hikmah muamalah.pdf
TRANSCRIPT
(Tinjauan Filosfis Tentang Muamalah)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam
Disusun Oleh
Alfian Muhammady
Yusuf Jamaluddin
Abunidal Al-Kahfi
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
Filsafat Hukum Islam
1 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Pendahuluan
Kaidah-kaidah pembentukan hukum islam, diambil berdasarkan penelitian terhadap
hukum-hukum syara‟, Illatnya, dan hikmah (filsafat) pembentukannya.1 Tujuan Syari‟
dalam pembentukan hukumnya, yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia dengan
menjamin kebutuhan primérnya (dharuriyah), memenuhi kebutuhan sekundérnya
(hajiyah) serta kebutuhan térsiér (tahsiniyah)
Pengertian Maslahat secara bahasa adalah sesuatu yg mendatangkan kebaikan2; atau
perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia3. Secara umum
bermakna segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau
menghasilkan keuntungan dan kesenangan; atau dalam arti menolak kerusakan. Dapat
disimpulkan bahwa pengertian maslahat dalam pengertian Bahasa (umum) merujuk pada
tujuan pemenuhan kebutuhan manusia dan karenanya mengandung pengertian untuk
memenuhi hawa nafsu. Sedangkan pada maslahat dalam pengertian syariat yang menjadi
rujukan adalah tujuan syariat, tanpa melepaskan kebutuhan manusia, yaitu mendapatkan
kesenangan dan menghindarkan ketidaksenangan.
Keistimewaan Maslahah syariah dibandingkan dengan maslahah dalam artian umum:
1. Yang menjadi sandaran dari maslahat itu selalu petunjuk syara‟, bukan semata
berdasarkan akal manusia.
2. Maslahat tidak terbatas pada rasa enak dan tidak enak dalam artian fisik jasmani
saja, melainkan juga enak dan tidak enak dalam artian mental-spiritual atau secara
ruhaniyah.
Semua ulama‟ sependapat tentang adanya kemaslahatan dalam hukum yang ditetapkan
Allah. Namun mereka berbeda pendapat tentang “apakah maslahat itu mendorong Allah
untuk menetapkan hukum, atau karena ada sebab lain ?4” Namun demikian, perbedaan
tersebut tidak memberi pengaruh apapun secara praktis dalam hukum.
1. Ulama yang berpendapat bahwa Allah menetapkan hukum bukan karena
terdorong untuk mendatangkan kemaslahatan, tetapi semata-mata karena iradat
dan kodrat-Nya. Tidak sesuatupun yang mendesak, mendorong atau memaksa
Allah menetapkan hukum. Ia berbuat menurut kehendak-Nya
2. Ulama lainnya berpendapat bahwa tujuan Allah menetapkan hukum atas hamba-
Nya adalah untuk mendatangkan kemaslahatan kepada hamba-Nya. Karena kasih
sayang-Nya, maka Ia menginginkan hamba-Nya selalu berada dalam
kemaslahatan. Untuk itulah Ia menetapkan hukum.
Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum, maslahat ada 3 macam,
yaitu dharuriyah, hajiyah, dan tahsiniyah.5 Hal yang bersifat dharuriyah yaitu sesuatu
yang menjadi pokok kebutuhan manusia, dan wajib adanya untuk menegakkan
kemaslahatan bagi manusia itu. Apabila tanpa adanya sesuatu itu, maka akan terganggu
1 Khallaf, abdul Wahhab (2002) Kaidah-Kaidah Hukum Islam.Jakarta:RajaGrafindo Persada
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia
3 Syarifuddin,Amir (2011). Ushul Fiqh.Jakarta:kencana
4 Ibid
5 Khallaf, abdul Wahhab Op Cit
2 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
keharmonisan kehidupan manusia serta terjadilah kerusakan bagi mereka. Hal-hal yang
bersifat dharuri bagi manusia dalam pengertian ini berpangkal kepada lima perkara:
Agama, Jiwa, Akal, Kehormatan, dan Harta.
