hubungan publikasi survei di media massa (tesis)

Upload: andrian-navichencko

Post on 03-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Publikasi survei di media massa

TRANSCRIPT

HUBUNGAN PUBLIKASI SURVEI DENGAN SIKAP PEMILIH DI KALANGAN MAHASISWA(Studi Analisis Korelasi Pada Masyarakat Sumatera Utara Mengenai Publikasi Survei di Media Massa)

Usulan PenelitianDiajukan sebagai bahan Seminar Usulan Penelitian Dalam Rangka Penulisan Tesis Program Magister Ilmu Komunikasi (MIKom)

Oleh :GEMA NUSANTARA2010010362001

PASCASARJANAUNIVERSITAS JAYABAYAJAKARTA2013DAFTAR ISI

DAFTAR ISI2BAB I. PENDAHULUAN31.1 Latar belakang masalah.........................................................................31.2 Perumusan masalah dan Identifikasi masalah......................................111.3 Tujuan...................................................................................................121.4 Kegunaan Penelitian.............................................................................12BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................132.1 Landasan Teori...................................................................................132.1.1 Survei......................................................................................132.1.2 Sejarah lembaga survei...........................................................152.1.3 Publikasi.................................................................................192.1.4 Opini Publik...........................................................................282.1.5 Bandwagon Effect..................................................................302.1.6 Underdog Effect.....................................................................302.2 Studi Terdahulu..................................................................................312.3 Teori yang digunakan..........................................................................352.3.1 Teori Sikap.............................................................................352.4 Hipotesis Kerja....................................................................................372.5 Model Hubungan Antar Variabel.........................................................37BAB III. METODOLOGI.....................................................................................393.1 Rancangan Penelitian dan Desain.......................................................393.2 Penentuan Subjek Penelitian...............................................................393.3 Variabel Penelitian..............................................................................413.4 Teknik Pengumpulan Data..................................................................423.5 Analisis Data.......................................................................................433.6 Uji Reabilitas dan Validitas.........................................................44I. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSejak reformasi berlangsung di Indonesia tahun 1998, sistem politik mulai berubah. Kini kepala pemerintahan dipilih langsung. Presiden dipilih langsung. Gubernur dipilih langsung. Bupati, walikota juga dipilih langsung. Metode dan kultur kompetisi berubah. Seseorang menjadi presiden, gubernur, walikota bukan lagi ditentukan partai. Mereka terpilih bukan lagi karena petunjuk pejabat, juga bukan lagi dipilih oleh anggota parlemen. Mereka menjadi pemimpin pemerintahan karena dipilih langsung oleh ratusan ribu bahkan jutaan pemilih.Politik menjadi tak pasti. Siapa yang menang, siapa yang kalah, susah di prediksi. Calon partai besar bisa kalah. Presiden yang ingin menjadi presiden lagi juga bisa kalah. Orang mulai mencari pegangan baru untuk memahami sebab musabab kemenangan dan kekalahan seseorang dalam Pemilu yang dipilih langsung.Pemberitaan media massa yang begitu massif mengenai publikasi survei telah mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, tak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa memiliki kebutuhan akan informasi yang sangat besar untuk menambah wawasan mereka. Informasi-informasi yang biasanya diakses mahasiswa, khususnya mahasiswa ilmu sosial adalah informasi tentang percaturan politik di Indonesia. Perkembangan politik di Indonesia semakin menarik perhatian publik, khususnya mahasiswa. Survei mengenai pendapat publik terhadap kondisi politik di Indonesia merupakan salah satu informasi yang sering diakses oleh mahasiswa. Banyak kalangan mahasiswa yang berdecak kagum dengan tingkat akurasi survei di Indonesia.Survei merupakan salah satu metode yang sering dipakai untuk mengetahui preferensi para pemilih. Melalui survei, para peneliti bisa membuat meramalkan kandidat atau partai mana yang berpeluang menang. Menurut Umar S Bakry Direktur Lembaga Survei Nasional (Koran Jakarta, 24 Sepetember 2008):Survei dan demokrasi adalah satu paket. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi atau demokrasinya sudah mapan maka survei akan menjadi kebutuhan. Indonesia sedang dalam transisi menuju demokrasi. Di situlah survei dibutuhkan. Amerika Serikat (AS) saja yang demokrasinya sudah maju masih membutuhkan ribuan lembaga survei. Orang AS sadar dengan adanya survei, politik menjadi lebih pasti dan rasional. Orang AS paham bahwa survei membuat apa yang kita targetkan dapat dikalkulasi lebih dini. Sebab itu orang AS tidak gagap dan emosi menerima hasil pemilu karena semuanya telah terkalkulasi sejak awal melalui aneka survei. Awalnya, ketika metode itu dipakai menjelang Pemilihan Presiden 2004, banyak orang meremehkannya. Survei tak lebih dipandang sebagai kembangan pilpres. Hal ini tidak lepas dari hasil survei awal, Susilo Bambang Yudhoyono mengungguli calon lainnya. Padahal, SBY berasal dari partai baru, Partai Demokrat, sedangkan calon lain dari partai besar. Para pengkritik itu berasumsi pilihan partai akan berbanding lurus dengan pilihan capres.Ketika hasil Pilpres 2004 mirip dengan hasil survei, barulah banyak orang terbelalak. Lebih-lebih para pelaku survei itu juga melakukan quick count hasil pemilihan, yang hasilnya mendekati penghitungan manual. Orang semakin percaya pada hasil survei. Bahkan, para penyelenggara survei kemudian disebut dukun politik. Mereka pun mulai banyak dilirik dan laris manis. Sejak saat itu, muncul lembaga survei baru, termasuk dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).Melihat fenomena inilah maka lembaga survei mulai bertumbuhan bagaikan Jamur pada musim hujan. Lembaga survei tersebut ada banyak macam ragamnya mulai dari yang dikelola secara professional, sampai dengan yang dikelola secara asal-asalan. Fungsi lembaga survei menurut Toto Sugiarto Direktur Eksekutif Soegeng Saryadi Syndicate : Fungsi lembaga survei adalah mengukur denyut nadi politik rakyat. Kemudian juga, untuk melihat alasan pemilihan publik pada satu kekuatan politik tertentu, misalnya, visi-misi atau penampilan dari calon. Kita berusaha mengetahui alasan di balik pemilihan seorang calon dan kekuatan politik tertentu.Selain itu fungsi lembaga survei terhadap elite politik adalah memberikan gambaran popularitas dan elektabilitas para elite politik. Sehingga dalam melakukan kampanye politik tidak terkesan salah alamat dan dapat efektif dalam menggunakan strategi dan ongkos politik untuk menjadi pejabat publik di pemilu atau pilkada. Para elite politik menggunakan survei selain untuk mengetahui gambaran opini publik tetapi juga sebagai pencitraan politik.Di Indonesia, jumlah lembaga survei masih jauh dari ideal untuk memberikan kontribusi bagi demokrasi yang sehat dan transparan. Menurut Umar S Bakry (koran Jakarta, 24 September 2008) : Kebutuhan lembaga survei untuk Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia seperti Indonesia ini, sedikitnya butuh 1000 lembaga survei. Sebagai perbandingan di AS sekarang ini ada lebih dari 7000 lembaga survei. Sayangnya, meskipun jumlah lembaga survei di Indonesia masih terbatas dan eksistensinya masih seumur jagung, beberapa pihak sudah mulai jengah dan gerah dengan sepak terjang lembaga survei. Para elite politik memandang lembaga survei bersifat hipokrit, artinya para elite politik apabila melihat hasil survei dan posisinya berada dibawah, mereka langsung tidak percaya dan tidak menerima hasil survei tersebut lalu menjustifikasi bahwa lembaga survei tersebut tidak kredibel atau adanya indikasi survei tersebut adalah survei pesanan. Tetapi akan sangat berbeda jika hasil survei itu posisinya berada di atas atau bagus, maka para elite politik beranggapan bahwa survei itu benar dan lembaga tersebut kredibel. Ketua DPP Partai Golkar Firman Subagyo menyatakan :Kehadiran lembaga survei tetap dibutuhkan sebagai lembaga kontrol sekaligus untuk melakukan mapping terhadap berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Paling tidak, hasil survei bisa dijadikan parameter untuk mengetahui persepsi publik terhadap partai politik maupun tingkat elektabilitas tokoh tertentu. Misalnya, seorang yang ingin maju dalam pilkada, tentunya bisa menggunakan lembaga survei untuk mengetahui sejauh mana elektabilitas atau nilai jual serta ketokohannya.Selain itu pendapat lain mengenai pentingnya lembaga survei dalam meramaikan pesta politik di Indonesia. Sekjen PDIP Tjahyo Kumolo berpendapat: Lembaga survei digunakan oleh partainya hanya sebagai kajian perbandingan saja agar dapat dilakukan lebih akurat dan objektif dan strategi politik yang dilakukannya sesuai mengenai sasaran. (Kompas, 25 September 2008).Sedangkan Sekjen Hanura Yus Usman Sumanegara menengarai (Radar Bogor, 13 April 2009):Banyak lembaga survei yang tidak kredibel dalam melakukan survei. Bahkan terkesan ada permainan kasar untuk melakukan kebohongan publik. Lembaga survei harus memiliki etika dan kredibilitas yang bisa dipertanggung jawabkan jangan sampai melakukan promosi dan mencari popularitas dan mengorbankan elektabilitas yang ada Mengenai kredibilitas lembaga survei pernah juga dipersoalkan oleh Sutiyoso yang mempertanyakan orang-orang tertentu yang rela membayar lembaga survei hanya ingin menjadi pemimpin bangsa untuk meningkatkan popularitas dirinya maupun seolah-olah terangkat dalam rating bursa capres. kalau sudah menipu diri seperti itu, bagaimana kalau nanti terpilih sebagai pemimpin bangsa. Apa yang dilakukan para capres dan parpol agar bisa terkenal melalui lembaga survei tak ubahnya seperti onani politik untuk menyenangkan dirinya sendiri tanpa didukung oleh fakta dan di lapangan. Sutiyoso juga mempertanyakan kredibilitas lembaga-lembaga survei yang seharusnya bisa memberikan gambaran dan fakta-fakta yang benar, serta realitas sosial yang ada, bukan hanya sebagai pesanan saja.Sementara itu, mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid berpendapat Lembaga survei tidak perlu ditakuti dan diyakini, karena lembaga survei bukan tuhan yang harus disembah dan juga bukan hantu yang harus ditakuti. Lembaga survei sering salah dalam memberikan hasil survei.Menurut pandangan Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry (Koran Jakarta, 24 Sepetember 2008), Mengenai lembaga survei yang tidak kredibel, sebenarnya dalam profesi apapun pasti ada yang kredibel dan ada yang tidak. Begitu pula di komunitas survei, pasti ada lembaga yang dianggap tidak kredibel tapi jangan pula menafikan lembaga survei yang kredibel, dan kita tidak bisa memukul rata semua lembaga itu.

