hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan ...repository.utu.ac.id/650/1/bab i_v.pdf ·...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRA SEKOLAH
DI DESA LUENG KEUBE JAGAT KECAMATAN TRIPA
MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
NADIA UTARI
NIM : 09C10104005
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2013
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRA SEKOLAH
DI DESA LUENG KEUBE JAGAT KECAMATAN TRIPA
MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
NADIA UTARI
NIM : 09C10104005
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2013
i
iv
ABSTRAK
Nadia Utari. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pertumbuhan dan
Perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat
Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya.Dibawah bimbinganEvi Darni,
S. Kep, MKM dan Arham, SKM
Anak usia pra sekolah yang merupakan investasi bagi bangsa, karena
mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan
dengan kualitas anak - anak saat ini. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia harus dapat dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan.
Tumbuh kembang anak di usia pra sekolah yang optimal tergantung dari
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Setiap
manusia yang hidup mengalami proses tumbuh kembang. Istilah tumbuh kembang
pada manusia menunjukkan proses sel telur (ovum) yang telah dibuahi sampai
mencapai status dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiHubungan
Antara Status Gizi Dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Anak Usia
Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2013. Jenis penelitian bersifat analitik dan rancangan
penelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian sebanyak 40Responden. Hasil
penelitian diperoleh ada Hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat
Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya.Namun Jika dilihat dari odds
ratio (OR) yaitu sebesar 0,143.Diharapkan kepada Orang tua perlu membiasakan
anak untuk mengkonsumsi makanan bergizi yang sebanding dengan kebutuhan
energi yang digunakan untuk aktivitas anak setiap harinya, serta mendampingi
dan berkomunikasi secara aktif kepada anak demi mendukung perkembangan dan
pertumbuhan anak pra sekolah.
Kata Kunci :Status Gizi, Pertumbuhan dan perkembangan Kognitif anak Pra
Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Upaya membangun
manusia seutuhnya harus dimulai sedini dan seawal mungkin yakni sejak manusia itu
masih berada dalam kandungan (Pemenuhan kebutuhan gizi sejak usia dini dapat
menciptakan pertumbuhan dan perkembangan secara maksimal. Penggunaan nutrisi
dalam level yang optimal terbukti dapat mencegah dan menangani stres
oksidatif sehingga membantu pencegahan penyakit kronis. Level optimal ini dapat
dicapai bila jumlah dan komposisi nutrisi yang digunakan tepat.
Menurut Depkes (2010) dalam mencapai visi Indonesia sehat 2015 yang
paling ditekankan adalah pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif
agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang sehat fisik, mental maupun
intelektual. Dalam mencapai tujuan ini tidak dapat dipungkiri bahwa pemenuhan gizi
sejak dini memainkan peranan yang sangat penting. Sampai dengan tahun 2013
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia terjadi peningkatan tapi masih rendah
bila di bandingkan dengan sesama negara Asia Tenggara.
United Nations Development Programme (UNDP) mencatat indeks
pembangunan manusia (IPM) Indonesia pada 2012 meningkat sebesar 0,629. Data
yang dirilis oleh UNDP pada Senin, 18 Maret 2013, menunjukkan angka IPM
1
2
Indonesia terus naik dibandingkankan di 2011 sebesar 0,624 dan pada 2010 sebesar
0,620. Dengan niai IPM saat ini Indonesia menempati urutan ke-121 di seluruh dunia
untuk nilai IPM. Ini naik tipis dari tahun sebelumnya yang menempati posisi 124.
Peringkat Indonesia tersebut setara dengan negara-negara di Karibia dan Afrika
Selatan yang memiliki nilai IPM yang sama (Pramono, 2013). peningkatan nilai IPM
didorong oleh berbagai faktor. Salah satunya karena Indonesia merupakan salah satu
negara yang berusaha mencari keseimbangan baru antara negara dan pasar. Indonesia
disebut telah berpindah fokus dari pertanian dan pembangunan pedesaan menjadi
ekonomi yang lebih terbuka dengan berfokus pada perdagangan. Selain itu dengan
berkurangnya angka buta huruf, bertambahnya penduduk dengan pendidikan tinggi
serta meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
Walaupun terdapat peningkatan derajat kesehatan masyarakat, tapi hingga saat
ini Indonesia masih menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang
kalori, protein (KKP), dan defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi zat besi (Fe)
pada anak usia pra sekolah (Judarwanto, 2007). Anak usia pra sekolah yang
merupakan investasi bagi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan dengan kualitas anak - anak saat ini. Upaya
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus dapat dilakukan sejak dini,
sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembang anak di usia pra sekolah yang
optimal tergantung dari pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik
serta benar.
3
Jika dilihat dari segi umur anak TK yaitu umur 3 sampai dengan 5 tahun,
maka anak ini dikelompokkan dalam anak balita. Anak balita mengalami
pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi
setiap Kg berat badannya. Anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling
sering menderita akibat kekurangan gizi (Santoso, 2009). Kebutuhan akan gizi pada
anak prasekolah sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya,
terutama perkembangan otaknya yang sangat tergantung pada asupan gizi yang
dikonsumsi. Dengan gizi yang cukup dan seimbang di harapkan akan meningkatkan
kecerdasan dan kemampuan berpikir secara optimal.
Kecerdasan atau berpikir merupakan disebut juga kognitif karena, kognitif
adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan
tingkah laku-tingah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan.
Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir.
Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk
menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunaan sebagai tolak ukur pertumbuhan
kecerdasan (Portosuwido, 2006). Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh
pertumbuhan sel otak dan perkembangan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi
anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Makin muda usia anak yang menderita kurang gizi makin berat akibat yang
ditimbulkannya. Menurut (Husain. 2010), Keadaan akan menjadi lebih berat lagi,
apabila kurang gizi dimulai sejak dalam kandungan. Kemunduran mental yang
4
diakibatkan oleh keadaan kurang gizi yang berat, dapat bersifat permanen. Tetapi
pada keadaan kurang gizi yang ringan maupun sedang, kemunduran mental dapat
dipulihkan sejalan dengan bertambah baiknya keadaan gizi dan lingkungan tempat
anak dibesarkan.
WHO memperkirakan 27% atau 168 anak balita di dunia menderita kurang
gizi (under weight) (Karmini, 2004). Berdasarkan data nasional yang dilaporkan pada
Direktorat Gizi Kesehatan masyarakat ada 23.000 balita yang mengalami kekurangan
gizi dan angka rata-rata anak balita kurang gizi adalah 35,745. berdasarkan Profil
Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2011, tercatat bahwa status
gizi lebih pada anak balita sebesar 80,130 orang atau 16,3%, gizi baik sebesar
221,246 orang atau 45,3%, gizi sedang sebesar 154,250 orang atau 30,5%, gizi
kurang sebesar 37,184 atau 7,5%, dan berstatus gizi buruk sebesar 648 atau 0,13%
dari jumlah 564,345 anak balita.
Data Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2012, tercatat sebanyak 6,264
anak balita atau 55,9% dengan berstatus lebih pada anak balita sebesar 690 orang atau
11%, gizi baik sebesar 4,919 orang atau 78,5%, gizi sedang sebesar 514 orang atau
8,2%, gizi kurang sebesar 125 atau 1,9%, dan berstatus gizi buruk sebesar 16 atau
0,2%..
Data dari Dinas Kesehatan Nagan Raya Tahun 2012 angka gizi buruk
sebanyak 74 orang (1,15%), gizi kurang 235 (3,67%), gizi baik 5.713 (89,11%). Dari
data tersebut diketahui bahwa masih ada anak yang belum terpenuhi kebutuhan gizi
5
secara optimal, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara
maksimal atau normal.
