halal dan thayyib dalam pandangan syaria2 heri

Upload: sukma-effendy

Post on 06-Jul-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

MAKANAN DAN MINUMAN YANG HALAL DAN THAYYIB DALAM PANDANGAN SYARIAT ISLAMOleh Muhammad Nur IFTITAH Agaknya aktifitas yang determinan dan menyita banyak waktu dalam kehidupan manusia selain tidur adalah makan atau minum, bukan ibadah. Dominasi ini tampak terang benderang dalam keseharian. Deal bisnis kerap sukses setelah dibicarakan di warung makan dan minum. Seminar hanya bisa dihentikan dengan coffee break. Muda mudi sejoli biasanya menjadikan makan bareng sebagai modus pendekatan klasik. Dalam keadaan bekerja orang bisa tertidur (ngantuk) dan nyambi makan atau minum (ngemil). Bahkan mimpi saja tentang makan dan minum atau makan dan minum sampai ngantuk. Resto, kafe, warteg, angkringan, warung mbok Kijem selalu penuh dengan orang-orang untuk memenuhi hajat yang satu ini. Tapi sadarkah mereka tentang apa yang harus diperhatikan dalam aktifitas ini? Amat jarang yang memiliki spiritual awarness (apa yang dipesankan agama). Ghalibnya mereka menganggap makan sebagai urusan dunia dan tidak kait mengkait dengan agama (secular). Islam sebagai al-furqan (pembeda) memberikan system nilai yang signifikan dalam persoalan ini. Makanan adalah segala sesuatu yang ditelan masuk ke dalam perut melalui mulut dan kerongkongan. Minuman adalah segala macam bentuk benda cair yang diteguk lewat mulut masuk ke perut. Makanan dan minuman lazimnya untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Dengan asupan makanan dan minuman yang cukup jasmani manusia menjadi bertenaga dan kuat, sehingga bisa menjalani hidup dan kehidupan. Artinya makan dan minum untuk hidup, bukan sebaliknya, hidup untuk makan dan minum. Dengan demikian makan dan minum merupakan kebutuhan pokok (primer) bagi manusia dalam rangka menjaga kelangsungan hidupnya di samping berpakaian dan berkediaman. HALAL DAN THAYYIB : ANTARA OPSI VS KENISCAYAAN Untuk memenuhi kebutuhan primer sebagaimana disebut di atas, 1

Allah

swt

dengan

penuh

kasih

sayang

menganugerahkan

dan

mempersembahkan bumi beserta isinya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh manusia.1 Kendati sudah dipasrahkan secara total, tidak berarti pemanfaatan bumi beserta isinya itu dilakukan sebebasbebasnya alias semau gue atau tanpa the rules of game. Ibarat bertamu, etika tamu adalah menyesuaikan diri dengan tata aturan pemilik rumah (shahibul bait). Tidak seluruh binatang, tumbuhan dan benda-benda yang ada di bumi, halal dan thayyib bagi manusia. Ada yang memang dibolehkan (halal) dan ada pula yang tidak (haram). Ada yang baik (thayyib) ada pula yang tidak baik (khabaaits). Dalam Alquran Halal dan thayyib, merupakan persyaratan mutlak yang tidak bisa ditawar oleh manusia dalam mengkonsumsi bumi beserta isinya. Persyaratan halal terkait dengan standart syariat yang melegislasi suatu asupan makanan dan minuman. Apakah suatu makanan dan minuman memiliki legalitas hukum agama atau tidak. Persyaratan thayyib terkait dengan standart kelaikan, higienis dan efek fungsional bagi manusia. Kedua persyaratan ini bukan opsi tetapi keniscayaan. Bisa jadi suatu asupan memenuhi standart kehalalan tetapi tidak thayyib, atau sebaliknya, bisa jadi suatu asupan memenuhi standart kethayyiban tetapi tidak halal. Jika salah satu standart ini (apalagi keduanya) tidak terpenuhi, maka Islam tidak mentolerir. Sepiring sate ayam begitu menggoda dari aspek tampilan, bentuk, sajian dan bau, namun ternyata ayamnya tidak disembelih dengan cara islami. Kerupuk terasa begitu gurih di lidah dan kriuk-kriuk di mulut tetapi ternyata diberi penyedap rasa dari kari babi? Tegasnya Allah hanya menyuruh manusia makan dan minum dari sesuatu yang betul-betul halal dan thayyib.