Di negeri ini banyak orang yang salah paham terhadap survei dan lembaga survei ketimbang yang memahaminya. Salah paham yang paling mendasar adalah mengenai distribusi sampel dalam aktivitas survei politik. Bahkan seorang Jusuf Kalla pun pernah mempertanyakan bagaimana mungkin pendapat 1000 orang dapat mewakili 200 juta penduduk Indonesia? Kesalahpahaman Jusuf Kalla ini mewakili jutaan pandangan awam terhadap metode survei. Survei adalah metode ilmiah yang sudah terbukti dan teruji ribuan kali akurasinya. Asal dilakukan dengan prosedur dan metodologi yang benar mulai dari desain survei hingga eksekusi dilapangan. Pendapat 1000 responden sangat mungkin mempresentasikan pendapat 200 juta orang. Sedangkan kalau prosedurnya salah 50 juta sampel pun belum tentu mewakili pendapat 200 juta orang.Kesalahpahaman yang kedua adalah soal objektivitas, banyak pihak mencurigai hampir semua lembaga survei di Indonesia sekarang ini tidak lagi independen sehingga hasil surveinya cenderung subjektif. Hasil survei konon lebih banyak disesuaikan kepentingan klien untuk menjadi corong atau media pencitraan kekuatan politik atau capres tertentu.Akibatnya, hasil survei tentang capres menjadi berbeda-beda karena setiap lembaga survei akan menempatkan kliennya berada diatas. Menjelang pilpres 2009, banyak muncul lembaga survei yang aneh dan hasil survei yang lucu-lucu. Sangat mudah menerka lembaga tersebut mengabdi pada kepentingan apa dan siapa. Tapi harus diakui juga banyak lembaga survei yang bisa menjadi independen hasil surveinya karena berpegang teguh pada metodologi dan sikap ilmiah yang benar. Terhadap lembaga survei yang kredibel ini tidak heran publik berdecak kagum terhadap akurasi mereka dalam membuat quick count di sejumlah pilkada.Dalam melakukan publikasi survei tentunya akan menimbulkan efek terhadap setiap orang, khususnya para calon pemilih. Efek yang ditimbulkan diharapkan dapat membantu pemilih dalam menggambarkan situasi politik yang sedang terjadi saat itu, dan juga dapat membantu para pemilih untuk lebih memantapkan pilihannya nanti. Namun seringkali hasil publikasi survei diharapkan sebagian orang dapat mempengaruhi pilihan dari para pemilih nanti, sehingga banyak hasil survei yang disiarkan di media-media dapat memberikan sebuah efek, yang biasa disebut bandwagon effect dan Underdog Effect.Traugott dan Lavrakas memberikan pengertian tentang bandwagon effect yang dikutip dalam Jurnal LSI Edisi ke 3,Sebagai suatu efek yang terjadi di mana seorang (calon) pemilih mengubah preferensi pilihannya pada kandidat tertentu akibat ekspos dari hasil-hasil polling opini publik. Istilah lain, yaitu underdog effect menunjuk pada suatu efek simpati yang diberikan oleh pemilih kepada kandidat yang banyak diprediksikan kalah dalam pemilihan.Di Negara Paman Sam sana dikenal bandwagon effect dari survei elektabilitas ini sebagai bagian dari taktis atau strategi yang sengaja diciptakan untuk membuat pemilih atau konstituen lawan menjadi pesimis, sehingga diharapkan mengalihkan dukungannya kepada kandidat yang dicitrakan akan menang, juga untuk sekaligus mengajak yang golput dan yang belum mengambil keputusan, itulah ketiga segmen pasarnya.Bandwagon effect terjadi ketika kemenangan Ronald Reagan di pemilu Amerika Serikat 1980. Ketika itu, Ronald Reagan yang notabene seorang artis, berhasil mengejutkan dunia dengan memenangi pemilu dan menjadi presiden AS. Padahal, saat itu usia Reagan hampir mendekati 70 tahun. Dia tercatat sebagai presiden AS tertua ketika memperoleh kekuasaan.Kemenangan Reagan sendiri ditentukan oleh faktor bandwagon effect yang dilakukan oleh tim suksesnya. Bandwagon effect yaitu kecenderungan masyarakat akan melakukan atau memercayai sesuatu karena mayoritas orang melakukan atau mempercayai hal tersebut. Kala itu jaringan televisi NBC telah mengumumkan kemenangan Reagan dari hasil exit poll. Pengumuman exit poll dilakukan ketika pemilih di wilayah timur Amerika telah selesai memilih. Padahal di wilayah barat, pemilihan belum dilakukan karena adanya perbedaan waktu.Karena di wilayah timur Reagan menang mutlak, akibatnya pemilih di barat yang telah mengetahui kemenangan tersebut cenderung untuk memilih sang pemenang. Dan fakta membuktikan bahwa Reagan kemudian menang dengan cukup telak. Kondisi yang sama tentu dapat kita rasakan dalam pilpres yang baru saja berlangsung di Indonesia. Tim sukses SBY bahkan sudah mencoba menggunakan bandwagon effect jauh hari sebelum pilpres berlangsung. Hal ini terlihat dari survei-survei yang dilakukan oleh tim sukses SBY-Boediono. Hampir di setiap survei yang dirilis setiap tiga bulan sekali, SBY menang telak dibandingkan pasangan yang lain.Tidak hanya dilakukan sebelum pilpres, bandwagon effect bahkan dilakukan ketika hari pencontrengan tengah berlangsung. Hampir sama seperti yang dilakukan oleh NBC tahun 1980, beberapa stasiun televisi di Indonesia pun selalu meng-up date hasil sementara pilpres melalui exit poll. Hampir setiap jam kita dapat melihat bagaimana mutlaknya kemenangan SBY.Namun, yang lebih kontroversial, hasil exit poll ini diumumkan ketika masih ada daerah yang belum melakukan pemilihan. Beberapa daerah di Papua bahkan melakukan pemilihan di hari berikutnya. Hasil exit poll yang diumumkan sebelum pemilihan selesai dilaksanakan sepenuhnya tentu memengaruhi psikologi masyarakat. Kebanyakan masyarakat tentu akan beranggapan buat apa lagi memilih pasangan yang lain jika SBY sudah menang, dengan angka mutlak pula. Dalam sejarah politik di sana juga, ada lagi efek simpati yang disebut underdog effect yang terbalik dengan arah diatas, justru yang diperkirakan menang dalam survei elektabilitas, malah ternyata kalah dalam Hari H pemilu, karena para pemilih dalam melihat publikasi survei lebih simpati kepada calon-calon yang tidak diunggulkan. 1.2. Perumusan Masalah dan Identifikasi Masalah 1.2.1. Perumusan MasalahKarena terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya, masalah harus dibatasi agar dapat dijawab dan dikaji secara mendalam. Berdasarkan latar belakang masalah permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada Bagaimana hubungan publikasi survei dengan sikap pemilih di kalangan mahasiswa di wilayah Sumatera Utara?1.2.2. Identifikasi Masalah Seberapa besar korelasi antara akuratnya survei politik yang dilakukan lembaga survei mampu menggambarkan sikap mahasiswa? Seberapa besar korelasi antara terpaan pemberitaan survei di Sumatera Utara dengan sikap mahasiswa terhadap publikasi survei. Seberapa besar korelasi antara peningkatan bandwagon effect dan underdog effect di kalangan mahasiswa?