Sedangkan hal yang bersifat hajiyah adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia
dengan maksud untuk membuat ringan. Apabila hal itu tidak terpenuhi, tidak berarti
dapat merusak keharmonisan kehidupan manusia hanya saja manusia akan menerima
kepayahan dan kesulitan. Hal ini berpangkal pada tujuan menghilangkan kepayahan dan
mengurangi kesulitan.
Dan tahsiniyah adalah sesuatu yang dituntut oleh norma dan tatanan hidup, serta
berprilaku menurut jalan yang lurus. Hal ini berpangkal pada akhlak mulia, tradisi yang
baik, serta segala tujuan perikehidupan manusia menurut jalan yang paling baik6
Untuk berupaya mencari dan mendapatkan harta, islam mewajibkan usaha mencari rizki
dan memperbolehkan muamalah, tijarah, mudharabah dan beberapa rukhsah dalam akad
yang tidak tertutup untuk dikembangkan sepanjang tidak ada dalil yang
mengharamkannya; untuk memelihara dan menjaga harta islam mengharamkan penipuan,
boros, kikir, khianat, dan memakan harta manusia secara batil (aniaya), serta
mengharamkan riba, dengan demikian jelaslah bahwa islam mensyariatkan hukum dalam
bidang muamalah dengan tujuan menjamin keperluan dharuriyah, hajiyah, dan
tahsiniyah manusia dengan cara mewujudkan, memelihara, dan menjaganya.7
6 Syarifuddin,Amir op cit
7 Khallaf, abdul Wahhab Op Cit
3 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Pembahasan
A. Pengertian Muamalah
Kata Muamalah berasal dari Bahasa arab yang secara etimologi semakna dengan kata
mufa’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan mereka.8
Obyek muamalah dalam islam mempunyai bidang amat luas, sehingga al-quran dan as-
sunnah secara mayoritas membicarakan persoalan muamalah dalam bentuk global,
dengan mengemukakan berbagai prinsip dan norma yang menjamin prinsip keadilan
dalam bermuamalah antara sesama manusia.
Perkembangan jenis dan bentuk mualamah yang dilaksanakan oleh manusia sejak dahulu
sampai sekarang sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuan manusia itu
sendiri. Atas dasar itu, di jumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah
yang beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya
memenuhi kebutuhan masing-masing. Allah ta‟ala berfirman dalam surat al-isra‟ ayat 87:
قل كل ي عمل على شاكلته Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing (caranya
sendiri-sendiri)9
Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan peluang bagi manusia untuk melakukan
inovasi terhadap berbagai bentuk muamalah yang mereka butuhkan dalam kehidupan
mereka, dengan syarat bahwa bentuk muamalah hasil inovasi ini tidak keluar dari prinsip-
prinsip yang telah ditentukan oleh islam.
Hikmah Jual Beli:
Jual beli dalam syariat maksudnya dalah pertukaran harta dengan harta dengan dilandasi
saling rela atau pemindahan kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang
dizinkan10
. Dasar disyariatkannya jual beli adalah Qur‟an (albaqarah: 2:275) , Sunnah,
dan Ijma‟ kaum muslimin.
وأحل اهلل الب يع وحرم الرباواAllah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba
Allah mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada hamba-hamba-Nya.
Sebab, setiap orang dari suatu bangsa memiliki banyak kebutuhan berupa makanan,
pakaian, dan lainnya yang tidak dapat diabaikan selama dia masih hidup. Dia tidak dapat
memenuhi sendiri semua kebutuhan itu, sehingga dia perlu mengambilnya dari orang
lain. Dan, tidak ada cara yang lebih sempurna untuk mendapatkannya selain dengan
pertukaran. Dia memberikan apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti
atas apa yang diambilnya dari orang lain yang dibutuhkan.
