herpes zoster keratitis

29
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : BILLI NIM : 100100008 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan suatu organ vital yang kompleks dan sangat penting dalam kehidupan sehari- hari. Kornea merupakan suatu jendela yang berbentuk seperti kubah di bagian depan mata dan merupakan suatu selaput bening yang tembus cahaya. Kornea memiliki daya kelengkungan yang lebih besar dibandingkan dengan sklera. Kornea juga memiliki sifat yang protektif yang melindungi mata dari benda asing, debu ataupun bahan-bahan yang berbahaya bersama-sama dengan bulu mata, kelopak mata, air mata, sklera dan bagian mata lain. 1 Kornea mampu mengatasi dengan baik pada kerusakan yang kecil maupun abrasi. Ketika kornea rusak maka sel yang sehat akan dengan cepat menggantikan kerusakan tersebut sebelum terjadi infeksi dan mengganggu penglihatan. 1 Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. 1 1

Upload: anonymous-uetvn7oio

Post on 02-Feb-2016

57 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Herpes Zoster Keratitis

TRANSCRIPT

Page 1: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan suatu organ vital yang kompleks dan sangat

penting dalam kehidupan sehari-hari. Kornea merupakan suatu jendela yang

berbentuk seperti kubah di bagian depan mata dan merupakan suatu selaput

bening yang tembus cahaya. Kornea memiliki daya kelengkungan yang

lebih besar dibandingkan dengan sklera. Kornea juga memiliki sifat yang

protektif yang melindungi mata dari benda asing, debu ataupun bahan-bahan

yang berbahaya bersama-sama dengan bulu mata, kelopak mata, air mata,

sklera dan bagian mata lain.1

Kornea mampu mengatasi dengan baik pada kerusakan yang kecil

maupun abrasi. Ketika kornea rusak maka sel yang sehat akan dengan cepat

menggantikan kerusakan tersebut sebelum terjadi infeksi dan mengganggu

penglihatan.1

Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.

Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat

akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain

bakteri, jamur, virus atau karena alergi.1

Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion

Gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena cabang pertama dari nervus

trigeminus yaitu ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala – gejala

herpes zoster pada mata. Gejala ini tidak akan melampaui garis median

kepala. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut.2,3

Pada herpes zoster sering terjadi manifestasi pada mata. Herpes

zoster oftalmik yang banyak dijumpai biasanya disertai dengan keratouveitis

yang bervariasi beratnya tergantung status kekebalan pasien. Meskipun

keratouveitis zoster pada anak umumnya tergolong penyakit jinak, penyakit

ini tergolong berat pada dewasa bahkan dapat menimbulkan kebutaan.2

1.2. Tujuan Penulisan

1

Page 2: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

A. Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah

pengetahuan dan mengetahui konsep dasar medis tentang herpes zoster keratitis.

B. Tujuan Khusus

Tujuan penulisan makalah ini secara khusus adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kornea

Untuk mengetahui klasifikasi keratitis

Untuk mengetahui definisi herpes zoster keratitis

Untuk mengetahui epidemiologi keratitis bakteri

Untuk mengetahui mengenai etiologi herpes zoster keratitis

Untuk mengetahui patofisiologi herpes zoster keratitis

Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa

Untuk menegetahui penatalaksaan, komplikasi, maupun prognosis

dari herpes zoster keratitis.