{114 }Maka makanlah yang halal lagi thayyib (baik) dari rezeki yang telah diberikan Allah padamu dan syukurilah nikmat Allah itu jika memang hanya menghamba kepadanya. 1

3

168 } }

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu YANG HALAL DAN

NORMATIFITAS (DASAR HUKUM) KULINER THAYYIB

Kehalalan dan kethayyiban makanan dan minuman bagi manusia di atur oleh tiga sumber hukum, yaitu (1) pengaturan yang tertuang dalam Al Quran, (2) pengaturan yang dijelaskan oleh Al Hadis, dan (3) pengaturan yang didasarkan atas ijtihad ulama. Tiga sumber hukum di atas direspon secara berbeda oleh ulama. Pertama, kubu ulama yang hanya menerima pengaturan halal-thayyib dari Al Quran sedangkan Al Hadis tidak. Alasannya Al Quran lebih otoritatif dari pada Hadis. Jadi Hadis tidak berkompeten menambahi apa yang sudah ditegaskan Al Quran. Apa yang sudah dinyatakan Al Quran dipandang sudah cukup. Kedua, kubu ulama yang menerima pengaturan Al Hadis di samping Al Quran. Argumennya adalah bahwa di antara fungsi Hadis adalah melengkapi dan menambah informasi yang telah disampaikan oleh Al Quran. Sehingga apa yang diatur oleh Hadis merupakan satu kesatuan dengan apa yang diatur oleh Al Quran. Adapun pengaturan atas dasar ijtihad ulama disepakati dipandang sebagai way out dalam merespon persoalan kontemporer yang belum diatur oleh Al Quran dan Al Hadis demi elastisitas hukum Islam. Sehingga Islam betulbetul bisa menjadi rahmatan lil 'alamin. Kendati ulama terbagi dalam dua kubu dalam mensikapi sumber dari Hadis, namun ada satu kesepakatan jumhur ulama bahwa semua makanan dan minuman yang telah ditetapkan keharamannya oleh Alquran dinilai sebagai keharaman mutlak, baik sedikit apalagi banyak. Item makanan dan minuman yang sudah disepakati keharaman dan kethayyiban yang memang dinukil Al Quran itu adalah sebagai berikut; 1. QS Al-Baqarah (2): 172-173.

3

172. Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 2. QS Al-Anam (6): 145

}{ }{

145. Katakanlah,: tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau babi karena semuanya itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampau batas maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 3. QS Al-Maaidah (5): 90-91.

}{

}{ }{ 90.Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91.Sesungguhnya setan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui khamar dan judi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat. Maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.

4. QS Al-Araf (7):157.

. dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thayyibat)

5 dan mengharamkan (khabaaits).... bagi mereka segala yang busuk

5. QS An-Nahal (16) :115

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu memakan bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya denan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas maka sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang. 6. QS Al-Maaidah (5) : 3-4

}3{ } 4} 3.Diharamkan bagi kamu memakan bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecualu yang kamu sempat kamu sembelih. Dan diharamkan juga bagi kamu sembelihan untuk berhala. Dan diharamkan bagimu mengundi nasib dengan anak panah karena hal itu merupakan kefasikan. Pada hari ini orangorang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu. Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku dan telah kuridai Islam menjadi agama bagimu. Maka barang siapa yang terpaksa karma kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 4.Mereka bertanya tentang apa yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah dihalalkan bagimu yang baik-baik (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang kamu latih untuk berburu sesuai dengan apa yang diajarkan Allah. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kamu dan sebutlah nama Allah ketika melepas binatang buas itu untuk berburu. Dan bertakwalah

5

kepada Allah sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. Keenam kelompok ayat di atas menegaskan ada 6 jenis yang tegas diharamkan, yaitu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih tanpa menyebut nama Allah, makanan yang busuk (khabaaits) dan khamar. Selain yang tersebut dalam Al Quran sudah barang tentu halal seperti binatang laut dan makanan apa saja yang datang dari laut sebagaiman firman Allah dalam QS Al-Maaidah ayat 96;

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan memakan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.

