home /archives /vol. 06, no. 03, mei 2018
TRANSCRIPT
Home /Archives /Vol. 06, No. 03, Mei 2018
Published: 2018-05-21
Articles
• PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PEREDARAN MIE
INSTAN KADALUARSA DI KOTA DENPASAR I Gst. Ag. Ngr. Nata Wibawa, I Wayan Novy Purwanto 1-15
• IMPLEMENTASI HUKUM UNTUK PERLINDUNGAN SALES COUNTER
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA NOMOR 1 TAHUN 1970
Deviera Dika Putri Harlapan, Komang Pradnyana Sudibya 1-15
• TANGGUNG JAWAB PENJAMIN TERHADAP DEBITUR YANG TIDAK DAPAT
MEMENUHI PRESTASI KEPADA KREDITUR
Cok Istri Ratih Dwiyanti Pemayun, Komang Pradnyana Sudibya 1-14
• PERLINDUNGAN HUKUM LAGU YANG DIUNGGAH TANPA IZIN PENCIPTA DI
SITUS YOUTUBE
P. Dina Amanda Swari, I Made Subawa 1-15
• AKIBAT HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP PENDISTRIBUSIAN PRODUK
MAKANAN TIDAK BERSERTIFIKASI HALAL
Angelina Putri Suhartini, I Ketut Markeling 1-15
• PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG ATAS HILANG ATAU RUSAKNYA
BARANG DALAM PENGANGKUTAN UDARA
Dewa Ayu Putri Sukadana, Marwanto 1-14
• EKSISTENSI TINDAKAN RESELLER BERBASIS ONLINE SHOP DALAM
TRANSAKSI PERDAGANGAN MELALUI E-COMMERCE DI INDONESIA
I Gusti Agung Ayu Patrecia Marthavira, Ida Ayu Sukihana 1-16
• PELAKSANAAN KETENTUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KONSINYASI
ANTARA DISTRIBUTION OUTLET DENGAN SUPPLIER DI DENPASAR SELATAN
Anak Agung Ngurah Dharma Jaya, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Anak Agung Sagung Wiratni
Darmadi 1-17
• PELAKSANAAN OVER CONTRACT RUMAH SEWAAN DI KOTA DENPASAR
I Dewa Gede Angga Windhu Wijaya, Komang Pradnyana Sudibya 1-16
• PENYALAHGUNAAN PENYEWAAN PENGINAPAN DI KABUPATEN BADUNG
Ni Putu Rika Efriyanti, Komang Pradnyana Sudibya 1-15
• AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBEDAAN HARGA BARANG PADA LABEL
(PRICE TAG) DAN HARGA KASIR
A.A. Sagung Agung Sintia Maharani, I Ketut Markeling 1-15
• UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK MEREK
Kadek Yoni Vemberia Wijaya, I Gusti Ngurah Wairocana 1-6
• PENETAPAN BOEDEL PAILIT DAN PENGELUARAN BENDA DARI BOEDEL
PAILIT (Analisis Yuridis terhadap Putusan Nomor : 5 / Pdt. Sus. Gugatan Lain-lain/ 2017 /
PN. Niaga. Sby Jo. No. 2 / Pdt. Sus. Pailit / 2017 / PN. Niaga Sby)
Bendesa Gede Mas Indriyanigraha Arjaya, I Gusti Ketut Ariawan
• PELAKSANAAN OUTSOURCING PADA BANK BRI KANTOR CABANG PEMBANTU
UNIT JIMBARAN
Putu Dian Junintya Dewi, I Wayan Wiryawan, I Made Dedy Priyanto 1-12
• PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN PROGRAM JAMINAN
HARI TUA BAGI PEKERJA PADA HOTEL RAMADA BALI SUNSET ROAD KUTA
Cokorda Gde Wiyarta, I Ketut Markeling, I Nyoman Darmadha
• Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak Berkaitan Dengan Klausula Eksonerasi Dalam
Perjanjian Baku
Marsha Angela Putri Sekarini, I Nyoman Darmadha
• PENERAPAN TENTANG BATASAN WAKTU PEKERJA ASING UNTUK BEKERJA
PADA PT. HARUM INDAH SARI TOUR & TRAVEL DI DENPASAR DI TINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
Luh Intan Putri Wulandari, I Nyoman Wita 1-15
• KEDUDUKAN KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN
HAK MILIK ATAS TANAH BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 4 TAHUN
1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN BESERTA BENDA – BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH
Kadek Septian Dharmawan Prastika, Marwanto Marwanto, A.A Ketut Sukranatha 1-13
• PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGGUNAKAN JASA
REKREASI WAHANA AIR DI CIWA SEMPURNA KECAMATAN KUTA SELATAN
Ida Bagus Widnyana, I Made sarjana, I Made Dedy Priyanto 1-14
• PENGELOLAAN WILAYAH PANTAI OLEH PIHAK SWASTA BERDASARKAN
PERJANJIAN DENGAN PEMERINTAH TERKAIT DENGAN PASAL 33 AYAT (3) UUD
NRI 1945 YANG MELINGKUPI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT LOKAL
Andre Julio, Ida Bagus Surya Dharmajaya 1-5
• KEDUDUKAN SERIKAT PEKERJA/BURUH DALAM MELAKUKAN PERUNDINGAN
PEMBENTUKAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA*