8 Haroen,Nasrun(2007),Fiqh Muamalah.Jakarta:Gaya Media Pratama
9 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi(1466),Tafsir Jalalain
10 Sabiq,Sayyid (2012) Fikih Sunnah. Jakarta: Cakrawala Publishing
4 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Pada prinsipnya, perdagangan akan menguntungkan semua pihak (trade can make
everyone better off11
). Meskipun kita akan bersaing dalam berbelanja, karena masing-
masing ingin membeli barang dengan kualitas bagus dan harga murah, ini tidak berarti
kita akan hidup lebih baik dengan cara mengisolasi diri dari orang lain. Apabila
pengisolasian dilakukan maka kita harus menanam pangan sendiri, membuat pakaian
sendiri, membangun rumah sendiri. Dengan demikian, jelas kiranya bahwa kita
memperoleh keuntungan melalui perdagangan dengan orang lain.
Hikmah disyariatkannya ijarah (penyewaan)
Yang dimaksud dengan ijarah adalah akad untuk mendapatkan manfaat sebagai imbalan.
Penyewaan disyariatkan berdasarkan al-Quran (az-Zukhruf[43]:32), Sunnah, dan ijma,
ulama. Akad ini disyariatkan mengingat kebutuhan manusia terhadapnya. Mereka
membutuhkan rumah untuk ditinggali, membutuhkan binatang untuk ditunggangi, dan
membutuhkan alat untuk digunakan memenuhi kebutuhan hidup mereka.12
Hikmah mudarabah/qiradh
Mudarabah disebut juga qiradh artinya akad antear dua pihak yang mengharuskan salah
satu dari keduanya untuk menyerahkan sejumlah uang kepada yang lain untuk
diperdagangkan, dengan ketentuan keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan
keduanya. Hukum mudarabah adalah boleh berdasarkan ijma. Islam membolehkan
mudarabah demi memberikan kemudahan kepada manusia. Terkadang sebagian dari
mereka memiliki harta, namun tidak mampu mengembangkannya dan sebagian yang lain
memiliki kemampuan untuk mengembangkan harta, tetapi tidak memiliki harta. Karena
syariat membolehkan muamalah ini agar masing-masing dari keduanya bisa mendapatkan
manfaat. Pemilik harta mengambil manfaat dari keahlian orang yang mengembangkan
modal, dan dia dapat mengambil manfaat dari harta yang dikembangkannya. Dengan
demikian terwujud kerja sama antara harta dan keahlian. Allah tidak mensyariatkan suatu
akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjauhkan bencana13
Hikmah diharamkan Riba
Semua agama samawi menyatakan haram terhadap riba, sebab ia banyak mengandung
bahaya yang sangat banyak. Diantaranya:
1. Riba dapat menimbulkan permusuhan dan menghancurkan ruh saling tolong-
menolong diantara sesama. Sementara semua agama, terutama islam,
menganjurkan agar saling tolong-menolong dan mendahulukan orang lain.
Disamping itu, islam sangat membenci sifat egoism dan eksploitasi jerih payah
orang lain.
2. Riba dapat mengakibatkan timbulnya kelas tersendiri bagi orang-orang kaya yang
enggan bekerja. Riba juga mengakibatkan perputaran harta hanya pada mereka
tanpa ada usaha yang mereka kerjakan, sehingga mereka menjadi bak tumbuhan
parasit yang tumbuh dilahan orang lain.
11
Mankiw ,N. Gregory (2009) Principle of Economics. Harvard University: Worth Publishers 12
Sabiq, sayyid op cit 13
Ibid
5 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Mengapa ada bunga dalam perekonomian ?
Homer dan Sylla menjelaskan bahwa bunga uang telah dikenal jauh sebelum Masehi,
yaitu sejak zaman Sumeria dan Babylonia purba tahun 3000 SM. Jadi umur konsep bunga
telah teramat tua, setua itu pula larangan mengenakan bunga, paling tidak larangan bunga
dapat ditemukan di kitab Taurat,Injil, dan Al-Quran.