1.3. Tujuan Untuk mengetahui korelasi antara publikasi survei dengan sikap pemilih di Sumatera Utara Untuk mengetahui hubungan (bandwagon dan Underdog effect) dari publikasi survei dengan sikap pemilih di Sumatera Utara.1.4. Kegunaan Penelitian1.4.1. Kegunaan TeoritisHasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangsih pemikiran yang dapat digunakan untuk teori yang telah ada. Mengenai fenomena lembaga survei di kalangan elite politik dan persepsi elite politik dan masyarakat dalam menyikapi hasil publikasi survei di media massa.1.4.2. Kegunaan PraktisSebagai bahan pertimbangan untuk para elite politik yang ingin menggunakan lembaga survei dalam melakukan segala aktifitas survei baik kepentingan politik maupun kepentingan individu. Kegunaan untuk masyarakat dapat digunakan sebagai referensi dalam pilihan pada pemilu 2014. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini harap dijadikan bahan masukan dan menambah referensi.

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Landasan Teori2.1.1. Survei2.1.1.1. Pengertian SurveiIstilah survei biasanya dirancukan dengan istilah observasi dalam pengertian sehari-hari. Pada hal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda, walaupun keduanya merupakan kegiatan yang saling berhubungan. Menurut kamus Webster, pengertian survei adalah suatu kondisi tertentu yang menghendaki kepastian informasi, terutama bagi orang orang yang bertanggung jawab atau yang tertarik.Menurut Singarimbun (1991, p.3) survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Sedangkan menurut Suhermin (dalam blognya suhermin.blogspot.com) survei adalah aktivitas untuk mengestimasi sesuatu (seperti : jumlah orang, persepsi atau pesan-pesan tertentu). (lilikmaryanto.wordpress.com)Survei sering rancu dengan sensus. Padahal perbedaannya cukup jelas. Penelitian survei adalah pengumpulan data dari suatu populasi dengan memilih sampel, sedangkan sensus adalah pengumpulan data terhadap seluruh anggota populasi. Survei tidak selalu identik dengan kuesioner (meski teknik pengumpulan data survei seringkali menggunakan kuesioner karena berhubungan dengan sampel berjumlah besar). Dalam praktiknya, terkadang pelaksanan survei tidak hanya menggunakan kuesioner atau angket, namun dilengkapi dengan wawancara atau observasi.Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk melakukan penelitian survei, antara lain: Penelitian survei dapat digunakan untuk sampel yang besar. Penggunaan kuesioner dapat menghasilkan data/informasi yang beragam dari setiap responden/individu dengan variabel penelitian yang banyak. Data yang diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.2.1.1.2. Jenis SurveiAda beberapa kategori penelitian survei dilihat dari proses pelaksanaannya dan perlakuan terhadap sampel. Survei Sekali Waktu (Cross-sectional Survei). Data hanya dikumpulkan untuk waktu tertentu saja dengan tujuan menggambarkan kondisi populasi. Survei Rentang Waktu (Longitudinal Survei). Survei dilakukan berulang untuk mengetahui kecenderungan suatu fenomena dari waktu ke waktu. Survei Tracking/Trend. Survei dilakukan pada populasi yang sama namun dengan sampel berbeda untuk mengetahui kecenderungan suatu fenomena dari waktu ke waktu. Survei Panel. Survei dilakukan terhadap sampel yang sama untuk memahami suatu fenomena dari waktu ke waktu. Survei Cohort. Survei dilakukan pada sekelompok populasi yang spesifik untuk mengetahui perkembangan suatu fenomena dari waktu ke waktu.2.1.1.3. Tahapan SurveiSecara umum survei dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni: 1) Menentukan masalah penelitian ; 2) Membuat desain survei ; 3) Mengembangkan instrumen survei; 4) Menentukan sampel; 5) Melakukan pre-test; 6) Mengumpulkan data; 7) Memeriksa data (editing); 8) Mengkode data; 9) Data entry; 10) Pengolahan dan analisis data; 11) Interpretasi data; dan 12) Membuat kesimpulan serta rekomendasi.2.1.2. Sejarah Lembaga SurveiSurvei politik semacam ini banyak digunakan di negara-negara demokrasi pada akhir perang dunia II atau pada akhir 1940-an. Kualitas hasil survei maupun presisinya hasil survei pun ditentukan oleh metodologi yang digunakannya maupun mekanisme kontrol periodik terhadap metodologi itu sendiri. Sejarah juga mencatat bahwa Negara Amerika Serikat mulai menjalankan survei politik ini pada akhir tahun 1940-an ini, pada awalnya banyak yang salah baik secara metodologis maupun pelaksanaan di lapangan, hal ini dikarenakan belum dikenalnya metodologi survei sosial yang baik. Akan tetapi lama kelamaan, keilmuan terhadap metodologi survei pun berkembang dan memiliki banyak ragam. Ditunjang oleh berkembangnya juga ilmu terapan politik, pemahaman perilaku pemilih, analisa sosiologis dan geopolitik serta beberapa ilmu terapan yang lain. Lembaga yang paling bergengsi dalam sejarah politik Amerika Serikat (AS) adalah Gollup Poll, hal ini dikarenakan kemampuannya dalam meramalkan pemenangan pemilihan presiden satu minggu sebelum hari H Pemilihan Umum. Gollup Poll yang berdiri sejak tahun 1950, telah membawa dampak yang luas bagi perkembangan teknologi survei politik dalam proses demokrasi di Amerika Serikat. Saat ini Gollup Poll telah memiliki 6.500an surveyor lapangan dan 700an Peneliti Ilmu Sosial yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Bahkan Gollup Poll juga telah mendirikan kelembagaan sejenis di 17 negara di Benua Eropa.Gollup Poll telah mengembangkan diri tidak sekedar bidang politik tetapi juga bidang sosial lainnya, seperti survei tingkat kemiskinan, survei tingkat kesenjangan ekonomi dan lain-lain. Hasil Survey Gollup Poll telah menjadi diktat khusus di kampus-kampus besar di Amerika Serikat dan Benua Eropa dalam menjelaskan angka maupun tabel keilmuan sosial secara umum.2.1.2.1. Survei Politik Di IndonesiaYang harus dicermati oleh konsultan politik atau lembaga survei adalah metodologi dasar yang digunakan dalam survei tersebut. Dalam karya ilmiah kontemporer sudah banyak menjelaskan tentang metodologi penelitian baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Keduanya memiliki kebutuhan dan tujuan penelitian yang berbeda. Yaitu responden diambil secara acak dan sistematis serta diajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat netral dan diusahakan terhindar dari konflik kepentingan yang ada.Lembaga Survei juga harus memperhatikan kualitas dari pewawancara lapangan yang harus memiliki integritas dalam menjaga kualitas kemurnian data yang didapatnya. Materi-materi yang disajikan dalam pelatihan pewawancara pun harus diarahkan pada kemampuan-kemampuan dalam membaca situasional peta politik dilapangan. Juga ditambahkan materi-materi yang terkait dengan keadaan sosial budaya masyarakat lokal yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan politik elite politik lokal, sehingga dapat memperkuat hasil kesimpulan survei yang didapat.Presisinya suatu data survei juga harus ditunjang dengan frekuensi survei lapangan yang dilaksanakan. Sangat diragukan hasilnya jika suatu daerah pemilihan yang memiliki jumlah