Anak Agung Istri Widya Prabarani, I Gusti Ngurah Wairocana 1-13
• TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN SEBAGAI PENANGGUNG
(CORPORATE GUATANTEE) ANAK PERUSAHAAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
JIKA TERJADI WANPRESTASI
Ketut Gde Dannu Mertha Wiguna, I Gede Artha 1-14
• PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN SEBAGAI ANALISIS DALAM
PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BPR GIANYAR PARTASEDANA
I Dewa Gede Cahaya Dita Darmaangga, Dewa Gde Rudy, A.A Gede Agung Darmakusuma 1-13
• PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS TINDAKAN
PENGAMBILAN PAKSA KENDARAAN BERMOTOR OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN
DI KOTA DENPASAR
A.A Ngr Gde Oka Mahajaya, A.A. Sri Indrawati, Ida Bagus Putu Sutama 1-16
• PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT KEHILANGAN
KENDARAAN DALAM AREA PARKIR (Studi Kasus Pasar Umum Desa Pakraman
Sukawati)
I Komang Gde Arya Dinatha, Ida Bagus Putu Sutama 1-12
• KETIDAKJUJURAN PELAKU USAHA TERHADAP STRUK BELANJA MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Putri Nabella Tuntama, I Ketut Tjukup 1-5
• PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK
KOSMETIK TANPA KOMPOSISI BAHAN
Luh Putu Dianata Putri, A.A Ketut Sukranatha 1-14
• IMPLIKASI HUKUM PEMBUBARAN KOPERASI YANG DIPUTUS PAILIT
Ni Nyoman Ratih Kemala Sandy, Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati 1-16
• PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG TIDAK
DIDAFTARKAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN
Ni Ketut Satya Narayani, I Ketut Sudantra 1-16
• PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA VILLA
THE SEMINYAK OASIS
Made Nadya Pradnya Sari, I Made Udiana, I Nyoman Mudana
• ANALISIS KEWENANGAN KPPU MELAKUKAN PENYELIDIKAN DAN/ATAU
PEMERIKSAAN YANG DIATUR DALAM PASAL 36 UU NO.5 TAHUN 1999
Izabella Wulandari, Ibrahim R 1-14
• PELAKSANAAN PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
JAMINAN PENSIUN TERHADAP PEKERJA KONTRAK DI PDAM KABUPATEN
TABANAN
I Putu Aris Udiana Putra, I Made Udiana, I Nyoman Mudana
• EFEKTIFITAS PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
TERHADAP PEDAGANG MAKANAN TRADISIONAL YANG MENGGUNAKAN ZAT
PEWARNA BERBAHAYA DI PASAR BADUNG, KOTA DENPASAR*
I Gusti Ngurah Gede Bayu Brahmantara, I Wayan Wiryawan, A.A. Sri Indrawati 1-17
• PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP
PEREDARAN MAKANAN YANG TELAH KADALUARSA DI PASAR KERENENG
DENPASAR
I Made Cahyadi, I Wayan Wiryawan, A.A. Sri Indrawati 1-14
• RISIKO HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK KAITANNYA DENGAN
PERLINDUNGAN NASABAH
Ferdian Nickolas Pasangka, R.A. Retno Murni, A.A. Ketut Sukranatha
• PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI LEMBAGA
KEUANGAN NON BANK BERBASIS FINANCIAL TECHNOLOGY JENIS PEER TO PEER
LENDING
I Wayan Bagus Pramana, Ida Bagus Putra Atmadja, Ida Bagus Putu Sutama 1-14
• PERTANGGUNGJAWABAN PENGUSAHA ATAS TIDAK TERPENUHINYA
PEMBERIAN UPAH MINIMUM BAGI TENAGA KERJA
Ridita Aulia, I Made Mahartayasa 1-14
• PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGGUNAKAN JASA
TRANSPORTASI PT. GOJEK INDONESIA DI KOTA DENPASAR
Elvina Esmerelda Fanani, Suatra Putrawan, Ida Bagus Putu Sutama 1-14
• PIHAK YANG BERWENANG MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN
PAILIT TERHADAP DEBITUR DALAM KREDIT SINDIKASI
I Gusti Ngurah Krisna Aditya Putra, I Nyoman Darmadha 1-16
• LEGALITAS E-MONEY SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN YANG SAH DALAM
MEMASUKI JALAN BEBAS HAMBATAN
I Dewa Made Krishna Wiwekananda, Made Nurmawati 1-15
• SUATU PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA KONSUMEN MENGENAI
PERJANJIAN SEWA MAUPUN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR PADA DEALER PT
CAHAYA SURYA BALI INDAH DENPASAR
I Komang Ari Wijayantara, Marwanto Marwanto 1-14
1
Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak Berkaitan Dengan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku*
