hipertensi arteri pulmonal
TRANSCRIPT
Makalah Farmakoterapi Terapan
HIPERTESI ARTERI PULMONAL
KELOMPOK 8
KELAS A
FEBRIYANTI R.
POLONTALO
N211 15 601
NUR FARAHIYAH AMALINA N211 15 710
HUSNUL CHATIMAH N211 15 719
NURUL FADILA N211 15 729
DJAHRAWATY ASMAWI N211 15 738
ARIWANTI N211 15 746
MOHAMMAD NOFAR N211 15 833
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015/2016
HIPERTENSI ARTERI PULMONAL
A. PENDAHULUAN
Hipertensi arteri pulmonal (HAP) merupakan penyakit serius yang terjadi
pada arteri pulmonalis kecil dan ditandai oleh peningkatan tahanan vaskuler
pulmonal yang berlangsung progresif yang dapat berakhir pada kegagalan
ventrikel kanan dan kematian. Penyakit tersebut untuk pertama kali ditemukan
oleh Dr. Ernst von Romberg pada tahun 1891.
Arteri pulmonalis membawa darah dari jantung ke paru, kemudian darah
kembali ke jantung dan dialirkan keseluruh tubuh dengan membawa oksigen.
Pada HAP aliran darah dari ventrikel jantung ke paru mengalami hambatan
karena tekanan di ventrikel kanan meningkat. Hal tersebut mengakibatkan
jantung bekerja lebih keras dengan mempercepat denyut jantung. Gejala yang
timbul adalah rasa terikat di dada, berat, sulit bernapas, pusing, aktifitas
menjadi terbatas bahkan pingsan dan mudah lelah. HAP dapat menjadi berat,
ditandai oleh penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal
jantung kanan.
Ada berbagai tipe HAP, dapat sebagai komplikasi penyakit lain, karena
penggunaan obat tertentu, namun dapat pula penyebabnya tidak diketahui.
Hipertensi arteri pulmonalis terbagi atas HAP primer yang tidak diketahui
penyebabnya dan HAP sekunder, yang biasanya akibat kondisi medis lain.
Saat ini istilah tersebut menjadi kurang populer karena dapat menyebabkan
kesalahan penanganan, sehingga istilah HAP primer diganti menjadi HAP
idiopatik. HAP semakin lama dapat memburuk karena semakin lama tekanan
dalam paru semakin bertambah, sehingga penyakit tersebut memerlukan
pengobatan sepanjang hayat. Tidak ada pengobatan definitif untuk HAP,
namun beberapa obat dapat mengurangi gejala.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi arteri pulmonal dapat menjadi
penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering
1
didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan
pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian per tahun sekitar
2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival sampai timbulnya gejala
penyakit sekitar 2-3 tahun.
B. DEFINISI & KLASIFIKASI
Hipertensi arteri pulmonal merupakan suatu keadaan meningkatnya
tekanan vaskular paru akibat peningkatan tekanan arteri pulmonalis.
Peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru dapat
menyebabkan sesak nafas, pusing, dan pingsan pada saat melakukan
aktivitas. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National
Institute of Health yakni bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35
mmHg atau mean tekanan sistolik arteri pulmonalis >25 mmHg pada saat
istirahat atau >30 mmHg pada saat beraktivitas dan tidak didapatkan adanya
kelainan katup pada jantung kiri, penyakit miokardium, penyakit jantung
kongenital, dan tidak adanya kelainan paru.
WHO mengklasifikasikan hipertensi arteri pulmonalis (HAP) ke dalam 6
kelompok berikut:
1. HAP idiopatik
2. HAP familial/genetik
- BMPR2
- ALK-1, endoglin (dengan atau tanpa hemoragik telangiektasis
herediter)
- Tidak diketahui
3. Obat-obatan dan toksin
4. HAP yang berhubungan dengan:
- Penyakit kolagen pada pembuluh darah
- Infeksi HIV
- Hipertensi portal
- Penyakit jantung bawaan
2
- Schistosomiasis
- Anemia hemolitik kronis
5. Hipertensi pulmonalis sejak lahir
6. Penyakit vena-oklusif pulmonal dan atau hemangiomatosis kapiler
pulmonal
HAP familial/genetik maupun HAP idiopatik terjadi karena kelainan
mutasi dan atau penyakit keturunan tanpa mutasi yang diketahui. Kelainan
mutasi pada HAP melibatkan BMPR2 (bone morphogenetic protein receptor
II) dan ALK-1 (activin receptor-like kinase type 1). Mutasi pada gen BMPR2
terjadi pada 70% kelompok HAP familial dan terjadi pada 11-40% pada
kelompok HAP idiopatik.
HAP idiopatik secara histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif
fleksiform sel-sel endotel, muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi
sel-sel intima dan penebalan tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-
sel otot polos vaskuler. Sehingga meningkatkan tekanan darah pada cabang-
cabang arteri kecil dan meningkatkan tahanan vaskuler dari aliran darah di
paru. Beratnya hipertensi arteri pulmonalis dibagi dalam 3 tingkatan yakni
ringan bila tekanan sistolik arteri pulmonalis (mPAP) 25-45 mmHg, sedang
bila 46-64 mmHg dan berat bila >65 mmHg.
WHO juga mengklasifikasikan kelas fungsional penderita hipertensi arteri
pulmonalis dengan memodifikasi klasifikasi kelas fungsional dari NYHA (New
York Heart Association) yakni sebagai berikut:
Kelas I Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Kelas II Pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikit keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Kelas III Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukan aktivitas ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat.
Kelas IV Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang tidak mampu melakukan aktivitas apapun (aktivitas ringan akan merasakan sesak), dengan tanda dan gejala gagal jantung kanan.
3
C. ETIOLOGI
Penyebab HAP tidak hanya satu tetapi multi faktorial. Faktor-faktor
tersebut antara lain dapat terjadi karena predisposisi genetik, hubungan
dengan lingkungan, dan atau faktor komorbiditas lainnya.
Angka kejadian (insidensi) HAP idiopatik di Amerika Utara dan Eropa
adalah 5 untuk tiap 1 juta orang dan lebih sering didapatkan pada perempuan
(rasio laki-laki:perempuan = 1:1,7). HAP idiopatik sering didapatkan pada
rata-rata usia 37 tahun. HAP merupakan komplikasi dari skleroderma yang
paling sering, yaitu 7%-12% pada pasien HAP. HAP juga dihubungkan
dengan komplikasi dari kelainan jaringan kolagen, termasuk penyakit lupus
eritematosus sistemik dan penyakit fibrosis paru.
Pasien dengan infeksi HIV juga dapat berkembang menjadi HAP
dengan prevalensi 0,46%. Pada pasien dengan penyakit hati (liver),
hipertensi portal dapat menjadi penyebab bersama terjadinya HAP yang
terjadi pada 2-6% pasien.
Penyakit jantung bawaan juga dapat menjadi penyebab dari HAP
walaupun masih jarang terjadi. Penyebab HAP yang paling sering terjadi
adalah sistosomiasis dan penyakit sickle cell yang diikuti dengan penyakit
jantung bawaan dan hipertensi pulmonal sejak kecil. HAP dapat menjadi
komplikasi dari penyakit sickle cell dan merupakan faktor resiko kematian
yang paling utama.
