hendrisuba 31006

Upload: reza-heryanto

Post on 06-Jul-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    1/17

    4

    Bab II Tinjauan Pustaka

    II.1 Ionosfer

    Beberapa laporan yang menjelaskan proses-proses fisika dan kimia yang

    terjadi di ionosfer secara rinci dapat ditemukan di antaranya dalam McNamara

    (1994) dan Davies (1990). Secara umum, ketinggian terendah ionosfer adalah

    sekitar 50 km sampai mencapai ketinggian sekitar 1000 km (Gambar II.1 ). Dalam

    kenyatannya, batas atas ionosfer tidak dapat ditentukan dengan tepat karena

    diduga bahwa kerapatan elektron semakin menipis atau mengecil menuju

    plasmafer atau protonosfer dan sesudah itu adalah lapisan plasma antar planet

    (Langley, 1996). Plasmafer merupakan suatu lapisan di atas ketinggian sekitar

    1000 km dimana kerapatan atmosfer netral sangat kecil dan ion positif berupa

    proton sangat besar jumlahnya, sehingga disebut juga sebagai lapisan protonosfer

    (Gambar II.2).

    Berdasarkan terdapatnya perbedaan molekul-molekul dan atom-atom di

    dalam atmosfer dan tingkat perbedaan mereka dalam kemampuan menyerap,

    maka lapisan ionosfer dapat dibagi ke dalam suatu deretan wilayah atau lapisan

    secara tegas. Lapisan itu diberi tanda dengan huruf-huruf D, E, F 1 dan F 2. Secarakasar, lapisan D berada lebih rendah dari 90 km, lapisan E memiliki puncak

    sekitar 105 km, F 1 berpuncak antara 160-180 km, dan lapisan F 2 berpuncak antara

    200-600 km. Pada waktu malam hari, lapisan D dan E menghilang, sedangkan

    lapisan F 1 dan F 2 bergabung membentuk lapisan F. Kerapatan elektron maksimum

    terjadi pada lapisan F 2.

    Secara umum seluruh lapisan tersebut secara kelompok disebut sebagai

    bagian bawah ionosfer ( bottomside ). Bagian dari ionosfer antara lapisan F 2 dengan batas atas ionosfer disebut sebagai bagian atas ionosfer (topside). Di dalam

    lapisan F 2 dimana umumnya kerapatan elektron maksimum terjadi sebagai

    konsekuensi dari penyerapan sinar ultra violet ekstrim ( extreme ultraviolet , EUV)

    dan meningkatnya kerapatan atmosfer netral seiring menurunnya ketinggian

    (Gambar II.3).

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    2/17

    5

    Gambar II.1 Profil vertikal lapisan D,E,F1 dan F2 (Davies, 1990).

    Gambar II.2 Profil lapisan D,E,F1,F2 pada siang dan malam hari (Davies, 1990).

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    3/17

    6

    Gambar II.3 Gambaran umum profil kerapatan elektron dan atom netral

    sebagai fungsi ketinggian (Davies, 1990).

    II.2 GPS

    Publikasi yang membahas masalah GPS dan aplikasinya telah banyak

    tersedia. Prinsip-prinsip dasar tentang GPS dijelaskan secara rinci, misalnya oleh

    Kleusberg dan Teunissen (1996), Parkinson et. al. (1996), Leick (1995), dan

    Hoffmann-Wellenhoff et. al. (1997). Teori dan informasi praktis tentang GPS

    dapat diakses melalui Langley (1997).

    Satelit-satelit GPS memancarkan sinyal gelombang radio dengan

    frekuensi-ganda, yakni f1=1575,42 MHz dan f2=1227,60 MHz. Sinyal pembawa

    (carrier signals ) kemudian dimodulasikan fasanya ke dalam bentuk

    coarse/acquisition code (C/A-code) dan precise code (P-code) dengan siklus

    perulangan code adalah masing-masing sebesar 1,023 MHz (sekitar 1 msec=300

    km) dan 10,23 MHz (sekitar 0,1 msec=30 km). C/A-code dimodulasikan hanya

    terhadap sinyal L1-carrier dan P-code dimodulasikan terhadap sinyal L1 dan L2.

