hutan

9

Click here to load reader

Upload: sheshe-aziza

Post on 05-Jul-2015

352 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: hutan

1

6. KLASIFIKASI HUTAN

Klasifikasi hutan adalah pemilahan formasi vegetasi1 dan tipe hutan2 berdasarkan kriteria: suhu, kelembapan, ketinggian, dan tanah (Daniel, Helms, Baker, 1987). Satuan vegetasi terbesar disebut formasi hutan, yang dibeda-bedakan berdasarkan perbedaan iklim, fisiognomi (penampilan) hutan, habitat3 (letak tinggi dan tanah), dan tahap suksesi4 (Soerianegara, Indrawan, 1976). Di dalam formasi hutan terdapat asosiasi, yaitu satuan vegetasi yang diberi nama menurut species pohon yang dominan.

Formasi vegetasi lebih banyak dipengaruhi oleh suhu, jeluk hujan, dan pengaruh angin musim. Contoh gambar dibuat Kartawinata (1975) (Gambar 6.1.).

Gambar 6.1. Pola penyebaran formasi vegetasi dunia atas pengaruh kelembapan dan suhu. Batas-batas

hanya kira-kira, di batas hutan dg gurun, iklim maritim dg kontinental, pengaruh tanah dan pengaruh api dapat mendorong perubahan batas hutan, semak, dan padang rumput. (Kartawinata, 1975 dari Whittaker, 1970).

6.1. Klasifikasi berdasarkan lintang bumi

Berdasarkan lintang bumi, diperkirakan 22% luas lahan bumi tertutup hutan (tidak termasuk kutub). Terbagi 3 kelas hutan besar: (1) hutan tropika daun lebar (50%), (2) hutan temperit berdaun lebar (15%), (3) hutan temperit berdaun jarum (konifer) (35%) (Daniel, Helms, Baker, 1987). (1) Hutan tropis daun lebar

Membentang dari hutan belantara lebat sampai ke hutan jarang dan savana tergantung hujan musim. Hutan hujan tropis merupakan bentuknya yang paling megah dan rapat (suhu selalu ≥ 5°C, curah hujan 1800-2000 mm/th, kelembaban udara selalu tinggi ≥ 80%). Hutan hujan tropis ditemukan di Amerika tropis (lembah Amazone dan Orinoco), Afrika tropis (Kongo), Asia tropis (Malesia: Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia, Papua New Guinea). Hutan tropis selalu lembab (sepanjang ekuator)

Struktur vertikal hutan hujan tropis dataran rendah dilukiskan Ruhiyat (1989) di PT ITCI Kalimantan Timur (ketinggian 280 m dpl) sbb:

1 Formasi vegetasi = bentuk utama masyarakat tumbuhan misalnya hutan tropis, hutan monsoon, savana, padang rumput,

dll. 2 Tipe hutan = pemilahan hutan berdasarkan penampilannya yang berbeda akibat perbedaan tapak, misalknya hutan rawa,

hutan hujan, hutan mangrove, hutan pantai, dll. 3 Habitat = tempat hidup, paduan tanah, ik;lim, dan lingkungan biotis. 4 Suksesi = proses pembentukan masyarakat tumbuhan di atas lahan kosong menuju tahap klimaks.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30

Suhu tahunan (oC)

Pre

sipi

tasi

tah

unan

(m

m/t

h)

Tropical rain forest

Temperate rainforest

Tropical seasonal forest

Temperate forest

Thorn forest

Thorn scrub

Savanna

Desert

Taiga

Tundra

Woodland

Grassland

Arctic-alpin Cold temperate Warm temperate Sub tropik Tropik

Page 2: hutan

2

Gambar 6.2. Sebaran global hutan di benua barat (Daniel, Helms, Baker, 1987).