BAB 2

2

Page 3: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Gambar 1. Anatomi Mata

Kornea ( gambar 1 ) merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya,

bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal

0,6-1 mm. Sifat cahaya yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur

kornea yang uniform, avaskuler dan ditugesens atau pada keadaan dehidrasi

jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh

fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dalam mencegah dehidrasi

dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel. Kerusakan sel-sel endotel

menyebabkan hilangnya sifat transparansi kornea dan edema kornea yang

berdampak terhadap penurunan fungsi penglihatan.4,5

Kornea bersifat avaskuler, maka sumber nutrisi dari kornea berasal dari

pembuluh-pembuluh darah limbus, aquaeus humor, dan air mata. Kornea

superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea

dipersarafi oleh banyak serat sensorik yang didapat dari percabangan pertama

(optalmika) dari nervus kranialis V.4,5

3

Page 4: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata depan dan

terdiri dari 5 lapisan dari anterior ke posterior, yaitu : epitel, membran bowman,

stroma, membran descement, dan endotel.6,7

1. Epitel

Epitel kornea merupakan epitel berlapis gepeng tak bertanduk dan terdiri

atas 5 atau 6 lapisan sel. Dibagian basal epitel terlihat banyak gambaran

mitosis yang menunjukkan kapasitas regenerasi kornea yang luar biasa.

Masa pergantian sel-sel ini lebih kurang 7 hari. Sel-sel permukaan kornea

memperlihatkan mikrovili yang terjulur ke dalam ruang berisikan lapisan

tipis air mata pra-kornea. Jaringan epitel ini ditutupi oleh lapisan lipid dan

glikoprotein pelindung , setebal lebih kurang 7 μm. Kornea memiliki slaah

satu suplai saraf sensori terbanyak di jaringan mata.

2. Membran Bowman

Lapisan ini memiliki ketebalan 7-12 μm. Terdiri atas serat-serat kolagen

yang tersusun menyilang secara acak, suatu substansi antarsel yang padat,

dan tak mengandung sel (gambar 2.2). membran bowman membantu

stabilitas dan kekuatan kornea.

3. Stroma

Dibentuk oleh banyak lapisan kolagen paralel yang saling menyilang secara

tegak lurus. Serabut kolagen didalam setiap lamel berjalan sejajar satu

sama lain dan membentangi seluruh lebar kornea. Sel-sel dan serat stroma

terbenam didalam substansi yang kaya akan glikoprotein dan kondroitin

sulfat. Meskipun stroma tersebut avaskular, sel-sel limfoid biasanya

terdapat di stroma.

4. Membran Descement

Merupakan struktur homogen tebal (5-10 μm) yang terdiri atas susunan

filamen kolagen halus yang membentuk jalinan 3 dimensi.

5. Endotel

Endotel kornea meruupakan epitel selapis gepeng. Sel-sel ini memiliki

organel untuk sekresi yang khas untuk sel yang terlibat dalam transpor aktif

dan sintesis protein, dan memiliki organel yang mungkin berhubungan

4

Page 5: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

dengan sintesis dan ketahanan membran descement. Endotel dan epitel

kornea bertanggung jawab dalam mempertahankan kejernihan kornea.

Kedua lapisan tersebut sanggup mentranspor ion natrium ke permukaan

apikalnya. Ion klorida dan air ikut secara pasif, dan mempertahankan

stroma kornea pada keadaan yang relatif terhidrasi. Keadaan ini, bersama

susunan serabut kolagen yang teratur dan sangat halus di stroma,

menyebabkan kornea menjadi transparan. 7

Gambar 2. Lapisan Kornea

2.2. Herpes Zoster Keratitis

2.2.1. Definisi

Keratitis Herpes Zoster adalah peradangan pada kornea yang disebabkan

oleh infeksi virus varisela zoster.8

2.2.2. Epidemiologi

Herpes zoster memiliki insiden paling tinggi dari seluruh penyakit

neurologi. Sekitar 95% orang dewasa di Amerika Serikat memiliki antibodi

terhadap virus varicella-zoster dan rentan terhadap munculnya reaktivasi.

Seseorang dengan usia berapapun dapat menderita herpes zoster, namun

insidensnya meningkat seiring dengan usia akibat menurunnya imunitas. Sekitar

5

Page 6: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

4% pasien dengan zoster akan mengalami episode berulang atau kekambuhan di

kemudian hari.9

Diantara kasus penyakit okular eksternal, insiden herpes zoster oftalmikus

adalah 2,4% sedangkan insiden kelainan mata pada herpes zoster, yaitu kelainan

pada daerah yang diinervasi oleh cabang pertama nervus trigeminus berkisar

antara 8,2 % - 56 %. Meskipun herpes zoster adalah suatu penyakit yang lebih

jarang dijumpai dibandingkan dengan varisela, tapi lebih sering mengenai mata8,9.

