah daun paling banyak yaitu pada jenis gerunggang dengan
rerata penambahan 0,59 helai tiap pengamatan, dilanjutkan oleh jenis galam
dengan penambahan rerata daun 0,40 helai, bungur dengan rerata
penambahan jumlah daun pada tiap pengamatan 0,26 helai, jenis sengon
dengan rerata penambahan daun 0,25 helai tiap pengamatan, jenis selanjutnya
yaitu pulai dengan rerata penambahan daun 0,17 helai tiap pengamatan, dan
rerata penambahan daun paling rendah yaitu jenis tumih yaitu 0,12 helai per
pengamatan.
5. Dalam melakukan reforestasi pada lahan gambut yang terdegradasi dengan
dominasi penutupan rumput minyak sebaiknya menggunakan jenis galam,
pada tipe lahan dengan penutupan kelakai menggunakan jenis sengon, pada
tipe lahan dengan penutupan purun menggunakan jenis bungur, sedangkan
pada tipe lahan terbuka sebaiknya menggunakan jenis gerunggang.
B. Saran
1. Perlunya penelitian lanjut mengenai ketahanan semai sampai tingkat pancang.
2. Harus ada inovasi mengenai teknik penaburan benih seperti membuat bola
tanah liat dengan memasukan benih didalamnya karena dengan penaburan
manual ada kemungkinan benih tidak sampai ke tanah karena tersangkut pada
sela-sela purun, kelakai, dan kumpai.
3. Perlunya penelitian lebih terhadap ketahanan tumbuh jenis-jenis eksotik pada
lahan gambut yang terdegradasi.
52
DAFTAR PUSTAKA
Argani A., 2012. Keberhasilan Tumbuh Anakan Kahoi (Shorea Balangeran,
Burk) Di Kebun Penelitian Dan Percobaan (KP2) Universitas
Muhammadiyah Palangka Raya. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya, Palangka Raya.
Herdiana, N., 2008. Pengaruh Doses Dan Prekuensi Aplikasi Pemupukan NPK
Terhadap Pertumbuhan Bibit Shorea Belangeran , Korth Asal Anakan
Alam Di Persemaian. Palembang.
Maimunah, S., 2011. Pemuliaan Pohon. Fakultas Pertanian dan Kehutanan
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Palangka Raya.
, 2012. Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Fakultas Pertanian dan
Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Palangka Raya.
Miransyah, 2006. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Rootone F Dan Dan
Kerapatan Naungan Terhadap Pertumbuhan Anakan Belangeran (Shorea
Belangeran Burck). Fakultas Pertanian Dan Kehutanan Prodi Kehutanan
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Palangka Raya.
PT.HAL, 2011. Hasil Uji Coba Areal Seeding di Hutan Kota Palangka Raya
Kalimantan Tengah. Kerjasama Penelitian PT HAL UNHAS UNPAR dan
UMP. Palangka Raya.
Sutopo, L., 2002. Jurnal Hutan Tropis. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung
Mangkurat Edisi September 2012.
Wright, J.W., 1976. Introduction to Forest Genetics . Academic Press, Inc. San
Diego California USA.
Zobel B. Dan Talbert J., 1984. Applied Forest Tree Improvement. John dan Wiley
dan Sons. USA.
http://iccc-network.net/id/lib/article/peatland/182-degradasi-lahan-gambut.
Diakses pada tanggal 29 november 2012 jam 16.00 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bungur. Diakses pada tanggal 01 oktober 2012 jam
16.30 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Plasma_nutfah. Diakses pada tanggal 29 november
2012 jam 16.00 wib.
53
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52898/BAB%20II%20Tinj
auan%20Pustaka.pdf?sequence=2. Diakses pada tanggal 02 november
2012 jam 17.30 wib.
http://www.plantamor.com/index.php?plant=1458. Diakses pada tanggal 01
oktober 2012 jam 16.30 wib.
http://www.irwantoshut.net/seed_viability_factor.html
http://www.google.co.id/url?url=http://pertanian.untag-smd.ac.id/wp-
content/uploads/2012/01/Uji_Species_dan_Uji_Provenance_Bab_II.doc&r
ct=j&sa=U&ei=4pG0ULGsEo7JrAfG6YDoAQ&ved=0CBcQFjAC&q=uji
+spesies+adalah&usg=AFQjCNEGEppNSlDnpSyPKmCgNV8F4C8PQQ.
Diakses pada tanggal 29 november 2012 jam 16.00 wib.