hubungan pengetahuan perawat...
TRANSCRIPT
i
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
PATIENT SAFETY DENGAN PERILAKU PERAWAT
DALAM PENCEGAHAN KEJADIAN PLEBITIS
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
PANTI WALUYO SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Ismiyati Rahayu
NIM. ST 13-041
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
i
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
PATIENT SAFETY DENGAN PERILAKU PERAWAT
DALAM PENCEGAHAN KEJADIAN PLEBITIS
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
PANTI WALUYO SURAKARTA
SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Ismiyati Rahayu
NIM. ST 13-041
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PATIENT SAFETY
DENGAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN KEJADIAN
PLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
PANTI WALUYO SURAKARTA
Oleh :
Ismiyati Rahayu
NIM.ST 13-041
Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 05 Agustus 2015
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama
S.Dwi Sulisetyawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 200984041
Pembimbing Pendamping
Joko Kismanto,S.Kep.,Ns
NIK. 200670020
Penguji,
Ika Subekti Wulandari, S.Kep,Ns,M.Kep
NIK. 201189097
Surakarta, 05 Agustus 2015
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
Wahyu Rima Agustin,S.Kep,Ns,M.Kep
NIK. 201279102
iii
SURAT PERYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ismiyati Rahayu
NIM : ST13-041
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (Sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta
maupun di perguruan tinggi lain.
2) Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan
Tim Penguji.
3) Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 10 Januari 2015
Yang membuat pernyataan,
(Ismiyati Rahayu )
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Hubungan
Pengetahuan Perawat Tentang Patient safety dengan Perilaku Perawat dalam
Pencegahan Kejadian Plebitis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta”.
Selama penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Hartati, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi STIKes
Kusuma Husada Surakarta
3. S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns.,M.Kep selaku pembimbing utama yang telah
memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan penelitian ini.
4. Joko Kismanto, S.Kep., Ns selaku pembimbing pendamping yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan sehingga
penelitian ini terselesaikan dengan baik.
5. Ika Subekti Wulandari, S.Kep,Ns,M.Kep selaku Dosen Penguji yang
memberikan pertanyaan dan masukan.
6. Dr .T. Soebroto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo yang telah
memberikan ijin waktu dan tempat kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Bambang Kamiwarno, S.Kep selaku Kabid Keperawatan yang telah
memberikan motivasi dan arahan dalam proses penelitian ini.
v
8. Staf Rumah Sakit Panti Waluyo dan Responden yang sudah bersedia
meluangkan waktu membantu dalam penelitian.
9. Civitas Akademik Program studi S1 Keperawatan yang telah membantu dalam
proses penelitian ini.
10. Suamiku tercinta dan anak anakku yang selalu memberikan dukungan selama
menempuh pendidikan.
11. Teman-teman terkasih yang mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini
Akhirnya penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaannya, serta semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan keperawatan.
Surakarta, Januari 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
SURAT PERYATAAN ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3. Tujuan penelitian ........................................................................... 5
1.4. Manfaat penelitian ......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7
2.1. Tinjauan Teori ............................................................................... 7
2.2. Keaslian Penelitian ...................................................................... 34
2.3. Kerangka Teori ............................................................................ 36
2.4. Kerangka Konsep ........................................................................ 36
2.5. Hipothesis .................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 38
3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian.................................. 38
3.2. Populasi dan Sampel ................................................................... 38
3.3. Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................... 40
3.4. Variabel dan Definisi Operasional .............................................. 40
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data .............................. 41
3.6. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ........................................ 49
3.7. Etika Penelitian ............................................................................ 51
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 53
4.1. Hasil Penelitian Uji Univariat ..................................................... 53
4.2. Hasil Penelitian Uji Bivariat ........................................................ 55
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............................................... 57
5.1. Pembahasan Penelitian ................................................................ 57
BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 63
6.1. Kesimpulan .................................................................................. 63
6.2. Saran ............................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian 34
3.1 Definisi Operasional 41
3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 42
3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Penhetahuan 45
3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku 46
3.5 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas 48
4.1 Distribusi Frekuesi Tingkat Pendidikan Responden 53
4.2 Distribusi Frekuesi Tingkat Lama Bekerja Responden 54
4.3 Distribusi Frekuesi Tingkat Pengetahuan Responden 54
4.4 Distribusi Frekuesi Perilaku Responden 55
4.5 Rangkuman Hasil Uji Kendall’s Tau 55
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Proses Terbentuknya Perilaku 26
2.2 Kerangka Teori 36
2.3 Kerangka Konsep 36
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1. Surat Ijin Studi Pendahuluan
2. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
3. Surat Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas
4. Surat Balasan Uji Validitas dan Reliabilitas
5. Surat Ijin Penelitian
6. Surat Balasan Ijin Penelitian
7. Surat Permohonan Menjadi Informan
8. Surat Persetujuan Menjadi Informan
9. Instrumen Penelitian
10. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
11. Hasil Penelitian
12. Jadwal Penelitian
13. Lembar Konsultasi
xi
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015 ABSTRAK
Ismiyati Rahayu
Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Patient safety dengan Perilaku
Perawat dalam Pencegahan Kejadian Plebitis Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
Abstrak
Kemampuan petugas kesehatan khususnya perawat dalam mencegah transmisi infeksi di rumah sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tidak lepas dari faktor yang mempengaruhinya yaitu pemahaman petugas kesehatan tentang patients safety. Dengan paradigma baru saat ini, masih dijumpai tenaga kesehatan yang bekerja tanpa menghiraukan keamanan pasien (patient safety), bekerja sekedar untuk mencari nafkah guna menghidupi keluarga, masuk kerja tidak tepat waktu dan bekerja sebagai formalitas tanpa ada rasa bersalah kepada masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang patient safety hubungannya dengan perilaku perawat dalam mencegah kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Penelitian ini dilakukan pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang berjumlah 33 sampel. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan explanatory research dengan menggunakan teknik analisis data Korelasi Kendall’s Tau-b.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan perawat tentang patients safety sebagian besar dengan kategori sedang sebesar 39,4%, dan perilaku perawat dalam pencegahan kejadian plebitis sebagian besar dikategorikan baik sebesar 57,6%. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan tentang tentang patients safety dengan perilaku perawat dalam pencegahan kejadian phlebitis dengan tingkat kepercayaan 95%.
Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan tentang patients safety dengan perilaku perawat dalam pencegahan kejadian phlebitis, hal ini dibuktikan oleh besarnya nilai ρ=0,017< 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Kata kunci: pengetahuan, patients safety, perilaku pencegahan, plebitis Daftar pustaka : 22 (2002-2015)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Ismiyati Rahayu
Correlation between Nurses’ Knowledge of Patients’ Safety and Their
Attitude in Plebitis Prevention at the Inpatient Room of Panti Waluyo
Hospital of Surakarta
Abstract
The ability of health workers, especially nurses in the prevention of infection transmission at a hospital and their effort of preventing the infection are not separated from their understanding on patients’ safety. With today's new paradigm, many health workers who ignore the patients’ safety are still met. They work only to earn a living to support their family, do not come to work on time, and regard their job as formality without any guilty feeling toward the community.The objective of this research is to investigate the correlation between nurses’ knowledge of the patients’ safety and their attitude in the plebitis prevention at the Inpatient Room of Panti Waluyo Hospital of Surakarta
This research used qualitative method with explanatory research design. he
samples of this research were 33 nurses. The data of research were analyzed by using the Kendall’s Tau-b’s Correlation.
The result of research shows that 39.4% of nurses had fair knowledge, and 57.6% of the nurses had good attitude. Thus, there was a positive and significant correlation between the nurses’ knowledge level of the patients’ safety and their attitude in the plebitis prevention at the Inpatient room of Panti Waluyo Hospital of Surakarta as indicated by the confidence level of 95%, and the ρ-value was 0.017, which was less than 0.05. Keywords : Knowledge, patients’ safety, prevention, plebitis References: 22 (2002-2015)
1
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Visi Indonesia sehat tahun 2015, merupakan wujud masyarakat
yang menjadi harapan masyarakat bangsa kita di masa depan sebagai
masyarakat Indonesia sehat. Salah satu upaya untuk mewujudkan harapan
masyarakat tersebut, maka ditetapkan misi pembangunan kesehatan, yaitu
dengan memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan melibatkan masyarakat serta lingkungan. Agar misi
pembangunan kesehatan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien, maka salah satu strategi yang dikembangkan adalah reformasi
dibidang kesehatan yaitu dengan peningkatan kualitas tenaga kesehatan
salah satunya adalah dengan peningkatan perilaku kesehatan bagi perawat.
