hunian prasejarah di sombori, provinsi sulawesi …

14
23 Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI TENGAH The Prehistoric Occupancy in Sombori, Central Sulawesi Province Nasrullah Azis Balai Arkeologi Sulawesi Utara Jalan Pingkan Matindas No. 92 Manado [email protected] Abstract Morowali is a regency within the territory of the Central Sulawesi Province, which now blooms into two districts namely Morowali Regency and North Morowali Regency. From previous archeological research, data obtained that this district is rich in archeological remains, especially since prehistoric times in the form of residential caves and burials. But all the remains are in mainland Morowali. In addition to the mainland Morowali, there are also archeological remains mainly prehistoric residential caves on the islands and coast of the Morowali region. From the survey results it is known that on the Morowali coast precisely in Kec. Menui Islands there are several prehistoric residential caves and open dwellings on the beach. Based on the findings of the survey and excavation, it can be seen that the abundant shellfish on the beach is the dominant food consumed. From the initial survey and excavation it was also seen that the use of lytic tools was not so dominantly used, possibly they used tools other than stones such as shells and animal bones. Keywords: caves, dwellings, prehistory, Morowali, island, coast Abstrak Morowali adalah sebuah kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang sekarang mekar menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara. Dari penelitian arkeologi sebelumnya, didapatkan data bahwa kabupaten ini kaya akan tinggalan arkeologi khususnya dari masa prasejarah yang berupa gua-gua hunian serta penguburan. Namun semua tinggalan tersebut terdapat di Morowali daratan. Selain di Morowali daratan, terdapat pula tinggalan arkeologi utamanya gua-gua hunian prasejarah di pulau-pulau dan pesisir wilayah Morowali. Dari hasil survei diketahui bahwa di pesisir Morowali tepatnya di Kec. Menui Kepulauan terdapat beberapa gua hunian prasejarah serta hunian terbuka di tepi pantai. Berdasarkan temuan hasil survei dan ekskavasi terlihat bahwa kerang yang melimpah di pantai merupakan bahan makanan yang dominan dikonsumsi. Dari survei dan ekskavasi awal terlihat pula bahwa penggunaan alat litik tidak begitu dominan digunakan, kemungkinan mereka menggunakan alat selain batu misalnya kerang dan tulang hewan. Kata kunci: gua-gua, hunian, prasejarah, Morowali, pulau, pesisir PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Kabupaten Morowali adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah. Ibukota kabupaten sekaligus pusat administrasi terletak di Kota Bungku. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 3037,04 km² dan berpenduduk sebanyak 113.132 jiwa pada tahun 2016. Morowali adalah kabupaten terluas ke-10, terpadat ke-9, dan memiliki populasi terbanyak ke-12 di Sulawesi Tengah. Kabupaten Morowali terdiri dari 9 kecamatan dan 133 desa/kelurahan. Morowali berbatasan dengan Morowali Utara di bagian barat laut, Sulawesi Selatan di bagian barat dan barat daya, serta Sulawesi Tenggara di bagian timur laut (wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Morowali). Terdapat beberapa kecamatan yang wilayahnya berupa pulau-pulau seperti Kecamatan Menui Kepulauan.

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

23

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

The Prehistoric Occupancy in Sombori, Central Sulawesi Province

Nasrullah Azis Balai Arkeologi Sulawesi Utara

Jalan Pingkan Matindas No. 92 Manado [email protected]

Abstract Morowali is a regency within the territory of the Central Sulawesi Province, which now blooms into two districts namely Morowali Regency and North Morowali Regency. From previous archeological research, data obtained that this district is rich in archeological remains, especially since prehistoric times in the form of residential caves and burials. But all the remains are in mainland Morowali. In addition to the mainland Morowali, there are also archeological remains mainly prehistoric residential caves on the islands and coast of the Morowali region. From the survey results it is known that on the Morowali coast precisely in Kec. Menui Islands there are several prehistoric residential caves and open dwellings on the beach. Based on the findings of the survey and excavation, it can be seen that the abundant shellfish on the beach is the dominant food consumed. From the initial survey and excavation it was also seen that the use of lytic tools was not so dominantly used, possibly they used tools other than stones such as shells and animal bones. Keywords: caves, dwellings, prehistory, Morowali, island, coast

Abstrak

Morowali adalah sebuah kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang sekarang mekar menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara. Dari penelitian arkeologi sebelumnya, didapatkan data bahwa kabupaten ini kaya akan tinggalan arkeologi khususnya dari masa prasejarah yang berupa gua-gua hunian serta penguburan. Namun semua tinggalan tersebut terdapat di Morowali daratan. Selain di Morowali daratan, terdapat pula tinggalan arkeologi utamanya gua-gua hunian prasejarah di pulau-pulau dan pesisir wilayah Morowali. Dari hasil survei diketahui bahwa di pesisir Morowali tepatnya di Kec. Menui Kepulauan terdapat beberapa gua hunian prasejarah serta hunian terbuka di tepi pantai. Berdasarkan temuan hasil survei dan ekskavasi terlihat bahwa kerang yang melimpah di pantai merupakan bahan makanan yang dominan dikonsumsi. Dari survei dan ekskavasi awal terlihat pula bahwa penggunaan alat litik tidak begitu dominan digunakan, kemungkinan mereka menggunakan alat selain batu misalnya kerang dan tulang hewan. Kata kunci: gua-gua, hunian, prasejarah, Morowali, pulau, pesisir

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Kabupaten Morowali adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah. Ibukota kabupaten sekaligus pusat administrasi terletak di Kota Bungku. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 3037,04 km² dan berpenduduk sebanyak 113.132 jiwa pada tahun 2016. Morowali adalah kabupaten terluas ke-10, terpadat ke-9, dan memiliki populasi terbanyak ke-12 di Sulawesi

Tengah. Kabupaten Morowali terdiri dari 9 kecamatan dan 133 desa/kelurahan. Morowali berbatasan dengan Morowali Utara di bagian barat laut, Sulawesi Selatan di bagian barat dan barat daya, serta Sulawesi Tenggara di bagian timur laut (wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Morowali). Terdapat beberapa kecamatan yang wilayahnya berupa pulau-pulau seperti Kecamatan Menui Kepulauan.

Page 2: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

24

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36

Penelitian arkeologi oleh Balai Arkeologi Manado di daerah Morowali tercatat dimulai tahun 2011. Penelitian awal ini mengidentifikasi adanya tinggalan prasejarah dan kolonial di daerah Kolonodale dan sekitarnya yang sekarang merupakan Kabupaten Morowali Utara. Pada tahun 2013, Balai Arkeologi Manado kembali melakukan penelitian di Morowali dan tercatat mengunjungi beberapa tinggalan seperti masjid tua di Bungku, Benteng Kotabajo, makam dan bekas istana Raja Bungku II, makam Kacili Surabi serta 2 buah gua dan sebuah ceruk yaitu Gua Puwasu dan Gua Guci serta Ceruk Korompeeli (Azis, 2011; Marzuki, 2013).

