hubungan perilaku perawat dengan …sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/g3im013007_sitedi_skripsi...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURE(SOP) DI RUANG RAWAT INAP BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD)
RUMAH SAKIT KONAWE TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan MencapaiDerajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:IRFAN BANDA
F1D311120
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI
2015
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
yang telah memberikan hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan
Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015” sebagai salah satu
syarat penyelesaian studi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penelitian ini banyak
hambatan yang penulis dapatkan. Namun, atas bantuan dan bimbingan serta
motivasi yang tiada henti-hentinya disertai harapan yang optimis sehingga dapat
mengatasi semua masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan ucapan terima kasih yang tidak
terhingga kepada Bapak Pitrah Asfian S.Sos., M.Sc. sebagai pembimbing I dan
Bapak Abdul Rahim Sya’ban S,K.M.,M.Sc. sebagai pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis
selama proses penyusunan hasil ini.
Ucapan terima kasih penulis persembahkan pula kepada kedua orang tua
tercinta, Ayahanda Drs. Dema Banda M,Si dan Ibunda Suharni, S.Pd yang telah
membina, mendidik, memberikan semangat, serta do’a restu yang tak terhingga
vi
kepada penulis selama menempuh pendidikan. Tak lupa kepada kakakku Freni
Oktiani Banda S.ST.,M.Kes dan Ulfa Ultriani Banda Amd. Keb atas waktunya
dalam menemani penulis melakukan penelitian serta untuk kasih sayang, do’a,
dan dukungannya kepada penulis.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
3. Ketua Jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
4. Seluruh dosen pengajar yang dengan sepenuh hati memberikan banyak
pengetahuan selama perkuliahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis,
serta kepada Staf pengelola Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
5. Bapak Dr. Yusuf Sabilu, M.Si. Ibu arum dian pratiwi, S.K.M., M.Sc. dan
Bapak Syawal K Saptaputra, S.K.M., M.Sc. selaku penguji yang telah
memberikan motivasi, kritik, dan saran yang membangun demi
penyempurnaan penelitian ini.
6. Bapak Drs.Djaeludin selaku kabag. Tata usaha BLUD Rumah Sakit
Konawe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian serta banyak membantu demi terlaksananya penelitian ini.
7. Sahabat-sahabatku yang tak terlupakan: Ramadhan, Aguslan, Irfan
Yudiawan,Dimas Reza Prayoga, Aril Genezaret, Erit Eripin, Alwi, Hasmar
Noe, Fahmi, Herlan, Azrin, Vivi, Desi, Riri, Saban, Rani, Indah, yang
vii
telah memberikan banyak warna dalam hidupku, selalu ada dalam suka
dan duka, serta kerjasamanya yang tidak tergantikan sampai kapanpun.
8. Teman-teman peminatan KLKK 2011: Ramadan, Alwi, Aguslan, Fahmi,
Aril Genezaret, Erit Eripin, Hasmar Noe, Dimas Reza Prayoga, dan
lainnya, salut atas kerjasama, kekompakan, dan bantuannya selama ini.
9. Teman-teman dari keluarga besar ENVISION, HAC, Epid.Com,
HealthProz, kakak-kakakku angkatan 2005–2010, adik-adikku angkatan
2012–2014, teman-teman kelompok 11 PBL Desa Tomba Watu dan
teman-teman di Sanggar Iqo Art Management (IAM) yang telah
memberikan motivasi kepada penulis serta membantu dalam
menyelesaikan penelitian.
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan berkah-
Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan pada Program S1 di Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
bangsa, negara, dan agama. Amin Ya Rabb.
Kendari, September 2015
Irfan banda
viii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN SAMPUL iHALAMAN PENGAJUAN iiHALAMAN PENGESAHAN iiiHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ivKATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiiDAFTAR TABEL xDAFTAR GAMBAR xiiDAFTAR LAMPIRAN xiiiDAFTAR ISTILAH xivDAFTAR LAMBANG xviABSTRAK xvii ABSTRAC xviii
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 3C. Tujuan Penelitian 3D. Manfaat Penelitian 4E. Ruang Lingkup Penelitian 4F. Definisi Dan Istilah 5G. Organisasi Penelitian 6
II TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Tentang Umum K3 7B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri 13C. Tinjauan Tentang Perilaku 21D. Tinjauan Tentang Kepatuhan 31E. Kerangka Konsep 34F. Hipotesis 37
III METODE PENELITIANA. Rancangan Penelitian 39B. Lokasi Dan Waktu 39C. Populasi dan Sampel 39D. Instrumen pengumpulan data 39E. Teknik Pengumpulan Data 40F. Defenisi Operasional 41G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data 45
ix
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Lokasi Penelitian 47B. Hasil Penelitian 55C. Pembahasan 66
IIV. PENUTUPA. Simpulan 78B. Saran 79
DARTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Fasilitas tempat tidur BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
53
2. Distribusi Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Pendidikan Tahun 2015
54
3. Distribusi Responden menurut jenis kelamin di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe
56
4. Distribusi Responden menurut kelompok umur di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
56
5. Distribusi Responden menurut pendidikan terakhir di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
57
6. Distribusi Responden menurut lama kerja di ruang Rawat inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
58
7. Distribusi Responden menurut kepatuhan perawat dalam menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
59
8. Distribusi Responden menurut pengetahuan perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
60
9. Distribusi Responden menurut sikap perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
61
10. Distribusi Responden menurut tindakan perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
62
xi
11. Hubungan pengetahaun perawat BLUD Rumah Sakit Konawe dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP Rumah Sakit Tahun 2015
62
12 Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
64
13 Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
65
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1.
2.
KerangkaTeori
KerangkaKonsep
34
36
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
NO Lampiran
1 Informed Consent
2 Kuisioner
3 Master Tabel
4 Output SPSS
5
6
7
Dokumentasi
Surat Izin Penelitian
Surat Telah Melakukan Penelitian
xiv
DAFTAR ISTILAH
Singkatan Arti/Keterangan
WHO World Health Organization
K3 Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Depkes Departemen Kesehatan
RI Republik Indonesia
ILO International Labour Organization
RSU Rumah Sakit Umum
Dinkes Dinas Kesehatan
APD Alat Pelindung Diri
Menkes Menteri Kesehatan
UK United Kingdom
Pemda Pemerintahan Daerah
Per Peraturan
Perda Peraturan Daerah
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
BLUD Badan Layanan Umum Daerah
AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome
X Variabel Bebas
xv
Y Variabel Terikat
UU Undang-undang
SDM Sumber Daya Manusia
SK Surat Keputusan
SMA Sekolah Menengah Atas
SMP Sekolah Menengah Pertama
SD Sekolah Dasar
SPSS Statistical Package For Social Sciences
BBM Bahan bakar Minyak
OSHA Occupational Safety And Health
Administration
SOP Standard Operating Procedure
S-O-R Stimulus-orgisme-respon
PAD Pendapatan Asli Daerah
SS Sangat Setuju
S Setuju
TS Tidak Setuju
STS Sangat Tidak Setuju
xvi
DAFTAR LAMBANG
LAMBANG Arti/Keterangan
= Samadengan
- Pengurangan
+ Penambahan
/ Pembagian
< Kurangdari
≥ Lebihbesaratausamadengan
% Persentase
xvii
HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) DI RUANG
RAWAT INAP BLUD RUMAH SAKIT KONAWE TAHUN 2015
Oleh:
Irfan Banda
F1D3 11 120
ABSTRAK
Penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk digunakan ketika sedang bekerja di rumah sakit. penggunaan APD harus sesuai standar operasional prosedur (SOP). Untuk mencegah masalah kecelakaan kerja atauresiko bahaya yang dapat muncul ketika sedang melakukan pekerjaan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross sectional study. Sampel pada penelitian ini berjumlah 52 responden yang bekerja pada ruang rawat inap. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan metode sampling jenuh. Hasil penelitian menunjukkan hasil statistik pada tingkat signifikan α < 0,05 diperoleh ada hubungan yang kuat antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,024), ada hubungan yang bermakna antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value =0,027), dan tidak ada yang bermakna antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP (ρ value = 0,100), di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe Tahun 2015.
Kata Kunci: APD, SOP, Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Kepatuhan
xviii
ASSOCIATION BETWEEN NURSE BEHAVIOR AND PURSUANCEOF NURSES IN UTILIZING SELF PROTECTION DEVICE (APD)
APPROPRIATELY BASED ON STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) IN INPATIENT CARE ROOM OF BLUD
HOSPITAL KONAWE IN 2015
BY:
Irfan Banda
F1D3 11 120
ABSTRACT
Utilization of Self Protection Device (APD) is considered essential when working in hospital. The using of APD should be appropriate with the standard operating procedure (SOP) to prevent potential accident or hazard that might be exposed while working in the hospital. This study aimed to understand the association between knowledge, attitude, practice and pursuance of nurses in utilizing APD appropriately according to the Standard Operating Procedure (SOP) at BLUD Hospital of Konawe in 2015. This study was observational analytic through cross sectional study method. The number of samples was 52 respondents who worked at inpatient care room. The sampling technique was made by saturated sampling technique. The results of the study demonstrating statistic test result at significance level α < 0.05 indicated that there was a significant association between knowledge of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0.024), there was significant association between attitude of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0.027), and there was no significant association between practice of nurses and the pursuance of using APD appropriately with SOP (ρ value = 0,100) in inpatient care room at BLUD Hospital of Konawe regency in 2015.
Key Words: APD, SOP, Knowledge, Attitude, Practice, and Pursuance
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa tiap tahun
sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan
kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta
disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di lingkungan kerja. Sedangkan
menurut catatan World Health Organization (WHO) dari jumlah tenaga kerja
sebesar 35% sampai 50% di dunia terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi
(Milyandra, 2010).
Dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dengan demikian upaya kesehatan yang dilakukan merupakan serangkaian
kegiatan terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan atau masyarakat (Depkes RI, 2009).
Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan
perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan
aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan
dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, laboratorium dan
2
sebagainya), dan yang menjadi subjek dari kesehatan kerja adalah pekerja dan
masyarakat sekitar tempat kerja tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat
menurut konsep paradigma sehat, ciri pokoknya adalah upaya preventif
(pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka kedua hal
tersebut juga menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja (Notoatmodjo, 2007).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah
mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk
dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3
diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun
penyakit akibat melakukan pekerjaan (Hiperkes Bandung, 2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit
Kabupaten Konawe tahun 2015 bahwa ditemukan masih banyaknya perawat yang
kurang perhatian dan kesadaran/kepatuhan dalam menggunakan APD seehingga
perawat memiliki potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan
kerja.
