hemangioblastoma serebelum

9
Laporan Kasus Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013 HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM CEREBELLUM HEMANGIOBLASTOMA Bhaskoro Adi Widie Nugroho*, I komang Arimbawa**, I Gusti Ngurah Purna Putra** ABSTRACT Introduction: Hemangioblastoma accounts for 2% of all intracranial neoplasms and became the most common primary adult intraaxial posterior fossa tumor. This tumor can occur sporadically or associated with Von Hippel-Lindau disease (VHL). The treatment for CNS hemangioblastoma usually include resection of symptomatic tumor by preoperative arterial embolization. Case Report: A 34-years-old man, presented with 20 days history of headache prior to hospital admission, mostly felt like tightening on the back area of the head, and sometimes felt as pulsatile sensations. Moreover, it got worse as the day goes on. Headache was accompanied by projectile vomiting without preceded by nausea. He was unable to walk properly since 2 weeks before hospitalized, as such he was walking with abduction position. He has difficulty using his left hand, particularly when he picked up something and unable took objects in intended position. On physical examination revealed that blood pressure 110/80 mmHg, pulse 60 beats per minute regular, respiratory rate 18 times per minute with thoracoabdominal type. Neurological examination showed GCS E3V4M6, chronic progressive cephalgia, right-rapid phase nystagmus, neck stiffness, left side coordination problem, VAS 10/10. Head CT scan examination showed a cyst in cerebellum. Cytologic examination of the cyst fluid found that the sample consist of many erythrocytes. Pathology and imunohistochemistry confirmed the presence of hemangioblastoma. Recommendation treatments were injection of corticosteroid and appropriate symptomatic therapies. The method of surgical was initiated by VP shunt procedure followed by tumor resection. Keywords: coordination disorder, cystic lesion, hemangioblastoma cerebellum ABSTRAK Pendahuluan: Hemangioblastoma terjadi sekitar 2% keganasan intrakranial, merupakan tumor primer dewasa pada fossa posterior intraaksial yang paling sering. Tumor ini bisa terjadi secara sporadis atau terkait dengan penyakit von Hippel-Lindau (VHL). Terapi hemangioblastoma SSP meliputi reseksi bedah tumor simptomatis dengan embolisasi arteri preoperatif. Laporan Kasus: Seorang pria 34 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala terjadi sejak 20 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS), dirasakan di kepala belakang, terasa berat dan kadang-kadang berdenyut, semakin hari nyeri kepala dirasakan semakin bertambah berat. Muntah sebanyak satu kali, menyemprot tanpa didahului dengan mual. Pasien tidak mampu berjalan sejak 2 minggu SMRS dan berjalan sebelumnya dengan posisi mengangkang. Pasien juga kesulitan mengambil sesuatu dengan menggunakan tangan kirinya, jangkauan pasien tidak tepat untuk mengambil barang. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 60 kali/menit reguler, frekuensi pernapasan 18 kali/menit tipe thorakoabdominal. Pada status neurologis didapatkan kesadaran GCS E3V4M6, sefalgia kronis progresif, nistagmus fase cepat ke kanan, kaku kuduk, gangguan koordinasi sisi kiri, dan VAS 10/10. CT scan kepala memberikan gambaran massa kista di serebelum. Pemeriksaan sitologi cairan kista didapatkan sediaan terdiri dari eritrosit. Pemeriksaan patologi dan imunohistokimia didapatkan gambaran hemangioblastoma. Penatalaksanaan adalah dengan terapi medikamentosa berupa injeksi kortikosteroid dan terapi simptomatis. Tindakan pembedahan berupa VP shunt dilanjutkan reseksi tumor. Kata kunci: Gangguan koordinasi, hemangioblastoma serebelum, lesi kistik *Peserta Program Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, ** Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar Korespondensi: [email protected]

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM CEREBELLUM HEMANGIOBLASTOMA

Bhaskoro Adi Widie Nugroho*, I komang Arimbawa**, I Gusti Ngurah Purna Putra**

ABSTRACT

Introduction: Hemangioblastoma accounts for 2% of all intracranial neoplasms and became the most common primary adult intraaxial posterior fossa tumor. This tumor can occur sporadically or associated with Von Hippel-Lindau disease (VHL). The treatment for CNS hemangioblastoma usually include resection of symptomatic tumor by preoperative arterial embolization.