Penelitian lanjutan oleh Balai Arkeologi Manado yang fokus pada situs-situs gua dilanjutkan di tahun 2014 hingga tahun 2017. Di tahun 2014 dan tahun 2015 melakukan ekskavasi di Gua Morokopa. Tahun 2016 ekskavasi di Gua Gililana serta tahun 2017 melakukan ekskavasi di Ceruk Kunefo. Kesemuanya sekarang masuk wilayah Kabupaten Morowali Utara. Temuan yang berhasil diidentifikasi antara lain berbagai jenis kerang dan tulang binatang, alat serpih bilah, alat tulang, manik-manik kerang, gelang kerang serta di Gua Gililana terdapat lukisan cap tangan (Sriwigati, 2014; Tim, 2015).

Disamping penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Manado, di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Morowali Utara dilaksanakan pula penelitian oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerjasama dengan Tokai University Jepang yang melakukan survei dan ekskavasi dimana juga melibatkan Balai Arkeologi Sulawesi Utara. Sejak 3 tahun terkahir penelitian kerjasama tersebut melaksanakan kegiatan ekskavasi di Gua Topogaru, Morowali serta survei di beberapa situs gua hunian prasejarah.

Dari beberapa sampel yang didapatkan dari hasil survei dan ekskavasi didapat pertanggalan dari beberapa situs gua di wilayah Morowali. Misalnya dengan sampel menggunakan sampel arang dari Gua Gililana menghasilkan pertanggalan 11.697± 35 BP. Adapun dengan menggunakan sampel kerang temuan permukaan di Gua Kunefo menghasilkan pertanggalan 9036 ± 29 BP serta di Gua Topohulu 10016 ± 31 BP. Beberapa sampel malah menghasilkan pertanggalan yang cukup tua, seperti sampel arang dari ekskavasi di kedalaman 275cm Gua Topogaru menghasilkan pertanggalan 24642 ± 62 BP serta sampel kerang

dari spit 26 di Gua Gililana menghasilkan pertanggalan 29341 ± 103 BP (Ono, 2018).

Wilayah Kabupaten Morowali juga berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Tenggara. Seperti diketahui bahwa di sisi wilayah Sulawesi Tenggara juga terdapat tinggalan gua-gua hunian prasejarah (Rapport, 2014; Nur, 2018). Permasalahan

Menarik untuk melihat apakah ada keterhubungan budaya bermukim di gua-gua serta tempat terbuka antara sebaran situs-situs yang ada di wilayah Morowali dengan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Morowali seperti Sulawesi Selatan serta Sulawesi Tenggara. Seperti diketahui bahwa wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara sangat kaya akan situs-situs gua hunian prasejarah.

Akan dikumpulkan data arkeologi tentang sebaran situs-situs hunian yang terdapat di wilayah pesisir Morowali. Selanjutnya dari data yang berhasil didapatkan akan dibuatkan peta sebaran dan menghubungkannya dengan peta sebaran situs-situs hunian yang terdapat di Morowali daratan serta di wilayah sekitarnya seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Data arkeologi yang didapatkan akan dilihat apakah ada persamaan dan perbedaan dengan yang ditemukan di Morowali daratan.

Permasalahan yang akan diangkat adalah : - Apakah ada persamaan atau perbedaan

tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan hunian prasejarah yang didapatkan di Morowali daratan dan di wilayah pesisir ?

- Bagaimana strategi adaptasi yang diterapkan oleh kelompok penghuni gua-gua atau tempat terbuka di wilayah pesisir Morowali ?

Tujuan - Mengetahui persamaan dan perbedaan

tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan hunian prasejarah yang terdapat di Morowali daratan dan di wilayah pesisir serta pulau-pulau terdekat.

- Dapat menjelaskan strategi adaptasi yang diterapkan oleh kelompok penghuni gua-gua atau tempat terbuka di wilayah pesisir Morowali.

Metode

Page 3: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

25

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

Pada dasarnya arkeologi adalah sebuah bidang ilmu yang berusaha untuk merekonstruksi kehidupan manusia di masa lalu berdasarkan interpretasi terhadap hasil budaya materi yang ditinggalkannya. Disamping hasil budaya materi, tidak dilupakan pula aspek lingkungannya. Lingkungan alam yang dihadapi manusia akan melahirkan strategi adaptasi agar kelangsungan hidupnya terus terjaga. Ada masa dimana manusia masih sangat tergantung dari apa yang tersedia di alam, baik sebagai sumber bahan makanan ataupun sebagai tempat menetap. Gua-gua alam yang disediakan oleh lingkungan sekitarnya merupakan salah satu pilihan hunian. Dalam penelitian kali ini akan melihat kemungkinan gua-gua alam yang terdapat di pulau-pulau di wilayah Morowali apakah juga dijadikan sebagai tempat aktivitas keseharian seperti gua-gua yang terdapat di Morowali daratan.

Penelitian ini menggunakan penalaran induktif, dimana berdasarkan pengamatan terhadap gejala arkeologis dan segala aspek yang berkaitan hingga sampai kepada suatu kesimpulan sehingga nantinya terbentuk generalisasi empirik. Adapun tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dimana nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran data arkeologi yang ditemukan, baik dalam kerangka waktu, bentuk maupun keruangannya serta mengungkapkan hubungan diantara berbagai variabel penelitian (Tim penyusun, 2008: 20).

Adapun tahapan penelitian dimulai dengan persiapan, antara lain mencari informasi akses termudah mencapai pulau-pulau tersebut disamping informasi tentang kendala-kendala yang mungkin dihadapi seperti tentang kondisi cuaca di lokasi penelitian. Selanjutnya mencari sumber data kepustakaan tentang informasi penelitian dan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Morowali.