Dari study pendahuluan yang peneliti lakukan di desa Lueng Keube Jagat,
jumlah anak usia pra sekolah berjumlah 40 orang. Kurangnya pengetahuan
masyarakat membuat anak kekurangan akan asupan makanan yang bergizi. oleh
karena itu kita harus memikirkan dampak kedepan bagi anak – anak yang merupakan
generasi penerus bangsa. Kekurangan gizi pada anak – anak khususnya pada anak
usia sekolah yang masih dalam masa pertumbuhan akan membuat sel – sel otaknya
tidak dapat berkembang dengan baik. Sehingga pada akhirnya, kemampuan berpikir
anak – anak yang kurang gizi akan lebih lambat dibandingkan dengan anak – anak
yang cukup gizi (Dinkes Aceh, 2012).
Berdasarkan fenomena ini peneliti tertarik untuk mengetahui ”adakah
hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak
usia pra sekolah di Desa Lueng Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakan diatas, penulis simpulkan bahwa: bertugas status
gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra sekolah di Desa
Lueng Keube Jagat .
6
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara status gizi dengan
pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra sekolah di Desa Lueng Keube
Jagat Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak usia pra sekolah
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan mamfaat bagi:
1. Untuk Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian ini yang khususnya hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan
dan perkembangan kognitif anak usia pra sekolah di Desa Lueng Keube Jagat
Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya.
2. Untuk Institusi Pendidikan Program Study Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan masukan untuk kajian dalam menganalisa permasalahan
yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif pada anak usia
pra sekolah
7
3. Untuk Tenaga Profesi Kesehatan Masyarakat
Sebagai kajian ilmiah dalam meningkatkan pengetahuan di bidang
kesehatan anak khususnya dalam mengindentifikasi hubungan antara status gizi
dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra sekolah.
4. Untuk Peneliti Lain
Sebagai bahan dasar referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi perawatan
atau bagi tenaga kesehatan lainnya, khususnya di FKM UTU tentang hubungan
antara status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra
sekolah. Dan juga sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin
mengembangkan penelitian dalam ruang lingkup yang sama.
1.4.2 Manfaat Praktis
Supaya terpenuhinya kebutuhan gizi anak sehingga dapat meningkatkan
kecerdasan anak.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Konsep Gizi
2.1.1 Pengertian Gizi dan Fungsinya
Gizi adalah sutau proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi (Supariasa, 2005).
Sedangkan menurut Soekirman (2000), gizi merupakan suatu proses yang
terjadi pada makhluk hidup untuk mengambil dan menggunakan zat–zat yang ada
dalam makanan dan minuman guna mempertahankan hidup serta menghasilkan
energi.
Santoso (2009) juga menjelaskan bahwa gizi merupakan faktor utama dalam
perkembangan anak. Tampa gizi yang adekuat anak akan gagal tumbuh dan
berkembang secara memuaskan dan tubuh pun tidak dapat ditunjang secara efektif.
Anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan
zat-zat gizi yang tinggi disetiap Kg berat badannya.
Menurut Santoso (2009) ada 5 fungsi zat gizi yaitu sebagai:
a. Sumber energi dan tenaga, jika fungsi ini terganggu orang akan menjadi
kurang geraknya atau kurang giat dan merasa cepat lelah.
8
9
b. Menyokong pertumbuhan badan, yaitu penambahan sel baru pada sel yang
sudah ada.
c. Memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak atau aus terpakai, yaitu
mengganti sel yang nampak jelas pada luka tubuh yaitu terjadinya jaringan
penutup luka.
d. Mengatur metabolisme dan berbagi keseimbangan dalam cairan tubuh
(keseimbangan air, asam basa dan mineral).
e. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit
sebagai anti oksidan dan anti bodi laipnnya.
Santoso (2009) juga menjelaskan bahwa sanya zat gizi terdiri atas:
karbohidrat atau hidrat arang, protein atau zat putih telur, lemak, vitamin, dan
mineral. Kelima zat gizi ini bila dikaitkan dengan fungsi zat gizi di golongkan atas:
a. Zat gizi penghasil enersi terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein.
b. Zat gizi pembangun sel terdiri dari protein, dan
c. Zat gizi pengatur terdiri dari vitamin dan mineral.
2.1.2 Hubungan Gizi dan Aspek – Aspek Kesehatan
Menurut Kartini (2004), hubungan gizi dan aspek-aspek kesehatan antara lain
adalah:
a. Hubungan gizi dengan pertumbuhan jasmani
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mc. Garrison terhadap orang-
orang di India Selatan dan India Utara tentang hubungan makanan dan keadaan fisik
menemukan bahwa suku India Utara yang makanannya cukup memenuhi kebutuhan
10
tubuh, memiliki perawakan yang tinggi dan kekar, bersemangat dan berusia rata-rata
panjang. Sebaliknya suku India Selatan, yang tidak mendapat makanan yang
mencukupi kebutuhan tubuhnya, memiliki tubuh kecil, kurang produktif, dan rata-rata
berusia pendek.
b. Hubungan gizi dan kecerdasan otak
Pada anak-anak yang tidak mendapat makanan cukup baik didapatkan
kecerdasan otaknya akan berkurang atau lambat. Telah diketahui bahwa pada anak-
anak yang memiliki zat pembangun yang cukup dalam masa ini sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan otaknya. Kekurangan zat ini bisa sangat fatal,
kemungkinan besar mereka akan menjadi tidak kreatif, tidak berinisiatif, bukan pasif.
Menurut Santoso (2009), resiko yang paling buruk dari keadaan gizi buruk
adalah kemungkinan pengaruh pada pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak dan
perkembangan intelektual paling terganggu jika kekurangan terjadi pada masa
pertumbuhan maksimum. Jika masa pertumbuhan normal telah berlalu pemulihan
tidak akan terjadi walaupun dengan pemberian makanan yang baik.
c. Hubungan gizi dengan daya tahan tubuh
Orang yang tidak mendapat makanan yang bergizi akan mudah terkena
penyakit. Orang ini akan mudah terkena penyakit infeksi, selesma, batuk, demam dan
penyakit paru.
d. Hubungan gizi dan produktifitas kerja
11
Orang yang kurang makan dan orang yang makanannya kurang gizi tentu
tidak akan dapat bekerja bersemangat dan bergairah, mereka akan bekerja lambat,
bahkan cenderung pemalas.
e. Hubungan gizi dan keluarga berencana
Keluarga berencana bertujuan untuk membuat keluarga sejahtera dengan jalan
menjarangkan kelahiran dan mengatur jumlah anak. Dengan keluarga yang
jumlahnya diatur dan dibatasi, kemungkinan perhatian yang layak pada setiap
anggota keluarga untuk mendapatkan bagian makanan yang cukup menurut
kebutuhan masing-masing.
Pada keluarga yang jumlah anaknya sedikit, perhatian dan kasih sayang pun
akan lebih banyak diterima dan dirasakan oleh anak-anak, sehingga hubungan dalam
keluarga dapat lebih harmonis. Ibu yang terlampau sering melahirkan, ditambah pula
dengan makanan yang kurang bergizi akan membuat tubuh ibu menjadi lemah,
kesehatan kesehatan bayi yang dilahirkan kadang-kadang berat badan dan panjangnya
kurang dari ukuran normal rata-rata.
