hubunganantara penyalahgunaan narkoba …lib.unnes.ac.id/20595/1/6411410030-s.pdf · xiv+ 96...
TRANSCRIPT
i
HUBUNGANANTARA PENYALAHGUNAAN NARKOBA
DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LP) KLAS I KEDUNGPANE
SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Nur Fadhilah
NIM. 6411410030
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Maret 2015
ABSTRAK
Nur Fadhilah
Hubungan AntaraPenyalahgunaan Narkoba dengan Fungsi Kognitif pada
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas I Kedungpane Semarang,
XIV+ 96 halaman+ 14 tabel + 2 gambar + 10 lampiran
Penyalahgunaan narkoba secara berulang akan mengganggu sinyal penghantar
syaraf yang disebut sistem neurotransmitter di dalam susunan syaraf sentral,
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kognitif, fungsi afektif, psikomotorik
dan komplikasi medik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara penyalahgunaan narkoba dengan fungsi kognitif pada narapidana di LP Klas 1
Kedungpane Semarang.
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional.
Populasi penelitian meliputi seluruh narapidana penyalahguna narkoba di Lapas Klas
I Kedungpane Semarang berjumlah 45 orang. Pengambilan sampel penelitian
digunakan metode simple random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan
berupa lembar kuesioner Mini Mental State Eximination (MMSE). Data yang
diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan uji statistik chisquare dan
alternatifnya yaitu uji Fisher setelah dilakukan penggabungan sel dengan derajat
kemaknaan (α =5%) =0,05.
Simpulan dari penelitian ini yaitu, Penyalahgunaan narkoba tidak
berhubungan secara signifikan dengan fungsi kognitif pada narapidana narkoba di
lapas Klas 1 kedungpane semarang. Saran bagi narapidana narkoba di Lapas Klas 1
Kedungpane Semarang yaitu sebaiknya meningkatkan latihan fisik menjadi dua
sampai lima kali perminggu dengan tujuan supaya meningkatkan aliran darah
regional pada area otak dan meningkatkan stimulasi fisik dan mental untuk
memperbaiki fungsi kognitif. Sedangkan bagi peneliti lain, saran yang diberikan
adalah Perlunya dilakukan penelitian lanjutan tentang terapi latihanfisik untuk
memperbaiki gangguan fungsi kognitif pada narapidana narkoba.
Kata Kunci: Fungsi Kognitif , Narapidana Narkoba , Penyalahgunaan Narkoba
Kepustakaan: 54 (1995-2014)
iii
Public Health Department
Sport SciencesFaculty
Semarang State University
March 2015
ABSTRACT
Relation between abuse drug with cognitive in prisoner at Pemasyarakatan (LP)
class I Kedungpane Semarang
XIV+ 96 pages+ 14 Tables+ 2 Pictures+ 10 Appendix
Abuse of the drug by continue that will disturb signal to deliver nerve which
is neurotransmitter system in the central struture of nerve. So, it causes disruption of
the cognitive function, affective function, psychomotor and medical complications.
The aim of the research is that know the relationship between abuse drug with
cognitive function in prisoner at LP class 1 Kedungpane Semarang.
The kinds of this research is survey analytic with plan cross sectional. The
population of research cover all prisonerss abuse drug at LP class 1 Kedungpane
Semarang with amount 45 person. The taking sample of the research uses simple
random sampling method. Instrument of the research uses questioner Mini Mental
State Eximination (MMSE). Data are get in the research which is process by using
stastistics chisquare and alternative is Fisher test after with degree of meaning (α
=5%) =0,05.
The conclution of the research is the abuse of drug does not significant
influence to cognitive function in drug’s prisoner at LP class 1 Kedungpane
Semarang. The suggestion for drug’s prisoner at LP class 1 Kedungpane Semarang is
the prisoner that should increase the physical exercises two until five every week. The
aim of the physical exercises so that increase the current of regional blood in the brain
areas, increase the physical stimulation and mental to repair cognitive function. While
for other researcher, the suggestion is gave that is necessary to do the next research
about therapy physical exercises to repair trouble in drug’s prisoner.
Keyword: Kognitive function, Drug’s prisoner, Drug Abuse
Bibliogrphy: 54 (1995-2014)
iv
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN
ANTARA PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN FUNGSI KOGNITIF
PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LP) KLAS I
KEDUNGPANE SEMARANG” adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di
dalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan
yang diperoleh dari hasil penelitian manapun yang belum atau tidak diterbitkan,
sumbernya dijelaskan di dalam daftar pustaka.
Semarang, 12 Maret2015
Penulis
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Tiga macam doa yang pasti dikabulkan (mustajabah), yang sama sekali tidak ada
keraguan tentang itu, yaitu: doa orang tua untuk anaknya, doa orang yang sedang
berpergian (musafir), dan doa orang teraniaya."(HR. Bukhari, Muslim, dari Abi
Hurairah)
"Keridhaan Allah terletak pada keridhaan ibu bapak dan kemurkaan Allah terletak
pada kemurkaan ibu bapak." (HR. Tirmidzi)
"Doa orang tua untuk anaknya bagaikan doa nabi untuk umatnya."(HR.ad-Dailami)
Persembahan
Saya persembahkan skripsi ini kepada:
1. Bapakku (Duryat)dan Ibuku (Trisnawati)
tercinta
2. Adikku (Dhina Mahfira) dankeluargaku
tersayang
3. Hendri, Eka, Airi, Mamih Diah, Puji, Kori,
Isa, Wanti dan Teman-teman IKM 2010
4. Almamaterku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“HUBUNGAN ANTARA PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN
FUNGSI KOGNITIF PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN (LP) KLAS I KEDUNGPANE SEMARANG”dengan
baik dan lancar.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Drs. Harry
Pramono, M.Si.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, Irwan Budiono, S.KM., M.Kes.
3. Dosen Pembimbingdr. Intan Zainafree, M.H.Kes. yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini
4. Dosen penguji pertama Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes. dan penguji kedua dr.
Fitri Indrawati, M.P.H. atas kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu
pengetahuan yang diberikan selama kuliah.
viii
6. Bapak Drs. Supratiknyo, MH., selaku Kepala Kantor Wilayah Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (KEMENHUKHAM) dan A. Yuspahruddin BH,
Bc.IP, SH, MH. selaku Kepala Divisi Pemasyarakatan di Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia atas ijin penelitian yang telah diberikan.
7. Ibu Ari Tris Ochtia Sari, S Psi., selaku kepala seksi bimbingan kemasyarakatan
sekaligus Psikolog di Lapas Kedungpane Semarang yang telah membantu penulis
dalam melakukan penelitian. Bapak Daru, selaku Pembina narapidana di LP
Kedungpane Semarang yang telah membantu penulis dalam perijinan dan
berbagai pengalaman, serta staff di LP Kedungpane Semarang.
8. Seluruh responden atas partisipasinya dalam pelaksanaan penelitian.
9. Teman-teman Jurusan IKM angkatan 2010 atas kekompakan dan kerjasamanya.
10. Semua pihak yang terlibat, atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal dan keikhlasan semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT, dan
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, 12 Maret 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................................... iv
PERSETUJUAN ..................................................................................................... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................ ..........................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 7
1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................................. 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
2.1 Pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan .................................... 11
x
2.2 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan .................................................................... 11
2.3 Jenis-jenis Program Pembinaan Lapas Klas I Kedungpane Semarang ............ 12
2.4 Pengertian Narkoba .......................................................................................... 16
2.5 Penggolongan Narkoba .................................................................................... 17
2.6Mekanisme Kerja Narkoba dalam Tubuh ......................................................... 22
2.7 Pengertian Fungsi Kognitif .............................................................................. 24
2.8Patofisiologi Gangguan Kognitif ...................................................................... 24
2.9Faktor Risiko terjadinya gangguan kognitif ...................................................... 25
2.10Diagnosis Gangguan Fungsi Kognitif ............................................................. 28
2.11MMSE (Mini Mental State Examination) ....................................................... 29
2.12 Kerangka Teori............................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 32
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 32
3.2 Variabel Penelitian ........................................................................................... 32
3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 33
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ..................................... 33
3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................................... 35
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 36
3.7 Sumber Data Penelitian ................................................................................... 38
3.8 Instrumen Penelitian......................................................................................... 39
3.9 Teknik Pengambilan Data ................................................................................ 39
3.10 Prosedur Penelitian......................................................................................... 39
xi
3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN 44 ...................................................................... 43
4.1 Gambaran Umum ............................................................................................ 43
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................... 49
BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 56
5.1 Analisis Hasil Penelitian .................................................................................. 56
5.2 Kelemahan Penelitian....................................................................................... 64
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 65
6.1 Simpulan .......................................................................................................... 65
6.2 Saran ................................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN .......................................................................................................... 73
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1: Keaslian Penelitian ................................................................................. 8
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ......................... 33
Tabel 4.1: Jumlah Pegawai Lapas .......................................................................... 46
Tabel 4.2: Jenis Kelamin Penghuni Lapas ............................................................. 47
Tabel 4.3: Status Penghuni Lapas .......................................................................... 47
Tabel 4.4: Macam Tindak Pidana .......................................................................... 48
Tabel 4.5: Macam Narapidana Narkoba ................................................................ 48
Tabel 4.6: Distribusi UsiaResponden ..................................................................... 49
Tabel 4.7: Distribusi Pendidikan Responden ......................................................... 50
Tabel 4.8: Distribusi Lama Penyalahgunaan Narkoba ........................................... 50
Tabel 4.9: Fungsi Kognitif ..................................................................................... 51
Tabel 4.10: Lama di Lapas ..................................................................................... 51
Tabel 4.11: Hasil Tabulasi Silang 2x2 Usia dengan Fungsi Kognitif .................... 52
Tabel 4.12: Hasil Tabulasi Silang 2x2 Tingkat Pendidikan dengan Fungsi
Kognitif .................................................................................................................. 53
Tabel 4.13: Hasil Tabulasi Silang 2x2 Lama Penyalahgunaan Narkoba dengan
Fungsi Kognitif ...................................................................................................... 54
Tabel 4.14: Tabulasi Silang 2x2 Lama di Lapas dengan Fungsi Kognitif ............. 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Kerangka Teori.................................................................................. 31
Gambar 3.1: Kerangka Konsep .............................................................................. 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing .............................. 73
Lampiran 2: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan...................... 74
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (KEMENHUKHAM) ......................................................... 75
Lampiran 4: Data Jumlah Tahanan dan Narapidana di Lapas Klas I
Kedungpane Semarang........................................................................................... 76
Lampiran 5: Data Jumlah Pidana Narkoba Pengguna di Lapas Klas I
Kedungpane Semarang........................................................................................... 77
Lampiran 6: Kuesioner MMSE .............................................................................. 78
Lampiran 7: Rekapitulasi Hasil Penelitian ............................................................. 83
Lampiran 8: Analisis Univariat .............................................................................. 85
Lampiran 9: Analisis Bivariat ................................................................................ 87
Lampiran 10: Surat Pernyataan Bukti Riset ........................................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Narkoba, singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain,
merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi
tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan
menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial (Sumadi, 2013).