Obat-obatan dan toksin juga terbukti dapat meningkatkan progresivitas
HAP termasuk obat-obat anoreksia seperti aminorex, fenfluramin, dan
dexfenfluramin. Obat-obatan lain terkait yang menjadi penyebab HAP antara
lain amfetamin, kokain, L-triptofan, dan agen kemoterapi seperti mitomycin C,
carmustine, etoposide, cyclophosphamide, dan bleomycin.
D. PATOFISIOLOGI
Jantung memiliki dua ruangan atas dan dua ruangan bawah. Setiap saat
darah melewati jantung, ruang kanan bawah (ventrikel kanan) memompa
4
darah ke paru-paru melalui pembuluh darah besar (arteri pulmonalis). Dalam
paru-paru, darah melepaskan CO2 dan mengambil oksigen. Darah kaya
oksigen kemudian mengalir melalui pembuluh darah di paru-paru (arteri,
kapiler, dan vena pulmonalis) ke sisi jantung.
Normalnya darah mengalir dengan mudah melalui pembuluh darah di
paru-paru, sehingga tekanan darah biasanya jauh lebih rendah di paru-paru.
Pada hipertensi arteri pumonal, kenaikan tekanan darah disebabkan oleh
perubahan pada sel-sel yang melapisi arteri pulmonal. Perubahan ini
menyebabkan jaringan tambahan terbentuk, akhirnya terjadi penyempitan
yang akhirnya menghalangi pembuluh darah, membuat pembuluh darah
menjadi kaku dan sempit. Hal ini membuat darah lebih sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan darah dalam arteri pulmonalis.
Pada HAP terjadi peningkatan tekanan pada pembuluh darah pulmonal
kecil yang disebut sebagai tahanan arteri. Hal itu sangat berpengaruh
terhadap aliran darah regional paru. Peningkatan tahanan arteri akibat
kondisi di atas akan mempengaruhi tekanan dalam ventrikel kanan sehingga
kapasitas fungsi pompa jantung sangat terganggu (Pharmacotherapy, 8th
Edition).
Patofisiologi dari HAP terkait dengan beberapa keadaan biologis
termasuk disfungsi sel endotel, aktivasi platelet, faktor konstriksi, proferasi
sel yang berlebihan, hipertrofi, fibrosis, dan inflamasi. Keadaan tersebut
menyebabkan kerusakan vaskular pulmonalis secara progresif
(Pharmacotherapy, 8th Edition).
Vasokonstriksi dan hipertrofi media terjadi pada awal hipertensi arteri
pulmonal. Keadaan ini menyebabkan kerusakan sel endotel sehingga terjadi
penurunan produksi endothelium drived vasodilator dan peningkatan
vasokonstriktor. Vasokonstriksi akan diikuti oleh proliferasi dan fibrosis intima,
trombosis in situ, dan perubahan fleksogenik. Peningkatan ekspresi vaskuler
endothelial growth factor (VEGF), suatu mitogen sel endotel spesifik yang
5
dihasilkan oleh makrofag dan otot polos vaskuler, berperan dalam remodeling
vaskuler (Pharmacotherapy, 8th Edition).
Gambar 4. Patofiolosi hipertensi arteri pulmonal
Kejadian hipertensi pulmonal primer dalam suatu keluarga menunjukan
kepekaan genetik. Komponen genetik yang terkait dengan HAP termasuk di
antaranya BMPR2, ALK-1, NO sintase, gen karbamil-fosfat sintase, dan
transporter serotonin (5-HT). Mekanisme seluler dan molekuler terkait dengan
berbagai mediator vasoaktif termasuk di antarana prostasiklin (PGI2),
endotelin-1 (ET-1), nitric oxide (NO), dan serotonin (5-HT). Patofisiologi dari
HAP terkait dengan ketidakseimbangan dari mediator-mediator tersebut.
Selain itu, sebagian kecil kelompok dengan resiko tinggi (penyakit vaskuler
kolagen, hipertensi portal, infeksi HIV dan obat-obat penekan nafsu
6
makan/anoreksigen) dapat menimbulkan gambaran klinis yang sama dengan
HAP (Pharmacotherapy, 8th Edition).
1. Predisposisi Genetik (Kelainan Genetik)
Terdapat 2 gen dalam kelompok reseptor famili TGF-b mempunyai
hubungan yang kuat dengan familial hipertensi pulmonal. Gen bone
morphogenetic receptor type 2 (BMPR2), memodulasi pertumbuhan sel-
sel vaskuler dengan mengaktivasi jalur intraseluler. Dalam keadaan
normal BMP menekan pertumbuhan sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45
mutasi yang berbeda BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi
arterial pulmonal.
BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel otot polos
vaskuler heteromerik, bagian dari transforming growth factor. Mutasi
eksonik pengkodean gen BMPR2, yang berpengaruh pada suatu aberasi
transduksi sinyal pada sel otot polos vaskuler paru sehingga menimbulkan
proliferasi sel. Mutasi BMPR2 telah diidentifikasi 50-90% pasien dengan
diagnosis HAP familial, 25% pada pasien HAP idiopatik dan 15% pada
pasien HAP sehubungan dengan penggunaan fenfluramine.
Jenifer et al. menemukan bahwa 27% pasien HAP idiopatik dengan
mutasi BMPR2. Menurut Souza et al. (2008), pasien dengan mutasi
BMPR2 signifikan lebih cepat timbul gejala dibandingkan dengan tanpa
mutasi BMPR2. Adapun ALK-1 merupakan faktor pertumbuhan β yang
sedang bertransformasi dan dapat ditemukan pada penderita
telangiectasia hemoragik dan HAP.
2. Ketidakseimbangan Mediator-Mediator Vasoaktif
Prostasiklin (PGI2) dan Tromboksan A2 (TXA2)
Prostasklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam
arakidonat mayor. Prostasiklin merupakan vasodilator poten, dan
berfungsi menghambat aktivasi platelet, sedangkan tromboksan A2
merupakan vasokonstriktor poten yang membantu proliferasi dan
aktifasi platelet. Pada kondisi normal aktivitas keduanya seimbang,
7
namun pada HAP keseimbangan kedua molekul tersebut bergeser
kearah tromboksan A2, yang berakibat trombosis, proliferasi dan
vasokonstriksi. Selain itu terjadi penurunan sintesis prostasiklin pada
arteri pulmonal kecil dan medium.
Endotelin-1
Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten yang
merangsang pembentukan otot polos arteri pulmonalis. Endothelin-1
merupakan suatu asam amino peptide yang dihasilkan oleh enzim
converting endothelium pada sel-sel endotel. Kadar endotelin
meningkat pada pasien HAP dan klirennya berkurang pada vaskuler
paru. Endotelin beraksi pada 2 reseptor yang berbeda. Reseptor ETA
pada sel otot polos vaskuler dan Reseptor ETB pada sel otot polos
vaskuler dan sel endotel vaskuler paru. Kedua reseptor menyebabkan
proliferasi sel otot polos vaskuler. Kadar ET-1 plasma berkorelasi
dengan beratnya HAP dan prognosis.
Nitric Oxide (NO)
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi
platelet dan penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel
endotel dari arginin oleh NO sintase, menimbulkan efek vasodilatasi
melalui mekanisme yang komplek dengan cGMP. Pada pasien dengan
HPP, terjadi penurunan NO sintase, sehingga timbul vasokonstriksi
dan proliferasi sel. NO berkontribusi dalam menjaga fungsi dan struktur
vaskuler dalam keadaan normal.
