hasil penelitian hubungan pengetahuan...
TRANSCRIPT
HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, SELF EFFICACY DENGAN
PENERAPAN PERAN PERAWAT SEBAGAI HEALTH EDUCATOR DI RUANG RAWAT INAP RSUD KAB. WAJO
CORRELATION OF KNOWLEDGE, MOTIVATION AND SELF EFFICACY WITH
IMPLEMENTATION OF NURSE’S ROLE AS HEALTH EDUCATION
IN WARD OF WAJO REGENCY GENERAL HOSPITAL
Oleh
Z A I N A B P4200212014
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, SELF EFFICACY DENGAN
PENERAPAN PERAN PERAWAT SEBAGAI HEALTH EDUCATOR DI RUANG RAWAT INAP RSUD KAB. WAJO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan
Disusun dan diajukan oleh
Z A I N A B P4200212014
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ZAINAB
Nomor Pokok : P4200212014
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasilkarya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2014
Yang Menyatakan
Zainab
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Selama
penulisan tesis penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan, namun berkat bimbingan,
bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil sehingga
penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati,
perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
2. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
3. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan FK. Unhas . dan selaku pembimbing I yang telah meberikan banyak
masukan dan motivasi.
4. Dr.dr.Irfan Idris, M.Kes, sebagai pembimbing II atas bantuan, bimbingan, arahan,
koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan
5. Prof.dr.Budu,Ph.D.,Sp.M(K).,M.MedEd, Prof.Dr.dr.Suryani As’ad,M.Sc. dan
Dr.Werna Nontji,S.Kp.,M.Kep. sebagai tim penguji atas segala masukan dan kritikan
membangun yang diberikan pada penulis.
6. H. Muh. Amin Saleh, S.SiT,M.Pd selaku kepala UPTD Akper Pemda Wajo.
7. Dr. Baso Rahmanuddin, M.Kes selaku direktur RSUD Kab. Wajo beserta jajarannya
yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di Rumah
Sakit ini.
8. Hapsa,S.Kep,Ns.,M.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah banyak
meluangkan waktu, saran dan memberikan ilmu serta saran demi perbaikan
penelitian ini.
9. Kepada Bunda Hj. Soli dan Bunda Hj. Rukmini terima kasih atas cinta kasih dan
doa yang selalu diberikan.
10. Kepada suamiku Muh.Ichsan, ST dan kedua ananda tercinta; Tsabita Mustafisah
dan Qotrunnada Salsabila atas cinta, dukungan moril dan materil serta doanya.
11. Rekanku Nurliati, Rosnania, Muliana, Indra dan rekan-rekan Angkatan III PSMIK
yang sering meluangkan waktunya untuk berdiskusi.
Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kekurangan dalam
penyusunan tesis ini, oleh sebab itu segala kritikan dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalam.
Makassar, Agustus 2014
Peneliti
Z a i n a b
ABSTRAK
ZAINAB. Hubungan Pengetahuan, Motivasi, Self Efficacy dengan Penerapan Peran Perawat Sebagai Health Educator di Ruang Rawat Inap RSUD Kab. Wajo. (dibimbing oleh Ariyanti Saleh dan Irfan Idris).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi, self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Juli s/d 24 Juli 2014. Pengambilan sampel menggunakan metode deskriptif dengan rancangan cross-sectional dengan jumlah
sampel sebanyak 81 perawat.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan antar pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai health educator ( α = 0,007) , ada hubungan antar motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai health educator ( α = 0,002), dan ada hubungan antara self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai health educator ( α = 0,000).
Kata Kunci : Health Educator, Pengetahuan, Motivasi, self efficacy
ABSTRACT
ZAINAB. Relationship between Knowledge, Motivation Self-Efficacy and Nurses’ Role Application as Health Education In Long Stay Ward Of Regional General Hospital of Wajo Regency (Supervised by Ariyanti Saleh and Irfan Idris) The research aimed to investigate the relationship between the Knowledge, Motivation Self-Efficacy and Nurses’ Role Application as Health Education In Long Stay Ward Of Regional General Hospital of Wajo Regency. The research was carried out from July 11th to July 24 th, 2014. Samples were taken using the descriptive method with the cross sectional design. The samples were as many as 81 nurses. The data were analysed using the qualitative descriptive method. The research result using chi-Square test indicates that there is the Relationship between the knowledge and Nurses’ Role Application as Health Educators (α = 0.007), there is the relationship between motivation and the nurses role application as the health educators (α = 0.002), and there is the relationship between the self-efficacy and the nurses’ role application as the health educators (α = 0.000)
Key -words : Health Educator, Knowledge, Motivation And Self- Efficacy
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………….…………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………… ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.…………………………………. iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………. iV
ABSTRAK ……………………….…….………………………………. vi
DAFTAR ISI………………….………………………………………… viii
DAFTAR TABEL………………………………..……………………... x
DAFTAR GAMBAR…. ……………………….………………………… xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN……………...………………………………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………..……………………………… 6
C. Tujuan Penelitian……………………………………........ 7
D. Manfaat…………………………………………………… 8
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian……………………. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………..………………………….. 10
A. Peran Perawat………………...…………………………..
B. Peran Perawat Sebagai Health Educator……….…….
C. Pengetahuan………………………………………………
D. Motivasi….………………………….………………………
E. Self Efficacy……………..…………………. ………….....
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ………….
A. Kerangka Konseptual…..……………………………….
10
13
24
30
45
58
B. Hipotesis Penelitian……...………………….……………
58
59
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif………..........
BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………
A. Desain Penelitian………………………..........................
B. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................
C. Populasi dan Sampel……… ……………………………
D. Alur Penelitian…………………….………………………
59
61
61
61
61
64
E. Instrumen Pengumpulan Data….………………………. 65
F. Analisa Data………………………………………………. 66
G. Etika Penelitian…………………………………………… 68
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN………………… 70
A. Hasil Penelitian…..…………………………………...... 70
B. Pembahasan…………................................................
C. Keterbatasan Penelitian…………………………………
79
86
BAB VI PENUTUP ……………………………………………........... 87
A. Kesimpulan………….. …………………………………. 87
B. Saran…..………………………………………………….. 88
Daftar Pustaka…………………………………………………………… 90
Lampiran………………………………………………………………… 92
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik responden di Ruang Rawat
Inap RSUD Kabupaten Wajo Tahun 2014
71
Tabel 5.2 Distribusi Variabel yang diteliti di Ruang Rawat Inap
RSUD Kabupaten Wajo Tahun 2014
72
Tabel 5.3 Distribusi pengetahuan menurut responden di
Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Wajo Tahun
2014
73
Tabel 5.4 Distribusi motivasi menurut responden di Ruang
Rawat Inap RSUD Kabupaten Wajo Tahun 2014
74
Tabel 5.5 Distribusi self efficacy menurut responden di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Wajo Tahun 2014
75
Tabel 5.6 Distribusi hasil observasi pengetahuan menurut
responden di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten
Wajo Tahun 2014
76
Tabel 5.7 Distribusi hasil observasi motivasi menurut
responden di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten
Wajo Tahun 2014
77
Tabel 5.8 Distribusi hasil observasi self efficacy menurut responden di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Wajo Tahun 2014
78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori…………….…………………………… 57
Gambar 2 Kerangka Konseptual Penelitian…………………… 58
Gambar 3 Skema Alur Penelitian….…………………………… 64
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lembar Permintaan Menjadi Responden
2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
3 Lembar Kuesioner Penelitian
4 Lembar Master Tabel
5 Lembar Hasil SPSS
6 Lembar Permohonan Izin Penelitian
7 Lembar Rekomendasi Persetujuan Etik
8 Lembar Surat Keterangan Selesai Meneliti
9 Lembar Biodata Peneliti
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perawat adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu, keluarga dan
masyarakat sehingga mereka bisa mencapai, mempertahankan atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup sampai pada kematian, World Health
Organisation (WHO, 1992). Sedangkan peran perawat menurut Liweri (2002) adalah
tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan
kedudukannya dalam suatu sistem. Ketika seseorang menjalankan perannya,
seseorang diharapkan memiliki pemahaman dasar yang diperlukan mengenai prinsip,
dalam menjalankan tanggung jawab secara efisien dan efektif dalam suatu sistem
tertentu (Bastable, 2002). Perawat dalam menjalankan perannya, dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat
konstan. Peran perawat sebagai health educator ada 7 yaitu sebagai peran pelaksana
(Care Giver), peran Health educator, pengamat kesehatan, role model, peran
koordinator pelayanan kesehatan, peran koordinasi , peran pembaharu, peran
pengorganisir pelayanan kesehatan, peran fasilitator, memodifikasi lingkungan, dan
peneliti (Ali,2002).
Berdasarkan peran perawat diatas, salah satu peran perawat yang sangat
penting bagi pasien dan keluarga adalah peran sebagai Health edukator. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi peran perawat dalam melakukan peranya
sebagai Health educator bagi individu, keluarga dan masyarakat yaitu pengetahuan,
motivasi dan self efficacy. Dimana pengetahuan yang dimiliki perawat sangat
berpengaruh dalam pelaksanaan Health educator kepada pasien, kelompok dan
masyarakat, karena pada saat pelaksanaan health educator, perawat memberikan
informasi, pendidikan kesehatan kepada pasien. Pengetahuan itu menjadi dasar dalam
bertindak, atau pengetahuan itu menjadikan seorang individu atau suatu institusi
memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan yang benar. Pengetahuan memiliki dua
fungsi utama, pertama sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal,
mempersepsikan dan menginterpretasikannya, yang kemudian dilanjutkan dengan
keputusan tindakan yang dianggap perlu adalah menjadi latar belakang dalam
mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin dapat dilakukan memiliki
salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan mengimplementasikan pilihan
tersebut (Achterbergh & Vriens, 2002)
Faktor lain yang mempengaruhi Health educator adalah motivasi. Meskipun
fasilitas memadai, organisasi dan manajemen baik, tanpa adanya motivasi tinggi, maka
sulit untuk melakukan Health educator dengan baik. Health educator dapat terlaksana
dengan baik jika motivasi kerja yang tinggi, sehingga apa yang menjadi tujuan tercapai
(Sujarwati, 2004). Menurut Revianto (dalam Vionita, 2006) menyimpulkan bahwa untuk
prestasi kerja manusia 80-90 % tergantung kepada motivasinya untuk bekerja dan 10-
20 % tergantung kepada kemampuan.
Faktor lain yang mempengaruhi Health educator adalah Self efficacy (Rasa
mampu diri), Self efficacy dapat menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan
tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi sehingga meskipun memiliki
beban kerja yang berat dan dihadapkan dengan permasalahan yang berat, perawat
masih memiliki semangat kerja yang tinggi (Prestinana & Purbadini, 2012). Hasil
penelitian Lailani (2012) menujukkan 61,5% self efficacy seorang perawat dapat
memberikan sumbangan efektif terhadap kepuasan kerja.Jadi dapat disimpulkan bahwa
perawat yang memiliki self efficacy yang tinggi akan termotivasi melakukan Health
educator , namun sebelum melakukan Health educator perawat terlebih dahulu
belajar sehingga pengetahuan yang dimiliki bertambah. Health educator yang baik
dapat meningkat kualitas pelayanan keperawatan. Jika sebaliknya, self efficacy yang
rendah, perawat tidak termotivasi melakukan pendidikan kesehatan, pada akhirnya
menurunkan mutu pelayanan di rumah sakit
Menurut hasil penelitian Health Service Medical Corporation, Inc (Clinical
Research Group, 1993) diperkirakan bahwa sekitar 80 % dari semua kebutuhan dan
masalah kesehatan dapat diatasi di rumah, oleh sebab itu, kebutuhan untuk mendidik
masyarakat mengenai cara merawat diri mereka sendiri perlu ditingkatkan lagi. Selain
itu, berbagai studi mencatat bahwa pasien yang dibekali informasi memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mematuhi rencana pengobatan medis dan
mendapatkan cara inovatif untuk mengatasi penyakit, menjadi lebih mampu mengatasi
gejala penyakit, serta kemungkinan mengalami komplikasi lebih kecil. Hal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk membantu meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal (Bastable, 2002).
Namun pada kenyataannya, pelaksanaan Health educator dan hasilnya tidak
memuaskan. Hanya seperlima dari 1500 perawat yang melakukan persiapan dalam
melakukan health educator dengan hasil yang memuaskan. Survai pada 1230 perawat
di posisi staf, administrasi dan health educator mengenai persepsi mereka terhadap
sejauh mana tanggung jawab perawat pada health educator dan pencapaiannya
didapatkan bahwa mereka sangat yakin bahwa health educator pasien pada dasarnya
tanggung jawab 10 perawat, sebaliknya peneliti juga menemukan bahwa aktivitas
health educator yang dilakukan perawat secara keseluruhan hasilnya tidak memuaskan
(Bastable, 2002).
Di RSUD Kab. Wajo jumlah perawat pelaksana tahun 2013 adalah 243 orang
dengan presentase tenaga keperawatan yaitu SPK 1 %, D3 Keperawatan 74 %, D4
Keperawatan 2 %, S1 Keperawatan 17 %, S1 Keperawatan + Ners 5 %, S2
keperawatan 1 %. Maka dapat dilihat tenaga keperawatan di RSUD Kab. Wajo
mayoritas berpendidikan D3
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di RSUD Kab. Wajo, pada tanggal 17
Maret sampai dengan 22 Maret 2014, dari 10 perawat pelaksana didapatkan 7 orang
perawat melakukan health educator namun belum maksimal. Health edukator yang
dilakukan tanpa persiapan dan dilakukan secara spontan sehingga hasilnya kurang
memuaskan.Selain itu, di RSUD Kab. Wajo tidak memiliki format khusus untuk
dokumentasi health educator, aktivitas perawat kebanyakan sebagai advis dokter dalam
hal pemberian terapi kesehatan (Care giver). Perawat sering memberikan health
educator sebatas informasi mengenai jenis penyakit yang diderita pasien dan terapi
kesehatan yang harus dijalani. Pengawasan dalam hal ini kepala ruangan dan ketua
Tim tidak melakukan pengawasan ataupun evaluasi terhadap pelaksanaan health
educator baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemberian health educator yang rendah dan tidak maksimal tidak jarang
menimbulkan masalah, antara lain : pasien merasakan cemas dan ketakutan tentang
penyakitnya atau saat dilakukan prosedur tindakan karena sebelumnya tidak diberikan
pendidikan kesehatan, banyak pasien yang kembali ke rumah sakit tentang penyakitnya
yang semakin parah karena sebelumnya perawat tidak memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan penyakitnya selama di rumah dan sulitnya
mengidentifikasi atau mengevaluasi pemberian pendidikan kesehatan secara tidak
langsung karena dokumentasi yang tidak lengkap atau malah tidak ada dokumentasi.
Fenomena tersebut menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian untuk
melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan, motivasi dan self efficacy
dengan penerapan peran perawat sebagai healt educator di RSUD Kab. Wajo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian latar belakang tersebut diatas, penulis mengajukan
pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :
1. Apakah faktor pengetahuan berhubungan dengan penerapan peran perawat
sebagai Health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo?
2. Apakah faktor motivasi berhubungan dengan penerapan peran perawat sebagai
Health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo?
3. Apakah faktor self efficacy berhubungan dengan penerapan peran perawat
sebagai Health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo?
4. Faktor Apa yang paling dominan berhubungan dengan penerapan peran perawat
sebagai Health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi, self efficacy dengan
penerapan peran perawat sebagai Health educator di ruang rawat inap RSUD
Kab. Wajo.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan perawat di ruang rawat inap RSUD Kab.
Wajo.
b. Diketahuinya gambaran motivasi perawat di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo.
c. Diketahuinya gambaran self efficacy perawat di ruang rawat inap RSUD Kab.