Gambar 6.3. Sebaran hutan global pada benua timur (Daniel, Helms, Baker, 1987). Tajuk tegakan berlapis. Tinggi pohon-pohon dominan berkisar antara 40-55 meter, yang keseluruhannya dipte-rokarpa. Tajuk pohon-pohon ini tidak membentuk atap yang rapat, melainkan terpisah-pisah. Peringkat tajuk di bawahnya, dengan ketinggian 25-35 meter, bertaut lebih rapat. Penyusun utamanya suku Dipterocarpaceae dan Lauraceae. Lapisan di bawahnya lagi, yang relatif sambung-menyambung berada pada ketinggian 14-23 meter, dengan penghuni utamanya dari suku Euphor-biaceae, Lauraceae, dan Myrtaceae. Apa yang berada di bawah susunan tajuk ini, karena keanekaannya sulit disebut satu stratum. Ruang dengan tinggi 2-3 meter di atas tanah, lengang. Palma jarang terdapat. Banyak pohon berbanir 2-3 meter. Disamping dipterokarpa, di sini terdapat banyak Ulin dan Merbau (Eusideroxylon dan Intsia).

UKURAN POHON DI HUTAN ALAM KALIMANTAN Sebatang pohon kapur (Dryobalanops beccarii) tua rebah diterpa angin di hutan klimaks PT Sumalindo, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur pada bulan Mei 1995. Karena ada perambat yang menggubat tajuknya, maka terikut rebah pula dua batang pohon lainnya yang berdekatan. Karena telah rebah, ukuran ketiga pohon itu telah dapat dukur teliti sbb: jenis diameter tinggi bbc tinggi total - kapur 127 cm 39 m 55 m - hara 81 cm 39 m 62 m - pose 48 cm 21 m 34 m Itulah ukuran pohon di Kalimantan, hasil pengukuran, dan bukan dikira-kira (Sutisna, 04-06-1994)

Page 3: hutan

3

Gambar 6.4. Diagram profil plot panjang 60 m (lebar 10 m?) hutan hujan tropis di Nigeria Selatan

melukiskan semua pohon dengan tinggi lebih dari 4,6 m. Ada 14 jenis pohon dalam transek ini (Daniel, Helms, Baker, 1987).

Pada lantai hutan biasanya terdapat resam, palem kecil atau kosong. Pada pohon besar terdapat

sedikit saja jenis kayu komersial akibat dari terdapat banyak jenis. Epifit banyak terdapat bilamana di bawahnya berair, atau cekungan.

Pada pegunungan terdapat hutan hujan pegunungan, yang akibat lebih tipisnya tanah hutan menjadi lebih jarang. Pada pegunungan tinggi terdapat hutan berawan, air menetes, berlumut, pohon-pohon bengkok, banyak epifit.

Di hutan tropis selalu lembab dataran rendah terdapat variasi tipe hutan yang terbentuk oleh perbedaan edafik (tapak): basah, kering, asin, basa, asam, dll. Hutan tropis monsoon (hutan musim)

Ada musim kemarau panjang. Gugur daun pada musim kemarau. Pohon dewasa terbesar tidak begitu tinggi ± 30 m. Tajuk lebih lebar, penuh, batang lebih pendek, kekar. Suhu ≥ 5°C, curah hujan 1000-4000 mm/th tetapi dengan musim kemarau yang jelas antara 3-8 bulan dalam tahun.

Bila iklim semakin kering, semakin banyak jenis pohon gugur daun, sampai akhirnya terbentuk hutan berduri dengan pohon-pohon kecil dari suku Leguminosae (contoh di Afrika dan India). Semakin kering lagi terbentuk savanna yang berbentuk transisi antara hutan berduri dan padang rumput.

Hutan musim merupakan sumber utama kayu tropis yang bernilai tinggi, contohnya hutan jati yang telah sangat lama dibudidayakan di India, Burma, dan Indonesia.

Di hutan musim, permudaan (bibit pohon) mudah diperoleh sesudah tebangan, tetapi bercampur aduk jenis berkayu lainnya. Lebih mudah membersihkannya dan menanaminya kembali dengan jenis tanaman pokok yang diinginkan.

Hutan hujan tropis dan hutan musim membentuk setengah luas hutan dunia, eksploitasinya menyebabkan pembentukan landasan silvikulturnya, persoalan utama adalah api, pembebasan pohon muda dari gulma, persoalan kesuburan tanah, dan perambahan hutan oleh masyarakat tanpa kendali efektif.