Oleh
Marsha Angela Putri Sekarini**
I Nyoman Darmadha***
Bagian Hukum Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak Berkaitan
Dengan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku”. Asas kebebasan
berkontrak merupakan asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap
orang dapat membuat suatu perjanjian dengan siapapun dan untuk hal
apapun. Namun seiring dengan tingkat kemajuan di bidang bisnis, hadirnya
perjanjian baku menyebabkan adanya ketidakseimbangan kedudukan antara
pelaku usaha dengan konsumen, yang di mana di dalam kontrak baku sering
kali dipergunakan oleh pelaku usaha untuk mencantumkan klausula
eksonerasi yang memberikan pembatasan kewajiban dan tanggung jawab bagi
pihak pelaku usaha. Permasalahan yang diuraikan di dalam jurnal ilmiah ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana eksistensi asas kebebasan berkontrak
di dalam perjanjian baku dan bagaimana perlindungan hukum bagi pihak yang
dirugikan akibat klausula eksonerasi dalam perjanjian baku yang ditinjau dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
* Penulisan karya ilmiah yang berjudul Eksistensi Asas Kebebasan
Berkontrak Berkaitan Dengan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku ini bukan merupakan ringkasan skripsi (di luar skripsi).
** Penulis pertama dalam penulisan karya ilmiah ini ditulis oleh Marsha
Angela Putri Sekarini, selaku mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. ***
Penulis kedua dalam penulisan karya ilmiah ini ditulis oleh I Nyoman
Darmadha, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis pertama di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Metode penelitian yang
digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif. Dalam perjanjian
baku yang bersifat publik, eksistensi kebebasan berkontrak terimplementasi
walaupun dibuat dalam bentuk perjanjian baku, sedangkan dalam perjanjian
baku yang bersifat privat, eksistensi asas kebebasan berkontrak tidak
terimplementasikan. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) juga merupakan bentuk campur tangan negara dalam
memberikan perlindungan terhadap konsumen, dalam Pasal 18 UUPK dimuat
peraturan yang membatasi kebebasan subjek hukum dalam membuat
perjanjian, termasuk terkait keberadaan klausula eksonerasi dalam perjanjian
baku.
Kata kunci: Asas Kebebasan Berkontrak, Perjanjian Baku, dan Klausula
Eksonerasi.
ABSTRACT
This study entitled "The Existence of Freedom of Contract Relating to
Exoneration Clause in the Standart Contracts". Freedom of Contract is a principle
which gives a comprehension that everyone can make an agreement with anyone
and for any matter. However, in line with the level of progress in the business
field, the presence of standard contracts leads to an imbalance of positions
between business actors and consumers. It is often used by business actors to
include exoneration clauses that provide restrictions on obligations and
responsibilities for business actors. This scientific journal aims to find out how the
existence of the freedom of contract in the standard contracts and how the law for
the aggrieved party due to the exoneration clause in the standard contract based
on “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata” and “Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 about Consumer Protection”. The research method that used in this study is
the normative research. In a public standard contract, the existence of freedom of
contract is implemented even though it is made in the form of standard contract,
whereas in a private standard contract, the existence of freedom of contract is not
implemented. Act No. 8 of 1999 about Consumer Protection (UUPK) is also a form
of state intervention in providing protection to consumers, Article 18 UUPK contains
rules limiting the freedom of legal subjects in making agreements, including in
relation to the existence of the exoneration clause.