Case Report: A 34-years-old man, presented with 20 days history of headache prior to hospital admission, mostly felt like tightening on the back area of the head, and sometimes felt as pulsatile sensations. Moreover, it got worse as the day goes on. Headache was accompanied by projectile vomiting without preceded by nausea. He was unable to walk properly since 2 weeks before hospitalized, as such he was walking with abduction position. He has difficulty using his left hand, particularly when he picked up something and unable took objects in intended position. On physical examination revealed that blood pressure 110/80 mmHg, pulse 60 beats per minute regular, respiratory rate 18 times per minute with thoracoabdominal type. Neurological examination showed GCS E3V4M6, chronic progressive cephalgia, right-rapid phase nystagmus, neck stiffness, left side coordination problem, VAS 10/10. Head CT scan examination showed a cyst in cerebellum. Cytologic examination of the cyst fluid found that the sample consist of many erythrocytes. Pathology and imunohistochemistry confirmed the presence of hemangioblastoma. Recommendation treatments were injection of corticosteroid and appropriate symptomatic therapies. The method of surgical was initiated by VP shunt procedure followed by tumor resection.

Keywords: coordination disorder, cystic lesion, hemangioblastoma cerebellum

ABSTRAK

Pendahuluan: Hemangioblastoma terjadi sekitar 2% keganasan intrakranial, merupakan tumor primer dewasa pada fossa posterior intraaksial yang paling sering. Tumor ini bisa terjadi secara sporadis atau terkait dengan penyakit von Hippel-Lindau (VHL). Terapi hemangioblastoma SSP meliputi reseksi bedah tumor simptomatis dengan embolisasi arteri preoperatif.

Laporan Kasus: Seorang pria 34 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala terjadi sejak 20 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS), dirasakan di kepala belakang, terasa berat dan kadang-kadang berdenyut, semakin hari nyeri kepala dirasakan semakin bertambah berat. Muntah sebanyak satu kali, menyemprot tanpa didahului dengan mual. Pasien tidak mampu berjalan sejak 2 minggu SMRS dan berjalan sebelumnya dengan posisi mengangkang. Pasien juga kesulitan mengambil sesuatu dengan menggunakan tangan kirinya, jangkauan pasien tidak tepat untuk mengambil barang. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 60 kali/menit reguler, frekuensi pernapasan 18 kali/menit tipe thorakoabdominal. Pada status neurologis didapatkan kesadaran GCS E3V4M6, sefalgia kronis progresif, nistagmus fase cepat ke kanan, kaku kuduk, gangguan koordinasi sisi kiri, dan VAS 10/10. CT scan kepala memberikan gambaran massa kista di serebelum. Pemeriksaan sitologi cairan kista didapatkan sediaan terdiri dari eritrosit. Pemeriksaan patologi dan imunohistokimia didapatkan gambaran hemangioblastoma. Penatalaksanaan adalah dengan terapi medikamentosa berupa injeksi kortikosteroid dan terapi simptomatis. Tindakan pembedahan berupa VP shunt dilanjutkan reseksi tumor.

Kata kunci: Gangguan koordinasi, hemangioblastoma serebelum, lesi kistik

*Peserta Program Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, ** Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar Korespondensi: [email protected]

Page 2: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

 

PENDAHULUAN

Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular jinak yang terjadi sebagian besar pada serebelum dan medula spinalis. Hemangioblastoma terjadi sekitar 2% keganasan intrakranial dan merupakan tumor primer pada fossa posterior intraaksial yang paling sering. Hemangioblastoma di susunan saraf pusat (SSP) biasanya adalah tumor sporadik, namun 30% pasien dengan hemangioblastoma terkait penyakit von Hippel-Lindau (VHL). Penyakit VHL adalah kelainan yang didapat secara dominan dengan karakteristik hemangioblastoma pada retina dan SSP, karsinoma sel renal, phaeochromocytoma, serta endolymphatic sac tumours (ELSTs) dan kista pada ginjal, pankreas, dan epididimis. Usia rata-rata hemangioblastoma serebelum pada penyakit VHL lebih muda secara signifikan dibandingkan pada tumor yang sporadik.1, 2