2.2.3. Etiologi

Virus Varisela-Zoster termasuk famili herpes virus dan merupakan salah

satu dari delapan virus yang diketahui virus herpes yang menginfeksi manusia.

Diameter virus ini kurang lebih adalah 150-200 nm dan memiliki berat molekul

sekitar 80 juta. Ciri khas pada strukturnya adalah memiliki nukleokapsid

isosahedral dengan dikelilingi lipid envelop. DNA double stranded  terletak

ditengah-tengah struktur virus tersebut. Genome VZV mengkode kurang lebih 70

gen yang unik, kebanyakan memiliki susunan DNA dan fungsi yang homolog

dengan virus herpes lainnya. Early gene products meregulasi replikasi DNA,

misalnya polymerase DNA virus dan virus-specific tymidine kinase. Late genes

mengkode protein structural yang menjadi target oleh antibody dan respon imun

selular. 9,10

Gambar 3. Struktur Virus Varicella - Zoster

6

Page 7: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

2.2.4. Patofisiologi

Varicella Zoster Virus (VZV) terdapat dimana-mana dan sangat menular,

dengan paparan pertama secara khas terjadi pada masa anak-anak. Pada paparan

pertama (infeksi varisella), virus masuk ke host melalui system respiratori bagian

atas, kemudian bereplikasi diperkirakan pada nasofaring. Paparan pertama ini

dapat juga menyebabkan keratitis zoster, walaupun sangat jarang terjadi. Virus

menginfiltrasi sistem retikuloendotelial, dan akhirnya menuju ke

sistemik (viremia). Selama serangkaian terjadinya varisela, VZV melewati lesi

pada permukaan kulit dan mukosa menuju saraf ending sensoris yang berdekatan

dan pindah secara sentripetal ke atas serabut sensoris pada ganglion sensoris

(ganglion dorsalis). Pada ganglia, virus menjadi infeksi laten yang tetap ada

selama kehidupan. 2,9

Virus ini dapat reaktivasi menjadi infeksius oleh karena adanya gangguan

pada host-parasit dalam waktu beberapa tahun sampai puluhan tahun setelah

infeksi primer dan biasanya terjadi pada orang tua atau dewasa. Infeksi primer

merupakan penyakit yang self-limiting. 9,11

Pada reaktivasi herpes zoster laten, sering timbul ganglionitis nekrotik dan

virus infeksius akan bergerak kembali menuju akson dan menimbulkan dermatitis

vesikularis yang infeksius pada dermatom yang terkena. Infeksi virus varisela

zoster pada mata dapat terjadi melalui satu atau dua mekanisme, yaitu : 9,11

1. Reaktivasi virus laten pada ganglion sensoris trigeminal

2. Masuknya virus eksogen melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan

penderita herpes zoster atau varisella, walaupun infektivitasnya rendah.