Perilaku perawat dan hasilnya juga sangat ditentukan oleh faktor internal
individu tersebut, yaitu anggapan maupun pengetahuan seseorang dalam
memberi arti terhadap stimuli dari lingkungannya yang dibawa masuk ke
dalam organisasi pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2012).
Profesionalitas tenaga kesehatan khususnya keperawatan
ditunjukkan dari perilaku tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan termasuk pelaksanaan program menjaga keamanan pasien
(patient safety) berdasarkan standar pelayanan kesehatan, mandiri,
bertanggung jawab dan bertanggung gugat, serta mengembangkan
2
kemampuan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ciri Profesionalitas tenaga kesehatan tersebut harus tetap
dipelihara dan ditingkatkan dalam rangka mempertahankan standard mutu
yang tinggi. Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait
langsung dengan pemberi asuhan kepada pasien sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Perawat sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan yang ada di lapangan sangat menentukan dalam upaya
pencegahan dan memutus rantai transmisi infeksi dalam rangka memenuhi
kebutuhan kemanan pasien (Pusdiknakes RI, 2003).
Pengetahuan tentang patient safety adalah hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu (Notoatmodjo, (2003). Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan tentang patient safety manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan tentang patient safety seseorang
mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan
dalam ingatan. Pengetahuan tentang patient safety atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan tentang patient safety akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan tentang patient
safety.
3
Kemampuan petugas kesehatan khususnya perawat dalam
mencegah transmisi infeksi di rumah sakit, dan upaya pencegahan infeksi
adalah tidak lepas dari faktor yang mempengaruhinya yaitu pemahaman
petugas kesehatan tentang program keamanan pasien (patients safety),
tersedianya peralatan kesehatan yang memadai, dana untuk menyediakan
pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker, penyediaan
pasokan tersebut kurang, dan adanya standar operasional prosedur (SOP)
tetap yang berlaku (Cahyono, 2008).
Menurut data WHO tahun 2013 menunjukkan bahwa kejadian
infeksi nosokomial di rumah sakit mencapai 9% (variasi 3 – 21 %) atau
lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa tingkat infeksi nosokomial yang terjadi di beberapa
negara Eropa dan Amerika adalah lebih rendah yaitu sekitar 1%
dibandingkan dengan kejadian di negera-negara Asia, Amerika Latin dan
Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40%. Berdasarkan Data
Pengendalian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit Panti Waluyo pada bulan
Juli - September 2014, dapat dijelaskan bahwa angka kejadian infeksi
Nosokomial plebitis sebesar 2.27%, Dikubitus sebesar 1.29%, infeksi
saluran kemih sebesar 1.6%.
Upaya yang sudah dilakukan oleh Pengendalian Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit Panti Waluyo untuk mencegah kejadian
tersebut adalah menetapkan dan pelaksanaan standar operasional prosedur
(SOP) bagi petugas pelayanan kesehatan setiap melakukan tindakan
4
pemasangan infus seperti prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, standar operasional prosedur (SOP) pemasangan
infus yang harus diganti setiap 3x24 jam, dan penyediaan sarung tangan
dan masker.
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap beberapa teman sejawat di
Rumah Sakit Panti Waluyo, dengan paradigma baru saat ini, masih
dijumpai tenaga kesehatan yang bekerja tanpa menghiraukan keamanan
pasien (patient safety), bekerja sekedar untuk mencari nafkah guna
menghidupi keluarga, bekerja dengan malas-malasan, masuk kerja tidak
tepat waktu dan bekerja sebagai formalitas tanpa ada rasa bersalah kepada
masyarakat.
Filsafat profesionalitas perawat seperti diatas, sudah tidak ada pada
tempatnya di era reformasi kesehatan. Kecenderungan perilaku perawat
sebagai petugas kesehatan yang berbuat seperti tersebut diatas adalah
bukan semata-mata kesalahan pegawai itu saja, ada kemungkinan karena
pihak dimana bekerja kurang memperhatikan kondisi-kondisi yang
memungkinkan tumbuhnya nilai-nilai Profesional perawat pada diri tenaga
kesehatan (KKP-RS, 2008).
Berdasarkan beberapa substansi permasalahan yang telah diuraikan
tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang
analisis pengetahuan perawat tentang patient safety dengan perilaku
perawat dalam mencegah kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Waluyo Surakarta dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.
5
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan
antara pengetahuan perawat tentang patient safety dengan perilaku perawat
dalam mencegah kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta.
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengetahuan perawat tentang patient safety
hubungannya dengan perilaku perawat dalam mencegah kejadian
plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
1.3.2. Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi karakteristik perawat (tingkat pendidikan,
lama kerja) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
2. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang patient safety di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
3. Mengidentifikasi perilaku perawat dalam mencegah kejadian
plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan perawat tentang patient
safety kaitannya dengan perilaku perawat dalam mencegah
6
kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Bagi Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan yang memperhatikan keamanan pasien
(patient safety).
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk mengembangkan konsep dan kajian yang lebih mendalam
tentang keamanan pasien (patient safety) sehingga diharapkan
dapat menjadi dasar dan pendorong dilakukannya penelitian yang
lebih mendalam tentang masalah tersebut.
1.4.3. Bagi Peneliti Lain
Memberikan gambaran yang lebih konkrit dan alternative
pemecahan masalah dan pengendalian infeksi nosokomial
khususnya plebitis, sehingga dapat dijadikan sumber informasi
untuk dilakukan penelitian yang akan datang.
1.4.4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, khasanah, ilmu pengetahuan, informasi dan
wacana tentang hubungan pengetahuan tentang patient safety
kaitannya dengan perilaku perawat dalam mencegah kejadian
plebitis.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang.
(Notoatmojo, 2007). Pendapat lain menurut Frankel,
(2007) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah informasi
atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah
berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Berdasarkan definisi yang diuraikan oleh para ahli
diatas dapat dijelaskan bahwa pengertian pengetahuan
8
adalah hasil penginderaan atau pengamatan inderawi
terhadap suatu objek yang belum pernah dilihat, didengar
atau dirasakan sebelumnya yang disadari oleh seseorang
dan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu
dan pengetahuan sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. pengetahuan tentang patient safety
adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan tentang patient safety
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan tentang patient safety atau kognitif
tindakan seseorang pengetahuan tentang patient safety
mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan
tentang patient safety atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan tentang patient safety akan lebih langgeng
9
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
tentang patient safety (Frankel, 2007).
2.1.1.2. Klasifikasi Pengetahuan
Notoatmodjo (2007), menjelaskan bahwa
pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu sebagai tingkatan yang paling rendah diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan tentang abjek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Dengan kata lain harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya.
10
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu
kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-
komponen dalam suatu struktur organisasi yang masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjuk kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
11
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan
perilaku yang akan diambilnya, karena dengan
pengetahuan tersebut ia memiliki alasan dan landasan
untuk menentukan suatu pilihan. Kekurang
pengetahuan tentang kewaspadaan universal akan
mengakibatkan tidak terkendalinya proses
perkembangan penyakit, termasuk deteksi dini adanya
komplikasi penyakit. Pengetahuan perawat tentang
kewaspadaan universal adalah semua hal yang
diketahui perawat tentang kewaspadaan universal.
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman dan berbagai
macam sumber, misalnya media masa, media
elektronik, guru petunjuk, petugas kesehatan, media
poster, kerabat dekat dan lain sebagainya.
2.1.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu:
1. Faktor Internal, meliputi :
a. Kesehatan
12
Sehat berarti keadaan fisik, mental dan sosial
seseorang berfungsi secara optimal dan seimbang.
Keseimbangan ini akan terganggu jika seseorang
sakit. Proses belajarpun akan terganggu jika
seseorang berada dalam keadaan yang tidak
optimal baik fisik, mental maupun sosial.
b. Intelegensi
Intelegensi sangat besar sekali pengaruhnya
terhadap pengetahuan seseorang. Orang yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan
lebih berhasil dari pada yang mempunyai
intelegensi rendah.
c. Perhatian
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang tinggi yang
semata-mata tertuju pada suatu objek. Jika
perhatian seseorang rendah atau kurang terhadap
suatu materi, maka pemahaman terhadap materi
tersebut akan berkurang atau menurun.
d. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan.
Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan
13
terus menerus disertai rasa senang. Berbeda
dengan perhatian yang sifatnya sementara.