Wajo.
d. Diketahuinya gambaran penerapan peran perawat sebagai Health Educator.
e. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan penerapan peran perawat
sebagai health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo.
f. Diketahuinya hubungan motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo
g. Diketahuinya hubungan self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikasi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan perbaikan
manajemen khususnya tenaga perawat, agar pihak manajemen rumah sakit dapat
mengidentifikasi faktor yang menyebabkan penerapan peran perawat sebagai
Health educator tidak terlaksana dengan baik sehingga kedepan penerapan peran
perawat sebagai Health educator dapat berjalan dengan baik dan memberikan
dampak positif pada pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dengan adanya
penelitian ini, diharapkan dapat menjadi referensi baru untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat pengembangan keilmuan.
Hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi pada perkembangan ilmu
keperawatan khusunya yang berkaitan dengan manajemen keperawatan terkait
penerapan peran perawat sebagai Health educator, sehingga dapat memberikan
dampak positif pada pelayanan keperawatan di rumah sakit dan meningkatkan
professional perawat. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang manajemen
sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan penerapan peran
perawat sebagai Health educator yang dapat digunakan untuk membantu pihak
manajemen rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pihak
rumah sakit dapat mengetahui faktor penyebab tidak berjalannya dengan baik
penerapan peran perawat sebagai Health educator sehingga pihak rumah sakit
dapat mengantisipasinya dengan cepat, sehingga penerapan peran perawat
sebagai Health educator dapat berjalan dengan baik yang dapat meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap pasien.
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Wajo pada ruang
rawat inap yaitu ruangan bedah umum, bedah sayrah, interna umum, interna sayrah,
anak umum, Anak sayrah atau perinatologi. Adapun faktor yang berhubungan dengan
penerapan peran perawat sebagai Health educator yang diteliti terbatas pada faktor
pengetahuan, motivasi, self efficacy .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Peran Perawat
1. Pengertian Peran Perawat
Peran adalah perangkat perilaku yang diharapkan dari masyarakat sesuai
dengan kedudukannya di masyarakat. Peran perawat adalah seperangkat tingkah
laku yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan profesinya. Peran perawat
dipengaruhi oleh keadaan sosial dan bersifat tetap (Kusnanto, 2004). Peran
perawat adalah tingkah laku perawat yang diharapkan oleh orang lain untuk
berproses dalam sistem sebagai pemberi asuhan, pembela pasien, pendidik,
koordinator, kolaborator, konsultan dan pembaharu (Ali, 2002).
2. Peran Perawat
Peran perawat dalam melakukan perawatan diantaranya yaitu :
a. Care Giver atau pemberi asuhan keperawatan.
Perawat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasien meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga evaluasi. Selain itu,
perawat melakukan observasi yang kontinue terhadap kondisi pasien,
melakukan pendidikan kesehatan, memberikan informasi yang terkait dengan
kebutuhan pasien, sehingga masalah pasien dapat teratasi (Susanto, 2012);
b. Client advocate atau advokator.
Perawat sebagai advocator berfungsi sebagai perantara antara pasien dengan
tenaga kesehatan lain. Perawat membantu pasien dalam memahami informasi
yang didapatkan, membantu pasien dalam mengambil keputusan terkait
tindakan medis yang akan dilakukan serta memfasilitasi pasien dan keluarga
serta masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal
(Kusnanto, 2004);
c. Client educator atau pendidik
Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan
pengetahuan, informasi dan pelatihan keterampilan kepada pasien, keluarga
pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai pendidik bertugas
untuk memberikan pengajaran baik dalam lingkungan klinik, komunitas,
sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat (Brunner & Suddarth, 2003).
Perawat sebagai pendidik berperan untuk mendidik dan mengajrkan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan lain sesuai
dengan tanggung jawabnya. Perawat sebagai pendidik berupaya untuk
memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada klien dengan
evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009);
d. Change agent atau agen pengubah
Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu perubahan atau
inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya kesehatan yang
optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola pikir pasien, keluarga,
maupun masyarakat untuk mengatasi masalah sehingga hidup yang sehat
dapat tercapai (Susanto, 2012);
e. Peneliti
Perawat sebagai peneliti yaitu perawat melaksanakan tugas untuk menemukan
masalah, menerapkan konsep dan teori, mengembangkan penelitian yang
telah ada sehingga penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk
peningkatan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan (Susanto, 2012).
Perawat sebagai peneliti diharapkan mampu memanfaatkan hasil penelitian
untuk memajukan profesi keperawatan (Sudarma, 2008).
f. Consultan atau konsultan
Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien. Peran ini
dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien (Kusnanto, 2004);
g. Collaborator atau kolaborasi
Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat bekerja sama dengan
anggota kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada klien
(Susanto, 2012).
B. Penerapan Peran Perawat Sebagai Health Edukator
1. Pengertian Health Educator
Health educator bagian dari seluruh upaya kesehatan yang menitik beratkan
pada upaya untuk meningkatkan perilaku sehat, Health educator yang mendorong
perilaku yang menunjang kesehatan mencegah penyakit, mengobati penyakit dan
membantu pemulihan (Suliha Uha, dkk. 2002). Steward juga mendefinisikan Health
educator adalah unsur program kesehatan dan kedokteran yang didalamnya
terkandung rencana untuk mengubah perilaku perseorangan dan masyarakat
dengan tujuan untuk mengubah perilaku perseorangan dan masyarakat dengan
tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan (Azwar, 1983). Dan menurut Sarwono (1997)
Health educator adalah suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka
dapat memecahkan masalah kesehatan yang dihadapinya. Dengan demikian
pendidikan kesehatan merupakan pemberian pengalaman yang berupa
pengetahuan tentang kesehatan kepada pasien yang bertujuan untuk mengubah
sikap dan perilaku yang dapat meningkatkan status kesehatan.
Health educator merupakan suatu proses dimana proses tersebut mempunyai
masukan (in put) dan keluaran (out put) di dalam suatu proses Health educator
yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi
oleh faktor masukan, metode dan faktor materi atau pesannya, pendidikan yang
dipakai agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus
bekerja sama secara harmonis (Notoatmodjo, 2007).
Menurut World Health Organisation (1992) Health educator adalah bagian
dari seluruh upaya kesehatan yang menitik beratkan pada upaya untuk
meningkatkan perilaku sehat. Perilaku seseorang merupakan penyebab utama
timbulnya masalah kesehatan, tetapi dapat juga merupakan kunci utama
pemecahannya. Health educator mendorong perilaku yang menunjang kesehatan,
mencegah penyakit, mengobati penyakit dan membantu pemulihan (Notoatmodjo,
2007).
rtujuan untuk mengurangi risiko yang menggangu kesehatan. Adapun tujuan
khususnya meliputi :
a. Memberikan pengetahuan bagi pasien.
Pasien perlu mengetahui tentang kondisi penyakit, semua berhubungan
dengan penyakit yang diderita, serta keterampilan yang diperlukan untuk
perawatan secara mandiri. Pemberian Health educator akan menyebabkan
pasien mengenal dan mengambil tindakan yang tepat berhubungan dengan
penyakitnya.
b. Mengurangi emosi pasien
Kurang pengetahuan terhadap penyakit yang dideritanya, sering sekali
membuat pasien cemas, gelisah, takut dan merasa tidak berdaya. Health
educator tentang kondisi penyakitnya diharapkan mampu mengurangi atau
menghilangkan perasaan cemas, karena jaminan kepastian yang mereka miliki.
c. Memberikan kepuasan pasien terhadap perawatan
Pengetahuan yang dimiliki pasien setelah pemberian Health educator ,
merupakan pedoman bagi pasien untuk berperilaku. Pasien akan merasa puas
jika mereka telah mengenal dan memiliki pedoman perilaku untuk melakukan
perawatan mandiri dan berkelanjutan guna mencapai
d. Meningkatkan kepercayaan pasien untuk menolong dirinya sendiri
Health educator akan mengubah pengetahuan dan kemampuan pasien
yang berhubungan dengan penyakitnya. Pengetahuan dan kemampuan yang
telah dimiliki menyebabkan pasien merasa lebih percaya bahwa dirinya mampu
menolong dirinya sendiri sebatas kewenangannya. Rasa percaya diri dapat pula
membantu pasien dalam menjalankan program pengobatan, perawatan dan
rehabilitasi.
e. Memenuhi rencana pengobatan pasien
Perubahan pengetahuan pasien setelah mendapatkan informasi tentang
rencana perawatan dan pengobatan, dapat menyebabkan pasien lebih mudah
untuk diajak kerjasama dalam program pengobatan. Hal ini karena pasien telah
mengetahui tujuan dan manfaat program pengobatan yang memberikan
keuntungan bagi mereka.
f. Meningkatkan pengetahuan tentang gejala dini komplikasi dan pertolongan
darurat.
Health educator diharapkan dapat meningkatkan pengetahuandan
kemampuan pasien dan keluarga dalam mengenal gejala dan tanda komplikasi
dari penyakit yang diderita. Mereka juga diharapkan lebih mengenal tindakan
darurat yang diperlukan sehingga dapat mencegah terjadinya kecacatan dan
kematian dini.
g. Menghentikan perilaku yang tidak sehat.
Sebelum sakit seringkali pasien memiliki perilaku yang tidak sehat seperti
merokok, mengkomsumsi nutrisi yang tidak seimbang, atau kurang aktifitas.
Setelah diberikan Health educator, perilaku tersebut diharapkan dapat
dihentikan. Health educator yang diperlukan adalah tentang efek yang
merugikan dari perilaku yang tidak sehat. Pada kondisi pasien dirawat di rumah
sakit biasanya perilaku ini lebih mudah untuk diubah, karena pasien telah
merasakan dampak dari perilaku yang tidak sehat tersebut (Stanhope, 1989).
2. Sasaran Health educator
a. Health educator individual dengan sasaran individu.
b. Health educator kelompok dengan sasaran kelompok.
c. Health educator masyarakat dengan sasaran masyarakat
3. Tempat pelaksanaan Health educator
a. Health educator disekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, yang
pelaksanaanya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS).
b. Health educator di pelayanan kesehatan, dilakukan di pusat kesehatan
masyarakat, balai kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan
sasaran pasien dengan keluarga pasien.
c. Health educator di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.
4. Tingkat Pelayanan Health educator
Health educator dapat dilakukan berdasarkan 5 (lima) tingkat pencegahan yaitu :
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Pada tingkat ini Health educator diperlukan misalnya dalam kebersihan
perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala,
peningkatan gizi dan kebiasaan hidup sehat.
b. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Pada tingkat ini diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,
misalnya pentingnya imunisasi, perlindungan kecelakaan di tempat kerja.
c. Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Pada tingkat ini diperlukan karena rendahnya tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakit yang terjadi di masyarakat.
Kegiatannya meliputi pencarian kasus individu atau massal, survei penyaringan
kasus, penyembuhan dan pencegahan berlanjutnya proses penyakit,
pencegahan penyebaran penyakit menular dan pencegahan komplikasi.
d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)
Pada tingkat ini diperlukan karena masyarakat sering didapat tidak mau
melanjutkan pengobatannya sampai tuntas atau tidak mau melakukan
pemeriksaan dan pengobatan penyakit secara tuntas. Hal ini terjadi karena
kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan
penyakitnya. Kegiatannya meliputi perawatan untuk menghentikan penyakit ,
pencegahan komplikasi lebih lanjut , fasilitas untuk mengatasi cacat dan
mencegah kematian.
e. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Pada tingkat ini diperlukan karena setelah sembuh dari suatu penyakit
tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat . Untuk memulihkan kecacatannya
itu diperlukan latihan-latihan.
5. Model Health Educator
Model health educator yang dapat digunakan untuk praktek pemberian Educasy
pasien di Rumah Sakit adalah model precede/proceed . Precede adalah singkatan
dari predisposing reinforcing and enabling causes in education all diagnosis and
evaluation. Model ini menjelaskan bahwa banyak faktor yang berpengaruh pada
perilaku sehat dan kesehatan. Faktor yang berpengaruh terhadap perilaku sehat
adalah faktor predisposisi (Predisposing Factors), faktor pendukung (Enabling
Factors) dan faktor pendorong (Reinforcing factors). Faktor predisposisi meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai. Faktor pendukung meliputi
ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan, pemerintah (prioritas, hukum
dan komitmen kesehatan) serta praktek kesehatan. Faktor pendorong terdiri dari
keluarga, kelompok, guru, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan pengambilan
keputusan. Health educator merupakan salah satu bentuk eksperimen yang
bertujuan untuk merubah perilaku. Kegiatan ini bersifat multi deferensional, artinya
kegiatan ini harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok yang mempengaruhi
perilaku tersebut (Green, L.W. & Kreuter, M.W., 2000).
6. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Health Educator .
Menurut Potter dan Perry, proses Health educator dipengaruhi oleh bebrapa
faktor yang berasal dari perawat dan pasien. Faktor yang berasal dari perawat
adalah : sikap, emosi, pengetahuan dan pengalaman masa lalu (Notoadmodjo,
2007)
a. Sikap
Sikap yang baik dimiliki perawat akan mempengaruhi penyampaian
informasi kepada pasien. Sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat
dimengerti pasien.
b. Emosi
Pengendalian emosi yang dimilki perawat merupakan faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan Health educator. Pengendalian emosi yang baik
akan mengarahkan perawat untuk lebih bersikap sabar, hati-hati dan telaten.
Dengan demikian informasi yang disampaikan lebih mudah di terima pasien.
c. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kunci keberhasilan dalam Health educator. Perawat
harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan Health educator.
Pengetahuan yang baik juga akan mengarahkan perawat pada kegiatan
pembelajaran pasien. Pasien akan semakin banyak menerima informasi dan
informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Pengalaman Masa Lalu perawat.
Pengalaman masa lalu perawat berpengaruh terhadap gaya perawat dalam
memberikan informasi yang diberikan akan lebih terarah sesuai dengan
kebutuhan pasien. Perawat juga lebih dapat membaca situasi pasien berdasar
pengalaman yang mereka miliki.
Faktor yang berasal dari pasien yang mempengaruhi proses Health educator
adalah : motivasi, kemampuan dalam belajar, sikap, rasa cemas/emosi, kesehatan
fisik, pendidikan, tahap perkembangan dan pengetahuan sebelumnya (Potter &
Perry, 1997; Sulih, Uha, dkk., 2002 & Machfoedz, I.,dkk., 2005).
a. Motivasi
Adalah faktor batin yang menimbulkan, mendasari dan mengarahkan pasien
untuk belajar. Bila motivasi tinggi pasien akan giat untuk mendapatkan
informasi tentang kondisi dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
melanjutkan pengobatan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Kemampuan dalam belajar
Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien untuk
menerima dan memproses informasi yang ketika dilakukan pendidikan
kesehatan. Kemampuan seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan
yang dimilki. Semakin besar tingkat pendidikan seseorang umumnya
kemampuan belajarnya juga semakin tinggi.
c. Sikap
Sikap positif pasien terhadap diagnosa penyakit dan perawatan akan
memudahkan pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan
kesehatan.
d. Rasa Cemas/Emosi
Emosi yang stabil memudahkan pasien menerima informasi, sedangkan
perasaan cemas akan mengurangi kemampuan untuk menerima informasi.
e. Kesehatan fisik
Pasien yang kurang baik akan menyebabkan penerimaan informasi
terganggu.
f. Tahap perkembangan berhubungan dengan usia
Semakin dewasa usia kemampuan menerima informasi semakin baik
dan didukung pula pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
7. Peran dan Tanggung Jawab Perawat dalam Health educator.
Health educator merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk
membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat
berperan sebagai perawat pendidik (Suliha Uha, dkk, 2002).