Ayat-ayat di atas telah menjelaskan apa saja makanan dan minuman yang dilarang yang ditulis dengan kata hurrimat (diharamkan) dan apa pula yang dibolehkan yang ditulis dengan kata uhilla (dihalalkan) kendati yang dibolehkan ini tidak ditulis secara detail. Pengharaman enam jenis makanan dan minuman tersebut dinyatakan secara tegas (qashr atau hashr) yang tidak ada keraguan atasnya. Adapun sejumlah Hadis yang memberikan dasar hukum keharaman sejumlah makanan dan minuman di antaranya; 1. Hadis dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Muslim

Semua binatang buas bertaring hukum memakannya haram. 2. Hadis dari Jabir, diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim.

Rasulullah melarang memakan daging himar jinak dan membolehkan memakan daging kuda. 3. Hadis dari Abdurrahman bin Usman, riwayat Abu Daud-An Nasai.

Seorang tabib bertanya pada rasul tentang kodok yang digunakan dalam campuran obat, maka rasul melarang membunuhnya.

7 Selain Hadis di atas, terdapat juga Hadis yang mengharamkan binatang pemakan kotoran, ular, binatang yang hidup di air dan di darat, tikus, kucing, makanan atau minuman yang masih panas sampai memungkinkan menyengat dikonsumsi, bawang makanan dan minuman dan yang berbau Namun, seperti merah-putih sebagainya.

sebagaimana disinggung di atas bahwa dasar normatif Hadis ini, disikapi secara berbeda oleh ulama. Alasannya adalah karena susunan dan bentuk kalimat dalam Al Quran dan Al Hadis berbeda. Jika Al Quran menggunakan bentuk tegas (qashar) maka Al Hadis tidak demikian, melainkan kalimat biasa. Inilah yang mendasari dua kelompok yaitu kelompok normatif Al Quran an sich dan kelompok Al Quran plus Al Hadis. Bagi kubu Al Quran yang haram hanya yang secara tegas dan jelas disebut dalam Al Quran. Sedangkan yang tidak disebut Al Quran tingkat keharamannya rendah bahkan bisa makruh. Hal ini terjadi karena memandang Hadis tersebut sebagai Hadis ahad, tidak mutawatir. Hadis ahad dinilai zanny. Sedangkan Al Quran mutawatir dan qatiy. Sehingga Hadis ahad yang zanny tidak dapat menambah hukum yang sudah ditetapkan secara qatiy oleh Al Quran. Jadi yang haram hanya 6 jenis tersebut. Sedangkan bagi kubu Al Quran plus Al Hadis, penegasan Al Quran tidak menutup kemungkinan untuk ditambah oleh Hadis, kendati ahad. Syaratnya adalah Hadis tersebut sahih. Sehingga yang diharamkan termasuk apa yang diinformasikan oleh Hadis. Untuk menyikapi hal ini patut disimak firman Allah dalam surat an-Nisaa' ayat 59 berikut; Hai orang-orang yang beriman, patuhilah Allah dan patuhilah Rasul. SYARAH KULINER YANG HARAM-KHABAITS Bagian ini secara khusus membreak down hal-hal yang telah disepakati oleh ulama tentang keharamannya. Hal-hal yang tidak dibreak down merupakan areal ijtihad yang rambu-rambunya dijelaskan kemudian. 1. Bangkai. 7