Narkotika menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan (BNN, 2010).
Dalam dunia kedokteran narkotika merupakan suatu zat atau obat yang
bermanfaat untuk mengobati penyakit tertentu. Contoh narkotika yang biasa
dipakai untuk pengobatan yaitu morfin, zat ini dipakai untuk penghilang rasa sakit
dan pembiusan pada suatu operasi, serta kodein dipakai untuk penghilang batuk.
Sedangkan psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati
gangguan jiwa (Gono, 2007). Namun, seiring berkembangnya zaman, narkoba
digunakan untuk hal-hal negatif, seseorang yang pada awalnya awam terhadap
narkoba berubah menjadi seorang pecandu yang sulit terlepas dari
ketergantungannya.
World Drug Report (2012) menyatakan bahwa pada tahun 2010 terdapat
sekitar 230 juta orang atau sekitar 5% penduduk dunia usia 15-64 tahun yang
2
menyalahgunakan obat setidaknya satu kali dalam 12 bulan. Dari semua jenis
penyalahgunaan obat, ganja merupakan zat yang paling banyak digunakan yaitu
antara 119 juta sampai 224 juta (UNODC, 2012).Laporan badan PBB untuk Obat
dan Kriminalitas pada tahun 2013 menemukan bahwa sudah ada 236 jenis obat-
obatan baru selang waktu 2005-2012. Laporan United Nations Office on Drugs
and Crime (UNODC), 2013 juga mengatakan bahwa Asia merupakan daerah
terbesar kedua sebagai tempat munculnya jenis-jenis obat narkotika baru. Daerah-
daerah di Asia didominasi oleh Asia timur dan Asia Tenggara (Brunei
Darussalam, China, Hongkong, Indonesia, Japan, Phillippines, Singapore,
Thailand, Vietnam) (Robert, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang
bekerja sama dengan Puslitkes UI pada tahun 2011, angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba 2,2% dari total populasi penduduk Indonesia berusia 10
tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan meningkat menjadi 2,8%
pada tahun 2015. Badan Narkotika Nasional (BNN) juga melaporkan pengguna
narkotika dan obat terlarang di Indonesia per 2012 meningkat menjadi 4 juta
orang atau meningkat 2 persen dari populasi dan meningkat dari riset sebelumnya
yang sebesar 3,8 juta jiwa (Lilis H., 2014). Sedangkan pada tahun 2013
penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah mencapai 4,58 juta. Dengan
demikian jumlah tersebut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya
(Abdullah, 2013).
Peningkatan kasus narkoba juga berdampak dengan meningkatnya jumlah
penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia, baik yang berstatus
3
narapidana ataupun narapidana. Berdasarkan SDP (Sistem Database
Pemasyarakatan) diketahui bahwa penghuni lapas di Indonesia pada tahun 2014
berjumlah 166.109 orang. Dari jumlah tersebut sekitar 33%-nya adalah para
narapidana dan narapidana yang tersangkut narkoba (Kementrian Hukum dan
HAM, 2014). Berita kriminal di media massa, baik media cetak maupun
elektronik dipenuhi oleh berita tentang penyalahgunaan narkoba. Korban narkoba
meluas ke semua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah
tangga, pedagang, supir angkot, anak jalanan, pekerja, dan lain sebagainya
(Fransiska, 2011).
Berdasarkan Data Direktorat Tindak Pidana Narkoba pada tahun 2011,
jumlah tersangka kasus Narkoba di Jawa Tengah dari tahun 2007 sampai 2011
yang berperan sebagai konsumen mencapai 2.343 orang (BNN, 2012). Sedangkan
dari Data yang dimiliki BNN sampai akhir 2013, di Jawa Tengah sudah 340 orang
menjadi tersangka narkoba. Maka, Jateng berada di urutan ke-9 dalam kasus
narkoba dibawah DKI Jakarta, Sumatera Utara dan Jawa Barat (Abdullah, 2013).
Penyalahgunaan narkoba di Kota Semarang juga mengalami peningkatan.
Dilihat dari meningkatnya jumlah perkara terkait narkoba di Pengadilan Negeri
Semarang. Bahkan, penyalahgunaan narkoba sudah mendominasi jumlah perkara
pidana khusus yang disidangkan. Tahun 2011 Pengadilan Negeri Semarang
menyidangkan 119 perkara narkoba dari total 879 perkara. Jumlah itu meningkat
di tahun 2012, yakni 125 perkara. Di tahun 2012 ada 299 perkara pidana khusus
dan 933 pidana umum. Serta kembali mengalami peningkatan dari 908 kasus pada
4
tahun 2012 menjadi 910 kasus pada tahun 2013. Tersangka yang diamankan juga
lebih banyak, dari 925 orang meningkat menjadi 935 orang (Handriana, 2013).
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional
(BNN) pada tahun 2006 di 33 provinsi di Indonesia bahwa penyalahgunaan
alkohol, rokok dan zat adiktif lebih tinggi pada pria daripada perempuan. Hasil
dari survei tersebut juga didapatkan bahwa penggunaan narkoba jenis injeksi lebih
tinggi pada pria daripada perempuan dengan rasio 8 banding 1 (BNN, 2006). Hal
ini disebabkan karena pria cenderung lebih ekspresif daripada perempuan serta
lebih berani dalam melakukan hal-hal yang mengandung risiko tinggi
(Kurniawati, 2010).
Davison (2004) menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba
menyebabkan seseorang mengalami kemunduran mental, perubahan mood,
gangguan afektif, dan kepribadian adiksi. Begitu pula menurut Sarwono (2011),
pemakaian zat narkoba secara berulang akan mengganggu sinyal penghantar
syaraf yang disebut sistem neurotransmitter di dalam susunan syaraf sentral,
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kognitif, fungsi afektif, psikomotorik
dan komplikasi medik.
Menurut National Institute on Drug Abuse (NIDA), penyalahgunaan
narkoba akan membawa konsekuensi pada kesehatan baik selama intoksikasi
(akut), menetap (berjalan lama tetapi tidak permanen), dan yang berlangsung lama
(kronis). Dampak yang diakibatkan selama intoksikasi adalah penurunan ingatan
jangka pendek, penurunan (perhatian, pertimbangan dan fungsi kognitif lainnya),
kerusakan koordinasi dan keseimbangan, serta meningkatnya denyut jantung.
5
Dalam jangka yang lebih lama akan mengakibatkan penurunan daya ingat dan
ketrampilan belajar dan dalam jangka panjang dapat menjadi adiksi atau
ketagihan, peningkatan resiko terkena batuk kronis, bronchitis, dan episema, serta
peningkatan resiko terkena kanker pada bagian kepala, leher, dan paru (NIDA,
2005).
Beberapa penelitian sampai saat ini masih lebih banyak menunjukkan
betapa penggunaan ganja dan zat psikoaktif lainnya dalam kehidupan manusia
tetap merugikan. Herning dan cadet (2001) bersama National Institute on Drug
Abuse (NIDA) melaporkan hasil penelitiannya dimana bukti-bukti awal
menunjukkan bahwa penyalahgunaan ganja yang kronis dapat menghambat aliran
darah ke otak dan meningkatkan resiko terkena stroke pria dengan usia 18 sampai
30 tahun. Penelitian juga menemukan bahwa aliran darah dalam otak orang
dewasa muda yang menyalahgunakan ganja sebanding dengan orang tua berumur
60 tahun yang tidak menyalahgunakan ganja (NIDA, 2002).
Seorang pengguna heroin selama 3 tahun, salah satu ginjalnya harus
diangkat dan fungsi hatinya menurun. Pecandu alkohol dapat mengalami tukak
lambung, kanker usus, juga berakibat sirosis hati dan kanker hati. Sindroma
ketergantungan menimbulkan terjadinya ketergantungan fisik dan psikis sehingga
tubuh memerlukan jumlah narkoba yang makin bertambah karena efek toleransi
(Somba, 2014).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2014 di LP
Klas 1 Kedungpane Semarang dengan melakukan wawancara terhadap pegawai
lapas, diperoleh informasi bahwa narapidana narkoba masih mengalami
6
ketergantungan karena sering ditemukan penyelundupan narkoba kedalam lapas
dengan berbagai macam cara, dan pernah ditemukan narapidana yang memakai
narkoba di dalam lapas. Keberadaan mereka didalam lapas tidak menjamin para
narapidana sudah lepas dari narkoba. Maka peneliti melakukan tes kognitif yang
meliputi penilaian orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
serta bahasa dengan skor sempurna adalah 30. Tes dilakukan pada 5 narapidana,
mereka berusia 24-30 tahun dengan latar belakang pendidikan dan lama
pemakaian narkoba yang berbeda maka ditemukan 4 dari 5 narapidana tersebut
dicurigai mengalami gangguan kognitif karena skor mereka dibawah skor normal
yaitu <24 dan skor kognitif untuk subyek berpendidikan ≤ 27.
Dalam penelitian Okkywulandari (2014), kadar timbal remaja jalanan DIY
tidak berhubungan secara bermakna dengan skor MMSE dan CDT. Variabel lain
yang berhubungan dengan gangguan kognitif adalah penyalahgunaan narkoba,
lama dijalanan, tekanan darah diastole dan lama pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara penyalahgunaan narkoba dengan fungsi
kognitif pada narapidana di LP Klas 1 Kedungpane Semarang.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Umum
Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul permasalahan yaitu
adakah hubungan antara penyalahgunaan narkoba dengan fungsi kognitif pada
narapidana di LP Klas 1 Kedungpane Semarang?
7
1.2.2 Khusus
1.2.2.1 Apakah usia berhubungan dengan fungsi kognitif narapidana narkoba di
Lapas Klas I Kedungpane Semarang?
1.2.2.2 Apakah pendidikan berhubungan dengan fungsi kognitif narapidana
narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang?
1.2.2.3 Apakah lama penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan fungsi
kognitif narapidana narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang?
1.2.2.4 Apakah lama di lapas berhubungan dengan fungsi kognitif narapidana
narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara penyalahgunaan narkoba dengan fungsi kognitif pada narapidana di LP
Klas 1 Kedungpane Semarang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi LP Kedungpane Klas 1 Semarang
Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai hubungan antara
penyalahgunaan narkoba dengan fungsi kognitif dan dapat dijadikan
pertimbangan dalam pemberian terapi dan latihan fisik untuk pemulihan kondisi
narapidana narkoba.