Setelah semuanya siap, dilanjutkan dengan mencari data lapangan dengan survei dan ekskavasi. Akan dilakukan wawancara dan mencari sumber informasi tentang tinggalan arkeologi yang terdapat di pulau-pulau wilayah Morowali, utamanya yang masuk dalam kecamatan Merui Kepulauan. Dari informasi yang berhasil dirangkum akan dilakukan survei gua-gua atau kemungkinan situs terbuka yang terdapat di wilayah tersebut. Setelah survei berakhir akan ditentukan salah satu situs yang akan diteliti lebih lanjut dengan mengadakan

ekakavasi. Dari kesemua data lapangan yang didapatkan selanjutnya akan dianalisis dimana diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

Kesemua data arkeologi yang didapatkan dari pengumpulan data lapangan baik melalui survei maupun ekskavasi selanjutnya akan dianalisis. Data arkeologi yang kemungkinan didapatkan berupa alat serpih bilah, cangkang kerang serta lukisan gua selanjutnya akan dianalisis morfologi dan teknologinya. Untuk data arkeologi berupa serpih bilah akan dilakukan pula analisis terhadap jejak pakai alat. Dugaan jenis temuan data arkeologi ini didasarkan dari penelitian gua-gua hunian prasejarah yang telah dilakukan sebelumnya di wilayah Morowali dan Morowali Utara daratan. Dengan asumsi bahwa temuan sejenis kemungkinan bakalan didapatkan di situs gua-gua di pulau-pulau wilayah Morowali.

Analisis morfologi dengan melakukan pengukuran terhadap temuan dengan perlakuan yang mungkin beda tergantung temuannya. Temuan serpih bilah dengan melihat bentuk alat batunya. Mengamati dan mengukur bidang dorsal, ventral, lateral kiri kanan, pangkal proksimal dan bagian ujung. Variabel lain adalah bentuk irisan transversal dan longitudinal. Secara keseluruhan dapat memberikan gambaran tentang karakter morfologi alat. Adapun analisis morfologi lukisan gua dengan melihat jenis gambar, keletakan gambar, sikap serta warna.

Analisis teknologi untuk alat serpih bilah dengan memperhatikan antara lain jenis bahan, warna, kekerasan. Selain itu variabel lainnya yang disebabkan oleh sifat bahan baku adalah bulbus, ventral, bentuk bulbar scar. Adapun untuk temuan berupa lukisan gua dengan melihat antara lain teknik pelukisannya, bahan pewarna, dll (Tim penyusun, 2008: 45-82)

Page 4: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

26

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36

KEADAAN LINGKUNGAN Geologi Regional

Berdasarkan keadaan litotektonik, Sulawesi dibagi tiga mandala, yaitu Mandala barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, dan Mandala timur berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias - Miosen. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai sekitar Makassar.

Gambar 1. Peta Satuan Litotektonik Sulawesi.

(Sumber: Van Leuwen, 1994).

Menurut Surono (1998), bahwa batuan di bagian timur Sulawesi (Bagian timur Morowali) dapat dikelompokkan menjadi empat bagian besar, yaitu batuan yang berasal dari kerak Samudra Pasifik (kompleks ofiolit), batuan malihan ditutupi oleh sedimen Mesozoikum-Paleogen, sedimen Neogen, dan Kuarter. Secara garis besar, setelah meredanya tumbukan antara kompleks ofiolit dan kepingan benua, di atas keduanya terendapkan sedimen Neogen yang umum disebut Molasa Sulawesi, dan kemudian disusul oleh pengendapan sedimen Kuarter. Kepingan benua yang diduga berasal dari tepi utara Australia ini menyebar di bagian timur

Sulawesi dan beberapa pulau di dekat bagian timur Sulawesi. Sedikitnya ada delapan kepingan benua yang tersebar di Lengan Timur Sulawesi, Lengan Tenggara Sulawesi, dan pulau-pulau sekitarnya. Kepingan benua itu terdiri atas Banggai-Sula, Siombok, Tambayoli, Bungku, Mattarombeo, Sulawesi Tenggara, Buton, dan Tukang Besi (Surono, 2010).

Gambar 2. Peta Geologi bagian timur Sulawesi.

(Sumber: Surono, 1998).

Di bagian timur Sulawesi dijumpai Sesar Matano dengan arah berarah baratlaut–timur, dan ujung baratnya menyambung dengan Sesar Palu- Koro (Hamilton, 1979). Sesar Palu Koro memanjang dari utara (Palu) ke selatan (Malili) hingga teluk bone sepanjang ± 240 km. Bersifat sinistral dan aktif dengan kecepatan sekitar 25-30 mm/tahun (Permana, 2005). Demikian juga Sesar Matano merupakan sesar mendatar sinistral memotong Sulawesi Tengah dan melalui Danau Matano, merupakan kelanjutan dari Sesar Palu ke arah timur yang kemudian berlanjut dengan prisma akresi Tolo di Laut Banda Utara. Sesar ini cukup aktif sebagaimana dijumpainya beberapa gempa sepanjang sesar tersebut. Daerah daerah ini harus mendapat perhatian dan diwaspadai karena berpotensi bencana geologi (Kaharuddin dkk, 2011).

Ke arah timur yaitu di bagian barat Laut Banda, Sesar Matano berubah menjadi sesar naik Tolo (Gambar 5). Sesar mendatar lainnya di Sulawewsi bagian tengah adalah Sesar Lasolo

Page 5: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

27

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

yang di jumpai di Lengan tenggara Sulawesi. Sesar ini lebih kurang sejajar dengan segmen selatan Sesar Palu-Koro. Kepingan benua Banggai-Sula memanjang dari barat ke timur dan menempati bagian tenggara Lengan Timur Sulawesi, Kepulauan Banggai dan Kepulauan Tukangbesi (Pigram dkk, 1984; Pigram dkk, 1985; Garrad dkk, 1988). Demikian juga menurut Watkinson dkk, (2011), kepingan benua tersebut cukup besar mulai dari ujung atas Lengan Timur, yakni Banggai-Sula, Matarombeo, Sulawesi Tenggara, dan Buton. Kesamaan stratigrafi membuat kepingan benua ini dipercaya banyak penulis sebagai kepingan benua yang berasal dari tepi utara Benua Australia Secara stratigrafi, batuan pembentuk kepingan Banggai-Sula terdiri atas batuan yang berumur dari Palaeozoikum hingga Kuarter. Sebagai batuan alas pada kepingan benua tersebut adalah batuan malihan yang diterobos oleh granit dan ditindih oleh batuan gunungapi asam (Supandjono dan Haryono, 1993). Identifikasi Pembentukan Gua di Wilayah Penelitian

Beberapa gua telah diidentifikasi keberadaannya di sekitar Perbukitan Karst Matarappe juga di sekitar Busur Kepulauan Terumbu Sombori. Kedua daerah morfologi tersebut berada pada daerah administrasi Desa Mbokita dan Desa Matarape, Kecamatan Menui Kepulauan. Gua Berlian

Gua berlian berada di daratan Pulau Sulawesi, termasuk pada jajaran perbukitan karst Matarape. Memiliki posisi koordinat di 51M 435861 9637813 atau S 03˚16’35,8” dan E 122˚25’21,6”, memiliki ketingian 4 mdpl. Gua yang tersusun atas batugamping klastik yang telah mengalami proses pelarutan yang sangat intensif, sehingga membentuk struktur stalaktit, stalakmit, atau bahkan tiang dan tirai sebagai produk hasil proses rekristalisasi yang disebabkan oleh aktivitas pelarutan yang melalui pori-pori batugamping tersebut.