Bangkai adalah binatang yang mati tanpa disembelih

sesuai

ketentuan syara. Binatang jenis ini bisa mati karena sakit, terjatuh, diterkam, tercekik dan sebagainya. Bila sebelum mati sempat disembelih sesuai ketentuan syara maka binatang itu menjadi halal (lihat Al-Maaidah ayat 3). Termasuk bangkai adalah bagian tubuh binatang yang terpisah atau putus dari tubuhnya, misalnya kaki sapi atau ekor sapi yang diambil dari tubuhnya yang masih hidup (lihat Hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Tirmizi)

Bagian yang terputus

dari tubuh binatang sedangkan binatang itu masih hidup maka bagian itu adalah bangkai. Dari ayat 173 surat Al Baqarah dan ayat 3 surat Al-Maaidah, cakupan maitah (bangkai) yang diharamkan itu meliputi; (1) bangkai dari jenis binatang apa saja, baik binatang darat maupun air, kecuali bangkai ikan dan belalang. Kedua bangkai ini tidak haram berdasar

dihalalkan

bagi kita dua bangkai, yaitu bangkai laut dan belalang. Selain Hadis di atas, juga terdapat Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Tirmizi,

. Laut itu suci airnya danhalal bangkainya. Alquran dalam surat Al-Maaidah ayat 96 secara global membolehkan semua hewan laut. Termasuk dalam pengertian laut, danau, sungai, kolam, laut dan tempat-tempat berair yang menjadi tempat hidup ikan. Kendati ulama sepakat menghalalkan bangkai binatang yang hidup di air, namun berbeda pendapat tentang bangkai yang telah mengapung. Sebagian mengharamkan atas dasar Hadis yang diriwayatkan Muslim dari Jabir;

binatang laut yang

terlempar atau dibawa laut ke pantai (dalam keadaan mati) makanlah dan binatang laut yang telah mengapung jangan kamu makan. Alasannya adalah bahwa bangkai ikan yang telah mengapung lazimnya sudah mulai membusuk sedangkan yang tidak mengapung masih segar.

9 (2) bagian dari bangkai seperti darah, kulit, tulang, kuku, rambut dan sebagainya. (3) perbuatan yang dilakukan terhadap bangkai, seperti memanfaatkan bulu, gajih, tulang dan seterusnya. Ulama mensepakati point (1) dan (2) tetapi berbeda tentang point (3). Ada yang membolehkan point (3) atas dasar Hadis Abu Munzir,

. Sesungguhnya yang diharamkan dari bangkai adalah apa yang dapat dimakan darinya, yaitu dagingnya. Adapun kulit, gigi, tulang, rambut dan bulu hukumnya halal. 2. Darah Darah dalam konteks kuliner haram ini adalah darah yang mengalir dari tubuh binatang yang disembelih (lihat Al-Anam 145). Untuk konteks Jawa yang nyata adalah saren (darah yang dibekukan untuk dimakan). Sedangkan darah yang tertinggal dalam daging dan tulang binatang yang disembelih tetap halal. Demikian pula darah ikan yang telah mati, sepanjang darah itu masih menempel pada daging dan tulang. Jika darah ikan dikumpulkan lalu dibekukan seperti saren jelas haram. Termasuk juga dalam darah yang haram ini yaitu darah binatang yang memang diharamkan seperti babi. 3. Babi Walaupun dalam ayat disebut daging babi (lahmul khinzir) tetapi yang diharamkan dari babi tidak hanya hanya daging tetapi seluruh tubuhnya tidak hanya daging tapi juga tulang, gajih, rambut dan seterusnya. Tegasnya seluruh babi haram kecuali babi laut. Karena babi laut masuk ke dalam kelompok hewan laut yang seluruhnya dihalalkan oleh syariat. (lihat Al-Maaidah ayat 96). 4. Binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah Binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah ini, 9

maksudnya menyembelih atas nama dewa, berhala, sesaji, tebusan, tumbal dan seterusnya. Dewasa ini banyak sekali binatang yang tidak disembelih oleh jagal dengan basmalah. Alquran menghalalkan memakan sembelihan ahlul kitab, seperti yang tertuang dalam surat al-Maaidah ayat 5

