hubungan antara sense of humor dan tipe kepribadian...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN
EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING
PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DI
PT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.
Disusun oleh:
Asma Zahratun Nabila G 0106037
Pembimbing: 1. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.
2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat
kesarjanaan saya.
Surakarta, 10 Mei 2011
Asma Zahratun Nabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Hubungan Antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian
Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Karyawan
Dewasa Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta
Nama Peneliti : Asma Zahratun Nabila
NIM : G0106037
Tahun : 2011
Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
NIP.197401091998022001 NIP.197810222005011002
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi.
NIP. 197608172005012002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan
Subjective Well-being pada Karyawan Dewasa Madya di PT Telkom Distel
Jogjakarta
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji SkripsiProdi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari : Tanggal :
1. Pembimbing UtamaTri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si . ( )NIP.197401091998022001
2. Pembimbing PendampingAditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si. ( )NIP. 197810222005011002
3. Penguji IDrs. Hardjono, M.Si. ( )NIP. 195901191989031002
4. Penguji IINugraha Arif Karyanta, S.Psi. ( )NIP. 197603232005011002
Surakarta, __________________
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi.
NIP 197608172005012002
Ketua Program Studi Psikologi
Drs.Hardjono, M.Si.
NIP 195901191989031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
“Happiness only real when shared”
(Chistopher McCandless)
“Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain”
(H.R. Muslim)
“Bila saya tidak memiliki sense of humor, saya yakin saya sudah bunuh diri
sejak dulu”
(Mahatma Gandhi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PERSEMBAHAN
Karya ini didedikasikan kepada:
Orangtuaku yang selalu berdoa demi keselamatan dunia dan akhiratku.
Kakak-kakak, adik, dan keluarga besar yang selalu setia mendukung.
Guru-guru dan setiap pembimbing yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
Saudara, sahabat yang memberikan warna dalam kehidupanku.
Almamaterku yang tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan segala
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ini. Satu
hal yang penulis sadari, bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Rin Widya Agustin,M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si., dan Bapak Aditya Nanda Priyatama,
S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, waktu dan masukan
yang berarti bagi penulis dalam menjalankan penelitian ini.
4. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. dan Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku
penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berarti bagi penulis.
5. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi yang telah memberikan ilmu
sepanjang penulis menempuh studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
6. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah membantu kelancaran studi
penulis.
7. Bapak Sugeng Suwoto selaku Manajer HR PT Telkom Jogjakarta atas ijin dan
bantuannya dalam pengambilan data penelitian.
8. Karyawan PT Telkom Jogjakarta atas bantuannya dalam pengambilan data.
9. Mama, Papa, dan Bapak, atas semua cinta, pengorbanan, dan doa.
10. Bani Ridwan, Bani Aryadi, dan Bani Hisyam, atas doa dan semangatnya.
11. Mas Riva, Mas Zamzam, dan Elvin yang selalu memberikan motivasi dan
keceriaan di setiap saat.
12. Arin dan Fani yang selalu mendukung dan memberi bantuan.
13. Mbak Pril, Mbak Ajeng, Mbak Mimi, Mbak Atika, Astu, dan teman-teman semua
di kost Himawari atas kebersamaannya.
14. Sahabat-sahabatku Camelia, Sheila, Krisna, Lia, Arfi, Aza, Nikki, Uyak, Rindang,
Retno, Teh Nina, Rasty, Aris, Piti, Echak, Lea, Chu, Wildan, Indri, dan kawan-
kawan Psikologi 2006, atas kasih sayangnya.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.
Wasssalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Mei 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING
PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DIPT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA
Asma Zahratun Nabila
Program Studi Psikologi Fakultas KedokteranUniversitas Sebelas Maret Surakarta
Periode dewasa madya adalah suatu jenjang kehidupan dimana individu dapat meraih hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan didapatkan subjective well-being. Subjective well-being adalah sebuah penilaian mengenai kebahagiaan yang dirasakan oleh individu mengenai hidupnya. Tingginya sense of humor dan tingkat tipe kepribadian ekstrovert akan membantu individu dalam meraih subjective well-being-nya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui :1) Hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya; 2) Hubungan positif antara sense of humordengan subjective well-being pada dewasa madya; 3) Hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Distel Jogjakartayang berusia 40-60 tahun, berjumlah 97, berjenis kelamin laki-laki dan perempuaan.Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Subjective Well-being dengan koefisien korelasi Pearson sebesar 0,307-0,709 dan Reliabilitas Alpha 0,795; Skala Sense of Humordengan koefisien korelasi Pearson 0,307-0,778 dan Reliabilitas Alpha 0,907; Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan koefisien korelasi Pearson 0,312-0,634 dan Reliabilitas Alpha 0,790. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisisis regresi ganda, selanjutnya untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis korelasi parsial.
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,532; p=0,000 (p<0,05) dan F hitung 18,506>F tabel 3,09 artinya ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya. Secara parsial menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya dengan (r) sebesar 0,214; p=0,036 (p<0,05) dan ada hubungan positif yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada karyawan dewasa madya PT Telkom Distel Jogjakartayang ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,378; p=0,000 (p<0,05).
Kata Kunci: sense of humor, tipe kepribadian ekstrovert, subjectif well-being pada dewasa madya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN SENSE OF HUMOR AND EXTROVERT PERSONALITY TYPE WITH SUBJECTIVE WELL-BEING OF
MIDDLE AGED EMPLOYEES IN PT TELKOM DISTELOF JOGJAKARTA
Asma Zahratun Nabila
Psychology Study Programme of Medical FacultySebelas Maret University
Surakarta
The midlife period of human being is a lifespan, in which individuals are able to get the result of their hard work, so subjective well-being can be accomplished. Subjective well-being is an evaluation of how good an individual feels about his/her life. The level of sense of humor and the extrovert personality type will help the middle aged adults to achieve it. The purposes of this research are to determine:1) Possitive correlation between sense of humor and extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults; 2) Possitive correlation between sense of humor with subjective well-being in middle age adults; 3) Possitive correlation between extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults.
The population of this research were employees of PT Telkom Divison of Telecommunication Jogjakarta. They were 97 middle aged adults betweeen 40-60 years old, consisting of female and male. The data were collected using Subjective Well-being Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,307-0,709 and the Alpha Reliability Coefficient is 0,795), Sense of Humor Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,307-0,778 and the Alpha Reliability is 0,907), and Extrovert Personality Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,312-0,634 and the Alpha Reliability 0,790). Multiple Regression Analyze was conducted to analyze the first hypothesis and Partial Correlation Analyze was performed to analyze the second and the third hypothesis.
The multiple regression analyze showed that correlation coefficient (R) 0,532; p=0,000 (p<0,005) and F Count 18,506>F Table 3,09 meant that there was a significant positive correlation between sense of humor and extrovert personality type with subjective well-being in middle aged employees of PT Telkom Divison of Telecommunication Jogjakarta. The partial result showed that the coefficient correlation (r) 0,214; p=0,036 (p<0,05) had meaning that, there was a significant positive correlation between sense of humor with subjective well-being in middle age adults and there was a significant positive correlation between extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults. It was showed by the coefficient correlation which was (r) 0,378; p=0,000 (p<0,05).Key Wodrs: sense of humor, extrovert personality type, subjective well-being in middle aged adults
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul................................................................................................ i
Halaman Pernyataan....................................................................................... ii
Halaman Persetujuan...................................................................................... iii
Halaman Pengesahan...................................................................................... iv
Halaman Motto............................................................................................... v
Halaman Persembahan.................................................................................... vi
Kata Pengantar................................................................................................ vii
Abstrak............................................................................................................ ix
Daftar Isi......................................................................................................... xi
Daftar Tabel.................................................................................................... xv
Daftar Gambar................................................................................................ xvii
Daftar Lampiran............................................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah................................................................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Subjective Well-being................................................................................. 15
1. Pengertian subjective well-being.................................................. 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
2. Komponen subjective well-being.................................................. 16
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being................. 29
B. Sense of Humor........................................................................................... 37
1. Pengertian sense of humor.......................................................... 37
2. Aspek dari sense of humor.......................................................... 39
3. Gaya dari sense of humor........................................................... 45
C. Tipe Kepribadian Ekstrovert..................................................................... 48
1. Pengertian tipe kepribadian ekstrovert.......................................... 48
2. Aspek-aspek dari tipe kepribadian ekstrover.................................. 50
3. Tipe-tipe fungsi psikologi tipe kepribadian ekstrovert..................... 59
D. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert
dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.................................. 65
1. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian
Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.... 65
2. Hubungan antara Sense of Humor dengan
Subjective Well-being pada Dewasa Madya........................................ 69
3. Hubungan antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan
Subjective Well-being pada Dewasa Madya......................................... 71
E. Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor
dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being
pada Dewasa Madya.................................................................................. 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
F. Hipotesis.................................................................................................... 73
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................. 74
B. Definisi Operasional Variabel.................................................................... 74
1. Subjective well-being................................................................. 74
2. Sense of humor.......................................................................... 75
3. Tipe kepribadian ekstrovert......................................................... 76
C. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel........................................ 76
D. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 78
1. Skala Subjective Well-being.......................................................... 78
2. Skala Sense of Humor.................................................................. 83
3. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert................................................. 86
E. Validitas dan Reliabilitas........................................................................... 91
1. Validitas instrumen penelitian..................................................... 91
2. Reliabilitas instrumen penelitian................................................. 92
F. Uji Hipotesis............................................................................................. 93
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian................................................................................... 94
1. Orientasi Kancah Penelitian........................................................ 94
2. Persiapan Penelitian................................................................... 96
3. Pelaksanaan Uji Coba................................................................. 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
4. Uji Validitas dan Reliabilitas....................................................... 104
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian........................................ 111
B. Pelaksanaan Penelitian............................................................................... 114
C. Analisis Data Penelitian............................................................................. 115
1. Uji Asumsi Dasar...................................................................... 115
2. Uji Asumsi Klasik..................................................................... 118
3. Uji Hipotesis............................................................................. 120
4. Analisis Deskriptif..................................................................... 124
5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif.................................. 127
D. Pembahasan ............................................................................................... 127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................................. 134
B. Saran........................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 137
LAMPIRAN...................................................................................................... 143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Blue Print Skala Subjective Well-being Sebelum Uji Coba........... 82
Tabel 2: Blue Print Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba.................... 85
Tabel 3: Blue Print Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Sebelum Uji Coba.. 89
Tabel 4: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being Sebelum Uji Coba.... 99
Tabel 5: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba............ 101
Tabel 6: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
Sebelum Uji Coba...................................................................... 103
Tabel 7: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being
yang Valid dan Gugur................................................................ 106
Tabel 8: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor yang Valid dan Gugur...... 108
Tabel 9: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
yang Valid dan Gugur................................................................ 110
Tabel 10: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being untuk Penelitian..... 111
Tabel 11: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor untuk Penelitian............. 112
Tabel 12: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
untuk Penelitian..................................................................... 113
Tabel 13: Uji Normalitas....................................................................... 116
Tabel 14: Uji Linearitas Sense of Humor terhadap Subjective Well-being...... 117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
Tabel 15: Uji Linearitas Tipe Kepribadian Ekstrovert
terhadap Subjective Well-being................................................ 118
Tabel 16: Uji Autokorelasi.................................................................... 118
Tabel 17: Uji Multikolinearitas.............................................................. 119
Tabel 18: Hasil Analisis Regresi Berganda............................................... 121
Tabel 19: Uji F-Test.............................................................................. 122
Tabel 20: Uji Korelasi Parsial antara Sense of Humor
dengan Subjective Well-being.................................................. 122
Tabel 21: Uji Korelasi Parsial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert
dengan Subjective Well-being.................................................. 123
Tabel 22: Statistik Deskriptif.................................................................. 124
Tabel 23: Kriteria Kategori Subjective Well-being.................................... 125
Tabel 24: Kriteria Kategori Sense of Humor............................................. 126
Tabel 25: Kriteria Kategori Tipe Kepribadian Ekstrovert.......................... 126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1: Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor dan
Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being
pada Dewasa Madya.................................................... 73
2. Gambar 2: Scatterplot untuk Pengujian Heteroskedastisitas............. 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xviii
DAFTAR LAMPIRAN
A. Sebaran Nilai Uji Coba Alat Ukur.............................................................. 143
B. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian.................................... 153
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Subjective Well-being....... 154
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor............... 156
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Tipe Ekstrovert................ 158
C. Alat Ukur Penelitian................................................................................... 160
D. Sebaran Nilai Data Penelitian..................................................................... 172
E. Analisis Data Penelitian.............................................................................. 188
1. Data Penelitian yang akan dianalisis............................................. 189
2. Hasil Uji Normalitas dan Uji Linearitas........................................ 192
3. Hasil Uji Asumsi Klasik.............................................................. 193
4. Hasil Uji Hipotesis...................................................................... 194
5. Hasil Analisis Deskriptif............................................................. 196
6. Hsil Kategorisasi Variabel Penelitian............................................ 196
7. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif................................... 199
F. Surat Ijin dan Surat Tanda Bukti Penelitian................................................ 206
1. Surat Permohonan Ijin Penelitian
dari Program Studi Psikologi FK UNS........................................ 207
2. Surat Tanda Bukti Penelitian dari HR PT Telkom Jogjakarta........ 208
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal mutlak yang terjadi pada
setiap individu seiring dengan perjalanan waktu hidupnya. Havighurst (dalam Sobur,
2003) menyatakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-
tugas yang harus dipenuhi. Tugas-tugas ini dalam batas-batas tertentu bersifat khas
untuk masa-masa hidup seseorang, atau bisa disebut sebagai tugas perkembangan.
Tugas-tugas perkembangan (development task) adalah tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa hidup tertentu, sesuai dengan norma-
norma masyarakat serta norma-norma kebudayaan. Sesuai dengan tugas
perkembangannya, Havighurst (dalam Monks, 1999) juga membagi rentang
perkembangan individu menjadi enam periode, yaitu: 1. bayi dan anak kecil, 2. anak
sekolah, 3. pubertas, 4. dewasa muda, 5. tengah baya, 6. dewasa lanjut. Masa tengah
baya atau dewasa madya, tidak seperti masa sebelumnya, merupakan keadaan yang
cukup rumit dalam rentang waktu kehidupan manusia.
Hurlock (2002) menyatakan bahwa periode dewasa madya, atau usia tengah
baya, dialami individu pada rentang usia 40 sampai 60 tahun. Individu memiliki
berbagai macam alasan untuk merasa takut dalam memasuki usia madya, beberapa
diantaranya adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan mengenai usia
madya, seperti kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik. Masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
transisi pada dewasa madya merupakan masa dimana individu meninggalkan ciri-ciri
jasmani dan perilaku masa dewasanya, dan memasuki suatu periode kehidupan yang
akan diikuti oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru, oleh karena itu cepat atau
lambat harus dilakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan
yang dialami (Hurlock, 2002).
Masa dewasa madya memang merupakan masa yang berbahaya dan penuh
dengan ketakutan, meskipun demikian beberapa pihak menyebutkan bahwa masa
dewasa madya adalah masa puncak kehidupan karir individu. Nolan Ryan, pemain
baseball Amerika Serikat, pada usia 44 tahun melempar dalam pertandingan tanpa
pukulan (non-hit game) ketujuh dalam karir profesional yang selama ini digeluti, dan
masa tersebut merupakan puncak karirnya (Santrock, 2002). Selain bagi kaum pria,
masa puncak karir juga dialami oleh kaum wanita pada saat usia dewasa madya ini.
Pada usia dewasa madya ini wanita mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di
rumah karena anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan waktu pada karier atau
kegiatan sosial. Ratna Sarumpaet (Sulisto, 2010), 60 tahun, merupakan seorang
aktivis dan pemerhati hak asasi manusia, terutama kaum perempuan. Pada tahun
1998, Ratna memperoleh penghargaan Female Human Rights Special Award dari The
Asia Foundation for Human Rights di Tokyo, Jepang atas suara-suaranya dalam
memperjuangkan hak-hak wanita. Ratna pernah menggeluti dunia seni teater sebelum
akhirnya ia aktif dan terjun secara penuh sebagai aktivis sosial.
Masa dewasa madya adalah masa dimana individu meraih puncak karir dalam
rentang kehidupan profesionalnya, dan pada masa ini pula individu dapat memetik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
buah hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan didapatkan
kepuasan atas apa yang telah diraihnya. Istilah kepuasan hidup didefinisikan oleh
Veenhoven (dalam Dockery, 2000) sebagai taraf penilaian kualitas hidup individu
mengenai keseluruhan atas apa yang didapatkan. Veenhoven secara lebih lanjut
mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan hidup individu,
beberapa diantaranya adalah mempunyai kehidupan penikahan yang sehat dan
mempunyai kehidupan karir yang mantap. Pencapaian optimal dan ideal dari kedua
hal tersebut akan menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya.
Sebaliknya apabila individu merasa apa yang dilakukan kurang optimal sehingga
hasil yang dicapai jauh dari titik ideal yang diharapkan, maka kemungkinan besar
kebahagiaan akan sukar dicapai dan itu berujung pada ketidakpuasan.
Pada umumnya masa dewasa madya adalah masa dimana seseorang
mendapatkan kepuasan dalam hal karir dan pernikahannya, namun pada
kenyataannya tidak semua individu pada usia madya merasakan kepuasan dalam
kehidupan pernikahan dan karir yang telah dirintis sejak awal. Kompas.com pada Mei
2009 mengungkap kasus bahwa 25 persen pria di kota besar pernah berselingkuh.
Fenomena ini sering ditemukan pada pasangan yang telah menikah selama 10 tahun
ke atas. Pada tengah baya, rasa bosan dan menurunnya nafsu seksual merupakan
alasan kuat yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan, selain alasan lain, seperti
masalah keuangan, komunikasi yang kurang efektif, dan lain-lain.
Ketidakpuasan dalam karir juga dialami oleh sebagian individu pada masa
dewasa madya ini. Hurlock (2002) menjelaskan alasan menurunnya tingkat kepuasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
ini sejalan dengan semakin meningkatnya usia, individu mulai merasa tertekan
dengan pekerjaan yang digeluti, sebagai akibat dari menurunnya prestasi dan
meningkatnya kecenderungan rasa cepat capai yang beriringan dengan menurunnya
kekuatan fisik. Santrock (2002) menuliskan bahwa 10 persen orang Amerika Serikat
mengubah pekerjaan yang selama ini ditekuni pada masa dewasa madya. Memang
dari 10 persen tersebut ada beberapa yang diberhentikan, tetapi sisa besar lainnya
adalah individu-individu yang memiliki motivasi pribadi untuk berubah haluan dalam
karir yang umumnya telah dilalui dengan panjang dan telah mendapatkan kemapanan.
Levinson (dalam Santrock, 2002) menggambarkan pengalaman perubahan
karir di periode tengah baya merupakan suatu titik yang sangat melibatkan
penyesuaian diri individu dalam menghadapi transisi pada masa dewasa madya.
Apabila individu merasa terlambat atau jika tujuannya saat ini dipahami sebagai suatu
hal yang tidak realistik, hal ini mungkin menghasilkan kesedihan atas harapan-
harapan yang tak terpenuhi.
Setiap individu, secara subjektif, memaknai kepuasan dan kebahagiaan yang
dialami dengan berbeda-beda. Keadaan tertentu yang dimaknai bagus dan
memberikan kepuasan pada seseorang, belum tentu dimaknai serupa dan memberikan
cukup kepuasan bagi orang lain. Konsep kepuasan hidup yang lebih luas dijelaskan
oleh Christopher (1999) sebagai suatu keadaan dimana seseorang menilai puas akan
hidupnya dan memiliki lebih banyak afek postif daripada afek negatif, keadaan itu
disebut subjective well-being. Subjective well-being adalah keadaan yang
menekankan pada pemaknaan positif agar individu dapat meraih kebahagiaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pemrakarsa psikologi positif, Seligman (2005), melihat bahwa dengan
pemikiran yang positif, seseorang akan terprovokasi untuk selalu optimis akan
adanya jalan keluar, walaupun individu tersebut dalam keadaan penuh tekanan.
Arbiyah (2008) mengkaji bahwa psikologi positif merupakan cara bagaimana
manusia memaknai segala hal yang terjadi dalam dirinya, dimana pemaknaan ini
bersifat sangat subjektif. Pemaknaan hidup yang positif merupakan hal yang sangat
penting agar manusia, dengan berbagai latar belakangnya, dengan berbagai
subjektivitas yang dimilikinya, bisa meraih kebahagiaan atau disebut dengan istilah
subjective well-being.
Diener (2002) mendefinisikan istilah subjective well-being sebagai evaluasi
kognitif dan afektif seseorang mengenai hidupnya. Evaluasi kognitif yang dimaksud
merupakan penilaian mengenai kepuasan hidup individu, sedangkan evaluasi afektif
yang ditekankan adalah mengenai afek positif individu dalam menghadapi berbagai
kejadian yang dialami. Diener (1999) mengemukakan empat komponen utama dalam
subjective well being, yaitu afek positif, ketidak hadirannya afek negatif, kepuasan
hidup secara global, dan kepuasan ranah kehidupan.
Penyelidikan mengenai hubungan antara subjective well-being dengan jenjang
usia pernah dilakukan oleh Mroczek dan Kolarz (dalam Ehrlich dan Isaacowitz,
2002) dengan menyebarkan Skala Midlife Development Inventory kepada 2.727
subjek yang berusia 25 sampai 74 tahun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usia
dewasa madya dan usia lanjut cenderung mempunyai afek positif yang lebih tinggi
dan memiliki level afek negatif yang lebih rendah daripada usia dewasa muda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Eddington dan Shuman (2005), pemerhati dalam studi subjective well-being,
mengungkapkan bahwa ada hal yang dapat mempengaruhi level afek positif, sehingga
sangat mungkin juga berpengaruh pada level subjective well-being individu, yaitu
pengetahuan diri. Pengetahuan terhadap diri sendiri, menolong individu untuk
menerima segala kelebihan dan kekurangannya, sehingga harapan individu untuk
meraih kepuasan hidup dan subjective well-being sangat mungkin tercapai. Kesadaran
akan humor terdapat banyak unsur yang dapat membantu individu memperoleh
pengetahuan diri. Kartono (2005) menjelaskan mengenai pentingnya seseorang untuk
memiliki kesadaran akan humor. Kesadaran akan humor merupakan kemampuan
untuk mengerti sifat-sifat yang bertentangan dan menerima keterbatasan dari diri
sendiri dan manusia lain, disertai oleh perasaan-perasaan lembut.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, humor adalah keadaan (cerita
dan sebagainya) yang menggelikan hati, kejenakaan, lelucon. Hasanat dan Subandi
(1998) menyatakan untuk dapat mengamati, merasakan, atau mengungkapkan humor,
seseorang memerlukan kepekaan terhadap humor (sense of humor). Definisi
mengenai sense of humor dikemukakan oleh Martin (dalam Ruch, 1998) sebagai
kemampuan individu untuk tidak terlalu serius dalam menangkap suatu hal dan
kemampuan untuk menertawakan kelemahan dan kekurangan diri sendiri, akan tetapi
para humoris (Kartono, 2005), individu yang mampu menangkap dan mengeluarkan
humor, tetap memiliki perasaan yang mendalam terhadap nilai-nilai etis.
Sheehy (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dalam penelitiannya, menemukan
bahwa kemampuan untuk melihat humor merupakan salah satu hal yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap
perubahan dan ketidaktentuan. Hubungan antara sense of humor dan kecemasan
sebagai krisis dalam kehidupan individu dikaji oleh O’Connel (dalam Hasanat dan
Subandi, 1998) dengan menyatakan bahwa melalui humor seseorang dapat
menjauhkan diri dari situasi yang mengancam dan memandang masalah dari sudut
kelucuannya untuk mengurangi kecemasan dan rasa tidak berdaya.
Selain itu, McGee dan Shevlin (2009) yang melakukan penyelidikan
mengenai keinginan dalam bersosialisasi (social desirability), menemukan bahwa
sense of humor termasuk dalam karakteristik kepribadian yang dinilai paling
menguntungkan dalam kehidupan interpersonal individu. Kemampuan ini memupuk
empati individu untuk lebih memahami lingkungannya dan menyadarkan kebutuhan
untuk bersosialisasi dengan individu lainnya, sehingga kebahagiaan mengenai
pemaknaan hidupnya dapat pula tercapai.
Hayes dan Joseph (dalam Librán, 2006) menyebutkan bahwa orang-orang
tertentu cenderung lebih bahagia dibanding yang lain karena kepribadian yang
dibawanya. Individu yang mempunyai karakter kepribadian yang optimis dan
mempunyai kompetensi sosial yang baik cenderung lebih bahagia daripada individu
yang berkarakter pesimistis dan menarik diri dari lingkungannya, sehingga dapat
dibenarkan ungkapan yang menyebutkan bahwa kepribadian seseorang
mempengaruhi pemaknaannya akan hidup.