Keywords: The Freedom Of Contract, Standard Contracts, and The
Exoneration Clause. I. PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Perjanjian merupakan salah satu aspek terpenting di dalam
dunia bisnis, baik yang dilakukan oleh individu dengan individu
maupun dengan kelompok. Lahirnya sebuah perjanjian diawali
dengan adanya kesepakatan antara para pihak yang melibatkan
dirinya di dalam pembuatan perjanjian tersebut. Menurut
hukum perjanjian di Indonesia, seseorang memiliki kebebasan
untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang
dikehendakinya, dan juga bebas menentukan klausul-klausul
yang akan diperjanjikan di dalam perjanjian tersebut. Kebebasan
untuk menentukan mengenai apa yang diperjanjikan di dalam
pembuatan suatu perjanjian tersebut merupakan implementasi
dari asas fundamental di dalam pembuatan suatu perjanjian,
yakni asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak
merupakan asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa
setiap orang dapat membuat suatu kontrak/perjanjian dengan
siapa pun dan untuk hal apa pun. Kebebasan berkontrak
memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara
bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,
diantaranya :
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian; d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.1
Namun seiring dengan tingkat kemajuan di bidang bisnis
menyebabkan timbulnya kebutuhan bagi para pelaku bisnis
1 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 4.
4
untuk menghadirkan konsep karakteristik bisnis yang cepat,
murah dan sederhana. Karakteristik tersebut menimbulkan
bentuk perjanjian standar/ baku. Hadirnya perjanjian baku
menyebabkan adanya ketidakseimbangan kedudukan antara
pelaku usaha dengan konsumen, yang di mana di dalam kontrak
baku sering kali dipergunakan oleh pelaku usaha untuk
mencantumkan klausula eksonerasi yang memberikan
pembatasan kewajiban dan tanggung jawab bagi pihak pelaku
usaha. Hal ini tentu dapat berpotensi menimbulkan kerugian
bagi konsumen.
Pencantuman klausula eksonerasi akan sangat merugikan
konsumen yang pada umumnya memiliki posisi lebih lemah jika
dibandingkan dengan pihak pelaku usaha, dikarenakan beban
yang semestinya dipikul oleh pelaku usaha, akan serta merta
berpindah menjadi beban bagi konsumen.2 Walaupun memiliki
kecenderungan merugikan konsumen, namun nyatanya
perjanjian baku masih banyak dipergunakan oleh para pelaku
usaha, misalnya pada bidang perasuransian, perbankan, parkir,
dan lain sebagainya.
Dalam prakteknya, perjanjian baku memang lebih efisien
untuk diterapkan di bidang bisnis, dikarenakan mudah dan
sederhana yang mana seketika itu juga perjanjian dapat
ditandatangani oleh para pihak. Namun, jika dilihat di dalam
perjanjian baku sama sekali tidak mencerminkan unsur dari
asas kebebasan berkontrak. Hal tersebut menunjukan bahwa
telah terjadi penyimpangan dari penerapan asas kebebasan
berkontrak. Semestinya para pihak memiliki kewenangan untuk
turut serta dalam menentukan bentuk dan klausul/ isi dari
2 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.114.
5
perjanjian. Penerapan asas kebebasan berkontrak harus
dipahami dengan sebaik-baiknya guna mencegah terjadinya
wanprestasi di dalam pelaksanaan perjanjian. Kemudian terkait
dengan adanya klausula eksonerasi di dalam perjanjian baku,
maka menjadi penting juga untuk mengetahui perlindungan
hukum bagi pihak yang dirugikan akibat klausula eksonerasi
dalam perjanjian baku.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah eksistensi asas kebebasan berkontrak
dalam perjanjian baku ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak yang
dirugikan akibat klausula eksonerasi dalam perjanjian
baku?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yakni untuk
mengetahui eksistensi asas kebebasan berkontrak di dalam
perjanjian baku dan perlindungan hukum bagi pihak yang
dirugikan akibat klausula eksonerasi dalam perjanjian baku.