    Informasi navigasi dengan tingkat cuplikan rendah, yakni 50 Hz, juga

    dimodulasikan terhadap L1 dan L2 yang dapat dilihat pada Gambar II.4.

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    4/17

    7

    Gambar II.4 Modulasi sinyal satelit GPS ke dalam C/A-code dan P-code

    (Widarto, 2005).

    Kedua sinyal, yakni pseudorange dan carrier phase, merupakan dua data

    dasar yang diamati oleh stasiun penerima GPS. Stasiun penerima GPS membuat

    replika dari kedua frekuensi L-band yang dipancarkan oleh satelit-satelit dan

    kemudian membedakan keduanya dengan sinyal tergeser Doppler ( Doppler

    shifted signals ) yang datang untuk menghasilkan sebuah frekuensi denyut (a beat

    frequency).

    II.3 Penentuan TEC

    Lebih dari dua dekade terakhir ini, noise ionosfer ( ionospheric noise ) pada

    pengamatan GPS frekuensi-ganda telah digunakan untuk mendapatkan informasi

    tentang ionosfer dan sebagai bahan dalam penelitian lanjutan untuk mempelajari

    ionosfer. Dari perbedaan antara hasil pengukuran dalam dua frekuensi tersebut,

    nilai TEC sepanjang jalur sinyal antara satelit GPS dan stasiun penerima GPS di

    permukaan bumi dapat dihitung. TEC didefiniskan sebagai jumlah total elektrondi dalam plasma terionisasi dalam bentuk tabung imajiner (dalam bentuk sayatan

    1 m 2) antara satelit dan penerima GPS. Kerapatan plasma di ionosfer selalu

    berubah terhadap waktu dalam bentuk variasi harian, musim dan adanya aktivitas

    matahari. Karena itu, variasi TEC terhadap waktu mencerminkan dinamika

    antariksa dekat Bumi.

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    5/17

    8

    II.4 Indek Bias Fasa dan TEC

    Perambatan sinyal GPS sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di

    ionosfer dan jenis peralatan yang digunakan. Liu (1996) menjelaskan konsep

    kelambatan ionosferik ( ionospheric delay ), dimana jarak pseudorange GPS Pi dan

    jarak fasa pembawa ( carrier phase ) Li untuk frekuensi i=1 atau 2, masing-masing

    dinyatakan sebagai berikut:

    ( ) ot qqctropionP d d d d d sres

    i

    sat

    i

    ressat

    iii +++−+++= τ τ 0 (II.1)

    dan

    ( ) bctropion L iiressat iiiii d d s λ τ τ φ λ −−++−== 0 (II.2)

    dimana superskrip sat dan res masing-masing menyatakan sebagai satelit pemancar

    dan stasiun penerima, s 0 adalah jarak sebenarnya antara satelit dan penerima, d ion

    dan d trop masing-masing adalah efek ionosfer dan troposfer, c adalah kecepatan

    cahaya, τ adalah clock offset antara satelit dan stasiun penerima, d q bias instrumendari satelit atau stasiun penerima, d ot adalah bias lainnya, λ adalah panjanggelombang pembawa ( carrier wave length ), φ adalah carrier phase total antarasatelit dan stasiun penerima, dan b adalah slip siklus dari phase carrier.

    Namun demikian, efek ionosfer terhadap gelombang elektromagnetik

    (EM) tidak dapat dijelaskan menggunakan konsep dispersi sederhana. Untuk

    menjelaskan secara tepat perilaku lengkap gelombang radio di ionosfer, kita harus

    memahami bahwa ionosfer merupakan plasma berlapis secara sferis dan

    terionisasi sebagian, dengan ketidakberaturan dan ketidakseragaman antariksa,

    bahkan ketidakseragaman medan magnetik akibat gangguan dari angin matahari

    (Hunsucker, 1991).Formulasi indek bias fasa komplek pada ionosfer sebagai suatu medium

    magnetoionik dijelaskan oleh beberapa peneliti. Tetapi yang paling sering

    dihubungkan dengan teori tersebut adalah Sir Edward Appleton (Hunsucker,

    1991). Pada 1931, Hartree memasukkan istilah polarisasi Lorentz ke dalam

    formulasi indek bias komplek tersebut, sehingga formulasi itu dikenal sebagai

    formula Appleton-Hartree.