Istilah kepribadian dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan personality.
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona yang berarti topeng, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
personare yang artinya menembus. Sekarang ini istilah personality oleh para ahli
dipakai untuk menunjukkan suatu atribut tentang individu, atau untuk
menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia (Kuntjojo,
2009). Kepribadian individu (dalam Sobur, 2003) merupakan ciri-ciri watak
seseorang yang cenderung stabil, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya,
sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda
dengan individu lainnya.
Struktur dalam kepribadian adalah aspek-aspek kepribadian yang bersifat
relatif stabil dan menetap, serta merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian
(Kuntjojo, 2009). Individu yang mempunyai kepribadian mudah menyesuaikan diri,
luwes, dan suka berteman cenderung lebih bebas dari kecemasan dan lebih bahagia,
sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut juga memiliki subjective well-
being yang cenderung tinggi. Ciri-ciri sosok kepribadian tersebut serupa dengan ciri-
ciri sikap/ arah jiwa ekstrovert yang diusung oleh Jung.
Jung (dalam Sobur, 2003), seorang ahli penyakit jiwa dari Swiss, menyatakan
bahwa di dalam struktur kepribadian individu terdapat arah jiwa yang menentukan
kepribadiannya. Lebih lanjut, Jung menjelaskan bahwa perhatian manusia tertuju
pada dua arah, yakni keluar dirinya yang disebut ekstrovert, dan kedalam dirinya
yang disebut introvert. Tipologi kepribadian Jung ini diungkapkan pula oleh
Suryabrata (2005) dengan mengatakan bahwa penyesuaian individu dengan
kepribadian ekstrovert terhadap dunia luar berlangsung dengan baik dan mempunyai
ciri-ciri hatinya terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain lancar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sedangkan penyesuaian individu dengan kepribadian introvert terhadap dunia luar
kurang berlangsung dengan baik, individu dengan kepribadian introvert mempunyai
ciri-ciri jiwanya tertutup, sukar bergaul, dan sukar berhubungan dengan orang lain.
Adanya hubungan antara arah jiwa dengan kepuasan hidup, diyakini oleh
Costa dan McCrae (dalam Librán, 2006) dengan menyatakan bahwa kepuasan
individu akan hidup berkaitan dengan tingginya tingkat tipe ekstrovert yang
dimilikinya. Tingginya tingkat ekstraversi yang dimiliki seseorang menyebabkan
individu lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyadarkan
bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa berdampingan dengan manusia lainnya.
Interaksi sosial yang baik membawa individu untuk berpikir positif mengenai
lingkungan sekitarnya dan memiliki kepuasan atau kebahagiaan mengenai kehidupan
pribadinya.
Hall dan Lindzey (1993) menyatakan bahwa tipologi ekstroversi introversi ini
dipandang sebagai kontinum tunggal, jadi satu sikap akan lebih dominan dari satu
sikap yang lain. Lebih lanjut, Hall dan Lindzey menjelaskan dengan pernyataan:
“Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar, apabila ego lebih bersifat ekstravert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert. ”
Penjelasan mengenai teori kontinum dua arah jiwa tersebut dapat digaris bawahi
bahwa setiap orang pasti mempunyai dua sikap kepribadian tersebut dalam dirinya,
tinggal mana dari arah jiwa itu yang lebih termanifestasikan dalam perilakunya. Hall
dan Lindzey menambahkan bahwa individu yang memiliki kepribadian ekstrovert
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
lebih dominan daripada kepribadian introvertnya, cenderung lebih positif memaknai
diri sendiri dan orang lain di sekitarnya, sehingga evaluasi kognitif dan afektif
seseorang mengenai hidup pun dapat berlangsung dengan baik dan dapat mencapai
kepuasan dan kebahagiaan.
Penelitian mengenai hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan
subjective well-being pernah dilakukan oleh Libran (2006). Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert hanya mampu memprediksi
keberadaan subjective well-being sebesar 7,3%. Walaupun demikian, Libran (2006)
mencatat ada keterbatasan studi penelitian yang telah dilakukannya, yaitu mengenai
tidak adanya kontrol mengenai variabel sosiodemografik. Penulis berharap dengan
menggunakan teori Diener (1999) yang telah diperbaharui, yaitu dengan
menambahkan komponen kepuasan dalam ranah kehidupan, dapat menghasilkan data
yang lebih akurat lagi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, subjective well-being merupakan kepuasan
hidup dan keadaan bahagia yang dialami oleh individu, khususnya bagi individu
dewasa madya, yaitu melalui pemaknaannya yang positif terhadap kehidupannya,
meskipun berada di tengah problematika dalam perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa madya ini, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti subjective well-being,
khususnya di PT Telkom Divisi Telekomunikasi Jogjakarta, yang terletak di
Kotabaru. PT Telkom merupakan perusahaan milik negara yang menangani jaringan
telekomunikasi terluas di nusantara. Berdasarkan informasi hasil wawancara dan
pengumpulan data dari Manajer Human Resources (HR), peneliti mendapatkan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
bahwa mayoritas karyawan PT Telkom Jogjakarta, khususnya di Kotabaru sebagai
Distel-nya terdapat sebanyak 87% karyawannya, berada pada jenjang usia dewasa
madya.
Visi PT Telkom secara umum adalah ingin menyentuh para customer dari
hati ke hati, maka dari itu PT Telkom menetapkan lima nilai yang menuntun perilaku
pegawai-pegawainya dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer, yaitu heart,
assured, progressive, empowering, dan expertise, atau sering disingkat dengan
sebutan HAPEE. Melalui interaksi dengan produk dan layanan pegawainya, PT
Telkom mengharapkan para customer puas dan memandang PT Telkom sebagai
perusahaan yang melayani dengan sepenuh hati (heart), membuat customer merasa
yakin (assured), meningkatkan pembaharuan (progressive) dalam menyediakan
produk dan jasa, merajakan (empowering) customer serta akan membuktikan bahwa
PT Telkom memiliki keahlian (expertise) yang tinggi. Adapula tujuh nilai etis dasar
minimal yang harus dimiliki oleh setiap karyawan PT Telkom, yaitu kejujuran,
transparansi, komitmen, kerjasama, disiplin, bertanggung jawab, dan peduli.
Keseluruhan nilai tersebut diharapkan merupakan nilai-nilai yang terdapat di dalam
hati (level emosional) dan pikiran para karyawan yang tidak terlihat, tapi dapat
dirasakan (dalam Work in Progress of PT Telkom, 2009).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, adanya emosi-emosi yang positif
dapat meningkatkan pemaknaan individu mengenai hidupnya menjadi makin positif
pula, sehingga subjective well-being dapat tercapai. Ada pula suatu karakter yang
dimiliki individu yang dapat meningkatkan pemaknaan positifnya akan hidup,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
karakter itu adalah sense of humor. Sense of humor yang dimiliki pada masa dewasa
madya dapat membantu individu untuk lebih menerima permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam hidupnya dan dapat mengembangkan pemaknaan yang positif,
baik mengenai dirinya maupun orang lain, sehingga keadaan subjective well-being
pun sangat mungkin untuk tercapai. Selebihnya, manusia selain berperan sebagai
makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang butuh untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya. Kepribadian ekstrovert merupakan tipe
kepribadian yang dapat membantu individu dalam bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Kepribadian ekstrovert yang ada dalam diri individu dapat membantunya
untuk mudah beradaptasi, mudah bergaul, dan luwes dalam berhubungan dengan
orang lain. Sosialisasi yang baik ini mempermudah individu untuk dapat menerima
kelebihan maupun keterbatasan orang lain dan dirinya sendiri, sehingga kepuasan
hidup dan keadaan subjective well-being pun akan tercapai. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Sense of Humor
dan Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-Being pada Karyawan Dewasa
Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah hubungan positif antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert
dengan subjective well-being pada dewasa madya?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2. Adakah hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being
pada dewasa madya?
3. Adakah hubungan positif antara kepribadian ekstrovert dengan subjective well-
being pada dewasa madya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
a. Hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert
dengan subjective well-being pada dewasa madya
b. Hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being
pada dewasa madya
c. Hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective
well-being pada dewasa madya
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi
wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan
terutama yang berhubungan dengan subjective well being pada individu usia
dewasa madya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan individu,
khususnya pada usia dewasa madya, mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi subjective well-being dan menambah kesadaran tentang
pentingnya sense of humor dan meningkatkan sikap yang diusung oleh
kepribadian ekstrovert demi meraih kesejahteraan dalam hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Subjective Well-being
1. Pengertian subjective well-being
Subjective well-being adalah istilah yang sangat berkaitan dengan istilah
happiness (kebahagiaan). Menurut Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008),
subjective well-being adalah istilah yang paling cocok untuk menggambarkan
kebahagiaan manusia secara utuh (overall happiness). Diener dan Suh (2000)
mendefinisikan subjective well-being adalah suatu keadaan yang didapatkan dari
menggabungkan antara aspek afektif dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan
untuk meraih subjective well-being adalah perasaan bahagia akan hidupnya,
sedangkan aspek kognitif yang diharapkan adalah individu mempunyai pemikiran
bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya
adalah hal-hal yang memberikannya kepuasan hidup (Diener dan Suh, 2000).
Diener (2009d) menambahkan, lebih tinggi frekuensi munculnya afek
positif daripada afek negatif dapat memberikan perasaan nyaman dan riang
(joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya pun akan makin positif,
demikian pula individu yang dapat mencapai tujuannya dan merasa puas akan
semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula. Dua
pemenuhan keadaan ini merupakan syarat bagi individu untuk dapat mencapai
subjective well-being nya. Hal ini juga seperti yang diutarakan oleh Libran (2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
yang menyatakan bahwa subjective well-being adalah variabel yang dihasilkan
melalui kombinasi dua hal, yaitu peran afeksi dan peran kognisinya, dengan kata
lain di satu pihak cenderung pada afek positif, afek negatif, dan
keseimbangannya, di pihak lain cenderung pada kepuasan hidup yang
dimaknainya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa subjective well-
being adalah kebahagiaan utuh yang dialami individu, dimana individu dapat
memiliki perasaan yang positif mengenai hidupnya, sebagai hasil dari evaluasi
afektif, dan memiliki kepuasan hidup atas apa yang ia capai, baik dalam hal karir,
keluarga, dan komunitasnya, sebagai hasil evaluasi kognitifnya.
2. Komponen subjective well-being
Menurut Diener, dkk. (1999), banyak peneliti yang telah memperlakukan
subjective well-being sebagai wujud satu kesatuan (monolitis), namun akhirnya
terlihat jelas bahwa subjective well-being adalah gabungan antara pola-pola unik
yang dapat dipisahkan, atau bisa disebut memiliki beberapa komponen yang
spesifik. Pada tahun 1984, Diener (dalam Eid dan Larsen, 2008) mengangkat
studi mengenai subjective well-being. Studi tersebut menyebutkan ada tiga
komponen yang menyertai subjective well-being individu, yaitu kepuasan hidup,
afek positif, dan afek negatif. Beberapa tahun kemudian, Diener, dkk. (1999)
menambahkan satu komponen lagi, yaitu kepuasan dalam ranah kehidupan/
domain. Melalui pengembangan ini, akhirnya Diener, dkk. (1999) menentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
empat komponen besar yang menopang studi mengenai subjective well-being,
yaitu afek yang menyenangkan (afek positif), afek yang kurang menyenangkan
(afek negatif), penilaian secara global mengenai kepuasan hidup (sering disebut
dengan kepuasan hidup saja), dan kepuasan dalam ranah kehidupan.
Penjelasannya, sebagai berikut:
a. Afek positif
Individu yang berhasil mencapai keadaan subjective well-being
umumnya ditandai dengan tingginya perasaan positif/ bahagia. Subjective
well-being adalah keadaan dimana evaluasi afektif individu menghasilkan
bahwa afek positifnya memiliki jumlah yang lebih besar (mayoritas) daripada
afek negatifnya. Keadaan ini tidak hanya menunjukkan bahwa kecil/
rendahnya faktor afek negatif, tetapi lebih menekankan pada kesehatan mental
individu yang adekuat (Diener, 2009d).
Menurut Diener, dkk. (1999) afek positif individu yang mempengaruhi
level subjective well-being adalah hal-hal yang mencakup keriangan (joy),
rasa suka cita (elation), kepuasan (contentment), harga diri (pride),
mempunyai rasa kasih sayang (affection), kebahagiaan (happiness), dan
kegembiraan yang sangat (ecstasy). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Keriangan (joy)
a) Didapat dari perwujudan dorongan untuk bermain-main/ mencari
kesenangan, menerjang batas yang ada (dalam arti positif), dan kreatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b) Dorongan ini tidak hanya muncul ketika bersosialisasi dengan orang
lain atau dalam perilaku fisiknya saja, tapi juga muncul dalam perilaku
yang intelektual dan artistik.
2) Rasa suka cita (elation)
Elation adalah suatu kondisi dimana individu berada dalam
keadaan yang bersuka cita dan memiliki kondisi yang penuh dengan
semangat untuk melakukan apapun.
3) Kepuasan (contentment)
Kepuasan ini didapat dari perwujudan dorongan untuk mampu
menikmati hal-hal yang terjadi/ apa yang dimiliki dalam kehidupannya
saat ini dan mengintegrasikan hal-hal tersebut kedalam sebuah pandangan
yang baru mengenai dirinya sendiri dan dunianya.
4) Harga diri (pride)
Harga diri disini merujuk pada pencapaian personal, yaitu
terwujud dalam dorongan untuk berbagi cerita mengenai pencapaiannya
dengan orang lain dan bahkan dalam dorongan untuk membayangkan/
mengkhayalkan mengenai perolehan yang lebih baik di masa depan kelak.
5) Mempunyai rasa kasih sayang (affection)
a) Dikonsepkan sebagai campuran dari emosi positif lainnya, seperti
kenikmatan, ketertarikan, dan kepuasan.
b) Dialami dalam konteks adanya persaan yang tenteram dalam
hubungan yang dekat dengan individu/makhluk lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
6) Kebahagiaan (happiness)
a) Kebahagiaan diprediksikan melalui kestabilan emosi yang
menyenangkan dan sering merasakan bahwa dirinya adalah individu
yang memiliki nilai di dunia ini (self-worth).
b) Kebahagiaan dapat ditunjukkan melalui pembawaan individu yang
selalu optimis.
7) Kegembiraan yang sangat (ecstasy)
a) Ecstasy adalah sensasi kegembiraan yang sangat dan terkadang
membuat individu kehilangan kendali atas dirinya.
b) Efek dari perasaan ini adalah diri menjadi makin termotivasi dan bisa
menjadi candu bagi diri sendiri untuk terus merasakan perasaan
gembira ini.
b. Afek negatif
Diener (2009d) menyatakan bahwa meskipun afek positif dan negatif
terlihat saling mempengaruhi, namun kedua tipe afek ini mempunyai
hubungan yang independen antara satu dengan yang lain. Selain itu, menurut
Diener, dkk; (dalam Strack, dkk., 1991) intensitas afek positif atau negatif
tidak terlalu mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being,
sebaliknya frekuensi afek positif atau negatif sangat mempengaruhi level
tinggi rendahnya subjective well-being, yaitu tingginya level subjective well-
being disebabkan oleh tingginya frekuensi afek positif dan rendahnya
frekuensi afek negatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Menurut Diener, dkk. (1999), beberapa afek negatif individu yang
mempengaruhi level subjective well-being, yaitu rasa bersalah dan malu (guilt
and shame), kesedihan (sadness), kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and
worry), kemarahan (anger), tekanan (stress), depresi (depression), dan
kedengkian (envy). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Rasa bersalah dan malu (guilt and shame)
a) Rasa bersalah adalah sebuah pengalaman afeksi yang terjadi ketika
seseorang menyadari/ mempercayai (entah akurat atau tidak) telah
melanggar sebuah standar moral dan merasa harus bertanggung jawab
untuk itu.
b) Rasa malu adalah suatu kondisi yang dialami oleh individu yang
berusaha untuk menutupi suatu hal dan dapat memberikan pengaruh,
seperti muka memerah, kebingungan, dan menundukkan muka.
2) Kesedihan (sadness)
a) Kesedihan adalah emosi yang dikarakteristikkan melalui perasaan
keadaan yang lemah, kehilangan, dan ketidakberdayaan.
b) Kesedihan dapat dipandang sebagai sebuah kejadian menurunnya
suasana hati secara sementara.
3) Kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and worry)
a) Kecemasan dibedakan dengan ketakutan karena sering terarah pada
hal-hal yang tidak berobjek, sedangkan rasa takut selalu mengarah
pada sesuatu yang berobjek, individu atau peristiwa spesifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b) Pemikiran dan gambaran mengenai sebuah ancaman yang menyerang,
sehingga membuat individu berusaha untuk menghindarnya.
4) Kemarahan (anger)
Reaksi emosi yang sangat kuat yang menyertai beragam situasi
seperti merasa terbatasi secara fisik, kepemilikannya dihilangkan, atau
diancam. Hal ini juga dapat diidentifikasikan melalui sekumpulan reaksi
fisik seperti raut muka tertentu dan posisi tubuh tertentu yang merupakan
ekspresi tindakan sistem saraf otonom, khususnya sistem saraf simpatik.
5) Tekanan (stress)
Kondisi tegangan psikologis yang dihasilkan oleh jenis-jenis daya
atau tekanan, yaitu tekanan baik fisik, psikologis, maupun sosial.
6) Depresi (depression)
Suasana hati yang dicirikan perasaan tidak nyaman, sebuah
perasaan murung, sebuah penurunan dalam aktivitas maupun reaktivitas,
pesimisme, dan kesedihan.
7) Kedengkian (envy)
a) Rasa iri yang didasarkan kepada kontemplasi penuh dendam terhadap
keberuntungan orang lain.
b) Biasanya dibedakan dari rasa cemburu (jealousy) yang melibatkan
pihak ketiga dalam sebuah hubungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c. Kepuasan hidup
Kepuasan hidup, menurut Eid dan Larsen (2008), merupakan hal yang
dinilai secara holistik, memuat keseluruhan dari kehidupan individu atau total
penilaian kehidupan pada periode hidupnya. Hal ini mencerminkan bahwa
tidak hanya total kuantitas hal-hal yang membahagiakan di kehidupan
individu pada waktu tertentu saja, tetapi juga mengenai kualitas
penyalurannya, apakah hal itu dapat membawa kebahagiaan individu di waktu
selanjutnya dan lebih permanen atau tidak (Eid dan Larsen, 2008). Menurut
Diener, dkk. (1999) beberapa kepuasan hidup individu yang mempengaruhi
level subjective well-being, yaitu hasrat untuk mengubah hidup (desire to
change life), kepuasan pada kehidupan saat ini (satisfaction with current life),
kepuasan pada kehidupan masa lalu (satisfaction with past), kepuasan pada
kehidupan masa depan nanti (satisfaction with future), dan pendapat orang-
orang terdekat mengenai hidupnya (significant others' views of one's life),
penjelasannya adalah:
1) Hasrat untuk mengubah hidup (desire to change life)
Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa perbedaan individual
dalam pencapaian dan motivasi yang dipunyai individu turut menentukan
level subjective well-being. Hal ini menekankan perbedaan seberapa besar
derajat komitmen individu dalam meraihnya. Setiap individu memiliki
keinginan untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik, sehingga ini
merupakan hal yang berpotensi untuk meningkatkan kepuasan hidupnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2) Kepuasan pada kehidupan saat ini (satisfaction with current life)
Hal ini menjealaskan mengenai kepuasan yang individu rasakan
saat ini. Pada kehidupannya saat ini, individu merasa bersyukur dan puas
atas apa yang telah didapatkan dan apa yang telah diperoleh dirasa sesuai
apa yang telah diusahakan dalam mencapainya.
3) Kepuasan pada kehidupan masa lalu (satisfaction with past)
Menurut Rocke dan Lachman (2008), dalam beberapa situasi,
masa lalu yang negatif dapat mengembangkan tujuan individu menjadi
lebih mantap untuk masa depannya. Mengingat masa lalu dapat
mempengaruhi individu dalam menempatkan tujuannya yang sekarang
dan mengejarnya. Jadi, walaupun pengalaman yang pernah dialami
merupakan pengalaman yang dirasa tidak begitu menyenangkan, individu
tak akan merasa menyesal karena itu merupakan pembelajaran untuk masa
yang selanjutnya.
4) Kepuasan pada kehidupan masa depan nanti (satisfaction with future)
Ketika melihat kedepan, individu akan berharap mendapatkan apa
yang diinginkan dan diwujudkan melalui usahanya saat ini. Sama seperti
ketika melihat masa lalu, harapan pada masa depan juga memiliki
keterkaitan dengan perilaku individu dalam usaha untuk mencapainya,
walaupun itu sangat bergantung pada usahanya pada masa sekarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
5) Pendapat orang-orang terdekat mengenai hidupnya (Significant others'
views of one's life)
Selain evaluasi untuk dirinya sendiri, lingkungan sekitar juga
mempunyai anggapan yang sama mengenai kepuasan hidup individu,
yaitu juga berpendapat bahwa individu telah hidup selayaknya dan patut
mendapatkan itu semua karena usaha yang telah dilakukan.
d. Kepuasan dalam ranah kehidupan
Pavot (dalam Eid dan Larsen, 2008), menyatakan bahwa apabila
kepuasan hidup secara kognitif menilai berdasarkan evaluasi kehidupan secara
menyeluruh, kepuasan dalam ranah kehidupan berfokus pada penilaian
mengenai beberapa aspek spesifik di kehidupan individu saja. Menurut
Diener, dkk. (1999) beberapa ranah kehidupan yang mempengaruhi level
subjective well-being, yaitu pekerjaan (work), keluarga (family), waktu luang
(leisure), kesehatan (health), keuangan (finances), self, one's group.
1) Pekerjaan
Menurut Diener (2009d), individu yang tidak memiliki pekerjaan
termasuk dalam kelompok yang kurang bahagia. Furnham (dalam Strack,
dkk., 1991) menyatakan bahwa selain hanya memiliki memiliki pekerjaan,
individu juga perlu memiliki pekerjaan yang bagus untuk meraih
subjective well-being. Kemantapan/ bagusnya pekerjaan yang dimiliki
individu biasanya dapat dilihat dari baiknya gaji, tujuan, pengembangan
dan penggunaan keterampilan, dan ketenangan batin yang dirasakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Keluarga
Komponen ini merujuk pada kehidupan individu dalam pernikahan
dan berkeluarga. Menurut Diener (2009c), komponen berkeluarga adalah
prediktor kuat yang mempengaruhi subjective well-being. Glenn (dalam
Diener, 2009c) menyebutkan bahwa wanita yang menikah memang
memiliki simtom stres yang lebih besar daripada yang tidak/ belum
menikah, akan tetapi hasil ini juga diiringi dengan besarnya kepuasan
hidup yang didapat.
3) Waktu luang (leisure)
Furnham (dalam Strack, dkk., 1991) menyatakan bahwa pekerjaan
memang adalah sumber penting bagi individu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, akan tetapi hal ini menjadi sumber masalah ketika individu
hanya terpaku dalam pekerjaan yang tak berakhir tanpa ada waktu untuk
menikmati hasil usahanya. Menurut Kahneman, dkk. (2003), kepuasan
hidup juga didapatkan melalui waktu santai yang tidak dihadiri oleh
kemunculan pekerjaan (nonwork satisfaction).
4) Kesehatan
Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa pandangan subjektif yang
positif bahwa dirinya sehat dapat memprediksi kepuasan hidup, walaupun
kenyataanya individu tersebut tidak begitu sehat secara objektif. Individu
yang menderita penyakit dapat saja memiliki subjective well-being yang
tinggi, namun tidak lebih tinggi daripada individu yang sehat secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
objektif. Hal ini berkaitan dengan pencapain tujuan, maksudnya adalah
ada beberapa hal yang membuat individu yang tidak sehat tidak dapat
meraih beberapa tujuan hidupnya dan inilah yang mempegaruhi mengapa
level subjective well-being nya tidak setinggi individu yang normal/ sehat.
5) Keuangan (finance)
Keuangan merupakan komponen subjective well-being yang
berkaitan dengan pendapatan dan kekayaan, dan hal ini masih
diperdebatkan apakah kekayaan merupakan hal yang penting dalam
kebahagiaan. Menurut Diener, dkk. (1999), dalam beberapa hal individu
dengan keuangan yang baik dapat meraih kebahagiaan, namun hal ini
tidak dapat menjadi pegangan prediktor utama dalam subjective well-
being.