Serotonin
Serotonin (5-hydroxytryptamine) merupakan vasokonstriktor yang
meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Pada pasein HPP,
terjadi peningkatan serotonin plasma yang menyebabkan
vasokonstriksi.
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
8
Pada pasien dengan HAP, terjadi peningkatan produksi VEGF.
VEGF memiliki dua reseptor yaitu VEGF-1 dan VEGF-2 yang terdapat
pada paru-paru.
3. Faktor Resiko (Risk Factor)
Methamphetamine dan Cocaine
Methamphetamine dan cocain dilaporkan meningkatkan insiden
hipertensi pulmonal. Pada studi autopsi oleh Murray et al. (1989), 4 dari
20 orang pengguna berat cocain, menunjukkan hipertropi medial pada
arteri pulmonalis. Mekanisme terjadinya hipertrofi arteri ini masih belum
jelas.
Hipoksia
Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi
menginduksi vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler paru
terhadap hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk
mengoptimalkan hubungan antara ventilasi dan perfusi. Hipoksia akut
diregulasi oleh produk-produk endotel dan memediasi perubahan
aktivitas kanal ion pada sel-sel otot polos arteri paru. Hipoksia
menyebabkan remodeling struktur, proliferasi sel-sel otot polos
vaskuler, migrasi dan peningkatan deposisi matriks vaskuler (Farber
and Loscalzo, 2004).
Anoreksigen
Hubungan antara anoreksigen dan hipertensi pulmonal awalnya
diobservasi pada tahun 1960-an saat terjadi epidemik hipertensi
pulmonal primer di Eropa karena pemakaian aminorex fumarate
sebagai anoreksigen (Gurtner, 1985). Aminorex fumarate aksinya
meliputi pelepasan norepinephrine pada ujung saraf bebas dan
meningkatkan kadar serotonin serum. Sehingga terjadi proliferasi atau
pertumbuhan sel-sel otot polos arteri paru. Penggunaan obat ini
meningkatkan kasus HAP idiopatik, tergantung dosis dan lama
pemakaian. Penggunaan obat-obat anoreksigen lain seperti
9
fenfluramine and dexfenfluramine terbukti dapat meningkatkan resiko
hipertensi arteri pulmonal (Abenhaim et al., 1996).
D. GEJALA KLINIS
Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak
spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan
penyebabnya (primer atau sekunder). Gejala umumnya berkembang secara
gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnu saat beraktifitas, kelelahan
(fatigue), dan intoleransi aktivitas.
Seiring dengan progresivitas HAP akan timbul gejala klinis di antaranya
disfungsi dan gagal jantung kanan, dipsnu saat beristirahat, udem pada
tungkai bawah, nyeri dada, dan sinkop yang merefleksikan ketidakmampuan
menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga dapat terjadi
meskipun arteri koroner normal tetapi nyeri dada disebabkan oleh karena
peregangan arteri pulmonal atau iskemia ventrikel kanan. Berikut gejala dan
tanda hipertensi arteri pulmonal:
Gejala TandaDispnu saat aktivitasFatique (kelelahan)SinkopNyeri dada anginaHemoptisisFenomena Raynauld’s
Distensi vena jugularisImpuls ventrikel kanan dominanKomponen katup paru menguat (P2)S3 jantung kananRegurgitasi triskupidHepatomegaliEdema perifer
E. CONTOH KASUS (Pharmacotherapy Casebook, 7th Edition)
Keluhan Utama (Chief Complaint)
Beberapa jam yang lalu, pasien merasa sangat pusing dan sesak, dan
tiba-tiba terjatuh di atas lantai kamar mandi.
Riwayat Penyakit Pasien (History of Patient Illness)
Cindy Price merupakan seorang wanita berusia 32 tahun yang dibawa ke
UGD dengan keluhan mengalami sesak dan pusing. Sementara sedang
10
mandi pagi ini, dia menjadi sangat lemah dan sinkop (pingsan). Dia mengingat
terjatuh di atas lantai dan membenturkan kepalanya, tapi tidak mengingat apa-
apa setelahnya. Dia dibawa ke UGD oleh saudara perempuannya.
Riwayat Penyakit Sebelumnya (Past Medical History)
Hipertensi (4 tahun yang lalu)
GERD (6 tahun yang lalu)
Kemungkinan asma
Riwayat Keluarga (Family History)
Ayah meninggal karena gagal jantung di usia 62 tahun.
Ibu berumur 57 tahun dan didiagnosa terkena hipertensi pulmonal 4 tahun
yang lalu.
Riwayat Lingkungan (Social History)
Rokok (-)
Alkohol (-)
Menggunakan kokain pada umur 20-an
Pernah mencoba berbagai metode diet (termasuk dengan obat Amfetamin)
sejak di bangku kuliah
Terapi (Meds)
Hydrochlorothiazid 12,5 mg PO setiap sebelum makan
Albuterol (Metered Dose Inhaler) 1-2 puff setiap 4-6 jam prn saat sesak
Famotidine 10 mg PO sehari sekali prn
Alergi (Allergies)
Tidak diketahui
Catatan Perkembangan Pasien (Review of Systems)
Hari ini, Cindy mengatakan bahwa dia merasa nyaman saat istirahat tetapi
merasa terjadi peningkatan dispnu, kelelahan, dan pusing dengan aktivitasnya
sehari-hari untuk 6 bulan terakhir. Dia mengatakan bahwa gejala tersebut
hanya terjadi saat dia melakukan aktivitas fisik yang berat dan tidak terjadi
11
saat dalam kondisi istirahat. Dalam 2-3 bulan terakhir, dia selalu merasakan
berdebar-debar dan berkeringat pada pergelangan kakinya. Episode sinkop
(pingsan) yang dialami baru terjadi saat insiden akut (belum pernah terjadi
sebelumnya). Kira-kira 9 bulan yang lalu, Cindy telah diperiksa oleh dokter
keluarganya dengan keluhan sesak. Dokter mengatakan bahwa peningkatan
dyspnea terkait dengan asma, jadi dokter tersebut meresepkan inhaler
Albuterol untuk Cindy. Tapi menurut Cindy, inhaler Albutamol tidak
memperbaiki kondisi sesaknya.
Hasil Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)
Umum
Pasien terbaring di UGD dan berada dalam kondisi ansietas/cemas.
Tanda Vital (Vital Sign)
TD 130/84 mmHg, RR 26×/menit, suhu 37 , BB 128 kg, O2 saturasi 88%
Kulit
Dingin saat disentuh; diaforesis (-)
Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan
Pupil normal, reaktif terhadap cahaya dan akomodasi; perpindahan
ekstraokular normal; membran mukosa kering, membran timfani jelas
Leher/Limfa Node
(+) Distensi vena jugular; Limfadenopathy (-); Tiromegali (-); Bruits (-)
Paru-paru/Toraks
Bersih tanpa desah, ronkhi, ataupun rales.
Menyusui (-)
Kardiovaskular
Split S2, loud P2 (komponen katup paru menguat), S3 gallop (jantung kanan)
Abdomen
Halus; (+) Hepatojugular refluks; liver sedikit membesar; bunyi perut normal
Genitalia/Rektal (tidak dilakukan)
Mitral stenosis/Extermitas
12
Tingkat gerak penuh; udem pada kedua ekstermitas bawah (2+); memar (-);
sianosis (-); nadi jelas
Neuro
Pasien waspada dan terorientasi (A & O × 3); DTR bilateral normal
Hasil Pemeriksaan Lab
Data Lab Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Ket.