Riwayat keluarga dengan penyakit VHL, adanya hemangioblastoma tunggal, karsinoma sel renal, phaeochromacytoma atau ELST cukup untuk menegakkan diagnosis klinis penyakit VHL. Namun, 20% pasien dengan penyakit VHL tidak memiliki riwayat keluarga dan pada kasus seperti ini, dua lesi hemangioblastoma atau hemangioblastoma dan tipe tumor VHL lainnya diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Identifikasi tumor supresor gen VHL pada tahun 1993 memfasilitasi diagnosis penyakit VHL, khususnya pada pasien yang tidak sesuai kriteria diagnosis.3, 2

Walaupun hubungan antara hemangioblastoma dan penyakit VHL jelas diketahui, penelusuran klinis dan radiologis yang menunjukkan hemangioblastoma dapat tidak menunjukkan bukti penyakit VHL. Oleh karena itu analisis mutasi VHL dapat digunakan untuk mendeteksi pasien tanpa riwayat keluarga dan tanpa gambaran penyakit VHL lain.2

LAPORAN KASUS

Seorang pria 34 tahun, suku Sumba, kinan datang dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala dikatakan terjadi sejak 20 hari sebelum masuk RS. Nyeri kepala dirasakan di belakang kepala, terasa berat dan kadang-kadang berdenyut. Awalnya nyeri kepala masih bisa ditahan, namun semakin hari nyeri kepala dirasakan semakin bertambah berat, sehingga membuat pasien tidak mampu melaksanakan pekerjaannya. Pasien juga mengeluhkan pandangan kabur yang dirasakan sejak 2 minggu sebelumnya. Saat itu pasien tidak mampu berjalan karena kedua tungkainya sulit digerakkan dan berjalan sebelumnya dengan posisi mengangkang. Pasien juga kesulitan mengambil sesuatu dengan menggunakan tangan kirinya, jangkauan pasien tidak tepat untuk mengambil barang. Pusing berputar, demam, kejang, atau kesemutan sekitar bibir disangkal. Sejak 1 bulan sebelumnya pasien mengalami batuk berdahak warna kuning kental, serta muntah darah bercampur makanan 3 hari sebelum masuk RS.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 60 kali/menit reguler, frekuensi napas 18 kali/menit tipe thorakoabdominal dan suhu aksila 37oC. Pada status neurologis didapatkan skala koma Glasgow (SKG) E3V4M6, adanya kaku kuduk, nistagmus fase cepat ke kanan, dismetri pada tubuh sisi kiri, gangguan tes telunjuk-hidung dan telunjuk-hidung-telunjuk pada tangan kiri, disdiadokinesis pada tangan kiri, dan gangguan tes tumit-lutut-ibu jari kaki pada kaki kiri. Gait belum dapat dievaluasi. Skor nyeri kepala berdasarkan (VAS) adalah 10/10.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis sebagai tumor serebelum ec susp astrositoma dd/ meningioma dd/ abses. Setelah dilakukan CT scan kepala diagnosis menjadi tumor serebelum ec astrositoma pilokistik dd hemangioblastoma dd arachnoid cyst dengan hidrosefalus non komunikan.

Page 3: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

Hasil lab awal didapatkan kadar eritrosit 5,20; Hb 13,50; hematokrit 39,40. Pasca pemasangan ventriculo-peritoneal (VP shunt, kadar eritrosit 5,13; Hb 13,40; hematokrit 39,20. Pascaoperasi reseksi tumor, kadar eritrosit 4,56; Hb 12,00; hematokrit 35,70, SGOT 36,20; SGPT 234,90.

Penatalaksanaan pada pasien adalah injeksi kortikosteroid (deksametason) 40 mg bolus selanjutnya 10 mg tiap 6 jam pemberian. Dilakukan pemasangan) VP shunt yang dilanjutkan dengan reseksi tumor sepuluh hari kemudian. Pemeriksaan sitologi cairan kista didapatkan sediaan terdiri dari eritrosit dan tidak tampak seeding cell tumor. Pemeriksaan patologi dan imunohistokimia didapatkan gambaran hemangioblastoma.