2.1.3 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan
oleh serajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari ragam
makanan yang berdampak pada fisiknya yang diukur secara antropometri (Soehardja,
2006).
Sedangkan menurut Soetjiningsih (2008), status gizi adakah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dan status gizi ini
12
dibedakan antara status gizi lebih, baik, kurang dan buruk. Disamping itu juga status
gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: tingkat pendidikan atau
pengetahuan, budaya, tingkat pendapatan/ekonomi dan lain-lain.
Supariasa (2005), menyatakan bahwa status gizi adalah ekpresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu. Sedangkan Liwidjaya (2009) mengemukakan bahwa status gizi
adalah keadaan gizi anak yang diukur secara antropometri (berat badan, umur) untuk
melihat keadaan gizi sekarang.
2.1.4 Penilaian Status Gizi
Untuk mengetahui keadaan status gizi seseorang maka perlu dilakukan
pengukuran. Menurut Supariasa (2005), penilaian pada status gizi dapat dilakukan
dengan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu; antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi atas tiga penilaian,
yaitu; survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi paling sering digunakan adalah
antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi
anak menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi
(Supariasa, 2005).
Menurut Supariasa (2005), di Indonesia jenis antropometri banyak digunakan
baik dalam kegiatan program ataupun penelitian diantaranya adalah berat badan dan
13
tinggi badan. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan
dalam bentuk indeks yang terkait dengan variabel lain, seperti:
a. BB menurut umur (BB/U)
b. TB menurut umur (TB/U)
c. BB menurut TB (BB/TB)
d. LLA menurut umut (LLA/U)
e. LLA menurut TB (LLA/TB)
Menurut Soetjiningsih (2008), untuk mengetahui tumbuh kembang anak,
terutama pertumbuhan fisiknya yang sering dinilai dengan menggunakan ukuran -
ukuran antropometrik, yang dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, meliputi:
a. Tergantung umur (age dependence)
- Berat badan (BB) terhadap umur
- Tinggi /panjang badan (TB) terhadap umur
- Lingkaran kepala (LK) terhadap umur
- Lingkaran lengan atas (LLA) terhadap umur
b. Tidak tergantung umur
- Berat badan terhadap tinggi badan
- LLA terhadap tinggi badan (QUAC Stick: Quacker Arn Circunaferena
measuring Stick)
- Lain - lain: LLA dibandingkan dengan standar / Baku, lipatan kulit pada
trissep, subskapular, abdominal dibandingkan dengan Baku.
14
Di samping itu masih ada ukuran antropometri lainnya, yang dipakai untuk
keperluan khusus misalnya pada kasus - kasus dengan kelainan bawaan atau untuk
menentukan jenis perawakan (Soetjiningsih, 2008), antara lain:
a. Lingkaran dada, lingkaran perut dan lingkaran leher
b. Panjang jarak antara - antara titik tubuh, seperti biaknominal untuk lebar
bahu, bitrokanterik untuk lebar pinggul, bitemporal untuk lebar kepala, dll
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh
dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi, telah banyak
diungkapkan oleh para ahli. Supariasa (2005), mengungkapkan bahwa antropometri
gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak
dibawah kulit.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Dibawah ini akan diuraikan parameter
tersebut (Supariasa, 2005).
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi, Kesalahan dalam
penentuan umur bisa menyebabkan interprestasi pada status gizi yang menjadi salah,
15
sehingga pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat akan menjadi tidak
berarti bila disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi
Bogor (2000) dalam Supariasa (2005), menjelaskan bahwa batasan umur yang
digunakan adalah tahun umur (Completed Year), dan untuk anak umur 0 – 2 tahun
digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
Contohnya: Tahun usia penuh (Completed Year); Umur: 7 tahun 2 bulan, dihitung 7
tahun, dan 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun.
Contohnya: Bulan usia penuh (Completed Month); Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4
bulan, dan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan.
b. Berat Badan
Menurut Santoso (2009), ukuran berat badan merupakan hal yang terpenting,
karena dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap
kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang,
otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Ukuran ini merupakan indikator tunggal yang
terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang.
Pengukuran berat badan menurut umur balita dengan menggunakan kartu
menuju sehat balita (KMS Balita), enimbangan dilakukan setiap bulan. Pengukuran
berat badan secara teratur dapat menggambarkan keadaan gizi anak sejak lahir sampai
berusia 5 tahun. Setelah dilakukan penimbangan maka dilakukan pencatatan pada
KMS untuk dapat melihat perkembangan setiap bulannya. Menurut Pedoman Deteksi
tumbuh Kembang Balita (Supariasa, 2002), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
pada catatan letak berat badan pada KMS, yaitu:
16
1) Apabila di bawah garia merah maka kurang gizi tingkat sedang atau disebut
berat, kurang energi dan protein nyata (KEP nyata).
2) Pada daerah dua peta warna kuning (di atas garis merah) maka harus hati-hati
dan waspada karena keadaan gizi anak sudah kurang, meskipun tingkat ringan
atau disebut KEP ringan.
3) Dua pita warna hijau muda dan pita warna hijau tua (di atas pita kuning) dan
dua pita warna hijau muda maka anak mempunyai berat badan cukup atau
disebut gizi baik.
4) Dua pita warna kuning (paling atas) dan di atasnya maka anak telah
mempunyai berat badan yang berlebih, semakin ke atas kelebihan berat
badannya semakin banyak.
Perubahan dan pertumbuhan serta kecepatan pertumbuhan dapat dilihat pada
tabel 2.1 mengenai umur dan berat badan:
Tabel 2.1
Golongan Usia dan Berat Badan
Gol Umur
(Tahun ) (kg)
Berat Badan
(kg)
0.5 – 1 Tahun
1 – 3 Tahun
4 – 6 Tahun
7 – 9 Tahun
8.0
11.5
16.5
23.0 Hasil Widjaya Karya nasional Pangan & Gizi Lipi, 1978 & 1983.
c. Tinggi Badan
Tinggi merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu juga tinggi
17
badan merupakan ukuran dari kedua yang penting, karena tinggi badan sangat erat
hubungannya dengan berat badan. Pengukuran tinggi badan pada anak balita yang
sudah dapat berdiri bisa diukur dengan menggunakan alat penggukur tinggi mikrotoa
yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2005).
Pertumbuhan tinggi badan anak pada usia pra sekolah tidak secepat pada
masa-masa tahun pertamannya. Setiap tahunnya, rata-rata pertambahan tinggi badan
anak sekitar 7 cm (Gustian. E, 2001).
Menurut Santoso (2009), perlu diketahui bahwa nilai tinggi badan meningkat
terus, walaupun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian
menjadi pesat lagi pada masa remaja. Tinggi badan hanya akan menyusut pada usia
lanjut. Oleh karena itu, nilai tinggi badan dipakai untuk dasar perbandingan terhadap
perubahan-perubahan yang relative, seperti nilai berat badan dan lingkaran lengan
atas.
d. Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas pada dewasa ini merupakan salah satu pilihan dalam
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat yang sulit
yang diperoleh dengan harga yang mahal. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks
status gizi (Supariasa, 2005).
e. Lingkaran Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktik, yang biasanya untuk memeriksa pathologi dari besarnya kepala atau
18
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan
tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat yang terjadi pada tahun
pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan
gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak, lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi (Supariasa, 2005).
Sedangkan menurut Santoso (2009), ukuran ini dipakai untuk mengevaluasi
pertumbuhan otak dan karena laju tumbuh pesatnya pada saat berusia 3 tahun yang
hanya 1 cm dan hanya meningkat 5 cm sampai usia remaja atau dewasa, maka dpat
dikatakan bahwa mamfaat pengukuran lingkaran kepala ini hanya terbatas sampai
usia 3 tahun.