Na+ 135 – 145 mEq/L 138 mEq/L Normal
K+ 3,3 – 4,9 mEq/L 3,8 mEq/L Normal
Cl- 97 – 110 mEq/L 98 mEq/L Normal
PCO2 35 – 45 mmHg 28 mEq/L ↓
BUN 8 – 25 mg/dL 12 mg/dL Normal
SCr 0,2 – 1,0 mg/dL 0,9 mg/dL Normal
Glukosa 75 -109 mg/dL 88 mg/dL Normal
Hgb 12 – 16 g/dL 14 g/dL Normal
Hct 36 – 46 % 40% Normal
RBC 4,5 – 5,9 × 103 / mm35,1 × 106/mm3 Normal
Platelet 140 – 440 × 103 / µL 311 × 103/µL Normal
MCV 80 – 100 84 µm3 Normal
MCHC 31 – 37 g/dL 34 g/dL Normal
WBC 4 – 10 × 103 / mm3
8,8 × 103 / mm3 Normal
Neutrofil 50 – 70% 62% Nomal
Basofil 0 – 2% 2% Normal
Eosinofil 0 – 5% 1% Normal
Limfosit 28 – 39% 32% Normal
Monosit 0 – 10% 3% Nomal
Mg 1,5 – 2,5 mg/dL 2,1 mg/dL Normal
Ca 9 – 11 mg/dL 8,4 mg/dL Normal
BNP <100 pg/mL 60 pg/mL Normal
ECG (Elektrokardiogram)
13
Sinus takikardia (120×/menit); pergeseran aksis ke kanan; gambaran
gelombang ST depresi di lead precordial kanan; gelombang P yang tinggi di
lead 2, 3, dan aVF.
X-Ray
Kardiomegali; gambaran arteri pulmonalis menonjol; edema paru (tidak
nampak)
Echocardiography 2 Dimensi
Hipertrofi atrium dan ventrikel kanan; regurgitasi triskupidal; mPAP 55 mmHg.
Ventilasi/Scan Perfusi
Emboli paru (-)
Tes Fungsi Paru
FEV1 = 1.87 L (61%)
FVC = 2.10 L (57%)
FEV1/FVC = 0.89
Assessment
Seorang wanita berumur 32 tahun dengan tanda/gejala hipertensi arteri
pulmonal (kemungkinan besar familial/genetik)
F. IDENTIFIKASI MASALAH
Apa faktor resiko yang menyertai pasien ini sehingga berkembang ke
hipertensi arteri pulmonal?
Faktor resiko yang menyertai pasien dalam kasus tersebut adalah
riwayat penggunaan obat kokain dan amfetamin. Penggunaan kokain dan
atau amfetamin sangat besar kemungkinannya menjadi penyebab
hipertensi arteri pulmonal atau mempercepat progresivitas dari penyakit
hipertensi arteri pulmonal itu sendiri.
14
Apa saja bukti klinik subjektif dan objektif yang terkait dengan hipertensi
arteri pulmonal?
Bukti klinik subjektif dari kasus tersebut yang terkait dengan
hipertensi arteri pulmonal yakni keluhan utama pasien yang mengalami
sesak (dispnu), pusing, hingga sinkop. Kondisi tersebut merupakan gejala
klinis dari hipertensi arteri pulmonal yang merefleksikan ketidakmampuan
menaikan curah jantung dan ketidakmampuan pasien secara adekuat untuk
meningkatkan aliran darah paru selama aktivitas. Episode sinkop (pingsan)
yang terjadi saat insiden akut, pergelangan kaki yang berkeringat, dada
berdebar-debar, serta selalu merasa kelelahan saat beraktivitas merupakan
gejala klinis dari progresivitas penyakit hipertensi arteri pulmonal (Dipiro et
al., 2011). Adapun bukti klinik objektif dari hasil pemeriksaan yang
meliputi signs (tanda-tanda) dari HAP antara lain:
- CV: loud P2 (aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2) dan S3
gallop pada ventrikel kanan jantung. Peninggian suara P2 dihasilkan dari
peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal karena respon
peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik.
- Two-Dimensional Echocardiography: Hipertrofi atrium dan ventrikel kanan;
regurgitasi triskupidal; tekanan arteri pulmonalis rata-rata 55 mmHg.
Terjadinya hipertrofi pada ventrikel kanan dan regurgitasi triskupidal pada
pasien HAP berkembang karena tekanan overload pada ventrikel kanan
jantung. Tekanan arteri pulmonalis rata-rata 55 mmHg (kategori sedang)
pada pasien lebih dari 25 mmHg (pada saat istirahat) yang sesuai dengan
kriteria diagnosis untuk hipertensi arteri pulmonal menurut National Institute
of Health.
- ECG : pergeseran aksis ke kanan; gambaran gelombang ST depresi di lead
precordial kanan; gelombang P yang tinggi di lead 2, 3, dan aVF yang
menandakan pembesaran atrium kiri. Hasil ECG tersebut merupakan
gambaran tipikal HAP meskipun bukan merupakan pemeriksaan spesifik.
15
- X-Ray: Pasien mengalami kardiomegali (pembesaran jantung) dan tampak
jelas bayangan yang menonjol pada arteri pulmonalis yang merupakan
gambaran khas foto thoraks pada pasien HAP.
- Ekstremitas: Terjadi edema pada kedua ekstremitas bawah (kaki) yang
merefleksikan terjadinya edema perifer pada HAP.
- Leher/Limfa Node: Distensi vena jugular
- Abdomen: Hepatojugular refluks dan liver sedikit membesar yang
merefleksikan terjadinya hepatomegali yang merupakan salah satu tanda
dari hipertensi arteri pulmonal.
- Lab: Tekanan CO2 yang berada di bawah rentang normal yang
merefleksikan kondisi sesak yang dialami oleh pasien.
G.HASIL YANG INGIN DICAPAI
Apa tujuan utama terapi dan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai pada
kasus ini?
Tujuan utama terapi pada hipertensi arteri pulmonal adalah
menormalkan ketidakseimbangan antara vasokonstriksi dan vasodilatasi,
mencegah terjadinya trombosis, serta memperbaiki oksigenasi dan kualitas
hidup pasien. Adapun tujuan jangka panjang dari terapi terhadap pasien
HAP yakni mengurangi/meringankan gejala, meningkatkan kualitas hidup
pasien, mencegah progresivitas penyakit, dan meningkatkan kelangsungan
hidup (survival) pasien (Pharmacotherapy, 8th Edition).
H. PILIHAN TERAPI
Apa saja pilihan terapi farmakologi yang ada untuk terapi hipertensi arteri
pulmonal? Sebutkan indikasi terapi pada penyakit, mekanisme kerja, dosis,
efek samping yang potensial terjadi, kontraindikasi, interaksi obat yang
signifikan, dan parameter monitoringnya!
Prinsip terapi farmakologi pada pasien hipertensi arteri pulmonal secara
umum adalah: (1) suplemen vasodilator endogen; (2) inhibisi
16
vasokonstriktor endogen; (3) mengurangi interaksi platelet endotel dan
mencegah trombosis. Terapi farmakologi untuk hipertensi arteri pulmonal
terdiri dari antikoagulan oral, diuretik, oksigen, nitric oxide, penyekat kanal
kalsium, prostasiklin dan analognya, antagonis reseptor endotelin,
penghambat fosfodiesterase, dan terapi kombinasi (Pharmacotherapy, 8th
Edition).