2. Faktor Eksternal, meliputi :
a. Keluarga
Keluarga sangat menentukan dalam pendidikan,
karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama.
b. Metode Pembelajaran
Metode pengajaran adalah suatu cara yang harus
dilalui dalam mengajar. Untuk menghindari cara
belajar yang salah perlu suatupembinaan. Dengan
metode belajar yang tepat dan efektif, akan efektif
pula hasil belajar seseorang.
c. Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga
mempengaruhi seseorang. Pengaruh ini terjadi
karena keberadaannya dalam masyarakat. Adapun
bentuk kegiatan seseorang dalam masyarakat adalah
berhubungan dengan mediamasa, teman bergaul dan
bentuk kehidupan masyarakat.
2.1.1.4. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
14
materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan
domain di atas (Notoatmodjo, 2007). Kriteria pengukuran
tingkat pengetahuan dapat dikategorikan secara kualitatif
dengan rumus statistik, yaitu:
Rendah : <65%
Sedang : 65-79%
Tinggi : 80-100%
(Santoso, 2006).
2.1.2 Patient safety
2.1.2.1. Definisi Patient safety
Institusi pelayanan kesehatan merupakan sistem
yang kompleks yang ditandai dengan penggunaan
teknologi tinggi dan "kebebasan" profesi. Kompleksitas itu
menimbulkan kerawanan kesalahan medik (medical
error). Keselamatan adalah hak pasien, dan para
profesional pelayanan kesehatan berkewajiban
memberikan pelayanan kesehatan yang aman. Karena itu,
upaya meningkatkan keselamatan pasien harus menjadi
prioritas utama para pemimpin pelayanan kesehatan.
"Safety is a fundamental principle of patient care and a
15
critical component of hospital quality management."
(World Alliance for Patient safety, Forward Programme
WHO 2004).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan
salah satu dimensi mutu yang saat ini menjadi pusat
perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala
nasional maupun global. Hal ini tercermin dengan
diangkatnya patient safety sebagai isu utama pada
konfrensi ISQua yang diselenggarakan di Vancouver
Canada pada bulan Oktober 2005, sementara di Indonesia
patient safety juga merupakan salah satu isu utama yang
melatarbelakangi diberlakukannya Undang Undang
Nomor 29 Tahun 2004 yang juga mulai berlaku pada
bulan tersebut. Ketepatan (appropriateness) dalam
pelayanan kesehatan, kecepatan (timeliness), dan bebas
dari bahaya dan kesalahan (free from harm and error)
merupakan tiga unsur utama dari keselamatan pasien yang
dapat terwujud dengan adanya regulasi pelayanan
kesehatan, sistem informasi yang memadai, sumber daya
manusia kesehatan yang profesional, dan pengelolaan
sumber daya kesehatan lain (DepKes RI, 2006).
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem
pelayanan dalam suatu rumah sakit yang memberikan
16
asuhan pasien yang aman. Termasuk di dalamnya
mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar
dan menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi
untuk mengurangi risiko. Gerakan keselamatan pasien
rumah sakit (GKP-RS) atau yang populer disebut sebagai
patient safety adalah suatu proses pemberian pelayanan
rumah sakit terhadap pasien yang lebih aman. Sistem ini
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (DepKes
RI, 2006).
WHO, pada World Health Assembly yang ke-55,
yang dilaksanakan pada Mei 2002 ditetapkan suatu
resolusi yang mendorong negara-negara untuk
memberikan perhatian kepada permasalahan Patient
safety. Kemudian pada Oktober 2004 WHO dan berbagai
lembaga mendirikan World Alliance for Patient safety
yang bertujuan mengedepankan tujuan utama Patient
safety yaitu “First do no harm” dan menurunkan
morbiditas, cidera dan kematian yang diderita pasien. Di
Indonesia kegiatan keselamatan pasien sudah dilaksanakan
dalam bentuk elemen-elemennya saja belum secara
17
komprehensif, misalnya Sistem Pengendalian Nosokomial,
Sistem K3, Manajemen Risiko, Informed Consent, Audit
Medis, Review Kasus Kematian, Program Perinatal Risiko
Tinggi, Evaluasi-evaluasi dalam berbagai program mutu
pelayanan (DepKes RI, 2006).
2.1.2.2. Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit terdiri dari
sistem pelaporan insiden, analisis, belajar dan riset dari
insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi
untuk menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman,
standar, indikator keselamatan pasien berdasarkan
pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan
pasien, pengembangan toksonomi:konsep, klasifikasi,
norma, istilah dan sebagainya (DepKes RI, 2006).
2.1.2.3. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Menurut Cahyono, (2008) menjelaskan tujuh standar
keselamatan pasien yang mengacu pada “Hospital Patient
safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations
meliputi :
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
18
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (kejadian tidak diharapkan).
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah rumah sakit harus mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah menjamin kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan, mendesain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit harus mendesign proses
baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan,
19
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien
Standarnya adalah pimpinan dorong dan jaminan
implementasi program keselamatan pasien, menjamin
berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi kejadian
tidak diharapkan, mendorong dan menumbuhkan
komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
kejadian tidak diharapkan, mengalokasikan sumber
daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan
kejadian tidak diharapkan, dan mengukur dan
mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan kejadian tidak
diharapkan.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit memiliki proses
pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas, menyelenggarakan
20
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit merencanakan dan
mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal
dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat
waktu dan akurat.
2.1.3 Perilaku
2.1.3.1. Pengertian
Perilaku merupakan reaksi atau respons yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Perilaku juga merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut
Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan
bahwa perilaku itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Perilaku belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu prilaku. Perilaku merupakan reaksi atau responsyang
21
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek.
Beberapa batasan lain tentang perilaku ini seperti
yang dikutip dalam Notoadmodjo (2007) adalah sebagai
berikut: An individual’s social attitude is a syndrome of
response consistency with regard to social object
(Campbell, 1950), A mental and neuralstate of rediness,
organized through expertence, exerting adirective or
dynamic influence up on individual’s response to all
objects and situation with which it is related (Allport,
1954), Attitude entails an existing predisposition to
response to social objects which in interaction with
situational and other dispositional variable, guides and
direct the overt behaviour of the individual (Cardno,
1955). Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan
bahwa manifestasi perilaku itu tidak dapat langsung di
lihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang
tertutup.
2.1.3.2. Komponen perilaku
Secord dan Bacman (1964) dalam
(Notoatmodjo,2007) membagi perilaku menjadi tiga
komponen yaitu:
22
1. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri
dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan
membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang
objek perilaku.
2. Komponen afektif, adalah komponen yang
berhubungan dengan perasaan senang atau tidak
senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen ini
erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut
pemilik perilaku.
3. Komponen konatif, adalah komponen perilaku yang
berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang
berhubungan dengan objek perilaku.
2.1.3.3. Klasifikasi Perilaku (Notoatmodjo,2007)
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
2. Merespon (responding)
Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang dibeirikan adalah suatu
indikasi dari perilaku. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau
23
salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi perilaku
tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan perilaku
yang paling tinggi.
2.1.3.4. Ciri-ciri perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perilaku tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari
(learnability) dandibentukberdasarkan pengalaman dan
latihan sepanjang perkembangan individu dalam
hubungan dengan objek.
2. Perilaku dapat diubah dalam situasi yang memenuhi
syarat untuk itu sehingga perilaku dapat dipelajari.
3. Perilaku tidak berdiri sendiri, tetapi selalu
berhubungan dengan objek perilaku.
4. Perilaku dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat
tertuju pada sekumpulan atau banyak objek.
24
5. Perilaku dapat berlangsung lama atau sebentar.
6. Perilaku mengandung faktor perasaan dan motivasi
sehingga membedakan dengan pengetahuan.
2.1.3.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
perilaku menurut Notoatmodjo (2007) terdiri dari:
1. Faktor internal
Faktor ini berasal dari diri individu. Dalam hal ini
individu menerima, mengolah dan memilih segala
sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana
yang akan diterima dan mana yang tidak. Hal-hal
yang diterima atau tidak berkaitan erat dengan apa
yang ada dalam diri individu. Faktor internal ini
menyangkut motif dan perilaku yang bekerja dalam
diri individu pada saat itu, serta yang mengarah minat
dan perhatian (faktor psikologis) juga perasaan sakit,
lapar dan haus (faktor fisiologis).
2. Faktor eksternal
Faktor ini berasal dari luar diri individu, berupa
stimulus untuk membentuk dan mengubah perilaku.
