hormon t3 dan t4
TRANSCRIPT
Hormon T3 dan T4
BAB I PENDAHULUAN
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu, akan
terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit gondok. Fungsi kelenjar gondok yang membesar
dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang disertai kelelahan,
jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau penyakit gondok
memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di depan leher di bawah
jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah
defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua
kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit
gondok (struma endemik). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah
satu masalah gizi utama di Indonesia, dan tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan
GAKY tahun 1997/1998 menemukan 354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik
berat.,16 Kekurangan iodium ini tidak hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga
timbul kelainan lain seperti kretinisme (kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan
neuromotor. Untuk itu, penting menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
BAB II TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Struma endemik
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar thyroid yang terjadi
pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian8,9,12
gambar: nodul tiroid9
2.2 Epidemologi
Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah
dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik
terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah
pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan
pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik.6 2.2 Embriologi Kelenjar thyroid
mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan.
Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara bronchial pouch pertama dan kedua. Dari
bagian tersenbut timbul divertikulum yang kemudian membesar, tumbuh kearah bawah
mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas akan
berbentuk sebagai duktus tiroglosus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.2,34,5,7,8
2.3 Anatomi Kelenjar Tiroid
Glandula thyroid terletak di bagian depan dan samping leher, kurang lebih setinggi vertebra
cervicalis V sampai cervicalis VII. Berat rata-rata 20-30 gram. glandula thyroid memiliki
selubung rangkap yang lansung melekat pada massa kelenjar di sebut capsula fibrosa, sedangkan
lapisan luar di bentuk dari lamina pretrakealis fascia cervical. Selubung yang merupakan lapisan
luar tersebut juga menghubungkan Mm. Infrahyoidea, dan di sebelah belakang membungkus
trakea, oesophagus dan N. Laryngeus recuren1. Glandula thyroidea difiksasi oleh struktur berikut
: 1. Berkas jaringan ikat yang menghubungkan kapsula dengan selubung lapisan luar 2.
Penebalan-penebalan jaringan ikat pada selubung yang menghubungkan glandula thyroidea
dengan trakea dan kartilago thyroid dan krikoid. Struktur ini disebut ligamentum thyroidea 3.
Jaringan ikat pembungkus arteria thyroidea dan vena thyroidea. Glandula thyroidea bila dilihat
dari depan, berbentuk kurang lebih seperti huruf H atau U, kelenjar ini terdiri atas dua lobus yang
disebut lobus dextra dan lobus sinistra, kedua lobus tersebut di hubungkan oleh jaringan di
tengah yaitu isthmus glandula thyroidea. Setiap lobus mempunyai apex, basis dan tiga
permukaan, apex menghadap ke atas dan belakang, terletak diantara M. Sternothyroideus dan M.
Constrictor pharyngeus inferior. Basis menghadap ke bawah dan medial, sedangkan permukaan
lateral (fecies lateralis) tertutup oleh M. Sternohyodeus, M. Sternothyroideus dan M.
Omohyoideus. Facies medialis berhubungan dengan larynx (M. Cricothyroideus) dan trakea,
pharynx (m. Contrictor pharyngeus inferior) dan oesophagus maupun n. Laryngeus externa dan
n. Laryngeus recurens. Facies posterior berhubungan dengan vagina carotica dengan isinya, juga
Mm. Prevertebralis, truncus symphaticus dan sisi medial dengan galandula pharathyroidea.
Isthmus glandula thyroidea merupakan massa kelenjar yang besar dan bentuknya variabel, dan
menghubungkan bagian bawah kedua lobus dekstra dan sinistra Lobus pyramidalis adalah suatu
bagian glandula thyroidea yang tidak selalu ada, yang bila terdapat mengarah keatas, pada
umumnya mulai dari isthmus sebelah kiri naik keatas menghubungkan diri dengan os hyoideum
melalui berkas jaringan ikat atau jaringan otot1. Vaskularisasi Kelenjar hyroidea mempunyai
vaskularisasi 1. A. Thyroidea superior, yang merupakan cabang dari A. Carotis eksterna, pada
apeks lobus lateralis. 2. A. Thyroidea inferior, yang merupakan cabang dari truncus
thyrocervicalis dari A. Subclavia. Arteri ini mencapai kelenjar dari bagian bawah dan sisi
belakang lobus lateral, lalu menembus selubung kelenjar dan pecah dalam cabang-cabangnya. 3.