6) Self
Self merupakan komponen yang berfokus pada studi mengenai
pemahaman karakter individu yang seperti apa yang dapat membuat
individu tersebut bahagia dan puas akan hidupnya (Diener, 2009b).
Mengenai hal ini, menurut Diener (2009b), ada dua karakter yang
ditekankan dalam komponen self itu sendiri, yaitu:
a) Harga diri (self-esteem)
Menurut Greenberg (Diener 2009b), individu yang memiliki
level harga diri yang tinggi mampu untuk menemukan makna yang
lebih positif mengenai kehidupannya, lebih mampu untuk menangkal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kecemasan yang akan muncul, dan lebih sulit untuk terpengaruh oleh
suasana hati yang negatif daripada individu yang memiliki pandangan
negatif mengenai dirinya.
b) Identitas diri (self identity)
Memiliki identitas internal yang koheren dipandang sebagai
salah satu komposisi integral dalam teori kesehatan mental. Lecky
(dalam Diener, 2009b) menyatakan bahwa individu mencari
pemahaman mengenai siapa individu itu sebenarnya melalui integrasi
berbagai persepsi akan dirinya ke dalam sebuah struktur pengetahuan
yang terorganisasi. Hal ini ditekankan dalam pernyataan bahwa
individu termotivasi secara kuat untuk berperilaku dalam cara yang
konsisten dengan pandangan diri (self view) yang dimiliki, sehingga di
posisi ini self menurunkan arti, tujuan, dan petunjuk dalam
berperilaku, yang terutama didapat dari sumber internal dalam dirinya.
7) One’s group
Dalam suatu budaya yang mengedepankan tujuan bersama,
kepentingan masyarakat ditempatkan sebanding dengan kepentingan
individu, sehingga tujuan dari sutau kelompok juga merupakan tujuan
pribadinya (Diener, 2009c). Komponen ini menekankan pada konsep
colectivsm yang berfokus pada saling ketergantungan dan saling
membutuhkan tiap manusia dan memprioritaskan kepentingan bersama
pada komunitas masyarakat atau bangsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Pavot dan Diener (1993) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi
kepuasan hidup, penelitian tidak diharuskan untuk mengungkap seluruh ranah
kehidupan, karena tiap individu memiliki standar pemaknaan kepuasan yang
berbeda-beda mengenai pencapaian yang telah diraihnya, sehingga yang lebih
penting adalah mengevaluasi kepuasan hidup individu secara global, yaitu
penilaian kepuasan akan kehidupannya pada masa lalu, saat ini, pemaknaan
positif terhadap kepuasan yang akan didapatkan di masa depan kelak, dan
hasrat untuk selalu ingin mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.
Melalui empat komponen yang diutarakan oleh Diener, dkk. (1999)
tersebut, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen subjective well-being
meliputi afek yang menyenangkan (afek positif), afek yang kurang
menyenangkan (afek negatif), penilaian secara global mengenai kepuasan hidup
(sering disebut dengan kepuasan hidup saja), dan kepuasan dalam ranah
kehidupan.
Afek negatif merupakan komponen yang kontra dengan komponen-
komponen subjective well-being yang lain. Diener, dkk. (1999) menyatakan
bahwa keadaan subjective well-being merupakan keadaan bahagia yang dialami
individu sepanjang masa kehidupannya, sehingga tidak mungkin bila tidak
memperhatikan afek negatif yang pernah muncul di kehidupannya. Oleh karena
keunikan ini peneliti dalam studi subjective well-being harus memperhatikan
dalam penskorannya. Penskoran kedua komponen afek dijelaskan Pavot (dalam
Eid dan Larsen, 2008) dengan menyatakan bahwa skor mengenai kondisi afek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yang dirasakan individu didapat dari jumlah total skor afek positif dikurangi afek
negatif. Libran (2006) lalu mengembangkan teori yang dikemukakan oleh Pavot
tersebut dan menghasilkan rumusan, yaitu nilai subjective well-being didapatkan
melalui besar kepuasan hidup dan kepuasan dalam ranah kehidupan individu yang
dijumlahkan dengan selisih skor antara afek positif dan afek negatifnya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being
Menurut Diener (2009d), subjective well-being seseorang dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang meliputi sebagai
berikut:
a. Faktor internal
Faktor ini berfokus pada kondisi internal individu yang dapat
mempengaruhi level subjective well-being. Faktor-faktor internal ini
mencakup:
1) Gen
Kondisi internal yang mempengaruhi subjective well-being ini tak
bisa dilepaskan oleh faktor genetis/ gen individu. Gen (gene) adalah unit
dasar dari hereditas yang terletak dalam kromosom, yaitu suatu struktur
yang bentuknya seperti tongkat dan terletak di tengah-tengah (nukleus)
dalam setiap sel tubuh. Kromosom tersebut berisikan molekul-molekul
DNA, sehingga setiap gen-gen mengandung sekumpulan kecil DNA. Gen
dan komponen-komponennya inilah yang mempengaruhi individu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
individu lainnya baik dalam persamaan maupun perbedaan satu sama lain
(dalam Wade dan Travis, 2007).
Menurut Lucas (dalam Eid dan Larsen, 2008), seorang pemerhati
studi mengenai hal-hal yang mempengaruhi subjective well-being, gen
adalah faktor yang cukup menentukan stabilitas subjective well-being
individu. Dalam usaha untuk membuka tabir peran faktor genetis dalam
mempengaruhi subjective well-being individu, kebanyakan peneliti
melakukan pendekatan dengan cara membandingkan sifat-sifat yang
dimiliki oleh kembar identik (monozigot) dengan kembar fraternal
(dizigot).
Suatu penelitian menghasilkan suatu penemuan bahwa level afek,
baik negatif ataupun positif, kembar satu indung telur (monozigotik) yang
hidup terpisah lebih mirip satu sama lain daripada kembar dizigotik yang
dibesarkan secara bersama. Peran faktor gen ini dipertegas dengan
pernyataan bahwa seseorang yang puas terhadap dirinya sendiri dan
memiliki afek positif yang lebih dominan daripada afek negatif,
kemungkinan besar dilahirkan dari orangtua yang demikian pula, hal itu
juga sangat bisa terjadi pada saudara-saudara kandungnya. Studi
behavioral-genetic ini menyimpulkan bahwa peran gen dalam stabilnya
level afek positif, afek negatif, dan komponen-komponen lain dalam
kebahagian utuh (overall happiness) yang dimiliki individu memiliki nilai
heritabilitas antara 40-50%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Memang hasil yang diperoleh tidak dapat dipastikan apakah ini
merupakan murni dampak dari gen yang diwariskan atau lebih pada efek
lingkungan dalam keluarga, namun Lucas (dalam Eid dan Larsen 2008)
menambahkan, walaupun dipengaruhi oleh lingkungan, gen mengarahkan
individu untuk memilih lingkungan dan perilaku yang tepat baginya,
sehingga lingkungan dan perilaku itu turut mengarahkan individu dalam
mencapai subjective well-being- nya, jadi walaupun tidak langsung, tetap
saja tak bisa dipungkiri gen mempengaruhi subjective well-being
seseorang.
2) Psikofisiologis
Studi tentang behavioral-genetic menunjukkan bahwa setidaknya
beberapa fragmen dari perbedaan tiap individu dalam subjective well-
being dapat dijelaskan melalui perbedaan genetis yang dimiliki, dan tentu
saja ekspresi gen dalam beraktivitas dapat terpancar melalui beberapa
proses fisiologis. Akan tetapi, sampai saat ini mekanisme pasti dampak
genetis yang ditimbulkan kepada aktivitas fisiologis manusia belum juga
dapat diketahui. Melalui tinjauan tersebut, studi behavioral-genetic, yang
digunakan semata-mata, tidak dapat untuk menegaskan bagaimana gen
dan fisiologi mempengaruhi subjective well-being. Untuk itu perlu
penelusuran yang lebih spesifik mengenai sistem psikofisiologis yang
memiliki keterlibatan dalam pengalaman afeksi individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Studi psikofisiologi yang sering dibahas dalam kaitannya dengan
kebahagian adalah mengenai aktivasi/ proses kerja dua hemisfer/ bagian
asimetris pada prefrontal korteks (PFC). Wade dan Travis (2007)
menjelaskan bahwa PFC terletak pada bagian paling depan lobus frontal.
PFC sendiri memiliki peran dalam emosi dan pembentukan kepribadian
individu. Davidson (2004), peneliti dalam studi bio-behavior, menyelidiki
apakah lebih besarnya aktivitas PFC hemisfer kiri daripada kanan
berhubungan dengan emosi yang berorientasi pada pendekatan (approach-
oriented emotions), seperti kebahagiaan dan kegembiraan, atau apakah
lebih besarnya aktivitas hemisfer kanan daripada kiri berhubungan dengan
emosi yang berorientasi pada penjauhan diri (withdrawal-oriented
emotions), seperti ketakutan dan rasa muak.
Davidson (2004) melakukan penelitian mengenai hubungan
aktivitas otak dengan afek positif atau negatif melalui pengamatan
aktivitas otak subjek selama ditayangkannya sejumlah gambar yang
dirancang untuk menginduksi perasaan bahagia atau jijik. Penelitian ini
menghasilkan penemuan bahwa tayangan gambar yang menggembirakan
berhubungan dengan lebih besarnya aktivitas PFC bagian kiri daripada
bagian kanan, sedangkan tayangan gambar yang menjijikkan berhubungan
dengan lebih besarnya aktivitas PFC bagian kanan daripada bagian kiri,
sehingga penelitian psikofisiologi ini menunjukkan korelasinya bahwa
emosi positif berlawanan dengan emosi negatif. Penelitian Davidson
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tersebut telah berhasil menunjukkan bahwa perbedaan individual dalam
asimetris hemisfer PFC mempunyai korelasi dengan kebahagiaan, yaitu
individu dengan aktivitas PFC kiri yang relatif lebih tinggi dilaporkan
memiliki afek positif yang lebih tinggi dan afek negatif yang lebih rendah
daripada individu dengan aktivitas PFC kanan yang relatif lebih tinggi.
3) Kepribadian
Subjective well-being adalah suatu studi yang berhubungan dengan
evaluasi subjektif individu mengenai kualitas hidupnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa subjective well-being yang dirasakan tergantung pada
masing-masing individu. Beberapa dugaan tercetus bahwa studi subjective
well-being ini dapat berubah dan memiliki kesensitifan pada kondisi
eksternal, seperti keberhasilan atau bahkan perceraian, namun hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemunculan subjective well-being tetap
stabil sepanjang waktu dan itu cukup kuat hubungannya dengan
karakteristik (trait) kepribadian yang dibawa (Diener, dkk., 1999).
Telah banyak penelitian yang mengungkap mengenai korelasi
antara subjective well-being dengan karakteristik kepribadian yang
spesifik, seperti makin tinggi sikap kesetujuan (agreebleness) maka akan
tinggi pula afek positifnya dan sebaliknya. Begitu pula dengan
karakteristik lain yang berkorelasi cukup tinggi dengan tinggi rendahnya
level subjective well-being, yaitu optimisme, kepercayaan, dan locus of
control. Namun, meskipun telah banyak penelitian yang mengupas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
korelasi antara karakteristik kepribadian dengan subjective well-being,
tetap muncul ketidakpastian mengenai apakah tiap karakter ini
menyumbangkan variasi yang unik dalam memprediksi subjective well-
being, sehingga penggunaan faktor tunggal untuk memprediksi subjective
well-being tidak mungkin untuk ditegakkan.
b. Faktor eksternal
Stabilitas dari subjective well-being, sebagai subjektivitas individu itu
sendiri, sangat ditentukan oleh peran faktor internal, walaupun begitu tetap
saja faktor eksternal dapat berpengaruh terhadap level subjective well-being.
Diener (2009d) menegaskan bahwa level subjective well-being dipengaruhi
pula oleh faktor-faktor diluar individu, atau sering disebut sebagai
demographic factor. Hal ini mencakup:
1) Penghasilan
Banyak peneliti telah mengakui bahwa orang yang bahagia mampu
mengumpulkan uang diatas rata-rata daripada orang yang kurang
berbahagia (Diener, 2009d). Beberapa penelitian juga menunjukkan,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Larson (dalam Diener, 2009d),
bahwa ada hubungan yang positif antara penghasilan dan subjective well-
being di beberapa negara.
2) Jenis kelamin
Cukup diyakini bahwa ada perbedaan level subjective well-being
antara pria dan wanita, yaitu dengan pernyataan bahwa kaum wanita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
melaporkan afek negatif yang lebih tinggi daripada kaum pria, tetapi juga
dilaporkan bahwa kaum wanita mengalami hal-hal yang menyenangkan
lebih banyak daripada kaun pria, sehingga perbedaan level subjective well-
being yang disimpulkan masih terlalu kecil (Diener, 2009d).
3) Pendidikan
Campbell (dalam Diener, 2009d) mengungkapkan bahwa
pendidikan mempengaruhi subjective well-being, akan tetapi masih
terdapat bantahan yang menyatakan bahwa hubungan antara pendidikan
dan level subjective well-being tidak terlalu kuat, tingkat pendidikan
seseorang lebih berpengaruh terhadap variabel lain seperti variabel
penghasilan. Namun demikian faktor pendidikan masih merupakan faktor
yang diyakini memiliki pengaruh terhadap subjective well-being individu.
4) Status pernikahan
Glenn (dalam Diener, 2009d) menyebutkan bahwa walaupun
wanita yang menikah dilaporkan memiliki simtom stress yang lebih tinggi
daripada wanita yang belum/tidak menikah, wanita yang menikah
cenderung memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi daripada kategori
wanita yang tidak/belum menikah. Glenn dan Weaver (dalam Diener,
2009d), bahkan menyatakan bahwa pernikahan adalah prediktor
subjective well-being yang paling kuat daripada faktor lain, seperti
pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
5) Umur
Beberapa penelitian yang lalu, menunjukkan bahwa anak muda
lebih bahagia daripada orang yang lebih tua, akan tetapi Braun (dalam
Diener, 2009d) menemukan bahwa memang benar responden yang berusia
muda menunjukkan afek positif dan negatif yang lebih kuat, akan tetapi
orang yang lebih tua menunjukkan level kebahagiaan secara keseluruhan
yang jauh lebih tinggi.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Diener
(2009d) subjective well-being pada individu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor yang pertama, yaitu internal, adalah
faktor yang menekankan bahwa subjective well-being yang dimiliki individu
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri individu itu sendiri, yaitu genetis
(keturunan), psikofisiologis (dominasi individu dalam menggunakan belahan
otaknya, yang kiri atau kanan), dan kepribadian (yang menentukan individu
dalam bersikap dan cenderung stabil). Faktor yang ke dua adalah faktor eksternal
yang menekankan bahwa subjective well-being yang diperoleh individu berasal
dari hal-hal di luar dirinya, yaitu faktor penghasilan, jenis kelamin, pendidikan,
status pernikahan, dan umur.
Dilihat melalui faktor internal yang menekankan fenomena dalam diri
individu sendiri, kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
individu dalam pencapaian subjective well-being nya. Karakter kepribadian yang
terbuka terhadap lingkungannya dan mudah beradaptasi secara positif merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sikap yang memiliki pengaruh yang baik bagi subjective well-being. Karakter
tersebut merupakan sikap-sikap yang biasanya dibawa oleh individu dengan
kepribadian yang cenderung ekstrovert. Individu yang memiliki tingkat ekstrovert
yang tinggi dapat mudah menerima dirinya sendiri sebagai bagian dari dunia
sekitarnya, sehingga dapat dengan mudah meningkatkan emosi positif yang juga
dapat berasal dari hubungan yang baik dengan lingkungannya.
Masih dalam lingkup faktor internal, faktor gen dipercaya juga
mempengaruhi karakter yang dibawa individu , salah satunya adalah kemampuan
individu dalam menangkap kelucuan-kelucuan disekitarnya. Individu dalam
merespons dan mengeluarkan humor dianggap diperoleh dari dasar gen. Hal ini
dijelaskan dengan pernyataan bahwa perilaku humor individu dengan orangtua
dan saudara sekandungnya cenderung saling mirip, meskipun tak bisa dipungkiri
hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dimana individu tersebut
bersosialisasi setiap harinya. Kemampuan atau karakter individu dalam
menangkap dan mengeluarkan stimulus humor sering disebut dengan sense of
humor.
B. Sense of Humor
1. Pengertian sense of humor
Menurut Eysenck (1988), tokoh dan peneliti di studi sense of humor, sense
of humor adalah karakter kepribadian yang penting dan berharga, yang
melibatkan kemampuan individu dalam mengapresiasi dan memproduksi suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
humor/ kelucuan, yaitu melalui sense of humor yang dimiliki, individu mampu
untuk mengapresiasi/tertawa terhadap stimulus yang dipersepsi lucu, dan mampu
pula untuk mencetuskan hal jenaka yang membuat orang disekelilingnya tertawa.
Martin (2007) menyatakan bahwa sense of humor adalah karakteristik yang
merujuk pada perbedaan respons emosional individu dalam konteks kegembiraan
sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai keganjilan yang lucu dan
diekspresikan melalui senyuman dan tawa. Lefcourt (dalam Snyder dan Lopez,
2002) juga memberikan definisi mengenai sense of humor, yaitu ciri yang dimiliki
seseorang, yang mendorong individu untuk tidak terlalu serius dalam
mengahadapi dirinya sendiri dan hal-hal lain yang dialami.
Drever (dalam Roeckelein, 2002) juga menjelaskan bahwa sense of humor
merupakan sensasi psikologis melalui rasa simpati (secara langsung) dan empati
(secara tidak langsung) mengenai karakter dalam situasi kompleks yang
membangkitkan kegembiraan dan tawa. Bahkan Ruch (dalam Raskin, 2008)
menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang potensial, yang
dimiliki individu, dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sense of humor
adalah karakteristik penting yang dimiliki oleh setiap individu dalam
mempersepsikan dan merespons hal lucu yang mampu untuk membangkitkan
kegembiraan dan tawa, sehingga individu dapat mencapai keutuhan dan
kebahagiaan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2. Aspek sense of humor
Menurut Eysenck (1998), ranah sense of humor menekankan tiga aspek
yang berdiri secara sendiri-sendiri. Dalam beberapa kasus, pengaruh dari salah
satu aspek dapat lebih kuat daripada pengaruh dari aspek yang lain, aspek-aspek
tersebut adalah:
a. Kognitif
Penekanan pada aspek ini adalah mengenai keganjilan, kekontrasan
antara beberapa ide, dan terkecoh dari apa yang diduga sebelumnya. Merujuk
pada teori Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek kognitif dapat dikategorikan
sebagai comic. Comic adalah kategori pengalaman individu dalam humor
yang berkaitan dengan hal-hal jenaka yang bersumber dari bentuk nonverbal,
seperti badut sirkus dan komedi slapstick (komedi yang menggunakan
kekasaran, seperti memukul dan menampar). Pada saat mengalami kelucuan,
observer mengerahkan sejumlah energi mental untuk menantikan kejadian
sesuai apa yang diharapkan, ketika yang disangka sebelumnya ternyata tidak
terjadi, akhirnya energi mental yang terkumpul dikeluarkan sebagai tawa.
b. Afektif
Aspek afektif pada sense of humor ditekankan oleh individu yang lebih
condong mengarahkan perhatiannya pada komponen emosional yang dimiliki.
Komponen emosi yang dimaksudkan adalah dapat mengenai kegembiraan
sepenuhnya (pure joy), atau kegembiraan lain yang dikombinasikan dengan
beberapa emosi lain, seperti ketakutan atau kemarahan.Merujuk pada teori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek afektif ini dapat dikategorikan sebagai
humor. Humor terjadi pada saat individu biasanya mengalami emosi negatif,
seperti ketakutan, kemarahan, dan kesedihan, akan tetapi situasi negatif ini
mampu menghasilkan persepsi yang menggembirakan atau elemen yang
ganjil. Menurut Freud (dalam Eysenck, 1998), humor merupakan bentuk dari
mekanisme pertahanan ego yang memperbolehkan seseorang untuk
menghadapi situasi yang sulit tanpa dihujani oleh emosi yang negatif.
c. Konatif
Konatif dalam psikologi sering dikaitkan dengan ekspresi dari impuls
dan motivasi individu untuk meraih sesuatu. Aspek konatif pada sense of
humor menekankan pada hubungannya dengan kepuasan akan hasrat untuk
menang, atau “keagungan diri”. Maksudnya di sini adalah saat seseorang
merespons stimulus humor dengan sebuah tawa, itu menyebabkan rasa
kemenangan dalam alam sadarnya. Merujuk pada teori Freud (dalam Eysenck,
1998), aspek konatif ini dapat dikategorikan sebagai wit/ joke. Joke adalah
suatu kategori pengalaman humor yang memperkenankan individu untuk
mengekspresikan sisi agresifnya yang selama ini berada di alam bawah sadar
dan dorongan seksual yang biasanya ditekan.
Berdasarkan tiga aspek yang diutarakan oleh Eysenck, Martin (2007)
melakukan pendalaman dan menambahkan pendapatnya mengenai aspek sense of
humor. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Eysenck (1988), sense
of humor adalah karakter yang melibatkan kemampuan individu dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mengapresiasi dan memproduksi suatu humor. Martin mendalaminya dengan
mengungkapkan aspek proses kognitif-perseptual merupakan aspek yang
berkaitan dengan produktivitas humor dan juga mengungkapkan aspek respons
emosional dan ekspresi vokal-behavioral merupakan aspek yang berkaitan dengan
apresiasi terhadap humor, sedangkan aspek yang terakhir merupakan tambahan
dari Martin (2007), yaitu aspek sense of humor dalam kaitannya dengan konteks
sosial karena aktivitas humor merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan
saat individu bercengkrama dengan individu lainnya. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
a. Aspek proses kognitif-perseptual
Untuk dapat memproduksi humor, seseorang membutuhkan informasi
proses mental yang datang dari lingkungan atau ingatan, lalu informasi
tersebut bermain dengan ide-ide, kata-kata, atau perbuatan dalam suatu cara
yang kreatif, lalu dengan cara itu diproduksilah pengucapan lucu secara verbal
atau aksi jenaka secara nonverbal yang dipersepsikan lucu oleh orang lain.
Selain itu, proses mental juga dilakukan individu saat mengapresisi humor,
yaitu saat munculnya informasi, indra penglihatan/ pendengaran akan
menangkap informasi tersebut, lalu akitivitas mental akan memproses artinya,
dan akhirnya informasi tersebut akan dihargai sebagai sesuatu yang tidak
begitu serius, menyenangkan, dan lucu. Beberapa hal yang merupakan fokus
kognisi dalam hal humor adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1) Informasi humor yang akan diproses dapat diambil individu dari apa yang
orang lain katakan atau lakukan, atau buku yang dibaca.
2) Humor melibatkan sebuah ide, gambaran, teks, atau peristiwa yang dirasa
ganjil, aneh, unik, tak terduga, mengagetkan, atau jauh dari kesan biasa
saja.
3) Individu juga membutuhkan hal-hal dan suasana kondusif yang
menyebabkannya menghargai suatu stimulus sebagai hal yang tidak serius
atau tidak penting.
b. Aspek respons emosional
Persepsi akan humor tanpa kecuali juga memunculkan sebuah
kenikmatan respons emosional, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
1) Emosi menyenangkan yang berkaitan dengan humor merupakan suatu
perasaan unik yang sering dideskripsikan dengan ungkapan hiburan,
keriangan, kelucuan, dan kegembiraan.
2) Studi psikologi telah menyingkap bahwa stimulus humor dapat
meningkatkan suasana hati yang positif.
3) Humor adalah pengalaman yang membuat setiap orang berusaha
mengulanginya sesering mungkin, karena individu akan mengalami
tingkat emosi tinggi yang menyenangkan yang berakar dari proses
biokimia yang ada di dalam otak.
4) Situasi menyenangkan yang dialami individu berkaitan pula dengan
berbagai macam aktivitas yang menyenangkan pula, seperti makan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
mendengarkan musik yang nyaman, aktivitas seksual, dan bahkan proses
modifikasi suasana hati yang dibawah pengaruh obat.
c. Ekspresi vokal-behavioral dalam tawa
Kegembiraan yang dibawa oleh humor mempunyai aspek ekspresif,
yaitu tawa dan senyuman. Ekspresi dalam menyikapi humor secara rinci
dijelaskan sebagai berikut:
1) Tawa merupakan fungsi sikap yang penting, yaitu dapat meletakkan
individu dan lingkungan sekitarnya dalam keadaan emosi yang positif.
2) Pada intensitas yang kecil, reaksi akan humor diekspresikan dengan
senyuman kecil.