Pasien mengalami perkembangan klinis menuju ke arah baik. Setelah dilakukan tindakan VP shunt, masih didapatkan defisit neurologis berupa nistagmus dan gangguan koordinasi pada sisi tubuh kiri, hasil tes fukuda pasien miring 45o ke arah kiri dan terdapat ataksia gait. Skor nyeri kepala VAS 6-7. Pemeriksaan visus didapatkan penurunan visus, yaitu 6/12 pada okuli dekstra dan 6/30 pada okuli sinistra. Pada funduskopi didapatkan papil bulat berbatas tegas dengan perbandingan arteri dengan vena 2/3, retina baik, dan refleks makula (+).

Selama perawatan, gangguan koordinasi pada pasien mengalami perbaikan, pasien mulai mampu melakukan tes dengan gerakan yang semakin tangkas, namun belum bisa berjalan lurus sampai pasien dipulangkan dengan VAS 2 pada minggu ketiga perawatan. Pada follow up satu minggu kemudian, pasien sudah mampu melakukan tes koordinasi dengan gerakan yang tangkas, pasien mampu mengikuti garis lurus, dan VAS 0/10.

Gambar 1. CT scan penampang aksial, tampak lesi kistik pada area serebelum.

Gambar 2. CT scan penampang koronal dan sagital, tampak lesi kistik pada serebelum kiri dengan hidrosefalus.

Page 4: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

Gambar 3. Tumor dengan batas yang tegas dan densitas bervariasi, berbentuk padat hiperseluler, dan pausiselluler dengan anyaman pembuluh darah yang delatasi sehingga membentuk ruang-ruang seperti kista. A) area hiperseluler, B) area mikrokistik, C) komponen serebelum, D) tumor.

Gambar 4. Tampak pembuluh darah besar yang dikelilingi banyak kapiler berukuran kecil, di sekitar kapiler tampak sel stromal yang besar, poligonal dengan sitoplasma yang bervakuola. Inti hiperkromatik, mitosis sulit ditemukan. A) feeding vascular, B) kapiler

A  

B  

A  B  

D  A  

B  

C  

Page 5: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

Gambar 5. Tampak banyak kapiler yang berukuran kecil, disekitar kapiler tampak sel-sel stromal yang besar, poligonal, dengan sitoplasma yang bervakuola. Inti hiperkromatik. Mitosis sulit ditemukan. (A) kapiler. (B) sel stromal.

Gambar 6. Pewarnaan imunohistokimia VEGFR3 yang positif kuat pada sitoplasma lebih dari 90% sel-sel tumor

PEMBAHASAN

Epidemiologi

Hemangioblastoma SSP jarang pada anak kurang dari 18 tahun dengan frekuensi kurang dari 1 per 1.000.000. Tumor ini sebagian besar ditemukan pada pasien dekade ketiga dan jarang dilaporkan terjadi pada bayi.3 Lokasi yang paling sering untuk hemangioblastoma SSP adalah serebelum, diikuti batang otak dan medula spinalis. Tumor dapat terjadi sebagai lesi sporadik (75%) atau sebagai manifestasi penyakit VHL (25%). Keluaran klinis hemangioblastoma sporadis sebanding dengan yang terkait penyakit VHL. Penyakit VHL mempengaruhi sekitar 1 pada 36.000 sampai 1 pada 45.000 individu. Sindrom VHL merupakan sindrom kanker autosom dominan dengan penetrance lebih dari 90% mulai usia 60 tahun.3,4 Tumor ini terkait dengan tumor ganas dan jinak, umumnya terdiri dari angiomatosis retina, hemangioblastoma SSP, tumor jinak atau kista epididimis, dan feokromasitoma.3