Sebagai perawat Health educator, perawat mengalihkan pengetahuan,
keterampilan dan pembentukan sikap selama pembelajaran yang berfokus pada
pasien. Perubahan perilaku selama proses pembelajaran berupa perubahan pola
pikir, sikap, dan keterampilan yang spesifik tersebut diperlukan proses interaksi
perawat-pasien dalam menggali perasaan, kepercayaan dan filosofi pasien secara
individual. Dengan demikian, perawat mendapatkan gambaran masalah-masalah
pasien dan hal-hal yang perlu diberikan dalam Health educator. Kemudian bersama
pasien, perawat melakukan kerja sama demi memecahkan masalah melalui proses
negoisasi tentang Health educator yang diinginkan pasien. Hubungan proses
pembelajaran yang terjadi bersifat dinamis dan interaktif (Suliha Uha, dkk, 2002).
Ada tiga area yang merupakan tanggung jawab perawat dalam Health
educator yaitu :
a. Persiapan pasien untuk menerima perawatan
Kegiatan ini bertujuan agar pasien mampu beradaptasi dengan
lingkungan yang baru sehingga mengurangi kecemasan. Pasien diorientasikan
tentang lingkungan barunya, tindakan perawatan, program pengobatan dan
tenaga yang akan berhubungan dengan pasien.
b. Persiapan pasien pulang dari perawatan di Rumah Sakit
Perawat perlu menjelaskan tentang persiapan pasien pulang yang
meliputi : 1). Tanda dan gejala komplikasi. 2). Informasi tentang obat yang
diberikan. 3). Diet. 4) Latihan. 5). Penggunaan peralatan medis yang
diperlukan. 6). Hal-hal yang harus dihindari sesuai dengan penyakit yang
diderita atau operasi yang dijalani, pengaturan rumah untuk perawatan, serta
sumber pelayanan kesehatan di masyarakat yang dapat dipergunakan pasien
(Potter & Perry, 1997).
c. Pencatatan aktifitas Health educator pasien
Setelah melakukan Health educator kepada pasien, perawat perlu
mencatat kegiatan yang dilakukan dalam dokumen pasien. Pencatatan ini
diperlukan sebagai bukti fisik atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah
berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau atau
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Sedangkan defenisi pengetahuan (knowledge) menurut Webster's New
World Dictionary of The Amerikan Language adalah persepsi tentang sesuatu
yang jelas dan tentu, semua yang telah dirasakan dan terima oleh otak, serta
merupakan informasi terorganisasi yang dapat diterapkan untuk penyelesaian
masalah.(Beritaiptek, 2010)
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman
inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori.
Pengetahauan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasioanl. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang
dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada
pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang
yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan
mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengalaman empiris ada pula pengetahuan yang didapatkan
melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme
lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan pada
pengalaman.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang sehingga pengetahuan mengenai dokumentasi
asuhan keperawatan bagi seorang perawat sangatlah penting dalam melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
2. Domain kognitif dalam pengetahuan
a. Tahu (know) atau C1
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali atau recall terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu
“Tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
yaitu mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension) atau C2
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap apa yang
dipelajarinya.
c. Aplikasi (Aplication) atau C3
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau nyata. Aplikasi di
sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis) atau C4
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis) atau C5
Sintesis menunjukkan pada kemapuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada , misalnya : dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan
dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.
f. Evaluasi (Evaluation) atau C6
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu criteria yang ditemukan sendiri, atau
menggunakan criteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang
akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta
dalam pembangunan kesehatan(Notoatmodjo, 2003).
2) Usia
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Seseorang yang mempunyai usia lebih tuan cenderung mempunyai
pengetahuan lebih banyak.
3) Pekerjaan
Menurut Thomas (dikutif dalam Nursalam , 2003), pekerjaan
adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupan keluarga.
b. Faktor Ekternal
1) Sosial budaya
Sosial budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi
cara dan sikap dalam menerima informasi (Nursalam, 2003).
2) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar area.
Lingkungan ini sangat berpengaruh pada perkembangan dan
perilaku seseorang atau kelompok (Nursalam, 2003).
D. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang berarti
“menggerakkan”.Motivasi merupakan kekuatan yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi atau mendorong untu berperilaku (Marquis dan Huston, 2006).
Swansburg (1999) menyatakan motivasi sebagai konsep yang menguraikan
perilaku maupun respon instrinsik yang ditujukan dalam perilaku.
Robbins dan judge (2007) mendefenisikan motivasi sebagai suatu proses
yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan individu untuk mencapai
tujuannya. Pernyataan serupa dinyatakan oleh siagian (2002) bahwa motivasi
adalah daya dorong seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar
mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, dimana hal ini dapat
terjadi jika tujuan pribadi anggota organisasi juga tercapai . Chaouis (2000)
menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu kerelaan untuk berusaha
seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh
kemampuan usaha untuk memuaskan kebutuhan pribadi.
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa motivasi adalah keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keiginan individu untuk melakukan kegiatan
tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada dalam diri seseorang
akan mewujudkan perilaku yang diarahkan untuk mencapai kepuasan.
Motivasi terbagi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Dimana
motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam individu itu
sendiri, yang mendorong untuk menghasilkan sesuatu guna mencapai sesuatu
hal yang diinginkan. Motivasi instrinsik dipengaruhi oleh orang tua, kelompok dan
budaya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang dihasilkan dari lingkungan
kerja atau penghargaan eksternal. Organisasi harus memberikan lingkungan
yang menstimulasi motivasi intrinsic dan ekstrinsik individu (Marquis dan Huston,
2006).
2. Teori Motivasi
Secara garis besar teori motivasi terbagi menjadi dua,yaitu teori motivasi isi
dan teori motivasi proses (Swansburg,1999). Isi teori motivasi berfokus pada
faktor yang ada dalam individu yang menguatkan, mengatur, mendorong dan
menghentikan perilaku serta menjelaskan perilaku spesifik seseorang. Teori
yang termasuk motivasi isi adalah teori kebutuhan Maslow, Teori ERG Alderfer,
teori dua faktor Herzberg dan teori kebutuhan Mc.Clelland.
Teori motivasi proses juga disebut teori modifikasi perilaku. Teori ini
berdasarkan pada pembelajaran penyebab perilaku, penguatan perilaku melalui
reinforcement perilaku yang baik dengan penghargaan, pujian dan pengakuan
(Swansburg,1999). Teori proses tidak menjelaskan secara langsung mengenai
kebutuhan tetapi mendeskripsikan bagaiman proses kebutuhan diterjemahkan
menjadi perilaku (Shane,2003). Teori yang termasuk teori motivasi proses
adalah teori harapan (Expectasi), teori goal setting dan teori Equity. Teori
menjadi focus dari penelitian ini adalah teori motivasi Herzberg. Secara rinci
teori motivasi dijelaskan pada paragrap di bawah ini :
1). Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Inti dari teori adalah memandang kebutuhan sebagai suatu hirarki
(Ivancevich,2005). Maslow (1970) dalam Marquis dan Huston (2006)
berpendapat bahwa seseorang dimotivasi untu memuaskan kebutuhan
tertentu, mulai dari kebutuhan paling bawah hingga kebutuhan yang
paling tinggi ketika kebutuhan dibawahnya telah terpenuhi . secara rinci
terlihat pada gambr dibawah ini :
Hirarki Kebutuhan Maslow
Sumber : A.H.Maslow, Motivation and personality, 1997, dalam Robbins dan Judge. Perilaku organisasi, 2008, hlm.224.
Teori ini menggambarkan individu bergerak menaiki tangga hirarki .
Seseorang akan berusaha meraih kepuasan pada tingkat kebutuhan yang ada
pada tingkat diatasnya setelah kebutuhan dibawahnya terpenuhi. Konsep ini
dikenal sebagai proses perkembangan kepuasan. Dari sudut motivasi, teori
tersebut menjelaskan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang benar-benar
dipenuhi, sebuah kebutuhan yang pada dasarnya telah dipenuhi tidak lagi
memotivasi individu untuk meraihnya.
Hirarki Kebutuhan Maslow jika diterapkan di tempat kerja
Sumber : J.M.Ivancevich, Organizasional Behavior and Management, 2005. Aspek-aspek yang memotivasi perawat meliputi kebutuhan psikologi
seperti keamanan, dihargai, status, harga diri dan aktualisasi diri serta
kebutuhan kognitif individu meliputi kebutuhan akan pengetahuan dan ilmu,
perasaan memiliki, keamanan kerja, kondisi kerja dan hubungan interpersonal.
Aktualisasi diri
Penghargaan (Pengakuan,otonomi, harga diri)
Sosial (Kasih sayang, memiliki, penerimaan, persahabatan)
Rasa Aman (Rasa dilindungi, dari bahaya fisik dan emosional)
Fisiologis (Makan,minum,bernapas,seksual, dan kebutuhan fisik lainnya).
Aktualisasi diri (Pekerjaan sukses, mentoring, membantu
anak terlantar)
Penghargaan (Mendapatkan penghargaan atasan , prestasi kerja,)
Memiliki Sosial dan Cinta (Penerimaan oleh teman sebagai personal, dan profesional, bekerja dalam
kelompok, secara harmonis, suportif supervisi )
Rasa Aman (Peningkatan gaji, asuransi kesehatan,dan ketidak mampuan, lingkungan kerja yang bebas bahaya)
Fisiologis (Gaji yang sesuai, Lingkungan kerja yang nyaman).
Hirarki kebutuhan Maslow tidak berlaku secara universal tetapi hirarki ini dapat
digunakan untuk meramalkan tingkah laku berdasarkan kebutuhan lebih tinggi
atau kebutuhan rendah. Seorang pimpinan harus memahami tingkat hirarki mana
orang tersebut berada saat ini dan fokus untuk memenuhi kebutuhan di atas
tingkat tersebut bila ingin memotivasi bawahan (Robbins dan Judge,2008)
a. Teori ERG Alderfer
Teori Alderfer mendukung teori Maslow bahwa kebutuhan individu merupakan
suatu hirarki. Aldefer membagi hirarki kebutuhan manusia menjadi tiga tingkatan
yaitu eksistensi (kebutuhan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup atau
kesejahteraan fisiologis seperti makan,udara, air, gaji dan lingkungan kerja) ;
hubungan antara relatedness (menekankan pada kebutuhan akan hubungan
sosial dan hubungan pribadi). Dan perkembangan atau growth (kebutuhan
individu untuk membuat suatu kreatifitas dan berkontribusi terhadap suatu hasil
tertentu).
Berbeda dengan Maslow dan Herzbereg, Alderfer tidak berpendapat bahwa
kebutuhan tingkat yang lebih rendah harus dipenuhi sebelum individu
mempunyai keinginan untuk kebutuhan pada tingkat yang berada diatasnya.
b. Teori Herzbereg
Herzbereg mengembangkan teori yang dikenal dengan teori motivasi dua faktor.
Dua faktor tersebut dikenal dengan dissafiers-satisfier atau hygiene motivator
atau faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivator adalah faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan kerja karyawan. Yang termasuk motivator yaitu :
keberhasilan, penghargaan, faktor pekerjaan itu sendiri, otonomi, tanggung
jawab dan kemungkinan pengembangan karier. Ketika faktor ini ditanggapi
secara positif oleh organisasi maka akan menyebabkan kepuasan bagi
karyawan, sehingga karyawan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja.
Sedangkan faktor-faktor yang berada di luar isi pekerjaan yang dapat
menyebabkan ketidak puasan jika faktor ini tidak terpenuhi dinamakan hygiene.
Hygiene mencakup keamanan kerja, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, gaji,
status, hubungan dengan rekan kerja dan hubungan dengan supervisor. Ketika
faktor ini ditanggapi secara positif maka akan menyebabkan pekerja tidak
termotivasi, tetapi jika faktor ini tidak ada maka perkerja akan mengalami ketidak
puasan (Ivancevich,2005 : Marquis & Huston, 2006 : Shane,2003). Model
Herzbereg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan bukanlah konsep
berdimensi satu,diperlukan dua kontinum untuk menggambarkan kepuasan kerja
secara tepat (Ivancevich,2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Baedoeri (2003) menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara semua komponen motivasi (persepsi, peran,
desain pekerjaan, kondisi kerja, pengembangan karir dan imbalan) terhadap
kinerja perawat yang merupakan sikap dan pengetahuan perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Perawat dengan motivasi kerja baik
berpeluang 46,667 kali menghasilkan kinerja baik.
c. Teori Kebutuhan David Mc Clelland
Mc Clelland beranggapan bahwa teori motivasi berhubungan dengan konsep
“belajar”, di mana kebutuhan berasal dari kebiasaan yang dapat dipelajari. Teori
kebutuhan Mc Celland menyatakan bahwa prestasi, affiliasi dan kekuasaan
adalah motivasi yang kuat menggerakkan individu berperilaku untuk
mendapatkan kepuasan (Ivancevich,2005; Shane,2003; Vecchio,1995).
1). Kebutuhan akan prestasi (nAc) yaitu dorongan untuk melakukan yang
terbaik sesuai dengan standar yang ditetapkan, bekerja keras mencapai
tujuan, menggunakan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai
prestasi. Individu menyukai tantangan dalam pekerjaan, tanggung jawab
untuk memecahkan masalah, cenderung menyukai pekerjaan dengan
derajat kesulitan yang cukup tinggi, menyukai tantangan dan kompetisi,
berani mengambil resiko, mempunyai ide-ide kreatif.
2). Kebutuhan akan kekuasaan (nPow) yaitu keinginan untuk mengontrol
lingkungan, meliputi sumber daya manusia dan material. Seseorang
dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi akan berusaha mengontrol
orang lain dan berusaha mempertahankan posisinya sebagai pemimpi.
Mereka sering menggunakan komunikasi persuasif, mengajukan saran di
pertemuan dan cenderung mengkritisi apa yang terjadi di
sekitarnya.Mereka menggunakan kekuasaannya untuk mengembangkan
karir dan kepentingan pribadi lainnya. Kekuasaan dipandang sebagai
sesuatu yang negatif , jika terlalu dominan atau menguasai, tetapi
kekuasaan juga dapat dipandang sebagai suatu hal yang positif jika
bersifat persuasif dan mendorong perilaku yang baik.
3). Kebutuhan akan affiliasi (nAff) yaitu kebutuhan untuk berinteraksi social
dangan orang lain, kenyamanan adalah tujuan mereka dengan
menghindari konflik dan konfrontasi. Seseorang yang mempunyai
kebutuhan affiliasi tinggi menginginkan bentuk hubungan yang positif
dengan orang lain, berusaha untuk menunjukkan image yang disukai oleh
orang lain. Pekerja yang mempunyai affiliasi tinggi selalu aktif
memberikan dukungan bagi rekan kerjanya dan berusaha menyelesaikan
konflik yang terjadi pada rapat atau pertemuan sosial lainnya.
Manager dapat menggunakan teori Mc Clelland untuk mengidentifikasi
kebuttuhan akan pencapaian, kebutuhan affiliasi dan kebutuhan
kekuasaan bawahannya sehingga dapat mengembangkan strategi untuk
memberikan motivasi sesuai dengan kebutuhan bawahannya tersebut
(Marquis & Huston,2006).
Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori ini diciptakan oleh Victor H Vroom (1964) dan disempurnakan oleh
Porter dan Lawler (1968). Teori ini menganggap bahwa sebagai satu fungsi yang
menimbulkan harapan-harapan seseorang dimana pemenuhannya tergantung
pada kaitan upaya-upaya dan efektivitas dari seseorang atau sekelompok orang
dengan imbalan yang mereka terima. Seseorang akan termotivasi jika mereka
merasa usahanya akan menghasilkan prestasi yang lebih baik atau akan
mendapatkan imbalan yang memadai. Motivasi individu untuk bekerja
dipengaruhi oleh hubungan antara tiga faktor harapan yaitu : 1) Expectancy,
yaitu kepercayaan individu bahwa dengan bekerja keras akan menghasilkan
tingkat kepercayaan performa terhadap pekerjaan sesuai apa yang diinginka. 2).