1. Antikoagulan Oral
Antikoagulan adalah obat yang digunakan untuk mencegah pembekuan
atau penggumpalan darah dengan menghambat pembentukan faktor
pembekuan darah. Atas dasar ini, antikoagulan diperlukan untuk mencegah
terbentuknya dan meluasnya trombus (bekuan) dan emboli. Antikoagulan
biasanya digunakan pada pasien yang mengalami hipertensi arteri pulmonal
primer (yang penyebabnya tidak diketahui) atau biasa disebut hipertensi arteri
pulmonal idiopatik.
Timbulnya trombosis in situ dan gagal jantung kanan meningkatkan
resiko terjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah dilaporkan
dengan antikoagulan oral warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8.
Warfarin merupakan derivat kumarin yang strukturnya mirip dengan
vitamin K dan aktif secara oral. Warfarin memblok karboksilasi gamma yang
tergantung vitamin K dari residu glutamat, menyebabkan produksi faktor VII,
IX, X, dan protrombin (II) yang termodifikasi. Faktor-faktor tersebut menjadi
inaktif karena karboksilasi gamma menghasilkan suatu zat yang terikat Ca2+
yang penting bagi protein dalam membentuk suatu kompleks katalitik yang
efisien. Antikoagulan oral hanya aktif in vivo dan membutuhkan 2 – 3 hari
untuk mencapai efek antikoagulan yang penuh. Oleh karena itu, bila
dibutuhkan efek segera, harus diberikan heparin sebagai tambahan.
2. Diuretik
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan
ekskresi air dan natrium kllrida. Sebagian besar diuretik bekerja dengan
menurunkan reabsorpsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektrolit yang
17
meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk
mempertahankan kesdimbangan osmotik.
Pada pasien hipertensi arteri pulmonal, diuretik digunakan untuk
mengurangi sesak dan edema perifer, dan dapat bermanfat untuk mengurangi
kelebihan cairan terutama bila ada regurgitasi trikuspidal.
3. Oksigen
Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan
atau aktifitas pada pasien HAP, dan pasien sebaiknya harus memperhatikan
dan membatasi aktivitas yang berlebihan. Pemberian oksigen untuk
mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan di atas
90%.
4. NO inhalasi
Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan secara inhalasi
dengan waktu paruh singkat, hal ini bermanfaat sebagai tes vasodilator pada
pengobatan hipertensi pulmonal. Efek inhalasi NO pada pasien hipertensi
pulmonal primer memperlihatkan perbaikan dalam parameter hemodinamik,
efek jangka panjang belum diteliti namun beberapa pasien tampak
menunjukan manfaat dengan terapi tersebut.
5. Penyekat Kanal Kalsium (Calcium Channel Blocker/CCB)
Sejumlah kecil pasien dengan HAP idiopatik yang memiliki respon
terhadap tes vasodilator akut positif diterapi dengan CCB dosis tinggi. Pasien
dengan HAP idiopatik sebagian besar memilik respon terhadap vasodilator
dan CCB, namun penggunannya sebagai terapi jangka panjang sangat kecil.
Amlodipine, nifedipine atau diltiazem merupakan agen yang paling
sering digunakan, sementara verepamil menimbulkan efek inotropik negatif.
Diltiazem dapat digunakan pada pasien dengan takikardia untuk
memperlambat heart rate melalui blokade node atrioventrikular. Jika terdapat
disfungsi sistolik ventrikel, diltiazem dan verapamil sebaiknya tidak digunakan.
18
Efek samping yang bermakna seperti hipotensi yang mengancam hidup
pasien dengan fungsi ventrikel kanan yang berat.
Amlodipine Diltiazem NifedipineDosis 2,5-10 mg/hari 540-900
mg/hari180-240 mg/hari
Rute Per oral (PO) Per oral (PO) Per oral (PO)Efek samping Angina/infark miokard,
miopati/rhabdomiolisisSakit kepala, edema, dispepsia
Edema perifer, sakit kepala, mual
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap amlodipine, penyakit liver, kehamilan
Hipersensitif terhadap diltiazem, hipotensi (TDS <90 mmHg), IMA
Hipersensitif terhadap nifedipin, infark miokard akut
Interaksi Obat α1 bloker, antifungi, bosentan, clopidogrel, siklosporin, digoxin, sildenafil
Amiodaron, β-bloker, simetidin, clopidogrel, kortikosteroid, siklosporin, salmeterol
α1 bloker, simetidin, clopidogrel, siklosporin, fenitoin
Parameter monitoring
TD, kadar lipid, tes fungsi hati,
Tes fungsi hatiTD, heart rate, gejala dan tanda gagal jantung kongestif, edema perifer
Pregnancy Risk
Kategori X Kategori C Kategori C
6. Prostasiklin dan analog prostasiklin
Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam
patogenesis HAP. Prostasiklin dan analognya dapat menurunkan prostasiklin
sintase paru pada pasien HAP. Studi klinis membuktikan bahwa terapi jangka
lama dengan analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien
dengan HAP sedang sampai berat. Obat golongan ini termasuk Epoprostenol,
Treprostinil, dan Iloprost.
19
Epoprestenol Treprostinil Iloprost
Kelas fungsional
Kelas III dan IV (SOR/strength of recommendation: A)
Kelas II, III dan IV Kelas III (SOR: A) dan kelas IV (SOR: B)
Bukti indikasi Pemakaian jangka panjang dapat memperbaiki hemodinamik, toleransi latihan, dan survival rate
Meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki hemodinamik (sama seperti epoprostenol)
Memperbaiki fungsional kelas HAP, kapasitas latihan dan hemodinamik paru
Dosis 1-2 ng/kg/menit 1.25 ng/kg/menit 2.5 mcg 6-9 kali/hari
Rute Infus IV kontinu SC/IV InhalasiKestabilan Tidak stabil pada
suhu kamar dan pH asam
Stabil Stabil
Waktu paruh < 3 – 5 menit 2 – 4 jam 7 – 9 menitEfek samping Sakit kepala,
kemerah-merahan, diare, mual, dan nyeri otot. Komplikasi lain:Infeksi, obstruksi kateter, dan sepsis
Sebagian besar sama dengan epoprestenol, namun ES yang paling utama adalah nyeri pada tempat injeksi
Sakit kepala, hipotensi, kemerah-merahan, diare, mual, dan nyeri otot
Kontraindikasi Pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel, pasien dengan edema paru
Tidak terdapat kontraindikasi pada label
Tidak terdapat kontraindikasi pada label
Interaksi obat Antikoagulan, antihipertensi, antiplatelet
Antikoagulan, antihipertensi, antiplatelet, NSAID
Antikoagulan, antihipertensi, antiplatelet
Parameter monitoring
Fungsi paru, gejala klinis HAP, tekanan arteri pumonal, fungsi vital, hipoksia, dan
TD, dispnu, fatigue, toleransi aktivitas, gejala kelebihan dosis (sakit kepala,
HR, TD, RR, perbaikan fungsi paru, toleransi latihan, kelas fungsional, dan
20
takikardia mual, muntah)efek samping
Pregnancy Risk
Kategori B Kategori B Kategori C
7. Antagonis Reseptor Endotelin
Antagonis reseptor endotelin efektif dalam mengobati HAP karena
peranan patogenik endotelin-1 (ET-1) pada hipertensi pulmonal. Pada HAP,
ET-1 yang menyebabkan meningkatnya tonus vaskuler dan hipertrofi vaskuler
paru. Obat golongan ini termasuk Bosentan, Sitaxsentan, dan Ambrisentan.