Dalam sejarah ekonomi eropa, dibedakan antara usury dan interest. Usury didefinisikan
sebagai kegiatan meminjamkan uang “the activity of lending someone money with the
agreement that they will pay back a very much larger amount of money later”14
kata
usury berasal dari kata benda dalam Bahasa latin „usura’ yang berarti “menggunakan
sesuatu”. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan adalah menggunakan modal yang
dipinjam, jadi Usury adalah harga yang harus dibayar untuk menggunakan uang15
Sedangkan kata interest berasal dari kata kerja dalam Bahasa latin „Intereo‟ yang berarti
“to be lost”. Jadi pada awalnya interest tidak mempunyai konotasi keuntungan, bahkan
sebaliknya ia mempunyai konotasi kerugian16
. Tepatnya kompensasi untuk mengganti
kerugian. Istilah interest dalam konteks mengganti kerugian ini menjadi istilah standar
pada sekitar tahun 1220. Sejak itulah interst berarti “compensation or penalty for delayed
repayment of a loan”17
Dalam perkembangan selanjutnya, Interest bukan saja diartikan ganti rugi atas kerugian
nyata (real loss) seperti keterlambatan pembayaran hutang, namun Interest juga diartikan
sebagai ganti rugi atas kerugian akibat hilangnya kesempatan (opportunity loss)18
.
Meminjam uang, dianggap suatu kegiatan yang menghilangkan kesempatan untuk
mendapatkan manfaat dari modal yang dipinjam.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi
konvensional. Dalam ekonomi islam uang tidak identic dengan modal19
. Dengan kata
lain, jika dan hanya jika uang diinvestasikan dalam proses produksi, maka kita baru akan
mendapatkan lebih banyak uang. Sedangkan karena dalam konsep konvensional apakah
uang itu diinvestasikan dalam proses produksi atau tidak mereka tetap harus mendapat
lebih banyak uang. Disinilah letak keanehan teori bunga (interest theory) yang
dikemukakan oleh para ekonom konvensional20
Uang dalam Prespektif Islam
Dalam khazanah hukum islam, terdapat beberapa istilah untuk menyebut uang; antara
lain: Nuqud21
, atsman22
, fulus23
, sikkah24
, dan umlah25
. Akan tetapi ulama fikih pada
umumnya lebih banyak menggunakan istilah nuqud dan tsaman dari pada istilah lainnya.
14
Cambridge Advanced Learner's Dictionary - 3rd Edition 15
Sidney Homer dan Richard Sylla (1998), A history of interest Rates. London: Rutgers University Press 16
Karim, Adiwarman (2011), Ekonomi Makro Islami 17
Sidney Homer dan Richard Sylla op cit 18
Konsep ganti rugi dalam islam dikenal dengan istilah ta’widh 19
harta benda yg dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yg menambah kekayaan. 20
Karim, Adiwarman op cit 21
Bentuk jaman dari Naqd 22
Bentuk jamak dari tsaman, dilihat dari sudut Bahasa, atsman memiliki beberapa arti, antara lain qimah, yaitu nilai sesuatu, dan “harga pembayaran barang yang dijual”
6 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Dalam merumuskan pengertian nuqud, sebagian ulama mengartikannya dengan “semua
hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi” ulama‟ lain
mendefinisikan dengan “segala seusatu yang diterima secara umum sebagai media
pertukaran dan pengukuran nilai”.
Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran maupun
hadits, karena bangsa arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukan
harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari
emas, kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga
menggunakan kata wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata „Ain untuk
menunjukkan dinar emas. Sedangan fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan
yang digunakan untuk membeli barang-barang yang murah.