Instrumentaly yaitu kepercayaan bahwa dengan performa yang baik akan
menimbulkan imbalan dan penghasilan lain yang memadai. 3) Valence yaitu nilai
yang diberikan seseorang untuk imbalan yang didapatkan individu. Secara
matematik dirumuskan dengan M=ExLxV. Vroom berpendapat bahwa motivasi
individu tergantung pada interaksi tiga faktor harapan tersebut. Jika seseorang
merasa salah satu factor harapan rendah maka ia merasa tidak perlu mencoba
mencapai sesuatu (Vecchio,1995).
d. Teori Pencapaian Kebutuhan (Teory Goal Setting)
Teori penentuan tujuan menjelaskan bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit,
dengan pemberian umpan balik,dapat menghasilkan kinerja yang lebih tinggi
(Robbins & Judge,2008). Locke dalam Robbins dan Judge (2008)
menyampaikan bahwa niat untuk mencapai suatu tujuan merupakan sumber
motivasi kerja yang utama. Individu akan bekerja lebih baik ketika mereka dapat
umpan balik mengenai seberapa baik kemajuan mereka, karena umpan balik
membantu mengidentifikasi ketidaksessuaian apa yang telah dan apa yang
diinginkan. Tujuan yang di tentukan secara partisipatif kemungkinan dapat
meningkatkan penerimaan tujuansebagai tujuan yang diinginkan bersama antara
pimpinan dan bawahan (Robbins & Judge,2008).
Individu menentukan tujuan untuk berespon terhadap tuntutan pekerjaan
dan performe mereka. Kekuatan hubungan antara tujuan dan performa
dipengaruhi oleh kemampuan pekerja, komitmen terhadap tugas dan
penerimaan umpan balik tentang performa mereka. Performa meningkat ketika
pekerja berfokus pada pekerjaan. Pekerja yang motivasinya rendah untuk
menampilkan pekerjaan dengan benar dan efektif , kita dapat mengidentifikasi
apakah individu mempunyai tujuan, menerima tujuan yang telah ditentukan, dan
terakhir apakah mereka mendapatkan umpan balik terhadap pencapaian tujuan
yang telah ditentukan (Gordon,1993).
Kesimpulan dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dikategorikan
menjadi dua yaitu factor intrinsic dan ekstrinsik. Kedua faktor motivasi tersebut
mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Manager yang memahami faktor-
faktor motivasi karyawan dan dapat memaksimalkan kedua faktor dalam
penerapan di tempat kerja maka karyawan akan meningkatkan kinerjanya secara
optimal.
3. Teknik Motivasi
Teknik motivasi adalah kemampuan seseorang atau pemimpin
menggunakan sumber daya dan sarana dalam menciptakan situasi yang
memungkinkan timbulnya motivasi pada bawahan untuk berperilaku sesuai
dengan tujuan organisasi (Cushway & Lodgee,1999). Swansburg (1999)
mengungkapkan teknik motivasi yang dapat digunakan oleh manager
keperawatan dalam meningkatkan kinerja perawat dalam menerpakan perilaku
etika adalah sebagai berikut
a. Harga diri yaitu pengakuan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan staf
perawatan sehingga semakin meningkatkan harga diri dan diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi dalam penerapan perilaku etik.
b. Memperkaya tugas, yaitu mengembangkan tugas staf perawatan sehingga
tugas itu sendiri membuat staf termotivasi.
c. Pendelegasian, melalui pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan
akan timbul rasa percaya diri dan mempercayai orang lain serta saling
mendukung.
d. Promosi lateral,yaitu promosi karier dengan memberikan kesemapatan
kepada staf perawatan untuk maju dan mendapatkan tugas yang lebih
komplek dan sesuai.
e. Pertumbuhan yaitu, tumbuh dan berkembang guna meningkatkan
kemampuan dengan cara memberikan kesempatan pada staf perawatan
untuk meneruskan pendidikan dan pelatihan.
f. Komunikasi, hal ini bertujuan memberikan motivasi dengan menggunakan
informasi dan konsultasi.
g. Penghargaan, pemberian penghargaan dapat berupa finansial maupun non
finansial, penghargaan ini dimaksudkan untuk mendorong atau menstimulasi
dalam melakukan hal-hal yang sama di masa yang akan datang.
4. Mengukur Motivasi
Para pakar mengukur motivasi dengan alat ukur sebagai berikut :
a. Pengukuran motivasi kerja yang dikembangkan oleh Street dan
Brandstein(Robbins,2001) berdasarkan teori kebutuhan dengan komponen
kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi.
b. Pengukuran motivasi kerja yang dikembangkan oleh Hellrieger Scolum yang
berdasarkan teori pemenuhaan dasar dengan komponen kebutuhan fisik dan
kenikmatan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan afiliasi, kebutuhan
pemenuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
c. Lussiner (1993) mengembangkan kuesioner untuk menentukan dimensi dari
teori motivasi hygiene Herzberg berupa hal-hal yang ada dalam dan diluar
pekerjaan yang dianggap penting bagi pekerja (Robbins,2003).
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Beberapa hal yang mempengaruhi motivasi adalah :
a. Kecemasan
Kecemasan adalah sensasi tidak menyenangkan yang sering dialami
sebagai perasaan kekhawatiran dan iritabilitas umum yang disertai
restlessness, fatigue, dan bermacam-macam simptom somatis seperti sakit
kepala dan sakit perut (Chess & Hassibi, 1978, hl, 241).
Sejak perhatian kita secara primer mengacu pada. kecemasan, kita
harus menyadari bahwa motivasi intens dan ekstrim yang menghasilkan
kecemasan tinggi memiliki efek negatif pada performa. Motivasi sedang
merupakan tingkat yang diinginkan dalam mempelajari tugas kompleks.
Yorkes-Dodson law adalah prinsip yang menyatakan bahwa motivasi ideal
akan menurun secara intens ketika kesulitan tugas meningkat.
b. Rasa keingintahuan (curiousity) dan minat
Tingkah laku curious sering digambarkan dengan istilah lain seperti
exploratory, manipulative, atau aktif yang kurang lebih memiliki arti yang
sama dengan tingkah laku curious itu. Menurut Loewenstein (1994),
curiousity adalah hal kognitif berdasarkan emosi yang muncul ketika siswa
menyadari bahwa ada diskrepansi atau konflik antara apa yang ia percayai
benar tentang dunia dan apa yang sebenarnya terjadi.
Minat kurang lebih sama dan berkaitan dengan curiousity. Minat adalah
karakteristik yang dipertahankan yang diekspresikan oleh hubungan antara
belajar dan aktivitas atau objek partikular (Deci, 1992).
c. Locus of Control
Locus of control adalah penyebab dari suatu tingkah laku, beberapa
orang mempercayai suatu hal disebabkan oleh sesuatu yang ada dalam diri
mereka, ada pula yang mempercayai hal itu akibat sesuatu yang ada di luar
diri mereka. Individu yang mengatribusikan penyebab tingkah laku adalah
factor-faktor di luar diri mereka disebut individu dengan locus of control
external, dan sebaliknya apabila berasal dari dalam diri sendiri disebut locus
of control internal .
d. Learned Helplessness
Learned helplessness adalah reaksi beberapa individu yang berupa
frustasi dan secara mudah menyerah setelah kegagalan yang berulang-ulang
(Seligman, 1975). Tiga komponen dari learned helplessness memiliki
kegunaan particular untuk kelas yaitu :
1) Kegagalan untuk memulai tindakan berarti bahwa siswa yang memiliki
pengalaman learned helplessness cenderung untuk tidak mencoba
mempelajari materi baru.
2) Kegagalan dalam belajar berarti bahwa walaupun arah baru diberikan
kepada siswa tersebut, mereka tidak memepelajari apapun dari hal itu.
3) Masalah emosional sepertinya menyertai learned helplessness. Frustrasi,
depresi dan rasa tidak kompeten muncul secara berkala.
6. Strategi untuk Meningkatkan Motivasi
Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan motivasi , yaitu:
a.) Menyediakan model yang kompeten yang dapat memotivasi mereka untuk
belajar.
b). Menciptakan atmosfer yang menantang dan tingkat harapan yang tinggi
c). Mengkomunukasikan bahwa mereka akan menerima dukungan sosial
dan emosional.
d). Mendorong motivasi intrinsik untuk belajar
e). Bekerja sama untuk membantu mereka menetapkan tujuan dan rencana
serta memonitor perkembangannya.
f). Mengadakan supervisi secara berkala
g). Menggunakan teknologi secara efektif.
E. Self Efficasy
1. Pengertian Self-efficacy
Self efficacy diturunkan pertama kali dikemukakan oleh Bandura (1986) dari
teori kognitif sosial, Self efficacy diartikan sebagai keyakinan seseorang mengenai
kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan
sukses.
Self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil
mencapai tugas tertentu menurut Kreitner dan Kinicki (2003). Sedangkan menurut
Philip dan Gully (1997), Self efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang
membedakan setiap individu dan perubahan Self efficacy dapat menyebabkan
terjadinya perubahanperilaku terutama dalam penyelesaian tugas dan tujuan.
Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk
mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan
tertentu (Bandura, 1986,) Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-
efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya
untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu.
Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita
terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.
Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai
kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas,
mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan
untuk menampilkan kecakapan tertentu.
2. Dimensi Self-efficacy
Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga
dimensi, yaitu :
a. Tingkat (level)
Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam
tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas
yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan
membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang
tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan
kemampuannya.
b. Keluasan (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau
tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada
aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu
dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang
sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy
yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam
menyelesaikan suatu tugas.
c. Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau
kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa
tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha
yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy mencakup dimensi
tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength).
3. Sumber-sumber self efficacy
Bandura (1997) self efficacy dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan
dari empat sumber informasi, pada dasarnya keempat sumber tersebut adalah
stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif
untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Adapun
sumber-sumber self efficacy yakni:
a. Pengalaman akan kesuksesan/ Enactive Attainment
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya
terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman otentik,
dimana seseorang pernah mencapai prestasi di masa lalu. Pengalaman akan
kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu meningkat, sementara
kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy, khususnya
jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk
secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy individu jika
kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari
keadaan luar, semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat self efficacy
semakin tinggi sehingga dalam mencapai keberhasilan akan memberi dampak
efficacy yang berbeda-beda tergantung proses pencapaiannya
b. Pengalaman orang lain /vicarious experience
Yakni mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses
belajar individu (model sosial). Individu tidak bergantung pada pengalamannya
sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya.
Melalui model ini self efficacy diri individu dapat meningkat, terutama jika ia
merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari
pada orang yang menjadi subyek belajarnya, maka ia akan mempunyai
kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Self-efficacy juga
dipengaruhi oleh pengalaman individu lain.
Pengamatan individu akan keberhasilan orang lain dalam bidang tertentu akan
meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu
melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain
dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki
kemampuan untuk melakukanya dengan baik sehingga meningkatnya self
efficacy individu dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi.
Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun
telah melakukan, banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap
kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai
kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self-efficacy individu
mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya
pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya
pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.
c. Persuasi verbal/ verbal persuasion
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu
memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang
diinginkan. Individu mendapat sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi
masalah-masalah yang akan dihadapinya, persuasi verbal ini dapat
mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan
kesuksesan. Akan tetapi, efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya
tidak bertahan lama, apalagi individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak
menyenangkan
d. Keadaan fisiologis dan psikologis/ physiological state and emotional arousal
Situasi yang menekan kondisi emosional, penilaian individu akan
kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh
keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu
memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga
situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti
jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu
bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya, peningkatan
emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan self efficacy.
Self efficacy sebagai pridiktor tingkah laku, menurut Bandura (1997)
sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antar lingkungan, tingkah laku
dan pribadi. Self efficacy merupakan variabel pribadi yang penting jika digabung
dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akan
menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Setiap individu
mempunyai self efficacy yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda
tergantung kepada:
1). Kemampuannya yang ditutut oleh situasi yang berbeda
2). Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi
3). Keadaan fisiologis dan emosional
Self efficacy yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan
yang responsif atau tidak responsif akan menghasilkan empat kemungkinan
prediksi tingkah laku.
Efficacy Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi Responsif Sukses melaksanakan tugas
yang sesuai dengan
kemampuannya
Rendah Tidak
responsif
Depresi, melihat orang lain
sukses pada tugas yang
dianggapnya sulit
Tinggi Tidak
responsif
Berusaha keras, merubah
lingkungan menjadi responsif,
melakukan protes, aktivitas
sosial bahkan memaksakan
perubahan
Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah,
merasa tidak mampu
4. Proses self efficacy
Bandura (1997) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam
mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-
cara dibawah ini :
a. Proses kognitif
Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan
sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang
tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut
dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi
kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-
hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek
kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan
dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka
akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan
cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini
membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.
b. Proses motivasi
Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk
mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri
dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan,
merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa
macam motivasi kognitif yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi
penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang
terbentuk dari teori nilai-pengharapan. Self-efficacy mempengaruhi atribusi
penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi
menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh
kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah
menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.
Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh
pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome
value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa
perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi
individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku
tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai
yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu
perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk
mendukung outcome expectation.
c. Proses afeksi
Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam
menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan
mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola
pikir yang benar untuk mencapai tujuan.
Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang
timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kepercayaan individuterhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres
dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat
mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak
akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak
percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan
karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.
d. Proses seleksi
Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi
tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi
tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah
menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat
membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan.
Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih
situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara
kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan.
D. Hasil Penelitian Terkait
Hasil penelitian terkait berhubungan pendidikan, motivasi,self efficasy dengan peran perawat sebagai Health Educator
Peneliti Judul Penelitian Jenis Penelitian
Populasi Penelitian
Hasil Penelitian
Gaguk Eko Waluyo. Tesis (2010), PPS, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kota Madium
Kuasi eksperimen dengan desain Nonequivalent control group desains
30 sampel
Tidak ada perbedaan kepuasan pasien aspek kehandalan dan aspek jaminan terhadap pendidikan kesehatan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Sedangkan ada perbedaan antara aspek ketanggapan, aspek kepedulian dan aspek bukti langsung terhadap pendidikan kesehatan antara kelompok eksperimen dan kontrol.
Raditya Wahyu Hapsari, 2013
Hubungan peran perawat sebagai edukator dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien di ruang rawat inap Rumah sakit Umum dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso.
Kuantitatif dengan deskriptik analitik, pendekatan cross sectional
75 responden
Hasilnya yaitu menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mendapatkan peran perawat sebagai educator merasa aman.
Diana Noviseantri Naitboho, 2012
Persepsi Perawat Mengenai Perannya Sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
Kualitatif dengan studi deskriptif.
9 Perawat Hasil penelitian tentang makna peran perawat Educator adalah perawat menjalankan tugas sebagai educator/pendidik dengan memberikan pengetahuan pada pasien dan keluarga berupa pendidikan kesehatan dan informasi-informasi kesehatan.
Agung Pribadi
Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan,
Observasional
31 Sampel Hasil : ada hubungan Faktor pengetahuan
2009 tesis pps UNDIP Semarang
Motivasi dan Persepsi Perawat Terhadap Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah di Jepara.
dengan pendekatan kuantitatif.
perawat terhadap pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan. Ada hubungan faktor motivasi perawat terhadap pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan dan ada hubungan faktor persepsi perawat mengenai supervisi terhadap pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan.
Erlina Rumanti 2009. Tesis PPS UNDIP Semarang
Analisis Pengaruh Pengetahuan Perawat Tentang Indikator Kolaborasi Terhadap Praktek Kolaborasi Perawat Dokter di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Observasional bersifat deskriptif analitik
100 Sampel
Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, control kekuasaan , lingkup praktek, kepentingan bersama, tujuan bersama dengan praktek kolaborasi perawat dokter.