Bosentan Sitaxsentan Ambrisentan
Kelas fungsional pasien HAP
Kelas II dan III (SOR: A). Kelas IV (SOR: E/C)
Kelas II dan III (SOR: A). Kelas IV (SOR: E/C)
Kelas II dan III (SOR: A). Kelas IV (SOR: E/C)
Bukti indikasi Perbaikan hemodinamik kardiopulmonal dan penurunan signifikan PVR, penurunan mPAP
Meningkatkan kapasitas latihan, hemodinamik, dan jarak ketahanan berjalan selama 6 menit
Perbaikan signifikan pada kapasitas fungsional dan hemodinamik, serta memperlambat memburuknya kondisi pasien
Dosis 62.5 mg sehari 2 kali (4 minggu) diikuti 125 mg atau 250 mg sehari 2 kali (maks. 12 minggu)
100 mg sehari 1 kali 5 – 10 mg per hari
Rute Per oral (PO) Per oral (PO) Per oral (PO)Waktu paruh 5 jam 10 jam 9 jamEfek samping Edema perifer,
hidung tersumbat, palpitasi, pusing, dan hepatotoksik
Sama dengan bosentan, namun efek hepatotoksiknya paling rendah di antara agen antagonis reseptor
Sama dengan bosentan. Efek hepatotoksiknya lebih rendah dibandingkan
21
ET-1 lainnya bosentanKontraindikasi
Hipersensitif terhadap bosentan, penggunaan bersama siklosporin atau glyburide, kehamilan
Hipersensitif terhadap sitaxsentan, penggunaan bersama siklosporin, ibu menyusui, kehamilan
Hipersensitif terhadap ambrisentan, kehamilan
Interaksi obat Antifungal, siklosporin, sildenafil, warfarin
Siklosporin, salmeterol, warfarin
Siklosporin, anggur
Parameter monitoring
Serum transaminase (AST and ALT), bilirubin, Hgb
Serum transaminase (AST and ALT), bilirubin, tanda dan gejala klinis hepatotoksik
Serum transaminase (AST & ALT), bilirubin, tanda dan gejala klinis hepatotoksik
Pregnancy Risk
Kategori X Kontraindikasi Kategori X
8. Penghambat Fosfodiesterase
Mekanisme kerja penghambat fosfodiesterase dengan menginhibisi
cGMP phosphodiesterase (phosphodiesterase type 5 inhibitors) secara
spesfifik sehingga dapat meningkatkan respon vaskuler paru hipertensi
pulmonal serta dapat bekerja secara sinergik dengan NO.
Sildenafil Tadalafil
Kelas fungsional pasien HAP
Kelas II dan III (SOR: A). Kelas IV (SOR: E/C)
Kelas II dan III (SOR: A). Kelas IV (SOR: E/C)
Bukti indikasi Signifikan menurunkan mPAP, meningkatkan kapasitas latihan memperbaiki hemodinamik, meningkatkan kelas fungsional dan
Meningkatkan kapasitas latihan, memperbaiki kualitas hidup pasien.
22
meningkatkan vasodilatasi endotel
Dosis 20 mg sehari 3 kali 100 mg sehari 1 kaliRute Per oral (PO) Per oral (PO)Waktu paruh 4 jam 17,5 jamEfek samping Sakit kepala, kemerah-
merahan, dispepsia, diare, perubahan penglihatan, hipotensi
Sakit kepala, kemerah-merahan, myalgia, hipotensi
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap sildenafil, pasien dengan gagal jantung, pasien dengan iskemi koroner, pasien hipertensi dengan terapi multidrug
Penggunaan bersama dengan golongan nitrat
Interaksi obat Antifungi, bosentan, golongan nitrat, α1 bloker
Antifungi, bosentan, golongan nitrat, α1 bloker
Parameter monitoring
Pengobatan lain pasien yang dapat mengganggu efektivitas terapi, gejala dan efek samping harus dipantau
Monitor terhadap respon dan efek samping yang merugikan
Pregnancy Risk
Kategori B Kategori B
Penggunaan sildenafil cukup disukai karena kemasan oral sehingga
mudah pemberiannya, efek samping relatif minimal, dan harga lebih
terjangkau dibandingkan dengan terapi spesifik HP lainnya. Perbandingan
dengan inhalasi NO, sildenafil juga mempunyai efek hemodinamik sistemik
dan bila dikombinasi dengan inhalasi NO dapat meningkatkan dan
memperpanjang efek NO sehingga dapat mencegah rebound vasokonstriksi
setelah pemberian inhalasi NO. Suatu studi klinik tanpa kontrol menguji efek
hemodinamik akut sildenafil dan potensinya dalam terapi jangka panjang pada
pasien HPP. Sildenafil terbukti dapat memblok vasokonstriksi paru hipoksik
pada orang dewasa sehat dan menurunkan mPAP pasien HAP.
23
9. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi merupakan terapi pilihan dengan tujuan untuk
memperbaiki hemodinamik, gejala, dan kapasitas latihan pada pasien HAP.
Terapi kombinasi dapat meneruskan inisiasi dari dua atau lebih terapi atau
menjadi terapi tambahan dari terapi sebelumnya yang sudah mengalami
insufisiensi. Terapi kombinasi dapat diberikan bila terdapat tanda gagal
jantung kanan, jarak tes berjalan selama 6 menit < 380 m dan gejala tetap
pada klasifikasi fungsional kelas III dan IV walaupun sudah mengikuti terapi
aktif.
Kombinasi Bosentan dan Epoprostenol dapat memperbaiki
hemodinamik, kapasitas latihan, dan kelas fungsional walaupun hasilnya
tidak signifikan. Pada pasien dengan HAP yang kondisinya memburuk
walaupun diberi terapi dengan agen prostasiklin, penambahan Bosentan
atau Sildenafil dapat memperbaiki hemodinamik paru dan kapasitas latihan.
Penambahan Sildenafil pada terapi jangka panjang dengan Epoprostenol
secara signifikan memperbaiki jarak tes berjalan selama 6 menit, mPAP,
cardiac output, dan memperlama waktu perburukan klinis. Adapun kombinasi
antara Iloprost inhalasi dengan Bosentan tidak signifikan menunjukkan
perbaikan pada jarak tes berjalan selama 6 menit.
Penambahan Tadalafil pada terapi dengan Bosentan menunjukkan
perbaikan pada jarak tes berjalan selama 6 menit. Inhalasi Treprostinil yang
dikombinasikan dengan Bosentan ataupun Sildenafil juga terbukti
meningkatkan perbaikan pada jarak tes berjalan selama 6 menit. Namun
kombinasi terapi juga dapat meningkatkan efek samping terapi.
Terapi kombinasi inhalasi iloprost dengan inhibitor fosfodiesterase
ataupun antagonis reseptor endotelin dapat ditoleransi dengan baik. Namun
demikian, harus diwaspadai pemakaian kombinasi tersebut dalam jangka
panjang karena dapat memicu terjadinya bronkokonstriksi. Dalam suatu studi
dilaporkan terjadi penurunan yang besar mPAP dan PVR dengan kombinasi
inhalasi sildenafil dan iloprost dibanding bila diberikan tunggal.