Khusus tentang penyebaran hutan tropis, Lamprecht (1986) memberikan rincian lebih baik dalam tabel iklim tropis (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Pembagian formasi hutan menurut suhu dan presipitasi (Lamprecht, 1986).

Iklim hangat – suhu rataan tahunan oC

Presipitasi 28-22°°°°C tropis panas 0-800 m dpl

22-14°°°°C tropis sedang 800-2100 m dpl

14-10°°°°C tropis sejuk

2100-3200 m dpl

Presipitasi lk merata se-panjang tahun P > 50 (T+14) mm

Hutan selalu hijau dataran rendah (HT

MERANTI)

Hutan pegunungan selalu hijau

Hutan pegunungan lembab / berawan selalu hijau

Page 4: hutan

4

Musim penghujan berseling kemarau < 5 bl P < 50 (T+14) mm > 20 (T+14) mm

Hutan gugur daun dataran rendah

lembab

Hutan gugur daun pegunungan lembab

Hutan gugur daun pegunungan tinggi lembab

Musim penghujan berseling kemarau > 5 bl P < 20 (T+14) mm

Hutan gugur dataran rendah kering

Hutan gugur daun pegunungan kering

Hutan gugur daun pegunungan tinggi kering

Dalam Tabel 6.1 nampak bahwa hutan dipterocarpaceae hanya terbentuk pada suasana iklim dengan suhu rataan 22-28°C pada ketinggian 0-800 m dpl yang oleh Lamprecht disebut iklim tropis panas selalu lembab. Lamprecht menggunakan satuan curah hujan (P) > 50 (T+14) mm. Bilamana t = 22°C, maka curah hujan (P) > 50 x 36 = > 1880 mm/th. Hutan meranti terbentuk bilamana suhu > 22°C ketinggian 0-800 m dpl, dan curah hujan > 1800 mm/th dan tersebar sepanjang tahun. (2) Hutan temperit berdaun lebar

Berbeda dengan hutan tropis daun lebar karena memiliki satu lapis kanopi yang jelas, menggugurkan daun pada musim dingin, terdapat sedikit liana dan epifit. Di Utara suku Fagaceae mendominasi: Quercus, Castanea, Fagus. Sedangkan di Selatan: Nothofagus, Eucalyptus, Acacia.

Tinggi pohon 20-30 m, tajuk berkembang baik, cabang2 selalu kuat 6-8 cabang, komposisi tegakan hutan (jumlah jenis pohon) sederhana, sehingga susunan tajuk juga sederhana. Batang panjang bersih jarang terdapat, kecuali dikelola sangat baik dan tegakan bermutu tinggi.

Hutan daun lebar merupakan zona iklim sedang yang lebih hangat dengan curah hujan cukup (≥600 mm/th). Hutan ini sangat peka terhadap perbedaan kesuburan tanah, pada tanah kurang subur atau drainase buruk, tegakan menjadi pendek dan pohon-pohon bengkok, seperti di hutan tropis pegunungan tinggi.

Pada wilayah dengan curah hujan sedang muncul hutan mediterranean, yang berupa hutan dengan daun sklerofil (tebal). Hutan mediteranean terbentuk pada iklim musim panas kering dan musim dingin basah dan tidak terlampau dingin, berpohon jarang.Di bawah tegakan terdapat belukar yang juga berdaun sklerofil. Jenis-jenis pohon budidaya Eropa dan Amerika banyak berasal dari tipe vegetasi ini, misalnya olive, Quercus, Laurus. Terdapat di pantai Pacific USA, Amerika Selatan, Australia, Afrika Selatan. Peremajan dapat dengan permudaan alam dibarengi penyiangan.

Gambar 6.5. Diagram profil plot panjang 60- m (lebar 10 m?) hutan daun lebar utara, terdiri dari Quercus

rubra, Acer rubrum, Betula lenta, Betula alleghaniensis, Fagus sp. Dan Fraxinus americana. (3) Hutan konifer

Dalam kehutanan, hutan konifer merupakan formasi terpenting di antara semua formasi hutan. Walaupun luasnya hanya sepertiga dari luas hutan dunia, tetapi karena hampir semua kayunya dapat digunakan, bentuk hutan seragam, maka mudah digunakan untuk kebudayaan modern.