1.4.2 Bagi Narapidana Narkoba
8
Memberikan informasi kepada narapidana narkoba mengenai hubungan
antara penyalahgunaan narkoba terhadap fungsi kognitif agar lebih memahami
bahaya narkoba bagi kesehatan.
1.4.3 Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang pengaruh narkoba terhadap fungsi kognitif narapidana
narkoba.
1.5 Keaslian penelitian
Keaslian penelitian dapat digunakan untuk membedakan penelitian yang
dilakukan sekarang dengan penelitian sebelumnya (tabel 1.1).
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul
penelitian
Nama
Peneliti
Tahun
dan
Tempat
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
Pengaruh
Narkoba
terhadap
Kesehatan
Periodontal
Narapidana
Narkoba di
Poltabes Ms
Hubungan
Kadar
TimbalDala
m Darah
Beby Ayu
Pratiwi
Clara
Valencia
Okkywula
ndari
2009,
Sumatera
Utara
2014,
Yogyakarta
Teknik
wawancara
dan
pengukuran
Cross
sectional
Variabel
bebas:
pengaruh
narkoba
Variabel
terikat:
kesehatan
periodontal
Variabel
bebas:
Kadar
Timbal
Dalam Darah
Ada pengaruh
narkoba terhadap
kesehatan
periodontal
narapidana narkoba
Poltabes MS.
Shabu memberikan
pengaruh yang
lebih besar
terhadap kondisi
kesehatan
periodontal
dibandingkan
dengan ganja pada
narapidana narkoba
Kadar timbal
remaja jalanan DIY
tidak
berhubungansecara
bermaknadengan
skor
9
Lanjutan (Tabel 1.1)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
dengan
Gangguan
Kognitif
Remaja
Jalanan di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
(DIY)
Hubungan
Dukungan
Sosial
terhadap
Depresi
Remaja
Mantan
Penyalahgun
aan Napza di
Lembaga
Pemasyaraka
tan Klas IIa
Pondok
Bambu
Jakarta
Timur
Tahun 2009
Heni
Nurhaen
2009,
Jakarta
Timur
Deskriptif
korelasional
Variabel
terikat:
Gangguan
Kognitif
Variabel
bebas:
dukungan
sosial
Variabel
terikat:
Depresi
remaja
MMSE dan CDT.
Variabel lain yang
berhubungan
dengan gangguan
kognitif adalah
penyalahgunaan
narkoba, lama di
jalanan, tekanan
darah diastole dan
lama pendidikan
Hasil penelitian
menunjukkan
perbedaan depresi
pada remaja
penyalahgunaan
NAPZA menurut
riwayat kehilangan
orang yang dicintai.
Ada hubungan
antara
dukungankeluarga
dengan depresi
pada remaja
penyalahgunaan
NAPZA, uji
korelasi
menunjukkan
variabel skor
dukungan
sosialtidak
memiliki hubungan
(r = –0,038) yang
bermakna dengan
depresi pada remaja
penyalahgunaanNA
PZA di
LapasPondok
Bambu, Jakarta
Timur dalam batas
10
kepercayaan 5% (p
= = 0,671)
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian mengenai hubungan antara penyalahgunaan narkoba dengan
fungsi kognitif pada narapidana narkoba di Lembaga Permasyarakatan
Klas 1 Kedungpane Semarang.
2. Variabel terikat penelitian ini adalah fungsi kognitif.
1.6 Ruang lingkup penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di LP Klas 1 Kedungpane Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian ini dibatasi pada pengaruh penyalahgunaan narkoba
terhadap fungsi kognitif yang menyangkut materi dalam bidang ilmu kesehatan
masyarakat khususnya mengenai perilaku kesehatan dan psikologi kesehatan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan
Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Selanjutnya Harsono (1995) mengatakan narapidana adalah
seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani
hukuman dan Wilson (2005) mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah
yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam sistem
peradilan pidana dan pelaksanaan putusan pengadilan (hukum) di dalam
kenyataannya tidak mempersoalkan, apakah seseorang terbukti bersalah atau tidak
(Panjaitan, 1995). Lembaga pemasyarakatan (Lapas) adalah suatu tempat bagi
penampungan dan pembinaan manusia yang karena perbuatannya dinyatakan
bersalah dan diputuskan oleh hakim dengan pidana penjara.
2.2 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Sahardjo mengemukakan beberapa fungsi Lembaga Pemasyarakatan,
sebagaimana yang dikutip oleh Petrus Irawan Panjaitan (1995), pembinaan
narapidana meliputi:
a. Pembinaan berupa interaksi langsung sifatnya kekeluargaan antara pembina
dan yang dibina
12
b. Pembinaan yang bersifat persuasif, yaitu berusaha merubah tingkah laku
melalui keteladanan
c. Pembinaan berencana, terus-menerus, dan sistematis
d. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan
bernegara, intelektual, kecerdasan dan kesadaran hukum, keterampilan,
mental spiritual.
Pembinaan narapidana di Lapas mempunyai arti memperlakukan
seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi
seseorang yang berbudi pekerti yang baik. Dan salah satu tujuannya yaitu
berusaha ke arah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami
konflik sosial, menjadi seseorang yang benar-benar sesuai dengan jati dirinya.
Sehingga dapat dipahami bahwa tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan adalah
memulihkan kesatuan hubungan sosial (reintegrasi sosial) Warga Binaan
Pemasyarakatan dengan/ ke dalam masyarakat. Khususnya masyarakat di tempat
tinggal asal mereka melalui suatu proses (proses pemasyarakatan/ pembinaan)
yang melibatkan unsur-unsur atau elemen-elemen, petugas pemasyarakatan,
narapidana dan masyarakat.
2.3 Jenis-jenis Program Pembinaan Lapas Klas I Kedungpane Semarang
2.3.1 Program Mapenaling/Admisi Orientasi
Merupakan program masa awal penelitian, pengamatan dan pengenalan
lingkungan yang dilakukan terhadap narapidana yang baru di Lapas Klas I
Semarang.
13
a. Mapenaling
1. Penelitian Latar belakang warga binaan (Pendidikan, pekerjaan, pidana,
keluarga, dsb.)
2. Pengamatan (sikap, perilaku, tutur kata, dsb.)
3. Pengenalan lingkungan (Hak, Kewajiban, larangan, dan sanksi, jadwal
kegiatan harian, program pembinaan, ruang/tempat penyelenggaraan
kegiatan).
b. Pengenalan pembinaan kerohanian
c. Pengenalan bimbingan mental dan meditasi berupa Psikoterapi yang meliputi:
1. Assesment (Tes Depresi)
2. Psikospiritual
a) SEFT (Self Emotional Freesom Technique)
b) ESQ (Emotional Spiritual Question)
c) Yoga
d) Senam ritmik dan pernapasan
e) Hipnoteraphy
3. Psikososial
a) RET (Rational Emotive Therapy)
b) CBT (Cognitive Behaviour Therapy)
c) Psycolanguage
d. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara
e. Pembinaan kesadaran hukum
f. Pengenalan pembinaan kemandirian
14
2.3.2 Program Pembinaan
Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan di Lapas Klas I Semarang
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.02-PK.04.10 tahun 1990
tentang Pola Pembinaan Warga Binaan, dibagi kedalam dua bidang yaitu:
2.3.2.1 Pembinaan Kepribadian
Adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Intelektual, Sikap dan Perilaku, Profesional, Kesehatan Jasmani
dan Rohani narapidana.
1. Pembinaan Mental Spiritual
a. Kegiatan Agama Islam, meliputi sholat wajib berjamaah dan sholat
jum’at, program baca tulis Al Quran, Madrasah Diniyah, Mujahadah,
Pengajian Bakdal Dhuhur, Diba’an, Sholat Idul Fitri dan Adha, Maulid
Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
b. Kegiatan Agama Kristen/Katolik, meliputi Kebaktian Pembinaan Iman,
Kebaktian Kebangunan Rohani, Pendalaman Alkitab, Ibadah dan
perayaan paskah, ibadah dan perayaan pentakosta, Ibadah dan perayaan
kenaikan isa al masih, Ibadah dan perayaan natal dan tahun baru.
2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan mengadakan Upacara
Kesadaran Nasional dilaskanakan upacara setiap tanggal 17 tiap bulan dan
Upacara Hari Besar Kenegaraan.
3. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan)
a. Kursus dan latihan keterampilan.
b. Penyuluhan tentang HIV/AIDS
15
c. Kegiatan Perpustakaan.
d. Memperoleh informasi dari luar melalui majalah, radio, televisi.
4. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang berperkara narkoba,
antara lain:
a. Penyuluhan setiap bulan bekerja sama dengan Yayasan Wahana Bakti
Sejahtera Semarang
b. Pojok informasi setiap Selasa dan Kamis bekerja sama dengan Yayasan
Wahana Bakti Sejahtera Semarang
c. Penerbitan Buletin Tobat dua kali setiap bulan
5. Pembinaan kesadaran hukum, menyelenggarakan kegiatan berupa Ceramah
dan Temu Wicara.
6. Pembinaan Kesenian, berupa Band (Musik), Gamelan/Karawitan dan
Marawis
7. Pembinaan Jasmani (Olahraga) meliputi bola voli, bulu tangkis, tenis meja
dan footsall
8. Pembinaan Kemandirian
a. Pendataan keahlian dan ketrampilan kerja
b. Pengelompokan bidang kerja
c. Pengenalan kegiatan kerja, meliputi penjahitan, pengelasan dan bubut,
perkayuan, perikanan, pertanian/perkebunan, sablon, pembuatan sabun,
pembuatan sepatu, binatu, jasa cuci motor/mobil, pembuatan kasur
Palembang, pembuatan keset pres dan jahit.
d. Penetapan minat dan bakat kegiatan kerja
16
9. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Program ini
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor
M.01.PK.04-10 tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan
Cuti Menjelang Bebas.
a. Asimilasi: bekerja dengan pihak III, kerja bakti dan pelatihan pertanian.
b. Integrasi: memberikan kesempatan untuk Pembebasan Bersyarat (PB),
Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK)
2.3.2.2 Pembinaan Kemandirian
Adalah suatu program pembinaan yang dilakukan oleh lapas dimana
seorang narapidana akan diberikan pelatihan ketrampilan berdasarkan minat dan
bakatnya dan kemudian diarahkan untuk dapat memproduksi suatu barang atau
jasa yang mempunyai nilai upah/premi/insentif sebagai mana diatur menurut
undang-undang.
a. Kerja Produktif, yaitu: batako/paving blok, bingkai/keset, pertukangan kayu,
menjahit, cukur rambut, pertanian, sablon, cucian kendaraan, laundry,
penjahitan sandal dan sepatu, pembuatan kasur lipat, las listrik dan acetylen,
pembuatan kompos.
b. Kegiatan Kerja Rumah Tangga, yaitu: pemuka, juru masak, pembantu ruang
kantor, kebersihan, pertamanan, kebersihan luar blok, kebersihan lingkungan
luar kantor.