pemilih diatas 1,5 juta pemilih hanya melaksanakan 2 atau 3 kali survei dengan interval waktu yang berdekatan. Artinya dibutuhkan perhitungan yang jelas tentang kebutuhan frekuensi survei lapangan itu sendiri. Mengingat kontrol kualitas juga membutuhkan waktu yang cukup dalam menilai kualitas hasil survei yang didapat.Frekuensi survei pun bisa optional ditambahkan mengingat adanya pergerakan politik yang cukup tinggi. Hal ini mencegah perbedaan yang cukup tajam antara hasil survei sebelum terjadinya pergerakan politik dengan sesudahnya. Semisal lawan politik melakukan aktifitas pembangunan isu yang berdampak dahsyat pada perilaku pemilih maka sudah selayaknya sang calon melakukan survei ulang khususnya pada daerah-daerah basis. Akan tetapi jika terjadi stagnasi dalam sikap pemilih maka tidak dibutuhkan survei lapangan kembali.Terdapat minimal dua jenis survei dalam mengukur kecenderungan pemilih, yang pertama adalah Survei Popularitas, yang mana survei ini bersifat kuantitatif dengan harapan memberikan gambaran yang utuh tentang angka popularitas sang calon. Yang kedua adalah Survei Elektabilitas, survei yang cenderung bersifat kualitatif, mengingat hasilnya mengarah pada keyakinan pemilih terhadap pilihannya. Kedua hasil survei tersebut dapat saling melengkapi sebagai satu kesatuan meninjau kecenderungan perilaku pemilih. Akan tetapi yang pasti adalah kedua survei tersebut sangat bertolakbelakang dalam tahapan pelaksanaannya. Para pewawancara harus secara tepat memperhatikan perbedaan materi pertanyaan yang diajukan kepada responden.Kelembagaan survei di dalam kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia mendorong juga kehidupan politik yang lebih transparan dan rasional. Tidak ada lagi asumsi-asumsi non rasional yang mengemuka dalam perhitungan politik. Metode-metode konvensional dalam strategi pemenangan pun mulai ditinggalkan seperti pengumpulan massa besar-besaran di suatu wilayah pemenangan tanpa memiliki data valid tentang arah keputusan politik masyarakat setempat. Survei juga dapat secara cepat memantau pergerakan mesin-mesin partai politik pengusung sang calon, dalam artian suatu wilayah kerja mesin partai bisa tersajikan data yang jelas tentang kinerja terukur tentang capaian-capaian politik yang didapat oleh mesin partai politik. Dalam survei politik juga didapatkan manfaat yang lain, semisal pejabat yang tengah menduduki suatu jabatan tertentu (incumbent) dapat menjadikan hasil survei sebagai alat mengetahui posisi dirinya di mata publik dalam hal kinerja pemerintahannya. Selain itu bagi yang belum menduduki jabatan, hasil survei juga dapat mengukur tingkat popularitas dirinya sebelum pemilihan berlangsung.

2.1.3 Publikasi Publikasi adalah kegiatan pemasaran akan sesuatu khususnya media massa. Secara tidak sadar kita dikelilingi oleh publikasi, dari koran, majalah, newslatter, internet dan buku. Ton kertapati menjelaskan dalam bukunya Dasar Dasar Publisistik Dalam Perkembangannya Di Indonesia Menjadi Ilmu Komunikasi bahwa istilah publisistik berasal dari kata kerja bahasa latin publicare yang berarti mengumumkan. Dari penjelasan tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa istilah publikasi dapat diartikan pengumuman tentang suatu hal yang disiarkan lewat media elektronik dan atau diterbitkan di media cetak.Tujuan pokok dari publikasi adalah memancing reaksi pasar, menggerakan calon pemilih agar memilih produk yang ditawarkan. Di dalam publikasi dapat dilihat adanya tiga tahapan pokok, yaitu (1) Penyebaran informasi, (2) Penanaman kepercayaan dan keyakinan, (3) PenjualanAdapun jenis-jenis publikasi, yaitu : 1. KorespodensiDalam konteks pembicaraan ini istilah korespondensi berasal dari istilah correspondence dalam bahasa Inggris, yang artinya surat-menyurat atau komunikasi dengan surat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa korespondensi berarti hal surat-menyurat. Korespondensi dapat juga diartikan dengan berkirim-kiriman surat. Ini berarti bahwa korespondensi adalah kegiatan berkomunikasi dengann menggunakan surat sebagai sarana.Orang yang berkomunikasi dengan menggunakan surat disebut koresponden.Berdasarkan informasi di atas, dapat dikatakan bahwa korespondensi merupakan salah satu jenis komunikasi tulis. Korespondensi dapat terjadi antara seseorang dengan orang lain, antara seseorang dengan instansi atau sebaliknya, antara organisasi dengan organisasi, dan sebagainya.Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa korespondensi adalah komunikasi antara seseorang dengan orang lain, antara seseorang dengan instansi atau sebaliknya, antara seseorang dengan organisasi atau sebaliknya, antara instansi dengan instansi, antara organisasi dengan organisasi, dan sebagainya dengan menggunakan surat sebagai sarana. Aktivitas berkorespondensi tentunya melalui suatu proses, yaitu penulisan, pengiriman, dan penerimaan surat.Pengetahuan tentang korespondensi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengetahuan tentang bahasa surat, pengetahuan tentang penulisan surat, dan pengetahuan tentang pengiriman dan penerimaan surat. Pengetahuan tentang bahasa surat mencakup sifat bahasanya dan berbagai aspek pengetahuan kebahasaan yang diperlukan. Pengetahuan tentang penulisan surat mencakup bentuk-bentuk surat, bagian-bagian surat, tahap-tahap penulisan surat, dan jenis-jenis surat beserta penulisannya. Lalu pengetahuan tentang pengiriman dan penerimaan surat mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan masalah pengiriman dan penerimaan surat. Kemudian yang menyangkut persoalan penggunaan bahasa dalam penulisan surat, sudah selayaknyalah bahwa para pemeran korespondensi telah memiliki keterampilan dasar menulis.2. Laporan Tertulis Skripsi merupakan karya tulis ilmiah berdasarkan hasil penelitian lapangan dan atau studi kepustakaan yang disusun mahasiswa sesuai dengan bisang studinya sebagai tugas akhir dalam studi formalnya. Tesis berasal dari kata Thesis berarti pernyataan atau kesimpulan teoretis yang diajukan serta ditunjang oleh argumentasi ilmiah dan referensi-referensi yang diakui secara ilmiah, yang dibuat oleh seorang kandidat Magister. Tesis disusun oleh kandidat Magister secara mandiri pada akhir masa studi dan merupakan salah satu syarat mencapai gelar Magister. Disertasi adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan Program S3 ilmu pendidikan. Disertasi merupakan bukti kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan penemuan baru dalam salah satu disiplin Ilmu Pendidikan.3. JurnalJurnal adalah hal-hal yang berkaitan dengan menyiarkan berita atau ulasan berita sehari-hari yang umum dan aktual. Publikasi akademis yang menulis artikel padat ilmu disebut juga dengan jurnal. Jurnal nasional, hal-hal yang berkaitan dengan menyiarkan berita atau ulasan berita sehari-hari yang umum dan aktual di dalam negara. Jurnal internasional, hal-hal yang berkaitan dengan menyiarkan berita atau ulasan berita sehari-hari yang umum dan aktual yang mencakup dunia4. Artikel Koran Majalah Media online