Ciri tegakan konifer: tinggi (±30m), batang lurus, tajuk sempit, N/ha besar, tajuk tebal bersambung sehingga di bawah gelap, lengang tertumpuk jarum serasah. Riap pohon tidak istimewa besar, tetapi karena kematian kecil, pohon rapat, riap per hektar besar.

Page 5: hutan

5

Hutan konifer merupakan ciri hutan zone iklim sedang utara sampai suhu rataan bulan Juli 10°C. Hutan konifder tidak berkembang di belahan selatan, tetapi tersebar di wilayah beriklim kontinental utara di Eropa tengah, utara, Siberia sampai Pacific. Di benua Amerika berada di pantai Barat USA bila hujan cukup, ke Kanada sampai ke Timur.

Gambar 6.6. Diagram profil plot panjang 60 m, lebar 10 m, hutan konifer asli tidak seumur tipe Picea

sitchensis – Tsuga heterophylla dekat Quinault Washington State USA.

Disebabkan lokasi hutan ini (banyak di negeri lebih maju), silvika paling diketahui, budidayanya telah diteliti lebih dari seabad, semua buku silvikultur memusatkan perhatian ke hutan ini. Jika iklim tidak begitu baik, hutan ini mengalami kesulitan permudaan alam. 6.2. Klasifikasi berdasarkan tinggi tempat (altitudinal zonation)

Struktur hutan berubah seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat tumbuh. Begitu pula kompisisi jenis vegetasinya. Perubahan vegetasi ini tergantung kepada suhu. Suhu menurun 0,4°-0,7°C /100 m. Faktor iklim lainnya: jeluk hujan, kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, tanah tidak selalu turut berubah oleh perubahan ketinggian. Di Asia Tenggara jarang ada gunung dengan tinggi melebihi 3500 m, kecuali G. Kinabalu di Sabah dan Puncak Jayawijaya di Irian. Perubahan vegetasi oleh ketinggian masih dapat diikuti (Kartawinata 1975). Tabel 6.2. Formasi vegetasi menurut ektinggian tempat. Tinggi tempat (m dpl) Nama wilayah Keadaan vegetasi

Batas salju abadi 4000-4500

Alpin Bukit batu dg lumut dan kerak, sedikit rumput

Batas pohon 3600-4000

Alpin Semak pendek berkelompok, konifer pendek

Batas hutan 2400-3600

Subalpin Hutan belukar rapat, ada pohon tinggi jarang, sering berlumut, konifer

1500-2400 Montane Hutan tinggi rapat, di bawah 2000 m sedikit lumut.

1000-1500 Submontane Hutan tinggi rapat jarang ada lumut

500-1000 Pebukitan Hutan hujan tropis: ht dipterocarpaceae

0-500 Dataran rendah Hutan hujan tropis: ht dipterocarpaceae Sumber: van Steenis 1972 dlm Bratawinata 1986. 6.3. Tipe hutan

Hutan dapat diklasifikasikan berdasarkan keperluan. Rimbawan mungkin mengklasifikasikan berdasarkan produktivitasnya, botanis mengklasifikasikan berdasarkan komposisi floristiknya, ekolog mengklasifikasikan berdasarkan ekosistemnya. Bisa juga dikombinasikan: struktur, komposisi, fisiognomi, fungsi, sejarah, dinamika, habitat. Klasifikasi berdasarkan komposisi jenis dan ciri khusus habitat, lebih disukai dan semakin banyak digunakan. Tetapi cara ini tidak mudah karena banyaknya jenis vegetasi di wilayah tropik dan identitas kebanyakan species belum diketahui (berlaku di Asia Tenggara, kecuali Malaysia). Di Malaysia komposisi vegetasi setiap tipe telah dideskripsi oleh Wyatt-smith (1963), Brunig (1969) di Sarawak, dan Fox (1972) di Sabah.

Dalam hal ini akan dikemukakan tipe-tipe hutan kecil yang umum terdapat di wilayah tropis Asia Tenggara.