Memiliki dimensi sebesar 644 m², Gua berlian terbagi atas 3 ruangan. Ruang depan, tengah, dan belakang, terpisahkan oleh tiang dan pilar hasil proses pelarutan batugamping dan reruntuhan batugamping berukuran boulder di bagian paling belakang. Lebar 12 m, panjang maksimal 12,3 m, dengan ketinggian maksimal 22,5 m yang terhubung oleh sinkhole (lubang)

pada puncak Gua yang sesuai dengan pola perbukitan di pulau tersebut.

Gambar 3. Foto di sekitar mulut Gua Berlian, arah

foto ke utara. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Gambar 4. Peta Gua Berlian.

(Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Di ruang depan (dekat mulut gua) ditemukan sebaran sampah dapur, menyebar hingga ke ruang bagian tengah dan belakang. Ditemukan sebaran telapak tangan pada dinding gua sebelah utara. Gua Mbokita

Gua Mbokita terletak pada kemenerusan perbukitan karst Matarappe berada pada sisi utara tanjung. Untuk menuju kesana melalui selat kecil hingga menemui Laut Banda, kemudian menyusuri belahan utara perbukitan karst Matarappe.

Gua ini memiliki posisi geografis di 51M 436718 9639935 atau S 03˚15’26,7” dan E 122˚25’49,4”, memiliki ketinggian 47mdpl. Gua ini terletak di perbukitan karst yang terbentuk dari proses pelarutan dan runtuhan sehingga membentuk gua. Proses pelarutan akan meninggalkan rongga dan penumpukkan material setempat membentuk tirai dan tiang beraneka ornament. Proses pelarutan ini masih

Page 6: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

28

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36

berlangsung dengan intensif hingga saat ini. Mulut gua menghadap ke timur (N120˚E).

Gambar 5. Foto Gua Mbokita dari jalan setapak

menuju mulut gua. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Gua ini terbagi menjadi 3 ruang, bagian depan, samping (utara), dan belakang, dibatasi oleh tirai dan tiang. Beberapa ceruk kecil tercatat di bagian belakang. Gua Mbokita memiliki luas mencapai 610,6 m². Dimensi gua Mbokita memiliki lebar mulut gua 9.2 m, panjang 47.3 m, dengan tinggi mulut gua mencapai 6 m. Secara rinci ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 6. Peta Gua Mbokita.

(Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Litologi berupa batugamping klastik berwarna abu-abu kekuningan bersusunan terumbu dan beberapa organize sepert coral dan cangkang yang ikut terbentuk selama proses pengendapan. Tetesan air aktifitas pelarutan paling intensif berada di ruang bagian belakang dan samping (utara). Terjadi proses rekristalisasi saat pembentukan tiang dan tirai. Jarang ditemui stalaktit dan stalakmit, hanya terbentuk di bagian ruang depan.

TINGGALAN ARKEOLOGI Pada penelitian awal tentang hunian

prasejarah di wilayah pesisir Morowali, dilakukan survei dan perekaman data di gua Berlian serta Gua Mbokita. Data umum yang didapatkan adalah gambar cadas yang diterakan pada dinding-dinding gua Berlian dan gua Mbokita. Disamping itu, hal yang jelas terlihat adalah melimpahkan cangkang kerang di depat mulut hingga ke belakang kedua gua

Proses perekaman gambar cadas di Gua Berlian dan Gua Mbokita yaitu dengan mengidentifikasi imaji-imaji gambar cadas dari arah sebelah kiri dinding gua, terus mengarah ke arah dinding belakang gua, dan terakhir ke bagian sebelah kanan gua. Proses perekaman menggunakan kamera digital, imaji difoto sebanyak minimal 2 kali, menggunakan skala dan tanpa skala. Pengukuran keletakan yaitu ketinggian dari permukaan tanah menggunakan laser distance, pengukuran dimensi imaji yaitu panjang dan lebar dilakukan hanya pada imaji yang terjangkau. Identifikasi bentuk imaji menggunakan form gambar cadas (no photo, bentuk, f/nf, tipe, warna, teknik penggambaran, orientasi, panil, posisi, dan informasi) dan identifikasi lebih pada bagian tangan, bagian lengan, dan ukuran tebal jari.

Pengolahan data tabulasi pada laptop menggunakan Microsoft excel dan photo-photo imaji yang kurang jelas, dicek menggunakan plugin DStretch pada aplikasi Imagej. Sehingga pendeskripsian imaji pada panil bisa lebih baik, beberapa imaji yang sebelumnya tidak masuk dalam tabulasi perekaman di lapangan ditambahkan pada excel file. Gua Berlian Dari survei yang diakukan Gua Berlian. Temuan arkeologis yang dominan adalah tinggalan cangkang kerang yang tersebar di bagian depan gua serta sisi dalam mulut gua.Disamping itu terdapat pula gambar cadas yang diterakan di dinding gua

Gambar cadas yang ditemukan di gua ini sebanyak 37 imaji gambar cadas pada 8 panil gambar cadas, dominan gambar tangan negatif (36 imaji) dan satu sisa gambar. Umumnya berwarna merah (36 imaji), namun terdapat satu imaji berwarna kuning. Teknik penggambaran menggunakan teknik semprot pada dinding gua. Imaji diterakan pada ketinggian 0.5 – 5 meter

Page 7: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

29

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

dari permukaan lantai gua. Kondisi imaji-imaji gambar tangan negatif umumnya sebagian mengelupas dan aus.

Gambar 7. Foto Gua Berlian tampak dari dalam

gua. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Gambar 8. Salah satu imaji gambar tangan negatif

dengan jari normal pada panil 1, Gua Berlian. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Pada panil 1 teridentifikasi sebanyak 15 imaji gambar tangan negatif pada dinding gua dengan ketinggian 0.9 – 2 meter. Umumnya mengarah ke atas, hanya 1 imaji mengarah ke bawah. 5 imaji teridentifikasi bagian tangan kiri, 1 imaji teridentifikasi tangan kanan, sedangkan 9 imaji lainnya tidak teridentifikasi bagian tangannya. 12 imaji teridentifikasi bagian jari hingga telapak, 1 imaji teridentifikasi bagian jari hingga pergelangan, sedangkan 2 imaji tidak teridentifikasi bagian lengannya. Ketebalan jari bervariasi dari 1 - 2.3 cm. Sebagian besar digambarkan dengan jari normal, yaitu 13 imaji. 1 imaji dengan jari diruncingkan, 1 imaji lainnya hanya sisa gambar. Posisi panil 1 di bagian dinding kiri gua, dibagian lantai gua masih terdapat deposit sampah kerang.