Berdasarkan data pada tahun 2013, terdapat kejadian kecelakaan kerja baik
ringan sebanyak 16 kasus atau sekitar 25%, seperti kecelakaan tertusuk jarum
suntik dan terkena pecahan botol suntik dll, dan untuk kecelakaan berat sebanyak
13 kasus atau sekitar 22%, seperti kecelakaan terjatuh, tertindis alat kerja (Profil
BLUD Rumah Sakit Konawe, 2013).
3
Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul,
“Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Perilaku Perawat
Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di
Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
b. Untuk mengetahui hubungan sikap perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
4
c. Untuk mengetahui hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang rawat inap
BLUD Rumah Sakit Konawe.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepala BLUD Rumah Sakit Konawe
agar memperhatikan kesehatan pekerja
2. Manfaat Ilmiah
Untuk menambah wawasan ilmiah serta mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo.
3. Manfaat bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit
Konawe. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan
kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, penelitian ini
menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengetahuan,
sikap dan tindakan serta lembar observasi. Penelitian ini hanya mengambil tiga
5
variabel yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Adapun variabel lain tidak
diteliti/dilakukan dikarenakan masalah waktu, biaya dan tenaga peneliti.
F. Defenisi dan Istilah
1. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu
sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat
kerusakan sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV.
2. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya.
3. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman
penyakit.
4. Hepatitis B virus adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
5. Hepatitis C virus adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C.
6. Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi
dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.
6
G. Organisasi Penelitian
Tugas akhir ini berjudul “Hubungan Perilaku Perawat Dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard
Operating Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015”. Penyusunan tugas akhir
ini dibimbing oleh Bapak Pitrah Asfian, S.Sos., M.Sc. selaku pembimbing I dan
Bapak Abdul Rahim Sya’ban, S.K.M.,M.Sc selaku pembimbing II serta para
dewan Penguji I, Penguji II dan penguji III.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan
risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan
(Milyandra, 2010)
1. Kesehatan Kerja
Pasal 23 Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan,
menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja,
disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan kerja (Haryono, 2007).
Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
8
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaaan akibat kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan
tersebut.
f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.
Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila
didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).
Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan,
evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat
kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan dan
9
kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja
maupun lingkungannya (Harrianto, 2010).
2. Keselamatan Kerja
Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan
atau kerusakan atau dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah
tingkat tertentu (Johny, 2000).
Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan di
tempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary,
keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara
manusia-mesin-media yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari
misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan
gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem
kerja manusia–alat-bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan
masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri
(Lukmannul, 2004)
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari
hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(Modul K3 ITB, 2009).
10
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur,
1993).
Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat
keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis-
jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur,
1993).
Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang
kurang diperhitungkan keamanannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
pengaturan penerangan.
3. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki
yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Balai K3
Bandung, 2010).
11
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998).
Secara umum penyebab kecelakaan ada dua, yaitu unsafe action
(faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Menurut
penelitian bahwa 80-85 % kecelakaan disebabkan oleh unsafe action
(Anizar, 2009).
a. Unsafe Action
Unsafe Action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut :
1) Ketidakseimbangan fisik tenaga kerja yaitu :
a) Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah
b) Cacat fisik
c) Cacat Sementara
d) Kepekaan panca indera terhadap sesuatu
2) Kurang Pendidikan
a) Kurang pengalaman
b) Salah pengertian terhadap suatu perintah
c) Kurang terampil
d) Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure),
sehingga mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja
a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan
12
b. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya
c. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura
d. Mengangkut beban yang berlebihan
e. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja
b. Unsafe Condition
Unsafe condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:
1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai
2) Ada api di tempat bahaya
3) Pengamanan gedung yang kurang standar
4) Terpapar bising
5) Terpapar radiasi
6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan
7) Kondisi suhu yang membahayakan
8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan
9) Sistem peringatan yang berlebihan
10) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.
Menurut Notoatmodjo (2007) terjadinya kecelakaan kerja
disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia.
Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan
kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan akibat dari kerja.
13
B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat
pelindung diri atau pesonal protective equipment atau didefinisikan sebagai
alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja,
baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya
(OSHA, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment
didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal
108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya
khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja
perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya
perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD.
Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui Undang-
Undang No.1 tahun 1970. Pasal-pasal yang mengatur tentang penggunaan
APD adalah antara lain :
14
1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada
para pekerja.
2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tahap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja
yang bersangkutan.
Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki
peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai
pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari
aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan
kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan
korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil
produksi, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya
akan merugikan semua pihak serta berdampak kepada perekonomian nasional
(Anizar, 2009).
1. Program Penggunaan APD
Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib
menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain
yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus
perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang-
15
undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai
APD yang telah disediakan (Anizar, 2009).
2. Pemilihan dan Persyaratan APD
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.
Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan
sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal
protective devices). APD harus memenuhi persyaratan (Suma’mur, 2009) :
1. Enak (nyaman) dipakai;
2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang
dihadapi.
Menurut Anizar (2009) APD yang disediakan oleh pengusaha dan
dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan
sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang
disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan
tersebut, harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan di mana APD harus
1) Enak dan nyaman dipakai;
2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak
pekerja;
3) Memberikan perlindungan efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi
bahaya;
4) Memenuhi syarat estetika;
16
5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD; dan
6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan
harga terjangkau.
3. Jenis-Jenis APD
Menurut Anizar (2009) aneka alat pelindung diri adalah sebagai
berikut :
a. Masker
Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang
diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain :
1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis.
2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.
3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.
4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi
oksigen di udara.
Jenis-jenis masker dan penggunaannya (Anizar, 2009):
1) Masker penyaring debu
Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan
dari serbuk-serbuk logam, atau serbuk lainnya.
2) Masker berhidung
Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai
ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini
maka hidungnya harus diganti karena filternya telah teBLUD Rumah
Sakitmbat oleh debu.
17
3) Masker Bertabung
Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada
masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk
melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung
dapat dipasangkan dan bermacam-macam tabungnya tertulis untuk
macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan.
b. Kacamata
Salah satu masalah di BLUD Rumah Sakit dalam pencegahan
kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana
jumlah kecelakaan demikian besar. Orang-orang merasa enggan
memakai kacamata karena ketidaknyamannya sehingga dengan alasan
tersebut pekerja merasa mengurangi kenikmatan kerja. Sekalipun
kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan demikian banyaknya.
Banyak upaya harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin,
atau melalui pendidikan dan penggairahan, agar tenaga kerja
memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa risiko kecelakaan
terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri.
Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak
akan mau memakainya (Anizar, 2009).
Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata
pelindung diperlakukan. Sebagai misal, pekerjaan dengan kemungkinan
adanya risiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan kacamata
18
dengan lensa kokoh, sedangkan bagi pengelasan diperlukan lensa
penyaringan sinar las yang tepat (Anizar, 2009).
c. Sepatu Pengaman
Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap
kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa
kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar,
asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat
dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan
tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup
baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu
untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam
khususnya pada pekerjaan bangunan.
d. Sarung Tangan
Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan
pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan.
Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan.
Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu
tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena
aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya.
Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang
berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja
yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk
pengerjaan listrik.
19
e. Topi Pengaman (helmet)
Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang
mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau
benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan
kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat
cocok untuk keperluan ini.
Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastik
pada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko
ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar
rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan
ditutup oleh penutup kepala.
f. Pelindung Telinga
Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam,
pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap
kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung
telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri yang digunakan
untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai
personal hearing protection atau personal protective devices.
g. Pelindung Paru-Paru (Respirator)
Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada
kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran
mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan
oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraannya buruk
20
seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar-pencemar yang
berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan.
Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja.
h. Pakaian Pelindung
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap
bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja
melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada
dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang
mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana
panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasan-
perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia
korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan-
bahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.
Menurut Suma’mur (2009), alat proteksi diri beraneka ragam. Jika
digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis alat proteksi
diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :
1. Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu
topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.
2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles)
3. Muka : Pelindung muka (face shields)
4. Tangan dan jari : Sarung tangan (sarung tangan dengan ibu jari terpisah,
sarung tangan biasa (gloves); pelindung telapak tangan (hand pad), dan
21
sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan
(sleeve).
5. Kaki : Sepatu pengaman (safety shoes).
6. Alat pernapasan : Respirator, masker, alat bantu pernafasan.
7. Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga.
8. Tubuh : Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan
panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya.
9. Lainnya : Sabuk pengaman.
C. Tinjauan Tentang Perilaku
Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan
atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organisme-
respon).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek
tersebut (Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni :
1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya
berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku
tersebut terselubung (covert behaviour).
22
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan
nyata, maka disebut ‘over behaviour’.
a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku
Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering
digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian
yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia
menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu
faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana,
2009).
Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai nilai,
norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi.
Faktor pendorong (enabling factors). Faktor yang memungkinkan
terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan
atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan
sumber dan fasilitas kesehatan.
Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang memperkuat
perilaku termasuk sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan
tokoh masyarakat.
23
b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD
1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya (Mulyanti, 2008).
a) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil
‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviour). Sedangkan menurut Maulana
(2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan
telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers
(1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan yaitu :
24
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
(Notoatmodjo, 2007).
b) Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau
respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
objek. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana
(2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan
kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk
berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.
Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
25
‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang
terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap obyek.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007) :
1) Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mengindikasikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko.
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan
tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara
26
tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
c) Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua,
saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk
mendukung tindakan yang akan dilakukan. Tingkatan tindakan
(practice) yaitu:
1. Persepsi (Perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah
merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guide responce). Dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah
merupakan indikator tindakan tingkat kedua.
3. Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu
itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai
tindakan tingkat ketiga.
4. Adaptasi (Adaptation). Adaptasi adalah suatu tindakan yang
sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah
27
dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2) Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008).
a) Ketersediaan Fasilitas
Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas
dan penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan
seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi
kerja pegawai (Johny, 2000).
Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti
(2008) keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja
sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang
menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan
tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai
dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan
terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau
sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan
sumber dan fasilitas kesehatan. Menurut penelitian Hakim (2004)
28
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas
APD dengan penggunaan APD
b) Kenyamanan Fasilitas
Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang
timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan
keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi
respon yang berbeda-beda (Budiono dkk., 2003). Pemakaian APD
dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk
jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh
karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk
menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington dkk., 2003).
3) Faktor penguat (Reinforcing Factors).
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-
peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait
dengan kesehatan.
a) Pola Pengawasan
Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan
kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya
memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai (Notoatmodjo, 2007).
