hubungan sistem manajemen proses produksi terhadap analisa
DESCRIPTION
Jurnal PeternakanTRANSCRIPT
-
24
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
HUBUNGAN SISTEM MANAJEMEN PROSES PRODUKSI TERHADAP ANALISA
USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR JANTAN DI KABUPATEN MALANG
Utut Sylvia Ekaning Rahadi 1), Nenny Harijani 2), Koesnoto Suprianondo 3)
1)Mahasiswa, 2) Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner,3)Departemen Peternakan
Fakultas Kedokteran Hewan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetuhi hubungan antara sistem manajemen
proses produksi dengan analisis kelayakan usaha pada usaha peternakan ayam petelur
jantan serta untuk mengetahui perbedaan antara sistem manajemen proses produksi,
analisis finansial serta analisis kelayakan usaha pada pola kemitraan dan mandiri di
Kabupaten Malang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey.
Pengumpulan data melalui obeservasi langsung dan wawancara. Data dianalisis dengan
menggunakan Parsial Least Square (PLS) untuk mengetahun hubungan sistem manajemen
proses produksi dengan analisis kelayakan usaha dan Categorical Principal Components
Analysis (CATPCA) untuk mengetahui perbedaan sistem manajemen proses produksi,
analisis finansial, analisis kelayakan usaha antara pola mandiri dan kemitraan. Hasil
penelitian menunujukkan adanya hubungan antara sistem proses produksi dengan
analisis kelayakan usaha, serta adanya perbedaan antara sistem manajemen proses
produksi antara pola kemitraan dan mandiri, namun tidak ada perbedaan antara analisis
finansial dan analisis kelayakan usaha antara pola kemitraan dan mandiri. Sistem
manajemen proses produksi memiliki dampak positif dalam kelayakan usaha pada
peternakan ayam petelur jantan di Kabupaten Malang.
Kata kunci : ayam petelur jantan, analisis kelayakan usaha, sistem manajemen proses
produksi, kabupaten malang.
PENDAHULUAN
Komoditas unggas mempunyai
prospek pasar yang sangat baik karena
didukung oleh karakteristik produk
unggas yang dapat diterima oleh
masyarakat Indonesia dengan harga
relatif murah dengan akses yang mudah
diperoleh. Hal ini mengindikasikan
konsumsi masyarakat akan hasil
komoditas unggas semakin baik dan
merupakan peluang bagi usaha dan
industri perunggasan untuk
mengembangkan usahanya (Sutawi,
2007).
-
25
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
Daging ayam yang dikonsumsi
berasal dari daging broiler dan daging
ayam kampung. Ketersedian akan ayam
kampung masih terbatas dan harganya
relatif mahal. Alternatif yang digunakan
untuk menggantikan daging ayam
kampung yaitu daging ayam petelur
jantan. Penelitian penggemukan ayam
petelur jantan yang dilakukan oleh
Gerken et al. (2003) selama 18 minggu,
disimpulkan bahwa flavor yang mirip
ayam kampung ini disebabkan oleh
penumpukan lemak dalam tubuh yang
berkurang dan akan terjadi peningkatan
kandungan protein dalam urat daging.
Ayam petelur jantan masih
menjadi peluang yang sangat besar bagi
industri peternakan perunggasan di
Indonesia, hal ini disebabkan karena bibit
ayam petelur jantan mudah didapatkan
serta pasar penjualan daging ayam
petelur jantan telah memiliki target pasar
sendiri. Peluang-peluang tersebut masih
sangat potensial meskipun pendapatan
dan jumlah penduduk perkotaan
Indonesia konstan (Wiyono, 2007).
Peternakan ayam petelur jantan
dibagi menjadi dua, peternakan mandiri
dan peternakan kemitraan. Peternak
mandiri prinsipnya menyediakan
seluruh input produksi dari modal
sendiri dan bebas memasarkan
produknya. Pola peternakan ayam
dengan sistem kemitraan, kemitraan
sebagai usaha beternak ayam dengan
cara menjalin kerjasama baik dengan
pemodal, perusahaan pakan, maupun
perusahaan pembibitan.
Keberhasilan usaha peternakan
tidak terlepas dari tiga faktor penting,
yaitu bibit, makanan dan manajemen.