Yani Indrastuti, 2010, Tesis,pps UI Depok.
Analisis hubungan perilaku caring dan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana menerapkan prinsip etik keperawatan dalam asuhan keperawatan di RSUD Sragen.
Deskripsi korelasi dengan rancangan cross sectional.
100 Sampel
Hasil : penelitian menunjukkan bahwa perilaku caring, dimensi respectful, dimensi assurance of human presence, motivasi, otonomi, tanggung jawab dan kebijakan secara signifikan dengan kinerja menerapkan prinsip etik. Variabel yang paling dominan yaitu dimensi assurance of human presence.
F. Kerangka Teori
G Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori
Self Efficacy
Tingkat
Keluasan
Kekuatan (Bandura, 1997)
Peran Perawat :
1. Care Giver 2. Health Educator 3. Pengamat kesehatan 4. Role Model 5. Peran Koordinator 6. Peran Koordinasi 7. Peran Pembaharu 8. Peran Pengorganisir 9. Peran Fasilitator 10. Memodifikasi Lingkungan 11. Peneliti
(Lokakarya Nasional Keperawatan, 1983; Susanto, 2012; Sudarma, 2008; Kusnanto, 2004; Wong, 2009 ; Ali, 2002)
Sikap
Nilai
Emosi
Pengetahuan
Pengalaman (Perry & Potter, 1997:
Notoadmodjo, S, 2003)
Motovasi Instrinsik:
Otonomi pekerjaan
Tanggung jawab kerja
Motivasi Ekstrinsik:
Sistem penggajian
Kebijakan RS
Supervisi atasan
Hubungan dengan rekan kerja.
(Marquis & Huston, 2006)
Pengetahuan :
Intrinsik Pendidikan Usia Pekeraan
Ekstrinsik Sosial budaya Lingkungan (Notoadmodjo, 2003; Nursalam, 2003)
Faktor yang mempengaruhi motivasi
Kecemasan
Rasa keingin tahuan
Locus of Control
Learned helplessness (Chess & Hassibi, 1978 ; Loewenstein, 1994; Deci, 1992; Seligman, 1975)
Mutu
Pelayanan
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Pengetahuan
Motivasi
Self Efficacy
Peran Perawat
Sebagai Health
Educator
Variabel Independen Variabel Dependen
Sikap
Nilai
Pengetahuan
Emosi
Pengalaman
B. Hipotesis Penelitian
1. Faktor pengetahuan berhubungan dengan penerapan peran perawat sebagai
Health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo
2. Faktor motivasi berhubungan dengan penerapan peran perawat sebagai Health
educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo.
3. Faktor self efficacy berhubungan dengan penerapan peran perawat sebagai
Health educator di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo.
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif.
1. Penerapan Peran Perawat Sebagai Health Edukator
Dalam penelitian ini adalah peran yang memberikan pendidikan kesehatan
sesuai dengan prosedur yang telah dibuat,yang dituangkan dalam kuesioner Alat
ukur yang digunakan adalah kuesioner (terlampir) yang terdiri dari 9 item
pertanyaan dengan kriteria objektif:
Rendah : jika skor responden = <20
Tinggi : jika skor responden = ≥20
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan apa yang diketahui perawat mengenai health educator
pada pasien. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner (terlampir) yang terdiri dari
10 item pertanyaan yang berbentuk pilihan ganda dengan kriteria objektif :
Kurang Baik : jika skor responden = <15
Baik : jika skor responden = ≥15
3. Motivasi
Kemampuan perawat menggerakkan diri sendiri dalam melakukan
kegiatan yang diukur dengan adanya ketekunan dalam bekerja, mampu
menguasai diri, bertanggung jawab dalam pelaksanaan Health educator di rumah
sakit. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner (terlampir) yang terdiri dari 7
item pertanyaan dengan kriteria objektif :
Rendah : jika skor responden = <42,5
Tinggi : jika skor responden = ≥42,5
4. Self Eficasy
Self efficacy adalah keyakinan diri perawat untuk melakukan kegiatan
penerapan peran perawat sebagai Health educator di rumah sakit. Alat ukur
yang digunakan adalah kuesioner (terlampir) yang terdiri dari 10 item
pertanyaan dengan kriteria objektif :
Kurang Baik : jika skor responden = <25,5
Baik
: jika skor responden = ≥25,5
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dipakai pada penelitian ini yaitu observasi analitik dengan
pendekatan cross sectional dimana data yang menyangkut variable bebas dan variabel
terikat, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2007). Umur,
jenis kelamin, status perkawinan, pengalaman kerja, penghasilan, jarak dari rumah ke
rumah sakit merupakan variabel perancu.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2014 sampai tanggal 24
Juli 2014 di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan di teliti (Notoadmodjo,
2012). Populasi dalam penelitian adalah seluruh perawat pelaksana yang
bekerja di ruang rawat inap (Interna Umum, Interna Sayrah, Bedah Umum,
Bedah sayrah,Anak Umum, Anak Sayrah atau Perinatologi) RSUD Kab.Wajo
berjumlah 101 orang
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimilki oleh populasi
(Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di
ruang rawat inap RSUD Kab.Wajo dengan kriteria penelitian sebagai berikut :
• Kriteria inklusi
• Pendidikan minimal DIII Keperawatan
• Masa kerja minimal 1 tahun
• Bersedia menjadi responden
• Kriteria ekslusi
• Sedang tidak hadir saat penelitian dilaksanakan
3. Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Proporsionate
Random Sampling, adalah tehnik penentuan sampel bila populasi mempunyai
anggota / unsure yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional
(Sugiyono, 2012).
Besar sampel dihitung dengan menggunakan sample minimal size. Besar
sampel dihitung menurut rumus slovin (Umar, 2003)
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat signifikansi yang dipilih (0,05)
NO Ruang Rawat Inap Besar Sub Populasi Besar Sampel ni =
• INTERNA UMUM 16 16/101X81 = 13
• INTERNA SAYRAH 15 15/101X81 =12
• ANAK UMUM 11 11/101X81 = 9
• ANAK SAYRAH 11 11/101X81 = 9
• BEDAH UMUM 18 18/101X81 = 14
• BEDAH SAYRAH 19 19/101X81 = 15
• PERINATOLOGI 11 11/101X81 = 9
Jumlah 101 81
Data Sumber :BidangKeperawatan RSUD Kab. Wajo
D. Alur Penelitian
Studi fenomena, penyusunan latar belakang
Populasi Seluruh Perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo: 101 orang
Tehnik Sampling Proporsionate Random Sampling
Sampel 81 Orang Pengumpulan Data : Kuesioner dan Observasi
Analisis Data menggunakan uji : observasi analitik dengan pendekatan cross sectional
Penyajian hasil penelitian
Gambar 4.1. Alur Penelitian
Variabel Independen : 1. Pengetahuan, 2. Motivasi, 3. Self Efficasy
Variabel dependen : Peran Perawat Sebagai
Health Educator
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner
tertutup, dimana sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden mengenai hal-hal yang diketahui oleh responden.
Instrumen penelitian ini terdiri dari 4 macam kuesioner yaitu
1. Kuesioner untuk mengukur peran perawat sebagai Health Educator
Kuesioner ini 9 item pertanyaan yang telah disesuaikan dengan karakteristik
sampel dan lokasi penelitian.
Untuk mengukur peran perawat sebagai Health Educator menggunakan skala
ordinal, dengan kategori berpedoman pada skala likert. yaitu : Kategori 4 = sangat
baik, Kategori 3 = Baik, Kategori 2 = kurang baik, kategori 1= tidak baik.
2. Kuesioner untuk mengukur pengetahuan perawat
Kuesioner ini 10 item pertanyaan yang dibuat dalam bentuk pilihan ganda
yang berpedoman pada skala likert. yaitu : Kategori 2 = benar , kategori 1= salah.
3. Kuesioner untuk mengukur motivasi perawat
Kuesioner ini 7 item pertanyaan yang telah disesuaikan dengan karakteristik
sampel dan lokasi penelitian.
Untuk mengukur motivasi perawat menggunakan skala ordinal, dengan kategori
berpedoman pada skala likert. yaitu : Kategori 4 = sangat baik, Kategori 3 = Baik,
Kategori 2 = kurang baik, kategori 1= tidak baik
4. Kuesioner untuk mengukur self efficacy perawat
Kuesioner ini 10 item pertanyaan yang telah disesuaikan dengan karakteristik
sampel dan lokasi penelitian.
Untuk mengukur self efficacy perawat menggunakan skala ordinal, dengan
kategori berpedoman pada skala likert. yaitu : Kategori 4 = sangat baik, Kategori 3
= Baik, Kategori 2 = kurang baik, kategori 1= tidak baik
F. Analisis Data
Pengolahan data dengan menggunakan bantuan perangkat lunak computer.
Kegiatan ini dilakukan melalui beberapa tahapan (Notoatmodjo, 2010)
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pembagian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting karena
pengolahan dan analisa data dalam penelitian ini menggunakan komputer.
3. Tabulating
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukan
dalam tabel yang sudah disiapkan.
4. Data entry
Data entry adalah kegiatan memasukkan data dengan memberikan skor untuk
pertanyaan-pertanyaan
5. Analisa data
Pengolahan data ini hasilnya disajikan dalam bentuk tabel dan narasi
dimana menampilkan hubungan sesuai uji statistik serta kategori dari peran
perawat sebagai health educator yaitu : Kategori 4 = sangat baik, Kategori 3 =
Baik, Kategori 2 = kurang baik, kategori 1= tidak baik
Untuk menentukan jumlah responden setiap kategori dari masing-masing
variabel penelitian tersebut diperoleh melalui jumlah nilai skore masing-masing
jawaban item pertanyaan dari responden dibagi total item pertanyaan. Kemudian
untuk mengetahui persentase dari masing-masing kategori diperoleh melalui
jumlah rata-rata N pada setiap kategori dibagi total N dan dikalikan 100%.
Untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat maka
uji statistik dengan menggunakan system komputerisasi. Signifikan atau tidaknya
hubungan variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat dari nilai signifikan,
apabila < 0,05 maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
G. Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
etikmeliputi:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (resfect for human dignity).
Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukanpilihanikut atau
menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh adapaksaan agar subjek
bersedia ikut dalam penelitian. Subjek dalampenelitian ini juga berhak
mendapatkan informasi yang terbuka danlengkap tentang pelaksanaan
penelitian meliputi tujuan, manfaat,prosedur, resiko penelitian , keuntungan
yang mungkin didapat dankerahasiaan informasi. Hal ini tertuang dalam
informed Consentyaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek
penelitiansetelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka
daripeneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (resfect for privacy and
confidentiality).
Peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkutprivasi
subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasitentang dirinya diketahui
oleh orang lain. Prinsip ini dapatditerapkan dengan cara meniadakan identitas
seperti nama danalamat subjek kemudian diganti dengan kode tertentu.
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (resfect for justice inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian
dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara
profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa
penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan subjek.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm
and benefits).
5. Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian
dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).
Kemudian meminimalisir risiko/dampak yang merugikan bagi penelitian
(nonmaleficience)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang rawat inap RSUD Kab. Wajo selama 2
minggu mulai tanggal 11 Juli 2014 sampai tanggal 24 Juli 2014.
Dengan jumlah sampel sebanyak 81 perawat. Teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan Proporsionate Random Sampling. Dalam
penelitian ini menggunakan desain penelitian observasi analitik dengan
pendekatan cross sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
dua cara yaitu pengisian kuesioner dan observasi kemudian disajikan
dan dikelompokkan berdasarkan karakteristik responden, variabel
independen yang terdiri dari pengetahuan, motivasi dan self efficacy,
sedangkan variabel dependen yaitu Health educator. Selanjutnya data
diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji Spearman’s Rho yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Hasil analisis data disajikan
dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
pendidikan, masa kerja, status kepegawaian, penghasilan per bulan,
jarak dari rumah ke RS adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Distribusi karakateristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, status kepegawaian, penghasilan per bulan,
jarak dari rumah ke RS (n=81).
Karakteristik n %
Umur
< 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun
61 15 5
75.3 18.5 6.2
Jenis Kelamin Pria Wanita
10 71
12.3 87.7
Pendidikan
S1 Keperawatan DIII Keperawatan
15
66
18.5 81.5
Masa Kerja 1 - 2 tahun 3 - 4 tahun > 5 tahun
11 25 45
13.6 30.9 55.6
Status Kepegawaian Kontrak PNS Gol II PNS Gol III
46 16 19
56.8 19.8 23.5
Penghasilan Per Bulan < 500.000 ribu 500.000-1jt 1-2 jt > 2 jt
46 6 10
19
56.8 7.4
12.3 23.5
Waktu tempuh dari rumah ke tempat kerja < 1 jam
81
100
Sumber : Data Primer,2014
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar responden
berada pada kelompok umur < 30 tahun yaitu 61 orang (75.3%),
berdasarkan jenis kelamin terdapat jenis kelamin terbanyak adalah
perempuan yaitu 71 orang (87.7%), responden berpendidikan lebih
banyak DIII Keperawatan yaitu sebanyak 66 orang (81.5%),masa kerja
terbanyak adalah > 5 tahun yaitu sebanyak 45 orang (55.6%), sebagian
besar responden dengan status kepegawaian kontrak yaitu sebanyak 46
orang (56.8%), berdasarkan jumlah penghasilan per bulan terbanyak <
500.000 ribu yaitu sebanyak 46 orang (56.8%) dan berdasarkan waktu
tempuh dari rumah ke tempat kerja semuanya < 1 jam yaitu 81 orang
(100%)
b. Variabel yang diteliti
Variabel yang diteliti yaitu : Health Educator, pengetahuan, motivasi, self efficacy
Tabel 5.2 Distribusi Variabel yang diteliti yaitu : Health Educator, pengetahuan, motivasi,
self efficacy (n=81) Variabel n %
Health Educator Rendah Tinggi
38 43
46.9 53.1
Pengetahuan Kurang Baik Baik
30 51
37.0 63.0
Motivasi Rendah Tinggi
36
45
44.4 56.6
Self efficacy Rendah Tinggi
30 51
37.0 63.0
Sumber : Data Primer,2014
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 81 perawat yang diteliti yang
melakukan penerapan peran perawat terbanyak yaitu Health Educator
tinggi sebanyak 54 orang (66.7 %).,Berdasarkan pengetahuan terbanyak
kategori baik yaitu 51 orang ( 63.0 %),motivasi kategori tinggi
sebanyak 44 orang ( 54.3 %.), dan self efficacy kategori tinggi 51 orang
(63.0 %).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan faktor pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai
Health Educator di Ruang Rawat Inap RSUD Kab. Wajo Tahun 2014
Tabel 5.3 Hubungan faktor pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai
Health Educator pada perawat di Ruang Rawat Inap (n=81)
Pengetahuan
Health Educator
Rendah Tinggi Total r p
n % n % n %
Kurang Baik 16 19.8 14 17.3 30 37.0 0.325 0.030
Baik 11 13.6 40 49.4 51 63.0
Analisis Spearman’s Rho
Pada table 5.3 menunjukkan bahwa dari hasil analisis
Spearman’s Rho menunjukkan bahwa nilai r = 0,325 dan p < α
(0.030) ini berarti bahwa ada hubungan yang sedang antara faktor
pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai health
educator, yang searah dengan makin baik pengetahuan perawat
pelaksana maka makin baik dalam penerapan peran perawat sebagai
health educator.