Page 6: hutan

6

(1) Hutan hujan

Hutan hujan terbentuk pada wilayah dengan curah hujan sekurang-kurangnya 2000 mm/th, curah hujan bulanan melebihi 60 mm, dan curah hujan melebihi evapotranspirasi.

1.a. Hutan hujan dataran rendah (1-1000 m dpl).

Strukturnya 2-3 strata, tinggi pohon 40-50 m, umumnya menjulang dengan batang bundar, berbanir. Hutan kaya jenis vegetasi dan rumit. Tumbuhan bawah berupa semak jarang dan banyak semai, jarang tumbuhan herba karena kurang sinar. Ada konifer, bambu, pandan. Banyak epifit seperti anggrek, pakis, lumut. 1.a.1. Hutan dipterocarpaceae Merupakan hutan terbesar dan terluas dari hutan hujan dataran rendah di Asia Tenggara khususnya Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo. Komposisinya campuran, dengan dipterocarpaceae sebagai suku dominan. 1.a.2. Hutan ulin Borneo Di tengah-tengah hutan hutan tropis dataran rendah subtipe dipterocarpaceae terkadang mengumpul hutan ulin yang dominan di stratum B. Hutan ini berkembang pada tanah pasir lembab dengan drainase baik. Lokasi Sumatra dan Borneo. 1.a.3. Hutan Agathis Hutan Agathis juga terdapat di tengah hutan dipterocarpaceae sebagai subtipe. Kelompok Agathis muncul di puncak-puncak bukit bertanah pasir, atau di batas antara hutan dipterocarpaceae dengan hutan kerangas.. Agathis mengisi stratum A. Lokasi: Borneo, Sulawesi, Maluku, Papua New Guinea. Tidak umum terdapat di Sumatra dan Malaya. 1.a.4. Hutan rawa tanpa gambut Hutan rawa tanpa gambut terbentuk di wilayah yang selalu tergenang dengan air tawar. Biasanya berada daerah datar, cekungan, di sepanjang lembah sungai besar, di belakang hutan mangrove. Komposisi vegetasi campuran lokal, tergantung lamanya penggenangan. Hutan rawa banyak terdsapat di Sumatra Timur, Borneo, Irian. 1.a.5. Hutan gambut Seperti hutan rawa tetapi tergenang oleh air asam (oligotrophic water) sehingga terbentuk tumpukan gambut. Lapisan gambut bisa mencapai 20 m. Airnya miskin hara, berwarna kehitaman, dan sangat asam. Komposisi vegetasi campuran, walaupun kadang ada satu jenis dominan (misalnya Agathis, Shorea). 1.a.6. Mangrove Hutan mangrove terjadi di muara sungai, dimana tergenang lumpur. Hutan ini ada di mana-mana di wilayah tropis dengan komposisi bervariasi dari tempat ke tempat. Jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Sonneratia adalah khas hutan mangrove dan tidak terdapat di hutan lain. 1.a.7. Hutan kerangas Hutan kerangas terbentuk dalam wilayah selalu lembab di Sumatra, Malaya, Borneo. Tanah di bawah hutan bergambut dan terbentuk dari pasir kuarsa yang miskin. Struktur tegakan hutannya multi stratum, ada kanopi rapat ada yang jarang. Pohon-pohonnya lebih kurus daripada di hutan dipterocarpaceae, bahkan menjadi kerdil pada tanah pasir kuarsa yang putih. Komposisi floristik bervariasi sesuai kekurusan habitat, bahkan cenderung menjadi species tunggal. Beberapa jenis terdapat di hutan kerangas saja. 1.a.7. Hutan sekunder Hutan sekunder terbentuk pada umumnya oleh manusia, yaitu akibat dihilangkannya hutan aslinya misalnya untuk ladang-gilir-balik. Komposisinya terdiri dari jenis bagur campuran, jenis sangat toleran, tetapi sering didominasi oleh species tunggal. Stratifikasi tajuknya tidak beraturan, pada umumnya seumur. Terdapat di mana-mana di Asia Tenggara. Hutan sekunder muda di Kalimantan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis vegetasi sekunder: mahang (Macaranga spp.), Mallotus paniculatus, anggrung (Trema tomentosa). Sedangkan hutan sekunder tua pada umumnya didominasi: puspa (Schima wallichii), geronggang (Cratoxylon arborescens), laban (Vitex pubescens).