Ketiga faktor produksi tersebut
merupakan satu kesatuan sistem. Sistem
manajemen terdiri atas sistem
pemeliharaan, perkandangan, pakan dan
pengendalian penyakit. Salah satu
parameter yang dapat dipergunakan
untuk mengukur keberhasilan suatu
usaha adalah tingkat keuntungan yang
diperoleh dengan cara pemanfaatan
faktor-faktor produksi secara efisien
(Yunus, 2009). Maka dilakukan penelitian
tentang hubungan sistem manajemen
proses produksi terhadap kelayakan
usha peternakan ayam petelur jantan di
kabupaten Malang dengan survei pola
kemitraan dan mandiri.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan melakukan
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
-
26
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
survey lapangan. Teknik pengambilan
sampel secara purposive sampling
berdasarkan pola peternakan kemitraan
dan mandiri, jumlah populasi (diatas
5000 ekor) dan lama berternak (3-5
tahun) dengan total 14 peternak.
Pengambilan sampel dilakukan di
kabupaten Malang. Metode penelitian
menggunakan metode survei.
Pengambilan data tiap peternak meliputi
sistem pemeliharaan, perkandangan,
pakan, pengendalian penyakit, biaya
tetap, biaya variabel, biaya investasi dan
penerimaan. Pengolahan data
menggunakan rumus kelayakan,
smartPLS, dan Categorical Principal
Components Analysis.
HASIL dan PEMBAHASAN
Hasil Categorical Principal
Components Analysis untuk sistem
manajemen proses produksi disajikan
dalam Gambar 5.1
Gambar 5.1 Hasil CAPTCA sistem manajemen proses produksi
Berdasakan hasil terdapat
perbedaan antara pola kemitraan dan
pola mandiri. Pada gambar tampak yang
mendekati garis pola usaha kemitraan
adalah pemeliharaan, pakan, kesehatan,
dan kandang, sedangkan yang
mendekati garis pola usaha mandiri
adalan perkandangan. Perbedaan dengan
analisis dapat diperkuat dengan hasil
kuisioner. Faktor yang membedakan pola
kemitraan dan mandiri pada sistem
manajemen proses produksi berdasarkan
hasil kuisioner adalah ketersediaan day
old chick, lama pemeliharaan, pergantian
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
-
27
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
antar periode pemeliharaan (chick in) dan
pengolahan limbah.
Ketersediaan day old chicken pada
pola kemitraan lebih baik daripada pola
mandiri. Penjadwalan chick in pada PT
Sinar Sarana Sentosa sudah ditetapkan
dalam kontrak setiap hari selasa dan
kamis, sehingga sudah terjadwal dengan
baik. Pola mandiri memiliki kelemahan
pada ketersediaan day old chicken, hal ini
disebabkan peternak mandiri membeli
day old chicken di poultry shop. Pengolahan
limbah berupa litter dan feses pada
peternakan ayam petelur jantan dengan
pola kemitraan dan mandiri terbagi
menjadi dua yaitu limbah diolah sebagai
pupuk dan digunakan sendiri oleh
peternak, atau limbah diolah sebagai
pupuk dan dijual ke petani. Lama
pemeliharaan ayam petelur jantan dan
periode pergantian pemeliharaan ayam
pada pola kemitraan lebih baik dari pada
pola mandiri, hal ini disebabkan karena
pada pola kemitraan ada target berat
badan yang dicapai pada umur 55-60 hari
serta periode pergantian ayam kurang
dari satu bulan, sedangkan pada pola
mandiri tidak ada target tersebut. Target
pencapaian berat badan pada pola
kemitraan didukung oleh pakan yang
telah di formulasikan khusus oleh pihak
kemitraan, pakan yang digunakan pada
pola mandiri menggunakan pakan starter
berbagai macam pabrik pakan. Hal ini
juga menunjukkan sistem manajemen
pakan pada pola kemitraan lebih bagus
dari pada pola mandiri. Pemberian
jumlah pakan per hari untuk ayam pada
mase starter dan finisher pada peternakan
ayam petelur jantan dengan pola
kemitraan terjadwal. Pola mandiri
pemberian jumlah pakan berdasarkan
panduan menurut strain day old chick
yang digunakan.
Sistem perkandangan pada pola
kemitraan dan mandiri memiliki tidak
terdapat perbedaan yang nyata, karena
antara pola kemitraan dan mandiri tidak
memenuhi persyaratan kandang yang
baik berdasarkan hasil kuisioner. Arah
kandang yang dimiliki oleh peternak
tidak sesuai dengan persyaratan kandang
yang baik, arah kandang yang dimiliki
oleh peternak dibuat mengikuti
permukaan tanah. Jarak kandang dengan
rumah penduduk pada kedua pola ini
memenuhi kriteria cukup, jarak antara
kandang dengan rumah penduduk 500
m. Jarak kandang dengan kandang
berada dikriteria cukup 500 m.