} 5} tapi ayat ini harus dipraktekkan secara hati-hati, jangan justru digunakan sebagai justifikasi penghalalan sembelihan. Sebab ahlul kitab sekarang dengan dahulu secara teologis dan psikologis amat berbeda dengan ahlul kitab zaman Nabi. 5. Khamar Khamar artinya menutup yang kemudian digunakan untuk menyebut sesuatu yang dapat menutup akal (memabukkan atau fly). Khamar terbuat dari berbagai benda seperti anggur, madu, zabib, korma, beras, gandum ketan dan seterusnya. Berdasarkan hadis ibn Umar yang diriwayatkan Muslim, semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar hukumnya haram. Semua makanan dan minuman yang mengakibatkan mabuk atau menutup akal (kehilangan kesadaran) maka makanan dan minuman itu haram, apakah sedikit apalagi banyak, berdasarkan Hadis dari Jabir bin Abullah yang diriwayatkan oleh Tirmizi, Abu Daud dan Nassai berikut sebagai

Dewasa ini khamar sudah menjadi life style bagi kalangan muda mudi. Mereka beralasan Al Quran tidak menyatakan keharaman dengan tegas. Padahal jika diteliti maka keharaman khamar sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maaidah ayat 90-91 sangat tegas bahkan lebih tegas dari yang lain sebagaimana terungkap dari beberapa kata kunci; (1) innama yang merupakan salah satu kata yang menunjukkan qashr (penegasan yang kuat). (2) khamar digandeng dengan anshab (berkorban untuk berhala) yang jelas-jelas merupakan perbuatan syirik yang dilarang. Penggandengan khamar dengan anshab menunjukkan

11 bobot larangan yang sama. (3) khamar disetarakan dengan najis. Jika seseorang sudah bernajis maka tidak sah sholatnya (an-Nisaa ayat 43). (4) Meminum khamar adalah perbuatan setan. Setan sifat dasarnya adalah berupaya menyesatkan manusia (Bani Israil ayat 53). (5) larangan khamar ditegaskan dengan kata fajtanibuu yang merupakan bentuk perintah (untuk meninggalkan). Salah satu kaidah hukum dalam Islam adalah perintah bermakna wajib. (6) larangan khamar disampaikan dengan ayat laallakum tuflihuun yang berarti keberuntungan jika dapat menghindari khamar. (7) khamar justru menimbulkan konflik dan permusuhan sesama manusia. Padahal Allah memerintah untuk berbaikbaik dan menjaga silaturahmi (lihat an-Nisaa; ayat 1). (8). Khamar dapat menghalangi seseorang mengingat Allah. (9) ayat khamar dipungkasi dengan pertanyaan fa hal antum muntahun yang bermakna kenapa tidak juga kamu hentikan mengkonsumsi khamar itu. 6. Anjing Dasar hukum haramnya anjing adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah;

Sucikanlah bejana seseorang kamu apabila anjing menjilatnya, yaitu membasuhnya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Jika air liur anjing saja harus dibersihkan sedemikian rupa, apalagi dagingnya. Maka amat mudah dipahami tentang keharaman anjing. Selain itu anjing adalah binatang buas yang bertaring yang jelas-jelas diharamkan sejumlah Hadis. 7. Khabaaits kata khabaits oleh ulama Ibn Taimiyyah diartikan dengan sesuatu yang jelek dan menjijikkan yang dapat merusak jasmani, rohani, akal dan akhlak. Kata khabaits ini lawannya adalah thayyibat yang berarti yang membuat baik jasmani, rohani, akal dan akhlak. Dari pengertian inilah dapat dikembangkan kepada ganja, rokok, racun dan lain-lain. SEPUTAR METODA PENETAPAN HUKUM DALAM ISLAM