Pada panil 2 teridentifikasi sebanyak 4 imaji gambar cadas, 3 imaji gambar tangan negatif dan 1 sisa gambar pada ketinggian 70-90 cm dari permukaan lantai gua. Hanya 1 imaji mengarah ke atas, bagian tangan kanan dengan jari hingga telapak, sedangkan imaji sisanya tidak teridentifikasi hanya sisa pigmen hasil semprotan. Panil 3 hanya terdiri 1 imaji gambar tangan negatif pada ketinggian 0.53 meter dicerukan kecil, mengarah ke atas, teridentifikasi jari normal dengan bagian jari hingga telapak. Panil 4 juga hanya terdiri 1 imaji gambar tangan

negatif pada ketinggian 1.2 meter mengarah ke atas, pada dinding gua, teridentifikasi bagian jari normal hingga telapak.

Gambar 9. Salah satu imaji gambar tangan negatif

dengan jari runcing pada panil 5, Gua Berlian. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Pada panil 5 teridentifikasi 7 imaji gambar tangan negatif, pada ketinggian 1,6 – 2.2 meter di dinding gua. Teridentifikasi sebanyak 4 imaji mengarah ke atas, 1 imaji mengarah ke kiri dan 1 imajii mengarah ke kanan. Sebanyak 3 imaji bagian tangan kanan, 1 imaji bagian tangan kiri, sedangkan 3 imaji tidak teridentifikasi bagian tangannya. Untuk bagian lengan, 5 imaji teridentifikasi bagian jari hingga telapak, 1 imaji bagian jari saja, dan satu imaji tidak teridentifiksi bagian lengannya. Umumnya jari digambarkan normal, hanya 1 imaji digambarkan jari runcing. Panil 6 hanya terdiri 1 imaji gambar tangan negatif, mengarah ke atas pada ketinggian 1.4 meter dari permukaan lantai gua, teridentifikasi bagian tangan kiri, dengan bagian jari normal hingga telapak digambarkan.

Pada panil 7 teridentifikasi 1 imaji gambar tangan negatif berwarna merah mengarah ke atas, pada ketinggian 1 meter di dinding gua, teridentifikasi bagian tangan kiri dengan jari normal hingga telapak digambarkan. Sedangkan pada panil 8 teridentifikasi sebanyak 8 imaji gambar tangan negatif, sebanyak 6 imaji mengarah ke atas, 1 imai mengarah ke kanan. 2 imaji teridentifikasi bagian tangan kiri, 1 imaji teridentifikasi bagian tangan kanan, sedangkan 4 imaji lainnya tidak teridentifikasi bagian tangannya. Untuk bagian lengan, semuanya teridentifikasi bagian jari normal hingga telapak tangan.

Gua Mbokita

Seperti tinggalan yang terapat di Gua Berlian, tinggalan di Gua Mbokita pun didominasi oleh temuan cangkang kerang yang dominan terlihat di mulut gua serta camber cadas di dinding dan langit gua.

Gambar cadas yang ditemukan di gua ini sebanyak 195 imaji gambar cadas pada 11 panil gambar cadas, dominan gambar tangan negatif

Page 8: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

30

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36

(143 imaji), selain itu figur hewan 12 imaji (hewan 6 imaji, ikan 4 imaji, anoa 1 imaji, cumi 1 imaji), figur manusia (3 imaji), geometris 6 imaji (geometris 3 imaji, garis lengkung 2 imaji, dan garis 1 imaji) dan 31 sisa gambar. Tipe penggambaran negatif 175 imaji, solid 5 imaji, outline 6 imaji, dan garis 9 imaji. Umumnya berwarna merah (191 imaji), namun terdapat 4 imaji berwarna hitam. Teknik penggambaran menggunakan teknik semprot 174 imaji dan teknik kuasan 21 imaji pada dinding dan langit-langit gua. Imaji diterakan pada ketinggian 0.034 – 3,391 meter dari permukaan lantai gua. Kondisi imaji-imaji gambar tangan negatif umumnya sebagian mengelupas dan aus.

Gambar 10. Foto Gua Mbokita tampak dari sisi

gua. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Gambar 11. Salah satu imaji gambar tangan negatif

dengan jari normal pada panil 1, Gua Mbokita. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Pada panil 1 teridentifikasi sebanyak 2 imaji yaitu gambar tangan negatif dan sisa gambar. Gambar tangan negatif berwarna merah, dengan teknik semprot, teridentifikasi bagian tangan kiri dari jari hingga telapak pada dinding gua dengan ketinggian 1,910 meter, mengarah ke kanan berukuran 20 x 20 cm. Sisa gambar pada panil 1 sudah aus dan mengelupas, selain itu terdapat sarang serangga.

Pada panil 2 teridentifikasi sebanyak 18 imaji yaitu gambar tangan negatif (14 imaji) dan sisa gambar (4 imaji). Gambar tangan negatif

semuanya berwarna merah, dengan teknik semprot. Semua imaji digambarkan di langit-langit pada ketinggian 0,096-1,924 meter, 9 imaji mengarah ke atas dan 1 imaji mengarah ke bawah. Selain itu teridentifikasi 7 imaji bagian tangan kanan dan 5 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 1 imaji bagian jari saja, 8 imaji teridentifikasi bagian jari- telapak, 3 imaji teridentifikasi bagian jari-pergelangan, dan terakhir 2 imaji teridentifikasi bagian jari-lengan. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal, namun terdapat sebanyak 4 imaji digayakan dengan diruncingkan bagian ujung jari-jarinya.

Pada panil 3 teridentifikasi sebanyak 5 imaji yaitu gambar tangan negatif (4 imaji) dan sisa gambar (1 imaji). Gambar tangan negatif teridentifikasi 2 berwarna merah dan 2 berwarna hitam, dengan teknik semprot. 4 imaji digambarkan di dinding gua, dan 1 imaji di langit-langit pada ketinggian 1,125-2-171 meter, 3 imaji mengarah ke atas dan 1 imaji mengarah ke bawah. Selain itu teridentifikasi 2 imaji bagian tangan kanan dan 2 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 3 imaji teridentifikasi bagian jari- telapak dan 1 imaji teridentifikasi bagian jari-pergelangan. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal, tidak terdapat imaji yang digayakan.