Dermatom yang paling sering terkena adalah yang diinervasi oleh

n.trigeminus, dimana cabang pertama (oftalmik) terkena 20 kali lebih sering dari

pada cabang kedua atau ketiga. Herpes zoster yang timbul pada daerah yang

diinervasi oleh cabang oftalmik n.trigeminus disebut sebagai herpes zoster

oftalmikus tanpa mempertimbangkan apakah mata tersebut mengalami inflamasi

atau tidak. 11,12

Infeksi virus varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi

virus secara langsung dapat menyebabkan keratitis dan konjungtivitis. Komplikasi

7

Page 8: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

yang paling umum dari herpes zoster ke okula adalah inflamasi kornea, beberapa

vesikel kecil yang tumbuh di epitel kornea dan hal tersebut diikuti dengan

bengkaknya stroma kornea. Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea

sebagaimana yang sering muncul pada herpes zoster dapat menyebabkan kornea

berkembang menjadi keratitis dengan erosi epitelial yang berbentuk punctate

(Neuroparalitik keratitis). 11,12

Gambar 4. Distribusi sensorik dari n.oftalmika cabang dari n.trigeminal

Pada cabang oftalmik yang juga paling sering terkena adalah n.frontalis

yang menginervasi palpebral superior, dahi, dan konjungtiva superior melalui

cabang supratroklear dan supraorbital. Cabang nasosiliaris dan lakrimal dari

n.oftalmikus juga bisa terserang bersama-sama maupun sesudahnya, dan bisa

disertai dengan kelainan cabang maksilaris n.trigeminus. bila cabang nasosiliaris

terkena, disebut Hutchinson sign, ini menunjukkan bahwa mata terinfeksi virus

varisela zoster melalui cabang dari nasosiliaris. Hutchinson sign merupakan

indikasi untuk risiko lebih tinggi terkena gangguan penglihatan. Dalam suatu

studi, 76% pasien dengan tanda ini mempunyai gangguan penglihatan. 11,12

8

Page 9: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

Gambar 5. Hutchinson sign

2.2.5. Manifestasi Klinis

Infeksi virus varicella – zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk : 9

1. Primer (varicella)

2. Rekurens (herpes zoster)

Pada varicella jarang terjadi manifestasi di mata, pada herpes zoster

oftalmik sering terjadi manifestasi pada mata. Pada varicella (cacar air), lesi mata

umumnya berupa lesi cacar di palpebral dan tepian palpebral. Jarang timbul

keratitis (khasnya, lesi stroma perifer dengan vaskularisasi) dan lebih jarang lagi

keratitis epithelial dengan atau tanpa pseudodendrit. 13

Adapun gejala pada herpes zoster oftalmika antara lain adalah : 13,14

a. Stadium prodromal : nyeri lateral sampai mengenai mata, demam, malaise,

dan sakit kepala

b. Dermatitis

c. Nyeri pada mata

d. Lakrimasi

e. Penurunan visus

f. Mata merah unilateral

Bagian - bagian pada mata yang terkena dan dapat menimbulkan gejala

pada infeksi VZV adalah : 12,15

1. Kelopak mata : blefaritis

9

Page 10: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

2. Konjungtiva : konjungtivitis yang ditandai dengan injeksi konjungtiva dan

edema

3. Sklera : Skelritis atau episkleritis mungkin berupa nodul yang biasa menetap

selama beberapa bulan

4. Kornea : keratitis

5. Traktus uvea : uveitis

6. Retina : retinitis

Komplikasi pada kornea terjadi 65 % dari kasus herpes zoster oftalmik.

Keratitis Herpes Zoster menimbulkan gejala yang umum terjadi pada keratitis

seperti nyeri, mata merah, dan dapat menyebabkan penurunan visus. Pada kelopak

akan terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan

dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat progresif dengan

terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis media.

Herpes Zoster keratitis bermanifestasi dalam bentuk klinis yaitu : 12,13,15

Keratitis epithelial akut

Gejala awal mulai muncul dua hari setelah onset kemerahan di kulit dan

sembuh secara spontan beberapa hari kemudian. Ditandai dengan adanya lesi

dendritik kecil dan halus (pseudodendrit) yang positif jika di tes fluoresen.

 

Gambar 6. A.Lesi Dendritik pada Keratitis Herpes Zoster, B. dengan tes

Fluoresen

10

Page 11: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

Keratitis nummular

Keratitis nummular mungkin mengikuti keratitis epitelial akut, biasanya

sepuluh hari setelah onset kemerahan di kulit. Ditandai dengan adanya multiple

granular infiltrat pada stroma anterior dikelilingi oleh “ halo of stromal haze”

pada daerah yang sebelumnya terkena punctate epitel dan pseudodendrit.