24
Apa saja pilihan terapi non-farmakologi yang dapat digunakan untuk terapi
hipertensi arteri pulmonal?
Terapi non-farmakologi sering ditujukan untuk mengurangi kondisi
komorbiditas yang biasanya menyertai pasien HAP. Penderita dianjurkan
untuk melakukan olah raga aerobik ringan yang dilakukan bertahap, seperti
berjalan sesuai toleransi pasien. Penelitian tentang latihan aerobik pada 30
pasien yang stabil memperlihatkan 15 minggu setelah latihan terlihat
perbaikan kualitas hidup dan puncak konsumsi oksigen.
Pasien dianjurkan menghindari atau membatasi aktifitas fisik isometrik
dan aktifitas fisik berat yang dapat berakibat sinkop. Pasien juga dianjurkan
menghindari ketinggian yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi-hipoksia
pulmonal. Untuk pasien yang mengunakan pesawat terbang komersial
pada ketinggian 1600-2500 meter di atas permukaan laut dapat
menggunakan oksigen selama penerbangan. Pasien HAP dianjurkan untuk
mengukur saturasi oksigen sebelum terbang dengan pulseoximetry, bila
saturasi <92% sebaiknya menggunakan suplemen oksigen.
Fluktuasi hemodinamik pada kehamilan, persalinan dan masa
postpartum sangat mengganggu, dan mortalitasnya berkisar antara 30%-
50%. Panduan terbaru merekomendasikan perempuan dengan HAP
sebaiknya tidak hamil.
Pasien disarankan untuk mengurangi asupan natrium sampai <2,4
g/hari (6 g/hari natrium klorida) untuk menghindari retensi cairan yang dapat
mempengaruhi gagal jantung kanan. Rehabilitasi kardiopulmonal dapat
memperbaiki status fungsional dan penting untuk pasien HAP.
Pasien HAP dapat dipengaruhi oleh kondisi cemas berkelanjutan yang
mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu ataupun
depresi yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya sehingga
support/dukungan sosial serta konseling psikologi sangat dibutuhkan agar
dapat mengerti dan menerima penyakitnya (Pharmacotherapy, 8th Edition).
I. CLINICAL COURSE
25
Setelah MRS ke dalam UGD, pasien menjalani katerisasi jantung kanan
untuk tes vasoreaktivitas. Hasilnya setelah diberikan vasodilator short-acting
epoprostenol, pasien secara signifikan mengalami penurunan tekanan arteri
pulmonal rata-rata (mPAP) dan terjadi peningkatan cardiac output. Tekanan
mPAP pasien berkurang 20mmHg dari 55 mmHg menjadi 35 mmHg.
J. RENCANA OPTIMAL
Rancanglah rencana terapi untuk penatalaksanaan terapi pasien hipertensi
arteri pulmonal tersebut. Cantumkan informasi spesifik pasien, bentuk
sediaan, dosis, dan jadwal.
Penatalaksanaan terapi pada pasien HAP didasarkan pada algoritma
terapi untuk pasien hipertensi pulmonal. yang mengacu pada evidence
based terbaru (Pharmacotherapy, 8th Edition).
Gambar 5. Algoritma terapi untuk pasien hipertensi arteri pulmonal
Berdasarkan hasil tes vasoreaktivitas dengan vasodilator
epoprostenol yang dilakukan, pasien tersebut memberikan respon. Definisi
respon (European Society of Cardiology Consensus) adalah penurunan
26
rata-rata tekanan arteri pulmonal paling <10 mm Hg dengan peningkatan
cardiac output. Vasoreaktifitas merupakan suatu bagian penting untuk
evaluasi pasien HAP. Tujuan primer tes tersebut adalah untuk menentukan
apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral. Sehingga dengan hasil tes
vasodilator tersebut pasien dapat diterapi dengan CCB oral. Berikut
rencana terapi optimal yang diberikan untuk pasien:
Terapi Bentuk Sediaan Dosis Jadwal
Nifedipine Per oral 2 x 120 mg Setiap 12 jamO2 Nasal prong 1-2 L prn (selama sat <90%)Hydrochlorothiazid
Per oral 1 x 12,5 mg Setiap pagi
Famotidine Per oral 10 mg Sekali sehari prn
Apakah pilihan terapi yang tepat bila terapi awal yang diberikan gagal atau
tidak dapat digunakan?
Bila terapi awal yang diberikan gagal atau pasien tidak memberikan
respon maka pasien diberikan terapi farmakologi spesifik dengan pilihan
obat: (a) Prostasiklin dan analog prostasiklin; (b) Antagonis reseptor
endotelin; (c) Penghambat fosfodiesterase; (d) Terapi kombinasi. Pemilihan
obat dapat mengacu pada algoritma di bawah ini.
Bila pasien gagal dengan semua rencana terapi maka dilakukan
tindakan bedah yaitu atrial septostomi dan transplantasi jantung-paru.
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk
27
mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan. Dengan
berkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi hanyalah
suatu prosedur paliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi paru.
Pemilihan pasien, waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah hal yang
masih krusial. Tranplantasi jantung-paru terutama untuk HAP yang gagal
dengan semua strategi terapi. Survival pasien HAP yang mengalami
tranplantasi paru kira-kira 66%-75% pada 1 tahun pertama dan yang
paling sering adalah transplantasi bilateral.
K. EVALUASI HASIL
Bagaimanakah seharusnya monitoring dari rekomendasi terapi yang
diberikan terkait efektivitas dan efek sampingnya (adverse effect)?
Monitoring terkait efektivitas dari pemberian terapi tersebut yakni
kapasitas latihan (kemampuan berjalan selama 6 menit, perbaikan kondisi
klinis pasien, perbaikan kelas fungsional WHO/NYHA, ekokardiografi untuk
mengetahui tekanan rata-rata arteri pulmonal (mPAP), tekanan darah,
cardiac status, pulmonary vascular resistance (PVR), saturasi O2 (dijaga
>90%), dan katerisasi jantung kanan sebagai pemeriksaan spesifik untuk
mengetahui fungsi ventrikel dan tekanan arteri pulmonalis.
Monitoring terkait efek samping yang merugikan (adverse effect)
yakni pemantauan kadar elektrolit (terutama koreksi kalium yang mengarah
ke hipokalemia), tekanan darah (gejala hipotensi), BUN, kreatinin,
komplikasi atau gejala lain yang dapat memperburuk kondisi klinis pasien
baik setelah pemberian terapi awal ataupun penggunaan jangka panjang.
Monitoring ini sangat penting untuk menilai keberhasilan terapi yang
diberikan kepada pasien sehingga dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas hipertensi arteri pulmonal.
L. EDUKASI PASIEN
28
Informasi apa yang harus diberikan kepada pasien untuk menambah
kepatuhan, menjamin kesuksesan terapi, dan mengurangi efek samping
yang merugikan (adverse effect)?
- Pasien diberikan konseling agar tidak depresi/cemas dengan
penyakitnya dan agar berusaha mengerti/menerima penyakitnya
dengan dibantu dukungan secara psikologi dari orang terdekat pasien
(keluarga).