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    6/17

    9

    Penurunan formula Appleton-Hartree secara rinci dapat ditemukan

    terutama dalam Davies (1990), Langley (1996), dan Hunsucker (1991). Indek bias

    komplek n diberikan oleh persamaan dispersi magnetoionik Appleton-Hartree

    sebagai berikut:

    Y X

    Y X

    Y

    X n

    LT T 2

    2

    42

    2

    )1(4)1(21

    1

    +−

    ±−

    −−= (II.3)

    dimana ( )ω ω P X 2

    = ,

    ω

    ω H Y = ,

    θ sinY Y T = ,

    θ cosY Y L = , dan

    bila 0≅Y , maka n 2=1-X (II.4)

    Sementara itu, kecepatan fasa gelombang ( phase carrier ) diberikan sebagai,

    n

    c

    k p ==υ (II.5)

    dan kecepatan gelombang terhadap Bumi ( group delay/pseudorange ) diberikan

    sebagai,

    ( )ω

    ω ω ω

    ω υ

    ∂∂+

    =

    ∂∂=

    ∂∂=∂

    ∂=n

    c

    n

    ck k

    g1

    (II.6)

    dimana c adalah kecepatan cahaya dan k adalah bilangan gelombang pada plasma.

    Persamaan (II.5) dan (II.6) dapat disederhanakan menjadi,

    cg p 2=⋅υ υ , dan (II.7)

    cng =υ (II.8)

    Untuk ruang heterogen, waktu tempuh gelombang t g dengan jarak perjalanan s

    dinyatakan sebagai,

    ∫∫ ==S S g

    gn

    dS c

    dS t

    1

    υ (II.9)

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    7/17

    10

    Sementara itu waktu tempuh untuk ruang hampa dinyatakan sebagai,

    ∫∫ ==S S

    dS cc

    dS t

    1 (II.10)

    Selanjutnya, untuk frekuensi tinggi, hubungan indek bias n, konsentrasi elektron

    N (dalam jumlah elektron/m 3), dan frekuensi sudut ω dinyatakan oleh fungsi,

    ω ε 22

    1ome N n −= (II.11)

    Bila pengisian elektron e=1.6 x 10 -19C, massa elektron m=9,1095 x 10 -31 kg,

    permitivitas pada ruang hampa εo=8,8542 x 10 -12 F/m, maka indek bias dapatdinyatakan pula sebagai,

    f

    N n 2

    28,4011 +≅ (II.12)

    Dengan memasukkan persamaan (II.7) dan (II.8) ke dalam persamaan (II.9), maka

    diperoleh nilai waktu pelambatan ionosfer (ionospheric delay time) T ion(f) (dalam

    detik) sebagai berikut,

    TEC f

    Nds f

    t t f T S

    ion g*28,4028,40)( 22 •==−= ∫ (II.13)

    dimana TEC * (elektron/m 2) adalah efek ionosfer dalam bentuk kandungan

    elektron total sepanjang garis penglihatan antara stasiun penerima dan satelit GPS.

    Persamaan (II.13) tersebut dikenal juga sebagai waktu pelambatan ionosfer

    hasil pendekatan orde pertama dari persamaan Appleton-Hartree. Dengan

    demikian, selisih waktu pelambatan untuk frekuensi L1 dan L2 dapat ditentukan

    berdasarkan persamaan berikut,

    ( ) ( )

    ⎟⎟

    ⎠ ⎞

    ⎜⎜

    ⎝ ⎛ −=

    −=Δ

    • f f

    TEC

    f T f T T

    L L

    Lion Lionion

    21

    22

    12

    11*28,40 (II.14)

    atau disederhanakan menjadi,

    T f f

    f f STEC ion

    L

    L L

    L

    Δ⎟⎟⎟

    ⎜⎜⎜

    −= ••

    21

    2

    2

    22

    21

    28,401* (II.15)

    dimana f L1=1575,42 MHz, f L2=1227,6 MHz.