Page 7: hutan

7

1.b. Hutan pegunungan (1000-4000 m dpl.) 1.b.1. Hutan hujan pegunungan (1000-1500 m) Hutan ini merupakan hutan campuran. Stratum tajuk teratas mencapai tinggi 40 m dengan sedikit pohon menjulang dengan tinggi 50 m.Komposisi jenis dicirikan dengan proporsi yang tinggi dari suku Lauraceae dan Fagaceae, sehingga hutan ini sering disebut lauro-fagaceous forest. Di beberapa daerah konifer dominan (Irian), Pinus merkusii dominan di Sumatra Utara dan Aceh, Vietnam, Filipina. 1.b.2. Hutan elfin (1200-2400 m dpl) Hutan ini khas kerdil dan berlumut. Pohon-pohon rapat dan bertajuk rendah (8-20 m tinggi) dan betang bengkok. Stratum tajuk hanya satui lapis.Komposisi floristik tidak begitu kaya, berisi elemen2 temperit terutama elemen herba. Konifer, Ericaceae, dan Myrtaceae sangat banyak. Iklimnya basah dan sejuk tetapi masih menerima sinar matahari harian yang cukup kuat. (2) Hutan monsun (hutan musim) Hutan musim terbentuk pada wilayah dengan curah hujan kurang dari 1500 mm/th. Dan hari hujan kurang dari 20 hari dari 4 bulan terkering (<60 mm) berturut-turut. Pada masa kemarau, evapotranspirasi melebihi curah hujan. Ikhtisar tipe hutan utama (tropis) (Kartawinata, 1975) 2.1. Hutan musim dataran rendah Hutan ini memiliki struktur sering satu lapis saja, dengan tinggi pohon jarang melebihi 25 m. Pohon-pohon berdahan rendah, jarang berbatang silindris, jarang pohon menjulang.Komposisi jenisnya campuran tetapi miskin jenis, sering dominan setempat. Bambu sering terdapat, tetapi tidak ada pakis dan konifer. Savanna dengan rentang dari padang rumput dengan pohon di sana-sini sampai kepada hutan rapat, termasuk ke dalam hutan musim dataran rendah ini. Di Indonesia hutan musim terdapat hanya di Jawa Timur, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Irian Selatan.

Everwet

climatic

Permanently or periodically submerged

Salt water Mangrove swamp forest

Fresh water Eutrophic Swamp forest

oligotrophic Peat swamp forest

Dryland

Lowland

(<1000m)

Lowland rain forest: Dipterocarp forest

Bornean ironwood forest Agathis forest

Heath forest

Highland: 1000-1500 m 1500-2400 m 2400-4000 m

Montane rain forest

Elfin forest

Tropical subalpine forest

Seasonal climate

highland

lowland Monsoon forest

Montane forest

Page 8: hutan

8

2.2. Hutan musim pegunungan Hutan musim pegunungan tidak sekering hutan musim daratan, tetapi lebih kering daripada hutan hujan pegunungan. Pengaruh musim masih nampak di atas ketinggian 1000 m. Komposisi jenisnya seperti terdapat di hujan hujan pegunungan. 6.3. Komposisi floristik hutan tropis Wilayah Malesia (Asia Tenggara) betul-betul memiliki jumlah jenis tumbuhan yang sangat banyak dibandingkan dengan wilayah manapun di planet ini. Jumlah jenis tumbuhan di wilayah ini ditaksir mencapai 25.000 jenis tumbuhan berkayu, atau 10% dari flora dunia. Suku terbesar adalah Orchidaceae dengan 3.000-4.000 jenis. Di antara tumbuhan berkayu, Dipterocarpaceae meliput 386 jenis, terutama di wilayah barat (Paparan Sunda). Eugenia (Myrtaceae) dan Ficus (Moraceae) masing-masing membawahi sekitar 500 jenis, dan Ericaceae 737. Keanekaan jenis itu dimungkinkan oleh adanya struktur hutan yang lengkap. Pohon-pohon yang besar menjadi "kerangka" dari tubuh hutan yang di dalamnya dipadati oleh berbagai bentuk-bentuk kehidupan lainnya (semak, saprofit, pemanjat, herba). Contoh komposisi jenis hutan tropis lembab dataran rendah ditampilkan tegakan tinggal di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur seperti Tabel 6.2. Tabel 6.2. Komposisi jenis tegakan tinggal TPTI di Balikpapan (Sutisna, 1990): 2 ha, 189 jenis, 49 suku.