Stimulus tersebut dapat bersifat langsung, misalnya
individu dengan individu, individu dengan kelompok.
25
Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui
perantara seperti: alat komunikasi dan media massa
baik elektronik maupun non elektronik.
2.1.3.6. Pengukuran perilaku
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung
dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo,
2007). Selanjutnya perilaku seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,
yaitu:
Rendah : < 65%
Sedang : 65%-79%
Tinggi : 80% -100%
(Santoso, 2006).
Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Terbentuknya perilaku yang baru pada
seseorang dimulai dari domain kognitif terlebih dahulu
26
mengetahui stimulus berupa materi atau objek luarnya
sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek
tersebut. Perilaku merupakan kesiapan seseorang untuk
bereaksi terhadap stimulus sebagai suatu penghayatan
terhadap objek.
Menurut Allport, (1954) dalam Notoatmodjo,
(2007) menjelaskan bahwa komponen pokok terbentuknya
perilaku adalah kepercayaan, ide, konsep terhadap objek,
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan
kecenderungan untuk bertindak. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi sangat
menentukan perilaku yang utuh seseorang. Proses
terbentuknya perilaku seseorang dapat dilihat pada bagan
sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Perilaku Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo, 2007
27
2.1.4 Plebitis
2.1.4.1. Pengertian
Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan
oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini
dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah
dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau
sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi
atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden plebitis
meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur
intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula
dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan
masuknya mikroorganisme saat penusukan (Makary,
2006).
Pertama akan terjadi vasokonstriksi sesaat yang
timbul segaera setelah cedera, kemudian akan diikuti
vasodilatasi dan peningkatan jumlah aliran darah dalam
mikrosikulasi. Terjadilah panas dan kemerahan.
Selanjutnya permeabilitas kapiler meningkat dan cairan
plasma bocor ke dalam jaringa inflamasi menimbulkan
pembengkakan (Smelter dan Bare, 2002). Sedangkan
menurut Rocca, dkk (1998), dikatakan plebitis apabila
28
terdapat dua atau lebih tanda berikut ini: nyeri, kemerahan,
bengkak, indurasi, cord.
2.1.4.2. Penyebab
Menurut Makary (2006), plebitis bisa disebabkan karena
beberapa faktor:
1. Plebitis kimia
a. PH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem
selalu diikuti risiko plebitis tinggi. pH larutan
dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana keasaman
diperlukan untuk mencegah karamelisasi
dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi
larutan yang mengandung glukosa, asam amino
dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral
bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal
saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan
peradangan vena yang hebat, antara lain kalium
klorida, vancomycin, amphotrecin B,
cephalosporins, diazepam, midazolam dan
banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan
osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan
melalui vena sentral.
b. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat
tidak larut sempurna selama pencampuran juga
29
merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis.
Jadi, kalau diberikan obat intravena masalah bisa
diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai 5 µm.
c. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti
atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk
larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L.
Hindarkan vena pada punggung tangan jika
mungkin, terutama pada pasien usia lanjut.
d. Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan
kurang bersifat iritasi dibanding
politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan
lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko
tertinggi untuk plebitis dimiliki kateter yang
terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
e. Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang
menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat.
2. Plebitis Mekanis
Plebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula.
Kanula yang dimasukkan ada daerah lekukan sering
menghasilkan plebitis mekanis. Ukuran kanula harus
dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan
baik.
30
3. Plebitis Bakterial
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap plebitis
bakteri meliputi:
a. Teknik pencucian tangan yang buruk
b. Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak.
Pembungkus yang bocor atau robek mengundang
bakteri.
c. Teknik aseptik tidak baik
d. Teknik pemasangan kanula yang buruk
e. Kanula dipasang terlalu lama
f. Tempat suntik jarang diinspeksi visual
2.1.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Plebitis
Menurut Makary (2006), banyak faktor telah dianggap
terlibat dalam patogenesis plebitis, antara lain:
1. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan
2. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter,
lokasi dan lama kanulasi
3. Agen infeksius
4. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis
mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar
(yakni: diabetes melitus, infeksi, luka bakar)
2.1.4.4. Intervensi dan Pencegahan
1. Intervensi:
31
a. Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain
b. Tinggikan ekstremitas
c. Memberikan kompres hangat dan basah di tempat
yang terkena
2. Pencegahan:
a. Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan
b. Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang
sesuai dengan vena
c. Mempertimbangkan komposisi cairan dan
medikasi ketika memilih area insersi
d. Mengobservasi tempat insersi akan adanya
kemungkinan komplikasi apapun setiap jam
e. Menempatkan kateter atau jarum dengan baik
f. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika
mungkin
Selain cara di atas, plebitis dapat dicegah dan diatasi
dengan cara berikut:
1) Mencegah plebitis bakterial
Pedoman ini menekankan kebersihan tangan,
teknik aseptik, perawatan daerah infus serta
antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan
chlorhexidine-2%, tinctura yodium, iodofor atau
alkohol 70% juga bisa digunakan.
32
2) Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik
aseptik.
Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk
penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan
pengambilan sampel darah) merupakan jalan
masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh.
Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi
kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar
kajian.
3) Rotasi kanul
Menurut May,dkk yang dikutip oleh Iyan (2008),
melaporkan hasil 4 teknik pemberian PPN, di
mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan
kontralateral setiap hari pada 15 pasien
menyebabkan bebas plebitis. Namun, dalam uji
kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh
Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa
dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam
jika tidak ada kontraindikasi.
4) Laju pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat
infus larutan hipertonik diberikan makin rendah
risiko plebitis. Namun, ada paradigma berbeda
33
untuk pemberian infus obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai
1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam (Ian
D. Blier dikutip oleh Iyan, 2008).
Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak
pernah dipertimbangkan dalam kejadian plebitis.
Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang
dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus.
Potensi plebitis dari larutan infus tidak bisa
ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity
sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10%
jarang menyebabkan perubahan karena titrable
acidity nya sangat rendah (0.16 mEq/L)
(Kuwahara, dkk dikutip oleh Iyan, 2008). Dengan
demikian makin rendah titrable acidity larutan
infus makin rendah risiko plebitisnya.
5) Heparin dan hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke
cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL,
mengurangi masalah dan menambah waktu
pasang kateter (JA Nieto-Rodriguez, Randolph
dkk dikutip oleh Iyan, 2008).
Risiko plebitis yang berhubungan dengan
pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida,
34
lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi
dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti
hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien
penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna
mengurangi kekerapan plebitis pada vena yang
diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial
(Michele L. Pearson dikutip oleh Iyan, 2008).
Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau
dikombinasi dengan hidrokortison telah
mengurangi kekerapan plebitis, tetapi penggunaan
heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat
disertai dengan pembentukan endapan kalsium.
6) In-line filter
In-line filter dapat mengurangi kekerapan plebitis
tetapi tidak ada data yang mendukung
efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang
terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus
(Michele L. Pearson dikutip oleh Iyan, 2008).
2.2. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Nama Peneliti,
Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Qalbia Muhammad Nur, H. Noer Bahry Noor, dan Irwandy (2013)
Relationship
Between Motivation
And Supervision On
Association Nurse
Performance In
Applying Patient
safety At Inpatient
Ward Of
Hasanuddin
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional study pada 64 responden.
Analisis data yang digunakan adalah univariat dan bivariat dengan uji
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan signifikan antara motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di rumah
35
Nama Peneliti,
Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
University Hospital chi square
sakit
Solha Elrifda (2012)
Culture Patient
safety and Error
Characteristics
Services : Policy
Implications in One
Hospital
desain penelitian ini kualitatif dg pendekatan cross sectional Populasi dan sampel adalah petugas yang memberikan pelayanan pasien secara langsung di ruang rawat inap rumah sakit pada 191 sampel.
Hasil penelitian menunjukkan budaya patient safety secara umum direspons positif hanya 14,7% responden pada tingkat unit dan 26,2% pada tingkat rumah sakit. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah budaya patient safety di salah satu rumah sakit di kota Jambi kurang baik.