Parameter Antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi, kombinasi
antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa Indeks
Antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan yang termasuk air,
lemak, tulang dan otot. Sedangkan Indeks tinggi badan menurut umur adalah
pertumbuhan linear dan LLA adalah pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang
pada area yang diukur. Diantara bermacam-macam Indeks Antropometri, BB/U
merupakan indikator yang paling umum digunakan sejak tahun 1972, dan dianjurkan
juga menggunakan TB/U dan BB/TB untuk membedakan apakah kekurang gizi
terjadi kronis atau akut. Perbedaan dalam penggunaan indeks tersebut akan
19
memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda. Seperti yang terlihat pada
tabel 2.2 (Supariasa, 2005).
Tabel 2.2
Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri
(Persen dinyatakan terhadap median Baku NCHS)
Status Gizi Indeks
BB /U TB /U BB/TB
Gizi Baik
Gizi Sedang
Gizi Kurang
Gizi Buruk
> 80 %
71 % - 80 %
61 % - 70 %
≤ 60%
> 90 %
81 % - 90 %
71 % - 80 %
≤ 70%
> 90 %
81 % - 90 %
71 % - 80 %
≤ 70%
Sumber: yayak K. husaini. Antropometri sebagi indeks gizi dan kesehatan
masyarakat. Medika. 2007.
2. Klasifikasi Status Gizi
Menurut Supariasa (2005), dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran Baku, yang sering disebut dengan reference. Direktorat Bina Gizi Masyarakat,
Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) pada anak tahun 1999, klasifikasi status
gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: Gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi
kurang, dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO – NCHS
dengan indek berat badan menurut umur yang dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah
ini.
Tabel 2.3
Kalsifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI Tahun 2003
Kategori Cut Of Point
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi sedang
Gizi kurang
Gizi buruk
> 120 % median BB/U
80 % - 120 % median BB/U
70 % - 79,9 % median BB/U
60 % - 69,9 % median BB/U
< 60 % median BB/U
20
Dibawah ini akan diuraikan dari klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS, yaitu:
a. Gizi Lebih
Depkes RI (2003), mengemukakan bahwa anak berstatus gizi lebih, bila hasil
penimbangan berat badan anak menurut umur (BB/U) dan berasarkan hasil
penimbangan berat badan anak menurut tinggi (BB/TB) lebih dari 110% berdasarkan
nilai baku standar WHO-NCHS. Istilah gizi lebih di masyarakat dikenal dengan
sebutan obesitas atau kegemukan, pada umumnya diakibatkan karena kelebihan gizi.
Makin lama seorang anak mengalami obesitas, maka akan semakin besar
kemungkinan untuk tetap gemuk pada usia remaja dan dewasa, karenanya hal ini
merupakan masalah kesehatan yang harus diatasi sejak dini tanpa mengabaikan faktor
pertumbuhan anak. Peran keluarga, informasi gizi, aktifitas fisik, dan bimbingan
psikologis sangat diperlukan pada situasi seperti ini (Pudjiadi, 2006).
b. Gizi Baik
Gizi baik adalah suatu keadaan sehat yang disebabkan oleh konsumsi
makanan yang mengandung cukup gizi yang dibutuhkan dalam keadaan seimbang
baik jumlah maupun mutu (Apriadji, 2006). Menurut Winarno (2007) keadaan gizi
seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara
perkembangan fisik dan perkembangan mentalnya.
Anak berstatus gizi baik bila hasil penimbangan berat badan menurut umur
(BB/U) dan berdasarkan hasil penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan
(BB/TB) berada pda kisaran 81%-110% berdasarkan nilai baku standar WHO-NCHS.
Pada keadaan status gizi baik, sehingga anak lebih terlindung dari berbagai jenis
21
penyakit dibandingkan dengan anak dalam keadaan kekurangan gizi (Supariasa,
2005).
c. Gizi Kurang
Anak berstatus gizi kurang adalah bila penimbangan berat badan menurut
umur (BB/U) dan penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan (BB/TB)
menunjukkan hasil pada kisaran dari 60%-80% berdasarkan nilai baku standar WHO-
NCHS (Supariasa, 2005).
Secara umum gizi kurang disebabkan olek kekurangan energi atau protein,
namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus anak
dengan gizi kurang yang menderita defisiensi protein yang biasanya disertai pula
dengan defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai
pula dengan defisiensi energi atau nutrient lainnya, karena itu istilah yang juga sering
dipakai untuk gizi kurang atau gizi buruk adalah KEP (Supariasa, 2005).
d. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (Supariasa, 2005). Sedangkan menurut Apriadji (2006), gizi
buruk adalah keadaan tidak sehat yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang
kurang, baik kualitas maupun kuntitasnya dalam waktu yang cukup lama.
Anak berstatus gizi buruk adalah bila penimbangan berat badan menurut umur
(BB/U) dan penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan (BB/TB)
22
menunjukkan hasil kurang dari 60% berdasarkan nilai baku standar WHO-NCHS
(Supariasa, 2005).
2.2 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
2.2.1 Pengertian Pertumbuhan Dan Perkembangan
Setiap manusia yang hidup mengalami proses tumbuh kembang. Istilah
tumbuh kembang pada manusia menunjukkan proses sel telur (ovum) yang telah
dibuahi sampai mencapai status dewasa (Santoso, 2009). Istilah tumbuh kembang
sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan
dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2008).
a. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen
tubuh), sehingga pertumbuhan dapat dikatakan bersifat kuantitatif
(Supariasa, 2005).
b. Perkembangan (development) ialah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
sruktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan
dapat dieamalkan sebagai hasil proses pematangan. Ada pula yang
mendefinisikan bahwa perkembangan adalah penampilan kemampuan (skill)
yang diakibatkan oleh kematangan sistem saraf pusat, khususnya di otak. Jadi,
perkembangan bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit dari
23
pada pengukuran pertumbuhan. Mengukur perkembangan tidak dapat dengan
menggunakan antropometri, tetapi seperti telah disebutkan diatas bahwa pada
anak yang sehat perkembangan searah (parallel) dengan pertumbuhan
(Supariasa, 2005).
Perkembangan merupakan sederetan perubahan fungsi organ tubuh
yang berkelanjutan, teratur dan saling berkait, perkembangan terjadi secara
simultan dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dan organ yang sipengaruhinya, antara lain
meliputi perkembangan sistem neuromuskular bicara, emosi dan sosial.
Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang
utuh (Moersintowarti, 2002).
2.2.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Moersintowarti, (2002) tumbuh kembang anak berlangsung secara
teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan dimulai sejak konsepsi sampai
dewasa. Walaupun terdapat beberapa variasi akan tetapi setiap anak melewati suatu
pola tertentu yang merupakan tahap – tahap pertumbuhan dan perkembangan sebagai
berikut:
a. Masa Pranatal /masa intra uterin (masa janin dalam kandungan). Masa ini
dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat menjadi suatu organisme, terjadi
diferensiasi yang berlansung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
24
2) Masa Fetal ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri
dari dua periode:
a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester
kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna dan alat tubuh telah
terbentuk dan mulai berfungsi.
b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan berlangsung
pesat dan adanya perkembangan fungsi – fungsi. Pada masa ini
terjadi transfer Immonoglobulin G (Ig G) dari darah ibu melalui
plasenta. Akumulasi asam lemak essensial seri Omega 3 (Docosa
Hexamic Acid), Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
b. Masa Postnatal /masa setelah lahir terdiri dari beberapa periode:
1) Masa neonatal (0-28 hari), terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan
terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsinya organ –
organ tubuh lainnya.