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    8/17

    11

    II.5 Slant TEC dan Vertical TEC

    Penentuan nilai kandungan elektron total atau TEC di ionosfer terbagi ke

    dalam dua jenis, yakni slant TEC dan vertical TEC. Menurut Abidin (2000) slant

    TEC (STEC) adalah jumlah kandungan elektron di ionospheric pierce point yang

    diamati dari stasiun penerima GPS dengan posisi membentuk sudut inklinasi E

    terhadap satelit GPS (Gambar II.6). Sementara itu, vertical TEC (VTEC) adalah

    jumlah kandungan total elektron yang diamati secara vertikal dari titik sub-

    ionosferik ( sub-ionospheric point ) terhadap ionospheric Pierce point. Gambar II.6

    menunjukkan konstelasi antara satelit, stasiun penerima GPS dan lapisan ionosfer

    yang dianggap sebagai lapisan tunggal, serta titik-titik pengamatan.

    Gambar II.5 Konstelasi titik-titik imajiner yang menjelaskan tentang hubungan antara

    satelit dan stasiun penerima GPS, lapisan ionosfer yang dianggap sebagai

    lapisan tunggal, dan titik pengamatan (Rothacher dan Mervart, 1996).

    Beberapa simbol alfabet yang digunakan dalam Gambar II.5 tersebut yakni,

    O adalah titik pusat Bumi, R adalah jejari Bumi, r adalah titik penerima GPS, h

    adalah ketinggian ionosfer, E adalah sudut inklinasi yang dibentuk antara stasiun

    penerima dan satelit, dan i adalah titik pertemuan antara sinyal dari satelit dengan

    lapisan ionosfer. Dari Gambar II.6 tersebut Rothacher dan Mervart (1996)

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    9/17

    12

    menurunkan beberapa persamaan penting yang berkaitan dengan penentuan STEC

    dan VTEC sebagai berikut :

    Z ≤ Oir, sehingga didapatkan Z=90 ° – (A+E) (II.16)

    Untuk sinyal tegak, maka komponen Z harus dikalikan dengan cos z. Karena A ≤ rOi dan A adalah sudut yang dibentuk oleh jejari Bumi terhadap titik sub-

    ionosferik, maka dari segitiga Oir dapat diperoleh persamaan berikut,

    R

    E A

    h R

    E )(90sin)90sin( +−°=+

    −° (II.17)

    R E A

    h R E )cos(cos +=

    + (II.18)

    E h R

    R E A cos)cos(

    +=+ (II.19)

    Jika )sin(cos E A z += , maka:

    ( ){ }( ){ } E h R R

    E A E A

    cos 22

    1

    2/1

    2cos12/1

    )sin(

    +−=

    +−=+ (II.20)

    Dari persamaan (II.20) itu, nilai VTEC dapat ditentukan dari nilai STEC melalui

    persamaan berikut :

    ( ){ }( ) Rh

    E STEC

    E h R

    RSTEC VTEC

    +−=

    +−=

    12

    cos 21

    cos 22

    1

    2/1

    (II.21)

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    10/17

    13

    Nilai STEC pada persamaan (20) ditentukan berdasarkan perkalian antara nilai

    TEC * pada persamaan (14) dengan fungsi slant S(e) yang diberikan oleh Sover

    dan Fanselow (1987):

    ( ) ( ) ⎟⎟ ⎠ ⎞

    ⎜⎜

    ⎝ ⎛ ++−−++−

    −= h R Re Rh R Re R

    hheS 2

    22221

    2222

    21)(sin)(sin

    1)( (II.22)

    sehingga )(* eS TEC STEC •= . Jika jejari rerata Bumi R=6378 km dan ketinggian

    ionosfer Indonesia h=350 km, maka nilai VTEC dapat diperoleh berdasarkan

    persamaan berikut:

    E STEC VTEC cos89,01 2−= (II.23)

    Satuan VTEC dinyatakan dalam TECU (atau TEC Unit) dimana 1 TECU=1 x 1016

    elektron/m 2.