3) Pada intensitas yang meningkat, ekspresi ini berubah menjadi seringai
yang lebih luas dan ada tawa yang audibel. Pada intensitas yang sangat
tinggi, emosi ini diekspresikan melalui tawa yang terbahak-bahak
(guffaw), disertai dengan muka memerah, terguncangnya tubuh, dan
memukul kawan disebelahnya.
d. Aspek konteks sosial
Pada dasarnya aktivitas humor merupakan fenomena sosial. Individu
akan lebik sering tertawa dan bercanda ketika bersama orang lain daripada
saat sendirian. Beberapa hal yang terkait dengan munculnya humor dalam
sosial konteks, yaitu:
1) Individu yang mempunyai lagak/ gaya suka melucu (playful manner)
memperbesar kesempatannya untuk bersosialisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2) Untuk bisa interaktif memunculkan kemampuan humor di dalam perilaku
atau perbincangan yang lama, individu harus berada dalam suasana lepas
dan santai.
3) Aktivitas humor dapat terjadi di dalam situasi apapun juga, akan tetapi
humor akan lebih sering terjadi pada suasana sosial yang tidak begitu
serius.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan, menurut Eysenck (1998),
aspek sense of humor individu dibagi menjadi tiga, yaitu aspek kognitif yang
menekankan pada keganjilan dan kekontrasan antara beberapa ide, aspek afektif
yang menekankan pada sense of humor individu yang lebih condong perhatiannya
pada komponen emosional yang dimiliki, dan aspek konatif yang lebih
menekankan pada hubungannya dengan kepuasan individu terhadap humor dan
ekspresi yang meliputinya. Tiga aspek sense of humor yang dikemukakan oleh
Eysenck tersebut, diperdalam oleh Martin (2007), seorang pemerhati dalam studi
humor, dengan mengemukakan empat aspek yang terlibat dalam proses sense of
humor, yaitu aspek kognitif-perseptual yang mengkarakteristikkan humor sebagai
jenis khusus dari proses kognisi, aspek respons emosional yang mengedepankan
bahwa humor juga memunculkan sebuah kenikmatan respons emosional, aspek
ekspresi vokal-behavioral dalam tawa yang berpendapat bahwa kegembiraan yang
dibawa oleh humor mempunyai aspek ekspresif, dan konteks sosial yang berfokus
bahwa aktivitas humor merupakan fenomena sosial. Melalui perkembangan dan
pendalaman yang telah dilakukan, peneliti memutuskan untuk menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
empat aspek yang ditegakkan oleh Martin (2007), yang dirujuk melalui tiga aspek
sense of humor yang diusung terlebih dahulu oleh Eysenck.
3. Gaya sense of humor
Martin (2007), sebagai peneliti dalam studi sense of humor juga
merancang gaya-gaya sense of humor yang digunakan untuk membedakan antara
gaya humor yang berpotensi menimbulkan keuntungan dan kerugian bagi
individu yang mengusungnya. Meskipun rancangan ini tidak berkaitan dengan
aspek-aspek yang diperdalamnya dari teori Eysenck (1998) yang digunakan oleh
peneliti sebagai pedoman dalam penelitiannya, namun studi ini dapat memperluas
wawasan dalam mempelajari karakter sense of humor itu sendiri. Ada empat gaya
sense of humor yang ditegakkan, dua diantaranya dianggap cenderung bersifat
adaptif atau sehat (gaya afiliatif dan gaya memperbaiki diri) dan dua yang lain
dianggap cenderung berpotensial merugikan atau tidak sehat (gaya agresif dan
gaya penyerangan diri). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Afiliatif
Afiliatif dalam humor adalah suatu kecenderungan individu untuk
mengemukakan hal-hal lucu, canda, mengaitkan gurauan cerdik yang spontan
untuk membuat sekelilingnya terhibur atau gembira, untuk membuat
sekelilingnya merasa damai, memperlancar pertemanan, dan mengurangi
tegangan dalam bersosialisasi. Gaya humor afiliatif ini merupakan humor
yang “menghina” diri sendiri dalam arti positif, maksudnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kecenderungan seseorang untuk berbincang hal yang lucu atau kebodohan
mengenai dirinya sendiri, akan tetapi tetap mempertahankan rasa penerimaan
diri (self acceptance). Gaya humor ini juga termasuk gaya humor toleran yang
menguatkan dirinya sendiri dan orang lain.
b. Memperbaiki diri (self-enhancing)
Sense of humor gaya memperbaiki diri (self-enhancing) ini
menyangkut kecenderungan untuk mempertahankan perspektif mengenai hal
lucu walaupun sedang dalam keadaan tertekan dan kemalangan. Humor self-
enhancing ini berkaitan dengan penggunaan humor sebagai regulasi emosi
atau coping mechanism, yang diharapkan dapat membantu individu untuk
mengatasi dan menanggulangi kecemasan hidup.
c. Agresif
Gaya sense of humor agresif melibatkan unsur humor negatif, seperti
sindiran tajam (sarkasme), mengganggu, ejekan, cacian, dan hinaan. Gaya
agresif ini merupakan gaya sense of humor yang terfokus pada humor yang
maladaptif, karena kecenderungannya untuk mengekspresiakn humor tanpa
memandang dampaknya bagi orang lain. Gaya humor ini juga adalah suatu
gaya humor dengan ekspresi kompulsif, yang mana individu dengan gaya
humor ini sulit untuk melawan dorongannya untuk melontarkan hal-hal lucu
yang membuat orang lain terluka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
d. Menyerang diri (self-defeating)
Humor gaya ini melibatkan humor “menghina” pada diri sendiri yang
sudah kelewatan. Gaya sense of humor ini merupakan gaya yang cenderung
tidak baik, karena membiarkan dirinya sendiri menjadi sasaran humor yang
negatif dan maladapatif. Individu dengan gaya humor ini berupaya untuk
menyenangkan orang lain lewat perbuatan dan perkataan jenaka mengenai diri
sendiri dengan cara mengizinkan orang lain untuk merendahkannya. Gaya
humor menyerang diri ini cenderung untuk melibatkan perilaku humornya
sebagai wujud menyembunyikan diri dari perasaan negatif. Individu yang
sering menggunakan gaya humor ini terlihat cukup gembira atau menikmati,
akan tetapi juga merasakan elemen lemahnya emosi yang dimiliki,
penghindaran, dan rendahnya harga diri yang terjadi karena gaya humor yang
digunakan ini.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Martin (2007)
mengemukakan empat gaya dari sense of humor, yaitu sense of humor gaya
afiliatif, perbaikan diri (self-enhancing), agresif, dan penyerangan diri (self-
defeating). Sense of humor gaya afiliatif berfokus pada kecenderungan individu
untuk melakukan aktivitas humor untuk membuat sekelilingnya gembira dan
mengurangi tegangan dalam bersosialisasi, sense of humor gaya perbaikan diri
menitik beratkan pada penggunaan humor sebagai regulasi emosi atau coping
mechanism yang diharapkan dapat membantu individu untuk mengatasi dan
menanggulangi kecemasan hidup, sense of humor gaya agresif melibatkan unsur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
humor negatif yang digunakan untuk menyerang dan menyakiti orang lain,
sedangkan sense of humor gaya penyerangan diri melibatkan humor “menghina”
pada diri sendiri yang membiarkan dirinya sendiri menjadi sasaran humor yang
negatif dan maladapatif.
C. Tipe Kepribadian Ekstrovert
1. Pengertian tipe kepribadian ekstrovert
Kepribadian menurut Allport (dalam Sobur, 2003) adalah organisasi
dinamis dari sistem-sistem psikofisis dalam individu yang turut menentukan cara-
caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Menurut
Jung (1991), kepribadian (psyche) memiliki sebuah sistem penilaian yang secara
luar biasa berkembang dengan baik, nilai tersebut sering dianggap sebagai energi
yang keluar. Jung (1953) menambahkan, ada dua tipe karakteristik kepribadian
yang memiliki fungsi sangat berbeda diperannya dalam adaptasi dan orientasi
hidup tiap individu, dua tipe tersebut adalah tipe ekstrovert dan tipe introvert.
Individu dengan tipe introvert adalah individu yang terfokus pada dunia
subjektifnya, yang orientasi libidonya tertuju dalam dirinya sendiri, sedangkan
individu dengan tipe ekstrovert adalah individu yang terfokus pada dunia
objektifnya, orientasi utamanya tertuju keluar sehingga baik pikiran, perasaan,
maupun tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan
sosial maupun lingkungan non-sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Selain itu, Eysenck (1991), pemerhati dan peneliti mengenai tipe
introvert-ekstrovert, menyatakan tiga perbedaan pokok antara tipe kepribadian
ekstrovert dan introvert, yang pertama adalah individu dengan tipe kepribadian
introvert mempunyai wawasan yang lebih subjektif daripada individu ekstrovert
yang memiliki pandangan lebih objektif. Kedua, individu dengan tipe kepribadian
introvert menunjukkan aktivitas berpikir (cerebral activity) yang lebih sering
daripada individu ekstrovert yang cenderung sering melakukan aktivitas yang
ditunjukkan dalam perilakunya (behavioral activity). Perbedaan yang terakhir
adalah individu dengan tipe kepribadian introvert lebih mampu untuk melakukan
kontrol diri daripada individu tipe ekstrovert yang cenderung meledak-ledak.
Arndt (1974) menjelaskan mengenai tipe ekstrovert, yaitu suatu tipe yang
mengarahkan individu untuk berorientasi secara positif kepada dunia
disekelilingnya, sedangkan menurut Lucas (dalam Eid dan Larsen, 2008),
individu dengan kepribadian introvert lebih pendiam dan pasif dalam
bersosialisasi. Memang kedua tipe ini tetap melakukan sosialisasi dengan
lingkungannya, akan tetapi karena individu ekstrovert lebih dapat bersosialisasi
daripada individu introvert, individu ekstrovert akan lebih menikmati suasana
sosial daripada individu introvert. Meskipun memiliki kecenderungan dan minat
yang berbeda-beda, tetap saja bersosialisasi dengan orang lain adalah hal yang
menyenangkan, dan individu ekstrovert yang akan lebih berbahagia sehingga
dapat meraih subjective well-being nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian
ekstrovert adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisis dalam individu
yang menentukan cara-caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, yaitu dengan kesadarannya, individu mengarahkan energi
psikisnya untuk berorientasi secara positif kepada dunia disekelilingnya sehingga
baik pikiran, perasaan, maupun tindakannya terutama ditentukan oleh
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial.
2. Aspek-aspek dari tipe kepribadian ekstrovert
Telah dijelaskan sebelumnya, kedua tipe kepribadian introvert dan
ekstrovert ini dimiliki oleh setiap individu dan penentuan apakah individu dapat
disebut memiliki tipe ekstrovert ataupun introvert didasarkan pada kecenderungan
tipe mana yang paling menonjol dan paling tampak dalam pembawaan keseharian
individu (dalam Jung, 1953). Individu dengan tipe ekstrovert, dalam kondisi sadar
mempunyai orientasi yang sangat dominan pada objek dan objektif data di luar
dirinya daripada orientasinya ke dalam dirinya/ proses subjektif yang berada
dalam kondisi tak sadarnya, dan pernyataan Jung (1953) ini menekankan bahwa
dominasi suatu tipe ditunjukkan pada keaadaan saat individu dalam keadaan sadar
(consciousness) yang ditunjukkan dalam beberapa aspek, yaitu:
a. Minat (interest)
Individu dengan sikap ekstrovert selalu menekankan bahwa penilaian
objektif mempunyai peran yang lebih besar daripada penilaian subjektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
sebagai faktor penentu dalam kesadarannya. Alasan mengapa individu yang
ekstravert sangat tertarik dan mempunyai minat pada kondisi objektif di luar
dirinya adalah karena, menurut individu pada tipe ini, objek disekitar dirinya
memiliki kerja layaknya magnet yang menarik individu untuk lebih condong
kearah objektif daripada subjektif ke dalam dirinya. Sebaliknya, bila
dibandingkan dengan minat pada individu introvert, individu dengan tipe
ekstrovert memiliki anggapan yang tak pernah berubah bahwa subjek adalah
pusat dari setiap ketertarikan/ minat. Subjek adalah magnet yang akan
merenggut godaan objek di luar dirinya dan menjauhkannya untuk mendekat
ke arah subjek/ ke dalam dirinya.
b. Perhatian (attention)
Atensi/ perhatian adalah aspek selektif yang membuat individu
mengarahkan proses persepsinya pada sejumlah elemen stimulus yang dipilih
dan menyingkirkan elemen stimulus yang mengganggu/ yang lain. Individu
ekstrovert mengatur kedudukan bahwa subjek berada dibawah kepentingan
objek, dimana objek memiliki perhatian dan nilai yang lebih berkuasa dalam
kehidupannya. Kontras dengan perhatian pada individu ekstrovert, individu
introvert mengatur diri dan proses psikologis subjektifnya diatas objek dan
proses objektifnya, atau dapat dikatakan subjektivitas yang dimiliki selalu
berusaha untuk mengandaskan gerak objektivitas, sehingga sikap ini
memberikan nilai yang lebih tinggi pada subjek dalam dirinya daripada objek
yang berada di luar/ sekeliling dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
c. Tindakan (action)
Seperti yang telah berkali-kali dijelaskan, bahwa individu ekstrovert
meletakkan orientasi pada objek dan fakta objektif di luar dirinya, objek juga
merupakan penilaian yang paling berkuasa pada keputusan dan tindakan yang
diambil oleh individu pada tipe ini. Tindakan-tindakan yang diambil juga
sebagai hasil dari pengaruh hal dan orang-orang disekitar dirinya, dan itu
sangat berhubungan dengan kondisi objektif. Meskipun demikian, tindakan
objektif yang dilakukan ini tidak semata-mata murni reaktif karena adanya
rangsangan lingkungan. Karakter ekstrovert ini sangat konstan terhadap
keadaan yang aktual, sehingga pada akhirnya dapat menemukan tindakan
yang tepat dan sesuai dalam keterbatasan situasi objektif yang ditangkap.
Dua tipe kontras yang dikemukakan oleh Jung merupakan teori fenomenal
yang menginspirasi banyak peneliti untuk mengamati dan menelusuri keberadaan
dua sikap yang berbeda ini dalam diri tiap individu. Salah satunya adalah
Eysenck, namun tidak seperti Jung yang lebih menekankan pada libido yang
masuk atau keluar, Eysenck lebih menekankan pada beragam sifat/ karakteristik
yang dibawa oleh tipe kepribadian ekstrovert-introvert (dalam Ewen, 2003).
Menurut Eysenck, dkk. (1992), aspek karakteristik yang memberikan kontribusi
bagi kemunculan kepribadian ekstrovert adalah sebagai berikut:
a. Active-inactive
Pribadi yang ekstrovert adalah pribadi yang tidak bisa berdiam diri
atau hanya merenung dalam suatu jangka waktu yang lama. Individu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
karakter ini akan selalu mencari kesibukan dan kegiatan. Karakter yang
biasanya dilakukan adalah:
1) Individu dengan kepribadian ekstrovert akan selalu bertindak penuh
dengan semangat dan selalu berhasrat untuk melakukan kegiatan.
2) Individu yang aktif biasanya memiliki gaya berbicara yang cepat. Hal ini
membantu individu untuk menuangkan banyaknya pendapat yang ada di
dalam benaknya.
Kebalikan dari ekstrovert yang active adalah individu tipe introvert
yang cenderung inactive. Individu ini lebih memilih dan menyukai kegiatan-
kegiatan yang tidak menuntut dirinya untuk mengeluarkan energi yang
banyak. Individu dengan tipe introvert cenderung memilih kegiatan yang
pasif, seperti menjadi pendengar dalam suatu acara, pengamat dalam suatu
kegiatan, ataupun penikmat, dan menyukai kegiatan yang tidak menguras
tenaga, seperti membaca di tempat yang sepi dan menulis dalam ketenangan.
b. Sociable-unsociable
Telah menjadi sebuah tendensi diantara ahli psikologi dan pendidik di
Amerika untuk memandang ekstraversi sebagai reinterpretasi dari ranah sikap
sosial (social behavior). Ekstraversi selalu didekatkan oleh kemampuan dalam
bersosialisasi, sedangkan introversi dipandang sebagai kecenderungan untuk
menjauhkan diri dari kontak sosial. Kontras dengan individu bertipe
ekstrovert yang suka bersosialisasi, individu introvert tidak begitu memiliki
kemampuan untuk mencairkan suasana disekelilingnya, namun hal ini bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
berarti individu introvert tidak melakukan sosialisasi dengan lingkungannya.
Individu bertipe introvert memang kurang menyukai berkumpul dengan
teman-temannya dan lebih suka merenung dan berpikir, namun bukan berarti
individu ini sama sekali tidak berinteraksi dengan yang lain.
c. Assertive-unassertive
Individu dengan tipe ekstravert memiliki sikap yang asertif. Sikap
asertif adalah sikap tegas yang dimiliki seseorang agar daya otonomi terhadap
dirinya sendiri dapat berjalan optimal sehingga tidak terus tunduk kepada
intimidasi di dunia sekitar. Sikap ini mengarah pada:
1) Individu ini mampu menjadi pemimpin bagi dirinya untuk membuat suatu
keputusan sendiri mengenai suatu hal mengenai dirinya tanpa merasa
terbebani akan pendapat atau tekanan dari sekitarnya.
2) Sikap asertif juga ditunjukkan dengan kesediaan seseorang untuk terbuka
dengan tantangan yang ada disekitarnya.
3) Sikap asertif ini juga akan mengarahkan individu untuk selalu
memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri.
4) Individu yang asertif tidak akan ragu untuk mengekspresikan apa yang
dirasakan dan diinginkan kepada lingkungannya.
Tidak seperti individu ekstrovert yang mampu mengutarakan apa yang
telah menjadi prinsip hidupnya, individu introvert cenderung kurang dapat
asertif untuk menunjukkan ke sekitarnya akan apa sebenarnya yang
diinginkan dan dirasakan, sehingga sering ditemukan sikap yang cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tidak mandiri, pengaruhnya lemah terhadap yang lain, dan tidak begitu
menuntut atas hak-hak yang seharusnya diterima.
d. Expressive-inhibited
Bila dikaitkan dengan tipe kepribadian ekstrovert-introvert, individu
bertipe ekstrovert cenderung untuk dapat melepaskan emosinya ke setiap
perilaku, perkataan, dan mimik wajahnya dengan bebas. Individu yang
ekspresif, sesungguhnya melibatkan ekspresi emosi yang dimilikinya dengan
emosi komunikasi nonverbal sebagai petunjuknya, dan tentu saja dalam
kesesuaian konteks dan situasi sosial. Proses inilah yang membuat individu
dengan sikap ekstrovert mudah untuk ekspresif, karena pandangannya yang
objektif ke lingkungannya.
Hal ini tidak seperti individu dengan tipe introvert yang cenderung
segan untuk melepaskan ekspresinya (inhibited). Menurut Eysenck (1998),
individu yang introvert menunjukkan derajat yang lebih tinggi dalam aktivitas
otaknya (cerebral activity), sedangkan individu yang ekstrovert menunjukkan
derajat yang lebih tinggi dalam aktivitas perilakunya (behavioral activity). Hal
inilah yang membuat individu introvert lebih akan berpikir dua kali untuk
melepaskan ekspresinya daripada individu ekstrovert yang lebih bebas dan
spontan.
e. Dogmatic-flexible
Individu dengan kepribadian ekstrovert cenderung untuk memiliki
karakter seperti ini, karena spontanitas dan kurang mampunya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
merenungkan kembali suatu hal. Dogmatis merupakan kecenderungan untuk
memiliki keyakinan yang pasti dan dipegang teguh, didasarkan kepada
otoritas dan menerima secara independen fakta-fakta dan dukungan empiris
lainnya, namun pandangan yang dipegang tidak menggunakan pembuktian,
sehingga amat besar kemungkinannya untuk mengalami kesalahan dalam
membuat suatu kesimpulan.
Sikap dogmatis yang dimiliki oleh individu dengan tipe ekstrovert ini
berkebalikan dengan sikap fleksibel pada individu introvert. Individu dengan
kepribadian introvert akan memikirkan kembali tentang kebenaran ataupun
kesalahan dari pendapat yang telah diambil, akan tetap berkompromi dengan
pihak yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan akan mudah berhenti saat
terjadi perdebatan yang alot dengan orang lain.
f. Aggression-peaceful
Menurut Eysenck, individu dengan tipe ekstrovert tidak selalu dapat
dipercaya dan terkadang mudah marah. Perilaku agresi ini ditunjukkan oleh
individu dengan tipe ekstrovert, seperti mengekspresikan kemarahan baik
secara langsung maupun tak langsung, sering mengeluarkan pendapat dengan
kasar, dan cenderung melakukan sindiran tajam/ cemoohan. Meskipun tak
bisa dipungkiri kombinasi dari perilaku agresif dan kemauan yang tinggi
merupakan realisasi ideal dari individu yang kuat dalam mengahadapi
persaingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Kebalikan dari karakter agresif yang dimiliki oleh individu dengan
tipe ekstrovert, individu dengan tipe introvert cenderung untuk jarang marah
dan memilih menghindar dari konflik personal. Karakter ini dapat diterima
secara positif sebagai anggapan karena individu tersebut lebih memilih
menggunakan rasa empati dan pengertian antara satu sama lain saat peristiwa
agresivitas datang, atau malah dapat dipandang dari sisi negatinya, yaitu
individu tidak memiliki kepercayaan dan kekuasaan kendali atas dirinya
sendiri terhadap apa yang dimiliki dan diinginkan.
g. Ambitious-unambitious
Perilaku ambisius merupakan aspek perilaku yang dimiliki oleh tipe
kepribadian ekstrovert. Tujuan dari perilaku ambisius individu dalam lingkup
ekstraversi ini adalah untuk meningkatkan kedudukan sosialnya dan nilai
dalam produktivitasnya dalam meraih apa yang diinginkan. Individu
ekstrovert ini sangat berambisi, pekerja keras, dan kompetitif. Tujuan
hidupnya adalah keinginan yang sangat untuk dapat berusaha sekeras
mungkin dalam meraih semua yang dicita-citakannya. Kebalikan dari individu
tipe ekstrovert yang ambisius, individu tipe introvert cenderung memiliki
perilaku yang unambitious. Individu tipe introvert akan menempatkan nilai
harapan kecil dalam performansinya yang kompetitif, cenderung malu-malu,
tak mempunyai tujuan. Kecenderuangn tersebut dapat terjadi karena perasaan
asing terhadap tujuan demi kekuasaan sosial, atau bahkan tidak memiliki
identitas diri dan visi yang jelas untuk masa depannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, menurut Jung (1953), aspek
tipe kepribadian ekstrovert individu dibagi menjadi tiga, yaitu aspek minat, aspek
perhatian, dan aspek tindakan. Tiga aspek tipe kepribadian ekstrovert yang
dikemukakan oleh Jung tersebut, diperdalam oleh Eysenck (1992), yang lebih
menekankan pada beragam sifat/ karakteristik yang dibawa oleh tipe kepribadian
ekstrovert-introvert, pada tipe kepribadian ekstrovert, aspek-aspek yang
ditegakkan yaitu aspek aktif yang menjelaskan bahwa individu dengan
kepribadian ekstrovert akan selalu mencari kesibukan dan kegiatan, aspek sosial
yang menekankan kemampuan individu ekstrovert dalam bersosialisasi, aspek
asertif yang memastikan agar daya otonomi terhadap dirinya dapat berjalan
optimal, aspek ekspresif yang cenderung untuk melepaskan emosinya dengan
bebas, aspek dogmatis yang memiliki kecenderungan dalam menyatakan opini
secara arogan, aspek agresi yang menyatakan dimana individu dengan tipe
kepribadian ekstrovert cenderung sulit untuk mengendalikan ledakan
emosionalnya, dan aspek ambisius yang bertujuan meningkatkan kedudukan
sosialnya dan nilai dalam produktiivtasnya dalam meraih apa yang diinginkan.