b. Hubungan faktor Motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai Health
Educator di Ruang Rawat Inap RSUD Kab. Wajo Tahun 2014
Tabel 5.4 Hubungan faktor motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai Health
Educator pada perawat di Ruang Rawat Inap (n=81)
Motivasi
Health Educator
Rendah Tinggi Total R p
n % N % n %
Rendah 19 23.5 18 22.2 37 45.7 0,369 0,001
Tinggi 8 9.9 36 44.4 44 54.3
Analisis Spearman’s Rho
Tabel 5.4 diketahui bahwa hasil pengujian statistik dengan
menggunakan Spearman’s Rho menunjukkan bahwa nilai r= 0,369
dan p < α (0.001), ini berarti bahwa ada hubungan yang sedang
antara faktor motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator, makin baik motivasi perawat maka akan
meningkatkan pelaksanaan peran perawat sebagai health educator.
c. Hubungan faktor Self Efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai
Health Educator di Ruang Rawat Inap RSUD Kab. Wajo Tahun 2014
Tabel 5.5 Hubungan faktor Self Efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai
Health Educator pada perawat di Ruang Rawat Inap (n=81)
Self Efficacy
Health Educator
Rendah Tinggi Total r p
n % n % n %
Kurang Baik 23 28.4 7 8.6 30 37.0 0,705 0.000
Baik 4 4.9 47 58.0 51 63.0
Analisis Spearman’s Rho
Tabel 5.5 menunjukkan hasil pengujian statistik dengan
menggunakan uji Spearman’s Rho diperoleh nilai r = 0,705 dan p<α
(0.000). Hal ini berarti ada hubungan kuat antara faktor Self Efficacy
dengan penerapan peran perawat sebagai health educator, jadi jika
perawat mempunyai self efficacy tinggi maka akan mempengaruhi
pengetahuan dan motivasi perawat dalam penerapan peran perawat
sebagai health educator.
d. Pada hasil observasi antara hubungan pengetahuan,motivas, self efficacy
dengan penerapan peran perawat sebagai Health Educator terdapat hubungan
dan hasilnya tidak jauh beda dengan hasil kuesioner.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariate adalah untuk melihat secara bersama-sama variabel independent yang paling mempengaruhi variabel dependen. Untuk melakukan hal ini maka digunakan uji regresi logistic, dengan mengambil variabel yang memiliki tingkat kemaknaan (p) < 0,25. Dari hasil analisis bivariate di ketahui bahwa variabel yang memiliki nilai p < 0,025 diantaranya adalah sebagai berikut :
Variabel p
Pengetahuan
Motivasi
0.030
0.001
Self Efficacy 0.000
Variabel kandidat analisis regresi logistic
Adapun hasil analisis regresi logistic ditampilkan dalam tabel berikut :
Tabel 5.9
Hasil analisis regresi logistik
Langkah Variabel Koef p OR(IK95%)
Langkah1 Langkah 2 Langkah 3
Pengetahuan Motivasi Self Efficacy Constant Pengetahuan Motivasi Constant Self Efficacy Constant
0,453 -0,422 2,129 -1,281 0,247 1,954 -1,276 2,065 -1,190
0,508 0,579 0,002 0,008 0,668 1,001 0,008 0,000 0,006
1,573 (0,412-6,007) 0,656 (0,148-2,910) 8,404(2,239-31,540) 1,281(0,413-3,972) 7,058(2,243-22,208) 7,886(2,791-22,278)
Dari table diatas menyajikan analisis regresi yang dilakukan
sebanyak 3 langkah, pada langkah kedua variabel motivasi dikeluarkan
dari pemodelan, pada langkah ketiga variabel pengetahuan dikeluarkan
dari pemodelan didapatkan self efficacy memiliki hubungan paling kuat
dengan nilai p = 0,006, sehingga persamaan regresi yang didapatkan
adalah :
Ketiga didapatkan self efficacy memiliki hubungan paling kuat
dengan penerapan peran perawat sebagai Health Educator dengan nilai
p = 0,006.
Sehingga disimpulkan bahwa apabila perawat memiliki Self Efficacy
tinggi maka perawat akan berusaha menambah pengetahuannya dan
termotivasi dalam melakukan penerapan peran perawat sebagai Health
Educator.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji yang telah Adapun pembahasan penelitian dengan
judul hubungan pengetahuan, motivasi, self efficacy dengan penerapan
peran perawat sebagai health educator di RSUD Kab. Wajo adalah
sebagai berikut
1. Hubungan pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di RSUD Kab. Wajo
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara
pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai health
educator di RSUD Kab. Wajo dengan nilai r = 0,325 dan p< α.
Menurut Staton (dalam Notoadmodjo, 2007) menyebutkan
bahwa pengetahuan atau knowledge adalah individu yang tahu apa
yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Sehubungan
dengan itu pengetahuan merupakan salah satu aspek perilaku yang
menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengerti dan
menggunakan kemampuan (dengan pikiran) segala sesuatu yang
telah dipelajari. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior). Selain itu pengetahuan merupakan hasil tahu yang di
dapatkan dari lima penginderaan individu seperti indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan perasa terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan dalam penelitian ini merupakan apa
yang diketahui perawat mengenai helath educator .
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Suharti Dahlan, dkk (2014) yang mengatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan peran perawat
sebagai health educator.Hasil tersebut dapat diartikan bahwa
pengetahuan yang dimiliki perawat merupakan ujung tombak dalam
melakukan health educasi kepada pasien. Tampa pengetahuan
yang cukup, perawat sulit melakukan health educasi pada pasien.
Hasil penelitian ini juga dapat didukung penelitian yang
dilakukan oleh Adi Nugroho, dkk. (2008) yang mengatakan bahwa
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kematangan intelektual
seseorang dalam hal ini perawat, dimana merupakan faktor
terpenting dalam proses penyerapan informasi. Semakin baik tingkat
pengetahuan maka semakin mudah memenuhi serta
mengembangkan diri dalam melakukan Health educator.
Meningkatnya wawasan dan cara berfikir selanjutnya akan
memberikan dampak salah satunya persepsi perawat dalam
mengambil keputusan untuk berperilaku
Berdasarkan hasil uji Spearman diperoleh nillai r=0,325 yang
bermakna bahwa kekuatan hubungan kedua variabel ini sedang
dengan sifat hubungan yang searah (+), sehingga dapat disimpulkan
bahwa ketika pengetahuan perawat baik maka tidak terdapat
hambatan dalam melakukan penerapan peran perawat sebagai
health educator.
Penelitian di dapatkan sebanyak 8 perawat (13.6%) perawat
yang mempunyai pengetahuan baik tetapi tidak melakukan health
educator . Menurut analisis dan observasi yang dilakukan oleh
peneliti disebabkan karena kurangnya dorongan secara terus
menerus kepada staf untuk melakukan health educasi sebagai
bagian penting dari penerapan peran perawat. Selain itu kurangnya
waktu yang disediakan kepada staf untuk melakukan health educator
dan tidak adanya kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada
staf untuk penerapan peran perawat sebagai health educasi.
Dari hasil penelitian juga didapatkan sebanyak 18 orang (17.3
%) perawat yang mempunyai pengetahuan kurang baik tetapi
melakukan health educator tinggi. Hal ini tidak baik karena
pengetahuan tidak baik maka menghambat perawat dalam
pelaksanaan peran perawat sebagai health educator karena
pengetahuan menjadi dasar dalam bertindak dan menjadikan
seseorang memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan yang
benar. Jadi perawat perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti
jenjang pendidikan lebih tinggi agar pengetahuanya bisa lebih baik
ini terbukti bahwa di RSUD Kab. Wajo mayoritas perawat pelaksana
lulusan DIII keperawatan dan tidak pernah mengikuti pelatihan yang
berhubungan dengan penerapan peran perawat sebagai health
educator meskipun perawat pelaksana harus menyadari bahwa
selain memberikan perawatan atau care giver masih banyak peran
perawat yang harus dilakukan salah satunya sebagai health educator
selain mengikuti jenjang pendidikan perawat perlu pelatihan-
pelatihan khusunya penerapan perawat sebagai health educator .
Selain itu, pada saat observasi di seluruh ruangan perawatan,
penulis juga menemukan adanya beberapa pekerjaan tambahan
yang dilakukan perawat diantaranya mengikuti apel pagi, mengantar
pasien ke ruangan radiologi, poliklinik dan mengurus administrasi
pasien. Tambahan-tambahan pekerjaan yang dilakukan perawat
menambah kesibukan perawat untuk melakukan tugas administrasi
dibandingkan dengan bertemu dengan pasien untuk melaksanakan
perannya sebagai health educator.
Dari hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya
memberikan reward kepada staf untuk melanjutkan pendidikan, serta
mengadakan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan
penerapan peran perawat sebagai health educator selain itu
memberikan kemudahan-kemudahan kepada staf dalam
pelaksanaan perawat sebagai health educator dan mengurangi
beban kerja perawat dengan pengadaan tenaga administrasi.
2. Hubungan motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di RSUD Kab. Wajo
Hasil analisis statistik dalam penelitian ini menemukan bahwa
terdapat hubungan yang sedang antara motivasi dengan penerapan
perannya sebagai health educator di RSUD Kab. Wajo dengan nilai
r=0,369 dan p < α (0,05)
Perawat dalam menjalankan perannya sebagai health educator
membutuhkan motivasi yang merupakan faktor utama untuk
menentukan keberhasilannya. (Bastable, 2008)
Menurut Suarli (2009) mengatakan bahwa motivasi merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Kinerja dalam
hal ini merupakan peran perawat sebagai health educator. Semakin
tinggi motivasi kerja seseorang maka akan semakin baik dalam
melakukan perannya sebagai health educator.
Menurut Simamora (2009) mengatakan keberhasilan
pelaksanaan Health Educasi tidak lepas dari peran aktif dari health
educator yang mampu memberikan motivasi atau dorongan pada
pasien.
Seseorang dengan motivasi rendah akan menunjukkan adanya
ketidak mampuan dalam mengatasi masalah-masalah dalam
melaksanakan perannya sebagai health educator. Karena pada
dasarnya mereka yang memiliki motivasi rendah, menganggap
pekerjaan tersebut tidak mmemiliki makna yang berarti dan bukan
menjadi tujuan utama untuk mencapai kesenangan serta
kesejahteraan, sehingga pada kelompok ini, akan melakukan
penerapan peran perawat sebagai health educator rendah.
Dengan melihat data yang dihasilkan dari penelitian ini,
kecenderungan perawat pada kategori baik yaitu sebanyak 44
perawat (54,8 %). Menurut penulis, perawat dengan motivasi kerja
baik akan menunjukkan perilaku kerja yang tinngi karena adanya
harapan yang ingin dipenuhi dari hasil kerjanya. Adanya tujuan kerja
yang ingin dicapai, menjadikan pekerjaan itu dirasakan menarik,
menantang dan menyenangkan. Hal ini menyebabkan perawat begitu
antusias, berdedikasi dan berkomitmen terhadap pekerjaan sehingga
perawat bekerja terlalu keras dan mengerjakan banyak hal untuk
mencapai harapan tersebut..
Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Dewi Nurazizah
(2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi
dengan pelaksanaan peran perawat sebagai health educator. Hasil
tersebut dapat diartikan bahwa jika motivasi tinggi yang dimilik
perawat, maka perawat dalam menerapkan perannya sebagai
health educator tinggi pula. Jika perawat memiliki motivasi rendah,
maka perawat dalam menerapkan perannya sebagai health educator
rendah pula karena motivasi mempunyai arti mendasar sebagai
inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini
disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan
dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan kebutuhan,
dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku
kerja guna mencapai tujuan yang dikehendakinya, dan bertanggung
jawab serta berani menghadapi resiko sesuai keinginannya.
Dari hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya
mengadakan nursing comperence serta pelaksanaan supervisi
secara berkala terhadap penerapan peran perawat sebagai health
educator.
3. Hubungan self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di RSUD Kab. Wajo
Hasil analisis statistik dalam penelitian ini menemukan bahwa
terdapat hubungan yang kuat antara self efficacy dengan penerapan
perannya sebagai health educator di RSUD Kab. Wajo dengan nilai
r=0,705 dan p < α (0,05)
Menurut Bandura (Ghufron, 2010) self efficacy merupakan
keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan
tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.
Self efficacy ini dapat menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif
dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi
sehingga meskipun memiliki beban kerja yang berat dan dihadapkan
dengan permasalahan yang berat, perawat masih memiliki semangat
kerja yang tinggi.
Menurut Octary (2007), seseorang yang memiliki self efficacy
tinggi akan cenderung takut akan kegagalan, meningkatkan aspirasi,
meningkatkan cara penyelesaian masalah dan kemampuan berfikir
analitik.
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan sebanyak 4.9 %
perawat yang mempunyai self efficacy baik tapi tidak melakukan
health educator . Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan
yang diberikan kepada perawat dalam melaksanakan perannya
sebagai health educator selain itu kurangnya fasilitas yang diberikan
kepada perawat untuk memudahkan pelaksanaan peran sebagai
health educator.
Berdasarkan hasil penelitian juga di dapatkan sebanyak 8.6 %
perawat yang mempunyai self efficacy kurang baik tetapi melakukan
health educator tinggi.Hal ini juga kurang baik karena self efficacy
yang rendah dapat menyebabkan perawat mudah merasa cemas dan
mudah menyerah dalam menghadapi hambatan. Selain itu, jika
mengalami hambatan perawat tersebut tidak melakukan upaya
apapun untuk mengatasi hambatan yang ada karena percaya bahwa
tindakan yang ia lakukan tidak membawa pengaruh apapun.
Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Novita, dkk. (2011). Perawat yang memiliki self
efficacy tinggi yakin akan kemampuan yang dimilikinya dalam
melaksanakan tugasnya, mampu menjalankan tugas dengan baik
meskipun tuntutan dan beban kerja yang tinggi. Dalam hal ini,
perawat menjalankan perannya sebagai Health Educator dengan
baik.
Dimana orang yang memiliki self efficacy yang tinggi akan
mempunyai semangat yang lebih tinggi di dalam menjalankan suatu
tugas tertentu dibandingkan dengan orang yang memiliki self efficacy
yang rendah, sehingga seorang perawat yang memiliki self efficacy
yang tinggi akan mengembangkan sikap positif seperti percaya diri
dan berkomitmen tinggi. Dengan demikian perawat mampu
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dalam menjalankan
perannya sebagai health educator .
C. Keterbatasan Peneliti
Peneliti menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian tentu
menemukan keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian, diantaranya adalah
1. Alat ukur yang digunakan disusun berdasarkan berbagai literatur
dan belum pernah digunakan sebelumnya, oleh karenanya itu
peneliti telah melakukan uji validitas dan uji realibilitas agar
kuesioner yang digunakan benar-benar mengukur peneran peran
perawat sebagai health educator.
2. Pengambilan sampel tidak dilakukan pada semua perawat,
sampel hanya dilakukan pada perawat pelaksana di ruang rawat
inap.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan pengetahuan dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di RSUD Kab. Wajo.Karena pengetahuan merupakan ujung
tombak dalam melakukan health educasi pada pasie selain itu, menjadikan
health educator memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan yang benar
dalam melakukan health educasi, tampa pengetahuan yang cukup, perawat sulit
melakukan health educacy pada pasien.
2. Terdapat hubungan motivasi dengan penerapan peran perawat sebagai health
educator di RSUD Kab. Wajo. Karena dengan motivasi baik perawat dapat
melakukan health educator dengan baik untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki serta bertanggung jawab dalam melakukan health educasi pada
pasien.
3. Terdapat hubungan self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai
health educator di RSUD Kab. Wajo.Dengan self efficacy tinggi perawat yakin
akan kemampuannya dalam menggerakkan motivasi, dan kemampuan kognitif
serta mampu mengontrol diri dan lingkungannya dalam melaksanakan health
educator dengan baik.