2) Masa bayi, dibagi menjadi dua bagian:
a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara kontinyu terutama meningkatnya
fungsi system saraf.
b) Masa bayi akhir (1 – 2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai menurun
dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik dan fungsi
ekskresi.
25
3) Masa Pra sekolah (2 – 6 tahun): pada masa ini pertumbuhan berlangsung
dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani yang
bertambah.
4) Masa Sekolah / masa Prapubertas (wanita: 6 – 10 tahun, Laki – laki: 8 –
12 tahun): pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan prasekolah,
keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain
berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.
5) Masa Adolesensi / masa remaja (wanita: 10 – 18 tahun, Laki – laki: 12 –
20 tahun): anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa asolesensi
disbanding anak laki – laki. Masa ini merupakan transisi dari periode anak
ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat badan dan
tinggi badan yang sangat pesat yang disebut Adolescent Growth Sput.
pada masa ini juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat
kelamin san timbulnya tanda – tanda kelamin sekunder.
Anak pada usia pra sekolah memunyai ciri khusus, yaitu mangalami masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Pertumbuhan jasmani yang terjadi pada
seorang anak biasanya diikuti dengan perubahan atau perkembangan dalam segi lain,
seperti: berpikir, berbicara, berperasaan, bertingkah laku, dan lainnya. Perkembangan
yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap
perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, misalnya dari duduk, berdiri,
berjalan, kemudian berlari. Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya
26
dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan penginderaan, berpikir, keterampilan
berbahasa dan berbicara, bertigkah laku sosial dan lainnya (Santoso, 2009).
Dengan demikian, mempelajari tumbuh kembang mempunyai tujuan umum
yaitu menjaga agar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap
pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik, mental, emosi dan sosial sesuai
dengan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia dewasa yang berguna.
Disamping itu juga, tujuan khususnya ialah mengetahui dan memahami proses
pertumbuhan dan perkembangan sejak konsepsi sampai dewasa agar kita dapat
mendeteksi kelainan proses pertumbuhan dan perkembangan dan segera dapat
mengatasi permasalahannya (Moersintowarti, 2002).
Menurut Santoso (2009), ada 2 faktor yang mempengaruhi proses tumbuh
kembang secara optimal pada anak, yaitu:
1. Faktor dalam (internal)
Merupakan faktor – faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, baik
faktor bawaan maupun faktor yang diperoleh. Termasuk disini:
a. Hal – hal yang diturunkan dari orang tua maupun generasi sebelumnya
yaitu warna rambut, bentuk tubuh.
b. Unsur berpikir dan kemampuan intelektual, yaitu kecepatan berpikir.
c. Keadaan kelenjar zat – zat dalam tubuh, yaitu kekurangan hormon yang
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Emosi dan sifat – sifat (temperamen) tertentu, yaitu: pemalu, pemarah,
tertutup dan lainnya.
27
2. Faktor Luar (eksternal)
Merupakan faktor – faktor yang ada di luar atau berasal dari luar diri
anak, mencakup lingkungan fisik dan sosial serta kebutuhan fisik anak, yaitu:
a. Keluarga
Pengaruh keluarga adalah pada sikap dan kebiasaan keluarga
dalam mengasuh dan mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak,
hubungan antara saudara dan lainnya.
b. Gizi
Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi, yaitu
kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Ada
tingkatan kesehatan gizi lebih dan kesehatan gizi kurang. Akibat dari
kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi.
c. Budaya
Faktor lingkungan masyarakat dalam hal ini asuhan dan kebiasaan
suatu masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak, misalnya: hal kebersihan, kesehatan dan pendidikan.
d. Teman bermain dan sekolah
Lingkungan sosial seperti teman sebaya, tempat dan alat kelamin,
kesempatan pendidikan yang diperoleh yaitu bersekolah, akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
28
2.3 Konsep Perkembangan Kognitif
2.3.1 Pengertian
Kognitif sering kali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir, kognitif
merupakan pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan
tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang
dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan
perkembangan dan cara anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan
berbagai cara berpikir untuk menjelaskan berbagai masalah, dapat dipergunakan
sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2000).
Ahmadi (2003), menegaskan bahwa kemampuan berpikir bukan sesuatu yang
diberi walaupun potensi intelektual bawaan lahir tetap merupakan unsur penting
didalamnya. Dengan kata lain, anak perlu belajar, perlu dirangsang untuk berpikir.
Kesemuanya ini harus dimulai dengan memberikan kualitas pengalaman yang lebih
baik pada anak sejak dini, hal ini juga dibuktikan oleh Bloom (1964, dikutip dari
Patmonodewo, 2000) yang mengamati kecerdasan anak dalam rentang waktu tertentu.
Dari study Bloom tersebut ditemukan bahwa, pengukuran kecerdasan pada anak usia
15 tahun merupakan perkembangan dari usia anak balita.
Membicarakan kemampuan berpikir tidak lain adalah membicarakan tentang
intelektual dan intelegensi. Dimana denga intelektual, orang dapat menimbang,
menguraikan, menghubungkan pengertian satu dengan yang lain menarik kesimpulan.
Sedangkan dengan intelegensi atau kecerdasan berpikir, fungsi pikir dapat digunakan
29
dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi atau memecahkan suatu masalah
(Ahmadi, 2003).
Kognitif dalam konteks ilmu psikologi sering didefinisikan secara luas
mengenai kemampuan berpikir dan mengamati suatau prilaku yang mengakibatkan
seseorang memperolah pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan
pengertian. Dengan kata lain merupakan cara berpikir tentang sesuatu dan cara
mengetahui sesuatu. Kemampuan berkonsentrasi terhadap suatu rangsang dari luar,
memecahkan masalah, mengingat atau memanggil kembali dari memorinya suatu
kejadian yang telah lalu, memahami lingkungan fisik dan sosial termasuk dirinya
sendiri termasuk proses kognitif (Soetjiningsih, 2008).
Pengertian kognitif mencakup dari aspek – aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu (Singgih D. Gunarsa, 1981). Dengan
demikian, kognisi adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol,
penalaran, dan pemecahan masalah. Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari
kemampuan anak dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman, 1981).
Piaget dalam Gunarsa (2007), melihat adanya sistem yang mengatur dari
dalam yang terjadi pada sistem kognitif yang kemudian dipengaruhi oleh faktor –
faktor lingkungan. Sistem pengaruh yang menetap terdapat sepanjang perkembangan
seseorang. Perkembangan kognitif mempunyai empat aspek. yaitu:
a. Kematangan
Kematangan ini merupakan pengembangan dari susunan saraf, misalnya
30
kemampuan melihat atau mendengar disebabkan oleh kematangan yang
sudah dicapai oleh susunan saraf yang bersangkutan.
b. Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungannya
dunianya.
c. Transmisi Sosial
Yaitu pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan
sosial, misalnya cara pengasuhan dan pendidikan yang akan diberikan
kepada anak.
d. Ekuilibrasi
Yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak, agar ia
selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri
dengan lingkungannya.