2.4 Pengertian Narkoba
Narkoba, singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain,
merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi
17
tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan
menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial (Sumadi, 2013).
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah psikologi seperti perasaan,
fikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk kedalam tubuh manusia baik
dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena dan lain sebagainya
(Kurniawan, 2008).
Menurut Sarjono (2007) narkoba ialah zat kimiawi yang mampu
mengubah pikiran, perasaan, fungsi mental dan perilaku seseorang. Sedangkan
menurut Martono dan Joewana (2006) narkoba adalah obat, bahan, atau zat, dan
bukan tergolong makanan jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau
disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan
sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat
atau menurun); demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran
darah, pernapasan, dan lain-lain).
2.5 Penggolongan Narkoba
2.5.1 Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik berbentuk sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa, zat yang dapat
menghilangkan rasa nyeri dan menyebabkan ketergantungan (Sunarno, 2007).
Narkotika di bagi atas 3 golongan:
a. Golongan I
18
Dalam golongan ini narkotika hanya dapat digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan saja (IPTEK), tidak digunakan untuk terapi.
Disamping itu golongan ini mempunyai potensi sangat tinggi akan terjadinya efek
ketergantungan obat atau adiksi/ketagihan. Contoh narkotika golongan I ini
adalah:
1. Tanaman papaver somniferum L. (opioit) serta produk yang dihasilkan.
2. Tanaman Erytroxylum coca (kokain) serta produk yang dihasilkan.
3. Tanaman Canabis sativa (ganja) serta produk yang dihasilkan.
b. Golongan II
Narkotika golongan II berkhasiat untuk pengobatan, tetapi digunakan
sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan tersebut. Narkotika golongan ini juga
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga berpotensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya: morfin, petidin, metadon,
opium, dihidromorfin, dan ekogin.
c. Golongan III
Narkotika golongan III adalah jenis narkotika yang berkhasiat untuk
pengobatan, dan banyak digunakan untuk terapi, juga untuk pengembanagan ilmu
pengetahuan. Obat ini hanya berpotensi ringan untuk mengakibatkan
ketergantungan. Misalnya: kodein, etil-morfin, asetil dihidrokodein, dan
norkodein.
Dilihat dari penggolongan tersebut jelaslah bahwa narkotika hanya
digunakan untuk pelayanan kesehatan yang terbatas dan tidak untuk umum.
19
Disamping itu juga masih dilakukan penelitian yang lebih dalam untuk dunia ilmu
pengetahuan (Darmono, 2006).
Berdasarkan bahan pembuatannya, narkotika dibedakan menjadi tiga jenis:
1. Narkotika Alami
Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil langsung
dari tumbuh-tumbuhan. Zat adiktif adalah zat yang dapat menimbulkan
ketergantungan. Contoh: ganja, koka, dan opium.
2. Narkotika Semisintetis
Adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat adiktifnya agar
memiliki khasiat yang lebih kuat. Contoh: morfin, kodein, heroin, dan kokain.
3. Narkotika Sintetis
Narkotika sintetis adalah narkotika yang dibuat dari bahan kimia. Contoh:
petidin, methadone, naltrexon, dan lain-lain.
Narkotika sintetis memiliki akibat yang lebih rendah, maka sering
digunakan untuk proses penyembuhan bagi penderita akibat narkoba. Tujuannya
untuk mengurangi pengaruh narkoba sedikit demi sedikit pada penderita (pasien)
(Winarto, 2007).
2.5.2 Psikotropika
Psikotropika adalah obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Sarjono, 2007).
20
Sedangkan menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
dalam Amriel (2007) psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
1. Golongan I: adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh:
MDMA (ekstasi), LSD, dan STP.
2. Golongan II: adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, digunakan sangat terbatas pada terapi:
amfetamin, metamfetamin, fensiklidin, dan ritalin.
3. Golongan III: adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang dan
sering digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital dan flunitrazepam.
4. Golongan IV: adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan untuk
menyebabkan ketergantungan dan sangat luas digunakan dalam terapi.
Contoh: diazepam, klobazam, fenobarbital, klorazepam, klordiazepoxide, dan
nitrazepam (Nipam, pil BK/Koplo, DUM, MG, Lexo, Rohyp, dan lain-lain)
(Martono dan Joewana, 2006).
Berdasarkan ilmu farmakologi, psikotropika dikelompokkan ke dalam 3
golongan:
1. Kelompok depresan/penekan saraf pusat/penenang/obat tidur
21
Contohnya adalah valium, BK, rohipnol, magadon, dan lain-lain. Jika
diminum, obat ini memberikan rasa tenang, mengantuk, tentram, damai. Obat
ini juga menghilangkan rasa takut dan gelisah.
2. Kelompok stimulan/perangsang saraf pusat/anti tidur
Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, dan shabu. Ekstasi berbentuk
tablet beraneka bentuk dan warna. Amfetamin berbentuk tablet berwarna
putih. Bila diminum, obat ini mendatangkan rasa gembira, hilangnya rasa
permusuhan, hilangnya rasa marah, ingin selalu aktif, badan terasa fit, dan
tidak merasa lapar. Daya kerja otak menjadi serba cepat, namun kurang
terkendali. Shabu berbentuk tepung kristal kasar berwarna putih bersih seperti
garam.
3. Kelompok halusinogen
Halusinogen adalah obat, zat, tanaman, makanan, atau minuman yang
dapat menimbulkan khayalan. Contohnya adalah LSD (Lysergic Acid
Diethylmide), getah tanaman kaktus, kecubung, jamur tertentu (misceline),
dan ganja. Bila diminum, psikotropika ini dapat mendatangkan khayalan
tentang peristiwa-peristiwa yang mengerikan, khayalan tentang kenikmatan
seks, dsb. Kenikmatan didapat oleh pemakai setelah ia sadar bahwa peristiwa
mengerikan itu bukan kenyataan, atau karena kenikmatan-kenikmatan yang
dialami, walaupun hanya khayalan (Partodiharjo, 2010).
22
2.5.3 Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan
psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak. Yang sering disalahgunakan
adalah:
a. Alkohol, yang terdapat pada berbagai minuman keras.
b. Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat
pada berbagai keperluan pabrik, kantor, dan rumah tangga.
c. Nikotin yang terdapat pada tembakau (Martono dan Joewana, 2006).
2.6 Mekanisme Kerja Narkoba dalam Tubuh
Cara kerja narkoba di dalam tubuh manusia berbeda-beda, tergantung cara
pemakaiannya. Cara pemakaian narkoba dapat dibedakan atas:
a. Melalui saluran pernapasan: dihirup melalui hidung (shabu), dihisap sebagai
rokok (ganja).
b. Melalui saluran pencernaan: dimakan atau diminum (ekstasi, psikotropika).
c. Melalui aliran darah: disuntikan melalui pembuluh darah (putaw), ditaburkan
ke sayatan di kulit (putaw, morfin) (Partodiharjo 2010).
2.6.1 Melalui Saluran Pernapasan
Narkoba yang masuk ke saluran pernapasan setelah melalui hidung atau
mulut, sampai ke tenggorokan, terus ke bronkus, kemudian masuk ke paru-paru
melalui bronkiolus, dan berakhir di alveolus. Di dalam alveolus, butiran “debu”
narkoba itu diserap oleh pembuluh darah kapiler, kemudian dibawa melalui
pembuluh darah vena ke jantung. Dari jantung, narkoba disebar ke seluruh tubuh.
23
Narkoba masuk dan merusak organ tubuh (hati, ginjal, paru-paru, usus, limpa,
otak, dan lain-lain). Narkoba yang masuk ke dalam otak merusak sel otak.
Kerusakan pada sel otak menyebabkan kelainan pada tubuh (fisik) dan jiwa
(mental dan moral). Kerusakan sel otak menyebabkan terjadinya perubahan sifat,
sikap, dan perilaku (Partodiharjo, 2010).
2.6.2 Melalui saluran pencernaan
Narkoba masuk melalui saluran pencernaan setelah melalui mulut,
diteruskan ke kerongkongan, kemudian masuk lambung, dan diteruskan ke usus.
Di dalam usus halus, narkoba dihisap oleh jonjot usus, kemudian diteruskan ke
dalam pembuluh darah kapiler. Narkoba lalu masuk ke pembuluh darah balik,
selanjutnya masuk ke hati. Dari hati, narkoba diteruskan melalui pembuluh darah
ke jantung, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Narkoba masuk dan merusak
organ-organ tubuh (hati, ginjal, paru-paru, usus, limpa, otak, dan lain-lain).
Setelah di otak, narkoba merusak sel-sel otak. Karena fungsi dan peranan sel otak,
narkoba tersebut menyebabkan kelainan tubuh (fisik) dan jiwa (mental dan
moral). Cara pemakaian seperti ini mendatangkan reaksi setelah relative lebih
lama karena jalurnya panjang (Partodiharjo, 2010).
2.6.3 Melalui aliran darah
Berbeda dengan dua jalan sebelumnya, jalan ini adalah jalan tercepat atau
“jalan tol”. Narkoba langsung masuk ke pembuluh darah vena, terus ke jantung,
dan seterusnya sama dengan mekanisme melalui saluran pencernaan dan
pernapasan (Partodiharjo, 2010).
24
2.7 Pengertian Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional,
termasuk proses belajar, mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memperhatikan (Herlina, 2010). Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan
fungsi luhur otak berupa orientasi, perhatian, kosentrasi, daya ingat dan bahasa
serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam
berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah.
Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan
untuk berpikir akan dipengaruhi oleh otak (Lisnaini, 2012). Menurut Ginsberg
(2008) fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi:
1. Fungsi kognitif yang terdistribusi, yang tidak terlokalisasi pada region otak
tertentu, namun membutuhkan aksi dari berbagai bagian pada kedua sisi otak,
seperti: Atensi dan konsentrasi, Memori, Fungsi eksekutif dan Konduksi
sosial dan kepribadian.
2. Fungsi kognitif yang terlokalisasi, yang tergantung dari struktur dan fungsi
normal dari satu area/tertentu pada satu hamister serebri.
2.8 Patofisiologi Gangguan Kognitif
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa
pesan untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa
neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua
fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke
tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron)
berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan pesan dengan
25
mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah
sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut (Steiger, 2011).