11

Bagi kaum muslimin berlaku postulat bahwa Islam merupakan satusatunya agama samawi (agama yang datang dari Tuhan) yang memiliki referensi paling komprehensif, yaitu Al-Quran dan Al-Hadis. Tidak satu segmenpun terlewatkan dalam ulasan referensi tersebut, baik dalam bentuk yang sangat detail maupun dalam bentuk rumusan-rumusan umum. Kenyataan ini berbeda dibandingkan dengan agama samawi lain seperti Yahudi dan Nasrani, terlebih-lebih dengan agama ardhi (agama yang muncul dari rekayasa manusia). Postulat di atas, mengimplisitkan satu rekomendasi penting bagi umat Islam, yaitu bagaimana wujud aktualisasi Islam dalam berbagai dimensi kehidupan. Hal ini menuntut keseriusan dan kerja keras umat Islam dalam mengkaji dan memformulasikan ajaran-ajaran yang tersimpan dalam Al Quran dan Al Hadis tersebut (istinbath). Proses penemuan hukum ini bisa ditempuh dengan dua cara, yaitu penafsiran nas-nas dasar dan penafsiran non nas. Untuk yang disebut pertama ditempuh dengan perangkat penafsiran, sementara yang disebut kedua dengan ijtihad, yaitu studi lengkap, serius, mendalam dan hati-hati tentang karya-karya hukum yang ada untuk dapat mengeluarkan hukum dari dalil syara. Jadi ijtihad adalah memeras jiwa seseorang untuk mencapai aplikasi ajaran-ajaran Al Quran dan Al-Hadis secara benar dalam situasi tertentu Ijtihad hukum sesungguhnya yang mengatur dan tidak keluar dari koridor kedua sumber itu. menterjemahkan masyarakat kedua doktrin pun akan ke situasi

masyarakat yang terus berubah. Selagi masyarakat terus berubah maka tersebut mengikuti perubahan itu. ijtihad merupakan prinsip gerak dalam Islam. Dari sinilah diharapkan Islam mampu merespon tantangan zaman. Untuk dapat melakukan itu semua dibutuhkan 2 metode penetapan hukum, yaitu kaidah Syariyyah dan kaidah Lughawiyyah. 1. Kaidah Syariyyah Maksudnya adalah ketentuan umum dan tujuan syara dalam menetapkan hukum. Kaidah Syariiyyah meliputi 5 hal. a. Prinsip dalam istidlal (mencari dan mengeluarkan dalil). Prinsip dasar istidlal adalah Al Quran terlebih dahulu sebagai sumber dari segala

13 sumber hukum, Al-Hadis sebagai penjelas Al Quran dan ijtihad istidlal terhadap dalil-dalil zanniyyah (lemah). Jika ada dalil zanniyyah yang sama kekuatannya atau bertentangan maka dilakukan tahapan (i) mengumpulkan isi dalil sehingga bisa dipakai semua (ii) meneliti timing wurud (khusus buat Hadis). Dalil yang datang belakangan menasakh (membatalkan) yang datang lebih dahulu. (iii) jika (i) dan (ii) tidak bisa dilakukan, maka dilakukan tarjih (memilih salah satu). b. Adapun tujuan syara menetapkan hukum adalah untuk memaslahatkan manusia. Kemaslahatan manusia disusun dalam tiga graduasi, (1) kemaslahatan primer (darury) meliputi 5 hal, yaitu agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. (2) kemaslahatan sekunder (hajjy) yaitu menghindari kesulitan pelaksanaan dalam pengamalan kemaslahatan primer (3) kemaslahatan tertier (tahsiniy) yaitu memperkokoh dan memperindah kemaslahatan primer yang berbasis pada akhlak. c. Untuk mewujudkan kemaslahatan ini, terdapat beberapa rumus; (i). tidak = semua yang mengandung kemudaratan harus dijauhi.