    II.6 Mekanisme Fisis Anomali TEC

    Sejauh ini belum ada teori yang pasti penyebab terjadinya anomali TEC

    sebelum terjadi gempabumi. Namun ada beberapa pendapat yang dapat

    menjelaskan gambaran tentang mekanisme fisis anomali TEC yang dapat dilihat

    pada gambar II.6. Menurut Kamogawa (2004) ada empat pendapat pada saatsebelum kejadian gempabumi ( pre-earthquake ) di area yang akan terjadi

    gempabumi ( area preparation earthquake ). Pendapat pertama diduga karena

    adanya emisi gas radon yang umumnya muncul di wilayah yang banyak

    mengandung air bawah tanah yang reservoirnya berupa batuan beku asam, seperti

    batuan granit. Emisi gas radon yang mengandung ion-ion positip ke ionosfer

    menyebabkan berkurangnya kandungan elektron. Pendapat kedua menduga ada

    fenomena Positive Hole Diffusion yang mengeluarkan ion-ion positip sebagai

    penyebab berkurangnya jumlah elektron di lapisan ionosfer. Pendapat pertama

    dan kedua ini digolongkan sebagai electric field effect. Pendapat ketiga diduga

    karena adanya proses panas (heating) saat terjadi stress pada batuan sebelum

    gempabumi terjadi. Pendapat keempat menduga karena adanya pergerakan tanah

    (ground motion ) yang menghasilkan ion-ion positif. Pendapat ketiga dan keempat

    ini digolongkan sebagai mechanical effect .

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    11/17

    14

    Mechanical Channel: AGW?Chemical Channel: Radon?

    Gambar II.6 Mekanisme fisis anomali TEC yang berhubungan dengan

    Gempabumi (Puspito, N.T., Barus, P.A., dan Widarto, D.S.,

    2007)

    TEC adalah jumlah elektron dalam kolom vertikal (silinder)

    berpenampang seluas 1 meter 2 sepanjang lintasan sinyal dalam lapisan ionosfer,

    seperti yang ditunjukan pada gambar II.7. Definisi TEC ini secara spesifik

    dinamakan STEC (Slant TEC). Selain STEC dikenal juag istilah VTEC (VerticalTEC) yang mempresentasikan TEC dalam arah vertical. Nilai TEC biasanya

    dinyatakan dalam TECu (TEC unit) dimana 1 TECu sama dengan 10 16

    elektron/m 2.Nilai TEC di ionosfer umumnya berkisar 1 sampai 200 TECu.

    n e (h)e

    GPS

    Centre ofEarth

    GPS

    R a y p a t h

    S

    P

    χ

    Mapping functionTECv=TECs / sec χh I

    TECs = ∫ N eds

    n e (h)e

    GPS

    Centre ofEarth

    GPS

    R a y p a t h

    S

    P

    χ

    Mapping functionTECv=TECs / sec χh I

    TECs = ∫ N eds

    Gambar II.7 Definisi Total Electron Content (Puspito, N.T., Barus, P.A., dan

    Widarto, D.S., 2007)

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    12/17

    15

    Gambar II.8 merupakan aplikasi metode pemetaan distribusi nilai mutlak GPS-

    TEC global. Peta tersebut disusun berdasarkan data seluruh GPS dalam jaringan

    global dengan tingkat cuplikan 30 detik. Pemetaan dilakukan untuk data yang

    diambil pada tanggal 3 Agustus 2005 pukul 16.00 UT yang merupakan periode

    musim panas. Keadaan ini merupakan suatu fenomena umum, dimana anomali

    tinggi umumnya selalu muncul berpasangan di wilayah ekuator magnetik.