29
Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap
pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur
dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiry, 2003).
Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah
pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan
tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain
pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah.
Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan
ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari (Johny, 2000).
b. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun
lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat
pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan.
Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan
munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan APD
menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Tietjen, 2004).
APD meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun,
kap, apron dan alas kaki. APD yang sangat efektif terbuat dari kain
yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan
cairan lain untuk menembusnya (Tietjen, 2004).
30
1) Sarung Tangan
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah
penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung
tangan harus dipakai kalau menangani darah, sekresi dan ekskresi
(kecuali keringat). Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
untuk tiga alasan, yaitu:
a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien..
b) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro
organisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.
2) Masker
Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga
mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi
masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
3) Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau
cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata.
4) Gaun Penutup
Pemakaian utama dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian
petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu
melakukan tindakan, bila baju tidak ingin kotor.
31
5) Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah
melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan
tubuh lainnya.
6) Apron
Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di
bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau
sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau
cairan tubuh akan tumpah.
7) Alas Kaki
Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda
tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari
karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas
dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya.
D. Tinjauan Tentang Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat
pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan
sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996).
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan
dengan dokter (Stanley, 2007).
32
Menurut Stanley (2007), kepatuhan seseorang sangat berhubungan
dengan :
1. Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman.
2. Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang
3. Kepercayaan yang ada sebelumnya.
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku
yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku
kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu
mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan
dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta
akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya
pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke
posyandu.
2. Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah
Sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah
33
kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih,
makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak
mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa
menggunakan air kali, makan seadanya.
3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang
meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak
melakukannya. Perlu adanya contoh-contoh perilaku sehat dari para
tokoh masyarakat.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai
berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan
dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan
untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha
mencegah penyakit.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan
yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan.
34
E. Kerangka Konsep
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan
praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan
yang mungkin terjadi.
Alat Pelindung Diri (APD) yaitu alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan
bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi,
fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009).
Dalam pelaksaannya ketika sedang bekerja sorang petugas seharusnya
selalu menggunakan Alat Pelindung Diri yang tepat, dimana dalam
penggunaannya seorang petugas harus mengetahui betapa pentingnya
menggunakan APD ketika sedang bekerja atau ketika sedang berada di dalam
laboratorium kesehatan. Perilaku para petugas dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap serta tindakan yang selalu menggunakan APD.
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Perilaku Fisik Kimia Biologi Psikologi Ergonomi
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
35
Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman seseorang tentang
berbagai hal. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga yaitu melalui proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan,
baik yang bersifat formal maupun informal. Jadi pengetahuan tidak tercipta
dengan sendirinya, melainkan melalui berbagai proses dan tergantung dari
banyak faktor, seperti halnya tingkat kemampuan intelektual seseorang,
kemauannya dalam mencari sumber pengetahuan, adanya dukungan dari
lingkungan sekitar dan sebagainya.
Demikian juga dengan cara bersikap dan tindakan para perawat yaitu
selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (ADP). Hal ini membantu para
petugas dalam bekerja serta akan mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat
terjadi karena sikap kerja yang salah ketika bekerja.
Penggunaan APD sangat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya yaitu
pengetahuan, bagaimana bersikap serta bertindak yang benar ketika berada
dalam lingkungan kerja. Sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
36
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
: Variabel terikat (Denpenden Variable)
: Variabel bebas (indenpenden Variable)
: Variabel tidak diteliti
Faktor perilaku
PengetahuanSikap
Tindakan
Faktor FisikFaktor KimiaFaktor Biologi
Faktor PsikologiFaktor Ergonomi
Kepatuhan Menggunakan
(APD) sesuai SOP K3
37
F. Hipotesis Penelitian
1. H0 :
ρ value > α
Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Ruang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
H1 :
ρ value < α
Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di
Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
2. H0 :
ρ value > α
Tidak ada hubungan antara sikap perawat dengan
kepatuhan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di
Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
H1 :
ρ value < α
Ada hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
38
3. H0 :
ρ value > α
Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
H1 :
ρ value < α
Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Rumah Sakit Konawe.
39
III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan metode
cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif.
B. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap BLUD Rumah Sakit
Kabupaten Konawe pada bulan Juli tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Konawe yang berjumlah 52 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono,
2011) .jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
Teknik pengambilan total sampling yaitu teknik penerapan sampel dimana
seluruh populasi dijadikan sebagai sampel sehingga jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 52 orang (Arikunto, 2010).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Kuisioner yaitu instrumen pengumpulan data dengan menggunakan
lembaran pertanyaan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner
40
yang digunakan pada penelitian ini adalah angket. Angket yaitu
kuesioner yang langsung diisi oleh responden sendiri (Notoatmodjo,
2010).
2. Lembar observasi (chek list) yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan lembaran pertanyaan, agar observasi terarah dan dapat
memperoleh data yang benar-benar diperlukan, maka sebaiknya di
dalam melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan
yang disiapkan terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2010).
3. Dokumentasi yaitu pengambilan data yang akan didokumentasikan oleh
peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian.
4. Komputer yaitu untuk memudahkan pengumpulan data dan analisis
secara deskriptif.
5. Selain itu menggunakan kalkulator untuk mengolah angket penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diambil atau diperoleh dari
responden baik dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) maupun
wawancara langsung kepada responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yang
ada hubungannya dengan penelitian ini. Dalam hal ini data yang diperoleh
dari BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe.
41
F. Defisini Operasional dan Kriteria Objektif
Dalam penelitian ini, definisi operasional dan kriteria objektif yang
diteliti sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan tentang penggunaan APD yaitu apa yang diketahui perawat
tentang penggunaan APD serta risiko bila tidak menggunakan pada saat
bekerja. Pengukuran pengetahuan berdasarkan skala Guttman untuk
pertanyaan positif dengan jawaban “benar” diberi skor 1 dan untuk jawaban
“salah” diberi skor 0. Untuk pertanyaan negatif pemberian skor dibalik
dengan jawaban “benar” diberi skor 0 dan untuk jawaban “salah” diberi skor
1 (Riduwan, 2008).
Jumlah Pertanyaan untuk tingkat pengetahuan : 10
Nilai jawaban responden : 1 dan 0
Skor tertinggi : 1 X 10 = 10 (100%)
Skor terendah : 0 X 10 = 0 (0%)
Range = 100% - 0% = 100%, maka interval (I) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Riduwan, 2008) :
I =Keterangan :
I = Interval
R = Range/kisaran
K = jumlah kategori (2)
42
I = 100 − 02I = 50
Batas atas = Skor tertinggi = 100%
Batas bawah = (Batas atas – I )
= (100 – 50)
= 50%
Sehingga kriteria objektifnya :
a. Cukup : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor ≥ 50% dari
total skor maksimal.
b. Kurang : Apabila hasil jawaban responden memperoleh skor < 50 % dari
total skor maksimal.
2. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon perawat mengenai penggunaan APD.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan
keseluruhan yaitu 10 (sepuluh) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan
nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika
setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 10 X 1 = 10 (100%)
Skor terendah : 10 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
= = % %
= 50 %
43
Keterangan:
I = interval
R = range/ kisaran (100%-0% = 100%)
K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas = Skor tertinggi = 100 %
Batas bawah = (Batas atas – I) = 50%
Kriteria Objektif :
a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai
≥ 50 %.
b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar
mencapai atau < 50%.
3. Tindakan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah responden
mampu untuk menggunakan APD.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Guttman dari jumlah pernyataan
keseluruhan yaitu 8 (delapan) pernyataan dan setiap pernyataan di berikan
nilai 0 (nol) jika setuju dengan pernyataan yang salah dan nilai 1 (satu) jika
setuju dengan pernyatan yang benar, sehingga diperoleh skor nilai :
Skor tertinggi : 8 X 1 = 8 (100%)
Skor terendah : 8 X 0 = 0 (0%)
Kemudian diukur menggunakan rumus :
= = % % = 50 %
44
Keterangan:
I = interval
R = range/ kisaran (100%-0% = 100%)
K = jumlah kategori
Maka interval kelasnya adalah 50 %
Batas atas = Skor tertinggi = 100 %
Batas bawah = (Batas atas – I) = 50%
Kriteria Objektif :
a. Cukup : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar mancapai
≥ 50 %.
b. Kurang : Apabila nilai jawaban yang diberikan responden benar
mencapai atau < 50%.
4. Kepatuhan
Kepatuhan adalah patuh dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tugas dan
kewajibannya. Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan menggunakan
observasi langsung pada saat peneliti melakukan penelitian.
Kriteria obyektif:
a. Cukup : Patuh menggunakan APD apabila responden menggunakan
semua APD yang dibutuhkan dan sesuai SOP APD K3
b. Kurang : Tidak patuh menggunakan APD apabila responden tidak
menggunakan semua APD yang dibutuhkan sesuai SOP APD K3.
45
G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan
dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer dan
kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Dilakukan secara deskriptif pada masing-masing variabel dengan
analisis pada distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan
kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP di ruang
rawat inap BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe tahun 2015, dengan
menggunakan uji Chi square dengan tabel kontingensi 2x2, pada tingkat
kepercayaan 95% (α=0,05).
Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) :
a. H0 diterima jika χ2hitung ≤ χ2
tabel atau ρ value ≥ (α) = 0,05.
b. H1 diterima jika χ2hitung > χ2
tabel atau ρ value < (α) = 0,05.
Jika H0 ditolak kemudian dilanjutkan uji keeratan hubungan dengan
menggunakan koefisien phi (Ø). Hasil uji statistik yang bermakna atau
diketahui adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat akan
diketahui keeratan hubungannya dengan uji koefisien Phi, yang
46
dimaksudkan untuk melihat keeratan atau kekuatan hubungan dengan
komputer. Berikut rumus perhitungan manual koefisien phi (Ø).
Rumus :
∅ = ∣ − ∣( + )( + )( + )
Besarnya nilai phi (Ø) berada diantara 0 sampai dengan 1 dengan
ketentuan:
0,76 - 1,00 : hubungan sangat kuat
0,51 - 0,75 : hubungan kuat
0,26 - 0,50 : hubungan sedang
0,01 - 0,25 : hubungan lemah
(Arikunto, 2002).
3. Penyajian Data
Data yang telah diolah dan dianalisis, disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan.