Biasanya lesi ini hanya bersifat sementara, tetapi dapat pula meninggalkan

jaringan parut yang samar-samar. Lesi memberi respon pada pemberian steroid

tapi dapat “recurrence” jika pemberian dihentikan terlalu cepat.

Gambar 7. Keratitis Nummularis

Keratitis Disciform

Keratitis Disciform adalah infiltrasi stroma yang mendalam biasanya

berkembang 3-4 bulan setelah fase akut awal, dan biasanya didahului olehkeratitis

stroma akut epitel atau anterior keratitis stroma. Pada pemeriksaanakan tampak

disc shaped, well defined, disertai edema stromal difus tanpadisertai vaskularisasi.

Pada tahap ini akan tampak jelas edema pada kornea dan inflamasi pada bilik

mata depan. Edema disciformic ini dapat mengakibatkan jaringan parut,

neovaskularisai atau kadang ditemukan adanya deposisi lemak.

11

Page 12: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

Gambar 8. Keratitis Disciform

Keratitis Neurotropik 

Neurotropik keratitis ditandai dengan kehilangan sensasi kornea bisa

disertaidengan adanya perforasi pada kornea, dimana jika sudah terjadi perforasi,

maka proses epitelisasi akan sulit. Hal ini akan menyebabkan mudahnya terjadi

infeksi sekunder pada mata.

Gambar 9. Tipe – tipe Keratitis Herpes – Zoster : A. Punctate Ephitelial

Keratitis, B. Microdendritic Epithelialulcer, C.Nummular Keratitis, D.

Disciform Keratitis

2.2.6. Diagnosis

Anamnesis9,10,14

- Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat

influenza –like illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah

yang mungkin berakhir sehingga 1 minggu sebelum perkembangan

rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening dan hidung

(divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus).

- Kira – kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri

dermatom sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus

12

Page 13: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

muncul keliatan yang lama kelamaan akan membentuk kluster yang

terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula

dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5 – 7 hari.

Pemeriksaan Fisik 9,10,13,14

- Menilai struktur eksternal/superfisial secara sistematik mengikuti

urutan daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.

- Menilai keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi

lapangan pandang.

- Pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia

untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan

sensitivitas kornea dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan kapas.

- Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluoresent Defek

epitel dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.

- Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk melihat sel dalam segmen

anterior dan infiltrat stroma

- Setelah diberi anestesi mata, ukur tekanan intraokular (nilai normal

dibawah 12 – 15 mmHg).

Pemeriksaan laboratorium9,13,14

Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:

a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik

- Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya

sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan

inklusi intranukleus asidofil.

b. Pemeriksaaan serologi.

- Herpes Zoster dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan

HIV yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk

13

Page 14: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

mendeteksi retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko

untuk Herpes Zoster.

c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.

2.2.7. Penatalaksanaan

Pengobatan biasanya tidak spesifik dan hanya simtomatis. Pengobatan

dengan memberikan asiklovir dan pada usia lanjut dapat diberi steroid.13,14

Terapi sistemik

1. Obat antivirus oral

Obat ini secara signifikan dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi

timbulnya vesikel, menghentikan perkembangan virus, dan mengurangi kejadian

serta komplikasi lebih lanjut. Agar efektif, pengobatan harus dimulai segera

setelah timbulnya ruam, namun hal ini tidak berpengaruh pada post herpetik

neuralgia. Pengobatan dapat diberikan acyclovir dengan dosis 800 mg, 5 kali

sehari selama 10 hari atau Valasiklovir dengan dosis 1 g tiga kali sehari selama 10

hari, famciclovir, 500 mg/ 8 jam selama 7-10 hari. Terapi dimulainya 72 jam

sejak timbulnya kemerahan. 13,14

2. Analgetik

Rasa nyeri terasa sangat parah pada 2 minggu pertama dari serangan.