2.3.2 Tahap – tahap perkembangan kognitif
Menurut Soetjiningsih (2002), perkembangan kognitif berkembang secara
bertahap, yang terbagi kedalam beberapa stadium, diantaranya:
a. Stadium Sensori – Motorik (Umur 0 – 18 bulan atau 24 bulan)
Pada stadium ini perkembangan inteligensi anak baru nampak dalam
bentuk aktifitas motorik sebagai reaksi stimulasi motorik. Gerakan-gerakan
refleks seperti menghisap, meraih, mengenggam, mengoyang-goyang badan,
gerakan seperti memukul dan menendang sesuatu, ini merupakan tahap
pertama yang akan membawa anak kearah penguasaan pengetahuan mengenai
31
dunia luar. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit, bukan
imaginer atau hanya dibayangkan saja.
b. Stadium Pra – Operasional (Umur 18 bulan – 7 tahun)
Stadium ini dimulai dengan penguasan bahasa yang sistematis,
permainan simbolis (mampu bermain pura – pura, misalnya: korek api
dibayangkan sebagai mobil), initasi tingkah laku (meniru prilaku ibu atau
ayahnya, dokter yang kemarin memeriksannya), maupun bayangan dalam
mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu berpikir
simbolis, tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulas melainkan ada
suatu aktivitas internal, meskipun memang masih terarah egosentris. Anak
belum mampu untuk berpikir dengan mengambil perspektif atau sudut
pandang orang lain baik secara konseptual, persepsual dan emosional-
motivasional (Soetjiningsih, 2002).
c. Stadium Operasional Konkret (Umur 7 – 11 tahun)
Stadium operasional konkret digambarkan sebagai penyempurnaan
kekurangan pada stadium pra operasional. Pada fase ini egosentris berpikir
sudah mulai menghilang. Anak mampu melakukan desentrasi, yaitu mampu
memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan mampu menghubungkan
dimensi–dimensi tersebut. Anak juga mampu memperhatikan aspek dinamis
dari perubahan situasi, sehingga mampu memahami operasi logis suatu
reversibilitas ataupun hukum sebab akibat.
32
Namun seperti yang sudah ditunjukkan secara tersirat oleh istilahnya
sendiri, pada stadium ini anak mampu melakukan aktivitas logis tertentu
tetapi hanya dalam situasi yang kontrik. Apabila dia dihadapkan pada suatu
masalah secara verbal ataupun abstrak yaitu tanpa adaya bahan yang kontrik,
maka dia belum mampu menyelesaikannya dengan baik.
d. Stadium Operasional Formal (mulai umur 11 tahun)
Kemampuan berpikir pada stadium ini ditandai dengan dua sifat yang
penting, yaitu:
1) Kemampuan deduktif – hipotesis
Bila anak dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikannya,
maka dia akan memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa
masalahnya dengan mengembangkan penyelesaian melalui berbagi
hipotesisi yang mungkin ada.
2) Bersifat kombinatoris
Berhubungan dengan cara begaimana melakukan analisisnya, maka
sifat kombinatiros menjadi pelengkap cara berpikir operasional formal
ini hampir menyerupai tahap trial dan error pada stadium 12 – 18
bulan. Tetapi langkah coba – coba pada stadium operasional formal
memiliki dasar teoritis dan hipotesis yang pasti.
33
2.4 Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah
Perkembangan kognitif pada anak usia pra sekolah dapat dijelaskan dengan
berbagai teori dan berbagai peristilahan. Pandangan aliran tingkah laku
(behaviorisme) berpendapat bahwa pertumbuhan kecerdasan terjadi melalui
terhimpunnya informasi yang makin bertambah. Sedangkan aliran interactionist dan
developmentalis berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari interaksi anak dengan
lingkungannya. Selanjutnya dikemukakan bahwa perkembangan kecerdasan
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan pengalaman (Patmonodewo, 2000).
Periode pra sekolah dapat disamakan dengan stadium pra operasional Piaget
(Pralogika) (Nelson, 2000). Menurut Piaget masa ini merupakan gambaran kognitif
internal anak tentang dunia luar, dengan berbagai kompleksitasnya, yang tumbuh
secara bertahap. Masa ini dianggap merupakan suatu masa transisi, tidak ditandai
dengan suatu keseimbangan yang tetap, merupakan suatu masa dimana pikiran agak
terbatas, tetapi walaupun demikian merupakan suatu kemajuan dari tahapan
sebelumnya (Sacharin, 2006).
Perkembangan kognitif anak pra sekolah termasuk dalam pertengahan
tahapan dari piaget, yaitu tahapan praoperasional. Dalam periode sensorimotor anak-
anak belajar melalui indra dan tindakannya. Meskipun telah sampai akhir dari
tahapan sensorimotor, yaitu sub tahapan yang keenam, mereka tetap ’belajar melalui
tindakan’, belum berhenti. Setelah masuk pada tahapan praoperasional anak-anak
mulai dapat belajar dengan menggunakan pemikirannya, tahapan bantuan kehadiran
34
sesuatu dilingkunganya, anak mampu mengigat kembali simbol – simbol dan
membayangkan benda yang tidak tampak secara fisik (Patmonodewo, 2003).
Menurut Wong (2004), perkembangan kognitif anak usia pra sekolah
mencakup:
a. Berada dalam fase perseptual egosentrik dalam berpikir dan perilaku.
b. Mulai memahami waktu, menggunakan banyak ekspresi yang berorientasi
waktu, bicara tentang masa lalu dan masa depan sebanyak masa kini,
berpura-pura memberi tahu waktu / jam.
c. Mengalami perbaikan konsep tentang ruang seperti ditunjukkan dalam
pemahaman tentang preposisi dan kemampuan untuk mengikuti perintah
langsung.
d. Menilai segala sesuatu menurut dimensinya, seperti: tinggi, lebar, atau
perintah.
e. Dapat menghitung dengan benar tetapi konsep matematika terhadap angka
buruk.
f. Patuh karena orang tua mempunyai batasan, bukan karena memahami hal
salah dan benar.
g. Menggunakan kata berorientasi waktu dengan peningkatan pemahaman.
Sedangkan menurut Abdurrahman (2003), pada masa pra operasional,
berdasarkan pendapat Piaget terbagi dalam dua sub masa, yaitu:
a. Submasa berpikir Pra Konseptual (2-3) tahun.
Submasa berpikir Pra Konseptual anak telah menggunakan tanda
35
dan simbol. Pada masa ini anak mengembangkan yang dinamakan oleh
piget sebagai fungsi simbolik (Abdurrahman, 2003).
Pada masa ini, anak mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan
sesuatu dengan satu dimensi, misalnya atas dasar warnanya, ukurannya
atau bentuknya saja. Dapat melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku (Patmonodewo, 2000).
Simbol – simbol yang ditampilkan oleh anak dapat berupa simbol
verbal, seperti kata – kata atau memberikan nama kepada boneka dan
dapat berupa simbol yang tampil secara fisik, seperti kayu sebagai pedang
– pedangan atau kotak televisi sebagai mobil – mobilan. Kemampuan
untuk berpikir secara simbolik ini membuka peluang bagi anak untuk
menyerap kata – kata baru yang akan memperkaya pembendarahaan kata–
katanya. Ketika anak menggunakan simbol, ia akan memberikan nama dan
menggunakan kata – kata yang memiliki arti. Berpikir simbolik dapat
dilihat dari tiga kegiatan anak yang umumnya dilakukan oleh anak, yaitu
bermain fantasi, menggambarkan, dan berbahasa (Gustian.E, 2001).
Perkembangan kognitif dinyatakan dengan pertumbuhan
kemampuan merancang, mengingat dan mencari penyelesaian masalah.