Selleya Cintya Bawelle, J. S. V. Sinolungan, Rivelino S. Hamel, (2013)
Related Knowledge
and Attitude Of
Nurse With The
Execution Patient
safety (Patient
safety) In The
Inpatient Hospital
Trillion Kendage
Tahuna
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan cross
sectional. Pemilihan sampel dengan purposive sampling
sebanyak 65 responden. Data yang diperoleh dianalisis dengan program komputerisasi
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna, p=0,014 (á<0,05). Ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna, p=0,000 (á<0,05).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas
dapat dijelaskan ada persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan. Akan tetapi variabel bebas dan terikat, perumusan
masalah dan metode penelitian terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut
terletak pada penempatan variabel independen dan dependen dan teknik
analisis. Penelitian ini akan menganalisis korelasi antar variabel yaitu
pengetahuan dengan perilaku perawat dalam mencegah kejadian plebitis di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Berdasarkan
perbedaan-perbedaan dan persamaan tersebut, kiranya cukup bagi penulis
36
untuk memberikan penegasan bahwa penelitian yang sedang penulis susun
ini bukan merupakan replikasi dari penelitian yang pernah ada.
2.3. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Di adopsi dari Allport, 1954, dan dimodifikasi
dengan Notoatmodjo, (2007)
2.4. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
37
2.5. Hipothesis
Hiphothesis adalah hasil proses teoritik atau proses rasional yang
berbentuk pernyataan tentang karakteristik populasi (Sugiyono, 2007).
Ho : tidak ada hubungan pengetahuan tentang perawat tentang patient
safety dengan perilaku perawat dalam mencegah kejadian
plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta
Ha : ada hubungan pengetahuan tentang perawat tentang patient
safety dengan perilaku perawat dalam mencegah kejadian
plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta
38
BAB III METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan
explanatory research. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan
hubungan dua variabel yaitu variabel bebas yang meliputi pengetahuan
perawat tentang patient safety (X1), pengetahuan (X2) dengan variabel
terikat yaitu perilaku perawat dalam mencegah kejadian plebitis pada
suatu saat tertentu.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro,
2010). Menurut Sugiyono (2010), menyebutkan bahwa populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/ objek yang
mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang berjumlah 50 orang.
3.2.2 Sampel
3.2.2.2. Besar Sampel
Besarnya sampel dalam penelitian ini harus representatif
bagi populasi, oleh karena jumlah populasi kurang dari
39
100.000 maka penentuan besarnya sampel menggunakan
rumus (Winarsunu, 2004).
)(1 2dN
Nn
+=
Keterangan:
n = Besarnya sampel
N = Besarnya populasi
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakan
yaitu sebesar 10 % atau 0.1
Dengan jumlah populasi perawat sebanyak 50 orang, maka
jumlah sampel yang ditemukan 33,3 reponden dibulatkan
menjadi 33 responden.
3.2.2.3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara-cara yang dapat digunakan
peneliti untuk mengambil sampel (Sastroasmoro, 2010).
Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan dalam
penentuan sampel adalah purposive sampling. Karena
jumlah populasi dalam penelitian ini mencukupi dan
karakteristik populasi cukup homogen. Teknik penetapan
sampel ini dilakukan dengan cara memilih sampel diantara
populasi dengan mengacak sesuai dengan yang kriteria
sampel, sehingga setiap populasi mempunyai kesempatan
sebagai sampel dan dapat mewakili karakteristik populasi
yang telah dikenal sebelumnya (Sastroasmoro, 2010).
40
3.2.2.4. Kriteria Inklusi
1. Perawat yang sedang masa aktif dalam pelayanan
kesehatan.
2. Perawat yang tidak sedang melanggar peraturan kerja
yang sudah diatur di Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
3. Perawat yang bersedia menjadi responden dan ikut
terlibat dalam penelitian, yang ditandai dengan
penandatanganan pada lembar persetujuan menjadi
responden
3.2.2.5. Kriteria Eksklusi
1. Perawat yang sedang dalam keadaan cuti
2. Perawat yang sedang dalam keadaan sakit
3. Perawat yang sedang bermasalah dalam kedinasan
4. Perawat yang menolak berpartisipasi dalam penelitian
3.3. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan Mei tahun 2015
Perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
3.4. Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1. Variabel Penelitian
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap
menentukan variabel terikat (Sugiyono, 2007). Variabel bebas pada
41
penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang patients safety.
Sedangkan variabel terikat yaitu perilaku perawat dalam mencegah
kejadian plebitis.
3.4.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Pengetahuan Patients
Safety
Pengetahuan adalah pemahaman yang dimiliki perawat tentang patient safety. Indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan patients safety meliputi pemahaman tentang pengertian patient safety, dan klasifikasi patient safety
Kuisoner Kriteria pengukuran jika menjawab benar diberikan skor 1 dan salah diberi skor 0.
1. Rendah : < 65% 2. Sedang:65%-
79% 3. Tinggi:80%-
100%
Ordinal
2. Perilaku Perilaku dalam penelitian ini secara operasional adalah perilaku yang ditampilkan oleh seorang perawat dalam dalam mencegah kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
Kuisoner Kriteria pengukuran jika menjawab Selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3, kadang kadang diberi skor 2, dan tidak pernah diberi skor 1
1. Rendah : < 65% 2. Sedang:65%-
79% 3. Tinggi:80%-
100%
Ordinal
Sumber : Santoso, (2006)
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1. Cara Pengukuran Instrumen
Kuesioner merupakan alat ukur yang tepat karena data yang
dihasilkan relatif obyektif dan konstan serta dapat untuk mengukur
42
aspek psikososial, dapat digunakan dalam jumlah sampel banyak
dan relatif murah (Faisal, 2001). Kuesioner tingkat pengetahuan
tentang patient safety diukur melalui jawaban responden terhadap
pertanyaan-pertanyaan dan alternatif jawaban yang tersedia pada
kuesioner dengan kriteria pengukuran jika menjawab benar
diberikan skor 1 dan jika salah diberi skor 0, dan variabel perilaku
dengan kriteria jika menjawab Selalu diberi skor 4, sering diberi
skor 3, kadang kadang diberi skor 2, dan tidak pernah diberi skor
1. Kuesioner dalam penelitian ini di uji cobakan di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Brayat Minulyo Surakarta yang berjumlah 30
orang.
3.5.2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Kisi-kisi instrumen setiap variabel pada penelitian dijelaskan pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian No Variabel Indikator No Item Pertanyaan
Favourable Unfavourable
1 Pengetahuan a. Pengertian keselamatan pasien
b. Sistem keselamatan Pasien c. Standar keselamatan Pasien
1,4,9,16 18 3,6,8,11, 17 7,12,14,19
5 2, 10 13, 15
2 Perilaku a. Pencegahan plebitis b. Kewaspadaan p lebtis c. Tindakan plebitis
2,4,8,9,11,16 1,5,7 10,17,18
3,14 6,15 12,13
3.5.3. Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
43
3.5.2.1. Data Primer
Data primer adalah data atau materi yang dikumpulkan
sendiri oleh peneliti pada saat berlangsungnya suatu
penelitian. Metode pengumpulan data primer tentang
persepsi tentang profesionalitas, pengetahuan, motivasi
kerja, dan pelaksanaan program patient safety
menggunakan angket atau kuesioner. Angket atau
kuesioner pada dasarnya merupakan metode pengumpulan
data dengan pertanyaan atau pernyataan tertulis yang
disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi
responden. Jenis angket yang di berikan kepada responden
adalah angket tertutup, dimana setiap pertanyaan
disediakan alternatif jawabannya. Alasan peneliti
menggunakan angket tertutup adalah untuk memudahkan
responden untuk menjawab pertanyaan yang telah
disediakan.
3.5.2.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lingkungan
penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah
tentang jumlah dan karakteristik tenaga kesehatan di
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang diperoleh
melalui studi dokumentasi. Alasan digunakannya data
44
dokumentasi karena mempunyai sifat obyektif, dan resmi
serta formal.
3.5.4. Uji Instrumen
3.5.4.1. Uji Validitas
Uji Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu
instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi
sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan
instrumen tersebut (Sugiyono, 2004). Suatu instrumen
dikatakan valid jika instrumen tersebut mampu mengukur
apa saja yang hendak diukur. Untuk mengetahui validitas
tiap item dari instrumen dengan menggunakan rumus
Korelasi Product Moment Pearson dengan formula
sebagai berikut :
Keterangan:
r = koefesien korelasi antara skor item dengan total
item
X = Skor pertanyaan
Y = Skor total
N = jumlah responden.(Suharsimi, 2002).
Kriteria pengukuran yaitu dengan membandingkan
antara r hitung denga r tabel. Pengukuran dinyatakan valid
jika r hitung > r tabel pada taraf signifikansi 95 %.