II. ISI MAKALAH
2.1 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan di dalam penulisan makalah ini
adalah metode normatif dengan pendekatan perundang-
undangan (The Statute Approach) artinya pendekatan yang
dilakukan dengan menelah semua undang-undang dan regulasi
yang bersangkut-paut sesuai hukum yang ditangani.3
3 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Cetakan Keenam,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 93.
6
2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
2.2.1 Eksistensi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam
Perjanjian Baku
Salah satu asas hukum yang dianut dalam hukum
perjanjian adalah “asas kebebasan berkontrak”, yang berarti
setiap orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang
memuat syarat-syarat perjanjian macam apapun, sepanjang
perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.4 Keberadaan asas
kebebasan berkontrak dapat dilihat dari beberapa pasal dalam
KUHPerdata, contohnya pada Pasal 1320 ayat (4) dan Pasal
1337 yang memberikan pemahaman bahwa asalkan bukan
mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, maka
setiap orang bebas untuk memperjanjikannya. Selain itu pada
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang merumuskan bahwa,
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya.” Berdasarkan
rumusan pasal tersebut, dapat diartikan bahwa setiap orang
dapat membuat perjanjian dengan isi apa pun, terdapat
kebebasan setiap subjek hukum untuk membuat perjanjian
dengan siapa pun yang dikehendaki, dengan isi dan bentuk
yang dikehendaki.5
Perjanjian baku biasanya dipergunakan dalam kegiatan
yang bersifat publik maupun privat. Perjanjian baku yang
bersifat publik, biasanya dibuat oleh lembaga pemerintah,
4 Gemala Dewi, 2004, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah, Kencana, Jakarta, h. 187.
5 Christiana Tri Budhayati, “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Hukum Perjanjian di Indonesia”, Jurnal Widya Sari, Vol. 10 No. 3 Januari 2009, h. 236.
7
contohnya seperti perjanjian jual beli hak atas tanah dalam
bentuk akta jual beli. Sedangkan perjanjian baku yang bersifat
privat, lebih erat kaitannya dengan perjanjian di bidang bisnis,
contohnya seperti transaksi perbankan, perhotelan,
pengangkutan, dan juga perjanjian kredit.
Pada perjanjian baku yang bersifat publik, eksistensi
asas kebebasan berkontrak terimplementasi walaupun dibuat
dalam bentuk perjanjian baku, karena seperti di dalam
perjanjian jual beli tanah, sebelum dibuatnya akta jual beli
tanah oleh pemerintah, para pihak di dalam perjanjian
sebelumnya telah membuat perjanjian pengikatan, yang di
mana di dalam perjanjian tersebut memberikan kebebasan bagi
para pihak untuk melakukan negosiasi terkait harga, cara
pembayaran, tanggung jawab, resiko, maupun hal lainnya yang
berkaitan dengan penjualan tanah tersebut.
Sedangkan dalam perjanjian baku yang bersifat privat,
eksistensi asas kebebasan berkontrak tidak
terimplementasikan, karena dalam perjanjian baku yang
bersifat privat terjadi proses negosiasi yang tidak seimbang di
antara para pihak, yang di mana pihak yang satu telah
menyiapkan syarat-syarat tertentu (klausul tertentu) pada
formulir perjanjian yang sudah dicetak dan diserahkan kepada
pihak lain untuk disetujui dengan tidak memberikan
kebebasan kepada pihak yang lain untuk melakukan negosiasi
atas syarat-syarat yang tercantum di dalam perjanjian. Dalam
hal ini pihak yang lemah (biasanya konsumen) hanya
diperkenankan untuk membaca dan memahami syarat yang
diajukan oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat, dan
apabila persyaratan tersebut disetujui, maka konsumen
dipersilahkan untuk menandatanganinya (take it). Namun
8
apabila konsumen tidak menyetujui klausul yang tercantum di
dalam perjanjian, maka transaksi dapat tidak dilanjutkan
(leave it). Itulah sebabnya perjanjian baku yang bersifat privat
biasanya disebut dengan istilah “take it or leave it contract.”6
Dalam perjanjian baku yang bersifat privat, khususnya
perjanjian kredit yang di mana dikarenakan kebutuhan debitur
akan dana yang sangat mendesak, sehingga debitur berada
pada posisi yang lemah. Hal tersebut menyebabkan kedudukan
para pihak menjadi tidak seimbang. Pihak yang lemah biasanya
tidak dalam keadaan yang bebas untuk menentukan apa yang
menjadi keinginannya di dalam perjanjian. Dalam hal yang
demikian pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya
mempergunakan kesempatan tersebut untuk menentukan
klausula-klausula tertentu dalam kontrak baku, sehingga isi
perjanjian hanya mengakomodir kepentingan pihak yang
kedudukannya lebih kuat.7 Sehingga dapat dipastikan bahwa
perjanjian tersebut akan memuat klausul-klausul yang
menguntungkan bagi pelaku usaha, serta meringankan atau
menghapus kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi beban
dari pelaku usaha.