Patogenesis

VHL termasuk dalam golongan tumor suppressor genes. Inaktivasi VHL menyebabkan tumor yang sangat tervaskularisasi. VHL bekerja melalui dua jalur dengan pertama kali melibatkan degradasi faktor A yang terinduksi hipoksia dan downregulasi gen target proangiogeniknya, yaitu gen vascular endothelial growth factor (VEGF) dan platelet-derived growth factor-B (PDGF B), dan jalur kedua memicu penyusunan matriks ekstraselular (extracellular matrix/ECM). Sekresi faktor proangiogenik merupakan penginduksi angiogenesis utama. Berkurangnya penyusunan ECM berkaitan dengan angiogenesis pada penyakit VHL. Inaktivasi jalur penyusunan VHL-ECM, menyebabkan tumor memiliki vaskularisasi yang banyak, ECM yang rusak, dan aktivitas matriks metaloproteinase 2 yang meningkat. Hilangnya jalur VHL memicu degradasi faktor A yang terinduksi hipoksia menyebabkan tumor dengan kadar VEGF yang meningkat namun dengan densitas pembuluh darah mikro yang rendah, serta kemampuan penyusunan ECM dan invasif yang rendah. Kehilangan integritas ECM ini akan memicu dan mempertahankan angiogenesis dengan memberikan jalur untuk pembuluh darah untuk menginfiltrasi tumor.5

Angiogenesis pada tumor memerlukan VEGF sehingga VEGF merupakan target dalam strategi terapi anti angiogenik terhadap kanker. Akan tetapi, fungsi VEGF pada jaringan normal tidak jelas dan dapat terganggu dengan terapi sistemik tersebut. Pada kondisi patologis, peningkatan kadar ekspresi reseptor VEGF (VEGFR) yaitu VEGFR1,

Page 6: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

VEGFR2, dan VEGFR3 menyertai aktivitas VEGF. Ko-ekspresi VEGFR1,2, 3 terdapat pada pembuluh darah mikro dekat epitel pada mata, mukosa saluran pencernaan, hati, ginjal, dan folikel rambut. Ekspresi VEGFR1,2,3 juga terobservasi pada pembuluh darah dan sinusoid jaringan limfoid. Lebih jauh, ekspresi VEGFR1 terdapat pada pembuluh darah mikro pada otak dan retina. Mikroskop elektron menunjukkan bahwa ekspresi VEGFR1 terbatas pada perisit dan VEGFR2 pada sel endotel pembuluh darah tonsil yang normal.

Temuan tersebut mengindikasikan bahwa VEGFR mempunyai pola distribusi spesifik pada jaringan normal, menegaskan fungsi fisiologis VEGF yang terganggu oleh terapi anti-VEGF sistemik. Salah satu fungsi tersebut yang melibatkan VEGF pada hubungan parakrin antara epitel dan kapiler terdekat.6 Upregulation VEGF pada sel stroma dan VEGFR terkait pada sel endotel tumor menegaskan bahwa VEGF berfungsi sebagai regulator neovaskularisasi dan pembentukan kista pada hemangioblastoma yang terkait penyakit VHL ataupun yang sporadis.7

Diagnosis

Hemangioblastoma merupakan manifestasi paling sering dari penyakit VHL, analisis genetik molekular yang aman yaitu gen VHL pada pasien hemangioblastoma mempunyai peranan penting dalam penegakkan diagnosis kelainan ini. Secara keseluruhan, diagnosis penyakit VHL ditegakkan beberapa tahun setelah onset gejala. Deteksi dini dan follow up selanjutnya cukup esensial untuk penatalaksanaan sindrom ini secara adekuat. Kejadian hemangioblastoma multipel hanya ditemukan pada satu kasus sporadis, sedangkan 64% kasus familial mengalami hemangioblastoma lebih dari satu melalui pemeriksaan neuroimajing lengkap dan follow up, kejadian multipel merupakan good index untuk penyakit VHL. Namun hanya 19% pasien yang menunjukkan hemangioblastoma multipel saat pertama kali datang untuk keluhan neurologi, dan hanya 36% yang memiliki gejala sebelumnya terkait lesi yang termasuk dalam penyakit VHL, hal ini membuat diagnosis berdasarkan kriteria klinis kurang aman bagi pasien dengan hemangioblastoma SSP. Analisis pedigree jika dilakukan dengan sangat teliti dan cermat memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam mengidentifikasi pasien dengan penyakit VHL. Bagaimanapun alat dengan sensitivitas tertinggi untuk menegakkan diagnosis adalah analisis genetik molekuler gen VHL, dimana terdeteksi mutasi gen VHL pada 86% pasien yang mengalami penyakit VHL. Metode merupakan metode yang lebih aman bagi pasien.4