( )( )(( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑−−
−=
2222 YYNxXN
YXXYNrXY
45
Perhitungan uji validitas instrumen ini dilakukan dengan
Program SPSS for Windows Versi 18.00 (Singgih, 2006).
Hasil uji coba instrumen penelitian terhadap 20 responden
di Rumah Sakit Umum Brayat Minulyo Surakarta pada
masing – masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel Pengetahuan
Berdasarkan data uji coba yang terkumpul dari 20
responden didapatkan nilai tabel kritis r product
moment dengan N=20 dan taraf signifikansi sebesar 5%
diperoleh r-tabel=0,444. Hasil uji coba validitas varibel
pengetahuan ditunjukkan pada tabel.3.3
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan No. Butir r hitung r tabel Status
1 0,693 0,444 Valid 2 0,759 0,444 Valid 3 0,832 0,444 Valid 4 0,801 0,444 Valid 5 0,476 0,444 Valid 6 0,683 0,444 Valid 7 0,809 0,444 Valid 8 0,245 0,444 Tidak Valid 9 0,759 0,444 Valid 10 0,579 0,444 Valid 11 0,700 0,444 Valid 12 0,470 0,444 Valid 13 0,940 0,444 Valid 14 0,768 0,444 Valid 15 0,792 0,444 Valid 16 0,629 0,444 Valid 17 0,471 0,444 Valid 18 0,798 0,444 Valid 19 - 0,171 0,444 Tidak Valid 20 0,693 0,444 Valid 21 0,594 0,444 Valid
Sumber : Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2009
46
Berdasarkan tabel. 3.3 dapat dijelaskan bahwa
dari 21 butir pertanyaan diperoleh 19 item pertanyaan
yang dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel dan
ada 2 item pertanyaan yang dinyatakan tidak valid atau
gugur yaitu nomor 8 dan 19.
2. Variabel Perilaku
Berdasarkan data uji coba yang terkumpul dari
20 responden didapatkan nilai tabel kritis r product
moment dengan N=20 dan taraf signifikansi sebesar 5%
diperoleh r-tabel = 0,444. Hasil uji coba validitas
varibel perilaku ditunjukkan pada tabel.3.4
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku No. Butir r hitung r tabel Status
1 0,865 0,444 Valid 2 0,775 0,444 Valid 3 0,705 0,444 Valid 4 0,832 0,444 Valid 5 0,770 0,444 Valid 6 0,865 0,444 Valid 7 0,722 0,444 Valid 8 0,912 0,444 Valid 9 0,896 0,444 Valid 10 0,823 0,444 Valid 11 0,450 0,444 Valid 12 0,735 0,444 Valid 13 0,408 0,444 Tidak Valid 14 0,659 0,444 Valid 15 0,348 0,444 Tidak Valid 16 0,881 0,444 Valid 17 0,912 0,444 Valid 18 0,450 0,444 Valid 19 0,735 0,444 Valid 20 0,912 0,444 Valid
Sumber : Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2009
47
Berdasarkan tabel. 3.4 dapat dijelaskan bahwa dari
20 butir pertanyaan diperoleh 18 item pertanyaan yang
dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel dan ada 2
item pertanyaan yang dinyatakan tidak valid atau gugur
yaitu nomor 13 dan 14.
3.5.4.2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas adalah suatu uji yang digunakan
untuk menguji sejauh mana alat ukur relatif konsisten
apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih
(Winarsunu, 2004). Untuk menguji reliabilitas kuesioner
dalam penelitian ini digunakan rumus Koefisien Alpha
Cronbach dengan rumus:
R 11 =
−
−∑
2
2
11 St
Si
k
k
Keterangan:
K = banyaknya item
Si 2 = Jumlah varian item
St 2 = Varian total
Rumus varian total dan varian item :
St2 =
( )2
22
n
xt
n
xt ∑∑ −
Si2 =
2n
JKs
n
JKi−
Keterangan :
Jki = Jumlah seluruh skore Jks = Jumlah kuadrat subyek
48
Setelah harga r11 diketahui, kemudian
diinterpretasikan dengan indeks korelasi : 0,800 < r 11 ≤
1,00 berarti sangat tinggi; 0,600 < r 11 ≤ 0,800 berarti
tinggi ; 0,400 < r 11 ≤ 0,600 berarti cukup ; 0,200 < r 11 ≤
0,400 berarti rendah ; 0,00 < r 11 ≤ 0,200 berarti sangat
rendah (Singgih, 2006). Pengukuran reliabilitas dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu repeated measure dan
one shot. Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini
menggunakan teknik one shot yaitu pengukuran sekali saja
yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan koefisien
Cronbach Alpha ≥0.600 Hasil uji reliabilitas instrumen
masing – masing variabel pada penelitian ini dijelaskan
pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Koefisien Alpha
r-Kritis Status
Pengetahuan 0,952 0,800-1,00 Sangat Reliabel
Perilaku 0,963 0,800-1,00 Sangat Reliabel Sumber : Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2009
Berdasarkan tabel 3.5, dapat dijelaskan bahwa nilai
koefisien Cronbach Alpha pada variabel pengetahuan dan
perilaku nilainya pada rentang 0,800-1,00. Dengan
mengacu pendapat yang dikemukakan oleh Sugioyono
(2004), semua butir pertanyaan masing-masing variabel
dinyatakan reliabel (handal). Dengan demikian butir-butir
49
pertanyaan dalam variabel penelitian ini dapat digunakan
untuk penelitian.
3.6. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan tahap-tahap
sebagai berikut :
3.6.1. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian dalam
lembar kuesioner sudah lengkap. Editing dilakukan ditempat
pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang dapat segera
dilengkapi. Dari hasil pemeriksaan kuesioner 33 responden telah
terisi dengan benar sesuai dengan petunjuk pengisian.
3.6.2. Coding
Teknik coding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-
masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya
dimasukan ke dalam lembaran tabel kerja. Pemberian kode untuk
item pertanyaan tentang pengetahuan diberi kode tanda cek “ √ ”
pada kolom yang tersedia benar (B), salah (S), sedangkan item
pertanyaan tentang perilaku diberi kode Selalu (SL) skor 4, Sering
(SR) skor 3, Kadang - kadang (KK) skor 2, Tidak Pernah (TP)
skor 1.
50
3.6.3. Scoring
Scoring adalah pemberian nilai atau skor masing jawaban dengan
kode berupa angka. Pemberian skor untuk item pertanyaan tentang
pengetahuan menjawab benar (B) diberi skor 1, salah (S) diberi
skor 0, sedangkan item pertanyaan tentang perilaku diberi kode
Selalu (SL) skor 4, Sering (SR) skor 3, Kadang - kadang (KK) skor
2, Tidak Pernah (TP) skor 1.
3.6.4. Entry Data
Entry data adalah memasukan data penelitian yang telah lengkap
ke komputer pada program SPSS for Windows Versi 18.0
3.6.5. Tabulating
Tabulating adalah langkah untuk memasukkan data hasil penelitian
ke dalam tabel-tabel kriteria. Setelah langkah-langkah di atas
dilakukan oleh peneliti kemudian data dianalisa melalui dua cara
yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah
analisis yang menggambarkan tiap variabel dengan menggunakan
tabel distribusi Frekuensi. Dalam analisis univariat ini data-data
akan disajikan dengan tabel distribusi frekuensi sehingga akan
tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang
diteliti. Sedangkan analisis bivariat adalah analisa yang bersifat
untuk melihat hubungan antara dua variabel. Analisa bivariat
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer Program SPSS
for Windows Versi 18.00. Sedangkan uji statistik yang digunakan
51
adalah Korelasi Kendall’s Tau-b karena data yang penulis gunakan
adalah data ordinal atau berjenjang atau rangking (Sugiyono,
2004). Nilai kemaknaan yang dipahami dalam uji statistik adalah
95 %.
Rumus Kendall’s Tau :
Nc - Nd τ =
)1(−N Keterangan:
τ : Koefisien korelasi rank Kendall
Nc : Jumlah angka pasangan concordant
Nd : Jumlah angka pasangan discordant
N : Ukuran sampel.
3.7. Etika Penelitian
Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan, peneliti akan mengajukan
permohonan ijin kepada Kepala RS. Panti Waluyo Surakarta untuk
mendapatkan proses persetujuan. Kemudian setelah mendapatkan
persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan menekankan masalah
etika penelitian yang meliputi :
3.7.1. Lembar Persetujuan Penelitian
Lembar persetujuan diberikan kepada responden penelitian yang
dalam hal ini adalah perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian yang akan dilakukan. Jika responden sepakat dan
52
bersedia untuk dilakukan penelitian, maka mereka harus menanda
tangani lembar persetujuan tersebut (informed consent).
