haris krismana ii.a p.e

26
Haris Krismana II.A Pendidikan Ekonomi Universitas Kuningan

Upload: rizz-aee

Post on 12-Apr-2017

443 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Haris krismana ii.a p.e

Haris KrismanaII.APendidikan EkonomiUniversitas Kuningan

Page 2: Haris krismana ii.a p.e

Pembelajaran Moral

Pengarang Buku : Dr. C. Asri Budiningsih Tahun Terbit : mei 2008 Penerbit : Rineka Cipta

Page 3: Haris krismana ii.a p.e

BAB I Karakteristik siswa adalah bagian-bagian pengalaman siswa

yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar. Pemahaman tentang karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu di perhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran. Menganalis karakteristik siswa dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan siswa. Hasil dari kegiatan ini akan berupa daftar yang memuat pengelompokan karakteristik siswa, sebagian untuk mempreskripsikan metode yang optimal untuk mencapai hasil belajar tertentu. Karakteristik siswa sebagian salah satu variabel dalam domain desain pembelajaran akan memberikan dampak terhadap keefektifan belajar.

Page 4: Haris krismana ii.a p.e

Karakteristik Budaya merupakan suatu kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian. Budaya dapat berbentuk fisik seperti hasil seni, dapat juga berbentuk kelompok-kelompok masyarakat sebagai realitas objektif yang diperoleh dari lingkungan dan tidak terjadi dalam kehidupan manusia.

Unsur-unsur sosial dan budaya terdapat dua unsur yaitu:1. Kerangka aspirasi-aspirasi.2. Unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk

mencapai aspirasi-aspirasi tersebut.

Page 5: Haris krismana ii.a p.e

Komentar

Dengan adanya pembelajaran moral, sehingga anak-anak bisa mengetahui baik buruknya karakter seseorang.

Page 6: Haris krismana ii.a p.e

BAB II Penalaran Moral

Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena dia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena dia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Penaralan moral dipandang sebagai struktur pemikiran bukan isi, dengan demikian penaralan moral bukanlah tentang apa yang baik atau yang buruk tetapi tentang bagaimana seseorang berfikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Penalaran moral pada intinya bersipat rasional, suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan atau nilai, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang bersifat kontruksi kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban dan keterlibatan individu atau kelompok terhadap hal-hal yang baik.

Page 7: Haris krismana ii.a p.e

Tahap-Tahap Perkembangan Moral ada 3 yaitu:1. Tingkat Pra KonvensionalPada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi, kenikmatan atau akibat-akibat fisik-fisik dari tindakannya.Tingkat ini dibagi 2 tahap:a) Tahap 1 : Orientasi Hukuman dan Kepatuhan Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan di alami, sedangkan arti atau nilai manusiawi tidak diperhatikan.b) Tahap 2 : Orientasi Intrumentalistis Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan memperalat orang lain. 2. Tingkat Konvensional Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bini bangsanya Tingkat ini terdiri dari 2 tahap :

Page 8: Haris krismana ii.a p.e

c) tahap 3 : Orientasi kerukunan atau Orientasi good boy-nice girl Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong lain serta diakui oleh yang laind) tahap 4 : Orientasi Ketertiban Masyarakat pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tertib legal.3. Tingkat Pasca – Konvensional atau Tingkat Otonom Pada tahap ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap :e) tahap 5 : Orientasi Kontrak sosial Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum.f) tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subjek hukum tetapi juga sebagai pribadi yang harus di hormati

Page 9: Haris krismana ii.a p.e

Komentar

Seseorang bisa menilai baik buruknya perilaSeseorang bisa menilai baik buruknya perilaku seseorang dengan maksimalisasi diri sendiri.ku seseorang dengan maksimalisasi diri sendiri.

Page 10: Haris krismana ii.a p.e

BAB III Kepercayaan eksistensial Kepercayaan eksistensial (iman) menurut fowler adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri

serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya. Kepercayaan eksistensial memiliki dimensi sosial atau relasional yang bersifat triadik atau 3 serangkai, yang meliputi kepercayaan dan kesetiaan manusia terhadap sesamannya dalam komunitas bersama serta terhadap pusat-pusat nilai dan kekuasaan akhir yang bersama-sama diyakini dan disetiai.

Tahap-Tahap Kepercayaan Eksistensial (iman)

Ada 7 tahap yaitu :

1. Tahap 0 : Kepercayaan elementer awal (prima falth)

Tahap ini timbul sebagai pratahap ( pre-strage, yaitu masa bayi 0 sampai 2 atau 3 tahun ).

Kepercayaan juga disebut pratahap “kepercayaan yang belum terdiferensiasi”. Pola

kepercayaan ini di sebut elementer.