47
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe
merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Daerah di wilayah Kabupaten
Konawe yang dalam operasionalnya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat Kabupaten Konawe dan Sekitarnya. Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Konawe didirikan pada tahun 1988 dan diresmikan pada tanggal
28 Agustus 1989 dengan klasifikasi Type D.
Dalam proses perkembangannya dan berdasarkan tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan yang optimal maka RSUD Kabupaten Konawe
ditingkatkan kelasnya menjadi Type C berdasarkan Kep. Menteri Kesehatan
RI No.1240/MENKES/SK/X/1997.
Sejak awal Tahun 2004 seiring dengan perubahan nama Kabupaten
Kendari menjadi Kabupaten Konawe, maka dengan sendirinya RSU Unaaha
yang awalnya dengan nama RSU Unaaha Kabupaten Kendari menjadi RSU
Unaaha Kabupaten Konawe.
RSU Unaaha Kabupaten Konawe yang berkedudukan di Ibukota
Kabupaten Konawe terus berupaya meningkatkan mutu dan jangkauan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk pelayanan rujukan dalam
wilayah kerja Kabupaten Konawe.
Penerapan Undang – Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah telah menempatkan RSU Unaaha sebagai salah satu aset daerah yang
harus ditangani secara profesional untuk menunjang Pendapatan Asli Daerah
48
(PAD) dengan tanpa meninggalkan fungsi sosial kemasyarakatan yang
diembannya.
Pada tanggal 15 Desember 2010 RSU Unaaha Kabupaten Konawe
berubah status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit
Konawe dan bukan lagi sebagai sumber PAD Kabupaten Konawe
1. Visi
Menjadi Pusat Rujukan Utama Empat Bidang Spesialistik Dasar
dalam Wilayah Kabupaten Konawe dan sekitarnya serta Menjadi Yang
Terbaik dalam Pelayanan Gawat Darurat di Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Misi
a. Mengedepankan mutu pelayanan dan profesionalisme sumber daya
manusia baik medis maupun non medis;
b. Menyelenggarakan pelayanan manajemen sistim informasi kesehatan
rumah sakit yang akuntabel dan transparan;
c. Melaksanakan pelayanan kesehatan empat spesialistik dasar;
d. Membangun dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana
penunjang pelayanan kesehatan;
e. Meningkatkan kepuasan pasten melalui pelayanan yang terjangkau dan
Asuhan Keperawatan yang komprehensif;
f. Mendorong percepatan perubahan BLUD Rumah Sakit Konawe
sebagai menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) penuh;
g. Meningkatkan, mengintegrasikan dan mendorong semangat
kebersamaan antar petugas, pasien dan keluarganya.
49
3. Data dan Letak Geografis
a. Data Rumah Sakit
1) Nama Rumah Sakit : BLUD RS Konawe
2) Kelas Rumah Sakit : Tipe C
3) Status Kepemilikan : Pemda Kabupaten Konawe
4) A l a m a t : Jl. Diponegoro No. 301 Kel. Tuoy
5) Kecamatan : Unaaha
6) Kabupaten : Konawe
7) Propinsi : Sulawesi Tenggara
b. Letak Geografis
BLUD Rumah Sakit Konawe berkedudukan ditengah-tengah
kota Unaaha Kabupaten Konawe dengan batas-batas sebagai berikut
1) Sebelah Utara berbatasan dengan jalan
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan Diponegoro (jalan poros
Kendari Kolaka)
3) Sebelah Timur dengan Pemukiman Penduduk
4) Sebelah Barat dengan pemukiman Penduduk
4. Lingkungan Fisik
BLUD Rumah Sakit Konawe berdiri di atas lahan seluas 45.000 m2
dengan luas bangunan 10.000 m2 menyediakan fasilitas pelayanan medik
rawat jalan, rawat inap, Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi (OK), ICU Unit
Penunjang Medis (Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Apotik), Unit
50
Penunjang Non Medis (Gizi/dapur, IPS-RS, Sanitasi, Loundry, dan Kamar
Mayat)
5. Sarana dan Prasarana
a. Sarana Fisik
1. Gedung Utama, terdiri dari :
b. Lantai I :
1) Ruang Rapat, 2) Ruang Komputer, 3) Bagian Perencanaan 4)
Bagian Kepegawaian,5) Bagian Umum, 6) Bagian Keuangan, 7)
Ruang Kepala Tata Usaha, 8) Direktur BLUD Rumah Sakit
Konawe
c. Lantai II :
1) Instalasi Farmasi (Apotik), 2) Tempat pengambilan kartu, 3)
Poliklinik Bedah, 4) Poliklinik Gigi ,5) Poliklinik Penyakit
Dalam, 6) Poliklinik THT
2. Gedung Unit Transfusi Darah
3. Gedung Rekam Medik
4. Gedung Radiologi dan Askes
5. Gedung KIA/KB dan Poliklinik penyakit Kandungan
6. Gedung Bangsal Isolasi
7. Gedung Laboratorium
8. Gedung IGD
9. Gedung ICU
10. Gedung VIP
51
11. Gedung Rawat Bedah
12. Gedung Rawat Interna
13. Gedung Rawat Anak
14. Gedung Rawat Kebidanan
15. Gedung Kamar Operasi (OK)
16. Gedung Fisioterapi
17. Gedung Musollah
18. Gedung Gudang Obat
19. Gedung Gudang Alkes
20. Gedung Aslrama Paramedis
21. Dapur (Instalasi Gizi), Kesling, IPS-RS dan Loundry
22. Gedung Pemulasaran Jenazah
23. Perumahan Dokter Spesialis
24. Perumahan Dokter Umum
b. Prasarana
1. Listrik
2. Air
3. Pembuangan Limbah
4. Peralatan Medis
a) Alat Kedokteran Gigi
b) Alat Kedokteran Bedah
c) Alat Kedokteran Anak
d) Alat Kesehatan, Kebidanan dan penyakit kandungan
52
e) Alat Kesehatan Penyakit Dalam
f) Peralatan Medis IGD
g) Peralatan Kamar Operasi (OK)
h) Peralatan Medis IGD
5. Peralatan Penunjang Medis
a) Peralatan Unit Transfusi Darah dan Bank Darah
b) Peralatan Radiologi
c) Peralatan Anaestesi
6. Peralatan Non medis
a) Peralatan Loundry
b) Peralatan Dapur
c) Peralatan Pemulasaran Jenazah
d) Ambulans, Kendaraan Jenazah, Kendaraan Operasional
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di BLUD Rumah Sakit
Konawe terdiri dari :
a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan :
1) Poliklinik Umum, 2) Poliklinik Gigi, 3) Poliklinik Bedah, 4) Poliklinik
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, 5) Poliklinik Jantung, 6) Poliklinik
Anak, 7) Poliklinik THT, 8) Poliklinik Penyakit Dalam, 9) Poliklinik
Syaraf dan Jiwa, 10) Poliklinik Ortopedi, 11) Poliklinik KIA / KB, 12)
Instalasi Gawat Darurat (IGD).
53
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rawat Inap :
1) Bedah, 2)Interna, 3)Kamar Bersalin, 4)Anak,
5)VIP , 6)ICU, 7)Isolasi
c. Unit Penunjang Medis
1) Laboratorium, 2)Instalasi Farmasi (Apotik), 3)Radiology, 4)Fisioterafi
d. Unit Penunjang non medis
1) Gizi/dapur, 2)IPS-RS, 3)Sanitasi, 4)Kamar Pemulasaran Jenazah,
5)Loundry
7. Fasilitas Tempat Tidur
Adapun fasilitas tempat tidur yang berdasarkan ruangan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Fasilitas Tempat Tidur di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No RuanganJumlah Tempat Tidur Ket.
2011 2012 2013 2014
1 Sorume (VIP) 8 8 8 12
2 Delima (Kebidanan) 13 17 17 11
3 Anggrek (Interna) 21 24 24 24
4 Asoka ( Bedah) 20 24 24 24
5 Melati (Anak) 18 16 14 16
6 Mawar (Isolasi) 13 13 13 13
7 ICU 4 6 6 8
8 Neonati 0 0 0 10
TOTAL 97 108 106 118
Sumber data : Sekunder, 2015
54
8. Sumber Daya Manusia
BLUD Rumah Sakit Konawe dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai pelayanan masyarakat dibidang kesehatan, bukan hanya
ditunjang oleh sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai dalam
pencapaian Visi, Misi, tujuan dan sarana tetapi juga ditunjang dengan tenaga
yang berkualitas baik tenaga medis, paramedis non perawatan maupun tenaga
non medis.
Jumlah pegawai (PNS/CPNS) berdasarkan kualifikasi pendidikan, dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Distribusi Jumlah pegawai berdasarkan jenis pendidikan di BLUD
Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No Jenis Pendidikan
Jumlah
2011 2012 2013 2014
PNSCPNS PNSCPNS PNSCPNS PNSCPNS
1 S2 Manajemen Rumah Sakit
1 0 1 0 0 0 1 0
4 Dokter Spesialis 3 0 3 0 2 0 4 0
5 Dokter Gigi 1 1 1 1 2 0 2 0
6 Dokter umum 0 5 5 2 5 0 7 0
7 Apoteker 3 2 4 1 4 0 6 0
8 S1 Keperawatan/Ns 3 2 2 2 5 0 15 0
9 S1 Farmasi 0 3 1 4 1 0 4 0
10 S1 Kesehatan Masyarakat
10 1 16 2 16 0 19 0
11 D3 Keperawatan 33 5 34 17 34 0 52 0
55
12 D3 Farmasi 2 0 2 0 2 0 2 0
13 D3 Gizi 4 2 4 2 4 0 6 0
14 D3 Kesling 2 0 1 1 1 0 3 0
15 D3 Fisioterapi 2 2 2 1 2 0 4 0
16 D3 Analisis Kesehatan
2 0 1 1 1 0 4 0
17 D3 Tekniker Gigi 2 0 2 0 2 0 2 0
18 D3 Kebidanan 7 1 8 1 8 0 10 0
19 D3 Rekam Medik 1 0 1 0 1 0 0 0
20 D3 Keuangan 1 0 1 0 1 0 0 0
21 D3 Anaestesi 2 0 2 0 2 0 1 0
22 D1 Bidan 2 0 1 0 1 0 1 0
23 D1 Kesling 1 0 1 0 1 0 0 0
24 SPK 20 1 22 0 22 0 17 0
Sumber ; Data sekunder 2015
B. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-
laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Paramadina,
2007). Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel berikut.
56
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Ruang Rawat
Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No. Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
1. Laki – Laki 17 36,3
2. Perempuan 35 63,7
Total 52 100
Sumber : Data Primer, Agustus 2015
Table 3 menunjukan bahwa dari 52 responden terdapat 17 orang
(36,3%) berjenis kelamin laki-laki sedangkanyang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 35 responden (63,7%).
b. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, yang
diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Philip, 2003).
Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur dapat
dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
1. 20 – 25 3 7,32. 26 – 30 14 30,53. 31 – 35 24 33,54 36 – 40 7 20,25. 41 – 45 3 7,76. 46 – 50 1 3,8
Total 52 100
Sumber : Data Primer, Agustus 2015
57
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 52 responden, responden dengan
kelompok umur 31 – 35 tahun sebanyak 24 orang (33,5 %), sedangkan
kelompok umur 46 – 50 tahun sebanyak 1 orang (3,8 %).
c. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya (Rush, 2001). Pendidikan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh
seseorang.
Jumlah dan presentase responden menurut pendidikan terakhir
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No.Pendidikan Terakhir
Jumlah (n) Persentase (%)
1. D I/ SPK 7 7,3
2. D III Akper 25 68,3
3. S1 Keperawatan 20 24,4
Total 52 100
Sumber : Data Primer, Agustus 2015
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 52 responden, dengan tingkat
pendidikan DI/ SPK sebanyak 7 orang (7,3 %), sedangkan D III/ Akper
sebanyak 25 orang (68,3 %).
58
d. Karakteristik Responden Menurut Lama Kerja
Lama kerja adalah jangka waktu seseorang bekerja di suatu tempat
terhitung sejak diterima secara resmi yang ditandai dengan keluarnya surat
keputusan dari pihak yang berwewenang.
Jumlah dan persentase responden menurut lama kerja dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Lama Kerja di Ruang Rawat InapBLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
No.Lama Kerja
(tahun)Jumlah (n) Persentase (%)
1. < 5 5 12,2
2. 5 – 10 22 36,6
3. > 10 25 51,2
Total 52 100
Sumber: Data Primer, Agustus 2015
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 52 responden, yang lama
kerjanya >10 tahun sebanyak 25 orang (51,2 %) sedangkan responden
dengan lama kerja <5 tahun sebanyak 5 orang (12,2 %).
2. Analisis Univariat
a. Kepatuhan Menggunakan Alat pelindung Diri (APD) sesuai Standar
Operasional Prosedur (SOP)
Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki
peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan.
Sebagai pelaku pembangunan, perlu dilakukan upaya-upaya
perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis
59
dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. terjadinya kecelakaan
kerja dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan,
menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya proses produksi,
kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta
berdampak kepada perekonomian nasional (Anizar, 2009). Kepatuhan
adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak
menaati peraturan ke perilaku yang menaati peraturan menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yang sesusi dengan SOP rumah sakit di BLUD
Rumah Sakit Kabupaten Konawe.
Distribusi responden menurut kepatuhan perawat menggunakan
APD di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Kepatuhan Perawat dalam Menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
.No. Kepatuhan SOP Jumlah (n) Persentase (%)1. Kurang 30 80,32. Cukup 22 19,7
Total 52 100Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 52 responden perawat yang
bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe terbesar berada pada kategori
kurang/tidak patuh dalam menggunakan APD sesuai SOP sebanyak 30
orang (80,3%), sedangkan terkecil berada pada kategori cukup/patuh
dalam menggunakan APD sesuai SOP sebanyak 22 orang (19,7%).
60
b. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) semakin tinggi
pendidikan/pengetahuan kesehatan seseorang, makin tinggi kesadaran
untuk berperan serta (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang
penggunaan APD yaitu apa yang diketahui perawat tentang penggunaan
APD sesuai dengan SOP serta risiko bila tidak menggunakan pada saat di
BLUD Rumah Sakit Konawe.
Distribusi responden menurut pengetahuan responden di BLUD
Rumah Sakit Konawe Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Responden menurut Pengetahuan Perawat di BLUD
Rumah Sakit Konawe Tahun 2015.
No. Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%)1. Kurang 38 80,62. Cukup 14 19,4
Total 52 100Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan kurang terkait kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di
BLUD Rumah Sakit Konawe yaitu sebanyak 38 orang (80,6%), dan yang
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 14 orang (19,4%).
61
c. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon perawat mengenai penggunaan
APD sesuai SOP kesehatan kerja. Sikap perawat adalah reaksi atau
respon mengenai penggunaan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit
Konawe.
Distribusi responden menurut sikap responden di BLUD Rumah
Sakit Konawe Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Distribusi Responden menurut Sikap Perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015.
No. Sikap Jumlah (n) Persentase (%)1. Kurang 33 70,92. Cukup 19 29,1
Total 52 100Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 52 responden sikap terbesar
berada pada sikap negatif/kurang sebanyak 33 responden (70,9%),
sedangkan terkecil berada pada sikap positif/cukup sebanyak 19
responden (29,1%).
d. Tindakan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan adalah
responden mampu untuk menggunakan secara tepat APD sesuai SOP di
BLUD Rumah Sakit Konawe. Distribusi responden menurut tindakan
perawat diruang rawat inap Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 10.
62
Tabel 10. Distribusi Responden menurut Tindakan Perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015.
No. Tindakan Jumlah (n) Persentase (%)1. Kurang 14 21,72. Cukup 38 78,3
Total 52 100Sumber : Data Primer diolah Agustus 2015
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 52 responden tindakan yang
terbesar berada pada tindakan cukup sebanyak 38 responden (78,3%) dan
terkecil berada pada tindakan kurang sebanyak 14 responden (21,7%)
3. Analisis Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan menggunakan
APD sesuai SOP di rumah sakit
Hubungan pengetahuan perawat dengan kepatuhan menggunakan
APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe dapat dilihat pada tabel
11.
Tabel 11. Hubungan Pengetahuan Perawat BLUD Rumah Sakit Konawe
Dengan Kepatuhan Menggunakan APD sesuai SOP Rumah Sakit
Tahun 2015.
NoPengetahuan
KepatuhanJumlah
ρValue RØKurang Cukupn % n % n %
1 Kurang 20 52,6 18 47,4 38 1000,024 0,6372 Cukup 10 71,4 4 28,6 14 100
Total 30 57,7 22 42,3 52 100Sumber: Data Primer diolah Agustus 2015
63
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 38 responden yang
memiliki pengetahuan kurang mengenai kepatuhan menggunakan APD
sesuai SOP terdapat 20 responden (52,6%) yang kurang/tidak patuh
menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap dan 18 responden
(47,4%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap .
Sedangkan dari 14 responden yang memiliki pengetahuan cukup mengenai
kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 10 responden (71,4%)
yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP dan 4 responden
(28,6%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap.
Berdasarkan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue = 0,024.
Dengan menggunakan α = 0,05 dan ρValue < 0,05, maka H0 ditolak dan H1
diterima yaitu ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe
tahun 2015, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,637 (hubungan kuat). Dari
hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan perawat
memiliki hubungan yang “kuat” dengan kepatuhan dalam menggunakan
APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe.
b. Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan menggunakan APD
sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe
Hubungan sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD
sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe dapat diliat pada
tabel 12.
64
Tabel 12. Hubungan Sikap Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan
APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
NoSikap
KepatuhanJumlah
ρValue RØKurang Cukupn % N % n %
1 Kurang 20 60,6 13 39,4 33 100
0,027 0,3852 Cukup 10 52,6 9 47,4 19 100
Total 30 57,7 22 42,3 52 100
Sumber: Data Primer diolah Agustus 2015
Berdasarkan tabel 12 menunjukan bahwa dari 33 responden yang
memiliki sikap kurang/negatif mengenai kepatuhan menggunakan APD
sesuai SOP terdapat 20 responden (60,6%) yang kurang/tidak patuh
menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap dan 13 responden
(39,4%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap .
Sedangkan dari 19 responden yang memiliki sikap cukup/positif
mengenai kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP terdapat 10
responden (52,6%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai
SOP di ruang rawat inap dan 9 responden (47,4%) cukup/patuh
menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap.
Berdasarkan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue =
0,027.Dengan menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρValue > 0,05, maka H0
ditolak, H1 diterima yaitu ada hubungan antara sikap perawat dengan
kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe
tahun 2015.
65
c. Hubungan Tindakan Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD
sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe
Hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD
sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe dapat diliat pada tabel 13.
Tabel 13. Hubungan Tindakan Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan
APD Sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
NoTindakan
KepatuhanJumlah
ρValue RØKurang Cukupn % n % n %
1 Kurang 5 35,7 9 64,3 14 1000,100 0,1632 Cukup 25 65,8 13 34,2 38 100
Total 30 57,7 22 42,3 52 100 Sumber: Data Primer diolah Agustus 2015
Berdasarkan tabel 13 menunjukan bahwa dari 14 responden yang
memiliki tindakan kurang mengenai kepatuhan menggunakan SOP
terdapat 5 responden (35,7%) yang kurang/tidak patuh menggunakan APD
sesuai SOP di ruang rawat inap dan 9 responden (64,3%) cukup/patuh
menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap. Sedangkan dari 38
responden yang memiliki pengetahuan cukup mengenai kepatuhan
menggunakan APD sesuai SOP terdapat 25 responden (65,8%) yang
kurang/tidak patuh menggunakan APD sesuai SOP dan 13 responden
(34,2%) cukup/patuh menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap.
Berdasarkan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue = 0,100.
Dengan menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρValue > 0,05, maka H0
diterima yaitu tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan
66
kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit
Kabupaten Konawe tahun 2015.
C. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan
APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan keyakinan suatu obyek yang telah
dibuktikan kebenarannya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior) semakin tinggi pendidikan/pengetahuan kesehatan seseorang,
makin tinggi kesadaran untuk berperan serta (Notoatmodjo, 2003).
Hasil uji menggunakan analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil yaitu
ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat di BLUD Rumah Sakit
Konawe, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,637 (berhubungan kuat). Dari
hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan perawat
memang memiliki hubungan yang “kuat” dengan kepatuhan menggunakan
APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe.
Hasil penelitian dari 52 responden yang berpengetahuan cukup
sekitar 14 responden (19,4%) sedangkan yang berpengetahuan kurang
67
sebanyak 38 responden (80,6%). Hal ini disebabkan karena responden
belum mengerti fungsi dan manfaat dari menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) yang sesuai dengan SOP di ruang rawat inap, karena berdasarkan
observasi yang dilakukan masih banyak perawat yang ketika bekerja
belum atau tidak menggunakan alat pelindung diri yang sudah ditetapkan
dalam SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe. Salah satu perilaku yang
sering ditemukan adalah penggunakan masker yang salah. Masker adalah
salah satu jenis APD yang penting di rumah sakit dan berfungsi untuk
mencegah seseorang dari penyakit yang disebabkan melalui sistem
pernapasan. Namun masker jika ini tidak berfungsi dengan baik karena
responden tidak menggunakan masker sebagai mana SOP. Masker yang
digunakan biasanya hanya menutupi mulut bahkan masih ada perawat
yang menggunakan masker dengan menggatung di lehernya tidak
menutupi mulut dan hidung.