B. Saran
1. Bagi Manager Rumah Sakit
a. Memberikan pelatihan-pelatihan khususnya health educator dimulai dari kepala
ruangan yang selanjutnya mereka menerapkan pada klien sehingga
memberikan masukan tentang standar health educator
b. Melakukan Supervisi secara berkala kepada staf dalam penerapan peran
perawat sebagai health educator sebagai bagian penting dari asuhan
keperawatan.
c. Memberikan kemudahan kepada staf untuk penerapan peran perawat sebagai
health educator misalnya dengan menyediakan materi-materi siap saji dalam
berbagai bentuk misalnya kumpulan materi health educator sehingga
memudahkan perawat dalam penerapan peran perawat sebagai health educator
d. Mengaktifan nursing conference untuk meningkatkan kohesifitasnya dalam
kelompok sehingga perawat merasa mendapatkan dukungan dari rekan-rekan
dalam penerapan peran perawat sebagai health educator.
e. Mengingatkan kepada staf agar meningkatkan kesadaran tanggung jawab
terhadap penerapan peran perawat sebagai health educator secara kontinyu.
f. Membuat standar yang baku tentang penerapan peran perawat sebagai health
educator.
2. Bagi Direktur Rumah Sakit
Memfasilitasi perawat untuk terus meningkatkan pendidikan sebagai reward
terhadap prestasi kerjanya.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini
dengan mengamati variabel-variabel yang lain yang berhubungan dengan judul
peneliti ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, L. & Shanly, E., (2007). Psikologi Sosial untuk Perawat, EGC, Jakarata.
Agung Pribadi. ( 2009), Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan, Motivasi dan Persepsi Perawat Terhadap Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah di Jepara. Tesis.
Azwar, A. ( 1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ,Jakarta : Rineka Cipta.
Badeni. (2013). Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Bandung: Alfabeta
Bastable, Susan, B. (2002).Perawat Sebagai Pendidik : Prinsip-Prinsip Pengajan pembelajaran. Jakarta : EGC.
Bandura. (1993). Perceived self efficasy in cognitive dievelopment and fungsioning.
American psychologist.
Bandura, A. (1997). Self efficacy the exercise of control. United States of America: W.H. Freeman and company.
Bandura, A. (1997).Self- efficacy: toward a unifying theory of behavioral chose. Psychologycal Review.
Depkes RI. (2000). Pedoman Uraian Tugas Tenaga Perawat di Rumah Sakit, Tim Depkes RI , cetakan 4, Direktorat Rumah Sakit Umum danPendidikan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Jakarta.
Dharma, dkk. ( 2012). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: TIM.
Gaguk Eko Waluyo . (2010), Pengaruh health educator terhadap kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kota Madium .Tesis
Ghufron,M.Nur & Rini Risnawwita,S. (2010). Teori-teori Psikologi. Jogyakarta : Ar-ruzz. Media
Irham, F. (2013). Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Kozier,et,all. (1991).Knowledge. Addison Wesey Publishing Company. Inc, California
Leidecker, Joel K dan Hall. James J. (1999). Motivasi : teori baik - tapi penerapan buruk. Dalam : Timple. A dale, ed. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia : Memotivasi Pegawai. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Lailani, F. (2012). Burnout pada perawat di tinjau dari efikasi diri dan dukungan sosial. Jurnal Talenta Psikologis.
Madya Sulisno. (2003). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Kepada Klien Oleh Perawat Pelaksana Di Rs Mardi Rahayu Kudus. Tesis Magister Keperawatan Universitas Indonesia.
Marquis & Huston. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Jakarta: EGC
Nugroho Adi, dkk. (2008).Studi Korelasi Karakteristik dengan Perilaku Keluarga dalam Upaya Penanggulangan Malaria di Kec. Kintap, Kab. Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol.3/no.1/Januari 2008.
Nursalam. (2003). Managemen Keperawatan Aplikasi Praktek Keperawatan Profesional,Salemba Medika, Jakarta.
Notoadmodjo,S. (2007). Pengantar Health educator dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta : Andi Offset.
Nurazizah D. (2013) . Hubungan Motivasi Kerja Perawat dengan Pelaksanaan Peran Perawat sebagai Educator di Ruang Rawat Inap RSUD Kajen, Kab. Pekalongan. Skripsi. STIK Muhammadiyah Pekalongan.
Pinasti, W. (2011). Pengaruh self efficacy, locus of control dan faktor demografis terhadap kematangan karier mahasiswa. Skripsi. Fakultas Psikologi universitas Islam Negeri Jakarta.
Prestiana, I.D.,& Purbandini, D. (2012). Hubungan antara self efficacy dan stres kerja dengan kejenuhan kerja pada perawat IGD dan ICU RSUD kota Bekasi. Jurnal Soul.
Potter,A.P. & Perry,G.A. (1997).Fundamentals of Nursing : consepts ,process, and practice. St Louis : Mosby Year book.
Octary,M.Anton . (2007). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Kecemasan Pada Mahasiswa Yang Sedang Mengerjakan Skripsi. Depok : FPUI
Sarwono. (1997). Pendidikan Kesehatan. Jakarta,Rhineka Cipta.
Sri Hastuti. (2010). Pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi Terhadap Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Boyolali. Tesis Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sri, T. (2006). Pengantar Keperawatan Profesional. Cetakan Keempat. Rineka Cipta.Jakarta., Y (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis, Penerbit Erlangga. Jakarta.
Suarli, M & Bahtiar. (2009) .Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta.
Sugiro, S. J., & Suyono, J. (2005). Analisis perbedaan tingkat kepuasan kerja ditinjau dari locus of control, tipe kepribadian dan self efficacy. Bisnis & Managemen.
Sunyoto, D. (2013). Perilaku organisasi. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service.
Sulih,U ; Herawati ; Sumiati ; Yeti, R. (2002). Health educator dalam Keperawatan. Jakarta : EGC.
Susilo, R. (2011), Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Stanhope, M. & Jeanette L. (1989). Community Health Nursing : process and practice for Promotion Health . St Louis : The C.V. Mosby Company.
Rifai,S. (2000) .Penjaminan Kualitas Dalam Keperawatan.Cetakan Kedua. EGC.Jakarta.
Yani Indrastuti. (2010). Analisis hubungan perilaku caring dan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana menerapkan prinsip etik keperawatan dalam asuhan keperawatan di RSUD Sragen. Tesis.
Zulkosky, K. (2009) . Self- efficacy: A concept analysis. Journal compilation.
Internet :
http://en.wikipedia.org/wiki/knowledge. Knowledge. Wikipedia the free encyclopedia. Diakses 2 Mei 2014
http://www.beritaiptek.com. Kajian Pemanfaatan Teknologi Knowledge Based Expert System di dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. Diakses 2 Mei 2014
Jurnal :
International Journal Of Nursing Studies, Volume 38, Issue 2, April 2001, Pages 163-173 Janet Nolan, Mike Nolan, Andrew Booth. Diakses tanggal 2 Mei 2014.
LEMBAR PENJELASAN UNTUK RESPONDEN
Yth. Bapak/Ibu perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wajo
Nama saya Zainab, NIM. P4200212014 adalah mahasiswa Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, sedang
melakukan penelitian untuk tesis dengan judul “ Hubungan Pengetahuan, motivasi,
self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai Health Educator di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wajo”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan,
motivasi, self efficacy dengan penerapan peran perawat sebagai Health Educator di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wajo. Dengan harapan
dapat memberikan manfaat kepada manajemen keperawatan khususnya manajemen
sumber daya manusia dalam peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang akan diisi oleh perawat selama 15-
20 menit dan tidak akan merugikan para perawat selaku responden maupun pihak
rumah sakit pada umumnya.
Saya selaku peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas dan informasi yang
akan diberikan oleh perawat jika bersedia menjadi responden, sehingga saya sangat
berharap Bapak/Ibu perawat dapat menjawab pernyataan dengan jujur tanpa keraguan.
Jika BapakIbu perawat dapat menjawab yang diberiakn tidak diketahui orang lain, maka
bias menentukan tempat yang dianggap lebih nyaman untuk mengisi kuesioner
tersebut.
Bila selama penelitian ini berlangsung atau saat mengisi kuesioner Bapak/Ibu
perawat ingin mengundurkan diri yang disebabkan oleh satu dan lain hal (missal : sakit
atau ada keperluan lain yang mendesak) maka bapak/Ibu dapat mengungkapkan
langsung, menelpon, atau mengembalikan kuesioner tersebut pada peneliti. Sebagai
tanda ucapan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden, peneliti
memberikan notebook dan pulpen yang terdapat didalam sebuah amplop yang
disertakan bersama dengan kuesioner. Setelah pengisian kuesioner, lembaran tersebut
kiranya dimasukkan kembali ke dalam amplop dan peneliti dapat mengambil kembali.
Hal-hal yang tidak jelas dapat menghubungi saya (Zainab/Hp. 082188137388)
Makassar , Juli 2014
Peneliti
(Zainab)
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah saya mendapat informasi dan membaca penjelasan, maka saya memahami
manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin peneliti akan menghargai dan menjunjung
tinggi hak-hak saya sebagai responden. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak
akan menimbulkan dampak negative bagi saya dan RSUD Kab. Wajo. Saya menyadari
bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi
pengembangan manajemen sumber daya manusia untuk peningkatan mutu pelayanan
keperawatan di RSUD Kab. Wajo.
Oleh karena itu, dengan menandatangani lembar persetujuan ini, maka saya
menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Sengkang, Juni 2014 (………………………………….) Nama Lengkap.
KUESIONER Petunjuk Pengisian 1. Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan sebelum memberikan jawaban. 2. Jawaban bapak/ibu akan dijamin kerahasiaannya (privacy) oleh penulis. 3. Jawablah dengan jujur tanpa pengaruh dari teman/orang lain. 4. Hendaklah semua pertanyaan diberikan jawaban dan setelah selesai dikumpulkan
kembali ke penulis.
5. Berilah tanda ( ) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara. 6. Kejujuran bapak /ibu sangat kami hargai dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini. A BIODATA
No. Kuesioner : (diisi penulis)
Tanggal pengisian :
1. Umur anda sekarang : < 30 tahun ( ) 41 – 50 tahun ( )
31- 40 tahun ( ) 51 tahun ke atas ( )
2. Jenis kelamin : pria ( ) wanita ( ) 3. Pendidikan terakhir :
S1 keperawatan ( )
D III Keperawatan ( )
4. Lama kerja : 1 – 2 tahun ( )
3 – 4 tahun ( )
> 5 tahun ( )
5. Pegawai : Kontrak ( ) PNS Gol II d ( )
PNS Gol II c ( ) PNS Gol III a ( )
6. Gaji/ penghasilan yang diterima + insentif dari rumah sakit / bulan : < 500.000 ( ) 1.000.000 – 2.000.000 ( )
500.000 – 1.000.000 ( ) > 2.000.000 ( )
7. Waktu perjalanan dari rumah ke tempat kerja : < 1 jam ( ) 1 – 2 jam
Kuesioner A
Health Edukator (Pendidikan Kesehatan)
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda ( ) Jawaban di bawah ini sesuai dengan pernyataan yang tersedia.
Alternatif Jawaban
TB = Tidak Baik
KB = Kurang Baik
B = Baik
SB = Sangat Baik
No Pernyataan TB KB B SB
1 Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang persiapan pasien untuk menerima perawatan.
2 Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang persiapan pasien pulang dari perawatan di Rumah Sakit
3 Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang tanda dan gejala komplikasi.
4 Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang Informasi mengenai obat yang diberikan.
5 Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang diet.
6 Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang latihan
7
Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang penggunaan peralatan medis yang diperlukan.
8
Saya memberikan penjelasan kepada pasien tentang hal-hal yang harus dihindari sesuai dengan penyakit yang diderita atau operasi yang dijalani.
9 Setelah melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien, saya mencatat kegiatan yang dilakukan dalam dokumen pasien.
Kuesioner B
Pengetahuan
Petunjuk Pengisian :
Pilihlah Jawaban yang paling benar dibawah ini dengan menggunakan tanda X 1. Pengetahuan yang didapatkan dengan akal budi biasa disebut yaitu :
a. Pengetahuan Empiris b. Pengetahuan Rasionalisme c. Pengetahuan Aposteriori d. Pengetahuan Deskrptif
2. Program Health Educator pasien bertujuan untuk mengurangi risiko yang menggangu kesehatan kecuali : a. Memberikan pengetahuan bagi pasien b. Mengurangi emosi pasien c. Memberikan kepuasan pasien terhadap perawatan d. Jawaban a,b dan c benar.
3. Sasaran Health Educator yaitu kecuali : a. Individu c. Kelompok Khusus b. Kelompok d. Masyarakat.
4. Tempat pelaksanaan Health educator yaitu kecuali : a. Upaya kesehatan sekolah (UKS) c. Tempat kerja b. Rumah Sakit d. Masyarakat
5. Health Educator mempunyai manfaat pencegahan yaitu kecuali : a. Promosi kesehatan b. Perlindungan khusus c. Perlindungan Umum d. Pembatasan cacat.
6. Manfaat Health Educator dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, misalnya pentingnya imunisasi, perlindungan kecelakaan di tempat kerja termasuk dalam manfaat Health Educator sebagai : a. Promosi kesehatan b. Perlindungan khusus c. Perlindungan Umum
d. Pembatasan cacat.
7. Faktor yang berpengaruh terhadap perilaku sehat adalah kecuali :
a. Faktor predisposisi b. Faktor pendukung c. Faktor pendorong d. Faktor Sikap
8. Faktor yang berpengaruh pada Health Educator yang berasal dari perawat yaitu kecuali: a. Sikap perawat b. Pengalaman masa lalu perawat c. Emosi perawat d. Kesehatan fisik perawat.
9. Faktor yang berpengaruh pada Health Educator yang berasal dari pasien yaitu : a. Sikap pasien c. Emosi Pasien b. Motivasi d. Jawaban a,b dan c benar
10. Tanggung jawab perawat dalam Health Educator yaitu kecuali: a. Persiapan pasien untuk menerima perawatan. b. Pada saat melakukan tindakan /prosedur. c. Persiapan pasien pulang dari perawatan di Rumah Sakit.
d. Pencatatan aktifitas pendidikan kesehatan pasien.
Kuesioner C
Motivasi
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda ( ) Jawaban di bawah ini sesuai dengan pernyataan yang tersedia.
Alternatif Jawaban
TB = Tidak Baik
KB = Kurang Baik
B = Baik
SB = Sangat Baik
No Pernyataan TB KB B SB
1 Saya dapat memotivasi diri sendiri untuk melakukan Health educator
2 Saya menghargai potensi maupun kelebihan yang saya miliki untuk melakukan health educator
3 Saya memiliki harapan ketika menghadapi sulitnya tantangan dalam melakukan Health Educator.
4 Saya bisa melakukan Health Educator secara konsisten meskipun ketika berada di bawah tekanan.
5 Saya tidak menjadi sedih dalam jangka waktu yang lama bila ada sesuatu yang salah dalam melakukan health educator
6 Saya cepat tanggap memperbaiki masalah dalam melakukan health educator
7 Saya tidak menunda-nunda melakukan Health Educator.
Kuesioner ini dikembangkan dari dimensi kecerdasan Goleman (2000) dan Teori Davis (2006)
Kuesioner D
General Self Efficacy Scale
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda ( ) Jawaban di bawah ini sesuai dengan pernyataan yang tersedia.