Narkoba merupakan bahan-kimia yang menepuk sistem komunikasi otak
dan meniru atau mengganggu cara-cara sel saraf mengirim, menerima, dan
memproses informasi secara normal. Beberapa zat psikoaktif, seperti ganja dan
heroin, dapat mengaktifkan neuron-neuron karena struktur kimiawi mereka
menyerupai neurotransmiter alami. Kemiripan struktur kimia ini dapat
mengelabuhi reseptor dan membiarkan zat psikoaktif ini mengunci dan
mengaktifkan sel saraf. Sementara itu, neurotransmiter-neurotransmiter alami
dihalangi untuk berkomunikasi dengan sel neuron. Meski zat psikoaktif ini
menyerupai bahan kimiawi di dalam otak, mereka tidak mengaktifkan sel saraf
dengan cara yang sama seperti neurotransmiter alami, dan mereka memancarkan
pesan-pesan abnormal dalam jaringan otak. Zat psikoaktif lain, seperti amfetamin
atau kokain, dapat menyebabkan sel-sel syaraf melepaskan sejumlah besar
neurotransmiter-neurotransmiter alami atau mencegah pengambilan kembali
(reuptake) bahan-kimia otak ini. Gangguan pada sistem neurotransmiter ini
menyebabkan terganggunya fungsi kognitif (Kapeta, 2013).
2.9 Faktor Risiko terjadinya gangguan kognitif
Beberapa penyakit atau kelainan pada otak dapat mengakibatkan gangguan
fungsi kognitif, antara lain:
2.9.1 Usia
26
Dengan meningkatnya usia dapat terjadi perubahan fungsi kognitif yang
sesuai dengan perubahan neurokimiawi da morfologi (proses degeneratif). Usia
lanjut juga menyebabkan otak lebih rentan terhadap efek primer atau sekuder
cedera kepala, sehingga efek terjadinya gangguan kognitif lebih besar (Capruso
dan Levin, 2006).
2.9.2 Pendidikan
Banyak studi menunjukkan bahwa pendidikan yang lebih tinggi, berisiko
rendah menderita penyakit Alzheimer. Tingkat fungsi intelektual premorbid
mempengaruhi kemungkinan penyembuhan fungsi kognitif dan respon terhadap
rehabilitasi (Lifshitz et al., 2007).
2.9.3 Genetik
Termasuk faktor genetik adalah faktor bawaan, jenis kelamin dan ras.
Penyakit genetik yang berhubungan dengan gangguan kognitif diantaranya
Huntington, Alzheimer, Pick, Fragile X, Duchenne Muscular Distrofi, dan
sindroma Down (Flint, 1999).
2.9.4 Cedera kepala
Trauma kepala secara langsung mencederai struktur dan fungsi otak, dan
dapat mengakibatkan gangguan kesadaran, kognitif dan tingkah laku. Studi kohort
mendapatkan bukti kuat bahwa riwayat cedera kepala meningkatkan risiko
penurunan fungsi kognitif (Wreksoatmodjo, 2013).
2.9.5 Obat-obatan toksik
27
Beberapa zat toksik yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
antara lain karbonmonoksida, logam berat, alkohol, obat-obatan (seperti kokain,
mariyuana, halusinogen, amfetamin, dan lain-lain) (Hamidah, 2011)
2.9.6 Infeksi susunan saraf pusat
Beberapa penyakit infeksi SSP seperti meningitis, ensefalitis maupun
abses otak dapat mengakibatkan gejala sisa berupa gangguan kognitif (Hamidah,
2011).
2.9.7 Tumor otak
Tumor otak mengakibatkan perluasan lesi fokal yang dapat menimbulkan
satu atau kombinasi beberapa gejala kognitif. Gejala-gejala yang dapat timbul
antara lain afasia, disorientasi, kesulitan membaca, menulis, atau berhitung,
kebingungan, dan gejala psikiatrik. Gejala lain dapat terjadi sesuai dengan lokasi
tumor (Hamidah, 2011).
2.9.8 Nutrisi
Zat gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak bukan hanya makro
tetapi juga zat gizi mikro. Diperkirakan 10% dari total seng berada di otak dan
berada pada neuron di hipokampus yaitu menempati lumen vesikel sinaps yang
berisi glutamate. Seng ikut berperan dalam neuromodulator pada glutaminergik
sinaps. Bila terjadi defisiensi seng maka akan terjadi gangguan terhadap
penghantaran stimulus yang diterima oleh akson dan badan neuron sehingga dapat
terjadi gangguan memori. Kekurangan yodium dapat menyebabkan kemunduran
mental, terlambatnya perkembangan motorik, gangguan otot dan saraf, gangguan
bicara, pendengaran serta pertumbuhan yang terhambat (Arizal et al., 2002).
28
2.9.9 Stres
Selain reaksi emosional, orang seringkali menunjukkan gangguan kognitif
yang cukup berat jika berhadapan dengan stresor yang serius. Akan sulit
berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran secara logis (Koo et al., 2003).
2.10 Diagnosis Gangguan Fungsi Kognitif
Pemeriksaan neuropsikologi masih merupakan kunci utama untuk
menentukan adanya defisit kognitif. Penilaian fungsi kognitif meliputi lima bagian
pokok yaitu atensi, bahasa, memori, visual ruang dan fungsi eksekutif. Atensi
adalah kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) dan mempertahankan
perhatian pada suatu masalah. Atensi memungkinkan seseorang untuk menyeleksi
aliran stimulus eksogen dan endogen yang mengaliri otak yang dianggap perlu
dari hal-hal yang perlu diabaikan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan observasi
apakah perhatian pasien mudah terpengaruh oleh benda di sekitarnya, salah satu
cara pemeriksaannya adalah dengan menyuruh pasien menghitung mundur mulai
dari angka 20 (Ginsberg, 2008).
Bahasa dapat dinilai dari kelancarannya, bicara spontan, komprehensi,
repetisi dan penamaan. Bicara spontan dapat dinilai pada waktu wawancara
bagaimana kelancaran bicaranya, berputar-putar atau kesulitan mencari kata-kata.
Komprehensi dapat dinilai dengan menyuruh pasien melakukan perintah-perintah
atau menjawab pertanyaan. Gangguan komprehensi menunjukkan adanya
disfungsi lobus temporalis posterior atau korteks lobus parietotemporal
(D’Esposito, 1999 cit Setyopranoto dkk., 2000).
29
Pada pemeriksaan visual ruang, pasien disuruh menggambar obyek atau
menyalin gambar geometris. Adanya gangguan visual ruang menunjukkan lesi
vikal otak di hemisfer posterior. Memori adalah kemampuan untuk mempelajari
informasi, mempertahankan, menyimpan dan memanggil kembali suatu informasi.
Pemeriksaan fungsi memori dapat dilakukan dengan menilai orientasi tempat dan
waktu, atau menilai kemampuan recall. Gangguan fungsi semantik adalah jika
pasien tidak bisa menjawab fakta-fakta secara umum, misalnya dalam satu
minggu ada berapa hari.
Adanya gangguan memori verbal berarti kerusakan pada hemisfer kiri,
sedangkan gangguan memori visual menunjukkan adanya kerusakan pada
hemisfer kanan. Gangguan memori recall dan rekognisi berhubungan dengan
atrofi lobus temporalis mesial dan talamus (Stout, 1999 cit Setyopranoto dkk.,
2000).
Fungsi eksekutif terdiri dari pemecahan masalah, pemikiran, abstrak,
kalkulasi, dan mengamdil keputusan. Pemeriksaan fungsi eksekutif dapat
dilakukan dengan cara pasien disuruh membedakan hal-hal yang mirip misalnya
mobil dengan kereta, menginterpretasikan peribahasa, atau menjawab pertanyaan
(Sturb, 1997 cit Setyopranoto dkk., 2000).
2.11 MMSE (Mini Mental State Examination)
Pemeriksaan status mental singkat yang telah terstandardisasi bertujuan
untuk mengkristalkan pemeriksaan fungsi-fungsi kognitif kompleks melalui satu
atau dua pertanyaan. Salah satu pemeriksaan mental mini yang cukup populer
30
adalah tes Mini Mental State Examination (MMSE) yang diperkenalkan oleh
Folstein (1971). MMSE digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya
gangguan kognitif pada seseorang/individu, mengevaluasi perjalanan suatu
penyakit yang berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor
respon terhadap pengobatan (Turana, 2004).
Fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokalisasi dapat dinilai secara
klinis dengan menggunakan berbagai komponen pemeriksaan seperti tes
pemeriksaan status mental mini/mini mental state examination (MMSE). MMSE
berisi 11 item pertanyaan dan perintah meliputi orientasi waktu, registrasi, atensi,
mengingat kembali, bahasa, dan meniru (Ginsberg, 2008). Ada beberapa
faktoryang dapat mempengaruhi hasil tes MMSE seperti umur yang muda, latar
belakang pendidikan yang tinggi dan kondisi saat tes dijalankan. MMSE ini secara
luas digunakan untuk screening fungsi kognitif dan sensitive untuk mendeteksi
dementia (Muzamil, 2014).
MMSE menilai fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dengan skor
maksimal adalah 30. Berdasarkan skor atau nilai tersebut, status kognitif pasien
dapat digolongkan menjadi 3 yaitu status kognitif normal (nilai 24-
30), probable gangguan kognitif (nilai 17-23) dan definite gangguan kognitif
(nilai 0-16). Pada penelitian ini, gangguan kognitif ditegakkan bila didapatkan
nilai MMSE 0-23, yaitu meliputi kriteria probable dan definite gangguan
kognitif (Dikot & Ong, 2007).
31
2.12 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Wreksoatmodjo (2013), Kapeta (2013), Hamidah (2011), Partodiharjo
(2010), Ginsberg (2008), Lifshitz et al (2007), Capruso dan Levin (2006).
Zat psikoaktif memblokir
neurotransmitter alami
Usia
Pendidikan
Genetik
Cedera kepala
Infeksi
susunan saraf
pusat
Tumor otak
Nutrisi
Gangguan
neurotransmitter
Penyalahgunaan
narkoba
Zat psikoaktif meniru
neurotransmitter alami
Zat psikoaktif
meningkatkan
sekresineurotransmitter
Fungsi kognitif:
Orientasi
Memori
Perhatian dan
perhitungan
Memngingat
kembali
bahasa
Stress
Melalui saluran
pernapasan
Melalui saluran
pencernaan
Melalui aliran
darah
Otak
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2 Variabel Penelitian
1.1.1 Variabel bebas (independent variabel)
Variabel bebas atau independen merupakan suatu variabel yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas
dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2008). Variabel independen (bebas)
dalam penelitian ini adalah Lama Penyalahgunaan dan Lama di Lapas.
1.1.2 Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat atau dependent merupakan variabel yang dapat
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat
tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2008). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah fungsi kognitif.
1.1.3 Variabel Perancu (Confounding Variabel)
Variabel Bebas :
Lama Penyalahgunaan dan
Lama di Lapas
Variabel perancu :
Umur
Tingkat Pendidikan
variable terikat :
Fungsi kognitif
33
Variable Perancu (Confounding Variable) Adalah jenis variabel yang
berhubungan (asosiasi) dengan variabel bebas dan berhubungan dengan variabel
tergantung tetapi bukan merupakan variabel antara.(Sudigdo, 1995). Variabel
perancu dalam penelitian ini adalah umur dan pendidikan.