A. Thyroidea ima, adalah arteri yang tidak selalu ada, dan merupakan cabang dari truncus
brachiochepalicus.1 Gambar: anatomi kelenjar tiroid
2.4 Biosintesa Hormon Tiroid
Pada usia dewasa berat kelenjar tyroid kira-kira 20 gram. secara mikroskopis terdiri atas banyak
kelenjar folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel
terdiri selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke lumen, sedangkan basisnya
menghadap kearah membran basalis. Folikel-folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah
untuk membentuk lobus yang mendapat darah dari end arteri. Setiap folikel berisi cairan pekat,
koloid, sebagian besar terdiri atas protein, khususnya glikoprotein tiroglobulin (bm:650.000).
Setiap molekul tiroglobulin (19 S Svedbeerg) mengandung 115 sisa tirosin dan terdiri atas subnit
8 S yang diyodinasi selama dan sesudah agregai trombosit. Kelenjar ini mengadung molekul 4 S,
sejenis albumin dan mengadung khususnya monoiodotirosin (MIT) dan diidotirosin (DIT).
Dengan sendirinya pada keadaan tertentu, dimana ada kebocoran kelenjar, protein bound iodine
(PBI) dan bukan sebagai tiroksin. Hormon utama yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3)
tersimpan juga dalam koloid sebagai bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan
dibebaskan apabila ikatan dengan tirogloblin ini dipecah oleh enzim khsus.3,4. Hormon tiroid
sangat istimewa karena mengandung 59-5% lemen yodium. Hormon T4 dan T3 berawal dari
yodinasi cincin fenol residu tirosin yang ada di tiroglobulin. Awalnya berbentuk mono- dan
diiodotirosin yang kemudian mengalami proses penggandengan (coupling) menjadi T3 dan T4.
(2,4) gambar : Struktur hormon tiroid2. Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat
dilihat dalam 7 tahap, sebagian besar distimulasi oleh TSH, yaitu tahap a. Tahap trapping b.
Tahap oksidasi c. Tahap coupling d. Tahap storage e. Tahap deyodinasi f. Tahap proteolisis g.
Tahap pengeluaran a. Tahap trapping. Pompa yodida terdapat pada bagian basal folikel, yang
dalam keadaan basal berhubungan dengan pompa Na/K, tetapi tidak dalam keadaan aktif. Pompa
ini bersifat energy dependent, dan membutuhkan ATP, daya konsentrasinya dapat mencapai 20-
100 kali kadar dalam serum darah3,4. Yodida bersama dengan natrium diserap oleh transporter
yang terletak di membran plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodine
symporter (NIS), berada di membran basal, dan kegiatannya tergantung adanya energi,
membutuhkan O2 yang di dapat dari ATP. Proses ini di stimulus oleh TSH sehingga mampu
meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100-500 kali lebih tinggi dibanding kadar ektrasel.
Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan aktivitas tyroid, beberapa bahan seperti
tiosianat (SCN) dan perklorat (Cl04-) justru menghambat proses ini dengan urutan kekuatan
sebagai berikut : Tc04 SeCN, NO2, Br. Baik TcO4 maupun perklorat secara klinis dapat
digunakan dalam memblok uptake yodida dengan cara inhibisi kompetitif pada pompa
yodium3,4. b. Tahap oksidasi Sebelum yodida dapat digunakan dalam sintesa hormon, yodida
harus dioksidiasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh enzim peroksidase. Bentuk aktif ini
diperkirakan ion yodium atau sulfonil yodida group, dimana hidrogen peroksidasenya berasal
dari NADH sitokrom B5 reduktase atau NADH sitokrom C reduktase. Yodium ini akan
bergabung dengan sisa tirosin atau monoyodotirosin yang ada dalam molekul tiroglobulin.
Enzim ini dibuat di aparatus golgi dan dikeluarkan ke dalam vesikel ke arah apeks sel dalam
bentuk non aktif. Baru di apekslah enzin ini diaktifkan sehingga proses cepat berlanjut3,4. c.