Pengukuran tingkat pengetahuan responden menggunakan
pertanyaan mengenai pemahaman para perawat tentang pentingnya
menggunakan APD yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang harus diketahui oleh setiap perawat yang bekerja dalam ruang
rawat inap. Menurut Bloom dalam Marlina (2010), bahwa perilaku dibagi
dalam 3 (tiga) ranah yaitu pengetahuan tentang materi, sikap terhadap
materi tersebut serta tindakan sehubungan dengan materi tersebut.
Dalam hal ini perilaku baru dimulai dari perawat tahu dahulu apa isi
pedoman sehingga akan menimbulkan suatu pengetahuan baru. Setelah itu
68
barulah timbul suatu respon batin yang merupakan sikap terhadap
pedoman tersebut, setelah tahu dan disadari tentang pentingnya pedoman
tersebut, perawat akan melakukan perilaku yang sesuai dengan prosedur
mutu, dalam kenyataannya petugas dapat bertindak/berperilaku baru tanpa
didasari oleh pengetahuan dan sikap sehingga tidak diperoleh bahwa sikap
berhubungan dengan kepatuhan perawat.
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa
pengalaman bekerja di ruang rawat inap juga bisa mempengaruhi
pengetahuan seseorang ketika bekerja, karena berdasarkan data yang
diperoleh para perawat yang bekerja di BLUD Rumah Sakit Kabupaten
Konawe bahwa masa kerja dari 52 responden, terdapat 5 responden (12,2)
dengan masa kerja <5, dan 22 responden (36,6%) dengan masa kerja <10
tahun sedangkan 25 responden (51,2%) dengan masa kerja >10 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan ditempat yang
sama bahwa, responden yang pernah mengikuti pelatihan atau training
mengenai metode pelaksanaan promosi K3 khususnya pengguaan APD
hanya untuk pegawai yang memiliki jabatan sebagai koordinator bagian
ruang rawat inap di BLUD Rumah Sakit Konawe dan juga merupakan
pegawai lama yang bekerja lebih dari 10 tahun keatas (Asruddin, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengalaman sebagai sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam
69
bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan
profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak
dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang, bila pekerja mempunyai pengetahuan
yang kurang terhadap potensi ataupun sumber bahaya yang ada di
lingkungan kerjanya, maka individu tersebut akan cenderung membuat
suatu keputusan yang salah, dalam hal ini perilaku penggunaan APD. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor
berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat
individu untuk berperilaku (dalam hal penggunaan APD).
Upaya yang harus digunakan dalam meningkatkan penggunaan APD
pada ruang rawat inap di BLUD Rumah Sakit Konawe adalah dengan cara
meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan APD yang sebenarnya
sudah dilakukan, tetapi tidak rutin. Pengetahuan merupakan hal yang
sangat berpengaruh terhadap perilaku perawat dalam menggunakan APD.
Oleh sebab itu sebaiknya rumah sakit lebih berusaha untuk meningkatkan
atau mempertahankan pengetahuan pekerja mengenai APD. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemasangan poster keselamatan kerja tentang APD
karena pengetahuan dalam penggunaan alat pelindung diri yang baik dan
aman mutlak dimiliki oleh perawat.
70
Pengawasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perawat dalam menggunakan alat pelindung diri. Bird tahun 1972, dengan
tegas mengatakan bahwa penyebab langsung terjadinya kecelakaan adalah
tindakan dan kondisi yang tidak aman. Penyebab langsung ini timbul
karena pengawasan yang jelek dari pihak manajemen (Haris, 2014).
2. Hubungan Sikap Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD
Sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Azwar (2009), adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal
tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut,
apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal
sehingga terbentuklah arah sikap tersebut.
Sikap dalam operasionalnya di lapangan dalam penelitian ini
didefenisikan sebagai reaksi atau respon perawat mengenai cara para
perawat menggunakan APD yang sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) di ruang rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian yang
71
telah diperoleh bahwa hasil analisis Chi-Square (χ2), diperoleh hasil ρValue
= 0,027 sehingga ρValue > 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yaitu ada
hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan menggunakan APD
sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe tahun 2015.
Pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi perilaku seseorang
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku seseorang akan lebih baik dan
dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang
APD diharapkan akan mempunyai sikap tentang APD yang baik juga.
Jawaban responden tentang kepatuhan menggunakan APD sesuai
standar SOP, ditemukan bahwa sebagian besar responden tidak patuh
untuk menggunakan APD sesuai standar yang sudah ditentukan ketika
sedang berada di ruang rawat inap pasien. Sebagian responden memiliki
kecenderungan untuk tidak menggunakan APD sesuai prosedur kesehatan
kerja perawat. Dari 52 responden terdapat hanya 22 responden (19,7%)
yang menggunakan APD yang sesuai SOP sedangkan 30 responden
(80,3%) tidak menggunakan APD yang sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit
Konawe.
Sikap yang baik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
pengalaman yang pribadi (baik langsung maupun tidak langsung),
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri individu itu sendiri
yang kemudian akan memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang
72
dilihat dan diketahui, sehingga menimbulkan kecenderungan untuk
bersikap dan bertindak. Hal ini didasarkan pada pengalaman kerja para
perawat yang cukup lama bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di BLUD Rumah Sakit
Konawe bahwa sikap perawat dikategorikan kurang/negatif sebanyak 33
responden (70,9%) sedangkan kategori positif sebanyak 19 responden
(29,1%). Para perawat yang bekerja di ruang rawat inap BLUD Rumah
Sakit Konawe sangat setuju bahwa penggunakan APD sesuai SOP saat
bekerja adalah satu cara menciptakan lingkungan kerja yang aman dan
sehat. Namun ketika bekerja sebagian besar masih banyak yang tidak
menggunakan APD seperti masker dan sarung tangan yang seharusnya
selalu digunakan ketika sedang bekerja di ruang rawat inap. Hal ini
disebabkan ketersediaan fasilitis APD di BLUD Rumah Sakit Konawe
masih kurangnya.
Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008)
keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut
menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan
perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan
perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan
terjadinya kecelakaan.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marlina
(2010) yang didapatkan hasil ρ value ≥ 0,05 yaitu 0,907. Hasil uji statistik
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa data yang terkumpul dalam
73
penelitian tidak mampu membuktikan adanya hubungan yang bermakna
antara sikap dengan kepatuhan perawat terhadap prosedur mutu pelayanan
sesuai ISO/IEC 17025 di Palembang Tahun 2012.
3. Hubungan Tindakan Perawat dengan Kepatuhan Menggunakan APD
Sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2015
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah
tersedianya fasilitas atau peralatan yang seharusnya ada ketika sedang
bekerja di ruang rawat inap rumah sakit.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa cara bertindak para perawat
yang bekerja di BLUD Rumah Sakit Konawe yang yang dikategorikan
kurang sebanyak 5 responden (21,7%) sedangkan kategori cukup sebanyak
18 responden (78,3%).
Pengukuran tindakan responden pada penelitian ini yaitu
menggunakan kuesioner yang menanyakan tentang tindakan responden
mengenai cara mereka menggunakan APD yang sesuai dengan Standard
Operating Procedure (SOP) yang seharusnya digunakan atau diterapkan
oleh setiap perawat di BLUD Rumah Sakit Konawe. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, diperoleh tidak ada hubungan yang bermakna
antara tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai
Standard Operating Procedure (SOP) di BLUD Rumah Sakit Konawe.
74
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa tidak ada
hubungan tindakan dengan kepatuhan menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) sesuai Standard Operating Procedure (SOP) di ruang rawat inap
BLUD. Sebagian besar responden tidak patuh untuk menggunakan APD
yang sesuai SOP yang sudah ditentukan ketika sedang berada di ruang
rawat inap. Sebagian responden memiliki kecenderungan untuk tidak
menggunakan APD sesuai prosedur kesehatan kerja perawat. Dari 52
responden terdapat hanya 22 responden (19,7%) yang menggunakan APD
sesuai SOP sedangkan 30 responden (80,3%) tidak menggunakan APD
sesuai SOP di ruang rawat inap. Dari beberapa item pertanyaan yang
diajukan kepada para responden, sebagian besar memiliki tindakan cukup,
dimana ketika mereka sedang bekerja kemudian berbicara dengan rekan
kerja, mereka tetap menggunakan masker yang berguna untuk melindungi
terkena kontaminasi bahan kimia atau mencegah terhirupnya virus dan
bakteri yang ada diruang rawat inap pasien. Ketersediaan APD seharusnya
disediakan oleh pihak Rumah Sakit.
Cara bertindak atau berperilaku para perawat yang bekerja di BLUD
Rumah Sakit Konawe dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana tersedia
peralatan kerja yang aman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Haris,
2013) yang menyatakan bahwa perilaku pekerja dalam menggunakan APD
di tempat kerja dipengaruhi oleh ketersediaan APD di lokasi kerja karena
meskipun seseorang pekerja tahu dan mau untuk menggunakan APD
75
namun tetap tidak menggunakan APD karena tidak tersediah APD secara
lengkap yang seharusnya digunakan saat bekerja.
Hasil penelitian ini seseuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo
(2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku dalam bekerja yaitu faktor pendukung (enabling factor) adalah
fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Hal ini terwujud dalam
lingkungan fisik (tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan). Begitu pula
yang diungkapkan (Maulana, 2009) Faktor yang memungkinkan terjadinya
perilaku adalah lingkungan sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus
yang mendukung, keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan.
APD di rumah sakit meliputi sarung tangan, masker, pelindung
mata, gaun, kap, apron dan alas kaki. Namun perawat ruang inap tidak
menggukan APD lengkap setiap melakukan tindakan keperawatan di
BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe. Penggunakan APD disesuikan
dengan pasien yang ditangani oleh masing-masing perawat. Misalnya saja
APD yang digunakan oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap
pasien yang mengidap/menderita penyakit TB paru, APD yang digunakan
akan berbeda dengan APD yang digunakan oleh perawat yang bekerja di
ruang rawat inap yang hanya menderita hipertensi. Sehingga kelengkapan
APD wajib digunakan pada saat bekerja harus sesuai kebutuhan untuk
menjaga diri sendiri dan orang-orang di sekelilingnya agar tidak beresiko
76
atau membahayakan kesehatan dengan perawat sendiri maupun pasien
yang ditangani.