Menurut penulis, dilihat dari segi fungsinya dalam pandangan islam maupun
konvensional tidak ada perbedaan, hal ini dapat kita bandingkan dari Definisi uang
menurut Al-Ghazali dan Ibn khaldun yaitu apa yang digunakan manusia sebagai standart
ukuran nilai harga, media transksi pertukaran, dan media simpanan; dengan pendapat
gregory mankiw yang berpendapat “Money has three purposes: it is a unit of account, a
medium of exchange, and a store of value”26
Sebagai penyimpan nilai (store of value) uang adalah cara mengubah daya beli dari masa
kini kemasa depan. Jika kita bekerja hari ini dan mendapatkan $100, kita bisa menyimpan
uang itu dan membelanjakannya besok, minggu depan, atau bulan depan27
Sebagai Unit Hitung (unit of account), uang memberkan ukuran dimana harga ditetapkan.
Seorang penjual mobil memberi tahu anda bahwa harga sebuah mobil adalah $20.000
bukan 400 kemeja (meskipun nilainya sama). Uang adalah ukuran yang kita gunakan
untuk mengukur transaksi ekonomi.28
Ibnu Rusd menyatakan bahwa, ketika seseorang sudah menemukan nilai persamaan
antara barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk mengukurnya29
Sebagai media pertukaran (medium of exchange), uang adalah apa yang kita gunakan
untuk membeli barang dan jasa, uang adalah alat tukar yang sah. Ketika kita masuk ke
toko, kita yakin bahwa penjaga toko akan menerima uang kita untuk ditukar dengan
barang-barang yang mereka jual30
23
Fulus digunakan untuk pengertian logam bukan emas dan perak yang dibuat dan berlaku ditengah-tengah masyarakat sebagai uang pembayaran. 24
Bentuk jamak dari sukak, ة راهم المضروبة سك راهم ولذلك سيت الد ها الد ة هي الديدة الت يطبع علي besi yang digunakan untuk السك
mencetak dirham, oleh karena itu dirham yang tercetak dinamakan pula dengan sikkah (al-mawardi, al-ahkam as-sulthaniyyah) 25
Satuan mata uang yang berlaku di Negara atau wilayah tertentu, misalnya: umlah yang berlaku di indonesia adalah rupiah. 26
Mankiw,N.Gregory (2009),Macroeconomics.Harvard University:Worth Publishers 27
ibid 28
ibid 29
Karim,Adiwarman op cit lihat juga Ibn Ruyd,bidayatul mujtahid. 30
Mankiw,N.Gregory op cit
7 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Dari ketiga fungsi tersebut, jelaslah bahwa yang terpenting adalah stabilitas uang, bukan
bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat dari emas dan diterbitkan oleh raja
Danarius dari kerajaan Romawi memenuhi kriteria uang yang nilainya stabil, begitu pula
dirham yang terbuat dari perak dan diterbitkan oleh Ratu dari kerajaan Sasanid Persia
juga memenuhi kriteria uang yang stabil, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh
bukan Negara islam, keduanya dipergunakan di zaman Rasulullah.
Dasar Penggunaan Dinar dan Dirham menurut Hukum Islam
Sebagian ulama‟ memandang emas dan perak sebgai harga secara khilqah, maksudnya
bahwa keduanya diciptakan Allah untuk dijadikan sebagai harga atau nilai:
1. Imam Al-Ghazali menyebutkan “Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai
hakim (pemutus) dan mutawasith (penengah) terhadap harta-harta yang lain untuk
mengukur nilai atau harganya”31
2. Ibnu Khaldun mengatakan, “Allah menciptakan dua logam emas dan perak
sebagai nilai (qimah) bagi semua harta”32
Terhadap pendapat tersebut, Hayil Abd al-Hafidz Yusuf memberikan catatan bahwa
penggunaan emas dan perak sebagai atsman(nilai,harga) oleh masyarakat sebenarnya
didasarkan pada budaya dan tradisi (Urf), bukan didasarkan pada ketentuan syariah islam.