Sehingga harus diberikan pengobatan dengan analgesik seperti kombinasi dari

mefenamic acid dengan paracetamol atau pentazocin atau petidin ( ketika sangat

berat). 13,14

3. Steroid sistemik

Digunakan dengan dosis tinggi untuk menghambat perkembangan

penyakit pada post herpetic neuralgia. Namun resiko steroid dosis tinggi pada

lansia harus dipertimbangkan. Steroid pada umumnya digunakan untuk

menangani komplikasi dari kasus neurologis seperti kelumpuhan nervus

14

Page 15: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

okulomotorius dan neuritis optik. Pemakaian steroid sistemik masih kontroversial. 13,14

Terapi lokal untuk mata 11,13,14

1. Untuk keratitis zoster :.

a. Tetes mata steroid 4 kali sehari.

b. Obat tetes mata yang mengandung Cyclopegics seperti Cyclopentolate

atau salep mata atropin.

c. Salep mata acyclovir 3% diberikan 5 kali sehari selama 2 minggu.

2. Untuk mencegah adanya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal.

3. Apabila terdapat glaukoma sekunder

a. Obat tetes mata Timolol 0,5 % atau Betaxolol 0,5%

b. Acetazolamide oral 250mg diberikan 4 kali sehari.

4. Untuk ulkus kornea neuroparalisis yang disebabkan oleh herpes zoster,

dilakukan Tarsorrhaphy lateral.

5. Kerusakan epitel yang menetap digunakan :

a. Tetes air mata buatan

b. Soft contact lens bandage

6. Keratoplasti

Tindakan ini diperlukan untuk rehabilitasi pengelihatan pasien herpes zoster

dengan jaringan parut yang tebal. Namun hal ini beresiko tinggi.

2.2.8. Komplikasi 9,11,16

Komplikasi yang dapar terjadi pada keratitis herpes zoster antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Hipopion

Sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan uveal

anterior yang di infiltrasi oleh limfosit, sel-sel plasma, dan PMN

bermigragsi melalui iris ke kamera anterior.

15

Page 16: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

2. Ulkus kornea

Ulkus kornea merupakan hilangnya ebaguan permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Penyebabnya mungkin banyak ditemukan

oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel

radang.

3. Descemetocele

Membran descement yang tahan terhadap kolagenolisis dan mengalami

perbaikan dengan pertumbuhan epitel ke arah anterior membran

kornea.

16

Page 17: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

4. Perforasi

Perforasi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang

dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea ataupun tanpa

cedera pada membran basal.

2.2.9. Prognosis 11,15,16

Prognosis penyakit pada umumnya baik tergantung pada tindakan

perawatan. Tingkat kesembuhan herpes zoster keratitis umumnya tinggi

pada dewasa dan anak – anak dengan perawatan secara dini. Prognosa

penyakit menjadi baik kerena pemberian asiklovir yang dapat mencegah

komplikasi ke mata sampai ke arah penurunan visus dan pencegahan

terjadinya paralisis motorik. Selain itu, bengkak dan merah pada mata

17

Page 18: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

dapat hilang. Namun pada kulit dapat menimbulkan macula

hiperpigmentasi atau sikatrik.

Pengobatan antiviral intravena seharusnya di administrasi seperti

yang telah disebutkan dalam pengobatan di atas. Prognosis juga ditentukan

dari waktu pemberian antiviral yang sebaiknya diberikan 72 jam pertama

setelah onset. Pasien yang dirawat jalan seharusnya mempunyai tindak

lanjut yang adekuat untuk penanganan pada keratitis herpes zoster.

Pemeriksaan ulang setelah maksimum 1 minggu haruslah dijadwalkan

pada stadium awal. Begitu juga dengan pengobatan menggunakan antiviral

haruslah dipraktikkan dan diteruskan seperti di atas.