3.3 Hipotesis
Hipotesis di dalam suatu penelitian adalah jawaban sementara penelitian,
atau biasa disebut juga sebagai patokan duga dalil sementara, yang kebenarannya
dapat dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil
penelitian, maka hipotesis ini baru dapat dikatakan benar atau salah, dan dapat
diterima atau ditolak (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:72).Berdasarkan kajian yang
telah dikemukakan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah, “Ada
Hubungan antara penyalahgunaan narkoba dengan fungsi kognitif pada
narapidana di LP Klas 1 Kedungpane Semarang”.
3.4 Definisi Operasional dan Skala pengukuran Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
N0 Variabel Definisi
Operasional Alat ukur Kategori Skala
1 Penyalahgu-
naan
narkoba
Penyalahgunaan
narkoba (napza)
adalah penggunaan
narkoba bukan untuk
tujuan pengobatan,
dalam jumlah
berlebih, secara
Kuesioner Lama
penyalahgunaan:
a. 2-5 tahun
b. 6-9 tahun
c. >10 tahun
Ordinal
34
teratur dan
berlangsung cukup
lama (Martono,
2006).
2 Fungsi
kognitif
Suatu proses dimana
semua masukan
sensoris (taktil,
visual, dan auditorik)
akan diubah, diolah,
disimpan dan
selanjutnya
digunakan untuk
hubungan antar
neuron secara
sempurna sehingga
individu mampu
melakukan penalaran
terhadap masukan
sensoris tersebut
(Wiyoto, 2002).
Kuesioner
MMSE
Kategori skor
MMSE:
Normal:
24-30
Probable
gangguan
kognitif:
17-23
Nominal
3 Usia Umur adalah
lamanya hidup yang
dihitung sejak
dilahirkan hingga
penelitian ini
dilakukan
(Notoatmodjo,
2007).
Kuesioner a. 15-24 tahun
b. 25-34 tahun
c. 35-44 tahun
d. 45-54 tahun
Ordinal
35
N0 Variabel Definisi Operasional Alat ukur Kategori Skala
4 Tingkat
Pendidikan
Pendidikan formal
yang telah ditempuh
responden..
Kuesioner 1. Rendah (<
wajar 9
tahun)
2. Tinggi ( ≥
wajar 9
tahun)
Ordinal
5 Lama di
Lapas
Keberadaan
penghuni di dalam
lapas sejak
dijatuhkan vonis
bersalah oleh hukum
sampai saat
penelitian dilakukan.
Kuesioner 1. <1 tahun
2. ≥ 1 tahun
Ordinal
3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian
3.5.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survei analitik.
3.5.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dimana pegukuran
variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat (Sudigdo S. dan
Sofyan I, 2002:97).
36
3.6 Populasi dan sampel penelitian
3.6.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari (Sugiyono, 2006:117). Atas dasar tersebut, maka populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh narapidana penyalahguna narkoba di lapas
kedungpane semarang yang berjumlah 45 orang.
3.6.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi itu sendiri
(Notoatmodjo, 2005:79). Adapun langkah-langkah dalam pengambilan sampel
adalah sebagai berikut:
3.6.2.1 Menentukan kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
1) Umur responden ≤55 tahun atau sampai usia pertengahan menurut WHO.
Umur dibatasi untuk mengendalikan pengaruh usia terhadap gangguan
kognitif secara umum (Cristy, 2011).
2) Narapidana penyalahguna narkoba
3) Responden merupakan pengguna narkoba dalam jangka waktu sekurang-
kurangnnya 2 tahun
4) Setuju untuk ikut sebagai responden penelitian.
37
Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subyek yang memenuhi
kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Nursalam, 2008).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Responden yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak bersedia
berpartisipasi dalam penelitian.
2) Adanya riwayat penyakit di kepala seperti infeksi otak, cedera kepala dan
tumor otak.
3.6.2.2 Sistematika Pengambilan Sampel
Peneliti menentukan sampel yang terdapat dalam populasi yaitu secara simple
random sampling.
3.6.2.3 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel minimal menggunakan rumus sebagai berikut:
(Sumber: Stanley Lemeshow, 1997:54)
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Populasi (45 orang)
= Standar deviasi dengan derajat kepercayaan (95%) =1,96
D = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)
P = Proposi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi.
38
Untuk proporsi atau sifat tertentu yang tidak diketahui, maka besarnya p yang
digunakan adalah (50%) = 0,5
Jadi jumlah sampel minimal yang digunakan adalah 24 orang. Sedangkan yang
akan dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 29 orang.
3.7 Sumber data
3.7.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner sebagai panduannya. Adapun data
yang ingin didapatkan adalah data tentang skor fungsi kognitif pada narapidana
penyalahguna narkoba.
3.7.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data tidak langsung yang diperoleh dari pihak instansi
yaitu lapas Kedungpane Semarang. Adapun data yang ingin didapatkan meliputi
data mengenai jumlah narapidana penyalahguna narkoba dan profil lapas.
39
3.8 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan
data (Notoadmojo,2005). Dalampenelitian ini instrumen yang digunakan adalah
kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination).
3.9 Teknik Pengambilan Data
3.9.1 Pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008:142). Pengisian kuesioner oleh
responden dilakukan dengan menggunakan tes MMSE untuk mengetahui skor
kognitif responden.
3.9.2 Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji dokumen yang berkaitan dengan
penelitian, yaitu data jumlah narapidana narkoba di lapas kedungpane berdasarkan
usia.
3.10 Prosedur penelitian
Penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut, yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, tahap evaluasi hasil pelaksanaan, serta tahap analisis dan
penyusunan laporan, adapun uraian tahapan tersebut adalah:
3.10.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian.
Adapun persiapan dalam penelitian ini meliputi:
40
1. Penetapan sasaran penelitian.
2. Koordinasi dengan pihak yang terkait dalam penelitian ini tentang tujuan dan
prosedur penelitian.
3. Melakukan survei pendahuluan dilapangan dan menganalisa hasil dari survei
pendahuluan.
4. Melakukan penyusunan proposal penelitian.
3.10.2 Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah kegiatan yang dilakukan saat penelitian. Adapun
kegiatan pada tahap pelaksanaan adalah:
1. Penelitian dibantu oleh ahli psikolog
2. Penentuan sampel penelitian.
3. Wawancara dengan subyek penelitian menggunakan kuesioner MMSE
3.10.3 Tahap evaluasi hasil pelaksanaan
Tahap evaluasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil
pelaksanaan penelitian.
3.10.4 Tahap analisis dan penyusunan laporan
Tahap analisis dan penyusunan laporan dalam penelitian ini meliputi, analisis
data, serta penyusunan laporan.
41
3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.11.1 Pengolahan Data
Data dari lapangan dikumpulkan, kemudian diperiksa, dan diteliti
kelengkapannya, serta diolah menggunakan software SPSS dengan langkah
sebagai berikut:
1. Editing
Editing yaitu pengecekan terhadap kelengkapan data dan keseragaman data yang
diperoleh dari lapangan.
2. Coding
Coding yaitu pemberian kode pada setiap jawaban untuk mempermudah dalam
pengolahan data.
3. Tabulating
Tabulating yaitu pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian untuk
mempermudah dalam pembacaan hasil penelitian.
4. Entry
Entry yaitu kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam program
komputer untuk dilakukan pengolahan data. Kemudian, analisis data ditentukan
untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dangan variabel terikat. Selain
itu, analisis data juga dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
3.11.2 Analisis Data
3.11.2.1 Analisis Univariat
Merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Dimana pada umumnya, menghasilkan distribusi dan prosentase dari
42
tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:188). Hal ini sangat dibutuhkan guna
mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan umum responden sehingga tidak
akan menimbulkan kerancuan ketika analisis data penelitian dilakukan.
3.11.2.2 Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable bebas
dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini uji statistik yang digunakan yaitu uji
chi-square dengan bantuan SPSS versi 16. Adapun syarat uji chi-square adalah
tidak ada sel yang nilai observed yang bernilai nol, sel yang mempunyai nilai
expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika uji chi-square tidak
terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya, alternative uji chi-square untuk tabel
2x2 adalah uji fisher, alternatif uji chi-square untuk tabel 2xk adalah uji
kolmogorov-smirnov dan penggabungan sel adalah langkah alternatif uji chi-
square untuk tabel selain 2x2 dan 2xk. Setelah dilakukan penggabungan sel akan
didapatkan tabel Bxk yang baru. Uji hipotesis dipilih sesuai dengan tabel bxk
yang baru. Yaitu jika p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika p
> 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. (Sopiyudin Dahlan, 2004:18).
65
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Hubungan Penyalahgunaan
Narkoba dengan Fungsi Kognitif pada Narapidana Narkoba di Lapas Klas I
Kedungpane Semarang” dapat disimpulkan sebagai berikut:
6.1.1 Simpulan Umum
Penyalahgunaan narkoba tidak berhubungan secara signifikan dengan fungsi
kognitif pada narapidana narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
Terdapat variable lain yang berhubungan terhadap fungsi kognitif narapidana
narkoba yaitu lama di lapas.
6.1.2 Simpulan Khusus
1. Tidak ada hubungan antara umur dengan fungsi kognitif narapidana narkoba
di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
2. Tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan fungsi kognitif narapidana
narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
3. Tidak ada hubungan antara lama penyalahgunaan narkoba dengan fungsi
kognitif narapidana narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
4. Ada hubungan antara lama di lapas dengan fungsi kognitif narapidana narkoba
di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
66
6.2 SARAN
Dari hasil penelitian mengenai “hubungan Penyalahgunaan Narkoba
dengan Fungsi Kognitif pada Narapidana Narkoba di Lapas Klas I Kedungpane
Semarang” disarankan:
6.2.1 Bagi Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane Semarang
Hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan
dalam meningkatkan upaya pemulihan kemampuan kognitif tahanan maupun
narapidana narkoba di lapas Kedungpane Semarang misalkan dengan menambah
jadwal untuk program latihan fisik.
6.2.2 Bagi Narapidana Narkoba
Saran kepada narapidana narkoba di Lapas Klas I Kedungpane Semarang
yaitu sebaiknya meningkatkan latihan fisik menjadi dua sampai lima kali
perminggu dengan tujuan supaya meningkatkan aliran darah regional pada area
otak dan meningkatkan stimulasi fisik dan mental untuk memperbaiki fungsi
kognitif.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan tentang terapi latihan fisik untuk
memperbaiki gangguan fungsi kognitif pada narapidana narkoba.
67
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 2013, BNNUsahakan Tempat Rehabilitasi di Jateng, diakses 5 Januari
2014,
(http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2013/12/09/182590)
Amriel R.I., 2007, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Jakarta: Salemba.