Pada panil 4 teridentifikasi sebanyak 3 imaji yaitu gambar tangan negatif. Gambar tangan negatif semuanya berwarna merah, dengan teknik semprot. 2 imaji digambarkan di langit-langit dan 1 imaji di dinding gua pada ketinggian 0,749-1, 246 meter, dan semua imaji mengarah ke atas. Selain itu teridentifikasi 2 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 1 imaji bagian jari saja dan 2 imaji teridentifikasi bagian jari- telapak. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal, namun terdapat sebanyak 1 imaji digayakan dengan diruncingkan bagian ujung jari-jarinya. Salah satu imaji gambar tangan negatif diperkirakan dapat dijadikan sampel pertanggalan uranium series.

Pada panil 5 teridentifikasi sebanyak 1 imaji yaitu gambar tangan negatif berwarna merah, dengan teknik semprot. Imaji digambarkan di langit-langit pada ketinggian 0,641 meter, mengarah ke atas. Teridentifikasi imaji tersebut bagian tangan kanan yang

Page 9: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

31

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

digambarkan bagian jari-pergelangan digambarkan dengan jari normal.

Pada panil 6 teridentifikasi sebanyak 33 imaji yaitu gambar tangan negatif (18 imaji), 1 imaji figur manusia, 2 imaji garis lengkung, dan sisa gambar (12 imaji). Gambar tangan negatif berwarna merah 17 imaji dan 1 warna hitam, dengan teknik semprot. Imaji digambarkan di langit-langit 15 imaji dan 3 di dinding gua pada ketinggian 0,703-2,371 meter. Orientasi gambar tangan negatif yaitu 17 imaji mengarah ke atas. Selain itu teridentifikasi 5 imaji bagian tangan kanan dan 8 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 11 imaji bagian jari- telapak dan 2 imaji teridentifikasi bagian jari-pergelangan. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal. Figur manusia digambarkan dengan teknik kuasan, posisi berdiri mengarah ke kiri, berukuran 12 x 4 cm, dengan ketebalan 2 mm pada ketinggian 1,032 meter di langit-langit gua. Selain itu dua garis lengkung, salah satunya dengan kuasan pada ketinggian 1,594 m di langit-langit. Sedangkan sisa gambar pada panil 6 merupakan sisa-sisa semprotan yang sudah mengalami keausan.

Pada panil 7 teridentifikasi sebanyak 68 imaji yaitu gambar tangan negatif (59 imaji), figur hewan 2 imaji, 2 imaji geometris yaitu 1 imaji garis dan 1 seperti badan hewan, serta sisa gambar (5 imaji). Gambar tangan negatif semuanya berwarna merah, dengan teknik semprot. Semua imaji digambarkan di dinding gua 26 imaji dan langit-langit 33 imaji pada ketinggian 1,018-2,834 meter. Orientasi arah hadap gambar tangan negatif diketahui yaitu 46 imaji mengarah ke atas, 6 imaji mengarah ke bawah, 3 imaji mengarah ke kanan, dan 2 imaji mengarah ke kiri. Selain itu teridentifikasi 21 imaji bagian tangan kanan dan 29 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 6 imaji bagian jari saja, 33 imaji teridentifikasi bagian jari- telapak, 16 imaji teridentifikasi bagian jari-pergelangan, dan terakhir 1 imaji teridentifikasi bagian jari-lengan. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal, namun terdapat sebanyak 1 imaji digayakan dengan diruncingkan bagian ujung jari-jarinya. Figur hewan digambarkan bertipe garis dengan kuasan pada ketinggian 1,457 meter berukuran 16 x 9 cm dan 10 x 9 cm di langit-langit gua. Sedangkan imaji geometris (1 imaji) dan garis (1 imaji)

diperkirakan merupakan sisa dari bagian badan hewan. Selain itu sisa gambar begaian besar merupakan sisa-sisa semprotan yang sudah mengelupas dan tidak bisa teridentifikasi lagi.

Pada panil 8 teridentifikasi sebanyak 29 imaji yaitu gambar tangan negatif 14 imaji, figur manusia 1 imaji, figur hewan 8 imaji termasuk 1 imaji cumi, 4 imaji ikan. Selain itu teridentifikasi 2 imaji geometris berupa garis lengkung, serta sisa gambar (4 imaji). Gambar tangan negatif semuanya berwarna merah dengan teknik semprot. Semua imaji digambarkan di dinding gua 26 imaji dan langit-langit 33 imaji pada ketinggian 1,018-2,834 meter. Orientasi arah hadap gambar tangan negatif diketahui yaitu 9 imaji mengarah ke atas dan 2 imaji mengarah ke kiri. Selain itu teridentifikasi 6 imaji bagian tangan kanan dan 3 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 1 imaji bagian jari saja dan 10 imaji teridentifikasi bagian jari-telapak. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal, namun terdapat sebanyak 1 imaji digayakan dengan diruncingkan bagian ujung jari-jarinya. Figur manusia dengan kedua lengan mengarah ke atas, menghadap ke arah kiri, dengan sikap berdiri digambarkan dengan kuasan pada ketinggian 1,605 meter dari permukaan tanah berukuran 50 x 30 cm.

Gambar 12. Gambar tangan negatif pada panil 8,

Gua Mbokita. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Pada panil 9 teridentifikasi sebanyak 15 imaji yaitu gambar tangan negatif 14 imaji dan figur manusia 1 imaji. Gambar tangan negatif 13 imaji berwarna merah dan 1 imaji berwarna hitam dengan teknik semprot. Semua imaji digambarkan di dinding gua 4 imaji dan langit-langit 10 imaji pada ketinggian 1,222-1,660 meter. Orientasi arah hadap gambar tangan negatif diketahui yaitu 11 imaji mengarah ke atas, 2 imaji mengarah ke kanan, dan 1 imaji mengarah ke kiri. Selain itu teridentifikasi 5 imaji bagian tangan kanan dan 6 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 3 imaji bagian jari saja, 10 imaji teridentifikasi bagian jari-telapak, dan 1 imaji

Page 10: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

32

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36

teridentifikasi bagian jari-pergelangan. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal, namun terdapat sebanyak 4 imaji digayakan dengan diruncingkan bagian ujung jari-jarinya. Sedangkan figur manusia digambarkan seperti sedang terbang dengan teknik kuasan mengarah ke kanan dengan ukuran 18 x 7 cm pada ketinggian 1,331 dari permukaan lantai gua.