Pada kasus ini ditemukan terjadi peningkatan sedikit jumlah sel darah merah yang menurun setelah dilakukan pembedahan. Hal ini terjadi dominan pada pria dengan perbandingan 8:1, yang dapat dijelaskan terjadinya variasi dalam aktivitas stimulasi eritroid, perbedaan hormonal, kekurangan simpanan zat besi pada wanita. Tidak ada gambaran histologis spesifik yang dapat membedakan kelompok eritrositotik dengan yang noneritrositotik. Eritrositosis selalu membaik setelah eksisi tumor. Waldmann dkk seperti dikutip oleh Trimble dkk merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa eritrositosis terjadi akibat stimulasi eritropoietik oleh tumor.9 Tikus yang mengalami polisitemia, mendapat injeksi cairan kista tumor meningkatkan besi yang berradiolabel bergabung kedalam sel eritroid.10 Trimble dkk mengkonfirmasi aktivitas cairan kista dan menunjukkan aktivitas ekstrak tumor, cairan serebrospinal, dan serum. Menggunakan antiserum kelinci berlabel kedalam eritropoitin (Ep) urin manusia, hemangioblastoma terlihat mengandung sel yang positif pada pewarnaan Ep.9

Tabel 1. Panduan Skrining untuk Penyakit Von Hippel-Lindau (VHL)8

Sistem organ Regimen Follow-up Ginjal Pemeriksaan USG tiap tahun, dimulai dari usia

10 tahun CT scan atau MRI (tergantung temuan USG)

Page 7: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

SSP MRI kepala dan spinal awal pada usia 20 tahun bila pasien asimtomatik; pemeriksaan neurologi tiap tahun

Pemeriksaan radiologi ulang bila didapatkan tanda dan gejala neurologi

Adrenal Pemeriksaan kadar vanillymandelic acid (VMA) urine tiap tahun dimulai dari usia 10 tahun; pemeriksaan tekanan darah tiap tahun

Tidak diperlukan pemeriksaan radiologi, kecuali bila kadar VMA urine abnormal

Opthalmik Pemeriksaan ophthalmoscopy langsung maupun tidak langsung tiap tahun mulai usia 5 tahun

Tidak diperlukan pemeriksaan radiologi

Hemangioblastoma merupakan lesi vaskular yang meningkat dengan pemberian kontras. Tumor dapat berupa solid, kistik atau hemoragik atau campuran. Tumor ini sering berupa kistik dengan nodul mural. Gambaran MRI (magnetic resonanse imaging) menunjukkan karakteristik intensitas rendah sampai medium sinyal pada T1 dan intensitas sinyal yang tinggi pada T2. Pembuluh darah yang memberikan makan (feeding) atau yang mengaliri sel tumor didalam komponen perifer dan solid dapat tampak sebagai area tubular aliran cairan.8 Terdapat beberapa temuan karakteristik pada MRI, yang merupakan ciri patognomonik pada massa fossa posterior intraaksial. Temuan yang paling penting adalah a) massa kistik, b) jaringan solid nodul mural pada tepi piamater yang mengalami penyangatan dengan pemberian kontras, dan c) pembuluh darah besar di dalam dan atau pada tepi massa.11 Hemangioblastoma pada CT scan tampak sebagai area densitas rendah pada bagian kistik dan area isodens atau sedikit hiperdens pada nodus mural. Obstruksi ventrikel keempat akibat efek masa dapat menyebabkan hidrosefalus.12

Pemeriksaan patologis makroskopis hemangioblastoma menunjukkan massa kistik berbatas tegas dengan nodul solid yang memiliki banyak vaskularisasi didalam dinding kista. Disamping dari nodul mural, dinding kista tidak terlibat pada tumor namun lebih sering berupa gliosis sederhana. Nidus solid terletak superfisial dan faktanya, selalu terdiri dari piamater. Secara mikroskopis, gambarannya berbeda dengan penampakan makroskopisnya, tumor tidak berkapsul ataupun tidak berbatas tegas, dan dapat menginvasi parenkim serebelum. Nodul mural merupakan massa hipervaskular kapiler dengan diselingi stroma neoplastik yang tampak jinak.11