5. Pertemuan Ilmiah Ceramah, berasal dari bahasa latin yaitu Lecturu, Legu ( Legree, lectus) yang berati membaca kemudian diartikan secara umum dengan mengajar sebagai akibat dari guru menyampaikan pelajaran dengan membaca dari buku dan mendiktekan pelajaran dengan penggunaan buku. Seminar, adalah suatu pertemuan yang bersifat ilmiah untuk membahas suatu masalah tertentu dengan prasarana serta tanggapan melalui suatu diskusi untuk mendapatkan suatu keputusan bersama mengenai masalah yang diperbincangkan Kongres, dalah rapat gabungan resmi dan khusus dari kedua rumah dari Parlemen dalam rangka memperbaiki amandemen ke Konstitusi. Simposium, adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandangan2.1.3.1. Dampak Publikasi Survei Selain mengukur pendapat umum, survei juga bisa punya dampak pada pendapat umum. Terutama ketika hasil survei tersebut dipublikasikan di media. Hasil survei atas suatu isu ketika dipublikasikan, dikonsumsi oleh khalayak umum, dan sedikit banyak akan berdampak pada pendapat masyarakat atas suatu isu. Hal yang sama terjadi pada survei pemilihan. Media pertama kali hanya berpotensi memberitakan kandidat atau partai mana yang mendapat dukungan pemilih terbesar. Tetapi pemberitaan ini akan berdampak pada pemilih yang membaca hasil-hasil prediksi tersebut.Menurut Lang and Lang (1984), dampak publikasi hasil survei itu ada beberapa macam, secara umum bisa dikategorikan ke dalam dua dampak :dampak tidak langsung dan dampak langsung pada pemilih.Dampak tidak langsung adalah efek yang terjadi pada survei yang tidak berhubungan secara langsung terhadap pemilih. Kandidat atau partai yang diunggulkan oleh survei akan mendapatkan manfaat. Hasil dukungan pada survei pada pra pemilihan dapat memproduksi liputan media, kontribusi dana sumbangan sehingga kampanye kandidat atau partai lebih banyak diliput. Hal ini karena dengan media bisa populer. Seorang kandidat yang menempati posisi teratas dalam survei pra pemilihan akan terlihat lebih populer dihadapan para massa pemilih. Popularitas kandidat ini bisa menarik minat elite partai yang akan mengusung kandidat tertentu. Kandidat yang tengah memimpin dalam survei pra pemilihan akan lebih punya kemungkinan didukung oleh elite partai. penyumbang dana juga lebih suka memberikan sumbangan pada calon yang tengah memimpin dalam survei pra pemilihan.Dampak tidak langsung lain dari survei pra pemilihan adalah pada responden survei. Menurut Lang and Lang, prediksi kandidat atau partai yang akan memenangkan pemilihan akan berpengaruh pada responden dalam survei-survei menjelang pemilihan. Dampak ini lebih tampak ketika responden survei itu membaca dan memperhatikan hasil-hasil survei di media. Mereka yang unggul dalam pemilihan, lebih mungkin didukung.Sementara dampak langsung adalah dampak dari publikasi hasil survei terhadap perilaku pemilih.Pemilih menjadikan hasil survei yang mengunggulkan kandidat atau partai tertentu sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Ini bisa berupa tiga bentuk. Pertama, pemilih yang masih mengambang (belum punya pilihan) menjadikan hasil survei sebagai dasar memilih. Kurangnya informasi mengenai kandidat yang maju dalam pemilihan atau keragu-raguan calon yang dipilih, membuat pemilih lebih memperhatikan calon atau kandidat yang diprediksi menang.Kedua, pemilih menggunakan hasil survei untuk memantapkan dukungan pada calon atau partai tertentu. Pemilih sudah punya dukungan pada calon atau partai. Dukungan ini makin mantap setelah melihat hasil survei juga memperlihatkan pilihan dirinya atas partai atau calon tertentu tidak berbeda dengan pilihan orang banyak, yang tercermin pada hasil survei. Ketiga, pemilih merubah preferensi atau dukungan berdasarkan pada hasil survei. Pemilih disini sebetulnya sudah punya calon pilihan, tetapi mengubah dukungan setelah melihat hasil survei. Dampak langsung dari publikasi survei bagi perubahan sikap dan perilaku pemilih karena adanya efek psikologis (bandwagon dan underdog).Ada beberapa faktor yang terbukti berperan dalam menghasilkan bandwagon atau underdog effect, yaitu : Ruang lingkup pemilihan Orientasi Pemilih Pengetahuan akan informasi dan isu kandidat Persepsi trend suara dimasa mendatang Predisposisi pemilih pada kandidat Identifikasi pemilih pada partai/kandidatDampak Publikasi Hasil Survei Pada PemilihDari bermacam dampak survei pra pemilihan diatas, yang lebih relevan dibahas adalah dampak secara langsung pada pemilih. Hingga saat ini, dampak publikasi hasil survei pra pemilih pada pemilih, masih menjadi perdebatan yang tajam. Ada sejumlah ahli yang menyatakan hasil survei tidak berdampak pada pemilih, kalaupun punya dampak, dampak itu tidaklah signifikan dalam mempengaruhi pilihan pemilih. Sementara ada ahli lain yang berpendapat sebaliknya. Pemberitaan hasil survei dan ketika berita itu diakses oleh calon pemilih, akan punya dampak yang signifikan pada perilaku pemilih. Pemilih bisa mengubah dukungan pada kandidat atau partai akibat membaca hasil survei pra pemilihan di media.Ahli yang menyatakan dampak publikasi hasil survei pra pemilihan tidak signifikan, diantaranya adalah Herbert Asher (2004). Ia menyatakan, Survei pra pemilihan kemungkinan memang punya dampak pada pemilih, tetapi dampak itu relatif kecil dan tidak signifikan. Asher justru menunjuk dampak terbesar dari publikasi hasil survei itu pada dampak tidak langsung, seperti liputan media yang lebih besar, liputan kampanye yang lebih massif dan jumlah sumbangan dana yang besar pada calon yang diprediksi menang.Sementara ahli yang menyatakan publikasi hasil survei punya dampak secara langsung pada pemilih lebih banyak. Lillian Diaz-Castillo pernah membuat suatu peta penelitian mengenai dampak publikasi hasil survei pada pemilih yang pernah dilakukan. Menurut Diaz-Castillo (2005), Hingga tahun 2005, terdapat 21 studi mengenai bidang ini yang pernah dipublikasikan terutama penelitian-penelitian yang dimuat dijurnal dan laporan penelitian internasional. Dari 21 penelitian tersebut, 10 penelitian diantaranya menunjukan bukti cukup kuat adanya efek publikasi survei pada pemilih.Ada dua penjelasan yang umumnya dipakai untuk menggambarkan dampak dari publikasi survei, yaitu : Penjelasan informasional dan psikologis.a) Penjelasan InformasionalKecenderungan orang untuk mencari informasi dalam memandu dirinya saat membuat pilihan. Publikasi survei memberi informasi mengenai pilihan atau kandidat mana yang banyak dipilih, sekaligus memandu pilihan mana yang sebaiknya diambil. Publikasi survei di media mempengaruhi perhatian dan apa yang dipikirkan oleh pemilih (termasuk misalnya berita kampanye apa yang dibaca, peristiwa dan kisah hidup mana yang dipilih untuk diperhatikan) dipengaruhi oleh siapi kandidat yang diprediksi menang oleh hasil survei.Ini bisa dianalogikan dengan orang yang tengah mencari mobil baru. Orang bisa bingung memilih mobil mana yang paling baik. Orang bisa menggunakan data penjualan mobil, dimana mobil yang banyak dipakai mencerminkan mobil terbaik. Polling seperti informasi mengenai data penjualan mobil yang bisa dipakai sebagai informasi dalam memeriksa opini mayoritas.b) Penjelasan PsikologisPenjelasan ini banyak mengambil teori psikologi yang melihat kecenderungan orang mengikuti suara mayoritas. Publikasi hasil survei memberikan gambaran mengenai suara mayoritas. Pemilih cenderung untuk mengikuti suara mayoritas karena tidak ingin terlihat beda dengan pendapat mayoritas orang. Teori yang banyak dikutip adalah teori persepsi cermin dari Fields and Schuman.Seseorang kerap memproyeksikan pendapatnya dengan pendapat orang lain atau pendapat banyak orang. Orang menganggap pendapatnya atas suatu isu sama atau sejalan dengan pendapat orang lain atas isu tersebut. Teori ini melihat orang lain atau orang kebanyakan berfikir sama dengan dirinya sendiri atas suatu isu.Kecenderungan tersebut bisa terjadi karena orang secara sederhana memproyeksikan pendapat tetangga atau lingkungan sosial dengan pendapat pribadinya. Gejala itu muncul pertama-tama orang membuat asumsi tentang apa yang orang lain percayai dan kemudian mengadopsi asumsi atau penilaian tersebut untuk dirinya sendiri.2.1.4. Opini PublikMenurut Cultip dan Center (Sastropetro, 1987:41), opini merupakan suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Sementara Albig(Sunaryo, 1984:31) memaparkan bahwa opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya. Irish dan Proto (dalam Susanto, 1985:91) menyatakan bahwa :suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat umum atau opini publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses komunikasi, melainkan masih merupakan sikap. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra suatu pendapat (tentang suatu kejadian) yang telah dinyatakan dan dengan demikian ia akan menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya Sedangkan Clyde L. King menyatakan bahwa opini publik adalah suatu penilaian sosial mengenai suatu hal yang penting dan berarti atas dasar pertukaran fikiran yang dilakukan oleh individu-individu dengan sadar dan rasional (Sastropoetro, 1987:53). Jadi timbulnya opini publik adalah efek komunikasi dalam bentuk pernyataan yang bersifat kontroversial dari sejumlah orang sebagai pengekspresian sikap. Menurut Elizabeth Noelle-Neumann dalam bukunya yang berjudul Return to the Concept of Powerful Mass Media, opini publik adalah sikap atau perilaku yang harus diungkapkan seseorang kepada publik jika orang tersebut tidak mengasingkan dirinya sendiri; dalam bidang yang menimbulkan pertentangan atau perubahan, opini publik adalah sikap-sikap yang diungkapkan seseorang tanpa membahayakan pengasingan dirinya sendiri. Dengan kata lain, opini publik adalah suatu pemahaman pada sebagian orang dalam komunitas yang terus menerus menaruh perhatian terhadap beberapa pengaruh atau masalah yang sarat nilai dimana baik individu maupun pemerintah harus menghargainya paling tidak berkompromi berupa perilaku terbuka berdasarkan ancaman untuk dikeluarkan atau diasingkan dari masyarakat. Opini publik atau pendapat umum diartikan sebagai apa yang dipikirkan, sebagai pendangan dan perasaan yang sedang berkembang di kalangan masyarakat tertentu mengenai setiap isu yang menarik perhatian rakyat.