Gambar 13. Figur anoa dan gambar tangan negatif

pada panil 10, Gua Mbokita. (Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Pada panil 10 teridentifikasi sebanyak 10 imaji yaitu gambar tangan negatif 7 imaji, figur hewan 2, termasuk anoa 1 imaji, dan sisa gambar 1 imaji. Gambar tangan negatif semuanya berwarna merah. Semua imaji digambarkan di langit-langit pada ketinggian 1,189-3,380 meter. Orientasi arah hadap gambar tangan negatif diketahui yaitu 5 imaji mengarah ke atas dan 2 imaji mengarah ke kanan. Selain itu teridentifikasi 4 imaji bagian tangan kanan dan 1 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 2 imaji bagian jari saja dan 5 imaji teridentifikasi bagian jari-telapak. Umumnya gambar tangan negatif digambarkan dengan jari normal. Sedangkan figur hewan digambarkan dengan teknik kuasan, salah satu imaji teridentifikasi sebagai anoa mengarah ke kiri yang dikelilingi gambar tangan negatif. Figur hewan lainnya merupakan bagian dari badan hewan, tidak teridentifikasi jenis hewannya.

Terakhir panil 11 teridentifikasi sebanyak 11 imaji yaitu gambar tangan negatif 8 imaji dan sisa gambar 3 imaji. Gambar tangan negatif semuanya berwarna merah. Semua imaji digambarkan di langit-langit pada ketinggian 0,034-2,434 meter. Orientasi arah hadap gambar tangan negatif diketahui yaitu 2 imaji mengarah ke atas dan 1 imaji mengarah ke kanan. Selain itu teridentifikasi 1 imaji bagian tangan kanan dan 4 imaji bagian tangan kiri. Untuk bagian lengan, teridentifikasi sebanyak 1 imaji bagian jari saja, 6 imaji teridentifikasi bagian jari-telapak, dan 1 imaji teridentifikasi bagian jari-telapak. Umumnya gambar tangan negatif

digambarkan dengan jari normal. Sisa gambar berupa pigmen warna merah dengan teknik semprot.

Disamping survei gua Berlian dan gua Mbokita, pada bagian depan Gua Mbokita dilakukan pula ekskavasi. Ekskavasi dilakukan dengan membuka kotak berukuran 1 x 1 meter sebanyak 2 kotak yaitu akotak TP 1 dan kotak TP 2. Menggunakan sisitem spit dimana menggali dengan interval 10 cm. Tanah hasil galian ekskavasi selanjutnya diayak kering dengan ayakan 5mm. Total tanah hasil galian dihitung menggunakan ember berukuran 20 liter. Kotak yang pertama dibuka yaitu kotak TP 1 dimana permukaan tanahnya cenderung miring ke arah timur. Permukaan kotak TP 1 berupa tumpukan kerang yang hampir menutupi semua kotak. Kotak TP 1

Spit 1 (0–10cm). Pada spit ini tanahnya gembur berwarna kehitaman bercampur kulit kerang. Temuan pada spit 1 berupa kerang bercampur batu gamping. Di sudut timur laut tanahnya berwarna abu-abu yang kemungkinan merupakan abu pembakaran.

Spit 2 (10-20cm). Kondisi tanah belum berubah. Temuan berupa cangkang kerang bercampur tanah. Kecuali di sudut timur laut terdapat struktur dari bongkahan batu.

Spit 3 (20-30). Pada akhir pembukaan spit 2, nampak tanah terbagi dalam 3 warna yaitu hitam (10yr 2/1 black Munsell Soil) di sebagian sisi utara, coklat (7.5yr 4/2 brown) di sebagian sisi selatan serta abu-abu (7.5yr 7/1 light gray). Struktur makin nampak berbentuk melingkar di dinding timur.

Spit 4(30-40cm) dan spit 5 (40-50cm) kondisi tanah dan temuan belum berubah. Ekskavasi diteruskan menyisakan struktur yang ada di dinding timur. Kecuali pada akhir ekskavasi spit 5 nampak tanahnya berubah menjadi berpasir halus dan berwarna hitam (7.5yr 2.5/1 black). Disamping temuan cangkang kerang, ditemukan pula sejumlah tulang hewan kecil serta sejumlah arang.

Ekskavasi dilanjutkan dengan membuka setengah kotak TP2. Kotak ekskavasi ini dibuka untuk lebih mengetahui bentuk penampakan struktur di dinding timur kotak TP1. Olehnya itu kotak TP1 tidak seluruhnya dibuka, namun hanya membuka setengah kotak yang bersisian dengan dinding timur kotak TP1. Kotak ini

Page 11: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

33

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

dibuka hingga struktur atau susunan batu nampak sepenuhnya atau hingga spit 2. Kondisi tanah kotak TP 2 gembur berwarna abu-abu bercampur dengan cangkang kerang.

Gambar 14. Spit 3 Kotak TP 1 Gua Mbokita.

(Sumber: Dok Balai Arkeologi Sulut)

Setelah struktur atau susunan batu nampak sepenuhnya, selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dan dimensi tiap-tiap bongkah batu lalu kemudian diangkat. Pengangkatan susunan batu ini dilakukan untuk kemudian membuka tanah di bawah struktur hingga rata dengan spit terakhir di masing-masing kotak. KESIMPULAN

Penelitian arkeologi di wilayah pesisir Kabupaten Morowali ini merupakan penelitian awal. Penelitian ini mencoba menelusuri jejak tinggalan manusia yang menghuni gua-gua alam di pegunungan karst Matarape serta di tempat-tempat terbuka di pinggiran laguna yang terbentuk di daerah ini. Dari data arkeologi yang diperoleh dalam penelitian ini, jenis temuan umumnya sama seperti yang didapatkan di gua-gua hunian di wilayah Morowali daratan. Gambar cadas juga ditemukan di gua-gua pesisir Morowali seperti yang juga ditemukan di gua-gua di wilayah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan serta di Morowali daratan. Namun sejauh ini, data gambar cadas terbanyak ditemukan di wilayah pesisir Morowali dibanding di wilayah daratan

Adapun alat litik, tidak seperti yang umum ditemukan di gua-gua Morowali daratan serta gua-gua hunian di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Alat litik sangat jarang ditemukan di Morowali pesisir karena sumber bahan baku yang umum digunakan sebagai alat

yaitu rijang, tidak ditemukan dalam formasi geologi pegunungan karts Matarappe.

Adapun temuan cangkang kerang, pastinya sangat melimpah di hunian wilayah pesisir Morowali dibandingkan di daerah daratan, tentunya ini berkaitan kedekatan jarak dari sumbernya. Terlihat pula bahwa kerang yang dikonsumsi di wilayah pesisir sangat beragam. Temuan tulang-tulang hewan kecil lebih banyak dan beragam ditemukan di wilayah Morowali daratan.