BAB 3

KESIMPULAN

18

Page 19: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

Keratitis Herpes Zoster adalah peradangan pada kornea yang disebabkan

oleh infeksi virus varisela zoster yang ditandai oleh gejala pada mata yaitu rasa

sakit pada daerah yang terkena, penglihatan berkurang, pada palpebra akan

terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan

dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat progresif dengan

terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis media.

Infeksi virus varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi

virus secara langsung dapat menyebabkan keratitis dan konjungtivitis. Komplikasi

yang paling umum dari herpes zoster ke okular adalah inflamasi kornea, beberapa

vesikel kecil yang tumbuh di epitel kornea dan hal tersebut diikuti dengan

bengkaknya stroma kornea. Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea

sebagaimana yang sering muncul pada herpes zoster dapat menyebabkan kornea

berkembang menjadi keratitis dengan erosi epithelial.

Keratitis herpes zoster bisa bermanifestasi dalam bentuk keratitis

epithelial, keratitis nummularis, keratitis disciform, dan keratitis neurotropic.

Prognosis penyakit pada umumnya baik tergantung pada tindakan

perawatan. Tingkat kesembuhan penyakit ini umumnya tinggi pada dewasa dan

anak – anak dengan penatalaksanaan secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Herpes Zoster Keratitis

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLINIM : 100100008

1. Janumala, H., Sehgal, P., Mandal, A. Bacterial Keratitis In : Keratitis. Croatia : Central Leather Research Institute.2012;(2):15-27.

2. Kent N., Joseph G., Dorothy H., Herpes Zoster Ophthalmicus: A Teaching Case Report. Opthalmology Department of Veterans Affairs. Optometric Education. 2014. 65-73

3. Ilyas,S., 2009. Ilmu Penyakit Mata FKUI. Jakarta. 2009 ; 147-1564. Vaughan, D . Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.2010; 47-51.

5. Tortora, G.J.,2009. Principles of Anatomy and Physiology 12th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.2009;604-619.

6. Sherwood, L. Human Physiology from Cells to Systems 7th ed. Canada: Brooks/Coles, Cangage Learning.2010; 160-176.

7. Janqueira, L.Indra Penglihtaan dalam : Histologi Dasar. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007; 451-4.

8. Akio, M., Masaya, T., Kimiyasu, S. Varicella-Zoster Virus Keratitis with Asymptomatic Viral Shedding in the Contralateral Eye. Toyama : Departement of Ophthalmology and Virology, University of Toyama. 2012 October 6; 343-348.

9. CDC, Varicella : Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Disease. Center for Disease Control and Prevention. 2015. Available in : http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/varicella.html

10. College of Optometrists. Clinical Management Guidelines Herper Zoster Ophthalmicus (HZO) . The College of Optometrists. 2015 February 2. 1-3

11. Lorren W.J., Robert M.K., Herpes Zoster Ophthalmicus : A Case of Reactivated Varicella. Arizona : Hospital Physician. 2000 September. 45-49

12. Saad S., Christopher N., Evaluation and Maagement of Herpes Zoster Ophthalmicus. Standford University Medical Center . California : American Family Physician. 2002 November 1. 1723-1730.

13. American Academy of Ophthalmology. Herpes Zoster Ophthalmicus In :External Disease and Cornea. San Francisco : American Academy of Ophthalmology. 2014;107-111.

14. Camilla K. Herpes Zoster . Medline : Medscape. 2015. Available In : http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview#a4

15. Rim K., Sonia A., Bechir J., Ocular Involvement and Visual outcome of herpes zoster ophthalmicus: review of 45 patients from Tunisia, North Africa. Department of Ophthalmology, University of Monastir. Tunisia : Journal of Ophthalmic Inflamation and Infection. 2014 April. 1-6

16. Mustafa B.S, Eylem S., Ismail H.N., Herpes Zoster Ophthalmicus. Turkey : Journal of Academic Emergency Medicine. 2012 March. 74-76

20