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
-
28
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
Kepadatan pada kandang ayam pejantan
berada di kriteria baik, jumlah ayam per
meter2 12-13 ekor. Pengaturan kepadatan
dalam kandang untuk mencegah
heatstress dan mengurangi sifat kanibal
yang dimiliki oleh ayam petelur jantan.
Ketersediaan peralatan pada peternakan
ayam petelur pola kemitraan dan
mandiri pada kriteria cukup. Kontruksi
kandang milik peternak pada pola
kemitraan dan pola mandiri belum
memenuhi standar kontruksi kandang
yang baik.
Pengendalian penyakit pada pola
kemitraan lebih baik dibandingkan pada
pola mandiri, karena pada pola
kemitraan sudah ada jadwal yang pasti
tentang program pencegahan pada
penyakit serta adanya monitoring dari
pihak kemitraan selama 24 jam via
telefon dan kunjungan ke peternakan
seminggu sekali, namun pada pola
mandiri belum ada program yang
terjadwal dan tenaga medis yang
terjadwal.
Hasil Categorical Principal
Components Analysis untuk analisa
finansial yang meliputi biaya investasi,
biaya tetap, biaya variabel, penerimaan,
dan laba disajikan dalam Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Hasil CAPTCA analisis finansial
Berdasarkan analisis dengan
menggunakan CAPTCA pada analisis
finansial antara pola kemitraan dan
mandiri tidak berbeda. Perbedaan
analisis pada peternakan pola kemitraan
dan mandiri dapat dilihat pada
perbedaan laba yang diperoleh setiap
pola. Pola mandiri memperoleh laba
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
ZUHDIHighlight
-
29
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
lebih sedikit dibandingkan dengan pola
kemitraan. Faktor yang mempengaruhi
perbedaan laba antara pola kemitraan
dan mandiri adalah penerimaan dan total
biaya produksi. Biaya total produksi dan
penerimaan berpengaruh terhadap
keuntungan yang diterima oleh peternak.
Keuntungan yang diperoleh merupakan
selisih dari total nilai produksi terhadap
biaya-biaya yang dikeluarkan selama
proses produksi
Faktor yang mempengaruhi
penerimaan pada pola kemitraan dan
mandiri adalah
berat badan panen, harga jual dan hasil
penjualan limbah. Perbedaan berat badan
panen disebabkan adanya target berat
badan yang dicapai sesuai umur panen.
Perbedaan harga jual antara pola
kemitraan dan mandiri karena pada pola
kemitraan harga jual sudah diatur oleh
kontrak antara plasma dan inti,
sedangkan pada mandiri berdasarkan
harga pasar.
Biaya total produksi faktor yang
berpengaruh yaitu biaya variabel yang
meliputi harga DOC, harga pakan dan
harga obat-obatan. Pada pola kemitraan
harga DOC, pakan, dan obat-obatan
sudah diatur dalam kontrak perjanjian
inti dan plasma, namun pola mandiri
berdasarkan harga pembelian barang dan
kebutuhan. Harga pakan ayam
berpengaruh terhadap biaya total
produksi.
Hasil Categorical Principal
Components Analysis untuk kelayakan
usaha yang meliputi B/C Ratio, BEP unit,
BEP biaya dan PP disajikan dalam
Gambar5.3.
Gambar 5.3 Hasil CAPTCA analisis kelayakan usaha
ZUHDIHighlight
-
30
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
Berdasarkan analisis dengan
menggunakan CAPTCA pada analisis
kelayakan usaha pada pola mandiri dan
kemitraan tidak ada perbedaan. Pada
gambar tampak B/C Ratio, BEP unit, BEP
biaya dan PP berada di pola kemitraan
dan mandiri.
Berdasarkan penghitungan B/C
ratio pada kedua pola peternakan ayam
di usaha peternakan ayam hasilnya lebih
dari 1. Hasil perhitungan BEP unit dan
biaya antara pola kemitraan dan mandiri
terdapat perbedaan yang nyata. Hal ini
disebabkan pola kemitraan dan mandiri
menghasilkan produksi lebih dari BEP
unit, serta pada BEP harga, harga jual
lebih tinggi dari BEP harga. Hasil
penghitungan payback periode dalam
tahun yaitu
Nama Peternak
A B C D E F G H I J K L M N
PP (tahun)
2,5 2,7 2,5 2,5 2,5 2,5 2,7 4,5 4,6 4,0 2,9 3,4 3,6 3,4
Berdasarkan hasil data menunjukkan
bahwa payback periode pada pola
kemitraan lebih cepat dibandingkan
pada pola mandiri.