Hemangioblastoma serebelum berdasarkan gambaran histologi dan radiologi dibedakan menjadi empat tipe. Tipe 1 (5% hemangioblastoma fossa posterior) yang merupakan kista sederhana tanpa nodul makroskopis. Tipe 2 adalah kista dengan nodul mural (60%), tipe 3 atau tumor solid (26%), dan tipe 4 atau tumor solid dengan kista internal yang kecil (9%).1

Penanganan

Reseksi tumor dilakukan pada pasien sebagai terapi definitifnya. Terapi hemangioblastoma SSP meliputi reseksi bedah tumor simptomatis dengan embolisasi arteri preoperatif. Hemangioblastoma yang terkait dengan penyakit VHL dapat sulit ditangani melalui pembedahan, namun hal ini dapat teratasi dengan adanya teknologi yang disebut dengan gamma knife therapy.8 Penanganan kasus yang asimptomatis masih kontroversial, dimana tumor dapat menunjukkan pertumbuhan spontan yang tidak dapat diprediksi. Penanganan melalui operasi masih merupakan suatu tantangan, dengan hampir mencapai 15% pasien mengalami komplikasi pembedahan yang signifikan dan tingkat rekurensi mencapai 20% pada pasien yang telah menjalani reseksi tumor. Embolisasi endovaskular dapat menjadi pilihan ketika terdapat satu atau dua pembuluh darah feeding yang utama.3

Pada kasus yang tidak mampu dilakukan reseksi, pilihan terapi alternatif, seperti radioterapi dan kemoterapi gagal menghasilkan respons yang signifikan. Studi

Page 8: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

histopatologi menunjukkan ekspresi VEGF yang tinggi pada kasus hemangioblastoma. Temuan ini menjadi dasar penggunaan terapi antiangiogenik spesifik pada hemangioblastoma dengan target pada proses signaling VEGF. Salah satu antiangiogenik adalah SU5416, suatu molekul kecil yang menghambat reseptor tyrosine kinase, seperti VEGFR kinase regio dominan dan reseptor PDGF.13, 14

Prognosis

Hemangioblastoma SSP memiliki kepentingan prognostik, tumor ini cenderung untuk menginduksi pembentukan kista yang meluas yang dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan sering memerlukan tindakan kegawatdaruratan. Untuk itu, sangat penting suatu kritikal dalam penatalaksanaan klinis pasien penyakit VHL. Deteksi dini dapat memperbaiki prognosis secara signifikan. Untuk mengidentifikasi pembawa (carrier) yang asimptomatik dan lesi dini, diperkenalkan suatu program skrining standar untuk pasien dengan risiko penyakit VHL (Tabel 1). Sebagai tambahan, analisis genetik memberikan kesempatan mendiagnosis individu yang presimptomatis. Skrining untuk lesi SSP dapat dimulai pada usia 10 tahun, pasien termuda dengan hemangioblastoma ditemukan pada anak usia 12. Teknik imajing, seperti MRI dengan kontras meningkatkan nilai diagnostik untuk deteksi dini lesi SSP yang kecil dan untuk memperlihatkan hemangioblastoma multipel.15

Usia juga merupakan faktor penting, hemangioblastoma SSP pada pasien VHL menjadi simptomatis sekitar 15 tahun lebih muda dibandingkan pasien dengan hemangioblastoma sporadis. Namun, parameter yang lain seperti lokasi tumor dan gambaran makroskopis maupun histopatologi, tidak bermakna.15

KESIMPULAN

Hemangioblastoma merupakan tumor intrakranial yang jarang, kejadian paling sering terjadi pada serebelum. Tumor ini bisa terjadi secara sporadis atau terkait dengan penyakit VHL, atau menjadi bagian dari sindrom. Hemangioblastoma merupakan manifestasi awal sindrom tersebut, sehingga dapat menyebabkan terlambatnya penegakkan diagnosis karena sebagian besar hemangioblastoma asimptomatis. Untuk itu sangat perlu dilakukan skrining penyakit VHL pada pasien dengan manifestasi salah satu dari gejala sindrom VHL. Semakin dini penegakkan diagnosis, maka akan semakin baik prognosis pasien. Penatalaksanaan hemangioblastoma ini untuk kuratif masih dengan reseksi yang menunjukkan hasil luaran yang baik. Sekarang ini, telah dikembangkan terapi alternatif berupa antiangiogenesis berdasarkan pengetahuan terhadap patogenesis dan patologi hemangioblastoma.