Islam yang datang kemudian mengakui apa yang sudah berlaku di tengah-tengah
masyarakat dalam melakukan transaksi pertukaran, mulai dari barter sampai dengan
penggunaan emas dan perak sebagai uang. Dari sini diketahui pula, nabi tidak hanya
mengakui pertukaran emas dan perak sebagai alat dalam transaksi pertukaran, tetapi
barter systempun tetap diakuinya dan tidak dilarang.
Secara garis besar pendapat ulama fikih mengenai penggunaan mata uang bukan emas
dan perak dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama mereka yang menyatakan bahwa
“uang adalah masalah syariah yang pengaturannya tidak diserahkan oleh Allah kepada
kehendak manusia. Allah telah memberikan batasan dan ketentuan serta menetapkan
emas dan perak sebagai atsman dan nuqud yang wajib digunakan, serta tidak
memberlakukan hukum nuqud pada selain emas dan perak. Ulama yang berpendapat
demikian adalah abu hanifah, abu yusuf, dan sebagian ulama madzhab hanafi33
Argumentasi yang mereka ungkapkan adalah
1. Semua ketentuan hukum islam mengenai emas dan perak34
dikaitkan dengan
fungsinya sebagai mata uang dan nilai barang. Ini merupakan pengakuan bahwa
emas dan perak adalah unit pengukur yang berupa uang dan menunjukkan pula
bahwa uang dalam Islam adalah emas dan perak.
2. Ketika islam datang, bangsa arab melakukan semua kegiatan ekonomi dan
transaksi dengan emas dan perak; dan Rasulullah mengakuinya. Sabdanya:
31
Al-Ghazali, Ihya ulum al-din 32
Ibn Khaldun, Muqaddimah 33
Syaikh Nizham (1980), al-fatawa al-hindiyah: Beirut: Dar Ihya’ al-Turast al-Arabi. 34
Hukum islam yang berkaitan dengan emas dan perak dimaksud adalah semua hukum tentang sesuatu yang memerlukan pengukuran seperti nisab zakat, nisab pencurian, dan kadar atau besaran diyat dan jizyah, hukum-hukum tersebut menegaskan bahwa uang dalam islam adalah emas dan perak.
8 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
“timbangan adalah timbangan penduduk Makkah” umat islampun dalam kegiatan
muamalahnya menggunakan emas dan perak; dengan demikian pengakuan dan
tindakan rasulullah menunjukkan bahwa emas dan perak adalah uang Negara
islam
3. Nuqud (mata uang) adalah alat ukur dalam melakukan pertukaran; dan Allah tidak
menyerahkan alat ukur tersebut pada pendapat manusia, tetapi ia telah
menentukannya dengan uang tertentu, yaitu emas dan perak. Ketentuan ini di
tetapkan oleh Al-Quran, Sunnah, dan Ijma‟
4. Keharaman memakai emas dan perak (sebagai perhiasan untuk lelaki) bukan
karena illat hukum tertentu, melainkan karena ia adalah uang.
Pendapat kedua menyatakan bahwa nuqud dan atsman adalah persoalan tradisi dan
praktek yang digunakan oleh masyarakt dan tidak terbatas hanya pada materi atau bahan
tertentu. Umar bin Khattab memahami betul masalah tersebut. Oleh karena itu beliau
pernah akan membuat uang dari kulit unta, namun niat itu tidak sempat dilaksanakan
karena ada masukan dari sebagian orang bahwa jika rencana itu diteruskan, unta akan
habis dan akibatnya pembuatan uang bisa terhenti.
Diantara ulama‟ yang mendukunng pendapat kedua ini adalah Muhammad bin al-Hasan
dari kalangan madzhab Hanafi, Ulama‟ maliki, Ulama‟ Madzhab Syafi‟I, Ibn Taimiyah,
al-Laits bin Sa‟d, Yahya bin „sa‟id, Rabi‟ah, Zuhri, dan sebagian ulama kontemporer35
dan majma‟ al-Fiqh al-Islami36
Argumen kelompok kedua ini antara lain:
1. Kaidah Fikih (األصل في األشياء اإلباحت) hukum asal tentang sesuatu adalah boleh37
.