Tahap coupling Masih di dalam rangka molekul tiroglobulin, disamping yodinasi maka pada
residu tirosil juga terjadi reaksi coupling sebagai usaha membentuk hormon tiroid. Secara
intramolekular T3 dan T4 dibentuk dengan pertolongan reaksi coupling radikal bebas MIT dan
DIT. Preparat tiourea masih juga bekerja di tahap ini3,4. Tiroglobulin satu gikprotein 660kDa
disintesis di retiulum endoplasmik tiroid dan glikosilsinya diselesaikan di aparat golgi. Hanya
molekul Tg tertentu (folded molecule) mencapai membran apikal, dimana peristiwa selanjutnya
terjadi. Adapun protein kunci lain yang akan berperan adalah tiroperoksidase (TPO). Proses
diapeks melibatkan iodide, Tg, TPO dan hidrogen peroksidase (H2O2). Tg dioksidasi oleh H2O2
dan TPO yang selanjutnya menempel pada residu tirosil yang ada dalam rantai peptida Tg,
membentuk 3-monoiodotiroksin (MIT) atau 3,5-diidotirosin (DIT). Kemudian, dua molekul DIT
( masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor,
dengan DIT akseptor dengan perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk
T3 dari donor MIT dengan aseptor DIT3,4 d. Tahap penimbunan Sesudah pembentukan hormon
selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen folikel tiroid. Umumnya sepertiga yodium
disimpan sebagai T3 dan T4 dan sisanya dalam MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam
lumen sebagian besar terdiri dari Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan hormon
maupun yodium, yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.3,4 e. Tahap yodinasi Yodotirosin
yang terbentuk dan tidak akan digunakan sebagai hormon akan mengalami deyodinasi menjadi
tiroglobulin, residu, dan yodida kembali. Deyodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat
pemakaian unsur yodium. Problem ini menjadi amat kritis apabila yodium tersedia secara
terbatas.3,4 f. Tahap proteolisis Tiroglobulin dari koloid harus melalui sel tiroid sebelum sampai
ke sirkulasi, peristiwa ini dimulai dengan pembentukan vesikel oleh ujung vili ( atas pengaruh
thyroid stimulating hormone) menjadi tetes koloid peristiwa ini disebut juga endositosis. Atas
pengaruh TSH juga lisosom akan mendekati tetes koloid ini, menggabung sehingga terlepaslah
secara bebas MIT, DIT, T3 dan T4 dari tiroglobulin oleh enzim hidrolitik lisosom tadi.
Kemudian yodotirosin ( MIT,DIT) akan mengalami deyodinasi, sedangkan yodotirosin ( T3,T4)
dikeluarkan dari sel sebagai hormon.3,4 g. Tahap pengeluaran Pengeluaran hormon dimulai
dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili (atas pengaruh TSH berubah menjadi tetes
koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom. Enzim proteolitik utama adalah
endopeptidase katepsin C,B dan L, dan beberapa eksopeptidase. Hasil akhir ialah dilepaskan T4
dan T3 (yodotironin) bebas ke sirkulasi, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT (yodotirosin) tidak
dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi oleh yodotirosin deyodinase, dan iodidanya masuk
kembali ke simpanan yodium intratiroid (intrathyroidal pool) sebagai upaya untuk konservsi
yodium. Produksi sehari T4 kira-kira 80-100µg, 30-40% T3 endogen berasal dari konversi ekstra
tiroid T4 menjadi T33,4. Gambar: sintesis hormon tiroid2
2.5 Pengaturan Faal tiroid
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid ini: a. TRH ( thyrotrophin releasing hormone):
hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH ini
melewati median eminence, tempat ia disimpan dan kemudian dikeluarkan lewat sistem
hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hifofisis. Akibat TSH meningakat. Belum jelas apakah ada
short negative feedback TSH pada TRH. Meskipun tidak ikut menstimuli keluarnya growth
hormone dan ACTH, tetapi TRH ini menstimulasi pula keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga
folikel FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid terangsang menjadi
hiperplasia dan hiperfungsi. b. TSH ( thyroid stimulating hormone). Suatu glikoprotein yang
terbentuk oleh dua subunit (alfa dan beta). Subunit alfa sama seperti glikoprotein (TSH, LH,
FSH dan HCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif, tetapi subunit beta adalah khusus
untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel
tiroid ( TSH-receptor-TSH-R) dan terjadilahlah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat. c. Umpan balik sekresi hormon. Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik
ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas yang berperan dan bukannya hormon yang terikat.