Dari survei singkat yang dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya hunian lain di sekitar gua Berlian dan gua Mbokita, ada beberapa lokasi di pantai dimana terdapat sebaran cangkang kerang. Lokasi ini terdapat di pantai yang terlindung atau dalam laguna. Cangkang kerang tersebut tersebar mulai dari pinggiran pantai hingga ke daratan. Dengan melihat lingkungannya yang terlindungi dari angin kencang serta ombak, kemungkinan lokasi tersebut juga digunakan untuk hunian atau beraktivitas keseharian. Mereka tidak melulu menetap dan beraktivitas dalam gua, namun memilih beberapa tempat yang aman selain di gua. Dari temuan beberapa lokasi yang berindikasi hunian terbuka, tentunya merupakan salah satu strategi adaptasi dimana mereka tidak tergantung sepenuhnya pada gua sebagai hunian, namun sudah mulai mengeksploitasi alam dan lingkungan sekitar gua.

Berkaitan dengan upaya pelestarian, dipandang perlu untuk melihat wilayah pesisir Morowali secara lebih luas. Kawasan karts Matarape pada beberapa lokasi telah dijadikan sebagai tambang terbuka. Perlu intensitas penelitian arkeologi untuk melihat seberapa besar potensi tingggalan arkeologi di wilayah tersebut dan regulasi apa yang perlu diterapkan untuk pelestariannya.

Wilayah ini pastinya mempunyai nilai penting sejarah dimana dapat dijadikan salah satu acuan untuk mendokumentasikan fase sejarah kehidupan masyarakat di Morowali pada khususnya dan di Pulau Sulawesi pada umumnya. Disamping itu juga merupakan salah satu bukti peningggalan masa lalu dimana dapat memperkaya ilmu pengetahuan. Nilai penting ilmu pengetahuan dimana situs ini masih memiliki potensi untuk diteliti lebih lanjut,

Page 12: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

34

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36

memiliki informasi yang dapat menjelaskan peristiwa yang terjadi di masa lalu, proses perubahan budaya serta proses adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Nilai penting kebudayaan dimana antara lain di situs ini kaya akan tinggalan berupa gambar cadas yang diterakan di dinding-dinding gua, hal ini sedikit banyaknya bisa membantu menjelaskan tentang sebaran lukisan-lukisan gua, tentang lingkungan dan strategi adaptasi pada masa penghunian gua tersebut di masa lalu.

Secara umum kawasan ini sangat berpotensi untuk diteliti lebih lanjut. Situs Gua Mbokita dan beberapa situs yang telah disurvei di sekitarnya memperlihatkan jika tinggalan-tinggalan yang ada masih sangat insitu. Hal ini antara lain dikarenakan lokasi tersebut jauh dari pemukiman dan sulitnya akses untuk pencapaian. Tinggalan budaya dari hasil ekskavasi berupa kerang yang sangat melimpah, tidak (atau belum) ditemukannya alat batu yang konteks dengan temuan kerang merupakan hal pembeda dengan tinggalan yang ada di gua-gua lainnya di Morowali. Untuk lebih mengetahui penyebab perbedaan tersebut tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut.

***** DAFTAR PUSTAKA Azis, Nasrullah. Laporan Penelitian Arkeologi.

2011. “Survei Potensi Sumberdaya Arkeologi Kabupaten Morowali, Provinsi Silawesi Tengah”. Manado: Balai Arkeologi Manado.

Garrard, R.A. et.al. The Geology of the Banggai – Sula Microcontinent, Eastern Indonesia. Proc. 17th Ann. Con. Indonesia Petrolium Association. Jakarta.

Hamilton, W. 1979. Tectonics of Indonesia Region. USGS Professional Paper, 190-192.

Kaharuddin, dkk. 2011. Perkembangan Tektonik dan Implikasinya terhadap Potensi gempa dan Tsunami di Kawasan Pulau Sulawesi. Proceed. PIT HAGI 36 dan PIT IAGI 40

Annual Convention and Exhibition. Makassar.

Leeuwen, Van. T.M. 1994. 25 Years of Mineral Exploration and Discovery in Indonesia, Journal of Geochemical Exploration.

Marzuki, Irfanuddin Wahid. Laporan Penelitian Arkeologi. 2013. “Survei Potensi Peninggalan Arkeologi Kabupaten Morowali Tahap II”. Manado: Balai Arkeologi Manado.

Nur, Muhammad, 2018. Prasejarah Gua Tenggera dan Gua Anabahi, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Disertasi. Universiti Sains Malaysia.

Ono, Rintaro. 2018. Progress Report for Prehistoric Human Migrations, Maritime Networks and Resource Use in Sulawesi and Maluku Islands. School of Marine Science and Technology. Tokai University, Japan.

Permana, H. 2005. Potensi Bencana Geologi Kawasan Timur Indonesia, Tektonik Aktif dan Gempa Bumi Palu. Pertemuan Ilmiah Tahunan Forum Himpunan Geologi VIII, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Pigram, C.J. et.al. Geology and Regional Significance of the Sula Platform. East Indonesia. Joint Publication by Geol. Res. And Dev. Cen. Indonesia and Bureau of Mineral Resources. Australia.

Pigram, C.J. et.al. Origin of the Sula Platform, Eastern Indonesia. Geology 13: 331 – 353.

Rapport. 2014. Matarombeo 2014. Rusmana, dkk. 1993. Peta Geologi Lembar

Lasusua – Kendari, Sulawesi. P3GL. Bandung.

Sriwigati. Laporan Penelitian Arkeologi. 2014. “Indikasi Hunian Manusia Masa Lalu di Gua Morokopa, Desa Korowou, Kecamatan Lembo, Kab. Morowali Utara”. Manado: Balai Arkeologi Manado.

Supandjono, J.B. dan Haryono, E. 1993. Peta Geologi Lembar Banggai. Sulawesi Maluku. Skala 1.250.000. P3GL. Bandung.

Surono, 2010. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Publikasi Khusus Badan Geologi, KESDM. Bandung.

Tim Penelitian. Laporan Penelitian Arkeologi. 2015. “Indikasi Pemukiman pada Gua Morokopa, Desa Korowou, Kecamatan

Page 13: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

35

Hunian Prasejarah di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah - Nasrullah Azis

Lembo, Kab. Morowali Utara”. Manado: Balai Arkeologi Manado.

Tim Penyusun. 2008. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta : Puslitbang Arkenas.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Morowali

Page 14: HUNIAN PRASEJARAH DI SOMBORI, PROVINSI SULAWESI …

36

Jurnal Tumotowa Volume 2 Nomor 1, Juli 2019: 23 - 36