Arizal, daris A, Hidayat A., Gizi dan Perannya. Dalam: Hardhywinoto, setiabudhi
t.,
editor, Anak unggul berotak prima, Jakarta: gramedia pustaka utama;
2002.
Aziz Aimul, Hidayat, 2008, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data, Salemba, Jakarta.
Capruso DX, Levin HS., Neurobehavioral Outcome of Head Trauma, Neurol clin
2006.
Darmono, 2006, Toksikologi Narkoba dan Alkohol: Pengaruh Neurotoksisitasnya
pada Saraf Pusat, Jakarta: UI Press.
Dikot, Y., & Ong, PA., 2007, Diagnosa Dini dan Penatalaksanaan Demensia di
Pelayanan Medis Primer, Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI) Cab. Jawa
Barat & Asna Dementia Standing Commiitee.
Emery CF. The role of physical exercise as a reliabilitive aid for cognitive loss in
healthy and chronically ill older adults. In: Hill RD, Lars B, Neely AS,
editors. Cognitive Rehabilitation In Old Age. 1st ed. New York: Oxford
University Press; 2000.p.124-39.
Flint J., The genetic basic of cognition, Brain 1999; 122: 2015-31.
Fransiska E., 2011, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan
Dan Penanggulangannya, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1.
68
Geda YE, Roberts RO, Knopman DS, Christianson Teresa JH, Pankratz VS, Ivnik
RJ, et al., Physical exercise, aging, and mild cognitive impairment A
population-based study, Arch Neurol 2010;67:80-6.
Gono, JNS., 2007, Narkoba: Bahaya Penyalahgunaan dan Pencegahaannya,
Semarang: FISIP Undip.
Gould, T.J., 2010, Addiction and Cognition, Addiction science & clinical practice,
Pennsylvania.
Griesbach GS, Hovda DA, Molteni R, Wu A and Pinilla FG, Voluntary exercise
following traumatic brain injury: brain-derived neurotrophic factor
upregulation and recovery of function, Neuroscience 2004; 125: 129-39.
Handriana, Eka, Penyalahgunaan Narkoba di Semarang Meningkat, Thu 31 Jan
2013, diakses tanggal 5 Januari 2014,
(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/31/1436
48/Penyalahgunaan-Narkoba-di-Semarang-Meningkat/)
Kalechstein, A.D., Garza, R., Mahoney, J.J., Fantegrossi, W.E., Newton, T.F.,
2007, MDMA use and neurocognition: a meta-analytic review,
Psychopharmacology, 189:531-537.
Kapeta, 2013, Ilmu Pengetahuan Adiksi Part 2, diakses pada tanggal 5 Januari
2014, (http://kapeta.org/causes/ilmu-pengetahuan-adiksi-part-2/)
Kurniawan, J, 2008, Arti Definisi & Pengertian Narkoba Dan Golongan/Jenis
Narkoba Sebagai Zat Terlarang. http://juliuskurnia.wordpress.com, diakses
pada tanggal 3 Februari 2014.
Koo JW, et al. Postnatal environment can counteract prenatal effect on cognitive
ability, cell proliferation and synaptic protein expression. The FASEB J
2003.
Lalenoh, Robert, Rata-rata 40 Pengguna Narkoba Mati Setiap Hari, diakses 7
April 2014, (http://www.okemanado.com/2014/04/07/rata-rata-40-
pengguna-narkoba-mati-setiap-hari/)
69
Larasati, T. L., (2013), Prevalensi Demensia di RSUD Raden Mattaher Jambi,
Jambi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Lionel Ginsberg, 2008, Neurologi, Jakata: Erlangga
Lumbantobing, S.M., 2006, Kecerdasan pada usia lanjut dan demensia, Edisi 4,
Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Martono L.H dan Joewana S., 2006, Peran Orang Tua Mencegah Narkoba,
Jakarta: PT. Balai Pustaka.
M. Sopiyudin Dahlan. 2004. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
PT ARKANS.
Muzamil MS., 2014, Hubungan antara Tingkat Aktivitas Fisik dengan Fungsi
Kognitif pada Usila di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur, Jurnal
Kesehatan, 2014;3 (2).
NIDA, 2002.”Chronic Marijuana Abuse May Increase Risk of Stroke” in
Research Findings Vol. 17, No. 1.
Ningrum dkk, 2014, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
Lain (Napza) sebagai Faktor Risiko Gangguan Kognitif pada Remaja
Jalanan, Yogyakarta: FK UGM.
Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Okkywulandari, Clara Valencia, 2014, Hubungan Kadar Timbal dalam Darah
Dengan Gangguan Kognitif Remaja Jalanan di Daerah Istimewa
Yogyakarta (Diy). Yogyakarta: FK UGM.
70
Robert J. Thoma, et al, 2010, Adolescent Substance Abuse: The Effects of
Alcohol and Marijuana on Neuropsychological Performance, Vol. 35,
Issue 1, pages 39–46.
Rogers, R.D., & Robbins, T.W., 2001, Investigating the neurocognitive deficits
associated with chronic drus misuse, Current Opinion in Neurobiology,
11:250-257.
Roohi, N.N., Hamidi, F., Farahani, K.S., 2010, Cognitive consquences of drug
abuser: comparison with abuse of stimulants and opioid with regard to
attention and working memory, Procedia Social and Behavioral Science,
5- 1698-1701.
Sarjono, 2007, Mengenal Narkoba dan Bahayanya, PT. Bengawan Ilmu,
Semarang.
Ningrum, SW., 2014, Prevalensi Demensia di RSUD Raden Mattaher Jambi,
Jambi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Sarwono, S. W., 2011, Psikologi Remaja Edisi Revisi, Jakarta: PT Rajagrafido
Persada.
Singh-Manoux A, Hillsdon M, Brunne E, Marmot M., 2005, Effects of physical
activity on cognitive functioning in middle age: evidence from the
Whitehall II prospective cohort study, Am J Public Health, 95:2252–8.
Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta Pusat:
Rineka Cipta.
___________, 2010, Statistika untuk penelitian, penerbit ikatan Indonesia
(IKAPI), Bandung.
Somba, Imanuel Maryo, 2014, Analisis Status Fungsi Ginjal Mantan
Penyalahguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif ( Napza ) di Pusat
Rehabilitasi Yayasan Al Islami, Pondok Pesantren Nurul Haromain
Kulonprogo, Pondok Rehabilitasi Tetirah Dzikir, dan Rs Grhasia.
Yogyakarta: FK UGM.
71
Stanley Lemeshow. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Steiger H, et al, Neural circuits, neurotransmitters, and behavior: serotonin and
temperament in bulimic syndromes, Curr Top Behav Neurosci.
2011;6:125-38.
Suardi, M., (2012), Pengantar Pendidikan : Teori dan Aplikasi, Jakarta: Indeks.
Subagyo Partodiharjo, 2010, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya,
Jakarta: Erlangga.
Sudigdo S., dan Sofyan I., 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Jakarta: Sagung Seto.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta.
Sunarno, 2007, Narkoba (Bahaya dan Upaya Pencegahannya), PT. Bengawan
Solo, Semarang.
Turana, Y., Mayza, A., Luwempouw S.F., 2004, Pemeriksaan Status Mini Mental
pada usia lanjut di Jakarta, Medika, vol. 30, 9, 563-568.
UNODC, 2012, World Drug Report 2012, Online http://unodc.gov/word-drugs-
repoort-2012, Diakses Pada Tanggal 10 Februari 2014.
Weuve, J. et al., 2004, Physical Activity, Including Walking, and Cognitive
Function in Older Women, Journal of the American Medical
Association, 292(12):1454–1461.
Winarto, 2007, Ada Apa dengan Narkoba, CV Aneka Ilmu,Semarang.
Woicik, P.A., Moeller, S.J., Alia-Klein, N., Maloney, T., Lukasik, T,M., Yeliosof,
O., Wang, G., Volkow, N.D., Goldstein, R.Z., 2008, The Neuropsychology
of Cocaine Addiction: Recent Cocaine Use Masks Impairment.,
Neuropsychopharmacology, I-II.
72
Yaffe K, Barnes D, Nevitt M, Li-Yung Lui, Covinsky K., 2001, A Prospective
study of physical activity and cognitive decline in elderly women who
walk, Arch Intern Med, 161:1703-1708.
Wreksoatmodjo, 2013, Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan
Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif, Jakarta: FK Universitas
Atmajaya Jakarta.
LAMPIRAN
73
Lampiran 1
74
Lampiran 2
75
Lampiran 3
76
Lampiran 4
DATA JUMLAH TAHANAN DAN NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I
KEDUNGPANESEMARANG
77
Lampiran 5
DATA JUMLAH NARAPIDANA NARKOBA PENGGUNA
78
Lampiran 6
MINI MENTAL STATE EXAMINATION
(MMSE)
Original author: Marshal F. Folstein
No. : _______________________
Nama subjek : _______________________
Usia subjek : _______ tahun ______ bulan
Lama konsumsi
Narkoba : ______________ tahun
Pendidikan : _______________________
Lama di Lapas : _______________________
Tanggal tes : _______________________
Tempat tes : _______________________
Item Tes Nilai
maks. Nilai
1
2
ORIENTASI
Waktu
Tahun berapakah sekarang?
Musim apakah sekarang?
Bulan apakah sekarang?
Tanggal berapakah sekarang?
Hari apakah sekarang?
Tempat
Bisakah Anda memberitahu saya nama tempat ini?
Di lantai berapakah kita sekarang?
Di kota manakah kita sekarang?
Di negara manakah kita sekarang?
Di propinsi manakah kita sekarang?
5
5
Total skor : ______/30
Kategori :
79
3
4
5
6
7
REGISTRASI
Minta subjek untuk mengulangi tiga kata (ROKOK,
PINTU, BUNGA). Pengulangan pertama ialah yang
dinilai. Jika subjek tidak dapat mengulang ketiganya
dengan benar, minta subjek untuk terus mencoba
sampai enam kali atau sampai subjek dapat mengulang
dengan benar.
ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban (93, 86, 79,
72, 65)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
Subyek disuruh menyebut kembali 3 nama benda di
atas
BAHASA
Tanyakan kepada subjek nama dari benda berikut ini
(tunjukkan bendanya):
JAM TANGAN
PENSIL
Responden diminta mengulang rangkaian kata: ” tanpa
kalau dan atau tetapi ”
3
5
3
2
1
80
8
9
10
11
Responden diminta melakukan perintah: “ Ambil
kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi dua
dan letakkan di lantai”.
Responden diminta membaca dan melakukan perintah
“Angkatlah tangan kiri anda”
Berikan kertas kosong dan alat tulis kepada subjek.