Melalui perkembangan dan pendalaman yang telah dilakukan, peneliti
memutuskan untuk menggunakan tujuh aspek yang ditegakkan oleh Eysenck, dkk
(1992), yang dirujuk melalui tiga aspek tipe kepribadian ekstrovert yang diusung
terlebih dahulu oleh Jung (1953).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3. Tipe-tipe fungsi psikologi tipe kepribadian ekstrovert
Menurut Jung (1953), setiap orang dapat didiferensiasikan dengan lebih
luas, tidak hanya melalui perbedaan umum ekstrovert-introvert saja, tetapi juga
melalui fungsi dasar psikologis individual. Ada empat macam fungsi dasar
psikologis, yaitu pikiran (thinking), perasaan (feeling), pengindera (sensation),
dan intuisi (intuition). Setiap fungsi ini dapat berperan sebagai tipe kepribadian
ekstovert ataupun introvert tergantung hubungan yang nanti tercipta dengan
objeknya. Kolaborasi antara empat fungsi jiwa dengan tipe kepribadian
ekstrovert-introvert akan membentuk delapan tipe, yaitu pemikir ekstrovert,
perasa ekstrovert, pendria ekstrovert, intuitif ekstrovert, pemikir introvert, perasa
introvert, pendria introvert, dan intuitif introvert. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Pemikir ekstrovert
Tipe pemikir adalah tipe yang dimiliki individu yang dalam sebagian
besar masa hidupnya sering bergantung dari refleksi kognitif, sehingga
disetiap aksi penting yang dikeluarkan merupakan hasil dari motif-motif yang
dipertimbangkan secara intelektual. Sebagai hasil dari sikap ekstravert,
individu tipe ini selalu menggunakan fungsi intelektualnya dalam setiap
pengambilan keputusan, yang mana keputusan akhirnya selalu terarah pada
data objektif maupun ide-ide yang menurutnya sudah valid. Ciri-ciri yang
dimiliki adalah sebagai berikut:
1) Keputusan yang diambilnya ditentukan tidak semata-mata untuk dirinya
sendiri, tetapi juga bagi teman-teman atau lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
2) Keputusannya berdasar pada formula intelektual yang telah terbentuk dan
menghasilkan keyakinan, yaitu semua benar bila sesuai dengan
pemikirannya dan semua salah bila tidak sesuai dengan pemikirannya.
3) Tipe ini cocok untuk menjadi seorang reformator dalam permasalahan
publik, penyuluh masyarakat, dan inovator.
b. Perasa ekstrovert
Fungsi perasaan memberikan kepada individu pengalaman-
pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan, ketakutan, kegembiraan,
kesedihan, cinta, dan kebencian. Perasaan dalam pendirian ekstrovert terarah
pada data objektif, sehingga hal-hal diluar dirinya merupakan penentu penting
dalam proses ini. Ciri-ciri yang dibawa oleh tipe ini adalah:
1) Meski individu selalu mengarahkan perasaannya pada objektivitas,
individu tetap dapat memiliki perasaan pribadi mengenai apa yang dirasa,
hanya keputusan akhir nanti tetap berfokus pada lingkungannya.
2) Individu tipe ini akan menggunakan perasaan ekstrovertnya untuk
merasakan hal-hal yang positif mengenai lingkungannya dan ditunjukkan
dengan perilaku, misal pergi ke acara konser, teater, dan peragaan busana.
3) Mengadakan tekanan pada proses pikirnya, karena pikiran adalah fungsi
psikis yang paling mengganggu individu ini dalam merasa.
4) Sering ditemukan pada kaum wanita karena fokusnya yang lebih
menegakkan afeksi daripada kognisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
c. Pengindera ekstrovert
Fungsi pengindera adalah fungsi perseptual yang menghasilkan fakta-
fakta konkret, sehingga individu akan melihat suatu hal semata-mata seperti
apa adanya, sesuai dengan realitas yang ada. Tentu saja, sebagai tipe
ekstrovert, pendriaan yang dilakukan dikondisikan oleh objek yang berada
diluar diri individu. Ciri-ciri yang dibawa oleh tipe ini adalah:
1) Pemahaman individu mengenai objeknya dikembangkan secara tidak
biasa, akumulasi dari pengalaman pribadinya yang actual dengan obek
konkret yang diamati.
2) Pemahamannya menjadi tidak masuk akal karena individu tersebut
menjadi subjek dalam pengindraan irasional dan sikap rasionalnya.
3) Tujuan hidupnya adalah mewujudkan kesenangannya tetapi juga
mengedepankan moralitas.
d. Intuitif ekstrovert
Fungsi intuisi adalah fungsi persepsi yang bekerja melalui proses-
proses tak sadar dan di bawah ambang kesadaran yang dapat melampaui
fakta-fakta, perasaan-perasaan, dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.
Sesuai dengan sikap ekstrovert, maka intuisi adalah fungsi psikis yang proses
persepsinya di bawah kesadaran dan sepenuhnya terarah pada objek di luar
diri individu. Dalam kesadaran, fungsi intuitif ditunjukkan melalui sikap
ekspektasi tertentu, yaitu dengan imajinasi mengenai masa depan (vision)
yang tajam dan perseptif dimana hanya bisa dibuktikan di kemudian hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Ciri-ciri yang diusung oleh tipe ini adalah:
1) Individu dengan tipe intuitif ekstrovert ini selalu dinamis dan selalu
muncul ketika ada peluang-peluang atau kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi.
2) Tidak pernah ingin stabil dalam posisi atau keadaan tertentu
3) Aspek moral yang dimiliki tidak didapat dari perasaan/ pemikirannya,
tetapi individu mempunyai sendiri karakteristik moralnya, yang terdiri
dari pandangan intuitifnya yang setia terhadap lingkungannya dan sikap
tunduknya terhadap otoritas.
4) Selalu siap untuk memperluas kemampuannya di bidang apapun, sehingga
individu pernah atau sedang menggeluti berbagai profesi. Namun individu
pada tipe ini tidak begitu profesional dalam bidang sosial.
e. Pemikir introvert
Pikiran individu introvert sangat diarahkan oleh faktor subjektif, atau
setidaknya faktor subjektif ini diwakili oleh arahan dari perasaan subjektif,
dimana pada akhirnya akan menentukan keputusan yang akan diambil. Pikiran
subjektif ini dapat berasal dari faktor yang konkret atau abstrak, namun poin
yang menentukan akan selalu diarahkan oleh data subjektif, oleh karena itu
pemikiran ini tidak mengarah dari pengalaman konkret yang kembali lagi
menuju hal-hal yang objektif, akan tetapi akan selalu tertuju pada konten
subjektivitas. Selain itu, tujuannya tidak pernah bersentuhan dengan
intelektualitas yang memproses hal konkret dan aktual. Tujuannya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
untuk membenarkan bahwa fakta yang ada sudah sesuai dan memenuhi
dengan kerangka ide yang diciptakan.
f. Perasa introvert
Perasa introvert sangat ditentukan oleh faktor subjektif. Fakta objektif
dipandang hanya sebagai pelengkap yang muncul setelah intensitas pengaruh
dari dalam diri individu, jadi bila diamati, perasa introvert sangat identik
dengan pemikir introvert, hanya saja perasa introvert lebih menggunakan
perasaannya, sedangkan pemikir introvert lebih condong pada buah pikiran/
ide yang dihasilkan. Perasaan yang dimiliki cenderung diperdalam (intensif)
daripada diluaskan (ekstensif), individu ini mengembangkan perasaannya
hingga lubuk yang terdalam. Contohnya, dimana ada suatu peristiwaa yang
dapat saja membuat individu mengekspresikan rasa simpatinya secara
ekstensif kedalam tindakan ataupun ucapan, individu dengan tipe ini akan
cepat menghilangkan pengaruh ini kedalam rasa simpati yang intensif ke
lubuk perasaannya yang terdalam dan tidak mengekspresikannya.
g. Intuitif introvert
Individu tipe intuitif introvert, fungsi psikologisnya diarahkan pada
objek yang ada didalam dirinya (inner object), dimana biasanya berhubungan
dengan elemen bawah kesadaran. Individu pada tipe ini memfokuskan dirinya
pada penilaian tentang pandangan pribadinya. Individu ini tidak begitu
merepotkan mengenai nilai estetika yang dimiliki dan bisa dikatakan sangat
parah dalam hal moral yang muncul berasal dari pemaknaan intrinsiknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Individu dengan tipe ini dapat beradaptasi dengan dirinya sendiri dan mampu
memaknai sebuah peristiwa, namun tidak mampu beradaptasi dengan realitas
pada masa kini yang aktual, sehingga ini menghalangi dirinya sendiri untuk
terpengaruh dari berbagai macam realitas yang ada dan cenderung menjadi
sosok yang tidak masuk akal.
h. Pengindera introvert
Tipe pengindera sangat bergantung pada pengindraan/ sensasi yang
ditangkap oleh panca indera individu. Tipe ini juga memiliki faktor subjektif
yang memberikan kontribusi pada pembawaan subjektif untuk mengatasi
stimulus objektif. Akan tetapi sensasi tetaplah sensasi, kekuasaan faktor
subjektif terkadang mendapat suatu gencetan yang sempurna dari pengaruh
objek, meskipun demikian tetap saja sensasi itu akan menjadi persepsi dari
faktor subjektif dan pengaruh dari objek akan tenggelam ke tingkat stimulator
saja. Secara normal, objek yang tampak bukannya diperkecil pengaruhnya
hingga akhirnya tak ada dalam kesadaran individu, namun stimulus objek ini
dihapus dari proses ini, karena segera digantikan oleh reaksi subjektif yang
tidak lagi berhubungan dengan realitas yang dimiliki objek.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, menurut Jung (1953)
setiap orang dapat didiferensiasikan dengan lebih luas, tidak hanya melalui
perbedaan umum ekstrovert-introvert saja, tetapi juga melalui fungsi dasar
psikologis individual. Ada empat macam fungsi dasar psikologis, yaitu pikiran
(thinking), perasaan (feeling), pengindraan (sensation), dan intuisi (intuition).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Kolaborasi antara empat fungsi jiwa dengan tipe kepribadian ekstrovert-introvert
akan membentuk delapan tipe, yaitu pemikir ekstrovert, perasa ekstrovert,
pengindera ekstrovert, intuitif ekstrovert, pemikir introvert, perasa introvert,
pengindera introvert, dan intuitif introvert. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
melakukan pengamatan dan pengukuran pada tipe kepribadian ekstrovert, maka
peneliti lebih berfokus pada tipe fungsi pada sikap ekstrovert, yaitu pemikir
ekstrovert, perasa ekstrovert, pendria ekstrovert, dan intuitif ekstrovert, namun
tanpa menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan munculnya tipe-tipe fungsi dari
sikap introvert.
D. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert
dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya
1. Hubungan antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert dengan
subjective well-being pada dewasa madya
Masa dewasa madya adalah masa yang dianggap paling menakutkan
dibanding seluruh jenjang periode lain yang dialami individu. Hal ini terjadi
karena adanya anggapan yang tidak menyenangkan mengenai jenjang usia ini,
yaitu mengenai penurunan kondisi fisik dan juga mental, sehingga cepat atau
lambat individu harus melakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahan-
perubahan yang dialami, agar supaya siap menyongsong masa lanjut usia
dikemudiannya (Hurlock, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Masa dewasa madya memang merupakan masa yang menakutkan, akan
tetapi pada masa ini pula individu mendapatkan masa puncak kepuasan hidupnya.
Kepuasan hidup ini, menurut Veenhoven (dalam Dockery, 2000), ditandai dengan
mempunyai kehidupan penikahan yang sehat dan kehidupan karir yang mantap.
Pencapaian optimal dan ideal dari kedua hal tersebut akan menimbulkan
kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Setiap individu, secara subjektif,
memaknai kepuasan dan kebahagiaan yang dialami dengan berbeda-beda. Konsep
kepuasan secara luas dan dirasakan sebagai akumulasi dari perasaan yang dialami
di sepanjang masa kehidupannya disebut subjective well-being.
Menurut Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008), subjective well-being
adalah hasil daya kognitif dalam memberikan evaluasi bahwa individu memiliki
kehidupan yang bagus/ layak dan hasil aspek afeksi yaitu perasaan bahagia yang
menurut individu sering dirasakan dalam setiap waktunya. Diener (2005) juga
menyatakan bahwa subjective well being merupakan konsep yang luas, meliputi
afek positif mengenai pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat afek
negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi. Menurut Mroczek and Kolarz (dalam
Ehrlich dan Isaacowitz, 2002), pada masa dewasa madya ini individu cenderung
mempunyai afek positif yang lebih tinggi dan memiliki level afek negatif yang
cenderung lebih rendah, sehingga kebahagiaan hidup pun dapat tercapai. Ruch
(dalam Raskin, 2008) menyatakan bahwa ada satu hal yang dimiliki individu dan
dapat menjadi kontributor yang sangat potensial dalam mencapai kebahagiaan
hidup (good life), yaitu sense of humor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sense of humor, menurut Martin (dalam Roeckelein, 2002), adalah
karakteristik yang merujuk pada perbedaan respons emosional individu dalam
konteks kegembiraan sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai
keganjilan yang lucu dan diekspresikan melalui senyuman dan tawa. Lefcourt
(dalam Snyder dan Lopez, 2002) menerangkan bahwa sense of humor adalah ciri
yang dimiliki seseorang, yang mendorong individu untuk tidak terlalu serius
dalam mengahadapi dirinya sendiri dan hal-hal lain yang ia alami. Kemampuan
ini membuat individu lebih santai dalam menghadapi permasalahan yang sedang
menekan dan membuat individu untuk lebih menikmati hidupnya.
Selain sense of humor yang berperan dalam kebahagiaan dan kepuasan
hidup individu, kepribadian yang dibawa juga turut menentukan perannya.
Santrock (1999) mengemukakan bahwa kepribadian yang mendukung dapat
membantu individu dalam meraih fungsi psikologis yang positif, sehingga
individu mampu untuk memberikan makna yang positif mengenai hidupnya.
Jung (1991) menyatakan bahwa kepribadian (psyche) memiliki sebuah
sistem penilaian yang secara luar biasa berkembang dengan baik, nilai tersebut
sering dianggap sebagai energi yang keluar. Melalui pandangan energi yang
mengalir ini, dibedakan dua tipe kepribadian yang didasarkan pada kemana
energi/ libido dalam dirinya akan mengarah, dan ini akan menentukan tipe mana
yang dimiliki oleh individu tersebut, kedua tipe tersebut adalah tipe ekstrovert dan
introvert. Individu dengan tipe introvert adalah individu yang terfokus pada dunia
subjektifnya, yang orientasi libidonya tertuju dalam dirinya sendiri, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
individu dengan tipe ekstrovert adalah individu yang terfokus pada dunia
objektifnya, orientasi utamanya tertuju keluar sehingga baik pikiran, perasaan,
maupun tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan
sosial maupun lingkungan non-sosial.
Menurut Suryabrata (2005), penyesuaian individu dengan kepribadian
ekstrovert terhadap dunia luar berlangsung dengan baik dan mempunyai ciri-ciri
hatinya terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain lancar,
sedangkan penyesuaian individu dengan kepribadian introvert terhadap dunia luar
kurang berlangsung dengan baik, individu dengan kepribadian introvert
mempunyai ciri-ciri jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan
orang lain, dan kurang dapat menarik perhatian orang lain.
Uraian diatas menunjukkan bahwa masa dewasa madya, selain menjadi
masa krisis, merupakan masa puncak kepuasan hidupnya baik dalam hal karir
maupun dalam membina keluarga. Istilah yang lebih luas mengenai kepuasan
hidup sebagai perasaan yang dirasakan individu pada sepanjang masa hidupnya
adalah subjective well-being. Subjective well-being merupakan keadaan yang
dicapai saat individu menilai bahwa kebahagiaan merupakan hal yang dirasakan
dalam totalitas waktu hidupnya. Sense of humor sebagai karakter individu yang
dinilai dapat meningkatakan kegembiraan, merupakan potensi yang dirasa mampu
agar individu dapai mencapai keadaan subjective well-being. Selain sense of
humor, individu juga dapat merasakan kebahagiaan hidup karena kepribadian
yang dibawanya, terutama bila kepribadian yang dimiliki selain mampu berfungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
secara baik dengan dunia intrapersonal, juga mampu melakukan fungsinya
dengan baik terhadap dunia interpersonalnya, yaitu lingkungan sekitarnya. Tipe
kepribadain ekstrovert merupakan tipe yang mengarahkan individu untuk
berinteraksi secara positif dengan dunia disekelilingnya sehingga penyesuaian
dirinya terhadap dunia luar berlangsung dengan baik. Melalui karakter sense of
humor yang dimiliki dan kepribadian ekstrovert sebagai pembawaannya, individu
dapat mampu untuk mengevaluasi hidupnya menjadi lebih positif dan tak tertutup
bagi individu untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam masa rentang
kehidupannya, atau keadaan ini sering disebut dengan subjective well-being.
2. Hubungan antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa
madya
Sense of humor merupakan karakter individu yang paling penting, yang
dirancang untuk membuat individu tak gentar dalam menjalani kehidupannya
sehingga dapat meraih keutuhan hidup, karena sense of humor yang dimiliki
individu merupakan bahan bakar yang dapat mengaktifkan hasrat dalam bermain,
sehingga individu mampu untuk menikmati permainan-permainan atau tantangan-
tantangan yang disuguhkan oleh kehidupan. Melalui sense of humor pula individu
dapat mengambil makna positif atas pengalaman pahit dan negatif yang
dihadapinya (Ruocco, 2007).
Sependapat dengan pernyataan Ruocco, Ruch (dalam Raskin, 2008)
menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang sangat potensial,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
yang dimiliki individu, dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life). Bagi
Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008), istilah yang cocok untuk
menggambarkan kebahagiaan manusia secara utuh (overall happiness) adalah
subjective well-being.
Diener (2009d) menyatakan bahwa subjective well-being akan terpenuhi
bila afek positif muncul dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada frekuensi
kemunculan afek negatif, sehingga keadaan ini dapat memberikan perasaan
nyaman dan riang (joyful). Selain itu subjective well-being juga diiringi dengan
pemaknaan postif individu akan hidupnya, yaitu apabila individu dapat mencapai
tujuannya dan merasa puas maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula
sehingga subjective well-being akan terpenuhi.
Keadaan puas yang dikemukakan oleh Diener seolah memiliki keterkaitan
dengan karakter dari sense of humor. Kartono (2005) menjelaskan mengenai
pentingnya seseorang untuk memiliki kesadaran akan humor. Kesadaran akan
humor merupakan kemampuan untuk mengerti sifat-sifat yang bertentangan dan
menerima keterbatasan dari diri sendiri dan manusia lain, disertai oleh perasaan-
perasaan lembut. Apabila individu dapat menerima dirinya sendiri dan
lingkungannya berserta kekurangan-kekurangannya dengan tangan terbuka,
kepuasan hidup atau bahkan subjective well-being pun sangat mungkin untuk
dapat tercapai.
Berdasarkan uraian di atas terlihat pentingnya karakter sense of humor
yang dimiliki individu untuk menghadapi tantangan-tantangan dan permasalahan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
permasalahan hidup, namun tetap dalam suasana yang menyenangkan. Selain itu
sense of humor merupakan kemampuan yang sangat berguna, yang dimiliki oleh
individu, untuk dapat menyadarkan dan menerima dengan lapang dada mengenai
kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri individu sendiri atau lingkungannya.
Hal tersebut penting untuk mengembangkan kepuasan akan hidupnya dan
menaikkan level afek positif melalui kegembiraan yang dihasilakan, sehingga
individu dapat meraih keadaan subjective well-being nya.
3. Hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being
pada dewasa madya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masa dewasa madya adalah
masa transisi yang dapat disebut masa krisis, namun pada masa ini pulalah
individu mencapai puncak kejayaan dan mencapai kepuasan hidupnya. Staudinger
dan Bluck (dalam Lachman, 2001), menyatakan bahwa pada masa madya ini,
individu diharapkan dapat mencapai kemantapan dalam keluarga yang selama ini
telah dibina, mendapatkan arah yang jelas dan mencapai masa puncak dalam
berkarir, dan dapat secara bijak memangku tanggung jawab atas anak-anak,
orangtua yang telah lanjut, dan tanggung jawab dalam komunitasnya.
Pernyataan Staudinger dan Bluck tersebut juga menyatakan bahwa dalam
masa dewasa madya, individu juga diharapkan untuk mencapai kemantapan
dalam bersosialisasi. Pencapaian dalam hal bersosialisasi ini dapat mudah tercapai
pada individu yang memiliki kepribadian yang terbuka dalam melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
hubungan interpersonal terhadap lingkungan sekitarnya, karakter ini seperti yang
dijunjung oleh tipe kepribadian ekstrovert. Arndt (1974) menjelaskan bahwa tipe
ekstrovert adalah suatu tipe yang mengarahkan individu untuk berorientasi secara
positif kepada dunia disekelilingnya dan individu pada tipe ini menemukan suatu
kepuasan terbesar apabila individu tersebut berinteraksi dengan dunia objektifnya
dan orang lain disekitarnya.
Diener dan Suh (2000) juga menegaskan bahwa kehidupan bersosialisasi
dengan lingkungan atau ikut serta dalam suatu komunitas merupakan satu hal
yang diperlukan bagi individu untuk mendapat tingkat komponen kognitif yang
diharapkan dalam mencapai subjective well-being. Komponen kognitif yang
diharapkan tersebut adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek
kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang
memberikannya kepuasan hidup.
Berdasarkan uraian di atas, pada umumnya individu pada masa dewasa
madya, selain meraih kepuasan hidup melalui kesuksesan karir dan mebina
keluarga, juga melalui kesuksesannya dalam bersosialisasi dalam komunitasnya.
Ada satu tipe kepribadian yang dimiliki individu yang dapat mendukung dan
memudahkannya untuk mencapai kesuksesan dalam bersosialisasi, kepribadian
itu adalah tipe kepribadian ekstrovert. Individu dengan kepribadian ekstrovert
memiliki penyesuaian diri terhadap dunia luar dengan baik. Kelebihan ini yang
memungkinkan individu dengan kepribadian ini untuk dapat meraih kepuasan
hidupnya dan bahkan subjective well-being nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
E. Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe
Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being
pada Dewasa Madya
Keterangan
Anak panah biru : Hipotesis 1
Anak panah merah : Hipotesis 2
Anak panah hitam : Hipotesisi 3
F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian
ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya.
2. Ada hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being
pada dewasa madya.
3. Ada hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective
well-being pada dewasa madya.
Subjective Well-beingpada Dewasa Madya
Sense of humor
Tipe Kepribadian Ekstrovert
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Kriterium : Subjective well-being
2. Variabel Prediktor : a. Sense of humor
: b. Tipe kepribadian ekstrovet
B. Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Subjective well-being
Subjective well-being adalah keadaan yang dialami individu sebagai hasil
evaluasi afektif dan kognitifnya, yaitu keadaan lebih seringnya merasakan afek positif
daripada afek negatif sebagai hasil evaluasi afektifnya dan mendapatkan kepuasan
hidup baik pada periode masa lalu, masa sekarang, maupun kepuasan pada
pengharapannya di masa depan, dan juga kepuasan terhadap ranah di kehidupannya
(demografis), sebagai hasil evaluasi kognitifnya. Tingkat subjective well-being dalam
penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan Skala Subjective Well-being yang
disusun berdasar komponen subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener,
dkk. (1999). Menurut Diener, dkk. (1999) komponen-komponen tersebut terdiri atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
komponen afek positif, afek negatif, kepuasan hidup secara global, dan kepuasan
dalam ranah kehidupan. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh maka akan
menunjukan semakin tinggi level subjective well-being yang dimiliki individu,
sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh maka akan menunjukkan
semakin rendah level subjective well-being nya.
2. Sense of humor
Sense of humor adalah karakteristik yang merujuk pada fenomena konteks
sosial dalam mengapresiasi stimulus humor, sehingga dapat menimbulkan
kenikmatan emosional yang dapat diekspresikan melalui tawa/senyuman, dan juga
dalam memproduksi humor, yaitu individu mampu untuk menghasilkan hal-hal
jenaka yang didapat dari informasi-informasi disekitarnya sebagai hasil proses daya
kognitif perseptual yang dimiliki. Sense of humor dalam penelitian ini akan diungkap
dengan menggunakan Skala Sense of Humor yang disusun berdasar aspek sense of
humor yang dikemukakan oleh Martin (2007), merupakan pendalaman dari aspek-
aspek yang dikemukanan oleh Eysenck (1998).
Martin (2007) mengemukakan empat aspek dalam proses sense of humor,
yaitu aspek kognitif-perseptual, aspek respons emosional, aspek ekspresi vokal-
behavioral, dan aspek konteks sosial. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh,
maka akan menunjukan semakin tinggi tingkat sense of humor yang dimiliki individu,
sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh maka akan menunjukan
semakin rendah tingkat sense of humor nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
3. Tipe kepribadian ekstrovert
Kepribadian ekstrovert adalah tipe kepribadian yang mengarahkan minat,
perhatian, dan tindakan individu untuk berorientasi secara positif terhadap dunia
sekelilingnya, sehingga terwujud pada karakter-karakternya yang khas, yaitu perilaku
yang aktif, mudah untuk bersosialisasi, asertif, ekspresif, dogmatis, agresif, dan
penuh ambisi. Kepribadian ekstrovert dalam penelitian ini akan diungkap dengan
menggunakan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang disusun berdasar aspek
kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1992).