    Gambar II.8 Peta distribusi TEC pada ionosfer global yang diambil pada tanggal

    23 Agustus 2005 (diambil dari http://www.cx.aiub/ )

    II.7 Indeks Dst

    Sudah diketauhi sejak lama bahwa komponen horizontal , H, dari medan

    geomagnetik menurun sewaktu terjadi gangguan magnetik besar dan bahwa

    proses kembalinya kepada tingkat rata – ratanya terjadi secara bertahap. (Broun,

    1861 ; Adam, 1892 ; Moos, 1910). Analisa secara menyeluruh terhadap morfologi

    badai magnetik telah dilakukan oleh Chapman (1935,1952), Vestine et.al (1947),

    Sugiura and Chapman (1960).

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    13/17

    16

    Kajian – kajian tersebut telah menujukkan bahwa pada ekuator dan lintang

    menengah, penurunan H sewaktu terjadi badai magnetik diperkirakan dapat

    direpresentasikan oleh medan magnetik yang seragam yang parallel terhadap

    sumbu dari kutub geomagnetik dan mengarah ke selatan. Kekuatan dari medan

    gangguan yang simetris terhadap sumbu bervariasi seiring dengan waktu badai,

    dan didefinisikan sebagai waktu yang diukur sejak badai mulai terjadi. Permulaan

    dari badai magnetik seringkali ditandai oleh kenaikan global H secara tiba – tiba,

    yang direferensikan sebagai permulaan mendadak badai atau storm sudden

    commencement dan disebut sebagai SSC. Komponen H biasanya tetap berada di

    atas level rata-ratanya untuk beberapa jam, fase ini disebut sebagai fase awal

    badai (initial phase). Kemudian penurunan besar-besaran secara global pada H

    dimulai, dan mengindikasikan pembentukan fase utama dari badai.Kekuatan dari

    penurunan H melambangkan tingkat keparahan gangguan. Meskipun deskripsi di

    atas memberikan gambaran rata – rata statistik dari badai magnetik, dalam kasus –

    kasus individual terlihat variasi yang sangat jauh berbeda antara badai satu

    dengan badai yang lain.

    Kita menyebut Dst sebagai medan gangguan (disturbance field), yang

    simetris secara axial terhadap sumbu axis kutub, dan dilihat sebagai fungsi dariwaktu badai. Jika index monitoring Dst dalam H diturunkan secara kontinyu

    sebagai fungsi dari UT, variasi akan sangat jelas mengindikasikan terjadinya badai

    magnetik dan tingkat keparahannya saat badai itu terjadi. Kemudian, meski dalam

    ketiadaan badai magnetik yang berbeda, indeks tersebut akan memonitor secara

    kintinyu gangguan – gangguan yang lebih kecil daripada gangguan yang biasa

    disebut sebagai badai magnetik, atau gangguan yang mulai secara bertahap tanpa

    permulaan yang jelas. Oleh karena itu, variasi Dst yang diturunkan akanmemberikan pengukuran kuantitatif dari gangguan geomagnetik yang dapat

    berhubungan dengan parameter – parameter matahari dan geofisika lainnya.

    Penurunan indeks Dst dipilih empat observatorium magnetik, yaitu

    Hermanus( 34,40 0 LU - 19,22 0 BT), Kaioka (36,23 0 LS- 140,18 0 BT), Honolulu

    (21,30 0LS- 201,90 0BT), dan San Juan (18,38 0LS- 293,88 0BT), . Observatorium

    – observatorium tersebut dipilih atas dasar kualitas observasinya juga dengan

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    14/17

    17

    alasan bahwa lokasinya cukup jauh dari elektrojet aurora dan elektrojet equatorial

    serta distibusi longitudinal dari lokasi – lokasi tersebut merata..