2.2.2 Perlindungan Hukum Bagi Pihak Yang Dirugikan
Akibat Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat menjadi UUPK)
tidak memberikan definisi mengenai klausula eksonerasi,
seperti diuraikan di atas perjanjian dengan syarat eksonerasi
6 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo,
Jakarta, h.120. 7 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.cit., h.114.
9
disebut pula perjanjian dengan syarat untuk pembatasan
berupa penghapusan ataupun pengalihan tanggung jawab.
Beban tanggung jawab yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan dihapus oleh penyusun perjanjian
melalui syarat-syarat eksonerasi tersebut.8
Klausula eksonerasi di dalam perjanjian baku merupakan
upaya pengalihan tanggung jawab dari pelaku usaha kepada
konsumen yang seharusnya tidak diperbolehkan oleh undang-
undang. Namun pada kenyataanya masih banyak ditemukan
klausula eksonerasi pada perjanjian baku yang dibuat oleh
para pelaku usaha, biasanya dibuat dengan huruf yang sangat
kecil dan sulit untuk dimengerti, sehingga menuntut kehati-
hatian ekstra bagi konsumen dalam memahami tiap-tiap butir
klausul, sebab akan dapat berakibat fatal apabila kondisi
tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan
keuntungan pribadi. Selain itu penempatan klausula
eksonerasi sering kali ditempatkan pada tempat yang susah
untuk dilihat, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi
pihak konsumen (pihak yang dirugikan). Klausula eksonerasi
dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen akibat dari
kedudukan atau posisi tawar-menawar yang tidak seimbang
antara para pihak.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) juga merupakan bentuk campur tangan
negara dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen,
dalam Pasal 18 UUPK dimuat peraturan yang membatasi
8 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit. h.115.
10
kebebasan subjek hukum dalam membuat perjanjian,
termasuk terkait keberadaan klausula baku.
Pasal 18 ayat (1) UUPK menentukan bahwa :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian apabila :
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau
jasa yang dibeli oleh konsumen; d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada
pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan
dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen
yang menjadi objek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.”
Jika pelaku usaha melanggar ketentuan mengenai
pencantuman klausula baku/ klausula eksonerasi, maka
sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UUPK, klausula
baku tersebut akan dinyatakan batal demi hukum. Batal demi
hukum artinya syarat-syarat dalam perjanjian tersebut
dianggap tidak pernah ada. Dalam pasal 62 ayat (1) UUPK juga
mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran Pasal 18
tersebut, yaitu berisikan ancaman hukuman pidana penjara
11
maksimum 5 (lima) tahun atau pidana denda maksimum Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam perjanjian baku yang bersifat publik, eksistensi
kebebasan berkontrak terimplementasi walaupun dibuat
dalam bentuk perjanjian baku, sedangkan dalam
perjanjian baku yang bersifat privat, eksistensi asas
kebebasan berkontrak tidak terimplementasikan.
2. Klausula eksonerasi di dalam perjanjian baku dilarang
penggunaannya, karena bertentangan dengan asas
kebebasan berkontrak.
3.2 Saran
1.Sebaiknya di dalam pembuatan perjanjian baku harus
melindungi kepentingan setiap pihak, agar tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak yang memiliki posisi
lebih lemah, sehingga pelaksanaan perjanjian akan
memberikan manfaat yang sama bagi kedua belah
pihak.
2.Bagi para pelaku usaha sebaiknya tidak mencantumkan
klausula eksonerasi pada perjanjian baku yang dapat
menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Dewi, Gemala, 2004, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan
Perasuransian Syariah, Kencana, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Cetakan
Keenam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak,
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan
Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,
Grasindo, Jakarta.
Jurnal :
Budhayati, Christiana Tri, “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Hukum Perjanjian di Indonesia”, Jurnal Widya Sari, Vol. 10 No.
3 Januari 2009.
Perundang-undangan :
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)