Selanjutnya jika responden tidak bersedia/ menolak/ mengundurkan
diri, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
hak-haknya.
3.7.2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi
cukup dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut.
3.7.3. Confidentiallity
Semua informasi yang diberikan oleh responden dijamin
kerahasiannya oleh peneliti.
53
BAB IV HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian Uji Univariat
4.1.1. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden
Dari 33 responden yang diteliti di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta sebagian besar responden mempunyai tingkat
pendidikan Akademi Keperawatan yaitu sebesar 29 (87,8%) orang,
dan sisanya S1 Keperawatan dan SPK masing-masing sebesar 2
(6,1%) orang. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden di
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dijelaskan pada tabel 4.1.
Tabel. 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden No Pendidikan Frekuensi Persentase
(%)
1 SPK 2 6,1 2 Akademi 29 87,8 3 S1 2 6,1 Jumlah 33 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2015)
4.1.2. Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Responden
Dari 33 responden yang diteliti di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta sebagian besar lama bekerja menjadi perawat
adalah 6 sampai 10 tahun yaitu sebesar 18 orang (54,5%),
pengalaman kurang dari 5 tahun sebesar 9 orang (27,3%), dan lebih
diatas 10 tahun sebesar 6 orang (18,2%). Distribusi frekuensi lama
bekerja responden dijelaskan pada tabel 4.2.
54
Tabel. 4.2 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Responden No Masa Kerja Frekuensi Persentase
(%)
1 < 5 tahun 9 27,3 2 6 sampai 10 tahun 18 54,5 3 >10 tahun 6 18,2 Jumlah 33 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2015)
4.1.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang Patients Safety
Respoden
Dari 33 responden yang diteliti di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan
tentang Patients Safety dikategorikan sedang yaitu sebesar 13 orang
(39,4%), kategori tinggi sebesar 12 orang (36,4%), dan kategori
rendah sebesar 8 (24,2%). Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
responden tentang Patients Safety dijelaskan pada tabel 4.3.
Tabel. 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Rendah 8 24,2 2 Sedang 13 39,4 3 Tinggi 12 36,4 Jumlah 33 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2015)
4.1.4. Distribusi Frekuensi Perilaku Dalam Pencegahan Plebitis
Responden
Dari 33 responden yang diteliti di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta sebagian besar perilaku responden dalam
pencegahan kejadian plebitis sebagian besar dikategorikan tinggi
yaitu sebesar 19 orang (57,6%), kategori sedang sebesar 12 orang
(36,4%), dan kategori rendah sebesar 2 orang (6,0%). Distribusi
55
frekuensi perilaku responden dalam pencegahan kejadian plebitis
dijelaskan pada tabel 4.4.
Tabel. 4.4 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden No Perilaku Frekuensi Persentase
(%)
1 Rendah 2 6,01 2 Sedang 12 36,4 3 Tinggi 19 57,6 Jumlah 33 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 18.0, 2015)
4.2. Hasil Penelitian Uji Bivariat
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan tentang patients safety dengan perilaku perawat dalam
pencegahan kejadian plebitis di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
menggunakan Uji Statistik Kendall’s dengan bantuan Program SPSS for
Windows Versi 18.0. Kriteria perhitungan Uji Kendall’s Tau adalah jika
nilai probabilitas Uji Kendall’s Tau <0,05 dengan derajat signifikansi
95%, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara
pengetahuan tentang patients safety dengan perilaku perawat dalam
pencegahan kejadian plebitis di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Perhitungan hasil uji statistik menggunakan Uji Kendall’s Tau dengan
bantuan program komputer aplikasi statistik SPSS for Windows Versi 18.0
dengan tingkat signifikansi 95% dijelaskan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Kendall’s Tau
Variabel ρ Kriteria Keterangan
Pengetahuan * Perilaku
0,017 ρ <0,05 Ada hubungan
Sumber : Data Primer (Diolah SPSS for Windows Versi 18.0, 2015)
56
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh perbandingan nilai ρ n=33 sebesar
= 0,017 dengan kriteria α = 0,05. Berdasarkan kriteria perhitungan Uji
Kendall’s Tau adalah jika nilai ρ < 0,05 diperoleh perbandingan 0,017 <
0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima atau ada hubungan antara
pengetahuan tentang patients safety dengan perilaku perawat dalam
pencegahan kejadian plebitis di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
57
BAB V PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
5.1. Pembahasan Penelitian
5.1.1. Pendidikan Responden
Berdasarkan hasil uji statistik dari 33 responden yang diteliti
di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar responden
mempunyai tingkat pendidikan Akademi Keperawatan yaitu sebesar
87,8% orang, sisanya S1 Keperawatan dan SPK masing-masing
sebesar 6,1% orang. Tingkat pendidikan perawat di Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta sebagian besar berlatar belakang pendidikan
akademi, hal ini karena di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
memfasilitasi pegawainya dalam menempuh studi pendidkan yang
lebih tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan khususnya keperawatan terhadap pasien. Tingkat
pendidikan yang rendah akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Hal ini sesuai dengan
teori yang disampaikan oleh Notoatmojo, (2007) yang menjelaskan
bahwa pengetahuan dan persepsi seseorang erat hubungannya
dengan tindakan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.
Selain itu menurut hasil penelitan Rahman, (2008) yang
menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui
pelatihan. Dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang akan
58
mendasari perilaku dalam memberikan tindakan dapat dilakukan
dengan lebih efektif.
5.1.2. Lama Bekerja Responden
Berdasarkan hasil uji satistik dari 33 responden yang diteliti
di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar lama bekerja
menjadi perawat adalah 6 sampai 10 tahun yaitu 54,5%, sisanya
kurang dari 5 tahun sebesar 27,3%, dan bekerja lebih diatas 10 tahun
sebesar 18,2%. Lama bekerja menjadi perawat mempengaruhi
seseorang dalam memperoleh suatu pengalaman melalui
penginderaan. Pengalaman tersebut kemudian menjadi bahan dasar
dalam membentuk pengetahuan perawat dalam menentukan sikap
untuk mengambil suatu keputusan (Notoatmojo,2007).
Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan Aryani, (2015) yang
menjelaskan bahwa pengalaman pribadi dimasa lalu yang sangat
berkesan dan melibatkan faktor emosional akan mempengaruhi sikap
seseorang terhadap kesehatan. Sebagai contoh, pengalaman perawat
yang pertama kali masuk kerja pasti akan mempunyai perasaan
bingung tentang prosedur Patiens Safety dan kesan tersebut akan
mempengaruhi sikap perawat dalam menentukan tindakan tersebut.
5.1.3. Pengetahuan tentang Patients Safety Responden
Berdasarkan hasil uji satistik dari 33 responden yang diteliti
di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar perawat
mempunyai pengetahuan tentang Patients Safety dikategorikan
59
sedang 39,4%, sisanya kategori tinggi sebesar 36,4%, dan kategori
rendah 24,2%. Pengetahuan responden tentang patients safety
sebagian besar termasuk kategori sedang, hal ini karena di Rumah
Sakit Panti Waluyo Surakarta sedang menjalankan program patients
safety dalam rangka menyongsong akreditasi rumah sakit sehingga
semua komponen harus mengetahuinya dan tersedia perpustakaan
rumah sakit khususnya sumber pustaka tentang patients safety. Hal
ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Notoatmojo, (2007)
yang menjelaskan bahwa pengetahuan dan persepsi seseorang erat
hubungannya dengan tindakan seseorang dalam memenuhi
kebutuhannya. Oleh karena itu latar belakang pengetahuan tentang
patients safety sangat penting diberikan pada petugas kesehatan
khususnya perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan
keperawatan dalam usaha meningkatkan pengetahuan dan
memberikan alternatif pilihan dalam dalam merencanakan tindakan
patients safety di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Selain itu
menurut teori Rahman, (2008) yang menjelaskan bahwa
pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pelatihan. Dengan
pengetahuan yang dimiliki seseorang akan mendasari perilaku dalam
memberikan tindakan dapat dilakukan dengan lebih efektif.