T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan
mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH. d. Pengaturan ditingkat kelenjar tiroid
sendiri. Produksi hormon juga diatur juga oleh kadar yodium intra tiroid. Gangguan yodinasi
tirosin dengan pemberian banyak disebut fenomena wolf-chaikoff scape, yang terjadi karena
mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intra tiroid mengurang. 2,3,4,5 Gambar :
hubungan hipotalamus-hipofise dan kelenjar tiroid
2.6 Gejala Klinis
struma endemik Tidak semua struma endemik menimbulkan gejala klinis, gejala yang terjadi
bisa berupa: • Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penmpilan • Rasa tercekik di
tenggorokan • Batuk • Suara serak • Kesulitan menelan • Kesulitan bernafas15 2.6 Pemeriksaan
fungsi tiroid Banyak sekali pemeriksaan fungsi tiroid, baik yang mengukur fungsi tiroid
langsung ataupun tidak langsung. Beberapa yang dapat dipakai : a. Pemeriksaan basal metabolik
rate (BMR) Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi metabolisme apakah ada hubungannya
dengan hipotiroid, eutiroid atau hipertiroid. Untuk tonjolan tunggal manfaatnaya kurang, karena
umumnya kasus-kasus ini eutiroid. Bila ada hipertiroid pada tonjolan tunggal tiroid, hal ini dapat
disebabkan adenoma toksik atau nodul otonom, yang merupakan indikasi untuk operasi. b.
Pemeriksaan T3 dan T4 Thyroxine dan triodothyronin adalah hormon yang dihasilkan tiroid dan
berfungsi untuk metabolisme. Peninggian kedua jenis hormon ini ataupun salah satunya dapat
meningkatkan fungsi tiroid dan sebaliknya. Penggunaan pemeriksaan ini pada penatalaksanaan
tonjolan tunggal pada tiroid manfaatnya lebih kurang seperti pada pemeriksaan BMR. c.
Pemeriksaan antibodi untuk penyakit-penyakit autoimun. d. Pemeriksaan patologik pada bahan
berasal dari biopsi jarum. e. Pemeriksaan kadar TSH Sintesis TSH dihipnotis dan sekresinya ke
sirkulasi perifer berada di bawah kontrol positif hipotalamus-hipofisis intak, kadar TSH serum
secara langusng menggambarkan kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop hipofisis. Dengan
asumsi kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop sama dengan kerjanya pada sel-sel organ-organ
lain, maka sebenarnya kadar TSH akan juga menggambarkan status tiroid secara keseluruhan.
Selanjutnya bila terjadi kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid (terutama T4 bebas) sedikit
saja, akan terjadi penglepasan TSH yang berbanding terbalik sekitar 10 kali. Fakta ini
memperkuat pendapat bahwa TSH tidak selalu tepat menggambarkan status tiroid sesaat.
Misalnya setelah pengobatan hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan terjadi perubahan
mendadak kadar hormon tiroid, maka diperlukan waktu berminggu-minggu agar keseimbangan
T4 bebas dan TSH pulih kembali. Pada pemeriksaan di atas tidak mutlak harus dikerjakan;
pemeriksaan dapat dipilih menurut kepentingannya dengan melihat keadaan klinik. Gambar :
Photomicrograph of multinodular goiter H&E X 40.10
2.6 Penatalaksanaan
1. Fortifikasi Fortifikasi pangan adalah penambahan bahan atau zat gizi (nutrien) ke bahan
pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang
ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok
dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya
gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosioekonomi. Namun
demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat
gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Istilah double fortijication dan multiple fortification
digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi ditambahkan, masing-masing ditambahkan kepada
pangan atau campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’,
sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant ‘. Secara umum fortifikasi pangan
dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut: • Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari
pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan). • Untuk mengembalikan
zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siqnifikan dalam pangan akan tetapi
mengalami kehilangan selama pengolahan. • Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk
pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula
bayi. • Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan
lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega . Fortifikasi Yodium
Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversibel, itu sebabnya
penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan yang tumbuh di daerah dengan tipe
tanah dengan menggunakan pangan yang sama tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh
individu ataupun komunitas. Diantara strategistrategi untuk penghampusan GAKI, pendekatan
jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara
suplementasi yodium dalam tes, yang telah diusulkan berbagai jenis pangan pembawa seperti
garam, roti, susu, gula, dan air telah dicoba, Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum
yang diterima di kebanyakan negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan serangan
oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang
biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam
‘impure salt‘ pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan
tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program
iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan
prevalensi GAKI.6 Pembedahan pada tonjolan tiroid Bila tonjolan tiroid sudah diputuskan,
dilakukan pembedahan yang pada prinsipnya melakukan pembuangan jaringan tiroid sesedikit-
sedikitnya pada kelainan non neoplasma, dan secukupnya pada kelainan neoplasma. Untuk
melaksanakan hal ini perlu dibantu dengan pemeriksaan potong beku, meskipun hal ini selalu
tidak selalu dapat dilakukan karena kesulitan tehnik ataupun kesukaran diagnostik. Dilakukan
lobektomi, subtotal pada tonjolan bersangkutan dan jaringan diperiksa dengan cara potong beku
(frozen section). Bila hasilnya kelainan non neoplasma, luka operasi ditutup.