Kaidah ini merupakan kaidah dibidang muamalah yang disimpulkan dari
sejumlah ayat dan hadis. Berdasarkan kaidah ini dapat ditegaskan bahwa sesuatu
hal yang telah dijelaskan kebolehannya dalam Al-Quran dan hadits tidak
dimaksudkan untuk membatasi, kecuali ada dalil yang menunjukkan demikian;
juga tidak berarti dilarang menciptakan hal yang baru. Dalam konteks mata uang,
ternyata tidak ada dalil yang melarang penggunaan uang selain emas dan perak,
maka penggunaan selain keduanya hukumnya adalah boleh. Ibn Taimiyyah
menyatakan, berdasarkan penelitian terhadap dasar-dasar syariah dapat
disimpulkan bahwa masalah ibadah hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan
syariat, sedangkan mengenai adat (tradisi, mu‟amalah, non-ibadah) hukum
asalnya adalah tidak dilarang.
2. Masalah uang merupakan kelompok muamalah dan dalam hal ini kebiasaan yang
berlaku dan diterima oleh masyarakat memegang peranan penting. Kaidah fikih
menyatakan “al-„العادة محكمت” (adat kebiasaan menjadi acuan hukum). Kebiasaaan
dan penerimaan tersebut dipandang sebagai hukum syariah sepajang tidak ada
35
Ahmad al-Zarqa; Yusuf al-Qardhawi; Sayyid Sabiq; Mahmashani. 36
Qararat Daurah Khamisah (keputusan seminar kelima) 37
.1/ 79األشباه والنظائر البن نجيم:
9 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
dalil yang melarangnya,berlaku konstan dan menyeluruh, serta tidak terdapat
ucapan atau pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai substansial adat38
3. Masalah uang merupakan maslahah mursalah, yakni suatu kemaslahatan yang
tidak ada dalil khusus yang melarang atau memerintahkan mewujudkannya.
Persoalan seperti ini oleh islam diserahkan sepenuhnya kepada ijtihad manusia
sesuai kebutuhan dan perkembangan mereka.
4. Dalam hukum islam terdapat kaidah “hukum asal dalam persoalan ibadah adalah
ta’abbud; sedangkan hukum asal dalam adat [kebiasaan, non-ibadah] adalah
memperhatikan pada makna, semangat, dan tujuan”
5. Pendapat bahwa mata uang hanya terbatas pada emas dan perak dapat
menimbulkan kesempitan dan kesulitan, terutama pada masa dimana mata uang
emas dan perak tidak lagi beredar. Jika harus hanya dengan mata uang emas dan
perak, pasti ekonomi dan pertukaran serta pelaksanaan zakat tidak dapat lagi
dilaksanakan. Disamping itu, pendapat tersebut bertentangan dengan prinsip
“menghilangkan kesempitan dan kesulitan dan memberikan kemudahan kepada
umat mausia”, dan seorang mujtahid tidak boleh menyatakan pendapat hukum
tentang suatu masalah kecuali setelah ia memperhatikan akibat yang ditimbulkan
oleh hukum itu, maslahat atau mafsadat.
6. Khalifah umar pernah berniat untuk membuat mata uang dari kulit unta,
seandainya uang merupakan persoalan syariat, tentu umar tidak akan berpikir
untuk melakukan hal itu. Para sahabat yang diajak bermusyawarahpun tidak
pernah menghalangi umar atau memberikan pendapat bahwa pembuatan uang dari
selain emas dan perak tidak dibenarkan dalam syariat. Yang mereka kemukakan
adalah rasa khawatir akan kehabisan unta akibat kulitnya dijadikan uang.
38
Abdul Haq (2006), Formulasi Nalar Fikih: telaah kaidah fikih konseptual. Surabaya: Khalista.