(ii).Dalam menghindari dan menghilangkan mudarat berlaku prinsip (1) melakukan yang menimbulkan mudarat yang sama atau lebih berat. (2) boleh melakukan mudarat yang lebih ringan atau khusus untuk menghindari suatu mudarat yang lebih berat atau lebih luas (umum).

ditempuh melakukan

mudarat yang khusus untuk menolak mudarat yang luas. (3) dalam situasi emergency tertentu, yang dilarang justru boleh dilakukan.

dalam keadaan terpaksa membolehkan sesuatu yang dilarang. (iii)Menghindari yang mengandung kerusakan lebih diutamakaan dari pada sekedar mengejar dan mendatangkan kemaslahatan yang mungkin ada. menghindari yang mendatangkan kerusakan harus didahulukan dari pada mengerjakan sesuatu yang menimbulkan maslahah. (iv).Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan, segala yang menyulitkan harus dihilangkan. segala kesulitan yang dihadapi

13

membolehkan kemudahan. Dari sinilah muncul rukhshoh. d. Kemaslahatan manusia yang dituju syara adakalanya universal (seluruh manusia, meliputi ibadah mahdah, urusan jinayat, kaffarah, jihad, kepemilikan bersama seperti udara, tanah dan air), adakalanya khusus (perorangan, seperti kepemilikan kebendaan). e. Sadduz Zariah ( ) yaitu melarang sesuatu yang semula tidak dilarang agar tidak terjadi kerusakan. Untuk mewujudkan kemaslahatan, kadangkala syara melarang hal-hal yang mestinya tidak dilarang. Misal khalwat, rekayasa nisab dan seterusnya. 2. Kaidah Lughawiyyah Kaidah lughawiyyah adalah rumus tata bahasa yang dijadikan pedoman dalam menemukan makna dari suatu diksi atau kalimat. Dalam hal ini diperdebatkan apakah diksi atau kalimat dalam sumber hukum Islam (Alquran dan Hadis) itu hasil penetapan istilah dari manusia atau dengan sendirinya (prerogatif Allah) atau fifty-fifty. (polemik tentang ini di lain seminar saja). Untuk menelusuri makna sebuah teks dapat dilakukan dengan 3 langkah; (1) Mutawatir, yaitu makna kata atau teks yang diketahui dan diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak ada dusta di antara mereka. (2) Ahad, yaitu makna kata yang hanya diketahui oleh segelintir orang (sedikit) yang tidak mencapai mutawatir. (3) rasional, yaitu menangkap makna dengan kemampuan pikir. Satu hal yang patut digarisbawahi bahwa galibnya suatu bahasa (bahasa apa saja kecuali bahasa nas) tidak bisa dibakukan berdasarkan pengertian kata-kata (makna okstensif/wadhiyyah) karena bahasa-bahasa tersebut bergerak-gerak seiring perkembangan zaman, tidak hanya antara generasi tapi internal bahasapun ada yang intensif dan ekstensif (urfiyyah). Sedangkan bahasa nas adalah bahasa syara yang kadang kala orang Arab sendiri sebagai orang yang memiliki kedekatan bahasa dengan Alquran tidak mengetahui makna sesungguhnya. Hal ini disebabkan nas tidak semata historis tapi juga trans-historis. Allah berfirman dalam Assyuara 192-195;

}291{ }391{

15

Ringkasnya, bahasa nas bukan bahasa ajam. Jangankan kalimat dan kata, huruf saja memiliki pengertian yang khas yang harus kembali kepada makna Al Quran. (tidak cukup tempat membahas makna huruf ini). Sekedar menyebut beberapa huruf yang harus dikuasai maknanya,

195} } }491{

(istifham), , ; , , , , , , , , , , , , , ,, , ,,Secara ringkas dapat dikelompokkan pembagian lafaz/kata/teks/diksi ke dalam 4 makna: 1. Berdasarkan makna yang ditetapkan padanya a. Lafaz khaash (menunjuk cakupan tertentu atau terbatas. Di antara bentuknya; 1. amr (perintah). Kaidahnya; , , , , , , , 2. nahyu (larangan). Kaidahnya; " " 3. muthlaq terkandung (tidak mengikat atau membatasi bagian yang di dalamnya, misal bisa berarti