Pada masa pra sekolah anak mulai dapat belajar dengan menggunakan
pemikirannya. Proses berpikir anak berpusat pada penguasaan simbol –
simbol (misalnya kata-kata), mampu mengungkapkan pengalaman masa
lalu dan membayangkan benda yang tidak tampak secara fisik. Fungsi
36
simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada
dengan sesuatu yang lain (Patmonodewo, 2000).
b. Submasa berpikir Intuitif (4-7) tahun
Pada submasa berpikir intuitif (4 - 7) tahun, anak sudah dapat
mengelompokkan benda – benda atas dasar sifat khusus mereka, tetapi
masih terbatas pada satu dimensi saja. Pada masa ini anak belum dapat
memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara bersamaan.
Pada masa ini anak baru dapat menyusun benda – benda berdasarkan satu
dimensi saja, misalnya dari sudut panjangnya saja, besarnya saja, dan
sebagainya. Pada submasa berpikir intuitif anak belum mampu
mengkonservasikan angka – angka. Jika kepada anak diberikan dua
deretan benda yang sama banyaknya, misalnya; mungkin anak akan
mengatakan bahwa deretan benda yang satu lebih banyak dari pada
deretan yang lain karena deretannya lebih panjang (Abdurrahman, 2003).
Pada usia pra sekolah, anak tidak hanya berpikir dengan
khayalannya, melainkan juga menggunakan intuisinya, yaitu mengambil
dan memahami sesuatu berdasarkan dugaan, bukan berdasarkan
kesimpulan yang rasional. Menurut Piaget, cara berpikir intuitif dapat
dilihat melalui beberapa aspek, yaitu mimpi, animisme, dan egosnentrisme
(Gustian.E, 2001).
Egosentrisme pada anak usia pra sekolah bukan berarti
memetingkan diri sendiri, namun mereka tidak dapat melihat sesuatu dari
37
sudut pandang orang lain (Patmonodewo, 2000).
Piaget menunjukkan dominasi persepsi diatas logika dengan urutan
yang terkenal dari uji coba ”pengawetan”. Dalam salah satu uji coba, air
dituangkan bolak-balik dalam pot yang tinggi dan kecil ke piring yang
lebih rendah, dan anak-anak ditanya mana yang berisi air lebih banyak.
Mereka selalu memiliki yang lebih besar (biasanya pot yang tinggi),
bahkan ketika penguji menunjuk bahwa tidak ada air yang telah diambil
atau ditambah. Salah pengertian mengambarkan hipotasa perkembangan
anak tentang sifat alamiah dunia, juga kesulitan mereka dalam
menyelesaikan berbagai situasi secara serentak (Nelson, 1999).
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroprasi secara kontinu, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah “pertumbuhan”
dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini secara interpendensi,
artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan
dalam bentuk-bentuk yang secara pilah sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan
untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut
peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung
secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan
dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau
38
keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara
berkesinambungan.
2.5 Konsep Anak Usia Pra Sekolah
2.5.1 Pengertian
Pra sekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi.
Potensi itu dirangsang dan dikebangkan agar pribadi anak tersebut berkembang
secara optimal.taman kanan-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah
yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 sampai memasuki
pendidikan dasar
Pengertian anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak
adalah anak merupakan seseroang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum
pernah menikah. Batas 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha
kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan ,mental seorang anak di
capai pada usia tersebut. Anak adalah potensi serta penerus bangsa yang dasar –
dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya (Sacharin, 2006).
Sedangkan menurut Patmonodewo (2003), yang dimaksus dengan anak pra
sekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Menurut The National
Associayion For The Education, istilah ”Pre School” adalah anak antara usia
”Toddler” (1-3 tahun) dan usia masuk kelas satu; biasanya antara 3 (tiga) sampai 5
(lima) tahun. ”Kinderganten” tujuannya untuk persiapan masuk kelas satu; secara
perkembangan biasanya meliputi anak usia 4-6 tahun. Dengan perkataan lain, yang
39
dimaksud dengan anak usia TK adalah 4 sampai 6 tahun, sedangkan anak pra sekolah
adalah mereka yang bervariasi 3 sampai 5 tahun.
2.5.2 Ciri – Ciri Pertumbuhan Anak Usia Pra Sekolah
Tiap fase pertumbuhan memiliki ciri dan target pencapaian, baik dalam aspek
sosial, intelektual, psikologi, dan biologi. Sehingga anak dapat menyesuiakan diri dan
dapat beradaptasi pada fase-fase berikutnya, berikut ini, ciri-ciri dan target pada fase
pra sekolah (Fahmin, 2005), yaitu:
a. Pertumbuhan yang paling cepat pada diri anak terjadi pada saat anak
berusia lima tahun pertama (balita), lebih-lebih dalam hal ini pertumbuhan
IQ dan pembentukan kepribadiannya.
b. Lingkungan tempat anak berada memiliki peranan yang penting dalam
pertumbuhan inteligensi anak.
c. Anak tumbuh melalui cara yang saling melengkapi. Sebuah faktor yang
mempengaruhi satu sisi pertumbuhannya, berpengaruh pula pada sisi
pertumbuhannya yang lain.
d. Anak memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, sehingga ia dapat
tumbuh secara wajar. Di antaranya, kebutuhan terhadap pengenalan alam
lingkungan di sekitarnya.
e. Setiap anak memiliki perbedaan-perbedaan, baik dalam kemampuan,
kondisi pertumbuhan, tingkat kematangan, dan kesiapannya dalam belajar.
40
2.6 Tugas Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
Dalam bukunya. Moeslihatoen (2000) menuliskan tugas-tugas perkembangan
yang harus dipenuhi oleh anak menurut Hildebrand. Dimana pada masa kanak-kanak
awal, anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya agar dapat
memasuki tahapan berikutnya dengan baik.
a. Berkembang menjadi pribadi yang mandiri.
Anak harus tidak tergantung pada orang lain dan dapat melayani diri
sendiri sendiri dengan usianya.
b. Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang.
Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang adalah
kemampuan untuk saling berbagi dan mampu untuk hidup
”bermasyarakat” dengan anak-anak seusianya dilingkungan yang ditemui.
c. Belajar bergaul dengan anak lain
Anak belajar mengembangkan hubungan dengan anak lain sehingga dapat
menghasilkan tanggapan positif dari anak lain tersebut.
d. Mengembangkan pengendalian diri
Kemampuan anak dalam belajar mengendalikan dirinya sesuai dengan
tuntutan masyarakat. Setiap tindakan anak belajar memiliki konsekuensi
sehingga anak akan memilih tingkah laku yang dapat diterima oleh
lingkungan.
e. Belajar bermacam-macam peran dalam masyarakat
41
Anak belajar memiliki bermacam-macam peran dan konsekuensi dalam
masyarakat
f. Belajar mengenal tubuh
Anak belajar mengenal nama dan fungsi panca indra serta anggota tubuh
lainnya untuk aktivitasnya sehari-hari, seperti makan dan menjaga
kebersihan.
g. Belajar menguasai keteramilan motorik halus dan kasar
Anak memiliki tugas untuk menguasai keterampilan yang berkaitan
dengan motorik halus.
h. Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan
Adalah kemampuan untuk mengenal nama-nama benda dan ciri-cirinya,
serta mengetahui perbedaannya dengan benda-benda lain yang ada.
i. Belajar mengusai kata-kata baru untuk mamahami orang lain
Anak mempejari kata-kata baru untuk memahami pembicaraan orang lain.
j. Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan
Anak memiliki tugas mengembagkan perasaan kasih sayang terhadap
benda-benda yang ada di sekitarnya, termasuk orang-orang yang ada di
lingkungnya.