Minta subjek menuliskan sebuah kalimat. Kalimat
harus mengandung satu SUBJEK dan satu
PREDIKAT
Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
3
3
1
1
Pedoman Skor kognitif global (secara umum):
Nilai: 24 -30: normal
Nilai: 17-23 : probable gangguan kognitif
Nilai: 0-16:definite gangguan kognitif
Dikutip dari: Kolegium Psikiatri Indonesia. Program pendidikan dokter spesialis
psikiatri. Modul Psikiatri Geriatri. Jakarta (Indonesia): Kolegium Psikiatri
Indonesia; 2008.
81
82
PEJAMKAN
MATA
ANDA
83
Lampiran 7
REKAPITULASI HASIL PENELITIAN
No.
Responden Umur Pend.
Lama
konsumsi
(Tahun)
Total Skor
MMSE Kategori
1 29 SMA 2 21 Probable Gangguan
Kognitif
2 28 SMA 2 24 Normal
3 55 SD 5 19 Probable Gangguan
Kognitif
4 39 SMA 2 20 Probable Gangguan
Kognitif
5 28 SMA 4 25 Normal
6 29 S1 2 30 Normal
7 37 SMP 2 26 Normal
8 28 SD 2 23 Probable Gangguan
Kognitif
9 30 SMP 3 26 Normal
10 22 D3 10 23 Probable Gangguan
Kognitif
11 39 SMP 15 23 Probable Gangguan
Kognitif
12 23 SMA 2 27 Normal
13 47 SD 2 24 Normal
14 37 SMP 7 21 Probable Gangguan
Kognitif
15 55 SD 14 21 Probable Gangguan
Kognitif
16 34 S1 14 28 Normal
17 31 SMP 2 22 Probable Gangguan
Kognitif
18 31 SMA 3 23 Probable Gangguan
Kognitif
19 30 SMK 2 23 Probable Gangguan
Kognitif
84
20 33 SMK 12 27 Normal
21 41 SMK 2 23 Probable Gangguan
Kognitif
22 35 SMP 2 24 Normal
23 33 SMK 12 27 Normal
24 41 SMA 18 22 Probable Gangguan
Kognitif
25 31 SMA 2 22 Probable Gangguan
Kognitif
26 16 SMP 2 19 Probable Gangguan
Kognitif
27 37 SMK 3 26 Normal
28 29 D1 5 20 Probable Gangguan
Kognitif
29 26 SMK 10 22 Probable Gangguan
Kognitif
85
Lampiran 8
Analisis Univariat
1. Variabel Usia
Usia
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 15-24 tahun 3 10.3 10.3 10.3
25-34 tahun 15 51.7 51.7 62.1
35-44 tahun 8 27.6 27.6 89.7
45-54 tahun 3 10.3 10.3 100.0
Total 29 100.0 100.0
2. Variabel Tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 11 37.9 37.9 37.9
Tinggi 18 62.1 62.1 100.0
Total 29 100.0 100.0
3. Variabel Lama Penyalahgunaan Narkoba
Lama penyalahgunaan narkoba
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 2-5 tahun 20 69.0 69.0 69.0
6-9 tahun 1 3.4 3.4 72.4
10 tahun atau
lebih 8 27.6 27.6 100.0
Total 29 100.0 100.0
86
4. Variabel Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Probable gangguan
kognitif 17 58.6 58.6 58.6
Normal 12 41.4 41.4 100.0
Total 29 100.0 100.0
5. Variabel Lama di Lapas
Lama di lapas
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari 1
tahun 13 44.8 44.8 44.8
1 tahun atau lebih 16 55.2 55.2 100.0
Total 29 100.0 100.0
87
Lampiran 9
Analisis Bivariat
1. Usia * Fungsi Kognitif (Sebelum penggabungan sel)
Crosstab
2 1 3
1.8 1.2 3.0
66.7% 33.3% 100.0%
8 7 15
8.8 6.2 15.0
53.3% 46.7% 100.0%
5 3 8
4.7 3.3 8.0
62.5% 37.5% 100.0%
2 1 3
1.8 1.2 3.0
66.7% 33.3% 100.0%
17 12 29
17.0 12.0 29.0
58.6% 41.4% 100.0%
Count
Expected Count
% within Us ia
Count
Expected Count
% within Us ia
Count
Expected Count
% within Us ia
Count
Expected Count
% within Us ia
Count
Expected Count
% within Us ia
15-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun
Usia
Total
Probable
gangguan
kognitif Normal
Fungs i kognitif
Total
Chi-Square Tests
.383a 3 .944
.385 3 .943
.064 1 .800
29
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.24.
a.
88
Usia * Fungsi kognitif (Setelah penggabungan sel)
Symmetric Measures
.114 .944
-.048 .182 -.249 .805c
-.050 .183 -.261 .796c
29
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothes is.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
aOdds Ratio for
Usia (15-24 tahun
/ 25-34 tahun)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They
are only computed for a 2*2 table without empty cells .
a.
Crosstab
10 8 18
10.6 7.4 18.0
55.6% 44.4% 100.0%
7 4 11
6.4 4.6 11.0
63.6% 36.4% 100.0%
17 12 29
17.0 12.0 29.0
58.6% 41.4% 100.0%
Count
Expected Count
% within Us ia (Gabung)
Count
Expected Count
% within Us ia (Gabung)
Count
Expected Count
% within Us ia (Gabung)
15-24 tahun +
25 - 34 tahun
35-44 tahun +
45 - 54 tahun
Usia
(Gabung)
Total
Probable
gangguan
kognitif Normal
Fungsi kognitif
Total
89
Chi-Square Tests
.184b 1 .668
.002 1 .968
.185 1 .667
.717 .486
.177 1 .674
29
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
Computed only for a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.
55.
b.
Symmetric Measures
.079 .668
-.080 .184 -.415 .681c
-.080 .184 -.415 .681c
29
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothes is.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
.714 .153 3.334
.873 .475 1.604
1.222 .479 3.119
29
Odds Ratio for Us ia
(Gabung) (15-24 tahun
+ 25 - 34 tahun / 35-44
tahun + 45 - 54 tahun)
For cohort Fungsi
kognitif = Probable
gangguan kogniti f
For cohort Fungsi
kognitif = Normal
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
90
2. Tingkat Pendidikan * Fungsi kognitif
Crosstab
Fungsi kognitif
Total Probable
gangguan kognitif Normal
Pendidikan Rendah Count
Expected Count
7 4 11
6.4 4.6 11.0
% within pendidikan 63.6% 36.4% 100.0%
Tinggi Count
Expected Count
10 8 18
10.6 7.4 18.0
% within pendidikan 55.6% 41.4% 100.0%
Total Count
Expected Count
17
17.0
12
12.0
29
29.0
10.6 7.4 18.0
Chi-Square Tests
.184b 1 .668
.002 1 .968
.185 1 .667
.717 .486
.177 1 .674
29
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
Computed only for a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.
55.
b.
Symmetric Measures
.079 .668
.080 .184 .415 .681c
.080 .184 .415 .681c
29
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothes is.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
91
3. Lama Penyalahgunaan Narkoba * Fungsi Kognitif (Sebelum
penggabungan sel)
Risk Estimate
1.400 .300 6.534
1.145 .623 2.105
.818 .321 2.088
29
Odds Ratio for
Pendidikan (Gabung) (SD
+ SMP / SMA/SMK + PT)
For cohort Fungs i kognitif
= Probable gangguan
kognitif
For cohort Fungs i kognitif
= Normal
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
Crosstab
11 9 20
11.7 8.3 20.0
55.0% 45.0% 100.0%
1 0 1
.6 .4 1.0
100.0% .0% 100.0%
5 3 8
4.7 3.3 8.0
62.5% 37.5% 100.0%
17 12 29
17.0 12.0 29.0
58.6% 41.4% 100.0%
Count
Expected Count
% within Lama
penyalahgunaan narkoba
Count
Expected Count
% within Lama
penyalahgunaan narkoba
Count
Expected Count
% within Lama
penyalahgunaan narkoba
Count
Expected Count
% within Lama
penyalahgunaan narkoba
2-5 tahun
6-9 tahun
10 tahun atau lebih
Lama penyalahgunaan
narkoba
Total
Probable
gangguan
kognitif Normal
Fungsi kognitif
Total
92
Chi-Square Tests
.864a 2 .649
1.226 2 .542
.185 1 .667
29
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .41.
a.
Symmetric Measures
.170 .649
-.081 .184 -.424 .675c
-.093 .183 -.487 .630c
29
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothes is.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
aOdds Ratio for Lama
penyalahgunaan narkoba
(2-5 tahun / 6-9 tahun)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They
are only computed for a 2*2 table without empty cells .
a.
93
Lama Penyalahgunaan Narkoba * Fungsi kognitif (Setelah penggabungan)
Crosstab
12 9 21
12.3 8.7 21.0
57.1% 42.9% 100.0%
5 3 8
4.7 3.3 8.0
62.5% 37.5% 100.0%
17 12 29
17.0 12.0 29.0
58.6% 41.4% 100.0%
Count
Expected Count
% within Lama
Penggunaan (Gabung)
Count
Expected Count
% within Lama
Penggunaan (Gabung)
Count
Expected Count
% within Lama
Penggunaan (Gabung)
2-5 tahun + 6 - 9 tahun
10 tahun atau lebih
Lama Penggunaan
(Gabung)
Total
Probable
gangguan
kognitif Normal
Fungsi kognitif
Total
Chi-Square Tests
.069b 1 .793
.000 1 1.000
.069 1 .793
1.000 .568
.066 1 .797
29
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.
31.
b.
94
4. Lama di Lapas * Fungsi Kognitif
Crosstab
Fungsi kognitif
Total
Probable gangguan
kognitif Normal
Lama di lapas Kurang dari 1 tahun F 12 1 13
% 92.3% 7.7% 100.0%
1 tahun atau lebih F 5 11 16
% 31.2% 68.8% 100.0%
Total F 17 12 29
% 58.6% 41.4% 100.0%
Symmetric Measures
.049 .793
-.049 .184 -.253 .802c
-.049 .184 -.253 .802c
29
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothes is.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
.800 .150 4.258
.914 .476 1.755
1.143 .411 3.175
29
Odds Ratio for Lama
Penggunaan (Gabung)
(2-5 tahun + 6 - 9 tahun /
10 tahun atau lebih)
For cohort Fungsi
kognitif = Probable
gangguan kognitif
For cohort Fungsi
kognitif = Normal
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% Confidence
Interval
95
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 11.023a 1 .001
Continuity Correctionb 8.650 1 .003
Likelihood Ratio 12.410 1 .000
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association
10.643 1 .001
N of Valid Casesb 29
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.38.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Errora Approx. Tb
Approx. Sig.a
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.525
.001
Interval by Interval Pearson's R .617 .134 4.069 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation
.617 .134 4.069 .000c
N of Valid Cases 29
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
96
Lampiran 10