10 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Kesimpulan
Kata Muamalah berasal dari Bahasa arab yang secara etimologi semakna dengan kata
mufa‟alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan mereka
al-quran dan as-sunnah secara mayoritas membicarakan persoalan muamalah dalam
bentuk global, dengan mengemukakan berbagai prinsip dan norma yang menjamin
prinsip keadilan dalam bermuamalah antara sesama manusia.
Perkembangan jenis dan bentuk mualamah yang dilaksanakan oleh manusia sejak dahulu
sampai sekarang sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuan manusia itu
sendiri. Atas dasar itu, di jumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah
yang beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya
memenuhi kebutuhan masing-masing.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan peluang bagi manusia untuk melakukan
inovasi terhadap berbagai bentuk muamalah yang mereka butuhkan dalam kehidupan
mereka, dengan syarat bahwa bentuk muamalah hasil inovasi ini tidak keluar dari prinsip-
prinsip yang telah ditentukan oleh islam.
Allah mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada hamba-hamba-Nya.
Sebab, setiap orang dari suatu bangsa memiliki banyak kebutuhan berupa makanan,
pakaian, dan lainnya yang tidak dapat diabaikan selama dia masih hidup.
Akad ijarah (penyewaan) disyariatkan mengingat kebutuhan manusia terhadapnya.
Mereka membutuhkan rumah untuk ditinggali, membutuhkan binatang untuk
ditunggangi, dan membutuhkan alat untuk digunakan memenuhi kebutuhan hidup
mereka.
Islam membolehkan mudarabah demi memberikan kemudahan kepada manusia.
Terkadang sebagian dari mereka memiliki harta, namun tidak mampu
mengembangkannya dan sebagian yang lain memiliki kemampuan untuk
mengembangkan harta, tetapi tidak memiliki harta. Karena syariat membolehkan
muamalah ini agar masing-masing dari keduanya bisa mendapatkan manfaat.
Semua agama samawi menyatakan haram terhadap riba, sebab ia banyak mengandung
bahaya yang sangat banyak. Diantaranya:
1. Riba dapat menimbulkan permusuhan dan menghancurkan ruh saling tolong-
menolong diantara sesama. Sementara semua agama, terutama islam, menganjurkan agar
saling tolong-menolong dan mendahulukan orang lain. Disamping itu, islam sangat
membenci sifat egoism dan eksploitasi jerih payah orang lain.
2. Riba dapat mengakibatkan timbulnya kelas tersendiri bagi orang-orang kaya yang
enggan bekerja. Riba juga mengakibatkan perputaran harta hanya pada mereka tanpa ada
usaha yang mereka kerjakan, sehingga mereka menjadi bak tumbuhan parasit yang
tumbuh dilahan orang lain.
11 Thursday,28 Dzulhijjah 1435 (23 October 2014)
Daftar Pustaka
1. Khallaf, abdul Wahhab (2002) Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia
3. Syarifuddin,Amir (2011). Ushul Fiqh.Jakarta:kencana
4. Sabiq,Sayyid (2012) Fikih Sunnah. Jakarta: Cakrawala Publishing
5. Mankiw ,N. Gregory (2009) Principle of Economics. Harvard : Worth Publishers
6. Mankiw,N.Gregory (2009),Macroeconomics.Harvard :Worth Publishers
7. Cambridge Advanced Learner's Dictionary - 3rd Edition
8. Sidney Homer dan Richard Sylla (1998), A History of Interest Rates. London: Rutgers University Press
9. Al-Ghazali, Ihya ulum al-din
10. Ibn Khaldun, Muqaddimah
11. Abdul Haq (2006), Formulasi Nalar Fikih: telaah kaidah fikih konseptual. Surabaya: Khalista.
12. Syaikh Nizham (1980), al-fatawa al-hindiyah: Beirut: Dar Ihya’ al-Turast al-Arabi.
1/ 79األشباه والنظائر البن نجيم: .13
14. Haroen,Nasrun(2007),Fiqh Muamalah.Jakarta:Gaya Media Pratama