BAB III PENUTUP
Struma endemik merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang, termasuk
Indonesia, penyakit ini banyak terjadi karena defisisnesi yodium dalam diet, defisiensi bisa
terjadi karena faktor geografis dan karena faktor ekonomi. Faktor geografis mempengaruhi
struma terlihat dengan tingginya angka struma endemik di daerah pegunungan, ini dikarenakan
di daerah pegunungan kandungan yodium dalam tanah sangat sedikit karena struktur tanah yang
berkapur, sehingga tanaman di daerah ini sedikit mendapat yodium, untuk mencegahnya dapat
dilakukan dengan program fortifikasi yodium pada bahan makana, yang terbanyak adalah pada
garam dapur. Defisiensi karena faktor ekonomi dikarenakan daya beli masyarakat yang sangat
rendah, ini dikarenakan bahan makan yang mahal dan bahan makanan yang mendapat fortifikasi
yodium mempunyai nilai jual yeng lebih mahal. Dalam menangangi struma endemik perlu
dilakukan program yang lintas sektoral, yaitu sektor kesehatan, pertanian, ekonomi dan
perindustrian, dengan demikian masalah struma endemik di indonesia bisa di kurangi.
Pemeriksaan Tiroid
Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah dengan kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat lebih kuat daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroid–releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat dengan thyroxine binding globulin (TBG) sebanyak 38 – 80%, prealbumin 9 – 27% dan albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2 – 0.8% ada dalam bentuk bebas yang disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada penyakit graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien yang menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut, produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk menentukan beratnya kelainan tiroid.
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin 10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar tiroid.
Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon tiroid seperti T4 dan T3 melalui reseptornya yang ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari TSH ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di dalam darah. Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga akan terjadi penurunan kadar T3 dan T4.
Sebagaimana diketahui, hormon tiroid terikat pada protein yang disebut thyroxin binding protein. Banyaknya thyroxin binding protein yang tidak mengikat hormon tiroid merupakan ukuran dari T-Uptake.
Sebagaimana diketahui T4 didalam aliran darah terikat pada beberapa protein seperti yang telah disebutkan diatas. Selain itu T4 dapat meningkat pada kehamilan, pengobatan dengan estrogen, hepatitis kronik aktif, sirosis bilier atau kelainan bawaan pada tempat pengikatan T4. Pada keadaan ini, peningkatan T4 seolah-olah menunjukkan gangguan fungsi tiroid yang berlebihan, yang sebenarnya peningkatan itu bersifat palsu. Oleh karena itu, untuk mengetahui fungsi tiroid yang baik dapat diperiksa dengan FTI. Pemeriksaan kadar T3, T4, FTI, Free T3, Free T4, dan TSH dilakukan dengan metoda ELISA.
Anti-thyroglobulin antibody adalah autoantibodi terhadap tiroglobulin dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pada penyakit autoimmune tiroid akan dihasilkan antibodi tiroid yang akan berikatan dengan tiroglobulin yang menimbulkan reaksi radang daripada kelenjar tiroid. Pada tirotoxikosis, titer anti-thyroid antibody dapat mencapai 1/1600 dan pada thyroiditis Hashimoto lebih dari 1/5000. Pada keadaan tertentu seperti kanker tiroid dan penyakit rheumatoid, titer anti-thyroglobulin antibody dapat meningkat.