42
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: (Supariasa, 2005)
2.8 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Alternatif :
Ada hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak
Status Gizi :
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak
Status Gizi Pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik, yaitu untuk melihat
hubungan status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra
sekolah di Desa Lueng Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur dengan desain Cross
Sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Desa Lueng Keube Jagat Kecamatan Tripa
Makmur Kabupaten Nagan Raya yang telah dilakukan pada tanggal 22 Juni sampai 5
Juli 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang belum bersekolah
dalam desa Lueng Keube Jagat yang berjumlah 40 orang.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini mengacu pada rumusan
(Arikunto 2002) yang menjelaskan bahwa apabila pengambilan sampel pada subjek
penelitian kurang dari 100 maka dapat diambil semua sehingga penelitiannya
44
merupakan Penelitian populasi. Bedasarkan hal tersebut makan peneliti mengambil
keseluruhan populasi untuk dijadikan sampel yaitu berjumlah 40 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan wawancara langsung
dengan responden, menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur
lainnya yang berhubungan dengan penelitian
3. 5. Definisi Operasional.
Tabel 3.1. Varibel Penelitian
No Variabel Independen
1 Variabel : Status gizi
Definisi : Keadaan kesehatan anak ditinjau dari pemenuhan
kebutuhan gizi yang disesuaikan dengan umur, berat
badan dan tinggi badan.
Cara ukur : Menimbang
Alat ukur : Timbangan
Hasil ukur : a. Baik
b. Kurang Baik
Skala ukur : Ordinal
____________________________________________________________________
Variabel Dependen
2. Variabel : Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Anak
Definisi : Bertambahnya ukuran fisik serta kecerdasan pada anak.
Cara ukur : Wawancara.
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : a. Baik
b. Kurang Baik
Skala ukur : Ordinal
45
3. 6. Aspek pengukuran
1. Status gizi BB/U
1. Baik : Apabila gizi baik
2. Kurang baik : Apabila gizi buruk, gizi kurang, gizi lebih
2. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak
1. Baik : Apabila anak bisa bersikap mandiri dan terteman
dengan seusianya
2. Kurang Baik : Apabila anak tidak bisa bersikap mandiri dan
terteman dengan seusianya
(Moeslihatoen, 2000)
3.7. Analisis Data.
Data yang diperoleh diolah dengan secara manuual dan menggunakan
komputer dengan tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Data dianalisis
melalui prosedur bertahap,secara:
1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel depeden
dan sebuah variabel independen. Untuk mengetahui hubungan antara
variabel indenpeden dan variabel dependen digunakan analisis statistik
46
dengan uji chi square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. Dasar
pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan tingkat signifikan (nilai p),
yaitu :
a. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho di tolak) atau
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
b. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha diterima) atau
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
dependen dan sebuah variabel dependent. Karena data berbentuk
katagorik maka untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel
independen dan dependen digunakan analisis statistk Uji Chi-square
dengan memakai nilai α = 0,05. (Notoatmodjo. 2005).
Untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel
penelitian ini digunakan perangkat komputer/perangkat lunak dalam
menganalisis Uji Chi-square.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Lahirnya Desa Lueng Keube Jagat pada tahun 1980 dan sudah mengalami
pergantian kepala desa sebayak 5 orang dan luas desa 8.96600 m2. Adupun dusun-
dusun yang ada di desa lueng keube jagat adalah.
1. Dusun : Ingin Jaya
2. Dusun : Serba Guna
Data Demografis
1. Jumlah KK adalah 297
4.2. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 22 juni sampai
dengan 5 juli 2013. Dengan mengunakan teknik pengambilan sampel yaitu total
sampling di Desa lueng keube jagat pada 40anak dengan judul, Hubungan
Antara Status Gizi Dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Anak
Usia Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur
Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013. Adapun hasil penelitian adalah sebagai
berikut
48
1. Status Gizi
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi pada
Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat Kecamatan
Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya
No Status Gizi Frekuensi %
1 Baik 16 40,0
2 Kurang Baik 24 60,0
Total 40 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa dari 40 responden,60,0 %
siswa/i yang memperoleh status gizi dengan kurang baik,sedangkan yang baik
hanya 40,0% .
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pertumbuhan dan
perkembangan kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng
Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya
No Pertumbuhan dan
Perkembangan Kognitif Anak
Frekuensi %
1 Baik 14 35,0
2 Kurang Baik 26 65,0
Total 40 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa dari 40 responden, 65,0%
yang memperoleh pertumbuhan dan perkembangan dengan kurang
baik,sedangkan yang baik hanya 35,0% yang memperoleh pertumbuhan dan
perkembangan.
49
4.2. Analisis bivariat
Tabel 4.3 Hubungan Antara Status Gizi denganPertumbuhan dan
Perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng
Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara tingkat Status gizi dengan pertumbuhan dan
penembangan menujukkan nilai p value = 0,036 atau p = < 0,05, maka artinya
bahwa ada Hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembanganKognitif Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat
Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya.Namun Jika dilihat dari odds
ratio yaitu sebesar 0,143 maka tidak ada peluang terhadap pertumbuhan dan
perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah
4.3. Pembahasan
1. HubunganAntara Status Gizi DenganPertumbuhan dan Perkembangan
Koginitif Anak Usia Pra Sekolah
Dari hasil analisa tabel silang diketahui tingkat Status gizi dengan
pertumbuhan dan perkembangan menujukkan nila p value = 0,036 atau p = < 0,05,
maka artinya bahwa ada Hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah Di desa Lueng Keube Jagat
Status Gizi
Pertumbuhan dan
Perkembangan Kognitif
Anak
Total
P
OR
Kurang Baik
n % n % n %
Kurang baik 12 46,2 12 85,7 24 60,0 0,036 0,143
Baik 14 53,8 2 14,3 16 40,0
Jumlah 26 65,0 14 35,0 40 100
50
Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya.Namun Jika dilihat dari odds
ratio yaitu sebesar 0,143.
Hubungan tersebut didukung oleh pendapat Pamularsih (2009), bahwa
makanan sangat berkaitan terhadap bagi tubuh terutama untuk anak sekolah yang
merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan. Apabila
makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini
berlangsung lama maka akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak,
berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih
berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu,
badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam
otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi
biokimiadalam otak.Keadaan ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan analitik seperti yang diuraikan
pada bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan sebagai berikut :
1. Persentase pertumbuhan dan perkembangan yang mempunyai status
gizikurang baik adalah sebesar 60,0%, dan yang baikadalah sebesar
40,0%.
2. Persentase pertumbuhan dan perkembangan yang mempunyai kurang
baik adalah sebesar 65,0%, dan yang baik adalah sebesar 35,0%.
3. Hasil uji bivariatnilai p value = 0,036 atau p = < 0,05 menunjukkan ada
Hubungan antara Status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak usia pra sekolah
5.2 SARAN
1. Diharapkan kepada Orang tua perlu membiasakan anak untuk
mengkonsumsi makanan bergizi yang sebanding dengan kebutuhan energi
yang digunakan untuk aktivitas anak setiap harinya, serta mendampingi
dan berkomunikasi secara aktif kepada anak demi mendukung
perkembangan dan pertumbuhan anak pra sekolah.
2. Bagi peneliti lain mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra
sekolah di Desa Lueng Keube Jagat Kecamatan Tripa Makmur.