    Nilai dasar untuk H didefinisikan untuk setiap observatorium dengan tujuan untuk

    mendapatkan variasi yang menyeluruh. Untuk setiap observatorium, nilai rata –

    rata dari H , yang dihitung dari “lima hari paling tenang” dalam setiap bulannya,

    digunakan untuk mengumpulkan data nilai dasar ( baseline ). Penting untuk diingat

    bahwa nilai akhir Dst ditentukan setelah setiap tahun kalender dan oleh karena itu

    dalam penentuan ini nilai rata – rata tahunan hanya tersedia sampai dengan dan

    termasuk tahun tersebut (mengacu ke bawah sebagai tahun sekarang) dimana Dst

    kemudian diasumsikan. Nilai dasar digambarkan pada deret pangkat dalam waktu

    dan koefisien untuk persamaan kuadrat ditentukan oleh metode akar terkecil,

    menggunakan nilai rata – rata untuk tahun berjalan dan empat tahun sebelumnya.

    Oleh karena itu, nilai dasar dinyatakan sebagai :2)( τ τ τ C B A H base ++= ( II.24)

    Dimana τ adalah waktu dalam satuan tahun yang diukur dari periode acuan.

    Dinyatakan disini bahwa jika ekspansi polinomial dari rata – rata tahunan dibuat

    secara garis lurus seperti dijelaskan di atas, sebuah diskontinuitas buatan,

    meskipun kadang – kadang tidak cukup besar untuk dapat diamati, dapat dilihat

    antara nilai dasar dari jam terakhir dalam sebuah tahun dan nilai dasar untuk jam

    pertama dari tahun setelahnya, karena nilai dasar ini dihitung dari dua persamaan

    polinomial yang berbeda. Untuk meminimalisir diskontinuitas semacam itu,

    penentuan polinomial sebenarnya dibuat dalam dua tahap. Dari ekspansi

    polinomial yang ditentukan pada tahap pertama, dihitung nilai dasar pada akhir

    tahun yang berjalan. Pada tahap kedua, nilai ini dimasukkan sebagai titik data

    dalam penentuan persamaan polinomial. Prosedur ini telah dinilai memuaskan. Nilai dasar H (T) yang dihitung dari (1) untuk setiap jam UT dari tahun yang

    berjalan, dikurangi oleh nilai H – H obs(T)

    ( II.25)

    Selisihnya , H(T), membentuk database dalam turunan berikutnya untuk setiap

    observatorium.

    Solar quiet daily variation, atau variasi harian masa tenang matahari, Sq,

    diturunkan untuk setiap observatorium sebagai berikut. Nilai rata – rata variasi Sq

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    15/17

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    16/17

    19

    dalam magnetosfer, yang mana sering dijadikan acuan sebagai waktu lingkaran

    arus (the quiet time ring current) . Penurunan medan magnetik tenang di dalam

    magnetosfer telah disurvey secara mendalam oleh satelit OGO 3 dan 5 (e.g

    Suguira and Poros, 1973). Menurut pengamatan satelit OGO 5, penurunan medan

    magnetik di sekitar kutub equator pada jarak geosentris 2.3 sampai 3.6 radian

    secara statistik bernilai sekitar 45 nT ketika nilai Dst adalah Nol (Sugiura,1973).

    Penurunan medan magnetik ini memiliki kecenderungan untuk menuju ke arah

    selatan Bumi, tetapi tidak ada observasi termutakhir yang sempurna untuk

    memberikan distribusi medan magnetik pada jarak geosentris kurang dari 2

    radian . Kajian pendahuluan dengan data Magsat yang diambil pada ketinggian

    350 Km sampai 560 Km menunjukkan bahwa pada permukaan Bumi, medan

    eksternal yang simetris terhadap sumbu diperkirakan adalah -25nT ketika nilai Dst

    adalah Nol (Langel et al,1980). Meskipun angka ini terlihat masuk akal, tingkat

    referensi absolut untuk variasi Dst akan dikaji di masa yang akan datang. Sebagai

    contoh, nilai off-set Dst dapat saja bervasiasi terhadap siklus matahari.