DAFTAR PUSTAKA 1. Slater A, Moore NR, Huson SM. The Natural History of Cerebellar Hemangioblastomas in von

Hippel-Lindau Disease. American Journal of Neuroradiology. 2003;24:1570-1574. 2. Woodward, ER, Wal, K, Forsyth J, McDonald F, dan Maher ER. 2VHL Mutation Analysis in

Patients with Isolated Central Nervous System Haemangioblastoma. Brain. 2007;130(3):836-842.

3. Fisher C, Rajpurkar M, Alcasabas P, Curtis M. Central Nervous System Hemangioblastoma and von Hippel-Lindau Syndrome: A Familial Presentation. Clinical Pediatric. 2006;45:456.

4. Glasker S, Bender BU, Apel TW, Natt E, van Velthoven V, Scheremer R, dkk. The Impact of Molecular Genetic Analysis of the VHL Gene in Patients With Hemangioblastomas of the Central Nervous System. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 1999;67:758-762.

5. Kurban G, Hudon V, Duplan E. Characterization of von Hippel-Lindau Pathway Involved in Extracellular Matrix Remodeling, Cell Invasion and Angiogenesis. Cancer Research. 2006; 66:1313-1319.

Page 9: HEMANGIOBLASTOMA SEREBELUM

Laporan Kasus

 

Neurona Vol. 30 No. 2 Maret 2013

 

6. Witmer AN, Dai J, Weich HA, Vrensen GFJM, Schlingemann RO. Expression of Vascular Endothelial Growth Factor Receptors 1, 2, and 3 in Quiescent Endothelia. The Journal of Histochemistry & Cytochemistry. 2002;50(6):767-777.

7. Voos SW, Breier G, Risau W. Up-regulation of Vascular Endothelial Growth Factor and Its Receptors in von Hippel-Lindau Disease associated and Sporadic Hemangioblastoma. Cancer Research. 1995;55:1358-1364.

8. Leung RS, Buwas SV, Duncan M, Rankin S. Imaging Features of von Hippel-Lindau Disease. RadioGraphics. 2008;28:65-79.

9. Trimbel M, Caro J, Talalla A, Brain M. Secondary Erythrocytosis due to Cerebellar Hemangioblastoma: Demonstration of Erythropoietin mRNA in the Tumor. Blood. 1991;78: 599-601.

10. Hennessy TG, Stern WE, Herrick SE. Cerebellar Hemangioblastoma: Erythropoietic Activity by Radioiron Assay. Journal of Nuclear Medicine. 1967;8:601-606.

11. Jayaraman MV, Boxerman JL. Adult Brain Tumor in Atlas S.W. (ed): MRI of the Brain and Spine., Volume Two. Lippincott Williams and Wilkins; 2009.

12. Ho VB, Smirniotopulos JG, Murphy FM, Rushing EJ. Radiologic-Pathologic Correlation: Hemangioblastoma. American Journal Neuroradiology. 1992;13: 1344-1352.

13. Schuch G, de Wit M, Höltje J, Laack E, Hossfeld DK, Fiedler W, dkk. Hemangioblastomas: Diagnosis of von Hippel-Lindau Disease and Antiangiogenic Treatment with SU5416. Journal of Clinical Oncology. 2005; 132: 3624-3625.

14. Richard S, Croisille L, Yvart J, Casadeval N, Eschwege P, Aghakhani N, dkk. Paradoxical Secondary Polycythemia in von Hippel-Lindau Patients Treated with Anti-Vascular Endothelial Growth Factor Receptor Therapy. Blood. 2002;99:3851-3853.

15. Neumann HPH, Eggert HR, Scherement R, Schumacher M, Mohadjer M, Wakhloo AK, dkk. Central Nervous System Lessions in von Hippel-Lindau Syndrome. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry. 1992;55:898-901.