Aspek-aspek yang ditegakkan yaitu aspek aktif, aspek sosial, aspek asertif,
aspek ekspresif, aspek dogmatis, aspek agresi, dan aspek ambisius. Semakin tinggi
skor skala yang diperoleh maka akan menunjukan semakin tinggi tingkat ekstraversi
yang dimiliki individu, sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh maka
akan menunjukan semakin rendah tingkat ekstraversi nya.
C. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Divisi
Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta yang terletak di Kotabaru, yang memiliki
karyawan berusia dewasa madya sebanyak 97 jiwa dengan ciri-ciri berusia 40-60
tahun, pria dan wanita, dan telah berkeluarga. Peneliti tidak mencermati mengenai
pengaruh jenis kelamin, baik pria maupun wanita, karena menurut Diener (2009d),
perbedaan yang dihasilkan melalui perbandingan level subjective well-being antara
pria dan wanita masih terlalu kecil, yaitu dengan r sebesar 0,04, sehingga dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
penelitian ini tidak bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat subjective well-being
tersebut baik pada wanita maupun pria.
Peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di PT Telkom karena PT
Telkom mengedepankan visi yang sesuai dengan penelitian subjective well-being,
khususnya dalam hal mengembangkan afek positif karyawannya. Visi PT Telkom
secara umum adalah ingin menyentuh para customer dari hati ke hati, maka dari itu
PT Telkom menetapkan lima nilai yang menuntun perilaku pegawai-pegawainya
dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer, yaitu heart, assured, progressive,
empowering,dan expertise, atau sering disingkat dengan sebutan HAPEE.
Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Distel Jogjakarta
yang terletak di Kotabaru, yang dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti yang
menganggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam diri subjek dan
sesuai dengan kriteria yang sebelumnya telah ditentukan. Peneliti menggunakan studi
populasi karena mempertimbangkan jumlah populasi yang tidak begitu besar, dengan
demikian untuk try out, peneliti menggunakan 42 karyawan di kantor Telkom Plasa
Kabupaten Sleman yang diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
secara purposive sampling, dan menggunakan keseluruhan 97 karyawan kantor
Telkom Distel yang terletak di Kotabaru sebagai populasi yang digunakan untuk
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga jenis skala sikap yang dibuat oleh peneliti
sendiri, yaitu Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor, dan Skala Tipe
Kepribadian Ekstrovert. Skala yang digunakan berpedoman pada skala Likert yang
telah dimodifikasi. Tiap skala memiliki keterangan jawaban yang berbeda.
Penyusunan aitem-aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi aitem favorable dan
unfavorable yang dibuat dalam empat jawaban.
1. Skala Subjective Well-being
Skala subjective well-being ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
empat komponen yang dikemukakan oleh Diener (1999), yaitu aspek afek positif,
afek negatif, kepuasan hidup secara global, dan kepuasan dalam ranah kehidupan.
Penjelasannya sebagai berikut:
a. Afek positif
Afek positif adalah suatu kondisi yang didapat saat individu merasa
bahwa dirinya dalam keadaan yang baik/ positif. Kebahagiaan seutuhnya/
subjective well-being tidak didapatkan melalui kuatnya intensitas afek positif
yang dialami oleh individu, namun lebih ditekankan pada frekuensi seringnya
individu merasakan dan mengalami afek potif tersebut. Selain itu afek positif
dapat memberikan sebuah motivator dan ganjaran (reward) internal yang
dapat meningkatkan kemungkinan individu untuk melanjutkan usahanya
dalam meraih harapan yang ingin dicapai.
b. Afek negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Saat hubungan antara afek negatif dan positif menjadi perdebatan,
Bradburn dan Caplovitz (dalam Diener, dkk., 1999) berpendapat bahwa afek
positif dan afek negatif merupakan dua hal yang independen sehingga harus
diukur secara terpisah. Hal ini juga dibenarkan oleh Diener, Smith, dan Fujita
(dalam Diener, dkk., 1999) dengan penelitiannya yang menggunakan
pengukuran multimetode untuk mengontrol kesalahan dalam mengukur kerja
kedua afek ini. Penelitian ini menghasilkan suatu penemuan bahwa kedua
komponen afek positif dan negatif ini memang memiliki hubungan yang
bertolak belakang secara moderat, namun memiliki hubungan yang terpisah
secara lebih jelas.
Afek negatif merupakan suatu kondisi yang diperoleh saat individu
merasa bahwa dirinya berada dalam kondisi yang negatif yang membuatnya
tidak nyaman. Hal ini dapat dirasakan individu saat mengalami suatu
peristiwa yang membuatnya pesimis dan sulit memaknai hal-hal positif yang
ada dalam diri dan lingkungan sekitarnya.
c. Kepuasan hidup
Komponen kepuasan hidup ini menekankan bahwa subjective well-
being diidentifikasi dengan sikap bersahabat individu terhadap kehidupannya
secara keseluruhan. Ini meliputi penerimaan individu terhadap apa yang telah
dicapai pada masa lalu, puas dan menghargai apa yang telah didapat pada
masa sekarang, dan memiliki pandangan positif akan apa yang terjadi pada
masa depannya. Tidak seperti komponen afek yang didapat melalui kuantitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
peristiwa positif yang dialaminya, komponen kepuasan hidup didapat melalui
kualitas hidup individu yang diambil berdasarkan evaluasi hidupnya secara
keseluruhan.
d. Kepuasan dalam Ranah Kehidupan
Melalui pertimbangan bahwa kepuasan hidup juga dipengaruhi oleh
kepuasan individu berdasarkan ranah-ranah kehidupannya, maka Diener, dkk.
(1999) menambahkan satu komponen lagi dalam subjective well-being, yaitu
kepuasan hidup dalam ranah kehidupan (domain satisfaction). Kepuasan
domain ini menekankan fokusnya pada beberapa aspek spesifik dalam
kehidupan seperti kepuasan dalam pekerjaan, dalam pernikahan, kesehatan,
pendapatan, adanya waktu luang, kepuasan terhadap diri sendiri, dan
kepuasan dalam berkelompok.
Perlu diperhatikan bahwa dalam subjective well-being, komponen afek
negatif merupakan komponen yang kontra terhadap komponen yang lain dan
subjective well-being itu sendiri. Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa
subjective well-being merupakan kondisi lebih seringnya individu merasakan afek
positif daripada afek negatifnya. Penskoran komponen afek ini dijelaskan Pavot
(dalam Eid dan Larsen, 2008) dengan menyatakan bahwa skor mengenai kondisi
afek yang dirasakan individu didapat dari jumlah total skor afek positif dikurangi
afek negatif. Melalui penjelasan itulah peneliti, dalam penskoran, akan
menggunakan formula subjective well-being dari Libran (2006), yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dikembangkannya dari teori Diener, dkk. (1999) dan Pavot (dalam Eid dan
Larsen, 2008). Formula tersebut adalah:
SWB = SWL + (PA - NA)
Keterangan:
SWB : Subjective Well-being
SWL : Kepuasan hidup (gabungan antara kepuasan ranah kehidupan dan
kepuasan hidup secara global)
PA : Afek positif
NA : Afek negatif
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 27 aitem
favorable dan 9 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Subjective Well-being
sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Blueprint Skala Subjective Well-being
No Komponen Indikator Perilaku Favorable Unfavorable Total
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
1. Afek positif a. Kerianganb. Rasa suka citac. Kepuasand. Harga dirie. Rasa kasih sayangf. Kebahagiaang. Kegembiraan yang
sangat
12,74,89131517
9
2. Afek negatif a. Bersalah dan malub. Kesedihanc. Kecemasan dan
kekhawatirand. Kemarahane. Tekananf. Depresig. Kedengkian
3,105
6,1112141618
9
3. Kepuasan hidup secara global
a. Hasrat untuk mengubah hidup
b. Kepuasan pada kehidupan saat ini
c. Kepuasan pada kehidupan masa lalu
d. Kepuasan pada kehidupan masa depan kelak
e. Pendapat orang-orang terdekat mengenai hidupnya
19
22
25
34
21
27
28
29
23
9
4. Kepuasan dalam ranah kehidupan
a. Pekerjaanb. Keluargac. Waktu luangd. Kesehatane. Keuanganf. Selfg. One’s group
2026
3032
36
313335
24
9
Total 27 9 36
2. Skala Sense of Humor
Peneliti memutuskan untuk menggunakan empat aspek yang digunakan
oleh Martin (2007) dalam skala yang akan digunakan untuk mengukur sense of
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
humor. Empat aspek tersebut hasil pendalamannya yang berasal dari tiga aspek
sense of humor yang diusung terlebih dahulu oleh Eysenck (1998). Empat aspek
yang ditegakkan oleh Martin adalah sebagai berikut:
a. Aspek kognitif-perseptual
Aspek ini menekankan fokusnya pada sense of humor yang merupakan
hasil dari proses kognisi atau sistem mental, sehingga individu akan mampu
mengapresiasi dan memproduksi humor. Beberapa hal yang ditekankan pada
aspek ini adalah mengenai keganjilan, kekontrasan, dan keterkecohan individu
dalam meraih stimulus humor. Pada saat munculnya stimulus humor, individu
sebagai observer akan mengerahkan sejumlah energi mental untuk
menantikan kejadian sesuai apa yang diharapkan, ketika yang disangka
sebelumnya ternyata tidak terjadi, akhirnya energi mental yang terkumpul
dikeluarkan sebagai tawa.
b. Aspek respons emosional
Aspek ini menekankan bahwa sense of humor memiliki keterlibatan
dengan komponen yang memunculkan sebuah kenikmatan respons emosional
bagi individu. Melalui sense of humor, individu juga dapat merasakan emosi
positif walaupun dirinya dalam keadaan tertekan dan panik. Ini terjadi karena
sense of humor yang dimiliki individu mampu untuk memodifikasi perspektif
dalam situasi negatif tersebut, sehingga memperkenankan individu untuk
menghindar dalam mengalami afek negatif di situasi ini.
c. Aspek ekspresi vokal-behavioral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Setiap individu menangkap informasi yang diartikan sebagai sesuatu
yang lucu, individu dapat secara bebas mengekspresikannya denga tawa.
Aspek ini sangat berhubungan dengan aspek sense of humor dalam kaitannya
dengan konteks sosial, karena ekspresi yang dibebaskan individu berasal dari
luar dirinya atau lingkungannya. Tawa yang dilepaskan, bukan hanya keadaan
gembira yang diungkapkan oleh indivu yang bersangkutan saja, namun juga
membujuk lingkungannya untuk mengalami situasi atau keadaan positif yang
sedang dialaminya, sehingga kegembiraan akan menular ke lingkungannya.
d. Aspek dalam konteks sosial
Aspek ini berfokus pada dasar bahwa sense of humor merupakan
kemampuan individu untuk bersosilasi dengan lingkungannya dengan cara
yang menyenangkan. Individu dapat merasa gembira karena humor yang
diingat dan melalui bacaan saat individu itu sedang sendiri, akan tetapi ini
tetap disebut fenomena sosial karena individu merespons humor yang
diangkat oleh karakter dalam ingatan atau buku yang dibaca. Aspek
interpersonal ini diartikan merupakan studi mengenai bagaimana pendapat,
perasaan, dan perilaku individu mengenai humor yang didapat atau
dipengaruhi oleh lingkungan atau orang lain disekitarnya.
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 18 aitem
favorable dan 18 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Sense of Humor
sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Tabel 2
Blueprint Skala Sense of Humor
No Aspek Indikator Perilaku Favorable Unfavorable Total
1. Daya kognitif-perseptual
a. Melalui pengamatan dan bacaan
b. Melibatkan ide yang tak terduga
c. Menanggapi hal dengan tidak serius
d. Memberikan apresiasi pada stimulus humor
1
16
17,30
33
6
9
21
26
9
2. Daya afektif/ responsemosional
a. Kebahagiaan dalam menghadapi humor
b. Meningkatkan suasana hatic. Pengalaman yang selalu
ingin diulangd. Gemar bersenang-senang
5
15
19
28
2
10
22
31,34
9
3. Daya ekspresi vokal-behavioral
a. Ekspresi dalam humor merupakan sikap yang penting
b. Tertawa (audible)c. Tertawa terbahak-bahak
(guffaw)
3
12,2023
8
11,2427,35
9
4. Daya konteks sosial a. Humor dalam bersosialisasi sehari-hari
b. Adaptasic. Menarik perhatiand. Menyerang
4,13
182936
7
142532
9
Total 18 18 36
3. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
Skala Kepribadian Ekstrovert ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
tujuh aspek yang dikemukakan oleh Eysenck, dkk. (1992), yaitu aspek aktif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
aspek sosial, aspek asertif, aspek ekspresif, aspek dogmatis, aspek agresi, dan
aspek ambisius. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Aspek perilaku aktif (active)
Pribadi yang ekstrovert adalah pribadi yang aktif, tidak bisa berdiam
diri, dinamis, dan enerjik. Individu dengan kepribadian ekstrovert akan selalu
bertindak penuh dengan semangat dan memiliki gaya berbicara yang cepat.
Individu dengan pribadi ekstrovert akan selalu dinamis dan enerjik. Sikap ini
menunjukkan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert sulit untuk
menekuni kegiatan yang bersifat pasif dan lebih menyukai pekerjaan yang
aktif seperti di lapangan.
b. Aspek kemampuan dalam bersosialisasi (sociable)
Individu yang memiliki tingkat ekstraversi yang tinggi memang
dikategorikan sebagai individu yang mampu bersosialisasi dengan baik dan
nyaman dengan orang disekitarnya. Aspek ini menekankan bahwa individu
dengan kecenderungan ekstrovert akan sangat menikmati berkumpul dan
bertemu dengan teman-temannya dan termotivasi dengan kuat untuk sering
melakukan berbagai macam interaksi sosial.
c. Aspek ketegasan (assertiveness)
Sikap asertif adalah sikap kepemimpinan natural/bawaan yang dimiliki
oleh indivdu. Sikap ini menjadikan individu bebas dan merdeka untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
mengungkapkan persetujuan atau keengganannya mengenai suatu hal
berdasarkan prinsip yang dipegang, jadi keputusan yang diambil bukan karena
tekanan atau mengikuti pihak lain. Sikap asertif ini akan membebaskan
individu untuk mengutakan pendapatnya sebagai wujud dari perilaku spontan
dan independen.
d. Aspek perilaku yang ekspresif (expressive)
Ekspresif merupakan sebuah istilah yang biasanya digunakan terkait
dengan tampilan wajah, suara dan gestur tubuh. Individu bertipe ekstrovert
cenderung untuk dapat melepaskan emosinya ke setiap perilaku, perkataan,
dan mimik wajahnya dengan bebas. Individu dengan tipe ekstrovert mudah
untuk ekspresif, karena pandangannya yang objektif ke lingkungannya.
e. Aspek dogmatis (dogmatic)
Individu dengan kecenderungan ekstraversi cenderung untuk memiliki
karakter yang dogmatis, suatu karakteristik kepribadian yang berhubungan
dengan sebuah kecenderungan untuk memiliki kebiasaan dalam menyatakan
opini secara arogan. Ini terjadi karena individu kurang mampu dalam
memikirkan/ merenungkan kembali fakta yang masih prematur yang diambil
dari fenomena yang muncul.
f. Aspek perilaku yang agresif (aggressive)
Agresivitas pada individu dengan tipe kepribadian ekstrovert terlihat
dari perilakunya yang penuh semangat dan antusias, besarnya usaha untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
menunjukkan penegasan diri, kecenderungan untuk mencapai dominasi sosial,
akan tetapi itu semua dilingkupi oleh tindakan yang kasar.
g. Aspek perilaku yang ambisius (ambitious)
Kemampuan dalam bersosialisasi dan perilaku ambisius merupakan
petunjuk dari adaptasi sosial dalam tipe kepribadian ekstrovert. Tujuan dari
perilaku ambisius dalam lingkup ekstraversi ini adalah untuk meningkatkan
kedudukan sosialnya dan nilai dalam produktivitasnya dalam meraih apa
yang diinginkan. Individu ekstrovert ini sangat berambisi, pekerja keras, dan
kompetitif.
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 35 butir, yang terdiri atas 18 aitem
favorable dan 17 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Kepribadian
Ekstrovert sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Blueprint Skala Kepribadian Ekstrovert
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
No Aspek Indikator Perilaku Favorable Unfavorable Total
1. Perilaku aktif a. Selalu mencari kesibukanb. Bertindak penuh
semangatc. Memiliki gaya berbicara
yang cepat
1
15,30
4
20
5
2. Kemampuan dalam bersosialisasi
a. Membutuhkan temanb. Menyukai tempat yang
ramaic. Memiliki teman yang
banyak dan beragam
228,33
9
19
5
3. Asertif a. Pemimpinb. Terbuka dengan tantanganc. Mengutarakan apa yang
dirasakan dan diinginkan
316
1018
31
5
4. Ekspresif a. Perilakub. Perkataanc. Gestur dan mimik wajah
826
142734
5
5. Dogmatis a. Menyatakan opini secara arogan
b. Memiliki keyakinan yang pasti
c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali
7
24
5
25
35
5
6. Agresif a. Menunjukkan penegasan diri
b. Mencapai dominasi sosialc. Mudah marah
12
17,32 1121
5
7. Ambisius a. Berambisib. Pekerja kerasc. Kompetitif
132329
6
22
5
Total 18 17 35
Model skala yang digunakan pada Skala Subjective Well-being adalah skala
Likert. Metode penskalaan ini menggunakan distribusi respons yang memiliki lima
kategori jawaban. Peneliti menggunakan dua jenis kategori jawaban, yaitu kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
jawaban dengan pilihan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) untuk mengukur komponen kepuasan hidup dan
kepuasan dalam ranah domain; dan kategori jawaban dengan pilihan Selalu (SL),
Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP) untuk
mengukur komponen afek positif dan afek negatif. Pemisahan dilakukan karena
adanya perbedaan penekanan subjective well-being terhadap komponen afek dan
komponen kepuasan hidup, yaitu individu dapat mencapai subjective well-being bila
kuantitas frekuensi afek positif lebih sering muncul daripada afek negatif, sedangkan
dalam hal kepuasan hidup, subjective well-being dapat dicapai bila individu
memberikan nilai tinggi terhadap kualitas hidup keseluruhannya secara global.
Skor responden pada skala secara keseluruhan diperoleh dengan cara
menjumlahkan skor pada tiap-tiap aitem. Skala Subjective Well-being ini
mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung).
Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai satu, sedangkan
skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima. Skor responden pada
skala secara keseluruhan diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada tiap-tiap
aitem yang merujuk pada formula yang dikembangkan oleh Libran (2006).
Sama seperti Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor yang
digunakan oleh peneliti juga merupakan skala model Likert yang menggunakan lima
kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala Sense of Humor dalam penelitian ini
mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Peneliti juga memilih model skala Likert dalam menyusun Skala Tipe
Kepribadian Ekstrovert. Model skala ini memiliki lima kategori jawaban yaitu Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Skala ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak
mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai satu,
sedangkan skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima.
E. Validitas dan Reliabilitas
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Validitas Instrumen Penelitian
Secara lazim, validitas diartikan sejauh mana peneliti sungguh-sungguh
mengukur ihwal yang memang ingin diukur. Apabila peneliti menggunakan tes
atau skala sebagai alat ukur mengenai fenomena psikologis yang akan diungkap,
validitas alat ukurnya pun harus diperhatikan, karena suatu tes atau skala dapat
valid atau tidak valid untuk maksud ilmiah atau praktis yang hendak dicapai oleh
si pengguna/ pemakai skala tersebut (Kerlinger, 2006).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi/ muatan. Menurut
Azwar (2007), validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement,
sehingga validitas ini memiliki pengertian mengenai sejauh mana aitem-aitem isi
objek yang hendak diukur dan sejauh mana aitem-aitem tes mencerminkan ciri
perilaku yang hendak diukur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Skala dalam penelitian ini diuji daya beda aitemnya menggunakan korelasi
product moment dengan bantuan komputer program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 16.0.
2. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Menurut Kerlinger (2006), reliabilitas atau keandalan adalah kejituan atau
ketepatan instrumen pengukur. Pernyataan ini menyiratkan suatu definisi
reliabilitas dalam kaitannya dengan stabilitas/ kemantapan, keterpercayaan
(dependability), dan keteramalan (predictability). Menurut Azwar (1998), tinggi-
rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut
koefisien reliabilitas. Semakin tinggi koefisien korelasinya, berarti konsistensi
yang didapatkan semakin baik dan dapat disebut sebagi alat ukur yang reliabel.
Sebaliknya, apabila korelasi yang didapatkan ternyata tidak tinggi, maka dapat
disimpulkan bahwa reliabilitasnya rendah.
Koefisien reliabilitas sebesar 1,00 menunjukkan adanya konsistensi yang
sempurna pada alat ukur yang bersangkutan, namun konsitensi sempurna seperti
demikian tidak dapat diharapkan akan terjadi pada pengukuran aspek-aspek
psikologis, karena manusia, sebagai subjek dari pengukuran psikologis, juga
berpotensi sebagai sumber kesalahan dalam suatu penelitian (dalam Kerlinger,
2006).
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha yaitu
dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian, sehingga setiap
belahan berisi aitem dengan jumlah yang seimbang (Azwar, 2005). Guna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 16.0.
F. Uji Hipotesis
Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu sense of humor dan
kepribadian ekstrovert, sehingga peneliti memilih menggunakan Analisis Regresi
Ganda menguji hipotesis yang pertama, yaitu membuktikan adanya hubungan
positif antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert dengan subjective well-
being pada dewasa madya. Teknis Analisis Regresi dipilih karena metode ini
dapat menganalisis pengaruh-pengaruh bersama atau terpisah dari dua variabel
bebas terhadap suatu varibel terikat (Kerlinger, 2006). Untuk menguji hipotesis
yang kedua dan ketiga, yaitu menguji adanya hubungan positif antara sense of
humor dengan subjective well-being pada dewasa madya dan menguji adanya
hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being
pada dewasa madya, peneliti menggunakan Uji Korelasi Parsial. Perhitungan
untuk menguji hipotesis ini selengkapnya menggunakan bantuan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi kancah penelitian
Penelitian mengenai hubungan antara sense of humor dan tipe
kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya
dilakukan di PT Telkom Divisi Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta yang
terletak di Jl. Jendral Sudirman No 60, Kotabaru. Sebelum melakukan
penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan survei awal untuk mengetahui
informasi yang berkaitan dengan subjek penelitian.
PT Telkom adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta
penyedia jasa dan telekomunikasi secara lengakap di Indonesia. Telkom
merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia (51,19%) dan oleh publik sebesar 48,81%. Sebagian
besar kepemilikan saham publik (45,58%) dimiliki oleh investor asing, dan
sisanya (3,23%) oleh investor dalam negeri. Telkom juga menjadi pemegang
saham mayoritas di 9 anak perusahaan, termasuk PT Telekomunikasi Selular
(Telkomsel). Sampai saat ini PT Telkom adalah perusahaan telekomunikasi
terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta
dan pelanggan telepon seluler sebanyak 50 juta.
PT Telkom berdiri pada tahun 1961 dengan nama P.N. Postel dan
masih menjadi satu dengan PT Pos. Pada Tahun 1965, P.N. Postel dipecah
menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Pada tahun 1974, PN
Telekomunikasi diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi
(Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun
internasional. Pada tahun 1991 Perumtel berubah bentuk menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (atau
lebih sering disebut dengan PT Telkom).
Pada 23 Oktober 2009, Telkom meluncurkan "New Telkom" yang
ditandai dengan penggantian identitas perusahaan dengan tagline “The world
in your hand”, yang bermakna usaha Telkom untuk menyediakan segala
produk dan layanan yang akan memudahkan hidup customer, customer
semakin yakin dengan kehidupan ini sehingga seakan-akan “dunia” berada di
genggaman customer.
Visi PT Telkom secara umum adalah ingin menyentuh para customer
dari hati ke hati, sedangkan misi PT Telkom adalah tetap kompetitif secara
berkelanjutan, memahami apa yang diinginkan customer dengan memberikan
pelayanan yang terbaik, membina kompetensi karyawan sehingga dapat
menjadi orang-orang yang berkemampuan tinggi sekaligus termotivasi, dan
menjadi mitra bisnis yang dapat diandalkan.
Melalui interaksi dengan produk dan layanannya, PT Telkom
mengharapkan para customer puas dan memandang Telkom sebagai
perusahaan yang melayani dengan sepenuh hati (heart), membuat customer
merasa assured, progressive dalam menyediakan produk dan pelayanan,
meng-empowering customer serta akan membuktikan bahwa PT Telkom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
mempunyai expertise tinggi. Hal ini sesuai dengan lima nilai yang
dikedepankan oleh PT Telkom, yaitu heart, assured, progressive,
empowering, dan expertise (HAPEE).