Tingkat pertumbuhan

Urutan 5 jenis dominan Bentuk tumbuhan

Semai tinggi 0,3 - 1,5 m 86 jenis

Pternandra galeata Baccaurea angulata Eugenia grandis Eugenia lanceolata Glochidion wallichianum

semak pohon pohon pohon semak pionir

Pancang tinggi > 1,5 m - diameter < 10 cm 136 jenis

Glochidion wallichianum Baccaurea angulata Eugenia dyeriana Eugenia lanceolata Eugenia grandis

semak pionir pohon pohon pohon pohon

Tiang diameter 10-20 cm 53 jenis

Litsea sp. Eusideroxylon zwageri Palaquium rostratum Polyalthia lateriflora Baccaurea angulata

pohon niagawi pohon niagawi pohon niagawi pohon niagawi pohon

Pohon diameter > 20 cm 42 jenis

Shorea laevis Eusideroxylon zwageri Shorea smithiana Eugenia lanceolata Polyalthia lateriflora

pohon niagawi pohon niagawi pohon niagawi pohon pohon niagawi

Tingkat pohonnya saja di dalam hutan biasanya sudah terdiri dari berratus jenis yang tumbuh berbaur. Bila dihitung, jumlah jenis pohon itu akan selalu bertambah seiring dengan penambahan kesatuan luas yang diamati. Keanekaan itu ditunjukkan dalam Gb. 1.4 yang merupakan hasil penelitian dari plot-plot 'kecil' di Malaya, Kalimantan, dan Irian untuk pohon-pohon yang ber-gsd >10 cm. Pustaka: Bratawinata, AA. 1986. Bestandesgliederung eines Bergregenwaldes in Ostkalimantan Indonesien nach

floristischen und strukturellen Merkmalen. Disertasi Fakultas Kehutanan Georg-August-Universitaet Goettingen, Germany. 118 hal.

Daniel, T.W., Helms, J.A., Baker, F.S.. 1987. Prinsip-prinsip silvikultur, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Kartawinata, K. 1975. The tropical forest. Biotrop training course in forest entomology. May 19 – June 27, 1975, Bogor, Indonesia.

Ruhiyat, D. 1989. Die Entwicklung der standörtlichen Nährstoffvorräte bei naturnaher Waldbewirtschaftung und im Plantagenbetrieb Ostkalimantan, Indonesien (Perkembangan cadangan hara dalam tanah pada tegakan alami dan hutan tanaman di Kalimantan Timur, Indonesia). Disertasi Doktor, Institut für Bodenkunde und Waldernährung der Georg-August-Universität Göttingen. 206 halaman.

Page 9: hutan

9

Soerianegara, I., Indrawan, A. 1976. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sutisna, M. 1990. Ansaetze fuer die Bewirtschaftung exploitierter Dipterocarpazeen-Waelder in Ost-

Kalimantan, Indonesien (Saran-saran untuk pengusahaan tegakan tinggal meranti di Kalimantan Timur, Indonesia). Disertasi doktor pada Fakultas Kehutanan, Universitaet Freiburg, Jerman. 190 h.

Weidelt, H. J. dan Banaag, V. S. 1982. Aspects of management and silviculture of Philippine dipterocarp forests. GTZ, Eschborn. 302 halaman.

Whitmore, T. C. 1984. Tropical rain forests of the Far East. (Edisi kedua). Clarendon Press, Oxford. 352 halaman.