- Pasien dianjurkan untuk melakukan olahraga aerobik ringan yang
dilakukan bertahap, seperti berjalan sesuai toleransi pasien.
- Pasien dianjurkan untuk menghindari atau membatasi aktivitas fisik
berat.
- Pasien juga dianjurkan menghindari ketinggian yang dapat
mengakibatkan vasokonstriksi-hipoksia pulmonal.
- Pasien bila ingin menggunakan perjalanan udara dengan pesawat
terbang sebaiknya menggunakan oksigen selama penerbangan.
- Pasien diberi informasi terkait dengan terapi yang diberikan dan efek
samping yang dapat agar pasien dapat memberitahukan kepada
perawat/klinisi bila terjadi efek samping yang merugikan.
- Pasien agar tidak menghentikan pengobatan tanpa persetujuan dari
dokter/klinisi. Memastikan pasien mengikuti pengobatannya dengan
patuh.
M.SELF-STUDY ASSIGNMENT
Tunjukkan literatur untuk menentukan terapi hipertensi arteri pulmonal yang
terbukti aman untuk ibu hamil! Identifikasi faktor resiko yang terkait dengan
kehamilan pada pasien perempuan dengan hipertensi arteri pulmonal!
Dari literatur berikut ini menunjukkan bahwa terapi farmakologi dengan
outcome terapi yang terbukti aman untuk ibu hamil maupun janin adalah
epoprostenol. Penggunaan epoprostenol pada ibu hamil tidak
memperlihatkan adanya abnormalitas pada janin (fetus). Penggunaannya
29
memperbaiki profil hemodinamik pasien hipertensi arteri pulmonal (Stewart
et al., 2001) Selain itu tidak terjadi komplikasi postpartum dengan
penggunaan terapi epoprostenol secara stabil (Daniele et al., 2005).
30
Perempuan dengan hipertensi pulmonal mempunyai resiko morbiditas
dan mortalitas tinggi selama kehamilan. Kehamilan merupakan
kontraindikasi pada perempuan dengan hipertensi pulmonal karena
ketidakmampuan untuk meningkatkan cardiac output yang dapat berakibat
pada gagal jantung. Selain itu, hiperkoagulabilitas pada kehamilan dapat
meningkatkan resiko terjadinya emboli paru dan trombosis arteri pulmonal.
Jika kehamilan terjadi maka dibutuhkan penatalaksanaan terapi secara
multidisiplin terkait hipertensi pulmonal dan kehamilan beresiko tinggi
(Pieper and Hoendermis, 2011).
Gunakan literatur primer dan tersier untuk mengidentifikasi kemungkinan
efek samping visual terkait dengan penggunaan sildenafil. Identifikasi efek
samping visual yang merupakan medical emergency!
Efek samping visual terkait dengan penggunaan terapi sildenafil
adalah abnormalitas penglihatan yang meliputi perubahan warna,
penglihatan kabur, ataupun peningkatan sensitivitas terhadap cahaya
sehingga harus berhati-hati saat mengemudi di malam hari atau di tempat
yang pencahayaannya kurang. Bila terjadi perubahan pada penglihatan
harus segera dilaporkan dan segera ke dokter (Drug of Information
Handbook 17th Edition).
Tunjukan literatur primer dan sekunder untuk membandingkan keuntungan
dan kerugian penggunaan obat vasodilator epoprostenol, treprostinil, dan
iloprost untuk HAP!
Keuntungan Kerugian
Epoprostenol - Peningkatan survival pada pasien HAP (Hoeper et al., 2009)
- First-line treatment untuk pasien yang tidak stabil
- Pemberiannya hanya dapat diberikan melalui rute IV sehingga sering muncul komplikasi seperti infeksi, obstruksi kateter, dan
31
pada kelas fungsional IV. sepsis.- Memiliki waktu paruh yang
sangat pendek yaitu hanya 3-5 menit
- Stabil hanya pada suhu ruangan dan cahaya normal
- Merupakan terapi yang mahal
Treprostinil - Kemudahan rute pemberian dibandingkan epoprostenol
- Waktu paruh lebih panjang dibanding epoprostenol (lebih aman)
- Treprostinil inhalasi memiliki durasi efek yang lebih panjang (Takatsuki et al., 2013)
- Penggunaan treprostinil SC seringkali menyebabkan luka pada tempat injeksi dan perdarahan
- Sediaan Treprostinil inhalasi tidak tersedia di Indonesia
Iloprost - Lebih stabil (pada suhu kamar) dibandingkan epoprostenol
- Waktu paruh lebih panjang dibanding epoprostenol (lebih aman)
- Iloprost inhalasi mempunyai efek vasodilator yang lebih poten dibandingkan dengan NO inhalasi.
- Iloprost inhalasi dapat digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk HAP (Alehan et al., 2012).
- Efek hemodinamik dari Iloprost inhalasi hanya 30 – 90 menit (Olschewski, 2002)
- Membutuhkan 6-9 kali sehari inhalasi untuk mencapai hasil klinik yang baik (Olschewski, 2002)
- Penelitian mengenai perbaikan hemodinamik dan perbaikan survival dengan Iloprost inhalasi masih terbatas pada jumlah subjek yang kecil (Olschewski, 2002)
32
DAFTAR PUSTAKA
Abenhaim L, Moride Y, Brenot F, et al. Appetite-suppressant drugs and the risk of primary pulmonary hypertension. N Engl J Med (1996) 335:609-16.
Alehan D, Yildirim I, Sahin M, et al. Long-term inhaled iloprost use in children with pulmonary arterial hypertension. Cardiol Young 2012;22:396-403.
Daniele B, Moshe H, Galia O, Alik S, Eidelman, Leonid, David S, Kramer, Morchedai. Obstetrics and Gynecology (2005) 106: 1206-1210.
Drug of Information Handbook 17th Edition.
Pharmacotherapy Casebook. A Patient-Focused Approach, 7th Edition.
Farber HW and Loscalzo J. Mechanisms of disease pulmonary arterial hypertension. N Engl J Med (2004) 351:1655-1665.
Gaine SP, Rubin LJ. Primary pulmonary hypertension. Lancet 1998;352:719-725. Gurtner HP. Aminorex and pulmonary hypertension: a review. Cor Vasa 1985;27:
160-171.
Hoeper MM, Gall H, Seyfarth HJ, Halank M, Ghofrani HA, Winkler J, Golpon H, Olsson KM, Nickel N, Opitz C, and Ewerte R. Long-term outcome with intravenous iloprost in pulmonary arterial hypertension. Eur Respir J 2009; 34: 132–137.
Murray RJ, Smialek JE, Golle M, Albin RJ. Pulmonary artery medial hypertrophy in cocaine users without foreign particle microembolization. Chest 1989;96:1050-1053.
Pieper PG and Hoendermis ES. Pregnancy in women with pulmonary hypertension. Neth Heart J (2011) 19:504–508.
Olcschewski H. Inhaled iloprost for the treatment of pulmonary hypertension. Eur Respir Rev (2009) 18: 29-34
Stewart R, Tuazon D, Olson G, and Duarte AG. Pregnancy and primary pulmonary hypertension: Successful outcome with epoprostenol therapy. Eur J Clin Invest (1993) 23: 499-502.
Takatsuki S, Parker DK, Doran AK, et al. Acute pulmonary vasodilator testing with inhaled treprostinil in children with pulmonary arterial hypertension. Pediatr Cardiol (2013) 34:1006-1012.
33