Berdasarkan hasil survey awal tersebut, peneliti memutuskan untuk
melakukan penelitian di PT Telkom Divisi Telekomunikasi (Distel)
Jogjakarta. Peneliti PT Telkom Distel Jogjakarta sebagai lokasi penelitian
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Penelitian mengenai “Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe
Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa
Madya” belum pernah dilakukan di PT Telkom sendiri.
b. Jumlah karyawan yang berusia dewasa cukup banyak sehingga memenuhi
criteria untuk penelitian.
c. Visi, misi, dan lima nilai (HAPEE) yang diterapkan oleh PT Telkom
kepada karyawan-karyawannya sejalan dengan pengembangan subjective
well-being, yaitu usaha untuk meningkatkan afek positif dan kepuasan
hidup individu.
d. Adanya ijin yang diperoleh untuk mengadakan penelitian di PT Telkom itu
sendiri.
2. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar
dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal-hal yang dipersiapkan adalah
berkaitan dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
a. Persiapan administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan
yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan
penelitian. Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1) Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
ditujukan kepada Manajer Human Resource (HR) PT Telkom
Jogjakarta dengan no 827/H27.06.7.1/TU/2011 agar bisa melakukan
penelitian di PT Telkom Jogjakarta Distel Kotabaru.
2) Mengajukan surat ijin penelitian kepada Manajer HR PT Telkom
Jogjakarta.
3) Setelah mendapatkan ijin dari pihak perusahaan, peneliti baru bisa
melaksanakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
oleh pihak perusahaan.
b. Persiapan alat ukur
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada
penelitian ini adalah Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor,
dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert.
1) Skala Subjective Well-being
Skala Subjective Well-being digunakan untuk mengungkap
sejauh mana tingkat subjective well-being yang dimiliki oleh subjek
dalam penelitian ini. Skala Subjective Well-being ini disusun
berdasarkan komponen-komponen subjective well-being yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
diungkapkan oleh Diener, dkk. (1999) yang meliputi: komponen afek
positif, komponen afek negatif, komponen kepuasan hidup, dan
komponen kepuasan domain.
Penyusunan alternatif jawaban pada skala ini menggunakan
model Skala Likert yang terdiri dari lima alternatif jawaban. Dalam
mengukur komponen afek positif dan afek negatif, peneliti
menggunakan lima alternatif jawaban yang berfungsi untuk
mengungkap frekuensi atau seberapa sering subjek merasakan/
mengalaminya, yaitu S (Selalu) bernilai 5, SR (Sering) bernilai 4, KD
(Kadang-kadang) bernilai 3, JR (Jarang) bernilai 2, dan TP (Tidak
Pernah) bernilai 1 untuk pernyataan favorabel. Penilaian untuk
pernyataan unfavorabel yaitu S (Selalu) bernilai 1, SR (Sering) bernilai
2, KD (Kadang-kadang) bernilai 3, JR (Jarang) bernilai 4, dan TP
(Tidak Pernah) bernilai 5.
Selanjutnya, untuk mengukur komponen kepuasan hidup dan
komponen kepuasan domain, alternatif jawaban yang digunakan
adalah pilihan jawaban yang dapat mengungkapkan kecocokan subjek
mengenai ada/tidaknya stimulus yang diajukan dalam kehidupannya.
Lima alternatif tersebut adalah SS (Sangat Sesuai) bernilai 5, S
(Sesuai) bernilai 4, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai)
bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 1.
Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri
atas 27 aitem favorabel dan 9 aitem unfavorabel. Distribusi aitem
sebelum ujicoba dapat dilihat pada Tabel 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Tabel 4.
Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being sebelum uji coba
No Komponen Indikator Perilaku No Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Afek positif a. Kerianganb. Rasa suka citac. Kepuasand. Harga dirie. Rasa kasih sayangf. Kebahagiaang. Kegembiraan yang
sangat
12,74,89131517
9
2. Afek negatif a. Bersalah dan malub. Kesedihanc. Kecemasan dan
kekhawatirand. Kemarahane. Tekananf. Depresig. Kedengkian
3,105
6,1112141618
9
3. Kepuasan hidup secara global
a. Hasrat untuk mengubah hidup
b. Kepuasan pada kehidupan saat ini
c. Kepuasan pada kehidupan masa lalu
d. Kepuasan pada kehidupan masa depan kelak
e. Pendapat orang-orang terdekat mengenai hidupnya
19
22
25
34
21
27
28
29
23
9
4. Kepuasan dalam ranah kehidupan
a. Pekerjaanb. Keluargac. Waktu luangd. Kesehatane. Keuanganf. Selfg. One’s group
2026
3032
36
313335
24
9
Total 27 9 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
2) Skala Sense of Humor
Skala Sense of Humor digunakan untuk mengungkap
sejauhmana tingkat sense of humor subjek dalam penelitian ini. Skala
Sense of Humor disusun berdasarkan teori dari Martin (2007) yang
memuat 4 aspek, yaitu aspek kognitif-perseptual, aspek respon
emosional, aspek ekspresi vokal-behavioral, dan aspek konteks sosial.
Skala Sense of Humor dalam penelitian ini berjumlah 36 aitem
yang terdiri atas 18 aitem favorabel dan 18 aitem unfavorabel. Pada
setiap aitem disediakan lima alternatif jawaban yang terdiri dari SS
(Sangat Sesuai) bernilai 5, S (Sesuai) bernilai 4, R (Ragu-ragu) bernilai
3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai)
bernilai 1 untuk pernyataan favorabel. Penilaian untuk pernyataan
unfavorabel yaitu SS (Sangat Sesuai) bernilai 1, S (Sesuai) bernilai 2,
R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 4, dan STS
(Sangat Tidak Sesuai) bernilai 5.
Distribusi aitem skala sense of humor sebelum uji coba dapat
dilihat pada Tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Tabel 5.
Distribusi Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba
No Aspek Indikator Perilaku No Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Daya kognitif-perseptual
a. Melalui pengamatan dan bacaan
b. Melibatkan ide yang tak terduga
c. Menanggapi hal dengan tidak serius
d. Memberikan apresiasi pada stimulus humor
1
16
17,30
33
6
9
21
26
9
2. Daya afektif/ responsemosional
a. Kebahagiaan dalam menghadapi humor
b. Meningkatkan suasana hati
c. Pengalaman yang selalu ingin diulang
d. Gemar bersenang-senang
5
1519
28
2
1022
31,34
9
3. Daya ekspresi vokal-behavioral
a. Ekspresi dalam humor merupakan sikap yang penting
b. Tertawa (audible)c. Tertawa terbahak-bahak
(guffaw)
3
12,2023
8
11,2427,35
9
4. Daya kontekssosial
a. Humor dalam bersosialisasi sehari-hari
b. Adaptasic. Menarik perhatiand. Menyerang
4,13
182936
7
142532
9
Total 18 18 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
3) Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dalam penelitian ini disusun
berdasarkan tujuh aspek yang dikemukakan oleh Eysenck, dkk. (1992),
yaitu aspek aktif yang menekankan pada perilaku aktif dan dinamis
individu, aspek sosial yang menekankan kemampuan dalam
berinteraksi dengan lingkungan, aspek asertif yang menggambarkan
ketegasan diri individu mengenai apa yang diinginkan/dipegang teguh,
aspek ekspresif yang menunjukkan kebebasan individu dalam
melepaskan emosi, aspek dogmatis yang menitikberatkan pada
kecenderungan individu dalam meyakini suatu hal secara arogan,
aspek agresif mengenai kecenderungan untuk melepaskan amarah
secara langsung maupun tidak langsung, dan aspek ambisius yang
menunjukkan keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu.
Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dalam penelitian ini
berjumlah 35 butir, yang terdiri dari 18 aitem favorabel dan 17 aitem
unfavorabel. Pada setiap aitem disediakan lima alternatif jawaban yang
terdiri dari SS (Sangat Sesuai) bernilai 5, S (Sesuai) bernilai 4, R
(Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat
Tidak Sesuai) bernilai 1 untuk pernyataan favorabel. Penilaian untuk
pernyataan unfavorabel yaitu SS (Sangat Sesuai) bernilai 1, S (Sesuai)
bernilai 2, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 4, dan
STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 5. Distribusi aitem skala tipe
kepribadian ekstrovert sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Tabel 6.
Distribusi Aitem Skala Kepribadian Ekstrovert Sebelum Uji Coba
No Aspek Indikator Perilaku No Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Perilaku aktif a. Selalu mencari kesibukan
b. Bertindak penuh semangat
c. Memiliki gaya berbicara yang cepat
115,30
4
20
5
2. Kemampuan dalam bersosialisasi
a. Membutuhkan temanb. Menyukai tempat yang
ramaic. Memiliki teman yang
banyak dan beragam
228,33
9
19
5
3. Asertif a. Pemimpinb. Terbuka dengan
tantanganc. Mengutarakan apa yang
dirasakan dan diinginkan
316
1018
31
5
4. Ekspresif a. Perilakub. Perkataanc. Gestur dan mimik
wajah
826
142734
5
5. Dogmatis a. Menyatakan opini secara arogan
b. Memiliki keyakinan yang pasti
c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali
7
24
5
25
35
5
6. Agresif a. Menunjukkan penegasan diri
b. Mencapai dominasi sosial
c. Mudah marah
12
17,32 1121
5
7. Ambisius a. Berambisib. Pekerja kerasc. Kompetitif
132329
6
22
5
Total 18 17 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
3. Pelaksanaan Uji Coba
Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji
coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari skala tersebut. Tahap uji
coba adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan
melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Menurut
Azwar (2008) uji coba terhadap aitem perlu dilakukan untuk membuktikan
bahwa aitem-aitem tersebut memang berfungsi dengan benar.
Skala penelitian diujicobakan kepada kelompok subjek yang
mempunyai karakteristik setara dengan subjek yang hendak dikenai penelitian
itu nantinya (Azwar, 2008). Uji coba dilaksanakan pada hari Senin, 21
Februari di kantor Plasa Telkom daerah Sleman. Jumlah karyawan yang
melakukan uji coba adalah 45 orang, dari 45 eksemplar yang dibagikan, yang
terkumpul dan memenuhi syarat untuk dilakukan skoring kemudian diuji
validitas dan reliabilitasnya adalah sebanyak 42 eksemplar.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Perhitungan validitas aitem untuk Skala Subjective Well-being, Skala
Sense of Humor, dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dilakukan dengan
pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem total dengan
menggunakan formula product moment Pearson. Uji validitas ini akan
menentukan aitem yang gugur atau valid. Keterangan mengenai aitem yang
valid dapat dilihat melalui adanya tanda bintang (*) pada skor total tiap aitem.
Aitem bertanda satu bintang (*) menunjukkan keselarasan antara fungsi aitem
dengan fungsi skala secara keseluruhan dengan taraf kesalahan sebesar 5%,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
sedangkan aitem yang bertanda dua bintang (**) menunjukkan keselarasan
dengan taraf kesalahan sebesar 1%. Aitem yang tidak memiliki tanda bintang
dinyatakan gugur dan akan dihilangkan. Selanjutnya reliabilitas dihitung
dengan teknik analisis reliabilitas Cronbach’s Alpha. Perhitungan validitas
dan reliabilitas skala pada pendekatan ini menggunakan program analisis
validitas dan reliabilitas butir program statistic SPSS 16.0 for Windows.
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Subjective Well-being
Hasil uji validitas Skala Subjective Well-being dapat diketahui
bahwa dari 36 aitem yang diujicobakan, ada 15 aitem yang dinyatakan
gugur, yaitu aitem nomor 3, 7, 8, 12, 17, 19, 20, 21, 27, 29, 31, 32, 33, 35,
dan 36; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 21 aitem. Aitem-
aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16,
18, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 30, dan 34; sedangkan reliabilitas skala yang
ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,795. Dengan demikian,
Skala Subjective Well-being ini dianggap cukup andal sebagi alat ukur
penelitian. Perincian aitem yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 7
di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Tabel 7Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being yang Valid dan Gugur
No Komponen Indikator
Perilaku
No Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Valid Gugur
Valid Gugur Valid Gugur
1. Afek positif a. Kerianganb.Rasa suka citac. Kepuasand.Harga dirie. Rasa kasih
sayangf. Kebahagiaang.Kegembiraan
yang sangat
124913
15-
-78--
-17
-----
--
-----
--
6 3
2. Afek negatif a. Bersalah dan malu
b.Kesedihanc. Kecemasan dan
kekhawatirand.Kemarahane. Tekananf. Depresig.Kedengkian
10
5
6,11-
141618
3
-
-12---
-
-
-----
-
-
-----
7 2
3. Kepuasan hidup secara global
a.Hasrat untuk mengubah hidup
b.Kepuasan kehidupan saat ini
c.Kepuasan pada kehidupan masa lalu
d.Kepuasan pada kehidupan masa depan
e.Pendapat orang mengenai hidupnya
-
22
25
34
-
19
-
-
-
-
-
-
28
-
23
21
27
-
29
-
5 4
4. Kepuasan dalam ranah domain
a. Pekerjaanb.Keluargac. Waktu luangd.Kesehatane. Keuanganf. Selfg.One’s group
-26-
30---
20---
32-
36
-----
24-
-313335---
3 6
Total 18 9 3 6 21 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor dapat
diketahui bahwa dari 36 aitem yang diujicobakan, ada lima aitem yang
gugur, yaitu nomor 14, 17, 26, 31, dan 33; sedangkan jumlah aitem yang
valid sebanyak 31 aitem. Aitem-aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27,
28, 29, 30, 32, 34, 35, dan 36.
Selanjutnya pada penghitungan reliabilitas, koefisien Alpha
menunjukkan statistik reliabilitas sebesar 0,907. Melalui data yang
dihasilkan, Skala Sense of Humor ini dianggap cukup andal sebagai alat
ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang valid dan gugur dapat
dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Tabel 8
Distribusi Aitem Skala Sense of Humor yang Valid dan Gugur
No Aspek Indikator
Perilaku
No Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Valid Gugur
Valid Gugur Valid Gugur
1. Daya kognitif-perseptual
a. Melalui pengamatan dan bacaan
b.Melibatkan ide yang tak terduga
c. Menanggapi hal dengan tidak serius
d.Memberikan apresiasi pada stimulus humor
1
16
30
-
-
-
17
33
6
9
21
-
-
-
-
26
6 3
2. Daya afektif/ responsemosional
a. Kebahagiaan menghadapi humor
b.Meningkatkan suasana hati
c. Pengalaman yang selalu ingin diulang
d.Gemar bersenang-senang
5
15
19
28
-
-
-
-
2
10
22
34
-
-
-
31
8 1
3. Daya ekspresi vokal-behavioral
a. Ekspresi humor merupakan sikap yang penting
b.Tertawa (audible)
c. Tertawa terbahak-bahak
3
12,20
23
-
-
-
8
11,24
27,35
-
-
-
9 0
4. Daya konteks sosial
a. Humor dalam bersosialisasi sehari-hari
b.Adaptasic. Menarik
perhatiand.Menyerang
4,13
1829
36
-
--
-
7
-25
32
-
14-
-
8 1
Total 16 2 15 3 31 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
c. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
Melalui hasil Uji Validitas Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
dapat diketahui bahwa dari 35 aitem yang diujicobakan, ada 17 aitem yang
gugur, yaitu nomor 2, 3, 6, 8, 10, 12, 13, 14, 16, 17, 21, 23, 26, 27, 32,
dan 33; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 18 aitem. Aitem-
aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 4, 5, 7, 9, 11, 15, 18, 19, 20, 22, 24,
25, 28, 29, 30, 31, 34, dan 35.
Selanjutnya pada penghitungan reliabilitas, koefisien Alpha
menunjukkan statistik reliabilitas sebesar 0,790. Melalui data yang
dihasilkan, Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert ini dianggap cukup andal
sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang valid dan gugur
dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 8
Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang Valid dan Gugur
No Aspek Indikator
Perilaku
No Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Valid Gugur
Valid Gugur Valid Gugur
1. Perilaku aktif a. Selalu mencari kesibukan
b.Bertindak penuh semangat
c. Memiliki gaya berbicara yang cepat
1
15,30
-
-
-
-
4
-
20
-
-
-
5 0
2. Kemampuan dalam bersosialisasi
a. Membutuhkan teman
b.Menyukai tempat ramai
c. Memiliki teman yang banyak dan beragam
-
28
-
2
33
-
9
-
19
-
-
-
3 2
3. Asertif a. Pemimpinb.Terbuka dengan
tantanganc. Mengutarakan
yang dirasakan dan diinginkan
--
-
316
-
-18
31
10-
-
2 3
4. Ekspresif a. Perilakub.Perkataanc. Gestur dan
mimik wajah
---
826-
--
34
1427-
1 4
5. Dogmatis a. Beropini secara arogan
b.Memiliki keyakinan pasti
c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali
7
24
-
-
-
-
-
25
35
5
-
-
4 1
6. Agresif a. Menunjukkan penegasan diri
b.Dominasi sosialc. Mudah marah
-
--
12
17,32-
-
11-
-
-21
1 4
7. Ambisius a. Berambisib.Pekerja kerasc. Kompetitif
--
29
1323-
--
22
6--
2 3
Total 7 11 11 6 18 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya
butir-butir aitem yang valid dipergunakan untuk mengambil data penelitian
yang sesungguhnya, sedangkan butir-butir yang gugur tidak diikutsertakan
dalam pengambilan data yang sesungguhnya. Adapun distribusi ulang skala
untuk penelitian dapat dilihat pada Tabel 10, Tabel 11, dan tabel 12.
Tabel 10.Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being
No Komponen Indikator Perilaku No Aitem Total
Favorable Unfavorabel
1. Afek positif a. Kerianganb. Rasa suka citac. Kepuasand. Harga dirie. Rasa kasih sayangf. Kebahagiaan
1(1)2(2)4(3)9(6)13(9)15(11)
------
6
2. Afek negatif a. Bersalah dan malu
b. Kesedihanc. Kecemasan dan
kekhawatirand. Tekanane. Depresif. Kedengkian
10(7)
5(4)6(5),11(8)
14(10)16(12)18(13)
-
--
---
7
3. Kepuasan hidup secara global
a. Kepuasan kehidupan saat ini
b. Kepuasan hidup pada masa lalu
c. Kepuasan hidup pada masa depan
d. Pendapat orang mengenai hidupnya
22(14)
25(17)
34(21)
-
-
28(19)
-
23(15)
5
4. Kepuasan dalam ranah domain
a. Keluargab. Kesehatanc. Self
26(18)30(20)
-
--
24(16)
3
Total 18 3 21
Keterangan:nomor dalam tanda kurung () adalah nomor baru untuk penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Tabel 11.Distribusi Aitem Skala Sense of Humor
No Aspek Indikator Perilaku No Aitem Total
Favorable Unfavorable
1. Daya kognitif-perseptual
a. Melalui pengamatan dan bacaan
b. Melibatkan ide yang tak terduga
c. Menanggapi hal dengan tidak serius
1(1)
16(15)
30(27)
6(6)
9(9)
21(19)
6
2. Daya afektif/respon emosional
a. Kebahagiaan dalam menghadapi humor
b. Meningkatkan suasana hati
c. Pengalaman yang selalu ingin diulang
d. Gemar bersenang-senang
5(5)
15(14)
19(17)
28(25)
2(2)
10(10)
22(20)
34(29)
8
3. Daya ekspresi vokal-behavioral
a. Ekspresi dalam humor merupakan sikap yang penting
b. Tertawa (audible)c. Tertawa terbahak-
bahak (guffaw)
3(3)
12(12),20(18)23(21)
8(8)
11(11),24(22)27(24),35(30)
9
4. Daya konteks sosial
a. Humor dalam bersosialisasi sehari-hari
b. Adaptasic. Menarik perhatiand. Menyerang
4(4),13(13)
18(16)29(26)36(31)
7(7)
-25(23)32(28)
8
Total 16 15 31
Keterangan:nomor dalam tanda kurung () adalah nomor baru untuk penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Tabel 12.Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
No Komponen Indikator Perilaku No Aitem Total
Favorabel Unfavorable
1. Perilaku aktif a. Selalu mencari kesibukan
b. Bertindak penuh semangat
c. Memiliki gaya bicara yang cepat
1(1)
15(6),30(15)
-
4(2)
-
20(9)
5
2. Kemampuan dalam bersosialisasi
a. Membutuhkan teman
b. Menyukai tempat yang ramai
c. Memiliki teman yang banyak dan beragam
-
28(13)
-
9(4)
-
19(7)
3
3. Asertif a. Terbuka dengan tantangan
b. Mengutarakan apa yang dirasa dan diinginkan
-
-
18(8)
31(16)
2
4. Ekspresif Gestur dan mimik wajah
- 34(17) 1
5. Dogmatis a. Menyatakan opini secara arogan
b. Memiliki keyakinan yang pasti
c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali
7(3)
24(11)
-
-
25(12)
35(18)
4
6. Agresif Mencapai dominasi sosial
- 11(5) 1
7. Ambisius Kompetitif 29(14) 22(10) 2
Total 7 11 18
Keterangan:nomor dalam tanda kurung () adalah nomor baru untuk penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan di PT Telkom Divisi
Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta yang terletak di Jl. Jendral Sudirman No
60, Kotabaru sebanyak 97 orang, pria dan wanita, dan berada dalam usia
dewasa madya, yaitu individu dengan umur 40-60 tahun (Hurlock, 2002).
Menurut Arikunto (2002) apabila subjek kurang dari 100 orang lebih baik
diambil semua, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi.
2. Pengumpulan Data Penelitian
Proses pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di PT Telkom
Distel Jogjakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 11 April 2011. Pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur
berupa Skala Subjective Well-being yang terdiri dari 21 aitem, Skala Sense of
Humor yang terdiri dari 31 aitem, dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang
terdiri dari 18 aitem. Ketiga skala tersebut tersebut diberikan secara lansung
dan pengambilan skala dilakukan sehari setelahnya, yaitu pada tanggal 12
April 2011. Data penelitian yang diperoleh sebanyak 97 eksemplar.
3. Pelaksanaan Skoring
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan
skor untuk keperluan analisis data. Skor untuk tiap-tiap skala bergerak dari
satu sampai empat dengan memperhatikan sifat aitem favorable dan
unfavorable. Skor dari aitem favorabel adalah 5 untuk pilihan jawaban Selalu
(SL) dan Sangat Sesuai (SS), 4 untuk jawaban Sering (SR) dan Sesuai (S), 3
untuk jawaban Kadang-kadang (KD) dan Ragu-ragu (R), 2 untuk jawaban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Jarang (JR) dan Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban Tidak Pernah (TP)
dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan skor aitem unfavorabel adalah 1
untuk pilihan jawaban Selalu (SL) dan Sangat Sesuai (SS), 2 untuk jawaban
Sering (SR) dan Sesuai (S), 3 untuk jawaban Kadang-kadang (KD) dan Ragu-
ragu (R), 4 untuk jawaban Jarang (JR) dan Tidak Sesuai (TS), dan 5 untuk
jawaban Tidak Pernah (TP) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Kemudian skor
yang diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan untuk tiap-tiap skala. Total
skor skala yang diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam analisis
data.
C. Analisis Data Penelitian
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi Uji
Normalitas Sebaran, Uji Linearitas Hubungan, Uji Autokorelasi, Uji
Multikolinearitas, dan Uji Heteroskedastisitas. Perhitungan dalam analisis ini
dilakukan dengan bantuan computer seri program statistic SPSS for MS Windows
release versi 16.
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji normalitas sebaran
Uji normalitas sebaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah
dalam variabel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
sebaran ini menggunakan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov test (ks-
z) yang dikatakan normal jika p>0,05 (Priyatno, 2008). Hasil uji
normalitas sebaran terhadap ketiga variabel sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
1) Hasil uji normalitas sebaran variabel subjective well-being, nilai ks-z
adalah 0,696 dengan p=0,717 (p>0,05) termasuk kategori normal.
2) Hasil uji normalitas sebaran variabel sense of humor, nilai ks-z adalah
0,759 dengan p=0,611 (p>0,05) termasuk dalam kategori normal.
3) Hasil uji normalitas sebaran variabel tipe kepribadian ekstrovert, nilai
ks-z adalah 0,637 dengan p=0,811 (p>0,05) termasuk dalam kategori
normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Uji Normalitas
Variabel Ks-z p Keterangan
Subjective well-being 0,696 0,717 Normal
Sense of humor 0,759 0,611 Normal
Tipe kepribadian ekstrovert 0,637 0,811 Normal
Hal ini berarti bahwa pada data variabel subjective well-being,
sense of humor, dan tipe kepribadian ekstrovert memiliki sebaran yang
normal.
b. Uji linearitas hubungan
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi
linear. Pengujian pada taraf signifikansi 0,05 mempunyai arti bahwa dua
variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi
(linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Berdasarkan hasil pengujian linearitas variabel subjective well-
being dengan sense of humor diperoleh nilai signifikansi pada linearity
sebesar 0,00, karena signifikansi kurang dari 0,05 maka antara variabel
subjective well-being dan sense of humor terdapat hubungan yang linear.