    Indeks Dst merepresentasikan gangguan medan magnetik yang simetris

    terhadap sumbu kutub equator pada permukaan bumi. Gangguan – gangguan

    utama dalam Dst adalah negatif, dan disebut sebagai penurunan pada medangeomagnetik. Medan – medan tersebut terutama dibentuk oleh sistem arus

    equatorial pada magnetosfer, dan biasanya disebut sebagai lingkaran arus .

    Lembaran netral yang mengalir sepanjang ekor magnetosfer menimbulkan

    kontribusi yang kecil terhadap penurunan medan di dekat Bumi. Variasi positif

    dalam Dst, utamanya disebabkan oleh pemampatan magnetosfer dari kenaikan

    tekanan angin matahari.

    Telah diketahui bahwa medan gangguan pada umumnya tidak simetristerhadap sumbu. Secara spesifik, dalam pengembangan fase badai magentik

    medan gangguan asimetris dapat saja lebih besar dari bagian yang simetris (e.g

    Sugiura and Chapman, 1960; Akasofu and Chapman, 1964). Dalam medan

    gangguan asimetris, medan penurunan medan paling besar biasanya terjadi pada

    sektor senja. Untuk memonitor medan gangguan asimetris, kami memperluas

    setiap jam UT , T, medan gangguan D(T) dalam deret Fourier di waktu lokal dan

    menentukan amplitude dan fasa dari komponen diurnal. Selama operasi Magsat,

  • 8/17/2019 Hendrisuba 31006

    17/17

    20

    Dst dan komponen diurnal dan komponen semi –diurnal dari D diturunkan dan

    disediakan pada pita data Magsat (Langel et al., 1981). Untuk periode ini, data

    dari empat observatorium Dst ditambahkan oleh data dari Alibag untuk

    memperbaiki cakupan longitudinal. Medan gangguan asimetris biasanya

    dilambangkan sebagai lingkaran arus parsial (Akasofu and Chapman, 1964;

    Cahill, 1966; Frank, 1970; Fukushima and Kamide, 1974). Namun demikian,

    telah disarankan pula bahwa medan gangguan asimetris dapat diproduksi oleh

    arus jaring Birkeland yang mengalir ke dalam ionosfer pada waktu menjelang

    siang hari, dan mengalir keluar pada waktu menjelang tengah malam (Crooker

    and Siscoe, 1981). Oleh karena itu sumber dari gangguan medan magnetik masih

    akan ditentukan di masa yang akan datang.

    Untuk beberapa tahun, telah diasumsikan secara implisit bahwa lingkaran

    arus dibawa oleh ion hidrogen. Namun demikian, observasi satelit terbaru telah

    menunjukkan bahwa oksigen dan helium membentuk komponen penting dari

    partikel lingkaran arus dalam kisaran energi dibawah 17 Kev, memperlihatkan

    bahwa ionosfer adalah sumber utama dari waktu badai lingkaran arus

    (Shelley,1979). Observasi satelit terhadap kerusakan lingkaran arus juga

    cenderung mengindikasikan keberadaan oksigen dan helium (Smith et al., 1981).Ion – ion lingkaran arus dengan energi lebih besar dari 600 Kev memiliki

    komposisi yang mirip dengan sumber angin matahari (Williams, 1980). Namun

    demikian, komposisi dari ion-ion yang membentuk bagian terbesar dari densitas

    energi lingkaran arus, seperti ion – ion yang nilai energinya kira – kira berada

    dalam rentang 20 dan 600 Kev, belum pernah diukur secara langsung (Williams,

    1981). Untuk pembentukan badai waktu lingkaran arus, proses – proses seperti

    konveksi lembaran ekor plasma yang menuju ke bumi dan gerakan ke dalamsecara adiabatik dari sabuk radiasi ion yang berada di zona luar, keduanya

    diakibatkan oleh penambahan medan listrik subuh-senja, percepatan ion –ion

    ionosfer oleh medan magnetik, dan percepatan in-situ dari plasma pada perbatasan

    plasmafer - lapisan plasma .