Alternatif Jawaban
TB = Tidak Baik
KB = Kurang Baik
B = Baik
SB = Sangat Baik No Pernyataan TB KB B SB
1 Pemecahan masalah yang sulit selalu berhasil bagi saya,kalau saya berusaha keras
2 Jika seseorang menghambat tujuan saya, saya akan mencari cara dan jalan untuk mendapatkan apa yang saya inginkan
3 Saya tidak mempunyai kesulitan untuk melaksanakan niat dan tujuan saya.
4 Dalam situasi yang tidak terduga saya selalu tahu bagaimana saya harus bertingkah laku.
5 Kalau saya akan menghadapi hal yang baru, saya tahu bagaimana saya dapat menanggulanginya.
6 Untuk setiap problem saya mempunyai pemecahan.
7 Saya dapat menghadapi kesulitan dengan tenang karena saya selalu dapat mengandalkan kemampuan saya
8 Kalau saya menghadapi kesulitan, biasanya saya mempunyai banyak ide untuk mengatasinya.
9 Jika saya dalam kejadian (masalah) yang tidak terduga, saya akan dapat menanganinya dengan baik.
10 Apapun yang terjadi saya akan siap menanganinya.
INSTRUMEN PENILAIAN HEALTH EDUCATOR
Petunjuk : Berilah tanda ( ) bila kegiatan dilakukan
Berilah tanda ( - ) bila kegiatan tidak dilakukan
PELAKSANAAN HEALTH EDUCATOR
OBSERVASI
No Pertanyaan Nama Nama Nama Nama Nama
1 Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang persiapan pasien untuk menerima perawatan.
2
Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang persiapan pasien pulang dari perawatan di Rumah Sakit
3 Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang tanda dan gejala komplikasi
4 Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang Informasi mengenai obat yang diberikan
5 Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang diet.
6 Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang latihan
7
Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang penggunaan peralatan medis yang diperlukan
8
Perawat memberikan penjelasan kepada pasien tentang hal-hal yang harus dihindari sesuai dengan penyakit yang diderita atau operasi yang dijalani.
9 Setelah melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien Perawat melakukan pendokumentasian.
TOTAL
PROSENTASE = Total X 100 % = ……%
9
Standar Kinerja perawat di RS Tinggi : 85%
Rendah : < 85 %
Nonparametric Correlations (PAKE HE OBSERVASI)
Correlations
HE Observasi Pengetahuan Motivasi Self Efficacy
Spearman's rho
HE Observasi
Correlation
Coefficient 1,000 ,252
* ,254
* ,457
**
Sig. (2-tailed) . ,023 ,022 ,000
N 81 81 81 81
Pengetahuan
Correlation
Coefficient ,252
* 1,000 ,652
** ,471
**
Sig. (2-tailed) ,023 . ,000 ,000
N 81 81 81 81
Motivasi
Correlation
Coefficient ,254
* ,652
** 1,000 ,600
**
Sig. (2-tailed) ,022 ,000 . ,000
N 81 81 81 81
Self Efficacy
Correlation
Coefficient ,457
** ,471
** ,600
** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 .
N 81 81 81 81
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations (HE KUESIONER)
Correlations
Health
education
Pengetahuan Motivasi Self Efficacy
Spearman's rho
Health education
Correlatio
n
Coefficien
t
1,000 ,325** ,369
** ,705
**
Sig. (2-
tailed) . ,003 ,001 ,000
N 81 81 81 81
Pengetahuan
Correlatio
n
Coefficien
t
,325** 1,000 ,652
** ,471
**
Sig. (2-
tailed) ,003 . ,000 ,000
N 81 81 81 81
Motivasi
Correlatio
n
Coefficien
t
,369** ,652
** 1,000 ,600
**
Sig. (2-
tailed) ,001 ,000 . ,000
N 81 81 81 81
Self Efficacy
Correlatio
n
Coefficien
t
,705** ,471
** ,600
** 1,000
Sig. (2-
tailed) ,000 ,000 ,000 .
N 81 81 81 81
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Frequencies
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
< 31 tahun 61 75,3 75,3 75,3
31-40 tahun 15 18,5 18,5 93,8
41-50 tahun 5 6,2 6,2 100,0
Total 81 100,0 100,0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 10 12,3 12,3 12,3
Perempuan 71 87,7 87,7 100,0
Total 81 100,0 100,0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
S1 keperawatan 15 18,5 18,5 18,5
DIII Keperawatan 66 81,5 81,5 100,0
Total 81 100,0 100,0
Masa Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
1-2 tahun 11 13,6 13,6 13,6
3-4 tahun 25 30,9 30,9 44,4
? 5 tahun 45 55,6 55,6 100,0
Total 81 100,0 100,0
Status kepegawaian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kontrak 46 56,8 56,8 56,8
PNS Gol.II 16 19,8 19,8 76,5
PNS Gol.III 19 23,5 23,5 100,0
Total 81 100,0 100,0
Gaji
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
< 500.000 46 56,8 56,8 56,8
500.000-1.000.000 6 7,4 7,4 64,2
1.000.000-2.000.000 10 12,3 12,3 76,5
> 2.000.000 19 23,5 23,5 100,0
Total 81 100,0 100,0
Jarak rumah ke RS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid < 1 jam 81 100,0 100,0 100,0
Health education
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Rendah 27 33,3 33,3 33,3
Tinggi 54 66,7 66,7 100,0
Total 81 100,0 100,0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kurang baik < 15 30 37,0 37,0 37,0
Baik 51 63,0 63,0 100,0
Total 81 100,0 100,0
Motivasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Rendah 36 44,4 44,4 44,4
Tinggi 45 55,6 55,6 100,0
Total 81 100,0 100,0
Self Efficacy
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Kurang baik 30 37,0 37,0 37,0
Baik 51 63,0 63,0 100,0
Total 81 100,0 100,0
HE Observasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Rendah 38 46,9 46,9 46,9
Tinggi 43 53,1 53,1 100,0
Total 81 100,0 100,0
unit kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
interna umum 13 16,0 16,0 16,0
interna syaraf 12 14,8 14,8 30,9
anak umum 9 11,1 11,1 42,0
anak syaraf 9 11,1 11,1 53,1
bedah umum 14 17,3 17,3 70,4
bedah syaraf 15 18,5 18,5 88,9
perinatologi 9 11,1 11,1 100,0
Total 81 100,0 100,0
HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN SELF EFICACY DENGAN PENERAPAN
PERAN PERAWAT SEBAGAI HEALTH EDUCATOR DI RUANG RAWAT INAP RSUD
KAB. WAJO
Responden nomor 20 (motivasi) diubah dari rendah (1) menjadi tinggi (2)
UNIVARIAT
Khusus utk motivasi
Motivasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Rendah 36 44,4 44,4 44,4
Tinggi 45 55,6 55,6 100,0
Total 81 100,0 100,0
BIVARIAT
Pengetahuan * HE kuesioner
Crosstab
HE Observasi Total
Rendah Tinggi
Pengetahuan
Kurang baik < 15 Count 19 11 30
Expected Count 14,1 15,9 30,0
% within Pengetahuan 63,3% 36,7% 100,0%
Baik Count 19 32 51
Expected Count 23,9 27,1 51,0
% within Pengetahuan 37,3% 62,7% 100,0%
Total
Count 38 43 81
Expected Count 38,0 43,0 81,0
% within Pengetahuan 46,9% 53,1% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,158a 1 ,023
Continuity Correctionb 4,164 1 ,041
Likelihood Ratio 5,201 1 ,023
Fisher's Exact Test ,037 ,020
Linear-by-Linear Association 5,094 1 ,024
N of Valid Cases 81
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,07.
b. Computed only for a 2x2 table
Interpretasi : terdapat hubungan antara pengetahuan dengan peran perawat dalam health
education dengan nilai p = 0,041
Motivasi * HE kuesioner
Crosstab
HE Observasi Total
Rendah Tinggi
Motivasi
Rendah Count 22 14 36
Expected Count 16,9 19,1 36,0
% within Motivasi 61,1% 38,9% 100,0%
Tinggi Count 16 29 45
Expected Count 21,1 23,9 45,0
% within Motivasi 35,6% 64,4% 100,0%
Total
Count 38 43 81
Expected Count 38,0 43,0 81,0
% within Motivasi 46,9% 53,1% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,245a 1 ,022
Continuity Correctionb 4,269 1 ,039
Likelihood Ratio 5,293 1 ,021
Fisher's Exact Test ,027 ,019
Linear-by-Linear Association 5,180 1 ,023
N of Valid Cases 81
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,89.
b. Computed only for a 2x2 table
Interpretasi : terdapat hubungan antara motivasi dengan peran perawat dalam health education
dengan nilai p = 0,039
Self Efficacy * HE kuesioner
Crosstab
HE Observasi Total
Rendah Tinggi
Self Efficacy
Kurang baik Count 23 7 30
Expected Count 14,1 15,9 30,0
% within Self Efficacy 76,7% 23,3% 100,0%
Baik Count 15 36 51
Expected Count 23,9 27,1 51,0
% within Self Efficacy 29,4% 70,6% 100,0%
Total
Count 38 43 81
Expected Count 38,0 43,0 81,0
% within Self Efficacy 46,9% 53,1% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 16,936a 1 ,000
Continuity Correctionb 15,092 1 ,000
Likelihood Ratio 17,593 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 16,727 1 ,000
N of Valid Cases 81
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,07.
b. Computed only for a 2x2 table
Interpretasi : terdapat hubungan antara self eficacy dengan peran perawat dalam health education
UJI BEDA
Untuk mendapatkan data perbedaan pada variabel baik indepen maupun dependen yang memilki
skala data kategorik berdasarkan ruangan kerja perawat, digunakan uji Kruskal Wallis
Ranks
unit kerja N Mean Rank
Pengetahuan interna umum 13 34,19
interna syairah 12 35,75
anak umum 9 38,00
anak syairah 9 38,00
bedah umum 14 47,32
bedah syairah 15 42,50
Perinatologi 9 51,50
Total 81
Motivasi interna umum 13 40,31
interna syairah 12 45,50
anak umum 9 36,50
anak syairah 9 32,00
bedah umum 14 41,64
bedah syairah 15 42,80
Perinatologi 9 45,50
Total 81
Self Efficacy interna umum 13 37,31
interna syairah 12 45,88
anak umum 9 42,50
anak syairah 9 33,50
bedah umum 14 38,64
bedah syairah 15 45,20
Perinatologi 9 42,50
Total 81
HE Observasi interna umum 13 31,96
interna syairah 12 36,38
anak umum 9 42,00
anak syairah 9 46,50
bedah umum 14 42,64
bedah syairah 15 49,20
Perinatologi 9 37,50
Total 81
Test Statisticsa,b
Pengetahuan Motivasi Self Efficacy HE Observasi
Chi-Square 6,922 3,407 3,490 6,665
df 6 6 6 6
Asymp. Sig. ,328 ,756 ,745 ,353
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: unit kerja
Interpretasi :
Pengetahuan : tidak terdapat perbedaan pengetahuan perawat berdasarkan unit kerja
dengan nilai p = 0,328
Motivasi : tidak terdapat perbedaan motivasi perawat berdasarkan unit kerja dengan nilai
p = 0,756
Self eficacy : tidak terdapat perbedaan self eficacy perawat berdasarkan unit kerja dengan
nilai p = 0,745
HE observasi : tidak terdapat perbedaan penerapan peran perawat dalam health education
berdasarkan unit kerja dengan nilai p = 0,353
MULTIVARIAT
Langkah Variabel Koef. Sig. OR (95% CI)
Langkah 1 Pengetahuan 0,453 0,508 1,573 (0,412-6,007)
Motivasi -0,422 0,579 0,656 (0,148-2,910)
Self Eficacy 2,129 0,002 8,404 (2,239-31,540)
Constant -1,281 0,008
Langkah 2 Pengetahuan 0,247 0,668 1,281 (0,413-3,972)
Self Eficacy 1,954 0,001 7,058 (2,243-22,208)
Constant -1,276 0,008
Langkah 3 Self Eficacy 2,065 0,000 7,886 (2,791-22,278)
Constant -1,190 0,006
Interpretasi : variabel yang paling berhubungan dengan penerapan perawat dalam health
educator adalah self eficacy.
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases
Included in Analysis 81 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 81 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 81 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Rendah 0
Tinggi 1
Categorical Variables Codings
Frequency Parameter coding
(1)
Self eficacy regresi Baik 51 1,000
kurang baik 30 ,000
Motivasi regresi Tinggi 45 1,000
Rendah 36 ,000
Pengetahuan regresi Baik 51 1,000
kurang baik 30 ,000
Classification Tablea,b
Observed Predicted
HE Observasi Percentage
Correct Rendah Tinggi
Step 0 HE Observasi
Rendah 0 38 ,0
Tinggi 0 43 100,0
Overall Percentage 53,1
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,124 ,223 ,308 1 ,579 1,132
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0
Variables
Penget_reg(1) 5,158 1 ,023
Mot_reg(1) 5,245 1 ,022
SE_reg(1) 16,936 1 ,000
Overall Statistics 17,327 3 ,001
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 18,092 3 ,000
Block 18,092 3 ,000
Model 18,092 3 ,000
Step 2a Step -,318 1 ,573
Block 17,774 2 ,000
Model 17,774 2 ,000
Step 3a Step -,181 1 ,671
Block 17,593 1 ,000
Model 17,593 1 ,000
a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares
value has decreased from the previous step.
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 93,889a ,200 ,267
2 94,207a ,197 ,263
3 94,388a ,195 ,261
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter
estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 8,803 4 ,066
2 ,553 2 ,758
3 ,000 0 .
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
HE Observasi = Rendah HE Observasi = Tinggi Total
Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 1 ,846 0 ,154 1
2 14 14,869 5 4,131 19
3 8 7,285 2 2,715 10
4 4 3,285 6 6,715 10
5 8 10,859 29 26,141 37
6 3 ,856 1 3,144 4
Step 2 1 15 15,634 5 4,366 20
2 8 7,366 2 2,634 10
3 4 3,366 6 6,634 10
4 11 11,634 30 29,366 41
Step 3 1 23 23,000 7 7,000 30
2 15 15,000 36 36,000 51
Classification Tablea
Observed Predicted
HE Observasi Percentage
Correct Rendah Tinggi
Step 1 HE Observasi Rendah 23 15 60,5
Tinggi 7 36 83,7
Overall Percentage 72,8
Step 2 HE Observasi Rendah 23 15 60,5
Tinggi 7 36 83,7
Overall Percentage 72,8
Step 3 HE Observasi Rendah 23 15 60,5
Tinggi 7 36 83,7
Overall Percentage 72,8
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Penget_reg(1) ,453 ,684 ,439 1 ,508 1,573 ,412 6,007
Mot_reg(1) -,422 ,760 ,308 1 ,579 ,656 ,148 2,910
SE_reg(1) 2,129 ,675 9,951 1 ,002 8,404 2,239 31,540
Constant -1,281 ,483 7,019 1 ,008 ,278
Step 2a Penget_reg(1) ,247 ,578 ,183 1 ,668 1,281 ,413 3,972
SE_reg(1) 1,954 ,585 11,165 1 ,001 7,058 2,243 22,208
Constant -1,276 ,480 7,056 1 ,008 ,279
Step 3a SE_reg(1) 2,065 ,530 15,188 1 ,000 7,886 2,791 22,278
Constant -1,190 ,432 7,594 1 ,006 ,304
a. Variable(s) entered on step 1: Penget_reg, Mot_reg, SE_reg.
Model if Term Removed
Variable Model Log
Likelihood
Change in -2 Log
Likelihood
df Sig. of the
Change
Step 1 Penget_reg -47,162 ,434 1 ,510
Mot_reg -47,103 ,318 1 ,573
SE_reg -52,797 11,705 1 ,001
Step 2 Penget_reg -47,194 ,181 1 ,671
SE_reg -53,390 12,573 1 ,000
Step 3 SE_reg -55,991 17,593 1 ,000
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 2a Variables Mot_reg(1) ,310 1 ,578
Overall Statistics ,310 1 ,578
Step 3b
Variables Penget_reg(1) ,184 1 ,668
Mot_reg(1) ,064 1 ,801
Overall Statistics ,502 2 ,778
a. Variable(s) removed on step 2: Mot_reg.
b. Variable(s) removed on step 3: Penget_reg.