2. Tahap 1 : Kepercayaan intuitif –proyektif ( intuitive – projective falth) menandai tahap

perkembangan pertama 3-7 tahun

karena daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang. Dengan timbulnya kemampuan

simbolis dan bahasa, maka

imajinasi dan dunia gambaran dirangsang oleh cerita, gerak, isyarat, upacara, simbol-simbol, dan kata-kata.

Page 11: Haris krismana ii.a p.e

3. Tahap 2 : Kepercayaan mistis – harfiah ( misthic-literal falth) Bentuk kepercayaan ini muncul biasanya pada umur 7-12 tahun. Seluruh bekal gambaran emosional dan imajinal masih berpengaruh kuat, namun muncul pula operasi-operasi logis tersebut yang melampaui tingkat perasaan dn imajinasi tahap sebelumnya.4. Tahap 3 : Kepercayaan sintetis – konvensional ( syinthetic – convensional falth ). Kepercayaan ini timbul pada masa adolesen (umur 12-20 tahun) anatara umur 12 tahun remaja biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti.5. Tahap 4 : kepercayaan individuatif –reflektif ( individuative-fefletive falth ). Kepercayaan ini muncul pada umur 20 tahun keatas. Pola kepercayaan ini di tandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan dan nilai ( religius ) lama.

Page 12: Haris krismana ii.a p.e

6. Tahap 5 : kepercayaan eksistensialb- kongjungtif ( konjungtive falth ). Kepercaayan ini timbul pada usiasekitar umur 35 tahun ke atas . Semua yang di upayakan dibawah kuasa kesadaran dan pengontrolan rasio pada tahap sebelumnya.7. Tahap 6 : kepercayaan eksistensial yang mengacu pada universalitas ( universalitas – falth ). Kepercayaan ini ( jarang terwujud sepenuhnya ) dapat berkembang pada umur 45 tahun keatas Hubungan Kepercayaan Eksistensial( iman ) dengan Perkembangan

Moral. Kepercayaan keagamaan adalah persoalan alam karena menyangkut jiwa atau batin manusia. Kepercayaan merupakan cara seorang melihat seluruh nilai dan kekuatan sebagai realitas paling akhir dan pasti bagi dir dan sesamanya, dan dapat menggerakan program pendidikan moral untuk meningkatkan kepercayaan eksistensial (iman)

Page 13: Haris krismana ii.a p.e

komentar Anak-anak bisa menggerakan program pendidikan

moral untuk meningkatkan kepercayaan eksistensial (iman)

Page 14: Haris krismana ii.a p.e

BAB IVEmpati berasal dari kata photos ( dalam bahasa

yunani ) yang berarti perasaan yang mendalam. Empati pada awalnya digunakan untuk menggambarkan sesuatu pengalaman estetika kedalam berbagai bentuk kesenian empati lebih memusatkan perasaannya pada kondisiorang lain atau lawan bicaranya. Kata empati mengandung makna bahwa seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain sebagai mana orang tersebut mengertinya dan menyampaikan kepadannya.

Page 15: Haris krismana ii.a p.e

Skala EmapatiTingkat 1 : Respon tidak relevan atau menyakitkan, tidak mengarah pada perasaan pembicara, jika isi pembicaraan dikomukasikan secara akurat maka dapat menaikan tingkat respon.Tingkat 2 : Respon hanya berhubungan sedikit dengan apa yang dikatakan atau dirasakan oleh pembicara. Jika isi pembicaraan dikomunikasikan secara akurat dapat menaikan tingkat respon, sebaliknya jika tidak akurat dapat menurunkan respon.Tingkat 3 : Respon menunjukan bahwa perasaan pembicaraan dipahami secara pribadi oleh responden. Isi pembicaraan kurang penting , tetapi ketika isi pembicaraan harus dicermati. Jika tidak akurat tingkat respon akan turun.Tingkat 4 : Respon dapat meningkatkan kesadaran pembicara dan dapat mengidentifikasi perasaannya yang mendasar. Isi pembicaraan digunakan untuk memperdalam makna (arti). Jika isi tidak akurat, tingkat respon dapat diturunkan.

Page 16: Haris krismana ii.a p.e

Peranan Empati Dalam Perkembangan Moral

Dalam suatu budaya tertentu sebagai contoh budaya yogyakarta, dapat dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa pertimbangan-pertimbangan moral masyarat yogyakarta terkenal oleh batasan prinsip kerukunan dan prinsip hormat pertimbangan moral pribadi seseorang harus memperhatikan tuntutan-tuntutan prinsip keselarasan. Upaya pemberian bantuan kepada orang lain merupakam bentuk-bentuk empati seseorang .