Berdasarkan hasil pengujian linearitas variabel subjective well-being
dengan tipe kepribadian ekstrovert diperoleh nilai signifikansi pada
linearity sebesar 0,00, karena signifikansi kurang dari 0,05 maka antara
variabel subjective well-being dan tipe kepribadian ekstrovert terdapat
hubungan yang linear. Berdasarkan uji linearitas yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa asumsi linear dalam penelitian ini terpenuhi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15 di bawah ini.
Tabel 14. Uji LinearitasSense of Humor terhadap Subjective Well-being
ANOVA TableSum of Squares
dfMean
SquareF Sig
Between Groups
(Combined) 3520,812 37 95,157 2,410 0,001
Linearity 951,851 1 951,851 24,112 0,000
Devistion fromLinearity
2568,961 36 71,360 1,808 0,021
Within Groups 2329,106 59 39,476
Total 5849,918 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Tabel 15. Uji Linearitas Tipe Kepribadian Ekstrovert terhadapSubjective Well-being
ANOVA Table
Sum of Squares
dfMean
SquareF Sig
Between Groups (Combined)2827.052 23 122.915 2.968 .000
Linearity1451.300 1 1451.300 35.048 .000
Devistion from Linearity 1375.752 22 62.534 1.510 .098
Within Groups3022.865 73 41.409
Total5849.918 96
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mendeteksi dimana variabel
dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, baik nilai periode
sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Untuk menguji adanya
autokorelasi dalam penelitian ini digunakan uji DW (Durbin-Watson).
Hasil pengujian Durbin-Watson dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 16.Uji Autokorelasi
Cara membaca hasil analisis yakni dengan kriteria pengambilan
jika nilai DW=2, maka tidak terjadi autokorelasi sempurna sebagai rule of
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .532a .283 .267 .31820 1.946
a. Predictors: (Constant), TK, SO
b. Dependent Variable: SW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
tumb (aturan ringkas) jika nilai DW di antara 1,5 sampai 2,5 maka data
tidak mengalami autokorelasi (Nugroho, 2005).
Hasil analisis SPSS tabel model summary menunjukkan nilai DW
(Durbin-Watson) sebesar 1,946. melalui hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat autokorelasi.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen
(Ghozali, 2006). Apabila terjadi hubungan linear yang “sempurna” pada
beberapa atau semua variabel bebas, maka terdapat korelasi yang sangat
kuat di antara variabel independen. Pendeteksian multikolinearitas dapat
dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), jika berkisar dari 1
sampai dengan 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1 dapat dikatakan
bahwa variabel independen yang digunakan dalam model terbebas dari
multikolinearitas.
Tabel 17.Uji Multikolinearitas
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa varians
dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Cara memprediksi
ada tidaknya heterokedastisitas, dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot
Variabel Tolerance VIF
Sense of Humor .766 1.306
Tipe Kepribadian Ekstrovert .766 1.306
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
yang menyatakan model regresi tidak terdapat gejala heterokedastisitas.
Menurut Ghozali (2006), dasar analisis yang digunakan adalah:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
Gambar 2. Scatterplot untuk pengujian heterokedastisitas.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa penyebaran residual adalah
tidak teratur. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada plot yang terpencar
dan tidak membentuk pola tertu, maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah model regresi terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi, langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
regresi berganda. Langkah pengujian hipotesis melalui dua tahap, pertama
adalah pengujian secara simultan, yaitu menguji hubungan variabel bebas
secara bersama-sama terhadap variabel tergantung, dan yang kedua adalah
pengujian secara parsial hubungan untuk tiap variabel bebas terhadap variabel
tergantung. Kriteria pengambilan kesimpulan melihat pada kolom Sig.
(signifikansi), apabila berada di bawah 0,05, maka terdapat hubungan
signifikan, serta melihat jika r-hitung>r-tabel, maka hipotesis dapat diterima.
a. Uji F (simultan)
Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan uji simultan dengan
F-Test dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen secara bersama-sama. Berdasarkan
tabel model summary terlihat bahwa koefisien korelasi berganda antara
sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-
being adalah sebesar 0,532. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi
hubungan yang sedang antara sense of humor dan tipe kepribadian
ekstrovert dengan subjective well-being. Hasil pengujian tersebut disajikan
pada tabel di bawah:
Tabel 18 Hasil Analisis Regresi GandaModel Summary
g
Hasil F-test pada output SPSS dapat dilihat pada Tabel Anova.
Berdasarkan hasil output SPSS menunjukkan hasil uji simultan p=0,000
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
1 .532a .283 .267 .31820
a. Predictors: (Constant), Tipe kepribadian Ekstrover, Sense of humor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
yang berarti signifikan (p<0,05), sedangkan F Hitung 18,506> F Tabel
3,09 pada tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat dinyatakan bahwa
variabel sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert memiliki
hubungan terhadap variabel subjective well-being. Hasil pengujian F-Test
adalah sebagai berikut:
Tabel 19 Uji F-TestANOVAb
b. Uji korelasi parsial
Hasil perhitungan analisis hipotesis ke dua dan ke tiga diperoleh
besarnya korelasi antar variabel yakni digunakan untuk menguji kekuatan
hubungan antar dua variabel, yang ditunjukkan melalui koefisien korelasi.
Tabel 20Uji Korealasi Parsial antara Sense of Humor dengan Subjective Well-being
Correlations
ControlVariables
Subjective well-being
Sense of humor
Tipe kepribadian ekstrovert
Subjective well-being
Correlation 1.000 .214
Significance (2-tailed) . .036
df 0 94
Sense of humor
Correlation .214 1.000
Significance (2-tailed) .036 .
df 94 0
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.748 2 1.874 18.506 .000a
Residual 9.518 94 .101
Total 13.265 96
a. Predictors: (Constant), Tipe kepribadian ekstrovert, Sense of humor
b. Dependent Variable: Subjective well-being
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Tabel 21Uji Korealasi Parsial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan
Subjective Well-beingCorrelations
ControlVariables
Subjective well-being
Tipe kepribadian ekstrovert
Sense of humor
Subjective well-being
Correlation 1.000 .378
Significance (2-tailed) . .000
df 0 94
Sense of humor
Correlation .378 1.000
Significance (2-tailed) .000 .
df 94 0
Berdasarkan hasil analisis seperti yang tampak pada Tabel 20.dan
Tabel 21., uji hipotesis parsial diperoleh hasil berikut:
1) Nilai koefisien korelasi antara variabel sense of humor dengan
subjective well-being (rx1y) sebesar 0,214 dengan p=0,036 (p<0,05)
yang berarti ada hubungan yang signifikan antara sense of humor
dengan subjective well-being. Maka dapat diartikan terdapat hubungan
positif antara sense of humor dengan subjective well-being, yaitu
semakin tinggi sense of humor maka semakin tinggi pula subjective
well-being.
2) Nilai koefisien korelasi antara variabel tipe kepribadian ekstrovert
dengan subjective well-being (rx1y) sebesar 0,378 dengan p=0,000
(p<0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tipe
kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being. Maka dapat
diartikan terdapat hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert
dengan subjective well-being, yaitu semakin tinggi tingkat tipe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
kepribadian ekstrovert yang dimiliki maka semakin tinggi pula
subjective well-being.
Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan terdapat
hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being
diterima dan hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat hubungan positif
antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being juga
diterima.
4. Analisis Deskriptif
Dari skor kasar subjective well-being, sense of humor, dan tipe
kepribadian ekstrovert diperoleh hasil statistik deskriptif subjek penelitian.
Hasil statistik deskriptif tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 22.Statistik Deskriptif
Variabel Penelitian
ME MH Nilai Tengah
Skor Skala
Skor Tinggi
Skor Rendah
Rentang Skor
SD
Subjective well-being
40,711 63 3 63 -21 84 14
Sense of humor 112,268 93 3 155 31 124 20,67
Tipe kepribadian ekstrovert
59,206 54 3 90 18 72 12
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, sampel penelitian pada masing-
masing variabel dikategorisasikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan
kriteria dan persentase sebagai berikut:
a. Subjective well-being
Skala Subjective Well-being akan dikategorikan untuk mengetahui
tinggi rendahnya nilai subjek. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
97 subjek penelitian, 76,29% berada dalam level subjective well-being
yang tinggi, 23,71% level subjective well-being sedang, dan tidak ada
yang memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Berdasarkan
mean empirik, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata subjek
penelitian memiliki subjective well-being tinggi seperti yang terlihat pada
tabel berikut.
Tabel 23.Kriteria Kategorisasi Skala Subjective Well-being
Kategorisasi Norma Jumlah subjek Persentase Mean empirik
Rendah X <7 - -
Sedang 7 < X <35 23 23,71%
Tinggi X > 35 74 76,29% 40,711
Jumlah 97 100%
b. Sense of humor
Kategorisasi Skala Sense of Humor bertujuan untuk mengetahui
tinggi rendahnya nilai subjek. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari
97 subjek penelitian, 53,61% individu berada dalam tingkat sense of
humor yang sedang, 46,39% berada dalam tingkat sense of humor yang
tinggi, dan tidak ada yang berada dalam tingkat sense of humor yang
rendah. Berdasarkan mean empirik, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki sense of humor sedang seperti
yang terlihat pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Tabel 24.Kriteria Kategorisasi Skala Sense of Humor
Kategorisasi Norma Jumlah subjek Persentase Mean empirik
Rendah X <72,33 - -
Sedang 72,33 < X <113,67
52 53,61% 112,268
Tinggi X > 113,67 45 46,39%
Jumlah 97 100%
c. Tipe kepribadian ekstrovert
Kategorisasi Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert bertujuan untuk
mengetahui tinggi rendahnya nilai kepribadian ekstrovert dalam diri
subjek penelitian. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 97 subjek
penelitian, 88,66% individu berada dalam tingkat tipe kepribadian
ekstrovert yang sedang, 11,34% berada dalam tingkat tipe kepribadian
ekstrovert yang tinggi, dan tidak ada yang berada dalam tingkat tipe
kepribadian ekstrovert yang rendah. Berdasarkan mean empirik, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki tipe
kepribadian ekstrovert sedang seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 25.Kriteria Kategorisasi Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert
Kategorisasi Norma Jumlah subjek Persentase Mean empirik
Rendah X <42 - -
Sedang 42 < X < 66 86 88,66% 59,206
Tinggi X > 66 11 11,34%
Jumlah 97 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif
Melalui metode Multiple Regression diperoleh koefisien determinasi
yang menunjukkan nilai R2 (R square) sebesar 0,283. Artinya, sense of humor
dan tipe kepribadian ekstrovert memberikan sumbangan sebanyak 28,3%
terhadap subjective well-being. Hal ini berarti masih 71,7% faktor lain yang
mempengaruhi subjective well-being pada individu berusia dewasa madya.
Tabel 18.Hasil Analisis Regresi GandaModel Summary
Sementara itu, berdasarkan perhitungan manual didapatkan hasil
sumbangan efektif sense of humor terhadap subjective well-being adalah
sebesar 8,592%, sedangkan sumbangan efektif tipe kepribadian ekstrovert
terhadap subjective well-being adalah sebesar 19,7%.
D. Pembahasan
Hasil anilisis data menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa
ada hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert
dengan subjective well-being pada dewasa madya telah terbukti. Hubungan positif
antara ketiga variabel ini menunjukkan hubungan yang searah, artinya semakin
tinggi sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert yang dimiliki individu,
maka semakin tinggi pula subjective well-being. Kekuatan hubungan ini
ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar R=0,532; p=0,000 (p<0,05), dan F
Hitung 18,506> F Tabel 3,09 pada tingkat signifikansi 5%.
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
1 .532a .283 .267 .31820
a. Predictors: (Constant), Tipe kepribadian Ekstrover, Sense of humor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Sense of humor bersama-sama dengan tipe kepribadian ekstrovert akan
mendukung subjective well-being pada individu dalam usia dewasa madya. Ketika
individu usia dewasa madya memiliki sense of humor yang tinggi yang meliputi
kemampuan untuk memproduksi humor yang didapat melalui pengamatannya di
lingkungan sekitar, kemampuan untuk mengapresiasi humor dengan merespon
stimulus yang muncul sebagai canda, mengekspresikan dengan senyuman atau
tawa, dan menggunakan humor dalam bersosialisasi, serta didukung dengan
tingginya tingkat kepribadian ekstrovert yang dimiliki, yaitu sikap yang aktif,
hasrat untuk selalu melakukan kontak sosial dengan lingkungan, dan memiliki
ketegasan diri terhadap intimidasi dari luar, maka akan meningkatkan subjective
well-being pada individu usia madya tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang menunjukkan, yang dapat dilihat melalui output model summary,
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,283. Hal ini menunjukkan bahwa persentase
sumbangan pengaruh sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert secara
bersama-sama mampu mendukung subjective well-being pada individu berusia
dewasa madya sebesar 28,3%, sedangkan sisanya sebanyak 71,3% dipengaruhi
atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diuji secara empiris dalam penelitian
ini.
Menurut Diener (2002) subjective well-being merupakan evaluasi kognitif
dan afektif seseorang mengenai hidupnya, yaitu evaluasi kognitif mengenai
kepuasan hidupnya dan evaluasi afektif mengenai afek positif individu dalam
menghadapi berbagai kejadian yang dialami. Masa dewasa madya merupakan
masa dimana individu meraih puncak karir, dan pada masa ini pula individu dapat
memetik buah hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
didapatkan kepuasan atas apa yang telah diraihnya (Santrock, 2002), dan
subjective well-being akan dapat tercapai.
Masa usia madya berlangsung antara umur 40-60 tahun. Seperti layaknya
masa remaja, masa dewasa madya merupakan masa transisi. Masa transisi pada
dewasa madya merupakan masa dimana individu meninggalkan ciri-ciri jasmani
dan perilaku masa dewasanya, dan memasuki suatu periode kehidupan yang akan
diikuti oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru, oleh karena itu cepat atau
lambat harus dilakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan
yang dialami (Hurlock, 2002). Individu yang dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupannya akan lebih mudah untuk
memaknai secara positif perubahan tersebut dan mendapatkan kepuasan hidup,
keadaan seperti itulah yang mampu membimbing individu dalam meraih
kebahagiaan utuh atau subjective well-being.
Subjective well-being adalah suatu keadaan yang dibawa oleh
kesubjektivitasan individu masing-masing dalam menilai positif mengenai
kehidupannya. Tingginya jumlah perasaan/afek positif yang dimiliki dan
penerimaan atas apa yang telah diraih dalam kehidupannya dapat menuntun
individu dalam mencapai subjective well-being. Individu dalam usia madya
merupakan periode usia yang matang sehingga dapat lebih bijak dalam
mengambil keputusan dan mengevaluasi apa yang telah dialami dalam kurun
waktu kehidupannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menggambarkan
bahwa individu dewasa madya, yakni karyawan PT Telkom Distel Jogjakarta
memiliki subjective well-being secara umum termasuk kategori tinggi berdasarkan
rerata empirik sebesar 40,711. Melalui bukti empiris tersebut dapat menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
bahwa karyawan dewasa madya PT Telkom Distel Jogjakarta memiliki tingkat
subjective well-being yang tinggi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Diener, dkk. (1999) yang
menyatakan bahwa kepuasan hidup dapat meningkat karena individu akan
beradapatasi dengan lebih baik dalam menghadapi persoalan kehidupan seiring
individu bertambah usia. Ehrlich dan Isaacowitz (2002) juga menyampaikan
pendapatnya, yaitu saat individu mulai tumbuh dan berada dalam usia tengah
baya, individu mulai dapat berpikir lebih bijak sehingga afek negatif yang
dirasakannya lebih kecil daripada yang dialami oleh individu pada periode usia
yang lebih muda. Rendahnya afek negatif, tingginya afek positif, kepuasaan akan
hidup, dan kepuasan atas ranah-ranah domain yang telah didapatkannya
merupakan syarat bagi individu dalam meraih kebahagiaan utuh atau subjective
well-being dalam hidupnya. Ada berbagai macam cara yang dilakukan individu
dalam meraih kebahagiaan. Salah satunya adalah berada dalam lingkungan atau
keadaan yang penuh dengan humor. Sense of humor yang dimiliki dapat membuat
individu lebih santai dan lebih dapat memaknai positif terhadap permasalahan
yang terjadi dalam kehidupannya.
Hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being
ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,214 dengan p=0,036 (p<0,05)
sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima dan dapat
dinyatakan ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan
subjective well-being. Individu yang memiliki sense of humor cenderung dalam
keadaan yang memiliki subjective well-being pula. Sampel penelitian secara
umum mempunyai sense of humor pada taraf sedang berdasarkan mean empirik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
sebesar 112,268. Bukti empiris ini menunjukkan bahwa individu dewasa madya di
PT Telkom Distel Jogjakarta memiliki tingkat sense of humor yang cukup tinggi.
Ruocco (2007) mengungkapkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan
setiap individu dan sense of humor merupakan sikap mental yang tepat untuk
mengarahkannya mencapai kebahagiaan yang lebih. Hal ini sesuai dengan hasil
hitungan manual mengenai sumbangan efektif sense of humor terhadap subjective
well-being, yaitu sebesar 8,52%, yang memiliki pengertian bahwa sense of humor
memberikan kontribusi sebesar 8,52% untuk mendukung subjective well-being
pada dewasa madya. Melalui hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
sense of humor yang dimiliki subjek, maka semakin tinggi pula subjective well-
being yang dimiliki.
Hayes dan Joseph (dalam Librán, 2006) mengungkapkan bahwa orang-
orang tertentu cenderung lebih bahagia dibanding yang lain karena kepribadian
yang dibawanya. Individu yang mempunyai karakter kepribadian yang optimis
dan mempunyai kompetensi sosial yang baik cenderung lebih bahagia daripada
individu yang berkarakter pesimistis dan menarik diri dari lingkungannya.
Pendapat yang dikemukakan oleh Hayes dan Joseph tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang melakukan pengujian secara parsial antara tipe kepribadian
ekstorvert dengan subjective well-being yang menunjukkan koefisien korelasi
sebesar 0,378 dengan p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being,
sehingga hipotesis ketiga dalam penelitian ini dapat diterima.
Penelitian ini juga menggambarkan bahwa rata-rata subjek dalam
penelitian ini termasuk individu yang berada dalam tingkat tipe kepribadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
ekstrovert yang sedang, yaitu ditunjukkan dengan mean empirik sebesar 59,206.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat penelitian, individu dewasa madya di PT
Telkom Distel Jogjakarta menunjukkan perilaku yang cukup aktif dan penuh
semangat, bebas dalam mngespresikan apa yang diinginkan, memiliki hasrat
bersosialisasi yang cukup tinggi dengan lebih menikmati berada di suasana ramai
yang lebih dapat memberikan kesempatan luas untuk bergaul, memiliki sikap
asertif yang membuat individu lebih terbuka dan berani dalam menghadapi
tantangan-tantangan yang ada di depannya, berani untuk mengutarakan apa yang
sesuai dengan prinsip yang dipegangnya, kesadaran untuk mengikuti berbagai
kegiatan dalam bersosialisasi, dan memiliki daya saing yang cukup tinggi dalam
meraih ambisinya.
Individu yang cukup aktif dan positif dalam bersosialisasi dengan
lingkungannya akan cenderung meraih subjective well-being dalam kehidupannya.
Saat individu berinteraksi positif dengan orang lain, akan timbul suatu perasaan
saling membutuhkan dan penerimaan atas kekurangan-kekurangan yang ada,
sehingga ini akan meningkatkan afek positif yang dimiliki individu. Hal ini sesuai
dengan hasil hitungan manual mengenai sumbangan efektif tipe kepribadian
ekstrovert terhadap subjective well-being, yaitu sebesar 19,7%, yang memiliki
pengertian bahwa tipe kepribadian ekstrovert memberikan kontribusi sebesar
19,7% untuk mendukung subjective well-being pada dewasa madya. Maka dapat
diartikan terdapat hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan
subjective well-being, yaitu semakin tinggi tingkat tipe kepribadian ekstrovert
yang dimiliki maka semakin tinggi pula subjective well-being.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Jung (1953) menyatakan bahwa setiap jiwa dalam diri individu memiliki
energi yang akan mengalir, baik itu mengalir ke dalam dirinya sendiri (tipe
introvert )maupun mengalir ke luar dirinya (tipe ekstrovert). Individu dengan tipe
kepribadian yang lebih cenderung ekstrovert akan mudah untuk bersosialisasi
dengan lingkungannya karena hasrat dalam dirinya memang bertujuan untuk
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Menurut Diener dan Suh (2000)
bersosialisasi secara positif dengan lingkungan merupakan hal yang diperlukan
bagi individu untuk mendapat tingkat komponen kognitif yang diharapkan dalam
mencapai subjective well-being, yaitu individu mempunyai penilaian bahwa
berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah
hal-hal yang memberikannya kepuasan hidup.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan
subjective well-being pada dewasa madya, namun hasil penelitian ini masih
memiliki banyak keterbatasan di antaranya jumlah subjek masih berada dalam
lingkup yang kecil, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subyek
yang lebih banyak dan lingkup yang lebih luas, juga dapat dilakukan dengan
menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam
penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 134
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert secara bersama-sama memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan subjective well-being. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara
sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being,
diterima.
2. Ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan subjective
well-being. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis yang menyatakan ada
hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being, diterima.
3. Ada hubungan positif yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan
subjective well-being. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis yang
menyatakan ada hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan
subjective well-being, diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
B. Saran
1. Bagi individu berusia dewasa madya
Individu dalam usia dewasa madya hendaknya menggunakan sense of
humor-nya dalam menghadapi problematika dalam masa transisi yang dilaluinya
ini dan meningkatkan kegiatan dalam hal bersosialisasi secara positif dengan
lingkungannya, sehingga akan mendukung tercapainya subjective well-being
dalam kehidupannya. Hal ini dapat dilakukan secara terbuka dengan humor yang
dicetuskan oleh rekan, menerima dan mencoba mencetuskan humor untuk
mengurangi ketegangan, mengikuti kegiatan sosial yang diadakan oleh
lingkungan sekitar atau tempat kerja.
2. Bagi institusi PT Telkom Distel Jogjakarta
Disarankan kepada PT Telkom pada umumnya, dan PT Telkom Distel
jogjakarta, pada khususnya, untuk mempertahankan dan meningkatkan
komitmennya dalam mensejahterakan karyawan serta mengadakan kegiatan-
kegiatan guna mengembangkan sikap yang positif dalam bersosialisasi dengan
lingkungannya, baik dalam berinteraksi secara internal dengan perusahaan dan
karyawan-karyawan lainnya, maupun interaksi eksternal dalam menghadapi
customer. Hal ini dapat dilakukan, antara lain dengan mempertahankan acara
gathering yang diadakan setiap tiga bulan sekali, kegiatan olahraga rutin,
mengadakan pelatihan untuk meningkatkan sense of humor dengan tujuan agar
dapat mengurangi kecemasan karyawan dalam mengahadapi permasalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
hidupnya dalam melalui masa madya ini, dan mengadakan pelatihan untuk
meningkatkan strategi pelayanan yang lebih baik. Selain itu, perusahaan juga
dapat menyisipkan unsur humor dalam setiap acara piknik/ gathering yang
diselenggarakan agar suasana dapat lebih santai setelah kepadatan aktivitas yang
dikerjakan oleh para karyawan selama lima hari kerja dalam seminggu.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya yang berminat meneliti dengan tema yang
sama diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi
subjective well-being seperti jenis pekerjaan, keharmonisan keluarga, sel esteem,
dan disarankan juga untuk menggunakan alat ukur yang memiliki validitas dan
reliabilitas yang tinggi. Peneliti selanjutnya juga diharapkan mempertimbangkan
gaya sense of humor yang dikembangkan oleh Martin (2007) untuk mengetahui
apakah gaya humor yang dimiliki tiap individu dapat memberikan pengaruh bagi
subjective well-being. Selain itu, penelitian ini telah menunjukkan bukti bahwa
ada hubungan antara sense of humor dengan subjective well-being, sehingga
peneliti selanjutnya dapat mengadakan pelatihan mengenai pengaruh sense of
humor terhadap peeningkatan kebahagiaan individu khususnya dalam usia dewasa
madya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menggunakan data tambahan
seperti observasi dan wawancara,sebagai tambahan dalam menganalisis data, agar
hasil yang didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat
diungkap dengan angket.