Partial Least Square (PLS)
digunakan untuk mengetahui hubungan
sistem manajemen proses produksi
peternakan ayam petelur jantan dengan
kelayakan analisa usaha. Hasil pengujian
inner model dapat dilihat ditabel 5.2.
Sistem Manajemen -> Analisis Kelayakan
Analisis Finansial -> Analisis Kelayakan
Sistem Manajemen -> Analisis Finansial
Original Sample
Estimate 0.527 0.367 0.325
Mean Of Subsamples
0.536 0.411 0.339
Standard Deviation
0.109 0.126 0.103
T-Statistic 5.709 5.709 5.709
Tabel 5.2. Path cooffisien (mean, STDEV, T-Value)
-
31
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
Hubungan antara sistem
manajeme proses produksi dengan
kelayakan usaha mendapatkan nilai 5.709
yang artinya ada pengaruh antara sistem
manajemen proses produksi dengan
analisa kelayakan usaha karena nilai
lebih dari 1,96 pada nilai T-statistik.
Tabel 5.1. Hasil R-Square sistem
manajemen dan analia usaha peternakan
ayam petelur jantan
Variabel Laten R-square
sistem manajemen -
analisis kelayakan 0.522
analisis finansial 0.106
Hasil dari analisis data
menggunakan analisis partial least squares
dengan R-square menunjukkan hasil
0,106 untuk hubungan antara manajeman
dan analisis finansial, serta 0,522 untuk
hubungan antara sistem manajemen
proses produksi dengan analisis
kelayakan usaha. Semakin baik sistem
manajemen proses produksi maka
semakin baik pula kelayakan usahanya,
yang akhirnya akan akan mempengaruhi
besar keuntungan yang didapat
peternak.
KESIMPULAN
Perbedaan pada usaha
peternakan ayam petelur jantan pola
kemitraan dan mandiri pada sistem
manajemen proses produksi yaitu pada
sistem pemeliharaan, perkandangan,
pakan, dan pengendalian penyakit. Pola
kemitraan sistem manajemen proses
produksi lebih unggul dibandingkan
dengan pola mandiri. Usaha peternakan
ayam petelur jantan pola kemitraan dan
mandiri dari aspek analisa kelayakan
usaha dengan menggunakan analisa
Categorical Principal Components Analysis
(CATPCA) tidak terdapat perbedaan,
namun perbedaan tersebut nampak pada
perhitungan B/C Ratio, BEP dan PP
masing-masing pola. Sistem manajemen
proses produksi dan kelayakan usaha
saling berhubungan. Sistem manajemen
proses produksi pada peternakan ayam
petelur jantan pada sistem pemeliharaan,
perkandangan, pakan dan pengendalian
penyakit yang sesuai dengan persyaratan
yang baik berpengaruh terhadap
penerimaan dan keuntungan yang
didapat peternak.
-
32
AGROVETERINER Vol.3, No.1 Desember 2014
DAFTAR PUSTAKA
Gerken, M., D. Jaenecke Dan M. Kreuzer.
2003. Growth, behaviour and
carcass characteristics of egg-type
cockerels compared to male broiler.
Worlds Poult. Sci. Vol. 59, March
2003.
Ghozali, I, 2008. Structural Equation
Modeling Metode Alternatif
dengan Partial Least Square (PLS).
Badan Penerbit Universitas
Dipenogoro. Semarang.
Himawati, D. 2006 . Analisa Resiko
Finansial Usaha Peternakan
Ayam Pedaging pada
Peternakan Plasma Kemitraan
KUD Sari Bumi di Kecamatan
Bululawang Kabupaten
Malang. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya Malang.
Sultoni, Azis. 2006. Pengaruh
Penggunaan Berbagai Konsentrat
Pabrikan terhadap Optimalisasi
Konsumsi Pakan, Hen Day
Production, dan Konversi
Pakan.Jurnal Vol.14 No.2 Tahun
2006.
Sutawi. 2007. Agribisnis
Peternakan.Kapita
selekta.Universitas Muhamadiyah
Malang Press. Malang.
Syukur, S. H. 2008. Analisis Break Even
Ponit Usaha Peternakan Rakyat
Ayam Petelur di Kecamatan Palu
Selatan. Jurnal, Agribis 9(1):41-49,
April 2008
Wiyono IE. 2007. Peluang dan Tantangan
Industri Peternakan. Charoen
Pokphand: 1-4