Muhammad, Azka, Yunus) 4. muqayyad (menunjuk pada sesuatu yang terkandung dalam lafaz, seperti yang berarti budak yang beriman saja, bukan semua budak). b. Lafaz aam (menunjuk cakupan makna universal atau semua lapisan tanpa pembatasan). Kaidahnya; c. Lafaz musytarak (lafaz yang memiliki multi makna, seperti maula yang bermakna hamba dan tuan). Dalam hal ini ulama menyarankan untuk menggunakan makna yang bukan 15

musytarak lebih dahulu. Kalaupun mau menggunakan makna musytarak upayakan yang menunjukkan qarinah (indikator). 2. Berdasarkan makna yang dipergunakan a. Lafaz Hakikat (makna asal, seperti asad yang artinya singa). Kaidahnya , b. Lafaz Majaz (bukan makna asal, asad untuk menyebut orang yang pemberani seperti singa). c. Lafaz Sareh d. Lafaz Kinayah (makna yang langsung ditunjukkan oleh (makna yang diperoleh walaupun tidak tampaknya lafaz secara jelas) ditampakkan dalam lafaz secara jelas) 3. Berdasarkan makna yang terang (zahir) atau tersembunyi (khafi). Makna Zahir tampil dalam bentuk; a. Lafaz Zahir, yaitu lafaz yang menunjukkan makna jelas yang tidak perlu tafsir apalagi takwil. Contoh Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (al Baqarah 275). b. Lafaz Nas, yaitu nas yang menunjukkan secara tegas maknanya. Contoh bagi wanita yang ditalaq hendaklah menunggu 3 kali quru (al-Baqarah 228) c. Mufassar, yaitu lafaz yang jelas petunjuknya pada makna yang dimaksud. Contoh deralah mereka 80 kali dera (an Nuur 4) d. Muhkam, yaitu lafaz yang terang petunjuknya. Contoh Tuhanmu memerintahkan kamu untuk tidak menyembah selain Dia. (al-Isra 23). Makna Khafi muncul dalam bentuk; a. mujmal (lafaz yang tersembunyi petunjuk maknanya karena lafaz itu sendiri tidak diketahui maknanya sebelum adanya penjelasan. Misal az zakah). b. musykil (yaitu lafaz yang tersembunyi maknanya dengan suatu sebab pada lafaz sendiri bagaimana saja kamu namun dapat ditemukan Artinya kapan dan setelah diteliti secara serius. Seperti datangilah istrimu itu kehendaki.

17 bagaimana yang dikehendaki. c. mutasyabih (lafaz yang tersembunyi maksudnya karena keadan lafaz itu sendiri tidak dapat diketahui maksud arti yang sesungguhnya karena tidak ada qarinah untuk itu. Misal wajhullah). IKHTITAM Ulama salafus shalih telah mengeksplorasi, merancang, membangun dan mengembangkan metodologi dalam penetapan hukum Islam. Agaknya tanpa bermaksud kultus, apa yang telah dilakukan ulama terdahulu sudah sangat sempurna. Hanya kadang kaum mutakhkhirin terlalu latah untuk mengkritisi. Diamalkan saja belum semuanya tetapi telah menggugat. Kalaupun ada kritik terhadap metodologi istinbath hukum Islam, tidaklah menyentuh hal-hal yang substansial melainkan ornamental, dan paling banter instrumental. Ilmu itu dapat dikelompokkan ke dalam ilmu substansial, ilmu isntrumental dan ilmu ornamental. Ilmu substansial ada dalam Alquran dan Alhadis. Ilmu instrumental adalah bagaimana alat untuk menggali ilmu substansial tersebut. Ilmu ornamental adalah ilmu yang tampak pada praktek keseharian. Logikanya, ilmu ornamental haruslah mengakar pada ilmu substansial. Tidak yang selama ini berkembang di masyarakat yaitu ilmu ornamental yang tercerabut dari akar substnasialnya. Hadaanallah ilaa shiratil mustaqim. Maskam UGM, 10 April 2009

17