Dengan kata lain, masyarat yogyakarta menuntut agar individu-individu jangan bertindak hanya berdasarkan pertimbangannya sendiri, melainkan harus memperhatikan prinsip keselarasan dalam masyarakat, dan itu berlaku pula apabila pertimbangan-pertimbangannya mangandung nilai-nilai moral.

Page 17: Haris krismana ii.a p.e

Komentar Setiap orang menuntut agar individu-individu

jangan bertindak hanya berdasarkan pertimbangannya sendiri, melainkan harus memperhatikan prinsip keselarasan dalam masyarakat.

Page 18: Haris krismana ii.a p.e

BAB VInteraksi merupakan suatu hubungan antara dua

orang atau lebih dimana pelaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki prilaku individu yang lain sedangkan situasi kelompok sosial yaitu situasi yang terjadi dan sumbangan yang ditentukan dalam kelompok sosial tempat orang-orang berinteraksi dan didalam kelompok mempunyai tujuan bersama, semakin giat angota angota kolompok tersebut melaksanakan tugasnya, semakin produktif pula usaha kelompok dan semakin kokoh persatuan diantara anggotanya.

Page 19: Haris krismana ii.a p.e

Posisi sosial yaitu penempatan seseorang dalam kelompok masyarakat sehubungan dengan sumbangan yang ditentukan bagi suatu tata hubungan dengan orang lain yang sudah menempati tempat dalam masyarakatnya setiap posisi yang diakvi oleh angota-anggota suatu kelompok, akan mendukung tujuan-tujuan kelompok tersebut, setiap posisi merupakan bagian dari suatu sistem posisi, sehingga tidak ada posisi yang mempunyai arti bila terpisah dari posisi-posisi lainya. Pesan seseorang dalam posisinya mencakup semua pelaku yang dilakukan oleh kelompok untuk dilakukanya, ada kewajiban dan ada hak-haknya, dengan demikian maka setiap pesan merupakan bagian dan dari sistem peran yang interdependensi dan dapat berubah, jika sistem berubah

Page 20: Haris krismana ii.a p.e

Faktor-faktor penentu lingkungan sosial terhadap perkembangan moral yaitu kesempatan untuk mengambil peran sosial, perkembangan moral sebagai urutan peralihan tahap merupakan proses transpormasi struktur kognitif yang berurutan. Perkembangan struktural tersebut tidak disebabkan oleh proses pematangn biologis, perkembangan merupakan hasilinteraksi antara terdensi-terdensi struktural organisasi dan ciri-ciri struktural lingkungan sekitar, dalam bahasa struktural format tahap diuraikan sebagai pola pengenalan sosial – afektif proses perkembangan pribadi yang menjadi ciri khas manusia sebagai mahluk sosial yang hidup di dalam masyarakat.

Page 21: Haris krismana ii.a p.e

Komentar Seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain bisa

mengetahui sikap atau perilaku temanya atau kelompoknya.

Page 22: Haris krismana ii.a p.e

BAB VIo Pembelajaran dalam mengembangkan model atau

strategi pembelajaran moral menggunakan pendekatan struktural kognitif. Pendekatan struktural kognitif lebih menaruh perhatianpada penalaran moral dari pada tindakan moral dengan asumsi bahwa pemikiran moral akan mengarahkan tindakan moral, dan ia menganggap tahap-tahap yang lebih tinggi sebagai lebih bermoral dari pada tahap-tahap yang lebih rendah.

Page 23: Haris krismana ii.a p.e

Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan dengan kata-kata, aksi dan kontemplasi kepercayaan yang ada dalam diri mereka. Hal ini memungkinkan siswa untuk lebih terbuka dan sadar akan perkembangan kepercayaan mereka sendiri.

Diperlukan suatu keadaan jiwa atau sikap batin berbudi luhur, yang artinya mempunyai perasaan yang tepat bagaimana cara bersikap terhadap orang lain, untuk itu pengelolaan pembelajaran moral yang bertujuan meningkatkan empati perlu di kembangkan

Page 24: Haris krismana ii.a p.e

Kesempatann untuk mengambil peran sosial tampaknya merupakan suatu yang penting dalam perkembangan moral. Memperlihatkan bahwa anak-anak yang maju dalam perkembangan moral, memiliki orang tua yang juga maju dalam penalaran moral dan berusaha mengenal pandangan anak dan yang mendorong terjadinya dialog, mempunyai anak yang secara moral lebih matang.

Page 25: Haris krismana ii.a p.e

KOMENTAR

Buku ini sangat bagus dan menarik untuk dibaca oleh semua orang, dengan buku pembelajaran moral agar para remaja memiliki kesadaran moral yaitu agar dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk dan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Moralitas remaja ini juga perlu di perhatikan, sebab akan menentukan nasib dan masa depan mereka

Page 26: Haris krismana ii.a p.e

SEKIAN