Berdasarkah hasil penelitian menunjukan bahwa hampir semua
responden menjawab selalu menggunakan APD saat bekerja namun dalam
melakukan tugas sebagai seorang perawat, terkadang merasa tidak nyaman
ketika mengenakan APD. Sehingga ketika bekerja mereka terkadang tidak
bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan ketika berada dalam
ruangan pasien.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Budiono (2003) yang
menyatakan bahwa perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu)
yang timbul pada saat menggunakan APD akan mengakibatkan
keengganan perawat dalam menggunakannya dan mereka memberi respon
yang berbeda-beda. Pemakaian APD dapat memberikan ketidaknyamanan,
terutama apabila dipakai pada jangka waktu yang lama, karena pemakai
merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu seseorang cenderung untuk
melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan.
Semua pelindung diri baik pakaian kerja maupun peralatan harus
mempunyai struktur dan desain yang aman. Pemilihan APD yang tepat
akan menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi pemakainya. Sehingga
perilaku dalam menggunakan alat pelindung diri dapat terbentuk secara
positif karena pekerja merasa nyaman disetiap pekerjaannya.
Faktor yang juga mempengaruhi penggunaaan APD di BLUD
Rumah Sakit Kabupaten Konawe adalah lingkungan kerja. Kadang-kadang
77
meskipun seseorang tahu dan mampu manfaat dan fungsi APD, namun
tidak melakukannya karena terpengaruh oleh orang-orang disekitarnya
yang tidak menggunakan APD. Rekan kerja akan pempengaruhi sikap dan
tidakan yang dilakukan oleh seseorang. Apabila ada salah satu perawat
tidak menggunakan APD sesuai SOP maka akan mempengaruhi perawat
yang lain.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu (Notoatmodjo, 2007).
78
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan Kepatuhan
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating
Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015.
2. Ada hubungan antara sikap perawat dengan Kepatuhan Menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Rang
Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe
Tahun 2015.
3. Tidak ada hubungan antara tindakan perawat dengan Kepatuhan
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standard Operating
Procedure (SOP) Di Rang Rawat Inap Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) Rumah Sakit Konawe Tahun 2015.
79
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, maka
dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada Kepala Rumah Sakit BLUD Rumah Sakit Konawe
agar lebih meningkatkan pengetahuan perawat tentang pentingnya
menggunakan APD sesuai SOP di ruang rawat inap yang baik dan benar
melalui pelatihan atau training, penyuluhan atau seminar tentang Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di rumah sakit.
2. Diharapkan kepada para prawat untuk selalu bekerja dengan aman dan
selalu menggunakan APD yang sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan
guna untuk mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
3. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini
sebagai bahan masukan dan informasi serta dapat melakukan penelitian
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit dengan
variabel-variabel lain yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A., 2010, Keselamatan dan Kerja Kesehatan di Laboratorium Kimia, http://www.anneahirsa.com. Diakses April 2013.
Anizar, 2009, Teknik keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Graha ilmu, Yogyakarta.
Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekataan Praktek, PT. Rineka Cipta, Yogyakarta.
Asrudin, A.A., 2012. Metode Penerapan Promosi Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pada Pegawai Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012. FKM Univesitas Halu Oleo. Skripsi
Atmoko, Tjipto., 2000. Standar Operasional Prosedur (SOP) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf. Diakses Mei 2013.
Azwar, S., 1997, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke 2. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
, 2009, Pengantar Epidemiologi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
________, 2010, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Bochenski, (penyunting : Jujun S, Suriasumantri), 2001, Ilmu Dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Budiarto, E., 2002, Biostatistika, EGC, Jakarta.
Budiono A. M.S., dkk, 1992, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, PT. Tri Tunggal Tata Fajar, Solo.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai pustaka, Jakarta.
Depkes RI., 2001, Paradigma Sehat, Jakarta
__________, 2001, Modul Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Kesehatan (Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Kerja, 2001).
__________, 2002, Panduan Nasional Penanggulangan Tuberculosis, P2M, Jakarta.
__________, 2009. Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009.http://www.depkes.go.id/. Diakses April 2013
Departemen Tenaga Kerja RI, 1998, Pembinaan Operasional P2K3, Modul 3 UUNo I th 1970, tentang Keselamatan Keja, Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja RI, Jakarta
Gibson, 2003, Fundamentals of Management. Texas Pulb.
Gibson, Ivancevich, et al., Organization: behavior, stucture, process. Singapore: Mc Graw-Hill International Edition, 2006.
Hakim, L., 2004, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat pelindung diri (APD) oleh Pekerja Radiasi Pada Instalasi Radiologi Rumah Sakit Di Wilayah Kota Palembang Tahun 2004 (Tesis), Universitas Indonesia, Jakarta.
Harrianto, 2010, Kesehatan Kerja, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Hiperkes, Bandung, 2008, Keselamatan Kerja. http://hiperkes.wordpress.com/2008/03/03/keselamatan-kerja-/.Diakses April 2013.
ILO/WHO, 2000. Modul tentang Pengertian dasar/defenisi K3 (Occupational Health and Safety menurut WHO/ILO). Diakses April 2013.
Johny, 2000, Studi Tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan APD di bagian Drayer dan Gluing Pabrik Kayu Lapis PT. Jati Darma Indah Kota Ambon Tahun 2000 (Tesis), Universitas Indonesia, Jakarta.
Kreitner dan Kinicki, 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2, Salemba Empat, Jakarta.
Marlina, D, 2010, Analisis Kepatuhan Petugas Terhadap Prosedur Mutu Laboratorium Sesuai ISO 17025:2005 DI Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Palembang. Universitas Indonesia. Tesis
Mar’ad, 1994, Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, Ghalia Indo, Bandung.
Maulana, D.J.H., 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia ,1996 Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tahun 1996. http://healthsafetyprotection.com/pentingnya-training-k3-untuk-mengurangi-potensi-kecelakaan-bahan-kimia/. Diakses April 2013.
Milyandra, 2010, K3 (Kesehatan dan Keselamatan kerja), http://www.milyy.wordpress.com. Diakses April 2013.
Mubarak, W., 2010, Promosi Kesehatan untuk Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.
Mulyana, dkk,2006. Evaluasi Pendidikan. Lembaga Akta Mengajar Universitas Negeri Jakarta.
Mulyanti, D., 2008, Faktor predisposing, Enabling, dan Reinforcing terhadap Penggunaan Alat pelindung diri Dalam Asuhan Persalinan Normal di Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh tahun 2008 (Tesis), Universitas Sumatera Utara, Medan.
Notoatmodjo, 2003, Promosi kesehatan dan Ilmu Prilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
__________, 2007, Promosi kesehatan dan Ilmu Prilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
__________, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 2009, Personal Protection Equipment. http://www.osha.gof, September 2013.
Osnita, (2001) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan petugas terhadap SOP layanan ISPA di Unit kesehatan Ibu dan anak puskesmas kota padang. FKM Universitas Indonesia. Tesis.
Panggabean, R. 2008, Hubungan pengetahuan Dan Sikap Petugas Laboratorium Terhadap Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Di Puskesmas Kota Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara. Tesis
Paramadina, 2007, Definisi Jenis Kelamin (gender), http://www.paramadina.com, 3 September 2013.
Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta.
Sarwono, S, 1997, Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Sastrohadiwiryo, S., 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. PT. Bumi Aksar, Jakarta.
Sedarmayanti, 2002, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung.
Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, EGC, Jakarta.
Sugiono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta. Bandung.
Sugiono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Suhardiyanto, A.,S., 2011, Hubungan Pengetahuan Potensi Bahaya Bahan Kimia Dan Perilaku Kerja Aman Petugas Laboratorium RS. Moh Ridwan Meureksa Jakarta Pusat 2011 (Skripsi). Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Suma’mur, 1988, Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, PT Gunung Agung, Jakarta.
Suma’mur, 2009, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), CV Sagung Seto, Jakarta.
Suyanto, 2008, Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi, Mitra Cendikia, Yogyakarta.
Tietjen, dkk., 2004, Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan, YBP-SP, Jakarta.
Walgito, B. 2001. Psikologi Sosial, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Wawan, A., dkk., 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Nuhamedika, Yogyakarta.
1
LAMPIRAN 1
SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Dengan ini menyatakan bahwa saya tidak keberatan diikut sertakan dalam penelitian
“Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Di Ruang Rawat Inap BLUD Rumah
Sakit Konawe Tahun 2015”. Dan saya bersedia untuk ikut aktif membantu demi kelancaran
penelitian ini sampai selesai.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
BLUD RS Konawe, Juli 2015
(Responden)
No. Responden
LAMPIRAN 2
KUESIONER
HUBUNGAN PERILAKU PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN APD SESUAI SOP DI RUANG RAWAT INAP BLUD RS KONAWE
TAHUN 2014
Petunjuk pengisian :1. Bacalah setiap pernyataan secara baik dan teliti sebelum anda menjawab pertanyaan.2. Isilah setiap pernyataan sesuai dengan kemampuan anda dan dengan sebenar-benarnya.3. Setelah melakukan pengisian, mohon Bapak/Ibu mengembalikan kepada yang
menyerahkan kuesioner.
DAFTAR PERTANYAANI. Identitas Responden1. Nama : ...............................................2. Usia : ...........tahun3. Jenis Kelamin : L / P4. Pendidikan terakhir : 1. DIPLOMA Keperawatan
5. S1 6. S2
A. PengetahuanBeri tanda (√) pada kotak yang telah disediakan!
Pernyataan
Jawab(Diisi oleh Responden)
Benar Salah
A1. Program penggunaan APD merupakan salah satu upaya perlindungan dari semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya bagi perawat dan orang lain yang ada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta aman dan efisien.
A2. Kecelakaan kerja akibat tidak menggunakan APD merupakan kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan, dikatakan tidak terduga karena dibelakang peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan dan selalu diikuti oleh kerugian material serta tidak diharapkan.
A3. Bagian keperawatan merupakan pekerja yang memiliki risiko bahaya kecelakaan dan terjadinya paparan penyakit dalam penangananpekerjaannya. Maka perlu penggunaan APD untuk meminimalisir resiko tersebut
No. Responden
A4. Program penggunaan APD bertujuan untuk melindungi pekerja agar tetap selamat dan sehat dalam bekerja.
A5. Pelaksanaan program penggunaan APD pada keperawatan tidak dapat meminimalisir angka kecelakaan kerja dan angka kesakitan pada perawat
A6. Pelaksanaan program APD di keperawatan bukan merupakan hak dasar perlindungan para karyawan .
A7. Pelaksanaan program APD di keperawatan bukan merupakan hak pemerintah dan kewajiban pimpinan perusahaan.