2.1.5 Bandwagon Effect TheoryIstilah band wagon mengacu pada tradisi perayaan yang muncul sejak tahun 1855. Dalam perayaan pesta, suatu iring-iringan parade didahului oleh kereta kuda. Ahli-ahli sosial mengambil istilah bandwagon untuk merujuk pada situasi ketika seseorang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pendapat mayoritas orang banyak. Traugott dan Lavrakas memberikan pengertian bandwagon effect sebagai suatu efek yang terjadi di mana seorang (calon) pemilih mengubah preferensi pilihannya pada kandidat tertentu akibat eksposure dari hasil-hasil polling opini publik (http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=141).Bandwagon effect yaitu kecenderungan masyarakat akan melakukan atau memercayai sesuatu karena mayoritas orang melakukan atau mempercayai hal tersebut. Teknik ini berusaha menyakinkan khalayak dan mengajak khalayak untuk melakukan hal yang telah dilakukan oleh orang-orang kebanyakan. "Everybody is doing it, You should do it too", "We are all doing it". Jadi khalayak akan berfikir untuk mendukung dan melakukan hal yang sama.2.1.6 Underdog EffectEfek underdog adalah fenomena pendapat publik yang menimpa pada dirinya sendiri: ketika pada pemilih pemilu menganggap pihak tertentu atau kandidat untuk menjadi pemenang kemungkinan, mereka cenderung untuk mendukung pesaing yang diperkirakan akan kehilangan dukungan "underdog" dalam persaingan. Hal ini menyiratkan bahwa keberhasilan nyata dapat merusak dirinya sendiri. Asal usul istilah ini tidak jelas, meskipun kadang-kadang mengklaim bahwa itu pertama kali digunakan pada pemilihan presiden AS 1948. Simon (1954) adalah yang pertama untuk menggunakannya dalam analisis ilmiah. Efek underdog adalah salah satu manifestasi hipotesis beberapa "pengaruh impersonal", efek pada 'sikap, keyakinan, atau perilaku yang berasal dari orang-orang ini' individu tayangan tentang sikap, keyakinan, atau perilaku kolektif dari orang lain anonim di luar bidang mereka kontak pribadi (Mutz 1998; Persepsi Sosial: Dampak Impersonal). Contoh lain adalah "bandwagon effect," melengkapi efek underdog dengan asumsi dampak positif dari pendapat mayoritas dirasakan, dan gagasan "strategis" atau "taktis" suara, yang mengharapkan pemilih untuk menahan diri dari memilih calon atau partai pertama preferensi jika mereka menganggap hal itu terjadi hanya lemah didukung oleh orang lain, agar tidak menyia-nyiakan suara mereka (Reality Perceived sebagai Proses Komunikasi). Dalam literatur, efek underdog biasanya diperlakukan sebagai pendamping efek bandwagon dalam suatu publikasi.2.2. Studi TerdahuluPenelitian mengenai dampak publikasi survei adalah penelitian Eriyanto (2007) mengenai Bagaimana Efek Polling (publikasi survei) Pada Pemilih Di Indonesia yang dilakukan di Pilkada Kabupaten Garut. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya ditemukan efek Polling, dimana adanya responden yang beralih suara dari semula mendukung kandidat A berubah menjadi mendukung kandidat B, setelah diinformasikan hasil polling, atau ada responden yang semula tidak mempunyai pilihan, tetapi berubah memilih salah satu kandidat setelah adanya publikasi hasil polling.Hasil polling dapat menjadi berpengaruh ketika pemilih tidak punya informasi yang memadai mengenai kandidat yang akan bertarung dalam pemilihan. Dalam kasus pilkada Kabupaten Garut hanya sedikit sekali responden yang mengenal kandidat yang akan bertarung dalam pemilihan. Pengenalan yang rendah ini bisa terjadi dikarenakan kurangnya akses media bagi masyarakat Garut, sehingga para kandidat yang bertarung dalam pemilihan kurang begitu dikenal masyarakat. Pemilih yang tidak pernah mendengar kandidat ada kecenderungan terimbas dengan hasil publikasi polling. Efek polling ini adalah responden yang berpindah pilihan setelah diberikan informasi hasil polling.Penelitian yang dilakukan Eriyanto (2007) adalah penelitian kuantitatif dengan metode multistage random sampling, mengenai perubahan trend popuaritas dan elektabilitas masing-masing kandidat di Kabupaten Garut, Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survei secara wawancara tatap muka, dimana pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling. Adapun tujuan akhir dari penelitian yang penulis lakukan adalah mencari hubungan antara publikasi survei terhadap sikap pemilih, dilihat dalam trend popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas tiap-tiap kandidat hingga proses pemilihan berlangsung.Penelitian lain yang penting memperlihatkan adanya efek publikasi hasil survei adalah penelitian yang dilakukan oleh Richard Nadeau, Edouard Cloutier dan JH Guay. Umummya penelitian-penelitian mengenai efek survei, konteksnya adalah pemilihan. Richard Nadeau dkk membuat penelitian dengan konteks non pemilihan, yakni persepsi publik di Kanada terhadap isu aborsi dan masa depan Quebec. Penelitian itu memperlihatkan adanya publikasi mengenai hasil survei dan diketahui oleh khalayak, mempengaruhi jawaban antara 5 hingga 7 %. Responden dalam penelitian Richard Nadeau dkk. Di Amerika tetapi juga Pemilu di negara lain. Yang menarik, efek itu juga ditemukan dalam penelitian non pemilihan dengan topik diluar Pemilu. Meski demikian, dari sejumlah studi dan penelitian mengenai topik ini ada dua isu yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pertama, sejauh mana atau seberapa besar dampak dari publikasi itu. Banyak penelitian memang memperlihatkan bandwagon effect ataupun underdog effect ada, tetapi seberapa besar dampaknya?Penelitian yang dilakukan oleh Richard Nadeau, Edouard Cloutier dan JH Guay, meneliti tentang perubahan persepsi publik mengenai isu aborsi di Kanada, yang dimana konteksnya non pemilihan. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan dalam konteks pemilihan di Sumatera Utara untuk mengetahui perubahan sikap mahasiswa di Sumatera Utara dalam menyikapi publikasi survei di media massa.