5.1.4. Perilaku Responden Dalam Pencegahan Kejadian Plebitis
Berdasarkan hasil uji statistik dari 33 responden yang
diteliti di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar
60
perilaku responden dalam pencegahan kejadian plebitis sebagian
besar dikategorikan tinggi sebesar 57,6%, sisanya kategori sedang
sebesar 36,4%, dan kategori rendah sebesar 6,0%. Perilaku
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Perilaku responden terbentuk
karena adanya proses pertimbangan terhadap stimulus dari perilaku
perawat dalam pencegahan kejadian plebitis pada pasien. Hal ini
sesuai pendapat yang disampaikan Notoatmodjo, (2007) yang
menjelaskan bahwa manifestasi dari sikap tidak dapat langsung
dilihat tetapi hanya ditafsirkan dari perilaku yang tertutup. Contoh
perilaku perawat sesuai hasil penelitian yang dilakukan adalah
melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
pemasangan infus, memperhatikan teknik aseptik antiseptik,
memperhatikan ukuran jarum infus, mengganti plester atau balutan
yang basah pada lokasi pemasangan infus pasien.
Hal ini juga didukung hasil penelitian yang dilakukan
Trimukaim, (2009) yang menjelaskan bahwa dengan pemberian
pelatihan akan mempengaruhi cara seseorang dalam mengambil
keputusan dalam merencanakan tindakan penanganan yang efisien.
5.1.5. Hubungan Pengetahuan tentang Patients Safety Perilaku Responden
Dalam Pencegahan Kejadian Plebitis
Berdasarkan hasil perhitungan uji statitistik menunjukkan
bahwa Pengetahuan responden tentang patients safety mempunyai
61
hubungan yang positif dan signifikan terhadap perilaku perawat
dalam pencegahan kejadian plebitis di Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta. Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik perbandingan
nilai probabilitas hitung Kendall’s Tau adalah = 0,017; α= 0,05
dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian nilai ρ < 0,05,
maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga hipothesis yang
dirumuskan terbukti menunjukan ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan tentang patients safety dengan perilaku perawat
dalam pencegahan kejadian plebitis di Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat yang
disampaikan Warner (1985) yang dikutip oleh Notoatmojo, (2007),
yang menjelaskan bahwa aspek-aspek afektif seseorang
menunjukkan kemampuan seorang dalam memberikan pelayanan
pada orang lain termasuk sikap perawat dalam pencegahan kejadian
plebitis. Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi perilaku
seseorang dalam memberikan pelayanan pada orang lain. Dengan
pengetahuan tersebut, seseorang akan lebih mudah menyadari
pentingnya memberikan pelayanan tersebut. Hal ini sangat relevan
dengan pendapat yang disampaikan Notoatmojo, (2007) yang
menjelaskan bahwa dengan semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang semakin tinggi pula seseorang memahami pentingnya
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan. Selain itu, hasil
62
penelitian ini juga didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Trimukaim, (2009) yang menjelaskan bahwa pengetahuan
mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil keputusan
untuk melakukan yang terkait dengan masalah kesehatan yang
sedang dihadapi.
63
BAB VI PENUTUP
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian terhadap 33 responden tentang pengetahuan tentang
patients safety dengan perilaku perawat dalam pencegahan kejadian
plebitis di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Karakteristik responden sebagian besar responden mempunyai tingkat
pendidikan Akademi Keperawatan yaitu sebesar 87,8%, dan lama
bekerja menjadi perawat adalah 6 sampai 10 tahun sebesar 54,5%.
2. Pengetahuan perawat tentang patients safety sebagian besar dengan
kategori sedang sebesar 39,4%.
3. Perilaku perawat dalam pencegahan kejadian plebitis sebagian besar
perilaku responden dalam pencegahan kejadian plebitis sebagian besar
dikategorikan baik sebesar 57,6%.
4. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara pengetahuan tentang patients safety dengan perilaku
perawat dalam pencegahan kejadian plebitis di Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta. Hal ini dibuktikan oleh besarnya nilai ρ=0,017<
0,05 dengan tingkat kepercayaan 95 %.
65
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, berikut ini diusulkan saran
sebagai berikut :
6.2.1. Bagi RS Panti Waluyo Surakarta
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan
masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
khususnya patients safety hubungannya dengan kejadian Plebitis.
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta hendaknya membuat dan
menetapkan standart operasional prosedur tentang patients safety
untuk mencegah kejadian plebitis.
6.2.2. Bagi Tenaga Kesehatan
Di harapkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan serta profesi kesehatan lain
untuk lebih intensif mengkaji dan menangani masalah-masalah
plebitis melalui program patients safety rumah sakit, juga faktor –
faktor yang lain yang bisa mempengaruhi lama perawatan pasien
yang mengalami plebitis seperti prosedur dan pengelolaan plebitis.
6.2.3. Bagi Peneliti lain
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor – faktor lain
yang berpengaruh terhadap kejadian plebitis.
6.2.4. Bagi Pendidikan
Perlu diadakan kajian yang lebih mendalam tentang pencegahan
kejadian plebitis yang berhubungan dengan pengetahuan dan
66
perilaku perawat dalam rangka meningkatkan profesionalitas
perawat.
6.2.5. Bagi Peneliti
Bagi peneliti dapat menerapkan teori ke dalam kegiatan nyata di
lapangan terutama penerapan metode penelitian berkaitan dengan
pengetahuan perawat hubungannya dengan pencegahan kejadian
plebitis.
67
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2002. Modul Evaluasi Program Pendidikan. Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
Ariyani. (2009). Analisis pengetahuan dan motivasi perawat yang mempengaruhi
sikap mendukung penerapan program patient safety di Instalasi
Perawatan Intensif Di RSUD Moewardi Surakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana UNDIP. Dipublikasikan
Cahyono, S., 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik
Kedokteran. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Departemen Kesehatan R.I, 2006. Panduan nasional keselamatan pasien rumah
sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakti Husada. Faisal, Sanarpiah, 2001. Dasar Dan Teknik Menyususn Angket. Penerbit Usaha
Nasional. Surabaya. Frankel A, Gandhi TK, Bates DW., 2003. Improving patient safety across a large
integrated health care delivery system. International Journal for Quality in Health care.
Iyan Darmawan, 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis. Diakses dari
http://[email protected] akses pada tanggal 18 Januari 2015. Kemenkes RI, 2012. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010 –
2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta KKP-RS.,2008. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP). Jakarta Makary M.A., Sexton J.B., Freischlag J.A., Millman E. A., Pryor D., Holzmueller
C., et al., 2006. Patient safety in Surgery. Annals of Surgery
Qalbia Muhammad Nur, H. Noer Bahry Noor, dan Irwandy, 2013. Relationship
Between Motivation And Supervision On Association Nurse Performance
In Applying Patient Safety At Inpatient Ward Of Hasanuddin University
Hospital. http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5678. di akses pada tanggal 18 Januari 2015
Pusdiknakes Depkes RI, 2007. Dasar-Dasar Keperawatan : Pandangan Kini Di
Bidang Pendidikan Perawatan. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta
68
Notoatmojo, S., 2007. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta
Rahman, N. (2008). Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatan Nafas Dan
Tindakan Resusitasi Pada Neonatus Yang Mengalami Kegawatan di
Ruang NICU, Perinatologi dan Anak RSUD Gunung Jati Cirebon. Skripsi. Santoso, S., 2006. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta Sastroasmoro, Sudigdo Dan Ismael, 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis Edisi ke-2. Sagung Seto. Jakarta
Selleya Cintya Bawelle, J. S. V. Sinolungan, Rivelino S. Hamel, 2013. Related
Knowledge and Attitude Of Nurse With The Execution Patient Safety
(Patient Safety) In The Inpatient Hospital Trillion Kendage Tahuna. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume1. Nomor 1. Agustus 2013
Solha Elrifda, 2012. Culture Patient Safety and Error Characteristics Services :
Policy Implications in One Hospital. http://www.jurnalkesmas.org/berita-346-budaya-patient-safety-dan-karakteristik-kesalahan-pelayanan-implikasi-kebijakan-di-salah-satu-rumah-sakit-di-kota-jambi.html di akses pada tanggal 18 Januari 2015
Smeltzer, S.C., and Bare, B.G., 2002. Brunner and Suddarth’s : Textbook of
Medical Surgical Nursing, 9 th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelpia.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Administrasi. CV. Alfabeta. Bandung. Trimukaim. 2009. Pengaruh Pendidikan Basic Life Support Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Ketrampilan Menolong Klien Gawat Darurat Anggota
Karang Taruna Desa Nogosari Boyolali. Skripsi. Winarsunu, T., 2004. Statistik Dalam Penelitian Psikologi Dan Pendidikan.
Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.