A8. Penggunaan alat pelindung diri (APD) befungsi untuk melindungi karyawan dari gangguan kesehatan yang mungkin terjadi sewaktu bekerja.
A9. Semua yang dapat membahayakan jiwa dan kesehatan, tidak termasuk dalam bahaya penggunaan APD.
A10. Perilaku kepatuhan menggunakan APD merupakan semua kegiatan manusia yang disadari dengan keselamatan dan kesehatan, namun tidak dapat diamati atau dilihat oleh pihak luar.
B. Sikap K3Berilah tanda (√) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut Bapak/Ibu!
1. SS = Sangat Setuju 3. TS = Tidak Setuju2. S = Setuju 4. STS= Sangat Tidak Setuju
Pernyataan SS S TS STS
C1. Saya mendukung program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan penggunaan APD di bagian keperawatan
C2. Sebelum melaksanakan tugas, saya mempelajari dengan baik potensi bahaya yang ada pada saat saya bekerja.
C3. Saya tidak mengikuti semua program APD di tempat saya bekerja.
C4. APD bukan merupakan prioritas utama dalam bekerja agar tercapai kondisi kerja yang aman dan sehat.
C5. Rekan kerja yang tidak menggunakan APD sewaktu bekerja perlu ditegur dan diingatkan.
C6. Saya tidak ikut bertanggung jawab atas penggunaan APD
No. Responden
C7. Saya ikut menjaga kebersihan, dan kerapian APD agar selalu dalam kondisi baik demi terciptanya lingkungan kerja yang minim dari risiko bahaya.
C8. Kecelakaan akibat tidak menggunakan APD yang terjadi di tempat saya bekerja tidak perlu untuk dilaporkan.
C9. Saya tertarik untuk mengikuti program APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang saya lakukan.
C10. Saya tidak peduli terhadap program penggunaan APD di tempat saya bekerja.
C. Tindakan menggunakn APDBerilah tanda (√) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut Bapak/Ibu!
PernyataanJawab
(Diisi oleh Responden)
Ya Tidak
D1. Saya selalu menggunakan APD pada saat bekerja.
D2. Saya tidak mengembalikan APD pada tempatnya
D3. Saya selalu menggunakan APD yang layak digunakan.
D4. Saya tidak menggunakan APD sesuai dengan petunjuk yang semestinya.
D5. Saya selalu merasa tidak nyaman menggunakan APD pada saat bekerja.
D6. Saya tidak memindahkan peralatan keselamatan/APD dari tempatnya.
D7. Saya tidak menjaga peralatan keselamatan /APD agar tetap berfungsi dengan baik.
D8. Saya selalu menggunakan APD sesuai petunjuknya dan kegunaannya
No. Responden
Lembar observasi kepatuhan penggunaan APD sesuai SOP di BLUD Rumah Sakit
Konawe
Chek list “ Cukup Patuh” jika penggunaan APD sesuai dengan SOP dan chek list “
Kurang Patuh” Jika penggunaan APD tidak Sesuai dengan APD
No. Jenis APD yang digunakan Keterangan
Cukup Patuh Kurang Patuh
1. Masker digunakan setiap melayani pasien
dan harus menutupi hidung dan mulut.
2. Sarung tangan, gunakan saat melakakan
kotak langsung dengan pasien.
3. Gaun atau Pakaian kerja
4. Alas Kaki
5. Kaki Pelindung Mata
6. Kap
7. Apron
LAMPIRAN 3
MASTER TABEL PENELITIAN
NOIdentitas Responden Variabel Penelitian
Jenis KelaminUmur
(Tahun)Pend.
TerakhirLamaKerja
(Tahun)Pengetahuan Sikap Tindakan Kepatuhan
1 Laki-laki 39 SPK 13 1 1 2 12 Perempuan 21 D3 4 1 1 2 13 Laki-laki 31 D3 9 2 2 2 24 Perempuan 20 D3 4 1 1 2 15 Laki-laki 37 S1 13 2 2 1 26 Perempuan 28 D3 7 1 1 2 17 Perempuan 24 D3 5 1 1 2 18 Laki-laki 35 S1 12 2 2 2 29 Perempuan 33 S1 8 1 1 1 2
10 Perempuan 32 S1 8 1 1 2 111 Perempuan 30 S1 6 1 1 2 112 Laki-laki 42 SPK 13 1 2 2 213 Laki-laki 35 S1 12 2 1 2 114 Perempuan 34 S1 12 1 2 2 215 Perempuan 26 D3 5 1 1 2 116 Laki-laki 34 S1 9 2 2 1 217 Perempuan 31 D3 8 1 1 2 118 Perempuan 35 S1 12 1 2 1 2
19 Perempuan 30 D3 6 2 1 2 120 Perempuan 26 D3 5 1 1 2 121 Perempuan 27 D3 7 1 2 1 122 Perempuan 26 D3 7 1 1 1 223 Perempuan 28 D3 7 1 1 2 224 Perempuan 27 D3 7 1 1 2 125 Laki-laki 35 S1 12 1 2 2 226 Perempuan 31 D3 7 2 1 1 127 Laki-laki 34 S1 11 1 2 1 228 Perempuan 29 D3 8 2 1 2 129 Laki-laki 36 S1 12 1 2 2 230 Perempuan 32 D3 8 1 2 2 231 Perempuan 35 S1 12 2 1 2 132 Laki-laki 38 S1 12 1 1 1 133 Perempuan 33 D3 11 1 2 2 234 Perempuan 29 D3 10 1 1 2 135 Perempuan 27 D3 8 1 2 2 136 Laki-laki 30 D3 6 2 1 1 237 Laki-laki 40 SPK 13 1 1 2 238 Perempuan 26 D3 6 1 2 1 139 Perempuan 34 S1 7 2 2 2 240 Laki-laki 46 SPK 12 1 1 2 141 Perempuan 34 D3 11 1 1 1 142 Perempuan 34 D3 11 2 2 2 243 Perempuan 35 S1 11 2 1 2 144 Perempuan 33 S1 11 1 1 1 145 Perempuan 32 D3 6 1 1 2 1
46 Perempuan 34 S1 7 2 2 2 247 Perempuan 36 S1 11 1 1 2 248 Perempuan 32 S1 11 1 1 1 149 Laki-laki 38 SPK 13 1 2 2 150 Laki-laki 42 SPK 13 1 1 2 251 Laki-laki 44 SPK 13 1 1 2 152 Perempuan 31 D3 6 1 1 2 1
Ket:
1.) 1 = Kurang2.) 2 = Cukup3.) S1 = Sarjana4.) D3 = Diplomat5.) SPK =Sekolah Pendidikan Kesehatan
LAMPIRAN 4
OUPUT SPSS
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Laki-laki 17 36.3 36.3 46.3
Perempuan 35 63.7 63.7 100.0
Total 52 100.0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid 20-25 Tahun 3 7.3 7.3 7.3
26-30 Tahun 14 30.5 30.5 44.2
31-35 Tahun 24 36.5 36.5 63.4
36-40 Tahun 7 20.2 20.2 85.4
41-45 Tahun 3 7.7 7.7 95.1
46-50Tahun 1 3.8 3.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
Pendidikan Terakhir
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid D1 7 7.3 7.3 7.3
D3 25 68.3 68.3 75.6
S1 20 24.4 24.4 100.0
Total 25 100.0 100.0
Lama Kerja
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid <5 tahun 5 12.2 12.2 12.2
5 - 10 tahun 22 36.6 36.6 87.8
> 10 tahun 25 51.2 51.2 100.0
Total 25 100.0 100.0
B. Analisis Univariat
Pengetahuan
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Kurang 38 80,6 33,6 80,6
Cukup 14 19,4 67,4 100.0
Total 52 100.0 100.0
Sikap
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Kurang 33 70.9 70,9 70,9
Cukup 19 29.1 29.1 100.0
Total 52 100.0 100.0
Tindakan
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Kurang 14 21,7 21,7 21,7
Cukup 38 78,3 78,3 100.0
Total 52 100.0 100.0
Kepatuhan
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Kurang 30 80,3 80,3 80,3
Cukup 22 19,7 19,7 100.0
Total 52 100.0 100.0
C. ANALISIS BIVARIAT
Crosstabulasi
Pengetahuan * Kepatuhan
Crosstab
Kpatuhan
TotalKurang Cukup
Pengahuan Kurang Count 20 18 38
Expected Count 52,6 47,4 100
Cukup Count 10 4 14
Expected Count 71,4 28,6 100
Total Count 30 22 52
Expected Count 57,7 42,3 100.0
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.444a 1 .010
Continuity Correctionb2.138 1 .020
Likelihood Ratio 4.160 1 .011
Fisher's Exact Test .024 .012
Linear-by-Linear Association 3.255 1 .011
N of Valid Casesb52
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.0.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .299 .020
Cramer's V .299 .020
N of Valid Cases 52
Sikap * Kepatuhan
Crosstab
Kepatuhan
TotalKurang Cukup
Sikap Kurang Count 20 13 33
Expected Count 60,6 39,4 100
Cukup Count 10 9 19
Expected Count 52,6 47,4 100
Total Count 30 22 52
Expected Count 57,7 42,3 100.0
Chi-Square Tests
Value DfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,175a 1 .023
Continuity Correctionb3.984 1 .024
Likelihood Ratio 5,284 1 .022
Fisher's Exact Test .0277 .022
Linear-by-Linear Association 5,076 1 .024
N of Valid Casesb52
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.08.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .385 .023
Cramer's V .385 .023
N of Valid Cases 52
Tindakan * Kepatuhan
Crosstab
Kepatuhan
TotalKurang Cukup
Tindakan Kurang Count 5 9 14
Expected Count 35,7 64,3 100
Cukup Count 25 13 38
Expected Count 65,8 34,2 100
Total Count 30 22 52
Expected Count 57,7 42,3 100.0
Chi-Square Tests
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.534a 1 .111
Continuity Correctionb1.634 1 .201
Likelihood Ratio 2.548 1 .110
Fisher's Exact Test .100 .10
Linear-by-Linear Association 2.486 1 .115
N of Valid Casesb52
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.46.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .163 .111
Cramer's V .163 .111
N of Valid Cases 52
LAMPIRAN 5
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 : Pengisian kuisioner oleh responden
Gambar 2 : Pengisian kuisioner oleh responden
Gambar 3 : Pengisian kuisioner oleh responden
r
Gambar 4 : Perawat yang Sedang Menyuntik Pasien
Gambar 5 : Perawat yang sedang menganti cairan infus pasien
Gambar 6: Perawat yang sedang melakukan perawatan luka
Gambar 7 : perawat yang sedang memandikan pasien TB Paru di ruang mawar (isolasi)