2.3. Teori Yang Digunakan2.3.1. Teori SikapSikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007) sebagai pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.Sementara Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan objek tertentu.Setyobroto (2004) dalam buku psikologi dasar mengutip beberapa definisi sikap dari berbagai ahli, yang antara lain dinyatakan oleh Harvey dan Smith menegaskan bahwa sikap adalah cara bertindak tersebut cenderung positif dan negatif. Sikap tidak tampak dari dan tidak dapat diamati, yang tampak adalah perilaku atau tindakan. Thursone menyatakan sikap dapat diukur dari pendapat-pendapat seseorang. Raymont B. Cattell menyatakan bahwa sikap bukanlah suatu tindakan, atau aksi, tetapi merupakan cara bertindak. Sesuai pendapat tersebut, Newcomb mengatakan bahwa sikap bukan sebagai pelaksana motif tertentu, tetapi merupakan kesediaan untuk bangkitnya motif tertentu. Lebih lanjut, Newcomb menyatakan bahwa dari sudut pandang motivasi sikap merupakan suatu keadaan kesediaan untuk bangkitnya motif.Selanjutnya, Setyobroto (2004) merangkum batasan sikap dari berbagai ahli psikologi sosial diantaranya pendapat G.W. Alport, Guilford, Adiseshiah dan John Farry, serta Kerlinger yaitu : Sikap bukan pembawaan sejak lahir Dapat berubah melalui pengalaman Merupakan organisasi keyakinan-keyakinan Merupakan kesiapan untuk bereaksi Relatif bersifat tetap Hanya cocok untuk situasi tertentu Selalu berhubungan dengan subjek dan objek tertentu Merupakan penilaian dari penafsiran terhadap sesuatu Bervariasi dalam kualitas dan intensitas Meliputi sejumlah kecil atau banyak item Mengandung komponen kognitif, afektif dan konatif

Sesuai dengan pendapat serta sifat-sifat yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan pengertian sikap sebagai organisasi keyakinan-keyakinan yang mengandung aspek kognitif, konatif dan afektif yang merupakan kesiapan mental psikologis untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek tertentu. Dari definisi di atas dapat juga disimpulkan bahwa sikap bukanlah pembawaan sejak lahir, sikap dapat berubah melalui pengalaman, merupakan organisasi keyakinan, merupakan kesiapan untuk memberikan reaksi, relatif tetap, hanya cocok untuk situasi tertentu, serta merupakan penilaian dan penafsiran terhadap sesuatu.Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen itu adalah komponen kognitif, afektif dan konatif dengan uraian sebagai berikut (Robbins, 2007) :1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, atau persepsi pendapat, kepercayaan. Komponen ini mengacu kepada proses berpikir, dengan penekanan pada rasionalitas dan logika. Elemen penting dari kognisi adalah kepercayaan yang bersifat penilaian yang dilakukan seseorang. Kepercayaan evaluatif yang dimanifestasikan sebagai kesan yang baik atau tidak baik yang dilakukan seseorang terhadap objek atau orang.2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif.3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Misalnya ramah, hangat, agresif, tidak ramah atau apatis. Beberapa tindakan dapat diukur atau dinilai untuk memeriksa komponen perilaku sikap.2.4. Hipotesis KerjaH1 : Terdapat hubungan antara publikasi survei dengan sikap pemilih di kalangan mahasiswa2.5. Model Hubungan Antar Variabel PublikasiSikap KognitifMedia

Seminar

Afektif

Konatif

Gambar 1. Model Hubungan Antar VariabelPada Gambar 1. Masing-masing variabel, Publikasi (variabel X) dan Sikap (Y) dioperasionalkan sebagai berikut untuk memudahkan pengukurannya :a. Terdapat hubungan antara media dengan sikap kognisi mahasiswab. Terdapat hubungan antara media dengan sikap afektif mahasiswac. Terdapat hubungan antara media dengan sikap konatif mahasiswad. Terdapat hubungan antara seminar dengan sikap kognitif mahasiswae. Terdapat hubungan antara seminar dengan sikap afektif mahasiswaf. Terdapat hubungan antara seminar dengan sikap konatif mahasiswa

III. METODOLOGI3.1 Rancangan penelitian dan desain penelitianPenenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan publikasi survei di media massa terhadap sikap calon pemilih di kalangan mahasiswa dalam pilgub Sumatera Utara.Menurut Emzir (2009:28), pendekatan Kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistik. Sehingga dalam penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto:2006). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena pengambilan data mengunakan sampel dari populasi penelitian dilakukan. Peneliti mengobservasi efek atau pengaruh yang terjadi akibat publikasi survei menjadi perubahan sikap pemilih. Dalam penelitian ini perlakuan dengan publikasi survei di media massa yang meneliti adanya hubungan publikasi survei di media massa, sehingga menimbulkan suatu efek psikologis (bandwagon dan underdog) dalam sikap calon pemilih dikalangan mahasiswa di Sumatera Utara dengan menggunakan sampel dalam suatu populasi. 3.2 Penentuan Subjek Penelitian3.2.1 PopulasiPopulasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1996:115). Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki karakteristik yang sama. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Sumatera Utara yang datanya diperoleh melalui Badan Pusat Statistik Sumatera Utara.3.2.2 SampelSampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1996: 117), sampel yaitu sebagian dari populasi. Jadi sampel penelitian adalah objek yang dilibatkan langsung dalam penelitian sesungguhnya yang dapat menjadi wakil populasi. Jenis sampling yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Non Probability Sampling yang artinya setiap individu atau unit yang diambil dipilih dengan sengaja menurut pertimbangan tertentu, sehingga tidak semua populasimemiliki kesempatan yang sama untuk menjadi calon responden atau sampel. Hasil penelitian dan non probability sampling tidak bisa digeneralisasi pada populasi.Teknik non random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan keperluan penelitian.Artinya setiap unit/individu yang diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini tentang hubungan publikasi survei dengan sikap pemilih di kalangan mahasiswa, maka sampel yang dipilih adalah mahasiswa. Selanjutnya penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan metode Taro Yamane, karena penelitian ini mengenai sikap mahasiswa di Sumatera Utara. Maka penulis menggunakan sampel seluruh mahasiswa di Sumatera Utara yang diperoleh melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara sebesar 39.178 Mahasiswa. Untuk mengetahui besaran sampelnya digunakan metode Taro Yamane :

Dimana : n = Jumlah sampelN = Jumlah Populasid = PresisiBerdasarkan perhitungan metode Yamane maka sampel yang diperoleh sebanyak 99.7 yang dibulatkan menjadi 100 orang. Yang akan terdistribusi ke kalangan mahasiswa di Sumatera Utara yang memiliki hak pilih dengan proporsi 50 % laki-laki dan 50 % perempuan.3.3 Variabel PenelitianVariabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1996:99). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel merupakan objek yang bervariasi dan dapt dijadikan sebagai titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah pengaruh publikasi survei di media massa sebagai variabel bebas dan sikap calon pemilih di kalangan mahasiswa sebagai variable terikat. Karena dalam penelitian ini variabelnya ganda maka variabel yang satu mempunyai hubungan atau pengaruh dengan variabel yang lain. Variabel X (variabel bebas) mempengaruhi variabel Y (variabel terikat).Dalam penelitian ini teknik pengukuran variabel menggunakan skala penilaian (rating scale) yang memungkinkan peneliti mengetahui bagaimana publik menilai isu, peristiwa dan orang.3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman kuesioner dan dokumentasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain adalah (a) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain, (b) mengkonstruksikan fenomena-fenomena yang terjadi di masa lalu dan saat ini. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara dengan pedoman kuesioner artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan dalam panduan kuesioner yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Random Sampling yaitu pengambilan sampel dengan yang memiliki tujuan tertentu, sehingga memenuhi kepentingan peneliti. Sedangkan jumlah informan yang diambil adalah seluruh mahasiswa di Sumatera Utara Teknik Dokumentasi, Biasanya disebut data sekunder karena pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara / teknik dokumentasi atau kepustakaan (library research). Yaitu teknik yang didalam memperoleh data-data berasal dari literature-literature yang relevan seperti: buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan lain sebagainya yang penulis kumpulkan dari perpustakaan serta internet sebagai sumber pendukung. 3.5 Analisis DataSetelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain. Untuk menguji adanya pengaruh publikasi survei di media massa dengan sikap calon pemilih di kalangan mahasiswa menggunakan Analisis Product Moment Pearson dengan bantuan aplikasi SPSS 21, agar kesimpulan yang diambil peneliti tidak menyimpang.Korelasi Product Moment Pearson digunakan untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dan Y. Selain itu, korelasi ini juga digunakan untuk menyatakan besarnya sumbangan variabel satu terhadap lainnya yang dinyatakan dalam persen. Asumsi yang digunakan pada teknik korelasi ini adalah data berdistribusi normal.Nilai r terbesar adalah +1 dan r terkecil adalah -1. Nilai r tidak mempunyai satuan atau dimensi. Tanda (+) dan (-) hanya menunjukkan arah hubungan. Interpretasi dari nilai r adalah sebagai berikut.RInterpretasi

0Tidak Berkorelasi

0,01-0,20Korelasi Sangat Rendah

0,21-0,40Rendah

0,41-0,60Agak Rendah

0,61-0,80Cukup

0,81-0,99Tinggi

1Sangat Tinggi

Tabel 1. Nilai korelasi Product Moment Pearson3.6 Uji Reabilitas dan ValiditasKeabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaruhi dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas). Derajat kepercayaan keabsahan data (kredebilitas) dapat diadakan pengecekkan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi data dengan menggunakan aplikasi SPSS 21.Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Untuk memperoleh keabsahan data maka dalam analisa ini akan menggunakan teknik trianggulasi data yang berarti mengadakan cross dan chek antara sumber data satu dengan yang lain dan antara nara sumber yang satu dengan yang lain sehingga dapat ditarik kesimpulan analisa yang signifikan atas permasalahan yang diteliti. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi ini merupakan tinjuan ulang pada catatan-catatan lapangan untuk menguji kebenaran data, kekokohan, kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

Diagram 2. Rancangan Penelitian3.7. Jadwal PenelitianNoKegiatanBulan

JanFebMarAprMeiJuniJuliAgtSep

1Pra Observasi

2Acc judul

3Penyusunan proposal

4Seminar proposal

5Revisi proposal

6Penyerahan hasil seminar

7Operasional penelitian

8Bimbingan

9Penulisan laporan akhir

10Sidang

DAFTAR PUSTAKAAnsolabhere, Stephen and Shanto Iyenger, 1984, "Of Horseshoes and Horse Race: Experimental Studies of the Impact of Poll Result on Electoral Behaviour", Political Communication", Vol.XIArikunto, S., 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka CiptaAsher, Herbert, Polling and the Public, 2004, What Every Citizen Should Know, Sixt Edition, Washington, CQPressDiaz-Castillo, Lillian, 2005, Bandwagon and Underdog Effect on A Low Information, Low Involvement Election, Disertasi Doktoral Pada Departemen Ilmu Politik, Ohio State UniversityEmzir, 2009, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta.Koran Jakarta, Koran Harian, Edisi 126/2008, JakartaKreitner dan Kinicki, 2005, Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2, Jakarta : Salemba Empat.Lang, Kurt and Gladys Lang, 1984 "The Impact of Polls on Public Opinion", ANNALS American Academy of Political and Social Science, No. 472Navazio, Robert, 1977, "An Experimental Approach to Bandwagon Effect", Public Opinion Quarterly, No. 41Pelita, Harian Umum, Edisi 10.786/2009. JakartaRobbins dan Judge, 2007, Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat.Schmitt-Beck, Rudger, 1996, "Mass Media, The Electorate, and the Bandwagon: A Study of Communication Effects on Vote Choice in Germany", International Journal of Public Opinion Research, No. 8Setyobroto, Sudibyo, 2004, Psikologi Suatu Pengantar, edisi ke-dua, Jakarta : Percetakan Solo.Traugott, MW and Paul J. Lavrakas, 1996, The Voter's Guide to Election Polls, Chatham, Chatam House Publisher, hal 207.Sumber Internethttp://dhigie.blogspot.com/2012/08/jenis-jenis-publikasi.htmllilikmaryanto.wordpress.com(http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=141).

2